hubungan antara self body image dan kohesivitas peer group ...
Transcript of hubungan antara self body image dan kohesivitas peer group ...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DAN KOHESIVITAS KELOMPOK
TEMAN SEBAYA DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA SISWA
KELAS VIII PROGRAM AKSELERASI DI SMP
NEGERI 2 SURAKARTA
SKRIPSI
Dalam Rangka Penyusunan Skripsi sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi
Oleh:
DHIAN RISKIANA PUTRI
G 0106042
Pembimbing:
1. Drs. Thulus Hidayat, S.U., M.A.
2. Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si.
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul : Hubungan antara Body Image dan Kohesivitas
Kelompok Teman Sebaya dengan Penyesuaian
Sosial pada Siswa Kelas VIII Program Akselerasi di
SMP Negeri 2 Surakarta
Nama Peneliti : Dhian Riskiana Putri
NIM : G 0106042
Tahun : 2010
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Pembimbing dan Penguji Skripsi
Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada:
Hari : Jumat
Tanggal : 5 November 2010
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Thulus Hidayat, S.U., M.A. Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si.
NIP. 130250480 NIP. 19781022 200501 1 002
Koordinator Skripsi
Rin Widya Agustin, M.Psi.
NIP. 19760817 200501 2 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan Judul:
Hubungan antara Body Image dan Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya
dengan Penyesuaian Sosial pada Siswa Kelas VIII Program
Akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta
Dhian Riskiana Putri, G 0106042, Tahun 2010
Telah diuji dan disahkan oleh Pembimbing dan Penguji Skripsi Prodi Psikologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada:
Hari : Selasa
Tanggal : 9 November 2010
1. Pembimbing I
Drs. Thulus Hidayat, S.U., M.A. ( )
2. Pembimbing II
Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si. ( )
3. Penguji I
Dra. Suci Murti Karini, M.Si. ( )
4. Penguji II
Drs. Hardjono, M.Si. ( )
Surakarta, ...............................
Ketua Program Studi Psikologi Koordinator Skripsi
Drs. Hardjono, M.Si Rin Widya Agustin, M.Psi.
NIP. 19760817 200501 2 002 NIP. 19590119 198903 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi
ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka
saya bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut.
Surakarta, November 2010
Dhian Riskiana Putri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”
(Q.S. Asy-Syarh: 6)
“Manusia hanyalah berusaha, manusia hanyalah berencana,
Allah lah yang menentukan, Allah lah yang memastikan segalanya”
(Al-Maidany)
“Apabila seorang pelajar ingin meraih kesempurnaan ilmu, hendaklah ia
menjauhi kemaksiatan dan senantiasa menundukkan pandangannya
dari hal-hal yang haram untuk dipandang. Karena yang demikian itu akan
membukakan pintu ilmu, sehingga cahaya Allah akan menyinari hatinya. Jika
hati telah bercahaya, maka akan jelas baginya kebenaran. Sebaliknya,
barangsiapa mengumbar pandangannya, maka akan keruhlah hatinya, dan
selanjutnya akan gelap dan tertutuplah baginya pintu ilmu”
(Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini kepada:
Orang-orang yang sangat aku cintai,
dengan doa, cinta, bimbingan, dan kesabarannya
dalam menuntunku mencapai cita-cita dan harapanku
Terimakasih kuucapkan atas terselesaikannya karya ini kepada:
1. Ibu dan Bapak tercinta atas doa, kasih sayang, dan
pengorbanan yang tak akan pernah terhenti
2. Adikku tersayang, Dhimas Taufika Putra yang selalu
memberikan doa, perhatian, dan bantuannya
3. Seluruh keluarga besarku dan semua pihak yang telah
membantu terselesaikannya karya ini
4. Guru-guruku terhormat dan almamaterku tercinta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb.
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT atas segala limpahan kasih sayang dan hidayah yang telah
Allah SWT berikan kepada penulis, sehingga penyusunan skripsi ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa penulis haturkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, pengikut-pengikut beliau
yang setia, serta seluruh umat beliau yang istiqomah sampai akhir jaman, dan
semoga termasuk kita sekalian. Amin.
Terselesaikannya skripsi ini telah melibatkan beberapa pihak, oleh karena
itu, dengan penuh rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. AA. Subiyanto, dr. M.S., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta atas fasilitas dan kebijakan beliau.
2. Bapak Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta serta selaku penguji II atas
ijin dan juga semua bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.
3. Bapak Drs. Thulus Hidayat, S.U., M.A., selaku pembimbing akademik serta
selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan kepada penulis.
4. Bapak Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si., selaku pembimbing II atas
kesabaran beliau dalam memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis/
5. Ibu Dra. Suci Murti Karini, M.Si., selaku penguji I yang telah bersedia
memberikan kritik, saran, serta masukan yang membangun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
6. Bapak Drs. Rachmat Sutasman, M.Pd., selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 2
Surakarta dan Bapak Agus Budiarto, S.Pd., selaku Ketua Program Akselerasi
SMP Negeri 2 Surakarta atas segala informasi dan bantuannya.
7. Adik-adik siswa kelas VIII Program Akselerasi SMP Negeri 2 Surakarta yang
telah bersedia menjadi subjek penelitian.
8. Kedua orang tuaku tercinta Ibu Winarsih, B.A. dan Bapak Drs. Eko Sarimo,
atas semua kasih sayang, pengorbanan, nasihat, kesabaran, serta doa yang
terus dipanjatkan bagi penulis. Syukron Jazakumullahu Khoiron Katsiron.
9. Adikku tersayang, Dhimas Taufika Putra atas kasih sayang, perhatian, dan
bantuan yang telah diberikan. Semoga lancar dalam menjalankan perkuliahan.
10. Seluruh keluarga besar atas semangat, kasih sayang, doa, dan dukungannya.
11. Sahabat-sahabat terbaikku, Nopik, Ayuk, Aris, Retno, Cece, Krisna, Rofa,
yang selalu memberikan motivasi bagi penulis. Jazakillah Khoir.
12. Seluruh teman-teman mahasiswa Program Studi Psikologi FK UNS,
khususnya angkatan 2006 untuk semangat dan kebersamaannya.
13. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan.
Mudah-mudahan segala bantuan dan doa yang telah diberikan,
mendapatkan balasan dari Allah SWT dengan pahala yang berlimpah. Akhir kata,
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua yang membaca. Amin.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Surakarta, November 2010
Penulis,
Dhian Riskiana Putri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DAN KOHESIVITAS KELOMPOK
TEMAN SEBAYA DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA SISWA
KELAS VIII PROGRAM AKSELERASI DI
SMP NEGERI 2 SURAKARTA
Dhian Riskiana Putri
G 0106042
ABSTRAK
Program akselerasi adalah program khusus dalam dunia pendidikan yang
bertujuan memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai bagi anak berbakat
intelektual untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih awal dibandingkan
dengan siswa program reguler. Program akselerasi untuk siswa-siswi
berkemampuan tinggi merupakan salah satu topik penelitian terkemuka dalam
dunia pendidikan. Siswa program akselerasi biasanya memiliki permasalahan
penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial berperan penting bagi perkembangan
remaja agar dapat menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Penyesuaian
sosial seorang remaja dipengaruhi oleh faktor internal, seperti konsep diri,
gambaran diri, body image, kepribadian, dan lain sebagainya, serta dipengaruhi
oleh faktor eksternal, seperti lingkungan keluarga dan masyarakat sosial,
pendidikan, kemampuan sosial, serta persahabatan atau kohesivitas kelompok
teman sebaya, dan lain-lain.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara body image
dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial pada siswa
kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta. Subjek penelitian ini
adalah siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakata. Penelitian
ini menggunakan seluruh populasi sebagai subjek penelitian yang disebut sebagai
penelitian populasi, sehingga tidak menggunakan teknik pengambilan sampel.
Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan tiga skala, yaitu skala penyesuaian
sosial, skala body image, dan skala kohesivitas kelompok teman sebaya. Analisis
yang digunakan adalah analisis regresi dua prediktor.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai F-test = 72,023, p 0,05, dan
nilai R = 0,878. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis
dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu ada hubungan yang sgnifikan antara
body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial
pada siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta. Nilai R2
dalam penelitian ini sebesar 0,770 atau 77%, sumbangan efektif body image
terhadap penyesuaian sosial sebesar 5,2668% dan sumbangan efektif kohesivitas
kelompok teman sebaya terhadap penyesuaian sosial sebesar 71,7332%.
Sumbangan relatif body image terhadap penyesuaian sosial sebesar 6,84% dan
sumbangan relatif kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap penyesuaian
sosial sebesar 93,16%.
Kata kunci: penyesuaian sosial, body image, kohesivitas kelompok teman
sebaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
THE RELATIONSHIP BETWEEN BODY IMAGE AND PEER GROUP
COHESIVENESS WITH SOCIAL ADJUSTMENT ON THE EIGHT
GRADE STUDENTS OF ACCELERATION PROGRAM IN
SMP NEGERI 2 SURAKARTA
Dhian Riskiana Putri
G 0106042
ABSTRACT
Acceleration program is specially program in education world.
Acceleration program’s aim is to give suitable service education for gifted
children to finished their education faster than students of regular program.
Acceleration program for gifted student is one of popular research topic in
education world. Students of acceleration program usually had social adjustment
problem. Social adjustment was instrumental for the development of adolescent so
that can establish good relationship with other. Social adjustment an adolescent
influenced by internal factor, such as self-concept, self-image, body-image,
personality, etc., and also influenced by external factor, such as social and family
environment, education, social ability, friendship or peer group cohesiveness, etc. This research’s aim is to know the relation between body image and peer
group cohesiveness with sosial adjustment on the eight grade students of
acceleration program in SMP Negeri 2 Surakarta. This research subject is the eight
grade students of acceleration program in SMP Negeri 2 Surakarta. This research
used all population as research subject called population research, so this research
is not used sampling. The instruments of this research are social adjustment scale,
body image scale, and peer group cohesiveness scale. The analysis method of this
research is used two-predictor regression.
The result showed that the value of F-test = 72,023, p 0,05, and the
value of R = 0,878. The result could be concluded that the hypothesis of this
research was received, and there was a significant relationship between body
image and peer group cohesiveness with social adjustment on the eight grade
students of acceleration program in SMP Negeri 2 Surakarta. The value of R2 in
this research is 0,770 or 77%, the effective contribution of body image is 5,2668%
and the effective contribution of peer group cohesiveness is 71,7332%. The
relative contribution of body image is 6,84% and the relative contribution of peer
group cohesiveness is 93,16%.
Keywords: social adjustment, body image, peer group cohesiveness
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………..… i
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………….. ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………… iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ……………………………….. iv
MOTTO ……………………………………………………………………….. v
PERSEMBAHAN …………………………………………………………….. vi
KATA PENGANTAR ………………………………………………………... vii
ABSTRAK …………………………………………………………………….. ix
ABSTRACT …………………………………………………………………... x
DAFTAR ISI …………………………………………………………………... xi
DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. xv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… xvii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………….. 10
C. Tujuan Penelitian …………………………………………………... 10
D. Manfaat Penelitian …………………………………………………. 11
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Penyesuaian Sosial
1. Pengertian penyesuaian sosial ………………………………….. 13
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial ………... 14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
3. Aspek-aspek penyesuaian sosial ……………………………….. 17
4. Bentuk-bentuk penyesuaian sosial ……………………………... 19
B. Body Image
1. Pengertian body image …………………………………………. 22
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi body image ………………... 23
3. Aspek-aspek body image ……………………………………….. 25
4. Body image pada remaja ……………………………………….. 26
C. Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya
1. Pengertian kohesivitas ………………………………………….. 27
2. Pengertian kelompok teman sebaya ………………………...….. 29
3. Pengertian kohesivitas kelompok teman sebaya …...…………... 31
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kohesivitas
kelompok teman sebaya ………………………………….…….. 33
5. Aspek-aspek kohesivitas kelompok teman sebaya …...………... 35
6. Pengelompokan kelompok teman sebaya …………………........ 36
7. Kelompok teman sebaya pada remaja ...………………………... 38
D. Siswa Program Akselerasi
1. Pengertian program akselerasi ………………………………..... 40
2. Tujuan program akselerasi ……………………………………... 41
3. Keunggulan dan kelemahan program akselerasi ……………….. 42
E. Hubungan antara Body Image dan Kohesivitas Kelompok
Teman Sebaya dengan Penyesuaian Sosial pada Siswa
Program Akselerasi ………………………………………………… 44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
F. Kerangka Pikir ……………………………………………………... 49
G. Hipotesis ……………………………………………………………. 50
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian …………………………………….. 51
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian …………………………... 51
C. Populasi dan Sampel ……………………………………………….. 53
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Sumber data …………………………………………………...... 54
2. Metode pengumpulan data ……………………………………... 55
E. Metode Analisis Data
1. Validitas instrumen penelitian ………………………………….. 62
2. Reliabilitas instrumen penelitian ……………………………….. 64
3. Uji hipotesis ……………………………………………………. 65
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
1. Orientasi kancah penelitian …………………………………….. 67
2. Persiapan penelitian …………………………………………….. 73
3. Pelaksanaan uji coba ……………………………………………. 79
4. Uji validitas dan reliabilitas …………………………………….. 80
B. Pelaksanaan Penelitian
1. Penentuan subjek penelitian ……………………………………. 86
2. Pengumpulan data ……………………………………………… 87
3. Pelaksanaan skoring ……………………………………………. 88
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
4. Penyusunan nomor aitem baru untuk penghitungan
analisis data ……………………………………………………. 89
C. Hasil Analisis Data dan Interpretasi
1. Uji asumsi dasar ………………………………………………... 91
2. Uji asumsi klasik ……………………………………………….. 94
3. Uji hipotesis …………………………………………………….. 99
4. Sumbangan relatif dan sumbangan efektif ……………………. 102
5. Uji korelasi …………………………………………………..... 103
6. Analisis deskriptif ……………………………………………... 105
D. Pembahasan ……………………………………………………….. 109
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ………………………………………………………... 114
B. Saran ………………………………………………………………. 115
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………... 119
LAMPIRAN ………………………………………………………………….. 127
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penilaian Pernyataan Favourable dan Unfavourable ……………….. 57
Tabel 2. Blue Print Skala Body Image ………………………………………... 58
Tabel 3. Blue Print Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya …………… 60
Tabel 4. Blue Print Skala Penyesuaian Sosial ………………………………... 61
Tabel 5. Penentuan Kriteria Indeks Reliabilitas ……………………………… 65
Tabel 6. Distribusi Aitem Skala Body Image ………………………………… 75
Tabel 7. Distribusi Aitem Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya ….... 77
Tabel 8. Distribusi Aitem Skala Penyesuaian Sosial ……………………….... 78
Tabel 9. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Body Image ……………... 82
Tabel 10. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Kohesivitas
Kelompok Teman Sebaya …………………………………………… 83
Tabel 11. Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Penyesusian Sosial ……… 85
Tabel 12. Jumlah Siswa Kelas VIII Program Akselerasi SMP Negeri 2
Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010 ………………………………. 86
Tabel 13. Tingkat Body Image Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin… 87
Tabel 14. Distribusi Nomor Aitem Baru Skala Body Image …………………… 89
Tabel 15. Distribusi Nomor Aitem Baru Skala Kohesivitas Kelompok
Teman Sebaya ……………………………………………………….. 90
Tabel 16. Distribusi Nomor Aitem Baru Skala Penyesuaian Sosial ………….... 90
Tabel 17. Hasil Uji Normalitas ……………………………………………….... 91
Tabel 18. Hasil Uji Linearitas antara Penyesuaian Sosial dengan Body Image ... 93
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
Tabel 19. Hasil Uji Linearitas antara Penyesuaian Sosial dengan Kohesivitas
Kelompok Teman Sebaya …………………………………………… 93
Tabel 20. Hasil Uji Multikolinieritas …………………………………………... 95
Tabel 21. Hasil Uji Heteroskedastisitas antara Penyesuaian Sosial dengan
Body Image ………………………………………………………….. 96
Tabel 22. Hasil Uji Heteroskedastisitas antara Penyesuaian Sosial dengan
Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya ……………………………… 97
Tabel 23. Hasil Uji Otokorelasi ………………………………………………. 98
Tabel 24. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi Ganda (R) ………………. 100
Tabel 25. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda (Anova) ……….…………. 101
Tabel 26. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda (Model Summary) ………. 101
Tabel 27. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi (r) ………………………. 103
Tabel 28. Korelasi Tiap-Tiap Variabel Bebas dengan Variabel Tergantung … 104
Tabel 29. Deskripsi Data Empirik …………………………………………….. 105
Tabel 30. Deskripsi Data Penelitian …………………………………………... 106
Tabel 31. Kriteria Kategori Skala Penyesuaian Sosial dan Distribusi
Skor Subjek ……………………………………………………….... 107
Tabel 32. Kriteria Kategori Skala Body Image dan Distribusi Skor Subjek ….. 108
Tabel 33. Kriteria Kategori Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya dan
Distribusi Skor Subjek …………………………………………….. 109
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Skala untuk Try Out dan Penelitian ……………………………. 127
Lampiran B. Data Try Out ……………………………………………………. 140
Lampiran C. Uji Validitas dan Reliabilitas …………………………………… 159
Lampiran D. Data Penelitian ………………………………………………….. 176
Lampiran E. Data Hasil Penelitian ……………………………………………. 194
Lampiran F. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif ……………………. 197
Lampiran G. Data Kategorisasi ……………………………………………….. 202
Lampiran H. Surat Ijin Penelitian dan Surat Tanda Bukti Penelitian ………… 206
Lampiran I. Dokumentasi ……………………………………………………... 209
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang penting bagi setiap manusia, bahkan dapat
dikatakan sebagai suatu kebutuhan. Pelayanan pendidikan di Indonesia bagi
siswa-siswi berinteligensi tinggi semakin meningkat ditandai dengan munculnya
fenomena penyelenggaraan program percepatan belajar (kelas akselerasi) pada
tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas.
Program akselerasi untuk siswa-siswi berkemampuan tinggi merupakan
salah satu topik penelitian terkemuka dalam dunia pendidikan (Neihart, 2007).
Menurut Hawadi (2004) akselerasi adalah kemajuan yang diperoleh dalam
program pengajaran pada waktu yang lebih cepat dan dalam usia yang lebih muda
daripada usia konvensional atau reguler. Tujuan dari program akselerasi adalah
memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai bagi anak berbakat intelektual
untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih awal.
Kelas akselerasi pada awalnya dianggap sebagai solusi terbaik untuk
memenuhi kebutuhan belajar bagi siswa dengan IQ tinggi, hal ini sesuai dengan
pendapat Terman (dalam Hawadi, 2004) yang menyatakan bahwa siswa dengan
IQ di atas normal memiliki keunggulan dalam hal kesehatan, penyesuiaan
sosial, dan sikap moral. Pendapat ini memunculkan mitos bahwa siswa dengan IQ
tinggi adalah anak yang berbahagia dan mudah menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosial, namun sebagian kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
kelas akselerasi tidak sebaik yang diharapkan serta ditengarai membawa dampak
negatif pada kehidupan sosial siswa. Siswa menjadi berkurang kesempatannya
untuk bergaul dan berinteraksi dengan teman sebaya.
Kurikulum program akselerasi menuntut siswa untuk dapat bekerja
keras, mandiri, disiplin, dan bertanggungjawab, karena beban siswa akselerasi
tidak sama bahkan jauh lebih berat dibandingkan dengan siswa pada program
reguler. Permasalahan ini sering kali membuat siswa akselerasi lebih banyak
menghabiskan waktu untuk belajar, sehingga waktu untuk bermain bersama teman
sebaya menjadi berkurang (Maimunah, 2009).
Para peneliti di bidang pendidikan memperkirakan bahwa sekitar 20-25%
dari anak-anak berbakat mengalami masalah-masalah sosial dan emosional.
Widodo (2006) mengungkapkan sebesar 15% siswa yang mengikuti program
akselerasi menjadi introvert, tidak mampu mengungkapkan gagasan dan pendapat,
serta mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan sosial. Fakta tersebut
diperkuat oleh hasil penelitian berjudul ”Manajemen Sekolah Unggulan Program
Akselerasi di SD H. Isriati Baiturrahman Semarang” yang dilakukan Endah
(dalam Maghviroh, 2009) bahwa anak berbakat siswa akselerasi memiliki
kesulitan penyesuaian sosial.
Masalah penyesuaian sosial anak berbakat juga disebabkan karena adanya
karakteristik anak berbakat yaitu kurang dapat bergaul, seperti dikemukakan
Munandar (dalam Rahmawati dan Hartati, 2007) bahwa anak berbakat
mempunyai ciri-ciri sosial diantaranya sukar bergaul dengan teman sebaya dan
sukar menyesuaikan diri dalam berbagai bidang. Hasil penelitian Iswinarti (2002)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
menyebutkan bahwa sebagian anak dengan IQ tinggi akan mengalami kesulitan
dalam penyesuaian sosial, karena anak dengan IQ tinggi mempunyai pemahaman
yang lebih cepat dan cara berpikir yang lebih maju, sehingga sering tidak sepadan
dengan teman sebaya. Terdapat kcenderungan, anak berbakat hanya akan
berteman akrab dengan teman yang memiliki kepandaian setingkat. Bergaul
dengan teman yang mempunyai kepandaian setingkat, menyebabkan anak
berbakat merasa mendapatkan teman sepadan untuk berdiskusi sebagai sarana
memenuhi hasrat keingintahuan siswa akselerasi yang cukup besar.
Penelitian penyesuaian sosial siswa akselerasi dilakukan pada siswa kelas
VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta karena beberapa alasan,
diantaranya ialah saat ini di Kota Surakarta hanya terdapat dua SMP yang
menyelenggarakan program akselerasi, yaitu SMP Negeri 2 Surakarta dan SMP
Negeri 9 Surakarta. Beberapa tahun yang lalu, SMP Negeri 1 Surakarta dan SMP
Negeri 4 Surakarta juga menyelenggarakan program akselerasi, namun saat ini
kedua SMP tersebut sudah beralih menyelenggarakan program pendidikan khusus
lainnya, yaitu program Rintisan Sekolah Berbasis Internasional (RSBI).
Berdasarkan hasil survey, interview, dan observasi yang telah dilakukan peneliti,
dapat diketahui bahwa SMP Negeri 2 Surakarta belum pernah dipakai sebagai
tempat penelitian oleh peneliti lain dalam bidang akselerasi, sedangkan SMP
Negeri 9 Surakarta sudah pernah dijadikan tempat penelitian oleh peneliti
sebelumnya dalam bidang akselerasi. Berdasarkan beberapa alasan tersebut,
peneliti memutuskan SMP Negeri 2 Surakarta sebagai lokasi penelitian mengenai
penyesuaian sosial siswa akselerasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta dimulai pada tahun 2005
hingga saat ini masih berjalan. Sejak tahun 2005, program akselerasi di SMP
Negeri 2 Surakarta selalu menduduki peringkat pertama dalam pencapaian nilai
UAN tertinggi se-ekskaresidenan Surakarta. Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan peneliti dengan salah satu guru pengampu kelas akselerasi yang juga
merupakan ketua program akselerasi SMP Negeri 2 Surakarta, dapat diketahui
bahwa siswa akselerasi lebih memiliki kemampuan berpikir dewasa serta
mempunyai tanggung jawab lebih besar jika dibandingkan dengan siswa reguler,
karena adanya tuntutan tugas yang berat bagi siwa akselerasi. Permasalahan yang
tampak pada siswa akselerasi biasanya kurang bisa bergaul dengan teman dan
terlihat kaku dalam pergaulan, sehingga memunculkan masalah dalam
penyesuaian sosial. Hal ini terjadi karena adanya tekanan akademik yang
menyebabkan siswa akselerasi sangat terpaku pada tugas-tugas yang diberikan.
Usia siswa-siswa SMP dapat dikategorikan ke dalam masa remaja awal,
yaitu berkisar antara umur 12-15 tahun (Monks dkk., 2004). Masa remaja secara
global berlangsung antara umur 12 sampai dengan umur 21 tahun, dengan
pembagian 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa
remaja pertengahan, dan 18-21 tahun adalah masa remaja akhir. Ali dan Asrori
(2004) mengungkapkan batasan usia pada masa remaja berlangsung sekitar umur
13 tahun sampai umur 18 tahun, yaitu masa ketika individu duduk di bangku
sekolah menengah. Masa ini biasanya dirasakan sebagai masa sulit, baik bagi
remaja itu sendiri, maupun bagi keluarga, ataupun juga bagi lingkungannya. Allan
dkk. (2005) menyatakan bahwa periode perkembangan remaja awal memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
banyak pengalaman menarik bagi individu mengenai berbagai macam perubahan
yang dialami, diantaranya ialah perubahan biologis atau sering disebut dengan
pubertas, perubahan dalam hubungan sosial dengan keluarga dan teman sebaya
(peers), dan perubahan dalam bidang pendidikan yang biasanya terjadi pada saat
individu berada pada sekolah menengah.
Baker dkk. (1998) menjelaskan bahwa permasalahan yang banyak dialami
oleh siswa berbakat sering terjadi pada sekolah dasar tingkat akhir atau pada masa
sekolah menengah. Dilihat dari perspektif perkembangan sosial, anak pada usia
tersebut sangat mungkin melakukan perbandingan dengan orang lain dan
melakukan penilaian terhadap diri sendiri melalui proses perbandingan sosial.
Penolakan dan penerimaan teman sebaya menjadi hal yang penting pada usia
tersebut. Beberapa siswa berbakat memberikan perhatian yang lebih pada usaha
untuk dapat menyesuaikan diri dengan standar atau norma suatu kelompok agar
dapat diterima dalam kelompok tersebut. Dilihat dari perspektif ketrampilan
akademik, saat siswa duduk di sekolah dasar tingkat akhir atau sekolah menengah,
pihak sekolah telah memberikan beberapa tuntutan khusus yang harus mampu
dilakukan oleh siswa, seperti manajemen waktu, kemampuan dan ketrampilan
belajar efektif, ketrampilan memecahkan masalah, dan sebagainya, sehingga
remaja awal yang memiliki bakat dan kecerdasan istimewa sering mengalami
permasalahan klinis (berhubungan dengan kesehatan mental) dan permasalahan
sosial (berhubungan dengan individu lain dan lingkungan sosial).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Remaja awal adalah waktu ketika seorang individu mengalami banyak
perubahan. Biasanya pada tahap remaja awal, individu mulai meninggalkan masa
kecil dan mulai merasa nyaman pada kehidupan di sekolah menengah bersama
beberapa siswa dan guru. Remaja awal juga merupakan waktu ketika anak
berkembang secara mental, menentukan identitas diri, dan mengambil peran
dalam kehidupan sosial (Holcomb dan McCoy, 2005). Pengaruh teman sebaya
menurut pendapat Papalia dkk. (2009) paling kuat di saat masa remaja awal,
biasanya memuncak di usia 12-13 tahun serta menurun pada masa remaja
pertengahan dan masa remaja akhir.
Memasuki masa remaja, anak mulai melepaskan diri dari ikatan emosi
dengan orang tua dan menjalin hubungan yang akrab dengan teman-teman sebaya.
Havighurst (1972) menjelaskan beberapa tugas perkembangan remaja yang
berhubungan dengan perkembangan sosial emosional, yaitu menjalin hubungan
dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, mencapai suatu peran sosial,
melakukan perilaku sosial yang diharapkan, dan mencapai suatu kemandirian
sosial dari orang tua ataupun orang dewasa lainnya. Salah satu tugas
perkembangan pada masa remaja yang paling sulit ialah berhubungan dengan
penyesuaian sosial.
Peningkatan keintiman, keakraban, dan komitmen terhadap kelompok
teman sebaya tampak pada tahap remaja awal sampai dengan tahap remaja tengah
(Joronen, 2005). Selama masa remaja, individu berusaha meningkatkan kualitas
hubungan dengan lingkungan sosial. Remaja menjadi lebih kohesif, menjadi
anggota suatu kelompok, dan bergabung dalam suatu kelompok tertentu. Kualitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
keakraban pertemanan memberikan pengaruh terhadap perilaku sosial remaja.
Huurre (2000) berpendapat bahwa pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi
pada masa remaja menyebabkan remaja merasa perlu memiliki hubungan yang
baik dengan orang tua, saudara, sahabat, teman, dan personil sekolah. Teman
sebaya memainkan peran yang penting bagi remaja untuk mencapai kemandirian,
meningkatkan hubungan dengan kelompok teman sebaya, meningkatkan
keakraban, sebagai tempat berbagi pikiran ataupun perasaan sebagai dasar
pembentukan persahabatan.
Rabow (dalam Budiharto dan Koentjoro, 2004) mendefinisikan
kohesivitas kelompok sebagai suatu pola hubungan persahabatan yang
mempunyai ikatan untuk saling tolong menolong antar anggota kelompok. Baron
dan Byrne (2005) mengartikan persahabatan sebagai suatu bentuk hubungan
antara dua individu atau lebih. Individu-individu tersebut menghabiskan waktu
bersama, berinteraksi dalam berbagai situasi, juga saling memberikan dukungan
emosional satu sama lain. Cassidy dkk. (2003) menjelaskan bahwa kesamaan
sikap dan nilai menjadi dasar penting bagi pembentukan persahabatan. Sears dkk.
(1991) mengemukakan bahwa apabila individu sebagai anggota suatu kelompok
saling menyukai satu sama lain dan dieratkan dalam ikatan persahabatan, maka
kohesivitas kelompok tersebut akan semakin tinggi.
Kohesivitas atau kebersamaan dalam lingkungan keluarga memberikan
pengaruh pada proses penyesuaian sosial dan pencarian identitas diri seorang
remaja (Schwartz, 2007). Dukungan dan kohesivitas kelompok teman sebaya
(peer group), dukungan dari guru, serta kondisi lingkungan sekolah juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
berpengaruh terhadap konsep diri dan sosialisasi pada remaja awal. Hasil
penelitian Tabassan dan Rafiq (1993) menyebutkan adanya perbedaan
penyesuaian sosial diantara individu yang memiliki kelompok pertemanan dengan
individu yang tidak memiliki kelompok pertemanan. Individu sebagai anggota
suatu kelompok pertemanan lebih mudah menyesuaikan diri, lebih percaya diri,
memiliki penyesuaian sosial dan emosional yang baik, serta mampu menjalankan
tugas perkembangan secara maksimal.
Remaja dalam menjalin hubungan dengan teman sebaya, akan
memperhatikan karakteristik personal dan karakteristik sosial teman sebaya,
misalnya dari segi usia, tingkat kecerdasan, dan juga penampilan fisik (Cassidy
dkk., 2003). Remaja cenderung memilih teman atau sahabat yang serupa dalam
masalah gender, suku bangsa, sikap dan prestasi akademis (Papalia dkk., 2009).
Remaja mulai lebih mengandalkan teman dibanding dengan orang tua untuk
mendapatkan kedekatan dan dukungan secara sosial.
Havighurst (1972) berpendapat bahwa perubahan dan perkembangan fisik
yang pesat pada remaja membuat remaja menjadi lebih memperhatikan tubuh dan
penampilan fisik, yang juga berpengaruh terhadap interaksi remaja dengan orang
lain di lingkungan sekitar, terutama dengan teman sebaya. Pendapat ini diperkuat
oleh Blyth dkk. (1985) bahwa hubungan dan interaksi dengan orang lain
memungkinkan remaja melakukan perbandingan fisik dengan teman sebaya.
Salah satu aspek psikologis dari pertumbuhan fisik pada masa remaja
adalah remaja seringkali membangun citra sendiri mengenai tubuh. Perhatian
yang berlebihan terhadap citra tubuh atau sering disebut sebagai body image ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
lebih mencolok selama masa pubertas, pada tahap remaja awal dibandingkan
dengan tahap remaja tengah atau akhir masa remaja (Santrock, 2007). Perhatian
terhadap body image seorang individu sangat kuat terjadi pada remaja yang
berusia 12 hingga 18 tahun, baik pada remaja perempuan maupun remaja laki-
laki. Thompson (2000) mengungkapkan bahwa perkembangan pada masa
pubertas memberikan dampak dan perubahan fisik maupun psikologis bagi remaja
perempuan dan juga remaja laki-laki, terutama berkaitan dengan perkembangan
body image.
Body image telah menjadi permasalahan yang banyak dialami remaja laki-
laki dan remaja perempuan berusia 11-24 tahun (Wade dkk., 2009). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Fallon dan Rozin (dalam Prevos, 2005)
menyebutkan bahwa permasalahan body image dialami oleh remaja perempuan
dan juga remaja laki-laki. Sebesar 70% remaja perempuan merasa tidak puas
dengan bentuk tubuh, sedangkan sebesar 30% remaja laki-laki merasa bahwa
bentuk tubuh yang dimiliki sangat jauh dari gambaran tubuh ideal yang
didambakan. Fakta ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan Schur,
dkk. (dalam Skemp-Arlt & Mikat, 2007) menunjukkan bahwa 52% remaja
perempuan dan 48% remaja laki-laki berusaha menurunkan berat badan, untuk
bisa memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan gambaran ideal. Thompson
(2000) menjelaskan hanya sebesar 28% remaja laki-laki dan 15% remaja
perempuan merasa puas terhadap seluruh bagian tubuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Remaja mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap penampilan fisik
(Monks dkk., 2004). Apabila remaja mampu menerima keadaan fisik dengan rasa
puas, remaja akan mampu melakukan penyesuaian dengan baik. Apabila remaja
mempunyai persepsi negatif mengenai bentuk tubuh, hal ini dapat mempengaruhi
proses sosialisasi pada individu tersebut. Hasil penelitian Ramirez dan Rosen
(2001) menyatakan adanya hubungan signifikan antara body image dengan
penyesuaian psikologis.
Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul: ”Hubungan antara Body Image dan
Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya dengan Penyesuaian Sosial pada Siswa
Kelas VIII Program Akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta”.
B. Rumusan Masalah
Mengacu pada uraian di atas, maka rumusan masalah yang penulis ajukan
adalah sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara body image dan kohesivitas
kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program
akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara body
image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial pada
siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang akan didapat adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai
body image, kohesivitas kelompok teman sebaya, dan penyesuaian sosial
dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial, psikologi
pendidikan, dan psikologi perkembangan, atau studi psikologi pada umumnya.
2. Manfaat praktis
a. Bagi orang tua, dapat memberikan wawasan tentang body image dan
kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial, sehingga
dapat memberikan lingkungan yang sesuai bagi anak akselerasi agar
memiliki penyesuaian sosial yang baik.
b. Bagi guru, dapat memberikan masukan dalam rangka menerapkan metode
pendidikan yang sesuai pada siswa akselerasi serta memberikan masukan
sebagai bahan pertimbangan untuk mengevaluasi kekurangan dan
kelemahan program akselerasi yang selama ini diterapkan.
c. Bagi siswa, menambah pengetahuan tentang body image dan kohesivitas
kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial, sehingga dapat
menjadi pertimbangan untuk mengembangkan body image positif dan
menjalin hubungan persahabatan dengan kelompok teman sebaya agar
dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
d. Bagi peneliti lain, dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk
melakukan penelitian selanjutnya, khususnya penelitian mengenai
hubungan antara body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya
dengan penyesuaian sosial pada siswa program akselerasi, dan dapat
dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penyesuaian Sosial
1. Pengertian penyesuaian sosial
Walgito (2004) berpendapat bahwa penyesuaian dalam arti luas yaitu
apabila individu dapat meleburkan diri dengan keadaan lingkungan sekitar,
atau sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan
diri individu. Fahmi (dalam Sobur, 2003) mengatakan bahwa penyesuaian
adalah suatu proses dinamik terus menerus yang bertujuan untuk mengubah
perilaku individu, demi terciptanya hubungan yang lebih serasi antara diri
dengan lingkungan.
Penyesuaian sosial sebagai kemampuan seseorang untuk beradaptasi
dan menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap
kelompok pada khususnya (Hurlock, 2004). Penyesuaian sosial adalah
kesanggupan untuk bereaksi secara aktif dan harmonis terhadap realitas
ataupun situasi sosial, mampu mengadakan reaksi sosial yang sehat,
menghargai hak-hak sendiri dalam masyarakat, serta dapat bergaul dengan
orang lain di lingkungan sosial (Kartono, 2005). Penyesuaian sosial dapat
berlangsung karena adanya dorongan manusia untuk memenuhi kebutuhan
sosial, yaitu untuk mencapai keseimbangan antara tuntutan sosial dengan
harapan yang ada dalam diri individu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Penyesuaian sosial adalah kemampuan untuk mematuhi norma-
norma dan peraturan sosial kemasyarakatan (Mu’tadin, 2002). Setiap
masyarakat memiliki aturan dengan sejumlah ketentuan dan norma atau
nila-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok.
Pada saat proses penyesuaian sosial, individu mulai berkenalan dengan
kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut, kemudian mematuhinya.
Berdasarkan definisi yang telah diberikan oleh beberapa ahli di atas,
dapat dijelaskan bahwa penyesuaian sosial adalah kemampuan individu
untuk menyesuaikan diri dengan kelompok maupun lingkungan sosial,
mereaksi secara tepat terhadap realitas dan situasi sosial yang terjadi dengan
mematuhi norma-norma peraturan sosial kemasyarakatan, yang merupakan
kebutuhan kehidupan sosial tanpa menimbulkan konflik bagi diri sendiri
maupun lingkungan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial
Schneiders (1985) berpendapat bahwa faktor lingkungan keluarga
dan sekolah dapat mempengaruhi penyesuaian sosial seseorang, dengan
penjelasan sebagai berikut:
a. Penyesuaian dalam keluarga atau rumah
1) Hubungan yang sehat di antara keluarga
Hubungan ini ditandai dengan adanya penyesuaian yang baik antara
anggota keluarga yang satu dengan anggota keluarga yang lainnya,
sehingga ada rasa kasih sayang antara anggota keluarga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
2) Kemampuan untuk menerima otoritas orang tua
Kemampuan untuk menerima otoritas orang tua perlu diterapkan
kepada anak, dan anak harus bisa menerima disiplin orang tua. Patuh
terhadap otoritas orang tua merupakan langkah penting menuju
penyesuaian yang baik di lingkungan masyarakat.
b. Penyesuaian sosial di sekolah
1) Hormat dan mau menerima otoritas yang ada di sekolah.
2) Menunjukkan rasa tebaik dan partisipasi dalam kegiatan sosial.
3) Menjalin hubungan yang baik dengan teman dan guru.
4) Mau menerima larangan dan tanggung jawab.
5) Membantu sekolah untuk melaksanakan tujuan sesuai dengan
fungsinya.
Menurut Ali dan Asrori (2004) faktor yang mempengaruhi proses
penyesuaian sosial pada remaja, yaitu:
a. Kondisi fisik, hal-hal yang berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat
mempengaruhi penyesuaian sosial pada remaja adalah hereditas,
konstitusi fisik, sistem utama tubuh, serta kesehatan fisik.
b. Kepribadian, kepribadian yang penting pengaruhnya terhadap
penyesuaian sosial adalah kemauan dan kemampuan untuk berubah,
pengaturan diri, realisasi diri, juga inteligensi.
c. Edukasi atau pendidikan, hal-hal terkait dengan edukasi atau pendidikan
yang dapat mempengaruhi penyesuaian sosial individu adalah belajar,
pengalaman, latihan, dan determinasi diri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
d. Lingkungan, lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap
penyesuaian sosial remaja meliputi lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, serta lingkungan masyarakat.
Hurlock (2004) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi
penyesuaian sosial, sebagai berikut:
a. Hal-hal yang dipengaruhi dari kelahiran; merupakan sifat dasar
seseorang, misalnya sifat pemalu, pendiam, yang melalui latihan atau
bimbingan teratur, lambat laun akan berubah.
b. Penyesuaian dan kebutuhan pribadi; artinya dalam proses penyesuaian,
masing-masing individu berbeda-beda, tergantung pada persepsi
individu terhadap kebutuhan-kebutuhan. Persepsi seseorang terhadap
penyesuaian dan kebutuhan pribadi akan mempengaruhi penyesuaian
individu dengan lingkungan sosial.
c. Penyesuaian dan pembentukan kebiasaan; individu yang terbiasa
terpenuhi keinginannya, akan selalu menuntut lingkungan untuk
memenuhi apa yang diinginkan. Hal inilah yang harus dilatih sedini
mungkin, agar individu dapat menyesuaikan diri dengan hal-hal baru
yang ada di luar diri individu tersebut.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat ditunjukkan bahwa
faktor–faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial antara lain ialah
penyesuaian di rumah, penyesuaian di sekolah, kondisi fisik, kepribadian,
pendidikan, lingkungan, faktor kelahiran, kebutuhan pribadi, dan
pembentukan kebiasaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
3. Aspek-aspek penyesuaian sosial
Hurlock (2004) mengemukakan aspek-aspek dalam penyesuaian
sosial sebagai berikut:
a. Penampilan nyata (overt performance), penampilan yang diperlihatkan
individu yang sesuai dengan norma yang berlaku di dalam kelompok.
Hal ini berarti individu tersebut mampu memenuhi harapan kelompok
dan diterima sebagai anggota suatu kelompok.
b. Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok, individu yang dapat
menyesuaikan diri dengan baik terhadap berbagai kelompok, baik
kelompok teman sebaya maupun kelompok orang dewasa, secara sosial
dapat dianggap sebagai individu yang mampu menyesuaikan diri.
c. Sikap sosial, individu mampu menunjukkan sikap yang menyenangkan
terhadap orang lain, ikut berpartisipasi sosial, serta menjalankan peran
dalam kelompok sosial.
d. Kepuasan pribadi, ditandai dengan adanya rasa puas dan perasaan
bahagia karena dapat ikut ambil bagian dalam aktivitas kelompok dan
mampu menerima diri sendiri apa adanya dalam situasi sosial.
Menurut Soekanto (2003) ada beberapa aspek yang dapat mendasari
penyesuaian sosial seseorang yaitu:
a. Imitasi atau meniru, imitasi tidak terjadi dengan sendirinya, akan tetapi
ada aspek psikologis lain yang ikut berperan, yaitu sifat menerima dan
mengagumi terhadap apa yang sedang diimitasi.
b. Identifikasi, merupakan dorongan menjadi identik dengan orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
c. Simpati, simpati merupakan suatu proses yang diawali oleh suatu
perasaan tertarik pada pihak lain, sehingga aspek emosi memegang
peranan penting.
Kartono (2005) berpendapat bahwa aspek-aspek penyesuaian sosial
terdiri dari:
a. Memiliki perasaan atau afeksi yang kuat, harmonis, dan seimbang;
sehingga selalu merasa bahagia dan mampu bersikap hati-hati.
b. Memiliki kepribadian yang matang dan terintegrasi secara utuh; ditandai
dengan adanya kepercayaan terhadap diri sendiri maupun orang lain,
mempunyai sikap tanggung jawab, memahami orang lain, dan
kemampuan untuk mengontrol diri.
c. Mempunyai relasi sosial yang memuaskan, ditandai dengan kemampuan
bersosialisasi dengan baik dan ikut berpartisipasi dalam kelompok.
d. Mempunyai struktur sistem syaraf yang sehat dan memiliki ketahanan
psikis untuk mengadakan adaptasi.
e. Mempunyai kepribadian yang produktif, dapat merealisasikan diri
dengan melaksanakan perbuatan sosial.
Schneiders (1985) menyatakan bahwa aspek-aspek penyesuaian
sosial meliputi:
a. Keharmonisan diri pribadi, kemampuan individu untuk menerima
keadaan diri sendiri.
b. Kemampuan mengatasi ketegangan konflik dan frustrasi, kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan diri tanpa mengganggu kondisi emosi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
c. Keharmonisan dengan lingkungan, kemampuan individu untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa aspek-aspek
penyesuaian sosial yaitu penampilan nyata, penyesuaian diri terhadap
berbagai kelompok, sikap sosial, dan kepuasan pribadi.
4. Bentuk-bentuk penyesuaian sosial
Bentuk penyesuaian sosial, yakni akomodasi yang artinya
penyesuaian diri untuk bertindak sesuai dengan hal yang baru dalam
lingkungan, dan asimilasi berarti mendapatkan kesan-kesan baru
berdasarkan pada pola-pola penyesuaian yang sudah ada (Piaget dalam
Sears dkk., 1991). Meichati (1983) mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk
penyesuaian pada umumnya dapat dibagi menjadi dua yaitu penyesuaian
yang baik dan penyesuaian yang terganggu.
a. Penyesuaian sosial yang baik
Hurlock (2004) memberikan empat kriteria sebagai ciri
penyesuaian sosial yang baik, yaitu:
1) Melalui sikap dan tingkah laku nyata (overt performance) yang
diperlihatkan remaja. Apabila tingkah laku nyata seorang remaja
sesuai dengan norma kelompok, maka remaja mampu memenuhi
harapan kelompok dan diterima menjadi anggota kelompok tersebut.
2) Apabila remaja dapat menyesuaikan diri dengan setiap kelompok
yang dimasuki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
3) Pada penyesuaian diri yang baik, remaja memperlihatkan sikap yang
menyenangkan terhadap orang lain, memiliki keiginan untuk ikut
terlibat dan berpartisipasi sosial, serta mampu menjalankan peran
sebagai anggota kelompok.
4) Adanya rasa puas dan bahagia yang dimiliki individu karena dapat
turut serta mengambil bagian dalam aktivitas kelompok, teman
sebaya, ataupun orang dewasa lainnya.
Selanjutnya Hurlock (2004) berpendapat bahwa individu yang
dapat menyesuaikan diri dengan baik akan mampu mempelajari
ketrampilan-ketrampilan sosial yang dibutuhkan, ketrampilan menjalin
hubungan secara diplomatis dengan orang lain, baik teman maupun
orang yang tidak dikenal sehingga sikap individu terhadap orang lain
akan menyenangkan, misalnya kesediaan membantu orang lain meski
sedang mengalami kesulitan.
b. Penyesuaian sosial yang terganggu
Penyesuaian sosial yang dilakukan individu terhadap
lingkungan sosial tidak selamanya berhasil dengan baik, terkadang juga
mengalami kesulitan atau gangguan. Manifestasi dari kesulitan
penyesuaian sosial akan mengganggu keseimbangan individu dalam
kehidupan sehari-hari. Semiun (2006) menjelaskan bahwa penyesuaian
yang baik diperoleh individu melalui proses belajar yang tidak terjadi
dengan sendirinya. Apabila terjadi hubungan yang kurang lancar dengan
orang lain, individu akan mengalami tekanan batin dan juga hambatan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
hambatan dalam melakukan tugas-tugas perkembangan, seperti timbul
rasa kecewa, frustrasi, tidak dapat mengatasi masalah dengan baik,
bahkan sampai mengganggu kesehatan jiwa.
Hurlock (2004) menyatakan bahwa penyesuaian sosial yang
terganggu ditandai dengan adanya sifat egosentris, cenderung menutup
diri, tidak sosial atau anti sosial, mengalami hambatan dalam menjalin
hubungan dengan orang lain. Kondisi yang menyebabkan kesulitan
dalam penyesuaian sosial, antara lain:
1) Apabila pola perilaku yang buruk dikembangkan di lingkungan
rumah, mengakibatkan anak mengalami kesulitan penyesuaian di
luar rumah.
2) Apabila lingkungan rumah kurang memberikan model atau contoh
perilaku yang layak untuk ditiru anak, kemungkinan anak akan
mengalami hambatan serius dalam penyesuaian sosial diluar rumah.
3) Kurang memberikan motivasi kepada anak untuk belajar meletakkan
penyesuaian sosial yang baik, akibatnya anak tidak mendapatkan
bimbingan dan bantuan yang cukup dalam proses belajar dari
individu yang lebih dewasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
B. Body Image
1. Pengertian body image
Chaplin (2005) mengartikan body image adalah ide seseorang
mengenai penampilan diri dihadapan orang lain dan bagi orang lain. Papalia
dkk. (2009) menyatakan bahwa body image merupakan gambaran dan
evaluasi individu tentang penampilan fisik diri sendiri. Thompson (2000)
mengungkapkan body image adalah evaluasi terhadap ukuran tubuh, berat
tubuh, ataupun aspek tubuh lainnya yang mengarah kepada penampilan fisik
seseorang. Menurut Eysenck dkk. (dalam Thompson, 2000) menyatakan
bahwa body image pada umumnya merupakan wadah pikiran mengenai
tubuh seseorang yang bersifat dinamis, senantiasa berubah menurut
informasi yang diterima dari lingkungan di sekitar individu.
Body image ialah persepsi mental seseorang terhadap tubuh yang
dimiliki, terutama mengenai ukuran dan bentuk tubuh (Sousa, 2008). Body
image adalah bagian dari konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik
(Mappiare, 1982). Cash dan Pruzinsky (2002) menyebutkan bahwa body
image merupakan sikap seseorang terhadap tubuh yang dimiliki berupa
penilaian positif atau negatif. Na’imah dan Rahardjo (2008) menjelaskan
body image sebagai sikap seseorang terhadap tubuh, persepsi mengenai
bentuk dan ukuran tubuh berdasarkan evaluasi individual dan pengalaman
sosial terhadap atribut fisik yang dimiliki, serta penilaian atau cara pandang
seseorang terhadap tubuh diri sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
body image adalah gambaran mental, persepsi, pikiran, dan perasaan yang
dimiliki individu terhadap ukuran tubuh, bentuk tubuh, serta berat tubuh diri
sendiri, yang mengarah kepada penampilan fisik berupa penilaian positif
atau negatif.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi body image
Faktor-faktor yang mempengaruhi body image menurut Cash dan
Pruzinsky (2002) adalah:
a. Media massa, isi tayangan media massa sangat mempengaruhi body
image remaja, kerena media sering menggambarkan standar tubuh ideal.
b. Keluarga, orang tua merupakan model yang penting dalam proses
sosialisasi, sehingga mempengaruhi body image anak melalui
permodelan, umpan balik, dan instruksi.
c. Hubungan interpersonal, hubungan interpersonal membuat individu
cenderung membandingkan diri sendiri dengan orang lain, umpan balik
yang diterima individu akan mempengaruhi konsep diri termasuk
perasaan diri terhadap penampilan fisik.
Blyth dkk. (1985) menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi body image antara lain:
a. Reaksi dari orang lain, individu berusaha menjalin interaksi dengan
orang lain agar dapat diterima oleh orang lain, sehingga individu akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
memperhatikan pendapat atau reaksi yang dikemukakan oleh
lingkungan termasuk pendapat mengenai fisik atau tubuh.
b. Perbandingan dengan orang lain atau perbandingan dengan cultural
idea, remaja cenderung lebih peka terhadap penampilan fisik dan
seringkali membandingkan diri sendiri dengan orang lain, teman sebaya
ataupun lingkungan sekitar.
c. Identifikasi terhadap orang lain, beberapa individu merasa perlu
mengubah penampilan agar serupa atau mendekati idola yang dianut
untuk mendapatkan pengakuan dan peneriman lingkungan.
Thompson (2000) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi
body image ialah media massa, perbandingan sosial, dan jenis kelamin.
Hurlock (2004) berpendapat bahwa faktor peranan seseorang dapat
mempengaruhi body image. Tubuh bagi seorang individu berkaitan dengan
peranan yang dipegang dalam kehidupan, khususnya dalam pergaulan.
Terdapat suatu anggapan bahwa kedudukan atau peranan tertentu dalam
pergaulan, akan lebih mudah diraih oleh seseorang yang mempunyai daya
tarik fisik.
Berdasarkan teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi body image adalah faktor media massa,
keluarga, jenis kelamin, perbandingan sosial, identifikasi terhadap orang
lain, dan peranan yang dipegang individu dalam kehidupan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
3. Aspek-aspek body image
Aspek-aspek body image menurut Cash dan Pruzinsky (2002)
adalah:
a. Evaluasi penampilan (Appearance Evaluation)
Penilaian terhadap tubuh, perasaan menarik atau tidak menarik,
kenyamanan dan ketidaknyamanan terhadap penampilan secara
keseluruhan.
b. Kepuasan terhadap bagian tubuh (body area satisfaction)
Kepuasan atau ketidakpuasan individu terhadap bagian tubuh tertentu,
seperti wajah, rambut, paha, pinggul, kaki, pinggang, perut, tampilan
otot, berat, ataupun tinggi badan, serta penampilan secara keseluruhan.
c. Kecemasan menjadi gemuk (overweight preocupation)
Menggambarkan kecemasan terhadap kegemukan dan kewaspadaan
akan berat badan yang ditampilkan melalui perilaku nyata dalam
aktivitas sehari-hari, seperti kecenderungan malakukan diet untuk
menurunkan berat badan, serta membatasi pola makan.
d. Pengkategorian ukuran tubuh (self-classified weight)
Bagaimana seseorang memandang, mempersepsi, dan menilai berat
badan mereka.
McCabe (dalam Na’imah dan Rahardjo, 2008) menjelaskan aspek
body image terdiri dari:
a. Aspek kognisi dan afeksi terhadap tubuh, mengungkap pikiran dan
perasaan individu tentang kepuasan atau ketidakpuasan terhadap tubuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
b. Aspek perilaku, mengungkap perilaku individu yang mementingkan
bentuk tubuh dan penampilan melalui perilaku tertentu, seperti diet,
olahraga, dan perawatan tubuh.
c. Persepsi, mengungkap persepsi individu terhadap bagian tubuh tertentu.
Blyth (1985) menyatakan aspek-aspek body image melibatkan
aspek kognitif dan aspek afektif. Sousa (2008) menjelaskan bahwa body
image terdiri dari aspek kognitif, afektif, dan perseptual. Thompson (2000)
menyebutkan aspek-aspek body image meliputi aspek perseptif, subjektif,
dan behavioral. Gerner dan Wilson (2005) mengungkapkan beberapa aspek
body image yaitu aspek perseptual, emosional atau subjektif, serta aspek
behavioral.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa aspek-aspek
body image yaitu evaluasi penampilan, kepuasan terhadap bagian tubuh,
kecemasan menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran tubuh.
4. Body image pada remaja
Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja awal atau disebut
dengan masa pubertas, sering membuat remaja merasa aneh terhadap tubuh
yang dimiliki. Remaja menjadi sensitif dan sangat memperhatikan bentuk
tubuh atau penampilan fisik (Langone dan Glickman, 2004). Remaja akan
memiliki gambaran tubuh (body image) ideal berdasarkan persepsi diri
sendiri dan cenderung bersifat subjektif. Skemp-Arlt dan Mikat (2007)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
mengatakan bahwa permasalahan body image meningkat pada masa remaja
awal sekitar usia 13-15 tahun.
Gambaran tubuh atau body image pada remaja terbentuk
berdasarkan persepsi indvidual dan juga berdasarkan penilaian orang lain.
Havighurst (1972) menyebutkan salah satu tugas perkembangan remaja
ialah bahwa remaja harus mampu menerima keadaan fisik dan
memanfaatkan fisik secara optimal.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa body image pada
remaja menyebakan remaja memiliki perhatian cukup besar terhadap
penampilan fisik dan bentuk tubuh, hal ini terjadi karena adanya perubahan
fisik yang sangat cepat pada masa pubertas.
C. Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya
1. Pengertian kohesivitas
Rumusan asli istilah kohesivitas adalah dari disiplin fisika yaitu
kekuatan atau daya tarik menarik diantara molekul-molekul suatu benda.
Sebagaimana yang dikemukakan Kellerman (dalam Oktaviansyah, 2008)
dengan menggunakan analogi ilmu fisika dan biologi menjelaskan
kohesivitas sebagai suatu model proses sosial, yang menganggap kelompok
sebagai molekul, atom-atom pembentuknya adalah individu-individu
anggota kelompok, sedangkan kekuatan yang mengikat atom-atom terletak
pada daya tarik interpersonal yang ada di dalam kelompok tersebut,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
sehingga dapat dijelaskan bahwa kohesivitas merupakan daya tarik
interpersonal yang menarik anggota untuk tetap berada dalam kelompok.
Chaplin (2005) mengartikan kohesivitas sebagai rasa satu kesatuan
yang terikat dan saling mendukung sehingga menggambarkan adanya
kualitas ketergantungan di antara anggota kelompok. Sobur (2003)
menjelaskan bahwa kohesivitas bersifat subjektif, memberikan warna
emosional, dan juga memberikan arti pada anggota kelompok. Kohesivitas
adalah pola nyata dari suatu hubungan, mempertegas, dan memperkuat
hubungan. Kohesivitas merupakan derajat atau tingkat ketertarikan antar
anggota kelompok.
Festinger (dalam Baron dan Byrne, 2005) mengartikan kohesivitas
sebagai kekuatan yang mendorong anggota suatu kelompok untuk tetap
bertahan dalam kelompok, saling menyukai antar anggota, dan
mempertahankan keinginan untuk saling memilki antar anggota kelompok.
Adebayo dan Ogunleye (2010) mengartikan kohesivitas sebagai rasa
kesatuan diantara anggota suatu kelompok. Wright dan Drewery (2006)
mengemukakan bahwa kohesivitas adalah kebersamaan antar anggota
kelompok yang terjadi karena adanya ketertarikan sosioemosional antar
anggota kelompok. Ming (2004) berpendapat bahwa kohesivitas ialah
karakteristik dalam suatu kelompok yang menyebabkan para anggota
kelompok merasa sebagai satu kesatuan karena adanya kemampuan,
harapan, dan tujuan yang sama, serta saling melakukan aktivitas kelompok
secara bersama-sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Sears dkk. (1991) mendefinisikan kohesivitas kelompok sebagai
kekompakan dan kesatuan yang dimiliki oleh setiap anggota dalam suatu
kelompok. Robins (dalam Oktaviansyah, 2008) menyebutkan bahwa
semakin kohesif suatu kelompok, para anggota kelompok akan semakin
mengarah ke tujuan. Kelompok dengan tingkat kohesivitas tinggi biasanya
memiliki tingkat ketertarikan yang kuat pada masing-masing anggota
kelompok. Tingkat kohesivitas yang tinggi akan berkembang menjadi usaha
memberikan yang terbaik bagi kelompok. Oktaviansyah (2008) menjelaskan
bahwa pada kelompok yang memiliki kohesivitas tinggi disertai adanya
penyesuaian yang tinggi pula terhadap kelompok dan anggota kelompok
tersebut.
Berdasarkan definisi yang telah diberikan oleh beberapa ahli di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa kohesivitas merupakan suatu kekuatan,
kebersamaan, dan kesatuan antar anggota suatu kelompok.
2. Pengertian kelompok teman sebaya
Teman sebaya (peer) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat
usia atau tingkat kedewasaan yang sama (Santrock, 2007). Teman sebaya
(peer) adalah sumber afeksi, simpati, pengertian, tempat untuk
bereksperimen, serta tempat untuk membentuk hubungan yang mendalam
dengan orang lain (Mappiare, 1982). Lingkungan kelompok teman sebaya
(peer group) adalah lingkungan sosial pertama bagi remaja untuk belajar
hidup bersama orang lain di luar lingkungan keluarga, merupakan suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
kelompok baru dengan ciri, norma, dan kebiasaan yang berbeda dengan
lingkungan keluarga.
Horrock dan Benmoff (dalam Hurlock, 2004) mengungkapkan
bahwa kelompok teman sebaya merupakan dunia nyata para remaja yang
menyiapkan remaja untuk mampu melakukan penyesuaian dengan
lingkungan dan orang dewasa lainnya. Kelompok teman sebaya sebagai
tempat untuk melakukan sosialisasi melalui nilai-nilai yang berlaku pada
teman-teman sebaya. Pendapat tersebut diperkuat oleh Wibowo (2004)
bahwa kelompok teman sebaya merupakan tempat bagi remaja untuk belajar
mengembangkan ketrampilan-ketrampilan sosial, membangun hubungan
keakraban (intimacy), persahabatan, dan kerjasama.
Walgito (2004) menyebutkan bahwa kelompok teman sebaya (peer
group) merupakan kelompok primer dan juga kelompok informal.
Kelompok primer adalah kelompok dengan interaksi sosial yang cukup
intensif, cukup akrab, serta memiliki hubungan yang cukup baik diantara
para anggota kelompok, sedangkan kelompok informal biasanya memiliki
norma tidak tertulis.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
kelompok teman sebaya (peer group) adalah kelompok yang aggotanya
memiliki usia hampir sama, memiliki ciri, norma, kebiasaan tersendiri, serta
merupakan tempat awal bagi remaja untuk melakukan penyesuaian terhadap
lingkungan sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
3. Pengertian kohesivitas kelompok teman sebaya
Kohesivitas merupakan kekuatan interaksi dari anggota suatu
kelompok. Kohesivitas ditunjukkan dalam bentuk keramahtamahan antar
anggota kelompok yang bisanya senang untuk bersama-sama. Semua itu
menunjukkan adanya kesatuan, keeratan, dan saling ketertarikan antar
anggota kelompok (Gitosudarmo dan Sudita dalam Budiharto dan
Koentjoro, 2004). Berawal dari kohesivitas kelompok, akan muncul
kelompok-kelompok dalam remaja yang solid dengan tujuan, norma, dan
perilaku tertentu, yang mendukung tujuan dari kelompok tersebut.
Anggota dari kelompok yang kohesif biasanya mempunyai
kesamaan pendapat dan tindakan (Walgito, 2004). Adanya kohesivitas
dalam suatu kelompok membuat individu-individu yang menjadi
anggotanya akan bersedia melakukan kegiatan yang sama diantara anggota
kelompok (Monks dkk., 2004). Individu cenderung berperilaku sama atau
searah dengan anggota lain dalam peer group yang diminati.
Kecenderungan remaja untuk berperilaku searah dengan kelompok teman
sebaya tidak terlepas dari keinginan remaja untuk diterima sebagai bagian
dari kelompok, karena pada masa remaja terjadi dua pola pergerakan yaitu
menghindar dari orang tua dan menuju kelompok teman sebaya.
Pendapat tersebut diperkuat oleh Zulkifli (2006) yang menyatakan
bahwa remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik kepada kelompok
teman sebaya (peer group), sehingga sering kali orang tua dinomorduakan
sedangkan kelompok teman sebaya (peer group) dinomorsatukan. Remaja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
yang berhasil diterima di lingkungan kelompok teman sebaya (peer group)
akan berusaha untuk tetap masuk dalam lingkungan teman sebaya tersebut,
remaja akan berusaha mengikuti aturan atau kegiatan yang berlaku pada
kelompok yang diikuti. Remaja dalam kelompok teman sebaya memiliki
rasa ketergantungan yang kuat diantara anggota kelompok.
Pengaruh kuat kelompok teman sebaya (peer group) merupakan hal
penting yang tidak dapat diremehkan dalam masa remaja (Mappiare, 1982).
Remaja mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap kelompok mengenai
kode-kode tingkah laku yang ditetapkan sendiri. Remaja akan menghargai
dan mematuhi norma-norma dalam kelompok yang diikuti. Setelah
menyesuaikan bakat, minat dan nilai yang ada dalam kelompok, maka akan
muncul rasa kohesif terhadap kelompok tempat remaja bergabung tersebut.
Kohesivitas dapat pula merupakan suatu bentuk hubungan persahabatan
yang mempunyai ikatan untuk saling membantu dan menolong antar
anggota. Remaja yang telah bergabung dengan suatu kelompok dan merasa
cocok, maka akan memunculkan kohesivitas yang kuat pada diri remaja,
sehingga remaja akan menjunjung tinggi norma-norma kelompok sesuai
dengan lingkungan yang ada pada kelompok tersebut.
Kuatnya pengaruh kelompok teman sebaya tidak terlepas dari
adanya ikatan yang terjalin kuat dalam kelompok teman sebaya (peer
group), bahkan terkadang mengarah pada fanatisme, sehingga setiap
anggota kelompok menyadari bahwa terdapat suatu kesatuan yang terkait
dan saling mendukung (Santrock, 2007). Pada remaja, penerimaan diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
oleh teman sebaya merupakan aspek terpenting dalam kehidupan sosial.
Remaja akan melakukan apapun agar dapat dimasukkan dalam anggota
suatu kelompok yang diminati. Remaja yang tidak kohesif atau tidak dapat
mengikuti aturan kelompok, akan dikucilkan sehingga dapat menyebabkan
stres, frustrasi, serta kesedihan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa kohesivitas
kelompok teman sebaya adalah kekuatan dalam diri remaja sebagai bagian
dari anggota suatu kelompok teman sebaya, sehingga memunculkan
tindakan saling menjaga dan mempertahankan keutuhan kelompok, serta
mencegah anggota meninggalkan kelompok. Hal ini dapat diwujudkan
dalam bentuk persahabatan yang cukup erat.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kohesivitas kelompok teman sebaya
Menurut Gottman dan Parker (dalam Santrock, 2007) ada beberapa
faktor yang mempengaruhi kohesivitas kelompok teman sebaya, yaitu:
a. Kebersamaan, kelompok memberikan remaja teman akrab yang bersedia
menghabiskan waktu bersama-sama dalam setiap aktivitas.
b. Stimulasi, kelompok memberikan informasi-informasi yang menarik,
kegembiraan, dan hiburan.
c. Dukungan fisik, kelompok memberikan waktu, kemampuan-
kemampuan, dan pertolongan pada para anggota.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
d. Dukungan ego, kelompok menyediakan harapan dan juga umpan balik
yang dapat membantu remaja dalam menggambarkan diri sebagai
individu yang mampu, menarik, dan berharga.
e. Perbandingan sosial, kelompok menyediakan informasi tentang cara
berhubungan dengan orang lain, baik hubungan dengan teman sebaya
ataupun hubungan dengan orang dewasa lainnya.
f. Keakraban atau perhatian, kelompok memberikan hubungan yang
hangat, dekat, saling percaya antar anggota, hubungan yang berkaitan
dengan pengungkapan diri.
Baron dan Byrne (2005) rnengemukakan bahwa kohesivitas teman
sebaya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Adanya dukungan sosial, banyak penelitian menunjukkan apabila
seseorang berada di bawah tekanan kelompok, maka individu tersebut
cenderung akan menyetujui pendapat yang diberikan oleh kelompok,
tetapi dengan adanya dukungan sosial, akan banyak menolong
seseorang untuk mengumpulkan keberanian dalam menolak penilaian
dan pendapat yang diberikan oleh kelompok.
b. Ukuran kelompok, semakin sedikit jumlah anggota kelompok, maka
tingkat kohesivitas kelompok semakin tinggi.
c. Jenis kelamin, banyak penelitian menyimpulkan bahwa perempuan lebih
kohesif dalam menjalin hubungan pertemanan daripada laki-laki.
Monks dkk. (2004) menambahkan faktor yang mempengaruhi
kohesivitas teman sebaya, yakni usia anggota. Pada usia tertentu, individu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
lebih sering melakukan kohesivitas terhadap suatu kelompok, yaitu pada
masa remaja atau sekitar usia 12-21 tahun. Yessy (2003) menyebutkan
faktor yang mempengaruhi kedekatan persahabatan, yaitu faktor internal
seperti faktor biologis atau faktor temperamen, dan faktor eksternal, yaitu
faktor dari lingkungan, seperti kemiskinan, penyakit prenatal, dan
pengasuhan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi kohesivitas kelompok teman sebaya (peer group) yaitu
kebersamaan, stimulasi, dukungan fisik, dukungan ego, perbandingan
sosial, keakraban atau perhatian, dukungan sosial, ukuran kelompok, jenis
kelamin, usia anggota, dan juga lingkungan.
5. Aspek-aspek kohesivitas kelompok teman sebaya
Shaw dan Costanzo (1989) berpendapat bahwa aspek-aspek
kohesivitas kelompok teman sebaya antara lain:
a. Interaksi, merupakan suatu hubungan dua individu atau lebih, saling
mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki perilaku antar individu
satu dengan individu yang lain.
b. Pengaruh sosial, kelompok yang kohesif akan terdorong untuk
menyesuaikan diri dengan norma kelompok sosial yang ada di
lingkungan sekitar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
c. Produktivitas kelompok, individu dalam satu kelompok, lambat laun
akan lebih sadar, lebih mudah mengerti, memahami kebutuhan anggota,
serta lebih merasakan kebutuhan masing-masing anggota.
d. Kepuasan, kelompok dengan tingkat keeratan tinggi cenderung
memberikan rasa puas kepada anggota kelompok.
Festinger (dalam Yusuf 1989) berpendapat bahwa aspek yang
menjadi penentu suatu kohesivitas kelompok teman sebaya adalah daya
tarik individu (individual attraction) dan juga adanya rasa saling tertarik
antar anggota. Wibowo (2004) mengemukakan aspek kohesivitas kelompok
teman sebaya adalah aspek individuality yang diwakili oleh adanya
penegasan diri dan keberadaan diri, serta aspek connectedness diwakili oleh
kepekaan dan mutualitas.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
aspek-aspek kohesivitas kelompok teman sebaya yaitu interaksi, pengaruh
sosial, produktivitas kelompok, dan kepuasan.
6. Pengelompokan kelompok teman sebaya
Para ahli psikologi sepakat bahwa terdapat kelompok-kelompok
yang terbentuk dalam masa remaja, diantaranya dikemukakan oleh
Mappiare (1982) yaitu:
a. Kelompok Chums (sahabat karib), remaja bersahabat karib dengan
ikatan persahabatan yang sangat kuat. Anggota kelompok biasanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
terdiri dari 2-3 remaja dengan jenis kelamin yang sama, memiliki minat,
kemampuan, dan kemamauan yang mirip.
b. Kelompok Cliques (kelompok sahabat), terdiri dari dua pasang sahabat
karib atau dua chums yang terjadi pada tahun-tahun pertama masa
remaja awal. Remaja melakukan kegiatan bersama-sama, seperti
menonton, rekreasi, pesta, dan lain-lain.
c. Kelompok Crowds (kelompok banyak remaja), terdiri dari banyak
remaja, karena besarnya kelompok, maka jarak emosi antar anggota
cenderung renggang. Terdapat jenis kelamin yang berbeda, keragaman
kemampuan, minat, dan kemauan diantara anggota crowds. Hal yang
sama dimiliki adakah rasa takut diabaikan atau tidak diterima oleh
teman-teman dalam crowdsnya.
d. Kelompok yang di organisir, kelompok yang sengaja dibentuk dan
diorganisir oleh orang dewasa, biasanya melalui lembaga-lembaga
tertentu, misalnya sekolah. Kelompok ini umumnya timbul atas dasar
kesadaran orang dewasa bahwa remaja sangat membutuhkan
penyesuaian pribadi dan sosial, penerimaan dan keikutsertaan dalam
kelompok-kelompok.
e. Kelompok Gangs, kelompok yang terbentuk dengan sendirinya, pada
umumnya merupakan akibat pelarian dari empat jenis kelompok
tersebut di atas, yaitu kelompok remaja yang merasa tidak terpenuhi
kebutuhan pribadi dan sosial mereka akibat penolakan teman sebaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
atau ketidakmampuan remaja dalam menyesuaikan diri dengan keempat
kelompok sebelumnya.
Hurlock (2004) mengemukakan pengelompokan sosial remaja yang
tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan oleh Mappiare, yaitu terdiri
dari teman dekat (sahabat karib), kelompok kecil (kelompok teman dekat),
kelompok besar (beberapa kelompok teman dekat dan kelompok teman
kecil), kelompok yang terorganisasi (kelmpok yang dibina oleh orang
dewasa), dan kelompok gang (remaja yang tidak termasuk dalam keempat
kelompok sebelumnya).
Berdasarkan beberapa penjelasan yang diutarakan di atas dapat
diketahui bahwa pengelompokan teman sebaya terdiri dari kelompok
sahabat karib, kelompok teman dekat, kelompok teman dekat dan kelompok
teman kecil, kelompok yang dibina oleh orang dewasa, dan kelompok gang.
7. Kelompok teman sebaya pada remaja
Kelompok pertemanan pada remaja menyebabkan remaja merasa
dihargai, dicintai, dan dimengerti oleh teman sebaya. Remaja berusaha
menerima nilai, norma, dan peraturan yang ada dalam kelompok (Yessy,
2003). Remaja akan menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebaya,
sehingga tingkah laku, minat, sikap dan pikiran remaja banyak dipengaruhi
oleh kelompok teman sebaya. Kelompok teman sebaya (peer group)
memberikan pengaruh yang kuat terhadap pikiran, sikap, perasaan,
perbuatan, dan penyesuaian diri remaja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Kelompok teman sebaya (peer group) pada remaja dapat
memberikan manfaat positif yang dihubungkan dengan kedekatan atau
keintiman hubungan antar pribadi, persahabatan, afeksi, komunikasi, dan
cinta. Kelompok teman sebaya juga memberikan berbagai tipe perhatian
kepada remaja dalam bentuk penghargaaan, pengakuan, status, dan
sebagainya (Zulkifli, 2006). Kelompok teman sebaya mampu memenuhi
kebutuhan remaja, misalnya kebutuhan untuk dimengerti, kebutuhan
diperhatikan, kebutuhan harga diri, kebutuhan rasa aman, dan sebagainya.
Pendapat yang sama diungkapkan oleh Papalia dkk. (2009) bahwa
remaja mendapatkan sumber afeksi, simpati, pengertian, dan bimbingan
moral dari teman sebaya. Kelompok teman sebaya menyediakan rasa aman
bagi remaja untuk menyatakan pendapat, mengakui kelemahan, dan mencari
bantuan untuk menyelesaikan masalah.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat ditunjukkan bahwa
kelompok teman sebaya (peer group) dalam kehidupan remaja memiliki
pengaruh yang kuat baik menyangkut tingkah laku, minat, sikap, maupun
pikiran remaja. Kelompok teman sebaya mampu memenuhi kebutuhan
remaja, memberikan rasa aman, dukungan afeksi, emosi, moral dan juga
dukungan sosial pada seorang remaja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
D. Siswa Program Akselerasi
1. Pengertian program akselerasi
Hawadi (2004) menjelaskan program akselerasi merupakan program
pembelajaran yang diikuti oleh siswa dengan kecerdasan luar biasa,
sehingga diharapkan kelas akselerasi ini mampu memenuhi kebutuhan
layanan pendidikan khusus bagi siswa cerdas berbakat istimewa. Menurut
Nulhakim (2007) bahwa program percepatan belajar atau akselerasi
merupakan program kebijakan pendidikan untuk memberikan layanan
khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan
keberbakatan akademik istimewa.
Program percepatan belajar atau program akselerasi merupakan
program layanan pendidikan yang diberikan kepada siswa yang memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk dapat menyelesaikan masa
belajarnya lebih cepat dari siswa lain pada kelas reguler (Putri dkk., 2005).
Program akselerasi menurut Brody dan Mills (2005) merupakan program
pendidikan khusus bagi anak-anak yang memiliki kecerdasan luar biasa agar
dapat lulus lebih cepat dibandingkan anak-anak reguler.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa program
akselerasi adalah suatu program pendidikan yang memberikan layanan
pendidikan khusus bagi anak cerdas berbakat istimewa agar dapat
menyelesaikan pendidikan dalam waktu yang lebih cepat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
2. Tujuan program akselerasi
Hawadi (2004) menyebutkan bahwa penyelenggaraan program
akselerasi mempunyai dua tujuan, yaitu:
a. Tujuan umum
1) Memberikan pelayanan terhadap peserta didik (akseleran) yang
mempunyai karakteristik khusus dari aspek kognitif dan afektif.
2) Memenuhi hak asasi peserta didik sesuai dengan kebutuhan
pendidikan yang dibutuhkan.
3) Memenuhi minat intelektual dan perspektif masa depan peserta
didik.
4) Menyiapkan peserta didik sebagai pemimpin masa depan.
b. Tujuan khusus
1) Menghargai peserta didik yang mempunyai kecerdasan luar biasa
untuk dapat menyelesaikan pendidkan lebih cepat.
2) Memacu kualitas atau mutu peserta didik dalam meningkatkan
kecerdasan spiritual, intelektual, dan emosional secara berimbang.
3) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran.
Menurut Nulhakim (2007) tujuan dari program akselerasi adalah
untuk memberikan perlakuan dan pelayanan pendidikan bagi siswa yang
mempunyai kemampuan dan kecerdasan luar biasa agar dapat
mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan secara optimal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Berdasarkan dari uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa tujuan dari
program akselerasi adalah sebagai sarana untuk memberikan layanan secara
khusus bagi mereka yang mempunyai bakat dan kecerdasan istimewa.
Adanya program akselerasi dapat memacu kualitas serta mutu peserta didik
dalam aspek spiritual, emosional, intelektual secara berimbang.
3. Keunggulan dan kelemahan program akselerasi
Neihart (2007) menyatakan bahwa program akselerasi memberikan
beberapa manfaat, diantaranya siswa dapat lebih awal memasuki dunia
sekolah, lebih awal masuk ke universitas, dan dapat mempercepat
kelulusan, akan tetapi program akselerasi juga memberikan konsekuensi
negatif terhadap aspek sosial dan emosional pada siswa akselerasi.
Tawil (2010) menyebutkan beberapa keunggulan program
akselerasi, antara lain:
a. Lebih memberikan tantangan jika dibandingkan dengan kelas reguler.
b. Memberi kesempatan untuk belajar sesuai dengan kemampuan.
c. Siswa akan terstimulasi oleh lingkungan sosial karena berada dalam satu
kelas dengan siswa lain yang memiliki kemampuan intelektual
sebanding, sehingga tidak memungkinkan siswa untuk bermalas-
malasan dalam belajar.
d. Dapat lulus pada waktu yang lebih cepat.
Keunggulan tersebut didukung dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Gross (1993) menemukan bahwa sebagian siswa cerdas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
kelas akselerasi merasakan dampak positif, diantaranya materi pelajaran
yang menantang, meningkatkan minat baca, sehingga kemajuan belajar juga
menjadi lebih cepat.
Tawil (2010) juga menyebutkan kelemahan program akselerasi,
antara lain:
a. Kesempatan siswa untuk bersosialisasi dengan teman sebaya berkurang,
sehingga memunculkan permasalahan sosial dan emosional.
b. Beban tugas yang terlalu banyak dapat menjadi tekanan bagi siswa dan
mengganggu kesehatan mental siswa berbakat.
c. Akselerasi atau percepatan pada bidang intelektual, belum dan kurang
diikuti dengan percepatan pada aspek lain.
Kelemahan kelas akselerasi tersebut didukung dengan hasil
penelitian oleh Gross (1994) mengatakan bahwa program akselerasi
cenderung menimbulkan masalah sosial emosional pada siswa akselerasi.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dijelaskan bahwa program
akelerasi memiliki beberapa keunggulan, yaitu mempercepat kelulusan,
memberikan tantangan pada siswa cerdas berbakat istimewa, dan
memberikan lingkungan yang sesuai bagi anak berbakat, sedangkan
kelemahan program akselerasi, pada umumnya berkaitan dengan
permasalahan penyesuaian sosial dan emosional siswa akselerasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
E. Hubungan antara Body Image dan Kohesivitas Kelompok Teman
Sebaya dengan Penyesuaian Sosial
Individu terkadang kurang begitu memperhatikan permasalahan
interaksi dan penyesuaian sosial. Terutama pada siswa akselerasi yang
terkesan hanya mementingkan aspek akademis saja, padahal sebagai
makhluk sosial, anak cerdas berbakat istimewa juga mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat,
pemikiran, sikap, dan juga aktivitas dari anggota masyarakat lainnya
(Neihart, 2007).
Tawil (2010) menjelaskan bahwa berada dalam kelas akselerasi
menyebabkan anak menjadi jauh dari lingkungan sosial, serta menjadikan
siswa akselerasi sebagai suatu kelompok khusus. Kurangnya pergaulan
yang luas dan bervariasi dapat menyebabkan siswa akselerasi merasa
sebagai anggota masyarakat dengan tingkatan tersendiri sehingga sulit
melakukan penyesuaian dengan lingkungan sosial sekitar. Kartika (dalam
Maghviroh, 2009) menjelaskan hasil penelitiannya dengan judul
”Manajemen Pendidikan Program Akselerasi Studi Kasus di SMP Negeri 2
Semarang” bahwa masalah yang biasa dihadapi oleh siswa akselerasi, di
antaranya adalah masalah dengan teman sebaya, masalah sosial, masalah
dengan guru dan orang tua, serta masalah kerja sama, dan perasaan sosial.
Crown (2001) mengungkapkan bahwa siswa berbakat memiliki
kesulitan dalam masalah komunikasi dan cenderung memilih kelompok
teman sebaya sebagai tempat berbagi masalah. Baker dkk. (1998)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
menyebutkan bahwa lingkungan sosial siswa berbakat termasuk teman
sebaya, dapat memberikan pengaruh pada tingkat prestasi siswa berbakat.
Kelekatan dan persahabatan teman sebaya pada sekolah menengah pertama
ataupun pada sekolah menengah atas, mampu memberikan pandangan
positif terhadap permasalahan yang dialami oleh siswa berbakat.
Pendapat ini diperkuat oleh hasil penelitian Chen dkk. (2008) yang
mengindikasikan adanya hubungan signifikan antara penerimaan kelompok
teman sebaya dengan hubungan sosial remaja. Penerimaan teman sebaya
memberikan dampak positif bagi pencapaian prestasi akademik dan juga
berpengaruh terhadap kompetensi sosial seseorang.
Hasil penelitian yang berfokus pada kemampuan sosial
menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas kelompok teman sebaya
dengan kemampuan sosialisisasi seseorang. Aktivitas kelompok teman
sebaya misalnya responsivitas, otonomi, kohesivitas, dan juga kelekatan
antara individu dengan kelompok teman sebaya (Engels dan Rutger, 2002).
Fakta ini diperkuat dengan pendapat yang dikemukakan oleh Papalia dkk.
(2009) bahwa kapasitas untuk membangun kedekatan dan keakraban
dengan kelompok teman sebaya (peer group) berhubungan dengan
penyesuaian diri psikologis dan kompetensi sosial. Fotti dkk. (2006)
mengungkapkan bahwa kedekatan hubungan dengan teman sebaya (peers)
dan penerimaan sosial berpengaruh terhadap penyesuaian psikologis
remaja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Hasil penelitian Tarrant (2002) menunjukkan bahwa remaja pada
usia 14-15 tahun seringkali melakuakan perbandingan sosial dengan orang
lain, khususnya teman sebaya. Kelompok teman sebaya merupakan tempat
awal bagi remaja untuk mempelajari proses sosial yang akan digunakan
remaja sebagai bekal untuk merealisasikan hubungan sosial dalam
masyarakat di masa depan.
Solichatun (2004) menyebutkan bahwa kedekatan remaja yang
tinggi dengan kelompok teman sebaya dan kuatnya frekuensi kontak fisik
dan emosional dengan suatu kelompok, biasanya dirasakan remaja sebagai
kondisi yang memberikan rasa aman dalam menjalankan hubungan sosial.
Kontak remaja dengan kelompok teman sebaya memungkinkan remaja
memperoleh berbagai informasi dan pengalaman sosial yang dibutuhkan
untuk memenuhi kepuasan personal dalam mengembangkan hubungan
sosial dengan orang lain di luar lingkungan keluarga.
Remaja awal yaitu berkisar antara usia 12-13 tahun merupakan
masa yang ideal bagi individu untuk belajar membangun hubungan sosial
(Roseth dkk., 2008). Usia tersebut adalah saat terjadinya perubahan fisik
yang sangat cepat atau sering disebut sebagai masa pubertas. Remaja awal
mulai memberikan perhatian lebih terhadap anatomi tubuh, teman sebaya
(peers), serta penerimaan sosial. Santrock (2002) menjelaskan bahwa
remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan
masa dewasa yang mencakup perubahan sosial emosional, kognitif, dan
biologis. Perubahan sosial emosional meliputi perubahan dalam hubungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
individu dengan manusia lain, perubahan emosi, serta perubahan peran
dalam konteks sosial. Perubahan sosial yang dialami remaja menyebabkan
remaja harus menyesuaikan diri dengan teman sebaya dan orang dewasa
lainnya. Perubahan kognitif meliputi perubahan dalam pikiran, inteligensi,
dan bahasa tubuh, sedangkan perubahan biologis mencakup perubahan-
perubahan dalam hakikat fisik individu.
Remaja dalam melakukan perbandingan sosial dengan orang lain,
khususnya teman sebaya, seringkali melihat dan membandingkan tubuh
yang dimiliki dengan tubuh orang lain (Suprapto dan Aditomo, 2007).
Menurut Na’imah dan Rahardjo (2008) bahwa pada masa remaja, terutama
masa remaja awal, individu selalu disibukkan dengan tubuh dan
penampilan fisik. Individu merasa perlu mengembangkan citra individual
mengenai gambaran tubuh. Citra tubuh atau sering disebut sebagai body
image merupakan gambaran mental remaja dalam menilai bentuk tubuh
dan penampilan fisik yang dimiliki.
Hurlock (2004) mengemukakan bahwa body image adalah evaluasi
dan persepsi terhadap keadaan fisik individu. Perkembangan biologis pada
remaja terlihat jelas dari perubahan tinggi badan, berkembangnya otot-otot
tubuh, dan sebagainya. Hal tersebut membuat remaja menjadi sensitif
terhadap gambaran fisik dan bentuk tubuh. Moore dan Smolak (2002)
menyatakan bahwa body image berkaitan erat dengan kesehatan psikis
seorang individu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Penampilan fisik yang menarik mempunyai arti penting dalam suatu
hubungan sosial pada remaja (Rice dan Dolgin, 2002). Daya tarik fisik
mempengaruhi perkembangan kepribadian, hubungan sosial, penerimaan
teman sebaya, dan juga perilaku sosial seorang remaja. Gerner dan Wilson
(2005) mengatakan bahwa penampilan fisik berhubungan dengan tingkat
penerimaan teman sebaya, perolehan dukungan sosial, serta keakraban
pertemanan. Papalia dkk. (2009) menjelaskan bahwa remaja yang sedang
mengalami perubahan fisik, merasa nyaman saat menjalin hubungan
dengan teman sebaya yang juga sedang mengalami perubahan serupa.
Hurlock (2004) mengungkapkan bahwa individu dalam interaksi
dengan teman sebaya mempunyai peluang yang sama untuk dapat
mempelajari ketrampilan sosial dan berpartisipasi dalam kelompok,
sehingga akan mampu melakukan penyesuaian sosial yang baik. Apabila
remaja memiliki body image positif, remaja akan merasa percaya diri dan
mampu melakukan social adjusment atau penyesuaian sosial dengan baik.
Remaja dengan body image negatif, akan selalu merasa tidak puas dengan
bentuk tubuh dan cenderung mengalami social maladjustment atau
permasalahan penyesuaian sosial.
Program akselerasi dibuat bukan untuk membatasi pergaulan dan
sosialisasi para siswa, namun dengan adanya pemadatan jadwal pelajaran
dan singkatnya waktu yang diberikan, cenderung mengakibatkan proses
sosialisasi dan penyesuaian sosial siswa akselerasi menjadi sangat
berkurang. Terkecuali pada beberapa siswa tertentu yang mampu merespon
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Body image
Kohesivitas kelompok
teman sebaya
Penyesuaian sosial
tugas dengan baik, sehingga terkadang siswa akselerasi masih memiliki
kesempatan untuk dapat bermain dengan teman-teman sebaya dari kelas
reguler (Zuhdi, 2006).
Berdasarkan uraian di atas, semakin tinggi body image dan
kohesivitas peer group pada siswa program akselerasi maka akan
mempengaruhi bagaimana penyesuaian sosial siswa akselerasi, baik di
lingkungan keluarga, sekolah, maupun di masyarakat. Kemampuan
mengembangkan body image yang positif dan membina hubungan
persahabatan yang kohesif dengan kelompok teman sebaya (peer group)
akan meningkatkan kemampuan siswa akselerasi dalam melakukan
penyesuaian sosial.
F. Kerangka Pikir
Gambar 1. Kerangka Pikir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Berdasarkan teori yang telah dipaparkan, dapat diketahui bahwa body image
dan kohesivitas kelompok teman sebaya, masing-masing memiliki hubungan
dengan penyesuaian sosial pada seorang remaja. Hubungan yang terjadi adalah
hubungan positif, yaitu apabila remaja memiliki body image positif dan
kohesivitas teman sebaya yang kuat, maka akan memiliki penyesuaian sosial
yang baik. Sebaliknya, apabila remaja memiliki body image negatif dan
kohesivitas teman sebaya yang tidak kuat, maka remaja tersebut akan
mengalami gangguan atau hambatan dalam penyesuaian sosial.
G. Hipotesis
Berdasarkan teori yang telah diuraikan tersebut, maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah: Ada hubungan positif antara body image dan kohesivitas
peer group dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII Program
Akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel tergantung : Penyesuaian sosial
2. Variabel bebas : a. Body image
b. Kohesivitas kelompok teman sebaya
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Maksud definisi operasional yaitu untuk mengubah konsep-konsep pada
variabel penelitian yang masih bersifat teoritik atau abstrak menjadi konsep yang
dapat diukur secara empirik (Azwar, 2003). Variabel-variabel dalam penelitian ini
adalah:
1. Penyesuaian sosial
Penyesuaian sosial adalah kemampuan individu untuk menyesuaikan
diri dengan kelompok maupun lingkungan sosial, mereaksi secara tepat
terhadap realitas dan situasi sosial yang terjadi dengan mematuhi norma-
norma peraturan sosial kemasyarakatan, yang merupakan kebutuhan
kehidupan sosial tanpa menimbulkan konflik bagi diri sendiri maupun
lingkungan.
Penyesuaian sosial dalam penelitian ini diungkap menggunakan skala
penyesuaian sosial yang disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan aspek-aspek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
penyesuaian sosial yang dikemukakan oleh Hurlock (2004), yaitu aspek
penampilan nyata, penyesuaian diri terhadap kelompok, sikap sosial, dan
kepuasan pribadi. Seberapa tinggi penyesuaian sosial akan ditunjukkan
oleh skor yang diperoleh subjek melalui alat ukur skala model Likert.
Semakin tinggi skor skala penyesuaian yang diperoleh subjek menunjukkan
semakin tinggi penyesuaian sosial subjek, dan sebaliknya.
2. Body image
Body image adalah gambaran mental, persepsi, pikiran, dan perasaan
yang dimiliki individu terhadap ukuran tubuh, bentuk tubuh, serta berat tubuh
diri sendiri, yang mengarah kepada penampilan fisik berupa penilaian positif
atau negatif.
Body image dalam penelitian ini diungkap menggunakan skala body
image yang disusun oleh Yustisi (2009) berdasarkan aspek-aspek body image
dari MBSRQ-AS (Multidimensional Body Self-Relation Questionnaire-
Appearance Scales) yang dikemukakan oleh Cash dan Pruzinsky (2002),
yaitu aspek evaluasi penampilan, kepuasan terhadap bagian tubuh, kecemasan
menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran tubuh. Seberapa tinggi body
image akan ditunjukkan oleh skor yang diperoleh subjek melalui alat ukur
skala model Likert. Semakin tinggi skor skala body image yang diperoleh
subjek menunjukkan semakin tinggi body image subjek, dan sebaliknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
3. Kohesivitas kelompok teman sebaya
Kohesivitas kelompok teman sebaya adalah kekuatan dalam diri
remaja sebagai bagian dari anggota suatu kelompok teman sebaya, sehingga
memunculkan tindakan saling menjaga dan mempertahankan keutuhan
kelompok, serta mencegah anggota meninggalkan kelompok. Hal ini dapat
diwujudkan dalam bentuk persahabatan yang cukup erat.
Kohesivitas kelompok teman sebaya dalam penelitian ini diungkap
menggunakan skala kohesivitas kelompok teman sebaya yang disusun oleh
Sakti (2008) berdasarkan aspek-aspek kohesivitas kelompok teman sebaya
yang dikemukakan oleh Shaw dan Costanzo (1989), yaitu aspek interaksi,
pengaruh sosial, produktivitas kelompok, dan kepuasan. Seberapa tinggi
kohesivitas kelompok teman sebaya akan ditunjukkan oleh skor yang
diperoleh subjek melalui alat ukur skala model Likert. Semakin tinggi skor
skala kohesivitas kelompok teman sebaya yang diperoleh subjek menunjukkan
semakin tinggi kohesivitas kelompok teman sebaya subjek, dan sebaliknya.
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan individu yang diselidiki paling sedikit
mempunyai sifat atau arti sama (Hadi, 2004). Populasi merupakan sejumlah
individu yang akan digeneralisasikan dari penelitian terhadap sampel penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII program akselerasi SMP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Negeri 2 Surakarta. Adapun jumlah populasi siswa kelas VIII program akselerasi
SMP Negeri 2 Surakarta tahun ajaran 2010/2011 sebanyak 46 siswa.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diselidiki untuk menarik
kesimpulan atau merumuskan generalisasi. Sampel merupakan contoh dari objek
yang dipandang menggambarkan keadaan populasi (Hadi, 2004). Pada penelitian
ini digunakan seluruh populasi sebagai sampel, karena jumlah siswa kelas VIII
program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta yang sedikit, sehingga dalam
penelitian ini menggunakan seluruh populasi sebagai subjek penelitian yang
disebut sebagai penelitian populasi.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang dipakai peneliti untuk
memperoleh data yang diselidiki (Suryabrata, 2004). Kualitas data ditentukan oleh
kualitas metode pengumpulan data dan alat ukur pengukuran, yaitu antara lain:
1. Sumber data
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari subjek
penelitian dan merupakan data utama dalam penelitian. Data penelitian
tersebut diperoleh dari skala psikologi yang digunakan dalam penelitian,
yaitu skala penyesuaian sosial, skala body image, dan skala kohesivitas
kelompok teman sebaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari
tempat penelitian, berupa pengumpulan data dan informasi tentang profil
sekolah, jumlah pelajaran, daftar presensi siswa, surat keterangan sudah
melakukan penelitian, serta dokumentasi. Data sekunder diperoleh dengan
cara observasi dan interview kepada pihak-pihak yang terkait, seperti:
kepala sekolah, ketua program akselerasi, dan juga siswa akselerasi yang
menjadi subjek penelitian.
2. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk
memperoleh data dalam penelitian. Baik dan buruknya hasil suatu penelitian,
bergantung pada teknik pengumpulan data, kualitas data, serta alat
pengukuran data (Suryabrata, 2004).
a. Data primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari alat pengumpulan
data berupa skala. Skala yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
skala penyesuaian sosial, skala body image, dan skala kohesivitas
kelompok teman sebaya.
Skala yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dan berpedoman
pada skala model Likert yang telah dimodifikasi, yaitu menghilangkan
pilihan ragu-ragu, sehingga subjek akan memilih jawaban yang pasti ke
arah yang sesuai atau tidak sesuai dengan diri subjek. Menurut Hadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
(1995) bahwa modifikasi skala model Likert dengan meniadakan kategori
jawaban yang di tengah, berdasarkan beberapa alasan yaitu:
1) Kategori undecided mempunyai arti ganda, dapat diartikan belum
mempunyai jawaban, atau belum memberikan keputusan, bisa juga
diartikan netral, setuju, tidak setuju, atau bahkan ragu-ragu. Kategori
jawaban ganda (multi interpretable) ini tentu saja tidak diharapkan
dalam suatu instrumen.
2) Tersedianya jawaban yang di tengah dapat menimbulkan
kecenderungan jawaban ke tengah (central tendency effect), terutama
bagi subjek yang ragu-ragu atas arah kecenderungan jawaban ke arah
setuju ataukah ke arah tidak setuju.
3) Maksud kategori jawaban Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, dan
Sangat Tidak Setuju terutama untuk melihat kecenderungan pendapat
subjek ke arah setuju atau ke arah tidak setuju. Jika disediakan kategori
jawaban tengah, akan menghilangkan banyak data penelitian sehingga
dapat mengurangi sejumlah informasi yang dapat dijaring dari subjek.
Hal senada juga diungkapkan oleh Arikunto (2007) bahwa
kemungkinan jawaban di tengah sedapat mungkin dihindari. Pada penelitian
ini subjek diminta untuk memilih salah satu dari empat alternatif jawaban
yang sesuai dengan keadaan diri subjek.
Penyusunan aitem dalam skala ini dikelompokkan menjadi aitem
favourable dan aitem unfavourable dibuat dalam empat alternatif jawaban.
Cara penyekorannya adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Tabel 1.
Penilaian Pernyataan Favourable dan Unfavourable
Kategori Jawaban Penilaian Aitem
Favourable (F) Unfavourable (UF)
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju (S) 3 2
Tidak Setuju (TS) 2 3
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
a) Skala body image
Body image dalam penelitian ini diungkap menggunakan skala
body image yang disusun oleh Yustisi (2009) berdasarkan aspek-aspek
body image dari MBSRQ-AS (Multidimensional Body Self-Relation
Questionnaire-Appearance Scales) yang dikemukakan oleh Cash dan
Pruzinsky (2002), yaitu aspek evaluasi penampilan, kepuasan terhadap
bagian tubuh, kecemasan menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran
tubuh. Jumlah aitem total skala body image ini sebanyak 60 aitem yang
terdiri dari 30 aitem favourable dan 30 aitem unfavourable.
Skala body image ini memiliki koefisien validitas bergerak dari
0,325 sampai dengan 0,768 dengan p < 0,05 dan memiliki koefisien
reliabilitas sebesar 0,960. Skala body image ini dimodifikasi oleh peneliti
dengan memperbaiki tata bahasa ataupun makna aitem-aitem, serta dengan
mengurangi jumlah aitem skala pada penelitian sebelumnya. Perbaikan
aitem dimaksudkan agar sesuai dengan kondisi subjek penelitian. Skala
body image ini merupakan skala model Likert, terdiri atas pernyataan-
pernyataan dengan menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu sangat
setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Penilaian aitem favourable bergerak dari skor 4 (sangat setuju), 3 (setuju),
2 (tidak setuju), 1 (sangat tidak setuju). Penilaian aitem unfavourable
bergerak dari skor 1 (sangat setuju), 2 (setuju), 3 (tidak setuju), 4 (sangat
tidak setuju). Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, maka semakin
tinggi pula penyesuaian sosial subjek tersebut, dan sebaliknya.
Tabel 2.
Blue Print Skala Body Image
No. Aspek Indikator Perilaku Nomor Aitem Jumlah
(Persen) F UF
1.
Evaluasi
Penampilan
1. Evaluasi terhadap
penampilan dari
diri pribadi dan
dari orang lain
3, 7, 10,
11, 18, 20,
30, 36, 37,
39, 56
1, 4, 5, 13,
16, 25, 32,
48, 51, 50,
52, 58
23
(38,33%)
2. Kepuasan
terhadap Bagian
Tubuh
1. Kepuasan terhadap
wajah dan kulit
42, 55 12, 22, 35
11
(18,33%) 2. Kepuasan terhadap
tubuh bagian
bawah/tengah/atas
40, 41, 45 19, 31, 33
3. Kecemasan
Menjadi Gemuk
1. Ketakutan atau
kewaspadaan
individu terhadap
kegemukan dan
berat badan
2, 6, 8, 17 44, 60
12
(20%) 2. Kecenderungan
melakukan diet dan
membatasi pola
makan
9, 27, 54 15, 34, 46
4. Pengkategorian
Ukuran Tubuh
1. Berat badan
14, 43, 53,
57
21, 23, 26,
29 14
(23,33%) 2. Tinggi badan 47, 49, 59 24, 28, 38
Jumlah
(Persen) 30
(50%)
30
(50%)
60
(100%)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
b) Skala kohesivitas kelompok teman sebaya
Kohesivitas kelompok teman sebaya dalam penelitian ini diungkap
menggunakan skala kohesivitas kelompok teman sebaya yang disusun oleh
Sakti (2008) berdasarkan aspek-aspek kohesivitas kelompok teman sebaya
yang dikemukakan oleh Shaw dan Costanzo (1989), yaitu aspek interaksi,
pengaruh sosial, produktivitas kelompok, dan kepuasan. Jumlah aitem
total skala kohesivitas kelompok teman sebaya ini sebanyak 60 aitem yang
terdiri dari 32 aitem favourable dan 28 aitem unfavourable.
Skala kohesivitas kelompok teman sebaya ini memiliki koefisien
validitas bergerak dari 0,260 sampai dengan 0,868 dengan p < 0,05 dan
memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,963. Skala kohesivitas kelompok
teman sebaya ini dimodifikasi oleh peneliti dengan memperbaiki tata
bahasa ataupun makna aitem-aitem, serta dengan menambah jumlah aitem
skala pada penelitian sebelumnya. Perbaikan aitem juga dimaksudkan agar
sesuai dengan kondisi subjek penelitian. Skala kohesivitas kelompok
teman sebaya ini merupakan skala model Likert, terdiri atas pernyataan-
pernyataan dengan menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu sangat
setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).
Penilaian aitem favourable bergerak dari skor 4 (sangat setuju), 3 (setuju),
2 (tidak setuju), 1 (sangat tidak setuju), sedangkan penilaian aitem
unfavourable bergerak dari skor 1 (sangat setuju), 2 (setuju), 3 (tidak
setuju), 4 (sangat tidak setuju). Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
semakin tinggi pula kohesivitas kelompok teman sebaya subjek tersebut,
dan sebaliknya.
Tabel 3.
Blue Print Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya
No. Aspek Indikator Perilaku Nomor Aitem Jumlah
(Persen) F UF
1. Interaksi Aktivitas saling
mempengaruhi antardua
individu atau lebih
1, 2, 3, 4,
5, 41, 42,
57
6, 7, 8, 9,
10, 43, 44
15
(25%)
2. Pengaruh
Sosial
Penyesuaian dan
penerimaan dengan
kondisi sosial
21, 22, 23,
24, 25, 49,
50, 58
26, 27, 28,
29, 30, 51,
52
15
(25%)
3. Produktivitas
Kelompok
Kuantitas dan kualitas
aktivitas suatu kelompok
11, 12, 13,
14, 15, 45,
46, 59
16, 17, 18,
19, 20, 47,
48
15
(25%)
4. Kepuasan Perasaan puas dan
bangga terhadap
kelompok
31, 32, 33,
34, 35, 53,
54, 60
36, 37, 38,
39, 40, 55,
56
15
(25%)
Jumlah
(Persen)
32
(53,33%)
28
(46,67%)
60
(100%)
c) Skala penyesuaian sosial
Penyesuaian sosial dalam penelitian ini diungkapkan menggunakan
skala penyesuaian sosial yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan
aspek-aspek penyesuaian sosial yang dikemukakan oleh Hurlock (2004),
yaitu aspek penampilan nyata, penyesuaian diri terhadap kelompok, sikap
sosial, dan kepuasan pribadi. Jumlah aitem total skala penyesuaian sosial
ini sebanyak 60 aitem yang terdiri dari 32 aitem favourable dan 28 aitem
unfavourable.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Skala penyesuaian sosial ini merupakan skala model Likert, terdiri
atas pernyataan-pernyataan dengan menggunakan empat pilihan jawaban,
yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak
setuju (STS). Penilaian aitem favourable bergerak dari skor 4 (sangat
setuju), 3 (setuju), 2 (tidak setuju), 1 (sangat tidak setuju), sedangkan
penilaian aitem unfavourable bergerak dari skor 1 (sangat setuju), 2
(setuju), 3 (tidak setuju), 4 (sangat tidak setuju). Semakin tinggi skor yang
diperoleh subjek, maka semakin tinggi pula penyesuaian sosial subjek
tersebut dan sebaliknya.
Tabel 4.
Blue print Skala Penyesuaian Sosial
No. Aspek Indikator Perilaku Nomor Aitem Jumlah
(Persen) F UF
1. Penampilan
Nyata
Tingkah laku yang
memenuhi harapan
kelompok
1, 9, 17,
25, 28, 31,
49
5, 13, 21,
37, 41, 45,
50
14
(23,33%)
2. Penyesuaian
Diri terhadap
Kelompok
Kemampuan
menyesuaiakan diri
secara baik dengan
setiap kelompok yang
dimasuki, baik
kelompok teman
sebaya ataupun
kelompok orang
dewasa lainnya
2, 10, 18,
26, 29, 32,
38, 51, 57
6, 14, 22,
42, 46, 52,
58
16
(26,67%)
3. Sikap Sosial Sikap menyenangkan
orang lain serta
berpartisipasi
menjalankan peran
dengan baik dalam
kegiatan sosial
3, 11, 19,
27, 30, 33,
53
7, 15, 23,
39, 43, 47,
54
14
(23,33%)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
4. Kepuasan
Pribadi
Kepuasan ikut ambil
bagian dalam aktivitas
kelompok serta mampu
menerima diri sendri
apa adanya
4, 12, 20,
24, 35, 36,
48, 55, 59
8, 16, 34,
40, 44, 56,
60
16
(26,67%)
Jumlah
(Persen)
32
(53,33%)
28
(46,67%)
60
(100%)
b. Data sekunder
Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan melalui
observasi dan interview kepada kepala sekolah SMP Negeri 2 Surakarta
mengenai orientasi kancah dan gambaran umum tentang profil SMP
Negeri 2 Surakarta. Interview juga dilaksanakan terhadap ketua program
akselerasi SMP Negeri 2 Surakarta untuk mengetahui dan mengumpulkan
informasi tentang siswa akselerasi yang merupakan subjek penelitian.
Selain itu, data sekunder yang dikumpulkan berupa dokumentasi tentang
lokasi dan pelaksanaan penelitian, serta data lainnya yang dapat
mendukung kelengkapan ataupun kesempurnaan penelitian ini.
E. Metode Analisis Data
Metode analisis data merupakan suatu metode yang digunakan untuk
menganalisis data hasil penelitian dalam rangka menguji kebenaran hipotesis dan
selanjutnya memberikan kesimpulan dari hasil yang diperoleh (Hadi, 2004).
Penelitian ini menggunakan metode statistik dalam menganalisis data yang
diperoleh, artinya bahwa metode ini memakai cara ilmiah untuk pengumpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
data, penyusunan, penyajian, serta menganalisis data penyelidikan yang berbentuk
angka-angka. Keseluruhan perhitungan dalam penelitian ini meliputi uji validitas,
uji reliabilitas, dan analisis data dilakukan dengan bantuan komputer
menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.
Metode statistik menurut Hadi (2004) mempunyai tiga ciri pokok, yaitu:
1. Bekerja dengan angka-angka yang mempunyai dua arti yaitu sebagai jumlah
dan nilai.
2. Bersifat objektif, sehingga unsur-unsur subjektif dapat dihindari.
3. Bersifat universal, dalam arti dapat digunakan hampir dalam semua bidang
penelitian.
1. Validitas instrumen penelitian
Validitas adalah tingkat kemampuan instrumen dalam mengukur
atribut yang seharusnya diukur (Azwar, 2003). Uji validitas didasarkan pada
validitas isi, yakni telaah dan revisi butir pernyataan berdasarkan pendapat
profesional (professional judgement), yaitu pembimbing. Langkah selanjutnya
adalah mencari korelasi antara tiap-tiap skor aitem dengan skor total aitemnya
yang disebut dengan model uji validitas internal (Suryabrata, 2004).
Validitas internal adalah prosedur seleksi aitem berdasarkan data
empiris dengan melakukan analisis kuantitatif terhadap parameter-parameter
aitem. Pada tahap ini dilakukan seleksi aitem berdasarkan daya
diskriminasinya. Daya diskriminasi aitem adalah tingkat kemampuan aitem
dalam membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Indeks daya diskriminasi aitem
merupakan indikator keselarasan atau konsistensi antara fungsi aitem dengan
fungsi skala secara keseluruhan yang dikenal dengan istilah konsistensi aitem
total (Azwar, 2003).
Pengujian daya diskriminasi aitem dilakukan dengan komputasi
koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan suatu kriteria yang
relevan yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan
koefisien korelasi aitem total yang dikenal pula dengan sebutan parameter
daya beda aitem. Semakin tinggi nilai koefisien korelasi yang bernilai positif
antara skor aitem dengan skor skala, berarti semakin tinggi konsistensi antara
aitem tersebut dengan skala secara keseluruhan yang berarti makin tiggi daya
bedanya. Apabila koefisien korelasi rendah mendekati nol, berarti fungsi aitem
tersebut tidak cocok dengan fungsi ukur skala dan daya bedanya tidak baik.
Apabila koefisien korelasi yang dimaksud ternyata berharga negatif, artinya
terdapat cacat serius pada aitem yang bersangkutan.
Uji validitas internal dalam penelitian ini menggunakan teknik
Bivariate Pearson atau sering disebut sebagai korelasi Product Moment
Pearson, yaitu dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor aitem
dengan skor total (Priyatno, 2009). Pengujian validitas internal menggunakan
uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05. Kriteria pengujian adalah sebagai
berikut:
a. Jika r hitung r tabel (uji 2 sisi dengan signifikansi 0,05), maka aitem
tersebut berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
b. Jika r hitung r tabel (uji 2 sisi dengan signifikansi 0,05), maka aitem
tersebut tidak berkorelsi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak
valid).
Guna mempermudah perhitungan, digunakan program Statistical
Product and Sevice Solution (SPSS) versi 16.
2. Reliabilitas instrumen penelitian
Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali
pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil
yang relatif sama selama aspek yang diukur dalam diri subjek belum berubah.
Uji reliabilitas digunakan untuk menguji tingkat kestabilan hasil suatu
pengukuran. Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil
ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Reliabilitas
dinyatakan dengan koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang
0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka
1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas, sebaliknya koefisien reliabilitas yang
semakin rendah mendekati 0 berarti semakin rendah reliabilitas (Azwar,
2003). Batasan lain mengenai besarnya nilai koefisien reliabilitas yakni
apabila nilai koefisien reliabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik,
sedangkan 0,7 dapat diterima, dan di atas 0,8 adalah baik (Priyatno, 2009).
Penelitian ini menggunakan batasan reliabilitas menurut Arikunto (2007)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
bahwa reliabilitas suatu skala dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s
Alpha 0,6. Penentuan kriteria indeks reliabilitas sebagai berikut:
Tabel. 5
Penentuan Kriteria Indeks Reliabilitas
No. Interval Kriteria
1. 0,200 Sangat Rendah
2. 0,200 – 0,399 Rendah
3. 0,400 – 0,599 Cukup
4. 0,600 – 0,799 Tinggi
5. 0,800 – 1,000 Sangat Tinggi
Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan formula Alpha
Cronbach yaitu dengan membelah aitem-aitem sebanyak dua atau tiga bagian,
sehingga setiap belahan berisi aitem dengan jumlah yang sama banyak
(Azwar, 2005). Teknik Alpha yang dikembangkan Cronbach dipilih untuk
mengukur reliabilitas antaraitem, karena teknik ini dinilai mampu
menunjukkan indeks konsistensi yang cukup sempurna. Guna mempermudah
perhitungan digunakan program Statistical Product and Service Solution
(SPSS) versi 16.
3. Uji hipotesis
Teknik analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis yaitu untuk
mengetahui hubungan antara body image dan kohesivitas peer group dengan
penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program akselerasi SMP Negeri 2
Surakarta dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda atau
disebut juga analisis regresi dua prediktor, dengan alasan karena penelitian ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
terdiri atas dua variabel bebas yaitu body image dan kohesivitas peer group,
serta satu variabel tergantung yaitu penyesuaian sosial.
Uji hipotesis menggunakan analisis regresi linear berganda untuk
mengetahui hubungan antara variabel bebas satu dan variabel bebas lainnya
secara bersama-sama dengan variabel tergantung (Hadi, 2004). Guna
mempermudah perhitungan digunakan program Statistical Product and
Service Solution (SPSS) versi 16.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
1. Orientasi kancah penelitian
Nama Sekolah : SMP Negeri 2 Surakarta
Alamat Sekolah : Jalan Apel 3, Jajar, Laweyan, Surakarta, 57144
No. Telepon : (0271) 712942
Status Sekolah : Negeri
Akreditasi : A
Visi Sekolah : ”Unggul dalam Prestasi Berwawasan Imtaq dan Iptek”
Misi Sekolah :
a. Melaksanakan pembelajaran dan pembinaan secara efektif dalam
meningkatkan prestasi ujian nasional dan ujian sekolah.
b. Melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan
prestasi ulangan umum bagi siswa kelas VII dan VIII.
c. Melaksanakan pembinaan kepada siswa untuk meningkatkan prestasi
olahraga, kreatifitas, dan seni.
d. Melaksanakan pembinaan kepada siswa dalam bidang keagamaan,
pengetahuan, kepribadian, dan budi pekerti luhur.
e. Melaksanakan pembinaan kepada siswa dalam bidang ketrampilan
teknologi elektronika, sesuai dengan tuntutan jaman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Selain menyelenggarakan program reguler, pada tahun 2005, SMP Negeri
2 Surakarta juga mulai membuka program khusus, yaitu program akselerasi.
Peneliti memilih SMP Negeri 2 Surakarta sebagai lokasi penelitian terhadap siswa
akselerasi, karena saat ini di Kota Surakarta hanya terdapat dua SMP yang
menyelenggarakan program akselerasi, yaitu salah satu diantaranya ialah SMP
Negeri 2 Surakarta. Sebelum melakukan penelitiian, terlebih dahulu dilakukan
survey awal untuk mengetahui informasi yang berkaitan dengan subjek penelitian.
Orientasi awal dilakukan peneliti pada bulan April 2010 dengan
menanyakan kepada pihak sekolah mengenai jadwal akademik pembelajaran
siswa kelas VIII program akselerasi agar tidak mengganggu jalannya kegiatan
belajar mengajar siswa kelas VIII program akselerasi sebagai subjek penelitian.
SMP Negeri 2 Surakarta terletak di Jalan Apel nomor 3, Kelurahan Jajar,
Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. Berdasarkan hasil survey awal tersebut,
peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian di SMP Negeri 2 Surakarta.
Pemilihan SMP Negeri 2 Surakarta sebagai lokasi penelitian didasarkan
pada beberapa pertimbangan, yaitu sebagai berikut:
a. Penelitian terhadap siswa program akselerasi, khususnya penelitian
mengenai body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan
penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program akselerasi di SMP
Negeri 2 Surakarta belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
b. Jumlah siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta
memenuhi syarat untuk dilaksakannya suatu penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
c. Adanya ijin dari pihak SMP Negeri 2 Surakarta yang diperoleh peneliti
untuk mengadakan penelitian di sekolah tersebut.
Berdasarkan Panduan Akselerasi (2009) menjelaskan bahwa
kurikulum program akselerasi apabila dilihat dari tata urutan penyajian,
satuan pelajaran, analisis program, serta jumlah jam pelajaran adalah sama
seperti yang diterapkan pada program reguler. Perbedaannya ialah bahwa
pada program reguler, satu semester ditempuh selama enam bulan, sedangkan
pada program akselerasi, satu semester harus diselesaikan dalam waktu empat
bulan. Waktu tiga tahun pada program reguler akan diselesaikan selama dua
tahun pada program akselerasi. Kurikulum program akselerasi dikembangkan
secara berdiferensiasi. Isi pelajaran berupa konsep dan proses kognitif tingkat
tinggi, strategi instruksional yang akomodatif dengan gaya belajar anak
berbakat, dan rencana yang memfasilitasi kinerja siswa. Komponen
kurikulum berdiferensiasi meliputi:
a. Materi pengalaman belajar yang menumbuhkan kreativitas.
b. Pengembangan dinamisasi mental dan tindakan kreatif.
c. Berorientasi pada proses, kegiatan aktif, penerapan tugas, serta memberi
peluang kepada siswa untuk memilih sendiri kegiatan belajar yang sesuai
dengan minat dan kemampuan siswa.
d. Komponen teknis, seperti: fasilitas, komposisi guru, pendekatan proses
belajar mengajar, dan penggunaan metode mengajar yang bervariasi.
Berdasarkan Panduan Akselerasi (2009) menyebutkan bahwa program
akselerasi dibuka untuk memberikan kesempatan kepada siswa berbakat agar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
dapat menyelesaikan pedidikan dalam waktu yang lebih cepat daripada
program reguler. Tujuan dibukanya program akselerasi di SMP Negeri 2
Surakarta adalah sebagai berikut:
a. Memenuhi kebutuhan siswa yang memiliki karakteristik spesifik dari segi
perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor.
b. Memenuhi hak asasi siswa berbakat sesuai dengan kebutuhan pendidikan
yang dibutuhkan.
c. Memenuhi minat intelektual dan perspektif masa depan siswa.
d. Memenuhi kebutuhan aktualisasi diri siswa.
e. Menimbang peran siswa sebagai aset masyarakat dan kebutuhan
masyarakat untuk pengisian peran.
f. Memberikan penghargaan kepada siswa berbakat untuk dapat
menyelesaikan program pendidikan secara lebih cepat.
g. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran bagi siswa berbakat.
h. Mencegah rasa bosan terhadap iklim kelas yang kurang mendukung
berkembangnya potensi keunggulan siswa berbakat.
i. Memacu mutu siswa berbakat untuk meningkatkan kecerdasan spiritual,
intelektual, dan emosional, emosional secara seimbang.
SMP Negeri 2 Surakarta memiliki kondisi fisik yang cukup baik
dilengkapi dengan sarana prasarana yang menunjang keberlangsungan sistem
belajar mengajar. Fasilitas-fasilitas yang tersedia di SMP Negeri 2 Surakarta
antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
a. Fasilitas administrasi, satu ruang kepala sekolah, satu ruang wakil kepala
sekolah, satu ruang guru, dan satu ruang tata usaha.
b. Fasilitas untuk kegiatan belajar mengajar, 25 ruang kelas, satu
perpustakaan, satu laboratorium IPA, satu laboratorium IPS, satu
laboratorium bahasa, satu laboratorium komputer, satu ruang ketrampilan,
25 unit laptop, 25 buah LCD, dan komputer sebanyak 40 unit.
c. Fasilitas penunjang pendidikan, satu ruang OSIS, satu ruang koperasi, satu
ruang kegiatan ekstrakurikuler, satu ruang Bimbingan Konseling (BK),
satu ruang fotokopi, dan satu ruang UKS.
d. Fasilitas penunjang lainnya, satu masjid, satu ruang aula, satu lapangan
basket, satu lapangan voli, area hotspot, dua gardu satpam, tiga kantin
sekolah, satu ruang gudang, satu rumah penjaga, serta sepuluh toilet.
Siswa program reguler ataupun siswa program akselerasi mempunyai
kesempatan yang sama dalam penggunaan fasilitas sekolah. Fasilitas khusus
yang disediakan bagi siswa program akselerasi ialah ruang multimedia,
internet, AC, LCD, laptop, TV, VCD, dan kipas angin.
Tenaga pendidik yang disediakan untuk siswa program akselerasi di
SMP Negeri 2 Surakarta diwajibkan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berpendidikan minimal S1.
b. Mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki.
c. Memiliki pengalaman mengajar pada program reguler sekurang-kurangnya
tiga tahun dengan prestasi yang baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
d. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang anak berkemampuan
khusus serta memahami mengenai program akselerasi.
Kriteria siswa yang berhak mengikuti program akselerasi di SMP
Negeri 2 Surakarta antara lain:
a. Memiliki kemampuan intelektual umum dengan IQ 125, ditunjang adanya
kreativitas terhadap tugas, dan memiliki kecerdasan tinggi.
b. Memiliki nilai rapor Sekolah Dasar (SD) minimal 7,0 untuk semua mata
pelajaran.
c. Lulus Tes Kemampuan Akademik Tertulis, khusus bidang matematika,
bahasa indonesia, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dan Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) dengan nilai sekurang-kurangnya 7,0.
d. Lulus Tes Psikologi yang dilaksanakan oleh tim psikolog yang ditunjuk
panitia, meliputi: Tes Inteligensi Umum, Tes Kreativitas, Tes Inventori
Ketertarikan Terhadap Tugas, serta Tes Potensi Akademik.
e. Lulus Tes Kesehatan yang dilaksanakan oleh dokter yang ditunjuk panitia.
f. Lulus Tes Wawancara yang dilaksanakan oleh panitia.
g. Informasi data subjek yang diperoleh dari calon siswa, orang tua, dan
teman sebaya.
h. Kesediaan calon siswa dan persetujuan orang tua.
Standar kompetensi lulusan program akselerasi di SMP Negeri 2
Surakarta, yaitu siswa diharapkan memiliki:
a. Kualifikasi perilaku kognitif, daya tangkap cepat, kritis, cepat
menyelesaikan setiap masalah yang dimiliki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
b. Kualifikasi perilaku kreatif, rasa ingin tahu, imajinatif, suka akan
tantangan, berani mengambil resiko.
c. Kualifikasi perilaku kecerdasan emosi, pemahaman diri sendiri dan orang
lain, pengendalian diri, kemandirian, penyesuaian diri, harkat diri, budi
pekerti luhur.
d. Kualifikasi perilaku kecerdasan spiritual, pemahaman apa yang harus
dilakukan untuk mencapai kebahagiaan.
2. Persiapan penelitian
Persiapan penelitian dilakukan agar penelitian berjalan lancar dan
terarah. Hal-hal yang dipersiapkan adalah berkaitan dengan perijinan dan
penyusunan alat ukur yang digunakan dalam penelitian.
a. Persiapan administrasi
Persiapan administrasi penelitian meliputi segala urusan perijinan
yang diajukan pada pihak yang terkait dengan pelaksanaan penelitian.
Peneliti meminta surat pengantar dari Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang ditujukan kepada
kepala sekolah SMP Negeri 2 Surakata dengan nomor
786/H27.1.17.3/TU/2010 agar dapat melaksanakan penelitian di SMP
Negeri 2 Surakarta. Setelah mendapatkan persetujuan dari pihak sekolah,
peneliti baru bisa melakukan penelitian sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan.
b. Persiapan alat ukur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Penelitian ini menggunakan tiga skala psikologi, yaitu skala body
image, skala kohesivitas kelompok teman sebaya, dan skala penyesuaian
sosial. Diperlukan persiapan yang matang agar alat ukur dalam penelitian
ini layak dan siap untuk digunakan. Alat ukur yang digunakan dalam
penelitian ini telah melalui prosedur validitas alat ukur yaitu melalui
pengujian validitas isi. Pengujian validitas isi dilakukan dengan melihat
kesesuaian antara butir-butir aitem dalam alat ukur dengan blue print yang
telah ditentukan sebelumnya. Selain itu pengujian validitas isi juga melihat
kesesuaian antara aitem-aitem dengan definisi operasional yang hendak
diungkap. Pengujian validitas isi dilakukan secara rasional oleh
professional judgement, yaitu pembimbing.
1. Skala body image
Skala body image dalam penelitian ini dimodifikasi dari skala
body image yang disusun oleh Yustisi (2009) berdasarkan aspek-aspek
body image dari MBSRQ-AS (Multidimensional Body Self-Relation
Questionnaire-Appearance Scales) yang dikemukakan oleh Cash dan
Pruzinsky (2002), yaitu aspek evaluasi penampilan, kepuasan terhadap
bagian tubuh, kecemasan menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran
tubuh. Jumlah aitem total skala body image ini sebanyak 60 aitem yang
terdiri dari 30 aitem favourable dan 30 aitem unfavourable.
Skala body image ini merupakan skala model Likert, terdiri
atas pernyataan-pernyataan dengan menggunakan empat pilihan
jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
sangat tidak setuju (STS). Penilaian aitem favourable bergerak dari
skor 4 (sangat setuju), 3 (setuju), 2 (tidak setuju), 1 (sangat tidak
setuju). Penilaian aitem unfavourable bergerak dari skor 1 (sangat
setuju), 2 (setuju), 3 (tidak setuju), 4 (sangat tidak setuju). Semakin
tinggi skor yang diperoleh subjek, maka semakin tinggi pula
penyesuaian sosial subjek tersebut, dan sebaliknya.
Tabel 6.
Distribusi Aitem Skala Body Image
No. Aspek Indikator Perilaku Nomor Aitem Jumlah
(Persen) F UF
1.
Evaluasi
Penampilan
2. Evaluasi terhadap
penampilan dari
diri pribadi dan
dari orang lain
3, 7, 10,
11, 18,
20, 30,
36, 37,
39, 56
1, 4, 5,
13, 16,
25, 32 48,
51, 50,
52, , 58
23
(38,33%)
2. Kepuasan
terhadap Bagian
Tubuh
3. Kepuasan terhadap
wajah dan kulit
42, 55 12, 22, 35
11
(18,33%) 4. Kepuasan terhadap
tubuh bagian
bawah/tengah/atas
40, 41, 45 19, 31, 33
3. Kecemasan
Menjadi Gemuk
3. Ketakutan
atau kewaspadaan
individu terhadap
kegemukan dan
berat badan
2, 6, 8, 17 44, 60
12
(20%) 4. Kecenderunga
n melakukan diet
dan membatasi
pola makan
9, 27, 54 15, 34, 46
4. Pengkategorian
Ukuran Tubuh
2. Berat badan
14, 43,
53, 57
21, 23,
26, 29 14
(23,33%) 2. Tinggi badan 47, 49, 59 24, 28, 38
Jumlah
(Persen) 30
(50%)
30
(50%)
60
(100%)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
3. Skala kohesivitas kelompok teman sebaya
Skala kohesivitas kelompok teman sebaya dalam penelitian ini
dimodifikasi dari skala kohesivitas kelompok teman sebaya yang
disusun oleh Sakti (2008) berdasarkan aspek-aspek kohesivitas
kelompok teman sebaya yang dikemukakan oleh Shaw dan Costanzo
(1989), yaitu aspek interaksi, pengaruh sosial, produktivitas
kelompok, dan kepuasan. Jumlah aitem total skala kohesivitas
kelompok teman sebaya ini sebanyak 60 aitem yang terdiri dari 32
aitem favourable dan 28 aitem unfavourable.
Skala kohesivitas kelompok teman sebaya ini merupakan skala
model Likert, terdiri atas pernyataan-pernyataan dengan menggunakan
empat pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak
setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Penilaian aitem favourable
bergerak dari skor 4 (sangat setuju), 3 (setuju), 2 (tidak setuju), 1
(sangat tidak setuju), sedangkan penilaian aitem unfavourable
bergerak dari skor 1 (sangat setuju), 2 (setuju), 3 (tidak setuju), 4
(sangat tidak setuju). Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek,
semakin tinggi pula kohesivitas kelompok teman sebaya subjek
tersebut, dan sebaliknya.
Tabel 7.
Distribusi Aitem Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya
No. Aspek Indikator Perilaku Nomor Aitem Jumlah
(Persen) F UF
1. Interaksi Aktivitas saling
mempengaruhi
antardua individu atau
1, 2, 3, 4,
5, 41, 42,
57
6, 7, 8, 9,
10, 43, 44
15
(25%)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
lebih
2. Pengaruh
Sosial
Penyesuaian dan
penerimaan dengan
kondisi sosial
21, 22, 23,
24, 25, 49,
50, 58
26, 27, 28,
29, 30, 51,
52
15
(25%)
3. Produktivitas
Kelompok
Kuantitas dan kualitas
aktivitas suatu
kelompok
11, 12, 13,
14, 15, 45,
46, 59
16, 17, 18,
19, 20, 47,
48
15
(25%)
4. Kepuasan Perasaan puas dan
bangga terhadap
kelompok
31, 32, 33,
34, 35, 53,
54, 60
36, 37, 38,
39, 40, 55,
56
15
(25%)
Jumlah
(Persen)
32
(53,33%)
28
(46,67%)
60
(100%)
4. Skala penyesuaian sosial
Skala penyesuaian sosial dalam penelitian ini disusun sendiri
oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek penyesuaian sosial yang
dikemukakan oleh Hurlock (2004), yaitu aspek penampilan nyata,
penyesuaian diri terhadap kelompok, sikap sosial, dan kepuasan
pribadi. Jumlah aitem total skala penyesuaian sosial ini sebanyak 60
aitem yang terdiri dari 32 aitem favourable dan 28 aitem
unfavourable.Skala penyesuaian sosial ini merupakan skala model
Likert, terdiri atas pernyataan-pernyataan dengan menggunakan empat
pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS),
dan sangat tidak setuju (STS). Penilaian aitem favourable bergerak
dari skor 4 (sangat setuju), 3 (setuju), 2 (tidak setuju), 1 (sangat tidak
setuju), sedangkan penilaian aitem unfavourable bergerak dari skor 1
(sangat setuju), 2 (setuju), 3 (tidak setuju), 4 (sangat tidak setuju).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, maka semakin tinggi pula
penyesuaian sosial subjek tersebut, dan sebaliknya
Tabel 8.
Distribusi Aitem Skala Penyesuaian Sosial
No. Aspek Indikator Perilaku Nomor Aitem Jumlah
(Persen) F UF
1. Penampilan
Nyata
Tingkah laku yang
memenuhi harapan
kelompok
1, 9, 17,
25, 28, 31,
49
5, 13, 21,
37, 41, 45,
50
14
(23,33%)
2. Penyesuaian
Diri terhadap
Kelompok
Kemampuan
menyesuaiakan diri
secara baik dengan
setiap kelompok
yang dimasuki, baik
kelompok teman
sebaya ataupun
kelompok orang
dewasa lainnya
2, 10, 18,
26, 29, 32,
38, 51, 57
6, 14, 22,
42, 46, 52,
58
16
(26,67%)
3. Sikap Sosial Sikap menyenangkan
orang lain serta
berpartisipasi
menjalankan peran
dengan baik dalam
kegiatan sosial
3, 11, 19,
27, 30, 33,
53
7, 15, 23,
39, 43, 47,
54
14
(23,33%)
4. Kepuasan
Pribadi
Kepuasan ikut ambil
bagian dalam
aktivitas kelompok
serta mampu
menerima diri sendri
apa adanya
4, 12, 20,
24, 35, 36,
48, 55, 59
8, 16, 34,
40, 44, 56,
60
16
(26,67%)
Jumlah
(Persen)
32
(53,33%)
28
(46,67%)
60
(100%)
3. Pelaksanaan uji coba
Skala yang digunakan dalam penelitian harus dilakukan uji coba
terlebih dahulu agar memenuhi syarat-syarat sebagai alat ukur yang baik, yakni
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
valid dan reliabel. Uji coba dilaksanakan hari Senin, tanggal 20 September
2010 pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB dengan memberikan
skala body image, skala kohesivitas kelompok teman sebaya, dan skala
penyesuaian sosial kepada 46 siswa kelas VIII Program Akselerasi di SMP
Negeri 2 Surakarta. Penelitian ini menggunakan try out terpakai, sehingga
pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan satu kali, yaitu pada saat
pelaksanaan uji coba (try out). Data yang diperoleh pada saat pelaksanaan uji
coba akan digunakan untuk penghitungan uji validitas dan reliabilitas, yang
selanjutnya langsung digunakan untuk penghitungan analisis data (uji
hipotesisi).
Sebanyak 46 eksemplar skala yang dibagikan, kesemuanya dapat
terkumpul kembali dan memenuhi syarat untuk diberikan skor serta dianalisis.
Data skoring kemudian ditabulasikan untuk dilakukan uji validitas dan
reliabilitas. Pengujian validitas dan reliabilitas ketiga skala dilakukan dengan
bantuan komputer program Statistical Product and Service Solution (SPSS)
versi 16. Pengujian validitas dimaksudkan untuk mengetahui aitem-aitem valid
dan aitem-aitem gugur. Setelah diketahui aitem-aitem valid, selanjutnya
dilakukan penyusunan kembali nomor aitem baru. Data skoring dari aitem-
aitem valid inilah yang akan digunakan dalam penghitungan analisis data dan
interpretasi.
4. Uji validitas dan reliabilitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Setelah dilakukan pemberian skor pada hasil pengisian skala,
selanjutnya dilakukan seleksi aitem skala psikologi untuk mendapatkan aitem
valid dari masing-masing skala yang akan dipergunakan dalam proses analisis
data. Data yang diperoleh kemudian ditabulasikan dan dianalisis untuk
mengetahui indeks daya beda aitem dan reliabilitas alat ukur. Uji validitas
internal dalam penelitian ini menggunakan teknik Bivariate Pearson atau
sering disebut sebagai korelasi Product Moment Pearson, yaitu dengan cara
mengkorelasikan masing-masing skor aitem dengan skor total. Pengujian
validitas internal menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05.
Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:
c. Jika r hitung r tabel (uji 2 sisi dengan signifikansi 0,05) maka aitem
tersebut berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).
d. Jika r hitung r tabel (uji 2 sisi dengan signifikansi 0,05) maka aitem
tersebut tidak berkorelsi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak
valid).
Uji reliabilitas digunakan untuk menguji tingkat kestabilan hasil suatu
pengukuran. Reliabilitas dinyatakan dengan koefisien reliabilitas yang
angkanya berada dalam rentang 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi
koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas,
sebaliknya koefisien reliabilitas yang semakin rendah mendekati 0 berarti
semakin rendah reliabilitas (Azwar, 2003). Penelitian ini menggunakan batasan
reliabilitas menurut Arikunto (2007) bahwa reliabilitas suatu skala dikatakan
baik jika memiliki nilai Cronbach’s Alpha 0,6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
1. Skala body image
Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai korelasi antara skor aitem
dengan skor total. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r tabel.
Pada taraf signifikansi 0,05 dan N = 46 diperoleh nilai r tabel sebesar 0,291.
Hasil uji validitas skala body image dapat diketahui bahwa dari 60 aitem,
terdapat 27 aitem yang dinyatakan gugur, yaitu aitem 1, 3, 4, 5, 11, 12, 13,
16, 24, 25, 28, 30, 32, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 45, 48, 49, 50, 54, 56, 58 dan
60. Adapun aitem yang dinyatakan valid sebanyak 33 aitem dengan indeks
daya beda berkisar antara 0,301 sampai dengan 0,676 yaitu aitem 2, 6, 7, 8,
9, 10, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 26, 27, 29, 31, 33, 34, 35, 42, 43,
44, 46, 47, 52, 52, 53, 55, 57, dan 59. Rincian distribusi aitem valid dan
gugur skala body image dapat dilihat pada tabel 9. Indeks daya beda
masing-masing aitem skala body image terlampir.
Tabel 9.
Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Body Image
No. Aspek Favourable Unfavourable Jumlah Aitem
Valid Gugur Valid Gugur Valid Gugur
1. Evaluasi
Penampilan
7, 10,
18, 20
3, 11,
30, 36,
56, 37,
39
51, 52
1, 4, 5,
13, 16,
25, 32,
48, 50,
58
6 17
2. Kepuasan
terhadap Bagian
Tubuh
42, 55 40,41,
45
19, 22,
31, 33,
35
12 8 3
3. Kecemasan
Menjadi Gemuk
2, 6, 8,
9, 17,
27
54 15, 34,
44, 46 60 9 3
4. Pengkategorian
Ukuran Tubuh
14, 43,
47, 53,
57, 59
49 21, 23,
26, 29
24, 28,
38 10 4
Jumlah 18 12 15 15 33 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Hasil uji reliabilitas skala body image menunjukkan koefisien
reliabilitas sebesar 0,828. Hal ini berarti bahwa koefisien reliabilitas skala
body image termasuk dalam kaegori sangat tinggi, sehingga skala body
image dianggap cukup handal untuk digunakan sebagai alat ukur suatu
penelitian. Penghitungan dan perincian selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran.
2. Skala kohesivitas kelompok teman sebaya
Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai korelasi antara skor aitem
dengan skor total. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r tabel.
Pada taraf signifikansi 0,05 dan N = 46 diperoleh nilai r tabel sebesar 0,291.
Hasil uji validitas skala kohesivitas kelompok teman sebaya dapat diketahui
bahwa dari 60 aitem, terdapat 16 aitem yang dinyatakan gugur, yaitu aitem
10, 12, 13, 16, 17, 18, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 36, 42, 46, dan 48. Adapun
aitem yang dinyatakan valid sebanyak 44 aitem dengan indeks daya beda
berkisar antara 0,292 sampai dengan 0,710 yaitu aitem 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8,
9, 11, 14, 15, 19, 20, 21, 23, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 37, 38, 39, 40, 41,
43, 44, 45, 47, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, dan 60. Rincian
distribusi aitem valid dan gugur skala kohesivitas kelompok teman sebaya
dapat dilihat pada tabel 10. Indeks daya beda masing-masing aitem skala
kohesivitas kelompok teman sebaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Tabel 10.
Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Kohesivitas Kelompok
Teman Sebaya
No. Aspek Favourable Unfavourable Jumlah Aitem
Valid Gugur Valid Gugur Valid Gugur
1. Interaksi 1, 2, 3,
4, 5,
41, 57
42
6, 7, 8,
9, 43,
44
10 13 2
2. Pengaruh
Sosial
21, 23,
49, 50,
58
22, 24,
25
29, 30,
51, 52
26, 27,
28 9 6
3. Produktivitas
Kelompok
11, 14,
15, 45,
59
12, 13,
46
19, 20,
47
16, 17,
18, 48 8 7
4. Kepuasan 31, 32,
33, 34,
35, 53,
54, 60
-
37, 38,
39, 40,
55, 56
36 14 1
Jumlah 25 7 19 9 44 16
Hasil uji reliabilitas skala kohesivitas kelompok teman sebaya
menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar 0,890. Hal ini berarti bahwa
koefisien reliabilitas skala kohesivitas kelompok teman sebaya termasuk
dalam kategori sangat tinggi sehingga skala kohesivitas kelompok teman
sebaya dianggap cukup handal untuk dipergunakan sebagai alat ukur suatu
penelitian. Penghitungan dan perincian selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran.
3. Skala penyesuaian sosial
Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai korelasi antara skor aitem
dengan skor total. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r tabel.
Pada taraf signifikansi 0,05 dan N = 46 diperoleh nilai r tabel sebesar 0,291.
Hasil uji validitas skala penyesuaian sosial dapat diketahui bahwa dari 60
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
aitem, terdapat 15 aitem yang dinyatakan gugur, yaitu aitem 3, 5, 6, 7, 14,
25, 41, 42, 46, 50, 52, 54, 55, 56, dan 57. Adapun aitem yang dinyatakan
valid sebanyak 45 aitem dengan indeks daya beda berkisar antara 0,306
sampai dengan 0,636 yaitu aitem 1, 2, 4, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18,
19, 20, 21, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39,
40, 43, 44, 45, 47, 48, 49, 51, 53, 58, 59, dan 60. Rincian distribusi aitem
valid dan gugur skala penyesuaian sosial dapat dilihat pada tabel 11. Indeks
daya beda masing-masing aitem skala penyesuaian sosial terlampir.
Tabel 11.
Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Penyesuaian Sosial
No. Aspek Favourable Unfavourable Jumlah Aitem
Valid Gugur Valid Gugur Valid Gugur
1. Penampilan
Nyata
1, 9,
17, 28,
31, 49
25 13, 21,
37, 45
5, 41,
50 10 4
2. Penyesuaian
Diri terhadap
Kelompok
2, 10,
18, 26,
29, 32,
38, 51
57 22, 58
6, 14,
42, 46,
52
10 6
3. Sikap Sosial
11, 19,
27, 30,
33, 53
3
15, 23,
39, 43,
47
7, 54 11 3
4. Kepuasan
Pribadi
4, 12,
20, 24,
35, 36,
48, 59
55
8, 16,
34, 40,
44, 60
56 14 2
Jumlah 28 4 17 11 45 15
Hasil uji reliabilitas skala penyesuaian sosial menunjukkan koefisien
reliabilitas sebesar 0,914. Hal ini berarti bahwa koefisien reliabilitas skala
penyesuaian sosial termasuk dalam kategoori sangat tinggi, sehingga skala
penyesuaian sosial dianggap cukup handal dipergunakan sebagai alat ukur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
suatu penelitian. Penghitungan dan perincian selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran.
B. Pelaksanaan Penelitian
1. Penentuan subjek penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII program
akselerasi SMP Negeri 2 Surakarta. Jumlah populasi siswa kelas VIII
program akselerasi SMP Negeri 2 Surakarta tahun ajaran 2010/2011 sebanyak
46 siswa. Pada penelitian ini digunakan seluruh populasi sebagai sampel,
karena jumlah siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2
Surakarta yang sedikit, sehingga dalam penelitian ini menggunakan seluruh
populasi sebagai subjek penelitian yang disebut sebagai penelitian populasi.
Alasan penggunaan subjek siswa SMP kelas VIII karena siswa SMP kelas
VIII pada umumnya berada pada rentang usia antara 13-15 tahun dan
dimasukkan dalam kelompok remaja awal.
Tabel 12.
Jumlah Siswa Kelas VIII Program Akselerasi SMP Negeri 2 Surakarta
Tahun Pelajaran 2009/2010
Kelas Jenis Kelamin
Jumlah Putra Putri
VIII Akselerasi 1 10 12 22
VIII Akselerasi 2 5 19 24
Jumlah 15 31 46
Penelitian ini menggunakan seluruh populasi sebagai subjek penelitian
yang disebut sebagai penelitian populasi, sehingga dalam penelitian ini tidak
menggunakan teknik pengambilan sampel (sampling). Penelitian ini
menggunakan try out terpakai, yaitu pengambilan dan pengumpulan data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
dilakukan satu kali, yakni pada saat pelaksanaan uji coba (try out). Data yang
terkumpul digunakan untuk dua kepentingan atau dua uji, yakni penghitungan
uji validitas dan reliabilitas seluruh aitem pada masing-masnig skala
psikologi, serta digunakan untuk penghitungan alaisis data (uji hipotesis).
Tabel 13.
Tingkat Body Image Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Tingkat Body Image
Subjek Penelitian
Frekuensi Persentase
Putra Putri Putra Putri
Tinggi 8 13 53,333% 41,935%
Rendah 7 18 46,667% 58,065%
Jumlah 15 31 100% 100%
2. Pengumpulan data
Pengumpulan data penelitian dilakukan pada saat yang sama dengan
pelaksanaan uji coba (try out) yaitu pada hari Senin, tanggal 20 September
2010, karena dalam penelitian ini menggunakan try out terpakai, artinya
pengambilan dan pengumpulan data dilakukan satu kali dan digunakan untuk
dua kepentingan atau dua uji, yakni penghitungan uji validitas dan reliabilitas
seluruh aitem pada tiap-tiap skala psikologi, serta digunakan untuk
penghitungan alaisis data (uji hipotesis).
Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan menggunakan alat
ukur berupa skala body image yang terdiri dari 60 aitem, skala kohesivitas
kelompok teman sebaya yang terdiri dari 60 aitem, dan skala penyesuaian
sosial yang terdiri dari 60 aitem. Pembagian dan pengisian skala dilakukan
secara klasikal dengan menggunakan dua jam pelajaran setelah mendapatkan
ijin dan tercapainya kesepakatan antara ketua program akselerasi, guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
pengampu mata pelajaran, serta peneliti. Pengumpulan data dilaksanakan di
kelas VIII Akselerasi 2 pada pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 10.00
WIB. Dilanjutkan pengumpulan data di kelas VIII Akselerasi 1 pada pukul
10.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB.
Sebelum siswa mengerjakan skala penelitian yang diberikan, peneliti
terlebih dahulu memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud kedatangan
serta tujuan kegiatan yang akan dilakukan. Setelah subjek penelitian
menyatakan kesediaan untuk membantu, kemudian peneliti menjelaskan
tentang tata cara dan petunjuk pengisian skala serta memberikan contoh cara
mengerjakan skala tersebut. Selama subjek mengerjakan skala penelitian,
peneliti tetap berada di dalam kelas sampai subjek selesai mengerjakan, dan
mengumpulkan kembali skala yang telah diisi kepada peneliti. Pengambilan
skala dilakukan pada saat itu juga setelah skala selesai diisi oleh subjek. Skala
yang dibagikan sebanyak 46 eksemplar yang kesemuanya dapat kembali
kepada peneliti dan memenuhi syarat untuk diskor dan dianalisis.
3. Pelaksanaan skoring
Setelah data terkumpul, kemudian dilanjutkan dengan pemberian skor
pada hasil pengisian skala untuk keperluan analisis data. Ketiga skala
menggunakan sistem penilaian dengan kategori Sangat Setuju (SS), Setuju
(S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Aitem-aitem dalam
ketiga skala ini terdiri dari aitem favourable dan aitem unfavourable. Skor
setiap aitem valid yang diperoleh subjek penelitian dijumlahkan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
masing-masing skala. Skor total setiap aitem valid dari masing-masing skala
inilah yang akan digunakan dalam penghitungan analisis data.
4. Penyusunan nomor aitem baru untuk penghitungan analisis data
Setelah melakukan uji validitas dan reliabilitas, langkah selanjutnya
adalah menyusun kembali aitem-aitem valid yang digunakan untuk
penghitungan analisis data dan interpretasi.
Tabel 14.
Distribusi Nomor Aitem Baru Skala Body Image
No. Aspek Nomor Aitem Valid Jumlah
Favourable Unfavourable
1. Penampilan Nyata
7(3), 10(6),
18(10), 20(12) 51(28), 52(29) 6
2. Penyesuaian Diri
terhadap Kelompok
42(23), 55(31)
19(11), 22(14),
31(19), 33(20),
35(22)
8
3. Sikap Sosial
2(1), 6(2),
8(4), 9(5),
17(9), 27(17)
15(8), 34(21),
44(25), 46(26) 9
4. Kepuasan Pribadi
14(7), 43(24),
47(27), 53(30),
57(32), 59(33)
21(13), 23(15),
26(16), 29(18) 10
Jumlah 18 15 33 Keterangan: nomor dalam tanda kurung ( ) adalah nomor aitem baru untuk
penghitungan analisis data dan interpretasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Tabel 15.
Distribusi Nomor Aitem Baru Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya
No. Aspek Nomor Aitem Jumlah
Favourable Unfavourable
1. Interaksi
1(1), 2(2), 3(3),
4(4), 5(5),
41(28), 57(41)
6(6), 7(7), 8(8),
9(9), 43(29),
44(30)
13
2. Pengaruh Sosial
21(15), 23(16),
49(33), 50(34),
58(42)
29(17), 30(18),
51(35), 52(36) 9
3. Produktivitas
Kelompok
11(10), 14(11),
15(12), 45(31),
59(43)
19(13), 20(14),
47(32) 8
4. Kepuasan
31(19), 32(20),
33(21), 34(22),
35(23), 53(37),
54(38), 60(44)
37(24), 38(25),
39(26), 40(27),
55(39), 56(40)
14
Jumlah 25 19 44
Keterangan: nomor dalam tanda kurung ( ) adalah nomor aitem baru untuk
penghitungan analisis data dan interpretasi.
Tabel 16.
Distribusi Nomor Aitem Baru Skala Penyesuaian Sosial
No. Aspek Nomor Aitem Jumlah
Favourable Unfavourable
1. Penampilan
Nyata
1(1), 9(5),
17(12), 28(22),
31(25), 49(40)
13(9), 21(16),
37(31), 45(37) 10
2. Penyesuaian
Diri terhadap
Kelompok
2(2), 10(6),
18(13), 26(20),
29(23), 32(26),
38(32), 51(41)
22(17), 58(43) 10
3. Sikap Sosial
11(7), 19(14),
27(21), 30(24),
33(27), 53(42)
15(10), 23(18),
39(33), 43(35),
47(38)
11
4. Kepuasan
Pribadi
4(3), 12(8),
20(15), 24(19),
35(29), 36(30),
48(39), 59(44)
8(4), 16(11),
34(28), 40(34),
44(36), 60(45)
14
Jumlah 28 17 45
Keterangan: nomor dalam tanda kurung ( ) adalah nomor aitem baru untuk
penghitungan analisis data dan interpretasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
B. Hasil Analisis Data dan Interpretasi
Penghitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi dasar, yang
meliputi uji normalitas dan uji linieritas, serta uji asumsi klasik, yang meliputi uji
multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Penghitungan
analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan komputer program
Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.
1. Uji asumsi dasar
a. Uji normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data
berdistribusi normal atau tidak. Jika analisis menggunakan metode
parametrik, maka persyaratan normalitas harus terpenuhi, sehingga hasil
penelitian dapat digeneralisasikan pada populasi (Priyatno, 2009). Uji
normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji One Sample
Kolmogorov-Smirnov dengan taraf signifikansi 0,05. Data dinyatakan
berdistribusi normal jika nilai signifikansi lebih besar 5% atau 0,05.
Tabel 17.
Hasil Uji Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Penyesuaian Sosial .122 46 .084 .934 46 .012
Body Image .104 46 .200* .965 46 .184
Kohesivitas KTS .089 46 .200* .978 46 .511
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Berdasarkan hasil di atas, dapat dilihat pada kolom
Kolmogorov-Smirnov dan dapat diketahui bahwa nilai signifikansi
penyesuaian sosial sebesar 0,084 0,05 ; nilai signifikansi body image
sebesar 0,200 0,05 ; serta nilai signifikansi kohesivitas kelompok teman
sebaya sebesar 0,200 0,05. Karena nilai signifikansi untuk seluruh
variable lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data pada
variabel penyesuaian sosial, body image, dan kohesivitas kelompok teman
sebaya berdistribusi normal. Angka statistik menunjukkan semakin kecil
nilainya, maka distribusi data semakin normal.
b. Uji linearitas
Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel
mempunyai hubungan yang linier atau tidak secara signifikan. Uji
linieritas biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau
regresi linier. Pengujian pada program Statistical Product and Service
Solution (SPSS) versi 16 menggunakan Test for Linearity dengan taraf
signifikansi 0,05. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang
linier bila nilai signifikansi (Linearity) kurang dari 0,05 (Priyatno, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Tabel 18.
Hasil Uji Linearitas antara Penyesuaian Sosial dengan Body Image
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Penyesuaian
Sosial * Body
Image
Between Groups (Combined) 6233.942 30 207.798 1.723 .133
Linearity 670.615 1 670.615 5.562 .032
Deviation
from Linearity 5563.327 29 191.839 1.591 .173
Within Groups 1808.667 15 120.578
Total 8042.609 45
Tabel 19.
Hasil Uji Linearitas antara Penyesuaian Sosial dengan Kohesivitas
Kelompok Teman Sebaya
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Penyesuaian
Sosial *
Kohesivitas
KTS
Between Groups (Combined) 7360.275 28 262.867 6.549 .000
Linearity 5929.762 1 5929.762 147.737 .000
Deviation
from
Linearity
1430.513 27 52.982 1.320 .279
Within Groups 682.333 17 40.137
Total 8042.609 45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Tabel tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara body image dengan
penyesuaian sosial menghasilkan nilai signifikansi pada Linearity sebesar
0,032. Karena nilai signifikansi yang dihasilkan kurang dari 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa antara variabel body image dengan penyesuaian sosial
terdapat hubungan yang linear. Selain itu, diantara kohesivitas kelompok
teman sebaya dengan penyesuaian sosial juga menghasilkan nilai signifikansi
pada Linearity sebesar 0,000. Karena nilai signifikansi yang dihasilkan kurang
dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa antara kohesivitas kelompok teman
sebaya dengan penyesuaian sosial juga terdapat hubungan yang linier.
2. Uji asumsi klasik
a. Uji multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas, yaitu adanya
hubungan linier antara variabel independen dalam model regresi.
Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya
multikolinearitas. Pada pembahasan ini uji multikolinearitas dilakukan
dengan melihat nilai inflation factor (VIF) pada model regresi. Pada
umumnya, apabila nilai VIF lebih besar dari 5, maka suatu variabel bebas
mempunyai persoalan multikolinearitas dengan variabel bebas yang lain
(Priyatno, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Tabel 20.
Hasil Uji Multikolinearitas Coefficients
a
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 6.583 11.849 .556 .581
Body Image .189 .076 .183 2.478 .017 .984 1.016
Kohesivitas
KTS .859 .076 .835 11.334 .000 .984 1.016
a. Dependent Variable: Penyesuaian
Sosial
Berdasarkan hasil penghitungan di atas, dapat diketahui bahwa
nilai variance inflation factor (VIF) kedua variabel bebas, yaitu variabel
body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya adalah 1,016. Hal
tersebut menunjukkan bahwa antarvariabel independen tidak terdapat
persoalan multikolinearitas, karena nilai VIF yang didapat kurang dari 5.
b. Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya penyimpangan asumsi klasik heterosedastisitas, yaitu adanya
ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada
model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi
adalah tidak adanya gejala heteroskedastisitas (Priyatno, 2009).
Metode pengujian untuk uji heteroskedastisitas pada penelitian ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
menggunakan uji Park, yaitu meregresikan nilai residual (Lnei2)
dengan masing-masing variabel independen (LnX1 dan LnX2). Kriteria
pengujian adalah sebagai berikut:
1. Ho : tidak ada gejala heteroskedastisitas
2. Ha : ada gejala heteroskedastisitas
3. Ho diterima apabila –t tabel t hitung t tabel yang berarti tidak
terdapat heteroskedastisitas dan Ho ditolak apabila t hitung t tabel
atau –t hitung –t tabel, yang berarti terdapat heteroskedastisitas.
Tabel 21.
Hasil Uji Heteroskedastisitas antara Penyesuaian Sosial
dengan Body Image
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.368 13.338 .178 .860
lnx1
-.035 2.954 -.002 -.012 .991
a. Dependent Variable: lnei2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Tabel 22.
Hasil Uji Heteroskedastisitas antara Penyesuaian Sosial dengan
Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya Coefficients
a
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -26.007 21.272 -1.223 .228
lnx2
5.736 4.323 .196 1.327 .191
a. Dependent Variable: lnei2
Hasil penghitungan di atas menunjukkan bahwa nilai t hitung
adalah -0,012 dan 1,327. Nilai t tabel dapat dicari dengan df = n – 2 atau
df = 46 – 2 = 44 pada pengujian dua sisi (signifikansi 0,025), didapat
nilai tabel sebesar 2,015. Karena t hitung (-0,012 dan 1,327) berada pada
–t tabel t hitung t tabel, sehingga -2,015 -0,012 dan 1,327 2,015
maka Ho diterima, artinya pengujian antara Lnei2 dengan LnX1 dan
Lnei2 dengan LnX2 tidak ada gejala heteroskedastisitas. Berdasarkan
penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan masalah
heteroskedastisitas pada model regresi dalam penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
c. Uji otokorelasi
Uji otokorelasi digunakan untuk mendeteksi apakah variabel
dependen tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri, baik nilai periode
sebelumnya atau nilai periode sesudahnya. Prasyarat yang harus terpenuhi
adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi. Pengujian
otokorelasi dalam penelitian ini menggunakan uji DW (Durbin-Watson).
Cara membaca hasil analisis yaitu dengan kriteria pengambilan jika nilai
DW = 2, maka tidak terjadi otokorelasi sempurna sebagai rule of tumb
(aturan ringkas). Jika nilai DW diantara 1,5 sampai dengan 2,5 maka data
tidak mengalami otokorelasi. Apabila nilai DW 1,5 disebut memiliki
otokorelasi positif, dan apabila nilai DW 2,5 sampai dengan 4 disebut
otokorelasi negatif (Priyatno, 2009).
Tabel 23.
Hasil Uji Otokorelasi Model Summary
b
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .878a .770 .759 6.55728 2.261
a. Predictors: (Constant), Kohesivitas KTS, Body Image
b. Dependent Variable: Penyesuaian Sosial
Hasil penghitungan menunjukkan bahwa nilai DW sebesar 2,216.
Hasil tersebut menjelaskan bahwa tidak terdapat masalah otokorelasi
dalam penelitian ini, karena nilai DW sebesar 2,216 berada diantara 1,5
sampai dengan 2,5 maka data tidak mengalami otokorelasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
3. Uji hipotesis
Setelah dilakukan uji asumsi dasar dan uji asumsi klasik, langkah
selanjutnya adalah melakukan penghitungan untuk menguji hipotesisi yang
diajukan dengan teknik analisis regresi linear berganda atau analisis dua
prediktor. Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan F-test yang bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara variabel independen terhadap variabel
dependen secara simultan (bersama-sama).
Hasil F-test menunjukkan variabel independen secara bersama-sama
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen jika nilai p-value
(pada kolom Sig.) lebih kecil dari level of significant yang ditentukan,
yaitu taraf signifikansi 0,05 atau nilai F hitung (pada kolom F) lebih besar
dari nilai F tabel. Signifikan berarti hubungan yang terjadi dapat berlaku
untuk populasi, atau dengan kata lain dapat digeneralisasikan. Hasil F-test
dari output program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi
16 dapat dilihat pada tabel Anova.
Nilai koefisien korelasi ganda (R) pada Model Summary digunakan
untuk mengetahui hubungan antara dua variabel independen terhadap variabel
dependen secara serentak. Koefisien ini menunjukkan seberapa besar
hubungan yang terjadi antara variabel independen (X1 dan X2) secara
serentak terhadap variabel dependen (Y).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Nilai R berkisar antara 0 sampai dengan 1. Apabila nilai R semakin
mendekati 1 berarti hubungan yang terjadi semakin kuat, sebaliknya apabila
nilai r semakin mendekati 0 maka hubungan yang terjadi semakin lemah
(Priyatno, 2009). Pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi
ganda, adalah sebagai berikut:
Tabel 24.
Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi Ganda (R)
No. Interval Nilai R Interpretasi
1. 0,000 – 0,199 Sangat Rendah
2. 0,200 – 0,399 Rendah
3. 0,400 – 0,599 Sedang
4. 0,600 – 0,799 Kuat
5. 0,800 – 1,000 Sangat Kuat
Pada Model Summary juga didapatkan nilai koefisien determinasi (R2)
untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel independen (X1
dan X2) secara serentak terhadap variabel dependen (Y). apabila nilai R2
sama dengan 0, maka tidak ada sedikitpun persentase sumbangan pengaruh
yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen, sebaliknya
apabila nilai R2 sama dengan 1, maka persentase sumbangan pengaruh yang
diberikan variabel independen terhadap variabel dependen adalah sempurna.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Tabel 25.
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
ANOVAb
Model
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 6193.698 2 3096.849 72.023 .000a
Residual 1848.911 43 42.998
Total 8042.609 45
a. Predictors: (Constant), Kohesivitas KTS, Body Image
b. Dependent Variable: Penyesuaian Sosial
Tabel 26.
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .878a .770 .759 6.55728
a. Predictors: (Constant), Kohesivitas KTS, Body Image
b. Dependent Variable: Penyesuaian Sosial
Berdasarkan hasil penghitungan di atas, didapatkan nilai p-value (pada
kolom Sig.) sebesar 0,000 dari nilai taraf signifikansi 0,05 sedangkan nilai
F hitung sebesar 72,023 dari nilai F tabel sebesar 3,124. Hal ini berarti
bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu
terdapat hubungan yang signifikan antara body image dan kohesivitas
kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Nilai koefisien korelasi ganda (R) yang dihasilkan sebesar 0,878
menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang sangat kuat antara body image
dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial. Hasil
penghitungan tersebut juga menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2).
Nilai ini digunakan untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh
variabel independen (X1 dan X2) secara serentak terhadap variabel dependen
(Y). Nilai R2
(R Square) sebesar 0,770 atau 77%, yang berari bahwa
persentase sumbangan pengaruh variabel independen yakni body image dan
kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap variabel dependen yakni
penyesuaian sosial sebesar 77%. Sisanya sebesar 23% dipengaruhi atau
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.
4. Sumbangan relatif dan sumbangan efektif
Sumbangan relatif dan sumbangan efektif memberikan informasi
tentang besarnya sumbangan pengaruh masing-masing variabel independen
atau prediktor terhadap variabel dependen dalam model regresi. Perbedaan
antara sumbangan relatif dengan sumbangan efektif yaitu sumbangan relatif
menunjukkan ukuran besarnya sumbangan suatu variabel independen
terhadap junlah kuadrat regresi, sedangkan sumbangan efektif menunjukkan
besarnya sumbangan suatu variabel independen terhadap keseluruhan
efektifitas garis regresi yang digunakan sebagai dasar prediksi. Hasil
penghitungan menunjukkan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
a. Sumbangan relatif body image terhadap penyesuaian sosial sebesar 6,84%
dan sumbangan relatif kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap
penyesuaian sosial sebesar 93,16%.
b. Sumbangan efektif body image terhadap penyesuaian sosial sebesar
5,2668% dan sumbangan efektif kohesivitas kelompok teman sebaya
terhadap penyesuaian sosial sebesar 71,7332%. Total sumbangan efektif
body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap
penyesuaian sosial ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (R2)
sebesar 0,770 atau 77%.
5. Uji korelasi
Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui besarnya korelasi
antarvariabel dan untuk menguji keeratan (kekuatan) hubungan antara dua
variabel (Priyatno, 2009). Keeratan hubungan dinyatakan dalam bentuk
koefisien korelasi (r). Pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien
korelasi ganda, adalah sebagai berikut:
Tabel 27.
Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi (r)
No. Interval Koefisien
Korelasi (r) Interpretasi
1. 0,000 – 0,199 Sangat Rendah
2. 0,200 – 0,399 Rendah
3. 0,400 – 0,599 Sedang
4. 0,600 – 0,799 Kuat
5. 0,800 – 1,000 Sangat Kuat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Tabel 28.
Korelasi Tiap-Tiap Variabel Bebas dengan Variabel Tergantung Correlations
Penyesuaian
Sosial
Body
Image
Kohesivitas
KTS
Penyesuaian Sosial Pearson Correlation 1 .289 .859**
Sig. (2-tailed) .052 .000
N 46 46 46
Body Image Pearson Correlation .289 1 .127
Sig. (2-tailed) .052 .400
N 46 46 46
Kohesivitas KTS Pearson Correlation .859** .127 1
Sig. (2-tailed) .000 .400
N 46 46 46
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan penghitungan didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Nilai korelasi antara body image dengan penyesuaian sosial adalah sebesar
0,289 dengan tingkat signifikansi p = 0,052 (p 0,05) menunjukkan
hubungan yang kurang signifikan artinya ada hubungan yang rendah
antara body image dengan penyesuaian sosial. Arah hubungan yang
terjadi adalah positif, karena nilai r positif, artinya semakin tinggi body
image maka akan semakin meningkatkan penyesuaian sosial.
b. Nilai korelasi antara kohesivitas kelompok teman sebaya dengan
penyesuaian sosial sebesar 0,859 dengan tingkat signifikansi p = 0,000 (p
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
0,05) menunjukkan hubungan yang signifikan artinya ada hubungan
yang sangat kuat antara kohesivitas kelompok teman sebaya dengan
penyesuaian sosial. Arah hubungan yang terjadi adalah positif, karena
nilai r positif, artinya semakin tinggi kohesivitas kelompok teman sebaya
maka akan semakin meningkatkan penyesuaian sosial.
6. Analisis deskriptif
Analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum
mengenai kondisi body image, kohesivitas kelompok teman sebaya, dan
penyesuaian sosial pada subjek yang diteliti.
Tabel 29.
Deskripsi Data Empirik
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation
Penyesuaian Sosial 46 123.00 178.00 1.4217E2 13.36879
Body Image 46 68.00 124.00 92.0217 12.91079
Kohesivitas KTS 46 114.00 171.00 1.3757E2 13.00026
Valid N (listwise) 46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Tabel 30.
Deskripsi Data Penelitian
Skala Jml
Sbjk
Data
Hipotetik M SD
Data
Empirik M
SD Skor
Min
Skor
Maks
Skor
Min
Skor
Maks
PS 46 45 180 112,5 22,5 123 178 142,1739 13,36879
BI 46 44 132 82,5 16,5 68 124 137,5652 12,91079
Koh
KTS
46 33 176 110 22 114 171 92,0217 13,00026
Keterangan:
Jml Sbjk : Jumlah Subjek
Min : Minimal
Maks : Maksimal
M : Rerata
SD : Standar Deviasi
a. Kategorisasi tingkat penyesuaian sosial berdasarkan nilai subjek
Skala penyesuaian sosial akan dikategorikan untuk mengetahui tinggi
rendahnya nilai subjek. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan
mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal,
sehingga skor hipotetik didistribusi menurut model normal (Azwar, 2003).
Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 45 x 1 = 45 dan skor maksimal
yang dapat diperoleh subjek adalah 45 x 4 = 180. Maka jarak sebarannya
adalah 180 – 45 = 135 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 135 : 6 =
22,5 sedangkan rerata hipotetiknya adalah 45 x 2,5 = 112,5. Apabila subjek
digolongkan dalam lima kategorisasi, maka akan didapat kategorisasi serta
distribusi skor subjek seperti pada tabel 31.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
Tabel 31.
Kriteria Kategori Skala Penyesuaian Sosial dan Distribusi Skor Subjek
Standar Deviasi Skor Kategorisasi
Subjek
Rerata
Empirik Frek
(∑N) Persentase
(MH-3SD) X (MH-1,8SD) 45 X 72 Sangat
Rendah _ _
(MH-1,8SD) X (MH-0,6SD) 72 X 99 Rendah _ _
(MH-0,6SD) X (MH+0,6SD) 99 X 126 Sedang 2 4,35
(MH+0,6SD) X (MH+1,8SD) 126 X 153 Tinggi 33 71,74 142,1739
(MH+1,8SD) X (MH+3SD) 153 X 180 Sangat Tinggi 11 23,91
Jumlah 46 100
Berdasarkan kategorisasi skala penyesuaian sosial seperti yang terlihat
pada tabel, dapat diketahui bahwa subjek secara umum memiliki tingkat
penyesuaian sosial yang tinggi.
b. Kategorisasi tingkat body image berdasarkan nilai subjek
Skala body image akan dikategorikan untuk mengetahui tinggi
rendahnya nilai subjek. Kategorisasi yang dilakukan adalah dengan
mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara normal,
sehingga skor hipotetik didistribusi menurut model normal (Azwar, 2003).
Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 33 x 1 = 33 dan skor maksimal
yang dapat diperoleh subjek adalah 33 x 4 = 132. Maka jarak sebarannya
adalah 132 – 33 = 99 dan setiap satuan deviasi standarnya bernilai 99 : 6 = 16,5
sedangkan rerata hipotetiknya adalah 33 x 2,5 = 82,5. Apabila subjek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
digolongkan dalam lima kategorisasi, maka akan didapat kategorisasi serta
distribusi skor subjek seperti pada tabel 32.
Tabel 32.
Kriteria Kategori Skala Body Image dan Distribusi Skor Subjek
Standar Deviasi Skor Kategorisasi
Subjek
Rerata
Empirik Frek
(∑N) Persentase
(MH-3SD) X (MH-1,8SD) 33 X 52,8 Sangat Rendah
_ _
(MH-1,8SD) X (MH-0,6SD) 52,8 X 72,6 Rendah 2 4,35
(MH-0,6SD) X (MH+0,6SD) 72,6 X 92,4 Sedang 23 50 92,0217
(MH+0,6SD) X (MH+1,8SD) 92,4 X 112,2 Tinggi 18 39,13
(MH+1,8SD) X (MH+3SD) 112,2 X 132 Sangat Tinggi 3 6,52
Jumlah 46 100
Berdasarkan kategorisasi skala body image seperti yang terlihat pada
tabel, dapat diketahui bahwa subjek secara umum memiliki tingkat body
image yang sedang.
c. Kategorisasi tingkat kohesivitas kelompok teman sebaya berdasarkan
nilai subjek
Skala kohesivitas kelompok teman sebaya akan dikategorikan untuk
mengetahui tinggi rendahnya nilai subjek. Kategorisasi yang dilakukan adalah
dengan mengasumsikan bahwa skor populasi subjek terdistribusi secara
normal, sehingga skor hipotetik didistribusi menurut model normal (Azwar,
2003). Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 44 x 1 = 44 dan skor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
maksimal yang dapat diperoleh subjek adalah 44 x 4 = 176. Maka jarak
sebarannya adalah 176 – 44 = 132 dan setiap satuan deviasi standarnya
bernilai 132 : 6 = 22 sedangkan rerata hipotetiknya adalah 44 x 2,5 = 110.
Apabila subjek digolongkan dalam lima kategorisasi, maka akan didapat
kategorisasi serta distribusi skor subjek seperti pada tabel 33.
Tabel 33.
Kriteria Kategori Skala Kohesivitas Kelompok Teman Sebaya dan Distribusi
Skor Subjek
Standar Deviasi Skor Kategorisasi
Subjek
Rerata
Empirik Frek
(∑N) Persentase
(MH-3SD) X (MH-1,8SD) 44 X 70,4 Sangat Rendah
_ _
(MH-1,8SD) X (MH-0,6SD) 70,4 X 96,8 Rendah _ _
(MH-0,6SD) X (MH+0,6SD) 96,8 X 123,2 Sedang 5 10,87
(MH+0,6SD) X (MH+1,8SD) 123,2 X 149,6 Tinggi 33 71,74 137,5652
(MH+1,8SD) X (MH+3SD) 149,6 X 176 Sangat Tinggi 8 17,39
Jumlah 46 100
Berdasarkan kategorisasi skala kohesivitas kelompok teman sebaya seperti
yang terlihat pada tabel, dapat diketahui bahwa subjek secara umum memiliki
tingkat penyesuaian sosial yang tinggi.
C. Pembahasan
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini dapat diterima, yaitu ada hubungan yang signifikan antara body
image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial pada
siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta. Hal tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
berdasarkan hasil output program Statistical Product and Service Solution
(SPSS) versi 16 dengan menggunakan penghitungan analisis regresi linier
berganda, yakni nilai p-value sebesar 0,000 dari nilai taraf signifikansi 0,05
sedangkan nilai F hitung sebesar 72,023 dari nilai F tabel sebesar 3,124 serta
nilai koefisien korelasi ganda (R) yang dihasilkan sebesar 0,878.
Nilai R Square sebesar 0,770 menunjukkan bahwa sumbangan pengaruh
dari body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya secara bersama-sama
terhadap penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program akselerasi di SMP
Negeri 2 Surakarta yaitu sebesar 77%. Nilai R Square yang didapat juga
merupakan hasil penjumlahan dari sumbangan efektif. Sumbangan efektif dari
body image terhadap penyesuaian sosial sebesar 5,2668% sedangkan sumbangan
efektif dari kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap penyesuaian sosial
sebesar 71,7332%. Terlihat bahwa kohesivitas kelompok teman sebaya
memberikan pengaruh yang lebih besar daripada pengaruh yang diberikan body
image terhadap penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program akselerasi di
SMP Negeri 2 Surakarta.
Berdasarkan hasil kategorisasi skala penyesuaian sosial, diketahui bahwa
subjek penelitian memiliki tingkat penyesuaian sosial yang tinggi dengan nilai
mean empirik sebesar 142,1739 berada pada rentang nilai antara 126 – 153. Hal
ini diasumsikan karena subjek telah mengenal lingkungan sekolah dan teman
sebaya selama kurang lebih satu tahun di kelas VII, serta dapat di terima oleh
lingkungan, sehingga penyesuaian sosial dapat terbentuk dengan baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Sesuai dengan pendapat Hurlock (2004) bahwa penyesuaian dikatakan
baik apabila lingkungan di sekitar individu berada, dapat menerima individu
tersebut dengan baik pula. Selain itu, kenyataaan di lapangan menunjukkan bahwa
subjek penelitian yaitu siswa program akselerasi, pada umumnya merupakan
anak-anak yang berada di kelas sosial ekonomi atas atau menengah ke atas,
sehingga kemungkinan besar tidak memiliki permasalahan penyesuaian sosial.
Sebagaimana pendapat yang diungkapkan Zulkifli (2006) bahwa individu dengan
tingkat ekonomi rendah cenderung memilki permasalahan penyesuaian sosial.
Hasil koefisien korelasi antara body image dan penyesuaian sosial yakni
sebesar 0,289 dengan tingkat signifikansi p = 0,052 (p 0,05) menunjukkan
hubungan yang kurang signifikan artinya ada hubungan yang rendah antara body
image dengan penyesuaian sosial. Tingkat body image pada subjek penelitian
termasuk dalam kategori sedang dengan nilai mean empirik sebesar 92,0217
berada pada rentang nilai antara 72,6 – 92,4 artinya sebagian subjek memiliki
body image positif, dan sebagian yang lain memiliki body image negatif.
Meskipun tingkat body image subjek dalam penelitian ini berada dalam kategori
sedang, namun tingkat penyesuaian sosial subjek berada dalam kategori tinggi.
Hal ini kemungkinan disebabkan karena subjek mampu menerima keadaan
diri dan tubuh apa adanya, sehingga subjek memiliki rasa percaya diri yang tinggi.
Kepercayaan diri yang tinggi akan membentuk konsep diri positif yang mampu
mangarahkan individu untuk berpikir optimis dalam pergaulan, mampu
mengekspresikan seluruh potensi dihadapan teman-teman sebaya, sehingga
individu tersebut tidak akan menemukan kesulitan dalam penyesuaian sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Sesuai dengan pendapat Hurlock (2004) bahwa salah satu faktor yang turut
mempengaruhi penyesuaian sosial adalah konsep diri, yaitu cara pandang dan
penilaian individu pada diri sendiri yang akan berpengaruh pada kehidupan sosial
individu, terutama pada proses penyesuaian sosial yang dialami individu tersebut.
Body image adalah bagian dari konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik
(Mappiare, 1982). Pendapat ini dibuktikan melalui hasil dari suatu penelitian yang
dilakukan oleh Ary (2005) yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang
positif dan signifikan antara konsep diri dengan penyesuaian sosial.
Nilai korelasi antara kohesivitas kelompok teman sebaya dengan
penyesuaian sosial sebesar 0,859 dengan tingkat signifikansi p = 0,000 (p 0,05)
menunjukkan hubungan yang signifikan artinya ada hubungan yang sangat kuat
antara kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial. Tingkat
kohesivitas kelompok teman sebaya yang dimiliki subjek termasuk dalam kategori
tinggi, dengan nilai mean empirik sebesar 137,5652 berada pada rentang nilai
antara 123,2 – 149,6 begitu juga dengan tingkat penyesuaian sosial yang diperoleh
subjek dapat digolongkan dalam kategori tinggi.
Hal tersebut membuktikan bahwa individu yang mampu menyesuaikan diri
dalam suatu kelompok sosial, cenderung memiliki penyesuaian sosial yang positif
serta dapat menjalin relasi sosial pada lingkungan yang lebih luas. Sebagaimana
yang dijelaskan oleh Hurlock (2004) bahwa penyesuaian sosial merupakan
kemampuan yang dimiliki individu untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri
terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok pada khususnya.
Individu dengan teman yang sesuai taraf perkembangan dan usia relatif sama,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
mampu melakukan penyesuaian yang baik karena individu tersebut memiliki
peluang yang sama untuk mempelajari berbagai ketrampilan sosial dan
berpartisipasi dalam kelompok. Penelitian yang dilakukan oleh Green dan
Wentzel (dalam Sawitri dkk., 2005) menemukan bahwa ada hubungan positif
antara penerimaan sosial teman sebaya dengan penyesuaian sosial.
Total sumbangan efektif dalam penelitian ini adalah sebesar 77%, sisanya
sebesar 23% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan
dalam penelitian ini. Pada dasarnya, banyak faktor yang turut mempengaruhi
penyesuaian sosial seperti yang diungkapkan oleh Schneiders (1985), antara lain
yakni faktor internal; meliputi emosi, rasa aman, penerimaan diri, ciri pribadi,
inteligensi, jenis kelamin, dan karakteristik individu dalam merespon pengalaman
hidup, serta faktor eksternal; meliputi keluarga, teman sebaya, lingkungan
masyarakat, dan budaya. Selain itu, masih terdapat banyak faktor menurut para
ahli lainnya yang dapat mempengaruhi penyesuaian sosial seorang individu.
Secara umum, hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya dengan
penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII program akselerasi di SMP Negeri 2
Surakarta. Penelitian ini memiliki kelemahan dan keterbatasan, antara lain hanya
dapat digeneralisasikan secara terbatas pada populasi penelitian saja, sedangkan
penerapan penelitian untuk populasi yang lebih luas dengan karakteristik yang
berbeda, memerlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan atau
menambah variabel-variabel lain yang belum disertakan dalam penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Ada hubungan positif yang signifikan antara body image dan kohesivitas
kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial pada siswa kelas VIII
program akselerasi di SMP Negeri 2 Surakarta. Hal ini dibuktikan dengan hasil
analisis regresi linier berganda, yaitu diperoleh nilai p-value sebesar 0,000
dari nilai taraf signifikansi 0,05 sedangkan nilai F hitung sebesar 72,023 dari
nilai F tabel sebesar 3,124 serta nilai koefisien korelasi ganda (R) yang
dihasilkan sebesar 0,878.
2. Sumbangan relatif body image terhadap penyesuaian sosial sebesar 6,84% dan
sumbangan relatif kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap penyesuaian
sosial sebesar 93,16%. Sumbangan efektif body image terhadap penyesuaian
sosial sebesar 5,2668% dan sumbangan efektif kohesivitas kelompok teman
sebaya terhadap penyesuaian sosial sebesar 71,7332%. Total sumbangan
efektif body image dan kohesivitas kelompok teman sebaya terhadap
penyesuaian sosial ditunjukkan oleh nilai koefisien dterminasi (R2) sebesar
0,770 atau 77%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
3. Hasil koefisien korelasi antara body image dengan penyesuaian sosial sebesar
0,289 dengan tingkat signifikansi p = 0,052 (p 0,05) menunjukkan hubungan
yang rendah antara body image dengan penyesuaian sosial. Hasil koefisien
korelasi antara kohesivitas kelompok teman sebaya dengan penyesuaian sosial
sebesar 0,859 dengan tingkat signifikansi p = 0,000 (p 0,05) menunjukkan
hubungan yang sangat kuat antara kohesivitas kelompok teman sebaya dengan
penyesuaian sosial.
4. Tingkat penyesuaian sosial pada subjek penelitian termasuk dalam kategori
tinggi (mean = 142,1739), sedangkan tingkat body image pada subjek
penelitian termasuk dalam kategori sedang (mean = 92,0217), serta tingkat
kohesivitas kelompok teman sebaya pada subjek penelitian termasuk dalam
kategori tinggi (mean = 137,5652).
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dikemukakan
saran-saran sebagai berikut:
e. Bagi orang tua
Lingkungan keluarga terutama orang tua memiliki kontribusi besar
dalam pencapaian penyesuaian sosial yang baik bagi anak, dalam penelitian ini
adalah bagi siswa akselerasi. Orang tua diharapkan berupaya membangun
kemampuan penyesuaian sosial siswa akselerasi serta menciptakan lingkungan
psikologis yang dapat mempertahankan terwujudnya penyesuaian sosial yang
baik, yakni dengan memberikan penghargaan kepada siswa akselerasi terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
kerja keras dan prestasi yang telah diraih oleh siswa akselerasi. Orang tua
diharapkan tidak terlalu memberikan penekanan dan tuntutan berlebihan
kepada siswa akselerasi, justru sebaliknya orang tua diharapkan untuk terus
memberikan dukungan dan motivasi kepada siswa akselerasi dalam menjalin
hubungan sosial dengan teman sebaya, masyarakat, dan lingkungan sekitar,
sehingga di samping memiliki prestasi tinggi dalam bidang akademik, siswa
akselerasi juga mampu melakukan penyesuaian sosial yang baik di lingkungan
sekitar.
f. Bagi lembaga pendidikan dan guru
Guru atau pendidik diharapkan dapat mempertahankan atau bahkan
mengembangkan metode pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa
akselerasi dan melakukan evaluasi berkala terhadap kekurangan atau
kelemahan program akselerasi yang telah diterapkan, agar tercapai tujuan
pembelajaran yang lebih sempurna. Guru diharapkan tetap memberikan
pengarahan dan penjelasan kepada siswa akselerasi, karena meskipun memiliki
kapasitas intelektual yang tinggi, namun siswa akselerasi tetap membutuhkan
bimbingan guru dalam proses perkembangan sosial yang sedang dialami.
Melihat pengaruh program akselerasi terhadap aspek perkembangan sosial
siswa berbakat, maka diperlukan pembimbingan dan pendampingan bagi siswa
akselerasi oleh guru bimbingan konseling atau psikolog untuk memberikan
arahan yang berkaitan dengan aspek perkembangan sosial remaja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
Upaya peningkatan penyesuaian sosial bagi siswa akselerasi, dapat
dilakukan oleh pihak sekolah atau lembaga pendidikan dan guru dengan
mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat menyatukan siswa akselerasi
dengan siswa reguler, sehingga proses sosialisasi siswa akselerasi dengan siswa
reguler tetap dapat berlangsung dengan baik. Misalnya kegiatan keagamaan,
pengajian, olahraga bersama, bakti sosial, bazaar, ajang kreativitas dan bakat,
perlombaan majalah dinding, pentas seni, dan lain sebagainya.
Belajar bergaul dan menyesuaikan diri dengan teman sebaya merupakan
suatu usaha untuk membangkitkan rasa sosial atau usaha memperoleh nilai-
nilai sosial. Sehubungan dengan usaha kearah itu, pihak sekolah atau lembaga
pendidikan hendaknya secara eksplisit ikut menanamkan paham rasa sosial
yang demokratis. Guru memegang peranan penting dalam memahami
kehidupan sosial siswa baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat luas.
Berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, guru diharapkan dapat membantu
siswa yang mempunyai kesulitan dalam pergaulan dengan teman sebaya
ataupun kesulitan dalam penyesuaian sosial lainnya.
g. Bagi siswa
Siswa akselerasi diharapkan mampu meningkatkan rasa percaya diri
yang tinggi, menerima keadaan tubuh dan fisik secara positif, serta
mengembangkan body image positif agar mampu mempertahankan hubungan
persahabatan yang erat dengan kelompok teman sebaya, sehingga dapat
melakukan penyesuaian sosial dengan baik di lingkungan masyarakat yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
lebih luas. Siswa akselerasi dapat mempertahankan penyesuaian sosial yang
baik dengan banyak mengikuti kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di sekolah
ataupun kegiatan sosial lainya di lingkungan rumah.
h. Bagi peneliti lain
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk lebih menyempurnakan
penelitian ini. Penelitian ini hanya meninjau sebagian hubungan saja, sehingga
bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk mengadakan penelitian sejenis
atau penelitian dengan topik yang sama, diharapkan dapat memperhatikan
faktor-faktor lain yang mempengaruhi penyesuaian sosial, seperti kondisi fisik,
pola asuh, perkembangan, kematangan intelektual, sosial, moral, serta emosi.
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperluas populasi dan
memperbanyak sampel, agar ruang lingkup dan generalisasi penelitian menjadi
lebih luas, serta mampu mencapai proporsi yang seimbang, sehingga
kesimpulan yang diperoleh akan lebih komprehensif. Penelitian berulang-ulang
disertai perubahan dan penyempurnaan dalam teknik pengukuran, pemakaian
alat ukur, prosedur penelitian, maupun perluasan ruang lingkup populasi
penelitian, diharapkan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih baik.