HUBUNGAN ANTARA KEAKTIFAN KADER …eprints.uns.ac.id/4197/1/154012108201006021.pdfHUBUNGAN ANTARA...

67
HUBUNGAN ANTARA KEAKTIFAN KADER KESEHATAN DENGAN PENGEMBANGAN PROGRAM DESA SIAGA DI KECAMATAN MASARAN KABUPATEN SRAGEN KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Oleh: Arva Rochmawati R 0106017 PROGRAM STUDI D IV KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Transcript of HUBUNGAN ANTARA KEAKTIFAN KADER …eprints.uns.ac.id/4197/1/154012108201006021.pdfHUBUNGAN ANTARA...

HUBUNGAN ANTARA KEAKTIFAN KADER KESEHATAN

DENGAN PENGEMBANGAN PROGRAM DESA SIAGA

DI KECAMATAN MASARAN KABUPATEN SRAGEN

KARYA TULIS ILMIAH

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Oleh:

Arva Rochmawati

R 0106017

PROGRAM STUDI D IV KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

HUBUNGAN ANTARA KEAKTIFAN KADER KESEHATAN DENGAN

PENGEMBANGAN PROGRAM DESA SIAGA DI KECAMATAN

MASARAN KABUPATEN SRAGEN

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Oleh :

Arva Rochmawati

R0106017

Telah disetujui oleh Pembimbing untuk diujikan di Hadapan Tim Penguji

Pada Tanggal 21 Juli 2010

Pembimbing I

Ropitasari, S.SiT, M.Kes

Pembimbing II

Anik Lestari, dr., M.Kes

NIP. 19680805 200112 2 001

Ketua Tim Karya Tulis Ilmiah

Moch. Arif Tq, dr., MS., PHK.

NIP. 19500913 198003 1 002

iii

Selasa

HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN ANTARA KEAKTIFAN KADER KESEHATAN DENGAN

PENGEMBANGAN PROGRAM DESA SIAGA DI KECAMATAN

MASARAN KABUPATEN SRAGEN

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Oleh :

Arva Rochmawati

R0106017

Telah dipertahankan dan disetujui di hadapan Tim Validasi Karya Tulis Ilmiah

Mahasiswa D IV Kebidanan Fakultas Kedokteran UNS

Pada Hari Jum’at, 30 Juli 2010

Pembimbing I

Ropitasari, S.SiT, M.Kes

Pembimbing II

Anik Lestari, dr., M.Kes

NIP. 19680805 200112 2 001

Penguji

Putu Suriyasa, dr., MS., PKK., Sp.Ok

NIP. 19481105 198111 1 001

Ketua Tim Karya Tulis Ilmiah

Moch. Arif Tq, dr., MS., PHK.

NIP. 19500913 198003 1 002

Mengesahkan,

Ketua Program Studi DIV Kebidanan Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret

H. Tri Budi Wiryanto, dr, Sp.OG (K)

NIP. 19510421 198011 1 002

iv

iv

ABSTRAK

Arva Rochmawati. R0106017. 2010. Hubungan antara Keaktifan Kader

Kesehatan dengan Pengembangan Program Desa Siaga di Kecamatan

Masaran Kabupaten Sragen. Program Studi DIV Kebidanan Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Latar Belakang : Kegiatan desa siaga pada seluruh kota atau kabupaten di

Indonesia, mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang mentargetkan

80 % desa siaga telah aktif pada tahun 2015. Kabupaten Sragen mempunyai 20

kecamatan dan 208 desa. 80 desa diantaranya sudah menjadi desa siaga (38,5 %),

salah satunya yaitu di kecamatan Masaran. Angka Kematian Ibu di Masaran telah

mencapai 0/ 100.000 kelahiran hidup. Hal tersebut mendorong kecamatan

Masaran untuk memelihara dan meningkatkan program desa siaga. Pelaksanaan

pengembangan program desa siaga memerlukan kerjasama beberapa pihak terkait,

salah satunya yaitu kader kesehatan.

Tujuan Penelitian : untuk mengetahui adanya hubungan antara keaktifan kader

kesehatan dengan pengembangan program desa siaga.

Metode Penelitan : Observasional analitik dengan pendekatan cross sectional,

dengan teknik non random jenis purposive sampling. Subjek penelitian 95 kader

kesehatan yang berada di dua desa yaitu desa Masaran dan desa Krebet dengan

alat ukur kuesioner dan wawancara mendalam, sedangkan lembar observasi diisi

oleh 2 bidan desa, 1 ibu kepala desa, 1 asisten bidan dan data yang diperoleh telah

memenuhi syarat untuk uji analisis statistik Chi-Square.

Hasil Penelitian : Dari 95 responden menunjukkan bahwa total kader kesehatan

yang aktif yaitu 44,20%, 35,80 % diantaranya berada pada desa siaga tahap

purnama. Sedangkan dari 55,80 % kader kesehatan yang tidak aktif, 41,70 %

diantaranya berada di desa siaga tahap pratama. Hasil uji statistik adalah π = 0,000

dengan signifikansi 0,000 (P < 0,05). Berdasarkan hasil wawancara mendalam

menunjukkan ketidakaktifan kader kesehatan dalam menjalankan tugasnya

dikarenakan belum adanya pengelolaan dana sehat di dalam masyarakat.

Kesimpulan : terdapat hubungan yang sangat signifikan antara keaktifan kader

kesehatan dengan pengembangan program desa siaga.

Kata Kunci : Keaktifan, Kader Kesehatan, Desa siaga

v

ABSTRACT

Arva Rochmawati. R0106017. 2010. Relationship between Health Cadre

Activity with The Standby Village Program Development Mode in Sragen

Regency Masaran District. DIV Midwifery Studies Program of Medical

Faculty of Sebelas Maret University.

Background: Activity standby village in the whole city or district in Indonesia,

referring to the Minimum Service Standards (MSS), which is targeting 80% of

villages have been active standby in 2015. Sragen Regency has 20 districts and

208 villages. 80 villages including the village has become the standby (38.5%),

one of them is in the district Masaran. Maternal Mortality in Masaran has reached

0 / 100 000 live births. It is encouraging districts to maintain and enhance

Masaran alert village program. Implementation of development cooperation

programs require standby village several related parties, one of the health cadres.

Objective: to investigate the relationship between the liveliness of health cadres

in the village of program development mode.

Research Method: Observational cross sectional analytic approach, with non

random type of purposive sampling. Research subjects were 95 health cadres in

two villages, Masaran village and Krebet village with questionnaire measuring

devices and in-depth interviews, while the observation sheets filled out by two

midwives, one mother village chief, one assistant midwife and the data obtained

are qualified to test Chi-Square statistical analysis.

Results: the 95 respondents indicated that the total health of an active cadre of

44.20%, 35.80% of whom are on standby village full moon phase. While 55.80%

of the health cadres who are not active, 41.70% of them are in pratama stage

standby village. The statistical result is π = 0.000 with significance of 0.000 (P

<0.05). Based on the results of in-depth interviews showed the inactivity of health

cadres in carrying out their duties due to the unavailability of funds management

in the community healthy.

Conclusion: There was a significant relationship between health cadres activity

with the standby village program development mode.

Keywords: Activity, Health Cadre, Standby Village

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

”...Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat

kepadamu...”

(Q.S. Ibrahim : 7)

”Dua jalan bercabang di hutan dan aku memilih jalan yang jarang dilalui, dan itu

membuat segala sesuatu begitu berbeda karena setiap pilihan mudah hari ini akan

memberikan akibat esok hari”

(NH. Kleinbaum dalam dead poet society)

”Good thoughts are no better than good dreams, unless they be executed”

(Ralph Waldo Emerson)

Ku persembahkan kepada :

1. Allah SWT. pemberi ketajaman hati dan pikiran bagi penulis,

2. Ibu dan Bapak yang penulis cintai, atas segala do’a yang dipanjatkan,

3. Kakak dan adikku yang tersayang (Mbak Fat, Mbak Lekha, De’ Rahman),

4. Sahabat dan sekaligus adik yang tersayang (De’ Desty),

5. Teman-teman DIV Kebidanan FK UNS angkatan 2006

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT atas

segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis yang senantiasa

diberikan nikmat berupa kesehatan, kesempatan, kekuatan lahir dan batin

sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul “Hubungan

antara Keaktifan Kader Kesehatan dengan Pengembangan Program Desa Siaga di

Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen”, untuk memenuhi persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan.

Karya Tulis Ilmiah ini dapat disusun dengan lancar tidak lepas dari

bantuan yang diberikan oleh semua pihak baik secara moril maupun material.

Maka dari itu penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada Bapak/ Ibu :

1. Prof. Dr. H. Syamsul Hadi, dr, Sp. Kj (K), rektor Univesitas Sebelas Maret

Surakarta

2. Prof. Dr. H. A. A. Subijanto, dr, M.S, dekan Fakultas Kedokteran Universitas

Sebelas Maret Surakarta

3. H. Tri Budi Wiryanto, dr, SpOG (K), ketua program studi DIV Kebidanan

Fakultas Kedokteran Univesitas Sebelas Maret Surakarta

4. S. Bambang Widjokongko, dr, PHK, M.Pd Ked, sekretaris program studi DIV

Kebidanan Fakultas Kedokteran Univesitas Sebelas Maret Surakarta

5. Moch. Arief T.Q., dr, MS, PHK, ketua tim Karya Tulis Ilmiah

6. Ropitasari, S.SiT, M.Kes., pembimbing utama yang dengan penuh kesabaran

dalam memberikan bimbingan

viii

7. Anik Lestari, dr., M.Kes., pembimbing pendamping yang sabar dalam

memberikan bimbingan dan dukungan

8. Putu Suriyasa, dr., MS., PKK., Sp.Ok., penguji karya tulis ilmiah penulis

9. Kepala Desa Masaran dan Krebet yang telah memberikan ijin dan

memfasilitasi penulis dalam melakukan penelitian

10. Kedua orang tua penulis yang selalu mendukung secara moril, spiritual dan

materiil bagi penulis

11. Dosen pengajar dan staf program studi DIV Kebidanan Fakultas Kedokteran

Univesitas Sebelas Maret Surakarta

12. Teman – teman Mahasiswa Program Studi D IV Kebidanan Fakultas

Kedokteran Uiversitas Sebelas Maret Surakarta yang selalu bersama dalam

suka maupun duka

13. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

membantu, memberikan semangat dan mendo’akan penulis hingga

terselesaikannya Karya Tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

karya tulis ilmiah ini, maka penulis mengharap kritik dan saran untuk pembuatan

karya sejenis. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Surakarta, Juli 2010

Penulis

ix

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… ....... i

HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………….. .... ii

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….. .... iii

ABSTRAK............................…………………………………………….. ........ iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN................ ………………….. ...................... vi

KATA PENGANTAR....................………………………………………… ... vii

DAFTAR ISI …………....……………………………………... ....................... ix

DAFTAR TABEL …………....……………………………………... .............xii

DAFTAR GAMBAR …………....……………………………………... ....... xiii

DAFTAR LAMPIRAN …………....……………………………………... .... xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………………. .......... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................. ....... 3

C. Tujuan Penelitian .............................................................................. ....... 3

D. Manfaat Penelitian ............................................................................ ....... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Keaktifan Kader Kesehatan....................................................................... 5

1. Kader Kesehatan................................................................................. 5

2. Keaktifan ............................................................................... ............. 6

3. Keaktifan Kader Kesehatan................................................................. 7

B. Desa Siaga ..................................................................... ......................... 8

x

C. Hubungan Antara Keaktifan Kader Kesehatan dengan Pengembangan

Program Desa Siaga ............................................................................. .. 21

D. Kerangka Konsep................................................................................... . 23

E. Hipotesis................................................................................... ............... 23

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian .............................................................................. ...... 24

B. Lokasi dan waktu penelitian ................................................................... 24

C. Populasi Penelitian ............................................................................ ..... 24

D. Sampel dan Teknik Sampling ........................................................... ..... 25

E. Kriteria Restriksi .............................................................................. ...... 26

F. Alat Penelitian ......................................................................... ............... 26

G. Uji Validitas dan Reabilitas Alat Penelitian ........................................... 28

H. Jalannya Penelitian.................................................................................. 30

I. Identifikasi Variabel Penelitian............................................................... 31

J. Definisi Operasional................................................................................ 31

K. Metode Pengambilan Data............................................................... ....... 33

L. Teknik Analisa Data............................................................... ................. 33

BAB IV. HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................... 36

B. Karakteristik Responden ...................................................................... 36

C. Analisis Data ........................................................................................ 39

BAB V. PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden ......................................................................... 41

xi

B. Keaktifan Kader Kesehatan ..................................................................... 43

C. Pengembangan Program Desa Siaga ....................................................... 44

D. Hasil Analisis .......................................................................................... 45

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ............................................................................................. 48

B. Saran ........................................................................................................ 49

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………... 51

LAMPIRAN

xii

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1. Skor Penilaian Keaktifan Kader Kesehatan........................................... 27

Tabel 2. Kisi – Kisi Kuesioner Keaktifan Kader Kesehatan............................... 27

Tabel 3. Indikator Pengembangan Program Desa Siaga .................................... 28

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kader Kesehatan Menurut Usia ........................... 37

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kader Kesehatan Menurut Tingkat Pendidikan.... 37

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Kader Kesehatan Menurut Lama Menjadi Kader

Kesehatan ............................................................................................. 37

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Kader Kesehatan Menurut Keikutsertaan dalam

Pelatihan kader…………………………………………..…............... 38

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Kader Kesehatan Berdasarkan Keaktifan..…..... 38

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Kader Kesehatan Berdasarkan Pengembangan

Program Desa Siaga …………………………………………….….. 39

Tabel 10. Hubungan antara Keaktifan Kader Kesehatan dengan Pengembangan

Program Desa Siaga ………………………………………………… 39

Tabel 11. Lembar Observasi Sampel Desa Siaga ..…......................................... 44

xiii

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1. Kerangka Konsep............................................................. ................. 23

Gambar 2. Skema Jalannya Penelitian ............................................................. .. 31

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal pelaksanaan penelitian Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 2 Lembar permohonan menjadi subjek penelitian

Lampiran 3 Lembar persetujuan menjadi subjek penelitian

Lampiran 4 Lembar Kuesioner

Lampiran 5 Lembar Observasi

Lampiran 6 Blanko Wawancara

Lampiran 7 Hasil Penelitian

Lampiran 8 Pengolahan data statistik

Lampiran 9 Surat permohonan pengambilan data

Lampiran 10 Surat ijin penelitian dan keterangan telah melakukan penelitian

Lampiran 11 SK Desa Siaga Krebet Dan Masaran

Lampiran 12 Lembar konsultasi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan suatu investasi untuk peningkatan

kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam mendukung percepatan

pembangunan nasional (Depkes RI, 2009). Pelayanan kesehatan dasar

menjadi fokus utama upaya bidang kesehatan Indonesia untuk mencapai

target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yaitu Indonesia dapat

menekan angka kematian ibu menjadi 102/ 100.000 kelahiran hidup dan

menekan angka kematian bayi menjadi 15/ 1000 kelahiran hidup. (Depkes RI,

2009)

Tingginya angka kematian di Indonesia, terutama kematian ibu yaitu

sebesar 226/ 100.000 kelahiran hidup, selanjutnya untuk angka kematian bayi

sebesar 26/ 1000 kelahiran hidup (Dinkes Kab. Sragen, 2009). Tingginya

angka kematian tersebut, menunjukkan masih rendahnya kualitas pelayanan

kesehatan di Indonesia.

Departemen kesehatan RI memiliki visi “Masyarakat Yang Mandiri

Untuk Hidup Sehat” dan misi “ Membuat Rakyat Sehat”. Visi dan Misi

DepKes RI tersebut membuat propinsi Jawa Tengah untuk lebih

meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya terutama dalam hal kesehatan,

yaitu untuk membentuk desa siaga sesuai wewenang dan tanggung jawab

masing-masing kota atau kabupaten. Kegiatan desa siaga seluruh kota atau

2

kabupaten di Indonesia, mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM)

yang mentargetkan 80 % desa siaga telah aktif pada tahun 2015 (Menkes RI,

2008). Di Jawa Tengah terdapat 35 kabupaten, salah satunya adalah

kabupaten Sragen. Kabupaten Sragen mempunyai 20 kecamatan dan 208

desa. 80 desa diantaranya sudah menjadi desa siaga (38,5 %), salah satunya

yaitu di kecamatan Masaran. Angka Kematian Ibu (AKI) akibat hamil,

bersalin, dan nifas di kecamatan Masaran pada tahun 2007 mencapai 85/

100.000 kelahiran hidup; tahun 2008 meningkat menjadi 243/ 100.000

kelahiran hidup; dan tahun 2009 menurun menjadi 0/ 100.000 kelahiran hidup

(Dinkes Kab. Sragen, 2009). Sedangkan pada tahun 2010, AKI sementara

yang diperoleh yaitu 0/ 100.000 kelahiran hidup. Keadaan tersebut

mendorong kecamatan Masaran untuk memelihara dan meningkatkan

pelaksanaan program desa siaga. Kecamatan Masaran memiliki 13 desa, 1

diantaranya merupakan Desa Siaga Tahap Purnama. (Dinkes Kab. Sragen,

2010).

Pelaksanaan program-program desa siaga memerlukan kerjasama dari

beberapa pihak terkait diantaranya perangkat desa, tokoh masyarakat, kader

kesehatan, pemuda, LSM, dan seluruh warga masyarakat pada umumnya.

(Syafrudin, Hamidah, 2009). Kader kesehatan merupakan pelaksana program

desa siaga. Kader kesehatan yang aktif melaksanakan tugasnya dengan baik

dapat menjadi salah satu indikator keberhasilan pengembangan program desa

siaga (Syafrudin, Hamidah, 2009). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk

3

mengadakan penelitian tentang hubungan antara keaktifan kader dengan

pengembangan program desa siaga.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah

yang dapat peniliti susun adalah “Apakah ada hubungan antara keaktifan

kader kesehatan dengan pengembangan program desa Siaga?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan keaktifan kader kesehatan dengan

pengembangan program desa siaga di kecamatan Masaran Sragen.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi tingkat keaktifan kader kesehatan pada

pengembangan program desa siaga.

b. Untuk mengidentifikasi kriteria pengembangan program desa siaga.

c. Untuk menganalisis hubungan keaktifan kader kesehatan dengan

pengembangan program desa siaga.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat aplikatif antara lain :

1. Bagi Desa dan Masyarakat, sebagai masukan dalam mengambil langkah

menuju perbaikan dalam pengembangan program desa siaga di Kabupaten

Sragen

4

2. Bagi peneliti, untuk menerapkan/ mengaplikasikan teori yang didapat

selama mengikuti pendidikan.

3. Bagi Profesi Bidan Desa, sebagai masukan terhadap pengembangan

program desa siaga.

4. Bagi Institusi Pendidikan, sebagai bahan wacana pada peneliti selanjutnya

yang akan meneliti tentang desa siaga yang berhubungan dengan keaktifan

kader kesehatan.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keaktifan Kader Kesehatan

1. Kader Kesehatan

Kader kesehatan merupakan perwujudan peran serta aktif

masyarakat dalam pelayanan terpadu yang disebut juga sebagai promotor

kesehatan desa yang dipilih oleh masyarakat setempat secara sukarela

dalam pengembangan kesehatan masyarakat. (Depkes RI, Dinkes Kota

Madiun, 2007; Dinkes Kab. Sragen, 2008; Syafrudin dan Hamidah, 2009).

Prasyarat menjadi seorang kader kesehatan yaitu sanggup bekerja secara

sukarela, mendapat kepercayaan dari masyarakat serta mempunyai

kredibilitas yang baik, memiliki jiwa pengabdian masyarakat, mempunyai

perilaku yang dapat menjadi panutan masyarakat , mampu membaca dan

menulis, dan sanggup membina masyarakat sekitarnya. (Zulkifli, 2003)

Fungsi kader dalam menjalankan perannya sebagai pengembang

program desa siaga yaitu :

a. Membantu tenaga kesehatan dalam pengelolaan program desa siaga

melalui kegiatan UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat)

b. Membantu memantau kegiatan dan evaluasi desa siaga

c. Membantu mengembangkan dan mengelola UKBM serta hal yang

terkait

6

d. Membantu mengidentifikasi dan melaporkan kejadian di masyarakat

yang dapat berdampak pada masyarakat

e. Membantu dalam memberikan pemecahan masalah kesehatan yang

sederhana kepada masyarakat.

(Depkes RI, Dinkes Kota Madiun, 2007; Dinkes Kab. Sragen, 2008;

Syafrudin dan Hamidah, 2009)

2. Keaktifan

Istilah keaktifan mempunyai arti sama dengan aktivitas yaitu

banyak sedikitnya orang yang menyatakan diri, menjelmakan perasaan-

perasaan dan pikiran-pikirannya dalam tindakan yang spontan.

(Suryabrata, 2006). Selain itu, keaktifan dapat berarti suatu kegiatan atau

kesibukan (Depdiknas, 2008).

Terdapat 2 golongan aktivitas yaitu :

a. Golongan yang aktif yaitu golongan yang karena alasan yang lemah

saja telah berbuat, sifat-sifat golongan ini antara lain suka bergerak,

sibuk, riang-gembira, dengan kuat menentang penghalang, mudah

mengerti, praktis, pandangan luas (Sobur, 2003; Suryabrata, 2006).

Selain hal tersebut, indikator aktif secara kualitatif terbagi menjadi 3

ranah yaitu :

1) Pengetahuan (Knowledge) merupakan hal domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang dengan cara

penginderaan.

7

2) Sikap (Attitude) merupakan reaksi positif yang masih tertutup

sebelum tindakan atau adanya kesediaan untuk bertindak.

3) Tindakan (Practice) merupakan tindakan nyata seseorang setelah

mengetahui dan menilai bahwa apa yang telah diterimanya adalah

baik.

(Notoadmodjo, 2007)

b. Golongan yang tidak aktif yaitu golongan yang walaupun ada alasan-

alasan yang kuat belum juga mau bertindak, sifat-sifat golongan ini

antara lain lekas mengalah, lekas putus asa, semua masalah dianggap

berat, tidak praktis, pandangan sempit (Sobur, 2003; Suryabrata,

2006).

3. Keaktifan kader kesehatan

Kader Kesehatan adalah perwujudan peran aktif masyarakat dalam

pelayanan terpadu (DepKes RI, 2007). Keaktifan merupakan suatu

kegiatan atau kesibukan (Dediknas, 2008).

Keaktifan kader kesehatan dapat diasumsikan bahwa kader

kesehatan yang aktif melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan

wewenang dan tanggung jawabnya, maka kader kesehatan tersebut

termasuk dalam kategori yang aktif. Namun, apabila kader kesehatan tidak

mampu melaksanakan tugasnya maka mereka tergolong yang tidak aktif.

Keaktifan kader kesehatan diharapkan akan membantu keberhasilan

program desa siaga (DepKes RI, 2007; Depdiknas, 2008).

8

B. Desa siaga

1. Pengertian Desa Siaga

Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber

daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-

masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri.

Desa yang dimaksud yaitu kelurahan atau nagari atau istilah lain bagi kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, yang berwenang untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-

usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa siaga dikatakan dapat membangun kembali berbagai Upaya

Kesehatan Bersumber-daya Masyarakat (UKBM). Pengembangan desa siaga

merupakan realisasi Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD)

sebagai pendekatan edukatif yang perlu dihidupkan, dipertahankan dan

ditingkatkan kelestariannya.

(Depkes RI, Dinkes Kota Madiun, 2007; Syafrudin dan Hamidah, 2009)

2. Tujuan Desa Siaga

a. Tujuan Utama

Terwujudnya masyarakat desa yang sehat, serta peduli dan

tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya sehingga

tercipta desa sehat, kecamatan sehat, kabupaten sehat, propinsi sehat

dan Indonesia sehat.

9

b. Tujuan Khusus

1) Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang

pentingnya kesehatan

2) Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa

terhadap risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan

kesehatan (bencana, wabah, kegawatdaruratan dan sebagainya).

3) Meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan perilaku

hidup bersih dan sehat

4) Meningkatnya kesehatan lingkungan di desa.

5) Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk

menolong diri sendiri di bidang kesehatan.

6) Meningkatnya kemandirian masyarakat desa dalam pembiayaan

kesehatan.

7) Meningkatnya dukungan dan peran aktif para perangkat kepentingan

dalam rangka mewujudkan kesehatan masyarakat desa.

(DepKes RI, Dinkes Kota Madiun, 2007; Syafrudin dan Hamidah, 2009)

3. Landasan Hukum

UU No. 23 Tahun 1992. Tentang Kesehatan; UU No. 32 Tahun 2004.

Tentang Pemerintahan Daerah; PP No. 25 Tahun 2004. Tentang Otonomi

Daerah; SK Menteri Dalam Negeri Dan Otonomi Daerah No. 9/ 2001

Tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat; SK Menkes No. 564/ 2006.

Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga; Peraturan

Gubernur Jateng No. 90 Tahun 2005 tentang Poskesdes (Pos Kesehatan

10

Desa); Peraturan Gubernur Jateng No. 19 Tahun 2006 tentang akselerasi

restra propinsi Jawa Tengah (Depkes RI, 2007).

4. Sasaran Desa Siaga

Tiga jenis sasaran pengembangan Desa Siaga :

a. Semua individu dan keluarga di desa, yang diharapkan mampu

melaksanakan hidup sehat, serta peduli dan tanggap terhadap

permasalahan kesehatan di wilayah desanya.

b. Pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perilaku individu

dan keluarga/ dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan

perilaku tersebut, seperti tokoh masyarakat, termasuk tokoh agama,

tokoh perempuan dan pemuda, kader desa serta petugas kesehatan.

c. Pihak-pihak yang diharapkan memberikan dukungan kebijakan,

peraturan perundang-undangan, dana, tenaga, sarana, dan lain-lain

seperti Kepala Desa, Camat, para pejabat yang berhubungan dengan

desa siaga, swasta, para donatur, dan pemangku kepentingan lainnya.

(Depkes RI, Dinkes Kota Madiun, 2007; Syafrudin dan Hamidah, 2009)

5. Standar Pelayanan Minimal Desa Siaga

Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan ketetapan

pemerintahan dibidang kesehatan, yang menjadi acuan kinerja pelayanan

kesehatan yang diselengarakan daerah kabupaten/ kota. Hal tersebut

tercantum pada Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2005 tentang Pedoman

Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal khususnya di

11

bidang kesehatan. Pada SPM tahun 2010-2015, target kinerja Desa Siaga

diharapkan mencapai 80 % yang aktif (Menkes RI., 2008).

6. Pengembangan Program Desa Siaga

Pengembangan program desa siaga dilakukan dengan

memperhatikan dan mempertimbangkan keadaan desa yang akan

dikembangkan. Desa yang pernah dikembangkan dengan pendekatan

(misalnya : Siap-Antar-Jaga) atau pengembangan UKBM seperti posyandu

atau pengembangan usaha kecil dan menengah dikembangkan lebih lanjut

menjadi desa siaga.

Pengembangan desa siaga juga dapat dimulai dengan merevitalisasi

UKBM yang ada (misalnya revitalisasi posyandu, polindes), untuk

mewujudkan pemerataan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat.

Berbagai alternatif titik awal (starting point) untuk mengembangkan

desa-desa menjadi desa siaga, yaitu Desa harus siap-antar-jaga; Desa

dengan Pos Kesehatan Desa; Desa dengan Posyandu; Desa bina program-

program kesehatan lainnya; Desa bina sektor-sektor non kesehatan,

termasuk bina LSM (Depkes RI, Dinkes Kota Madiun, 2007; Syafrudin

dan Hamidah, 2009).

7. Kriteria Desa Siaga

Sebuah desa telah menjadi Desa Siaga apabila desa tersebut telah

memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes).

Kriteria desa siaga adalah memiliki sarana pelayanan kesehatan

dasar bagi yang tidak memiliki akses ke Puskesmas/ Puskesmas pembantu

12

(Pustu), dikembangkan Poskesdes; memiliki berbagai UKBM sesuai

dengan kebutuhan masyarakat setempat (Posyandu, Pos/ Warung obat

desa, dll.); memiliki sistem pengamatan (surveilans) penyakit dan faktor-

faktor risiko yang berbasis masyarakat; memiliki sistem kesiapsiagaan dan

penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana berbasis masyarakat;

memiliki sistem pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat; memiliki

lingkungan yang sehat; masyarakat yang sadar gizi; masyarakat yang

berperilaku hidup bersih dan sehat.

Adapun penjelasan untuk masing-masing kriteria tersebut diatas

adalah sebagai berikut :

a. Pos Kesehatan Desa (Poskesdes)

Sarana kesehatan yang dibentuk di desa yang tidak memiliki

akses ke Puskesmas/ Pustu. Dalam rangka menyediakan/ mendekatkan

pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa.

b. Usaha Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM)

UKBM merupakan wahana pemberdayaan masyarakat, yang

dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat dikelola oleh, dari, untuk

dan bersama masyarakat, dengan bimbingan petugas Puskesmas, lintas

sektor dan lembaga terkait. UKBM dapat berupa antara lain :

1) Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

Posyandu merupakan salah satu UKBM yang dikelola dan

diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat.

Posyandu berguna memberikan kemudahan kepada masyarakat,

13

terutama dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk

menunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan

Angka Kematian Bayi (AKB).

2) Pos Pelayanan Terpadu Usia Lanjut (Posyandu Usila)

Posyandu Usila merupakan wahana pelayanan bagi kaum

Usia Lanjut (Usila), yang dilakukan dari, oleh, dan untuk kaum

Usila. Titik berat pelayanannya pada upaya promotif dan preventif

tanpa menghasilkan upaya kuratif dan rehabilitatif.

3) Pos Kesehatan Desa (Poskesdes)

Poskesdes adalah salah satu UKBM yang dibentuk dalam

upaya mendekatkan dan memudahkan masyarakat untuk

memperoleh pelayanan profesional Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

serta Keluarga Berencana (KB), yang dikelola oleh Bidan di Desa

(BDD) dan pamong desa.

4) Pos Obat Desa (POD) atau Warung Obat Desa (WOD)

POD atau WOD adalah wahana edukasi dalam rangka alih

pengetahuan dan ketrampilan tentang obat dan pengobatan

sederhana dari petugas kepada kader dan dari kader kepada

masyarakat, untuk memberikan kemudahan dalam memperoleh

obat yang bermutu dan terjangkau.

14

c. Surveilans Berbasis Masyarakat

Pemantauan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap masalah-

masalah di desa. Pemantauan ini dilakukan dengan pengumpulan data,

pengolahan dan interprestasi data secara sistematis dan terus-menerus.

d. Kesiapsiagaan dan Penanggulangan Kegawatdaruratan dan Bencana

Berbasis Masyarakat

Upaya yang dilakukan masyarakat untuk mengantisipasi

terjadinya kegawatdaruratan sehari-hari dan bencana, melalui langkah-

langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

e. Pembiayaan Kesehatan Berbasis Masyarakat

Secara umum terdapat dua bentuk sumber pendanaan dari

masyarakat yang dapat digali untuk digunakan dalam peningkatan

upaya kesehatan, yaitu dana masyarakat yang bersifat aktif dan dana

masyarakat yang bersifat pasif.

1) Dana Masyarakat yang Bersifat Aktif

Dana masyarakat yang bersifat aktif adalah dana yang secara

khusus digali atau dikumpulkan oleh masyarakat yang digunakan

untuk membiayai upaya kesehatan dan sering disebut dengan dana

sehat.

2) Dana Masyarakat yang Bersifat Pasif

Dana masyarakat yang bersifat pasif adalah pemanfaatan dana yang

sudah ada di masyarakat untuk membiayai upaya kesehatan.

15

f. Lingkungan Sehat

Pengembangan lingkungan sehat di desa diarahkan kepada

terciptanya lingkungan yang tertata dengan baik, bebas dari

pencemaran, sehingga menjamin warga/ masyarakat.

g. Pengembangan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)

Pengembangan keluarga yang berperilaku gizi seimbang serta

mampu mengenali dan mengatasi masalah gizi anggota keluarganya.

h. PHBS

Sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran

sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang atau keluarga

dapat menolong diri sendiri dibidang kesehatan dan berperan serta

dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya.

(Depkes RI, Dinkes Kota Madiun, 2007; Syafrudin dan Hamidah, 2009)

8. Tahapan Pengembangan Program Desa Siaga

Pengembangan program desa siaga dilaksanakan secara bertahap,

berkaitan dengan hal tersebut maka ditetapkan adanya empat kriteria

tingkatan desa siaga yaitu :

a. Kriteria Desa Siaga Pratama (Tahap Bina) yaitu memiliki sarana

pelayanan kesehatan dasar (bagi yang tidak memiliki akses ke

Puskesmas/ Pustu), dikembangkan Pos Kesehatan Desa; memiliki

UKBM sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (Posyandu/ Pos

Warung Obat Desa); memiliki sistem pengamatan (surveilans)

penyakit dan faktor-faktor risiko yang berbasis masyarakat.

16

b. Kriteria Desa Siaga Madya (Tahap Tumbuh) yaitu memiliki sarana

pelayanan kesehatan dasar (bagi yang tidak memiliki akses ke

Puskesmas/ Pustu), dikembangkan Pos Kesehatan Desa); memiliki

UKBM sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (Posyandu/ Pos

Warung Obat Desa); memiliki sistem pengamatan (surveilans)

penyakit dan faktor-faktor risiko yang berbasis masyarakat; memiliki

sistem kesiapsiagaan dan penaggulangan kegawatdaruratan dan

bencana berbasis masyarakat.

c. Kriteria Desa Siaga Purnama (Tahap Kembang) yaitu memiliki sarana

pelayanan kesehatan dasar (bagi yang tidak memiliki akses ke

Puskesmas/ Pustu), dikembangkan Pos Kesehatan Desa); memiliki

UKBM sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (Posyandu/ Pos

Warung Obat Desa); memiliki sistem pengamatan (surveilans)

penyakit dan faktor-faktor resiko yang berbasis masyarakat; memiliki

sistem kesiapsiagaan dan penaggulangan kegawatdaruratan dan

bencana berbasis masyarakat; memiliki sistem pembiayaan kesehatan

berbasis masyarakat.

d. Kriteria Desa Siaga Mandiri (Tahap Paripurna) yaitu memiliki sarana

pelayanan kesehatan dasar (bagi yang tidak memiliki akses ke

Puskesmas/ Pustu), dikembangkan Pos Kesehatan Desa); memiliki

UKBM sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (Posyandu/ Pos

Warung Obat Desa); memiliki sistem pengamatan (surveilans)

penyakit dan faktor-faktor risiko yang berbasis masyarakat; memiliki

17

sistem kesiapsiagaan dan penaggulangan kegawatdaruratan dan

bencana berbasis masyarakat; memiliki sistem pembiayaan kesehatan

berbasis masyarakat; memiliki lingkungan yang sehat; masyarakatnya

sadar gizi serta berperilaku hidup bersih dan sehat.

(Depkes RI, Dinkes Kota Madiun, 2007; Syafrudin dan Hamidah, 2009)

9. Langkah-langkah Desa Siaga

Pengembangan desa siaga dilaksanakan dengan membantu/

memfasilitasi masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran melalui

siklus pemecahan masalah yang terorganisasi (pengorganisasian

masyarakat), yaitu dengan tahap-tahap:

a. Mengidentifikasi masalah, penyebab masalah dan sumber daya yang

dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah.

b. Mendiagnosis masalah dan merumuskan alternatif-alternatif

pemecahan masalah

c. Menetapkan alternatif pemecahan masalah yang layak, merencanakan

dan melaksanakannya.

d. Memantau, mengevaluasi dan membina kelestarian upaya-upaya yang

telah dilakukan.

Langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh di Desa Siaga adalah

pengembangan tim petugas kesehatan; pengembangan tim di masyarakat;

Survei Mawas Diri (SMD); Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)

(DepKes RI, Dinkes Kota Madiun, 2007; Dinkes Kab. Sragen, 2008;

Syafrudin dan Hamidah, 2009)

18

10. Peran Pejabat Pemerintah dan Tokoh Masyarakat

Para pejabat pemerintah, pejabat lintas sektoral, unsur-unsur

organisasi/ ikatan profesi, pemuka masyarakat, tokoh agama, PKK, LSM,

dunia usaha swasta dan lain-lain, diharapkan berperan aktif juga disemua

tingkat administrasi.

a. Di Tingkat Desa

Lurah/ Kepala Desa atau sebutan lain; tim penggerak PKK; tokoh

masyarakat/ konsil kesehatan (apabila telah terbentuk); organisasi

kemasyarakatan/ LSM/ DUNIA USAHA/ SWASTA

b. Semua pihak yang mempunyai pengaruh terhadap pembentukan

perilaku individu dan keluarga (kader kesehatan, karang taruna, tokoh

masyarakat, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), BPD (Badan

Perwakilan Desa), LP2MPD/ LKMD (Lembaga Ketahanan

Masyarakat Desa), TP PKK (Tim Penggerak Pemberdayaan dan

Kesejahteraan keluarga)).

1) Kader Kesehatan adalah perwujudan peran aktif masyarakat dalam

pelayanan terpadu

2) Karang Taruna adalah organisasi kepemudaan yang menaungi

kegiatan warga dan diakui oleh pemerintah.

3) Tokoh Masyarakat adalah orang-orang yang dihormati dan disegani

dalam kelompoknya karena aktivitas dalam kelompoknya serta

kecakapan dan sifat-sifat yang dimilikinya.

19

4) LSM adalah lembaga-lembaga diluar sektor maupun bisnis swasta

yang bergerak dalam aktivitas pembangunan atau pembelaan

kepentingan umum dan menekankan perencanaan pola-pola

alternatif serta pemberdayaan masyarakat.

5) BPD adalah badan yang mempunyai fungsi mengayomi adat-

istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan menyalurkan

aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan pemerintahan

desa.

6) LP2MPD/ LKMD adalah wadah yang dibentuk atas prakarsa

masyarakat, sebagai mitra pemerintah desa dan pemerintahan

kelurahan untuk menampung dan mewujudkan aspirasi dan

kebutuhan masyarakat dibidang pembangunan.

7) TP PKK adalah mitra kerja pemerintah yang organisasi

kemasyarakatannya berfungsi sebagai fasilitator, perencana,

pelaksana, pengendali, dan penggerak pada masing-masing jenjang

untuk terlaksananya program PKK.

(DepKes RI, Dinkes Kota Madiun, 2007; Syafrudin dan Hamidah, 2009)

11. Indikator Keberhasilan Desa Siaga

Keberhasilan merupakan perihal (keadaan) yang mendapatkan hasil

(tercapai segala usahanya) (Depdiknas, 2008). Keberhasilan

pengembangan desa siaga dapat dilihat dari empat kelompok indikator

yaitu;

a. Indikator masukan (in put)

20

Indikator masukan adalah indikator untuk mengukur seberapa besar

masukan telah diberikan dalam rangka pengembangan Desa Siaga

yaitu ada/ tidaknya Forum Masyarakat Desa; ada/ tidaknya Poskesdes

dan sarana bangunan serta perlengkapannya; ada/ tidaknya UKBM

yang dibutuhkan masyarakat; ada/ tidaknya Tenaga kesehatan

(minimal bidan)

b. Indikator proses

Indikator proses adalah indikator untuk mengukur seberapa aktif

upaya yang dilaksanakan di suatu desa dalam rangka pengembangan

Desa Siaga yaitu frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa;

berfungsi/ tidaknya Poskesdes; berfungsi/ tidaknya UKBM yang ada;

berfungsi/ tidaknya sistem kegawatdaruratan dan penanggulangan

kegawat daruratan dan bencana; berfungsi/ tidaknya sistem surveilans

berbasis masyarakat; bda/ tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk

Kadarzi dan PHBS.

c. Indikator keluaran (out put)

Indikator keluaran adalah indikator untuk mengukur seberapa besar

hasil kegiatan yang dicapai di suatu desa dalam rangka pengembangan

Desa Siaga yaitu cakupan pelayanan kesehatan dasar Poskesdes;

cakupan pelayanan UKBM-UKBM lain; jumlah kasus

kegawatdaruratan dan KLB yang dilaporkan; cakupan rumah tangga

yang mendapat kunjungan rumah untuk Kadarzi dan PHBS

21

d. Indikator dampak

Indikator dampak adalah indikator untuk mengukur seberapa besar

dampak dan hasil kegiatan di desa dalam rangka pengembangan Desa

Siaga yaitu jumlah penduduk yang menderita sakit; jumlah penduduk

yang menderita gangguan jiwa; jumlah ibu melahirkan yang

meninggal dunia; jumlah bayi dan balita yang meninggal dunia;

jumlah balita dengan gizi buruk

(DepKes RI, Dinkes Kota Madiun, 2007; Dinkes Kab. Sragen, 2008; Syafrudin

dan Hamidah, 2009)

C. Hubungan Antara Keaktifan Kader Kesehatan dengan Pengembangan

Program Desa siaga

Perwujudan dari pengembangan program desa siaga dapat dilakukan

dengan adanya pelaksanaan UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat)

secara internal di dalam desa sendiri atau pun antar desa siaga. Upaya ini

dapat memantapkan kerjasama dan sebagai wahana bertukar pengalaman

dalam memecahkan masalah yang dihadapi bersama. Keaktifan kader

kesehatan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pengembangan

program desa siaga. Kader kesehatan diberi kesempatan dalam

mengembangkan kreativitasnya dan melakukan pemantauan serta evaluasi

untuk melihat pengembangan program desa siaga. (Syafrudin dan Hamidah,

2009)

22

Kader kesehatan terlibat secara langsung dalam pengelolaan

pengembangan program desa siaga. Kegiatan yang dilakukan oleh kader

dapat berupa penyuluhan PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat), membantu

pelaksanaan posyandu, membantu mencegah kegawatdaruratan kesehatan

masyarakat, dan sebagainya. (Dinkes Kab. Sragen, 2008)

Hubungan antara keaktifan kader kesehatan dengan pengembangan

program desa siaga dapat diasumsikan yaitu meliputi pelaksanaan posyandu

secara rutin, adanya poskesdes yang selalu siap dalam melayani kesehatan

dasar masyarakat, adanya pos obat desa, adanya kesiapsiagaan masyarakat

dalam menghadapi kegawatdaruratan. Pemberdayaan masyarakat dalam hal

ini kader kesehatan yang harus dilakukan secara optimal sehingga

pengembangan program desa siaga dapat tercapai. Oleh karena itu, salah satu

kunci keberhasilan dan kelestarian desa siaga adalah keaktifan para kader

kesehatan. Kader-kader yang memiliki motivasi tinggi harus diberi

kesempatan untuk mengembangkan kreativitasnya dalam pelaksanaan UKBM

yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat di desa. Apabila UKBM dapat

berjalan dengan baik maka pengembangan program desa siaga juga akan

meningkat (Dinkes Kab. Sragen, 2008; Syafrudin dan Hamidah, 2009).

23

D. Kerangka Konsep

Gambar 1. Kerangka Konsep

E. Hipotesis

Ho : Tidak ada hubungan antara keaktifan kader kesehatan dengan

pengembangan program desa siaga.

H1: Ada hubungan antara keaktifan kader kesehatan dengan pengembangan

program desa siaga.

24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang akan dicapai, maka jenis

penelitian yang digunakan adalah Observasional Analitik dengan desain cross

sectional yaitu melakukan pengamatan pengukuran terhadap berbagai

variabel penelitian menurut keadaan tanpa memanipulasi atau intervensi.

Peneliti hanya melakukan observasi sekali, baik terhadap variabel bebas

maupun variabel terikat (Taufiqurrahman, 2008)

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini berlokasi di Desa Masaran dan Desa Krebet

Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen. Penelitian dilaksanakan pada bulan

Mei – Juni 2010.

C. POPULASI PENELITIAN

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006).

Populasi penelitian dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Populasi Target

Populasi yang menjadi sasaran aktif yang parameternya akan diketahui

melalui penelitian yaitu seluruh kader kesehatan yang ada di wilayah

Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen.

25

2. Populasi Aktual

Populasi yang lebih kecil dari populasi target karena lebih praktis namun

masih memungkinkan untuk mendapat informasi tentang populasi sasaran.

Populasi aktual dalam penelitian ini adalah seluruh kader kesehatan yang

ada di desa Masaran dan desa Krebet, Kecamatan Masaran, Kabupaten

Sragen.

(Nursalam, 2003)

D. SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING

Pada penelitian ini menggunakan teknik non random jenis purposive

sampling yaitu pengambilan sampel didasarkan pada suatu pertimbangan

tertentu berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui

sebelumnya. Dalam penelitian ini, populasi kader kesehatan lebih kecil dari

10.000 maka peneliti menggunakan rumus besar sampel sebagai berikut :

n =

Keterangan:

N : besar populasi

n : besar sampel

d : Tingkat Ketepatan yang diinginkan

(Notoatmodjo, 2002)

26

E. KRITERIA RESTRIKSI

1. Kriteria Inklusi

Merupakan karakter umum subjek dari suatu populasi target yang

terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003), yaitu semua kader dari

berbagai usia, berpendidikan minimal tamatan SD, lamanya menjadi kader

kesehatan, keikutsertaan dalam pelatihan kader kesehatan di wilayah desa

Masaran dan desa Krebet, kecamatan Masaran, kabupaten Sragen.

2. Kriteria Eksklusi

Menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi

dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2003), kriteria yang tidak

memenuhi dalam penelitian ini dikarenakan subjek sakit dan tidak hadir

pada waktu penelitian.

F. ALAT PENELITIAN

Alat yang dipergunakan dalam pengambilan data pada penelitian ini

berupa lembar dokumentasi, yang berisi tentang data-data dan lembar

kuesioner yang berhubungan dengan keaktifan kader kesehatan dalam

pelaksanaan kegiatan yang mempengaruhi pengembangan program Desa

Siaga serta lembar observasi terhadap indikator-indikator tahapan Desa Siaga.

Selain itu, peneliti menggunakan alat perekam dalam proses wawancara

mendalam dengan 10 kader kesehatan.

1. Kuesioner keaktifan kader kesehatan yang terdiri dari 39 item pertanyaan

dengan kategori “Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju”

dan diberikan skor 0 sampai dengan 3 yang artinya :

27

Tabel 1. Skor penilaian Keaktifan Kader Kesehatan

Jawaban Skor

Sangat setuju 3

Setuju 2

Tidak Setuju 1

Sangat Tidak setuju 0

Tabel 2. Kisi – kisi kuesioner Keaktifan Kader Kesehatan

No Variabel Indikator

Nomor Jumlah

(+) (-) Valid Tidak

Valid

1.

Keaktifan

Kader

Kesehatan

a. Kesiapan

menjadi kader

kesehatan desa siaga

b. Keyakinan

kader kesehatan

terhadap

kemampuan

menguasai tugasnya

c. Keaktifan

kader kesehatan

dalam kegiatan di

desa siaga

d. Kedisiplinan

kader kesehatan

dalam

melaksanakan

kegiatan di desa

siaga

1,2,3,6,8,9

11,12,13,

14,15,16,

20,21

18,19,23,25,

36,37,38,39

26,27,28,29,

31,33,34,35

4,5,7,10,22

17,24

32

30

6

10

7

8

5

0

2

1

28

2. Lembar Observasi yang terdiri dari 9 indikator Pengembangan Program

Desa Siaga

Tabel 3. Indikator Pengembangan Program Desa Siaga

INDIKATOR

Forum Masyarakat Desa

Yankes dasar (Sarana Kesehatan dengan

Nakes)

UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis

Masyarakat) yang berkembang (Minimal 2)

Dibina Puskesmas (Penanganan Obstetri

Neonatal Essensial Dasar)

Surveilans berbasis masyarakat

Sistem kesiapsiagaan dan penaggulangan

bencana berbasis masyarakat

Lingkungan sehat

Masyarakat ber-PHBS (Perilaku Hidup Bersih

dan Sehat)

3. Lembar wawancara terpimpin dengan 10 item pertanyaan dengan jawaban

yang mendalam.

G. UJI VALIDITAS DAN REABILITAS

Uji validitas dan reabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana

kuesioner tersebut memenuhi kriteria sebagai alat ukur, maka sebelum

kuesioner dibagikan kepada responden, harus dilakukan uji validitas dan

reliabilitas.

a. Uji validitas

Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat

kevalidan/kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid

apabila mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Arikunto, 2006).

29

Uji validitas menggunakan rumus Pearson product moment,

kemudian diuji dengan menggunakan uji t. Untuk tabel tα = 0,05 derajat

kebebasan (dk = n – 2), jika nilai t hitung > t tabel berarti valid demikian

sebaliknya (Hidayat, 2009).

Setelah diperoleh harga rxy melalui uji validitas kuesioner pada

kader kesehatan di desa Jatinom Klaten sejumlah 27 orang, selanjutnya

dikonsultasikan dengan harga kritik r product moment. Hasil validitas dari

39 item pertanyaan mengenai keaktifan kader kesehatan, 31 diantaranya

menunjukkan bahwa rxy > rtabel sehingga dapat dikatakan butir soal tersebut

valid.

Perhitungan validitas kuesioner dilakukan dengan menggunakan

program komputer SPSS (Statistical Package for Social Science) versi

17.00.

b. Uji reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrumen cukup dipercaya

sebagai alat pengumpul data. Reliabilitas adalah ketepatan atau keajegan

suatu instrumen. Dalam penelitian ini rumus yang digunakan untuk

mencari reliabilitas instrumen adalah rumus Alpha. Rumus Alpha menurut

Arikunto (2006) adalah sebagai berikut:

ri = k 1 - b2

( k - 1) 2 t

Keterangan: ri = Reliabilitas instrumen yang dicari

k = Banyaknya butir pertanyaan

30

b2

= Jumlah varian butir soal

2 t = Varians total

Setelah dilakukan uji reliabilitas, hasil perhitungan juga harus

dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r. Hasil dari uji

reliabilitas pertanyaan mengenai keaktifan kader kesehatan menunjukkan

nilai 0,858 sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa angket atau

kuesioner dikatakan reliabel apabila nilai r total > r tabel atau dengan nilai

reliabilitas > 0,6 (Juliandi, 2009) sehingga kuesioner mengenai keaktifan

kader kesehatan dapat dikatakan reliabel.

Perhitungan reliabilitas kuesioner dilakukan dengan menggunakan

program komputer SPSS (Statistical Package for Social Science) versi

17.00.

H. JALANNYA PENELITIAN

Pertama mengajukan ijin penelitian ke instansi yang berwenang.

Langkah selanjutnya mencari data primer maupun data sekunder. Pencarian

data primer dengan cara wawancara terpimpin dan menyebar lembar

kuesioner kepada sampel dengan bantuan observer, kemudian dikumpulkan

kembali. Data sekunder didapatkan dengan cara mencatat data yang sudah

ada di desa, kemudian semua data yang terkumpul dilakukan pengolahan

data, analisis, penyimpulan, pembuatan laporan.

31

Non Random Sampling

Desa Tahap Purnama (Kader Aktif) Desa Tahap Pratama (Kader Tidak Aktif)

Gambar 2. Skema Jalannya Penelitian

I. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah keaktifan kader kesehatan

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pengembangan program desa

siaga

J. DEFINISI OPERASIONAL

1. Variabel Bebas : Keaktifan kader kesehatan yaitu aktif atau tidak aktif

(skala nominal).

a. Kader Kesehatan yang aktif yaitu melaksanakan tugasnya dalam

membantu pelayanan poskesdes dengan baik, posyandu, POD / WOD

80 Desa Siaga di Sragen

Studi Pendahuluan

Pengambilan Dua Desa Sampel

Pengambilan Data Primer dan Sekunder

Faktor Penghambat Faktor Pendukung

ANALISIS DATA PRIMER DAN SEKUNDER

32

(Pos Obat Desa/ Warung Obat Desa). Nilai kuantitatif responden yang

aktif yaitu responden yang mendapatkan skor kuesioner ≥ 50.

b. Kader Kesehatan yang tidak aktif yaitu tidak melaksanakan tugasnya

dalam membantu pelayanan poskesdes dengan baik, posyandu, POD/

WOD. Nilai kuantitatif responden yang tidak aktif yaitu responden

yang mendapatkan skor kuesioner < 50.

Penentuan skor didapatkan dari rumus : T skor = 50 + 10 * (Skor - Mean)

/ Standar Deviasi.

2. Variabel Terikat : Pengembangan Program Desa Siaga yaitu Tahap

Pratama, Tahap Madya, Tahap Purnama, Tahap Mandiri (Skala Ordinal)

a. Tahap Pratama yaitu desa yang mempunyai Forum Masyarakat Desa

(FMD), Pelayanan kesehatan (Yankes) dasar, UKBM (Upaya

Kesehatan Berbasis Masyarakat) yang berkembang.

b. Tahap Madya yaitu desa yang mempunyai FMD, Yankes dasar,

UKBM yang berkembang, surveilans berbasis masyarakat, Dibina

Puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Essensial Dasar).

c. Tahap Purnama yaitu desa yang mempunyai FMD, Yankes dasar,

UKBM yang berkembang, surveilans berbasis masyarakat, Dibina

Puskesmas PONED, sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan

bencana berbasis masyarakat, sistem pembiayaan kesehatan berbasis

masyarakat.

d. Tahap Mandiri yaitu desa yang mempunyai FMD, Yankes dasar,

UKBM yang berkembang, surveilans berbasis masyarakat, Dibina

33

Puskesmas PONED, sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan

bencana berbasis masyarakat, sistem pembiayaan kesehatan berbasis

masyarakat, Lingkungan yang sehat, Masyarakat ber-PHBS (Perilaku

Hidup Bersih dan sehat).

K. METODE PENGAMBILAN DATA

1. Metode Observasi

Teknik ini digunakan untuk menggali data dengan mengambil data

yang ada di kantor Kepala Desa data yang diambil berupa gambaran

umum lokasi penelitian (maping desa) serta bukti predikat desa siaga.

2. Metode Angket

Menggunakan instrumen berupa kuisioner dengan sejumlah item

soal untuk mendapatkan data mengenai keaktifan kader kesehatan dalam

pengembangan program Desa Siaga.

3. Metode Wawancara

Peneliti mendapatkan keterangan secara lisan dari beberapa sasaran

penelitian (responden). Wawancara penelitian ini menggunakan jenis

wawancara terpimpin untuk mendapatkan data mengenai keaktifan kader

kesehatan dalam pengembangan program Desa Siaga.

L. TEKNIK ANALISIS DATA

Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti untuk mengetahui

hubungan antara keaktifan kader kesehatan dengan pengembangan program

desa Siaga adalah uji Chi-Square

34

ChiSquare (X2) = Σ (Oij - Eij)2

Eij

Keterangan :

O : Observasi

E : Expected (Harapan)

Oij : Frek. Pengamatan (Observasi) dari baris k-i pada kolom ke-j

Eij : Frek. Harapan (Teoritis) dari baris k-i pada kolom ke-j

Dengan hipotesis H0 diterima jika x2 hitung < x

2 tabel, berarti tidak

ada hubungan yang bermakna dan H0 ditolak jika x2 hitung > x

2 tabel, berarti

ada hubungan (Sopiyudin, 2009).

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dilakukan pengolahan data.

Proses pengolahan data penelitian adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan data (editing) yaitu memeriksa data yang telah dikumpulkan

untuk mengecek kelengkapan dan kebenaran data.

2. Pemberian kode (coding) untuk mempermudah pengolahan dimana semua

variabel diberikan kode terutama data klasifikasi.

3. Menyusun data (tabulating) merupakan pengorganisasian data sedemikian

rupa agar dengan mudah dapat dijumlahkan, disusun dan ditata untuk

disajikan dan dianalisis (Budiarto, 2002).

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap, yaitu :

1. Analisis data untuk menguji validitas dan reliabilitas kuesioner keaktifan

kader kesehatan (Hidayat, 2009)

35

2. Analisis data dengan Chi-Square yang digunakan untuk menguji apakah

ada hubungan antara keaktifan kader kesehatan dengan pengembangan

program desa siaga (Sopiyudin, 2009).

3. Analisis data kualitatif secara induktif berdasarkan data – data yang telah

diperoleh (Utarini, 2004).

36

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Wilayah puskesmas Masaran berada di sebelah barat kota Sragen.

Puskesmas ini mempunyai daerah binaan 7 desa, 2 diantaranya adalah desa

Masaran dan desa Krebet.

Luas desa Masaran ± 3.046.480 Ha, dengan gambaran wilayah sebelah

utara berbatasan dengan desa Krikilan, sebelah selatan berbatasan dengan

desa Karang Malang, sebelah timur berbatasan dengan desa Dawungan dan

desa Krebet, sebelah barat berbatasan dengan desa Pringanom dan desa Jati.

Sedangkan desa Krebet dengan luas ± 3.526.700 Ha. Sebelah utara berbatasan

dengan desa Dawungan, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Dati II

Karanganyar, sebelah timur berbatasan dengan desa Karang malang, sebelah

barat berbatasan dengan desa Sepat.

B. Karakteristik Responden

Karakteristik responden merupakan karakteristik dari kader kesehatan

yang berada di desa Masaran dan Krebet. Karakteristik responden

berdasarkan usia, tingkat pendidikan, lama menjadi kader kesehatan, dan

keikutsertaan dalam pelatihan sebagai kader kesehatan seperti yang tersaji

dalam tabel berikut ini :

37

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kader Kesehatan menurut Usia

Karakteristik Usia N %

≤ 35 tahun

36 – 45 tahun

46 – 55 tahun

≥ 56 tahun

40

30

15

10

42,1

31,6

15,8

10,5

Total 95 100

(Sumber : Data Primer, Mei - Juni 2010)

Hasil penelitian terhadap karakteristik kader kesehatan berdasarkan

usia bahwa sebagian besar responden berusia kurang dari sama dengan 35

tahun yaitu sebanyak 40 orang (42,1 %)

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kader Kesehatan menurut Tingkat

Pendidikan

Karakteristik Tingkat

Pendidikan N %

Tamat SD

Tamat SMP

Tamat SMA

Tamat Akademi/ PT

15

30

41

9

15,8

31,6

43,2

9,5

Total 95 100

(Sumber : Data Primer, Mei - Juni 2010)

Hasil penelitian terhadap karakteristik kader kesehatan berdasarkan

tingkat pendidikan bahwa sebagian besar responden tamat dari SMA yaitu

sebanyak 41 orang (43,2 %)

Table 6. Distribusi Frekuensi Kader Kesehatan menurut lama menjadi

kader kesehatan

Karakteristik Lama

Menjadi Kader Kesehatan N %

< 3 tahun

≥ 3 tahun

24

71

25,3

74,7

Total 95 100

(Sumber : Data Primer, Mei - Juni 2010)

38

Hasil penelitian terhadap karakteristik kader kesehatan berdasarkan

lamanya menjadi kader kesehatan bahwa sebagian besar responden sudah

menjadi kader kesehatan selama lebih dari sama dengan 3 tahun yaitu

sebanyak 71 orang (74,7 %)

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Kader Kesehatan menurut Keikutsertaan

dalam Pelatihan Kader

Karakteristik

Keikutsertaan dalam Pelatihan

Kader

N %

Belum

Sudah

40

55

42,1

57,9

Total 95 100

(Sumber : Data Primer, Mei - Juni 2010)

Hasil penelitian terhadap karakteristik kader kesehatan berdasarkan

keikutsertaan dalam pelatihan kader bahwa sebagian besar responden sudah

mendapatkan pelatihan kader kesehatan yaitu sebanyak 55 orang (57,9 %)

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Kader kesehatan berdasarkan Keaktifan

Karakteristik N %

Aktif (< 50)

Tidak Aktif (≥50)

42

53

44,2

55,8

Total 95 100

(Sumber : Data Primer, Mei - Juni 2010)

Hasil penelitian terhadap karakteristik kader kesehatan berdasarkan

keaktifan bahwa sebagian besar responden tidak aktif yaitu sebanyak 42

orang (44,2 %)

39

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Kader kesehatan berdasarkan

Pengembangan Program Desa Siaga

Karakteristik N %

Tahap Pratama

Tahap Purnama

47

48

49,5

50,5

Total 95 100

(Sumber : Data Primer, Mei - Juni 2010)

Hasil penelitian terhadap karakteristik kader kesehatan berdasarkan

pengembangan program desa siaga bahwa responden yang berada pada desa

siaga tahap purnama lebih banyak yaitu 48 (50,5 %).

Desa Masaran dan desa Krebet merupakan desa siaga tetapi dalam hal

tersebut, penulis ingin mengetahui hubungan antara keaktifan kader kesehatan

dengan pengembangan program desa siaga. Desa Masaran mewakili desa

siaga yang sudah berada pada tahap Purnama sedangkan desa Krebet

mewakili desa siaga pada tahap Pratama.

C. Analisis Data

Hubungan antara Keaktifan Kader Kesehatan dengan Pengembangan

Program Desa Siaga berdasarkan hasil pengujian chi-square disajikan dalam

tabel sebagai berikut :

Tabel 10. Hubungan antara Keaktifan Kader Kesehatan dengan

Pengembangan Program Desa Siaga

Keaktifan

Kader

Kesehatan

Pengembangan Program

Desa Siaga Total

Chi-

Square

Asymp.

Sign

Contingency

Coefficient Tahap

Pratama

Tahap

Purnama

Aktif 8 34 44.2 %

27.880 0.000 0.476

8.40% 35.80%

Tidak

Aktif 39 14

5.8 %

41.10% 14.70%

Total 47 48 100 %

49.50% 50.50%

(Sumber : Data Primer, Mei - Juni 2010)

40

Tabel di atas menunjukkan bahwa desa siaga yang sudah mencapai

tahap purnama mempunyai banyak kader kesehatan yang aktif, sedangkan

desa siaga yang berada pada tahap pratama mempunyai sedikit kader

kesehatan yang aktif. Terbukti bahwa dari total kader kesehatan yang aktif

yaitu 44,20%, 35,80 % diantaranya berada pada desa siaga tahap purnama.

Berdasarkan taraf standar signifikansi (α) 0,05 dan jumlah sampel (N)

= 95, didapatkan Asymp. Sign 0.000, sehingga p = 0,000 < α = 0,05 atau Ho

ditolak, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara keaktifan kader kesehatan dengan pengembangan program

desa siaga.

Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara mendalam pada pihak

pelaksana desa siaga antara lain bidan desa, kepala desa, serta kader

kesehatan yang didasarkan pada indikator penelitian hubungan antara

keaktifan kader kesehatan dengan pengembangan program desa siaga

didapatkan hasil bahwa kader kesehatan yang aktif melaksanakan tugasnya

dan mengikuti pelatihan-pelatihan maka dapat meningkatkan jenjang atau

tahapan desa siaga siaga.

41

BAB V

PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini, peneliti mengukur hubungan antara keaktifan kader

kesehatan dengan pengembangan program desa siaga di desa Masaran dan desa

Krebet Kecamatan Masaran Sragen. Jumlah Responden untuk pengisian angket

keaktifan kader kesehatan yaitu 95 kader kesehatan yang sesuai dengan kriteria

inklusi dan wawancara mendalam kepada 10 kader kesehatan, sedangkan untuk

variabel terikat, peneliti menggunakan lembar observasi berupa check list yang

diisi oleh 2 bidan desa, 1 ibu kepala desa, dan 1 asisten bidan desa. Pengukuran

penelitian dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan

tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden serta

dapat dilakukan melalui pengamatan (Notoatmodjo, 2002).

Responden merupakan kader kesehatan yang sebagian besar mempunyai

tingkat pendidikan yang cukup tinggi (Tamat SMA). Hal ini sesuai dengan teori

yang menyebutkan bahwa tingkat pendidikan yang ditempuh oleh individu

merupakan salah satu faktor yang akan mendukung kemampuannya untuk

menerima informasi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka

makin luas pula cara pandang dan cara pikirnya dalam menghadapi suatu keadaan

yang terjadi di sekitarnya (Nursalam, 2003).

Usia responden terbesar dalam penelitian ini yaitu ≤ 35 tahun yang

termasuk dalam rentang usia produktif wanita. Kader dengan usia produktif

42

merupakan faktor penunjang terpenting dalam berperan serta terhadap kegiatan,

karena kematangan berfikir ingatan dan pemahaman terhadap suatu objek masih

optimal. Kader yang terlalu muda / tua kestabilan emosi belum terbentuk atau

pada usia lanjut adanya degenerasi berdampak pada ingatan maupun pemahaman

sehingga peran serta terhadap kegiatan tidak dapat optimal. Hal ini berkaitan

dengan peran serta kader, semakin tua seseorang maka diharapkan produktivitas

dan peran serta kader akan cenderung meningkat. Tingkat kedewasaan teknis dan

psikologis seseorang dapat dilihat dengan semakin tua umur seseorang maka akan

semakin terampil dalam melaksanakan tugas, semakin kecil tingkat kesalahannya

dalam melaksanakan pekerjaannya. Hal itu terjadi karena salah satu faktor

kelebihan manusia dari makhluk lainnya adalah kemampuan belajar dari

pengalaman, terutama pengalaman yang berakhir pada kesalahan (Effendy, 2000).

Sebagian besar responden telah lama menjadi kader kesehatan yaitu ≥ 3

tahun. Perjalanan waktu yang telah ditempuh oleh kader mempunyai kelebihan

khusus dibandingkan dengan kader pemula. Makin lama menjadi kader

pengalaman yang dimiliki semakin banyak sehingga dapat digunakan sebagai

dasar untuk bertindak / mengambil keputusan. Sebaliknya kader pemula belum

memiliki banyak pengalaman serta asing dan ragu-ragu. Kondisi ini akan

menghambat peran sertanya dalam suatu kegiatan. Masa kerja berkaitan dengan

peran seseorang sesuai tugasnya di masyarakat. Artinya, ada hubungan antara

peran serta seseorang dengan masa kerja dengan asumsi bahwa semakin lama

seseorang bekerja dalam organisasi semakin tinggi pula peran sertanya dalam

43

organisasi tersebut. Hal itu terjadi karena ia semakin berpengalaman dan

meningkatkan keterampilannya yang dipercayakan kepadanya (Effendy, 2000).

Mayoritas kader kesehatan yang menjadi responden telah mendapatkan

pelatihan kader. Sebelum melaksanakan tugasnya, para kader perlu diberikan

orientasi atau pelatihan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten

sesuai dengan pedoman yang berlaku. Materi yang disampaikan dalam pelatihan

mencakup semua kegiatan yang dilaksanakan di desa (Depkes RI, 2007).

B. Keaktifan Kader Kesehatan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak

aktif menjadi kader kesehatan. Namun, jumlah kader kesehatan yang tidak aktif

yang terbanyak berasal dari desa Krebet. Hal ini disebabkan karena tidak

berjalannya program dana sehat sehingga para kader kesehatan mengalami

hambatan dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa dana sehat merupakan wahana yang utama bagi masyarakat

untuk hidup sehat sehingga diharapkan masyarakat mampu melestarikan

berbagai jenis upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (Retna dan

Rismintari, 2009).

Pada wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan

bahwa responden yang mempunyai kesadaran sendiri menjadi kader kesehatan

.mempunyai daya kerja yang baik dalam setiap tugasnya, terbukti dari

keikutsertaan dalam setiap pelatihan kader kesehatan, lamanya menjadi kader

kesehatan, dan aktif membantu kegiatan UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis

Masyarakat) yang ada di desa. Namun, keadaan tersebut terhambat dengan

44

adanya sebagian masyarakat yang tidak mendukung jalannya dana sehat, hal

ini akan berdampak pada kelancaran pelaksanaan UKBM, salah satunya yaitu

kegiatan posyandu sehingga sebagian besar kader kesehatan tidak berkenan

membantu kegiatan posyandu. Menurut Syafrudin dan Hamidah (2009), semua

individu dan keluarga di desa diharapkan peduli dan tanggap terhadap

kesehatan di wilayah desanya. Oleh karena itu, para kader kesehatan dapat

memberikan pengaruh yang berarti bagi masyarakat sehingga program-

program pengembangan desa siaga terwujud (Zulkifli, 2003).

C. Pengembangan Program Desa Siaga

Tabel 11. Lembar Observasi Sampel Desa Siaga

TAHAPAN DESA SIAGA MASARAN KREBET

INDIKATOR ADA TIDAK ADA ADA TIDAK ADA

Forum Masyarakat Desa √ √

Yankes dasar (Sarana Kesehatan dengan

Nakes) √ √

UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis

Masyarakat) yang berkembang (Minimal

2) √ √

Dibina Puskesmas (Penanganan Obstetri

Neonatal Essensial Dasar) √ √

Surveilans berbasis masyarakat √ √

Sistem kesiapsiagaan dan penaggulangan

bencana berbasis masyarakat √ √

Lingkungan sehat √ √

Masyarakat ber-PHBS (Perilaku Hidup

Bersih dan Sehat) √ √

(Sumber : Data Primer, Mei - Juni 2010)

Berdasarkan hasil observasi peneliti dengan bantuan observer (2 bidan

desa, 1 ibu kepala desa, 1 asisten bidan), menunjukkan bahwa desa Krebet

45

merupakan desa siaga tahap pratama, terdapat 3 indikator yang telah dilaksanakan

dengan baik oleh para kader kesehatan di desa, untuk ke-5 indikator lainnya, desa

Krebet masih belum dapat melaksanakannya dengan baik. Sedangkan desa

Masaran merupakan desa siaga tahap Purnama dikarenakan 6 dari 8 indikator desa

siaga telah dimiliki dan telah mampu dilaksanakan sebagai program kegiatan di

desa. Hal ini sesuai dengan cek list di atas yang didalamnya terdapat indikator

tahapan desa siaga.

A. Hasil Analisis

Dari hasil penelitian diperoleh data, pada tabel 8. Distribusi Frekuensi

kader kesehatan berdasarkan keaktifan tergolong tidak aktif yaitu sebesar 55,8%.

Sedangkan berdasarkan tabel 10, hubungan antara keaktifan kader kesehatan

dengan pengembangan program desa siaga yaitu sebesar 35,8% dari kader yang

aktif bertempat di desa siaga tahap purnama. Hal ini menunjukkan bahwa

sebagian besar responden yang tidak aktif menjadi kader kesehatan bertempat di

desa siaga tahap pratama.

Dari analisis data dengan chi square test pada tingkat kepercayaan 95%

yang diolah dengan menggunakan program SPSS versi 12.0, diperoleh nilai

probabilitas (p) 0,000 < (α) 0,05. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang

signifikan antara keaktifan kader kesehatan dengan pengembangan program desa

siaga.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang diungkapkan Syafrudin dan

Hamidah (2009) bahwa keaktifan kader kesehatan merupakan salah satu kunci

keberhasilan dalam pengembangan program desa siaga. Pernyataan tersebut juga

46

diperkuat dengan pernyataan yang ada di dalam buku pedoman pelaksanaan

pengembangan desa siaga bahwa semakin banyak kader kesehatan yang aktif

berperan serta dalam kegiatan UKBM di desa maka semakin tinggi pula tahapan

pengembangan desa siaga tersebut (Dinkes Kota Madiun, 2007). Berdasarkan

wawancara mendalam pada 10 kader kesehatan, 6 diantaranya telah mengikuti

kegiatan kegiatan kader kesehatan di desa siaga lebih dari sama dengan 3 tahun, 7

diantarnya sudah pernah mengikuti pelatihan – pelatihan seperti Kadarzi dan

PHBS. Keadaan tersebut juga membuktikan teori dari buku Dinkes Kab. Sragen

(2008) bahwa kader kesehatan terlibat secara langsung dalam pengelolaan

pengembangan program desa siaga. Kegiatan yang dilakukan oleh kader dapat

berupa penyuluhan PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat), membantu pelaksanaan

posyandu, membantu mencegah kegawatdaruratan kesehatan masyarakat, dan

sebagainya.

Dari data yang diperoleh, desa siaga yang mempunyai responden

terbanyak yang aktif menjadi kader kesehatan adalah desa siaga purnama.

Kemudian, mayoritas responden yang aktif tersebut didukung dengan adanya

pengadaan pengelolaan dana sehat baik dari warga masyarakat sendiri maupun

bantuan dari pihak pemerintah. Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor rendahnya

keaktifan kader kesehatan adalah kurangnya kepedulian masyarakat dalam

pengadaan pengelolaan dana sehat. Hal tersebut diperkuat dengan adanya

pernyataan bahwa faktor pendukung dalam pengembangan program desa siaga

dapat berupa moril, finansiil dan materiil sesuai kesepakatan masyarakat sehingga

47

selain dana, pelaksanaan program desa siaga juga bergantung pada kebijakan atau

anjuran tokoh masyarakat maupun pemerintah setempat (Depkes RI, 2007).

Berdasarkan dari teori pendukung dan hasil penelitian yang diperoleh dari

angket, observasi, dan wawancara mendalam, maka peneliti berasumsi bahwa

semakin aktif kader kesehatan semakin tinggi pula tahap pengembangan program

desa siaga. Dengan adanya kader kesehatan yang aktif dalam melaksanakan

tugasnya, maka tujuan program desa siaga yaitu masyarakat desa yang sehat,

serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya akan

terwujud.

48

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian hubungan antara keaktifan kader kesehatan dengan

pengembangan program desa siaga di kecamatan Masaran Sragen, maka

diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-Square diperoleh koefisien

korelasi π = 0,476 dengan tingkat signifikansi 0,000 (P < 0,05)

membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keaktifan

kader kesehatan dengan pengembangan program desa siaga. Dari hasil di

atas ada kecenderungan semakin tinggi tingkat keaktifan kader kesehatan

maka semakin tinggi pula tahap program desa siaga dan semakin rendah

tingkat keaktifan kader kesehatan maka semakin rendah pula tahap

program desa siaga.

2. Kader kesehatan yang aktif bertempat tinggal di desa siaga tahap purnama .

Dibuktikan dari hasil penelitian, diperoleh dari total kader kesehatan yang

aktif yaitu 44,2 % , 35,8 % diantaranya bertempat tinggal di desa siaga

tahap purnama. Keaktifan kader kesehatan tersebut juga diukur dari

keikutsertaan kader kesehatan dalam mengikuti pelatihan-pelatihan yang

diadakan di desa siaga dan mempraktikkan ilmu yang pernah

didapatkannya pada setiap kegiatan di desa siaga.

49

3. Kriteria desa siaga pada tahap purnama yaitu di desa Masaran, telah sesuai

dengan indikator desa siaga pada tahap purnama yaitu terbukti dari lembar

observasi yaitu 3 diantaranya mempunyai poskesdes, posyandu, dana sehat.

Sedangkan desa siaga pada tahap pratama yaitu di desa Krebet telah

mempunyai poskesdes, posyandu, tetapi belum mempunyai pengelolaan

dana sehat.

B. Saran

1. Kader Kesehatan

Berupaya untuk selalu mengembangkan diri, meningkatkan tanggung

jawab dalam setiap menjalankan tugasnya melalui berbagai seminar

pengembangan program desa siaga dari instansi terkait.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

a. Klinis : Meningkatkan partisipasi pada program-program

pengembangan desa siaga sehingga dapat meningkatkan peran serta

masyarakat terutama kader kesehatan untuk membantu menjalankan

program-program desa siaga

b. Pendidikan: Mampu memfasilitasi masyarakat dengan menyusun

kurikulum untuk mengajarkan program-program pengembangan desa

siaga.

3. Bagi Desa dan Masyarakat

a. Meningkatkan kemauan dan kemampuan masyarakat desa dalam

pengelolaan dana sehat dan sarana prasarana untuk mendukung

pengembangan program di desa siaga.

50

b. Meningkatkan tahapan desa siaga bagi desa Masaran menuju tahap

mandiri dengan menciptakan lingkungan desa yang sehat dan

mendorong masyarakat untuk ber-PHBS (Perilaku Hidup bersih dan

Sehat) berdasarkan kemauan dan penyesuaian kemampuan masyarakat

desa.

51

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :

Rineka Cipta. Hal. 130; 168 – 214

Budiarto, E. 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.

Jakarta : EGC. Hal. 29 – 31

Departemen kesehatan RI, 2007. Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan

Poskesdes dalam Pengembangan Desa Siaga. Jakarta. Hal. 2 – 53

Departemen kesehatan RI, 2009. Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi

Khusus Bidang Kesehatan. Jakarta.

http://www.depkes.go.id/downloads/dak_09/jdak09_new.pdf. Diunduh

tanggal 2 Maret 2010

Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi

Ketiga. Jakarta. Hal. 1099

Dinas Kesehatan Kota Madiun, 2007. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan

Desa Siaga Kota Madiun. Madiun. Hal. 13 – 27

Dinas Kesehatan Kota Madiun, 2007. Pedoman Operasional Pengembangan

Desa Siaga Bagi Petugas Kesehatan Kota Madiun. Madiun. Hal.1 – 28

Dinas Kesehatan Kota Madiun, 2007. Buku Pegangan Kader Desa Siaga Kota

Madiun. Madiun. Hal. 1 – 54

Dinas Kesehatan Kab. Sragen, 2008. Buku Paket Pelatihan Kader Kesehatan dan

Tokoh Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Siaga. Sragen. Hal. 1 – 3

Dinas Kesehatan Kab. Sragen, 2009. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen.

Sragen. Hal. 4 – 35

Dinas Kesehatan Kab. Sragen, 2010. http://www.sragen.go.id/. Sumber: Sragen

Dalam Angka Tahun 2008/ Buku PDRB Kab. Sragen Tahun 2009. Diunduh

tanggal 2 Maret 2010

Effendy N., 2000. Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2.

Jakarta: EGC. Hal. 24 – 30

Hidayat A.A., 2009. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta :

Salemba Medika. Hal. 34 – 40

Juliandi, A. 2009. Validitas dan Reliabilitas.

http://www.azuarjuliandi.com/openarticles/validitasreliabilitas.pdf .

Diunduh tanggal 19 Mei 2010

52

52

Menteri Kesehatan RI, 2008. Peraturan Menteri Kesehatan No. 741/ MENKES/

PER/VII/2008.http://arali2008.files.wordpress.com/2008/11/permenkes741_s

pm_kab_kota.pdf . Diunduh tanggal 28 April 2010

Moleong L.J., 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya. Hal. 178 – 179

Nursalam, 2003. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Hal. 92-120

Notoatmodjo S, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Hal. 84 – 92

Notoatmodjo S, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka

Cipta. Hal. 139 – 147

Retna E.A. dan Rismintasri S., 2009. Asuhan Kebidanan Komunitas. Yogyakarta :

Mulya Medika. Hal. 129 – 136; 148

Sugiyono, 2008. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. Hal. 68; 107 –

111

Suryabrata S., 2006. Psikologi Kepribadian. Jakarta : Rajawali. Hal. 72

Sobur A., 2003. Psikologi Umum. Bandung : CV. Pustaka Setia. Hal. 316 – 317

Sopiyudin M.D., 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 4.

Jakarta : Salemba Medika. Hal. 121-128

Syafrudin dan Hamidah, 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC. Hal. 194 –

207

Taufiqurrahman M.A., 2008. Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu

Kesehatan. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press. Hal. 71 – 75

Utarini A., 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: UGM Pers. Hal. 2

Zulkifli, 2003. Posyandu dan Kader Kesehatan.

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-zulkifli1.pdf. Diunduh tanggal 2

Maret 2010