HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK REMAJA DENGAN KEJADIAN … · lingkungan tersebut, faktor genetik juga...

13
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016 HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK REMAJA DENGAN KEJADIAN OBESITAS DI SMKN 1 SIBOLGA TAHUN 2012 Oleh : Herlina, SE, M.Kes (Dosen STIKes Nauli Husada Sibolga Prodi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat) ABSTRACT Obesity generally occurs due to increasing size and number of cells in adipose tissue which can lead to metabolic disorders. Apart from being a storage of fat, in adipose cells is the organ that produces biologically active molecules (adipokines) such as proinflammatory cytokines, inflammatory hormones and other biological substances. Research in Malaysia showed the prevalence of obesity reached 13.8% for the age group of 10 years. In China more than 10% of schoolchildren are obese. In Indonesia alone, the prevalence of obesity by 9.7% in Yogyakarta, 10.6% in Semarang, and 15.8% in Denpasar. In fact, research conducted in a private school in East Jakarta that the prevalence of obesity by 27.5%. The prevalence of obesity is associated with a substantial decline in the use of time to do physical activity in addition to increased consumption of energy- dense foods. Based on the above researchers interested in studying about the "Relationship of physical activity Obesity in Adolescents with Genesis SMK 1 Sibolga Year 2012".Type of this research is correlative with a sample of 45 respondents. Sampling was done by listing all mothers in SMK 1 Sibolga. The results of the study showed that most students' physical activity as much as 22 people (48.9%) is frequently engage in moderate activity. The classification of the majority of obese students (48.9%) is preobesitas. Characteristics of students by gender is female majority of 27 votes (60%) and minority men as many as 18 people (40%). Conclusion The results of this research are significant <0.05 then concluded that of 45 people found that p> 0.05 (p = 0.000) and r count> r table (r count = 0937> r table = 0.244), which means no relationship Physical activity Adolescents with obesity incident at SMK 1 Sibolga Year 2012.Perlunya efforts counseling to high school students about nutrition problems, especially regarding obesity associated with excessive consumption of soft drinks and daily physical activity in order to reduce the risk factors of obesity. Keywords: Physical Activity, and Obesity Teens

Transcript of HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK REMAJA DENGAN KEJADIAN … · lingkungan tersebut, faktor genetik juga...

Page 1: HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK REMAJA DENGAN KEJADIAN … · lingkungan tersebut, faktor genetik juga ikut berperan pada timbulnya obesitas (Wulandari, 2007). Prevalensi Obesitas Sentral

Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK REMAJA DENGAN KEJADIAN

OBESITAS DI SMKN 1 SIBOLGA TAHUN 2012

Oleh :

Herlina, SE, M.Kes

(Dosen STIKes Nauli Husada Sibolga Prodi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat)

ABSTRACT

Obesity generally occurs due to increasing size and number of cells in adipose

tissue which can lead to metabolic disorders. Apart from being a storage of fat, in

adipose cells is the organ that produces biologically active molecules

(adipokines) such as proinflammatory cytokines, inflammatory hormones and

other biological substances. Research in Malaysia showed the prevalence of

obesity reached 13.8% for the age group of 10 years. In China more than 10% of

schoolchildren are obese. In Indonesia alone, the prevalence of obesity by 9.7% in

Yogyakarta, 10.6% in Semarang, and 15.8% in Denpasar. In fact, research

conducted in a private school in East Jakarta that the prevalence of obesity by

27.5%. The prevalence of obesity is associated with a substantial decline in the

use of time to do physical activity in addition to increased consumption of energy-

dense foods. Based on the above researchers interested in studying about the

"Relationship of physical activity Obesity in Adolescents with Genesis SMK 1

Sibolga Year 2012".Type of this research is correlative with a sample of 45

respondents. Sampling was done by listing all mothers in SMK 1 Sibolga.

The results of the study showed that most students' physical activity as much as 22

people (48.9%) is frequently engage in moderate activity. The classification of the

majority of obese students (48.9%) is preobesitas. Characteristics of students by

gender is female majority of 27 votes (60%) and minority men as many as 18

people (40%). Conclusion The results of this research are significant <0.05 then

concluded that of 45 people found that p> 0.05 (p = 0.000) and r count> r table

(r count = 0937> r table = 0.244), which means no relationship Physical activity

Adolescents with obesity incident at SMK 1 Sibolga Year 2012.Perlunya efforts

counseling to high school students about nutrition problems, especially regarding

obesity associated with excessive consumption of soft drinks and daily physical

activity in order to reduce the risk factors of obesity.

Keywords: Physical Activity, and Obesity Teens

Page 2: HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK REMAJA DENGAN KEJADIAN … · lingkungan tersebut, faktor genetik juga ikut berperan pada timbulnya obesitas (Wulandari, 2007). Prevalensi Obesitas Sentral

Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016

I. PENDAHLUAN

Obesitas terjadi karena

bertambahnya ukuran dan jumlah sel

jaringan adipose yang dapat

menyebabkan gangguan metabolisme.

Selain sebagai tempat penyimpanan

lemak, sel adipose merupakan organ

yang memproduksi molekul biologi aktif

(adipokin) seperti sitokin proinflamasi,

hormone antiinflamasi dan substansi

biologi lainnya. Obesitas sentral

menyebabkan ekspresi sitokin

proinflamasi meningkat didalam

sirkulasi sehingga mengakibatkan

inflamasi dinding vaskuler (Cynthia,

2006 Dalam Nursalim,2008).

Obesitas yang menjadi epidemi di

beberapa negara maju dan negara-negara

berkembang sebenarnya dapat dianggap

sebagai akibat kemajuan di bidang

ekonomi, prevalensi obesitas sentral

tertinggi berdasarkan dan karakteristik

pekerjaan pada ibu rumah tangga sebesar

33.4% (Riskesdas 2007).

Beberapa survei yang dilakukan

di negara berkembang menunjukan

prevalensi obesitas pada remaja yang

cukup tinggi. Penelitian di Malaysia

menunjukan prevalensi obesitas

mencapai 13.8% untuk kelompok umur

10 tahun. Di Cina kurang lebih 10% anak

sekolah mengalami obesitas. Di

Indonesia sendiri didapatkan prevalensi

obesitas sebesar 9.7% di Yogyakarta,

10.6% di semarang, dan 15.8% di

Denpasar. Bahkan penelitian yang

dilakukan di sekolah swasta di Jakarta

Timur didapatkan prevalensi obesitas

sebesar 27.5%. Prevalensi obesitas ini

diperkirakan akan meningkat setiap

tahunnya. Prevalensi obesitas pada anak

sekolah di Amerika dalam tiga dekade

sosial, dan teknologi dalam beberapa

decade terakhir. Bahan makanan tersedia

berlimpah dengan harga yang relatif murah.

Makanan dengan kandungan kalori yang

tinggi tersedia di banyak gerai-gerai

makanan cepat saji di kotakota besar.

Teknologi yang memberikan kemudahan

dan penggunaan alat-alat elektronik telah

menjadi gaya hidup sehari-hari yang

mengakibatkan kurangnya aktifitas fisik.

Namun selain faktor perilaku dan

lingkungan tersebut, faktor genetik juga

ikut berperan pada timbulnya obesitas

(Wulandari, 2007).

Prevalensi Obesitas Sentral pada

penduduk umur 15 tahun ke atas menurut

karakteristik subjek provinsi Sulawesi

Selatan, menunjukkan bahwa, prevalensi

obesitas sentral pada laki-laki 8.3 %, pada

perempuan 26.8% Angka prevalensi

obesitas yang besar ini dikaitkan dengan

turunnya penggunaan waktu untuk

melakukan aktivitas fisik disamping

peningkatan konsumsi makanan padat

energi. Suatu data menunjukan bahwa

aktivitas fisik anak-anak cenderung

menurun. Anak-anak lebih banyak bermain

di dalam rumah dibanding diluar rumah,

misalnya bermain games komputer,

menonton televise maupun media

elektronik lain ketimbang berjalan,

bersepeda maupun naik-turun tangga.

Aktivitas sedentary seperti ini menurunkan

keluaran energi sehingga terjadi

keseimbangan positif dimana masukan

energi lebih banyak dibandingkan

keluaran energi. Tubuh cenderung untuk

menyimpan energi dalam bentuk lemak dan

selanjutnya terjadi obesitas.

Berdasarkan uraian di atas, maka

peneliti ingin meneliti tentang ”Hubungan

Aktivitas fisik Remaja dengan Kejadian

Page 3: HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK REMAJA DENGAN KEJADIAN … · lingkungan tersebut, faktor genetik juga ikut berperan pada timbulnya obesitas (Wulandari, 2007). Prevalensi Obesitas Sentral

Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016

terakhir meningkat dari 7.6-10.8%

menjadi 13-14%. Sedangkan di

Singapura meningkat dari 9% menjadi

19%. Di Indonesia prevalensi obesitas

tahun 1989 di perkotaan 4.6% anak laki-

laki dan 5.9% anak perempuan. Empat

tahun kemudian naik menjadi 6.3 persen

(lelaki) dan 8 persen (perempuan).

Penelitian di negara maju

mendapatkan hubungan antara aktivitas

fisik yang rendah dengan kejadian

obesitas. Individu dengan aktivitas fisik

yang rendah mempunyai risiko

peningkatan berat badan sebesar 5 kg

(Hidayati et al. 2006). Dalam jangka

panjang, jika pola makan yang digunakan

tidak seimbang dan kurangnya aktivitas

fisik maka akan berakibat pada

terjadinya kegemukan atau obesitas.

Obesitas adalah penyakit multifaktorial

yang diduga bahwa sebagian besar

obesitas disebabkan oleh interaksi antara

faktor genetik dan faktor lingkungan,

antara lain aktivitas fisik, gaya hidup,

sosial ekonomi dan gizi (Hidayati et al.

2006). Dampak obesitas pada orang

dewasa adalah munculnya risiko terkena

penyakit degeneratif seperti jantung

koroner, diabetes tipe II atau NIDDM

(Non Insulin Dependent Diabetes

Melitus), gangguan fungsi

paru,peningkatan kadar kolesterol,

gangguan ortopedik (kaki pengkor) serta

rentan terhadap kelainan kulit

(Damayanti, 2002).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Univariat

Analisis Univariat dilakukan

untuk mentabulasikan dan

dikelompokkan jumlah nilai yang

Obesitas di SMKN 1 Sibolga Tahun 2012”.

Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui berapa jumlah

anak remaja yang obesitas di

SMKN 1 Kota Sibolga berdasarkan

jenis kelamin.

b. Untuk mengetahui proporsi kategori

obesitas pada anak remaja yang ada

di SMKN 1 Kota Sibolga Tahun

2012

II. METODOLOGI

Jenis penelitian yang digunakan

adalah bersifat deskriptif korelasi yaitu

untuk mengetahui Hubungan Aktivitas fisik

Remaja dengan Kejadian Obesitas di

SMKN 1 Sibolga Tahun 2012.Subyek

dalam penelitian ini adalah seluruh

populasi yang mengalami obesitas

setelahdiukurberdasarkan IMT diSMKN 1

KotaSibolga berjumlah 45 orang.

Berdasarkan tabel di atas diketahui

bahwa klasifikasi kategori obesitas siswa

mayoritas (48.9%) adalah preobesitas,

37.8% kategori obesitas I dan 4.4%

kategori obesitas III.

Tabel.3 Distribusi Frekuensi Aktivitas

Fisik Siswa SMKN 1

Kota Sibolga Tahun 2012

Aktivita

s Fisik Frequency %

Cumulativ

e %

Ringan 19 42.2 42.2

Sedang 22 48.9 91.1

Berat 4 8.9 100.0

Total 45 100.

0

Berdasarkan tabel di atas diketahui

bahwa sebagian besar aktivitas fisik siswa

sebanyak 22 orang (48.9%) adalah yang

sering melakukan aktivitas sedang, 42.2%

sebanyak 19 orang adalah yang sering

Page 4: HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK REMAJA DENGAN KEJADIAN … · lingkungan tersebut, faktor genetik juga ikut berperan pada timbulnya obesitas (Wulandari, 2007). Prevalensi Obesitas Sentral

Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016

diperoleh dari jawaban kuesioner dan

lembar observasi dibandingkan dengan

skor maksimal, kemudian dikalikan

100%, dapat dilihat pada tabel dibawah

ini:

Tabel.1 Distribusi Frekuensi Jenis

Kelamin Siswa SMKN 1Kota Sibolga

Tahun 2012

Jenis

Kelamin Frequency %

Cumulati

ve %

Laki-laki 18 40.0 40.0

Perempuan 27 60.0 100.0

Total 45 100.0

Berdasarkan tabel di atas

diketahui bahwa karakteristik siswa

berdasarkan jenis kelamin mayoritas

adalah perempuan sebanyak 27 orang

(60%) dan minoritas laki-laki sebanyak

18 orang (40%).

Tabel.2 Distribusi Frekuensi

Klasifikasi Obesitas Berdasarkan IMT

Siswa SMKN 1 Kota Sibolga Tahun

2012

Obesitas Freq

uency %

Cumula

tive %

Preobesitas IMT 5-29.9 22 48.9 48.9

Obesitas I IMT 30-34.9 17 37.8 86.7

Obesitas II IMT 35-39.9 4 8.9 95.6

Obesitas III IMT >40 2 4.4 100.0

Total 45 100.0

melakukan aktivitas ringan dan minoritas

siswa melakukan aktivitas berat sebanyak 4

orang (8.9%).

2. Analisis Bivariat

Analisis Bivariat digunakan untuk

Hubungan Aktivitas Fisik Remaja dengan

Kejadian Obesitas di SMKN 1 Sibolga

Tahun 2012 sebagai berikut :

1.Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

Siswa SMKN 1 Kota Sibolga Tahun 2012

Berdasarkan tabel di atas diketahui

bahwa karakterstik siswa berdasarkan jenis

kelamin mayoritas adalah perempuan

sebanyak 27 orang (60%) dan minoritas

laki-laki sebanyak 18 orang (40%).

Berdasarkan penelitian Mexitalia, 2010

prevalensi Obesitas Sentral pada penduduk

umur 15 tahun ke atas menurut

karakteristik subjek provinsi Sulawesi

Selatan, menunjukkan bahwa, prevalensi

obesitas sentral pada laki-laki 8.3%, pada

perempuan 26.8% dan prevalensi obesitas

sentral tertinggi berdasarkan karakteristik

pekerjaan pada ibu rumah tangga sebesar

33.4% (Riskesdas 2007).

Prevalensi obesitas sentral untuk

Sulawesi Selatan tahun 2007 adalah 18.3%

sedikit lebih rendah dari angka nasional

(18.8%). Dari 23 kabupaten/kota, Kota

Makassar dan Kota Pare-Pare dengan

prevalensi masingmasing 23.8% dan

23.9%. Dari 23 kabupaten/kota, 10 di

antaranya memiliki prevalensi obesitas

sentral di atas angka prevalensi provinsi

(Riskesdas,2007). Beberapa survei yang

dilakukan di negara berkembang

menunjukan prevalensi obesitas pada

remaja yang cukup tinggi. Penelitian di

Malaysia menunjukan prevalensi obesitas

Page 5: HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK REMAJA DENGAN KEJADIAN … · lingkungan tersebut, faktor genetik juga ikut berperan pada timbulnya obesitas (Wulandari, 2007). Prevalensi Obesitas Sentral

Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016

Tabel.4 Hubungan Aktivitas Fisik

Remaja dengan Kejadian Obesitas di

SMKN 1 Sibolga Tahun 2012

Correlations

Aktivita

s Fisik Obesitas

Aktivita

s Fisik

Pearson

Correlati

on

1 .837**

Sig. (2-

tailed)

.000

N 45 45

Obesitas Pearson

Correlati

on

.837**

1

Sig. (2-

tailed)

.000

N 45 45

**. Correlation is significant at the

0.01 level (2-tailed).

Berdasarkan tabel di atas

diketahui bahwa Hubungan Aktivitas

Fisik Remaja dengan Kejadian Obesitas

di SMKN 1 Sibolga Tahun 2012 adalah p

< 0.05 (p=0.00) dan r hitung > r tabel (r

hitung = 0,865 > r tabel = 0,334) yang

artinya Ho ditolak dan Ha diterima,

berarti ada Hubungan Aktivitas Fisik

Remaja dengan Kejadian Obesitas di

SMKN 1 Sibolga Tahun 2012.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan yaitu penelitian yang

berjudul Hubungan antara Hubungan

Aktivitas Fisik Remaja dengan Kejadian

Obesitas di SMKN 1 Sibolga Tahun

2012 adalah sebagai berikut:

mencapai 13.8% untuk kelompok umur 10

tahun.

Di Cina kurang lebih 10% anak

sekolah mengalami obesitas. Di Indonesia

sendiri didapatkan prevalensi obesitas

sebesar 9.7% di Yogyakarta, 10.6% di

semarang, dan 15.8% di Denpasar. Bahkan

penelitian yang dilakukan di sekolah swasta

di Jakarta Timur didapatkan prevalensi

obesitas sebesar 27.5%. Prevalensi obesitas

ini diperkirakan akan meningkat setiap

tahunnya. Prevalensi obesitas pada anak

sekolah di Amerika dalam tiga dekade

terakhir meningkat dari 7.6-10.8% menjadi

13-14%. Sedangkan di Singapura

meningkat dari 9% menjadi

BerdasarkanPenyebaranLemak, 19%. Di

Indonesia prevalensi obesitas tahun 1989 di

perkotaan 4.6% anak laki-laki dan 5.9%

anak perempuan. Empat tahun kemudian

naik menjadi 6.3 persen (lelaki) dan 8

persen (perempuan).

Dalam 10 tahun terakhir ini, angk

aprevalensi obesitas di seluruh dunia

menunjukkan peningkatan yang signifikan.

Kegemukan tipe buah apel (sebahagian

besar berupa sel lemak yang besar dan

jenuh) dan tipe buah pir (sebahagian besar

berupa sel lemak yang kecil dan tidak

jenuh).

Berdasarkan hasi lpenelitian

Padmiari (2005) terhadap konsumsi fast

food di Denpasar. Ternyata prevalens

iobesitas di Denpasar cukuptinggi (13.6%).

Prevalens iobesitas lebih tinggi di sekolah

swasta (18.2%) dari pada di sekolah negeri

(12.4%). Semakin beranekaragaman jenis

fast food yang dikonsumsi, semakin tinggi

pula resiko seseorang menderita obesitas.

Anak yang memperoleh intake energy dar

ifast food sebanyak 75% lebih berpeluang

untuk menjadi obesitas daripad aanak yang

Page 6: HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK REMAJA DENGAN KEJADIAN … · lingkungan tersebut, faktor genetik juga ikut berperan pada timbulnya obesitas (Wulandari, 2007). Prevalensi Obesitas Sentral

Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016

Saat ini, 1.6 miliar orang dewas

amengalami bera tbadan lebih

(overweight), dan kurang lebih 400 juta

diantaranya mengalami obesitas. Pada

tahun 2015, diperkirakan 2.3 miliar

orang dewasaa mengalami

overweight dan 700 juta di antarany

amengalami obesitas. Kejadian obesitas

di negara-negara maju seperti di Eropa,

Amerika, dan Australia telah mencapai

tingkatan epidemi. Kejadian ini tidak

hanya terjadi di negara-negara maju saja,

obesitas di beberapa Negara berkembang

bahkan telah menjadi masalah kesehatan

yang lebihserius. Sebagai contoh, 70%

dan penduduk dewasa Polynesia di

Samua masuk kategori obesitas (WHO,

1998).

Prevalensi overweight dan

obesitas juga meningkat sangat tajam di

kawasan Asia-Pasifik. Sebagai contoh,

20.5% dari penduduk Korea Selatan

tergolong overweight dan 1.5%

tergolongobesitas. Di Thailand, 16%

penduduknya mengalami overweight dan

4% mengalami obesitas. Di daerah

perkotaan Cina,

prevalensi overweight adalah 12% pada

laki-laki dan 14.4% pada perempuan,

sedang di daerah pedesaan

prevalensi overweight pada laki-laki dan

perempuan masing-masing adalah 5.3%

dan 9.8% (Inoue, 2000).

2 Distribusi Frekuensi Klasifikasi

Obesitas Berdasarkan IMT Siswa

SMKN 1 Kota Sibolga Tahun 2012

Berdasarkan tabel di atas

diketahui bahwa klasifikasi kategori

obesitas siswa mayoritas (48.9%) adalah

preobesitas, 37.8% kategori obesitas I

memperoleh intake energi yang dikonsumsi

dari fast food, semakin tinggi resiko

obesitas seseorang.

Berdasarkanstudidari Centers for

Disease Control di Atlanta tahun 2008

menunjukkan hamper satu dari lima

anakusia 6-11 tahundan 18.1% anakusia

12-19 tahun menderita obesitas. Di

beberapa Negara maju lainnya prevalens

iobesitas juga menunjukkan angka yang

berarti. Di Eropa, Inggris menempati urutan

pertama dalam kasus obesitas pada anak

dengan prevalensi sebesar 36% disusul oleh

Spanyol dengan prevalensi 27%

berdasarkan laporan Tim Obesitas

Internasional. Obesitas pada anak sudah

merambah keberbaga inegara berkem bang

di dunia, misalnya di Thailand prevalensi

obesitas pada anak umur 5-12 tahun telah

meningkatdari 12.2% menjadi Lemak pada

daerah perut secara spesifik dihubungkan

dengan kekakuan pembuluh darah aorta,

yaitu pembuluh darah arteri utama yang

mensupla darah ke organ-organ tubuh.

3. Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik

Siswa SMKN 1 Kota Sibolga Tahun 2012

Berdasarkan tabel di atas diketahui

bahwa sebagian besar aktivitas fisik siswa

sebanyak 22 orang (48.9%) adalah yang

sering melakukan aktivitas sedang, 42.2%

sebanyak 19 orang adalah yang sering

melakukan aktivitas ringan dan minoritas

siswa melakukan aktivitas berat sebanyak 4

orang (8.9%). Obesitas yang langkah

penting untuk mengenal obesitas pada

remaja secara lebih dalam, mengingat

obesitas sering menimbulkan risiko

kesehatan lainnya yang lebih serius 15.6%

hanya dalam waktu dua tahun (WHO,

2003). Di beberapa negara Asia seperti

Page 7: HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK REMAJA DENGAN KEJADIAN … · lingkungan tersebut, faktor genetik juga ikut berperan pada timbulnya obesitas (Wulandari, 2007). Prevalensi Obesitas Sentral

Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016

dan 4.4% kategori obesitas III. Di

Indonesia, prevalensi obesitas

menunjukkan angka yang

mengkhawatirkan. Berdasarkan data

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2007, prevalensi nasional obesitas umum

pada penduduk berusia ≥ 15 tahun adalah

10.3% terdiri dari laki-laki 13.9%, dan

perempuan 23.8%. Mereka dengan IMT

paling sedikit 30 mempunyai 50-100%

peningkatan risiko kematian

dibandingkan mereka dengan IMT 20-

25. Obesitas tipe buah apel mempunyai

risiko hampir 3 kali untuk menderita

penyakit jantung dibandingkan dengan

mereka dengan berat badan normal.

Berdasarkan in imaka dapat

digolongkan atas menjadi epidemi di

beberapa negara maju dan negara-negara

berkembang sebenarnya dapat dianggap

sebagai akibat kemajuan di bidang

ekonomi, sosial, dan teknologi dalam

beberapa dekade terakhir.

Bahan makanan tersedia

berlimpah dengan harga yang relatif

murah. Makanan dengan kandungan

kalori yang tinggi tersedia di banyak

gerai-gerai makanan cepat saji di kota-

kota besar. Teknologi yang memberikan

kemudahan dan penggunaan alat-alat

elektronik telah menjadi gaya hidup

sehari-hari yang mengakibatkan

kurangnya aktifitas fisik. Namun selain

faktor perilaku dan lingkungan tersebut,

faktor genetik juga ikut berperan pada

timbulnya obesitas (Wulandari, 2007).

Obesitas, khususnya obesitas

sentral (abdominal), berasosiasi dengan

sejumlah gangguan metabolisme dan

penyakit dengan morbiditas dan

China, prevalens obesitas pada anak

mencapai 7.1%. obesitas akan

membahayakan kesehatan jika kelebihan

lemak di dalam tubuh tersebar pada tubuh

bahagian atas, seperti perut, dada, leher dan

muka.

4. Hubungan Aktivitas Fisik Remaja

dengan Kejadian Obesitas di SMKN

1 Sibolga Tahun 2012

Sebuah penelitian terbaru yang

dipublikasikan dalam American Journal of

Epidemiology mengungkapkan, obesitas

yang dialami seseorang pada saat remaja

berkaitan erat dengan peningkatan risiko

kematian di usia paruh baya. Penelitian

tersebut melibatkan 227 ribu pria dan

wanita Norwegia yang diukur tinggi dan

berat badannya antara tahun 1963-1975

saat mereka berusia antara 14-19 tahun.

Dengan mengikuti perkembangan mereka

sampai tahun 2004, saat mereka rata-rata

berusia 52 tahun, 9650 orang diantaranya

meninggal. Dari hasil penelitian diketahui

bahwa mereka yang mengalami obesitas

atau overweight (kelebihan berat badan)

saat remaja diketahui 3-4 kali lebih berisiko

mengalami penyakit jantung yang berujung

pada kematian. Risiko kanker kolon serta

penyakit pernapasan seperti asma dan

emfisema juga meningkat 2-3 kali

prevalensi masing-masing 23.8% dan

23.9%. Dari 23 kabupaten/kota, 10 di

antaranya memiliki prevalensi obesitas

sentral di atas angka prevalensi provinsi

(Riskesdas,2007). Obesitas (kegemukan)

pada remaja tidak dapat dipandang sebelah

mata. Semakin banyaknya remaja yang

mengalami obesitas saat ini menjadi

indikasi masalah kesehatan yang akan terus

berkembang.

Page 8: HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK REMAJA DENGAN KEJADIAN … · lingkungan tersebut, faktor genetik juga ikut berperan pada timbulnya obesitas (Wulandari, 2007). Prevalensi Obesitas Sentral

Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016

mortalitas yang tinggi antara lain:

resistensi insulin, diabetes mellitus,

hipertensi, hiperlipidemia, aterosklerosis,

penyakit hati dan kandung empedu,

bahkan beberapa jenis kanker.

(Wulandari, 2007). Obesitas pada

umumnya terjadi jika asupan energi

melebihi keluaran dalam jangka

waktu yang lama. Hal ini bisa

disebabkan oleh asupan energi makanan

yang berlebihan, aktivitas yang kurang,

atau karena keduanya, seperti yang

sering ditemukan pada keluarga yang

mapan dengan kondisi sosial ekonomi

yang baik serta gaya hidup yang santai

(Harun, 2008).

Prevalensi Obesitas Sentral pada

penduduk umur 15 tahun ke atas menurut

karakteristik subjek provinsi Sulawesi

Selatan, menunjukkan bahwa, prevalensi

obesitas sentral pada laki-laki 8.3 %,

pada perempuan 26.8% dan prevalensi

obesitas sentral tertinggi berdasarkan

karakteristik pekerjaan pada ibu rumah

tangga sebesar 33.4% (Riskesdas 2007).

Prevalensi obesitas sentral untuk

Sulawesi Selatan tahun 2007 adalah

18.3% sedikit lebih rendah dari angka

nasional (18.8%). Dari 23

kabupaten/kota, Kota Makassar dan Kota

Pare-Pare dengan.

Meningkatnya prevalensi obesitas

pada remaja menimbulkan kekhawatiran

dan perhatian tersendiri. Obesitas

disebabkan oleh beberapa faktor,

diantaranya pola makan berlebih, kurang

olah raga, dan faktor lingkungan. Banyak

penelitian mencoba menggali pengaruh

dari makanan berlemak dan kurangnya

aktivitas fisik pada perkembangan

obesitas. Konsumsi minuman ringan (soft

ternyata rendah aktivitas fisik. Aktivitas

fisik hanya mempengaruhi satu pertiga

pengeluaran energi seseorang dengan berat

badan normal, tapi bagi orang dengan

obesitas, aktivitas fisik memiliki peran

yang sangat penting berkaitan dengan

pembakaran kalori.

Sedikitnya penelitian dan informasi

tentang hubungan antara minuman ringan

dengan kejadian obesitas di Indonesia perlu

mendapatkan perhatian, dikarenakan gaya

hidup remaja di kota-kota besar Indonesia

sangat dipengaruhi oleh gaya hidup remaja

Amerika dan Eropa. Produk-produk

minuman ringan yang beredar di Indonesia

kebanyakan berasal dari Amerika dan

Eropa. Konsekuensi kesehatan dari

minuman ringan dan obesitas ini perlu

diketahui oleh masyarakat luas, bagaimana

minuman ringan bisa mengakibatkan

kerusakan gigi, osteoporosis bila

dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama,

dan sebagainya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang

berjudul Hubungan Aktivitas Fisik Remaja

dengan Kejadian Obesitas di SMKN 1

Sibolga Tahun 2012 sebagai berikut dengan

responden sebanyak 45 orang anak yang

obesitas didapat kesimpulan sebagai berikut

:

1. Berdasarkan hasil penelitian di atas

diketahui bahwa ada Hubungan

Aktivitas Fisik Remaja dengan

Kejadian Obesitas di SMKN 1 Sibolga

Tahun 2012 karena P < 0.05.

2. Berdasarkan hasil penelitian di atas

diketahui bahwa mayoritas (60%) anak

Page 9: HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK REMAJA DENGAN KEJADIAN … · lingkungan tersebut, faktor genetik juga ikut berperan pada timbulnya obesitas (Wulandari, 2007). Prevalensi Obesitas Sentral

Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016

drink) adalah komponen lain yang belum

banyak diteliti di Indonesia, sementara di

Amerika dan negara-negara Eropa

penelitian tersebut telah banyak

dilakukan. Penelitian menunjukkan rata-

rata konsumsi minuman ringan remaja

Amerika adalah 55.9 galon pertahun, dan

remaja yang mengkonsumsi minuman

ringan tersebut memiliki prevalensi

obesitas lebih tinggi dengan resiko

obesitas meningkat 1.6 kali pada setiap

kaleng yang dikonsumsi perharinya

dibandingkan dengan remaja yang tidak

mengkonsumsi minuman ringan.

Minuman ringan memberi

kontribusi 7.1% dari total pemasukan

energi, pemanis buatan ditambahkan

untuk memenuhi selera rasa yang

digemari remaja, tambahan pemanis ini

mencapai 7 hingga 14%, diantaranya

fruktosa dan sukrosa. Tingginya kadar

pemanis buatan ini meningkatkan asupan

kalori pada remaja. Alasan tersebut

diikuti jumlah yang besar dari konsumsi

minuman ringan pada remaja membuat

hal ini patut diperhatikan sebagai faktor

kontribusi obesitas. Penyajian kemasan

yang menarik membuat minuman ringan

menjadi pilihan utama dibanding jenis

minuman lain seperti air mineral, susu

dan sebagainya. Iklan-iklan minuman

ringan dikemas dengan nuansa remaja,

dan slogan-slogan yang mempengaruhi

pandangan tentang produk itu sendiri

membuat minuman ringan semakin lama

menjadi bagian dari gaya hidup yang tak

bisa dipisahkan dari keseharian remaja

kota-kota besar.

Penelitian yang menganalisa

peningkatan insiden obesitas

memfokuskan pada mekanisme obesitas,

perubahan keseimbangan pemasukan

remaja yang obesitas adalah berjenis

kelamin perempuan

3. Berdasarkan hasil penelitian di atas

diketahui 48.9% adalah anak remaja

dengan kategori preobesitas, 37.8%

adalah remaja pada kategori obesitas I

dan kategori minoritas adalah anak

dengan kategori obesitas III dengan

persentase sebesar 4.4%.

2. SARAN

Saran dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Bagi Siswa dan Remaja :

Perlu dilakukan upaya penyuluhan

kepada siswa-siswi SMU mengenai

masalah gizi, khususnya mengenai

obesitas yang berhubungan dengan

konsumsi minuman ringan yang

berlebihan. Bagi remaja perlu

meningkatkan aktivitas fisik sehari-

hari dengan kegiatan rutin seperti

berolahraga agar mengurangi faktor

risiko terjadinya obesitas

b. Kepada Tenaga Kesehatan

Dari hasil penelitian ini diharapkan

bagi setiap puskesmas maupun

dinas kesehatan yang ada di Kota

Sibolga agar meningkatkan

penyuluhan dan pemasyarakatan

pedoman umum gizi seimbang

dalam rangka penanggulangan dan

pencegahan masalah gizi lebih

tanpa mengabaikan masalah gizi

kurang.

Page 10: HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK REMAJA DENGAN KEJADIAN … · lingkungan tersebut, faktor genetik juga ikut berperan pada timbulnya obesitas (Wulandari, 2007). Prevalensi Obesitas Sentral

Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016

energi, dan tingkat aktivitas. Penelitian

tersebut menunjukkan bahwa remaja

obesitas yang mengkonsumsi minuman

ringan.

DAFTRA PUSTAKA

Ariani et al. 1997 Pembinaan Nilai

Budaya melalui Permainan

Rakyat Daerah Istimewa

Yogyakarta. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Damayanti. 2002. Waspadai kegemukan

pada anak.

www.keluargasehat.com. [9

Maret 2010]

Hadi H. 2005. Prevalensi obesitas dan

hubungan konsumsi fast food

dengan kejadian obesitas pada

remaja SLTP kota dan desa di

Daerah Istimewa Yogyakarta.

Jurnal Gizi Klinik Indonesia.

Hidayati, Siti N, Irawan R dan HIdayat

B. 2006. Obesitas pada anak.

www.pediatrik.com. [9 maret

2010[

Khomsan A. 1997. Teknik Pengukuran

Pengetahuan Gizi. Bogor:

Jurusan Gizi Masyarakat dan

Sumberdaya Keluarga, Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian

Bogor.

Pertiwi DD. 1998. Kebiasaan jajan dan

preferensi terhadap makanan

jajanan tradisional pada anak

sekolah dasar di 4 desa IDT

Maluku Tengah. [Skripsi]. Bogor:

Departemen Gizi Masyarakat dan

Sumber Daya Keluarga, Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Manuaba, I.A. 2004. Obesitas jangan

dianggap remeh.

www.csmallcrab.com. [9 Maret

2010].

Mokoagon M & Ikhsan. 2007. Menilik mal

nutrisi dari sisi yang berbeda.

www.koalisi.org. [9 Maret 2010].

Rimbawan & Siagian A. 2004. Indeks

Glikemik Pangan. Jakarta: Penebar

Swadaya

Samsudin. 1994. GIzi Lebih pada Anak dan

Masalahnya. Risalah Widyakarya

Pangan dan Gizi V. Jakarta: LIPI

Soedarmo P. 1997. Ilmu Gizi Klinis pada

Anak Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Winarto A. 2008. Faktor determinan

perubahan status kegemukan pada

remaja (usia 14-18 tahun) yang

telah mengalami kegemukan pada

masa anak-anak (usia 9-11 tahun).

www.p3gizi.litbang.depkes.go.id. [9

Maret 2010

Page 11: HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK REMAJA DENGAN KEJADIAN … · lingkungan tersebut, faktor genetik juga ikut berperan pada timbulnya obesitas (Wulandari, 2007). Prevalensi Obesitas Sentral

Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016

Page 12: HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK REMAJA DENGAN KEJADIAN … · lingkungan tersebut, faktor genetik juga ikut berperan pada timbulnya obesitas (Wulandari, 2007). Prevalensi Obesitas Sentral

Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016

Page 13: HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK REMAJA DENGAN KEJADIAN … · lingkungan tersebut, faktor genetik juga ikut berperan pada timbulnya obesitas (Wulandari, 2007). Prevalensi Obesitas Sentral

Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016