hub.satudata.bappenas.go.idhub.satudata.bappenas.go.id/dataset/a2fea445-c4f4-4ae3-b7a8-ea5de5...hub.satudata.bappenas.go.id...

167

Transcript of hub.satudata.bappenas.go.idhub.satudata.bappenas.go.id/dataset/a2fea445-c4f4-4ae3-b7a8-ea5de5...hub.satudata.bappenas.go.id...

KATA PENGANTAR

Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang

diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan

pada publikasi dan data-data yang sudah dipublikasikan oleh Kementerian/Lembaga, dan

instansi internasional, maupun hasil dari Round Table Discussion yang dilakukan bersama

dengan beberapa Kementerian/Lembaga, pengamat, dan praktisi ekonomi.

Publikasi triwulan III tahun 2016 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai

perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan III tahun 2016. Dari sisi

perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan

negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia. Dari sisi perekonomian

nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III tahun 2016

dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan investasi dan kerja sama

internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Dalam publikasi ini juga

tersaji Policy Brief terkait kebijakan pemerintah dan kondisi ekonomi terkini.

Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak

perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari

pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan publikasi ini

dapat tercapai.

Jakarta, Desember 2016

Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

I

Ringkasan Eksekutif

Pada triwulan III tahun 2016, perekonomian negara-negara di beberapa kawasan

masih tumbuh melambat. Uni Eropa tumbuh sebesar 1,6 persen (YoY), melambat

dibandingkan triwulan III tahun 2015 sebesar 2,0 persen (YoY). Ekonomi Uni

Eropa masih dapat tumbuh positif karena masih tumbuhnya permintaan

domestik dan investasi dibidang konstruksi serta adanya kebijakan suku bunga

rendah European Central Bank (ECB). Di sisi lain, Amerika Serikat (AS) tumbuh

sebesar 2,9 persen (YoY), merupakan fase tercepat dalam dua tahun terakhir.

Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh penguatan kinerja ekspor yang tumbuh

sebesar 10,0 persen (YoY) yang merupakan kenaikan terbesar sejak triwulan IV

tahun 2013, serta kenaikan inventori investasi.

Perekonomian Tiongkok tumbuh sebesar 6,7 persen (YoY) dan merupakan

pertumbuhan terendah sejak tahun 2009, yang dipengaruhi oleh melambatnya

investasi swasta dan kinerja ekspor. Pertumbuhan ekonomi tersebut ditopang

oleh pemerintah dan sektor perumahan sehingga mencegah pelemahan ekonomi

Tiongkok yang tajam. Sementara itu, perekonomian Jepang tumbuh sebesar 2,2

persen (YoY), lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, akibat perbaikan kinerja

ekspor selama tiga triwulan berturut-turut yang disebabkan oleh kenaikan

pengiriman komponen smartphone.

Perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), meningkat

dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 4,7 persen (YoY) namun lebih

rendah dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 5,2 persen (YoY). Secara

kumulatif sampai dengan triwulan III tahun 2016, ekonomi Indonesia dapat

tumbuh sebesar 5,0 persen. Dari sisi domestik, kinerja pertumbuhan ekonomi

didorong oleh terjaganya permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga

yang tumbuh cukup kuat, namun realisasi belanja pemerintah APBN lebih rendah

dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya akibat pemotongan

anggaran. Hingga akhir triwulan III tahun 2016 inflasi sebesar 3,07 persen (YoY)

dengan IHK 125,4 basis poin, menurun dibandingkan triwulan yang sama tahun

sebelumnya.

Secara spasial, seluruh pulau/wilayah mengalami pertumbuhan positif dengan

rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Maluku dan Papua. Rata-rata

pertumbuhan di wilayah Maluku dan Papua; Sulawesi; Jawa; serta Bali dan Nusa

Tenggara lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara

itu, perkembangan kontribusi daerah terhadap PDB dari tahun ke tahun relatif

tidak banyak berubah. Kontribusi terbesar terhadap PDB dari triwulan I tahun

II

2010 sampai dengan triwulan III tahun 2016 didominasi pulau Jawa, yaitu sebesar

58,4 persen.

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III tahun 2016 mengalami

suplus sebesar USD5,7 miliar. Kinerja tersebut meningkat signifikan dibandingkan

dengan NPI pada triwulan III tahun 2015 yang defisit sebesar USD4,6 miliar

maupun triwulan II tahun 2016 yang surplus sebesar USD2,2 miliar. Peningkatan

tersebut dipengaruhi oleh menurunnya defisit pada neraca transaksi berjalan dan

meningkatnya surplus neraca transaksi modal dan finansial secara signifikan.

Total ekspor Indonesia pada sampai dengan akhir triwulan III tahun 2016 sebesar

USD104,4 miliar, mengalami penurunan sebesar 9,4 persen jika dibandingkan

dengan periode yang sama tahun 2015. Hal ini sejalan nilai impor Indonesia

secara total adalah sebesar USD98.693,4 juta atau menurun sebesar 8,6 persen

(YoY). Sementara itu, cadangan devisa Indonesia pada triwulan III tahun 2016

mencapai sebesar USD115,7 miliar atau setara dengan 8,5 bulan impor.

Realisasi Penerimaan Perpajakan hingga September 2016, mencapai Rp896,3

triliun atau sekitar 58,2 persen dari APBN-P 2016. Realisasi pembiayaan defisit

hingga September 2016 mencapai Rp392,4 triliun, lebih tinggi dibandingkan

target APBN-P 2016 (sebesar Rp296,7 triliun). Dari jumlah tersebut, pinjaman

dalam negeri mendominasi dengan nominal sebesar Rp405,1 triliun. Sementara

itu, realisasi pinjaman luar negeri (neto) hingga September 2016 sebesar minus

Rp12,7 triliun. Disisi lain, realisasi PMDN mengalami pertumbuhan positif sebesar

16,2 persen (YoY) dibandingkan triwulan III tahun 2015 yaitu sebesar Rp55,6

triliun. Sementara itu, realisasi PMA mengalami penurunan dengan tumbuh

negatif sebesar -0,2 persen (YoY) menjadi sebesar USD7.389,5 juta.

Penjualan mobil tumbuh sebesar 5,1 persen (YoY) walaupun secara nilai

mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu sebesar 251.340

unit. Sementara itu, penjualan motor kembali mengalami pertumbuhan negatif

sebesar -16,0 persen (YoY) dengan penjualan sebesar 1,3 juta kendaraan.

Penjualan semen tumbuh sebesar 3,3 persen (YoY), yaitu mencapai 15,2 juta ton

pada triwulan III tahun 2016. Secara kumulatif, penjualan semen pada Januari

hingga September 2016 sebesar 44,7 juta ton, meningkat 3,2 persen

dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Sementara itu, jumlah kunjungan

wisatawan mancanegara (wisman) adalah sebesar 3,1 juta wisman atau tumbuh

sebesar 21,2 persen, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 dan

2014.

III

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................. III

DAFTAR TABEL ....................................................................................................... VI

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... X

POLICY BRIEF .......................................................................................................... 3

Isu Perkembangan Ekonomi Domestik .................................................................... 3

PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA ..................................................................... 12

PEREKONOMIAN DUNIA ........................................................................................ 13

PEREKONOMIAN DUNIAPertumbuhan Ekonomi ............................................ 14

Tingkat Pengangguran .................................................................................... 16

Perkiraan Ekonomi Dunia ................................................................................ 18

PERKEMBANGAN KEUANGAN INTERNASIONAL .................................................... 23

Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD ............................................................. 23

Inflasi ............................................................................................................... 25

Suku Bunga Kebijakan ..................................................................................... 27

Cadangan Devisa ............................................................................................. 28

PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL ...................................... 29

Perkembangan Harga Internasional .............................................................. 29

Harga Minyak Dunia dan Gas Alam ................................................................. 31

Harga Komoditas Utama Pangan .................................................................... 32

Isu Terkini Kerjasama Ekonomi Internasional ................................................. 33

Kerjasama Ekonomi Internasional .................................................................. 34

Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA . 37

PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA.............................................................. 46

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA ................................................................ 47

PERKEMBANGAN EKONOMI DAERAH ................................................................... 54

PERKEMBANGAN HARGA KEBUTUHAN POKOK .................................................... 58

Perkembangan Harga Domestik ..................................................................... 58

Indeks Harga Bahan Pokok Nasional ............................................................... 59

INDEKS TENDENSI KONSUMEN ............................................................................. 60

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN ........................................................................... 62

PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI ..................................................................... 63

Kondisi Bisnis Indonesia .................................................................................. 63

Pertumbuhan Industri Pengolahan ................................................................. 65

Data Penjualan Komoditas Industri Utama ..................................................... 69

Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri ............................................ 72

IV

Manufacturing Purchasing Manager Index .................................................... 74

Perkembangan Sektor Pariwisata ................................................................... 76

Kebijakan Pembangunan Pariwisata Indonesia ..................................................... 80

KEUANGAN NEGARAKEUANGAN NEGARA ............................................................ 83

PENDAPATAN NEGARA .......................................................................................... 85

BELANJA PEMERINTAH .......................................................................................... 86

PEMBIAYAAN PEMERINTAH .................................................................................. 88

Posisi Utang Pemerintah ................................................................................. 90

Surat Berharga Negara (SBN) .......................................................................... 91

Pinjaman Luar Negeri ...................................................................................... 94

PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN............................................................ 97

ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL ............................................... 97

NERACA PEMBAYARAN ......................................................................................... 98

TRANSAKSI BERJALAN .......................................................................................... 100

Perkembangan Ekspor .................................................................................. 100

Perkembangan Impor ................................................................................... 105

Perkembangan Neraca Perdagangan ............................................................ 110

Neraca Pendapatan ....................................................................................... 116

NERACA MODAL DAN FINANSIAL ........................................................................ 118

CADANGAN DEVISA ............................................................................................. 120

PERKEMBANGAN INVESTASI ............................................................................... 123

Isu Terkini Perkembangan Investasi ............................................................. 123

PERKEMBANGAN INVESTASI ............................................................................... 124

REALISASI INVESTASI ........................................................................................... 125

Realisasi Per Sektor ....................................................................................... 125

Realisasi Per Lokasi ....................................................................................... 127

Realisasi per Negara ...................................................................................... 129

PERKEMBANGAN MONETER DAN KEUANGAN .................................................. 132

PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER ............................................................ 133

Tingkat Inflasi ................................................................................................ 133

Nilai Tukar Rupiah ......................................................................................... 136

SEKTOR PERBANKAN ........................................................................................... 140

Kredit Usaha Rakyat ............................................................................................ 142

SEKTOR PERBANKAN SYARIAH ............................................................................ 143

LAMPIRAN .......................................................................................................... 146

Lampiran 1: Inflasi Kabupaten/Kota .................................................................... 147

Lampiran 2: Inflasi Kabupaten/Kota .................................................................... 148

V

Lampiran 3 : Nilai Tukar Mata Uang .................................................................... 149

Lampiran 4: Indeks Harga Komoditas Internasional............................................ 150

Lampiran 5: Harga Bahan Pokok Nasional ........................................................... 151

VI

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Waktu yang Dibutuhkan untuk Menyamai PDB per Kapita Negara ................... 5

Tabel 2. Bukti Empiris Pengaruh Kebijakan terhadap TFP ................................................ 7

Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF .................................................... 18

Tabel 4. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Menurut ADB (YoY) .............................. 21

Tabel 5. Tingkat Inflasi Global Triwulan III-2016 (% YoY) ............................................... 26

Tabel 6. Perubahan Suku Bunga Bank Sentral Beberapa Negara Triwulan III Tahun 2016 (persentase poin) ............................................................................................................ 27

Tabel 7. Posisi Cadangan Devisa Beberapa Bank Sentral (miliar USD) ........................... 29

Tabel 8.Perkembangan Harga untuk Komoditas terpilih Periode Bulan Januari-September Tahun 2016 .................................................................................................. 30

Tabel 9. Perkembangan Harga Minyak dan Gas Dunia .................................................. 32

Tabel 10.Status Perjanjian Ekonomi Internasional (per November 2016) ..................... 34

Tabel 11.Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia ...................... 36

Tabel 12. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Oseania (juta USD) .......................................................................................................... 37

Tabel 13. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Selatan (juta USD) ................................................................................................... 38

Tabel 14. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Tenggara (juta USD) ................................................................................................ 39

Tabel 15. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Timur Tengah (juta USD) ................................................................................................ 42

Tabel 16. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Timur (juta USD) ..................................................................................................... 42

Tabel 17. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Afrika (juta USD) ............................................................................................................. 43

Tabel 18. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Eropa (juta USD) ............................................................................................................. 44

Tabel 19. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 Menurut Lapangan Usaha (YoY) ............................................................................ 49

Tabel 20. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 (Persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) ........................................................... 52

VII

Tabel 21. Koefisien Variasi Harga Antar Waktu Periode Bulan Januari-September Tahun 2016 ................................................................................................................................ 58

Tabel 22. Koefisien Variasi Harga Antar Wilayah Bulan Januari-September Tahun 2016 ........................................................................................................................................ 59

Tabel 23.Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya ................................................................ 60

Tabel 24. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari 2016 – Oktober 2016 .......... 62

Tabel 25. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan III Tahun 2016 .................. 64

Tabel 26. Perkembangan Komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah, ............ 85

Tabel 27. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa, 2011-2016 (triliun rupiah) .. 88

Tabel 28. Perkembangan Realisasi Komposisi Pembiayaan APBN, 2011 – 2016 (Rp triliun) ........................................................................................................................................ 89

Tabel 29. Sebagian besar utang pemerintah pusat bersumber dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). .................................................................................................. 90

Tabel 30. Perkembangan Realisasi Pembayaran Pokok dan Bunga Utang Pemerintah Pusat ............................................................................................................................... 90

Tabel 31.Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2011 - 2016 (triliun Rupiah) ........ 91

Tabel 32. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2011 - 2016 (triliun Rupiah) ....... 92

Tabel 33.Posisi Pinjaman Luar Negeri Berdasarkan Kreditur (Rp Triliun) ...................... 94

Tabel 34. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan III Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 (Miliar USD) ........................................................................................................... 99

Tabel 35.Perkembangan Ekspor Bulan Januari-September Tahun 2016 ..................... 100

Tabel 36.Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Nonmigas Terbesar Bulan Januari-September Tahun 2016 ......................................................................... 102

Tabel 37.Golongan Barang dengan Volume Ekspor Nonmigas Terbesar Bulan Januari-September Tahun 2016 ................................................................................................ 103

Tabel 38. Perkembangan Ekspor Nonmigas ke Negara Tujuan Utama Bulan Januari-September Tahun 2016 ................................................................................................ 104

Tabel 39. Perkembangan Impor Januari-September Tahun 2016 ................................ 105

Tabel 40. Perkembangan Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Bulan Januari-September Tahun 2016 ................................................................................... 107

Tabel 41.Perkembangan Volume Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Bulan Januri-September Tahun 2016 ........................................................................... 108

VIII

Tabel 42. Negara Utama Asal Impor Nonmigas Januari-September Tahun 2016 ........ 109

Tabel 43. Neraca Perdagangan Indonesia Januari-September Tahun 2016 ................ 110

Tabel 44. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Bulan Januari-September Tahun 2016 .............................................................................................................................. 110

Tabel 45.Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Bulan Januari-September Tahun 2016 ...................................................................................................................................... 111

Tabel 46. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Bulan Januari-September Tahun 2016 ...................................................................................................................................... 112

Tabel 47.Neraca Perdagangan Indonesia-India Bulan Januari-September Tahun 2016 ...................................................................................................................................... 112

Tabel 48. Neraca Perdagangan Indonesia-Thailand Periode Januari-September Tahun 2016 .............................................................................................................................. 113

Tabel 49. Neraca Perdagangan Indonesia-Singapura Bulan Januari-September Tahun 2016 .............................................................................................................................. 113

Tabel 50. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan III Tahun 2016 (persen) ............... 124

Tabel 51. Realisasi PMA dan PMDN Tahun 2010- Triwulan III Tahun 2016 ................. 125

Tabel 52. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan III Tahun 2016 Berdasar Sektor ................................................................................................... 126

Tabel 53. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2016 .................... 127

Tabel 54. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan III 2016 Berdasarkan Lokasi (Rp Triliun) .................................................................................... 127

Tabel 55. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan III 2016 Berdasarkan Lokasi (USD Milyar) ....................................................................................................... 128

Tabel 56. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2016 ..................... 129

Tabel 57. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan III Tahun 2016 ... 129

Tabel 58. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan III- 2016 .................................................. 133

Tabel 59. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen ........................................ 134

Tabel 60. Inflasi berdasarkan Sumbangan (Share) Triwulan III-2016 ........................... 134

Tabel 61. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan Inflasi Bulanan ...................................................................................................................................... 135

Tabel 62. Struktur Suku Bunga Operasi Moneter Bank Indonesia ............................... 138

Tabel 63. Nilai Tukar Mata Uang per USD .................................................................... 149

IX

Tabel 64. Indeks Harga Komoditas Internasional ........................................................ 150

Tabel 65. Harga Bahan Pokok Nasional ........................................................................ 151

X

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pertumbuhan PDB Potensial Indonesia ............................................................. 5

Gambar 2. Ilustrasi Teori ..................................................................................................... 6

Gambar 3. Reformasi Struktural dan Tambahan Produktivitas berdasarkan Kelompok Pendapatan Negara ............................................................................................................. 8

Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III Tahun 2016 di Beberapa Negara (YoY) .. 14

Gambar 5. Tingkat Pengangguran di Beberapa Negara .................................................... 16

Gambar 6. Posisi USD terhadap Mata Uang Negara Lain per akhir Juli-September 2016 (% YtD) .................................................................................................................................... 24

Gambar 7. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global ................................ 33

Gambar 8. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA Preferensi ....... 36

Gambar 9. Persentase Penggunaan SKA Nonpreferensi terhadap Total SKA Nonpreferensi ........................................................................................................................................... 37

Gambar 10. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 - Triwulan III Tahun 2016 (Persen) .................................................................................................................... 47

Gambar 11. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Enam Pulau Besar di Indonesia pada Triwulan I Tahun 2011 - Triwulan III Tahun 2016 (Persen) ............................................... 55

Gambar 12. Kontribusi di Enam Pulau Besar Indonesia terhadap PDB ............................. 55

Gambar 13.Perkembangan Indeks Harga Komoditas Cabai Merah dan Bawang Merah 60

Gambar 14. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 .................................................................................................................... 61

Gambar 15. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun 2012 - Triwulan III Tahun 2016 ................................................................................................................................... 64

Gambar 16. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, %) ............................... 65

Gambar 17. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Tahun 2016 (akumulasi Triwulan III) (YoY, persen) ............................................................................... 66

Gambar 18. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas ................ 68

Gambar 19. Ekspor Produk Industri .................................................................................. 69

Gambar 20. Penjualan Mobil Triwulan III Tahun 2016 ...................................................... 70

Gambar 21.Penjualan Motor Di Indonesia Triwulan III Tahun 2016 ................................. 71

Gambar 22.Penjualan Semen Triwulan III tahun 2016 (Ton) ............................................ 72

XI

Gambar 23. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan III Tahun 201673Gambar 24. Prompt Manufacturing Index Indonesia............................................................................ 74

Gambar 25. Manufacturing Capacity Utilization Rate ...................................................... 75

Gambar 26. Pertumbuhan Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Triwulan III Tahun 2016 ................................................................................................................................... 77

Gambar 27. Jumlah Wisatawan Mancanegara Triwulan III Tahun 2016 ........................... 78

Gambar 28. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan Triwulan III Tahun 2016 ................................................................................................................................... 79

Gambar 29. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Lima Besar Pintu Masuk Utama Triwulan III Tahun 2016 ..................................................................................................... 80

Gambar 30. Perbandingan Total Uang Tebusan di Berbagai Negara (Rp Triliun) ............. 86

Gambar 31. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Negara, 2010 – 2016 ............... 86

Gambar 32. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah Pusat .................... 87

Gambar 33. Perkembangan Realisasi Defisit APBN (Rp Triliun) ........................................ 88

Gambar 34. Komposisi Kepemilikan SBN oleh Asing berdasarkan Tenor (% Total SBN) .. 92

Gambar 35. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan III Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 (Miliar USD) .............................................................................................................. 98

Gambar 36. Nilai dan Volume Ekspor Hingga September 2016 ...................................... 100

Gambar 37. Nilai dan Volume Impor Hingga September 2016 ....................................... 105

Gambar 38. Neraca Perdagangan Jasa ............................................................................ 114

Gambar 39. Neraca Perdagangan Jasa Perjalanan dan Transportasi .............................. 115

Gambar 40. Pendapatan Primer ...................................................................................... 116

Gambar 41. Sebaran Tenaga Kerja Indonesia Berdasarkan Kawasan (dalam ribu jiwa) . 117

Gambar 42. Pendapatan Sekunder ................................................................................. 118

Gambar 43. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan III Tahun 2013 – Triwulan III Tahun 2016 (Miliar USD) ................................................................................................. 118

Gambar 44. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) ................................... 136

Gambar 45. Nominal Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) ............................ 136

Gambar 46. Pertumbuhan Uang Beredar Triwulan III-2016 ........................................... 137

Gambar 47. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia ....................................... 140

Gambar 48. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia ........................ 141

XII

Gambar 49. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya ........................ 142

Gambar 50. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia ............................. 143

Gambar 51. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan di Indonesia .............. 144

Gambar 52. Perkembangan Pembiayaan Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya .............. 145

Gambar 53. Inflasi YoY 82 Kabupaten/ Kota Juli-September 2016 ................................. 147

Gambar 54. Inflasi MtM 82 Kabupaten/ Kota Juli-September 2016 ............................... 148

1

POLICY BRIEF

2

POLICY BRIEF

3

POLICY BRIEF

Isu Perkembangan Ekonomi Domestik

Pertumbuhan PDB Potensial Indonesia

Oleh: Mochammad Firman Hidayat, SE, MA

Perencana Muda – Direktorat Perencanaan Makro dan Analisis Statistik

Studi ini menunjukkan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya

disebabkan oleh perubahan yang sifatnya sementara, tetapi juga disebabkan oleh

penurunan pada kapasitas potensial dari ekonomi. Dengan menggunakan metode

Hodrick Prescott Filter, PDB potensial ditunjukkan terus menurun. Untuk dapat keluar dari

Middle Income Trap, reformasi struktural adalah langkah kebijakan yang harus dilakukan

pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi potensial. Kunci bagi

keberhasilan reformasi struktural adalah kebijakan dan pentahapan yang tepat.

Pendahuluan

Selepas krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 dan 2009, pertumbuhan

ekonomi Indonesia terus menurun secara persisten. Sempat menikmati pertumbuhan

ekonomi di atas 6 persen secara berturut-turut di tahun 2010-2012, pertumbuhan

ekonomi Indonesia terus menurun hingga di bawah 5 persen di tahun 2015.

Ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan penurunan pertumbuhan ekonomi

tersebut. Salah satunya adalah berakhirnya era commodity boom. Harga komoditas yang

tinggi di tingkat global menjadi salah satu pendorong utama ekspor yang tumbuh hingga

di atas dua digit pada periode 2010-2011, yang kemudian juga mendorong pertumbuhan

ekonomi. Faktor lainnya adalah quantitave easing yang menyebabkan derasnya aliran

modal masuk ke negara emerging market, termasuk Indonesia. Tahun 2012, harga

komoditi perlahan mulai turun, dan the Fed mulai melakukan normalisasi kebijakan sejak

pertengahan tahun 2013.

Penurunan pertumbuhan ekonomi yang persisten tersebut mengindikasikan bahwa

penurunan tersebut tidak disebabkan hanya oleh perubahan yang sifatnya sementara,

misalkan efek siklus bisnis, tetapi juga oleh penurunan pada kapasitas produktif dari

perekonomian. Kapasitas produktif suatu perekonomian biasanya diukur dengan PDB

potensial. PDB potensial mencerminkan perekonomian berada pada kondisi “full-

employment”, atau dalam bahasa lain pada tingkat PDB dengan penggunaan sumber daya

yang tinggi.

4

Studi ini berusaha mengevaluasi apakah penurunan pertumbuhan ekonomi dalam

beberapa tahun terakhir juga disebabkan oleh penurunan PDB potensial Indonesia.

Dengan menggunakan metode Hodrick-Prescott Filter, studi ini mengkonfirmasi dugaan

tersebut. Kemudian, studi ini berusaha menganalisis faktor penyebab penurunan tersebut

dengan membreak-down pertumbuhan ekonomi dengan pendekatan growth accounting

menggunakan data dari Asian Productivity Organization (APO). Hasil analisis

menunjukkan reformasi struktural adalah langkah kebijakan yang harus dilakukan

pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi potensial. Pentahapan reformasi

menjadi kunci bagi kesuksesan transformasi struktural.

PDB Potensial dan Metode Hodrick-Prescott (HP) Filter

Ada banyak definisi dari PDB potensial. Salah satunya dari OECD yang mendefinisikan PDB

potensial sebagai tingkat output yang dapat diproduksi suatu perekonomian pada tingkat

inflasi yang konstan. Produksi output yang melebihi tingkat PDB potensial akan

berdampak pada meningkatnya tingkat inflasi. Definisi lain di banyak buku mata kuliah

makroekonomi menyebutkan PDB potensial adalah tingkat output ketika perekonomian

mencapai kondisi “full employment”, yakni ketika semua orang yang mencari kerja

mendapatkan pekerjaan. Secara sederhana, PDB potensial mencerminkan kapasitas

produktif dari suatu perekonomian. Bagi pemangku kebijakan, PDB potensial penting

untuk mengukur output gap (selisih antara PDB potensial dan PDB aktual) yang

memberikan informasi ada tidaknya ruang untuk memberikan stimulus terhadap

permintaan agregat.

HP filter adalah metode yang banyak digunakan untuk mengukur PDB potensial. HP filter

menghilangkan komponen siklus dari suatu data runtun waktu (time series). Ketika

komponen siklus dihilangkan, maka yang tersisa adalah underlying tren dari data tersebut.

Aplikasinya dalam PDB, HP filter akan menghilangkan fluktuasi/deviasi jangka pendek,

menyisakan tren PDB yang mencerminkan potensialnya.

Secara matematis, data runtun waktu seperti PDB dapat didekomposisi menjadi

komponen trennya, 𝜏, dan komponen siklusnya, c. Misalkan, 𝑦𝑡 adalah PDB dengan 𝑡 =

1,2,… , 𝑇, maka PDB dapat didekomposisi menjadi 𝑦𝑡 = 𝜏𝑡 + 𝑐𝑡 + 𝜀𝑡 . Metode HP filter

mencari komponen tren sesuai persamaan sebagai berikut:

min𝜏

(∑(𝑦𝑡 − 𝜏𝑡)2

𝑇

𝑡=1

+ 𝜆∑[(𝜏𝑡+1 − 𝜏𝑡) − (𝜏𝑡 − 𝜏𝑡−1)]2

𝑇−1

𝑡=2

)

Di bagian pertama dari persamaan, nilai kuadrat dari (𝑦𝑡 − 𝜏𝑡) memberikan penalti bagi

komponen siklus dari PDB. Bagian kedua, dari persaman memberikan penalti bagi variasi

5

pertumbuhan komponen tren. 𝜆 menggambarkan besarnya penalti yang diberikan dan

bergantung pada frekuensi data yang digunakan.

Dengan menggunakan metode HP filter dan menggunakan data triwulanan PDB riil

Indonesia sejak 2001Q1 hingga 2016Q2, terlihat penurunan pertumbuhan PDB potensial

Indonesia sejak tahun 2009 (Gambar 1).

Gambar 1. Pertumbuhan PDB Potensial Indonesia

Sumber: Hasil Perhitungan Penulis

Meningkatkan PDB Potensial: Reformasi Struktural

Target pemerintah dalam jangka menengah adalah keluar dari Middle Income Trap (MIT),

yakni masuk menjadi tingkat negara maju, dengan pendapatan sekitar USD12,700 per

kapita. Berdasarkan HKS (2015), untuk dapat keluar dari MIT, dalam satu dekade ke

depan, PDB per kapita harus tumbuh sekitar 8,5 persen atau dengan asumsi laju

pertumbuhan penduduk > 1 persen, berarti pertumbuhan ekonomi harus di atas 9,5

persen per tahunnya.

Tabel 1. Waktu yang Dibutuhkan untuk Menyamai PDB per Kapita Negara

Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Pertumbuhan ekonomi (%) 5 6 7 8

Pertumbuhan penduduk (%) 1,38 1,2 1,1 1

PDB per kapita (USD)

Selevel Thailand (tahun) >100 >100 45 26

Selevel Malaysia (tahun) >100 >100 67 44

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

20

01

q1

20

01

q4

20

02

q3

20

03

q2

20

04

q1

20

04

q4

20

05

q3

20

06

q2

20

07

q1

20

07

q4

20

08

q3

20

09

q2

20

10

q1

20

10

q4

20

11

q3

20

12

q2

20

13

q1

20

13

q4

20

14

q3

20

15

q2

20

16

q1

PDB PDB Potensial

6

Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Selevel Korea (tahun) >100 >100 >100 83

Selevel Jepang (tahun) >100 76 60 49

Sumber: Hasil Perhitungan Penulis

Angka di atas baru mencerminkan kondisi ketika Indonesia berhasil keluar dari MIT tanpa

memperhatikan perbandingannya dengan negara lain. Tabel 1 menggambarkan hasil

exercise waktu yang dibutuhkan Indonesia untuk tidak hanya keluar dari MIT tetapi

tingkat pendapatan per kapitanya bisa menyamai negara tetangga. Dalam exercise ini

diasumsikan negara tetangga tumbuh konstan sesuai dengan pertumbuhan PDB per

kapita jangka panjangnya (1966-2014). Exercise ini menggambarkan Indonesia

membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi untuk mengejar ketertinggalannya

dengan negara lain.

Gambar 2. Ilustrasi Teori

Namun mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mungkin dicapai tanpa

meningkatkan PDB potensial. Ilustrasi pada gambar 2 menunjukkan kondisi saat ini dan

target pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan untuk keluar dari MIT. PDB potensial

adalah ouput pada kurva penawaran jangka panjang (Long Rung Aggregate Supply/LRAS).

Kondisi saat ini digambarkan dengan bergesersnya kurva permintaan agregat ke kiri

(𝐴𝐷0 → 𝐴𝐷1), seiring dengan turunnya investasi dan ekspor. Untuk mencapai

pertumbuhan ekonomi 7 persen bisa saja dilakukan dengan kebijakan sisi permintaan.

Namun tanpa meningkatkan PDB potensial, stimulus terhadap permintaan akan

7

menyebabkan ekonomi mengalami overheating, ditandai dengan tingkat inflasi yang

meningkat. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, kurva penawaran jangka panjang

harus digeser dari 𝐿𝑅𝐴𝑆1 → 𝐿𝑅𝐴𝑆2 . Untuk melakukan itu, reformasi struktural harus

dilakukan.

Menurut IMF (2015), reformasi struktural identik dengan kebijakan untuk memperkuat

mekanisme pasar pada antara lain pasar barang dan jasa domestik, pasar tenaga kerja,

pasar modal dan keuangan, serta perdagangan. Reformasi struktural juga dapat diartikan

sebagai kebijakan yang mengubah struktur ekonomi. Namun reformasi struktural juga

bisa mencakup kebijakan untuk mengatasi kegagalan pasar atau kebijakan lain yang

dampak secara langsung terhadap produktivitas.

Studi lain dari Abdychev et al (2015) merangkum variabel yang berpengaruh terhadap

tingkat produktivitas (Total Factor Productivity/TFP):

Tabel 2. Bukti Empiris Pengaruh Kebijakan terhadap TFP

No Variabel Pengaruh thd TFP Kebijakan

1 Utang pemerintah thd PDB (-) Reformasi Fiskal

2 Ekspor-impor thd PDB (+) Reformasi Perdagangan

3 FDI thd PDB (+) Perbaikan Iklim Investasi

4 Kredit thd PDB (+)/(-) Reformasi Sektor Keuangan

5 Share Pertanian thd PDB (-) Transformasi Struktural

6 Share Manufaktur thd PDB (+) Transformasi Struktural

7 Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan (+)/(-) Kebijakan Tenaga Kerja

8 Inflasi (+)/(-) Stabilisasi Makroekonomi

9 Lama Sekolah (+) Kebijakan Pendidikan

10 Missmatch keahlian (-) Kebijakan Tenaga Kerja

Sumber:Abdychev et al (2015)

IMF (2015) mengidentifikasi kebijakan yang memberikan manfaat tertinggi terhadap

produktivitas dibagi berdasarkan kelompok pendapatan per kapita suatu negara. Untuk

negara berpendapatan menengah seperti Indonesia, kebijakan yang memberikan

tambahan produktivitas tertinggi adalah yang berwarna hijau, dengan prioritas pada

perbaikan regulasi bisnis, pasar tenaga kerja, infrastruktur, dan reformasi fiskal. Melihat

itu, langkah kebijakan yang diambil oleh pemerintah sejak tahun 2015 sudah sesuai.

Setelah keempat reformasi tersebut dilakukan, prioritas kebijakan berikutnya adalah

reformasi di sektor keuangan, terutama di sektor perbankan dan pasar modal (non-bank).

8

Gambar 3. Reformasi Struktural dan Tambahan Produktivitas berdasarkan Kelompok Pendapatan Negara

Teknologi & inovasi

Regulasi industri

Regulasi bisnis

Pasar tenaga kerja

Infrastruktur

Reformasi struktural fiskal

Sistem perbankan

Pengembangan pasar modal

Sistem hukum & hak kepemilikan

Liberalisasi Perdagangan

Pertanian

LIDCs Ems Ams

Sumber: IMF (2015)

Namun di luar prioritas kebijakan yang berwarna hijau, pemerintah tetap perlu

memperhatikan setidaknya dua kebijakan lain yakni reformasi perdagangan dan

reformasi pertanian. Reformasi perdagangan disini menuntut kebijakan perdagangan

Indonesia untuk tetap terbuka. Sementara reformasi pertanian berkaitan erat dengan

transformasi struktural, proses peralihan dari pertanian ke industri manufaktur. Kedua

reformasi ini masih menjadi PR bagi pemerintah, dan mengingat seharusnya reformasi ini

sudah selesai ketika Indonesia masih berpendapatan menengah ke bawah, dua kebijakan

ini harus menjadi perhatian utama.

Pentahapan terakhir dari reformasi struktural berkaitan dengan pengembangan teknologi

dan inovasi. Namun, mengingat perkembangan teknologi dan inovasi yang pesat saat ini,

Indonesia juga perlu untuk memulai reformasi struktural terkait teknologi dan inovasi

sejak sekarang.

Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan

Studi singkat ini menunjukkan terjadinya penurunan pertumbuhan PDB potensial

Indonesia sejak tahun 2009. Tanpa ada peningkatan PDB potensial ke depan, sulit bagi

Indonesia untuk dapat keluar dari MIT. Peningkatan PDB potensial dilakukan dengan

melakukan reformasi struktural.

Tingkat Pendapatan

Reformasi prioritas tertinggi Reformasi prioritas lain

Tipe Reformasi

9

Kebijakan yang pemerintah lakukan sudah sejalan dengan reformasi struktural yang

dianjurkan dalam literatur. Untuk itu, saat ini pemerintah perlu melakukan monitoring

dan evaluasi yang ketat terhadap berbagai kebijakan yang telah diambil, untuk

memastikan implementasinya berjalan sesuai dengan rencana. Kesuksesan reformasi

struktural juga tergantung pada pentahapan yang tepat. Dalam jangka yang lebih pendek,

pemerintah harus memprioritaskan kebijakan-kebijakan yang memberikan dampak

peningkatan produktivitas terbesar. Sementara dalam jangka menengah dan panjang,

kebijakan difokuskan pada kebijakan lainnya seperti reformasi di sektor keuangan dan

pengembangan teknologi dan inovasi.

Referensi

Abdychev, Aidar, et al. 2015. “Increasing Productivity Growth in Middle Income Countries”. IMF Working Papers, 15(2). International Monetary Fund.

Hodrick, Robert J. dan Edward C. Prescott. 1997. “Postwar U.S. Business Cycle: An

Empirical Investigation”. Journal of Money, Credit and Banking 29(1): 1-16.

International Monetary Fund. 2015. “Structural Reforms And Macroeconomic

Performance: Initial Considerations For The Fund”. Washington, D.C: International

Monetary Fund.

OECD. 2011. “The OECD Economic Outlook: Sources and Method”. OECD.

10

11

PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA

12

PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA

13

PEREKONOMIAN DUNIA

Perekonomian global masih melambat yang disebabkan

oleh perlambatan ekonomi Tiongkok, rendahnya harga

komoditas, serta gejolak geopolitik masih mempengaruhi

perekonomian dunia. Selain itu, ketidakpastian ekonomi,

politik, dan kelembagaan terkait Brexit akan berdampak

bagi menurunnya aliran uang dan perdagangan Inggris

dengan seluruh Kawasan Eropa, serta memberi

konsekuensi negatif bagi kondisi makroekonomi global.

Hal ini menyebabkan lambatnya perbaikan ekonomi yang

berimplikasi pada pelemahan perdagangan global dan

inflasi yang tetap rendah. Namun demikian, aktivitas

ekonomi Amerika Serikat mengalami perbaikan sampai

triwulan III 2016.

Pada triwulan III tahun 2016, harga sebagian besar

komoditas khususnya energi relatif mengalami

peningkatan meskipun masih pada level yang rendah.

Harga komoditas 13nergy naik lebih dari 3,0 persen

dibandingkan triwulan II tahun 2016. Harga batu bara

meningkat 30,0 persen dikarenakan penutupan tambang

oleh pemerintah Tiongkok dan pengurangan kelebihan

kapasitas serta perampingan 13nergy13e batu bara.

Selain itu, negara Tiongkok mengurangi produksi batu

bara tahun ini menyebabkan produksi batu bara turun 11

persen selama sembilan bulan pertama serta

menargetkan pemangkasan hingga 500 juta ton pada

akhir dekade ini. Harga gas alam Amerika Serikat juga

meningkat hingga 33,0 persen karena penurunan produksi

dan kenaikan ekspor ke Meksiko dan negara-negara

Amerika Selatan. Namun demikian, pergerakan harga

minyak mentah cenderung fluktuatif yang dipengaruhi

oleh kebijakan pembatasan produksi OPEC dan gangguan

lainnya seperti kebakaran hutan di wilayah sumur minyak

Alberta, Kanada

Pergerakan beberapa harga komoditas khususnya energi mengalami kenaikan pada triwulan III tahun 2016.

Perekonomian global masih melambat seiring dengan perlambatan ekonomi Tiongkok, rendahnya harga komoditas, dan kondisi ketidakpastian yang terus berlanjut di kawasan Eropa terkait Brexit.

14

PEREKONOMIAN DUNIA

Pertumbuhan Ekonomi

Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III Tahun 2016 di Beberapa Negara (YoY)

Sumber: Bloomberg (diolah)

Perekonomian negara-negara di berbagai kawasan pada

triwulan III tahun 2016 masih tumbuh lambat, meskipun

beberapa negara mengalami peningkatan. Amerika

Serikat (AS) tumbuh sebesar 2,9 persen (YoY), meningkat

dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang tumbuh

sebesar 2,0 persen (YoY). Pertumbuhan Ekonomi AS

triwulan III tahun 2016 merupakan dalam fase tercepat

dalam dua tahun terakhir. Kondisi ini dipengaruhi oleh

penguatan kinerja ekspor yang tumbuh sebesar 10,0

persen (YoY) atau kenaikan terbesar sejak triwulan IV

tahun 2013 dan kenaikan investasi inventori. Disisi lain,

perlambatan konsumsi rumah tangga yang memberikan

kontribusi sekitar 70,0 persen terhadap PDB, dengan

tumbuh sebesar 2,1 persen (YoY), melambat

dibandingkan triwulan III tahun sebelumnya yang sebesar

2,7 persen (YoY).

Perekonomian Uni Eropa tumbuh sebesar 1,6 persen

(YoY), relatif tidak berubah dibandingkan triwulan III

tahun 2015. Namun demikian, negara-negara lebih kecil di

kawasan Eropa termasuk Portugal mengalami perbaikan

2,82,4

1,9 1,7 1,9 2,1 2,3

1,3 1,6 1,6 1,7 1,7 1,6 1,6

7,0 7,0 6,9 6,8 6,7 6,7 6,7

-1,0

0,7 0,4

-0,4

0,5 0,2

2,22,7

1,7 1,8 1,8 2,0 2,0

0,6

-2,0

-1,0

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

I II III IV I II III

2015 2016

Per

sen

tase

(%

)

Amerika Serikat Uni Eropa Tiongkok Jepang Singapura

Perekonomian Amerika Serikat tumbuh sebesar 2,9 persen (YoY), akibat penguatan kinerja ekspor dan kenaikan investasi inventori.

15

ekonomi, mengalami fase pertumbuhan tercepat sejak

tahun 2013. Perekonomian Uni Eropa triwulan III tahun

2016 didukung oleh perbaikan permintaan domestik,

investasi di bidang konstruksi yang lebih tinggi, dan

kebijakan suku bunga rendah European Central Bank

(ECB). Namun, pelemahan perdagangan global,

ketidakpastian kebijakan terkait Brexit dan masih belum

stabilnya perekonomian Amerika Serikat ikut

mempengaruhi kondisi perekonomian Eropa sepanjang

bulan Juli hingga September 2016. Office of Nation

Statistics juga merilis data pertumbuhan ekonomi Inggris

yang tumbuh sebesar 2,3 persen (YoY). Perekonomian

Inggris tetap menguat pasca Brexit disebabkan oleh

peningkatan 15nergy jasa sebesar 0,8 persen (YoY) yang

berkontribusi 80,0 persen dari PDB. Namun kondisi

tersebut dibayangi penurunan kinerja 15nergy konstruksi

sebesar -1,4 persen (YoY) yang terdiri dari pembangunan

infrastruktur dan fasilitas 15nergy.

Pada triwulan III tahun 2016, perekonomian Tiongkok

tetap tumbuh sebesar 6,7 persen (YoY) dan merupakan

pertumbuhan terendah sejak tahun 2009. Kondisi ini

dipengaruhi oleh melambatnya investasi swasta dan

kinerja ekspor. Namun demikian, kenaikan pengeluaran

pemerintah dan lonjakan sektor perumahan telah

mendorong aktivitas ekonomi sehingga mencegah

pelemahan ekonomi Tiongkok semakin tajam. Selain itu,

kredit perbankan mencapai rekor tertinggi dengan

menyalurkan kredit baru sebesar CNY948.7 miliar

(USD142,19 miliar) pada bulan Agustus 2016, lebih besar

dua kali lipat dibandingkan bulan Juli 2016 sebesar

CNY463,6 miliar. Berdasarkan data kredit baru yang

disalurkan, pinjaman hipotek mencapai CNY528,6 miliar

atau mencapai 71,0 persen. Pemerintah Tiongkok telah

melakukan langkah antisipasi terkait kenaikan tajam harga

di sektor perumahan, salah satunya pembatasan

pembelian rumah di beberapa kota. Selanjutnya, People

Perlambatan ekonomi Tiongkok dipengaruhi oleh melambatnya investasi swasta dan kinerja ekspor, diimbangi oleh kenaikan pengeluaran pemerintah dan boom sektor perumahan.

Perekonomian Uni Eropa tumbuh melambat akibat pelemahan perdagangan global, ketidakpastian kebijakan terkait Brexit dan perekonomian Amerika yang belum stabil.

16

Bank of China (PboC) juga tidak akan menurunkan suku

bunga dan giro wajib minimum dalam waktu dekat, serta

lebih fokus terhadap kemungkinan risiko kredit.

Sementara itu, perekonomian Jepang tumbuh sebesar 2,2

persen (YoY) atau lebih tinggi dari perkiraan akibat

perbaikan kinerja ekspor selama tiga triwulan berturut-

turut. Pertumbuhan ekspor tumbuh sebesar 8,1 persen

(YoY) yang disebabkan oleh kenaikan pengiriman

komponen smartphone. Namun, pelemahan aktifitas

dalam negeri menahan upaya perbaikan ekonomi Jepang

yang berkelanjutan. Konsumsi rumah tangga yang

memberikan kontribusi sekitar 60,0 persen terhadap PDB

hanya tumbuh 0,2 persen. Kondisi ini menggambarkan

dampak kebijakan fiskal “abenomics” belum dirasakan

oleh rumah tangga. Pemerintah kembali mengeluarkan

stimulus fiskal berupa tambahan anggaran sebesar USD73

miliar (JPY7,5 juta triliun). Stimulus fiskal ini difokuskan

untuk proyek infrastruktur khususnya perbaikan

pelabuhan agar mengakomodir kapal pesiar asing dan

pembangunan fasilitas pengolahan makanan dalam

rangka meningkatkan ekspor produk pertanian.

Tingkat Pengangguran

Gambar 5. Tingkat Pengangguran di Beberapa Negara

Sumber: Bloomberg (diolah)

11,73

10,00

4,93

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

Per

cen

tage

(%

) Brazil

UnitedKingdom

Euro Area

Japan

Australia

Perekonomian Jepang tumbuh lebih tinggi dari perkiraan akibat perbaikan kinerja ekspor selama tiga triwulan berturut-turut.

17

Seiring perlambatan ekonomi di beberapa negara, tingkat

pengangguran hingga triwulan III tahun 2016 masih

berfluktuasi. Tingkat pengangguran Amerika Serikat

menurun pada triwulan III tahun 2016 yang mencapai 4,93

persen atau pertama kalinya dibawah kisaran 5,0 persen

sejak tahun 2008. Kondisi ini dipengaruhi oleh

meningkatnya perekrutan pekerja baik di 17nergy

17nergy maupun swasta walaupun ketidakpastian politik

pasca Brexit dan pelemahan ekonomi global masih

membayangi perekonomian Amerika Serikat. Namun,

penciptaan lapangan kerja yang kuat dan penurunan

tingkat pengangguran menandai kemungkinan The Fed

akan menaikkan suku bunganya paling lambat akhir tahun

2016.

Tingkat pengangguran Uni Eropa (EU28) pada triwulan III

tahun 2016 mengalami penurunan menjadi sebesar 10,00

persen. Hal ini disebabkan oleh penurunan tingkat

pengangguran tenaga kerja muda menjadi sebesar 20,3

persen seiring dengan perbaikan ekonomi Spanyol dan

Italy. Sementara itu, tingkat pengangguran Inggris yang

cenderung terus menurun hingga mencapai sebesar 4,87

persen pada triwulan II tahun 2016. Namun demikian,

peningkatan klaim jaminan pengangguran tetap

menggambarkan ketidakpastian kebijakan khususnya

ekonomi pasca Brexit.

Di sisi lain, tingkat pengangguran Brazil pada triwulan III

tahun 2016 terus meningkat hingga mencapai 11,73

persen atau tertinggi sejak triwulan II tahun 2012. Hal ini

disebabkan oleh kasus korupsi Petrobras dan gejolak

politik dalam negeri yang masih terus berlangsung.

Seiring perlambatan ekonomi di beberapa negara, tren tingkat pengangguran hingga triwulan III tahun 2016 masih berfluktuasi.

18

Perkiraan Ekonomi Dunia

Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF

Sumber: *World Economic Outlook, April 2016

**World Economic Outlook, Oktober 2016

Moderasi pertumbuhan di negara-negara maju

diperkirakan masih terjadi hingga akhir tahun 2016.

Kondisi ini tercermin dari ketidakpastian ekonomi, politik

dan kelembagaan pasca Brexit, dan pelemahan

permintaan domestik. Pada tahun 2017, perekonomian

negara-negara maju akan ditopang oleh ekonomi Amerika

Serikat dan Kanada yang akan terus membaik, serta

penguatan ekonomi Jepang terkait stimulus 18nergy.

Sementara itu, aktivitas perekonomian negara-negara

berkembang pada tahun 2016 dan 2017 hanya akan

mengalami sedikit perbaikan dibandingkan tahun 2015.

Hal ini karena adanya kelanjutan perlambatan Tiongkok,

pelemahan ekonomi negara-negara eksportir komoditas,

rendahnya permintaan dari negara-negara maju, serta

gejolak geopolitik di beberapa negara.

WEO-IMF Realisasi Perkiraan

Kelompok Negara 2015

2016 2017

Apr* Okt** Apr* Okt*

*

Dunia 3,2 3,2 3,1 3,5 3,4

Negara Maju 2,1 1,9 1,6 2,0 1,8

Amerika Serikat 2,6 2,4 1,6 2,0 2,2

Kawasan Eropa 2,0 1,5 1,7 1,6 1,5

Jerman 1,5 1,7 1,7 1,6 1,4

Inggris 2,2 1,9 1,8 2,1 1,1

Jepang 0,5 0,5 0,5 0,3 0,6

Negara Berkembang 4,0 4,1 4,2 4,6 4,6

Tiongkok 6,9 6,7 6,6 6,2 6,2

India 7,6 7,6 7,6 7,5 7,6

ASEAN-5 4,8 4,8 4,8 5,1 5,1

Amerika Latin dan Karibia

0,0 -0,3 -0,6 1,5 1,6

Brazil -3,8 -3,8 -3,3 1,0 0,5

Sub Sahara Afrika 3,4 3,0 1,4 4,0 2,9

Afrika Selatan 1,3 0,6 0,1 1,2 0,8

Perlambatan ekonomi negara-negara berkembang dan moderasi pertumbuhan negara-negara maju masih akan terjadi sepanjang tahun 2016-2017.

19

Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diperkirakan

masih dalam fase moderat, seiring dengan kenaikan

penciptaan lapangan kerja, perbaikan pasar properti, dan

konsumsi masyarakat yang tetap kuat. Namun,

pelemahan investasi bisnis khususnya sektor energi,

gejolak di pasar keuangan, dan ketidakpastian kebijakan

terkait pemilu presiden diperkirakan mempengaruhi

kondisi perekonomian AS pada tahun 2016. Sementara

itu, laju pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan tertahan

oleh rendahnya harga komoditas energi, lemahnya

dukungan kebijakan fiskal dan perlambatan fase

normalisasi kebijakan moneter.

Di sisi lain, perbaikan ekonomi kawasan Eropa tahun 2016

diperkirakan masih dibayangi rendahnya harga minyak

mentah dan menurunnya tingkat kepercayaan sektor

bisnis terkait sejumlah ketidakpastian pasca Brexit.

Namun demikian, moderasi ekspansi fiskal dan

pelonggaran kebijakan moneter akan mendorong

pertumbuhan tahun 2016. Perkiraan pertumbuhan

ekonomi di kawasan Eropa tahun 2017 dikoreksi turun

dari proyeksi sebelumnya sebesar 1,6 persen menjadi 1,5

persen. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat utang

pemerintah dan swasta, tingginya tingkat pengangguran,

serta hambatan struktural yang menahan pertumbuhan

Total Factor Productivity.

Perkiraan pertumbuhan ekonomi Jepang mengalami

perbaikan dengan tumbuh sebesar 0,5 persen pada tahun

2016 dan 0,6 persen tahun 2017. Penundaan kenaikan

pajak konsumsi dan sejumlah kebijakan mendorong

pertumbuhan seperti tambahan anggaran, kebijakan

moneter yang lebih longgar untuk mendorong konsumsi

swasta dalam waktu dekat. Berbagai kebijakan ini

diharapkan mendorong ekonomi secara keseluruhan,

yang akan mengimbangi kenaikan ketidakpastian,

apresiasi mata uang Yen, dan pelemahan ekonomi global.

Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diperkirakan dalam fase moderat, seiring dengan kenaikan penciptaan lapangan kerja, perbaikan pasar properti, konsumsi masyarakat yang tetap kuat, dan ketidakpastian kebijakan terkait pemilu presiden.

Di sisi lain, perbaikan ekonomi kawasan Eropa tahun 2016 diperkirakan masih dibayangi rendahnya harga minyak mentah dan menurunnya tingkat kepercayaan sektor bisnis terkait sejumlah ketidakpastian pasca Brexit.

Perbaikan ekonomi Jepang didorong oleh penundaan kenaikan pajak konsumsi, tambahan anggaran, kebijakan moneter yang lebih longgar.

20

Ekonomi Tiongkok diperkirakan tumbuh 6,6 persen pada

tahun 2016, dan akan kembali melambat pada tahun 2017

dengan pertumbuhan sebesar 6,2 persen. Perekonomian

Tiongkok masih dalam tahap penyeimbangan kembali

(rebalancing) dengan beralih dari investasi ke konsumsi

maupun sektor manufaktur ke sektor jasa. Kondisi ini

didukung oleh penguatan sistem jaminan sosial dan

deregulasi sektor jasa. Di sisi lain, perekonomian India

diperkirakan tetap mengalami penguatan dengan tumbuh

7,6 persen pada tahun 2016 dan 2017. Kenaikan terms of

trade, reformasi struktural seperti kebijakan reformasi

pajak dan inflation targeting framework, serta perbaikan

kepercayaan konsumen akan mendorong pertumbuhan

ekonomi. Namun demikian, pemulihan investasi swasta

diperkirakan tertahan oleh pelemahan neraca keuangan

bank pemerintah dan swasta.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di kawasan

Amerika Latin dan Karibia diperkirakan masih 20nergy20e

pada tahun 2016, dan akan menguat dengan laju

pertumbuhan sebesar 1,6 persen pada tahun 2017.

Pertumbuhan secara agregat di kawasan Amerika Latin

akan berbeda-beda terkait sebagian besar negara

mengalami perbaikan ekonomi, meskipun beberapa

diantaranya tetap mengalami resesi. Brazil sebagai salah

satu perekonomian terbesar di kawasan Amerika Latin

diperkirakan masih tumbuh 20nergy20e pada tahun 2016,

seiring dengan penurunan tingkat kepercayaan konsumen

dan bisnis, serta ketidakpastian politik sebagai dampak

lanjutan dari gejolak ekonomi sebelumnya.

Tiongkok diperkirakan tumbuh 6,6 persen pada tahun 2016 terkait tahap rebalancing ekonomi yang terus berlanjut, sedangkan perekonomian India tetap mengalami penguatan walaupun pemulihan investasi swasta sedikit melambat.

Pertumbuhan ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan negatif pada tahun 2016, dan akan kembali menguat pada tahun 2017.

21

Perekonomian di kawasan Sub Sahara Afrika cenderung

mengalami perlambatan akibat ketidakpastian

makrekonomi negara-negara maju, sehingga berimplikasi

pada pendapatan yang lebih rendah dari komoditas

pertambangan seperti logam dan minyak mentah. Kondisi

ini tidak menguntungkan negara berbasis sumberdaya

alam seperti negara di kawasan Sub Sahara Afrika.

Sementara itu, Afrika Selatan juga diperkirakan hanya

tumbuh sebesar 0,1 persen pada tahun 2016. Namun

demikian, perekonomian diperkirakan membaik pada

tahun 2017 seiring dengan perbaikan harga komoditas

dan supply 21nergy, serta berakhirnya musim kering.

Tabel 4. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Menurut ADB (YoY)

ADB memprediksi perekonomian di kawasan Asia Selatan

dan ASEAN tidak mengalami banyak perubahan sepanjang

tahun 2016. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di

kawasan Asia Timur direvisi naik. Namun demikian,

perekonomian di kawasan Asia Tengah direvisi turun.

Berbeda dengan tahun sebelumnya, perekonomian Asia

tahun 2017 diprediksi tidak mengalami banyak perubahan

Pertumbuhan PDB (%)

2015

2016 2017

ADO

2016 ADOS

ADO

2016 ADOS

Asia 5,9 5,7 5,6 5,7 5,7

Asia Timur 6,1 5,8 5,7 5,6 5,6

Tiongkok 6,9 6,5 6,6 6,3 6,4

Jepang 0,6 0,6 0,6 0,5 0,8

Asia Selatan 7,0 6,9 6,9 7,3 7,3

India 7,6 7,4 7,4 7,8 7,8

ASEAN 4,4 4,5 4,5 4,8 4,6

Indonesia 4,8 5,2 5,0 5,5 5,1

Filipina 5,9 6,0 6,4 6,1 6,2

Thailand 2.8 3,0 3,2 3,5 3,5

Sumber: Asian Development Outlook, September 2016

Asian Development Outlook Supplement

ADB memprediksi perekonomian pada tahun 2016-2017 di beberapa kawasan tidak mengalami banyak perubahan.

Pertumbuhan ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan negatif pada tahun 2016, dan akan kembali menguat pada tahun 2017.

22

baik di Kawasan Asia Timur, Asia Selatan, maupun secara

keseluruhan.

Perekonomian Asia Timur akan tumbuh lebih moderat

yaitu sebesar 5,8 persen pada tahun 2016 dan 5,6 persen

tahun 2017. Kondisi ini didorong oleh masih kuatnya

pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Sementara itu,

perekonomian Tiongkok pada tahun 2016 diperkirakan

tetap tumbuh moderat, seiring dengan perlambatan

sektor konstruksi, jasa, serta industri berbasis konsumsi

dan teknologi tinggi. Namun, dukungan stimulus fiskal dan

moneter yang kuat diharapkan menjaga perekonomian

dalam target pertumbuhan. Perekonomian Jepang pada

tahun 2016 diperkirakan tumbuh sebesar 0,6 persen

didukung oleh tambahan anggaran untuk pengeluaran

pemerintah, perbaikan investasi dan konsumsi, serta

penundaan kenaikan pajak konsumsi. Sejalan dengan

proyeksi IMF, ADB juga memperkirakan perekonomian

Jepang pada tahun 2017 akan menguat karena penundaan

kenaikan tarif pajak konsumsi dan stimulus fiskal yang

tetap berlanjut, serta perbaikan permintaan eksternal.

Estimasi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan

pada tahun 2016 dan 2017 tetap menguat. Pelemahan

kinerja ekspor dan investasi, akan diimbangi oleh

konsumsi yang lebih tinggi. Sementara itu, perekonomian

India tetap dalam momentum pertumbuhan, seiring

dengan peningkatan belanja konsumsi akibat kenaikan

dua digit upah dan pensiun. Selain itu, restrukturisasi

neraca keuangan perbankan dan pengurangan kelebihan

rasio (leverage) dari beberapa korporasi besar akan

meningkatkan investasi serta mendorong perekonomian

pada tahun 2017.

Perekonomian Tiongkok tetap tumbuh moderat dipengaruhi oleh stimulus fiskal dan moneter, sedangkan perekonomian Jepang didukung oleh perbaikan konsumsi dan investasi, pengeluaran pemerintah, serta penundaan kenaikan pajak konsumsi.

Perekonomian di kawasan Asia Selatan pada tahun 2016 dan 2017 diperkirakan tetap menguat, seiring dengan peningkatan belanja konsumsi, serta kenaikan dua digit upah dan pensiun India.

23

Pertumbuhan kawasan ASEAN pada tahun 2016 dan 2017

cenderung moderat. Kondisi ini dipengaruhi oleh

penguatan perekonomian Filipina dan Thailand serta

perlambatan ekonomi Indonesia, Malaysia, Singapore dan

Vietnam. Investasi di bidang infrastruktur oleh

pemerintah berkontribusi besar bagi perekonomian

negara-negara seperti Indonesia, Filipina, Singapura dan

Thailand. Perekonomian Filipina diperkirakan tumbuh

sebesar 6,4 persen pada tahun 2016. Hal ini disebabkan

oleh peningkatan investasi dan konsumsi yang cukup kuat.

Sementara itu, perekonomian Thailand diperkirakan

semakin membaik didorong oleh kinerja sektor

pariwisata. Indonesia sebagai perekonomian terbesar di

Kawasan Asia Tenggara akan tumbuh moderat sepanjang

tahun 2016. Hal ini disebabkan oleh perbaikan iklim usaha,

investasi di bidang infrastruktur yang lebih tinggi, dan

kebijakan tax amnesty dan pemotongan anggaran

pemerintah pada semester II tahun 2016. ADB

memperkirakan pertumbuhan yang lebih tinggi pada

tahun 2017, seiring dengan membaiknya ekonomi negara-

negara maju, serta harga komoditas global dan

permintaan domestik yang lebih tinggi.

PERKEMBANGAN KEUANGAN INTERNASIONAL

Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD

Selama periode Juli-September 2016, secara year to date,

mayoritas pergerakan mata uang beberapa negara menguat

terhadap USD. Penguatan mata uang yang cukup tinggi

terjadi pada Reais Brazil mencapai 21,4 persen pada akhir

September tahun 2016. Penguatan mata uang juga terjadi

pada Rupiah yang menguat hingga enam (6) persen pada

akhir September tahun 2016 (Gambar 6).

Perkiraan ekonomi Kawasan ASEAN pada tahun 2016 cenderung tumbuh moderat dipengaruhi oleh perbaikan ekonomi Filipina dan Thailand yang diimbangi perlambatan ekonomi Indoneisa, Malaysia, Singapura dan Vietnam.

Selama triwulan III tahun 2016, mayoritas pergerakan mata uang berbagai negara menguat terhadap USD, termasuk Rupiah.

24

Gambar 6. Posisi USD terhadap Mata Uang Negara Lain per akhir Juli-September 2016 (% YtD)

Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan

Penguatan mayoritas nilai tukar terhadap USD terutama

disebabkan oleh keputusan The Fed yang

mempertahankan tingkat suku bunganya hingga akhir

triwulan III tahun 2016. Terdapat beberapa alasan

mengapa The Fed tetap mempertahankan suku

bunganya, antara lain ketidakpastian iklim ekonomi dan

politik Amerika Serikat (AS), menurunnya imbal hasil

(yield) dari treasury AS pada Agustus 2016, menurunnya

produktivitas non-farm, serta belum solidnya data tenaga

kerja. Penguatan mayoritas mata uang negara lain

terhadap USD juga terjadi secara MtM dan YoY (Lampiran

3).

Kondisi sebaliknya terjadi pada Poundsterling yang

mengalami pelemahan terhadap USD terutama secara

YtD dan YoY selama triwulan III tahun 2016 (Gambar 6 dan

Lampiran 3). Hingga akhir September 2016, Poundsterling

melemah 14,2 persen secara YoY (Lampiran 3).

25

Pelemahan Poundsterling disebabkan oleh beberapa

faktor, terutama karena efek Brexit pada bulan Juni 2016,

yang membuat iklim ekonomi Inggris semakin menurun

karena capital outflow. Selain itu, pada bulan Agustus

2015, dampak dari kebijakan Bank of England berupa

quantitative easing membuat yield obligasi Inggris turun

dan pada akhirnya juga memberikan tekanan pada

Poundsterling.

Inflasi

Pada akhir triwulan III tahun 2016, terjadi peningkatan

inflasi di negara maju kawasan Euro, Inggris, dan AS (Tabel

5). Peningkatan inflasi pada negara kawasan Euro berasal

dari peningkatan inflasi sektor jasa, makanan, alkohol,

dan tembakau, industri barang non-energi, serta sektor

energi. Sementara itu peningkatan inflasi AS pada bulan

September tahun 2016 terutama disebabkan oleh

peningkatan harga energi yang berdampak pada

peningkatan hampir seluruh barang. Peningkatan inflasi

juga dialami Inggris dimana pada bulan September 2016

meningkat 0,4 persen menjadi sebesar 1 persen

(YoY)(Tabel 5).Peningkatan inflasi di Inggris terutama

didorong oleh meningkatnya harga barang dan jasa yang

juga merupakan salah satu akibat dari tren penguatan

USD terhadap Poundsterling (Tabel 5). Hal ini

menyebabkan harga impor yang diperoleh Inggris

semakin mahal.

Sebaliknya, Jepang masih dalam kondisi deflasi yang

semakin dalam meskipun telah melakukan kebijakan

stimulus dan menerapkan kebijakan suku bunga negatif.

Deflasi ini terutama disebabkan oleh ekspektasi

konsumen yang belum pulih. Ekspektasi akan tren

penurunan harga minyak dunia dan pelemahan ekonomi

global masih membayangi Jepang sehingga sulit

mengembalikan ekspektasi konsumen untuk berinvestasi

dan menggairahkan kembali aktivitas ekonominya.

Secara YoY, pada akhir triwulan III tahun 2016 inflasi negara-negara maju kawasan Euro, Amerika Serikat, dan Inggris meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.Sebaliknya Jepang masih mengalami deflasi.

26

Tabel 5. Tingkat Inflasi Global Triwulan III-2016 (% YoY)

Juni Juli Agustus September

Perbandingan Tw II dan III

tahun 2016 (%)

Indonesia 3,45 3,21 2,79 3,07 0,38

BRIC

Brazil 8,84 8,74 8,97 8,48 0,36

Russia 7,5 7,2 6,9 6,4 1,1

India 6,13 6,46 5,3 4,14 1,99

China (Tiongkok) 1,9 1,8 1,3 1,9 0

ASEAN

Singapura -0,7 -0,7 -0,3 -0,2 0,5

Malaysia 1,6 1,1 1,5 1,5 0,1

Thailand 0,38 0,1 0,29 0,38 0

Filipina 1,9 1,9 1,8 2,3 0,4

Vietnam 2,4 2,39 2,57 3,34 0,94

Negara Maju

Kawasan Euro 0,1 0,2 0,2 0,4 0,3

Amerika Serikat 1 0,8 1,1 1,5 0,5

Inggris 0,5 0,6 0,6 1,0 0,5

Jepang -0,4 -0,4 -0,5 -0,5 0,1

Keterangan: tingkat inflasi naik tingkat inflasi turun

Sumber: Bloomberg, data

Peningkatan inflasi pada negara emerging market

terutama dialami oleh negara-negara kawasan ASEAN,

yaitu Singapura, Filipina, dan Vietnam. Peningkatan harga

energi di masing-masing negara bersangkutan

merupakan salah satu faktor peningkatan inflasi seiring

dengan pemulihan harga minyak dunia. Sebaliknya,

adapun beberapa negara berkembang yang mengalami

deflasi, yaitu Indonesia, Malaysia, Brazil, Rusia, dan India

(Tabel 5).

Mayoritas negara-negara ASEAN mengalami peningkatan tingkat inflasi pada akhir triwulan III tahun 2016, kecuali Indonesia dan Malaysia.

27

Suku Bunga Kebijakan

Hingga akhir triwulan III tahun 2016, The Fed

memutuskan untuk tidak meningkatkan suku bunganya

seiring dengan ketidakpastian ekonomi global yang masih

tinggi terutama masih melemahnya perekonomian

Tiongkok dan adanya peristiwa Brexit. Kondisi politik AS

juga menjadi pertimbangan The Fed untuk tidak

meningkatkan suku bunganya hingga akhir triwulan III

tahun 2016. Sama halnya dengan The Fed, People Bank of

China (PBoC) juga mempertahankan suku bunganya, baik

deposito maupun pinjamannya hingga akhir triwulan III

tahun 2016. PBoC telah melonggarkan kebijakan

moneternya melalui penyaluran dana murah ke pasar

(low cost fund) dengan fasilitas pinjaman dan operasi

pasar terbuka untuk mengatasi ekonomi Tiongkok yang

masih lemah.

Selama triwulan III tahun 2016, European Central Bank

(ECB) tetap mempertahankan suku bunga acuannya pada

tingkat 0 (nol) persen. Akan tetapi, ECB masih

melanjutkan kebijakan stimulus moneternya melalui

perpanjangan tanggal jatuh tempo pembelian aset (dari

September 2016 menjadi Maret 2017) dan berkomitmen

untuk menginvestasikan kembali sekuritas yang telah

jatuh tempo untuk memenuhi likuiditas pada operasi

pasar terbuka hingga awal 2018. Sama halnya dengan

ECB, Bank of Japan (BoJ) juga tetap mempertahankan

suku bunganya pada tingkat -0,1 persen. Kebijakan yang

ditempuh oleh BoJ selama ini dianggap belum efektif

karena kondisi ini tidak membawa dampak positif

terhadap peningkatan inflasi bahkan mengalami deflasi

yang lebih dalam.

Tabel 6. Perubahan Suku Bunga Bank Sentral Beberapa Negara Triwulan III Tahun 2016 (persentase poin)

Negara Juni Juli Agustus September

Meksiko 4,25 4,25 4,25 4,75

Indonesia 6,50 6,50 5,25* 5,00*

Sementara itu, ECB dan BoJ juga menahan suku bunganya selama triwulan III tahun 2016.

Pada triwulan III tahun 2016, Amerika Serikat (The Fed) belum mengambil langkah untuk kembali meningkatkan suku bunganya sejak Desember 2015.

28

Negara Juni Juli Agustus September

Argentina 27,13 26,57 24,90 24,07

Australia 1,75 1,75 1,50 1,50

Malaysia 3,25 3 3 3

India 6,75 6,5 6,5 6,5

Sumber: Bank Indonesia dan Bloomberg

Keterangan: *reformulasi suku bunga kebijakan menjadi suku bunga 7 day reverse repo

Penurunan suku bunga terjadi pada beberapa bank

sentral emerging market terutama untuk menstimulus

perekonomian dengan tingkat inflasi yang terkendali

(Tabel 6). Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk

menurunkan tingkat suku bunganya kembali pada bulan

Agustus dan September tahun 2016 karena dinilai risiko

depresiasi nilai tukar telah berkurang. Bank Indonesia

telah menjalankan suku bunga kebijakan 7-day reverse

repo dalam rangka meningkatkan efektivitas transmisi

kebijakan moneter jangka pendek pada tanggal 19

Agustus 2016. Sama halnya dengan Indonesia, Australia

juga memutuskan untuk menurunkan suku bunganya

untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya

yang terjadi pada Meksiko, yang memilih untuk tidak

melonggarkan kebijakan moneternya karena tekanan

penguatan USD dirasakan sangat berdampak pada

peningkatan inflasi negara tersebut.

Cadangan Devisa

Selama triwulan III Tahun 2016, perekonomian global

sedang mengalami pemulihan secara moderat namun

masih rentan terhadap gejolak keuangan. Pemulihan

pertumbuhan ekonomi diiringi dengan tren peningkatan

cadangan devisa berbagai negara. Pada negara maju,

peningkatan tertinggi secara QtQ dialami oleh Inggris.

Kondisi sebaliknya terjadi pada cadangan devisa bank

sentral Tiongkok yang secara QtQ mengalami penurunan

seiring terjadinya perlambatan ekonomi yang

mengakibatkan capital outflow pada negara tersebut.

Sejumlah bank sentral, baik negara emerging market maupun negara maju memilih untuk mengubah suku bunganya pada triwulan III tahun 2016.

Pada triwulan III tahun 2016, posisi cadangan devisa pada sebagian besar negara emerging market dan negara maju mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II tahun 2016.

29

Adapun Indonesia merupakan negara berkembang

dengan peningkatan cadangan devisa tertinggi, yaitu

mencapai 5,4 persen dibandingkan akhir triwulan III 2016.

Hal ini merupakan dampak dari kebijakan tax amnesty.

Tabel 7. Posisi Cadangan Devisa Beberapa Bank Sentral (miliar USD)

Juni’16 Juli’16 Agust’16 Sep’16 %QtQ

BRIC

Brazil 364,2 369,3 369,5 370,4 1,7

Rusia 392,8 393,9 n.a 397,7 1,3

India n.a n.a n.a n.a n.a

China (Tiongkok) 3303,2 3299,9 3281,8 3264,1 -1,2

ASEAN-5

Indonesia 109,8 111,4 113,5 115,7 5,4

Malaysia 97,2 97,3 97,5 97,7 0,5

Singapura 248,9 251,4 252,3 252,3 1,4

Thailand 178,7 180,2 180,8 180,5 1,0

Filipina 85,3 85,5 85,8 86,1 0,9

Negara Maju

Jepang 1265,4 1264,8 1256,1 1260,1 -0,4

Kawasan Euro 801,4 805,3 799,7 811,4 1,2

Inggris 168,6 174,2 173,2 172,3 2,2

Amerika Serikat 120,4 120,6 121,9 121,2 0,7

Sumber: International Monetary Fund, official reserve assets.

PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL

Perkembangan Harga Internasional

Berdasarkan data harga komoditas internasional yang

didapat dari Commodity Markets Outlook Bank Dunia

September 2016, harga beberapa komoditas yang di ekspor

Indonesia masih mengalami penurunan sampai akhir

triwulan III tahun 2016, diantaranya Mexican Shrimp sebesar

31,1 persen, Nickel sebesar 27,4 persen, West Texas Crude

Oil sebesar 19,1 persen, Copper sebesar 17,3 persen, dan

Singapore/Malaysian Rubber sebesar 10,1 persen.

Sementara itu, beberapa komoditas sudah mencatatkan

kenaikan harga sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016

diantaranya komoditas Batu Bara, Palm Oil dan Tin yang

harganya naik berturut-turut sebesar 6,7 persen dan 3,5

persen (YoY).

Sampai dengan akhir

triwulan III tahun 2016,

sebagian besar harga

komoditas internasional

terpilih mengalami

penurunan.

30

Tabel 8.Perkembangan Harga untuk Komoditas terpilih Periode Bulan Januari-September Tahun 2016

KOMODITAS Unit Jul-16 Agust-16 Sep-16 Jan-Sept 2016*

ENERGI

Coal, Australia ($/mt) 62,3 67,4 72,9 510,8

Crude Oil, West Texas ($/bbl) 44,7 44,8 45,2 370,8

PERTANIAN

Cocoa ($/kg) 3,1 3,0 2,9 27,2

Coffe, robusta ($/kg) 2,0 2,0 2,1 16,6

Palm Oil ($/mt) 652,0 736,0 756,0 6.147,3

Soybeans ($/mt) 432,0 413,0 405,0 3.633,0

Shrimp, Mexican ($/kg) 10,7 10,7 10,7 97,0

Woodpulp ($/mt) 875,0 875,0 875,0 7.875,0

Rubber*, Singapore/MYS ($/kg) 1,6 1,6 1,6 13,5

LOGAM & MINERAL

Copper ($/mt) 4.864,9 4.751,7 4.722,2 42.572,2

Iron ore ($/dmtu) 57,0 61,0 58,0 489,0

Nickel ($/mt) 10.262,9 10.336,0 10.191,8 82.781,2

Tin ($/mt) 17.826,2 18.427,0 19.499,5 152.774,9

Zinc ($/mt) 2.183,3 2.279,1 2.292,3 17.537,2

INFLASI Unit Jul-16 Agust-16 Sep-16 Jan-Sept 2016*

ENERGI

Coal, Australia (%) -88,3 8,2 8,2 -4,2

Crude Oil, West Texas (%) -90,3 0,1 1,0 -19,1

PERTANIAN

Cocoa (%) -89,0 -0,7 -5,0 -1,9

Coffe, robusta (%) -88,8 1,0 5,9 -7,2

Palm Oil (%) -88,7 12,9 2,7 6,7

Soybeans (%) -87,9 -4,4 -1,9 1,8

Shrimp, Mexican (%) -92,4 0,0 0,0 -31,1

Woodpulp (%) -88,9 0,0 0,0 0,0

Rubber*, Singapore/MYS (%) -89,4 -2,5 1,3 -10,1

LOGAM & MINERAL

Copper (%) -90,5 -2,3 -0,6 -17,3

Iron ore (%) -89,2 7,0 -4,9 -7,6

Nickel (%) -91,0 0,7 -1,4 -27,4

Tin (%) -87,9 3,4 5,8 3,5

Zinc (%) -88,1 4,4 0,6 -4,4 Sumber : CMO Pink Sheet, World Bank

31

Harga Minyak Dunia dan Gas Alam

Pada triwulan III tahun 2016, pergerakan harga minyak

mentah dunia secara umum mengalami penurunan

dengan harga rata-rata mencapai USD44,7 per barel. Tren

harga minyak mentah cenderung fluktuatif karena

pasokan minyak mentah yang terganggu akibat kebakaran

hutan di wilayah sumur minyak Alberta, Kanada. Kondisi

ini diimbangi dengan kenaikan produksi negara-negara

OPEC khususnya Iran, Irak dan Saudi Arabia. Negara-

negara anggota OPEC sepakat membatasi produksi

minyak sebanyak 32,5 juta barel per hari dalam

pertemuan 28 September 2016. Selain itu, menurut

International Energy Agency (IEA) terjadi peningkatan

permintaan di kawasan Asia Pasifik khususnya permintaan

produk minyak mentah di Jepang meningkat menjadi 2,4

juta Barel per hari (Kementerian ESDM, 2016).

Pergerakan harga minyak Indonesian Crude Price (ICP)

sejalan dengan harga minyak mentah utama di pasar

internasional. Pergerakan harga minyak ICP yang

cenderung fluktuatif disebabkan oleh pasokan minyak

Non OPEC bulan Agustus 2016 mengalami penurunan

sebesar 0,32 juta barel per hari. Tingkat stok minyak

mentah dan gasoline Amerika Serikat selama bulan

September 2016 juga mengalami penurunan masing-

masing sebesar 23,2 juta barel dan 4,8 juta barel menjadi

sebesar 502,7 juta barel dan 227,2 juta barel. Disisi lain,

produksi minyak mentah OPEC pada bulan Agustus 2016

naik sebesar 0,02 juta barel per hari dibandingkan

produksi minyak mentah pad bulan Juli 2016. Untuk

kawasan Asia Pasifik, permintaan produk minyak mentah

Korea Selatan mengalami penurunan menjadi sebesar 2,4

juta barel per hari.

Pada triwulan III tahun 2016, pergerakan harga minyak mentah dunia masih mengalami penurunan akibat gangguan pasokan minyak mentah terkait kebakaran hutan di wilayah sumur minyak Kanada.

Pergerakan harga minyak ICP sejalan dengan harga minyak mentah utama di pasar internasional.

32

Tabel 9. Perkembangan Harga Minyak dan Gas Dunia

Harga Minyak Mentah dan Gas Dunia

Rata-rata Triwulanan Rata-rata Bulanan

2015 2016 2016

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Jul Agus Sep

Minyak Mentah (USD/barel)

Crude Oil (Rata-rata) 51,6 60,5 48,8 42,2 32,7 44,8 44,7 44,1 44,9 45,0

Crude Oil; Brent 53,9 62,1 50,0 43,4 34,4 46,0 45,8 45,1 46,1 46,2

Crude Oil; Dubai 52,2 61,4 49,9 41,2 30,6 42,9 43,4 42,6 43,7 43,7

Crude Oil; WTI 48,6 57,8 46,4 42,0 33,2 45,5 44,9 44,7 44,8 45,2

Indonesian Crude Price Oil 51,6 60,5 45,9 40,2 30,2 42,1 41,3 40,7 41,1 42,2

Gas (USD/mmbtu)

Gas Alam (US) 2,8 2,7 2,8 2,1 2,0 2,1 2,9 2,8 3,0 3,0

Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM, EIA

Pada triwulan III tahun 2016, harga gas alam dunia

cenderung meningkat. Kondisi ini dipengaruhi oleh

permintaan yang meningkat pada kawasan industri di AS,

penurunan produksi yang dikarenakan melambatnya

pengeboran gas alam, dan melemahnya suntikan

cadangan gas pada persediaan. Penggunaan bahan bakar

gas pada pembangkit listrik meningkat seiring dengan

cuaca panas. Selain itu, produksi gas yang menurun akibat

peningkatan ekspor melalui pipa ke Meksiko dan Liquid

Natural Gas (LNG) ke pasar khususnya Amerika Selatan.

Harga Komoditas Utama Pangan

Komoditas utama pangan yang disoroti perkembangan

harganya pada periode triwulan III tahun 2016 yaitu

beras, gula, gandum, jagung, dan kacang kedelai.Selama

periode Juli-September tahun 2016, sebagian besar

indeks harga komoditas pangan bergerak fluktuatif,

diantaranya indeks harga komoditas beras, gandum dan

jagung. Sementara itu, indeks harga gula bergerak

meningkat, sedangkan indeks kacang kedelai semakin

menurun (Gambar 7). Harga gula internasional

mengalami peningkatan baik secara MtM,YtD, maupun

YoY (Lampiran 4). Kementerian Perindustrian

menjelaskan bahwa peningkatan harga gula internasional

disebabkan oleh penurunan produksi akibat anomali

cuaca di Thailand, India, dan Tiongkok. Hal ini membuat

sebagian besar negara pengimpor gula terkena dampak

Pada triwulan III tahun 2016, harga gas alam cenderung meningkat seiring dengan permintaan yang menguat, penurunan produksi, pelemahan suntikan cadangan gas pada persediaan.

Selama triwulan III tahun 2016, peningkatan harga terjadi pada komoditas gula, sedangkan harga kacang kedelai mengalami penurunan.

33

termasuk Indonesia. Sedangkan di sisi lain, indeks harga

kacang kedelai mengalami penurunan sebesar 4,1%

dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan indeks

harga kacang kedelai pada triwulan III tahun 2016 ini

disebabkan oleh adanya peningkatan stok kedelai akibat

adanya panen kedelai di AS, Brazil, dan Argentina.

Gambar 7. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global

Sumber: Bloomberg, data diolah

(1 Januari 2016=100)

Isu Terkini Kerjasama Ekonomi Internasional Nasib Kesepakatan Trans-Pacific Partnership Pasca Kemenangan Donald Trump

Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika

Serikat diprediksi akan berdampak pada tertundanya

pemberlakuan kesepakatan Trans-Pacific

Partnership/TPP. Donald Trump dalam kampanyenya

berencana menarik Amerika dari perundingan TPP.

Rencana tersebut merupakan langkah Trump untuk

memacu perekonomian negaranya dengan langkah yang

proteksionis. Namun demikian, Indonesia tidak perlu

untuk merasa khawatir akan hal tersebut. Batalnya

kesepakatan TPP akan memberikan keuntungan untuk

Indonesia, karena Indonesia akan tetap mampu

berkompetisi dengan negara-negara pesaing seperti

Vietnam dan Malaysia yang tidak jadi menikmati

penghapusan tariff ekspor mereka ke negara-negara

50

70

90

110

130

150

Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 May-16 Jun-16 Jul-16 Aug-16 Sep-16

BERAS GULA GANDUM JAGUNG KACANG KEDELAI

Indonesia tidak perlu

untuk merasa khawatir

akan kemungkinan

batalnya kesepakatan

kerja sama TPP.

34

anggota TPP yang mayoritas merupakan mitra dagang

besar Indonesia, terutama Amerika Serikat.

Selain itu, sebagai alternatif jika kesepakatan TPP

dibatalkan, Indonesia dapat menjajaki kemungkinan

untuk memiliki kerjasama perdagangan secara bilateral

dengan Amerika Serikat, yang secara diatas kertas

prosesnya akan lebih mudah daripada proses untuk

bergabung kedalam kerjasama TPP. Seandainya proses

negosiasi bilateral dengan Amerika Serikat mengalami

kebuntuan (terkait kebijakan Donald Trump yang

protesionisme dan anti perdagangan bebas), pasar-pasar

potensial lain seperti kawasan Eropa Timur, Amerika

Latin, dan Australia dapat menjadi tujuan alternatif

ekspor Indonesia.

Satu hal yang jauh lebih penting adalah sebaiknya

Indonesia segera memperkuat fundamental ekonomi dan

daya saing domestik. Kemandirian dan peningkatan daya

saing adalah modal utama dalam menghadapi dinamika

perubahan global. Saat ini, sektor industri di Indonesia

hanya menyumbang 19 persen dari PDB Indonesia,

tidaklah cukup untuk menjadi mesin pertumbuhan dan

mendorong perekonomian Indonesia. Kemungkinan

batalnya kesepakatan TPP dapat menjadi kesempatan

Indonesia untuk lebih berkonsentrasi mengembangkan

industri dalam negeri sebagai penopang utama ekspor

Indonesia.

Kerjasama Ekonomi Internasional

Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia

Perkembangan perjanjian ekonomi internasional yang dilakukan Indonesia dijelaskan

pada tabel di bawah.

Tabel 10.Status Perjanjian Ekonomi Internasional (per November 2016)

No PERJANJIAN EKONOMI STATUS

1 ASEAN-EU Free Trade Agreement (FTA) Negotiations launched (the 7th round of

negotiations)

2 ASEAN-Hong Kong, China Free Trade Agreement Negotiations launched

Sebagai alternatif

kerjasama TPP, Indonesia

dapat menjajaki

kemungkinan untuk

memiliki kerjasama

perdagangan bilateral

dengan Amerika Serikat.

Batalnya kesepakatan

kerjasama TPP dapat

menjadi kesempatan

bagi Indonesia untuk

membangun industri

dalam negeri dan daya

saing domestik.

35

No PERJANJIAN EKONOMI STATUS

(the 3rd round of negotiations)

3 Indonesia-India Comprehensive Economic Cooperation Arrangement

Negotiations launched

4 Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement

Negotiations launched (the 5th round of

negotiations)

5 Indonesia-European Free Trade Association Free Trade Agreement Negotiations launched (The 1st round of

Negotiation)

6 Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement Negotiations launched

7 Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Negotiations launched (the 16th round of

negotiations)

8 Indonesia-Republic of Korea Free Trade Agreement Negotiations launched (the 7th round of

negotiations)

9 Indonesia-Chile FTA Negotiations launched

10 Indonesia-Turki FTA Proposed (under consultation and

stud)y

11 Indonesia-Peru FTA Proposed (under consultation and

study)

12 Trade Preferential System of the Organization of the Islamic Conference

Signed but not yet In Effect

13 ASEAN Free Trade Area Signed and In Effect

14 ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement Signed and In Effect

15 ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect

16 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership Signed and In Effect

17 ASEAN-China Comprehensive Economic Cooperation Agreement Signed and In Effect

18 ASEAN-Republic of Korea Comprehensive Economic Cooperation Agreement

Signed and In Effect

19 Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement Signed and In Effect (under the review process)

20 Pakistan-Indonesia Free Trade Agreement Signed and In Effect

21 Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing Countries

Signed and In Effect

Sumber: ARIC database, ADB; Ditjen KPI, Kemendag

36

Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA)

Tabel 11.Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia

Periode SKA Preferensi (%)

SKA Nonpreferensi (%)

SKA Preferensi + SKA Non Preferensi (%)

2012 45,4 11,8 57,2 2013 50,7 12,4 63,1 2014 50,6 11,9 62,5 2015 72,3 13,5 85,8

2016 Januari-September 49,4 10,9 60,4 Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag

Sepanjang Januari-September Tahun 2016, penggunaan

SKA Preferensi dan SKA Nonpreferensi mencapai 60,4

persen terhadap total ekspor Indonesia dimana SKA

Preferensi mendominasi penggunaan SKA dengan utilisasi

49,4 persen. Form A yang merupakan SKA Preferensi atas

Generalized System of Preferences Certificate of Origin

paling banyak dimanfaatkan sepanjang Januari-

September Tahun 2016 dengan tingkat utilisasi 15,1

persen. Pada kurun waktu yang sama Form B

mendominasi utilisasi penggunaan SKA Nonpreferensi

dengan tingkat utilisasi 10,1 persen (Gambar 8).

Gambar 8. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA Preferensi

Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag (diolah)

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

2014 2015 2016 Jan-Sept

Share SKA Preferensi Terhadap Total Ekspor Indonesia (Tahunan)

Form A

Form E

Form D

Form AI

Penggunaan SKA Preferensi

dan SKA Nonpreferensi

mencapai 60,4 persen

terhadap total ekspor

Indonesia pada Januari-

September Tahun 2016.

37

Gambar 9. Persentase Penggunaan SKA Nonpreferensi terhadap Total SKA Nonpreferensi

Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag (diolah)

Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA

Pada periode Januari-Agustus Tahun 2016, Indonesia

mengalami surplus neraca perdagangan dengan

Bangladesh, Brunei Darussalam, Filipina, India, Iran,

Jepang, Kamboja, Korea Selatan, Laos, Mesir,

Myanmar, Pakistan, dan Turki. Sementara itu pada

periode yang sama, Indonesia mengalami defisit neraca

perdagangan dengan Australia, Malaysia, Nigeria,

Selandia Baru, Singapura, Thailand, Tiongkok dan

Vietnam.

Tabel 12. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Oseania (juta USD)

Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015

Jan-Agt Perubahan (%)

2016/2015 2015 2016

AUSTRALIA

ekspor 4.948,4 3.702,3 -7,8 2.451,2 2.197,9 -10,3

migas 1.251,8 707,7 -24,0 446,4 388,5 -13,0

non migas 3.696,5 2.994,6 0,4 2.004,8 1.809,4 -9,7

impor 5.647,5 4.815,8 -0,8 3.250,6 3.366,3 3,6

migas 156,7 143,4 103,7 43,4 415,8 858,3

non migas 5.490,8 4.672,4 -1,3 3.207,2 2.950,5 -8,0

neraca perdagangan -699,1 -1.113,5 0,0 -799,4 -1.168,4 -46,2

migas 1.095,1 564,3 -27,2 403,0 -27,3 -106,8

non migas -1.794,2 -1.677,8 -3,9 -1.202,40 -1.141,1 5,1

2014 2015 2016 Jan-Sept

Form B 11,0% 12,3% 10,1%

Form ICO 0,8% 1,2% 0,8%

Form TP 0,0% 0,0% 0,0%

Form ANEXO III 0,0% 0,0% 0,0%

0,0%2,0%4,0%6,0%8,0%

10,0%12,0%14,0%

Share SKA Non-Preferensi Terhadap Total Ekspor Indonesia (Tahunan)

Indonesia mengalami surplus

neraca perdagangan dengan 13

negara mitra FTA (sebesar USD

12,5 miliar) dan defisit neraca

perdagangan dengan 8 negara

mitra FTA (sebesar USD16,6

miliar) pada periode Januari-

Agustus Tahun 2016.

38

Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015

Jan-Agt Perubahan (%)

2016/2015 2015 2016

SELANDIA BARU

ekspor 481,4 436,3 4,2 278,1 222,6 -20,0

migas 21,4 39,2 124,5 25,8 8,7 -66,1

non migas 460,0 397,0 3,7 252,2 213,8 -15,2

impor 836,0 637,0 -0,9 460,8 444,1 -3,6

migas 0,0 8,6 0,0 8,6 0,0 -99,9

non migas 836,0 628,4 -1,1 452,1 444,1 -1,8

neraca perdagangan -354,6 -200,8 -7,9 -182,7 -221,5 -21,2

migas 21,4 30,6 113,6 17,2 8,7 -49,1

non migas -376,0 -231,3 -7,2 -199,9 -230,3 -15,2

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)

Tabel 13. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Selatan (juta USD)

Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-

2015

Jan-Aug Perubahan (%) 2016/2015

2015 2016

BANGLADESH

ekspor 1.377,6 1.340,8 1,8 891,8 789,7 -11,5

migas 2,3 0,2 -4,3 0,2 0,7 200,5

non migas 1.375,3 1.340,6 1,8 891,6 789,1 -11,5

impor 71,3 59,5 12,8 39,0 44,8 14,9

migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

non migas 71,3 59,5 12,8 39,0 44,8 14,9

neraca perdagangan 1.306,3 1.281,3 1,4 852,9 744,9 -12,7

migas 2,3 0,2 0,0 0,2 0,7 200,5

non migas 1.304,0 1.281,1 1,4 852,6 744,3 -12,7

INDIA

ekspor 12.249,0 11.731,0 -2,7 8.109,4 6.126,2 -24,5

migas 25,2 129,0 10,2 85,2 163,7 92,1

non migas 12.223,7 11.602,0 -2,8 8.024,2 5.962,5 -25,7

impor 3.952,1 2.741,4 -9,5 1.916,0 1.765,8 -7,8

migas 388,2 75,7 -23,9 66,7 17,9 -73,2

non migas 3.563,9 2.665,7 -8,8 1.849,3 1.747,9 -5,5

neraca perdagangan 8.296,9 8.989,6 0,1 6.193,4 4.360,4 -29,6

migas -363,0 53,3 0,0 18,6 145,8 685,9

39

Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-

2015

Jan-Aug Perubahan (%) 2016/2015

2015 2016

non migas 8.659,9 8.936,2 -0,5 6.174,8 4.214,6 -31,8

PAKISTAN

ekspor 2.045,3 1.989,6 20,9 1.320,1 1.247,7 -5,5

migas 0,0 0,0 -82,3 0,0 0,0 0,0

non migas 2.045,3 1.989,5 21,1 1.320,1 1.247,7 -5,5

impor 159,4 174,5 -8,4 100,5 92,3 -8,2

migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

non migas 159,4 174,5 -7,0 100,5 92,3 -8,2

neraca perdagangan 1.885,9 1.815,1 26,5 1.219,6 1.155,4 -5,3

migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

non migas 1.885,9 1.815,0 26,2 1.219,6 1.155,4 -5,3

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)

Tabel 14. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Tenggara (juta USD)

Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015

Jan-Aug Perubahan (%) 2016/2015

2015 2016

BRUNEI DARUSSALAM

ekspor 100,3 91,2 4,3 62,0 63,2 1,9

migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 2.521,7

non migas 100,3 91,2 4,3 62,0 63,1 1,9

impor 594,3 131,4 -31,3 79,0 60,3 -23,7

migas 568,1 104,7 -34,2 73,7 53,5 -27,4

non migas 26,2 26,7 21,5 5,3 6,8 28,3

neraca perdagangan -494,0 -40,2 -44,7 -17,1 2,9 116,9

migas -568,1 -104,7 -34,2 -73,7 -53,5 27,5

non migas 74,1 64,5 -0,1 56,7 56,3 -0,6

FILIPINA

ekspor 3.887,8 3.921,7 1,7 2.633,6 3.305,0 25,5

migas 1,0 4,7 -44,9 0,4 13,9 3.254,2

non migas 3.886,8 3.917,0 1,8 2.633,1 3.291,2 25,0

impor 699,7 683,1 -5,6 466,8 553,0 18,5

migas 1,6 3,1 -26,8 2,9 1,6 -44,1

non migas 698,1 680,0 -5,5 463,9 551,3 18,9

neraca perdagangan 3.188,1 3.238,6 3,6 2.166,8 2.752,1 27,0

40

Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015

Jan-Aug Perubahan (%) 2016/2015

2015 2016

migas -0,6 1,6 0,0 -2,5 12,2 593,2

non migas 3.188,7 3.237,0 3,7 2.169,3 2.739,8 26,3

KAMBOJA

ekspor 415,8 429,7 14,6 280,8 271,3 -3,4

migas 0,1 0,0 -59,1 0,0 0,0 0,0

non migas 415,7 429,7 14,7 280,8 271,3 -3,4

impor 18,7 21,1 27,6 13,4 17,0 27,0

migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

non migas 18,7 21,1 27,6 13,4 17,0 27,0

neraca perdagangan 397,1 408,6 14,1 267,4 254,3 -4,9

migas 0,1 0,0 -59,1 0,0 0,0 0,0

non migas 397,0 408,6 14,2 267,4 254,3 -4,9

LAOS

ekspor 4,5 7,7 -17,0 4,8 4,0 -16,0

migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

non migas 4,5 7,7 -17,0 4,8 4,0 -16,0

impor 51,3 0,8 19,8 0,8 3,0 274,7

migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

non migas 51,3 0,8 19,8 0,8 3,0 274,7

neraca perdagangan -46,7 6,9 0,0 4,0 1,0 -74,8

migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

non migas -46,7 6,9 0,0 4,0 1,0 -74,8

MALAYSIA

ekspor 9.730,0 7.630,9 -8,4 5.410,7 4.483,9 -17,1

migas 3.332,8 1.403,1 -3,2 1.116,0 738,0 -33,9

non migas 6.397,2 6.227,8 -10,1 4.294,6 3.745,9 -12,8

impor 10.855,4 8.530,7 -5,0 6.046,5 4.650,8 -23,1

migas 5.076,9 3.551,3 -6,7 2.670,1 1.544,1 -42,2

non migas 5.778,5 4.979,4 -3,7 3.376,4 3.106,7 -8,0

neraca perdagangan -1.125,4 -899,8 0,0 -635,8 -167,0 73,7

migas -1.744,1 -2.148,2 -10,9 -1.554,1 -806,1 48,1

non migas 618,7 1.248,4 -28,0 918,2 639,1 -30,4

MYANMAR

ekspor 566,9 615,7 15,3 15,3 387,4 380,7

41

Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015

Jan-Aug Perubahan (%) 2016/2015

2015 2016

migas 0,6 2,2 22,6 22,6 2,2 11,2

non migas 566,4 613,4 15,2 15,2 385,2 369,4

impor 122,1 160,4 25,6 25,6 108,5 74,4

migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

non migas 122,1 160,4 25,6 25,6 108,5 74,4

neraca perdagangan 444,8 455,3 12,6 12,6 278,9 306,3

migas 0,6 2,2 22,6 22,6 2,2 11,2

non migas 444,3 453,0 12,6 12,6 276,7 295,0

SINGAPURA

ekspor 16.728,3 12.632,6 -7,5 8.598,7 7.325,8 -14,8

migas 6.662,4 3.971,6 -11,4 2.755,2 1.465,9 -46,8

non migas 10.065,9 8.661,0 -5,3 5.843,5 5.860,0 0,3

impor 25.185,7 18.022,5 -7,4 12.392,7 9.016,6 -27,2

migas 15.035,1 9.047,2 -10,4 6.445,4 4.247,8 -34,1

non migas 10.150,5 8.975,3 -3,6 5.947,3 4.768,7 -19,8

neraca perdagangan -8.457,3 -5.389,9 -7,0 -3.794,0 -1.690,7 55,4

migas -8.372,7 -5.075,6 -9,4 -3.690,2 -2.782,0 24,6

non migas -84,6 -314,3 0,0 -103,8 1.091,3 1.151,7

THAILAND

ekspor 5.783,1 5.507,3 -2,7 3.799,5 3.488,7 -8,2

migas 780,2 906,8 2,7 627,6 512,7 -18,3

non migas 5.002,9 4.600,5 -3,5 3.171,9 2.976,0 -6,2

impor 9.781,0 8.083,4 -6,4 5.453,9 5.938,9 8,9

migas 86,3 64,7 -20,2 44,7 37,1 -17,0

non migas 9.694,8 8.018,7 -6,2 5.409,1 5.901,7 9,1

neraca perdagangan -3.997,9 -2.576,1 -12,2 -1.654,4 -2.450,1 -48,1

migas 693,9 842,1 7,1 582,9 475,6 -18,4

non migas -4.691,8 -3.418,2 -9,3 -2.237,3 -2.925,7 -30,8

VIETNAM

ekspor 2.451,3 2.740,2 3,9 1.657,5 1.723,2 4,0

migas 14,9 3,3 -48,2 2,6 13,1 401,3

non migas 2.436,3 2.736,9 4,6 1.654,9 1.710,1 3,3

impor 3.417,8 3.161,5 8,8 2.092,2 2.096,2 0,2

migas 192,4 0,1 -66,6 0,1 53,2 52.145,9

42

Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015

Jan-Aug Perubahan (%) 2016/2015

2015 2016

non migas 3.225,4 3.161,4 8,9 2.092,1 2.043,0 -2,4

neraca perdagangan -966,5 -421,4 91,0 -434,7 -373,1 14,2

migas -177,4 3,2 0,0 2,6 -40,1 -1.692,6

non migas -789,1 -424,5 76,8 -437,2 -333,0 23,8

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)

Keterangan (*) : proporsi terhadap total ekspor ke ASEAN

Tabel 15. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Timur Tengah (juta

USD)

Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015

Jan-Aug Perubahan (%) 2016/2015

2015 2016

IRAN

ekspor 406,1 216,5 -24,0 159,6 121,1 -24,1

migas 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 100,0

non migas 406,1 216,5 -24,0 159,6 120,9 -24,2

impor 42,5 56,6 -58,5 35,7 29,8 -16,4

migas 25,2 18,0 -66,4 10,3 15,3 48,6

non migas 17,4 38,6 -43,2 25,4 14,5 -42,8

neraca perdagangan 363,6 159,9 0,0 123,9 91,3 -26,3

migas -25,1 -18,0 -66,3 -10,3 -15,1 -46,8

non migas 388,7 178,0 -18,7 134,2 106,4 -20,7

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)

Tabel 16. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Timur (juta USD)

Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015

Jan-Aug Perubahan (%)

2016/2015 2015 2016

JEPANG

ekspor 23.117,5 18.020,9 -14,1 12.132,0 10.389,2 -14,4

migas 8.551,7 4.924,8 -23,6 3.348,7 1.964,9 -41,3

non migas 14.565,7 13.096,1 -8,1 8.783,3 8.424,3 -4,1

impor 17.007,6 13.263,5 -10,0 9.174,2 8.466,9 -7,7

migas 69,4 30,8 -20,1 20,4 47,0 130,4

non migas 16.938,2 13.232,7 -10,0 9.153,8 8.419,9 -8,0

neraca perdagangan 6.109,9 4.757,4 -21,2 2.957,8 1.922,3 -35,0

migas 8.482,3 4.894,0 -23,6 3.328,3 1.917,9 -42,4

43

Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015

Jan-Aug Perubahan (%)

2016/2015 2015 2016

non migas -2.372,4 -136,6 -38,1 -370,5 4,4 101,2

KOREA SELATAN

ekspor 10.601,1 7.664,4 -17,1 5.427,2 4.559,2 -16,0

migas 4.884,2 2.224,8 -28,1 1.626,1 1.144,9 -29,6

non migas 5.716,9 5.439,7 -7,8 3.801,1 3.414,3 -10,2

impor 11.847,4 8.427,2 -8,4 5.831,0 4.481,5 -23,1

migas 4.091,0 2.148,6 -16,4 1.558,4 609,7 -60,9

non migas 7.756,4 6.278,6 -4,0 4.272,6 3.871,8 -9,4

neraca perdagangan -1.246,3 -762,8 0,0 -403,9 77,7 119,2

migas 793,2 76,2 -60,5 67,7 535,2 690,3

non migas -2.039,5 -838,9 0,0 -471,6 -457,5 3,0

TIONGKOK

ekspor 17.605,9 15.046,4 -10,0 10.002,5 9.546,2 -4,6

migas 1.146,9 1.785,7 9,8 1.135,3 1.182,2 4,1

non migas 16.459,1 13.260,7 -11,4 8.867,2 8.364,0 -5,7

impor 30.624,3 29.410,9 2,8 19.163,2 19.521,2 1,9

migas 162,8 186,1 -31,3 150,7 64,7 -57,1

non migas 30.461,6 29.224,8 3,3 19.012,5 19.456,6 2,3

neraca perdagangan -13.018,4 -14.364,5 41,6 -9.160,6 -9.975,0 -8,9

migas 984,1 1.599,7 34,6 984,6 1.117,6 13,5

non migas -14.002,5 -15.964,1 40,3 -10.145,3 -11.092,6 -9,3

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)

Tabel 17. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Afrika (juta USD)

Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015

Jan-Aug Perubahan (%) 2016/2015 2015 2016

MESIR

ekspor 1.341,0 1.197,9 -0,3 830,8 670,9 -19,3

migas 0,0 26,2 0,0 0,0 1,6 0,0

non migas 1.341,0 1.171,7 -0,7 830,8 670,9 -19,3

impor 145,9 243,1 0,6 170,6 321,0 88,2

migas 0,0 132,9 0,0 104,3 257,4 146,8

non migas 145,9 110,2 -14,1 66,3 63,6 -4,1

neraca perdagangan 1.195,1 954,8 -0,6 660,2 349,9 -47,0

44

Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-2015

Jan-Aug Perubahan (%) 2016/2015 2015 2016

migas 0,0 -106,7 0,0 -104,3 -257,4 -146,8

non migas 1.195,1 1.061,5 1,6 764,6 607,3 -20,6

NIGERIA

ekspor 648,8 445,7 3,7 325,7 207,2 -36,4

migas 0,3 0,3 87,7 0,3 0,2 -30,8

non migas 648,5 445,4 3,7 325,4 207,0 -36,4

impor 3.306,3 1.288,2 -2,9 941,0 796,2 -15,4

migas 3.286,1 1.284,5 -2,6 939,0 792,0 -15,7

non migas 20,2 3,7 -33,2 2,0 4,2 108,7

neraca perdagangan -2.657,5 -842,4 -5,1 -615,3 -589,0 4,3

migas -3.285,7 -1.284,2 -2,6 -938,7 -791,8 15,7

non migas 628,2 441,8 5,1 323,4 202,8 -37,3

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)

Tabel 18. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Eropa (juta USD)

Uraian 2014 2015 Trend (%) 2011-

2015

Jan-Aug Perubahan (%) 2016/2015 2015 2016

TURKI

ekspor 1.446,10 1.158,80 -3,60 789,00 689,70 -12,60

migas 0,00 0,00 0,00 0,00 0,10 111,90

non migas 1.446,10 1.158,80 -3,60 788,90 690,00 -12,60

impor 1.030,60 249,80 -3,70 163,70 203,60 24,30

migas 770,40 0,10 -22,40 0,10 14,80 11.387,70

non migas 260,20 249,70 -7,90 163,60 188,70 15,40

neraca perdagangan 415,50 909,00 -8,40 625,20 486,20 -22,20

migas -770,40 -0,10 0,00 -0,10 -14,80 -15.264,80

non migas 1.185,90 909,10 -2,40 625,30 501,00 -19,90

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)

45

PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

46

PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

47

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

Perekonomian Indonesia pada triwulan III tahun 2016

tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), meningkat

dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 4,7

persen (YoY) namun lebih rendah dibandingkan triwulan

II tahun 2016 yang sebesar 5,2 persen (YoY).

Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh kondisi

perekonomian global yang masih belum stabil dengan

pertumbuhan yang tidak merata. Dari sisi domestik,

kinerja pertumbuhan ekonomi didorong oleh terjaganya

permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga

yang tumbuh cukup kuat, namun realisasi belanja

pemerintah APBN lebih rendah dibandingkan triwulan

yang sama tahun sebelumnya akibat pemotongan

anggaran.

Gambar 10. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 - Triwulan III Tahun 2016 (Persen)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Dari sisi lapangan usaha pertumbuhan ekonomi didorong

oleh semua lapangan usaha, dengan pertumbuhan

tertinggi pada sektor Informasi dan Komunikasi sebesar

9,2 persen (YoY). Pertumbuhan sektor Informasi dan

Komunikasi tersebut lebih rendah, baik dibandingkan

dengan triwulan III tahun 2015 maupun triwulan II tahun

2016 yang masing-masing sebesar 10,7 persen (YoY) dan

9,8 persen (YoY).

5,15,0 5,0 5,0

4,74,7

4,7

5,04,9

5,25,0

4,0

4,5

5,0

5,5

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Perekonomian Indonesia pada triwulan III tahun 2016 tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY), meningkat dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2015.

Dari sisi lapangan usaha pertumbuhan didukung oleh semua lapangan usaha, dengan pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Informasi dan komunikasi yang sebesar 9,2 persen (YoY).

48

Pada triwulan III tahun 2016, Jasa Keuangan dan Asuransi

tumbuh sebesar 8,8 persen (YoY), lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang

tumbuh sebesar 10,4 persen (YoY) dan triwulan II tahun

2016 yang tumbuh sebesar 13,6 persen (YoY). Kinerja

tersebut disebabkan oleh pelonggaran kebijakan moneter

terutama melalui penurunan suku bunga. Transmisi

pelonggaran kebijakan tersebut diyakini akan terus

berlanjut, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan

kredit dan pembiayaan ekonomi lain yang mendorong

pertumbuhan ekonomi menjadi lebih tinggi. Sementara

itu, Transportasi dan Pergudangan tumbuh sebesar 8,2

persen (YoY) atau meningkat dibandingkan dengan

triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016 yang

masing-masing sebesar 7,3 persen (YoY) dan 6,9 persen

(YoY).

Konstruksi mengalami pertumbuhan 5,7 persen (YoY),

lebih rendah dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang

tumbuh sebesar 6,8 persen (YoY) maupun triwulan II

tahun 2016 yang tumbuh sebesar 6,2 persen (YoY). Sektor

kontruksi masih tumbuh relatif tinggi seiring dengan

masih berlangsungnya program-program pembangunan

infrastruktur pemerintah, termasuk program satu juta

rumah.

Pengadaan Listrik dan Gas tumbuh sebesar 4,9 persen

(YoY), meningkat signifikan dibandingkan dengan triwulan

III tahun 2015 yang sebesar 0,6 persen (YoY), namun lebih

rendah jika dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang

sebesar 6,2 persen (YoY). Sampai dengan bulan Oktober

2016, realisasi proyek listrik 35.000 MW mencapai 36

persen dari target akumulatif 2016. Sementara itu,

realisasi commercial operation date (COD) pembangkit

listrik secara keseluruhan mencapai 9,4 persen dari

keseluruhan target.

Pada triwulan III tahun 2016, Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh sebesar 8,8 persen (YoY) oleh pelonggaran kebijakan moneter. Sementara itu, Transportasi dan Pergudangan tumbuh lebih tinggi dari triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016.

Konstruksi tumbuh lebih rendah yaitu sebesar 5,7 persen (YoY), seiring dengan masih berlangsungnya program-program pembangunan infrastruktur pemerintah.

Pengadaan Listrik dan Gas tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY), meningkat signifikan dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 seiring dengan realisasi proyek listrik 35.000 MW mencapai sebesar 36 persen dari target akumulatif 2016

49

Tabel 19. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 Menurut Lapangan Usaha (YoY)

Uraian 2014 2015 2016

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

5,2 4,9 3,6 3,3 4,0 6,9 3,3 1,6 1,8 3,4 2,8

Pertambangan dan Penggalian -1,0 1,1 1,2 1,5 -1,3 -5,2 -5,7 -7,9 -0,8 -0,1 0,1

Industri Pengolahan 4,5 4,8 5,0 4,2 4,0 4,1 4,5 4,4 4,6 4,6 4,6

Pengadaan Listrik dan Gas 3,3 6,5 6,0 6,5 1,7 0,8 0,6 1,8 7,5 6,2 4,9

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

4,9 5,8 5,9 6,9 5,4 7,8 8,7 6,8 4,8 3,3 1,7

Konstruksi 7,2 6,5 6,5 7,7 6,0 5,4 6,8 8,2 7,9 6,2 5,7

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

6,1 5,0 5,2 4,5 4,1 1,7 1,4 2,8 4,1 4,1 3,7

Transportasi dan Pergudangan 7,0 7,6 7,7 7,2 5,8 5,9 7,3 7,7 7,9 6,9 8,2

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

6,4 6,4 5,8 4,6 3,4 3,8 4,5 5,8 5,6 4,9 4,6

Informasi dan Komunikasi 9,8 10,5 9,8 10,3 10,1 9,7 10,7 9,7 8,1 9,8 9,2

Jasa Keuangan dan Asuransi 3,6 5,5 1,9 7,9 8,6 2,6 10,4 12,5 9,3 13,6 8,8

Real Estate 4,7 4,9 5,1 5,3 5,3 5,0 4,8 4,3 4,9 4,5 3,7

Jasa Perusahaan 10,3 10,0 9,3 9,7 7,4 7,6 7,6 8,1 8,1 7,6 7,0

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

2,7 -2,5 2,4 6,8 4,7 6,3 1,3 6,7 4,5 4,4 3,8

Jasa Pendidikan 4,6 4,5 6,3 6,6 5,0 11,7 8,1 5,3 5,4 5,1 1,9

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

7,6 8,7 9,6 6,0 7,1 7,5 6,3 7,4 8,6 6,5 4,2

Jasa lainnya 8,4 9,5 9,5 8,4 8,0 8,1 8,1 8,2 7,9 7,9 7,7

PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,1 5,0 5,0 5,0 4,7 4,7 4,7 5,0 4,9 5,2 5,0 Sumber: Badan Pusat Statistik

Kinerja Industri Pengolahan sedikit meningkat, dengan

tumbuh sebesar 4,6 persen (YoY), lebih tinggi

dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 4,5

persen (YoY), namun relatif tidak berubah dibandingkan

dengan triwulan II tahun 2016. Pertumbuhan industri

pengolahan di Indonesia masih didorong oleh industri

yang berbasis konsumsi dalam negeri. Penyediaan

Akomodasi dan Makan Minum tumbuh sebesar 4,6

persen (YoY), sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan III

tahun 2015 yang sebesar 4,5 persen (YoY). Akan tetapi,

Kinerja Industri Pengolahan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan III tahun 2015, namun relatif tidak berubah dibandingkan dengan triwulan II tahun 2016.

50

pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan

triwulan II tahun 2016 yang sebesar 4,9 persen (YoY).

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial tumbuh sebesar 4,2

persen (YoY), lebih rendah baik dibandingkan dengan

triwulan III tahun 2015 yang tumbuh sebesar 6,3 persen

(YoY) maupun triwulan II tahun 2016 yang sebesar 6,5

persen (YoY). Administrasi Pemerintahan, Pertahanan

dan Jaminan sosial tumbuh sebesar 3,8 persen (YoY) pada

triwulan III tahun 2016. Pertumbuhan ini lebih tinggi

dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang

sebesar 1,3 persen (YoY), namun lebih rendah

dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 4,4

persen (YoY).

Kinerja Real Estate pada triwulan III tahun 2016 menurun

dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 dan triwulan

II tahun 2016. Pada triwulan III tahun 2016 Real Estate

tumbuh sebesar 3,7 persen (YoY), lebih rendah

dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 4,8

persen (YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 4,5

persen (YoY).

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan

Sepeda Motor tumbuh sebesar 3,7 persen (YoY) pada

triwulan III tahun 2016, lebih tinggi dibandingkan triwulan

III tahun 2015 yang sebesar 1,4 persen (YoY), namun lebih

rendah dibanding triwulan II tahun 2016 yang sebesar 4,1

persen (YoY). Pertumbuhan tersebut didorong oleh

pertumbuhan semua komponen, terutama Perdagangan

Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor yang

tumbuh sebesar 3,8 persen (YoY), meningkat

dibandingkan triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun

2016 yang masing-masing tumbuh sebesar 1,2 persen

(YoY) dan 3,5 persen (YoY). Komponen Perdagangan

Mobil, Sepeda Motor, dan Reparasinya tumbuh sebesar

3,2 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan triwulan III

tahun 2015 yang sebesar 2,1 persen (YoY) , namun lebih

rendah dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang sebesar

6,4 persen (YoY).

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor tumbuh lebih tinggi pada triwulan III tahun 2016, didorong oleh pertumbuhan semua komponen, terutama Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor.

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial tumbuh sebesar 4,2 persen (YoY), lebih rendah baik dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016

Kinerja Real Estate pada triwulan III tahun 2016 menurun dibandingkan triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016.

51

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tumbuh sebesar

2,8 persen (YoY), lebih kecil dari triwulan sebelumnya dan

triwulan III tahun 2015 yang masing-masing sebesar 3,4

persen (YoY) dan 3,3 persen (YoY). Penurunan tersebut

disebabkan oleh pergeseran panen raya akibat

perubahan iklim.

Pada triwulan III tahun 2016, Pertambangan dan

Penggalian tumbuh sebesar 0,1 persen (YoY), atau lebih

besar dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang

terkontraksi sebesar -5,7 persen (YoY) dan triwulan II

tahun 2016 yang sebesar -0,1 persen (YoY). Kinerja

tersebut didukung oleh adanya kenaikan harga komoditas

di pasar internasional, terutama harga batu bara yang

naik dari USD 51,2 per mt pada bulan Juli menjadi sebesar

USD 93,2 per mt. Selain itu, juga didukung dengan telah

beroperasinya Kilang Trans Pacific Petroleum Indotama

(TPPI) di Tuban, Jawa Timur dan Residual Fluid Catalyc

Cracker (RFCC) di Cilacap, Jawa Tengah. Berdasarkan

komponennya, Pertambangan Bijih Logam tumbuh dari

sebesar -12,08 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2015

menjadi sebesar 5,42 persen (YoY) pada triwulan III tahun

2016 dan pertumbuhan Pertambangan Minyak, Gas dan

Panas Bumi dari sebesar -0,58 persen (YoY) pada triwulan

III tahun 2015 menjadi sebesar 1,25 persen (YoY).

Dari sisi pengeluaran, Pengeluaran Konsumsi Rumah

tangga merupakan komponen dengan pertumbuhan

tertinggi sekaligus sebagai sumber pertumbuhan PDB

terbesar pada triwulan III tahun 2016, dengan kontribusi

sebesar 55,3 persen terhadap PDB. Pada triwulan III tahun

2016, Pengeluaran Konsumsi Rumah tangga tumbuh

sebesar 5,0 persen (YoY), relatif sama dengan triwulan III

tahun 2015, namun lebih rendah dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang sebesar 5,1 persen (YoY).

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tumbuh sebesar 2,8 persen (YoY), lebih kecil dari triwulan sebelumnya dan triwulan III tahun 2015 karena terjadinya pergeseran panen raya akibat perubahan iklim.

Dari sisi pengeluaran, Pengeluaran Konsumsi Rumah tangga merupakan komponen dengan pertumbuhan tertinggi setelah LNPRT sekaligus sebagai sumber pertumbuhan PDB terbesar pada triwulan III tahun 2016.

Pertambangan dan Penggalian mengalami pertumbuhan positif setelah pada triwulan-triwulan sebelumnya tumbuh negatif.

52

Tabel 20. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 (Persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY)

JENIS PENGELUARAN 2014 2015 2016

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3

Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 5,3 5,1 5,1 5,1 5,0 5,0 5,0 4,9 5,0 5,1 5,0

Pengeluaran Konsumsi LNPRT 23,2 22,4 5,8 -0,5 -8,1 -8,0 6,6 8,3 6,4 6,7 6,7

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 6,1 -1,8 1,2 0,9 2,9 2,6 7,1 7,3 3,5 6,2 -3,0

Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 5,2 4,1 4,5 4,6 4,6 3,9 4,8 6,9 5,6 5,1 4,1

Ekspor Barang dan Jasa 3,2 1,4 4,8 -4,6 -0,6 0,0 -0,6 -6,4 -3,5 -2,4 -6,0

Dikurangi Impor Barang dan Jasa 5,0 0,4 0,3 3,2 -2,2 -7,0 -5,9 -8,1 -5,0 -2,9 -3,9

PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,1 5,0 5,0 5,0 4,7 4,7 4,7 5,0 4,9 5,2 5,0

Sumber : Badan Pusat Statistik

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) merupakan

sumber pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi

sebesar 32,0 persen dari PDB pada triwulan III tahun 2016.

Pada triwulan III tahun 2016, PMTB tumbuh sebesar 4,1

persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan

pertumbuhan pada triwulan III tahun 2015 yang sebesar

4,8 persen (YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang sebesar

5,1 persen (YoY). Pertumbuhan komponen utama dari

PMTB yaitu Bagunan serta Mesin dan Perlengkapan, yang

masing-masing berkontribusi sebesar 24,4 persen dan 2,8

persen dari PDB, mengalami penurunan. Bangunan

tumbuh sebesar 5,8 persen (YoY), atau lebih rendah

dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang

sebesar 6,3 persen (YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang

sebesar 6,1 persen. Sementara itu, Mesin dan

Perlengkapan mengalami pertumbuhan negatif sebesar -

6,8 persen atau menurun dibanding triwulan sebelumnya

yang sebesar -3,6 persen (YoY) dan triwulan III tahun

2015 yang sebesar 1,5 persen (YoY).

Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada

triwulan III tahun 2016 tumbuh -3,0 persen (YoY),

terendah sejak triwulan I tahun 2010 yang sebesar -5,2

persen (YoY). Kondisi ini akibat oleh adanya

pemotonggan anggaran belanja dalam APBN 2016.

Pengeluaran pemerintah untuk kepentingan masyarakat

Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada triwulan III tahun 2016 tumbuh -3,0 persen (YoY), terendah sejak triwulan I tahun 2010 yang sebesar -5,2 persen (YoY).

Pada triwulan III tahun 2016, PMTB tumbuh sebesar 4,1 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016.

53

umum (konsumsi kolektif) tumbuh sebesar -4,5 persen

(YoY), terendah sejak triwulan I tahun 2010 yang tumbuh

sebesar -9,9 persen (YoY). Pengeluaran pemerintah untuk

kepentingan rumah tangga individu seperti pendidikan;

kesehatan; jaminan sosial; olah raga dan rekreasi; dan

kebudayaan juga tumbuh negatif, namun lebih kecil yaitu

sebesar -0,4 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut lebih

kecil dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 yang

tumbuh sebesar 3,5 persen (YoY) dan triwulan II tahun

2016 yang tumbuh sebesar 3,9 pesen (YoY).

Pada triwulan III tahun 2016, pertumbuhan Ekspor Barang

dan Jasa semakin menekan pertumbuhan ekonomi

Indonesia yaitu sebesar -6,0 persen (YoY), menurun

dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang tumbuh negatif

sebesar -0,6 persen (YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang

sebesar -2,4 persen (YoY). Kondisi ini dipengaruhi oleh

perlambatan ekspor barang migas yang tumbuh sebesar -

8,2 persen (YoY), yang disebabkan oleh masih rendahnya

harga minyak mentah di pasar internasional meskipun

sedikit sudah membaik. Sementara itu, apabila

dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 dan triwulan

II tahun 2016, ekspor jasa relatif meningkat yaitu tumbuh

sebesar 7,9 persen (YoY).

Impor Barang dan Jasa tumbuh negatif sebesar -3,9

persen (YoY) pada triwulan III tahun 2016 seiring dengan

permintaan domestik yang masih belum meningkat

signifikan dan nilai tukar Rupiah yang melemah.

Pertumbuhan tersebut meningkat dibandingkan dengan

triwulan III tahun 2015 yang sebesar -5,9 persen (YoY),

namun menurun dibandingkan triwulan II tahun 2016

yang tumbuh sebesar -2,9 persen (YoY). Hal ini

dipengaruhi oleh meningkatnya pertumbuhan impor

barang migas menjadi sebesar 1,5 persen (YoY), lebih

tinggi dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar

1,3 persen (YoY) maupun triwulan II tahun 2016 yang

sebesar 2,3 persen (YoY). Sementara itu impor jasa dan

Pada triwulan III tahun 2016, pertumbuhan Ekspor Barang dan Jasa semakin menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia

Impor Barang dan Jasa tumbuh negatif sebesar -3,9 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2016.

54

barang nonmigas tumbuh lebih besar dibandingkan

triwulan III tahun 2015 namun lebih rendah dibandingkan

triwulan II tahun 2016.

PERKEMBANGAN EKONOMI DAERAH

Pada triwulan III tahun 2016, seluruh pulau/wilayah

mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata

pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Maluku dan Papua.

Pada triwulan III tahun 2016, Rata-rata pertumbuhan di

Maluku dan Papua; Sulawesi; Jawa; serta Bali dan Nusa

Tenggara lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan

ekonomi nasional. Sementara itu, kedua wilayah yang lain

lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan

ekonomi nasional.

Pada triwulan III tahun 2016, pertumbuhan di Maluku dan

Papua rata-rata tumbuh sebesar 13,7 persen (YoY),

meningkat signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan

triwulan III tahun 2015 sebesar 4,2 persen (YoY) dan

triwulan II tahun 2016 yang -1,3 persen (YoY). Rata-rata

pertumbuhan ekonomi di Sulawesi adalah sebesar 6,7

persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan

III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016 yang masing-

masing sebesar 8,4 persen (YoY) dan 8,5 persen (YoY).

Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Jawa adalah sebesar

5,6 persen (YoY), sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan

triwulan III tahun 2015 yang sebesar 5,5 persen (YoY)

namun lebih rendah dibandingkan triwulan II tahun 2016

yang sebesar 5,8 persen (YoY). Sementara itu, Bali dan

Nusa Tenggara pada triwulan III tahun 2016 adalah

sebesar 5,0 persen (YoY), menurun dibandingkan triwulan

III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016 yang masing-

masing sebesar 14,1 persen (YoY) dan 7,3 persen (YoY).

Pada triwulan III tahun 2016, seluruh pulau/wilayah mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Maluku dan Papua.

Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Maluku dan Papua; Sulawesi; Jawa; serta Bali dan Nusa Tenggara pada triwulan III tahun 2016, masing-masing sebesar adalah sebesar 13,7 persen (YoY); 6,7 persen (YoY); 5,7 persen (YoY); dan 5,0 persen.

55

Gambar 11. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Enam Pulau Besar di Indonesia pada Triwulan I Tahun 2011 - Triwulan III Tahun 2016 (Persen)

Sumber : Badan Pusat Statistik

Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatera pada

triwulan III tahun 2016 adalah sebesar 3,9 persen (YoY),

meningkat dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang

sebesar 3,1 persen (YoY), namun menurun dibandingkan

triwulan II tahun 2016 yang tumbuh sebesar 4,4 persen

(YoY). Sementara itu, Kalimantan tumbuh sebesar 2,1

persen (YoY), meningkat dibandingkan triwulan III tahun

2015 dan triwulan II tahun 2016 yang tumbuh masing-

masing sebesar 0,4 persen (YoY) dan 1,2 persen (YoY).

Gambar 12. Kontribusi di Enam Pulau Besar Indonesia terhadap PDB Pada Triwulan I Tahun 2010 - Triwulan III Tahun 2016

Sumber : Badan Pusat Statistik

-15

-12

-9

-6

-3

0

3

6

9

12

15

18

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumatera Jawa Bali dan Nusa TenggaraKalimantan Sulawesi Maluku dan PapuaIndonesia

3,0 3,12,6 2,4

9,5

7,65,16,1

22,2 22,1

57,658,8

0

20

40

60

80

0

5

10

15

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Bali Nusra Maluku dan Papua Kalimantan

Pada triwulan III tahun 2016, rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kalimantan meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya.

56

Perkembangan kontribusi daerah terhadap PDB dari

tahun ke tahun relatif tidak banyak berubah. Kontribusi

terbesar terhadap PDB dari triwulan I tahun 2010 sampai

dengan triwulan III tahun 2016 didominasi pulau Jawa,

yaitu sebesar 58,4 persen. Kontribusi terbesar berikutnya

adalah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa

Tenggara, serta Maluku dan Papua yang masing-masing

sebesar 22,0 persen, 7,7 persen, 6,1 persen, 3,2 persen

dan 2,5 persen terhadap PDB pada triwulan II tahun 2016.

Pada triwulan III tahun 2016, Jawa Barat dan DKI Jakarta

merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi

tertinggi di Jawa, yaitu masing-masing sebesar 5,8 persen

(YoY). Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan

dengan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 6,1 persen

(YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 5,9 persen

(YoY). Sementara itu, Jawa Barat tumbuh sebesar 5,0

persen (YoY) pada triwulan III tahun 2015 dan sebesar 6,0

persen (YoY) pada triwulan II tahun 2016. Jawa Barat

memiliki kontribusi sebesar 13,0 persen terhadap

perekonomian nasional, sedikit menurun dibandingkan

triwulan III tahun 2015 yang sebesar 13,1 persen dan

relatif tidak berubah dibandingkan triwulan II tahun 2016.

Sementara itu, kontribusi DKI Jakarta relatif tidak berubah

dibandingkan triwulan III tahun 2015 yaitu sebesar 16,9

persen, namun menurun tipis dibandingkan triwulan II

tahun 2016 yang besarnya 17,1 persen.

Di wilayah Sumatera, Sumatera Utara dan Lampung

merupakan provinsi dengan pertumbuhan yang paling

tinggi, yaitu sebesar 5,8 persen (YoY). Pertumbuhan

tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III

tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 5,3

persen (YoY) dan 5,1 persen (YoY) untuk Sumatera Utara,

serta sebesar 5,3 persen (YoY) dan 5,2 persen (YoY) untuk

Lampung. Adapun kontribusi Sumatera Utara terhadap

PDB sebesar 5,0 persen pada triwulan III tahun 2016,

meningkat tipis dibandingkan triwulan III tahun 2015 dan

Pada triwulan III tahun 2016, Jawa Barat dan DKI Jakarta merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Jawa, yaitu masing-masing sebesar 5,8 persen (YoY).

Sumatera Utara dan Lampung provinsi dengan pertumbuhan yang paling tinggi, yaitu sebesar 5,8 persen (YoY).

Kontribusi terbesar terhadap PDB dari triwulan I tahun 2010 sampai dengan triwulan III tahun 2016 didominasi oleh Pulau Jawa.

57

triwulan sebelumnya sebesar 4,9 persen. Sementara itu,

kontribusi Lampung sebesar 2,3 persen sedikit meningkat

dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 2,2

persen, namun tidak berubah dibandingkan triwulan

sebelumnya.

Kalimantan Tengah tumbuh paling tinggi diantara provinsi

lain di Kalimantan yaitu sebesar 6,0 persen (YoY),

meningkat dibandingkan triwulan II tahun 2016 yang

besarnya 5,7 persen (YoY), namun lebih kecil

dibandingkan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 6,9

persen (YoY). Kontribusi Kalimantan Tengah terhadap

perekonomian Indonesia adalah sebesar 0,9 persen,

relatif tidak berubah dari triwulan sebelumnya dan

triwulan III tahun 2015.

Provinsi Sulawesi Tengah tumbuh paling tinggi diantara

provinsi lain di Sulawesi yaitu sebesar 7,6 persen (YoY),

mengalami penurunan yang relatif besar dibandingkan

triwulan III tahun 2015 dan triwulan II tahun 2016 yang

sebesar 15,6 persen (YoY) dan 15,5 persen (YoY).

Sementara itu, kontribusi provinsi Sulawesi Tengah relatif

kecil dibandingkan kontribusi provinsi lain di Sulawesi,

yaitu sebesar 0,9 persen pada triwulan III tahun 2016,

relatif tidak berubah dibandingkan triwulan III tahun 2015

namun lebih kecil dibandingkan triwulan II tahun 2016

yang sebesar 1,0 persen.

Sementara itu, Bali merupakan provinsi dengan

pertumbuhan ekonomi tertinggi di wilayah Bali dan Nusa

Tenggara yaitu dengan pertumbuhan sebesar 6,2 persen

(YoY). Pertumbuhan tersebut menurun baik dibandingkan

dengan triwulan III tahun 2015 yang sebesar 6,3 persen

(YoY) dan triwulan II tahun 2016 yang sebesar 6,5 persen

(YoY). Adapun kontribusi Bali terhadap perekonomian

nasional sebesar 1,5 persen pada triwulan III tahun 2016,

terbesar dibandingkan provinsi NTB dan NTT serta relatif

tidak berbeda dengan triwulan-triwulan sebelumnya.

Kalimantan Tengah tumbuh paling tinggi diantara provinsi lain di Kalimantan yaitu sebesar 6,0 persen (YoY).

Provinsi Sulawesi Tengah tumbuh paling tinggi diantara provinsi lain di Sulawesi yaitu sebesar 7,615,5 persen (YoY).

Bali merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara yaitu dengan pertumbuhan sebesar 6,2 persen (YoY).

58

Di wilayah Maluku dan Papua, Maluku merupakan

provinsi yang memiliki pertumbuhan tertinggi yaitu

sebesar 5,7 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2016,

sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan III tahun 2015

yang sebesar 5,6 persen namun lebih kecil dibandingkan

triwulan II tahun 2016 yang sebesar 6,3 persen. Kontribusi

provinsi Maluku terhadap perekonomian nasional adalah

sebesar 0,3 persen, relatif tidak berubah dibandingkan

triwulan-triwulan sebelumnya.

PERKEMBANGAN HARGA KEBUTUHAN POKOK

Perkembangan Harga Domestik

Sepanjang bulan Januari hingga September tahun 2016,

koefisien rata-rata harga antar waktu dari sepuluh

komoditas tertentu sebesar 3,0 persen atau masih

dibawah target maksimal 9,0 persen pada tahun 2016

sesuai yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019.

Komoditas gula pasir merupakan komoditas penyumbang

koefisien variasi harga antar waktu paling tinggi dengan

koefisien sebesar 9,2 persen. Sementara itu, susu kental

manis merupakan komoditas dengan koefisien variasi

antar waktu paling rendah dengan koefisien sebesar 0,6

persen.

Tabel 21. Koefisien Variasi Harga Antar Waktu Periode Bulan Januari-September Tahun 2016

Sumber : Kementerian Perdagangan, diolah

Maluku merupakan provinsi yang memiliki pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 6,55,7 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2016.

Sepanjang bulan Januari-September tahun 2016 mencatatkan rata-rata koefisien variasi harga antar waktu sebesar 3,0 persen.

59

Sepanjang bulan Januari hingga September tahun 2016,

koefisien variasi harga antar wilayah dari sepuluh

komoditas tertentu rata-rata sebesar 14,2 persen atau

tepat pada batas target maksimal 14,2 persen pada tahun

2016 sesuai yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019. Pada

bulan Juli dan Agustus koefisien variasi harga antar

wilayah tertinggi yaitu sebesar 14,8 persen dibandingkan

bulan lainnya. Sementara itu, koefisien variasi harga antar

wilayah paling rendah dari sepuluh komoditas tertentu

pada bulan Februari dan Mei yaitu sebesar 13,6 persen.

Tabel 22. Koefisien Variasi Harga Antar Wilayah Bulan Januari-September Tahun 2016

Komoditas Jan-16 Feb-16

Mar-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Jul-16

Agust-16

Sep-16

Beras Medium 11,4 12,2 12,5 13,6 12,6 12,5 14,5 13,5 13,3 Gula Pasir 6,1 5,6 6,0 6,4 7,1 7,4 9,6 8,8 8,0 Jagung Pipilan 22,1 23,2 23,1 21,8 22,9 23,1 24,3 25,4 23,3 Kedelai Impor 15,8 16,1 16,3 17,5 17,3 17,5 17,9 18,1 17,9 Tepung Terigu 14,0 13,4 13,6 14,4 15,5 14,9 14,9 14,9 14,4 Minyak Goreng Curah 13,6 12,6 11,7 10,0 10,1 10,9 11,8 8,7 10,0 Susu kental Manis 12,8 10,6 10,9 12,7 11,8 11,8 12,4 12,0 13,5 Daging Ayam Ras 13,8 16,0 16,3 16,9 13,4 13,7 14,6 16,7 13,4 Daging Sapi 12,6 11,6 12,2 12,6 11,7 12,6 12,6 12,3 11,9 Telur Ayam Ras 15,6 15,2 20,3 18,8 14,0 15,9 15,0 17,2 17,7 Rata-Rata Per Bulan 13,8 13,6 14,3 14,5 13,6 14,0 14,8 14,8 14,3 Rata-Rata Jan-Sept 2016 14,2

Sumber : Kementerian Perdagangan, diolah

Indeks Harga Bahan Pokok Nasional

Selama periode Juli-September tahun 2016, sebagian

besar pergerakan harga bahan pokok nasional mengalami

penurunan (Lampiran 5). Penurunan harga secara

signifikan terjadi pada komoditas bawang merah (Gambar

13 dan Lampiran 5). Hal ini disebabkan adanya kebijakan

Pemerintah yang memperkuat sinergi dan kerjasama

antar pemangku dalam menstabilkan harga dan menjaga

pasokan melalui pemotongan rantai pasokan.

Pemotongan rantai pasokan memudahkan petani

memasuki pasar sehingga harga yang dihasilkan lebih

murah dan pasokan terjaga. Sebaliknya, indeks harga

Sepanjang bulan Januari-September tahun 2016 mencatatkan rata-rata koefisien variasi harga antar wilayah sebesar 14,2 persen.

Sebagian besar harga bahan pokok mengalami penurunan pada Triwulan III tahun 2016.

60

cabai merah keriting dan cabai merah biasa meningkat

signifikan (Gambar 13). Hal ini disebabkan oleh kondisi

cuaca yang tidak menentu membuat penurunan pasokan

di pasar.

Gambar 13.Perkembangan Indeks Harga Komoditas Cabai Merah dan Bawang Merah

Sumber: Kementerian Perdagangan, data diolah (Januari 2016=100)

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan III tahun

2016 adalah sebesar 108,2 atau lebih tinggi dibandingkan

triwulan II tahun 2016 yang sebesar 105,0. Hal tersebut

menunjukkan peningkatan kondisi ekonomi dan tingkat

optimisme masyarakat. Membaiknya kondisi ekonomi

masyarakat terutama didorong oleh naiknya tingkat

konsumsi yaitu menjadi sebesar 111,0 diikuti oleh

kenaikan pendapatan rumah tangga sebesar 110,01.

Sementara itu, daya beli yang dilihat dari indeks pengaruh

inflasi tidak berpengaruh terhadap tingkat konsumsi

dengan nilai sebesar 102,7.

Tabel 23.Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya

Variabel Pembentuk 2014 2015 2016

Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3

Pendapatan rumah tangga 113,5 106,1 96,6 104,4 108,4 103,1 102,4 105,0 110,0

Pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari

109,9 106,3 109,0 105,6 108,1 101,9 103,8 110,4 102,7

80,00

100,00

120,00

140,00

160,00

Jan-16 Feb-16 Mar-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Jul-16 Agust-16 Sep-16

Cabai Merah Keriting Cabai Merah Biasa Bawang Merah

Kondisi ekonomi dan tingkat optimisme masyarakat pada triwulan III tahun 2016 mengalami peningkatan.

61

Variabel Pembentuk 2014 2015 2016

Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3

Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan (daging, ikan, susu, buah-buahan, dll) dan bukan makanan (pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, kesehatan, dan rekreasi)

113,2 113,0 100,7 105,6 111,6 103,0 102,8 111,9 111,0

Indeks Tendensi Konsumen 112,4 107,6 100,9 105,2 109,0 102,8 102,9 107,9 108,2

Sumber: Badan Pusat Statistik

Pada triwulan IV tahun 2016 pertumbuhan ITK

diperkirakan meningkat 2,3 persen (YoY) menjadi sebesar

105,2, namun lebih rendah jika dibandingkan triwulan III

tahun 2016 yang sebesar 108,2. Hal tersebut

menunjukkan bahwa kondisi ekonomi masyarakat

diperkirakan akan membaik, namun tingkat optimisme

masyarakat akan lebih rendah dibandingkan dengan

triwulan III tahun 2016. Perkiraan membaiknya kondisi

ekonomi konsumen pada triwulan IV tahun 2016 didorong

oleh perkiraan peningkatan pendapatan rumah tangga

menjadi sebesar 104,3, serta meningkatnya rencana

pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan

pesta/hajatan sebesar 106,8.

Gambar 14. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016

Sumber: Badan Pusat Statistik *Data proyeksi

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4*

2014 2015 2016

Indeks Tendensi Konsumen 110 110,8112,4107,6100,9105,2 109 102,8102,9107,9108,2105,2

Kenaikan YoY (persen) (RHS) 5,1 2,6 0,4 -1,8 -8,3 -5,1 -3 -4,5 2,0 2,6 -0,7 2,3

-10-8-6-4-20246

92

96

100

104

108

112

116

Pertumbuhan ITK pada triwulan IV tahun 2016 diperkirakan akan meningkat menjadi sebesar 105,2.

62

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia pada bulan

Oktober 2016 meningkat, yaitu menjadi sebesar 116,8

atau tertinggi selama tahun 2016. IKK tumbuh sebesar

17,6 pesen (YoY) atau tertinggi selama tahun 2016.

Peningkatan optimisme masyarakat tersebut disebabkan

oleh meningkatnya keyakinan masyarakat terhadap

kondisi ekonomi saat ini, yaitu penghasilan, ketersediaan

lapangan kerja dan ketepatan waktu pembelian barang

tahan lama. Sementara itu, optimisme masyarakat

terhadap perkiraan kondisi ekonomi selama enam bulan

mendatang meningkat dari bulan-bulan sebelumnya

selama tahun 2016 yang digambarkan dengan Indeks

Ekspektasi Konsumen (IEK) sebesar 130,4.

Tabel 24. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari 2016 – Oktober 2016

KETERANGAN 2016

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Aug Sept Okt

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 112,6 110,0 109,8 109,0 112,1 113,7 114,2 113,3 110,0 116,8

Pertumbuhan IKK (YoY) (persen) -6,3 -8,5 -6,1 1,5 -0,6 2,2 3,9 0,6 12,8 17,6

Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

99,9 98,7 96,6 94,7 96,5 99,9 101,2 97,2 96,0 103,2

Penghasilan saat ini 117,7 120,0 115,5 110,9 114,8 116,2 119,5 117,4 116,5 119,1

Ketersediaan lapangan kerja 88,0 81,9 79,3 80,0 80,7 87,0 85,8 79,0 79,5 89,0

Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama

93,8 94,2 95,0 93,2 94,0 96,3 98,3 95,3 92,1 101,6

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 125,4 121,3 123,1 123,2 127,7 127,6 127,1 129,5 124,0 130,4

Ekspektasi Penghasilan 143,0 141,1 138,6 137,7 141,3 138,4 139,2 142,0 138,9 140,5

Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja

105,0 98,4 102,7 105,0 110,8 115,6 110,5 111,1 104,7 114,5

Ekspektasi Kegiatan Usaha 121,1 124,3 128,1 126,9 130,9 128,7 131,7 135,3 128,3 136,2

Sumber: Bank Indonesia

Pada bulan Juli 2016, Indeks Kondisi Ekonomi (IKE)

mengalami peningkatan menjadi sebesar 103,2, tertinggi

selama tahun 2016. Peningkatan tersebut disebabkan

oleh meningkatnya persepsi konsumen terhadap

penghasilan, ketersediaan lapangan kerja dan ketepatan

waktu pembelian barang tahan lama saat ini

dibandingkan dengan enam bulan lalu. Indeks

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia pada bulan Oktober 2016 meningkat, yaitu menjadi sebesar 116,8 atau tertinggi selama tahun 2016.

Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) mengalami peningkatan menjadi sebesar 103,2, tertinggi selama tahun 2016.

63

penghasilan saat ini adalah sebesar 119,1, meningkat

dibandingkan dua bulan sebelumnya, namun sedikit lebih

kecil dibandingkan pada bulan Juli 2016. Sementara itu,

Indeks ketersediaan lapangan kerja dan indeks ketepatan

waktu pembelian barang tahan lama untuk bulan Oktober

2016 masing-masing adalah sebesar 89,0 dan 101,6 atau

paling tinggi selama tahun 2016.

Indeks Ekpektasi Konsumen (IEK) pada bulan Oktober

2016 menjadi yang tertinggi selama tahun 2016 yaitu

sebesar 130,4. Peningkatan tersebut terutama didukung

oleh meningkatnya indeks ekspektasi kegiatan usaha

secara signifikan menjadi sebesar 136,2 atau paling tinggi

selama tahun 2016. Sementara itu, indeks ekpektasi

penghasilan meningkat dari bulan Juli 2016 yang sebesar

139,2 menjadi sebesar 140,5, meskipun lebih kecil

dibandingkan nilai pada bulan Agustus yang sebesar

142,0. Indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja

sebesar 114,5 pada bulan Oktober 2016, terus meningkat

sejak bulan Juli 2016 yang sebesar 110.

PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI

Kondisi Bisnis Indonesia

Kondisi bisnis di Indonesia pada triwulan III tahun 2016

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dengan

nilai ITB sebesar 107,89. Peningkatan terjadi pada semua

lapangan usaha. Peningkatan kondisi bisnis tertinggi

terjadi di lapangan usaha Konstruksi dengan nilai ITB

sebesar 111,74, sedangkan peningkatan kondisi bisnis

terendah terjadi pada lapangan usaha Pertambangan &

Penggalian dengan nilai ITB sebesar 102,26.

Indeks Ekpektasi Konsumen (IEK) pada bulan Oktober 2016 menjadi yang tertinggi selama tahun 2016 yaitu sebesar 130,4.

Kondisi bisnis di Indonesia

pada triwulan III tahun 2016

meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya.

64

Gambar 15. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun 2012 - Triwulan III Tahun 2016

Sumber: BPS, diolah

Catatan: ITB berkisar antara 0 sampai dengan 200 dengan indikasi sebagai berikut: a. Nilai ITB < 100 menunjukkan kondisi pada triwulan berjalan menurun dibanding triwulan

sebelumnya b. Nilai ITB=100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan tidak mengalami perubahan

(stagnan) dibanding triwulan sebellumnya c. Nilai ITB > 100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan lebih baik (meningkat)dibanding

triwulan sebelumnya d. * = Angka perkiraan

Tabel 25. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan III Tahun 2016

Variabel pembentuk ITB Trw III-2016

No Sektor dalam ITB ITB Trw II-

2016

ITB Triwulan III-2016

Pendapatan Usaha

Penggunaan Kapasitas Produksi/

Usaha

Rata Rata Jam

Kerja

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

111,02 108,93 - 108,93 -

2 Pertambangan dan Penggalian 96,59 102,26 102,46 106,14 100,46

3 Industri Pengolahan 110,13 103,97 106,63 107,55 100,24

4 Pengadaan Listrik dan Gas 110,24 109,19 109,80 111,18 107,84

5 Pengadaaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

108,74 110,27 114,81 107,41 107,69

6 Konstruksi 105,50 111,74 114,56 110,44 107,95

7 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor

113,73 108,72 111,75 108,69 106,21

8 Transportasi dan Pergudangan 110,64 111,40 117,47 109,70 107,06

9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

110,64 108,84 112,11 110,26 105,53

10 Informasi dan Komunikasi 118,37 111,03 117,14 111,51 105,76

11 Jasa Keuangan 111,37 111,53 111,03 107,39 113,69

103,89

104,22

107,43

105,29

102,34

103,88

106,12

104,72

102,23

105,64

107,24

104,07

96,30

105,46106,04

105,22

99,46

110,24

107,89

106,29

95

97

99

101

103

105

107

109

111

113

Ind

eks

Triwulan

65

No Sektor dalam ITB ITB Trw II-

2016

ITB Triwulan III-2016

Pendapatan Usaha

Penggunaan Kapasitas Produksi/

Usaha

Rata Rata Jam

Kerja

12 Real Estate 109,94 108,81 107,89 103,95 111,61

13 Jasa Perusahaan 110,09 109,04 106,29 108,10 111,72

14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

108,22 107,06 108,57 109,52 104,76

15 Jasa Pendidikan 111,76 103,39 107,67 103,01 100,00

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

108,11 110,45 110,37 107,78 111,64

17 Jasa Lainnya 109,89 110,74 112,74 104,21 111,84

Indeks Tendensi Bisnis 110,24 107,89 110,35 108,37 105,35

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Pertumbuhan Industri Pengolahan

Gambar 16. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, %)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Pada Triwulan III tahun 2016, nilai tambah sektor industri

manufaktur non migas mencapai Rp573 triliun (Harga

Berlaku) dengan pertumbuhan kuartalan mencapai 4,7

persen (y-o-y). Secara kumulatif, hingga triwulan ketiga

tahun 2016 ini, nilai tambah sektor industri manufaktur

mencapai Rp1.681 triliun dengan pertumbuhan sebesar

4,56 persen.

Angka pertumbuhan tersebut lebih rendah dari

pertumbuhan ekonomi Indonesia Triwulan III yang

4,70

6,38 6,17 6,035,58

5,00 4,795,04

1,69

3,82

7,466,98

5,45

5,615,04

4,56

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Pertumbuhan PDB Nasional & Industri Manufaktur Non Migas 2009 - 2016 Triwulan III (%)

Pertumbuhan PDB NasionalPertumbuhan Sektor Industri Manufaktur Non-Migas

Hingga Triwulan III tahun 2016, PDB industri pengolahan non-migas atas dasar harga berlaku mencapai Rp1.681 triliun dan tumbuh sebesar 4,56 persen (YoY).

66

mencapai 5,02 persen dan pertumbuhan kumulatif hingga

Triwulan III yang mencapai 5,04 persen.

Tren perlambatan pertumbuhan industri manufaktur

yang terjadi semenjak tahun 2011 menyebabkan

penurunan kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB

Indonesia sehingga hanya mencapai 18,9 persen pada

Triwulan III ini--manufaktur non migas sebesar 17,8

persen dan manufaktur migas sebesar 2,1 persen. Secara

kumulatif, sampai dengan 9 bulan pertama tahun ini,

kontribusi sektor manufaktur mencapai sebesar 20,4

persen (migas dan non-migas)

Gambar 17. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Tahun 2016 (akumulasi Triwulan III) (YoY, persen)

Sumber: Badan Pusat Statistik 2016, diolah

Grafik di atas menunjukkan pertumbuhan subsektor

industri manufaktur non migas hingga Triwulan III tahun

2016. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor

makanan minuman; industri kulit; dan industri mesin dan

perlengkapan yang tumbuh sebesar 8,55 persen, 8,53

persen, dan 7,97 persen. Hal tersebut menunjukkan jika

pertumbuhan industri manufaktur masih didorong oleh

industri yang berbasis konsumsi dalam negeri.

-9,36-2,34-0,73

0,18

1,251,81

2,383,20

4,014,78

5,446,43

7,978,338,55

4,56

Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik

Industri Pengolahan Lainnya

Industri Tekstil dan Pakaian Jadi

Industri Furnitur

Industri Logam Dasar

Industri Kayu dll

Industri Kertas dll

Industri Pengolahan Tembakau

Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional

Industri Alat Angkutan

Industri Barang Logam dll

Industri Barang Galian bukan Logam

Industri Mesin dan Perlengkapan

Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki

Industri Makanan dan Minuman

SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR NON MIGAS

Pertumbuhan Subsektor Industri Manufaktur Non-Migas 2016 Triwulan III

Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor industri makanan dan minuman; industri kulit; industri mesin dan perlengkapan yang tumbuh sebesar 8,55 persen, 8,53 persen, dan 7,97 persen

67

Terdapat tiga subsektor yang memiliki pertumbuhan

negatif--industri karet (-9,36 persen), industri pengolahan

lainnya (-2,34 persen) dan industri tekstil (-0,73 persen).

Industri tekstil Indonesia merupakan salah satu industri

yang mengandalkan pasar ekspor, sehingga belum

pulihnya kondisi ekonomi dunia masih menjadi penyebab

pertumbuhan yang negatif. Selain itu, Indonesia tidak

memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan negara

maju, seperti yang dilakukan oleh Vietnam dan

Bangladesh, sehingga membuat produk tekstil Indonesia

kalah dengan produk tekstil dari negara tersebut.

Memasuki Triwulan III ini, pertumbuhan industri karet

kembali mengalami pertumbuhan negatif dibanding

Triwulan III tahun lalu. Selain karena kondisi ekonomi

negara-negara tujuan ekspor karet Indonesia, seperti

Amerika Serikat, Tiongkok, dan Jepang, yang belum

menunjukkan perbaikan berarti, adanya perubahan

musim hujan yang lebih maju menyebabkan produksi

karet di Indonesia juga menurun. Hal tersebut juga

diperparah dengan keputusan International Tripartite

Rubber Council (ITRC) melalui skema Agreed Export

Tonnage Scheme (AETS) untuk mengurangi jumlah ekspor

karet selama periode Maret-Agustus yang menyebabkan

produsen karet menahan produknya. Keputusan tersebut

dilakukan oleh Indonesia, Malaysia, dan Thailand untuk

mendongkrak harga karet yang sempat mencapai titik

terendahnya bulan Januari lalu. Usia pohon karet di

Indonesia yang sudah tua, relatif terhadap usia pohon

karet di Malaysia dan Thailand, juga menjadi penyebab

penurunan produksi karet Indonesia.

68

Gambar 18. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas

Sumber: Badan Pusat Statistik 2016, diolah

Dekomposisi pertumbuhan industri manufaktur non

migas hingga Triwulan III 2016 menunjukkan bahwa

subsektor industri makanan dan minuman memberikan

kontribusi terbesar bagi pertumbuhan sektor industri

manufaktur non migas dengan kontribusi hampir

mencapai 60 persen. Besarnya jumlah penduduk

Indonesia juga menjadi pendorong dalam besarnya

kontribusi subsektor makanan dan minuman. Namun

demikian, besarnya kontribusi subsektor industri

makanan dan minuman tersebut menunjukkan jika

Indonesia saat ini hanya mampu untuk mengembangkan

light industry (ditunjukkan dengan kontribusi subsektor

barang logam dan alat angkutan yang hanya mampu

berkontribusi 13 dan 11 persen terhadap pertumbuhan

industri manufaktur non migas).

Diperlukan kebijakan yang riil dari pemerintah, seperti

kemudahan investasi, pemberian insentif pajak yang

jelas, kebijakan tenaga kerja yang tidak kaku, serta akses

ke energi yang kompetitif, untuk mendorong

pertumbuhan subsektor industri non migas lainnya

sekaligus untuk menjadikan industri manufaktur sebagai

motor penggerak ekonomi Indonesia

2,69

0,600,50 0,06 0,25

0,46

0,0

2,0

4,0

6,0

Makanan & Minum Alat Angkutan Galian Bukan Logam MANUFAKTUR Non-MIGAS

Komposisi Pertumbuhan Industri Manufaktur Non-Migas Triwulanan III-2016

Subsektor industri makanan dan minuman kembali menjadi penyumbang utama pertumbuhan sektor industri manufaktur.

69

Gambar 19. Ekspor Produk Industri

Sumber: Badan Pusat Statistik 2016, diolah

Nilai ekspor produk industri pada Triwulan III 2016

mencapai USD 26,1 miliar. Jumlah tersebut menurun

sebesar 0,9 persen dibandingkan Triwulan III pada tahun

2015 (YoY). Penurunan ekspor tersebut sejalan dengan

masih belum membaiknya kondisi perekonomian dan

perdagangan dunia. Menurut laporan yang dirilis oleh

Bank Indonesia, perlambatan ekspor yang dialami oleh

sektor manufaktur merupakan yang paling kecil

dibandingkan dengan sektor pertanian dan

pertambangan. Produk kimia, logam dasar, dan semen

menjadi produk manufaktur yang mengalami

pertumbuhan yang positif diantara produk manufaktur

lainnya dengan nilai ekspor masing-masing USD842 juta,

USD1,9 milyar, dan USD24,3 juta dan pertumbuhan

sebesar 17, 7,3, dan 17,5 persen.

Data Penjualan Komoditas Industri Utama

Untuk mengetahui kondisi pembangunan, daya beli

masyarakat Indonesia, dan kondisi sektor sektor industri

secara keseluruhan, data penjualan mobil, motor, dan

semen merupakan indikator yang dianggap paling

mampu untuk menggambarkan kondisi tersebut. Data

penjualan mobil dan motor merupakan indikator untuk

26094,5

-01

-20-15-10-0500051015202530

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3

2014 2015 2016

Ekspor Produk Industri (milyar USD, sb. kiri, y-on-y)

Nilai ekspor produk industri Indonesia Triwulan III 2015 mencapai USD26,1 miliar.

70

mengetahui kondisi daya beli masyarakat kelas

menengah atas dan kelas menengah bawah. Sedangkan

data penjualan semen merupakan indikator yang

digunakan untuk menunjukkan kondisi pembangunan di

Indonesia.

Gambar 20. Penjualan Mobil Triwulan III Tahun 2016

Sumber: GAIKINDO 2016, diolah

Penjualan mobil di Triwulan III tahun 2016 ini mencapai

251.340 unit atau tumbuh sebesar 5,1 persen

dibandingkan Triwulan III tahun 2015. Secara kumulatif,

penjualan mobil hingga Triwulan III 2016 mengalami

pertumbuhan sebesar 2,5 persen dibandingkan periode

yang sama pada tahun 2015 lalu. Meskipun secara nilai

mengalami penurunan dibandingkan dengan

pertumbuhan Triwulan II kemarin, pertumbuhan

penjualan kendaraan yang positif ini dapat menjadi sinyal

jika daya beli masyarakat kelas menengah ke atas masih

dalam kondisi yang baik.

Adanya model dan varian baru yang dikeluarkan oleh

produsen mobil di Indonesia juga menjadi salah satu

faktor yang membuat pertumbuhan penjualan mobil di

Triwulan III ini meningkat dibandingkan Triwulan III pada

periode sebelumnya. Dengan tren penjualan yang positif

251.340

05

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

-

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

350.000

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3

2014 2015 2016

Penjualan Mobil (Unit, sb. kiri)Pertumbuhan Penjualan Mobil (persen, sb. kanan, y-on-y)

Penjualan mobil di Triwulan III tahun 2016 ini mencapai 251.340 unit atau naik sebesar 5,1 persen dibandingkan Triwulan III tahun 2015

71

pada dua triwulan terakhir ini, produsen mobil di

Indonesia berekspektasi penjualan mobil di Indonesia

pada Triwulan IV akan meningkat.

Gambar 21.Penjualan Motor Di Indonesia Triwulan III Tahun 2016

Sumber: GAKINDO dan ASTRA 2016, diolah

Berbanding terbalik dengan penjualan mobil, penjualan

motor pada Triwulan III tahun 2016 kembali mengalami

pertumbuhan negatif. Pada Triwulan III ini penjualan

motor di Indonesa hanya mencapai angka 1,3 juta atau

menurun 16 persen dibandingkan Triwulan III 2015 lalu.

Secara kumulatif, hingga Triwulan III ini penjualan motor

di Indonesia hanya mencapai 4,3 juta atau menurun 9,7

persen dibandingkan dengan penjualan Januari-

September 2015 lalu. Masih rendahnya harga

komoditas, yang menyebabkan rendahnya daya beli

masyarakat kelas menengah ke bawah di luar Pulau

Jawa, dan juga sudah jenuhnya pasar sepeda motor di

Pulau Jawa masih menjadi penyebab penurunan

penjualan sepeda motor di Indonesia.

1.388.509

-16

-35

-30

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

-

500.000

1.000.000

1.500.000

2.000.000

2.500.000

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3

2014 2015 2016

Penjualan Sepeda Motor (Unit, sb. kiri)

Penjualan motor pada Triwulan II mencapai angka 1.388.509 unit atau mengalami penurunan sebesar 16 persen (YoY)

72

Gambar 22.Penjualan Semen Triwulan III tahun 2016 (Ton)

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia (ASI) 2016, diolah

Penjualan semen pada Triwulan III 2016 mencapai angka

15,2 juta ton, tumbuh sebesar 3,3 persen (yoy).

Sementara itu, secara kumulatif, penjualan semen

periode Januari hingga September 2016 mencapai angka

44,7 juta ton atau meningkat 3,2 persen dibandingkan

periode yang sama tahun 2015 lalu. Pertumbuhan

penjualan semen yang positif ini sesuai dengan harapan

para pelaku industri semen yang berharap pada program

pembangunan infrastruktur pemerintah dan program

satu juta rumah serta pertumbuhan sektor konstruksi

yang masih positif untuk menyerap produksi semen

dalam negeri yang oversupply.

Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri

Nilai pinjaman untuk modal kerja per akhir September

2016 adalah sebesar Rp. 509 triliun dan nilai outstanding

loan untuk kredit investasi adalah sebesar Rp. 219 triliun.

Pertumbuhan nilai pinjaman kredit modal kerja antara

September 2015 dan September 2016 menurun sebesar

2,7 persen dan untuk kredit investasi meningkat sebesar

2,9 persen.

15

3,3

-10

-5

0

5

10

15

,02,04,06,08,0

10,012,014,016,018,020,0

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3

2014 2015 2016

Penjualan Semen (Juta Ton, sb. kiri)

Pertumbuhan Penjualan Semen (persen, sb. kanan, y-on-y)

Kredit untuk sektor industri dan suku bunga kredit terus menurun

Penjualan semen di Triwulan III 2016 mencapai angka 15,2 juta ton

73

Gambar 23. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan III Tahun 2016

Sumber: Bank Indonesia 2016, diolah

Perlambatan pertumbuhan kredit perbankan--baik pada

kredit modal kerja ataupun kredit investasi, masing-

masing tumbuh sebesar -2,2 dan 2,9 persen—semakin

memberatkan pertumbuhan industri manufaktur. Salah

satu penyebab dari perlambatan kredit ini disebabkan

meningkatnya NPL, baik untuk kredit investasi dan kredit

modal kerja, dari 2,74 persen dan 3,39 di Januari 2016

menjadi 3,53 persen dan 3,91 persen di Agustus 2016. Hal

tersebut diperparah dengan NPL sektor manufaktur

yangmencapai 3,9 persen atau hanya berada di bawah

NPL dari sektor transportasi pergudangan (5,6 persen),

konstruksi (4,9 persen), dan sektor perdangan (4,6

persen). Hal tersebut menjadikan sektor perbankan

menjadi lebih berhati-hati dalam memberikan kredit

kepada sektor tersebut.

Penurunan suku bunga kredit modal kerja dan investasi,

masing-masing sebesar 120 dan 90 basis poin sejak

Januari 2015 menjadi 11,6 dan 11,4 persen, belum juga

mampu untuk meningkatkan kredit secara signifikan.

Meskipun demikian, penurunan BI 7 Day Repo Rate yang

11,611,4

10,5

11,0

11,5

12,0

12,5

13,0

150200250300350400450500550

Jan

Feb

Mar

Ap

r

Mei

Jun

Jul

Au

g

Sep

t

Oct

No

v

Des Jan

Feb

Mar

Ap

r

Mei

Jun

i

Juli

Agu

stu

s

Sep

tem

ber

2015 2016

Posisi Kredit Modal Kerja Sektor Industri (Triliun Rp, sk. kiri)Posisi Kredit Investasi Sektor Industri (Triliun Rp, sb. kiri)Bunga Kredit Modal Kerja Bank Umum (%, sb. kanan)Bunga Kredit Investasi Bank Umum (%, sb. kanan)

74

menjadi 5 persen dan penigkatan penggunaan kapasitas

terpasang (dari 70,33 dari Triwulan II menjadi 73, 15 pada

Triwulan III) diharapkan mampu untuk menarik investor

di sektor manufaktur untuk melakukan investasi.

Manufacturing Purchasing Manager Index

Gambar 24. Prompt Manufacturing Index Indonesia

Sumber: Bloomberg, diolah

Grafik di atas menggambarkan Manufacturing Purchasing

Manager Index (PMI) di Indonesia. Angka PMI diatas 50

menunjukkan bahwa perusahaan di Indonesia masih akan

melakukan ekspansi untuk kegiatan usahanya.

Sedangkan angka PMI dibawah 50 menunjukkan

perusahaan di Indonesia sedang mengalami kontraksi.

Nilai PMI ini juga dapat dijadikan acuan untuk kondisi

ekonomi suatu negara. Memasuki Triwulan III 2016,

angka PMI Indonesia kembali menurun menjadi dibawah

50, kemudian meningkat diatas angka 50 di bulan Agustus

dan September. Secara rata-rata, nilai PMI Indonesia

selama Triwulan III 2016 ini adalah sebesar 49,9.

Meskipun secara rata-rata, nilai PMI berada di bawah

angka 50, nilai PMI yang mencapai 50,9 di bulan

September menunjukkan jika sektor manufaktur masih

optimis. Selain itu, menurut beberapa ekonom,

keputusan Bank Indonesia untuk menurunkan suku

bunga acuan diharapkan akan meningkatkan

pertumbuhan industri di triwulan yang akan datang.

51

46

47

48

49

50

51

52

53

Jan…

Feb

Mar

Ap

rM

ay Jun

Jul

Au

gSe

pO

ctN

ov

De

cJan…

Feb

Mar

Ap

rM

ay Jun

Jul

Au

gSe

pO

ctN

ov

De

cJan…

Feb

Mar

Ap

rM

ay Jun

Jul

Au

gSe

p

Angka PMI yang berada di atas 50 menunjukkan perusahaan masih menunjukkan keinginannya untuk melakukan ekspansi

75

Manufacturing Capacity Utilization Rate

Gambar 25. Manufacturing Capacity Utilization Rate

Sumber: Bloomberg, diolah

Grafik di atas menggambarkan Manufacturing Capacity

Utilization di Indonesia. Capacity Utilization menunjukkan

realisasi output yang diproduksi dibandingkan dengan

potensial outputnya. Semakin besar angka capacity

utilization di sektor manufaktur menunjukkan jika

produksi di sektor manufaktur semakin mendekati

kemampuan produksi potensialnya dan dapat dijadikan

sinyal jika sektor manufaktur akan melakukan investasi

tambahan untuk meningkatkan kemampuan produksi

potensialnya.

Selama tiga tahun terakhir, angka capacity utilization

rata-rata 73,34 persen. Artinya selama tiga tahun ini,

sektor manufaktur hanya mampu berproduksi 73,4

persen dari kemampuan potensialnya. Angka capacity

utilization yang berada di bawah 100 persen juga

menunjukkan jika sektor manufaktur masih dapat

meningkatkan output mereka tanpa harus menambah

investasi (membuat pabrik baru atau membeli mesin

baru). Namun, para ekonom berpendapat jika angka

capacity utilization berada di atas 85 persen, pada

Angka capacity utilization pada Triwulan III 2016 merupakan yang tertinggi sejak penurunan drastis pada Triwulan III tahun 2015.

76

umumnya dapat menjadi sinyal jika perusahaan akan

melakukan investasi baru.

Memasuki tahun 2016, rata-rata angka capacity

utilization sektor manufaktur di Indonesia sebesar 71,57

persen. Meskipun berada di bawah angka rata-rata

selama tiga tahun, angka capacity utilization meningkat

dibandingkan dengan dua triwulan sebelumnya.

Perkembangan Sektor Pariwisata

Jumlah Wisatawan Mancanegara

Menurut data yang dirilis oleh UNWTO, jumlah

kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) di dunia

pada triwulan III 2016 mengalami pertumbuhan yang

positif. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara

selama bulan Juli-September 2016 mencapai hampir 400

juta kunjungan. Selama sembilan bulan pertama tahun

2016, jumlah kunjungan wisman di dunia tumbuh 3,7

persen. Namun dibandingkan dengan periode yang sama

pada tahun sebelumnya, pertumbuhan jumlah

wisatawan mancanegara di dunia pada triwulan III 2016

lebih rendah.

Menurut World Tourism Barometer (UNWTO, November

2016), pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan

mancanegara di Asia-Pasifik pada triwulan III 2016 lebih

tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi di atas

rata-rata pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan

mancanegara di dunia.

Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara di dunia pada triwulan III 2016 mengalami pertumbuhan yang positif.

Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mencapai hampir 400 juta kunjungan selama triwulan III 2016.

77

Gambar 26. Pertumbuhan Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Triwulan III Tahun 2016

Sumber: BPS

Region 2011 2012 2013 2014 2015 2016* (Jan-Sep)

World 4,6 4,7 4,6 4,2 4,6 3,7

Europe 6,4 3,9 4,8 2,3 4,6 1,6

Asia-Pasific 6,2 7,1 6,9 5,8 5,6 9,3

America 3,6 4,5 3,0 8, 6,0 4,4

Africa -0,7 4,6 4,3 1,0 -3,2 8,4

Middle-East -9,6 2,2 -2,9 6,7 1,7 -6,4

Sumber: UNWTO 2016

Selama periode yang dianalisis, UNWTO mencatat

pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara

tertinggi berada di wilayah Asia-Pasifik mencapai 9,3

persen. Beberapa negara di wilayah Asia-Pasifik dengan

pertumbuhan tertinggi berada di Korea Selatan (+34%),

Vietnam (+36%), Jepang (+24%) dan Sri Lanka (+15%).

2.617.6312.673.952

3.071.380

10,079,07

6,004,21

11,24

8,43

5,79

1,17

5,94

5,83

21,21

0

500.000

1.000.000

1.500.000

2.000.000

2.500.000

3.000.000

3.500.000

TW I TW II TW III TW IV

2014 2015* 2016**

Growth 2014(%) Growth 2015 (%) Growth 2016 (%)

78

Gambar 27. Jumlah Wisatawan Mancanegara Triwulan III Tahun 2016

Sumber: Berita Resmi Statistik BPS 2016, diolah BAPPENAS

Berdasarkan Berita Resmi Statistik (BPS, 2016), selama

triwulan III 2016 jumlah wisman mengalami

pertumbuhan yang signifikan. Pada triwulan ini jumlah

kedatangan wisman mencapai 3,07 juta orang. Angka

pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan

triwulan yang sama tahun 2015 dan 2014.

Dibandingkan dengan wisman di triwulan II-2016, jumlah

kunjungan wisman jauh lebih tinggi. Rata-rata kunjungan

wisman per bulan pada triwulan III tahun 2016 mencapai

1.023.793 kunjungan, tertinggi sepanjang sejarah

Indonesia. Tingginya jumlah kunjungan selama bulan Juli-

September 2016 ini terutama disumbangkan oleh

kedatangan wisman bulan Juli. Kenaikan tersebut terjadi

hampir di seluruh pintu masuk utama. Persentase

kenaikan tertinggi terjadi di Bandara Sam Ratulangi—

Sulut yang mencapai 267,5 persen. Peningkatan jumlah

kunjungan wisman tersebut disebabkan karena beberapa

faktor, antara lain: (1) diberikannya izin terbang kepada

tiga maskapai penerbangan, yakni Lion Air, Citilink, dan

Sriwijaya Air, untuk mengangkut wisman asal Tiongkok ke

Manado, selama Juli-Agustus 2016; (2) even

kepariwisataan seperti upacara adat Tengger “Yadnya

Kasada” di Bromo dan “Erau International Folk and Art

10 09

0604

11

0806

01

0606

21

00

05

10

15

20

25

0

500000

1000000

1500000

2000000

2500000

3000000

3500000

TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III

2014 2015 2016

Terjadi peningkatan jumlah kunjungan wisman yang signifikan di triwulan III 2016.

79

Festival” di Kutai Kartanegara; (3) program KBRI Australia

mempertemukan tour operator Australia dengan

Indonesia; (4) liburan musim dingin wisatawan asal

Australia; dan (5) musim liburan Tiongkok pada bulan Juli.

Jumlah kunjungan penduduk mancanegara pada bulan

Juli-September 2016 ini terdiri dari kedatangan dari 19

pintu utama (2,88 juta) dan kedatangan diluar 19 pintu

utama (186,7 ribu).

Pertumbuhan jumlah wisatawan dunia asal Tiongkok,

juga berpengaruh terhadap kunjungan wisman ke

Indonesia. Wisman asal Tiongkok yang dalam beberapa

tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan jumlah ke

Indonesia. Menurut statistik data wisman yang datang

melalui pintu masuk utama ke Indonesia secara berturut-

turut adalah wisman berkebangsaan Tiongkok, Australia,

Singapura, dan Malaysia. Tiongkok menggeser Singapura

dan Malaysia yang pada triwulan sebelumnya berada di

posisi pertama dan kedua yang melakukan perjalanan

wisata tertinggi di dunia dan berkontribusi paling besar

dalam jumlah kunjungan wisman ke Indonesia selama

Triwulan III 2016. Hal ini tidak terlepas dari charter rute

penerbangan langsung dari Tiongkok ke Manado yang

dilakukan oleh 3 maskapai tersebut di atas.

Gambar 28. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan Triwulan III Tahun 2016

Sumber: Kementerian Pariwisata 2016, diolah BAPPENAS

Tiongkok paling mendominasi kunjungan wisman ke Indonesia triwulan III 2016.

80

Wisman masuk Indonesia melalui 19 pintu masuk utama,

antara lain: Soekarno Hatta, Ngurah Rai, Batam

(Kepulauan Riau), Tanjung Uban (Kepulauan Riau), dan

Juanda (Jawa Timur), dengan jumlah kedatangan

terbanyak adalah melalui Ngurah Rai.

Gambar 29. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Lima Besar Pintu Masuk Utama Triwulan III Tahun 2016

Sumber: BPS 2016, diolah BAPPENAS

Kebijakan Pembangunan Pariwisata Indonesia

Pengembangan 10 Destinasi Prioritas

Pembangunan 10 (sepuluh) destinasi prioritas tahun 2016

memiliki fokus utama pada pembangunan infrastruktur

pendukung baik konektivitas maupun aksesibilitas

menuju dan dari destinasi. Terkait dengan pembangunan

destinasi prioritas, Bapak Wakil Presiden telah

memberikan arahan agar untuk saat ini pembangunan

destinasi prioritas difokuskan pada 3 (tiga) destinasi

prioritas yaitu Danau Toba, Borobudur dan sekitarnya,

dan Mandalika.

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan BUMN telah

menunjukkan komitmen dalam pengembangan 10

(sepuluh) destinasi prioritas. Sebagai contoh,

pengembangan destinasi prioritas Danau Toba. Sebuah

kawasan seluas 600 hektar telah disiapkan oleh

379397,0

212706,0

117089,0

24337,0

18167,0

- 100000,0 200000,0 300000,0 400000,0

Ngurah Rai, Bali(U)

Soekarno-Hatta,Banten (U)

Batam, Kep.Riau(L+U)

Tj.Uban, Kep.Riau(L)

Juanda, Jatim (U)

September 2015

Agustus 2015

Juli 2015

Pembangunan 10 (sepuluh) destinasi prioritas tahun 2016 memiliki fokus utama pada pembangunan infrastruktur.

Kunjungan wisman yang masuk melalui Ngurah Rai meningkat sangat pesat di selama Triwulan III tahun 2016.

81

pemerintah di mana dalam kawasan wisata itu akan

dibangun lima hotel mewah berbintang lima, convention

center, dan lapangan golf seluas 100 hektar. Hotel-hotel

berbintang tersebut akan dibangun tiga pengusaha asal

Medan. Untuk meningkatkan aksesibilitas menuju Danau

Toba dilakukan upaya peningkatan kapasitas Bandara

Silangit dan Bandara Sibisa. Perluasan landasan pacu

runway 2.400 x 30 meter menjadi 2.650 x 45 meter. Selain

itu, akan dilakukan peningkatan aksesibilitas jalur darat

melalui pembangunan jalan tol Medan-Kuala Namu-

Tebing Tinggi yang ditargetkan akan beroperasi pada

tahun 2017. Presiden Joko Widodo dalam Rapat Terbatas

pada bulan Agustus lalu bersama menteri-menteri di sela-

sela Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba di

Simalungun-Sumut menginstruksikan pembangunan

obyek wisata baru, yakni Taman Bunga Nusantara, di

sekitar Danau Toba. Pemerintah akan membangun taman

bunga dengan memilih lokasi, yakni di Toba Samosir atau

Tapanuli Utara.

Upaya pemerintah dalam mengembangkan destinasi

prioritas tidak hanya dilakukan melalui proyek

pembangunan infrastruktur, namun juga melalui

serangkaian kegiatan promosi baik yang dilakukan di

nusantara maupun mancanegara. Kegiatan promosi

dilakukan secara simultan sebagai upaya untuk

mendatangkan wisman dan wisnus sebanyak mungkin

serta sebagai stimulus terhadap percepatan

pembangunan kawasan wisata yang merupakan daya

tarik utama pada destinasi-destinasi prioritas tersebut.

Selain itu juga, kegiatan promosi yang dilakukan

merupakan upaya untuk menarik minat investor dalam

mengembangkan kawasan wisata di 10 (sepuluh)

destinasi prioritas

Upaya pemerintah dalam mengembangkan destinasi prioritas tidak hanya dilakukan melalui proyek pembangunan infrastruktur, namun juga melalui serangkaian kegiatan promosi.

82

83

KEUANGAN NEGARAKEUANGAN NEGARA

84

85

PENDAPATAN NEGARA

Pendapatan negara terutama diperoleh dari

perpajakan dengan proporsi sekitar 75 persen dari

total pendapatan negara. Realisasi Penerimaan

Perpajakan hingga September 2016, mencapai

Rp896,3 triliun atau sekitar 58,2 persen dari APBN-P

2016 (Tabel 26). Realisasi tersebut meningkat 71,7

persen dibandingkan realisasi Semester I 2016.

Peningkatan tersebut lebih tinggi dibandingkan

peningkatan selama Semester I-September tahun

2015 (49,6 persen).

Penurunan harga komoditas SDA, pelemahan

ekonomi global, serta terbatasnya basis pajak

merupakan faktor utama penyebab rendahnya

penerimaan perpajakan selama semester I 2016. Hal

ini kemudian memberikan keyakinan pemerintah

untuk menerapkan kebijakan tax amnesty yang

mulai diimplementasikan sejak Juli 2016.

Tabel 26. Perkembangan Komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah, 2010 – 2016 (triliun rupiah)

Keterangan 2011 2012 2013 2014 2015

2016

APBN-P s/d

Sept-16

Perpajakan 873.9 980.5 1,077.3 1,146.9 1,240.4 1,539.2 896.3

PNBP 331.5 351.8 354.8 398.6 255.6 245.1 184.5

Hibah 5.3 5.8 6.8 5.0 12.0 2.0 1.2

TOTAL 1,210.6 1,338.1 1,438.9 1,550.5 1,508.0 1,786.2 1,082.0

*) APBN-P Sumber: Nota Keuangan

Dengan sosialisasi yang cukup intensif, penerapan

tax amnesty kemudian menuai hasil positif. Hingga

30 September 2016, penerimaan uang tebusan

mencapai Rp90 triliun atau 54,6 persen dari target

(Rp165 triliun) atau yang terbesar dibandingkan

beberapa negara yang menerapkan tax amnesty

(Gambar 30).

Penerimaan Perpajakan mengalami peningkatan signifikan selama Semester I – September 2016

Rendahnya penerimaan perpajakan pada Semester I 2016 memberikan keyakinan pemerintah untuk menerapkan kebijakan tax amnesty.

Penerapan tax amnesty di Indonesia merupakan yang tersukses dibandingkan negara-negara lain yang menerapkan kebijakan yang sama.

Penerapan tax amnesty di Indonesia merupakan yang paling sukses dibandingkan beberapa negara lain yang menerapkan tax amnesty.

86

Gambar 30. Perbandingan Total Uang Tebusan di Berbagai Negara (Rp Triliun)

Sumber: Jokowi-JK, 2 Tahun Kerja Nyata

BELANJA PEMERINTAH

Hingga September 2016, realisasi Belanja Negara

mencapai Rp1.305,6 triliun (Gambar 31). Angka ini

meningkat 4,5 persen dari realisasi September

2015. Dengan realisasi tersebut, maka proporsinya

terhadap APBN-P 2016 mencapai 62,7 persen.

Gambar 31. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Negara, 2010 – 2016 (triliun rupiah)

*) APBN-P Sumber: Nota Keuangan

Realisasi Belanja Negara hingga September 2016 mengalami peningkatan dibandingkan realisasi September 2015.

87

Hingga September 2016, realisasi Belanja

Pemerintah Pusat mencapai Rp767,8 triliun,

meningkat 4,1 persen dari realisasi September

2015. Belanja Pegawai masih merupakan pos

Belanja Pemerintah Pusat terbesar yakni sebesar

Rp235,9 triliun atau 68,9 persen dari APBN-P.

Sementara itu, upaya pemerintah dalam

mendorong belanja produktif, tercermin dari

penurunan proporsi Belanja Subsidi dan

peningkatan proporsi Belanja Barang dan Belanja

Modal (Gambar 32).

Gambar 32. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah Pusat

hingga September (% terhadap APBN-P)

Sumber: Kementerian Keuangan

Dana Perimbangan masih mendominasi Transfer ke

Daerah dan Dana Desa dengan proporsi 89,7 persen

terhadap Transfer ke Daerah, pada September

2016. Sekitar 64,5 persen dari Dana Perimbangan

merupakan Dana Alokasi Umum (DAU), dengan

nominal sebesar Rp311,3 triliun. Sementara itu,

seiring penurunan realisasi belanja Subsidi,

pemerintah mendorong belanja produktif lainnya

yang tercermin pada Dana Alokasi Khusus (DAK).

Realisasi DAK per September 2016 sebesar Rp105,8

triliun (Tabel 27).

Realisasi Belanja Pemerintah Pusat hingga September 2016 mengalami peningkatan dibandingkan September 2015.

DAU masih mendominasi realisasi Dana Perimbangan hingga September 2016, sementara DAK mengalami peningkatan signifikan.

88

Tabel 27. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa, 2011-2016 (triliun rupiah)

Keterangan 2011 2012 2013 2014 2015 2016

APBN-P September

Dana Perimbangan 347,2 411,1 430,4 477,1 485,8 705,5 482,6

Dana Bagi Hasil 96,9 111,3 88,5 103,9 78,1 109,1 65,5

Dana Alokasi Umum 225,5 273,8 311,1 341,2 352,9 385,4 311,3

Dana Alokasi Khusus 24,8 25,9 30,8 31,9 54,9 211,0 105,8

Dana Otonomi Khusus dan Keistimewaan DIY 10,4 12,0 13,6 16,6 17,7 18,8 13,4

Dana Otonomi Khusus 10,4 12,0 13,4 16,1 17,1 18,3 13,0

Dana Penyesuaian

Dana Keistimewaan DIY 0,1 0,4 0,5 0,5 0,4

Dana Insentif Daerah 1,4 1,4 1,4 1,4 1,7 5,0 5,0

Dana Desa 20,8 47,0 36,8

TOTAL 359,1 424,4 445,3 495,0 525,9 776,3 537,8

Sumber: Kementerian Keuangan

PEMBIAYAAN PEMERINTAH

Seiring dengan penurunan Pendapatan Negara dan

Hibah dan peningkatan Belanja Negara, target

defisit pada APBN-P 2016 sebesar 2,35 persen PDB

(Gambar 33). Walaupun meningkat dibandingkan

APBN 2016, target tersebut kemungkinan besar

akan terlampaui mengingat realisasi defisit hingga

September tahun 2016 mencapai Rp223,7 triliun

atau 1,77 persen PDB.

Gambar 33. Perkembangan Realisasi Defisit APBN (Rp Triliun)

*) APBN-P Sumber: Nota Keuangan

(259,300) (223,700)

(298,5) (296,7)

(2,22)(1,77)

2015 2016

September APBN-P % PDB (per September)

Defisit APBN-P 2016 diproyeksikan sebesar 2,35 persen PDB, lebih rendah dari realisasi 2015.

89

Kebutuhan pembiayaan masih cukup tinggi.

Realisasi pembiayaan hingga September 2016

mencapai Rp392,4 triliun, lebih tinggi dibandingkan

target APBN-P 2016 (Rp296,7 triliun). Walaupun

lebih tinggi, namun angka tersebut masih

dimungkinkan untuk menurun, mengingat masih

adanya pembayaran cicilan pokok dan penerusan

pinjaman pada kuartal keempat 2016. Dari jumlah

tersebut, pinjaman dalam negeri mendominasi

dengan nominal sebesar Rp405,1 triliun (Tabel 28).

Hal ini semakin mengindikasikan upaya pemerintah

untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam

negeri.

Sementara itu, realisasi pinjaman luar negeri (neto)

hingga September 2016 sebesar minus Rp12,7

triliun. Kondisi ini disebabkan oleh pembayaran

cicilan pokok yang lebih besar dibandingkan

penarikan pinjaman (bruto) (Tabel 28).

Tabel 28. Perkembangan Realisasi Komposisi Pembiayaan APBN, 2011 – 2016 (Rp triliun)

Jenis Pembiayaan 2011 2012 2013 2014 2015

2016

APBN-P Realisasi Sep-16

I Pinjaman Dalam Negeri (Neto) 148,7 198,6 243,2 261,2 307,9 299,3 405,1

a. Perbankan 48,9 62,7 34,2 5,0 4,9 25,4 22,7

b. Non perbankan 99,8 135,9 209,0 256,2 303,0 273,9 382,4

II Pinjaman Luar Negeri (Neto) (17,7) (27,3) (5,9) (12,3) 15,3 (2,5) (12,7)

a. Penarikan (Bruto) 33,8 27,6 55,2 52,6 83,8 73,0 34,9

i. Pinjaman Program 15,3 15,0 18,4 17,8 55,1 35,8 21,4

ii. Pinjaman Proyek 18,5 12,6 36,8 34,8 28,7 37,2 13,5

b. Penerusan Pinjaman (4,2) (3,8) (3,9) (2,5) (2,6) (5,8) (1,1)

c. Pembayaran Cicilan Pokok (47,3) (51,1) (57,2) (62,4) (66,0) (69,7) (46,5)

TOTAL 131,0 171,3 237,3 248,9 323,1 296,7 392,4

Sumber: Kementerian Keuangan

Realisasi pinjaman luar negeri (neto) hingga September 2016, sebesar minus Rp12,7 triliun

Pinjaman dalam negeri masih mendominasi realisasi pembiayaan hingga September 2016.

90

Posisi Utang Pemerintah

Seiring defisit anggaran yang semakin meningkat, maka total utang pemerintah pusat juga mengalami kenaikan. Utang pemerintah pusat hingga September 2016 mencapai Rp3.444,8 triliun (Tabel 29). Sebagian besar utang pemerintah pusat bersumber dari penerbitan Surat Berharga Negara Tabel 29 (SBN).

Tabel 29. Posisi Utang Pemerintah 2011-2016 (Rp triliun)

2011 2012 2013 2014 2015 2016

APBN-P Sep-16

Pinjaman 621,0 617,0 710,0 678,0 755,0 740,0 743,8

SBN 1.188,0 1.361,0 1.661,0 1.931,0 2.410,0 2.761,0 2.701,0

TOTAL UTANG 1.809,0 1.978,0 2.371,0 2.609,0 3.165,0 3.501,0 3.444,8

% PDB 23,1 23,0 24,9 24,7 27,4 27,7 27,3*

*) Menggunakan PDB pada APBN-P 2016 Sumber: Kementerian Keuangan

Utang pemerintah pusat yang semakin meningkat,

kemudian berpengaruh terhadap pembayaran pokok

dan bunga utang. Hingga Kuartal 3 2016, realisasi

pembayaran pokok dan bunga utang mencapai

Rp123,3 triliun. dengan proporsinya yang tinggi,

maka realisasi pembayaran pokok dan bunga utang

dalam negeri masih mendominasi, yakni Rp98,2

triliun atau 79,6 persen dari total pembayaran pokok

dan bunga utang keseluruhan (Tabel 30).

Tabel 30. Perkembangan Realisasi Pembayaran Pokok dan Bunga Utang Pemerintah Pusat 2011-2016 (Rp triliun)

2011 2012 2013 2014 2015

2016

Q1 Q2 Q3

Luar Negeri 62,4 81,4 89,4 135,6 123,9 36,0 37,6 25,1

Pokok 38,4 51,1 57,2 96,4 78,9 22,3 27,4 9,3

Bunga 24,0 30,4 32,2 39,2 45,0 13,7 10,2 15,8

Dalam Negeri 145,5 192,9 183,7 234,9 258,4 126,4 74,8 98,2

Pokok 86,3 122,4 103,2 140,6 147,4 87,2 50,7 54,7

Bunga 59,2 70,5 80,5 94,2 111,0 39,2 24,1 43,5

TOTAL 207,9 274,4 273,1 370,5 382,3 162,4 112,4 123,3

Sumber: Kementerian Keuangan

Utang dalam negeri masih mendominasi pembayaran pokok dan bunga.

Utang pemerintah pusat hingga September 2016 mencapai Rp3.444,8 triliun.

91

Surat Berharga Negara (SBN)

Selama 2011-2016, nilai outstanding SBN

mengalami peningkatan siginifikan dari Rp1.187,7

triliun pada akhir tahun 2011 menjadi Rp2.701

triliun per September 2016. SBN berdenominasi

rupiah masih mendominasi, yakni sebesar Rp1.752

triliun atau 71,2 persen dari total SBN yang

diperdagangkan (Tabel 29). Hal ini mengindikasikan

kondisi perekonomian Indonesia yang relatif

kondusif, membuat instrumen keuangan yang lebih

bersifat dalam negeri (denominasi rupiah) menjadi

sermakin menarik.

Upaya pemerintah untuk mengurangi risiko

ketidakpastian ekonomi global, tercermin dari

realisasi SBN denominasi valas. Realisasi SBN

denominasi valas per September 2016 mencapai

Rp707 triliun, lebih rendah dibandingkan posisi

Agustus 2016 (Rp722,1 triliun). Berdasarkan

komponennya, SBN berdenominasi USD masih

mendominasi keseluruhan SBN denominasi valas.

(Tabel 29).

Tabel 31.Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2011 - 2016 (triliun Rupiah)

2011 2012 2013 2014 2015 2016

September % Kepemilikan

Bank 265.0 299.7 335.4 375.6 350.1 368.6 26.1 Institusi Pemerintah 7.8 3.1 44.4 41.6 148.9 158.7 4.7 Nonbank 450.8 517.5 615.4 792.8 962.9 1,222.1 69.2

Reksadana 47.2 43.2 42.5 45.8 61.6 78.5 4.6 Asuransi 93.1 83.4 129.6 150.6 171.6 227.4 12.8 Asing 222.9 270.5 323.8 461.4 558.5 685.0 38.9 Dana Pensiun 34.4 56.5 39.5 43.3 49.8 81.8 4.3

Individu 32.5 30.4 42.5 46.6 2.8

Lain lain 53.2 64.9 47.6 61.3 78.8 102.9 5.9

Total 723.6 820.3 995.3 1,210.0 1,461.8 1,749.4 100.0

Sumber : Kementerian Keuangan

Sementara itu, SBN dengan denominasi valas mengalami perlambatan selama Agustus-September 2016.

Penerbitan SBN mengalami peningkatan yang cukup siginifikan selama 2011-2016, di mana masih didominasi SBN berdenominasi rupiah

92

Tingginya kepercayaan asing juga tercermin dari

besarnya proporsi kepemilikan dengan bertenor

jangka panjang. Selama 2011-2016, rata-rata

proporsi kepemilikan asing pada SBN di atas 5 tahun

mencapai 76 persen (Gambar 34).

Gambar 34. Komposisi Kepemilikan SBN oleh Asing berdasarkan Tenor (% Total SBN)

Sumber : Kementerian Keuangan

Tabel 32. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2011 - 2016 (triliun Rupiah)

JENIS SBN 31-Des-

11 31-Des-

12 31-Des-

13 31-Des-

14 31-Des-

15 30-Sep-

16

I. Yang diperdagangkan

a. Surat Utang Negara (SUN) 684.6 757.2 908.1 1,099.3 1,288.6 1,509.5

Fixed Rate 517.1 610.4 751.3 946.0 1,148.9 1,381.4

Variable Rate 135.1 122.8 122.8 113.3 96.7 87.7

Zero Coupon 2.5 1.3

SPN 29.9 22.8 34.1 40.0 43.0 40.3

b. Surat berharga Syariah Negara (SBSN) 39.0 63.0 87.2 110.7 158.2 242.5

Fixed rate 37.7 62.8 78.5 100.0 149.2 234.5

SPN-Syariah 1.3 0.2 8.6 10.7 9.0 8.0

Total SBN Rupiah 723.6 820.3 995.3 1,210.0 1,446.8 1,752.0

SUN (dalam juta USD) 18.7 23.0 27.1 29.2 32.7 35.5

SBSN (dalam juta USD) 1.7 2.7 4.2 5.0 7.0 9.5

SUN (dalam juta JPY) 95.0 155.0 155.0 155.0 255.0 355.0

SUN (dalam juta EUR) 1.0 2.3 5.3

11,9 7,8 5,2 4,73,2 3,0

8,22,8 5,4 3,7 1,3 2,6

16,8

16,5 12,9 15,2 11,818,3

24,927,8 32,0 33,6

39,037,9

38,2 45,0 44,5 42,8 44,7 38,2

2011 2012 2013 2014 2015 Sep-16

< 1 1 - 2 2 - 5 5 - 10 > 10

Tingginya kepemilikan investor asing pada SBN didominasi pada SBN bertenor jangka panjang.

93

JENIS SBN 31-Des-

11 31-Des-

12 31-Des-

13 31-Des-

14 31-Des-

15 30-Sep-

16

Total SBN Valas 195.6 264.9 399.4 456.6 610.6 707.0

TOTAL (yang diperdagangkan) 919.2 1,085.2 1,394.7 1,666.6 2,057.5 2,459.0

II. Yang tidak diperdagangkan

SPNS 5.1 2.5

SUP 244.6 240.1 234.9 229.1 222.6 198.9

SPN 22.4 0.0

SBR 2.4 2.4 3.9

SDHI 23.8 35.8 31.5 33.2 36.7 36.7

TOTAL (yang tidak diperdagangkan) 268.4 275.9 266.4 264.6 289.2 242.0

TOTAL SBN 1,187.7 1,361.1 1,661.1 1,931.2 2,346.7 2,701.0

Sumber: Kementerian Keuangan

Kepemilikan investor asing per September 2016

mencapai Rp685 triliun atau 39,2 persen dari

keseluruhan SBN. Angka tersebut meningkat lebih

dari 207,3 persen dari tahun 2011. Peningkatan

tersebut mengindikasikan tingkat kepercayaan

investor asing yang semakin tinggi terhadap kondisi

ekonomi Indonesia (Tabel 31).

Dalam kurun waktu 2011-2016, kepemilikan investor asing pada SBN mengalami peningkatan signifikan.

94

Pinjaman Luar Negeri

Hingga September 2016, realisasi pinjaman luar

negeri mencapai Rp738,9 triliun, turun 1,6 persen

dari 2015. Jepang masih merupakan negara kreditur

utama, dengan pemberian pinjaman sebesar

Rp226,6 triliun atau 30,7 persen dari total pinjaman

luar negeri. Sementara itu, Bank Dunia masih

menjadi lembaga kreditur utama, dengan pinjaman

sebesar Rp224,4 triliun atau 30,4 persen dari total

pinjaman luar negeri (Tabel 31).

Tabel 33.Posisi Pinjaman Luar Negeri Berdasarkan Kreditur (Rp Triliun)

NEGARA/KELOMPOK 2011 2012 2013 2014 2015 Sep-16

Negara 406.8 384.3 423.5 381.8 390.8 383.8

a Jepang 280.6 256.2 255.0 213.4 216.2 226.6

b Perancis 23.8 24.1 31.5 32.0 33.7 32.6

c Jerman 20.4 20.1 24.2 22.0 23.0 20.2

d Korsel 7.0 6.6 12.2 15.2 19.8 19.3

e Tiongkok 8.0 7.6 10.8 11.6 13.0 11.7

f AS 16.1 15.2 19.9 19.9 21.2 19.0

g Australia 8.5 8.0 9.2 8.3 8.1 7.4

h Spanyol 4.1 3.8 4.6 4.2 4.0 3.5

i Rusia 1.4 1.4 8.0 8.5 9.4 7.9

j Inggris 7.4 7.0 7.6 5.8 4.7 3.1

k Lainnya 29.6 34.3 40.6 40.9 37.8 32.5

Multilateral 213.0 230.1 288.3 292.3 360.0 355.0

a Bank Dunia 108.7 122.5 163.8 175.0 224.4 224.4

b ADB 97.9 100.4 114.6 107.4 119.0 119.0

c IDB 4.2 5.1 7.2 7.4 9.0 9.0

d IFAD 1.2 1.3 1.8 1.9 2.2 2.2

e EIB 0.5 0.6 0.6 0.5 0.3 0.3

f NIB 0.4 0.3 0.3 0.3 0.2 0.2

Suppliers 0.5 0.4 0.4 0.2 0.2 0.1

TOTAL 620.3 614.8 712.2 674.3 751.1 738.9

Sumber : Kementerian Keuangan

Jepang dan Bank Dunia masih menjadi kreditur utama pinjaman luar negeri Indonesia

95

PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN

96

97

PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN

ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

RI Masuk 20 Negara Dominasi Perdagangan Buah Dunia

Presiden Joko widodo menyebutkan saat ini Indonesia

masuk dalam 20 negara yang mendominasi perdagangan

buah dunia. Presiden meminta agar BUMN perkebunan dan

pertanian juga menanam tanaman buah, tidak hanya

tanaman sawit dan karet. BUMN disarankan untuk

menyiapkan 10.000-50.000 hektare khusus untuk menanam

tanaman buah. Presiden menyebutkan setahun yang lalu

dirinya sudah meminta Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk

memulai membangun daerah-daerah khusus yang

mempunyai potensi untuk dikembangkan buah lokalnya

dengan luas antara 5-50 hektare. Diharapkan produksi buah

lokal bisa merambah ke pasar ekspor atau internasional.

Presiden mengatakan untuk menghindari buah impor,

produksi buah lokal harus diperbanyak terus agar dapat

menjadi komoditas pengganti buah impor dengan

memperkuat produksi di dalam negeri. Pasar ekspor buah

cukup besar dan Indonesia saat ini belum dapat memenuhi

permintaan pasar ekspor seperti manggis, nanas dan

alpukat. Indonesia mempunyai kekuatan besar dalam

produk buah tapi belum dikelola dengan baik.

Presiden juga menyebutkan sudah memerintahkan

pemerintah daerah untuk mendukung penyediaan lahan

pengembangan tanaman buah. Termasuk regulasi yang

menghambat terkait infrastruktur dan logistik akan diberi

dukungan. BUMN dimandatkan untuk terus

mengembangkan produksi buah dengan memperluas lahan

agar mampu lebih luas dari kebun sawit yang sebesar 14 juta

hektar. Presiden juga meminta agar pelaku usaha UMKM

terkait buah berbenah diri. Diharapkan perdagangan buah

dapat merambah ke area yang lebih luar, khususnya ke

negara tetangga dan negara lain.

Sumber:http://www.harianterbit.com/hantertv/read/2016/11/17/72900/21/21/RI-Masuk-20-Negara-Dominasi-Perdagangan-Buah-Dunia

Indonesia menjadi salah satu dari 20 negara yang mendominasi perdagangan buah dunia.

Indonesia masih berpotensi untuk memenuhi pasar ekspor antara lain buah manggis, nanas, dan alpukat.

Presiden memberi dukungan dalam bentuk regulasi terkait infrastruktur dan logistik.

98

NERACA PEMBAYARAN

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III

tahun 2016 mengalami suplus sebesar USD5,7 miliar.

Kinerja tersebut meningkat signifikan dibandingkan

dengan NPI pada triwulan III tahun 2015 yang defisit

sebesar USD4,6 miliar maupun triwulan II tahun 2016

yang surplus sebesar USD2,2 miliar. Peningkatan kinerja

neraca pembayaran Indonesia pada triwulan III tahun

2016 tersebut dipengaruhi oleh menurunnya defisit pada

neraca transaksi berjalan dan meningkatnya surplus

neraca transaksi modal dan finansial secara signifikan.

Defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan III tahun

2016 mengalami perbaikan yaitu menjadi sebesar USD4,5

miliar, lebih kecil dibandingkan dengan defisit pada

triwulan II tahun 2016 yang sebesar USD5,0 miliar, namun

lebih besar dibandingkan dengan defisit pada triwulan III

tahun 2015 yang sebesar USD3,9 miliar. Sejalan dengan

hal tersebut, neraca transaksi modal dan finansial surplus

sebesar USD9,4 miliar, meningkat signifikan dibandingkan

surplus pada triwulan II tahun 2016 yang sebesar USD7,5

miliar dan triwulan III tahun 2015 yang sebesar USD0,2

miliar.

Gambar 35. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan III Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 (Miliar USD)

Sumber: Bank Indonesia

Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3

2013 2014 2015 2016

Transaksi Berjalan -8,6 -4,3 -4,9 -9,6 -7,0 -6,0 -4,2 -4,6 -3,9 -4,9 -4,8 -5,0 -4,5

Transaksi Modal dan Finansial 4,6 8,6 6,5 14,3 14,6 9,5 4,9 2,1 0,2 9,6 4,4 7,5 9,4

Neraca Keseluruhan -2,6 4,4 2,1 4,3 6,5 2,4 1,3 -2,9 -4,6 5,1 -0,3 2,2 5,7

Posisi Cadangan Devisa (RHS) 95,7 99,4 102,6 107,7 111,2 111,9 111,6 108,0 101,7 105,9 107,5 109,8 115,7

85,0

90,0

95,0

100,0

105,0

110,0

115,0

120,0

-15,0

-10,0

-5,0

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III tahun 2016 mengalami suplus sebesar USD5,7 miliar.

Defisit neraca transaksi berjalan mengalami perbaikan yaitu menjadi sebesar USD4,5 miliiar, sejalan dengan surplus neraca transaksi modal dan finansial yang meningkat signifikan menjadi sebesar USD9,4 miliar.

99

Sumber: Bank Indonesia

Tabel 34. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan III Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 (Miliar USD)

2014 2015 2016

Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3

I. Transaksi Berjalan -7,0 -6,0 -4,2 -4,6 -3,9 -4,9 -4,8 -5,0 -4,5

A. Barang 1,6 2,4 3,1 4,1 4,1 2,0 2,7 3,8 3,9

Ekspor 43,6 43,2 37,8 39,7 36,1 34,8 33,1 36,3 35,0

Impor -42,0 -40,8 -34,8 -35,6 -31,9 -32,8 -30,4 -32,5 -31,0

1. Barang Dagangan Umum 1,2 2,2 2,7 3,8 4,0 2,0 2,4 3,5 3,7

- Ekspor, fob. 43,2 42,9 37,5 39,4 35,7 34,4 32,7 36,0 34,6

- Impor, fob. -42,0 -40,8 -34,8 -35,6 -31,7 -32,4 -30,3 -32,5 -30,9

a. Nonmigas 4,3 4,9 3,9 5,9 6,2 3,0 3,2 5,0 5,0

- Ekspor, fob 36,0 36,6 33,1 34,7 32,0 30,7 29,8 32,8 31,3

- Impor, fob -31,6 -31,6 -29,1 -28,8 -25,9 -27,7 -26,6 -27,8 -26,3

b. Migas -3,1 -2,8 -1,3 -2,1 -2,1 -1,0 -0,8 -1,4 -1,3

- Ekspor, fob 7,3 6,4 4,4 4,6 3,7 3,7 2,9 3,2 3,3

- Impor, fob -10,4 -9,2 -5,6 -6,8 -5,8 -4,7 -3,8 -4,7 -4,6

2. Barang Lainnya 0,4 0,3 0,4 0,3 0,1 -0,1 0,3 0,2 0,2

- Ekspor, fob. 0,4 0,3 0,4 0,3 0,4 0,3 0,4 0,3 0,3

- Impor, fob. 0,0 0,0 0,0 0,0 -0,3 -0,4 0,0 -0,1 -0,1

B. Jasa - jasa -2,5 -2,6 -1,8 -2,6 -2,1 -1,7 -1,1 -2,2 -1,5

C. Pendapatan Primer -7,3 -7,2 -6,9 -7,5 -7,2 -6,5 -7,6 -7,8 -7,9

D. Pendapatan Sekunder 1,2 1,4 1,4 1,4 1,3 1,4 1,2 1,2 1,0

II . Transaksi Modal 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

III . Transaksi Finansial 14,6 9,5 4,9 2,1 0,2 9,6 4,4 7,5 9,4

1. Investasi Langsung 5,8 2,7 1,6 4,1 1,8 3,3 2,5 3,0 5,2

2. Investasi Portofolio 7,4 1,9 8,5 5,5 -2,2 4,6 4,4 8,3 6,5

3. Derivatif Finansial 0,0 0,0 0,1 0,0 0,2 -0,3 0,0 0,0 0,0

4. Investasi Lainnya 1,4 5,0 -5,3 -7,6 0,4 2,1 -2,5 -3,7 -2,3

IV. Total (I + II + III ) 7,5 3,6 0,7 -2,5 -3,7 4,7 -0,3 2,6 4,9

V. Selisih Perhitungan Bersih -1,1 -1,2 0,6 -0,4 -0,8 0,4 0,0 -0,4 0,8

VI . Neraca Keseluruhan (IV + V) 6,5 2,4 1,3 -2,9 -4,6 5,1 -0,3 2,2 5,7

Posisi Cadangan Devisa 111,2 111,9 111,6 108,0 101,7 105,9 107,5 109,8 115,7

Dalam Bulan Impor dan Pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah

6,8 7,4 6,6 6,8 6,8 7,4 7,7 8,0 8,5

Transaksi Berjalan (% PDB) -1,8 -2,3 -2,0 -2,1 -1,8 -2,3 -2,2 -2,2 -1,8

100

TRANSAKSI BERJALAN

Perkembangan Ekspor

Gambar 36. Nilai dan Volume Ekspor Hingga September 2016

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Nilai total eks por Indonesia pada sampai dengan akhir

triwulan III tahun 2016 sebesar USD104,4 miliar,

mengalami penurunan sebesar 9,4 persen jika

dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015.

Sepanjang bulan Januari-September tahun 2016 nilai

ekspor terendah pada bulan Juli tahun 2016 sebesar

USD9,5 miliar.

Sementara itu kinerja ekspor nonmigas juga mengalami

penurunan yaitu sebesar 6,1 persen pada bulan Januari-

September tahun 2016. Penurunan kinerja ekspor

nonmigas tersebut disumbang dari penurunan sektor

produk industri sebesar 3,5 persen (YoY) yang

mencatatkan nilai ekspor sebesar USD79.8 miliar.

Tabel 35.Perkembangan Ekspor Bulan Januari-September Tahun 2016

Komoditas 2013 2014 2015 Jan-Sept 15 Jan-Sept 16

Nilai Ekspor (USD Juta) 182.552,0 175.980,0 150.221,0 115.205,3 104.360,5

Migas 32.633,0 30.019,0 18.637,0 14.398,3 9.696,4

Minyak Mentah 10.205,0 9.528,0 6.457,0 5.075,9 4.042,3

Hasil Minyak 4.299,0 3.623,0 1.754,0 1.493,6 615,7

Gas 18.129,0 17.180,0 10.426,0 7.828,8 5.038,4

Non Migas 149.919,0 145.961,0 131.644,0 100.807,0 94.664,1

Pertanian 5.713,0 5.771,0 5.628,0 2.801,2 2.312,6

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

0

5.000

10.000

15.000

Vo

lum

e (

Juta

Kg)

Nila

i (U

SD J

uta

)

Volume Nilai

Nilai total ekspor Indonesia

sampai dengan akhir

triwulan III tahun 2016

sebesar USD104.360,5 juta

dengan pertumbuhan

negatif sebesar 9,4 persen.

101

Komoditas 2013 2014 2015 Jan-Sept 15 Jan-Sept 16

Industri 113.030,0 117.330,0 106.614,0 82.732,3 79.822,1

Pertambangan dan Lainnya 31.160,0 22.850,0 19.421,0 15.273,5 12.529,4

Pertumbuhan Ekspor* (%) -3,9 -11,0 -18,7 -13,2 -9,4

Migas -11,7 -25,5 -35,6 -38,5 -32,7

Minyak Mentah -17,0 0,0 -40,0 -29,4 -20,4

Hasil Minyak 3,3 -31,4 -68,3 -46,7 -58,8

Gas -11,7 -29,6 -31,1 -41,6 -35,6

Non Migas -2,0 -7,7 -15,7 -7,8 -6,1

Pertanian 2,6 -0,6 -11,2 -33,7 -17,4

Industri -2,7 -0,8 -13,7 -5,8 -3,5

Pertambangan -0,5 -33,3 -25,4 -11,4 -18,0

Proporsi Ekspor (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Migas 17,9 17,1 12,4 12,5 9,3

Minyak Mentah 5,6 5,4 4,3 11,2 0,4

Hasil Minyak 2,4 2,1 1,2 12,5 0,6

Gas 9,9 9,8 6,9 6,8 4,8

Non Migas 82,1 82,9 87,6 87,5 90,7

Pertanian 3,1 3,3 3,7 2,4 2,2

Industri 61,9 66,7 71,0 71,8 76,5

Pertambangan 17,1 13,0 12,9 13,3 12,0

Sumber Pertumbuhan (%) -3,9 -11,0 -18,7 -13,2 -9,4

Migas -2,1 -4,4 -4,4 -4,8 -3,0

Minyak Mentah -1,0 0,0 -1,7 8,9 -0,4

Hasil Minyak 0,1 -0,6 -0,8 51,8 -0,6

Gas -1,2 -2,9 -2,2 -2,8 -1,7

Non Migas -1,6 -6,4 -13,7 -6,8 -5,5

Pertanian 0,1 0,0 -0,4 -0,8 -0,4

Industri -1,7 -0,5 -9,7 -4,2 -2,7

Pertambangan -0,1 -4,3 -3,3 -1,5 -2,2 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY)

102

Sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 nilai ekspor

nonmigas Indonesia untuk komoditas Lemak dan Minyak

Hewan/Nabati (HS-15) merupakan komoditas dengan nilai

ekspor terbesar dan mencatatkan nilai USD12.082,6 juta dan

juga merupakan komoditas ekspor nonmigas dengan

proporsi terbesar yaitu 12,8 persen terhadap total ekspor

nonmigas, walaupun mencatatkan pertumbuhan negatif

14,0 persen.

Sementara itu komoditas ekspor nonmigas yang memiliki

kinerja positif pada periode bulan Januari-September tahun

2016 adalah Perhiasan/Permata (HS-71) diikuti oleh Mesin-

mesin/pesawat mekanik (HS-84) yang secara berturut-turut

mencatatkan pertumbuhan sebesar 15,8 persen dan 3,2

persen. Selanjutnya komoditas dengan nilai pertumbuhan

negatif terbesar adalah Timah (HS-80) yaitu 19,6 persen,

yang diikuti oleh Benda-benda dari besi dan baja (HS-73)

yaitu sebesar -15,1 persen.

Tabel 36.Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Nonmigas Terbesar Bulan Januari-September Tahun 2016

HS Komoditas

Nilai (Juta USD) Pertumbuhan

YoY (%) Proporsi YoY (%)

Jan-Sept 14

Jan-Sept 15

Jan-Sept 16

Jan-Sept 15

Jan-Sept 16

Jan-Sept 15

Jan-Sept 16

15 Lemak & minyak hewan/nabati 15.442,2 14.056,6 12.082,6 -9,0 -14,0 13,9 12,8

85 Mesin/peralatan listrik 7.310,1 6.435,0 6.003,6 -12,0 -6,8 6,4 6,3

71 Perhiasan/Permata 3.483,6 4.619,1 5.350,5 32,6 15,8 4,6 5,7

84 Mesin-mesin/pesawat mekanik 4.502,4 3.977,1 4.102,9 -11,7 3,2 3,9 4,3

40 Karet dan barang dari karet 5.599,3 4.583,0 4.101,4 -18,2 -10,5 4,5 4,3

26 Bijih, kerak, dan abu logam 1.129,3 2.736,3 2.519,8 142,3 -7,9 2,7 2,7

61 Barang-barang rajutan 2.607,5 2.502,8 2.545,5 -4,0 1,7 2,5 2,7

73 Benda-benda dari besi dan baja 1.584,4 1.595,1 1.353,9 0,7 -15,1 1,6 1,4

80 Timah 1.417,6 952,2 765,2 -32,8 -19,6 0,9 0,8

12 Biji-bijian berminyak 277,1 206,7 192,1 -25,4 -7,1 0,2 0,2

Total 10 Golongan Barang 43.353,5 41.663,9 38.926,5 -3,9 -6,6 41,3 41,1

Total Lainnya 65.950,4 59.143,1 55.737,6 -10,3 -5,8 58,7 58,9

Total Ekspor Nonmigas 109.303,9 100.807,0 94.664,1 -7,8 -6,1 100,0 100,0 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Komoditas

Perhiasan/Permata (HS-71)

dan Mesin-mesin/pesawat

mekanik (HS-84) merupakan

komoditas dengan

pertumbuhan positif

terbesar yaitu sebesar 15,8

persen dan 3,2 persen

103

Total volume ekspor nonmigas Indonesia pada sampai

dengan akhir triwulan III tahun 2016 adalah sebesar

340.342,3 juta kg dan mengalami penurunan sebesar 2,0

persen (YoY). Komoditas dengan volume ekspor terbesar

pada periode bulan Januari-September tahun 2016

adalah Bahan Bakar Mineral (HS-27) dengan volume

268.968,7 juta kg dan menyumbang proporsi 79,0 persen

terhadap total volume ekspor nonmigas. Selanjutnya

komoditas dengan volume dan proporsi terbesar kedua

adalah Lemak dan Minyak Hewan/Nabati (HS-15) dengan

volume 18.237,7 kg dan menyumbang proporsi 5,4

persen terhadap total volume ekspor nonmigas

Indonesia. Dilihat dari pertumbuhannya, Bijih, Kerak, dan

Abu Logam (HS-26) mencatatkan peningkatan

pertumbuhan sebesar 18,8 persen (YoY). Sementara itu,

Lemak & Minyak Hewan/Nabati (HS-15) merupakan

barang ekspor nonmigas dengan penurunan volume

ekspor paling tinggi jika dibandingkan sembilan

komoditas lainnya dengan penurunan sebesar 16,3

persen (YoY).

Tabel 37.Golongan Barang dengan Volume Ekspor Nonmigas Terbesar Bulan Januari-September Tahun 2016

HS Komoditi Volume Ekspor (Juta kg)

Pertumbuhan YoY (%)

Proporsi (%)

Jan-Sept 14 Jan-Sept 15 Jan-Sept 16 Jan-Sept

15 Jan-

Sept 16 Jan-Sept

15 Jan-

Sept 16

27 Bahan bakar mineral 307.443,8 275.287,8 268.968,7 -10,5 -2,3 79,2 79,0

15 Lemak & minyak hewan/nabati 18.554,5 21.789,5 18.237,7 17,4 -16,3 6,3 5,4

25 Garam, Belerang, Kapur 9.379,2 8.668,0 10.243,8 -7,6 18,2 2,5 3,0

26 Bijih, Kerak, dan Abu logam 7.926,1 3.877,0 4.605,0 -51,1 18,8 1,1 1,4

44 Kayu, Barang dari Kayu 4.730,0 4.505,3 4.162,9 -4,8 -7,6 1,3 1,2

23 Ampas/Sisa Industri Makanan 3.476,3 3.606,6 3.213,7 3,7 -10,9 1,0 0,9

48 Kertas/Karton 3.409,0 3.241,4 3.039,2 -4,9 -6,2 0,9 0,9

38 Berbagai produk kimia 3.285,1 2.465,4 2.708,7 -25,0 9,9 0,7 0,8

Total volume ekspor

nonmigas Indonesia sampai

dengan akhir Triwulan III

tahun 2016 sebesar

340.342,3 juta kg.

104

HS Komoditi Volume Ekspor (Juta kg)

Pertumbuhan YoY (%)

Proporsi (%)

Jan-Sept 14 Jan-Sept 15 Jan-Sept 16 Jan-Sept

15 Jan-

Sept 16 Jan-Sept

15 Jan-

Sept 16

47 Bubur kayu/Pulp 2.555,5 2.591,0 2.616,5 1,4 1,0 0,7 0,8

40 Karet dan Barang dari Karet 2.525,3 2.511,9 2.433,2 -0,5 -3,1 0,7 0,7

Total 10 Golongan Barang 363.284,8 328.543,7 320.229,3 -9,6 -2,5 94,6 94,1

Total Lainnya 18.375,0 18.838,1 20.113,0 2,5 6,8 5,4 5,9

Total Ekspor Nonmigas 381.659,8 347.381,8 340.342,3 -9,0 -2,0 100,0 100,0

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 Amerika

Serikat merupakan negara tujuan utama ekspor

nonmigas terbesar Indonesia dengan nilai sebesar

USD11.591,4 juta. Sementara itu pada posisi kedua

negara tujuan ekspor Indonesia adalah Tiongkok dengan

nilai sebesar USD9.709,3 juta

Secara keseluruhan perkembangan ekspor nonmigas ke-

5 (lima) negara tujuan utama pada bulan Januari-

September tahun 2016 mengalami penurunan sebesar

7,5 persen (YoY). India merupakan negara tujuan utama

ekspor nonmigas yang mencatatkan penurunan tertinggi

yaitu sebesar 21,6 persen.

Tabel 38. Perkembangan Ekspor Nonmigas ke Negara Tujuan Utama Bulan Januari-September Tahun 2016

Negara Nilai (Juta USD) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%)

Jan-Sept 14

Jan-Sept 15

Jan-Sept 16

Jan-Sept 15

Jan-Sept 16

Jan-Sept 15

Jan-Sept 16

Amerika Serikat 11.869,0 11.615,3 11.591,4 -2,1 -0,2 11,5 12,2

Tiongkok 12.581,2 9.913,3 9.709,3 -21,2 -2,1 9,8 10,3

Jepang 10.714,2 9.903,5 9.529,5 -7,6 -3,8 9,8 10,1

India 9.033,3 8.857,8 6.942,9 -1,9 -21,6 8,8 7,3

Singapura 7.590,9 6.603,1 6.551,1 -13,0 -0,8 6,6 6,9

Total 5 Negara 51.788,6 46.893,0 44.324,2 -4,5 -7,5 46,5 46,8

Total Lainnya 57.515,3 53.914,0 50.339,9 -6,3 -6,6 53,5 53,2

Total Ekspor Nonmigas 109.303,9 100.807,0 94.664,1 -7,8 -6,1 100,0 100,0

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Perkembangan ekspor

nonmigas ke-5 (lima) negara

tujuan utama pada triwulan

III tahun 2016 turun sebesar

7,5 persen (YoY).

105

Perkembangan Impor

Gambar 37. Nilai dan Volume Impor Hingga September 2016

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Sampai dengan akhir triwulan III tahun 2016 nilai impor

Indonesia secara total adalah sebesar USD98.693,4 juta

atau menurun sebesar 8,6 persen (YoY). Penurunan nilai

impor tersebut disumbang oleh penurunan impor migas

sebesar 29,2 persen dan impor nonmigas sebesar 4,1

persen.

Berdasarkan golongan penggunaan barang, impor bahan

baku merupakan komoditas yang mencatatkan nilai

impor terbesar sampai dengan akhir triwulan III tahun

2016 sebesar USD73.572,6 juta. Diikuti oleh impor barang

modal dan barang konsumsi dengan nilai berturut-turut

sebesar USD16.060,8 juta dan USD9.060,0 juta.

Dilihat dari sumbangannya impor bahan baku

memberikan sumbangan terbesar terhadap total impor

Indonesia sebesar 74,5 persen diikuti oleh barang modal

dan barang konsumsi sebesar 16,3 persen dan 9,2 persen.

Impor barang modal mengalami pertumbuhan negatif

sebesar 12,7 persen, diikuti penurunan impor bahan baku

sebesar 9,8 persen. Adapun impor barang konsumsi

mengalami peningkatan sebesar 12,8 persen (YoY).

Tabel 39. Perkembangan Impor Januari-September Tahun 2016

Komoditas 2013 2014 2015 Jan-Sept 15 Jan-Sept 16

Nilai Impor (USD Juta) 186.628,3 178.178,8 142.694,8 107.989,1 98.693,4

Barang Konsumsi 13.138,9 12.667,2 10.876,5 8.031,7 9.060,0

0

5.000

10.000

15.000

0

5.000

10.000

15.000

Vo

lum

e (

Juta

Kg)

Nila

i (U

SD J

uta

)

Volume Nilai

Sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 total impor Indonesia adalah sebesar USD98.693,4 juta dengan pertumbuhan negatif sebesar 8,6 persen.

106

Komoditas 2013 2014 2015 Jan-Sept 15 Jan-Sept 16

Bahan Baku 141.957,2 136.208,6 107.081,0 81.568,6 73.572,6

Barang Modal 31.532,2 29.303,0 24.737,3 18.388,8 16.060,8

Migas 45.266,4 43.459,9 24.613,2 19.411,6 13.744,4

Minyak Mentah 13.585,8 13.072,5 8.063,3 6.236,6 5.113,5

Hasil Minyak 28.568,1 27.363,2 14.536,9 11.670,2 7.453,6

Gas 3.112,9 3.025,0 2.013,0 1.477,8 1.177,3

Non Migas 141.362,3 134.718,9 118.081,6 88.577,5 84.949,0

Pertumbuhan Impor* (%) -2,6 -4,5 -19,9 -18,5 -8,6

Barang Konsumsi -2,1 -3,6 -14,1 -13,2 12,8

Bahan Baku 1,3 -4,0 -21,4 -19,8 -9,8

Barang Modal -17,3 -7,1 -15,6 -15,0 -12,7

Migas 6,4 -4,0 -43,4 -55,3 -29,2

Minyak Mentah 25,8 -3,8 -38,3 -50,6 -18,0

Hasil Minyak -0,4 -4,2 -46,9 -59,7 -36,1

Gas 1,0 -2,8 -33,5 -43,5 -20,3

Non Migas -5,2 -4,7 -12,3 -10,8 -4,1

Proporsi Impor (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Barang Konsumsi 7,0 7,1 7,6 8,1 9,2

Bahan Baku 76,1 76,4 75,0 82,6 74,5

Barang Modal 16,9 16,4 17,3 18,6 16,3

Migas 24,3 24,4 17,2 19,7 13,9

Minyak Mentah 7,3 7,3 5,7 6,3 5,2

Hasil Minyak 15,3 15,4 10,2 11,8 7,6

Gas 1,7 1,7 1,4 1,5 1,2

Non Migas 75,7 75,6 82,8 89,8 86,1

Sumber Pertumbuhan (%) -2,6 -4,5 -19,9 -18,5 -8,8

Barang Konsumsi -0,1 -0,3 -1,1 -1,1 1,2

Bahan Baku 1,0 -3,1 -16,0 -16,4 -7,3

Barang Modal -2,9 -1,2 -2,7 -2,8 -2,1

Migas 1,5 -1,0 -7,5 -10,9 -4,1

Minyak Mentah 1,9 -0,3 -2,2 -3,2 -0,9

Hasil Minyak -0,1 -0,6 -4,8 -7,1 -2,7

Gas 0,0 0,0 -0,5 -0,7 -0,2

Non Migas -3,9 -3,6 -10,2 -9,7 -3,5 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY)

107

Pertumbuhan impor nonmigas sampai dengan akhir

Triwulan III tahun 2016 (YoY) mengalami penurunan

sebesar 4,1 persen disebabkan oleh adanya penurunan

impor diberbagai komoditas diantaranya penurunan

Kapal laut dan bangunan terapung (HS-89) sebesar 29,4

persen dengan proporsi 0,7 persen, penurunan impor

Pupuk (HS-31) sebesar 22,8 persen dengan proporsi 1,5

persen; serta penurunan Mesin dan Peralatan Mekanik

(HS-84) sebesar 7,8 persen dengan proporsi 18,1 persen.

Sementara itu pada periode yang sama terdapat

beberapa komoditas yang mengalami pertumbuhan

positif, diantaranya dicatatkan oleh Gula dan kembang

gula (HS-17) sebesar 43,9 persen dan Serealia (HS-10)

sebesar 13,1 persen (YoY).

Tabel 40. Perkembangan Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Bulan Januari-September Tahun 2016

HS

Komoditas Nilai Impor (Juta USD)

Pertumbuhan YoY (%)

Proporsi (%)

Jan-Sept 14

Jan-Sept 15

Jan-Sept 16

Jan-Sept 15

Jan-Sept 16

Jan-Sept 15

Jan-Sept 16

84 Mesin dan Peralatan Mekanik 19.553,1 16.701,7 15.396,4 -14,6 -7,8 18,9 18,1

85 Mesin dan Peralatan Listrik 13.037,7 11.478,0 10.964,4 -12,0 -4,5 13,0 12,9

87 Kendaraan dan bagiannya 4.850,2 4.201,9 4.002,2 -13,4 -4,8 4,7 4,7

10 Serealia 2.558,2 2.264,1 2.560,0 -11,5 13,1 2,6 3,0

17 Gula dan kembang gula 1.345,1 1.098,3 1.580,1 -18,3 43,9 1,2 1,9

38 Berbagai produk kimia 1.549,1 1.444,3 1.415,1 -6,8 -2,0 1,6 1,7

31 Pupuk 1.376,5 1.608,4 1.241,3 16,9 -22,8 1,8 1,5

12 Biji-bijian berminyak 1.287,2 1.005,6 914,4 -21,9 -9,1 1,1 1,1

89 Kapal laut dan bangunan terapung 715,7 864,7 610,1 20,8 -29,4 1,0 0,7

82 Perkakas, perangkat potong 342,8 358,2 334,2 4,5 -6,7 0,4 0,4

Total 10 Golongan Barang 46.615,6 41.025,2 39.018,2 -12,0 -4,9 46,3 45,9

Barang Lainnya 54.735,0 47.552,3 45.930,8 -13,1 -3,4 53,7 54,1

Total Impor Nonmigas 101.350,5 88.577,5 84.949,0 -12,6 -4,1 100,0 100,0

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Pertumbuhan impor

nonmigas sampai dengan

akhir Triwulan III tahun

2016 mengalami

penurunan sebesar 4,1

persen (YoY).

108

Total volume impor nonmigas Indonesia sampai akhir

Triwulan III tahun 2016 adalah sebesar 77.246,3 juta kg dan

mengalami peningkatan sebesar 6,3 persen (YoY).

Komoditas dengan volume impor terbesar dicatatkan oleh

Gandum-ganduman (HS-10) dengan volume 10.325,9 juta

kg dan menyumbang proporsi 13,4 peren terhadap volume

impor nonmigas. Selanjutnya komoditas dengan volume

dan proporsi terbesar kedua adalah Besi dan Baja (HS-72)

dengan volume 9.532,4 juta kg dan menyumbang proporsi

12,3 persen terhadap total volume impor nonmigas

Indonesia. Dilihat dari pertumbuhannya, Bahan Bakar

Mineral (HS-27) merupakan barang impor nonmigas

dengan peningkatan pertumbuhan terbesar sebesar 45,4

persen (YoY). Sementara itu, Bijih, Kerak dan Abu Logam

merupakan barang impor nonmigas dengan penurunan

volume impor paling tinggi jika dibandingkan dengan

sembilan komoditas lainnya dengan penurunan sebesar

14,6 persen (YoY).

Tabel 41.Perkembangan Volume Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Bulan Januri-September Tahun 2016

HS Komoditas Volume Impor (Juta KG) Pertumbuhan YoY (%) Proporsi (%)

Jan-Sept 14

Jan-Sept 15

Jan-Sept 16

Jan-Sept 15

Jan-Sept 16

Jan-Sept 15

Jan-Sept 16

10 Gandum-ganduman 8.178,3 8.279,3 10.325,9 1,2 24,7 11,4 13,4

72 Besi dan Baja 8.912,5 7.810,8 9.532,4 -12,4 22,0 10,7 12,3

25 Garam, Belerang, Kapur 9.401,9 8.789,4 7.658,5 -6,5 -12,9 12,1 9,9

31 Pupuk 4.993,5 5.840,3 5.330,1 17,0 -8,7 8,0 6,9

23 Ampas / Sisa Industri Makanan

4.058,6 4.003,4 4.220,9 -1,4 5,4 5,5 5,5

26 Bijih, Kerak dan Abu Logam

2.568,2 4.408,5 3.763,5 71,7 -14,6 6,1 4,9

17 Gula dan Kembang Gula 2.827,0 2.614,7 3.748,4 -7,5 43,4 3,6 4,9

27 Bahan Bakar Mineral 1.842,4 2.200,8 3.198,9 19,5 45,4 3,0 4,1

29 Bahan Kimia Organik 3.564,3 3.403,0 3.158,8 -4,5 -7,2 4,7 4,1

39 Plastik dan Barang dari Plastik

2.720,9 2.780,7 3.146,0 2,2 13,1 3,8 4,1

Total 10 Golongan Barang

49.067,5 50.131,1 54.083,4 2,2 7,9 69,0 70,0

Total Lainnya 23.414,3 22.554,9 23.162,9 -3,7 2,7 31,0 30,0

Total Impor Nonmigas 72.481,8 72.686,0 77.246,3 0,3 6,3 100,0 100,0

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Total volume impor

nonmigas Indonesia sampai

akhir Triwulan III tahun

2016 adalah sebesar

77.246,3 juta kg.

109

Nilai impor nonmigas yang berasal dari 5 (lima) negara

utama asal impor sampai dengan akhir Triwulan III tahun

2016 mengalami penurunan sebesar 2,5 persen (YoY).

Negara utama asal impor nonmigas terbesar Indonesia

adalah Tiongkok dimana pada sepanjang bulan Januari

sampai dengan September tahun 2016 nilai impor nonmigas

dari Tiongkok mencatatkan kenaikan pertumbuhan sebesar

2,2 persen (YoY) dengan nilai sebesar USD21.985,3 juta.

Sementara itu nilai impor nonmigas Indonesia yang berasal

dari negara-negara di kawasan ASEAN menyumbangkan

proporsi sebesar 21,8 persen terhadap total impor nonmigas

Indonesia atau sebesar USD18.531,7 juta sepanjang bulan

Januari-September tahun 2016.

Tabel 42. Negara Utama Asal Impor Nonmigas Januari-September Tahun 2016

Negara Nilai Impor Nonmigas (Juta USD)

Pertumbuhan YoY (%)

Proporsi (%)

Jan-Sept 14

Jan-Sept 15

Jan-Sept 16

Jan-Sept 15

Jan-Sept 16

Jan-Sept 15 Jan-Sept 16

Tiongkok 22414,3 21.504,9 21.985,3 -4,1 2,2 24,3 25,9

Jepang 12988,2 10.202,7 9.479,8 -21,4 -7,1 11,5 11,2

Thailand 7419,2 6.102,5 6.638,3 -17,7 8,8 6,9 7,8

Singapura 7684,6 6.642,5 5.386,8 -13,6 -18,9 7,5 6,3

Amerika Serikat 6189,3 5.578,7 5.306,8 -9,9 -4,9 6,3 6,2

TOTAL 5 NEGARA 56.695,6 50.031,3 48.797,0 -11,8 -2,5 56,5 57,4

TOTAL ASEAN 22540,6 19.477,5 18.531,7 -13,6 -4,9 22,0 21,8

TOTAL UNI EROPA 9583,2 8.509,9 7.792,6 -11,2 -8,4 9,6 9,2

TOTAL LAINNYA 69.231,1 60.590,1 58.624,7 -12,5 -3,2 68,4 69,0

TOTAL NON MIGAS 101354,9 88.577,5 84.949,0 -12,6 -4,1 100,0 100,0 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Nilai impor dari 5 (lima)

negara utama asal impor

Indonesia sepanjang

bulan Januari-September

tahun 2016 mengalami

penurunan sebesar 2,5

persen (YoY).

110

Perkembangan Neraca Perdagangan

Neraca Perdagangan Barang

Sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 Neraca

Perdagangan total Indonesia mencatatkan surplus

sebesar USD5.667,1 juta atau mengalami penurunan

sebesar 21,5 persen (YoY). Surplus tersebut

disumbangkan dari surplus pada neraca

perdagangan nonmigas sebesar USD9.715,1 juta

yang lebih besar dari defisit neraca perdagangan

migas sebesar USD4.048 juta.

Tabel 43. Neraca Perdagangan Indonesia Januari-September Tahun 2016

Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)

Jul-16 Agust-16 Sep-16

Jan-Sept 15

Jan-Sept 16

Agust-16 Sep-16

Jan-Sept 2016

Ekspor Total (Juta USD) 9.530,8 12.748,3 12.514,1 115.205,3 104.360,5 33,8 -1,8 -9,4

Ekspor Migas 998,7 1.138,6 1.061,5 13.298,3 9.696,4 14,0 -6,8 -27,1

Ekspor Non Migas 8.532,1 11.609,7 11.452,6 100.807,0 94.664,1 36,1 -1,4 -6,1

Impor Total (Juta USD) 9.017,2 12.385,2 11.297,2 107.989,1 98.693,4 37,4 -8,8 -8,6

Impor Migas 1.506,4 1.795,9 1.742,6 19.411,6 13.744,4 19,2 -3,0 -29,2

Impor Non Migas 7.510,8 10.589,3 9.554,6 88.577,5 84.949,0 41,0 -9,8 -4,1 Neraca Perdagangan (Juta USD) 513,6 363,1 1.216,9 7.216,2 5.667,1 -29,3 235,1 -21,5

Migas -507,7 -657,3 -681,1 -5.013,3 -4.048,0 29,5 3,6 -19,3

Non Migas -681,1 1.898,0 1.216,9 12.229,5 9.715,1 -378,7 -35,9 -20,6 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok Sampai

dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami

defisit USD11.055,4 juta, hal itu disebabkan oleh

defisit pada neraca perdagangan sektor nonmigas

sebesar USD12.276,1 juta yang lebih besar dari

surplus sektor migas sebesar USD1.220,6 juta.

Tabel 44. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Bulan Januari-September Tahun 2016

Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)

Jul-16 Agust-16 Sep-16 Jan-Sept 15

Jan-Sept 16

Agust-16

Sep-16 Jan-Sept

2016

Ekspor Total (Juta USD) 1.097,5 1.460,8 1.454,2 11.158,4 11.000,4 33,1 -0,5 -1,4

Ekspor Migas 181,2 105,6 108,9 1.245,1 1.291,1 -41,7 3,1 3,7

Neraca perdagangan total Indonesia pada sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami surplus sebesar USD5.667,1 juta.

Neraca perdagangan

Indonesia-Tiongkok

sampai dengan akhir

Triwulan III tahun 2016

mengalami defisit.

111

Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)

Jul-16 Agust-16 Sep-16 Jan-Sept 15

Jan-Sept 16

Agust-16

Sep-16 Jan-Sept

2016

Ekspor Non Migas 915,8 1.355,2 1.345,3 9.913,3 9.709,3 48,0 -0,7 -2,1

Impor Total (Juta USD) 1.829,6 2.692,0 2.534,6 21.672,2 22.055,8 47,1 -5,8 1,8

Impor Migas 8,6 6,0 5,8 167,3 70,5 -30,5 -2,9 -57,9

Impor Non Migas 1.821,0 2.686,0 2.528,8 21.504,9 21.985,3 47,5 -5,9 2,2 Neraca Perdagangan (Juta USD) -732,1 -1.231,2 -1.080,4 -10.513,8 -11.055,4 68,2 -12,2 5,2

Migas 172,5 99,6 103,0 1.077,8 1.220,6 -42,3 3,5 13,2

Non Migas -905,1 -1.330,8 -1.183,4 -11.591,6 -12.276,1 47,0 -11,1 5,9 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Neraca perdagangan Indonesia-Amerika sampai

dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami

surplus sebesar USD6540,8 juta. Hal tersebut

disebabkan oleh surplus pada neraca perdagangan

sektor migas dan nonmigas masing-masing sebesar

USD256,2 juta dan USD6.284,6 juta

Tabel 45.Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Bulan Januari-September Tahun 2016

Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)

Jul-16

Agust-16

Sep-16 Jan-Sept

15 Jan-Sept

16 Agust-

16 Sep-16

Jan-Sept 2016

Ekspor Total (Juta USD) 1.038,9 1.401,7 1.379,5 12.332,2 11.906,9 34,9 -1,6 -3,4

Ekspor Migas 45,0 41,9 18,6 716,9 315,5 -7,0 -55,6 -56,0

Ekspor Non Migas 993,9 1.359,8 1.360,9 11.615,3 11.591,4 36,8 0,1 -0,2

Impor Total (Juta USD) 515,7 809,5 660,3 5.615,8 5.366,1 57,0 -18,4 -4,4

Impor Migas 1,1 6,9 1,8 37,1 59,3 509,8 -73,2 59,9

Impor Non Migas 514,6 802,6 658,4 5.578,7 5.306,8 56,0 -18,0 -4,9 Neraca Perdagangan (Juta USD) 523,2 592,2 719,2 6.716,4 6.540,8 13,2 21,5 -2,6

Migas 43,9 35,0 16,8 679,8 256,2 -20,3 -52,1 -62,3

Non Migas 479,3 557,2 702,5 6.036,6 6.284,6 16,2 26,1 4,1 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Neraca perdagangan Indonesia-Jepang sampai dengan

akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami surplus sebsar

USD2.256,2 juta, hal itu disebabkan oleh surplus pada

sektor migas dan nonmigas secara berturut-turut

sebesar USD2.206,5 juta dan USD49,7 juta

Neraca perdagangan

Indonesia-Amerika sampai

dengan akhir triwulan III

tahun 2016 mengalami

surplus.

Neraca perdagangan

Indonesia-Jepang sampai

dengan akhir Triwulan III

tahun 2016 mengalami

surplus .

112

Tabel 46. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Bulan Januari-September Tahun 2016

Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)

Jul-16 Agust-16 Sep-16

Jan-Sept 15

Jan-Sept 16

Agust-16

Sep-16

Jan-Sept 2016

Ekspor Total (Juta USD) 1.079,8 1.417,5 1.395,4 13.692,8 11.784,6 31,3 -1,6 -13,9

Ekspor Migas 258,2 245,1 290,2 3.789,3 2.255,0 -5,1 18,4 -40,5

Ekspor Non Migas 821,6 1.172,5 1.105,2 9.903,5 9.529,5 42,7 -5,7 -3,8

Impor Total (Juta USD) 920,4 1.238,2 1.061,5 10.226,6 9.528,4 34,5 -14,3 -6,8

Impor Migas 3,7 1,9 1,6 23,9 48,6 -49,8 -15,4 102,8

Impor Non Migas 916,8 1.236,4 1.060,0 10.202,7 9.479,8 34,9 -14,3 -7,1 Neraca Perdagangan (Juta USD) 159,4 179,3 333,9 3.466,2 2.256,2 12,5 86,2 -34,9

Migas 254,5 243,2 288,6 3.765,4 2.206,5 -4,4 18,7 -41,4

Non Migas -95,1 -63,9 45,3 -299,2 49,7 -32,8 -

170,8 -116,6 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Neraca perdagangan Indonesia-India sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami surplus yaitu sebesar USD5.082,3 juta. Surplus ini disumbangkan oleh surplus pada neraca perdagangan sektor migas dan nonmigas masing-masing sebesar USD145,0 juta dan USD4.937,4 juta.

Tabel 47.Neraca Perdagangan Indonesia-India Bulan Januari-September Tahun 2016

Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)

Jul-16 Agust-16 Sep-16

Jan-Sept 15

Jan-Sept 16 Agust-16 Sep-16 Jan-Sept

2016

Ekspor Total (Juta USD) 657,1 895,4 980,7 8.946,6 7.106,9 36,3 9,5 -20,6

Ekspor Migas 4,2 1,7 0,3 88,8 164,0 -60,1 -79,9 84,6

Ekspor Non Migas 652,9 893,8 980,4 8.857,8 6.942,9 36,9 9,7 -21,6

Impor Total (Juta USD) 159,0 279,3 258,8 2.126,7 2.024,6 75,7 -7,3 -4,8

Impor Migas 0,8 10,5 1,2 69,3 19,1 1.222,1 -88,7 -72,5

Impor Non Migas 158,2 268,8 257,6 2.057,3 2.005,5 69,9 -4,2 -2,5 Neraca Perdagangan (Juta USD) 498,1 616,2 722,0 6.819,9 5.082,3 23,7 17,2 -25,5

Migas 3,4 -8,8 -0,9 19,5 145,0 -360,9 -90,3 643,3

Non Migas 494,7 625,0 722,8 6.800,4 4.937,4 26,3 15,7 -27,4 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Neraca perdagangan

Indonesia-India sampai

dengan akhir Triwulan III

tahun 2016 mengalami

surplus.

113

Neraca perdagangan Indonesia-Thailand sampai dengan

akhir triwulan III tahun 2016 mengalami defisit sebesar

USD2.724,2 juta. Hal tersebut disumbangkan oleh defisit

pada neraca perdagangan nonmigas sebesar USD3.261,2

juta yang lebih besar dari surplus neraca perdagangan

migas sebesar USD537,0 juta.

Tabel 48. Neraca Perdagangan Indonesia-Thailand Periode Januari-September Tahun 2016

Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)

Jul-16

Agust-16

Sep-16 Jan-Sept

15 Jan-Sept

16 Agust-16 Sep-16

Jan-Sept 2016

Ekspor Total (Juta USD) 376,7 541,6 466,3 4.286,8 3.955,0 43,8 -13,9 -7,7

Ekspor Migas 67,7 128,5 65,2 743,7 577,9 89,7 -49,3 -22,3

Ekspor Non Migas 309,0 413,1 401,1 3.543,1 3.377,0 33,7 -2,9 -4,7

Impor Total (Juta USD) 596,4 806,3 740,4 6.151,0 6.679,2 35,2 -8,2 8,6

Impor Migas 2,6 13,4 3,8 48,5 40,9 421,9 -71,7 -15,6

Impor Non Migas 593,8 792,8 736,6 6.102,5 6.638,3 33,5 -7,1 8,8

Neraca Perdagangan (Juta USD) -219,6 541,6 -274,1 -1.864,2 -2.724,2 -346,6 21,6 -2.587,7

Migas 65,2 115,1 61,4 695,2 537,0 76,6 -46,6 -22,8

Non Migas -284,8 -379,8 -335,5 -2.559,4 -3.261,2 33,3 -11,7 27,4 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Neraca perdagangan Indonesia-Singapura sampai dengan

akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami defisit yaitu sebesar

USD2.092,1 juta. Defisit ini disumbangkan oleh defisit pada

neraca perdagangan sektor migas sebesar USD3.256,5 juta

yang lebih besar dari surplus neraca perdagangan nonmigas

sebesar USD1.164,3 juta

Tabel 49. Neraca Perdagangan Indonesia-Singapura Bulan Januari-September Tahun 2016

Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)

Jul-16 Agust-16 Sep-16

Jan-Sept 15

Jan-Sept 16

Agust-16

Sep-16

Jan-Sept 2016

Ekspor Total (Juta USD) 748,2 947,7 931,1 9.682,2 8.257,0 26,7 -1,8 -14,7

Ekspor Migas 161,4 196,5 240,0 3.079,1 1.705,8 21,7 22,2 -44,6

Ekspor Non Migas 586,9 751,3 691,1 6.603,1 6.551,1 28,0 -8,0 -0,8

Impor Total (Juta USD) 1.067,9 1.249,5 1.332,6 13.839,6 10.349,1 17,0 6,6 -25,2

Impor Migas 506,6 662,9 714,5 7.197,1 4.962,4 30,8 7,8 -31,1

Impor Non Migas 561,3 586,6 618,0 6.642,5 5.386,8 4,5 5,4 -18,9 Neraca Perdagangan (Juta USD) -319,7 -301,8 -401,4 -4.157,4 -2.092,1 -5,6 33,0 -49,7

Neraca perdagangan

Indonesia-Thailand

sampai dengan akhir

Triwulan III tahun 2016

mengalami defisit.

Neraca perdagangan Indonesia-Singapura sampai dengan akhir Triwulan III tahun 2016 mengalami defisit.

114

Nilai (Juta USD) MtM (%) YoY (%)

Jul-16 Agust-16 Sep-16

Jan-Sept 15

Jan-Sept 16

Agust-16

Sep-16

Jan-Sept 2016

Migas -345,3 -466,4 -474,5 -4.118,0 -3.256,5 35,1 1,7 -20,9

Non Migas 25,6 164,6 73,1 -39,4 1.164,3 543,9 -55,6 -3.055,7 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Neraca Perdagangan Jasa

Sampai dengan triwulan III tahun 2016, neraca

perdagangan jasa mengalami penurunan defisit

dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun

sebelumnya. Defisit neraca perdagangan jasa hingga

triwulan III tahun 2016 sebesar USD4,9 miliar, jauh lebih

rendah dibandingkan defisit pada tahun sebelumnya

yang mencapai USD6,6 miliar. Penurunan defisit hingga

25,9 persen (YoY) didorong oleh menurunnya defisit pada

kelompok jasa transportasi, asuransi dan pensiun, dan

bisnis lainnya. Selain itu, penurunan defisit pada juga

didorong oleh meningkatnya penerimaan pada kelompok

jasa perjalanan, konstruksi, dan jasa pemerintah.

Gambar 38. Neraca Perdagangan Jasa

Sumber: Bank Indonesia

-6228,53-4744,05

-3945,99

1979,85 2494,57

8690,39

-8000

-6000

-4000

-2000

0

2000

4000

6000

8000

10000

Jan-Sept 2014 Jan-Sept 2015 Jan-Sept 2016

Jasa Manufaktur

Jasa Pemeliharaandan Perbaikan

Transportasi

Perjalanan

Jasa Konstruksi

Defisit neraca perdagangan jasa hingga triwulan III tahun 2016 sebesar USD4,9 miliar, jauh lebih rendah dibandingkan defisit pada tahun sebelumnya yang mencapai USD6,6 miliar.

115

Menurunnya defisit jasa transportasi disebabkan karena

rendahnya pembayaran kargo sebagai dampak

menurunnya impor. Lebih lanjut lagi, penerimaan jasa

perjalanan didorong oleh tingginya peningkatan ekspor

dibandingkan dengan peningkatan impor. Di sisi ekspor,

peningkatan didorong oleh tingginya jumlah wisatawan

mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Indonesia.

Sampai dengan triwulan III tahun 2016, jumlah wisman

sebanyak 7,9 juta orang, jauh lebih besar dibandingkan

dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya

sebesar 7,3 juta orang atau meningkat sebesar 8,8 persen

(YoY). Kelompok wisman terbesar berasal dari Tiongkok,

Australia, Singapura, dan Malaysia. Sementara di sisi

impor, peningkatan didorong oleh jumlah wisatawan

nasional (wisnas) yang berpergian ke luar negeri

sebanyak 6,3 juta orang, atau meningkat sebesar 0,2

persen dibandingkan dengan periode yang sama pada

tahun sebelumnya. Peningkatan impor jasa perjalanan

salah satunya didorong oleh pelaksanaan ibadah haji.

Gambar 39. Neraca Perdagangan Jasa Perjalanan dan Transportasi

Sumber: Bank Indonesia

Surplus jasa transportasi meningkat dan defisit jasa transportasi mengalami penurunan.

-10000 -8000 -6000 -4000 -2000 0 2000 4000 6000 8000 10000

Ekspor

Impor

Ekspor

Impor

Ekspor

Impor

Transportasi Perjalanan

116

Neraca Pendapatan

Neraca Pendapatan Primer

Sampai dengan triwulan III tahun 2016, neraca

pendapatan primer tercatat mengalami defisit sebesar

USD23,2 miliar atau mengalami peningkatan defisit

sebesar 8,0 persen (YoY) dibandingkan dengan periode

yang sama pada tahun sebelumnya. Peningkatan

pembayaran pendapatan primer Peningkatan defisit di

triwulan III tahun 2016 disebabkan karena meningkatnya

pembayaran kompensasi tenaga kerja dan investasi.

Tingginya pembayaran pendapatan investasi portofolio

modal ekuitas dan utang (bunga) dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya mendorong melebarnya defisit

pada neraca pendapatan primer. Sementara itu,

pembayaran pendapatan pada investasi langsung dan

investasi lainnya mengalami penurunan. Hal ini

disebabkan oleh pola pembayaran bunga pinjaman luar

negeri yang menurun. Di sisi lain, penerimaan

pendapatan primer hingga triwulan III tahun 2016

meningkat sebesar 3,9 persen (YoY).

Gambar 40. Pendapatan Primer

Sumber: Bank Indonesia

-16000

-14000

-12000

-10000

-8000

-6000

-4000

-2000

0

Jan-Sept 2014 Jan-Sept 2015 Jan-sept 2016

Pendapatan Investasi Langsung Pendapatan Investasi Portofolio

Pendapatan Utang (Bunga)

Neraca pendapatan primer mengalami defisit sebesar USD23,2 miliar atau meningkat sebesar 8,0 persen (YoY) dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

117

Neraca Pendapatan Sekunder

Neraca pendapatan sekunder hingga triwulan III tahun

2016 tercatat surplus sebesar USD3,5 miliar. Namun,

surplus tersebut tidak sebesar tahun sebelumnya pada

periode yang sama yang mencapai USD4,1 miliar.

Penurunan surplus dipengaruhi oleh menurunnya

pengiriman TKI ke beberapa negara penempatan

khususnya di kawasan Timur tengah. Secara historis,

transfer terbesar berasal dari remitansi TKI yang bekerja

di kawasan Timur Tengah.

Gambar 41. Sebaran Tenaga Kerja Indonesia Berdasarkan Kawasan (dalam ribu jiwa)

Sumber: Bank Indonesia

Penurunan penerimaan pendapatan sekunder sejalan

dengan implementasi kebijakan moratorium berdasarkan

Kepmenaker No.260/2015 tentang penghentian dan

pelarangan penempatan TKI pada pengguna

perseorangan di negara-negara kawasan Timur Tengah.

Penurunan surplus pada neraca pendapatan primer juga

disebabkan oleh meningkatnya pembayaran tenaga kerja

asing. Hingga triwulan III tahun 2016, pembayaran tenaga

kerja asing meningkat sebesar 11,0 persen, lebih tinggi

dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun

sebelumnya.

ASEAN; 1990,53

Asia Selain ASEAN; 373,44

Australia dan Oseania; 2,34

Timur Tengah; 1121,82

Afrika; 2,87Amerika; 16,31 Eropa; 8,14

Surplus neraca pendapatan sekunder hingga triwulan III tahun 2016 mengalami penurunan dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya karena menurunnya pengiriman TKI.

Penurunan surplus pada neraca pendapatan primer juga disebabkan oleh meningkatnya pembayaran tenaga kerja asing.

118

Gambar 42. Pendapatan Sekunder

Sumber: Bank Indonesia

NERACA MODAL DAN FINANSIAL

Pada triwulan III tahun 2016 neraca transaksi modal dan

finansial surplus sebesar USD9,4 miliar. Surplus tersebut

jauh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III tahun

2015 yang sebesar USD0,2 miliar dan triwulan II tahun

2016 yang sebesar USD7,5 miliar. Kinerja tersebut

didukung oleh persepsi positif prospek perekonomian

domestik dan meredanya risiko global.

Gambar 43. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan III Tahun 2013 – Triwulan III Tahun 2016 (Miliar USD)

Sumber : Bank Indonesia

-6000 -4000 -2000 0 2000 4000 6000 8000 10000

Pendapatan Sekunder

Penerimaan

Pembayaran

Jan-Sept 2016 Jan-Sept 2015 Jan-Sept 2014

Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3

2013 2014 2015 2016

Investasi Langsung 5,4 0,2 2,0 4,2 5,8 2,7 1,6 4,1 1,8 3,3 2,5 3,0 5,2

Investasi Portofolio 1,5 1,7 8,7 8,0 7,4 1,9 8,5 5,5 -2,2 4,6 4,4 8,3 6,5

Investasi Lainnya -2,1 6,7 -4,1 2,0 1,4 5,0 -5,3 -7,6 0,4 2,1 -2,5 -3,7 -2,3

-8

-4

0

4

8

12

Pada triwulan III tahun 2016 neraca transaksi modal dan finansial surplus sebesar USD9,4 miliar.

119

Pada triwulan III tahun 2016, aliran investasi langsung

surplus sebesar USD5,2 miliar, meningkat signifikan dari

triwulan III tahun 2015 yang sebesar USD1,8 miliar

maupun triwulan sebelumnya yang sebesar USD3,0

miliar. Kinerja tersebut didukung oleh membaiknya

prospek perekonomian domestik dan iklim investasi yang

tercermin dari peningkatan peringkat Ease o f Doing

business (EODB) Indonesia dari 106 menjadi 91. Selain

itu, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank

Indonesia mengindikasikan kegiatan usaha pada triwulan

III 2016 masih tumbuh positif meskipun tidak setinggi

triwulan sebelumnya. Di sisi kewajiban, meningkatnya

surplus tersebut berasal dari penarikan utang korporasi

antarafiliasi sehingga terjadi peningkatan neto arus

masuk modal asing.

Investasi portofolio pada triwulan III tahun 2016 surplus

sebesar USD6,5 miliar, lebih kecil dibandingkan triwulan

sebelumnya yang sebesar USD8,3 miliar. Akan tetapi,

surplus tersebut meningkat signifikan dibandingkan

triwulan III tahun 2015 yang defisit sebesar USD2,2 miliar.

Kinerja tersebut terutama didorong oleh meningkatnya

pembelian SBN Rupiah dan saham oleh investor asing dan

neto arus masuk dari penjualan surat utang asing oleh

penduduk Indonesia. Hal ini dipengaruhi oleh

implementasi Undang-undang Pengampunan Pajak (tax

amnesty) yang berjalan dengan baik.

Pada triwulan III tahun 2016 investasi lainnya mengalami

defisit sebesar USD2,3 miliar, lebih kecil dibandingkan

defisit pada triwulan II tahun 2016 yang sebesar USD3,7

miliar, namun menurun dibandingkan dengan triwulan III

tahun 2015 yang mengalami surplus sebesar USD0,4

miliar. Defisit tersebut dipengaruhi terjadiya neto

penarikan pinjaman luar negeri pemerintah dan

simpanan penduduk Indonesia di luar negeri.

Pada triwulan III tahun 2016, aliran investasi langsung surplus sebesar USD5,2 miliar, meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Investasi portofolio pada triwulan III tahun 2016 meningkat signifikan dibandingkan triwulan III tahun 2015, yaitu surplus sebesar USD6,5 miliar.

Investasi lainnya mengalami defisit sebesar USD2,3 miliar yang dipengaruhi oleh neto penarikan pinjaman luar negeri pemerintah dan simpanan penduduk Indonesia di luar negeri .

120

CADANGAN DEVISA

Cadangan devisa Indonesia pada triwulan III tahun 2016

mencapai sebesar USD115,7 miliar atau setara dengan 8,5

bulan impor. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan

cadangan devisa pada triwulan II tahun 2016 yang sebesar

USD109,8 miliar atau setara dengan 8 bulan impor, dan

triwulan III tahun 2015 yang sebesar USD101,7 miliar atau

setara dengan 6,8 bulan impor.

Cadangan devisa Indonesia pada triwulan III tahun 2016 mencapai sebesar USD115,7 miliar atau setara dengan 8,5 bulan impor.

121

PERKEMBANGAN INVESTASI

122

PERKEMBANGAN INVESTASI

123

PERKEMBANGAN INVESTASI

Isu Terkini Perkembangan Investasi

Indonesia Naik 15 Peringkat di Survei Ease of Doing Business (EoDB) 2017

Berdasarkan hasil survei Ease of Doing Business (EoDB)

2017 Bank Dunia yang diumumkan pada 26 Oktober 2016

lalu, Indonesia berada di peringkat 91 dari 190 negara.

Indonesia mengalami perbaikan yang sangat signifikan

naik 15 peringkat dari tahun sebelumnya yang berada di

peringkat 106. Sebelumnya, pada survei EODB 2015,

Indonesia berada di peringkat 114 naik 8 peringkat

dari posisi 122, kemudian pada laporan EODB 2016,

terjadi penyesuaian peringkat tahun 2015 dimana

Indonesia berada di peringkat 109.

Dalam pengumuman hasil survei EoDB 2017, Bank Dunia

juga menobatkan Indonesia sebagai negara Top

Reformer untuk perbaikan kemudahan berusaha dengan

melakukan reformasi di 7 indikator sekaligus yaitu

starting a business, getting electricity, registering

property, getting credit, paying taxes, trading across

border dan enforcing contracts. Negara lain yang juga

merupakan Top Reformer adalah Kazakhtan juga

memperbaiki tujuh indikator, Uni Emirat Arab, Kenya

dan Georgia melakukan reformasi di lima indikator,

diikuti oleh Pakistan, Serbia dan Bahrain yang

memperbaiki tiga indikator.

Pemerintah telah menyusun paket kebijakan ekonomi

jilid I-XIII yang bertujuan untuk melakukan deregulasi dan

debirokratisasi dengan menyederhanakan prosedur,

percepatan waktu pelayanan perizinan dan pengurangan

biaya serta penataan perizinan melalui pembentukan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan pelayanan

perizinan melalui sistem elektronik (online) serta

penegakan hukum dan kepastian usaha menjadi

instrumen yang efektif dalam mendorong kenaikan

peringkat tersebut. Selain itu, kerjasama seluruh

Berbagai kebijakan deregulasi melalui Paket Ekonomi I-XIII dan kerjasama seluruh Kementerian dan Lembaga terkait berdampak positif pada kenaikan peringkat Indonesia.

Indonesia mengalami perbaikan yang sangat signifikan naik 15 peringkat menjadi peringkat 91 (dari 190 negara) dibanding tahun sebelumnya.

Indonesia sebagai Top Reformer yang berhasil melakukan perbaikan di 7 indikator sekaligus.

124

Kementerian dan Lembaga dalam rangka melakukan

perbaikan kemudahan berusaha juga berdampak positif

pada peningkatan peringkat di 7 indikator tersebut. Sumber: http://www2.bkpm.go.id/images/uploads/file_siaran_pers/Siaran_Pers_BKPM_261016-

Survei_EODB_2017_Bank_Dunia_Umumkan_RI_Teratas_di_Daftar_Top Reformers.pdf

PERKEMBANGAN INVESTASI

Dalam perhitungan PDB sisi pengeluaran, komponen

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) triwulan III

tahun 2016 tumbuh sebesar 4,06 persen (YoY) dibanding

periode yang sama tahun 2015 dan tumbuh sebesar 2,53

persen (QtQ) dibanding triwulan sebelumnya.

Tabel 50. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan III Tahun 2016 (persen)

Q3-2015

(QtQ) Q3-2015

(YoY) Q3-2016

(QtQ) Q3-2016

(YoY) Pertumbuhan PDB 3,36 4,74 3,20 5,02 Pertumbuhan PMTB (YoY)(PDB Konstan) 3,51 4,79 2,53 4,06

a. Bangunan 4,51 6,25 4,15 5,77

b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 3,33 1,51 -0,03 -6,75

c. Kendaraan 9,08 6,80 5,25 -2,78

d. Peralatan Lainnya 6,52 9,90 2,70 4,81

e. Sumber Daya Hayati -3,84 -1,73 -11,55 1,89

f. Produk Kekayaan Intelektual -12,72 -9,80 -3,99 12,69

Share PMTB terhadap PDB (harga berlaku) 32,36 31,98 a. Bangunan 24,42 24,36 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 3,13 2,77 c. Kendaraan 1,48 1,44 d. Peralatan Lainnya 0,51 0,51 e. Sumber Daya Hayati 1,82 1,79 f. Produk Kekayaan Intelektual 1,00 1,10

Sumber: BPS, diolah

Untuk komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik

Bruto/PMTB, pertumbuhan triwulan III tahun 2016 (YoY)

secara lebih detil didorong oleh pertumbuhan Produk

Kekayaan Intelektual sebesar 12,69 persen, Bangunan

sebesar 5,77 persen dan Peralatan Lainnya sebesar 4,81

persen. Adapun sumbangan terbesar dalam komponen

PMTB pada triwulan III tahun 2016 secara detil yaitu pada

Bangunan dengan sumbangan 24,36 persen.

Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto/PMTB pada triwulan III tahun 2016 tumbuh sebesar 4,06 persen (YoY).

125

REALISASI INVESTASI

Tabel 51. Realisasi PMA dan PMDN Tahun 2010- Triwulan III Tahun 2016

TAHUN PMDN PMA Pertumbuhan (YoY)

(Rp Triliun) (USD juta) PMDN PMA

2010 60,6 16.214,8 60,4% 49,9%

2011 76,0 19.474,2 25,4% 20,1%

2012 92,2 24.564,7 21,3% 26,1%

2013 128,2 28.617,5 39,0% 16,5%

2014 156,1 28.529,7 21,8% -0,3%

2015 179,5 29.275,9 14,9% 2,6%

2015-TW III 47,8 7.401,1 15,0% -0,8%

2016-TW III 55,6 7.389,5 16,2% -0,2%

Sumber: BKPM, diolah

Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN) triwulan III tahun 2016 sebesar Rp55,6 triliun,

lebih besar dari realisasi triwulan III tahun 2015, atau

tumbuh sebesar 16,2 persen. Sementara itu, realisasi

Penanaman Modal Asing (PMA) triwulan III 2015 sebesar

USD7.389,5 juta mengalami penurunan dibandingkan

triwulan III tahun 2015, atau mengalami pertumbuhan

negatif sebesar 0,2 persen.

Realisasi Per Sektor

Realisasi PMA pada triwulan III 2016 mengalami

penurunan atau tumbuh negatif sebesar 0,2 persen

dibandingkan periode yang sama pada tahun

sebelumnya. Kenaikan realisasi PMA terjadi di sektor

primer dan sekunder dengan pertumbuhan sebesar 3,8

persen dan 19,9 persen, sedangkan sektor tersier

mengalami penurunan dengan pertumbuhan negatif

sebesar 25,0 persen. Untuk PMDN, kenaikan realisasi

didorong oleh pertumbuhan positif yang terjadi di semua

sektor. Kenaikan tertinggi terjadi di sektor sekunder

dengan pertumbuhan sebesar 23,2 persen, diikuti sektor

tersier dan primer yang mengalami pertumbuhan sebesar

13,7 persen dan 2,8 persen dibandingkan dengan periode

yang sama di tahun sebelumnya. Berdasarkan

sumbangannya, pada triwulan III tahun 2016, sektor

Realisasi investasi untuk PMDN triwulan III tahun 2016 mengalami pertumbuhan positif, sementara PMA mengalami pertumbuhan negatif.

Pertumbuhan YoY tertinggi pada PMA dan PMDN terjadi di sektor sekunder.

126

sekunder adalah pemberi sumbangan terbesar baik untuk

PMA dan PMDN yaitu sebesar 51,0 persen dan 44,5

persen.

Tabel 52. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan III Tahun 2016 Berdasar Sektor

Tahun PMA

Jumlah (USD juta)

PMDN Jumlah (Rp.

Triliun) Primer Sekunder Tersier Primer Sekunder Tersier

2010 3.013,6 3.357,6 9.843,6 16.214,8 12,3 25,5 22,8 60,6

2011 4.870,3 6.779,5 7.824,9 19.474,7 16,3 39,0 20,6 76,0

2012 5.933,1 11.770,0 6.861,7 24.564,7 20,4 49,9 21,9 92,2

2013 6.471,8 17.326,4 6.286,9 30.085,1 25,7 51,2 51,3 128,2

2014 6.991,3 13.019,4 8.519,0 28.529,6 16,5 59,0 80,6 156,1

2015 6.236,4 11.763,1 11.276,5 29.275,9 17,1 89,0 73,4 179,5

2015 TW III 1.481,1 3.145,5 2.774,6 7.401,1 6,6 20,0 21,2 47,8

2016 TW III 1.536,7 3.772,0 2.080,8 7.389,5 6,8 24,7 24,1 55,6

Pertumbuhan (YoY, %) 3,8 19,9 -25,0 -0,2 2,8 23,2 13,7 16,2

Share (%) 20,8 51,0 28,2 100,0 12,3 44,5 43,3 100,0

Sumber: BKPM, diolah

Berdasarkan sektor/bidang usaha, pada triwulan III tahun

2016, lima sektor yang memberikan kontribusi terbesar

terhadap total realisasi PMA secara berurutan adalah

sektor Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin, dan

Elektronik dengan persentase 16,7 persen, Pertambangan

10,3 persen, Perumahan, Kawasan Industri dan

Perkantoran 9,9 persen, Tanaman Pangan dan

Perkebunan 9,4 persen dan Industri Alat Angkutan dan

Transportasi Lainnya 9,3 persen. Untuk PMDN, kontribusi

terbesar berasal dari Transportasi, Gudang, dan

Telekomunikasi sebesar 21,7 persen, Industri Kimia Dasar,

Barang Kimia, dan Farmasi sebesar 14,7 persen, Industri

Makanan 13,3 persen, Perumahan, Kawasan Industri dan

Perkantoran 9,1 persen dan Tanaman Pangan &

Perkebunan 8,5 persen.

Sektor dengan persentase realisasi terbesar untuk PMA adalah Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin, dan Elektronik dan untuk PMDN adalah sektor Transportasi, Gudang, dan Telekomunikasi.

127

Tabel 53. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2016 PMA PMDN

Sektor/Bidang Usaha USD juta % Terhadap

total Sektor/Bidang Usaha

Rp. Triliun

% Terhadap total

1

Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin, dan Elektronik 1.231,41 16,7 1

Transportasi, Gudang, dan Telekomunikasi 12,04 21,7

2 Pertambangan 764,06 10,3 2

Industri Kimia Dasar, Barang Kimia, dan Farmasi 8,15 14,7

3 Perumahan, Kawasan Industri & Perkantoran 730,02 9,9 3 Industri Makanan 7,37 13,3

4 Tanaman Pangan dan Perkebunan 694,39 9,4 4

Perumahan, Kawasan Industri, dan Perkantoran 5,04 9,1

5 Industri Alat Angkutan dan Transportasi Lainnya 688,41 9,3 5

Tanaman Pangan & Perkebunan 4,71 8,5

Gabungan lainnya 3.281,19 44,4 Gabungan lainnya 18,27 32,9 Jumlah / Total 7.389,48 100,0 Jumlah / Total 55,58 100,0

Sumber: BKPM, diolah

Realisasi Per Lokasi

Berdasarkan lokasi, realisasi PMDN mengalami

pertumbuhan positif sebesar 16,2 persen dibandingkan

periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan

realisasi PMDN terbesar terjadi di Kalimantan dengan

pertumbuhan sebesar 73,2 persen diikuti Jawa sebesar

28,8 persen. Sementara itu, Papua, Bali & Nusa Tenggara,

dan Sulawesi mengalami penurunan dibandingkan

dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Berdasarkan kontribusinya, Jawa, Sumatera, dan

Kalimantan memberikan sumbangan terbesar pada

triwulan III tahun 2016 yaitu 63,8 persen, 19,6 persen dan

13,6 persen.

Tabel 54. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan III 2016 Berdasarkan Lokasi (Rp Triliun)

Tahun Lokasi

Total Sumatera Jawa

Bali & NT

Kalimantan Sulawesi Maluku Papua

2010 4,2 35,1 2,1 14,6 4,3 0,0 0,2 60,6 2011 16,3 37,2 0,4 13,5 7,2 0,0 1,4 76,0 2012 14,3 52,7 3,2 16,7 4,9 0,3 0,1 92,2 2013 22,9 66,5 4,4 28,7 3,6 1,1 0,9 128,2 2014 29,6 97,1 0,5 21,4 7,1 0,2 0,3 156,1

Pada triwulan III tahun

2016, pertumbuhan YoY

realisasi PMDN terbesar

terjadi di Kalimantan.

128

Tahun Lokasi

Total Sumatera Jawa

Bali & NT

Kalimantan Sulawesi Maluku Papua

2015 37,8 103,8 2,9 20,0 13,7 0,0 1,3 179,5 2015 TW III 10,5 27,5 1,1 4,4 3,5 0,0 0,9 47,8 2016 TW III 10,9 35,5 0,4 7,5 1,3 0,0 0,0 55,6

Pertumbuhan (YoY, %) 4,0 28,8 -68,2 73,2 -62,4 0,0 -96,8 16,2 Share (%) 19,6 63,8 0,6 13,6 2,4 0,0 0,0 100,0

Sumber: BKPM, diolah

Realisasi PMA triwulan III tahun 2016 dibanding periode

yang sama tahun sebelumnya mengalami penurunan

dengan pertumbuhan negatif sebesar 0,2 persen.

Pertumbuhan negatif terjadi di Papua, Bali & Nusa

Tenggara, dan Kalimantan, sementara wilayah lainnya

mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan positif

tertinggi terjadi di Sulawesi sebesar 411,6 persen. Secara

sumbangan, pada triwulan III tahun 2016 pulau Jawa,

Sumatera, dan Kalimantan memberikan sumbangan

terbesar yaitu 52,3 persen, 13,8 persen dan 13,6 persen.

Tabel 55. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan III 2016 Berdasarkan Lokasi (USD Milyar)

Tahun Lokasi

Total Sumatera Jawa

Bali & NT

Kalimantan Sulawesi Maluku Papua

2010 4,2 35,1 2,1 14,6 4,3 0,0 0,2 60,6

2011 16,3 37,2 0,4 13,5 7,2 0,0 1,4 76,0

2012 14,3 52,7 3,2 16,7 4,9 0,3 0,1 92,2

2013 22,9 66,5 4,4 28,7 3,6 1,1 0,9 128,2

2014 29,6 97,1 0,5 21,4 7,1 0,2 0,3 156,1

2015 37,8 103,8 2,9 20,0 13,7 0,0 1,3 179,5

2015 TW III 0,9 3,8 0,4 1,7 0,2 0,2 0,3 7,4

2016 TW III 1,0 3,9 0,2 1,0 1,0 0,2 0,1 7,4

Pertumbuhan (YoY, %) 18,7 2,1 -54,3 -42,1 411,6 35,5 -62,3 -0,2

Share (%) 13,8 52,3 2,5 13,6 13,5 3,0 1,3 100,0

Sumber: BKPM, diolah

Berdasar lokasi menurut provinsi, pada triwulan III tahun

2016 untuk PMA, empat dari lima besar lokasi investasi

yang diminati terletak di Pulau Jawa. Keempat lokasi

tersebut adalah Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan

Banten, dengan kontribusi realisasi PMA terbesar yaitu

Jawa Barat sebesar 21,1 persen.

Pada triwulan III tahun

2016, pertumbuhan YoY

realisasi PMA terbesar

terjadi di Sulawesi.

Pulau Jawa merupakan

lokasi PMDN dan PMA yang

paling diminati.

129

Tabel 56. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2016

PMA PMDN

Lokasi (Provinsi) USD Juta % Thd Total Lokasi (Provinsi) Rp.

Triliun % Thd Total

Jawa Barat 1.556,44 21,1 Jawa Timur 14,0 25,2

Jawa Timur 644,01 8,7 Jawa Barat 7,4 13,2

DKI Jakarta 643,39 8,7 Banten 7,1 12,7

Banten 613,84 8,3 DKI Jakarta 3,8 6,9

Kalimantan Timur 586,13 7,9 Sumatera Selatan 3,6 6,4

Gabung lainnya 3.345,67 45,3 Gabung lainnya 19,8 35,5

Jumlah 7.389,48 100,0 Jumlah 55,6 100,0

Sumber: BKPM, diolah

Untuk PMDN, lima lokasi dengan realisasi paling besar

berturut-turut adalah Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, DKI

Jakarta, dan Sumatera Selatan dengan sumbangan terbesar

berasal dari Jawa Timur sebesar 25,2 persen dari total

realisasi PMDN. Selanjutnya Sumatera Selatan memberikan

sumbangan terbesar kelima yaitu sebesar 6,4 persen dari

total realisasi PMDN.

Realisasi per Negara

Tabel 57. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan III Tahun 2016

Negara Juta USD %Terhadap Total

Singapura 2.233,1 30,2

Jepang 1.601,3 21,7

R. R. Tiongkok 575,5 7,8

British Virgin Island 515,6 7,0

Belanda 465,4 6,3

Gabung Lainnya 1.998,6 27,0

Jumlah 7.389,5 100,0

Sumber: BKPM, diolah

Pada triwulan III tahun 2016, tiga negara asal investasi PMA

paling besar berasal dari Asia yaitu Singapura dengan nilai

investasi sebesar USD2.233,1 juta atau 30,2 persen dari total

realisasi PMA, Jepang dengan nilai investasi sebesar

USD1.601,3 juta (21,7 persen), dan R.R. Tiongkok dengan nilai

investasi sebesar USD575,5 juta (7,8 persen). Selanjutnya

negara asal realisasi PMA terbesar keempat dan kelima adalah

British Virgin Island dengan nilai investasi sebesar USD515,6

juta (7,0 persen) dan Belanda dengan nilai investasi sebesar

USD 465,4 juta atau 6,3 persen dari total PMA.

Singapura merupakan Negara asal investasi PMA terbesar pada triwulan III tahun 2016

130

131

PERKEMBANGAN MONETER DAN KEUANGAN

132

PERKEMBANGAN MONETER DAN KEUANGAN

133

PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER

Tingkat Inflasi

Tingkat inflasi mengalami penurunan jika dibandingkan

dengan akhir triwulan sebelumnya secara tahunan (YoY),

dimana hingga akhir triwulan III tahun 2016 tercatat 3,07

persen (YoY) dengan IHK 125,4. Selanjutnya, penurunan

inflasi secara bulanan terutama karena terkendalinya

harga bahan makanan seiring dengan semakin terjaganya

distribusi akan pasokan bahan makanan. Inflasi tahunan

(YoY) Indonesia pada bulan Juli-September 2016 masing-

masing sebesar 3,21 persen, 2,79 persen, dan 3,07

persen. Selama triwulan III tahun 2016, secara bulanan

(MtM), Indonesia mengalami inflasi pada bulan Juli dan

September masing-masing sebesar 0,69 persen dan 0,22

persen (Tabel 58). Sementara itu, pada bulan Agustus

mengalami deflasi bulanan 0,02 persen.Inflasi pada

Agustus merupakan inflasi terendah dibandingkan tahun-

tahun sebelumnya, baik secara YoY, MtM, maupun YtD.

Tabel 58. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan III- 2016

Persentase (%)

Juli Agustus September

Year-on-Year 3,21 2,79 3,07

Month-to-month 0,69 -0,02 0,22

Tahun kalender 1,76 1,74 1,97

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali

Berdasarkan komponennya, secara tahunan (YoY), inflasi

terendah selama Juli-September tahun 2016 dimiliki oleh

komponen inflasi harga diatur Pemerintah (administered

price). Adapun inflasi inti mengalami pergerakan yang

cukup stabil di triwulan III tahun 2016. Sementara itu,

inflasi harga bergejolak (volatile food) juga cenderung

menurun namun masih dalam tingkat inflasi yang tinggi

dibandingkan komponen inflasi lainnya secara YoY.

Berbeda halnya secara tahunan, komponen inflasi harga

bergejolak mengalami deflasi pada bulan Agustus dan

September pasca peningkatan harga bahan makanan

pada Hari Raya Idul Fitri di bulan Juli 2016.

Secara YoY, pergerakan inflasi pada triwulan III tahun 2016 menurun dan terkendali pada kisaran 4±1 persen.

Terkendalinya inflasi tahunan didorong oleh rendahnya ketiga komponen inflasi, yaitu inflasi inti,harga pangan bergejolak (volatile food) dan administered price.

134

Tabel 59. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen

Komponen YoY MtM

Juli Agustus September Juli Agustus September

Inti 3,49 3,32 3,21 0,34 0,36 0,33

Bergejolak 7,14 5,28 6,51 1,2 -0,8 -0,09

Diatur pemerintah -0,85 -0,91 -0,38 1,32 -0,52 0,14

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali

Selama triwulan III tahun 2016, sumbangan deflasi

berdasarkan komponen paling banyak terjadi pada bulan

Agustus 2016, yaitu pada komponen harga bergejolak

dengan sumbangan deflasi sebesar 0,14 persen dan harga

diatur pemerintah dengan sumbangan deflasi sebesar 0,1

persen (Tabel 59). Sementara itu, inflasi inti masih stabil

selama Juli-September 2016 masing-masing sebesar 0,26

persen, 0,22 persen, dan 0,15 persen.

Tabel 60. Inflasi berdasarkan Sumbangan (Share) Triwulan III-2016

Komponen Persentase (%)

Juli Agustus September

UMUM (headline) 0,69 -0,02 0,22

Inti 0,26 0,22 0,15

Bergejolak 0,23 -0,14 0,07

Diatur Pemerintah 0,2 -0,1 0

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali

Pada bulan Juli 2016, seluruh kelompok pengeluaran

menyumbangkan inflasi seiring dengan perayaan Hari

Raya Idul Fitri. Pada bulan Agustus 2016, terdapat dua

kelompok pengeluaran yang menyumbangkan deflasi,

yaitu transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan; serta

bahan makanan. Pada bulan September 2016 kelompok

pengeluaran yang mengalami deflasi adalah transportasi,

komunikasi, dan jasa keuangan (Tabel 61). Secara

keseluruhan, inflasi cukup terkendali selama triwulan III

tahun 2016. Pada akhir triwulan III tahun 2016, inflasi

tertinggi disumbang oleh kelompok pengeluaran

perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar, dengan

Share inflasi harga bergejolak dan harga diatur pemerintah terhadap inflasi bulanan cenderung menurun selama Juli-September 2016.

Ketujuh kelompok pengeluaran menyumbangkan inflasi terhadap pembentukan inflasi bulanan Juli tahun 2016 seiring perayaan Hari Raya Idul Fitri.

135

sumbangan inflasi terhadap inflasi bulanan sebesar 0,07

persen

Tabel 61. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan Inflasi Bulanan

Kelompok Pengeluaran persentase (%)

Juli Agustus September

UMUM (headline) 0,69 -0,02 0,22

Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 0.22 -0,19 0,04

Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga 0,04 0,09 0,04

Kesehatan 0,02 0,02 0,01

Sandang 0,03 0,03 0,01

Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar 0,06 0,1 0,07

Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau

0,09 0,06 0,06

Bahan Makanan 0,23 -0,13 -0,01

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali

Berdasarkan pulau, penyebaran inflasi tahunan (YoY) dan

bulanan (MtM) yang cukup rendah, dialami oleh

kabupaten/ kota IHK yang berada di Pulau Jawa. Inflasi

YoY dan MtM tertinggi selama Juli-September 2016

masing-masing terjadi di Pulau Sumatera dan Papua, yaitu

di kota Tanjung Pandan, Manokwari, dan Sibolga

(Lampiran 1).Peningkatan inflasi tersebut mayoritas

disebabkan oleh kelompok bahan makanan, terutama

komoditas cabai.

Rendahnya tingkat inflasi yang terjadi pada mayoritas

kabupaten/ kota IHK di Pulau Jawa terutama disebabkan

oleh dukungan infrastruktur yang lebih memadai

dibandingkan kawasan di luar Pulau Jawa. Keberadaan

infrastruktur yang mendukung kelancaran alur distribusi

barang sangat penting dalam menekan tingkat inflasi di

suatu daerah. Fasilitas infrastruktur mempermudah jalur

perdagangan barang sehingga mempercepat jalur

distribusi dan meminimalkan biaya distribusi barang

terutama bahan makanan dengan karakteristiknya yang

tidak tahan lama.

Selama triwulan III tahun 2016,secara YoY, penyebaran tingkat inflasi kabupaten/ kota IHK di Pulau Jawa cukup rendah dibandingkan inflasi di pulau dan kawasan lainnya.

136

Nilai Tukar Rupiah

REER dan NEER ASEAN

Gambar 44. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100)

Sumber: Bank for International Settlements

Secara riil maupun nominal, nilai tukar Rupiah relatif lebih

rendah dibandingkan negara sekawasan, namun

menunjukkan sedikit peningkatan memasuki akhir tahun

2015 (lihat Gambar 44 dan 45). Pada akhir triwulan III

tahun 2016, nilai REER Indonesia mencapai 92,49. Sejak

akhir tahun 2015, nilai REER Indonesia secara rata-rata

selalu berada diatas nilai REER Malaysia. Sementara itu,

pada akhir September 2016, nilai REER negara kawasan

ASEAN tertinggi dimiliki oleh Filipina sebesar 110,98,

disusul Singapura dan Thailand masing-masing 109,74

dan 99,68.

Gambar 45. Nominal Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100)

Sumber: Bank for International Settlements

80

90

100

110

120

INDONESIA THAILAND MALAYSIA FILIPINA SINGAPURA

70

80

90

100

110

INDONESIA THAILAND MALAYSIA FILIPINA SINGAPURA

Nilai tukar riil dan nominal Rupiah (REER dan NEER) tergolong rendah dibandingkan mata uang negara sekawasan.

137

Pergerakan nilai tukar selama triwulan III tahun 2016

menunjukkan kondisi positif. Rupiah menguat terhadap

USD sebesar 1,4 persen dibandingkan triwulan

sebelumnya (Lampiran 3). Pada akhir September 2016,

posisi nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar Rp13.042

per USD. Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap USD

selama triwulan III tahun 2016 sebesar Rp13.136 per USD

(Lampiran 3). Penguatan nilai tukar Rupiah ini didukung

arus dana asing ke dalam negeri dan program

pengampunan pajak (tax amnesty).

Jumlah Uang Beredar

Uang beredar dalam arti luas (M2) pada akhir triwulan III

tahun 2016 sebesar Rp 4.737,3 triliun, tumbuh melambat

5,1 persen (YoY) dibandingkan pertumbuhan pada akhir

triwulan II tahun 2016 yang tumbuh sebesar 8,7 persen

(YoY) (Gambar 46). Perlambatan tersebut bersumber dari

seluruh komponen M2, yaitu M1, uang kuasi, dan surat

berharga selain saham. Jika dilihat berdasarkan faktor

yang mempengaruhi, perlambatan pertumbuhan uang

beredar terutama disebabkan oleh perlambatan

pertumbuhan kredit perbankan dan kontraksi operasi

keuangan pemerintah pusat. Kontraksi operasi

keuanganterlihat dari meningkatnya simpanan

Pemerintah Pusat di BI sejalan dengan penerimaan dana

tebusan tax amnesty. Gambar 46. Pertumbuhan Uang Beredar Triwulan III-2016

Sumber: Bank Indonesia

8,69% 8,17%7,74%

5,10%

13,93%

10,91% 10,64%

5,90%

7,07% 7,46%6,94% 5%

-4,00%

1,00%

6,00%

11,00%

16,00%

-

2.000

4.000

6.000

Jun Jul Agu SepM2 (triliun Rp) M1 (triliun Rp)

Uang Kuasi (triliun Rp) Pertumbuhan M2, %YoY

Pertumbuhan M1, %YoY Pertumbuhan Uang Kuasi, %YoY

Selama triwulan III tahun 2016, nilai tukar Rupiah terhadap USD menguat 1,4 persen dibandingkan triwulan sebelumnya.

Pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) pada akhir triwulan III tahun 2016 menurun menjadi 5,1 persen (YoY).

138

Respon Kebijakan Moneter

Berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan

Agustus 2016, Bank Indonesia telah efektif mereformulasi

suku bunga kebijakan (BI Rate) menjadi BI 7-day reverse

repo rate. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan

efektivitas transmisi kebijakan moneter, khususnya dalam

jangka pendek. Perubahan suku bunga kebijakan tidak

mengartikan bahwa akan terjadi suatu perubahan stance

policy pada moneter, melainkan memberlakukan tenor

yang lebih pendek (7 hari) untuk menguatkan operasi

moneter. Sosialisasi kebijakan BI 7-day reverse repo rate

telah dilakukan secara intensif pada setiap RDG BI dimana

pada Agustus 2016 BI 7-day reverse repo rate ditetapkan

sebesar 5,25 persen yang juga diiringi seiring dengan

penurunan suku bunga acuan tenor 12 bulan (atau dahulu

disebut sebagai BI rate).

Pada bulan September 2016, BI kembali menurunkan BI 7

day reverse repo sebesar 25 basis poin menjadi 5,0

persen. Keputusan ini didasarkan pada ruang pelonggaran

moneter yang semakin terbuka seiring dengan terus

menurunnya tekanan inflasi dan diharapkan dapat

memperkuat pelonggaran kebijakan makroprudensial

dan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) yang telah

dilakukan sebelumnya dalam rangka menstimulus

pertumbuhan ekonomi.

Tabel 62. Struktur Suku Bunga Operasi Moneter Bank Indonesia

Juli

Tenor 7 hari 2 minggu 1 bulan 3 bulan 6 bulan 9 bulan 12 bulan

Term Structure Operasi Moneter

5,25% 5,45% 5,70% 6,10% 6,30% 6,40% 6,50%

Agustus

Term Structure Operasi Moneter

5,25% 5,45% 5,70% 6,10% 6,30% 6,40% 6,50%

September

Bank Indonesia telah secara efektif mengimplementasikan reformulasi suku bunga BI 7-day (reverse) repo rate.

139

Juli

Tenor 7 hari 2 minggu 1 bulan 3 bulan 6 bulan 9 bulan 12 bulan

Term Structure Operasi Moneter

5,00% 5,20% 5,45% 6,10% 6,30% 6,15% 6,25%

Sumber: Bank Indonesia.

Ada tiga hal yang perlu dicermati terkait respon kebijakan

dalam meredam fluktuasi nilai tukar rupiah, yaitu: (i)

Mempercepat realisasi pembangunan infrastruktur. Di

tengah pelemahan konsumsi dan net-ekspor, kunci

peningkatan pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan

fiskal pemerintah. Pemerintah perlu menerapkan

kebijakan fiskal countercyclical. Pertumbuhan yang tinggi

dan membaiknya fundamental perekonomian Indonesia

merupakan kunci untuk menarik kembali kepercayaan

investor dan membangun persepsi positif pasar, sehingga

sudden capital outflow dapat dihindari; (ii) Meningkatkan

ekspor produk manufaktur, prioritas impor untuk barang

modal yang sifatnya produktif. Current Account Deficit

(CAD) yang sehat merupakan syarat bagi rupiah untuk

kembali menggeliat. Namun, pemerintah jangan terlena

dengan CAD yang membaik, tanpa melihat komposisi

didalamnya. Peningkatan ekspor harus menjadi modal

utama perbaikan CAD. Sementara impor dapat

diprioritaskan untuk membeli barang modal terutama

yang mendukung pembangunan infrastruktur; (iii)

Manajemen ekspektasi. Meningkatkan kualitas

komunikasi publik untuk menciptakan optimisme dan

mengurangi rasa panik di masyarakat. Hal ini bisa

dilakukan dengan menyampaikan capaian yang sudah

dilakukan pemerintah secara berkala, terutama terkait

dengan proyek-proyek besar.

Di bidang moneter, Pemerintah tetap siaga memantau fundamental ekonomi.

140

Koordinasi kebijakan antara Pemerintah dan Bank

Indonesia akan terus diintensifkan untuk menjaga

stabilitas makroekonomi. Ke depan, kebijakan moneter

tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas makroekonomi

dan stabilitas sistem keuangan melalui penguatan bauran

kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan

sistem pembayaran. Kebijakan moneter akan tetap

secara konsisten diarahkan untuk mengendalikan inflasi

menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke

tingkat yang lebih sehat.

SEKTOR PERBANKAN

Gambar 47. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia

Sumber: Bank Indonesia

Catatan : Angka triwulan III merupakan angka bulan Agustus 2016

Pada triwulan III 2016 stabilitas sistem keuangan tetap

terjaga, diiringi dengan risiko kredit yang terkendali. Rasio

kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) pada

bulan Agustus 2016 adalah sebesar 23,26 persen, atau

mengalami peningkatan sebesar 2,5 persen dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya (QtQ).

Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL)

mengalami peningkatan dari 3,05 persen pada triwulan II

menjadi 3,20 persen pada triwulan III 2016. Namun angka

tersebut masih berada di dalam batas wajar, yaitu

80,00

82,00

84,00

86,00

88,00

90,00

92,00

94,00

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

Q1

:20

13

Q2

:20

13

Q3

:20

13

Q4

:20

13

Q1

:20

14

Q2

:20

14

Q3

:20

14

Q4

:20

14

Q1

:20

15

Q2

:20

15

Q3

:20

15

Q4

:20

15

Q1

:20

16

Q2

:20

16CA

R, N

PL

(pe

rse

n)

LDR CAR NPL

LDR

(per

sen

)

Stabilitas sistem keuangan

tetap terjaga, diiringi

dengan risiko kredit yang

terkendali.

Koordinasi kebijakan antara Pemerintah dan Bank Indonesia akan terus diintensifkan.

141

dibawah 5 persen. Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami

sedikit penurunan yaitu sebesar 1,2 persen dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya (QtQ) menjadi 90,04 persen.

Gambar 48. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Catatan : Angka triwulan II merupakan angka bulan Agustus 2016

Dana Pihak Ketiga (DPK) dan kredit perbankan tetap

tumbuh, walaupun masih mengalami perlambatan. DPK

pada triwulan III tahun 2016 tercatat sebesar 4.610 triliun

atau tumbuh sebesar 5,58 persen dibandingkan dengan

tahun sebelumnya (YoY). Jumlah kredit tercatat sebesar

4.177 triliun rupiah. Jumlah tersebut mengalami

pertumbuhan sebesar 6,65 persen dibanding tahun

sebelumnya (YoY).

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

5.000

Q1

:20

13

Q2

:20

13

Q3

:20

13

Q4

:20

13

Q1

:20

14

Q2

:20

14

Q3

:20

14

Q4

:20

14

Q1

:20

15

Q2

:20

15

Q3

:20

15

Q4

:20

15

Q1

:20

16

Q2

:20

16

DPK Kredit Pertumbuhan DPK (yoy) Pertumbuhan Kredit (yoy)

DP

K, K

red

it (

trili

un

Rp

)

Per

tum

bu

han

(%)

Dana Pihak Ketiga (DPK) dan kredit perbankan tetap tumbuh walaupun masih mengalami perlambatan.

142

Gambar 49. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Catatan : Angka triwulan III merupakan angka bulan Agustus 2016

Pada triwulan III 2016, Kredit Konsumsi (KK) mengalami

pertumbuhan yang cukup signifikan dibandingkan dengan

tahun sebelumnya, yaitu mencapai 8,23 persen.

Di sisi lain, Kredit Investasi (KI) dan Kredit Modal Kerja

(KMK) tetap tumbuh, walaupun mengalami perlambatan.

Pertumbuhan Kredit Investasi tercatat sebesar 9,38

persen dan pertumbuhan Kredit Modal Kerja (KMK)

tercatat sebesar 4,67 persen.

Kredit Usaha Rakyat

Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sempat terhenti di

awal tahun 2015 dan mulai disalurkan kembali pada bulan

Agustus 2015. Total penyaluran KUR di tahun 2015 adalah

sebesar 22 trilyun, dengan target penyaluran sebesar 33

trilyun. Untuk tahun 2016, target penyaluran KUR adalah

sebesar 100 trilyun, jumlah ini tiga kali lebih besar

daripada target penyaluran di tahun sebelumnya.

Penyaluran KUR di akhir Oktober 2016 mencapai 80,22 T

atau 80,22% dari target. Jumlah debitur KUR pada periode

yang sama yaitu mencapai 3,68 juta debitur. Sebagian

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

40,00

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

Q1

:20

13

Q2

: 2

01

3

Q3

:20

13

Q4

:20

13

Q1

:20

14

Q2

:20

14

Q3

:20

14

Q4

:20

14

Q1

:20

15

Q2

:20

15

Q3

:20

15

Q4

:20

15

Q1

:20

16

Q2

:20

16

KI (3.9) KMK (3.9) KK (3.9)Pertumbuhan KI Pertumbuhan KMK Pertumbuhan KK

KK

, KI,

KM

K (

trili

un

Rp

)

Pe

rtu

mb

uh

an(p

erse

n)

Pada triwulan III 2016,

Kredit Konsumsi (KK)

mengalami pertumbuhan

yang cukup signifikan

Target penyaluran KUR di tahun 2016 tiga kali lebih besar dari target penyaluran pada tahun 2015. Penyaluran KUR di akhir Oktober 2016 mencapai 80,22% dari target.

143

besar KUR disalurkan untuk UMKM dan koperasi di sektor

perdagangan (67.31% volume KUR) dan pertanian

(16.36% volume KUR). Berdasarkan sebaran wilayahnya

penyaluran KUR masih terkonsentrasi di pulau Jawa dan

Sumatera.

SEKTOR PERBANKAN SYARIAH

Gambar 50. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Catatan : Angka triwulan III merupakan angka bulan Agustus 2016

Ketahanan sektor perbankan syariah tercermin dalam

rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR)

yang masih tetap stabil diiringi dengan risiko pembiayaan

yang terkendali. Pada triwulan ke III 2016, rasio

kecukupan modal/CAR relatif stabil yaitu sebesar 14,87

persen. Financing to Deposit Ratio (FDR) mengalami

penurunan sebesar -3,29 persen (YoY) dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya menjadi 87,53 persen.

Sedangkan, rasio pembiayaan bermasalah (Non

Performing Financing/NPF) mengalami penurunan yaitu

sebesar 4,94 persen.

-20,00

-15,00

-10,00

-5,00

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

Pe

rtu

mb

uh

an (

%)

CA

R, N

PF,

FD

R (

%)

CAR NPF FDR

Pertumbuhan CAR Pertumbuhan NPF Pertumbuhan FDR

Ketahanan sektor perbankan syariah tetap terjaga diiringi dengan resiko pembiayaan yang terkendali.

144

Gambar 51. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan di Indonesia

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Catatan : Angka triwulan III merupakan angka bulan Agustus 2016

Dana Pihak Ketiga (DPK) dan pembiayaan perbankan

syariah pada triwulan III tetap tumbuh walaupun

mengalami perlambatan. Pada triwulan III DPK tercatat

sebesar Rp 244.843 miliar atau tumbuh sebesar 11,64

persen (YoY) dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Jumlah pembiayaan pada triwulan III mengalami

penurunan sedikit dibandingkan dengan jumlah

pembiayaan pada tahun sebelumnya. Pada triwulan III,

jumlah pembiayaan tercatat sebesar Rp 220.452 miliar

atau tumbuh sebesar 5,91 persen (YoY).

0

10

20

30

40

50

60

0

50000

100000

150000

200000

250000

300000

DPK Pembiayaan

Pertumbuhan DPK (yoy) Pertumbuhan Pembiayaan (yoy)

Dana Pihak Ketiga (DPK) dan pembiayaan perbankan syariah tetap tumbuh walaupun masih mengalami perlambatan.

145

Gambar 52. Perkembangan Pembiayaan Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Catatan : Angka triwulan III merupakan angka bulan Agustus 2016

Pada triwulan III 2016, pertumbuhan Pembiayaan

Konsumsi (PK) mengalami peningkatan yang signifikan

dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun

sebelumnya. Jumlah Pembiayaan Konsumsi (PK) adalah

sebesar Rp 85.739 miliar dengan pertumbuhan sebesar

7,77 persen (YoY). Disisi lain, jumlah Pembiayaan

Investasi (PI) dan jumlah Pembiayaan Modal Kerja (PMK)

tidak jauh berbeda dengan triwulan sebelumnya.

Pembiayaan Investasi tercatat sebesar Rp 55.654 miliar

dengan pertumbuhan sebesar 17,11 persen (YoY) dan

Pembiayaan Modal Kerja (PMK) berjumlah Rp 79.060

miliar dengan pertumbuhan sebesar -2,47 persen (YoY).

-10

0

10

20

30

40

50

60

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

70000

80000

90000

100000

PI PMK PK

Pertumbuhan PI Pertumbuhan PMK Pertumbuhan PK

Pembiayaan Konsumsi (PK) mengalami pertumbuhan yang signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun sebelumnya.

146

LAMPIRAN

1. INFLASI DOMESTIK KABUPATEN/KOTA 2. NILAI TUKAR MATA UANG 3. INDEKS HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL 4. HARGA BAHAN POKOK NASIONAL

147

Lampiran 1: Inflasi Kabupaten/Kota

Gambar 53. Inflasi YoY 82 Kabupaten/ Kota Juli-September 2016

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali

Sumatera

Jawa

Bali

Nusa Tenggara

Kalimantan

Sulawesi

Maluku

Papua

148

Lampiran 2: Inflasi Kabupaten/Kota

Gambar 54. Inflasi MtM 82 Kabupaten/ Kota Juli-September 2016

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali

149

Lampiran 3 : Nilai Tukar Mata Uang

Tabel 63. Nilai Tukar Mata Uang per USD

Negara Juli2016 Agustus2016 September2016

Rata-rataTriwulanan

QtQ (%) PAB

MTM(%) YTD (%)

YOY (%)

PAB MTM (%)

YTD (%)

YOY (%)

PAB MTM

(%) YTD (%)

YOY (%)

Rupiah 13,112.0 0.7 5.5 3.3 13,270.0 -1.2 4.2 6.0 13042.0 1.7 6.0 12.4 13,136.8 1.4

LiraTurki 3.0 -3.7 -2.3 -7.3 3.0 1.0 -1.2 -1.5 3.0 -1.4 -2.6 0.9 3.0 -2.3

RandAfrikaSelatan 13.9 6.1 12.1 -8.6 14.7 -5.8 5.6 -9.9 13.7 7.4 13.4 1.0 14.1 6.4

BRIC

RealBrazil 3.2 -1.1 21.9 5.3 3.2 0.7 22.8 12.2 3.3 -1.1 21.4 21.0 3.2 8.1

RubelRusia 65.9 -3.1 10.0 -6.4 65.4 0.8 10.9 -1.8 62.9 4.0 15.3 3.9 64.6 2.0

RupeeIndia 67.0 0.8 -1.3 -4.3 67.0 0.0 -1.2 -0.7 66.6 0.5 -0.7 -1.5 67.0 -0.1

YuanCina 6.6 0.2 -2.1 -6.4 6.7 -0.7 -2.8 -4.5 6.7 0.1 -2.7 -4.7 6.7 -2.0

ASEAN-6

DolarSingapura 1.3 0.6 5.4 2.4 1.4 -1.7 3.7 3.6 1.4 -0.1 3.6 4.3 1.4 0.5

RinggitMalaysia 4.1 -0.9 5.6 -5.8 4.1 -0.0 5.6 3.1 4.1 -1.7 3.7 6.2 4.0 -1.0

BahtThailand 34.8 1.0 3.6 0.6 34.6 0.4 4.1 3.5 34.6 0.1 4.2 5.1 34.8 1.2

PesoFilipina 47.2 0.0 -0.5 -3.0 46.6 1.2 0.7 0.5 48.5 -3.9 -3.2 -3.6 47.1 -1.1

KyatMyanmar 1,187.5 -1.0 10.1 4.0 1,213.0 -2.1 7.8 5.2 1263.5 -4.0 3.5 1.9 1,199.9 -1.4

Negara Maju

Euro 0.9 0.6 2.9 1.7 0.9 -0.1 2.8 -0.5 0.9 0.7 3.5 0.5 0.9 -1.2

Poundsterling 0.8 -0.6 -10.5 -15.3 0.8 -0.7 -11.1 -14.4 0.8 -1.2 -12.2 -14.2 0.8 -8.5

YenJepang 102.1 1.1 18.1 21.4 103.4 -1.3 16.6 17.2 101.4 2.1 18.9 18.3 102.4 5.5

WonKoreaSelatan 1,120.2 2.8 4.7 4.5 1,114.8 0.5 5.2 6.1 1101.1 1.2 6.5 7.7 1,121.1 3.8

Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan

150

Lampiran 4: Indeks Harga Komoditas Internasional

Tabel 64. Indeks Harga Komoditas Internasional

Komoditas

Juli 2016 Agustus 2016 September 2016 Rata-rata Triwulan

QtQ (%) PAB

MTM (%)

YTD (%)

YOY (%)

PAB MTM (%)

YTD (%)

YOY (%)

PAB MTM (%)

YTD (%)

YOY (%)

Beras(USD/cwt) 9.9 -5.4 -14.1 -13.7 9.2 -7.5 -20.5 -22.6 9.9 7.5 -14.5 -25.1 9.9 -9.2

Gula(USd/lb) 19.1 -5.5 25.0 71.0 20.1 5.3 31.6 87.7 22.5 12.3 47.8 85.1 20.4 19.4

Gandum(USd/bu) 407.8 -5.4 -13.2 -18.3 361.0 -11.5 -23.2 -25.2 402.0 11.4 -14.5 -21.6 405.2 -13.9

KacangKedelai(USd/

bu) 1,032.5 -12.1 18.5 5.3 960.0 -7.0 10.2 7.0 954.0 -0.6 9.5 7.0 1,013.8 -4.1

Jagung(USd/bu) 342.8 -7.7 -10.5 -13.3 315.5 -8.0 -17.6 -21.0 336.8 6.7 -12.1 -18.1 339.4 -15.2

MinyakMentahBren

t(USD/bbl) 42.5 -14.5 13.9 -18.7 47.0 10.8 26.2 -13.1 49.1 4.3 31.6 1.4 47.0 -0.1

MinyakMentahWTI(

USD/barrel) 41.4 -13.5 11.2 -14.0 44.6 7.7 19.8 -12.9 47.8 7.3 28.5 5.6 44.6 -1.3

GasAlam(USD/MMB

tu) 2.9 -1.1 14.6 -4.7 2.9 -1.0 13.4 -1.5 2.9 0.7 14.2 3.7 2.8 11.9

Emas(USD/toz) 1,357.5 2.3 27.5 23.1 1,311.4 -3.4 23.2 15.1 1,317.1 0.4 23.7 17.6 1,339.9 5.8

Tembaga(USd/lb) 223.1 1.2 3.5 -7.6 207.8 -6.9 -3.6 -11.9 221.1 6.4 2.6 -5.9 217.0 1.2

Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan

151

Lampiran 5: Harga Bahan Pokok Nasional

Tabel 65. Harga Bahan Pokok Nasional

Komoditas

Juli 2016 Agustus 2016 September 2016 Rata-rata Triwulan

PAB MTM (%)

YTD (%)

YOY (%)

PAB MTM

(%) YTD (%)

YOY (%)

PAB MTM

(%) YTD (%)

YOY (%)

Minyak Goreng Curah

11,160.0 -2.7 7.2 -0.4 11,650.0 4.4 11.9 8.1 11,770.0 1.0 13.1 9.2 11,471.4

Daging Sapi 114,410.0 -1.3 3.7 6.4 114,640.0 0.2 3.9 5.0 113,710.0 -0.8 3.1 4.9 114,484.7

Daging Ayam Broiler 32,920.0 2.0 -3.8 1.6 31,260.0 -5.0 -8.6 -7.1 30,820.0 -1.4 -9.9 4.9 32,130.7

Telur Ayam Ras 23,790.0 -0.5 -6.9 7.3 23,000.0 -3.3 -9.9 -0.2 22,730.0 -1.2 -11.0 2.0 23,407.9

Tepung Terigu 9,050.0 0.2 -0.1 0.8 8,930.0 -1.3 -1.4 -1.0 8,950.0 0.2 -1.2 -0.2 8,993.3

Kedelai Impor 10,790.0 0.5 -1.8 -2.0 10,610.0 -1.7 -3.5 -2.9 10,620.0 0.1 -3.4 -3.7 10,669.2

Kedelai lokal 11,160.0 -0.3 1.4 2.4 11,160.0 0.0 1.4 3.7 11,100.0 -0.5 0.8 2.4 11,157.4

Beras Medium 10,490.0 -0.9 -2.1 4.4 10,580.0 0.9 -1.2 4.3 10,600.0 0.2 -1.0 2.4 10,573.1

Gula Pasir 16,250.0 0.4 24.6 24.9 15,190.0 -6.5 16.5 19.0 14,570.0 -4.1 11.7 15.1 15,536.7

Cabai Merah Keriting

33,870.0 10.0 -13.8 5.1 33,080.0 -2.3 -15.8 -1.3 36,400.0 10.0 -7.3 11.7 34,677.4

Cabai Merah Biasa 32,710.0 -13.2 -16.9 6.4 32,040.0 -2.0 -18.6 0.9 35,290.0 10.1 -10.3 17.5 33,670.2

Bawang Merah 45,210.0 19.1 25.9 85.0 39,200.0 -13.3 9.2 96.3 39,100.0 -0.3 8.9 94.7 41,459.0

Sumber: Kementerian Perdagangan (diolah kembali), posisi akhir bulan

152

Untuk memberikan hasil laporan terbaik, kami mengharapkan saran dan kritik

membangun dari pembaca.

Kritik dan saran harap dikirimkan ke alamat surat elektronik berikut

[email protected]