HT lab.pdf

23
Heat Treatment | 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alat-alat mesin yang terbuat dari logam memiliki sifat-sifat yang berbeda sesuai dengan fungsi dan penggunaannya. Sifat-sifat (karakteristik) itu dapat berubah sesuai dengan perlakuan masing-masing alat tersebut. Uji heat treatment ini dilakukan untuk mengetahui karekeristik logam baik sebelum dilakukan pengujian maupun setelah dilakukan pengujian. 1.2 Perumusan Masalah 1.2.1 Permasalahan Industri manufaktur banyak menggunakan logam sebagai bahan baku pembuatan suatu produk. Logam tersebut harus mempunyai sifat- sifat fisik tertentu agar prosuk yang dibuat sesuai permintaan, untuk menghemat cost production, perlu dilakukan perlakuan panas agar sifat fisik logam tersebut bisa berubah. 1.2.2 Ruang Lingkup Sebagai ruang lingkup kuantitatifnya, penilitian akan dilaksanakan di Laboratorium Mesin Politeknik Negeri Jakarta. Sedangkan sumber data penelitian yaitu spesimen sempel uji yang telah disesuaikan dengan standar SII, atau JIS atau ASTM. Sampel uji tersebut terdiri dari: Baja ST 37 Baja ST 60 Baja ST 80 Amuntit 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekerasan pada sampel benda uji setelah dilakukan serangkaian perlakuan panas.

Transcript of HT lab.pdf

  • Heat Treatment | 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Alat-alat mesin yang terbuat dari logam memiliki sifat-sifat yang berbeda

    sesuai dengan fungsi dan penggunaannya. Sifat-sifat (karakteristik) itu dapat

    berubah sesuai dengan perlakuan masing-masing alat tersebut. Uji heat treatment

    ini dilakukan untuk mengetahui karekeristik logam baik sebelum dilakukan

    pengujian maupun setelah dilakukan pengujian.

    1.2 Perumusan Masalah

    1.2.1 Permasalahan

    Industri manufaktur banyak menggunakan logam sebagai bahan

    baku pembuatan suatu produk. Logam tersebut harus mempunyai sifat-

    sifat fisik tertentu agar prosuk yang dibuat sesuai permintaan, untuk

    menghemat cost production, perlu dilakukan perlakuan panas agar sifat

    fisik logam tersebut bisa berubah.

    1.2.2 Ruang Lingkup

    Sebagai ruang lingkup kuantitatifnya, penilitian akan dilaksanakan

    di Laboratorium Mesin Politeknik Negeri Jakarta. Sedangkan sumber data

    penelitian yaitu spesimen sempel uji yang telah disesuaikan dengan

    standar SII, atau JIS atau ASTM. Sampel uji tersebut terdiri dari:

    Baja ST 37

    Baja ST 60

    Baja ST 80

    Amuntit

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekerasan

    pada sampel benda uji setelah dilakukan serangkaian perlakuan panas.

  • Heat Treatment | 2

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Heat Treatment

    Perlakuan panas adalah proses pada saat bahan dipanaskan hingga suhu

    tertentu dan selanjutnya didinginkan dengan cara tertentu pula. Tujuannya adalah

    untuk mendapatkan sifat-sifat yang lebih baik dan yang diinginkan sesuai dengan

    batas-batas kemampuannya. Sifat yang berhubungan dengan maksud dan tujuan

    perlakuan panas tersebut meliputi :

    1. Meningkatnya kekuatan dan kekerasannya.

    2. Mengurangi tegangan.

    3. Melunakkan .

    4. Mengembalikan pada kondisi normal akibat pengaruh pengerjaan

    sebelumnya.

    5. Menghaluskan butir kristal yang akan berpengaruh terhadap keuletan

    bahan.

    Menurut jenisnya dari perlakuan panas digolongkan menjadi tiga macam yaitu :

    1. Hardening (mengeraskan) juga sering disebut dengan istilah menyepuh

    keras atau mengeraskan sepuh.

    2. Tempering (memudakan) yaitu mendinginkan secara cepat bahan yang

    telah dikeraskan dengan maksud mengurangi kekerasannya.

    3. Annealing (melunakan) yaitu memanaskan bahan yang telah dikeraskan

    agar kekerasanya berkurang tetapi kekuatanya meningkat.

  • Heat Treatment | 3

    Data Benda Uji sebelum dilakukan Heat Treatment

    No Jenis Benda

    Kerja

    Percobaan

    Ke

    Nilai

    kekerasan

    HB

    Rata

    RataNilai

    Kekerasan

    HB

    Rata

    RataNilai

    Kekerasan

    HV

    1 87,0

    1 ST 37 2 88,0 87,6 6,1

    3 88,3

    1 87,5

    2 ST 60 2 88,1 88,8 8,4

    3 90,8

    1 89,5

    3 ST 80 2 90,5 90,4 9,75

    3 91,3

    1 82,6

    4 AM 2 83,6 82,9 0,2

    3 82,5

    78

    80

    82

    84

    86

    88

    90

    92

    ST 37 St 60 ST 80 AM

    Chart benda uji sebelum di proses Heat Treatment

    Percobaan 1 ercobaan 2 Percobaan 3

  • Heat Treatment | 4

    2.1.2 Hardening

    Pengerasan baja disebut juga penyepuhan (quenching) atau sering

    dikatakan menyepuh baja. Menye puh adalah memanaskan baja sampai

    temperatur tertentu, pada perubahan fase yang homogen dan dibiarkan beberapa

    waktu pada temperatur itu, kemudian didinginkan dengan cepat sehingga

    menimbulkan suatu susunan yang keras sampai terjadi struktur yang disebut

    martensit. Kadar karbon dari baja yang disepuh minimal 0,2 %, apabila kadar

    karbonnya kurang dari 0,2 % penyepuhan tidak ada gunanya, sebab tidak

    terbentuk martensit dan terlalu sedikit karbida besi sehingga baja tetap lunak.

    Data benda uji setelah dilakukan proses Hardening

    No Jenis

    Benda

    Kerja

    Percobaan

    Ke

    Nilai

    kekerasan

    HV

    Rata

    RataNilai

    Kekerasan

    HV

    Rata

    RataNilai

    Kekerasan

    HB

    Temperatur

    1 31,6

    1 ST 37 2 51,3 43,9 138 9000C

    3 48,8

    1 54,6

    2 ST 60 2 54,5 54,27 210 9000C

    3 53,7

    1 44,1

    3 ST 80 2 52,0 48,77 167 9000C

    3 50,2

    1 53,2

    4 AM 2 50,8 54,56 215 9000C

    3 54,7

  • Heat Treatment | 5

    2.1.3 Tempering

    Penemperan adalah proses pemanasan kembali baja yang telah dikeraskan

    sampai temperatur tertentu dibawah suhu 721 C dengan tujuan mengurangi

    kekerasan baja. Pada pengerasan baja didalam struktur martensit yang sangat

    keras adakalanya tidak dapat dipakai karena terlalu berlebihan kekerasanya dan

    terlalu getas. Untuk mengatasi kekerasan baja yang berlebihan tersebut dilakukan

    tempering.

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    ST 37 ST 60 ST 80 AM

    Chart Benda uji setelah proses hardening

    Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3

  • Heat Treatment | 6

    Data benda uji setelah proses Tempering

    No Jenis

    Benda

    Kerja

    Percobaan

    Ke

    Nilai

    kekerasan

    HV

    Rata

    RataNilai

    Kekerasan

    HV

    Rata

    RataNilai

    Kekerasan

    HB

    Temperatur

    1 30,8

    1 ST 37 2 32,0 28,57 104,5 5000C

    3 22,3

    1 38,1

    2 ST 60 2 38,1 38,1 109,5 5000C

    3 38,1

    1 33,3

    3 ST 80 2 33,2 33,87 108,5 5000C

    3 35,1

    1 43,7

    4 AM 2 44,1 43,37 134,5 5000C

    3 42,3

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    50

    ST 37 ST 60 ST 80 AM

    Chart Benda Uji setelah proses Tempering

    Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3

  • Heat Treatment | 7

    2.1.1 Normallizing

    Baja konstruksi, baja canai atau bahan yang mengalami penempaan

    biasanya tidak memiliki struktur yang sama. Hal ini disebabkan jumlah beban

    yang tidak sama pada waktu proses dan perubahan bentuk pada waktu

    pendinginan yang tidak bersamaan dari penampang yang tebal dan tipis. Sehingga

    akan menghasilkan ukuran-ukuran yang tidak tetap pada waktu laku pemesinan.

    Guna memperbaiki dan menghaluskan struktur butiran dan membentuk struktur

    mikro agar terbentuk butir halus dan seragam, sehingga pengaruh dari pengerjaan

    dingin atau panas dapat dihilangkan, maka dilakukan normalisasi.

    Prosedur pemanasan dilakukan dengan memanaskan baja hingga 800

    900 0 C terganung dari kadar karbon, semakin tinggi kadar karbon akan lebih

    rendah suhu pemanasanya, dengan kadar karbon dalam baja maksimum 0,83 %.

    Selanjutnya menahan pada suhu tersebut selama 1 2 jam lalu didinginkan

    sampai suhu + 60 0C karena pada suhu tersebut terjadi austenitisasi dalam daerah

    austenit murni. Proses selanjutnya didinginkan perlahan-lahan dengan

    pendinginan udara guna mencegah timbulnya segresi praeutektoid yang

    berlebihan.

    Ferrit yang terlalu banyak dari baja hipereutektoid masuk ke dalam

    campuran padar dan tidak akan mengalami rekristalisasi. Oleh karena itu cara ini

    digunakan terutama untuk eutektoid dan baja hipereutektoid. Pemanasan diatas

    titik kritis menyebabkan rekristalisasi yang seragam. Adakalanya pemanasan yang

    terlalu tinggi dan pendinginan yang rendah akan membentuk susunan sementit

    dalam baja hipereutektoid.

  • Heat Treatment | 8

    Data Benda Uji Setelah dilakukan proses Normalizing

    No Jenis

    Benda

    Kerja

    Percobaan

    Ke

    Nilai

    kekerasan

    HB

    Rata

    RataNilai

    Kekerasan

    HB

    Rata

    RataNilai

    Kekerasan

    HV

    Temperatur

    1 86,9

    1 ST 37 2 90,6 89,16 8,4 9000C

    3 90,0

    1 99,9 NG

    2 ST 60 2 98,0 NG 98,96 21,3 9000C

    3 99,0 NG

    1 97,1 NG

    3 ST 80 2 95,0 NG 96,3 17,8 9000C

    3 96,9 NG

    1 107,1

    4 AM 2 109,0 108,23 34,93 9000C

    3 108,6

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    ST 37 ST 60 ST 80 AM

    Chart Benda Uji setelah proses Normalizing

    Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3

  • Heat Treatment | 9

    2.1.4 Furnace

    Untuk keperluan pemanasan bahan dari proses perlakuan panas tersebut

    digunakan dapur-dapur pemanas. Satu hal yang penting dari kondisi dapur

    pemanas ini adalah pengukuran temperatur kerja harus secermat mungkin. Dapur

    pemanas benda kerja pada proses perlakuan panas menggunakan sumber panas

    dari listrik, minyak atau gas panas dari pembakaran kokas. Berikut ini ada

    beberapa jenis dapur pemanas :

    a. Dapur Pemanas Kamar

    Dapur ini mempunyai ruangan bentuk kamar yang ditutup dengan

    sebuah pintu. Didalam ruangan tersebut diletakan benda kerja yang

    akan dipanaskan. Sedangkan diluar kamar dilengkapi dengan beberapa

    alat pengatur panas dan pengontrol temperatur. Dapur pemanas kamar

    dapat digunakan untuk segala macam pengolahan panas.

    b. Dapur Sepuhan Garam

    Dapur ini terdiri atas sebuah ruangan berbentuk bak atau bejana

    berisi cairan garam yang dipanaskan dengan temperatur yang dapat

    diatur dari tombol pengatur. Dalam cairan garam tersebut dimasukan

    benda kerja yang akan disepuh, dengan tercelupnya benda keja

    langsung ke dalam cairan garam tersebut, memungkinkan pemanasan

    benda kerja dengan cepat dan merata serta terhindar dari oksidasi,

    sebab tidak berhubungan dengan udara luar. Dapur ini dapat digunakan

    untuk segala macam perlakuan panas.

    c. Dapur Bak

    Dapur ini berbentuk bak yang ditutup pada bagian atasnya.

    Didalam bak tersebut dimasukan benda yang akan dipanaskan dan

    panas yang dikenakan pada benda kerja dapat diatur atau diukur dari

    peralatan pengatur. Dapur pemanas jenis ini terutama digunakan untuk

    benda kerja yang akan dipijarkan dan dimurnikan.

  • Heat Treatment | 10

    2.1.5 Bahan Pendingin

    Bahan pendingin yang digunakan didalam proses perlakuan panas antara

    lain air, minyak, udara dan garam

    a. Air

    Pendinginan dengan menggunakan air akan memberikan daya

    pendingin yang cepat. Biasanya ke dalam air tersebut dilarutkan juga

    garam dapur sebagai usaha mempercepat turunya temperatur benda kerja

    dan mengakibatkan bahan menjadi tambah keras.

    b. Minyak

    Minyak yang digunakan sebagai fluida pendingin dalam perlakuan

    panas adalah yang dapat memberikan lapisan karbon pada permukaan

    benda kerja yang diolah. Selain minyak yang digunakan sebagai bahan

    pendingin pada proses perlakuan panas dapat juga digunakan minyak

    bakar atau solar.Pendinginan dengan minyak akan memberikan kecepatan

    pendinginan yang sedang dan warna yang mantap dari benda kerja yang

    diproses.

    c. Udara

    Pendinginan udara dilakukan untuk perlakuan panas yang

    membutuhkan pendinginan lambat. Untuk keperluan tersebut udara yang

    disirkulasikan ke dalam ruangan pendingin dibuat dengan kecepatan yang

    rendah. Udara sebagai pendingin akan memberikan kesempatan kepada

    logam untuk membentuk kristal-kristal dan kemungkinan mengikat

    unsure-unsur lain dari udara.

    d. Garam

    Garam dipakai sebagai bahan pendingin disebabkan memiliki sifat

    mendinginkan yang teratur dan cepat. Bahan yang didinginkan didalam

    cairan garam akan mengakibatkan ikatanya menjadi lebih keras karena

    pada permukaan benda kerja tersebut akan mengikat zat arang.

  • Heat Treatment | 11

    2.1.6 Diagram TTT (Time Temperature Transformation)

    Untuk mendapatkan sifat-sifat bahan yang lebih baik sesuai dengan

    karakter yang diinginkan dapat dilakukan melalui pemanasan dan pendinginan.

    Tujuannya adalah mengubah struktur mikro sehingga bahan dikeraskan,

    dimudahkan atau dilunakan. Pemanasan bahan dilakukan diatas garis transformasi

    kira-kira pada 770 C sehingga perlit berubah menjadi austenit yang homogen

    karena terdapat cukup karbon. Pada suhu yang lebih tinggi ferrit menjadi austenit

    karena atom karbon difusi ke dalam ferrit tersebut. Untuk pengerasan baja,

    pendinginan dilakukan dengan cepat melalui pencelupan kedalam air, minyak atau

    bahan pendingin lainnya sehingga atom-atom karbon yang telah larut dalam

    austenit tidak sempat membentuk sementit dan ferrit akibatnya austenit menjadi

    sangat keras yang disebut martensit.

    Gambar Diagram Transformasi Suhu dan Temperatur

    Pada baja setelah terjadi austenit dan ferrit kadar karbonya akan menjadi

    makin tinggi sesuai dengan penurunan suhu dan akan membentuk hipoeutektoid.

    Pada saat pemanasan maupun pendinginan difusi atom karbon memerlukan waktu

    yang cukup. Laju difusi pada saat pemanasan ditentukan oleh unsure-unsur

    paduanya dan pada saat pendinginan cepat austenit yang berbutir kasar akan

    mempunyai banyak martensit.

  • Heat Treatment | 12

    Fase kristal dan besarnya butir yang terjadi akan membentuk sifat baja.

    Apabila ferrit dan sementit didalam perlit berbutir besar, maka baja tersebut makin

    lunak sebagai akibat pendinginan lambat. Sebaliknya baja menjadi semakin keras

    apabila memiliki perlit berbutir halus yang diperoleh pada pendinginan cepat.

    Baja dengan unsure paduan aluminium, vanadium, titanium dan zirkonim akan

    cenderung memiliki kristal berbutir halus. Untuk memahami macam-macam fase

    dan struktur kristal yang terjadi pada saat pendinginan dapat diamati dari diagram

    TTT.

    Fasa austenit stabil berada di atas suhu 770 C. pada suhu yang lebih rendah

    akan terbentuk martensit dan mulai suhu tersebut martensit sudah tidak tergantung

    pada kecepatan pendinginan. Struktur bainit akan terbentuk setelah terbentuknya

    ferrit dan sementit. Jadi campuran antara ferrit dan sementit adalah bainit seperti

    pada perlit. Perbedaan antara bainit dengan perlit adalah bentuknya halus

    sedangkan perlit kasar. Diagram TTT dipengaruhi oleh kadar karbon dalam baja,

    makin besar kadar karbonya maka diagramnya akan semakin bergeser kekanan,

    demikian pula dengan unsure paduan lainya. Apabila baja dipanaskan sampai

    terbentuknya austenit, pendinginan akan berlangsung terus menerus tidak

    isotermal biarpun dilakukan dengan berbagai media pendingin.

    2.2 Uji Keras

    Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical

    properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui

    khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan

    (frictional force) dan deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri suatu keadaan

    dari suatu material ketika material tersebut diberikan gaya maka struktur mikro

    dari material tersebut sudah tidak bisa kembali ke bentuk asal artinya material

    tersebut tidak dapat kembali ke bentuknya semula. Lebih ringkasnya kekerasan

    didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi

    atau penetrasi (penekanan).

  • Heat Treatment | 13

    1. Brinnel (HB / BHN)

    Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan

    kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja

    (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen).

    Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki

    permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor (Bola

    baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida

    Tungsten.

    Uji kekerasan brinnel dirumuskan dengan :

    2. Rockwell (HR / RHN)

    Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan

    kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor

    berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material

    uji tersebut.

    Untuk mencari besarnya nilai kekerasan dengan menggunakan metode Rockwell

    dijelaskan pada gambar 4, yaitu pada langkah 1 benda uji ditekan oleh indentor

    dengan beban minor (Minor LoadF0) setelah itu ditekan dengan beban mayor

    (major Load F1) pada langkah 2, dan pada langkah 3 beban mayor diambil

    sehingga yang tersisa adalah minor load dimana pada kondisi 3 ini indentor

    ditahan.

    Besarnya minor load maupun major load tergantung dari jenis material yang akan

    di uji, jenis-jenisnya bisa dilihat pada Tabel 1.

    Gambar Prinsip kerja metode pengukuran kekerasan Rockwell

  • Heat Treatment | 14

    Di bawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk mencari besarnya

    kekerasan dengan metode Rockwell.

    HR = E - e

    Dimana :

    F0 = Beban Minor(Minor Load) (kgf)

    F1 = Beban Mayor(Major Load) (kgf)

    F = Total beban (kgf)

    e = Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0.002 mm

    E = Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line

    yang untuk tiap jenis indentor berbeda-beda yang bias dilihat pada table 1

    HR = Besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness

    3. Vikers (HV / VHN)

    Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan

    suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup

    kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid seperti ditunjukkan pada

    gambar 3. Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding dengan

    pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram.

    Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari

    beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari

    indentor(diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin (136/2). Rumus untuk

    menentukan besarnya nilai kekerasan dengan metode vikers yaitu :

  • Heat Treatment | 15

    Dimana,

    HV = Angka kekerasan Vickers

    F = Beban (kgf)

    d = diagonal (mm)

    Gambar Pengujian Vikers

    Gambar Bentuk indentor Vickers

    (Callister, 2001)

  • Heat Treatment | 16

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Pengujian Kekerasan (HARDNESS TEST)

    Alat dan Bahan

    Flow Chart Proses

    Flow Chart Proses Uji Keras

  • Heat Treatment | 17

    3.2 Perlakuan Panas (HEAT TREATMENT)

    Alat dan Bahan

    electric furnace, tang jepit, ember, keramik

    Flow Chart Proses

    Flow Chart Proses Perlakuan Panas (Heat Treatment)

  • Heat Treatment | 18

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Data Hasil Percobaan

    Dari hasil pengujian kekerasan yang dilakukan dengan variabel kondisi spesimen

    benda uji sebelum dan setelah dilakukan perlakuan panas, didapatkan hasil

    sebagai berikut:

    4.1.1 Hasil Pengujian Kekerasan Sebelum Perlakuan Panas (Heat Treatment)

    No. Jenis Benda

    Kerja

    Nilai

    Kekerasan

    HB

    Nilai

    Kekerasan

    HV

    Media

    Pendinginan

    1 ST 37 87,6 6,1 -

    2. ST 60 88,8 8,4 -

    3. ST 80 90,4 9,75 -

    4 AM 82,9 0,2

    Tabel Hasil Kekerasan Benda Uji Sebelum Proses Heat Trearment

    4.1.2 Hasil Pengujian Kekerasan Setalah Proses Hardening

    No. Jenis Benda

    Kerja

    Nilai

    Kekerasan

    HB

    Nilai

    Kekerasan

    HV

    Media

    Pendinginan

    1 ST 37 138 43,9 Air

    2. ST 60 210 54,27 Larutan

    Garam

    3. ST 80 167 48,77 Oli

    4 AM 215 54,56 Oli

    Tabel Hasil Kekerasan Benda Uji Setelah Proses Hardening

  • Heat Treatment | 19

    4.1.3 Hasil Pengujian Kekerasan Setelah Proses Tempering

    No. Jenis Benda

    Kerja

    Nilai

    Kekerasan

    HB

    Nilai

    Kekerasan

    HV

    Media

    Pendinginan

    1 ST 37 104,5 28,57 Air

    2. ST 60 109,5 38,1 Larutan

    Garam

    3. ST 80 108.5 33,87 Oli

    4 AM 134,5 43,47 Oli

    Tabel Hasil Kekerasan Benda Uji Setelah Proses Tempering

    4.1.4 Hasil Pengujian Kekerasan Setelah Proses Normalizing

    No. Jenis Benda

    Kerja

    Nilai

    Kekerasan

    HB

    Nilai

    Kekerasan

    HV

    Media

    Pendinginan

    1 ST 37 89,16 8,4 Air

    2. ST 60 98,96 21,3 Larutan

    Garam

    3. ST 80 96,3 17,8 Oli

    4 AM 109 34,93 Oli

    Tabel Hasil Kekerasan Benda Uji Setelah Proses Normalizing

  • Heat Treatment | 20

    4.2 Pembahasan

    4.2.1 Kekerasan Baja ST 37

    Pada benda uji baja ST 37, rata-rata kekerasan dalam kondisi awal adalah

    87,6 [HRB]. Kemudian dilakukan proses perlakuan panas hardening. Benda uji

    dipanaskan hingga suhu 9000C dan didinginkan dalam media pendingin air. Hasil

    dari proses Hardening adalah kekerasan benda uji rata-rata berubah menjadi 138

    [HRB].

    Kemudian dilakukan proses perlakuan panas tempering dengan tujuan

    untuk melunakan kekerasan benda kerja setelah proses hardening. Benda uji

    dipanaskan hingga suhu 5000C dan didinginkan dalam media pendingin air, hasil

    dari proses tempering adalah kekerasan rata-rata benda uji berubah menjadi 104,5

    [HRB].

    Proses perlakuan panas yang terakhir adalah normalizing dengan tujuan

    mengembalikan kekerasan benda uji seperti kondisi awal. Benda uji dipanaskan

    hingga suhu 900 C dengan media pendingin udara. Hasil dari proses normalizing

    adalah kekerasan rata-rata benda uji berubah menjadi 89,16 [HRB].

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    ST 37 ST 60 ST 80 AM

    Sebelum di proses

    Hardening

    Tempering

    Normalizing

  • Heat Treatment | 21

    4.2.2 Kekerasan Baja ST 60

    Pada benda uji baja ST 60, rata-rata kekerasan dalam kondisi awal adalah

    88,8 [HRB]. Kemudian dilakukan proses perlakuan panas hardening. Benda uji

    dipanaskan hingga suhu 9000C dan didinginkan dalam media pendingin larutan

    garam (NaCl). Hasil dari proses Hardening adalah kekerasan benda uji rata-rata

    berubah menjadi 210 [HRB].

    Kemudian dilakukan proses perlakuan panas tempering dengan tujuan

    untuk melunakan kekerasan benda kerja setelah proses hardening. Benda uji

    dipanaskan hingga suhu 5000C dan didinginkan dalam media pendingin larutan

    garam (NaCl), hasil dari proses tempering adalah kekerasan rata-rata benda uji

    berubah menjadi 109,5 [HRB].

    Proses perlakuan panas yang terakhir adalah normalizing dengan tujuan

    mengembalikan kekerasan benda uji seperti kondisi awal. Benda uji dipanaskan

    hingga suhu 9000C dengan media pendingin udara. Hasil dari proses normalizing

    adalah kekerasan rata-rata benda uji berubah menjadi 98,96 NG [HRB].

    4.2.3 Kekerasan Baja ST 80

    Pada benda uji baja ST 80, rata-rata kekerasan dalam kondisi awal adalah

    90,4 [HRB]. Kemudian dilakukan proses perlakuan panas hardening. Benda uji

    dipanaskan hingga suhu 9000C dan didinginkan dalam media pendingin oli. Hasil

    dari proses Hardening adalah kekerasan benda uji rata-rata berubah menjadi 167

    [HRB].

    Kemudian dilakukan proses perlakuan panas tempering dengan tujuan

    untuk melunakan kekerasan benda kerja setelah proses hardening. Benda uji

    dipanaskan hingga suhu 5000C dan didinginkan dalam media pendingin oli, hasil

    dari proses tempering adalah kekerasan rata-rata benda uji berubah menjadi 108,5

    [HRB].

    Proses perlakuan panas yang terakhir adalah normalizing dengan tujuan

    mengembalikan kekerasan benda uji seperti kondisi awal. Benda uji dipanaskan

    hingga suhu 9000C dengan media pendingin udara. Hasil dari proses normalizing

    adalah kekerasan rata-rata benda uji berubah menjadi 96,3 NG [HRB].

  • Heat Treatment | 22

    4.2.4 Kekerasan Amuntit

    Pada benda uji amuntit, rata-rata kekerasan dalam kondisi awal adalah

    82,9 [HRB]. Kemudian dilakukan proses perlakuan panas hardening. Benda uji

    dipanaskan hingga suhu 9000C dan didinginkan dalam media pendingin oli. Hasil

    dari proses Hardening adalah kekerasan benda uji rata-rata berubah menjadi 215

    [HRB].

    Kemudian dilakukan proses perlakuan panas tempering dengan tujuan

    untuk melunakan kekerasan benda kerja setelah proses hardening. Benda uji

    dipanaskan hingga suhu 5000C dan didinginkan dalam media pendingin oli, hasil

    dari proses tempering adalah kekerasan rata-rata benda uji berubah menjadi 135

    [HRB].

    Proses perlakuan panas yang terakhir adalah normalizing dengan tujuan

    mengembalikan kekerasan benda uji seperti kondisi awal. Benda uji dipanaskan

    hingga suhu 9000C dengan media pendingin udara. Hasil dari proses normalizing

    adalah kekerasan rata-rata benda uji berubah menjadi 109 [HRB].

    Melihat kondisi fisik benda uji yang mengalami perlakuan panas dan

    didinginkan menggunakan air akan lebih cepat korosi dibandingkan yang lain.

    Pada benda uji yang mengalami perlakuan panas dan didinginkan dengan media

    pedingin oli, warna benda uji terlihat lebih gelap dibandingkan dengan yang lain.

  • Heat Treatment | 23

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Dari hasil percobaan uji keras dengan variabel kondisi sebelum dan setelah

    perlakuan panas yang telah dilakukan, maka didapatkan beberapa kesimpulan, sebagai

    berikut:

    Sifat benda uji akan berubah menjadi sangat keras apabila menggunakan cara

    pendinginan cepat atau dengan media pendingin air.

    Sifat benda uji akan berubah menjadi lebih lunak apabila menggunakan cara

    pendinginan lambat atau dengan media pendinginan udara/oli.

    Proses hardening tidak menunjukan perubahan peningkatan kekerasan pada

    material dengan kerbon rendah (ST 37).

    Pendinginan dengan air akan membuat benda uji lebih cepat korosi.

    Pendinginan dengan oli akan membuat benda warna benda menjadi lebih

    gelap.

    Pendinginan dengan udara memakan waktu yang cukup lama disbanding

    dengan pendiginan menngunakan air, oli, dan larutan garam (NaCl).

    5.2 Saran

    Ketika sedang menguji di harapkan memakai heat treatment diharapkan

    memakai safety equipment, seperti sarung tangan, helm, sepatu safety dan

    appron untuk melindungi bagian tubuh agar tidak terjadi hal-hal yang tidak

    diinginkan.

    Ikutilah SOP dalam pengujian agar pengujian yang dilakukan sesuai dengan

    prosedur dan aman.

    Ketika menguji kekerasan benda harus dengan teliti agar mendapatkan hasil

    yang bagus.