HSP

62
BAB I PENDAHULUAN Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5-15 ml) yang berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi. [1] Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai “Global Emergency”. Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab kematian kedua setelah sistem sirkulasi. [2] Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB pada anak seringkali tidak khas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB. Di negara berkembang, dengan fasilitas tes Mantoux dan foto rontgen paru yang masih kurang, diagnosis TB anak menjadi lebih sulit. 1

description

case

Transcript of HSP

Page 1: HSP

BAB I

PENDAHULUAN

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara

permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan

penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleura mengandung sejumlah

kecil cairan (5-15 ml) yang berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura

bergerak tanpa adanya friksi.[1]

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis.

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada

tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai

“Global Emergency”. Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab kematian kedua

setelah sistem sirkulasi.[2]

Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB pada anak seringkali tidak khas. Diagnosis pasti

ditegakkan dengan menemukan kuman TB. Di negara berkembang, dengan fasilitas tes Mantoux

dan foto rontgen paru yang masih kurang, diagnosis TB anak menjadi lebih sulit.

Karena sulitnya mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang diikuti

overtreatment. Di lain pihak, ditemukan jugs underdiagnosis dan undertreatment. Hal tersebut

terjadi karena sumber penyebaran TB umumnya adalah oramg dewasa dengan sputum basil

tahan asam positif, sehingga penanggulangan TB ditekankan pada pengobatan TB dewasa.

Akibatnya penanganan TB pada anak kurang diperhatikan.[3]

1

Page 2: HSP

BAB II

LAPORAN KASUS

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RS PENDIDIKAN : RSUD KOTA BEKASI

STATUS PASIEN KASUS

Nama Mahasiswa : Brilli Bagus Dipo Pembimbing : dr. Dina Siti Daliyanti, SpA

NIM : 030.09.049 Tanda tangan :

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. NNF Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 12 tahun Suku Bangsa : Jawa

Tempat / tanggal lahir : Bekasi, 9 April 2003 Agama : Islam

Alamat : Jl. Al Bahar, Harapan Jaya

Pendidikan : SD

Orang tua / Wali

Ayah: Ibu :

Nama : Tn. H

Umur : 30 tahun

Alamat : Jl. Al Bahar, Harapan Jaya

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Penghasilan: -

Pendidikan : SMK

Suku Bangsa : Jawa

Agama : Islam

Nama : Ny. S

Umur : 24 tahun

Alamat : Jl. Al Bahar, Harapan Jaya

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Penghasilan: -

Pendidikan : SMP

Suku Bangsa : Jawa

Agama : Islam

Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung

2

Page 3: HSP

I. ANAMNESIS

Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan Ny. S (ibu kandung pasien)

Lokasi : Bangsal Melati lantai 2

Tanggal / waktu : 15 September 2015 pukul 09.00 WIB

Tanggal masuk : 15 September 2015 pukul 12.00 WIB (di IGD)

Keluhan utama : Kaki kanan sakit sejak 2 hari SMRS

Keluhan tambahan : Bintik kemerahan pada ekstremitas bawah, nyeri sendi

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Pasien datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan batuk ± 2 minggu SMRS,

yang dirasakan sering setiap harinya, yakni berupa batuk kering tanpa dahak. Batuk ini dirasakan

semakin lama semakin memberat, sehingga menyebabkan adanya rasa nyeri pada dada bagian

tengah saat batuk. Namun, pasien menyangkal adanya batuk darah dan sesak napas. Sebelumnya,

tiga minggu SMRS, pasien juga mengeluh adanya demam yang dirasakan melalui perabaan

tangan, lalu pasien berobat satu minggu setelahnya ke klinik dokter umum dan diberikan obat

penurun panas, lalu dirasakan suhu demam berkurang, namun sampai saat ini masih terdapat

demam yang sumeng-sumeng. Adanya keringat malam disangkal.

Satu minggu SMRS, pasien juga mengeluh adanya mual dan muntah terutama saat selesai

makan, yakni berupa cairan dan makanan yang dimakan, dengan frekuensi 3x/ hari, sebanyak ½

gelas aqua. Selain itu, dalam satu minggu terakhir. Adanya nyeri perut disangkal. Diakui minum

setiap hari juga kurang, yakni sekitar 1 botol aqua ukuran sedang setiap harinya, namun diakui

BAK nya lancar seperti biasa, dengan frekuensi 4-5 kali/ harinya dengan jumlah yang banyak.

BAB juga dalam batas normal. Lalu, pasien juga mengaku adanya penurunan nafsu makan dan

diakui adanya penurunan berat badan dalam tiga minggu terakhir, yakni sekitar 10 kg, dimana

saat dilakukan penimbangan di klinik dokter sebelumnya berat badan pasien 23 kg, dan saat ini

menjadi 13 kg.

3

Page 4: HSP

B. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN

KEHAMILAN

Morbiditas kehamilan Tidak ada. Anemia (-), HT (-), DM (-),

penyakit jantung (-), penyakit paru (-), infeksi

(-)

Perawatan antenatal Rutin kontrol ke tempat praktek bidan 1x setiap

bulan dan saat menginjak usia tujuh bulan

dilakukan 2x setiap bulan, sudah melakukan

imunisasi TT 2x

KELAHIRAN

Tempat persalinan Puskesmas

Penolong persalinan Bidan

Cara persalinanSpontan

Normal

Masa gestasi Cukup Bulan

Keadaan bayi

Berat lahir : 2800 gram

Panjang lahir : 47 cm

Lingkar kepala : tidak ingat

Langsung menangis (+) kuat

Kemerahan (-), kebiruan pada keempat

ekstremitas (-)

Nilai APGAR : (tidak tahu)

Kelainan bawaan : -

Kesimpulan riwayat kehamilan / kelahiran : Riwayat kehamilan dan persalinan pasien baik

C. RIWAYAT PERKEMBANGAN

Pertumbuhan gigi I : Umur 8 bulan (Normal: 5-9 bulan)

Gangguan perkembangan mental : Tidak ada

Psikomotor

Tengkurap : Umur 3 bulan (Normal: 3-4 bulan)

Duduk : Umur 6 bulan (Normal: 6-9 bulan)

Berdiri : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)

Berjalan : Umur 16 bulan (Normal: 13 bulan)

4

Page 5: HSP

Bicara : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : tidak terdapat kertelambatan dalam

pertumbuhan dan perkembangan pasien, baik sesuai usia.

D. RIWAYAT MAKANAN

Umur

(bulan)ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

0 – 2 PASI - - -

2 – 4 PASI - - -

4 – 6 PASI - - -

6 – 8 PASI + + -

8 – 10 PASI + + -

10 -12 PASI + + +

Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah

Nasi / Pengganti Nasi 2x/hari, sekali makan 1piring

Sayur 3x/minggu

Daging 1x/minggu

Telur 4x/minggu

Ikan 2x/hari

Tahu 2x/ hari

Tempe 2x/ hari

Susu (merk / takaran) Susu Bendera 1 gelas/ hari

Lain – lain Biskuit/ wafer/ roti/ buah setiap hari, mie

instan setiap 2 hari sekali

Kesulitan makanan : selama sakit ini, diakui asupan makanan pasien berkurang dikarenakan

nafsu makan yang menurun

Kesimpulan riwayat makanan : Sejak lahir pasien tidak mendapatkan ASI eksklusif, yakni

hanya diberikan susu formula. Asupan makanan pasien sehari-hari cukup baik, namun pasien

5

Page 6: HSP

jarang mengonsumsi sayur/ makanan berserat dan suka mengonsumsi mie instan. Saat sakit ini

didapatkan asupan makanan yang berkurang.

E. RIWAYAT IMUNISASI

Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )

BCG 2 bulan - - - - -

DPT / PT 2 bulan 4 bulan 6 bulan 24 bulan 5 tahun -

Polio 0 bulan 2 bulan 6 bulan 18 bulan 5 tahun -

Campak - - 9 bulan 24 bulan 6 tahun -

Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - - -

Kesimpulan riwayat imunisasi : Imunisasi dasar lengkap dan sesuai jadwal. Tidak dilakukan

imunisasi tambahan.

F. RIWAYAT KELUARGA

Ayah / Wali Ibu / Wali

Nama Tn. H Ny. S

Perkawinan ke- Pertama Pertama

Umur saat menikah 30 tahun 24 tahun

Keadaan kesehatan Baik Baik

a. Riwayat Penyakit Keluarga : Pada anggota keluarga pasien, tidak ada yang menderita gejala

atau penyakit yang sama seperti yang dialami oleh pasien. Riwayat penyakit TBC paru dalam

keluarga disangkal. Namun, diakui kakak ipar pasien saat ini juga mengalami keluhan dan

gejala yang sama dengan pasien dan pada ayah mertua kakak pasien tersebut saat ini sedang

menjalani pengobatan TBC paru. Riwayat keganasan dalam keluarga disangkal.

b. Riwayat Kebiasaan Keluarga : Pada anggota keluarga pasien tidak ada yang memiliki

kebiasaan merokok. Pasien juga menyangkal adanya kebiasaan merokok, minum-minuman

beralkohol, dan penggunaan obat-obatan terlarang.

6

Page 7: HSP

Kesimpulan Riwayat Keluarga : tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala dan

penyakit yang serupa dengan pasien. Namun, didapatkan adanya gejala yang sama dengan pasien

dan TBC paru pada keluarga kakak ipar pasien.

G. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi (-) Difteria (-)Penyakit

jantung(-)

Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)

DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)

Otitis (-) Morbili (-) TBC (-)

Parotitis (-) Operasi (-)Lain-lain: batuk

dan pilek (flu)Jarang

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : Pasien tidak pernah mengalami hal

yang sama sebelumnya, pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit

H. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN

Tinggal dirumah sendiri dengan 4 anggota keluarga (ayah, ibu dan 2 anak) di

pemukiman yang padat penduduk, tembok dengan tetangga hampir menempel. Rumah terdiri

dari 3 buah jendela, kadang-kadang dibuka. Matahari cukup banyak masuk ke rumah.

Kesimpulan Keadaan Lingkungan : Kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien kurang baik.

II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal, 15 September 2015)

STATUS GENERALIS

Keadaan Umum

Kesan Sakit : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Kesan Gizi : Gizi kurang

Keadaan lain : Pucat (-), ikterik (-), sesak (-), sianosis (-)

7

Page 8: HSP

Data Antropometri

Berat Badan : 31 kg

Tinggi Badan : 125 cm

Lingkar Kepala : 50 cm (normosefali, terletak diantara -2 dan +2 SD Kurva

Neillhaus)

8

Page 9: HSP

Status Gizi

BB / U = 13/23 x 100 % = 56,52% (gizi buruk)

TB / U = 125/130 x 100 % = 96,15% (tinggi normal)

BB / TB = 13/25 x 100 % = 52% (gizi buruk)

Kehilangan BB sejak sakit = 10 kg

Status gizi diatas berdasarkan kurva CDC 2000, pasien termasuk dalam kategori gizi buruk.

Dari ketiga parameter yang digunakan diatas didapatkan gizi buruk untuk parameter BB/U dan

BB/TB, sedangkan untuk parameter TB/U didapatkan tinggi normal; hal ini menandakan bahwa

kekurangan gizi yang dialami pasien sekarang ialah suatu kekurangan gizi yang berat/ gizi buruk.

Tanda Vital

Tekanan Darah: 120/80 mmHg

Nadi : 90 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular

Nafas : 20 x / menit, tipe thoraco-abdominal

Suhu : 36.8°C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)

KEPALA : Normosefali, ubun-ubun besar sudah menutup

RAMBUT : Rambut hitam, lebat, distribusi merata dan tidak mudah dicabut

WAJAH : Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut

MATA :

Visus : tidak dilakukan Ptosis : -/-

Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-

Konjungtiva anemis : -/- Cekung : -/-

Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+

Enophtalmus : -/- Strabismus : -/-

Lensa jernih : +/+ Nistagmus : -/-

Cekung : -/- Pupil : bulat, isokor

Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+

TELINGA :

Bentuk : normotia Tuli : -/-

Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-

9

Page 10: HSP

Liang telinga : lapang Membran timpani : sulit dinilai

Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai

Cairan : -/-

HIDUNG :

Bentuk : simetris Napas cuping hidung : -/-

Sekret : -/- Deviasi septum : -

Mukosa hiperemis : -/- Konka eutrofi : -

BIBIR : mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-), pucat (-)

MULUT : trismus (-), oral hygiene cukup baik, halitosis (-), gigi tetap berjumlah 24 buah,

tidak terdapat caries pada gigi-geligi, mukosa gusi berwarna merah muda, mukosa

pipi berwarna merah muda, arcus palatum simetris dengan mukosa palatum

berwarna merah muda

LIDAH : Normoglosia, mukosa berwarna merah muda, hiperemis (-), atrofi papil (-),

tremor (-), lidah kotor (-)

TENGGOROKAN : dinding posterior faring tidak hiperemis, uvula terletak di tengah, ukuran

tonsil T1/T1 tidak hiperemis, kripta tidak melebar, tidak ada detritus

LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, edema (-), massa (-), tidak tampak dan tidak

teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea tampak dan teraba di tengah

THORAKS :

Inspeksi : Bentuk thoraks simetris, tidak terlihat hemithorax yang tertinggal, tipe

pernapasan thoraco-abdominal, warna kulit sawo matang, tidak didapatkan adanya

retraksi sela iga, sternum mendatar, tulang iga normal, ictus cordis terlihat pada ICS V

linea midclavicularis kiri, pulsasi abnormal (-)

Palpasi : Gerakan pernapasan simetris kanan dan kiri, dimana hemithorax kanan

tertinggal, vocal fremitus sama kuat pada hemithorax kanan dan kiri, teraba ictus cordis

pada ICS V linea midclavicularis kiri dengan denyut kuat

Perkusi : Sonor pada hemithorax kanan dan kiri, batas paru-hepar dan peranjakan sulit

dinilai, batas kanan jantung sulit dinilai

Auskultasi : suara napas vesikuler tidak terdengar pada hemithorax kanan dan kiri, ronchi

(-/-), wheezing (-/-), bunyi jantung I-II reguler, punctum maksimum pada ICS V 1 cm

linea midclavicularis kiri, murmur (-), gallop (-)

10

Page 11: HSP

ABDOMEN :

Inspeksi : perut datar, warna kulit sawo matang, tidak dijumpai adanya efloresensi pada

kulit perut, kulit keriput (-), umbilicus normal, gerak dinding perut saat pernapasan

simetris, tidak tampak bagian yang tertinggal, gerakan peristaltik (-)

Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 4x / menit

Perkusi : timpani pada seluruh region abdomen, shifting dullness (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-) dan nyeri lepas tekan (-) pada seluruh regio abdomen,

turgor kulit baik, hepar tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar, ballottement

(-/-)

GENITALIA : tidak ditemukan adanya kelainan

KELENJAR GETAH BENING:

Preaurikuler : tidak teraba membesar

Postaurikuler : tidak teraba membesar

Submandibula : tidak teraba membesar

Supraclavicula : tidak teraba membesar

Axilla : tidak teraba membesar

Inguinal : tidak teraba membesar

EKSTREMITAS :

Simetris, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang, posisi tangan dan kaki, serta sikap

badan, tidak terdapat keterbatasan gerak sendi, akral hangat pada keempat ekstremitas, sianosis

(-), edema (-), capillary refill time < 2 detik

Kanan Kiri

Ekstremitas atas

Tonus otot Normotonus Normotonus

Trofi otot Eutrofi Eutrofi

Kekuatan otot 5 5

Ekstremitas bawah

Tonus otot Normotonus Normotonus

Trofi otot Eutrofi Eutrofi

Kekuatan otot 5 5

11

Page 12: HSP

STATUS NEUROLOGIS

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Biseps + +

Triceps + +

Patella + +

Achiles + +

Refleks Patologis Kanan Kiri

Babinski - -

Chaddock - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Rangsang meningeal

Kaku kuduk -

Kanan Kiri

Kerniq - -

Laseq - -

Brudzinski I - -

Brudzinski II - -

Saraf cranialis

- N. I (Olfaktorius)

Tidak dilakukan pemeriksaan

- N. II dan III (Opticus dan Occulomotorius)

Pupil bulat isokor 3mm / 3mm, RCL +/+, RCTL +/+

- N. IV dan VI (Trochlearis dan Abducens)

Gerakan bola mata baik ke segala arah

12

Page 13: HSP

- N. V (Trigeminus)

Tidak ada gangguan sensibilitas wajah

- N. VII (Facialis)

Wajah simetris

Motorik: dapat menutup mata sempurna, dapat mengernyitkan dahi, dan dapat tersenyum

dengan baik

Sensorik: tidak ada gangguan pengecapan

- N. VIII (Vestibulo-kokhlearis)

Dapat mendengar bunyi gesekan jari pada kedua telinga

- N. IX, X (Glosofaringeus, Vagus)

Tidak ada gangguan menelan

- N. XI (Aksesorius)

Dapat mengangkat kedua bahu dan memutar kepala dengan baik

- N. XII (Hipoglosus)

Gerakan lidah tidak terganggu, tidak terdapat paralisis, kekuatan lidah baik

PUNGGUNG : tulang belakang bentuk normal, tidak terdapat deviasi, massa (-), ruam/

efloresensi (-), gibbus (-), nyeri tekan (-)

KULIT : warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, terdapat efloresensi

bermakna yaitu, terdapat papul-papul pada ekstremitas bawah, turgor kulit baik, lembab,

capillary refill time < 2 detik

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

(Lab. Dari IGD pada tanggal 4 September 2015 )

Hematologi Hasil Nilai Normal

Leukosit 8.0 ribu/ μL 4.5 – 13

Eritrosit 4.1 jt/ μL (↓) 4.4 – 5.9

Hemoglobin 9,6 g/ dL (↓) 11.8 – 15.0

Hematokrit 30 % (↓) 40 - 52

Trombosit 468 ribu / μL (↑) 156 – 406

13

Page 14: HSP

Laju Endap Darah 77 mm (↑) 0 - 10

MCV 73.0 fL (↓) 80 - 100

MCH 23.3 pg (↓) 26 - 34

MCHC 31.9 g/dL (↓) 32 - 36

RDW 16 % (↑) <14

Kimia Klinik

Metabolisme Karbohidrat

Glukosa Darah Sewaktu 128 mg/dL (↑) < 110

Elektrolit Serum

Natrium (Na) 132 mmol /L (↓) 135 - 155

Kalium 3,5 mmol/L (↓) 3,6 - 5,5

Chlorida 95 mmol/L (↓) 98 - 109

Rontgen Thorax tanggal 4 September 2015

14

Page 15: HSP

Jenis foto : Foto thorax PA

Interpretasi :

Jantung : CTR < 50%

Tampak perselubungan homogen pada paru kanan

Tidak terdapat adanya efek desakan

Tulang-tulang intak

Kesan : Efusi Pleura dextra

IV. RESUME

Pasien An. MRA, 7 tahun, datang ke IGD RSUD Kota Bekasi diantar oleh ibunya dengan

keluhan batuk ± 2 minggu SMRS, yakni berupa batuk kering tanpa dahak, dirasakan semakin

lama semakin memberat, sehingga menyebabkan adanya rasa nyeri pada dada bagian tengah saat

batuk. Namun, batuk darah dan sesak napas disangkal. Tiga minggu SMRS, pasien juga

mengeluh adanya demam yang dirasakan melalui perabaan tangan, lalu pasien berobat satu

15

Page 16: HSP

minggu setelahnya ke klinik dokter umum dan diberikan obat penurun panas, lalu dirasakan suhu

demam berkurang, namun sampai saat ini masih terdapat demam yang sumeng-sumeng. Adanya

keringat malam disangkal. Satu minggu SMRS, pasien juga mengeluh adanya mual dan muntah

terutama saat selesai makan, yakni berupa cairan dan makanan yang dimakan, dengan frekuensi

3x/ hari, sebanyak ½ gelas aqua. Selain itu, dalam satu minggu terakhir. Adanya nyeri perut

disangkal. Diakui minum setiap hari juga kurang, yakni sekitar 1 botol aqua ukuran sedang setiap

harinya, namun diakui BAK nya lancar seperti biasa, dengan frekuensi 4-5 kali/ harinya dengan

jumlah yang banyak. BAB dalam batas normal. Lalu, pasien juga mengaku adanya penurunan

nafsu makan dan diakui adanya penurunan berat badan dalam tiga minggu terakhir, yakni sekitar

10 kg. Riwayat penyakit serupa sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit serupa didapatkan pada

kakak ipar pasien dan terdapat TBC paru pada keluarga kakak ipar pasien tersebut.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, compos mentis,

dan kesan gizi kurang serta tampak pucat. Pada status gizi didapatkan pasien gizi buruk dengan

tinggi normal yang menandakan kekurangan gizi yang berat/ gizi buruk. Pada tanda vital

didapatkan tekanan darah 110/ 60 mmHg, nadi 84x/ menit, laju napas 24x/ menit, dan suhu

36°C. Pada status generalis, didapatkan konjungtiva anemis +/+, pada pemeriksaan thorax

didapatkan bentuk thorax asimetris dengan hemithorax kanan tertinggal, tidak didapatkan

adanya retraksi, pergerakan pernapasan asimetris dengan hemithorax kanan tertinggal, vocal

fremitus pada hemithorax kanan melemah, perkusi redup pada hemithorax kanan setinggi ICS

IV dan sonor pada hemithorax kiri, batas paru-hepar dan peranjakan serta batas kanan jantung

sulit dinilai, suara napas vesikuler tidak terdengar pada hemithorax kanan, serta tidak didapatkan

adanya ronchi dan wheezing.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan eritrosit 4.1 jt/ μL (↓), Hb 9,6 g/ dL (↓),

hematokrit 30 % (↓), trombosit 468 ribu / μL (↑), LED 77 mm (↑), MCV 73.0 fL (↓), MCH 23.3

pg (↓), MCHC 31.9 g/dL (↓), RDW 16 % (↑), GDS 128 mg/dL (↑), Na 132 mmol /L (↓), K 3,5

mmol/L (↓), dan Cl 95 mmol/L (↓). Pada pemeriksaan foto rontgen thorax didapatkan adanya

perselubungan homogen pada paru kanan, dengan kesan efusi pleura dextra.

V. DIAGNOSIS BANDING

Efusi pleura dextra et causa tuberculosa

Efusi pleura dextra et causa keganasan paru

16

Page 17: HSP

Efusi pleura dextra et causa pneumonia

VI. DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis utama : efusi pleura dextra et causa tuberculosa

Diagnosis penyerta :

o Anemia mikrositik hipokrom et causa suspek anemia defisiensi besi

o Gizi buruk

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN

Pemeriksaan darah : Fe serum, TIBC, ferritin, gambaran darah tepi, albumin serum

Uji tuberculin

Pemeriksaan mikrobiologis : apusan langsung BTA (BTA Sputum) dan biakan kuman M.

tuberculosis

Analisa cairan pleura

VIII. PENATALAKSANAAN

Non medika Mentosa

1. Komunikasi, informasi, dan edukasi orang tua pasien tentang penyakit pasien

2. Perbaiki gizi pasien dengan asupan nutrisi yang baik

3. Menyarankan skrining TB pada anggota keluarga pasien dan anggota keluarga kakak

ipar pasien, serta pemeriksaan BTA sputum pada anggota keluarga yang dewasa

Medika Mentosa

- Rawat inap

- Diet status gizi buruk : 70 kalori/ kgBB/ hari 70 kal x 13 kg = 910 kalori/

hari, dengan protein 3-5 gram/ kgBB/ hari 3gr x 13 kg = 39gr/ hari

- Terapi cairan : IVFD KaEN 3B 15 tetes makro per menit

- O2 2L/ nasal bila sesak

17

Page 18: HSP

- Paracetamol

Dosis : 5-10mg/kgBB

Pada pasien : 10mg x 13kg = 130mg drip bila suhu ≥ 38˚C

- Ambroxol

Dosis ambroxol: 15 mg dalam 2-3 dosis

Pada pasien: ambroxol syr. 15 mg 3 x 1 cth

- Cinam

Dosis : 150mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis

Pada pasien : 150mg x 13kg= 1950mg i.v 3 x 500 mg i.v

- Prednison

Dosis : 1-2 mg/kgBB

Pada pasien : 3 x 8 mg i.v

- Amikasin

Dosis : 7,5 mg/kgBB setiap 12 jam

Pada pasien : 7,5mg x 13kg = 97,5mg 2 x 100 mg i.v

- OAT dengan Fixed dose combination p.o :

Dosis :

- Rifampisin : 10-20 mg/kgBB/hari 10mg x 13kg = 130mg

- INH : 5-10 mg/kgBB/hari 5mg x 13kg = 65mg

- Pirazinamid : 15-30 mg/kgBB/hari 15mg x 13kg = 195mg

- Etambutol : 15-20mg/kgBB/hari 15mg x 13kg = 195mg

Pada pasien : R 150 mg/ H 75 mg/ Z 400 mg/ E 225 mg 1 x tab II

IX. PROGNOSIS

Ad Vitam : Ad Bonam

Ad Functionam : Ad Bonam

Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam

FOLLOW-UP

18

Page 19: HSP

Tgl S O A P5/9/15Perawatan hari ke-2

Batuk

kering (+)

Nyeri dada

bagian

tengah bila

batuk

berkurang

Sesak (-)

Demam (-)

Mual (-)

Muntah (-)

BAB (-)

BAK

lancar

Nafsu

makan

membaik

KU : tampak sakit sedang, kesan gizi kurang, pucatKesadaran: compos mentisTTV :TD : 110/60 mmHgNadi : 84x/mSuhu : 36 0 CRR : 24 x/ mKepala : normosefaliMata : konjungtiva anemis +/+Hidung : Napas cuping hidung -/-, sekret -/-Mulut :kering (-), sianosis (–), pucat (-), oral hygiene baikTho : asimetris, hemithorax kanan tertinggal, retraksi (-)P: gerakan pernapasan asimetris, hemithorax kanan tertinggal, vocal fremitus melemah pada hemithorax kanan, perkusi redup pada hemithorax kanan setinggi ICS IV, suara napas vesikuler menghilang pada

Diagnosis utama :

efusi pleura dextra et

causa tuberculosa

Diagnosis

penyerta :

Anemia

mikrositik hipokrom

et causa suspek

anemia defisiensi

besi

Gizi buruk

IVFD KaEn 3B

1,5 cc/ kgBB/

jam

Diet 910 kal/hari;

protein 39 gr/hari

O2 2L/ nasal bila

sesak

Paracetamol 130

mg bila suhu

≥38˚C

Ambroxol 15 mg

syr. 3 x 1 cth

Cinam 3 x 500

mg i.v

Prednison 3 x 8

mg i.v

Amikasin 2 x

100 mg i.v

OAT dengan

FDC p.o : R 150

mg/ H 75 mg/ Z

400 mg/ E 225

mg 1 x tab II

Anjuran :

Uji tuberculin

Pemeriksaan

BTA sputum 3x

Cek gambaran

darah tepi

Cek albumin

19

Page 20: HSP

hemithorax kananJ: BJ I-II reg, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, bu (+), supel, nyeri tekan (-), turgor baik, timpaniEkstremitas : akral hangat, CRT <2”Status neurologis : dalam batas normal

serum

6/9/15Perawatan hari ke-3

Batuk

kering (+)

Nyeri dada

bagian

tengah (-)

Sesak (-)

Demam (-)

Mual (-)

Muntah (-)

BAB (-)

BAK

lancar

Nafsu

makan

membaik

KU : tampak sakit sedang, kesan gizi kurang, pucatKesadaran: compos mentisTTV :TD : 90/70 mmHgNadi : 96x/mSuhu : 36 0 CRR : 16 x/ mKepala : normosefaliMata : konjungtiva anemis +/+Hidung : Napas cuping hidung -/-, sekret -/-Mulut :kering (-), sianosis (–), pucat (-), oral hygiene baikTho : asimetris, hemithorax kanan tertinggal, retraksi (-)P: gerakan pernapasan

Diagnosis utama :

efusi pleura dextra et

causa tuberculosa

Diagnosis

penyerta :

Anemia

mikrositik hipokrom

et causa suspek

anemia defisiensi

besiGizi buruk

IVFD KaEn 3B

1,5 cc/ kgBB/

jam

Diet 910 kal/hari;

protein 39 gr/hari

O2 2L/ nasal bila

sesak

Paracetamol 130

mg bila suhu

≥38˚C

Ambroxol 15 mg

syr. 3 x 1 cth

Cinam 3 x 500

mg i.v

Prednison 3 x 8

mg i.v

Amikasin 2 x

100 mg i.v

OAT dengan

FDC p.o : R 150

mg/ H 75 mg/ Z

20

Page 21: HSP

asimetris, hemithorax kanan tertinggal, vocal fremitus melemah pada hemithorax kanan, perkusi redup pada hemithorax kanan setinggi ICS IV, suara napas vesikuler menghilang pada hemithorax kananJ: BJ I-II reg, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, bu (+), supel, nyeri tekan (-), turgor baik, timpaniEkstremitas : akral hangat, CRT <2”Status neurologis : dalam batas normal

400 mg/ E 225

mg 1 x tab II

Uji tuberculin

tidak dapat

dilakukan

dikarenakan

persediaan obat

habis

Pemeriksaan

BTA sputum 3x

Anjuran : cek

gambaran darah

tepi dan albumin

serum

7/9/15Perawatan hari ke-4

Batuk

kering

berkurang

Nyeri dada

bagian

tengah (-)

Sesak (-)

Demam (-)

Mual (-)

Muntah (-)

BAB (+)

kemarin,

KU : tampak sakit ringan, kesan gizi kurang, pucat (-)Kesadaran: compos mentisTTV :TD : 100/70 mmHgNadi : 104x/mSuhu : 36,4 0 CRR : 20 x/ mKepala : normosefaliMata : konjungtiva anemis -/-Hidung : Napas

Diagnosis utama :

efusi pleura dextra et

causa tuberculosa

perbaikan

Diagnosis

penyerta :

Anemia

mikrositik hipokrom

et causa suspek

anemia defisiensi

besi perbaikan

Gizi buruk tipe

IVFD KaEn 3B

1,5 cc/ kgBB/

jam

Diet 910 kal/hari;

protein 39 gr/hari

O2 2L/ nasal bila

sesak

Paracetamol 130

mg bila suhu

≥38˚C

Ambroxol 15 mg

syr. 3 x 1 cth

21

Page 22: HSP

1x, warna

coklat

gelap, agak

keras

BAK

lancar

Nafsu

makan

membaik

cuping hidung -/-, sekret -/-Mulut :kering (-), sianosis (–), pucat (-), oral hygiene baikTho : asimetris, hemithorax kanan tertinggal, retraksi (-)P: gerakan pernapasan asimetris, hemithorax kanan tertinggal sedikit, vocal fremitus melemah pada hemithorax kanan, perkusi redup pada hemithorax kanan setinggi ICS IV, suara napas vesikuler melemah pada hemithorax kananJ: BJ I-II reg, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, bu (+), supel, nyeri tekan (-), turgor baik, timpaniEkstremitas : akral hangat, CRT <2”Status neurologis : dalam batas normal

marasmus Cinam 3 x 500

mg i.v

Prednison 3 x 8

mg i.v

Amikasin 2 x

100 mg i.v

OAT dengan

FDC p.o : R 150

mg/ H 75 mg/ Z

400 mg/ E 225

mg 1 x tab II

Pemeriksaan

BTA sputum 3x

Anjuran : cek

gambaran darah

tepi dan albumin

serum

8/9/15Perawatan hari ke-6

Batuk

kering

berkurang

KU : tampak sakit ringan, kesan gizi kurang

Diagnosis utama :

efusi pleura dextra et

causa tuberculosa

IVFD KaEn 3B

1,5 cc/ kgBB/

22

Page 23: HSP

Nyeri dada

bagian

tengah (-)

Sesak (-)

Demam (+)

kemarin

sore

Mual (-)

Muntah (-)

BAB (-)

BAK

lancar

Nafsu

makan

membaik

Kesadaran: compos mentisTTV :TD : 100/70 mmHgNadi : 96x/mSuhu : 36 0 CRR : 24 x/ mKepala : normosefaliMata : konjungtiva anemis -/-Hidung : Napas cuping hidung -/-, sekret -/-Mulut :kering (-), sianosis (-), pucat (-), oral hygiene baikTho : asimetris, hemithorax kanan tertinggal (-), retraksi (-)P: gerakan pernapasan asimetris (-), hemithorax kanan tertinggal (-), vocal fremitus melemah pada hemithorax kanan, perkusi redup pada hemithorax kanan setinggi ICS V, suara napas vesikuler melemah pada hemithorax kananJ: BJ I-II reg, murmur (-), gallop (-)

perbaikan

Diagnosis

penyerta :

Gizi buruk tipe

marasmus

jam

Diet 910 kal/hari;

protein 39 gr/hari

O2 2L/ nasal bila

sesak

Paracetamol 130

mg bila suhu

≥38˚C

Ambroxol 15 mg

syr. 3 x 1 cth

Cinam 3 x 500

mg i.v

Prednison 3 x 8

mg i.v

Amikasin 2 x

100 mg i.v

OAT dengan

FDC p.o : R 150

mg/ H 75 mg/ Z

400 mg/ E 225

mg 1 x tab II

Peneriksaan BTA

sputum 3x tidak

dapat dilakukan

karena produksi

dahak (-)

Anjuran : cek

gambaran darah

tepi, albumin,

hematologi rutin

Besok rencana

23

Page 24: HSP

Abdomen : datar, bu (+), supel, nyeri tekan (-), turgor baik, timpaniEkstremitas : akral hangat, CRT <2”Status neurologis : dalam batas normal

rontgen thorax

ulang bila

hasil perbaikan,

boleh rawat jalan

9/9/15Perawatan hari ke-7

Batuk

kering

berkurang

Nyeri dada

bagian

tengah (-)

Sesak (-)

Demam (-)

Mual (-)

Muntah (-)

BAB (+)

BAK

lancar

Nafsu

makan

membaik

KU : tampak sakit ringan, kesan gizi kurangKesadaran: compos mentisTTV :TD : 100/70 mmHgNadi : 100x/mSuhu : 37,2 0 CRR : 24 x/ mKepala : normosefaliMata : konjungtiva anemis -/-Hidung : Napas cuping hidung -/-, sekret -/-Mulut :kering (-), sianosis (-), pucat (-), oral hygiene baikTho : simetris, hemithorax kanan tertinggal (-), retraksi (-)P: gerakan pernapasan simetris, vocal fremitus melemah pada hemithorax kanan, perkusi

Diagnosis utama :

efusi pleura dextra et

causa tuberculosa

perbaikan

Diagnosis

penyerta :

Gizi buruk tipe

marasmus

Venflon

Diet 910 kal/hari;

protein 39 gr/hari

O2 2L/ nasal bila

sesak

Paracetamol 130

mg bila suhu

≥38˚C

Ambroxol 15 mg

syr. 3 x 1 cth

Cinam 3 x 500

mg i.v

Prednison 3 x 8

mg i.v

Amikasin 2 x

100 mg i.v

OAT dengan

FDC p.o : R 150

mg/ H 75 mg/ Z

400 mg/ E 225

mg 1 x tab

IImg i.v

Boleh rawat jalan

24

Page 25: HSP

redup pada hemithorax kanan setinggi ICS V perbaikan, suara napas vesikuler melemah pada hemithorax kananJ: BJ I-II reg, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, bu (+), supel, nyeri tekan (-), turgor baik, timpaniEkstremitas : akral hangat, CRT <2”Status neurologis : dalam batas normal

BAB III

ANALISA KASUS

3.1 ANALISA ANAMNESIS

25

Page 26: HSP

Kasus yang dibahas adalah pasien bernama An. MRA usia 7 tahun, jenis kelamin laki-

laki yang dirawat dengan diagnosa efusi pleura dextra et causa tuberculosa.

Pasien datang ke IGD RSUD Kota Bekasih dengan keluhan batuk sejak ± 2 minggu

SMRS, yakni batuk kering, sering setiap hari, dan semakin memberat, disertai dengan nyeri dada

bagian tengah bila batuk. Dari waktu timbul keluhan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

batuk yang terjadi pada pasien bersifat kronik. Maka, kemungkinan penyakit yang menyebabkan

batuk kronik adalah tuberculosis, asma bronkiale, keganasan paru, bronkiektasis, namun dapat

juga disebabkan oleh abses paru, pertusis, refluks esofageal dan iritasi asam di paru, dan fibrosis

interstisial paru.

Batuk merupakan keluhan yang lazim dari kelainan sistem respirasi, biasanya terjadi

dengan diawali inspirasi yang dalam diikuti dengan ekspirasi yang eksplosif, sehingga saluran

napas dapat dibersihkan dari sekresi dan benda asing. Batuk dapat terjadi bila sel di sepanjang

saluran pernapasan teriritasi dan terpicu oleh serangkaian peristiwa sehingga udara dalam paru

dengan tekanan tinggi didorong mengalir keluar. Yang perlu diperhatikan ialah deskripsi

termasuk durasi dari batuk agar dapat dikenali penyakit yang menyertainya.

Pada pasien, batuk yang terjadi baru pertama kali, dengan sifat kering tanpa dahak,

bersifat kronik, tidak disertai suara mengi. Selain batuk, pasien juga mengeluh adanya demam

26

Page 27: HSP

sumeng-sumeng tanpa sebab yang jelas selama ± 3 minggu, disertai dengan penurunan berat

badan mencapai 10 kg dalam waktu 3 minggu terakhir. Namun keringat malam disangkal. Selain

itu didapatkan pula riwayat kontak dengan keluarga yang mengalami keluhan yang sama dan TB

positif pada dewasa. Dengan demikian, kecurigaan penyakit yang terjadi pada pasien yakni

mengarah ke tuberculosis.

Demam merupakan suatu tanda umum yang menandai adanya infeksi. Yang dimaksud

demam pada penyakit TBC adalah demam lama (≥ 2 minggu) yang tidak diketahui penyebabnya,

atau bukan suatu demam akibat demam tifoid dan bukan akibat malaria. Temuan demam pada

pasien TB berkisar antara 40-80% kasus. Demam biasanya tidak tinggi dan hilang timbul dalam

jangka waktu yang cukup lama. Batuk yang berlangsung kronik, lebih dari tiga minggu,

merupakan salah satu gejala umum TB pada anak. Selain itu, gejala umum pada TB anak lainnya

yakni adanya berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan

penanganan gizi yang adekuat, nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan

berat badan tidak naik dengan adekuat, lesu atau malaise, dan diare persisten yang tidak sembuh

dengan pengobatan baku diare. Berdasarkan hal tersebut, sebagian besar dari gejala umum TB

pada anak tersebut ditemukan dalam kasus ini.

3.2 ANALISA PEMERIKSAAN FISIK

Pada kasus ini, pemeriksaan fisik yang bermakna yakni didapatkan status gizi pasien

dalam keadaan gizi buruk, tampak pucat dengan konjungtiva anemis +/+, serta pada pemeriksaan

thorax didapatkan adanya bentuk thorax yang asimetris dengan hemithorax kanan tertinggal,

gerakan pernapasan pada hemithorax kanan tertinggal, vocal fremitus melemah pada hemithorax

kanan, perkusi redup pada hemithorax kanan setinggi ICS IV, serta suara napas vesikuler yang

menghilang pada hemithorax kanan.

Adanya status gizi yang buruk dengan keadaan umum tampak pucat dan konjungtiva

anemis menandakan adanya anemia yang dicurigai akibat defisiensi besi. Hal ini juga didukung

oleh nafsu makan pasien yang berkurang selama sakit ini, sehingga asupan gizi yang ada tentu

saja berkurang, sehingga dapat menyebabkan terjadinya anemia ini. Selain itu, pada penyakit TB

27

Page 28: HSP

anak juga dapat menyebabkan adanya penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan tanpa

sebab yang jelas sehingga dapat memperburuk keadaan status gizi pasien.

Pada kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan thorax tersebut, yakni adanya bentuk

thorax yang asimetris dengan hemithorax kanan tertinggal maka menandakan kemungkinan

adanya efusi pleura, pneumothorax, atelectasis, atau fibrosis. Lalu, pada palpasi didapatkan

adanya gerakan pernapasan asimetris dengan hemithorax kanan tertinggal dan vocal fremitus

melemah, maka kemungkinan penyebabnya adalah efusi pleura, pneumothorax, fibrosis,

emfisema, atau atelectasis. Lalu, pada perkusi didapatkan redup pada hemithorax kanan yang

dikarenakan volume udara dalam jaringan paru berkurang sehingga bunyi perkusi yang

dihasilkan kurang nyaring, hal ini dapat dikarenakan adanya infiltrat atau jaringan konsolidasi,

atau jaringan paru normal tetapi kavum pleura berisi cairan (efusi pleura). Selanjutnya, pada

auskultasi didapatkan suara napas vesikuler menghilang pada hemithorax kanan, hal ini dapat

terjadi pada efusi pleura, emfisema, obstruksi bronkus, atau pneumothorax.

Lalu, pada hasil sistem skoring TB pasien didapatkan hasil totalnya 7, sehingga

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ada lebih mengarah ke efusi pleura et causa

tuberculosa.

3.3 ANALISA PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil pemeriksaan laboratorium darah yang bermakna yakni menunjukkan adanya

anemia mikrositik hipokrom yang mendukung dari anamnesis yang didapatkan adanya

penurunan nafsu makan serta berat badan dan pemeriksaan fisik yang didapatkan adanya pucat

dan konjungtiva anemis.

28

Page 29: HSP

Pada pemeriksaan rontgen thorax yang dilakukan saat pasien masuk RS, yakni tanggal 4

September 2015, didapatkan adanya perselubungan homogen pada paru kanan tanpa disertai efek

desakan, dengan kesan efusi pleura dextra. Hal ini menandakan adanya cairan di dalam cavum

pleura dextra yang menyebabkan adanya gambaran radio-opaque yang disebut sebagai

perselubungan homogen pada paru kanan.

Lalu, untuk lebih menegakkan diagnosa TB, maka seharusnya pada pasien dilakukan uji

tuberkulin terlebih dahulu sebelum diberikan OAT, dikarenakan diagnosa TB pada anak

sangatlah sulit dimana adanya penemuan klinis dan radiologis sering kali tidak spesifik.

Sedangkan untuk menegakkan diagnosa pasti TB maka harus ditemukan M. tuberculosis pada

pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan pleura, atau pada biopsi jaringan.

3.4 ANALISA DIAGNOSIS

Diagnosis kerja utama yang dapat ditegakkan pada pasien ini adalah efusi pleura dextra et

causa tuberculosa, yang berdasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang yang ada. Pada anamnesis terdapat adanya gejala umum TB pada anak yakni adanya

demam ≥2 minggu tanpa sebab yang jelas, dimana demam bersifat tidak tinggi atau sumeng-

sumeng, batuk lama 2 minggu, berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, serta nafsu makan

yang menurun, selain itu didapatkan pula kontak TB pada dewasa (keluarga kakak ipar pasien).

Namun, seharusnya kontak TB pada dewasa tersebut harus dengan hasil BTA yang positif, tetapi

pada keluarga pasien tersebut belum diketahui hasil BTA nya. Lalu, pada pemeriksaan fisik

didapatkan adanya status gizi buruk, pucat, konjungtiva anemis, bentuk thorax asimetris dengan

hemithorax kanan tertinggal, gerakan pernapasan hemithorax kanan tertinggal, vocal fremitus

melemah pada hemithorax kanan, perkusi redup pada hemithorax kanan, dan suara napas

vesikuler menghilang pada hemithorax kanan, didukung oleh hasil pemeriksaan penunjang yang

menunjukkan adanya anemia mikrositik hipokrom dan perselubungan homogen pada hemithorax

kanan, serta hasil skoring TB adalah 7. Lalu, pada pemberian terapi OAT selama 1 minggu,

didapatkan adanya respon yang baik terlihat dari perbaikan rontgen thorax yang ada.

Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada pemeriksaan

sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsi jaringan. Pada

29

Page 30: HSP

anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah

kuman (paucibacillary) dan sulitnya pengambilan spesimen (sputum). Karenanya, diagnosis TB

anak bergantung pada penemuan klinis dan radiologis, yang keduanya sering kali tidak spesifik.

Kadang-kadang TB anak ditemukan karena ditemukannya TB dewasa di sekitarnya. Diagnosis

TB anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji

tuberkulin, pemeriksaan laboratorium, dan foto rontgen dada. Adanya riwayat kontak dengan

pasien TB dewasa BTA positif, uji tuberkulin positif, dan foto paru yang mengarah pada TB

(sugestif TB) merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah sakit TB.

Diagnosis banding yang mungkin pada pasien ini adalah efusi pleura et causa keganasan

paru dan efusi pleura et causa pneumonia.

Diagnosis banding efusi pleura et causa keganasan paru mungkindapat disingkirkan

karena dari anamnesis tidak terdapat riwayat keganasan dalam keluarga, tidak didapatkan adanya

hemoptisis, batuk yang disertai mengi, sesak napas yang progresif, dan pada pemeriksaan fisik

tidak didapatkan perkusi paru pekak, suara napas vesikuler melemah, dan adanya ronchi.

Sedangkan diagnosis banding efusi pleura et causa pneumonia juga dapat disingkirkan

karena tidak dijumpai keadaan yang mendukung pneumonia yakni berupa adanya ISPA beberapa

hari sebelum terjadi pneumonia, demam tinggi disertai menggigil, laju nafas meningkat, tanda-

tanda sesak nafas, anak tampak gelisah, batuk keras tidak berdahak, anak lebih nyaman bila

berbaring dengan dada yang terkena berada di bawah sambil menekuk tungkai ke arah dada dan

pada kasus yang berat disertai sianosis sirkumoral, lalu pada pemeriksaan fisik didapatkan

adanya perkusi daerah lesi pekak, suara napas vesikuler melemah disertai adanya ronchi, dan

pada pemeriksaan penunjang darah dapat ditemukan adanya leukositosis.

30

Page 31: HSP

Petunjuk WHO untuk diagnosis TB anak

a. Dicurigai tuberculosis1. Anak sakit dengan riwayat kontak pasien tuberculosis dengan diagnosis pasti2. Anak dengan :

Keadaan klinis tidak membaik setelah menderita campak atau batuk rejan Berat badan menurun, batuk dan mengi yang tidak membaik dengan

pengobatan antibiotika untuk penyakit pernapasan Pembesaran kelenjar superfisialis yang tidak sakit

b. Mungkin tuberculosisAnak yang dicurigai tuberculosis ditambah :

Uji tuberculin positif (10 mm atau lebih) Foto rontgen paru sugestif tuberculosis Pemeriksaan histologis biopsi sugestif tuberculosis Respons yang baik pada pengobatan dengan OAT

c. Pasti tuberculosis (confirmed TB)Ditemukan basil tuberculosis pada pemeriksaan langsung atau biakanIdentifikasi Mycobacterim tuberculosis pada karakteristik biakan

Berdasarkan keterangan sebelumnya bahwa mendiagnosis TB anak sulit dilakukan

karena gejalanya tidak khas, maka dibuatlah suatu kesepakatan penanggulangan TB anak oleh

beberapa pakar, yakni dengan menggunakan sistem skor, yaitu pembobotan terhadap gejala atau

tanda klinis yang dijumpai. Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skoring. Pasien dengan

jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 (≥6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan

mendapat OAT (obat anti tuberkulosis).

3.5 ANALISA TATALAKSANA

31

Page 32: HSP

Rawat inap ditujukan jika ditemukan adanya gambaran milier, kavitas, atau efusi pleura

pada foto thorax dan atau terdapat tanda-tanda bahaya seperti kejang, kaku kuduk, dan

penurunan kesadaran, serta tanda kegawatan lain seperti sesak napas.

Terapi gizi dengan memberikan makanan tinggi kalori, protein, dan cukup vitamin-

mineral secara bertahap, guna mencapai status gizi yang optimal.

Menjamin hidrasi yang adekuat melalui cairan parenteral untuk mencegah terjadi

dehidrasi.

Pemberian oksigen bertujuan untuk mengatasai hipoksemia, mengurangi kehilangan air

insensibel akibat takipnea, mengurangi dispnea, serta menghilangkan kecemasan dan

kegelisahan. Pada pasien tidak terdapat sesak napas sehingga belum perlu diberikan

oksigenasi.

Pemberian paracetamol ditujukan untuk mengurangi demam dengan menghambat sistem

hipotalamus dengan dosis 5-10mg/kgBB, dimana pada pasien ini diberikan dosis 300 mg

dan hanya bila suhu ≥38˚C agar tubuh sudah melakukan mekanisme pertahanan untuk

melawan antigen yang ada melalui demam.

Obat mukolitik yakni ambroxol dipertimbangkan pemberiannya untuk merangsang

sekresi mucus serta diindikasikan pada kondisi inflamasi paru kronik dengan dosis 15mg

dibagi dalam 2-3 dosis perhari dimana pada pasien diberikan 15 mg untuk 3 kali sehari.

Pemberian antibiotik cinam (ampicilin + sulbaktam) dipertimbangkan dalam kaitannya

mengatasi infeksi pada saluran nafas bagian bawah seperti pneumonia dengan dosis 150

mg/kgBB dalam 3 - 4 dosis. Pada pasien diberikan 3 x 500 mg iv.

Pemberian kortikosteroid pada efusi pleura TB dapat memperpendek fase demam dan

mempercepat penyerapan cairan serta mencegah perlengketan, walaupun rasio manfaat

dan risiko penggunaannya belum diketahui pasti. Lama pemberian kortikosteroid adalah

2-6 minggu dengan dosis penuh, dilanjutkan tappering off selama 2-6 minggu sesuai

dengan lamanya pemberian dosis penuh.

OAT adalah pengobatan kausatif pada pasien ini. Isoniazid diberikan dengan dosis 5-15

mg/kgBB/ hari dengan dosis maksimum 300 mg per hari namun dosisnya tidak boleh

melebihi 10 mg/ kgBB/ hari bila dikombinasikan dengan rifampisin, rifampisin diberikan

dengan dosis 10-20 mg/ kgBB/ hari dengan dosis maksimum 600 mg per hari,

pirazinamid diberikan dengan dosis 15-30 mg/ kgBB/ hari dengan dosis maksimum 2000

32

Page 33: HSP

mg per hari, dan etambutol diberikan dengan dosis 15-20 mg/ kgBB/ hari dengan dosis

maksimum 1250 mg per hari. Sehingga pada pasien dapat diberikan OAT dengan dosis H

150 mg/ R 300 mg/ Z 450 mg/ E 450 mg bila memakai dosis terendah.

Namun pada pasien diberikan fixed dose combination (FDC) dengan dosis yang telah

ditentukan yakni H 75 mg/ R 150 mg/ Z 400 mg/ E 225 mg diminum 1 x 2 tablet, dimana

pemberian dosis OAT tersebut sudah sesuai dengan dosis regimen OAT yang ada,

dimana pemberian FDC ini ditujukan untuk menyederhanakan pengobatan, mengurangi

kesalahan penggunaan obat TB, mengurangi kemungkinan kegagalan pengobatan,

meningkatkan keteraturan pasien, dan mempermudah penentuan dosis berdasarkan BB.

Terapi efusi pleura TB sama dengan terapi TB paru. Bila respons terhadap terapi baik,

maka suhu akan turun dalam 2 minggu terapi dan cairan pleura akan diserap dalam 6

minggu. Akan tetapi, pada beberapa pasien demam dapat berlangsung hingga 2 bulan dan

penyerapan cairan memerlukan waktu hingga 4 bulan.

Pada pasien ini memang terdapat anemia mikrositik hipokrom et causa suspek defisiensi

Fe, namun saya tidak menganjurkan pemberian suplemen zat besi dikarenakan pasien

menderita gizi buruk sehingga transferrin yang ada di dalam tubuh pasien sedikit, apabila

diberikan suplemen zat besi ditakutkan banyak Fe bebas didalam tubuh yang nantinya

dapat menyebabkan terjadinya hemosiderosis.

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 DEFINISI

33

Page 34: HSP

Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB yang dikenal juga

dengan nama pleuritis TB. Peradangan rongga pleura pada umumnya secara klasik berhubungan

dengan infeksi TB paru primer. Berbeda dengan bentuk TB di luar paru, infeksi TB pada organ

tersebut telah terdapat kuman M. TB pada fase basilemia primer. Proses di pleura terjadi akibat

penyebaran atau perluasan proses peradangan melalui pleura viseral sebagai proses

hipersensitivitas tipe lambat.[1]

Efusi pleura TB dapat ditemukan dalam dua bentuk, yakni cairan serosa yang merupakan

bentuk yang paling banyak dijumpai dan yang jauh lebih jarang adalah bentuk empiema TB,

yang merupakan efusi pleura TB primer yang gagal mengalami resolusi dan berlanjut ke proses

supuratif kronik.[4]

4.2 EPIDEMIOLOGI

TB masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian utama khususnya di negara-negara

berkembang. Karena itu TB masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di

dunia ini.

Menurut data yang dilaporkan WHO tahun 2008 diperkirakan sebanyak 9.2 juta kasus

baru TB yang terjadi di seluruh dunia pada tahun 2006 (139 per 100.000), termasuk sekitar 4.1

juta (62 per 100.000) kasus baru dengan apusan BTA positif. Diantara kasus baru itu

diperkirakan 709 000 (7.7%) dengan HIV-positif. Asia mencapai 55% dari seluruh kasus di

dunia, dan Afrika sekitar 31%.

TB sering bermanifestasi ke organ-organ lain. Manifestasi ke pleura berupa pleuritis atau

efusi pleura merupakan salah satu manifestasi TB ekstraparu yang paling sering terjadi selain

limfadenitis TB. Sekitar ± 30% infeksi aktif M. TB bermanifestasi ke pleura. Biasanya efusi

pleura yang disebabkan oleh TB selain bersifat eksudatif juga bersifat limfositik. Efusi pleura

biasanya terjadi dalam 6 bulan petama setelah TB primer.[2,5]

4.3 PATOGENESIS

34

Page 35: HSP

Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB suatu keadaan dimana

terjadinya akumulasi cairan dalam rongga pleura. Mekanisme terjadinya efusi pleura TB bisa

dengan beberapa cara:

1. Efusi pleura TB dapat terjadi dengan tanpa dijumpainya kelainan radiologi toraks. Ini

merupakan sekuele dari infeksi primer dimana efusi pleura TB biasanya terjadi 6-12

minggu setelah infeksi primer, pada anak-anak dan orang dewasa muda. Efusi pleura TB

ini diduga akibat pecahnya fokus perkijuan subpleura paru sehingga bahan perkijuan dan

kuman M. TB masuk ke rongga pleura dan terjadi interaksi dengan Limfosit T yang akan

menghasilkan suatu reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Limfosit akan melepaskan

limfokin yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dari kapiler pleura terhadap

protein yang akan menghasilkan akumulasi cairan pleura. Cairan efusi umumnya diserap

35

Page 36: HSP

kembali dengan mudah. Namun terkadang bila terdapat banyak kuman di dalamnya,

cairan efusi tersebut dapat menjadi purulen, sehingga membentuk empiema TB.

2. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut. Jarang,

keadaan seperti ini bia berlanjut menjadi nanah (empiema). Efusi pleura ini terjadi akibat

proses reaktivasi yang mungkin terjadi jika penderita mengalami imuniti rendah.

3. Efusi yang terjadi akibat pecahnya kavitas TB dan keluarnya udara ke dalam rongga

pleura. Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang antara paru dan dinding

dada. TB dari kavitas yang memecah mengeluarkan efusi nanah (empiema). Udara

dengan nanah bersamaan disebut piopneumotoraks.

4.4 MANIFESTASI KLINIS

Kadang-kadang efusi pleura TB asimptomatik jika cairan efusinya masih sedikit dan

sering terdeteksi pada pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk tujuan tertentu. Namun jika

cairan efusi dalam jumlah sedang sampai banyak maka akan memberikan gejala dan kelainan

dari pemeriksaan fisik.

Efusi pleura TB biasanya bermanifestasi sebagai penyakit demam akut yang disertai

batuk nonproduktif (94%) dan nyeri dada (78%) tanpa peningkatan leukosit darah tepi.

Penurunan berat badan dan malaise dapat dijumpai, demikian juga dengan menggigil. Sebagian

besar efusi pleura TB bersifat unilateral (95%), agak lebih sering di sisi kanan. Jumlah cairan

efusi bervariasi dari sedikit hingga banyak dan meliputi setengah dari hemithorax. Jumlah

maupun lokasi terjadinya efusi tidak mempengaruhi prognosis. Cairan efusi pleura dapat berupa

massa kiju.

Walaupun TB merupakan suatu penyakit yang kronis akan tetapi efusi pleura TB sering

manifestasi klinisnya sebagai suatu penyakit yang akut. Sepertiga penderita efusi pleura TB

sebagai suatu penyakit akut yang gejalanya kurang dari 1 minggu. Pada suatu penelitian terhadap

71 penderita ditemukan 31% mempunyai gejala kurang dari 1 minggu durasinya dan 62%

dengan gejala kurang dari satu bulan. Umur penderita efusi pleura TB lebih muda daripada

penderita TB paru.[4]

36

Page 37: HSP

.

4.5 DIAGNOSIS

Diagnosis efusi pleura TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan radiologi thorax, pemeriksaan bakteri tahan asam sputum, cairan pleura dan

jaringan pleura, uji tuberkulin, biopsi pleura dan analisis cairan pleura. Diagnosis dapat juga

ditegakkan berdasarkan pemeriksaan ADA, IFN-γ, dan PCR cairan pleura. Hasil darah perifer

tidak bermanfaat; kebanyakan pasien tidak mengalami lekositosis. Sekitar 20% kasus efusi

pleura TB menunjukkan gambaran infiltrat pada foto toraks.

Kelainan yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik sangat tergantung pada banyaknya

penumpukan cairan pleura yang terjadi. Pada inspeksi dada bisa dilihat kelainan berupa bentuk

dada yang tidak simetris, penonjolan pada dada yang terlibat, sela iga melebar, pergerakan

tertinggal pada dada yang terlibat. Pada palpasi vocal fremitus melemah sampai menghilang,

perkusi dijumpai redup pada daerah yang terlibat, dari auskultasi akan dijumpai suara pernafasan

vesikuler melemah sampai menghilang, mungkin terdapat suara gesekan pleura.[1,4]

Berdasarkan pemeriksaan radiologis toraks menurut kriteria American Thoracic Society

(ATS), TB paru dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu lesi minimal, lesi sedang, dan lesi luas.

Sedangkan efusi pleura TB pada pemeriksaan radiologis toraks posisi Posterior Anterior (PA)

akan menunjukkan gambaran konsolidasi homogen dan meniskus, dengan sudut kostophrenikus

tumpul, pendorongan trakea dan mediastinum ke sisi yang berlawanan. Dari foto toraks dapat

dijumpai kelainan parenkim paru. Bila kelainan paru terjadi di lobus bawah, maka efusi pleura

terkait dengan proses infeksi TB primer. Bila kelainan paru terjadi di lobus atas, maka

kemungkinan besar merupakan TB pascaprimer dengan reaktivasi fokus lama. Efusi pleura

hamper selalu terjadi di sisi yang sama dengan kelainan parenkim parunya.

Spesimen diagnostik utama efusi pleura TB adalah cairan pleura dan jaringan pleura yang

didapat dari pungsi pleura. Cairan pleura pada efusi pleura TB biasanya berwarna kuning dengan

protein yang tinggi dan cepat membeku. Kadang-kadang cairan keruh, bergantung pada isi

selnya. Pada fase akut, sel umumnya polimorfonuklear (PMN), tetapi sebagian kasus selnya

adalah limfosit. Pada kultur cairan pleura lebih sensitif yaitu 11-50% karena pada kultur

37

Page 38: HSP

diperlukan 10-100 basil TB. Akan tetapi kultur memerlukan waktu yang lebih lama yaitu sampai

6 minggu untuk menumbuhkan M.TB.[1,4]

Dulu tes tuberkulin ini menjadi pemeriksaan diagnostik yang penting pada pasien yang

diduga efusi pleura TB. Test ini akan memberikan hasil yang positif setelah mengalami gejala >8

minggu. Pada penderita dengan status gangguan kekebalan tubuh dan status gizi buruk, tes ini

akan memberikan hasil yang negatif.

Gambaran yang menunjukkan peningkatan kadar ADA (adenosine deaminase)

bermanfaat dalam menentukan diagnosis efusi pleura TB. Beberapa peneliti menggunakan

berbagai tingkat cut-off untuk ADA efusi pleura TB antara 30-70 U/l. Pada kadar ADA cairan

pleura yang lebih tinggi cenderung pasien efusi pleura TB. Pada studi metaanalisis yang

meninjau 40 artikel menyatakan bahwa ADA mempunyai nilai spesifisiti dan sensitivitinya

mencapai 92% dalam menegakkan diagnosis efusi pleura TB. Kebanyakan pasien dengan efusi

pleura TB mempunyai kadar ADA > 40 U/l. Pada pasien dengan gangguan kekebalan tubuh

dengan efusi pleura TB kadar ini lebih tinggi lagi. Efusi pleura limfositik yang bukan disebabkan

oleh TB biasanya mengandung kadar ADA < 40 U/l.

Tes lain yang bermanfaat dalam mendukung diagnosis efusi pleura TB adalah

pemeriksaan kadar IFN-γ cairan pleura. IFN-γ merupakan suatu regulator imun yang penting

dimana dapat berfungsi sebagai antivirus dan sitotoksik. IFN-γ diproduksi oleh limfosit T CD4+

dari pasien-pasien dengan efusi pleura TB.

PCR (polymerase chain reaction) juga merupakan salah satu tehnik pemeriksaan yang

digunakan dalam penegakan diagnosis efusi pleura TB karena metode konvensional masih

rendah sensitivitinya. Sensitiviti PCR pada efusi pleura TB berkisar 20-81% dan spesitifiti nya

berkisar 78-100%.[6]

Dikarenakan mendiagnosis TB anak sulit dilakukan karena gejalanya yang tidak khas,

maka dibuatlah suatu kesepakatan penanggulangan TB anak oleh beberapa pakar. Kesepakatan

ini dibuat untuk memudahkan penanganan TB anak secara luas, terutama di daerah perifer atau

pada fasilitas kesehatan yang kurang memadai. Yang digunakan untuk memudahkan diagnosis

38

Page 39: HSP

TB yakni dengan sistem skor yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai.[3,4]

4.6 TATALAKSANATerapi efusi pleura TB sama dengan terapi TB paru. Bila respons terhadap terapi baik,

maka suhu akan turun dalam 2 minggu terapi dan cairan pleura akan diserap dalam 6 minggu.

Akan tetapi, pada beberapa pasien demam dapat berlangsung hingga 2 bulan dan penyerapan

39

Page 40: HSP

cairan memerlukan waktu hingga 4 bulan. Pemberian steroid dapat memperpendek fase demam

dan mempercepat penyerapan cairan serta mencegah perlengketan, walaupun rasio manfaat dan

risiko penggunaannya belum diketahui pasti. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-6 minggu

dengan dosis penuh, dilanjutkan tappering off selama 2-6 minggu sesuai dengan lamanya

pemberian dosis penuh. Drainease cairan pleura secara rutin tidak perlu dilakukan. Penebalan

pleura sebagai sisa penyakit dapat terjadi pada 50% kasus.

Tatalaksana TB pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan antara

pemberian medikamentosa, penanganan gizi, dan pengobatan penyakit penyerta. Selain itu,

penting untuk dilakukan pelacakan sumber infeksi, dan bila ditemukan sumber infeksi juga harus

mendapat pengobatan. Upaya perbaikan kesehatan lingkungan juga diperlukan untuk menunjang

keberhasilan pengobatan. Pemberian medikamentosa tidak terlepas dari penyuluhan kesehatan

kepada masyarakat atau kepada orang tua pasien mengenai pentingnya menelan obat secara

teratur dalam jangka waktu yang cukup lama, pengawasan terhadap jadwal pemberian obat,

keyakinan bahwa obat diminum, dan sebagainya.[3,4]

Prinsip dasar terapi TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu relatif

lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan

sisanya sebagai fase lanjutan. Pemberian panduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya

resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian

obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan

terjadinya kekambuhan.

Berbeda dengan dewasa, OAT pada anak diberikan setiap hari, bukan 2 atau 3 kali dalam

seminggu. Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering

40

Page 41: HSP

jika obat tidak diminum setiap hari. Saat ini pduan obat yang baku untuk sebagian besar kasus

TB anak adalah paduan rifampisin, INH, dan pirazinamid. Pada fase intensif diberikan

rifampisin, INH dan pirazinamid, sedangkan fase lanjutan hanya diberikan rifampisin dan INH.

Pada keadaan TB berat baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier, efusi pleura

TB, meningitis TB dan lain-lain, pada fase intensif diberikan minimal 4 macam obat (rifampisin,

INH, pirazinamid, etambutol, atau streptomisin). Untuk kasus tertentu yaitu TB milier, efusi

pleura TB, pericarditis TB, peritonitis TB, diberikan kortikosteroid (prednisone) dengan dosis 1-

2 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.[3,4]

4.7 PROGNOSIS

Sebagian besar kasus efusi pleura TB dapat sembuh sempurna dengan pengobatan

antituberkulosis. Namun, adanya penebalan pleura sebagai gejala sisa dapat terjadi pada 50%

kasus.[7]

41

Page 42: HSP

DAFTAR PUSTAKA

1. Munoz FM and Starke JR. Tuberculosis. In: Behrman RE, Kliegman RM, and Jenson

HB, editors. Nelson textbook of pediatric. 17th ed. India: Elsevier. 2004. p. 958-72.

2. Konsensus TB. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan TB. Available at:

http://klikpdpi.com/konsensus/Xsip/tb.pdf. Accessed on July 4th, 2014.

3. Depkes-IDAI. Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak. Jakarta: Depkes RI. 2008.

p. 1-35.

4. Rahajoe NN, Supriyatno B, and Setyato DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st ed. Jakarta:

IDAI. 2013. p. 162-232.

5. Kartasasmita CB. Epidemiologi Tuberkulosis. Sari Pediatri. 2009; 11(2): 124-8.

6. Ajmal B, Ijaz K, and Mahmood KT. Management of Tuberculous Pleural Effusion. J

Biomed Sci and Res. 2011; 3(1): 302-7.

7. Assefa D. Pediatric Pleural Effusion. Avalaible at:

http://emedicine.medscape.com/article/1003121-overview#aw2aab6b2b5. Accessed on

July 6th, 2014.

42