Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

21
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hospitalisasi Anak Pra Sekolah 1. Pengertian Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Sedangkan Dirokx (2004) mengemukakan bahwa hospitalisasi adalah penempatan pasien di rumah sakit untuk penelitian, diagnosis dan pengobatan. Selain itu hospitalisasi juga diartikan sebagai pemasukan seorang penderita ke dalam rumah sakit atau masa selama di rumah sakit (Dorland’s, 1996). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan yang berencana atau darurat yang mengharuskan pasien untuk tinggal di rumah sakit baik untuk diagnosis, pengobatan dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Anak usia pra sekolah adalah anak yang berusia antara 3 sampai 6 tahun. Bagi anak usia pra sekolah, sakit adalah sesuatu yang menakutkan. Selain itu, perawatan di rumah sakit dapat menimbulkan cemas karena anak merasa kehilangan lingkungan yang dirasakanya aman, penuh kasih sayang dan menyenangkan. Anak juga harus meninggalkan lingkungan rumah yang dikenalnya, permainan, dan teman sepermainannya (Supartini, 2004). 2. Penyebab Supartini (2004) menjelaskan bahwa penyebab hospitalisasi adalah karena pasien sakit dan harus menjalani terapi serta perawatan. 3. Reaksi Anak terhadap Hospitalisasi Suparto (2003) menjelaskan bahwa reaksi anak dan keluarganya terhadap sakit dan ke rumah sakit baik untuk rawat inap maupun rawat

Transcript of Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

Page 1: Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hospitalisasi Anak Pra Sekolah

1. Pengertian

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan

yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah

sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke

rumah (Supartini, 2004). Sedangkan Dirokx (2004) mengemukakan bahwa

hospitalisasi adalah penempatan pasien di rumah sakit untuk penelitian,

diagnosis dan pengobatan. Selain itu hospitalisasi juga diartikan sebagai

pemasukan seorang penderita ke dalam rumah sakit atau masa selama di

rumah sakit (Dorland’s, 1996).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan yang berencana atau

darurat yang mengharuskan pasien untuk tinggal di rumah sakit baik untuk

diagnosis, pengobatan dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke

rumah.

Anak usia pra sekolah adalah anak yang berusia antara 3 sampai 6

tahun. Bagi anak usia pra sekolah, sakit adalah sesuatu yang menakutkan.

Selain itu, perawatan di rumah sakit dapat menimbulkan cemas karena

anak merasa kehilangan lingkungan yang dirasakanya aman, penuh kasih

sayang dan menyenangkan. Anak juga harus meninggalkan lingkungan

rumah yang dikenalnya, permainan, dan teman sepermainannya (Supartini,

2004).

2. Penyebab

Supartini (2004) menjelaskan bahwa penyebab hospitalisasi

adalah karena pasien sakit dan harus menjalani terapi serta perawatan.

3. Reaksi Anak terhadap Hospitalisasi

Suparto (2003) menjelaskan bahwa reaksi anak dan keluarganya

terhadap sakit dan ke rumah sakit baik untuk rawat inap maupun rawat

Page 2: Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

8

jalan adalah dalam bentuk kecemasan, stres, dan perubahan perilaku.

Perilaku anak untuk beradaptasi terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit

dengan cara : 1) Penolakan (Advoidance); perilaku dimana anak berusaha

menghindar dari situasi yang membuat anak tertekan, anak berusaha

menolak treatment yang diberikan seperti : disuntik, tidak mau dipasang

infus, menolak minum obat, bersikap tidak kooperatif kepada petugas

medis. 2) mengalihkan perhatian (Distraction); anak berusaha

mengalihkan perhatian dari pikiran atau sumber yang membuatnya

tertekan. Perilaku yang dilakukan anak misalnya meminta cerita saat

dirumah sakit, menonton tv saat dipasang infus atau bermain mainan yang

disukai. 3) berupaya aktif (active); anak berusaha mencari jalan keluar

dengan melakukan sesuatu secara aktif. Perilaku yang sering dilakukan

misalnya menanyakan kondisi kepada tenaga medis atau orang tuanya,

bersikap kooperatif pada tenaga medis, minum obat secara teratur dan

beristirahat sesuai dengan peraturan yang diberikan. 4) mencari dukungan

(Support Seeking); anak mencari dukungan dari orang lain untuk

melepaskan tekanan atas penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan

meminta dukungan pada orang yang dekat dengannya, misalnya orang tua

atau saudaranya. Biasanya anak minta di temani selama di rumah sakit,

didampingi saat dilakukan treatment padanya, minta dielus saat merasa

kesakitan (Wahyunin, 2001).

Potter (2005) juga mengemukakan bahwa selama waktu sakit,

anak usia prasekolah mungkin kembali ngompol, atau menghisap ibu jari

dan menginginkan orang tua mereka untuk menyuapi, memakaikan

pakaian dan memeluk mereka. Selain itu juga anak takut pada bagian

tubuh yang disakiti dan nyeri.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reaksi Anak Usia Prasekolah

terhadap Hospitalisasi

Reaksi anak terhadap sakit dan rawat inap di rumah sakit

berbeda-beda pada masing-masing individu. Hal tersebut dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Perkembangan usia anak merupakan salah satu faktor

Page 3: Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

9

utama yang dapat mempengaruhi reaksi anak terhadap sakit dan proses

perawatan. Reaksi anak terhadap sakit berbeda-beda sesuai tingkat

perkembangan anak (Supartini, 2004). Menurut Sacharin (1996), semakin

muda anak semakin sukar baginya untuk menyesuaikan diri dengan

pengalaman dirawat di rumah sakit. Hal ini tidak berlaku sepenuhnya bagi

bayi yang masih sangat muda, walaupun tetap dapat merasakan adanya

pemisahan.

Selain itu, pengalaman anak sebelumnya terhadap proses sakit

dan dirawat juga sangat berpengaruh. Apabila anak pernah mengalami

pengalaman tidak menyenangkan dirawat di rumah sakit sebelumnya akan

menyebabkan anak takut dan trauma. Sebaliknya apabila anak dirawat di

rumah sakit mendapatkan perawatan yang baik dan menyenangkan anak

akan lebih kooperatif pada perawat dan dokter (Supartini, 2004). Sistem

pendukung (support system) yang tersedia akan membantu anak

beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit dimana ia dirawat. Anak akan

mencari dukungan yang ada dari orang lain untuk melepaskan tekanan

akibat penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan minta dukungan

kepada orang terdekat dengannya misalnya orang tua atau saudaranya.

Perilaku ini biasanya ditandai dengan permintaan anak untuk ditunggui

selama dirawat di rumah sakit, didampingi saat dilakukan treatment

padanya, minta dipeluk saat merasa takut dan cemas bahkan saat merasa

kesakitan.

Sistem pendukung yang mempengaruhi reaksi anak selama masa

perawatan termasuk di dalamnya adalah keluarga dan pola asuh yang

didapat anak dalam di dalam keluarganya. Keluarga yang kurang

mendapat informasi tentang kondisi kesehatan anak saat dirawat di rumah

sakit menjadi terlalu khawatir atau stres akan menyebabkan anak menjadi

semakin stres dan takut. Selain itu, pola asuh keluarga yang terlalu

protektif dan selalu memanjakan anak juga dapat mempengaruhi reaksi

takut dan cemas anak dirawat di rumah sakit. Berbeda dengan keluarga

Page 4: Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

10

yang suka memandirikan anak untuk aktivitas sehari-hari anak akan lebih

kooperatif bila dirumah sakit.

Selain itu, keterampilan koping dalam menangani stress sangat

penting bagi proses adaptasi anak selama masa perawatan. Apabila

mekanisme koping anak baik dalam menerima kondisinya yang

mengharuskan dia dirawat di rumah sakit, anak akan lebih kooperatif

selama menjalani perawatan di rumah sakit.

B. Kecemasan

1. Pengertian

Kecemasan menurut freud dalam Semiun 2006 adalah suatu

keadaan perasaan afektif yang tidak menyenangkan yang disertai dengan

sensasi fisik yang memperingatkan orang terhadap bahaya yang akan

datang. Sedangkan menurut Stuart, 2001 dalam morningcamp.com

kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa

gelisah, ketidak tentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman

sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal.

Kaplan & Sadock (1997) mengemukakan bahwa kecemasan adalah suatu

sinyal yang menyadarkan dan memperingatkan adanya bahaya yang

mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk

mengatasi ancaman. Cemas juga diartikan sebagai perasaan tidak nyaman

atau ketakutan yang tidak jelas dan gelisah disertai respon otonom

(Sumber terkadang tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu),

perasaan yang was-was untuk mengatasi bahaya (Nanda, 2005).

2. Manifestasi Klinik

Menurut Carpenito (2001), dalam www.mitrariset.com ada beberapa tanda

dan gejala cemas antara lain :

a. Fisiologis

Peningkatan frekuensi nadi, peningkatan tekanan darah,

peningkatan frekuensi nafas, diaforesis, suara bergetar/perubahan

tinggi nada, gemetar, palpitasi, mual/muntah, sering berkemih,

Page 5: Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

11

diare, ketakutan insomnia, kelelahan dan kelemahan,

kemarahan/pucat pada wajah, mulut kering, sakit badan dan nyeri,

Gelisah, pingsan/pusing, rasa panas dan dingin.

b. Emosional

Individu merasakan :

Ketakutan, tidak berdaya, gugup, kehilangan percaya diri,

kehilangan kontrol, tegang, tidak dapat rileks, antisipasi ketegangan

individu memperlihatkan:

Peka rangsang/tidak sabar, marah meledak, menangis, cenderung,

menyalahkan orang lain, reaksi terkejut, mengkritik diri

sendiri/orang lain, menarik diri, dan kurang inisiatif mengutuk diri

sendiri.

c. Kognitif

Tidak mampu berkonsentrasi, kurangnya orientasi lingkungan,

pelupa, termenung, orientasi pada masa lalu dari pada saat ini dan

akan datang, memblok pikiran, dan perhatian yang berlebihan.

3. Faktor Predisposisi dan Presipitasi

Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal dari ansietas:

a. Dalam pandangan psikoanalitis, ansietas adalah konflik emosional

yang terjadi dalam dua elemen kepribadian : ide dan super ego.

b. Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan

takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal.

c. Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi

yaitu segala sesuatu yang mengganggu individu untuk mencapai

tujuan yang diinginkan.

d. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas biasanya

terjadi dalam keluarga.

e. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor

khusus berperan penting dalam mekanisme biologis yang

berhubungan dengan ansietas, seperti : benzodiazepin, obat-obat

yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam aminobutirat

Page 6: Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

12

(GABA). Kesehatan umum individu dan riwayat ansietas keluarga

juga memiliki efek sebagai predisposisi ansietas.

Stressor Pencetus dapat berasal dari sumber internal dan eksternal, yang

dapat dikelompokkan dalam dua kategori:

a. Ancaman terhadap integritas fisik, meliputi diasabilitas fisiologis

yang akan terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan

aktivitas hidup sehari-hari.

b. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas,

harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu (Stuart,

1998)

4. Tingkat Kecemasan

Beberapa tingkat kecemasan (Carpenito, 1999) :

a. Cemas Ringan

Ansietas atau cemas ringan diperlukan untuk seseorang dapat

berfungsi berespon secara efektif terhadap lingkungan dan

kejadian. Seseorang dengan cemas ringan dapat dijumpai hal-hal

sebagai berikut:

1) Persepsi dan perhatian meningkat.

2) Mampu mengatasi masalah.

3) Dapat mengintegrasikan pengalaman masa lalu, saat ini dan

masa mendatang, menggunakan belajar, dapat memvalidasi

secara konseptual, merumuskan makna.

4) Ingin tahu, mengulang pertanyaan.

5) Kecenderungan untuk tidur

b. Cemas Sedang

Seseorang masih memungkinkan untuk memusatkan pada suatu hal

yang penting dan mengesampingkan yang lainnya, sehingga

seseorang mengalami perhatian yang selektif namun masih dapat

melakukan sesuatu yang terarah. Seseorang dengan kecemasan

sedang biasanya menunjukkan keadaan seperti:

1) Persepsi agak menyempit.

Page 7: Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

13

2) Sedikit lebih sulit untuk berkonsentrasi, belajar menurut

upaya yang lebih.

3) Memandang pengalaman saat ini dengan masa lalu.

4) Dapat gagal dan dapat mengenali apa yang telah terjadi

pada situasi sekarang, akan mengalami beberapa kesulitan

dalam beradaptasi dan menganalisa.

5) Perubahan suara.

6) Peningkatan frekuensi pernafasan dan jantung

7) Tremor, gemetar.

8) Respon yang muncul adalah :

Respon fisiologis : sering buang air kecil.

Respon tingkah laku : posisi tubuh selalu berubah-ubah

Respon emosional : mudah tersinggung, tidak sabar,

mudah lupa, menangis, marah,

banyak pertimbangan

c. Cemas Berat

Kecemasan ini menyebabkan persepsi terkurangi sehingga

cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terperinci,

spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain.

Hal-hal yang sering dijumpai pada seseorang dengan cemas berat

adalah:

1) Persepsi sangat kurang, berfokus pada hal-hal detail, tidak

dapat berkonsentrasi lebih, ketika diinstruksikan untuk

melakukannya.

2) Belajar sangat terganggu, sangat mudah mengalihkan

perhatian tidak mampu berkonsentrasi.

3) Memandang pengalaman saat ini dengan arti masa lalu,

hampir tidak mampu memahami situasi saat ini.

4) Berfungsi secara buruk, berkomunikasi sulit dipahami.

5) Hiperventilasi, takikardi, sakit kepala, pusing dan mual.

d. Cemas Panik

Page 8: Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

14

Kecemasan yang berhubungan dengan terperangah dan ketakutan,

serta teror individu akan mengalami panik dan tidak mampu

mengontrol persepsi walaupun dengan pengarahan. Panik

merupakan disorganisasi kepribadian, terjadi peningkatan aktivitas

motorik menurunkan kemampuan untuk berhubungan dengan

orang lain, persepsi penyimpangan pemikiran rasional.

Hal-hal yang dapat dijumpai dengan cemas panik adalah:

1) Persepsi menyimpang: fokus pada hal yang tidak jelas,

penyebaran dapat meningkat.

2) Belajar tidak dapat terjadi.

3) Tidak mampu mengintegrasikan pengalaman, dapat

berfokus hanya pada hal saat ini, tidak dapat melihat atau

memahami situasi, hilang kemampuan mengingat.

4) Tidak mampu berfungsi, biasanya aktivitas motorik

mengingat atau respon yang tidak dapat diperkirakan pada

stimuli minor, komunikasi tidak dapat di pahami.

5) Perasaan mau pingsan.

5. Rentang Respon Kecemasan

Alat ukur yang dipakai untuk mengetahui tingkat kecemasan

menggunakan Hamilton Rate Scale for Anxiety (HRSA). Alat ukur ini

terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing dirinci lagi dengan

gejala yang spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian

angka (score) antara 0-4 yang artinya :

- Skor 0 : tidak ada gejala

- Skor 1 : satu dari gejala yang ada

- Skor 2 : separuh dari gejala yang ada

- Skor 3 : lebih dari separuh gejala yang ada

- Skor 4 : Semua gejala ada

Masing-masing nilai angka (score) dari ke 14 kelompok gajala tersebut

dijumlahkan sehingga dari penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat

kecemasan seseorang yaitu :

Page 9: Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

15

- Skor 0 sampai dengan 13 = tidak ada kecemasan

- Skor 14 sampai dengan 20 = kecemasan ringan

- Skor 21 sampai dengan 27 = kecemasan sedang

- Skor 28 sampai dengan 41 = kecemasan berat

- Skor 42 sampai dengan 56 = kecemasan berat sekali

Adapun hal-hal yang dinilai dalam alat ukur HRSA ini adalah sebagai

berikut:

a. Perasaan cemas, ditandai dengan rasa cemas, firasat buruk, takut

akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.

b. Ketegangan yang ditandai oleh: perasaan tegang, lesu, tidak dapat

istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar,

gelisah, mudah terkejut.

c. Ketakutan ditandai oleh ketakutan pada gelap, ketakutan ditinggal

sendiri, ketakutan pada orang asing, ketakutan pada binatang besar,

ketakutan pada keramaian lalu lintas, ketakutan pada kerumunan

orang banyak.

d. Gangguan tidur ditandai oleh : sukar masuk tidur, terbangun

malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, mimpi

buruk, mimpi yang menakutkan.

e. Gangguan kecerdasan ditandai oleh: sukar konsentrasi, daya ingat

buruk, daya ingat menurun.

f. Perasaan depresi ditandai oleh: kehilangan minat, sedih, bangun

dini hari, kurangnya kesenangan pada hobi, perasaan berubah

sepanjang hari.

g. Gejala somatik ditandai oleh nyeri pada otot, kaku, kedutan otot,

gigi gemeretak, suara tidak stabil.

h. Gejala sensorik ditandai oleh: tinitus, penglihatan kabur, muka

merah dan pucat, merasa lemah, perasaan ditusuk-tusuk.

i. Gejala kardiovaskuler ditandai oleh: takikardia, berdebar-debar,

nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lemas seperti mau pingsan,

detak jantung hilang sekejap.

Page 10: Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

16

j. Gejala pernafasan ditandai oleh: rasa tertekan atau sempit di dada,

perasaan tercekik, merasa nafas pendek/sesak, sering menarik nafas

panjang.

k. Gejala gastrointestinal ditandai oleh: sulit menelan, mual, perut

melilit, gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum atau sesudah

makan, rasa panas di perut, perut terasa kembung atau penuh,

muntah, defekasi lembek, berat badan menurun, konstipasi (sukar

buang air besar).

l. Gejala urogenital ditandai oleh: sering kencing, tidak dapat

menahan kencing.

m. Gejala otonom ditandai oleh: mulut kering, muka merah kering,

mudah berkeringat, pusing, sakit kepala, kepala terasa berat, bulu-

bulu berdiri.

n. Perilaku sewaktu wawancara, ditandai oleh: gelisah, tidak tenang,

jari gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus

otot meningkat, nafas pendek dan cepat, muka merah

6. Upaya mengatasi kecemasan pada anak yang mengalami hospitalisasi

Upaya meminimalkan kecemasan dapat dilakukan dengan cara

mencegah atau mengurangi dampak perpisahan, mencegah perasaan

kehilangan control dan mengurangi atau meminimalkan rasa takut

terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri.

Untuk mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan dapat dilakukan

dengan cara :

a. Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak

b. Modifikasi ruang perawatan

c. Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah, surat menyurat,

bertemu teman sekolah

Untuk mencegah perasaan kehilangan kontrol dapat dilakukan dengan

cara:

a. Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif.

b. Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan

Page 11: Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

17

c. Buat jadwal untuk prosedur terapi,latihan,bermain

d. Memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan

orang tua dalam perencanaan kegiatan

Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri

a. Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan

prosedur yang menimbulkan rasa nyeri

b. Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak

c. Menghadirkan orang tua bila memungkinkan

d. Tunjukkan sikap empati

e. Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan

yang dilakukan melalui cerita, gambar. Perlu dilakukan pengkajian

tentang kemampuan psikologis anak menerima informasi ini

dengan terbuka

Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak

a. Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang

tua untuk belajar

b. Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang

penyakit anak.

c. Meningkatkan kemampuan kontrol diri.

d. Memberi kesempatan untuk sosialisasi.

e. Memberi support kepada anggota keluarga.

Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit

a. Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia anak.

b. Mengorientasikan situasi rumah sakit.

c. Pada hari pertama lakukan tindakan :

d. Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya

e. Kenalkan pada pasien yang lain.

f. Berikan identitas pada anak.

g. Jelaskan aturan rumah sakit.

h. Laksanakan pengkajian

i. Lakukan pemeriksaan fisik.

Page 12: Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

18

Proses-proses yang mendasari gangguan kecemasan adalah sama

dengan yang terdapat pada orang dewasa, tetapi pendekatan terapi yang

digunakan untuk anak-anak adalah berbeda atau juga pendekatan-

pendekatan perawatan yang digunakan untuk orang dewasa dimodifikasi

karena ada perbedaan mengenai abilitas kognitif atau verbal antara anak-

anak dan orang dewasa. Misalnya, terapis tidak duduk dan bicara dengan

anak untuk membicarakan masalah-masalah yang dihadapi anak,

melainkan terapis mungkin lebih baik menggunakan terapi bermain

dimana anak memerankan beberapa masalah atau hal-hal yang belum

mampu diungkapkannya secara verbal (Yustinus Semiun, 2006).

C. Bermain

1. Pengertian

Bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir

(Iqeq, 2003). Supartini (2004) menjelaskan bahwa bermain sebagai

aktivitas yang dapat dilakukan anak sebagai upaya stimulasi pertumbuhan

dan perkembangannya dan bermain pada anak di rumah sakit menjadi

media bagi anak untuk mengekspresikan perasaan, relaksasi dan distraksi

perasaan yang tidak nyaman.

Kegiatan bermain dilakukan secara sukarela untuk memperoleh

kesenangan atau kepuasan. Bermain merupakan cerminan kemampuan

fisik, intelektual, emosional dan sosial dan bermain merupakan media

yang baik untuk belajar kerena dengan bermain, anak-anak akan berkata-

kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan,

melakukan apa yang dapat dilakukannya dan mengenal waktu, jarak, serta

suara (Wong, 2000 dalam Supartini, 2004).

Bermain merupakan kesibukan anak, layaknya seperti bekerja

bagi orang dewasa, dilakukan secara suka rela untuk memperoleh

kesenangan (Depkes RI, 1992).

Page 13: Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

19

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk

memperoleh kesenangan tanpa mempertimbangkan hasil akhir sebagai

cara untuk mengekspresikan perasaan, relaksasi, distraksi perasaan tidak

nyaman dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak karena bermain

sama dengan bekerja pada orang dewasa yang dapat menurunkan stres

anak, media bagi anak untuk berkomunikasi dan beradaptasi dengan

lingkungannya.

2. Fungsi Bermain

Wong (2003) mengemukakan bahwa fungsi bermain antara lain

Perkembangan Sensori Motorik; memperbaiki keterampilan motorik kasar

dan halus serta koordinasi, meningkatkan perkembangan semua indera,

mendorong eksplorasi pada sifat fisik dunia, memberikan pelampiasan

kelebihan energi; Perkembangan Intelektual; memberikan sumber-sumber

yang beranekaragam untuk pembelajaran, eksplorasi dan manipulasi

bentuk, ukuran, tekstur dan warna, pengalaman dengan angka, hubungan

yang renggang, konsep abstrak, kesempatan untuk mempraktekkan dan

memperluas ketrampilan berbahasa, memberikan kesempatan untuk

melatih pengalaman masa lalu dalam upaya mengasimilasinya ke dalam

persepsi dan hubungan baru, membantu anak memahami dunia dimana

mereka hidup dan membedakan antara fantasi dan realita. Perkembangan

Sosialisasi dan Moral; mengajarkan peran orang dewasa, termasuk

perilaku peran seks, memberikan kesempatan untuk menguji hubungan,

mengembangkan ketrampilan sosial, mendorong interaksi dan

perkembangan sikap yang positif tehadap orang lain, menguatkan pola

perilaku yang telah disetujui oleh standar moral.

Fungsi bermain yang lain antara lain : Kreativitas; memberikan

saluran ekspresif untuk ide dan minat yang kreatif, memungkinkan fantasi

dan imajinasi, meningkatkan perkembangan bakat dan minat khusus.

Kesadaran Diri; memudahkan perkembangan identitas diri, mendorong

pengaturan perilaku sendiri, memungkinkan pengujian pada kemampuan

Page 14: Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

20

sendiri (keahlian sendiri), memberikan perbandingan antara kemampuan

sendiri dan kemampuan orang lain, memungkinkan kesempatan untuk

belajar bagaimana perilaku sendiri dapat mempengaruhi orang lain. Nilai

Terapeutik; memberikan pelepasan stress dan ketegangan, mendorong

percobaan dan pengujian situasi yang menakutkan dengan cara yang aman,

memudahkan komunikasi verbal tidak langsung dan non verbal tentang

kebutuhan rasa takut dan keinginan.

3. Tujuan Bermain

Supartini (2004) mengemukakan beberapa tujuan dari terapi

bermain antara lain : 1) Untuk melanjutkan pertumbuhan dan

perkembangan yang normal pada saat sakit anak mengalami gangguan

pertumbuhan dan perkembangannya, walaupun demikian selama anak

dirawat di rumah sakit, kegiatan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan

masih harus tetap di lanjutkan untuk menjaga kesinambungannya. 2)

Mengespresikan perasaan, keinginan dan fantasi, serta ide-idenya pada

saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit anak mengalami berbagai

perasaan yang sangat tidak menyenangkan. Pada anak yang belum dapat

mengespresikannya secara verbal, permainan adalah media yang sangat

efektif untuk mengeskpresikannya. 3) Mengembangkan kreativitas dan

kemampuan memecahkan masalah, permainan akan menstimulasi daya

pikir, imajinasi dan fantasinya untuk menciptakan sesuatu seperti yang ada

dalam pikirannya. 4) Dapat beradaptasi secara efektif terhadap sters karena

sakit dan dirawat di rumah sakit.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi permainan

Menurut (Iqeq, 2003) faktor-faktor yang mempengaruhi

permainan anak antara lain :

a. Kesehatan

Anak-anak yang sehat mempunyai banyak energi untuk

bermain dibandingkan dengan anak-anak yang kurang sehat, sehingga

anak-anak yang sehat menghabiskan banyak waktu untuk bermain

yang membutuhkan banyak energi.

Page 15: Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

21

b. Intelegensi

Anak-anak yang cerdas lebih aktif dibandingkan dengan anak-

anak yang kurang cerdas. Anak-anak yang cerdas lebih menyenangi

permainan yang bersifat intelektual atau permainan yang banyak

merangsang daya berpikir mereka, misalnya permainan drama,

menonton film, atau membaca bacaan-bacaan yang bersifat intelektual.

c. Jenis Kelamin Anak

Semua alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki atau

perempuan untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi, kreativitas

dan kemampuan sosial anak. Akan tetapi ada pendapat lain yang

menyakini bahwa permainan adalah salah satu alat untuk membantu

anak mengenal identitas diri sehingga sebagian alat permainan anak

perempuan tidak dianjurkan untuk digunakan oleh anak laki-laki. Hal

ini dilatar belakangi oleh alasan adanya tuntutan perilaku yang berbeda

antara laki-laki dan perempuan dan hal ini dipelajari melalui media

permainan

d. Lingkungan yang Mendukung

Fasilitas bermain tidak selalu harus yang dibeli di toko atau

mainan jadi, tetapi lebih diutamakan yang dapat menstimulus imajinasi

dan kreativitas anak, bahkan seringkali mainan tradisional yang dibuat

sendiri dari atau berasal dari benda-benda disekitar kehidupan anak

akan lebih merangsang anak untuk kreatif. Keyakinan keluarga tentang

moral dan budaya juga mempengaruhi bagaimana anak dididik melalui

permainan. Sementara lingkungan fisik sekitar rumah lebih banyak

mempengaruhi ruang gerak anak untuk melakukan aktivitas fisik dan

motorik.

e. Status sosial ekonomi

Anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang status

sosial ekonominya tinggi, lebih banyak tersedia alat permainan yang

lengkap dibandingkan dengan anak yang dibesarkan di keluarga yang

status sosial ekonominya rendah.

Page 16: Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

22

5. Klasifikasi Bermain

Bermain dapat diklasifikasikan berdasarkan isi permainan dan

karakteristik sosial (Supartini, 2004)

a. Berdasarkan Isi Permainan

1) Social Affective Play

Inti dari permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang

menyenangkan antara anak dan orang tua. Permainan ini juga dapat

membuat anak belajar berhubungan sosial dengan orang lain,

misalnya pada bayi dengan bermain cilukba.

2) Sense Of Pleasure Play

Ciri khas permainan ini adalah anak semakin lama akan semakin

asyik bersentuhan dengan alat permainan ini dan dengan

permainan yang dilakukannya sehingga susah dihentikan, misalnya

memindahkan air ke botol atau bermain pasir.

3) Skill Play

Permainan ini akan meningkatkan ketrampilan anak, khususnya

motorik kasar dan halus. Ketrampilan tersebut diperoleh melalui

pengulangan kegiatan permainan yang dilakukan, semakin sering

melakukan latihan anak akan semakin terampil, misalnya bermain

naik sepeda.

4) Games atau Permainan

Adalah jenis permainan yang menggunakan alat tertentu yang

menggunakan perhitungan dan atau skor. Permainan ini bisa

dilakukan oleh anak sendiri dan atau dengan temannya, misalnya :

ular tangga, congklak dan puzzle.

5) Unoccupied Behaviour

Pada saat tertentu anak sering terlihat mondar mandir, tersenyum,

tertawa, jinjit-jinjit, bungkung-bungkuk, memainkan kursi, meja

atau apa saja yang ada disekelilingnya. Jadi sebenarnya anak tidak

memainkan alat permainan tertentu tapi situasi atau objek yang ada

disekelilingnya yang digunakannya sebagai alat permainan. Anak

Page 17: Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

23

tampak senang, gembira dan asyik dengan situasi serta

lingkungannya tersebut.

6) Dramatic Play

Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan

peran sebagai orang lain melalui permainannya. Apabila anak

bermain dengan temannya akan terjadi percakapan diantara mereka

tentang peran orang yang mereka tiru. Permainan ini penting untuk

proses identifikasi anak terhadap peran tertentu.

b. Berdasarkan Karakteristik Sosial

1) On Looker Play

Pada permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang

bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam

permainan. Jadi anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses

pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya.

2) Solitary Play

Pada permainan ini anak tampak berada dalam kelompok

permainan, tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang

dimilikinya dan alat permainannya itu berbeda dengan alat

permainan yang digunakan temannya. Tidak ada kerjasama,

ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya.

3) Pararel Play

Pada permainan ini anak dapat menggunakan alat permainan yang

sama tapi antara satu anak dengan yang lain tidak terjadi kontak

satu sama lain sehingga tidak ada sosialisasi sama lain.

4) Associative Play

Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi satu sama lain tetapi

tidak terorganisasi tidak ada yang memimpin permainan dan tujuan

permainan tidak jelas, misalnya : bermain boneka, bermain masak-

masakan dan lain-lain.

5) Cooperative Play

Page 18: Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

24

Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada

permainan jenis ini, juga tujuan dan pemimpin permainan, anak

yang memimpin permainan mengatur dan mengarahkan

anggotanya untuk bertindak dalam permainan sesuai dengan tujuan

yang diharapkan dalam permainan tersebut, misalnya : permainan

sepak bola.

Suherman, (2000) mengemukakan jenis permainan yang sesuai

dengan anak usia pra sekolah berdasarkan karakteristik permainannya

adalah Associative Play, Dramatic Play, dan Skill Play. Sedangkan

berdasarkan jenis mainannya adalah sepeda roda tiga, truk, alat-alat

masak, olah raga, berenang dan ski, balok besar dengan macam-macam

ukuran, menghitung, krayon, cat air, buku gambar, boneka tangan,

mobil, kapal terbang dan lain-lain

D. Menggambar/mewarnai gambar

Menggambar adalah membuat gambar, sedangkan gambar adalah

tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan dan sebagainya) yang dibuat dengan

coretan pencil pada kertas (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2002).

Menggambar juga dapat diartikan sebagai kegiatan membuat gambar, melukis

(Kamisa, 1997). Mewarnai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti

memberi berwarna dari kata dasar warna yang berarti corak atau rupa.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa mewarnai gambar merupakan kegiatan

memberikan warna pada gambar atau tiruan barang yang dibuat dengan

coretan pensil/pewarna pada kertas.

Perkembangan menggambar maju setapak demi setapak seperti

perkembangan kemampuan-kemampuan yang lain. Hal ini berhubungan erat

dengan perkembangan motorik, pengamatan, fantasi, pikiran dan kemauan.

Bagi anak-anak menggambar adalah suatu penjelmaan jiwa dan ekspresi jiwa

yang sangat besar artinya bagi pembentukan pribadi. Menggambar juga

merupakan persiapan untuk ikut serta memelihara dan mengembangkan

kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang kita.

Page 19: Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

25

Menurut Kerschensteiner dalam Ahmadi & Ardiani (1989)

perkembangan menggambar seorang anak melalui beberapa fase :

1. Masa Mencoreng (2 – 3 tahun)

Anak senang menggores sesuatu, alat yang dipergunakan mula-

mula tidak tertentu gerakannya belum khas dan maksud tertentu juga

belum ada. Apa yang dibuatnya baru corengan-corengan belaka,

karenanya disebut masa mencoreng.

2. Masa Bagan (3 – 7 tahun)

Pada periode ini, anak mulai menggambarkan dengan sesuatu

bentuk bagan (skema), ia mulai dapat membayangkan atau menyatakan

apa yang akan digambar. Dalam masa bagan ini ada dua tingkatan : Masa

bagan tanpa persamaan (3–4 tahun) ; Anak mengerti maksud menggambar

dan dia sudah dapat menyatakan lebih dulu apa yang akan digambar, apa

yang akan dibayangkan belum terdapat persamaan dengan barang yang

dimaksud. Masa bagan simbolis (4–7 tahun) ; Anak sudah dapat

melukiskan apa-apa yang dikenal orang dalam bentuk bagan. Bagan yang

dibuatnya boleh dikatakan agak ada persamaan dengan benda-benda yang

digambar. Kesesuaian antara bagan dan barang yang digambar bertingkat-

tingkat, gambar yang dibuat merupakan simbol-simbol.

3. Masa Bentuk dan Garis (7 – 9 tahun)

Pada masa ini anak sudah dapat membuat gambar sesuai bentuk

dan garis tertentu. Gambar-gambar yang dibuatnya sudah lebih bersifat

realistis dan bagian-bagiannya makin lama makin tampak.

4. Masa Silhuet (9 – 10 tahun)

Pada masa ini anak-anak tidak lagi menggambar dengan batas

garis dan bentuk saja, tetapi anak telah dapat memberikan bayang-bayang

pada gambar yang dibuatnya.

5. Masa Perspektif (10 – 14 tahun)

Anak menggambar dengan syarat-syarat proyeksi, pada akhir ini

anak akan memperoleh hasil gambar yang realistis.

Page 20: Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

26

E. Kerangka Teori

Skema 2.1

Kerangka teori penelitian

Sumber : Nursalam, 2003

F. Kerangka Konsep

Skema 2.2

Kerangka konsep penelitian

G. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Terapi bermain mewarnai gambar.

2. Variabel terikat

Tingkat kecemasan anak usia pra sekolah yang mengalami

hospitalisasi.

Terapi bermain

mewarnai gambar

Tingkat kecemasan anak usia

pra sekolah yang mengalami

hospitalisasi

Terapi bermain

mewarnai gambar

Sakit Hospitalisasi

Perpisahan dengan keluarga

Kehilangan kendali

Perlukaan tubuh

Rasa nyeri

Penolakan

Tingkat kecemasan

Page 21: Hospitalisasi anak pra sekolah.pdf

27

H. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan penelitian yang

telah dirumuskan dalam rencana penelitian (Notoatmodjo, 2002).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ada pengaruh antara terapi

bermain mewarnai gambar terhadap tingkat kecemasan anak usia pra sekolah

yang mengalami hospitalisasi di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan.