Hormon Regulasi Cairan Tubuh
-
Upload
mutia-agustria-nur-syifa -
Category
Documents
-
view
91 -
download
7
Transcript of Hormon Regulasi Cairan Tubuh
Learning Issue
1. Hormon Regulasi Cairan Tubuh
Bagaimana regulasi hormon terhadap sistem osmolaritas tubuh?
a. Angiotensin II
Salah satu pengontrol ekskresi natrium yang paling kuat dalam tubuh
adalah angiotensin II. Perubahan asupan natrium dan cairan berhubungan
dengan perubahan timbal balik pada pembentukan angiotensin II, dan hal ini
kemudian sangat membantu mempertahankan keseimbangan natrium dan
cairan tubuh. Artinya, bila asupan natrium meningkat di atas normal, sekresi
renin menurun, menyebabkan penurunan pembentukan angiotensin II.
Karena angiotensin II memiliki beberapa pengaruh penting untuk meningkat
reabsorpsi tubulus terhadap natrium dan air. Jadi, meningkatkan ekskresi
ginjal terhadap natrium dan air. Hasil akhirnya adalah meminimalkan
peningkatan volume cairan ekstraselular dan tekanan arterial yang
sebaliknya akan terjadi bila asupan natrium meningkat.
Sebaliknya, bila asupan natrium menurun di bawah normal,
peningkatan kadar angiotensin II menyebabkan retensi garam dan air dan
melawan penurunan tekanan darah arterial yang akan terjadi sebaliknya.
Jadi, perubahan aktivitas sistem renin – angiotensin berperan sebagai
amplifier yang kuat terhadap mekansime natriuresis tekanan untuk
mempertahankan tekanan darah dan volume cairan tubuh yang stabil.
b. Aldosterone
Hormon Mineralokortikoid dinamakan demikian dikarenakan hormone ini
terutama mempengaruhi elektrolit ( mineral ) cairan ekstraseluler terutama
natrium dan kalium .Defisiensi mineralokortokoid menyebabkan penyusutan
Natrium Klorida Ginjal yang parah dan Hiperkalemia .
Aldosterone merupakan mineralokortikoid utama yang disekresikan oleh
Adrenal pada bagian zona glomerulosa pada korteks adrenal. Aldosterone
meningkatkan reabsorbsi natrium dan sekresi kalium oleh epitel tubulus
ginjal, terutama sel principal di sel tubulus kolektivus dan sedikit di tubulus
distal dan duktus colligens. Oleh karena itu natrium yang disimpan di dalam
cairan ekstraselluler meningkat sementara meningkatkan eksresi kalium di
dalam urin.
Bila konsentrasi aldosterone tinggi maka hal ini akan mengurangi
jumlah natrium yang hilang, sementara ke dalam urin sedemikian kecil
sehingga hanya beberapa miliekuivalen tiap hari. Pada saat yan sama kalium
yang hilang di dalam urin meningkat beberapa kali lipat . Oleh karena itu
efek akhir dari efek aldosterone dalam plasma darah adalah untuk
meningkatkan jumlah total natriun di dalam cairan eektraseluler sementara
menurunkan jumlah kalium
Walaupun aldosterone mempunyai efek poten dalam menurunkan
kecepatan eksresi ion natrium oleh ginjal , konsentrasi natrium di dalam
cairan ektraseluler sering kali hanya meningkat beberapa ekuivalen .
Alasannya karena ketika natrium direarbsorbsi oleh tubulus , secara
bersamaan terjadi rearbsorbsi air dalam jumlah yang hampir sama melalui
proses osmotic . Sedikit peningkatan konsentrasi natrium , akan
meningkatkan rasa haus dan meningkatkan asupan air , jika tersedia . Oleh
karena itu , volume cairan ektraseluler meningkat hampir sama banyak
dengan natrium yang tertinggal tetapi tanpa banyak mengubah konsentrasi
natrium .
Walaupun aldosterone di dalam tubuh merupakan hormone penahan natrium
yang paling kuat , hanya sedikit natrium saja yang sementara tertahan saat
natrium terseebut disekresikan dalam jumlah yang besar . peningkatan
volume cairan ekstraseluler yang diperantarai aldosterone yang berlangsung
selama 1 sampai 2 hari juga dapat mengarah pada peningkatan tekanan
arteri . Peningkatan tekanan arteri kemudian meningkatkan eksresi garam
( natriuresis ) dan air ( dieresis ) . Jadi , setelah kira – kira cairan ekstraseluler
meningkat 5 sampai 15% di atas normal , tekanan arteri juga ikut meningkat
15 sampai 25 mmHg, dan peningkatan tekanan darah ini mengembalikan
keluaran garam dan air oleh ginjal kembali normal walaupun ada kelebihan
aldosterone .
Kembalinya eksresi air dan garam kembali ke normal oleh ginjal
sebagai akibat dari natriuresis dan dieresis . Setelah itu kecepatan perolehan
garam dan air oleh tubuh adalah nol , dan keseimbangan dipertahankan
antara asupan dan keluaran garam dan air oleh ginjal walaupun aldosterone
yang berlebihan terus berlanjut . Tetapi , untuk sementara waktu orang
tersebut sudah mengalami hipertensi , yang berlangsung selama orang
tersebut terpapar aldostrone kadar tinggi .
Sebaliknya jika kadar aldosterone menjadi nol , sejumlah besar garam
hilang dalam urin , tidak hanya mengurangi jumlah natrium klorida di dalam
cairan ekstraseluler tetapi juga mengurangi volume ekstraseluler . Hasilnya
adalah dehidrasi cairan ektraseluler yang sangat berat dan volume darah
yang rendah , mengarah pada syok sirkulasi .
Aldosteron meningkatkan reabsorpsi natrium, terutama pada tubulus
koligens. Peningkatan reabsorpsi natrium juga berhubungan dengan
peningkatan reabsoprsi air dan sekresi kalium. Oleh karena itu, pengaruh
akhir aldosteron adalah membuat ginjal menahan natrium dan air serta
meningkatkan ekskresi kalium dalam urin.
Fungsi aldosteron dalam mengatur keseimbangan natrium berhubungan erat
dengan yang dijelaskan di atas mengenai angiotensin II. Yaitu, dengan
penurunan asupan natrium, peningkatan kadar angiotensin II yang terjadi
merangsang sekresi aldosteron, yang kemudian membantu untuk
menurunkan ekskresi natrium urin. Proses sebaliknya terjadi pada
peningkatan asupan natrium.
Dikenal empat faktor yang memainkan peranan penting dalam
pengaturan aldosteron. Menurut urutan manfaatnya, keempat faktor
tersebtu adalah sebagai berikut;
1. Peningkatan konsentrasi ion kalium di dalam cairan ekstrasel sangat
meningkatkan sekeresi aldosteron
2. Eningkatan aktivitas sistem rennin-angiotensin (peningkatan kadar
angiontensin II) juga sangat meningkatkan sekresi aldosteron
3. Peningkatan konsentrasi ion natrium di dalam cairan ekstrasel sangat
sedikit menurunkan sekresi aldosteron
4. ACTH dari kelenjar hipofisis anterior diperlukan untuk sekresi
aldosteron tetapi mempunyai efek yang kecil dalam mengatur
kecepatan sekresi.
c. ADH
Ada suatu system umpan balik yang kuat untuk mengatur osmolaritas
plasma dan konsentrasi natrium , yang bekerja dengan cara merubah eksresi
air oleh ginjal , dan tidak tergantung pada kecepatan eksresi zat terlarut .
Pelaku utama dari system umpan balik ini adalah hormone ADH ( Antidiuretik
hormone ) yang juga disebut vasopressin .
Bila osmolaritas cairan tubuh meningkat diatas normal ( yaitu zat terlarut di
dalam cairan tubuh menjadi begitu pekat ) , kelenjar hipofisis posterior
meyekresikan lebih banyak ADH , yang meningkatkan permeabilitas tubulus
distal dan tubulus koligen terhadap air .Keadaan ini menyebabkan
rearbsorbsi air dalam jumlah yang besar dan penurunan volume urin , tetapi
tidak merubah kecepatan eksresi zat terlarut dalam ginjal secara nyata .
Bila terdapat kelebihan air di dalam tubuh dan osmolaritas cairan ekstrasel
meenurun , seekresi ADH oleh hipofisis posterior juga akan menurun . Oleh
sebab itu permeabilitass tubulus distal dan koligen terhadap air akan
menurunn , yang menghasilkan sebagian besar urin encer . Jadi , kecepatan
sekresi ADH menentukan encer atau pekatnya urin yang akan dikeluarkan
oleh ginjal .
Sistem Umpan Balik Osmoreseptor – ADH
Misalnya : Bila osmolaritas atau konsentrasi natrium plasma meningkat di
atas normal akibat kekurangan air , system umpan balik ini akan bekerja
sebagai berikut :
a. Peningkatan osmolaritas cairan ekstraseluler ( peningkatan
konsentrasi natrium plasma ) menyebabkan sel syaraf khusus yang
disebut sel syaraf osmoreseptor , yang terletak di hipotalamus anterior
dekat nucleus supraoptik mengkerut .
b. Pengkerutan sel osmoreseptor menyebabkan sel tersebut terangsang ,
yang akan mengirimkann sinyal syaraf ke sel syaraf tambahan ke
nucleus supraoptik , yang kemudian meneruskan sinyal ini menyusuri
tangkai kelenjar hipofisis ke hipofisis posterior .
c. Potensial aksi yang disalurkan ke hipofisis posterior akan merangsang
pelepasan ADH , yang disimpan dalam granula sekreetorik ( vesikel ) di
ujung syaraf .
d. ADH memasuki aliran darah dan ditranspor ke ginjal , tempat ADH
meningkatkan permeabilitas air di bagian akhir tubulus distal , tubulus
koligentes kortikalis dan koligentes medulla .
e. Peningkatan permeabilias air di segmn nefron distal menyebabkan
peningkatan rearbsopsi air dan eksresi sejumlah keil urin yang pekat .
Jadi , air disimpan dalam tubuh sedangkan natrium dan zat terlarut lainnya
terus dikeluarkan dalam urin . Hal ini menyebabkan pengenceran zat terlarut
dalam cairan ekstrasel , yang akan memperbaiki kepekatan cairan
ekstrasel .
Terjadi serangkaian kejadian yang berlawanan saat cairan ekstraseluler
menjadi begitu encer ( Hipo-osmotik ) .Contohnya : pada asupan air yang
berlebihan dan penurunan osmolaritas cairan ekstraseluler , lebih sedikit
ADH yang terbentuk , lalu tubulus ginjal mengurrangi permeabilitasnya
terhadap air , sehingga lebih sedikit air yang direarbsopsi dan sejumlah
besar urin encer dibentuk . Hal ini akan memekatkan cairan tubuh dan
mengembalikan osmolaritas plasma kembali ke nilai normal .
ADH memainkan peranan penting terhadap ginjal untuk membentuk
sedikit volume urin pekat sementara mengeluarkan garam dalam jumlah
yang normal. Pengaruh ini terutama penting selama deprivasi air, yang
dengan kuat meningkatkan kadar ADH plasma yang kemudian
meningkatkan reabsorpsi air oleh ginjal dan membantu meminimalkan
penurunan volume cairan ekstraselular dan tekanan arteri. Sebaliknya, bila
terdapat volume ekstraselular yang berlebihan, penurunan kadar ADH
mengurangi reabsorpsi air oleh ginjal, jadi membantu menghilangkan
volume yang berlebihan dari tubuh. Sebagai tambahan, sebenarnya sekresi
ADH yang berlebihan biasanya hanya menyebabkan sedikit peningkatan
volume cairan ekstraselular, tetapi besar pengaruhnya dalam penurunan
konsentrasi natrium.
d. Atrial Natriuretic Peptide
Ini adalah hormon yang dilepaskan serat otot atrium jantung.
Rangsangan untuk melepaskan peptida ini adalah peregangan atrium secara
berlebihan yang dapat ditimbulkan oleh volume darah yang berlebihan.
Sekali dilepaskan oleh atrium jantung, ANP memasuki sirkulasi dan bekerja
pada ginjal untuk menyebabkan sedikit peningkatan GFR dan penurunan
reabsorpsi natrium oleh duktus koligens. Kerja gabungan dari ANP ini
menimbulkan peningkatan ekskresi garam dan air, yang membantu
mengkompensasi kelebihan volume darah.
Perubahan kadar ANP mungkin membantu meminimalkan perubahan
volume darah selama berbagai kelainan, seperti peningkatan asupan garam
dan air. Akan tetapi, produksi ANP yang berlebihan atau bahkan tidak
adanya ANP sama sekali tidak menyebaan perubahan besar dalam volume
darah karena efek – efek ini dengan mudah diatasi dengan mekanisme lain
seperti natriuresis tekanan.
Sumber : Guyton