Honda Shogun
-
Upload
razy-hana-preh-preh -
Category
Documents
-
view
248 -
download
2
Transcript of Honda Shogun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tinjauan umum
Jika dua buah roda berbentuk silinder ataupun kerucut yang diletakkan saling
bersinggungan satu sama lain diputar salah satunya maka yang lain akan ikut berputar pula.
Alat yang bekerja dengan prinsip semacam ini untuk mentransmisikan daya disebut roda
gesek. Cara ini cukup baik untuk mentransmisikan daya kecil dengan putaran yang tidak perlu
tepat.
Namun untuk mentransmisikan daya yang besar dan putaran yang tepat tidak dapat
dilakukan dengan roda gesek. Untuk ini, kedua roda tersebut harus dibuat bergigi pada
sekelilingnya sehingga penerusan gaya dilakukan oleh gigi-gigi kedua roda yang saling
berkait. Roda bergigi inilah yang dinamakan dengan roda gigi yang merupakan salah satu
elemen mesin yang berguna mentransmisikan daya dan putaran, baik menaikkan maupun
menurunkan putaran.
Disamping transmisi diatas, ada pula cara lain untuk meneruskan daya, yaitu dengan
sabuk atau rantai. Namun demikian, transmisi roda gigi mempunyai keunggulan dibandingkan
dengan sabuk atau rantai diantaranya adalah:
a. Lebih ringkas, tidak akan terjadi selip
b. Daya yang ditransmisikan lebih besar
c. Putaran yang ditransmisikan lebih tinggi
d. Dapat meneruskan putaran dengan perbandingan yang tetap
e. Dapat meneruskan putaran dan daya pada poros yang sumbunya saling berpotongan,
seperti roda gigi kerucut
Kelebihan ini tidak selalu menyebabkan dipilihnya roda gigi disamping cara lain karena
roda gigi juga memiliki kekurangan-kekurangan seperti berikut:
a. Memerlukan ketelitian yang lebih besar dalam pembuatannya, maupun
pemeliharaannya.
b. Tidak ekonomis untuk jarak sumbu yang jauh karena memerlukan roda gigi yang
besar
Pemakaian roda gigi sebagai alat transmisi telah menduduki tempat terpenting disegala
bidang selama 200 tahun terakhir ini. Penggunaannya dimulai dari alat pengukur yang kecil
1
dan teliti sampai roda gigi reduksi yang digunakan pada turbin besar yang berdaya puluhan
megawatt.
1.2 Klasifikasi Roda Gigi
Roda gigi dapat diklasifikasikan Menurut letak poros, arah putaran dan bentuk jalur gigi
roda gigi seperti dalam Tabel 1.1. Serta jenis roda gigi dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Tabel 1.1 Klasifikasi roda gigi
Letak Poros Roda Gigi Keterangan
Roda gigi dengan
poros sejajar
Roda gigi lurus, (a)
Roda gigi miring, (b)
Roda gigi miring ganda, (c )
(Klasifikasi atas dasar bentuk alur gigi)
Roda gigi luar
Roda gigi dalam dan pinyon, (d)
Batang gigi dan pinyon, (e)
Arah putaran berlawanan
Arah putaran sama
Gerakan lurus dan berputar
Roda gigi dengan
poros
berpotongan
Roda gigi kerucut lurus,(f)
Roda gigi kerucut spiral,(g)
Roda gigi kerucut ZEROL
Roda gigi kerucut miring
Roda gigi kerucut miring ganda
(Klasifikasi atas dasar bentuk jalur gigi)
Roda gigi permukaan dengan poros
berpotongan (h)
(Roda gigi dengan poros berpotongan
berbentuk istimewa)
Roda gigi dengan
poros silang
Roda gigi miring silang, (i)
Btang gigi miring silang
Kontak titik
Gerakan lurus dan berputar
Roda gigi cacing silindris,(j)
Roda gigi cacing selubung ganda globoid),
(k)
Roda gigi cacing samping
Roda gigi hiperboloid
Roda gigi hipoid, (l)
Roda gigi permukaan silang
Sumber: Sularso, K. Suga, DPDP Elemen Mesin,1987, Hal. 212.
Roda gigi dengan poros sejajar adalah roda gigi dimana giginya berjajar pada dua
bidang silinder, kedua bidang silinder tersebut bersinggungan dan yang satu menggelinding
pada yang lain dengan sumbu tetap sejajar.
Roda gigi lurus (a) merupakan gigi paling dasar dengan jalur gigi yang sejajar dengan
poros.
DPDP adalah singkatan dari Dasar Perencanaan Dan Pemilihan
2
Roda gigi miring (b) mempunyai jalur gigi yang membentuk ulir pada silinder jarak bagi,
pemindahan momen atau putaran melalui roda gigi ini dapat berlangsung secara halus
karena jumlah pasangan gigi yang saling membuat kontak serentak adalah lebih besar
dari pada roda gigi lurus, namun roda gigi ini memerlukan bantalan aksial dan kotak
roda gigi yang kokoh, karena jalur gigi yan berbentuk ulir menimbulkan gaya reaksi
yang sejajar dengan poros.
Roda gigi miring ganda (c), gaya aksial yang timbul pada gigi yang berbentuk V akan
saling meniadakan. Dengan roda gigi ini, perbandingan reduksi, kecepatan keliling, dan
daya yang diteruskan dapat diperbesar,tetapi pembuatannya sukar.
Roda gigi dalam (d) dipakai jika diingini alat transmisi dengan ukuran kecil dengan
perbandingan reduksi besar, karena pinyon terletak dalam roda gigi.
Batang gigi dan pinyon (e) dipergunakan untuk merubah gerakan putar menjadi lurus
atau sebaliknya.
Dalam hal roda gigi kerucut, bidang jarak bagi merupakan bidang kerucut yang
puncaknya terletak pada titik potong sumbu poros.
Roda gigi kerucut lurus (f) dengan gigi lurus adalah yang pailing mudah dibuat dan
sering dipakai, namun roda gigi ini sangat berisik karena perbandingan kontaknya yang
kecil.
Roda gigi spiral (g) mempunyai perbandingan kontak yang lebih besar dan dapat
meneruskan putaran tinggi dan beban besar, sudut poros kedua roda gigi ini biasanya
dibuat 90 derajat.
Dalam golongan roda gigi dengan poros menyilang, terdapat:
Roda gigi miring silang (i),
Roda gigi cacing silindris (j) yang dapat meneruskan putaran dengan perbandingan
reduksi besar.
Roda gigi cacing glaboid (k) dipergunakan untuk meneruskan putaran dengan
perbandingan reduksi dan beban yang besar.
Roda gigi hipoid (l) adalah roda gigi yang mempunyai jalur gigi berbentuk spiral pada
bidang kerucut yang sumbunya bersilang, dan pemindahan gaya pada permukaan gigi
berlangsung secara meluncur ataupun menggelinding.
Roda–roda gigi yang telah disebut diatas semuanya mempunyai perbandingan
kecepatan sudut yang tetap antara kedua poros. Tetapi disamping itu terdapat pula roda gigi
3
yang perbandingan kecepatan sudutnya dapat bervariasi, sperti misalnya roda eksentris, roda
gigi bukan lingkaran,roda gigi lonjong seperti pada meteran air dll. Ada pula roda gigi dengan
putaran yang terputus-putus dan roda gigi Geneva yang digunakan untuk menggerakkan film
pada proyektor bioskop.
(a) Roda gigi lurus (b) Roda gigi miring (c) Roda gigi miring ganda (d) Roda gigi dalam
(e) Pinyon dan batang gigi (f) Roda gigi kerucut lurus (g) Roda gigi kerucut spiral (h) Roda gigi permukaan
(i) Roda gigi miring silang (j) Roda gigi cacing silindris (k) Roda gigi cacing globoid (l) Roda gigi hipoid
Gambar 1.1 Macam-macam Roda Gigi
1.3 Nama-nama Bagian Roda Gigi
Nama-nama bagian utama roda gigi dapat kita lihat dalam gambar 1.2, adapun
ukurannya dinyatakan dengan diameter lingkaran jarak bagi, yaitu lingkaran khayal yang
menggelinding tanpa slip. Ukuran bagi dinyatakan dengan “jarak bagi lingkar,” yaitu jarak
sepanjang lingkaran jarak bagi antara profil dua gigi yang berdekatan.
4
Gambar 1.2 Nama-nama Bagian Roda Gigi
Untuk menghitung bagian-bagian roda gigi yang ada pada gambar diatas, khususnya
untuk roda gigi lurus standar berkedalaman penuh dapat kita gunakan persamaan-persamaan
yang ada dibawah ini:
Diameter lingkaran jarak bagi d01 = 2r01= z1m, d02= 2r02 = z2m
Jarak sumbu poros a0 = {(z1+ z2)/2}m
Diameter lingkaran kepala dk1=2rk1 = (z1+2)m, dk2 = 2rk2 = (z2+ 2)m
Diameter lingkaran dasar dg1= z1m cosα0, dg2= z2m cosα0
Jarak bagi t0 = π m
Jarak bagi normal te = π m cosα0
Tinggi gigi H = 2m + ck
1.4 Cara Kerja
Kendaraan jenis Suzuki shogun R ini mempunyai 4 variasi putaran atau variasi
kecepatan dan mempunyai tiga poros yaitu poros output dan poros transisi yang keduanya
berada dalam gear box dan satu lagi poros input utama yang merupakan tempat melekatnya
kopling dan connecting road piston. Putaran poros transisi merupakan reduksi putaran dari
poros utama melalui roda gigi 9 dan 10, dan ini merupakan tahap reduksi awal. Perubahan
variasi kecepatan sesuai dengan yang diinginkan dapat dilakukan melalui shift drum
(pendorong gigi yang satu ke gigi yang lainnya). Shift drum inilah yang menggerakkan tuas
pengatur yang langsung dihubungkan dengan roda gigi yang dilengkapi dengan tuas
penekan.
Pada gambar sket terlihat posisi pada variasi kecepatan pertama (tingkatan rendah),
adapun cara kerja pada variasi kecepatannya adalah sebagai berikut:
5
Tingkatan pertama : Bila tuas penekan ditekan ke depan, shift drum akan mendorong
roda gigi 4 kekiri (dari sket) sehingga akan terjadi kaitan dengan roda
gigi 2 maka akan berlangsung putaran antara roda gigi 1 dan roda
gigi 2.
Tingkatan kedua : Bila tuas penekan lagi kedepan, maka shif drum akan mendorong
roda gigi 4 kekanan (dari sket) yaitu pada posisi semula, dan
mendorong gigi 5 kekiri (dari sket) sehingga terkait dengan roda gigi
3 dengan demikian roda gigi 3 menggerakkan roda gigi 4.
Tingkatan ketiga : Bila tuas penekan ditekan lagi kedepan, maka shift drum akan
mendorong roda gigi 5 kekanan (dari sket) pada posisi semula dan
juga mendorong roda gigi 4 kekanan (dari sket) sehingga terjabdi
kaitan dengan roda gigi 6, maka roda gigi 5 menggerakkan roda gigi
6.
Tingkatan keempat : Bila tuas penekan ditekan lagi kedepan maka akan terkait roda gigi 7
dengan roda gigi 8 melalui shift drum, ini akibat dorongan roda gigi 5
dan 6 yang bergerak kekanan (dari sket).
Gambar 1.3 Sketsa Gear Box pada Suzuki Shogun R
Keterangan gambar:
Roda gigi 9 terkait dengan roda gigi 10.
6
Poros transisi 1, 3, 5, dan 7.
Poros Output, roda gigi 1 terkait dengan roda gigi 2, 4, 6 dan 8.
Poros 1 adalh poros penggerak utama.
Poros 2 adalah poros transisi.
Poros 3 adalah poros output
BAB II
PERENCANAAN POROS DAN SPLINE
Poros adalah salah satu elemen mesin yang berfungsi untuk meneruskan daya dan
putaran secara bersamaan. Poros yang berfungsi dalam transmisi ini dapat diklasifikasikan
menurut pembebanannya adalah sebagai berikut:
1. Poros transmisi, poros yang mengalami beban puntir murni atau puntir dan lentur.
2. Spindel, poros transmisi yang relatif pendek dan beban utamanya berupa puntiran.
3. Gandar, poros yang hanya menerima beban lentur saja, dipakai antara roda-roda kereta
barang, dimana tidak mendapat beban puntir.
2.1 Perhitungan Daya Dan Putaran Pada Masing-Masing Poros
Penerusan daya melalui poros dan roda gigi tidak selalu menghasilkan nilai yang tetap
karena terjadi penghilangan daya sewaktu terjadinya kontak antara pasangan roda gigi, yang
mana energi mekanik yang dimiliki oleh roda gigi penggerak berubah menjadi panas karena
tumbukan dengan roda gigi yang digerakkan pada saat tenjadi kontak dan energi panas ini
tidak dibutuhkan dalam system transmisi putaran. Oleh karena itu dalam perencanaan poros
ini digunakan suatu faktor yang menunjukkan jumlah daya yang dapat diteruskan dalam
7
transmisi putaran yaitu efisiensi transmisi (η). Harga dari efisiensi ini adalah lebih kecil dari
satu (η < 1) atau tidak pernah mencapai nilai 100%.
Dalam perencanaan poros kendaraan Suzuki shogun R yang berdaya 9,8 Hp dan
berputaran 9000 rpm ini, efisiensi penerusan daya direncanakan sebesar 0,98 atau 98%.
Dengan diketahuinya efisiensi transmisi ini maka daya tiap poros dapat dihitung yaitu sebagai
berikut:
Daya poros I (penggerak utama) = 9,8 Hp x 0.735 kW = 7,203 kW
Daya poros II (poros transisi) = 7,203 kW x 0,98 = 7,059 kW
Daya poros III (poros output) = 7,059 kW x 0,98 = 6,918 kW
Putaran yang ditransmisikan melalui roda gigi dari satu poros keporos lainnya
mengalami perubahan dari segi jumlah putarannya, hal ini dikarenakan perbandingan
transmisi tidak selalu sama dengan satu (i ≠ 1), sehingga putarannya bisa lebih kecil (i > 1)
ataupun lebih besar (i < 1) dari semula. Hubungan antara jumlah putaran dengan i adalah
sebagai berikut:
Dengan mempergunakan persamaan di atas dan diketahuinya perbandingan
transmisi tiap pasangan roda gigi, maka putaran tiap poros dapat kita hitung. Perbandingan
transmisi tiap pasangan roda gigi dalam gear box kenderaan Suzuki tipe shogun R dapat di
lihat dalam Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Perbandingan transmisi tiap tahapan
Tahapan Perbandingan transmisiReduksi awal 3,8
Kecepatan pertama/rendah 3Kecepatan kedua 1,875Kecepatan ketiga 1,368
Kecepatan keempat/top 1,052 Sumber: Distributor Suzuki, Peunayong
Berdasarkan data tersebut, maka kita dapat menentukan putaran tiap-tiap poros yaitu:
1. Putaran poros kedua, yang merupakan reduksi awal dari poros penggerak utama yang
mempunyai putaran sebesar 9000 rpm.
rpm
8
2. Putaran poros output, untuk poros ini tingkatan putaran yang dialaminya tergantung dari
tingkatan kecepatan, maka untuk tingkatan kecepatan:
a. Pertama rpm
b. Kedua rpm
c. Ketiga rpm
d. Top rpm
Demikianlah perhitungan daya dan putaran tiap-tiap poros yang mana data ini akan
dipergunakan dalam tahapan perhitungan berikutnya.
2.2 Perhitungan Poros Penggerak Utama/Input Dan Pasak
Poros penggerak utama yang berputar akibat gerakan bolak-balik piston dihubungkan
dengan kopling yang bergigi pada diameter terluarnya. Poros ini berputar dengan daya 7,203
kW dan putarannya sebesar 9000 rpm, beban utama poros ini berupa beban puntir, pada
ujung poros ini terdapat sebuah kopling yang memberikan beban lentur terhadap poros,
namun beban lentur ini dapat diabaikan karena terlalu kecil dibandingkan beban puntir,
walaupun demikian demi keamanan dalam pemakaian pengaruh beban lentur ini dimasukkan
dalam faktor Cb yang harganya antara 1,2 –2,3.
Variasi daya akan dialami oleh poros ini, daya yang besar diperlukan pada saat
mendaki dan perubahan tingkatan kecepatan, namun daya normal diperlukan setelah
perubahan kecepatan dan pada jalan datar, oleh karena itu daya yang digunakan untuk
perhitungan ini adalah daya rata-rata dengan faktor koreksinya (fc) adalah 1,3 (Tabel 2.2)
sehingga daya rencana dari poros adalah:
kW
Tabel 2.2 Faktor-faktor koreksi daya yang akan ditransmisikan,fc
Daya yang akan ditransmisikan fc
Daya rata-rata yang diperlukanDaya maksimum yang diperlukanDaya normal
1,2 – 2,00,8 – 1,21,0 – 1,5
Sumber: Sularso, K Suga, DPDP Elemen Mesin,1987, hal 7
9
Momen puntir (T) yang dialami oleh poros dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:
Dalam perencanaan ini bahan yang dipilih untuk poros adalah batang baja yang ditarik
dingin dengan lambangnya S35C-D (Tabel 2.3) yang tegangan tariknya (σB) sebesar 53
kg/mm2 dan faktor keamanan (Sf1) bahan berlambang S-C adalah 6,0. Pemilihan material ini
sebagai bahan poros dikarenakan batang baja ini telah ditarik dingin sehingga permukaan
poros yang beralur pasak menjadi lebih keras dan kekuatannya bertambah besar. Di samping
beralur pasak poros ini juga dibuat bertangga dengan diameter lebih besar pada tempat
dipasangnya bantalan, hal ini bertujuan untuk menyesuaikannya dengan diameter dalam dari
bantalan.
Tabel 2.3 Baja karbon untuk kontruksi mesin dan baja batang yang ditarik dingin untuk poros
Standar dan macam Lambang Perlakuan
panasKekuatan
tarik(kg/mm2) Keterangan
Baja karbon konstruksi mesin
(JIS G 4501)
S30CS35CS40CS45CS50CS55C
Penormalan“““““
485255586266
Batang baja yang difinis
dingin
S35C-DS45C-DS55C-D
---
536072
Ditarik dingin, digerinda, dibubut,atau gabungan antara hal-hal tersebut
Sumber: Sularso, K Suga, DPDP Elemen Mesin,1987, hal 3
Pengaruh-pengaruh ini dimasukkan dalam perhitungan yang dinyatakan dengan Sf2
yang harganya 1,3 sampai 3,0. Pada perencanaan ini faktor Sf2 diambil sebesar 2,5, dari data-
data diatas dapat ditentukan tegangan geser yang diizinkan (τa ) untuk poros yaitu:
kg/mm2
Pembebanan yang akan dialami oleh poros dikenakan dengan sedikit kejutan pada
waktu star dan pada waktu pemindahan tingkatan kecepatan, oleh karena itu faktor momen
puntir Kt diambil sebesar 1,5 (Tabel 2.4), sementara itu faktor beban lentur Cb diambil sebesar
10
1,5. Semua faktor ini akan digunakan dalam perhitungan diameter poros dengan memakai
persamaan berikut:
Tabel 2.4 Faktor Momen Puntir
Cara pembebanan Kt
Beban dikenakan secara halusTerjadi sedikit kejutanBeban dikenakan dengan kejutan dan tumbukan besar
1,01,0 – 1,51,5 – 3,0
Sumber: Sularso, K Suga, DPDP Elemen Mesin,1987, hal 8
Diameter poros harus dipilih dari Tabel 2.5, berdasarkan tabel tersebut diameter 15 mm
hanya digunakan pada tempat bantalan dipasang, oleh karena itu diameter poros dipilih
sebesar 16 mm.
Tabel 2.5 Diameter Poros4
4,5
5
*5,6
6
*6,3
7*7,1
8
9
10
11
*11,212
*12,5
14(15)16
(17)18192022
*22,42425
2830
*31,532
3535,5
38
40
42
45
4850
5556
60
63
6570717580859095
100(105)110
*112120
125130
140150160170180190200220
*224240250260280300*315320340
355360380
400
420440450460480500530
560
600
630
Sumber: Sularso, K Suga, DPDP Elemen Mesin,1987, hal 9
Keterangan :
1. Tanda* menyatakan bahwa bilangan yang bersangkutan dipilih dari bilangan standar
2. Bilangan didalam kurung hanya dipakai untuk bagian dimana akan dipasang bantalan gelinding
Menurut Sularso (Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin, 1987),
Berdasarkan diameter poros dapat ditentukan alur pasak pada poros dengan melihat tabel
ukuran pasak yang telah distandarkan dan juga dapat ditentukan diameter poros tempat
dipasangnya bantalan.
11
Alur pasak
5 x 3 x filet 0,25 (Sularso, K Suga, DPDP Elemen Mesin, 1987, hal 10)
Diameter dalam bantalan adalah = 17 mm
jari-jari filet = (17 – 16)/2 = 0,5 mm
Kosentrasi tegangan pada poros bertangga adalah
0,5/16 = 0,03; 17/16 = 1,06, β = 1,4
Kosentrasi tegangan pada alur pasak
0,25/16 = 0,015, α =2,8 α > β
Tegangan geser yang terjadi pada poros adalah :
kg/mm2
Pemeriksaan keamanan poros yang telah dihitung dapat dilakukan dengan
membandingkan tegangan geser yang diizinkan yang dikoreksi dengan tegangan geser yang
dihitung atas dasar poros tanpa alur pasak, faktor lenturan Cb dan Kt.
Sebuah poros aman digunakan apabila tegangan geser yang diizinkan yang dikoreksi lebih
besar dari tegangan geser yang dihitung atas dasar poros tanpa alur pasak, faktor Cb dan Kt.
Berdasarkan perbandingan diatas maka poros yang telah dihitung adalah aman dan
layak untuk digunakan.
Penerusan daya dari poros utama keporos transisi dilakukan oleh kopling yang bergigi
pada diameter luarnya, penerusan daya tidak akan terjadi apabila tidak ada pengikat antara
poros dan kopling, maka digunakanlah pasak untuk melakukan fungsi tersebut. Data-data
untuk menghitung pasak dapat diperoleh dari perhitungan poros, data tersebut adalah ds dan
T, maka gaya tangensial F pada permukaan poros adalah:
kg
Berdasarkan tabel alur pasak standar, maka dimensi dari pasak adalah:
Penampang pasak 5 x 5
12
Kedalaman alur pasak pada poros t1 = 3,0 mm
Kedalaman alur pasak pada naf t2 = 2,3 mm
Bahan pasak yang dipilih adalah batang baja S45C-D dengan tegangan tariknya σB
adalah 60 kg/m2 dengan faktor keamanan Sfk1 adalah 6 dan Sfk2 dipilih sebesar 2 karena
beban dikenakan dengan sedikit kejutan. Untuk menghindari kerusakan permukaan samping
pasak, maka perlu dihitung tegangan geser yang dizinkan τka dengan menggunakan
persamaan berikut:
kg/mm2
Gaya yang bekerja pada sisi samping pasak akan menimbulkan tekanan terhadap pasak yang
besarnya adalah :
Namun tekanan permukaan ini mempunyai batas tertentu yang dinamakan dengan
tekanan permukaan yang dizinkan pa yang harganya adalah 8 kg/mm2 untuk poros diameter
kecil dan 10 kg/mm2 untuk poros dengan diameter besar, dan setengah dari harga diatas
untuk poros berputaran tinggi. Untuk poros yang direncanakan ini harus dipilih sebesar 4
kg/mm2 karena poros berdiameter kecil dan berputaran tinggi. Panjang pasak yang diperlukan
dapat dihitung dari tegangan geser yang diizinkan yaitu:
Panjang pasak juga dapat ditentukan dari tekanan permukaan yang diizinkan
Dari kedua panjang yang didapat dari perhitungan, maka yang diambil adalah yang
lebih besar yaitu 11,08 mm, namun panjang dari pasak telah distandarkan dalam tabel ukuran
pasak, dari tabel tersebut kita bisa memilih nilai yang mendekati dengan nilai yang didapat
dari perhitungan yaitu 14 mm. Untuk mengetahui keamanan dari perhitungan pasak ini maka
beberapa syarat keamanan harus dipenuhi oleh pasak ini, syarat tersebut adalah:
0,25 < b/ds < 0,35
0,75 < lk/ds < 1,5
0,25 < 0,3125 < 0,35
0,75< 0,875 < 1,5
13
Berdasarkan syarat diatas, maka pasak yang telah dihitung adalah aman dan baik untuk
digunakan.
2.3 Perhitungan Poros Kedua Dan SplinePoros penggerak utama yang berputar akibat gerakan bolak-balik piston memindahkan
daya sebesar 7,059 kW dan 2354 rpm keporos kedua melalui roda gigi. Poros kedua dibebani
dengan beban puntir sebagai beban utamanya dan beban lentur akibat pemasangan roda
gigi, namun beban lentur ini sangat kecil dibandingkan dengan beban utamanya, sehingga
pengaruh beban lentur ini hanya dimasukkan dalam faktor Cb yang harganya dipilih sebesar
2.
Variasi daya juga dialami oleh poros ini, daya yang besar diperlukan pada saat
perubahan tingkatan kecepatan dan pada saat tanjakan, namun daya normal diperlukan
setelah perubahan kecepatan, dan pada jalan yang datar, oleh karena itu daya yang
digunakan untuk perhitungan ini adalah daya rata-rata dengan faktor koreksinya (fc) adalah
1,3 (Tabel 2.2) sehingga daya rencana dari poros adalah:
Momen puntir (T) yang dialami oleh poros ini adalah:
Dalam perencanaan ini bahan yang dipilih untuk poros kedua adalah batang baja yang
ditarik dingin dengan lambangnya S45C-D (Tabel 2.3) yang tegangan tariknya (σB) sebesar 60
kg/mm2 dan faktor keamanan (Sf1) adalah 6,0. Poros ini juga dibuat bertangga seperti poros
utama.
Pengaruh ini dimasukkan dalam perhitungan yang dinyatakan dengan Sf2, pada
perencanaan ini faktor Sf2 diambil sebesar 1,5, dari data-data diatas dapat ditentukan
tegangan geser yang diizinkan (τa ) untuk poros yaitu:
kg/mm2
Pembebanan yang akan dialami oleh poros ini sama dengan poros utama, karena
poros ini langsung berhubungan dengan poros utama, oleh karena itu faktor momen puntir K t
diambil sebesar 1,5 (Tabel 2.4), sementara itu faktor beban lentur Cb diambil sebesar 2.
Semua faktor ini akan digunakan dalam perhitungan diameter poros dengan memakai
persamaan berikut:
14
Diameter poros harus dipilih dari Tabel 2.5, dari tabel tersebut didapatkan bahwa
diameter 21 mm tidak terdapat dalam tabel, oleh karena itu diameter poros dipilih sebesar 22
mm. Untuk menghitung pengaruh kosentrasi tegangan pada poros bertangga, maka harus
ditentukan dahulu diameter poros tempat dipasangnya bantalan.
Diameter dalam bantalan adalah = 25 mm
jari-jari filet = (25 – 22)/2 = 1,5 mm
Kosentrasi tegangan pada poros bertangga adalah
1,5 / 22 = 0,068; 25/22 = 1,136, β = 1,2
Momen puntir yang bekerja pada poros, mengakibatkan terjadinya tegangan geser pada
poros sebesar:
kg/mm2
Sebuah poros aman digunakan apabila tegangan geser yang diizinkan yang dikoreksi lebih
besar dari tegangan geser yang dihitung atas dasar poros tanpa alur pasak, faktor Cb dan Kt.
Berdasarkan perhitungan diatas maka poros yang telah dihitung adalah aman dan
layak untuk digunakan.
Roda gigi yang dipasang pada poros ini direncanakan dapat bergeser untuk melakukan
fungsi transmisinya, oleh karena itu elemen mesin yang cocok untuk mengikat poros dengan
roda gigi dan dapat digeser pada saat tertentu adalah spline. Dalam perencanaan ini spline
yang mengikat poros dan roda gigi direncanakan berjumlah 6 buah. Menurut Alex-Valance
(Design of Machine Member, 1951, hal 174),untuk spline berjumlah 6 buah dan pergeseran
roda gigi berlangsung ketika poros sedang bekerja, maka hubungan antara diameter poros
dengan diameter spline adalah: ds = 0,80 x D ( Tabel 2.6 ).
Untuk poros ini ukuran spline yang diperlukan adalah sebagai berikut:
Diameter spline (D) = ds / 0,80 = 22 / 0,80 = 27,5 mm
Lebar spline (w) = 0,25 x D = 0,25 x 27,5 = 6,875 mm
Tinggi spline (l) = 0,10 x D = 0,10 x 27,5 = 2,75 mm
15
Bahan yang digunakan untuk spline adalah sama dengan bahan poros, karena spline
menyatu dengan poros.
2.4 Perhitungan Poros Ouput Dan SplinePoros output yang merupakan poros terakhir dari sistem transmisi daya, bekerja
dengan daya 6,918 kW dan putaran yang bekerja pada poros ini bervariasi tergantung dari
tingkatan kecepatan. Dalam perencanaan poros ini, putaran yang dipakai untuk melakukan
perhitungan poros adalah putaran terkecil (785 rpm), karena putaran berbanding terbalik
dengan momen puntir ( T = 1 / n ), sehingga torsi terbesar terjadi pada putaran terkecil.
Variasi daya yang dialami oleh poros ini sama dengan yang dialami oleh poros kedua, oleh
karena itu daya yang digunakan untuk perhitungan ini adalah daya rata-rata dengan faktor
koreksinya (fc) adalah 1,3 (Tabel 2.2) sehingga daya rencana dari poros adalah:
Momen puntir (T) yang dialami oleh poros ini adalah:
Dalam perencanaan ini bahan yang dipilih untuk poros output adalah batang baja yang
ditarik dingin dengan lambangnya S45C-D (Tabel 2.3) yang tegangan tariknya (σB) sebesar 60
kg/mm2 dan faktor keamanan (Sf1) adalah 6,0.
Pada perencanaan ini faktor Sf2 diambil sebesar 1,5, dari data-data diatas dapat
ditentukan tegangan geser yang diizinkan (τa ) untuk poros yaitu:
kg/mm2
Pembebanan yang akan dialami oleh poros dikenakan dengan sedikit kejutan pada
waktu pemindahan tingkatan kecepatan, oleh karena itu faktor momen puntir Kt diambil
sebesar 1,5 (Tabel 2.4), sementara itu faktor beban lentur Cb diambil sebesar 2, karena poros
dibuat bertangga. Semua faktor ini akan digunakan dalam perhitungan diameter poros dengan
memakai persamaan berikut:
Diameter poros 29,5 mm tidak terdapat dalam tabel, oleh karena itu diameter poros
dipilih sebesar 30 mm. Untuk menghitung pengaruh kosentrasi tegangan pada poros
bertangga, maka harus ditentukan dahulu diameter poros tempat dipasangnya bantalan
Diameter dalam bantalan adalah = 35 mm
16
jari-jari filet = (35 – 30)/2 = 2,5 mm
Kosentrasi tegangan pada poros bertangga adalah
2,5/30 = 0,083; 35/30 = 1,167, β = 1,4
Momen puntir yang bekerja pada poros, mengakibatkan terjadinya tegangan geser pada
poros sebesar:
kg/mm2
Sebuah poros aman digunakan apabila tegangan geser yang diizinkan yang dikoreksi lebih
besar dari tegangan geser yang dihitung atas dasar poros tanpa alur pasak, faktor Cb dan Kt.
Berdasarkan perhitungan diatas maka poros yang telah dihitung adalah aman dan
layak untuk digunakan.
Dalam perencanaan ini spline yang mengikat poros output dan roda gigi direncanakan
berjumlah 6 buah. Maka ukuran dari spline adalah sebagai berikut:
Diameter poros (ds) = 0,80 x D
Diameter spline (D) = ds / 0,80 = 30 / 0.80 = 37,5 mm
Lebar spline (w) = 0,25 x D =0,25 x 37,5 = 9,375 mm
Tinggi spline (h) = 0,10 x D = 0,10 x 37,5 = 3,75 mm
Bahan untuk spline adalah sama dengan bahan poros yaitu S45C-D.
BAB III
PERENCANAAN RODA GIGI
3.1 Perhitungan Pasangan Roda Gigi Pada Tahapan Reduksi Awal
Pasangan roda gigi tahapan reduksi awal, terdiri dari pinyon yang melekat pada poros
utama dan roda gigi besar yang melekat pada poros transisi. Jarak antara sumbu poros
utama dan sumbu poros transisi direncanakan sebesar 80 mm. Daya dan putaran poros
utama ditransmisikan keporos transisi melalui pasangan roda gigi dengan perbandingan
17
transmisinya 3,8. Daya rencana dari poros utama adalah 9,504 kW dan putarannya adalah
9000 rpm, data ini didapatkan pada Bab I Perencanaan Poros.
Untuk mentransmisikan daya tersebut melalui pasangan roda gigi maka perlu
direncanakan sebuah pasangan roda gigi dengan diameter, ketebalan dan bagian bagian lain
dari roda gigi yang sesuai dengan daya dan putaran tersebut.
Diameter sementara dari pasangan roda gigi dapat ditentukan dengan mempergunakan
persamaan berikut:
Berdasarkan diagram pemilihan modul, maka modul yang dipilih adalah 2,5.
Jumlah gigi (z) dari setiap roda gigi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
berikut:
18
Gambar 3.1 Diagram Pemilihan Modul Roda Gigi Lurus
Dari perhitungan diatas ada empat kemungkinan susunan jumlah gigi dari pasangan
roda gigi yaitu: 13 : 50 , 13 : 51, 14 : 50, 14 : 51; dari keempat kemungkinan tersebut maka
perbandingan 13 : 50 lebih mendekati dengan perbandingan transmisi yaitu 3,84; oleh karena
itu jumlah gigi dari pasangan roda gigi ditetapkan sebagai berikut:
z1 = 13 dan z2 = 50, kemudian diameter sebenarnya dari pasangan roda gigi dapat ditentukan
sebagai berikut:
Pada pasangan roda gigi, di antara lingkaran kepala dan lingkaran kaki biasanya
terdapat celah yang sering disebut dengan kelonggaran puncak (ck) yang besarnya adalah
0,25 x m atau lebih, namun dalam perencaaan ini ck diambil 0,25m, maka harga ck = o,25 x
2,5 = 0,625 mm.
Ukuran-ukuran lain dari roda gigi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut:
a. Diameter kepala ( dk)
dk1 = (z1+ 2)m = (13 + 2) x 2,5 mm = 37,5 mm
dk2 = (z2+ 2)m = (50 + 2) x 2,5 mm = 125 mm
b. Diameter kaki ( df )
df1 = ( z1 – 2 )m – 2 x ck = ( 13 –2) x 2,5 – 2 x 0,625 = 26,25 mm
df2 = ( z2 – 2 )m – 2 x ck = ( 50 – 2) x 2,5 – 2 x 0,625 = 118,75 mm
c. Tingggi gigi ( H )
H = 2 x m + ck = 2x 2,5 + 0,625 = 5,625 mm
d. Factor bentuk gigi
Factor bentuk gigi ini dapat dilihat pada tabel 3.1 dibawah ini
Tabel 3.1 Faktor Bentuk Gigi
Jumlah gigi Y Jumlah Gigi Y Jumlah Gigi Y
19
101112131415161718
0,2010,2260,2450,2610,2760,2890,2950,3020,308
192021232527303438
0,3140,3200,3270,3330,3390,3490,3580,3710,383
43506075
100150300
batang gigi
0,3960,4080,4210,4340,4460,4590,471
0,484
Sumber: Dialer Suzuki
Keterangan: Y1 = 0,261
Y2 = 0,408
e. Kecepatan keliling roda gigi ( v)
kecepatan keliling roda gigi dihitung berdasarkan diameter jarak bagi dari roda gigi
dengan persamaannya sebagai berikut:
f. Factor koreksi terhadap kecepatan ( fc )
Semakin tinggi kecepatannya, semakin besar pula variasi beban atau tumbukan yang
terjadi, oleh karena itu perlu dilakukan koreksi terhadap gaya yang terjadi pada roda gigi.
Factor koreksi dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Tabel 3.2 Faktor Dinamis
Kecepatan rendah
Kecepatan sedang
Kecepatan tinggi
Berdasarkan tabel diatas maka untuk roda gigi reduksi ini, factor koreksinya dapat
digunakan persamaan:
g. gaya tangensial roda gigi
20
Roda gigi yang berputar dengan kecepatan tertentu akan menghasilkan gaya
tangensial sebesar: Ft = 102P / v = (102 x 9,504) / 15,30 = 63,36 kg
h. Bahan roda gigi
Bahan roda gigi dapat kita pilih berdasarkan tabel 3.3. Berdasarkan tabel tersebut
bahan untuk:
Pinyon ; S 45 C σB = 58 kg / mm2 HB = 200 σa = 30 kg / mm2
Roda gigi ; FC 30 σB = 30 kg / mm2 HB = 200 σa = 13 kg / mm2
Berdasarkan pemilihan bahan untuk pasangan roda gigi reduksi ini maka
a. Beban lentur yang diizinkan adalah (F’b)
F’ b1 = 30 x 2,5 x 0,261 x 0,282 = 5,5 kg
F’b2 = 13 x 2,5 x 0,408 x 0,282 = 3,73 kg
b. Beban permukaan yang dizinkan (F’H )
F’ H = 0,079 x 32,5 x (2 x 50)/ 63 = 4,075 kg
Tabel 3.3 Tegangan Lentur Yang Diizinkan Pada Bahan Roda Gigi
21
Sumber: Sularso, K Suga, DPDP Elemen Mesin 1987
i. Lebar roda gigi (b)
Lebar roda gigi biasanya ditetapkan antara (6 – 10 )m, roda gigi dengan sisi sangat
lebar cenderung mengalami deformasi, khususnya jika bekerja sebagai pinyon. Oleh karena
itu lebar roda gigi dihitung berdasarkan beban minimum yang diizinkan dengan menggunakan
persamaan berikut:
b =Ft / F’tm
= 63,36 kg / 3,73 kg = 16,99 mm, dibulatkan menjadi 17 mm.
Pemeriksaan perhitungan roda gigi dapat dilakukan dengan membandingkan beberapa
dimensi dari roda gigi yaitu:
b / m = 17 / 2,5 = 6,8 kontruksi aman
d / b = 32,5 / 17 =1,9 kontruksi aman
Syarat keamanan untuk pemeriksaan ini adalah d / b harus lebih besar dari 1,5; berarti
syarat kedua ini juga telah terpenuhi, dengan demikian roda gigi reduksi ini adalah aman
untuk digunakan.
3.2 Perhitungan pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan pertama
Pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan pertama/rendah ini terdiri dari pinion yang
terletak pada poros transisi dan roda gigi yang terletak pada poros output. Jarak antara poros
transisi dan poros output direncanakan sebesar 60 mm. Penerusan daya dan putaran dari
poros transisi sebesar 9,13 kW / 2354 rpm ke poros output dilakukan oleh pasangan roda gigi
ini yang bersifat reduksi dengan perbandingan transmisinya sebesar 3.
Penerusan daya dan putaran akan berlangsung dengan baik apabila ukuran dari roda
gigi yang direncanakan mampu untuk meneruskan daya dan putaran yang direncanakan.
Berikut ini adalah langkah-langkah perhitungan dimensi dari roda gigi , pemilihan bahan roda
gigi dan pemeriksaan keamanan pemakaian roda gigi.
a. Diameter jarak bagi sementara pinion dan roda gigi (d0’)
22
b. Jumlah gigi dari pinion dan roda gigi (z)
Berdasarkan daya pada poros ini maka modul untuk roda gigi ini dapat diperoleh
diagram pmilihan modul. Dari diagram tersebut modul untu roda gigi ini dipilih sebesar 2,5
mm. Dengan demikian jumlah gigi dari pinion dan roda gigi dapat ditentukan yaitu:
c. Diameter jarak bagi sebenarnya ( d0 )
d. Diameter kepala ( dk)
dk1 = (z1+ 2)m = (12 + 2) x 2,5 mm = 35 mm
dk2 = (z2+ 2)m = (36 + 2) x 2,5 mm = 95 mm
e. Diameter kaki ( df )
ck = o,25 x 2,5 = 0,625 mm.
df1 = ( z1 – 2 )m – 2 x ck = ( 12 –2) x 2,5 – 2 x 0,625 = 26,25 mm
df2 = ( z2 – 2 )m – 2 x ck = ( 36 – 2) x 2,5 – 2 x 0,625 = 118,75 mm
f. Tingggi gigi ( H )
H = 2 x m + ck = 2x 2,5 + 0,625 = 5,625 mm
g. Factor bentuk gigi (Y)
Y1 = 0,245
Y2 = 0,37 + (0,383 – 0,371) 2/4 = 0,377
23
h. Kecepatan keliling roda gigi ( v)
i. Factor koreksi terhadap kecepatan ( fc )
j. Gaya tangensial roda gigi
Ft = 102P / v = (102 x 9,315) / 3,69 = 257,5 kg
k. Bahan roda gigi
Bahan roda gigi dapat kita pilih berdasarkan tabel 3.3. Berdasarkan tabel tersebut
bahan untuk:
Pinyon ; SNC 22 σB = 100 kg / mm2 HB = 600 σa = 55 kg / mm2
Roda gigi ; SNC 21 σB = 80 kg / mm2 HB = 600 σa = 40 kg / mm2
Berdasarkan pemilihan bahan untuk pasangan roda gigi reduksi ini maka
a. Beban lentur yang diizinkan adalah (F’b)
F’ b1 = 55 x 2,5 x 0,245 x 0,488 = 15,092 kg
F’b2 = 40 x 2,5 x 0,377 x 0,488 = 16,89 kg
b.Beban permukaan yang dizinkan (F’H )
F’ H = 0,569 x 30 x 2 x 36/ 48 = 25,605 kg
l. Lebar roda gigi (b)
b =Ft / F’tm
= 257,5 kg / 15,092 kg = 17,06 mm, dibulatkan menjadi 17 mm.
m. Pemeriksaan keamanan
b / m = 17 / 2,5 = 6,8 kontruksi aman
d / b = 30 / 17 = 1,76 kontruksi aman
Dengan demikian roda gigi reduksi ini adalah aman untuk digunakan.
24
3.3 Perhitungan pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan kedua
Pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan kedua ini terdiri dari pinion yang terletak
pada poros transisi dan roda gigi yang terletak pada poros output. Jarak antara poros transisi
dan poros output direncanakan sebesar 60 mm. Penerusan daya dan putaran dari poros
transisi sebesar 9,13 kW / 2354 rpm ke poros output dilakukan oleh pasangan roda gigi ini
yang bersifat reduksi dengan perbandingan transmisinya sebesar 1,875.
Berikut ini adalah langkah-langkah perhitungan dimensi dari roda gigi, pemilihan bahan
roda gigi dan pemeriksaan keamanan pemakaian roda gigi untuk pasangan roda gigi pada
tingkat kecepatan kedua.
a. Diameter jarak bagi sementara pinion dan roda gigi (d0)
b. Jumlah gigi dari pinion dan roda gigi (z)
m = 2,5
Dari perhitungan diatas ada empat kemungkinan susunan jumlah gigi dari
pasangan roda gigi yaitu: 17 : 31 , 17 : 30, 16 : 31, 16 : 30; dari keempat kemungkinan
tersebut maka perbandingan 17 : 31 lebih mendekati dengan perbandingan transmisi
yaitu 1,875; oleh karena itu jumlah gigi dari pasangan roda gigi ditetapkan sebagai
berikut: z1 = 17 dan z2 = 31
c. Diameter jarak bagi sebenarnya
d. Diameter kepala
dk1 = (z1+ 2)m = (17 + 2) x 2,5 mm = 47.5 mm
dk2 = (z2+ 2)m = (31 + 2) x 2,5 mm = 82,5 mm
25
e. Diameter kaki ( df )
ck = o,25 x 2,5 = 0,625 mm.
df1 = ( z1 – 2 )m – 2 x ck = ( 17 –2) x 2,5 – 2 x 0,625 = 36,25 mm
df2 = ( z2 – 2 )m – 2 x ck = ( 31 – 2) x 2,5 – 2 x 0,625 = 71,25 mm
f. Tingggi gigi ( H )
H = 2 x m + ck = 2x 2,5 + 0,625 = 5,625 mm
g. Factor bentuk gigi (Y)
Y1 = 0,302
Y2 = 0,358 + (0,371 – 0,358) 1/4 = 0,361
h. Kecepatan keliling roda gigi ( v)
i. Factor koreksi terhadap kecepatan ( fc )
j. Gaya tangensial roda gigi
Ft = 102P / v = (102 x 9,315) / 5,24 = 181,3 kg
k. Bahan roda gigi
Bahan roda gigi dapat kita pilih berdasarkan tabel 3.3.
Pinyon ; SNC 22 σB = 100 kg / mm2 HB = 600 σa = 40 kg / mm2
Roda gigi ; SNC 21 σB = 80 kg / mm2 HB = 600 σa = 35 kg / mm2
Berdasarkan pemilihan bahan untuk pasangan roda gigi reduksi ini maka
a.Beban lentur yang diizinkan adalah (F’b)
F’ b1 = 40 x 2,5 x 0,302 x 0,364 = 10,99 kg
F’b2 = 35 x 2,5 x 0,361 x 0,364 = 11,49 kg
b.Beban permukaan yang dizinkan (F’H )
F’ H = 0,569 x 42,5 x 2 x 31/ 48 = 31,24 kg
26
l. Lebar roda gigi (b)
b =Ft / F’tm
= 181,3 kg / 10,99 kg = 16,497 mm, dibulatkan menjadi 17 mm.
m. Pemeriksaan keamanan
b / m = 17 / 2,5 = 6,8 kontruksi aman
d / b = 42,5 / 17 =1,76 kontruksi aman
Dengan demikian roda gigi reduksi ini adalah aman untuk digunakan.
3.4 Perhitungan pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan ketiga
Pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan kedua ini terdiri dari pinion yang terletak
pada poros transisi dan roda gigi yang terletak pada poros output. Jarak antara poros transisi
dan poros output direncanakan sebesar 60 mm. Penerusan daya dan putaran dari poros
transisi sebesar 9,13 kW / 2354 rpm ke poros output dilakukan oleh pasangan roda gigi ini
yang bersifat reduksi dengan perbandingan transmisinya sebesar 1,368.
Berikut ini adalah langkah-langkah perhitungan dimensi dari roda gigi, pemilihan bahan
roda gigi dan pemeriksaan keamanan pemakaian roda gigi untuk pasangan roda gigi pada
tingkat kecepatan ketiga.
a. Diameter jarak bagi sementara pinion dan roda gigi (d0)
b. Jumlah gigi dari pinion dan roda gigi (z)
m = 2,5
Dari perhitungan diatas ada empat kemungkinan susunan jumlah gigi dari
pasangan roda gigi yaitu: 20 : 28 , 20 : 27, 21 : 28, 21 : 28; dari keempat kemungkinan
tersebut maka perbandingan 20 : 28 lebih mendekati dengan perbandingan transmisi
27
yaitu 1,875; oleh karena itu jumlah gigi dari pasangan roda gigi ditetapkan sebagai
berikut: z1 = 20 dan z2 = 28
c. Diameter jarak bagi sebenarnya
d. Diameter kepala
dk1 = (z1+ 2)m = (20 + 2) x 2,5 mm = 55 mm
dk2 = (z2+ 2)m = (28 + 2) x 2,5 mm = 75 mm
e. Diameter kaki ( df )
ck = o,25 x 2,5 = 0,625 mm.
df1 = ( z1 – 2 )m – 2 x ck = ( 20 –2) x 2,5 – 2 x 0,625 = 43,75 mm
df2 = ( z2 – 2 )m – 2 x ck = ( 28 – 2) x 2,5 – 2 x 0,625 = 63,75 mm
f. Tingggi gigi ( H )
H = 2 x m + ck = 2x 2,5 + 0,625 = 5,625 mm
g. Factor bentuk gigi (Y)
Y1 = 0,320
Y2 = 0,349 + (0,358 – 0,349) 1/3 = 0,352
h. Kecepatan keliling roda gigi ( v)
i. Factor koreksi terhadap kecepatan ( fc )
j. Gaya tangensial roda gigi
Ft = 102P / v = (102 x 9,315) / 6,15 = 154,49 kg
k. Bahan roda gigi
28
Bahan roda gigi dapat kita pilih berdasarkan tabel 3.3.
Pinyon ; SNC 21 σB = 80 kg / mm2 HB = 600 σa = 35 kg / mm2
Roda gigi ; SNC 21 σB = 80 kg / mm2 HB = 600 σa = 35 kg / mm2
Berdasarkan pemilihan bahan untuk pasangan roda gigi reduksi ini maka
a.Beban lentur yang diizinkan adalah (F’b)
F’ b1 = 35 x 2,5 x 0,320 x 0,328 = 9,184 kg
F’b2 = 35 x 2,5 x 0,352 x 0,328= 10,10 kg
b.Beban permukaan yang dizinkan (F’H )
F’ H = 0,569 x 50 x 2 x 28/ 48 = 33,19 kg
l. Lebar roda gigi (b)
b =Ft / F’tm
= 154,49 kg / 9,184 kg = 16,8 mm, dibulatkan menjadi 17 mm.
m. Pemeriksaan keamanan
b / m = 17 / 2,5 = 6,8 kontruksi aman
d / b = 50 / 17 =1,76 kontruksi aman
Dengan demikian roda gigi reduksi ini adalah aman untuk digunakan.
3.5 Perhitungan pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan kempat
Pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan kedua ini terdiri dari pinion yang terletak
pada poros transisi dan roda gigi yang terletak pada poros output. Jarak antara poros transisi
dan poros output direncanakan sebesar 60 mm. Penerusan daya dan putaran dari poros
transisi sebesar 9,13 kW / 2354 rpm ke poros output dilakukan oleh pasangan roda gigi ini
yang bersifat reduksi dengan perbandingan transmisinya sebesar 1,052.
Berikut ini adalah langkah-langkah perhitungan dimensi dari roda gigi, pemilihan bahan
roda gigi dan pemeriksaan keamanan pemakaian roda gigi untuk pasangan roda gigi pada
tingkat kecepatan ketiga.
a. Diameter jarak bagi sementara pinion dan roda gigi (d0)
29
b. Jumlah gigi dari pinion dan roda gigi (z)
m = 2,5
Dari perhitungan diatas ada empat kemungkinan susunan jumlah gigi dari
pasangan roda gigi yaitu: 23 : 24 , 23 : 25, 24 : 24, 24 : 25; dari keempat kemungkinan
tersebut maka perbandingan 23 : 25 lebih mendekati dengan perbandingan transmisi
yaitu 1,052; oleh karena itu jumlah gigi dari pasangan roda gigi ditetapkan sebagai
berikut: z1 = 23 dan z2 = 25
f. Diameter jarak bagi sebenarnya
g. Diameter kepala
dk1 = (z1+ 2)m = (23 + 2) x 2,5 mm = 62,5 mm
dk2 = (z2+ 2)m = (25 + 2) x 2,5 mm = 67,5 mm
h. Diameter kaki ( df )
ck = o,25 x 2,5 = 0,625 mm.
df1 = ( z1 – 2 )m – 2 x ck = ( 23 –2) x 2,5 – 2 x 0,625 = 51,25 mm
df2 = ( z2 – 2 )m – 2 x ck = ( 25 – 2) x 2,5 – 2 x 0,625 = 56,25 mm
f. Tingggi gigi ( H ) g. Factor bentuk gigi (Y)
H = 2 x m + ck = 2x 2,5 + 0,625 = 5,625 mm Y1 = 0,333
Y2 = 0,339
30
h. Kecepatan keliling roda gigi ( v)
i. Factor koreksi terhadap kecepatan ( fc )
j. Gaya tangensial roda gigi
Ft = 102P / v = (102 x 9,315) / 7,67 = 123,88 kg
k. Bahan roda gigi
Bahan roda gigi dapat kita pilih berdasarkan tabel 3.3.
Pinyon ; SNC 21 σB = 80 kg / mm2 HB = 600 σa = 35 kg / mm2
Roda gigi ; SNC 21 σB = 80 kg / mm2 HB = 600 σa = 35 kg / mm2
Berdasarkan pemilihan bahan untuk pasangan roda gigi reduksi ini maka
a.Beban lentur yang diizinkan adalah (F’b)
F’ b1 = 35 x 2,5 x 0,333 x 0,281 = 8,18 kg
F’b2 = 35 x 2,5 x 0,339 x 0,281= 8,34 kg
b.Beban permukaan yang dizinkan (F’H )
F’ H = 0,569 x 57,5 x 2 x 25/ 48 = 34,1 kg
l. Lebar roda gigi (b)
b =Ft / F’tm
= 123,88 kg / 8,18 kg = 15,14 mm, dibulatkan menjadi 16 mm.
m. Pemeriksaan keamanan
b / m = 16 / 2,5 = 6,4 kontruksi aman
d / b = 57,5 / 16 = 3,59 kontruksi aman
Dengan demikian roda gigi reduksi ini adalah aman untuk digunakan.
BAB IV
PERENCANAAN BANTALAN
Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau
gerakan bolak baliknya dapat berlangsung secara halus,aman dan panjang umur. Bantalan
31
harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros seta elemen mesin lainnya bekerja dengan
baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh system akan menurun
atau tak dapat bekerja secara semestinya.
Bantalan dapat dikelompokan dalam dua jenis yaitu
a. Bantalan luncur, dimana pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan
bantalan karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan
perantaraan lapisan pelumas.
b. Bantalan gelinding, pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang
berputar dengan elemen gelinding.
Kedua jenis bantalan juga dapat dibagi lagi berdasarkan arah beban yang diterimanya, yaitu
a.Bantalan radial, arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus sumbu
poros.
b.Bantalan aksial, arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah sejajar poros.
Poros dalam dalam gear box adalah poros transmisi yang artinya poros ini juga ikut
berputar, oleh karena itu gaya ataupun beban yang ditumpu oleh bantalan pada poros ini dan
elemen lain yang melekat padanya seperti roda gigi adalah beban radial yang artinya arah
gayanya adalah tegak lurus sumbu poros.
Berdasarkan beban yang diterima poros, maka bantalan yang dipilih untuk poros dalam
gear box adalah bantalan gelinding radial, karena bantalan gelinding mempunyai keuntungan
gesekan gelinding yang sangat kecil dibandingkan dengan bantalan luncur.
4.1 Pemilihan bantalan pada poros transisi
Pada poros transisi terdapat lima buah roda gigi, empat buah roda gigi berfungsi untuk
perpindahan kecepatan sedangkan satu lagi untuk penerusan daya dari poros input ke poros
transisi. Tiap –tiap roda gigi bekerja gaya radial secara bervariasi, mulai dari kecil sampai
gaya yang besar, gaya besar bekerja pada kecepatan pertama dan gaya terkecil bekeja pada
kecepatan keempat.
Akibat gaya yang bekerja pada roda gigi tersebut, maka bantalan sebagai penahan
poros mengalami gaya reaksi yang tergantung dari tingkat kecepatan yang sedang bekerja.
Variasi gaya terhadap waktu yang bekerja pada bantalan mejadi sebuah kesulitan dalam
menganalisa gaya reaksi dari bantalan, oleh karena itu dalam menganalisa gaya reaksi
bantalan, gaya yang digunakan adalah gaya rata-rata.
Berikut langkah – langkah menganalisa gaya reaksi bantalan:
a. Gaya reaksi bantalan pada tingkat kecepatan pertama
32
b. Analisa gaya reaksi pada tingkat kecepatan kedua
33
c. Analisa gaya reaksi pada tingkat kecepatan ketiga
34
d. Analisa gaya reaksi pada tingkat kecepatan keempat
Suatu beban yang besarnya sedemikian rupa hingga memberikan umur yang sama
dengan umur yang diberikan oleh beban dan kondisi putaran sebenarnya disebut beban
ekivalen dinamis (Pr). Beban ekivalen dinamis ini dapat dicari dengan
persamaan: Pr = XVFr + YFa
X berharga 1 dan Y berharga 0 jika bantalan bola baris tunggal
35
V berharga 1 bila beban putar pada bagian dalam 1,2 jika beban putar pada bagian luar
Dalam perencanaan ini bantalan yang dipilih adalah bantalan bola baris tunggal, umur
dari bantalan dinginkan 10000 jam dan beban aksial dianggap tidak ada karena terlalu kecil
dibandingkan dengan beban radial. Pembebanan terhadap poros berlangsung dengan sedikit
tumbukan dan getaran, sehingga beban harus dikalikan dengan factor beban fW. untuk kerja
dengan tumbukan fw adalah 1,2-1,5, dalam perencanaan ini fw dipilih sebesar 1,2. Dengan
demikian beban ekivalen dinamis tiap-tiap kecepatan dapat dihitung sebagai berikut:
Bantalan 1
Pr1 = Fr1 x fw x X x V = 53,04 x 1,2 x 1x 1 = 63,65 kg
Pr2 = Fr2 x fw x X x V = 76,06 x 1,2 x 1x 1 = 91,27 kg
Pr3 = Fr3 x fw x X x V = 40,16 x 1,2 x 1x 1= 48,92 kg
Pr4 = Fr4 x fw x X x V = 78,30 x 1,2 x 1 x 1 = 93,96 kg
Gear box diperkirakan akan bekerja selama 8 jam dalam sehari, beban yang bekerja
selam 8 jam tersebut tidaklah sama, sehingga perlu diperkirakan beban rata-rata yang bekerja
selama itu. Berikut taksiran lamanya bekerja suatu beban:
Kecepatan pertama bekerja selama 1 jam
Kecepatan kedua bekerja selam 3,5 jam
Kecepatan ketiga bekerja selama 3 jam
Kecepatan keempat bekerja selama 0,5 jam
Maka perbandingan waktu masing-masing terhadap waktu total adalh sebagai berikut:
α1 = 1/ 8 = 0,125; α2 = 3,5 / 8 = 0,4375; α3 = 3/8 = 0,375; α4 = 0,5/8 =0,0625
Beban rata-rata dapat dihitung dengan persamaan berikut:
nm = (t1n1 + t2n2+………….+ tnnn)/(t1+ t2 +……+ tn)
karena nn = nm maka:
= 77,12 kg
Bantalan dapat dipilih dari tabel 4.1, dalam perencanaan ini bantalan yang dipilih adalah
bantalan dengan nomor 6006 dengan C = 1030 kg. Umur dari bantalan yang dipilih dapat
ditentukan adalah sebagai berikut:
36
Bantalan 2
Pr1 = Fr1 x fw x X x V = 248,46 x 1,2 x 1x 1 = 208,152 kg
Pr2 = Fr2 x fw x X x V = 80,07 x 1,2 x 1 x 1 = 96,08 kg
Pr3 = Fr3 x fw x X x V = 95,75 x 1,2 x 1 x 1= 114,9 kg
Pr4 = Fr4 x fw x X x V = 17,19 x 1,2 x 1 x 1 = 20,63kg
= 162,74 kg
Dalam perencanaan ini bantalan yang dipilih adalah bantalan dengan nomor 6306
dengan C = 2090 kg. Umur dari bantalan yang dipilih dapat ditentukan adalah sebagai berikut:
4.2 Pemilihan bantalan pada poros output
Pada poros ouput terdapat empat buah roda gigi yang berfungsi untuk meneruskan
daya dan putaran pada waktu pemindahan kecepatan. Tiap –tiap roda gigi bekerja gaya radial
secara bervariasi, mulai dari kecil sampai gaya yang besar, gaya besar bekerja pada
kecepatan pertama dan gaya terkecil bekeja pada kecepatan keempat.
Berikut langkah – langkah menganalisa gaya reaksi bantalan:
a. Gaya reaksi bantalan pada tingkat kecepatan pertama
37
b. Analisa gaya reaksi pada tingkat kecepatan kedua
38
c. Analisa gaya reaksi pada tingkat kecepatan ketiga
d. Analisa gaya reaksi pada tingkat kecepatan keempat
39
Dalam perencanaan ini bantalan yang dipilih adalah bantalan bola baris tunggal, umur
dari bantalan dinginkan 10000 jam dan beban aksial dianggap tidak ada karena terlalu kecil
dibandingkan dengan beban radial. Pembebanan terhadap poros berlangsung dengan sedikit
tumbukan dan getaran, sehingga beban harus dikalikan dengan factor beban fW. untuk kerja
dengan tumbukan fw adalah 1,2-1,5, dalam perencanaan ini fw dipilih sebesar 1,2. Dengan
demikian beban ekivalen dinamis tiap-tiap kecepatan dapat dihitung sebagai berikut:
Bantalan 1
Pr1 = Fr1 x fw x X x V = 28,90 x 1,2 x 1x 1 = 34,68 kg
Pr2 = Fr2 x fw x X x V = 116,34 x 1,2 x 1 x 1 = 139,61 kg
Pr3 = Fr3 x fw x X x V = 66,64 x 1,2 x 1 x 1= 79,97 kg
Pr4 = Fr4 x fw x X x V = 118,27 x 1,2 x 1 x 1 = 141,92 kg
Pada poros ini putaran tiap tiap kecepatan tidak sama oleh karena itu putaran rata-rata
harus ditentukan terlebih dahulu seperti berikut:
nm = (t1n1 + t2n2+………….+ tnnn)/(t1+ t2 +……+ tn)
= {1(875)+3,5(1255)+3(1721)+0,5(2238)}/ 8
= {785+4392,5+5163+1119}/ 8
= 1432,44 rpm
40
Dalam perencanaan ini bantalan yang dipilih adalah bantalan dengan nomor 6007
dengan C = 1250 kg. Umur dari bantalan yang dipilih dapat ditentukan adalah sebagai berikut:
Bantalan 2
Pr1 = Fr1 x fw x X x V = 245,05 x 1,2 x 1x 1 = 294,06 kg
Pr2 = Fr2 x fw x X x V = 76,63 x 1,2 x 1 x 1 = 91,96 kg
Pr1 = Fr1 x fw x X x V = 92,01 x 1,2 x 1 x 1= 110,412 kg
Pr1 = Fr1 x fw x X x V = 13,56 x 1,2 x 1 x 1 = 12,272kg
Dalam perencanaan ini bantalan yang dipilih adalah bantalan dengan nomor 6009
dengan C = 1640 kg. Umur dari bantalan yang dipilih dapat ditentukan adalah sebagai berikut:
41
BAB V
PELUMASAN
5.1 Pemilihan pelumasan pada roda gigi
Fungsi pelumasan adalah mencegah keausan dari benda yang bergerak dan juga
memindahkan panas akibat gesekan roda gigi kedalam cairan .
Dalam menentukan jenis minyak pelumas yang akan digunakan maka terlebih dahulu haris
dihitung panas yang ditimbulkan karena pergeseran roda gigi yang bersinggungan ketika
sedang bekerja , Disini roda gigi yang paling besar kerjanya adalah roda gigi 3 , dan roda gigi
4 , juga roda gigi 5 dengan roda gigi 6 .
Panas yang timbul oleh roda gigi .
Untuk roda gigi 3 & 4
T = 3854,21 kg.mm
V3 = 6,15 m / detik = 365 m / menit
H = 5,625 mm
b = 17 mm
z3 = 20 buah z4 = 28 buah
dk3 = 55 mm dk4 = 75 mm
Beban pada roda gigi 3.
W1 =
Panas yang timbul .
dimana : = 0,002 W1 = 140,15kg
V3 = 369 m / detik J = 427 kg . m / kcal
42
Luas permukaan yang bergeser ( A ) roda gigi 3
A3 = z3 . b . H mm2 = 20 . 17 . 5,025 = 19,12 cm2
Untuk roda gigi 5 & 6
T5 = 3854,21 kg . mm
V5 = 5,29 m / detik = 314,4 m / menit
H5 = 5,625 mm b = 17 mm
z5 = 17 z6 = 31
dk5 = 47,5 dk6 = 82,5
Beban roda gigi 5
W5 = =
Panas yang timbul
…………( ref . III , hal. 935 )
dimana : = 0,002 W5 = 162,28 kg
V5 = 314,4 m / menit J = 427 kg . m / kca
A5 = z5 . b . H5 mm2
= 17 . 17 . 5,625
= 16,25 cm2
Jumblah panas yang timbul.
H = Hf3 + Hf5
= 0,242 + 0,239
= 0,481 kcal / menit
Jumblah permukaan yang bergesekan ( A ) .
A = A3 + A5
= 19,12 + 16,25
43
= 35,37 cm2
Temperatur kerja .
H = C . A ( t b – t a ) kcal / menit ………( ref. III , 963 )
dimana :
H = Heat generation ( heat dissipation )
C = Coeffisien heat dissipation
= ( 0,0002 - 0,0006 ) kcal / menit . cm2 . co
A = Jumblah permukaan yang bergesekan
tb = Temperatur kerja pelumas
ta = Temperatur kamar = 33 0c
Jadi :
H = C . A ( t b – t a ) kcal / menit
0,481 = 0,0006 . 35,37 ( t b – 33 )
( t b – 33 ) =
t b = 33 + 22,9 0c
= 55,9 0c
Jenis minyak pelumas .
Viscositas bahan pelumas untuk roda gigi dengan kondisi kerja diatas putaran 1500 rpm
.
……………..……………... ( ref . I , hal. 256 )
Dalam perencanaan ini diambil vicositas = 39 ( ost )
Spesifik grafity bahan pelumas .
…… ( ref . III, hal. 931 )
= 0,9 - 0,000365 ( 55,9 – 15,5 )
= 0,885
Viscositas absolut bahan pelumas .
z = ………………….. ( ref. I. Hal. 118 )
z = 39 . 0,885
= 34,51
Jadi jenis minyak pelumas yang digunakan adalah S A E 30 .
44
Tabel 5.1 Viskositas Absolut Dari Minyak
S.No Type of oilAbsolute viscosity incenil poises, at temperatur in o C
30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 90
1
2
3
4
5
6
7
SAE 10
SAE 20
SAE 30
SAE 40
SAE 50
SAE 60
SAE 70
50
69
130
210
300
450
1000
36
55
100
170
250
320
690
27
42
78
120
200
270
450
24,5
34
57
96
170
200
310
21
27
48
78
120
160
210
17
23
40
60
90
120
165
14
20
30
46
76
90
120
12
17
27
40
60
72
87
11
14
22
34
50
57
67
9
11
19
27
38
46
52
8
10
16
22
34
40
43
5,5
7,5
10
13
20
25
33
5.2 Pemilihan pelumasan pada bantalan
Pelumasan bantalan terutama dimaksud untuk mengurangi gesekan dan keausan
antara gelinding dan sangkar, membawa keluar panas yang terjadi, mencegah korosi dan
menghindari masuknya debu. Cara pelumasan ada dua macam, yaitu pelumasan gemuk dan
pelumasan minyak.
Pelumasan gemuk lebih disukai karena penyekatnya lebih sederhana, dan semua
gemuk yang bermutu baik dapat memberikan umur panjang. Cara umum untuk
penggemukkan adalah dengan mengisi dalam bantalan dengan gemuk sebanyak mungkin;
untuk ruangan yang cukup besar, jika harga d.n mendekati batas, 40 (%) dari seluruh ruangan
yang ada dapat diisi; untuk harga d.n yang lebih kecil, sebanyak 60 (%); untuk harga d.n yang
kurang dari 5000, pengisian gemuk agak berlebihan tidak menjadi keberatan.
Dalam perencanan ini pelumasan yang digunakan untuk bantalan adalah pelumasan
gemuk, sesuai dengan penjelasan diatas maka untuk menentukan jumlah gemuk yang harus
digunakan, harga d.n harus ditentukan terlebih dahulu. Berikut pemilihan pelumasan terhadap
masing-masing bantalan:
a. Bantalan pada poros transisi
Harga d.n dari poros ini adalah:
d.n = 22 x 2354 = 51788
karena harga d.n terlalu kecil, maka pelumasan dilakukan dengan mengisi gemuk 60 (%) dari
seluruh ruangan. Umur dari gemuk dapat ditentukan dengan menggunakan pedoman dibawah
ini:
45
b. Bantalan pada poros output
Putaran pada poros ini adalah bervariasi dengan waktu, maka putaran yang digunakan
adalah putaran rata-rata yang telah dihitung pada perencanaan bantalan yaitu 1432 rpm,
maka harga d.n adalah
d.n = 30 x 14532 = 42960
karena harga d.n terlalu kecil, maka pelumasan dilakukan dengan mengisi gemuk 60 (%) dari
seluruh ruangan. Umur dari gemuk dapat ditentukan dengan menggunakan pedoman dibawah
ini:
BAB VI
KESIMPULAN
Kendaraan roda dua suzuki shogun yang berdaya maksimum 9,8 Hp / 9000 rpm
mempunyai 4 (empat) tingkatan kecepatan. Tingkatan kecepatan dari kendaraan ini diatur
dalam suatu kotak yang sering disebut dengan gear box. Gear box ini berisi pasangan roda
gigi yang berfungsi untuk pemindahan tingkatan kecepatan. Dalam gear box ini terdapat 4
(empat) pasang roda gigi, jika terjadi pemindahan tingkatan kecepatan maka salah satu
pasangan roda gigi akan saling terkait sementara yang lain akan terpisah.
Penerusan daya dan putaran dalam gear box ini dilakukan oleh roda gigi dan pinion
yang bersifat reduksi. Pengurangan putaran dilakukan agar piston dalam silinder tidak
46
menerima beban kejut yang menyebabkan kerusakan terlalu cepat. Roda gigi dan pinion yang
digunakan untuk transmisi daya dan putaran dalam gear box adalah roda gigi lurus dengan
sudut tekan 20o
Pembebanan terhadap pasangan roda gigi dalam gear box dilakukan secara perlahan-
lahan dan dengan sedikit kejutan serta tumbukan. Penerusan daya melalui pasangan roda
gigi menghasilkan gaya radial antara roda gigi yang besarnya tergantung dari daya dan
putaran roda gigi. Gaya yang bekerja pada roda gigi ini di tahan oleh elemen mesin lain yaitu
bantalan yang berguna menetapkan poros pada tempatnya. Dalam perencanaan ini bantalan
yang dipilih adalah bantalan gelinding radial, pemilihan bantalan ini dikarenakan bantalan
gelinding radial mampu menahan beban radial yang besar dan sedikit beban aksial dan
bantalan ini juga mempunyai gesekan yang sangat kecil dengan elemen gelinding.
Pelumasan yang digunakan adalah pelumasan minyak untuk roda gigi dan pelumasan
gemuk untuk bantalan. Gemuk dari bantalan harus digantikan setiap 386,19 jam untuk
bantalan pada poros transisi dan setiap 465,55 jam untuk bantalan pada poros ouput.
D A F T A R P U S T A K A
Kamal Kumar, M.E, 1976. Machine Design, Data Book, Delhi.
MF. Spotts, 1978. Design of Machine Elemen, Prentice Hall Inc, Englewood Cliffs, New
Jersey.
Sularso dan Kyokatsu, 1987. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, PT. Pradnya
Paramita. Jakarta.
47
Vallence, Alex dan venton Levy Doughtie, 1951. Design of Machine Members, Mc. Graw Hill
Book Company Inc, New York..
Lahey dan Debruijn, 1986. Ilmu Menggambar Bangunan Mesin, PT. Pradnya Paramita.
Jakarta.
Brosur Suzuki Shogun R, Banda Aceh, 2004.
48