Hipoalbuminemia

3
Hipoalbuminemia A. Definisi Hipoalbuminemia Hipoalbuminemia adalah kadar albumin yang rendah/dibawah nilai normal atau keadaan dimana kadar albumin serum < 3,5 g/dL (Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso, 2006 dan Diagnose-Me.com, 2007). Hipoalbuminemia mencerminkan pasokan asam amino yang tidak memadai dari protein, sehingga mengganggu sintesis albumin serta protein lain oleh hati (Murray, dkk, 2003). Di Indonesia, data hospital malnutrition menunjukkan 40-50% pasien mengalami hipoalbuminemia atau berisiko hipoalbuminemia, 12% diantaranya hipoalbuminemia berat, serta masa rawat inap pasien dengan hospital malnutrition menunjukkan 90% lebih lama daripada pasien dengan gizi baik (Tri Widyastuti dan M. Dawan Jamil, 2005). B. Klasifikasi Hipoalbuminemia Defisiensi albumin atau hipoalbuminemia dibedakan berdasarkan selisih atau jarak dari nilai normal kadar albumin serum, yaitu 3,5–5 g/dl atau total kandungan albumin dalam tubuh adalah 300-500 gram (Albumin.htm, 2007 dan Peralta, 2006). Klasifikasi hipoalbuminemia menurut Agung M dan Hendro W (2005) adalah sebagai berikut:

description

Maternitas

Transcript of Hipoalbuminemia

Page 1: Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemia

A.   Definisi Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemia adalah kadar albumin yang rendah/dibawah nilai normal

atau keadaan dimana kadar albumin serum < 3,5 g/dL (Muhammad Sjaifullah

Noer, Ninik Soemyarso, 2006 dan Diagnose-Me.com, 2007). Hipoalbuminemia

mencerminkan pasokan asam amino yang tidak memadai dari protein, sehingga

mengganggu sintesis albumin serta protein lain oleh hati (Murray, dkk, 2003).

Di Indonesia, data hospital malnutrition menunjukkan 40-50% pasien

mengalami hipoalbuminemia atau berisiko hipoalbuminemia, 12% diantaranya

hipoalbuminemia berat, serta masa rawat inap pasien dengan hospital

malnutrition menunjukkan 90% lebih lama daripada pasien dengan gizi baik (Tri

Widyastuti dan M. Dawan Jamil, 2005).

B.   Klasifikasi Hipoalbuminemia

Defisiensi albumin atau hipoalbuminemia dibedakan berdasarkan selisih

atau jarak dari nilai normal kadar albumin serum, yaitu 3,5–5 g/dl atau total

kandungan albumin dalam tubuh adalah 300-500 gram (Albumin.htm, 2007 dan

Peralta, 2006). Klasifikasi hipoalbuminemia menurut Agung M dan Hendro W

(2005) adalah sebagai berikut:

1.   Hipoalbuminemia ringan    : 3,5–3,9 g/dl

2.   Hipoalbuminemia sedang   : 2,5–3,5 g/dl

3.   Hipoalbuminemia berat               : < 2,5 g/dl

C.   Penyebab Hipoalbuminemia

Menurut Iwan S. Handoko (2005), Adhe Hariani (2005) dan Baron (1995)

hipoalbuminemia adalah suatu masalah umum yang terjadi pada pasien.

Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh masukan protein yang rendah,

pencernaan atau absorbsi protein yang tak adekuat dan peningkatan kehilangan

Page 2: Hipoalbuminemia

protein yang dapat ditemukan pada pasien dengan kondisi medis kronis dan

akut:

1.   Kurang Energi Protein,

2.   Kanker,

3.   Peritonitis,

4.   Luka bakar,

5.   Sepsis,

6. Luka akibat Pre dan Post pembedahan (penurunan albumin plasma yang terjadi

setelah trauma),

7. Penyakit hati akut yang berat atau penyakit hati kronis (sintesa albumin menurun),

8.   Penyakit ginjal (hemodialisa),

9.   Penyakit saluran cerna kronik,

10.       Radang atau Infeksi tertentu (akut dan kronis),

11.        Diabetes mellitus dengan gangren, dan

12.         TBC paru.

D.  Terapi Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemia dikoreksi dengan Albumin intravena dan diet tinggi

albumin (Sunanto, 2006), dapat dilakukan dengan pemberian diet ekstra putih

telur, atau ekstrak albumin dari bahan makanan yang mengandung albumin

dalam kadar yang cukup tinggi. Penangan pasien hipoalbumin di RS dr. Sardjito

Yogyakarta dilakukan dengan pemberian putih telur sebagai sumber albumin dan

sebagai alternatif lain sumber albumin adalah ekstrak ikan lele (Tri Widyastuti

dan M. Dawan Jamil, 2005). Sedangkan pada RS dr. Saiful Anwar Malang,

penanganan pasien hipoalbuminemia dilakukan dengan pemberian BSA (Body

Serum Albumer), dan segi gizi telah dilakukan pemanfaatan bahan makanan

seperti estrak ikan gabus, putih telur dan tempe kedelai (Illy Hajar Masula, 2005).