Hipertrofi Adenoid

19
I. PENDAHULUAN Adenoid merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid pada dinding posterior nasofaring di atas batas palatum molle dan termasuk dalam cincin waldeyer. Secara fisiologik pada anak-anak, adenoid dan tonsil mengalami hipertrofi. Adenoid ini membesar pada anak usia 3 tahun dan kemudian mengecil dan menghilang sama sekali pada usia 14 tahun. Apabila sering terjadi infeksi pada saluran napas bagian atas, maka dapat terjadi hipertrofi adenoid yang akan mengabatkan sumbatan pada koana, sumbatan tuba eustachius serta gejala umum. Gejala umum yang ditemukan pada hipertrofi adenoid yaitu gangguan tidur, tidur ngorok/mendengkur, retardasi mental dan pertumbuhan fisis kurang dan dapat menyebabkan sumbatan pada jalan napas bagian atas yang dapat mencetuskan kor pulmonale dimana sukar disembuhkan dengan penggunaan diuretik tetapi memberikan respon yang cepat terhadap adenoidektomi. (1,2,3) II. EPIDEMIOLOGI Pada awal tahun 1960 dan 1970-an, telah dilakukan 1 sampai 2 juta tonsilektomi, adenoidektomi atau gabungan keduanya setiap tahunnya di Amerika serikat. Angka ini menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu 1

description

hipertrofi adenoid

Transcript of Hipertrofi Adenoid

Page 1: Hipertrofi Adenoid

I. PENDAHULUAN

Adenoid merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid pada dinding

posterior nasofaring di atas batas palatum molle dan termasuk dalam cincin

waldeyer. Secara fisiologik pada anak-anak, adenoid dan tonsil mengalami

hipertrofi. Adenoid ini membesar pada anak usia 3 tahun dan kemudian mengecil

dan menghilang sama sekali pada usia 14 tahun. Apabila sering terjadi infeksi

pada saluran napas bagian atas, maka dapat terjadi hipertrofi adenoid yang akan

mengabatkan sumbatan pada koana, sumbatan tuba eustachius serta gejala umum.

Gejala umum yang ditemukan pada hipertrofi adenoid yaitu gangguan tidur, tidur

ngorok/mendengkur, retardasi mental dan pertumbuhan fisis kurang dan dapat

menyebabkan sumbatan pada jalan napas bagian atas yang dapat mencetuskan kor

pulmonale dimana sukar disembuhkan dengan penggunaan diuretik tetapi

memberikan respon yang cepat terhadap adenoidektomi. (1,2,3)

II. EPIDEMIOLOGI

Pada awal tahun 1960 dan 1970-an, telah dilakukan 1 sampai 2 juta

tonsilektomi, adenoidektomi atau gabungan keduanya setiap tahunnya di Amerika

serikat. Angka ini menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu dimana pada

tahun 1996, diperkirakan anak-anak di bawah 15 tahun menjalani tonsilektomi,

dengan atau tanpa adenoidektomi. Dari jumlah ini, 248.000 anak (86,4%)

menjalani tonsiloadenoidektomi dan 39.000 lainnya (13,6%) menjalani

tonsilektomi saja. Tren serupa juga ditemukan di Skotlandia. Sedangkan pada

orang dewasa berusia 16 tahun atau lebih, angka tonsilektomi meningkat dari 72

per 100.000 pada tahun 1990 (2.919 operasi) menjadi 78 per 100.000 pada tahun

1996 (3.200 operasi). (4)

Di Indonesia, data nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau

tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun, data yang didapatkan dari RSUPNCM

selama 5 tahun terakhir (1999-2003) menunjukkan kecenderungan penurunan

jumlah operasi tonsilektomi. Fenomena ini juga terlihat pada jumlah operasi

tonsiloadenoidektomi dengan puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan

terus menurun sampai tahun 2003 (152 kasus). Sedangkan data dari rumah sakit

1

Page 2: Hipertrofi Adenoid

Fatmawati dalam 3 tahun terakhir (2002-2004) menunjukkan kecenderungan

kenaikan jumlah operasi tonsilektomi dan penurunan jumlah operasi

tonsiloadenoidektomi. (5)

III. ETIOLOGI 

Adenoid adalah pembesaran subepitelial dari limfosit pada minggu ke 16

kehamilan. Normalnya, pada saat lahir pada nasofaring dan adenoid banyak di

temukan organisme dan terdapat pada bagian atas saluran pernafasan yang mulai

aktif sesaat setelah lahir. Organisme-organisme tersebut adalah lactobacillus,

streptococcus anaerobik, actynomycosis, lusobacteriurn dan nocardia mulai

berkembang. Flora normal yang ditemukan pada adenoid antara lain alfa-

hemolytic streptococcus, euterococcus, corynebacterium, staphylococcus, neissria,

micrococcus dan stomatococcus.Etiologi pembesaran adenoid dapat di ringkas

menjadi dua yaitu secara fisiologis dan faktor infeksi. Secara fisiologis adenoid

akan mengalami hipertrofi pada masa puncaknya yaitu 3-7 tahun. Biasanya

asimptomatik, namun jika cukup membesar akan menyebabkan gejala. Hipertrofi

adenoid juga didapatkan pada anak yang mengalami infeksi kronik atau rekuren

pada saluran pernapasan atas atau ISPA. (2,3,6)

IV. ANATOMI

Faring adalah suatu kantong fibromuskular yang berbentuk corong yang

besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar

tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikal ke VI. Pada

bagian atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, pada

bagian depan berhubungan dengan mulut melalui istmus orofaring, sedangkan

laring di bawah berhubungan melalui additus laring dan ke bawah berhubungan

dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang

lebih 14 cm. bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang.

Dinding laring dibentuk oleh selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot

dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan

2

Page 3: Hipertrofi Adenoid

laringofaring.(3)

Gambar 1: anatomi faring dan struktur sekitarnya (7)

Atap nasopharynx sesuai dengan dasar dari corpus ossis sphenoidalis yang

mengandung sinus sphenoidalis. Batas depan dari nasopharynx adalah choana

yang merupakan muara dari cavum nasi. Dinding belakangnya sesuai dengan

vertebra sevikalis I dan II. Batas bawahnya dibentuk oleh palatum molle dan

rongga nasofaring terpisah dari orofaring pada waktu menelan oleh kontraksi otot-

otot palatum malle (m.tensor veli palatini dan m.levator veli palatini) bersama

dengan m.constrictor faringis superior. Nasofaring relatif kecil mengandung serta

berhubungan erat dengan struktur seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding

lateral faring dengan ressesus faring yang disebut fossa Rosenmuller. Kantong

Rathke yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri. Torus

tubarius merupakan suatu refleksi mukosa faring, di atas penonjolan kartilago

tuba eustachius, koana, foramen jugulare yeng dilalui oleh n. Glosofaring,

n.vagus, dan n.asecorius spinal saraf cranial dan v. jugularis intema, bagian atas

petrosus os temporalis dan foramen laserum serta muara tuba eustachius.(2,3,4)

3

Page 4: Hipertrofi Adenoid

Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring.

Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur

yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar

limfoid yang tersebar dalam fossa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding

posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius. Adenoid merupakan masa

limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang

terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu

segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus

ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal

sebagai bursa faringeus. (2,4)

Jaringan adenoid terdiri atas rangka jaringan ikat fibrosa, yang menunjang

massa limfoid. Jaringan ini terisi pembuluh darah dan pembuluh limfe, sedangkan

di beberapa tempat terdapat kelompok-kelompok kelenjar mukosa di dalam septa

yang bermuara kearah permukaan. Kelenjar mukosa sering terdapat di dalam

adenoid pada permukaan dasarnya. Di tengah-tengah jaringan ikat halus terdapat

kumpulan sel-sel leukosit atau sel-sel limfoid , bergabung menjadi jaringan

limfoid yang membentuk adenoid. Adenoid terletak di dinding belakang

nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas

dan posterior, walaupun dapat meluas ke fossa Rosenmuller dan orifisium tuba

eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya

adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan

mengalami regresi.(2,8,9)

V. FISIOLOGI

Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi

suara dan untuk artikulasi. Fungsi adenoid adalah bagian imunitas tubuh, banyak

alergen yang ikut bersama udara yang kita hirup, saat masuk ke dalam hidung

alergen dalam udara tersebut dijebak oleh lapisan permukaan adenoid yang terdiri

dari sel-sel epitel bersilia ditutupi oleh lapisan tipis lendir, yang bergerak konstan

seperti gelombang dan mendorong lendir yang berisi alergen yang telah

4

Page 5: Hipertrofi Adenoid

terperangkap turun ke faring, kemudian dari titik tersebut lendir terdorong oleh

gerakan menelan dari otot faring dan turun ke lambung yang mana epitelnya lebih

resisten terhadap alergen-alergen tersebut. Adenoid juga merupakan jaringan

limfoid bersama dengan struktur lain dalam cincin Waldeyer. Adenoid

memproduksi IgA sebagai bagian penting system pertahanan tubuh garis depan

dalam memproteksi tubuh dari invasi kuman mikroorganisme dan molekul asing. (6)

VI. PATOGENESIS

Pada balita jaringan limfoid dalam cincin waldeyer sangat kecil. Pada anak

berumur 4 tahun bertambah besar karena aktivitas imun, karena tonsil dan adenoid

(pharyngeal tonsil) merupakan organ limfoid pertama di dalam tubuh yang

memfagosit kuman-kuman patogen. Jaringan tonsil dan adenoid mempunyai

peranan penting sebagai organ yang khusus dalam respon imun humoral maupun

selular, seperti pada bagian epithelium kripte, folikel limfoid dan bagian

ekstrafolikuler. Oleh karena itu, hipertrofi dari jaringan merupakan respons

terhadap kolonisasi dari flora normal itu sendiri dan mikroorganisme patogen.

Adenoid dapat membesar seukuran bola ping-pong, yang mengakibatkan

tersumbatnya jalan udara yang melalui hidung sehingga dibutuhkan adanya usaha

yang keras untuk bernapas sebagai akibatnya terjadi ventilasi melalui mulut yang

terbuka. Adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada jalan udara pada nasal

sehingga mempengaruhi suara. Pembesaran adenoid dapat menyebabkan obstruksi

pada tuba eustachius yang akhirnya menjadi tuli konduktif karena adanya cairan

dalam telinga tengah akibat tuba eustachius yang tidak bekerja efisien karena

adanya sumbatan. (2,6)

VII. GEJALA KI.INIS

Pembesaran adenoid dapat menimbulkan beberapa gangguan sebagai

berikut ini : (1,10)

5

Page 6: Hipertrofi Adenoid

a. Obstruksi nasi oleh karena adenoid menyumbat parsial atau total

respirasi hidung sehingga terjadi ngorok, percakapan hiponasal, dan

membuat anak-anak akan terus bernafas melalui mulut. Bernafas

melalui mulut juga menyebabkan udara pernafasan tidak disaring dan

kelembabannya kurang, sehinnga mudah terjadi infeksi saluran

pernafasan bagian bawah.

b. Secara umum telah diketahui bahwa anak dengan pembesaran adenoid

mempunyai tampak muka yang karakteristik yang disebut facies

adenoid yang berupa mulut yang terbuka, gigi atas yang prominen dan

bibir atas yang pendek (namun sering juga muncul pada anak-anak

yang minum susu dengan menghisap dari botol dalam jangka

panjang), hidung yang kecil, maksila tidak berkembang/hipoplastik,

sudut alveolar atas lebih sempit, arkus palatum lebih tinggi

c. Pada sumbatan, tuba eustachius akan terjadi otitis media serosa baik

rekuren maupun otitis medis akut residif, otitis media kronik dan

terjadi tuli konduktif. Obstruksi ini juga menyebabkan perbedaan

dalam kualitas suara.

d. Sleep apnea pada anakyang berupa adanhya episode apnea pada saat

tidur dan hipersomnolen pada siang hari. Sering juga disertai dengan

hipoksemia dan bradikardi. Episode apnea dapat terjadi akibat adanya

obstruksi sentral atau campuran. (1,10)

VIII. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

a. Anamnesis

b. Pemeriksaan Fisis, yang terbagi dua : (1,6,9)

Directa: 

- Dengan melihat transoral langsung ke dalam nasofaring setelah

palatum molle di retraksi.

6

Page 7: Hipertrofi Adenoid

- Dengan rhinoskopi anterior melihat gerakan keatas palatum molle

waktu mengucapkan "i" yang terhambat oleh pembesaran adenoid, hal

ini disebut fenomena palatum molle yang negatif

Indirecta:

- Dengan cermin dan lampu kepala melihat nasofaring dari arah

orofaring dinamakan rhinoskopi posterior.

- Dengan nasofaringioskop, suatu alat seperti scytoskop yang

mempunyai sistem lensa dan prisma dan lampu diujungnya,

dimasukkan lewat cavum nasi, seluruh nasofaring dapat dilihat.

c. Palpasi:

Jari telunjuk yang dimasukkan ke nasofaring dapat meraba adenoid yang

membesar.

d. Pemeriksaan penunjang: (4,6)

1. Radiologi

Pengambilan foto polos leher lateral juga bisa membantu dalam

mendiagnosis hipertrofi adenoid jika endoskopi tidak dilakukan karena

ruang postnasal kadang sulit dilihat pada anak-anak, dan dengan

pengambilan foto lateral bisa menunjukkan ukuran adenoid dan derajat

obstruksi.

Gambar 2: gambaran radiologis adenoid pada foto polos kepala

lateral.(11)

7

Page 8: Hipertrofi Adenoid

2. Endoskopi

Endoskopi yang flexible membantu dalam mendiagnosis adenoid

hipertrofi, infeksi pada adenoid, dan insufisiensi velopharyngeal (VPi),

juga dalam menyingkirkan penyebab lain dari obstruksi nasal.

Gambar 3: gambaran endoskopi adenoid. (11)

IX. PENATALAKSANAAN

Tidak ada bukti yang mendukung bahwa adanya pengobatan medis untuk

infeksi kronis adenoid, pengobatan dengan menggunakan antibiotik sistemik

dalam jangka waktu yang panjang untuk infeksi jaringan limfoid tidak berhasil

membunuh bakteri. Sebenarnya, banyak kuman yang mengalami resistensi pada

penggunaan antibiotik jangka panjang. Beberapa penelitian menerangkan manfaat

dengan menggunakan steroid pada anak dengan hipertrofi adenoid. Penelitian

menujukkan bahwa selagi menggunakan pengobatan dapat mengecilkan adenoid

(sampai 10%). Tetapi jika pengobatan tersebut itu dihentikan adenoid tersebut

akan terulang lagi. Pada anak dengan efusi telinga tengah yang persisten atau

otitis media yang rekuren, adeinoidektomi meminimalkan terjadinya rekuren. 

Indikasi adenoidektomi adalah : (6)

8

Page 9: Hipertrofi Adenoid

1 Sumbatan hidung yang menyebabkan bernafas melalui mulut

2 Sleep apnea

3 Gangguan menelan

4 Gangguan berbicara

5 Kelainan bentuk wajah muka dan gigi (adenoid face) 

6 Infeksi

7 Kecurigaan neoplasma jinak/ganas

Adenoidektomi dan tonsilektomi dilakukan dengan anestesi general dan

penyembuhan terjadi dalam waktu 48 hingga 72 jam. Terdapat beberapa keadaan

yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila sebelumnya dapat diatasi,

operasi dapat dilaksanakan dengan tetap mempertimbangkan manfaat dan

risikonya, keadaan tersebut antara lain: (6)

1. Gangguan perdarahan

2. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat

3. Anemia

4. Infeksi akut yang berat

Teknik adenoidektomi terbagi atas dua cara yaitu :

1. Eksisi melalui mulut

Merupakan teknik yang paling banyak di gunakan. Adenoid di keluarkan

melalui mulut setelah mulut dibuka dengan menggunakan suatu alat dan menarik

langit-langit mulut. Suatu cermin digunakan untuk melihat adenoid karena

adenoid terletak pada rongga hidung bagian belakang melalui pendekatan ini

beberapa instrumen dapat dimasukkan. (6,10)

Cold Surgical Techniques

- Curette adenoid : Merupakan patokan dan metode konvensional yang

sukses dilakukan. Alat adenoid currete mempunyai sisi yang tajam dan

bengkok. Untuk mengangkat adenoid digunakan mata pisau yang tajam

setelah terlebih dahulu memposisikan nasofaring. Perdarahan dapat

dikontrol dengan elektrocauter.

9

Page 10: Hipertrofi Adenoid

- Adenoid Punch : Penekanan pada adenoid dengan menggunakan satu

instrumen bengkok yang mempunyai celah dan ditempatkan di atas

adenoid kumudian celah itu ditutup dan pisau bedah mengangkat adenoid.

- Magill Forceps : Adalah suatu instnunen yang berbentuk bengkok yang

digunakan untuk mencabut jaringan sisa pada adenoid.

- Elektrocauter dengan suction bovie : Teknik kedua dengan menggunakan

elektrocauter dengan suatu suction bovie yang berfungsi untuk mencabut

jaringan adenoid. (6,10)

Surgical microdebrider : Ahli bedah lain sudah menggunakan metode

microdebrider, sebagian orang menganggapnya lebih efektif. Perdarahan

pasti terjadi pada pengangkatan tetapi sebagian besar dilaporkan

perdarahan dengan menggunakan tradisional currete. Mikrodebrider

memindahkan jaringan adenoid yang sulit di jangkau oleh teknik lain. (6,10)

2. Eksisi melalui Hidung 

Satu-satunyateknik bermanfaat untuk memindahkan adenoid melaui

rongga hidung dengan menggunakan alat mikrodebrider. Dengan prosedur ini,

jika terjadi perdarahan dikontrol dengan menggunakan cauter suction. (6,10)

X. KOMPLIKASI

Komplikasi dari tindakan adenoidektomi adalah perdarahan bila

pengerokan adenoid kurang bersih. Jika terlalu dalam menyebabkan akan terjadi

kerusakan dinding belakang faring. Bila kuretase terlalu ke lateral maka torus

tubarius akan rusak dan dapat mengakibatkan oklusi tuba eustachius dan timbul

tuli konduktif. (6,10)

XI. PROGNOSIS

Adenotonsillektomi merupakan suatu tindakan yang kuratif pada

kebanyakan individu. Jika pasien ditangani dengan baik diharapkan dapat sembuh

sempurna, kerusakan akibat cor pulmonal tidak menetap dan juga terjadi

perubahan terhadap keluhan-keluhan berikut ini: (6,12)

10

Page 11: Hipertrofi Adenoid

- Otitis media persisten kronik

Maw and Speller, Paradise menunjukkan bahwa sekitar 30-50% terjadi

penurunan otitis media setelah dilakukan adenoidectomy.

- Sinusitis kronik

Studi dari Lee and Rosenfeld pada tahun 1997, menunjukkan bahwa

sinusitis kronik tidak berkurang meskipun telah dilakukan

pengangkatan adenoid. Namun penelitian yang lain tetap menunjukkan

adanya resolusi gejala sinusitis setelah pengangkatan adenoid.

- Obstruksi jalan napas

Adenoidektomi menghilangkan obstruksi sehingga gejala-gejala

obstruksi nasal seperti sleep apnea, hiponasal menghilang dengan

sendirinya. (6,12)

11

Page 12: Hipertrofi Adenoid

DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono. Penyakit serta kelainan pada faring dan tonsil. Dalam: Efiaty AS;

Iskandar, Nurbaiti, editors. Buku ajar ilmu kesehatan telinga-hidung-tenggorok

kepala leher. 5th ed: Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. P. 184

2. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, tenggorok, Kepala dan Leher. 13th ed.

Alih bahasa: staf Ahli Bagian THT RSCM-FKUI Indonesia. Jakarta: Binarupa

Aksara. 1994.p.369-371

3. Adams G. Penyakit-penyakit nasofaring dan orofaring. Dalam: Effendi H,

Santoso RA, editors. Boies buku ajar penyakit THT. 6th ed: Jakarta : penerbit

buku kedokteran EGC; 1997. p. 320-327

4. Joseph GD, Wohl DL. Complication in Pediatric Otolaryngology. London:

Taylor& francis Group. 2005. p.232,296, 305

5. Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan. Tonsilektomi pada anak dan

dewasa. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2002. p.3-5

6. McClay J. Adenoidectomy. Available from:http://emedicine.medscape.com/

article/872216overview

7. Wikipedia, the free encyclopedia. Adenoid Hypertrophy. 2008 . Available

from: http://en.wikipedia.org/wiki/Adenoid_hypertrophy

8. Pasha R. Otolaryngology Head and Neck Surgery. San Diego: singular

thompson learning. 2010.p.160-168

9. Fernandez D, Muradas M. Snoring and Obstructive apnea, Upper Airway

evaluation. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/868925-

overview

10. Hultcrantz E. Surgical treatment of children with obstructive sleep apnea. In: Onerci

M, Kountakis SE, editors. Rhinologic and sleep apnea surgical techniques. Berlin:

Springer. 2007. p. 379-390

12

Page 13: Hipertrofi Adenoid

11. Bull TR. Color Atlas of ENT Diagnosis. 4th ed. Stuttgart.Newyork: Thieme.

2003. P 109-111

12. Bechara Y. Ghorayeb. Otolaryngology Houston. November 5, 2008. Available

from: http://www.ghorayeb.com/Adenoids.html

13