HIPERTERMIA MALIGNA

39

description

Hipertermia Maligna

Transcript of HIPERTERMIA MALIGNA

Page 1: HIPERTERMIA MALIGNA
Page 2: HIPERTERMIA MALIGNA

Hipertermia Maligna (HM)

-> kelainan farmakogenetik -> reaksi hiperkatabolik akut pada otot dalam merespon obat-obat tertentu (“triggering effect”) selama anestesi dan terhadap respon stress (Britt, 1985)

Page 3: HIPERTERMIA MALIGNA

HM pertama kali dijelaskan Denborough (1962) dan dilanjutkan Saidman (1964).Nama HM -> suatu reaksi yang berat selama periode anestesi umum (Miller, 2005).

Kata “Maligna” -> potensial reaksi fatal dr sindroma ini.

Kata “hipertermia” ->mungkin kurang berguna oleh karena gambaran hipertermia munculnya cukup lambat sedangkan intervensi awal harus sudah diberikan.

Hopkins (2000) ->HM sebagai “Hipermetabolisme Maligna”, karena gambaran klinis terbaru (peningkatan konsentrasi end tidal CO2 dan takikardia) menandakan suatu reaksi hipermetabolik.

Page 4: HIPERTERMIA MALIGNA

INSIDENSI:◦ 1:6.800-1:38.000 (Collins,1996)◦ 1:50.000-75.000 di UK (Sarah & Johnson, 1993)◦ 1:15.000 -1:50.000 (Abraham et al., 1998)◦ 1:7.000 -1:110.000 di Jepang◦ 1: 15.000 -1:150.000 di Amerika Utara

PREVALENSI MH Suspectibility (MHS):◦ 1: 200 -1:500 (Collins, 1996)◦ 1:3.000 -1:8.500 (Rosenberg, 2007)◦ 1:2.000-3.000 di Perancis (Robinson, 2002)

Umur 3-30 TH, Median 21 TH. L:P = 3:1

Page 5: HIPERTERMIA MALIGNA

MORTALITAS: Reaksi HM _>Mortalitas 75%, tetapi dengan

pengenalan dan pengelolaan secara dini, dan ditemukannya Dantrolene, mortalitasnya 5% (Miller 2005).

Kejadian jarang, namun penting bagi ahli anestesi untuk memahami HM dan MHS -> merencanakan pemilihan dan pengelolaan anestesi untuk mencegah HM. Jika terjadi, pengenalan dan pengelolaan yang tepat akan menghindarkan dari kejadian yang fatal.

Page 6: HIPERTERMIA MALIGNA

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran tentang definisi, patofisiologi, etiologi, agen pemicu terjadinya, diagnosis dan terapi HM serta pengelolaan anestesi pada MHS.

Page 7: HIPERTERMIA MALIGNA

(Adapted from Alberts B, Bray D, Lewis J, et al: Molecular Biology of the Cell, 3rd ed. New York,Garland Press, 1994.)

Page 8: HIPERTERMIA MALIGNA

(Adapted from Pessah IN, Lynch C III, Gronert GA: Complex pharmacology of malignant hyperthermia. Anesthesiology 84:1275,1996.)

Page 9: HIPERTERMIA MALIGNA

Pada kebanyakan kasus, MHS mempunyai kelainan saluran kalsium yang berlokasi di membran RS. Saluran ini dikenal dengan reseptor ryanodine (RYR1), mungkin akibat mutasi gen.

Secara genetik MH adalah autosomal dominal

Diduga ada mutasi di kromosom 19q13.1-13.2

Page 10: HIPERTERMIA MALIGNA

Zat anestesi inhalasi poten (halothan, enfluran, isofluran dll)

Suksinilkolin

Phenotiazine (dirancukan dengan NMS)

Anestesi lokal (Amida) dan Ketamin (tak terbukti)

Page 11: HIPERTERMIA MALIGNA

Spesifik untuk HM Kurang spesifik untuk HM

Kekakuan otot menyeluruh (early sign)

Peningkatan cepat ETCO2 (early sign)

Peningkatan suhu dgn cepat (late sign)Urin cola like/myoglobulinuria (late sign)Peningkatan kreatinin kinase (late sign)

Takikardia; TakipneaAritmia; HiperkalemiaHipotensi; HipertensiSianosis; asidosis metabolikKoagulopati

Tabel 1 Tanda dan gejala HM spesifik dan yang kurang spesifik.

(Cole, et al., 1997)

Page 12: HIPERTERMIA MALIGNA

Gambaran Klinis ManifestasiAsisdosis Respiratorius CO2 end tidal > 55mmHg; pCO2 60 mmHg

Keterlibatan jantung STC,VT atau VF yang tidak dapat dijelaskanAsisdosis Metabolik BE < -8 , pH < 7.25Kekakuan otot Kekakuan menyeluruh; kekakuan otot masseter beratKerusakan otot Kadar kreatini kinase plasma >20,000/L units; urine

berwarna seperti cola; peningkatan kadar myoglobin urine atau serum; [K+] plasma >6 mEq/L

Peningkatan suhu Peningkatan dengan cepat temperatur; T >38.8°C (1-2°C tiap 5 menit)

Tanda Lainnya Reversal tanda HM yang cepat dengan pemberian Dantrolene. Peningkatan kadar kreatinin kinase saat istirahat.

Riwayat Keluarga Konsisten dengan pewarisan autosomal dominan

Table 2: Kriteria yang digunakan dalam skala penyekoran secara klinis HM

Skor 6 atau lebih (hamper pasti HM), skor dibawahnya tidak menyingkirkan HM (Rosenberg et al., 2007)

Page 13: HIPERTERMIA MALIGNA

Onset Tanda Klinis Perubahan pada monitor Perubahan biokimiaEarly Jaw rigidity

TakipneaHot soda limeNadi cepat(nadi ireguler)

MV meningkat (SV)

Peningkatan ETCO2

Takikardia(Ventricular ectopic)(gel T tinggi pada EKG)

Peningkatan PaCO2

Penurunan pHPeningkatan K+

Succeeding Teraba panasSianosisDarah luka gelap(nadi ireguler)

Cor temperature meningkat

SpO2 turun

(Ventricular ectopic)(gel T tinggi pada EKG)

Penurunan PaO2

Peningkatan K+

Late Kekakuan otot menyeluruhPemanjangan masa perdrhUrin gelapOliguria(nadi ireguler)

Kematian

(Ventricular ectopic)(gel T tinggi pada EKG)

kreatini kinase naik dan miyoglobulinuriaPeningkatan K+

Tabel 3. Onset, Gambaran Klinis dan Perubahan biokimia (Cole et al., 1997)

Page 14: HIPERTERMIA MALIGNA

Analisis Gas darah Asidosis, respiratorius atau metabolikHiperkapnea, hipoksemia, base deficit

Elektrolit Hiperkalemia,hipermagnesemiaHiperkalsemia (early), Hipokalsemia (late)Hipernatremia

Enzim Peningkatan kreatinin kinase > 20.000

IU/L

Profil darah Penurunan Hb, Trombositopenia

Profil koagulopati Pemanjangan prothrombin time dan partial thromboplastin time, penurunan fibrinogen dan peningkatan fibrin degradation product (FDP)

Tabel 4. Gambaran laboratorium yang sering ditemukan pada HM

(Kain,1997)

Page 15: HIPERTERMIA MALIGNA

HM harus dibedakan dari kondisi lainnya yang mungkin menyebabkan demam selama anestesi (Britt, 1985):

◦ ↑ suhu akibat penutupan pasien dengan kain tebal

◦ ↑pemanasan dari luar ->blanket yang terlalu panas atau penggunaan ventilator yang tidak berfungsi dengan baik

◦ ↑ produksi panas akibat: Menggigil yang berlebihan dalam merespon terhadap dingin Endokrinopati seperti pada tirotoksikosis Infeksi Reaksi tranfusi darah

◦ Kombinasi Penurunan kehilangan panas dan ↑ produksi panas: Abnormalitas pusat pengatur suhu di hypothalamus ->sekunder

akibat lesi intrakranial (cidera kepala ) Respon iodosinkrasi oleh obat psikoaktif seperti amfetamin,

trisiklik monoamine, dll (biasa disebut Neuroleptik malignant hyperthermia=NMH). (Collins, 1996)

Page 16: HIPERTERMIA MALIGNA

Diagnosis BandingAnestesi dan anealgesia yang tidak adekuatBreathing circuit, FGF atau ventilasi yang tidak sesuaiInfeksi/sepsisAnafilaksisPhaekromositomaBadai TiroidPenyakit otot lainnya

Tabel 5. Diagnosis Banding terhadap Reaksi yang dicuriagi merupakan HM

(Hopkin, 2000)

Page 17: HIPERTERMIA MALIGNA

Identifiable Hipotiroidisme, myopati, exercise, Malignansi, sindroma denervasi, AMI, rabdomyolisis (karena trauma/obat)

Idiophatic Malignant Hypertermia Susceptibility, Duchene dystrophy, idiopathic paroxysmal rhabdomyolysis, sindroma hemolitik, Neuroleptic MS

Tabel 6. Penyebab peningkatan kreatinin kinase serum

(Hopkin, 2000)

Page 18: HIPERTERMIA MALIGNA

Core central disease (CCD)

Myopati lainnya yang berhubungan dengan kecurigaan HM adalah miotonik fluktuatif, Multimini Core Disease (MmCD) dan paralisis hipokalemia, dan multiminicore myopati

King Denborough Syndrome dan Duchene Muscular dystrophy.

Rosenberg et al., 2007

Page 19: HIPERTERMIA MALIGNA

Goal standard diagnosis HM -> in vitro contracture test (IVCT) tehadap pemaparan dengan kafein atau halothan.

Indikasi pasien untuk pemeriksaan ini jika:◦ Ada gejala klinis curiga HM◦ Keturunan pertama dari pasien dgn riwayat HM◦ Kekakuan otot masseter◦ Adanya penyakit lain yang dikaitkan dengan HM

(Cole, 1997)

Page 20: HIPERTERMIA MALIGNA

Caffeine-Halothane Contracture Test (CHCT) Protocol:

Europan Malignant Hyperthermia Group (EMHG) (sensivitas 99% dan spesifitas 94%) -> ◦ MHS (Malignant Hyperthermia Suspectibility) jika

kedua tes kafein maupun halothan hasilnya positif ◦ HM normal (HMN) jika kedua tes negatif◦ HM equivokal (HME) jika salah satu saja yang positif

North American Malignant hyperthermia Group (NAMHG) (sensivitas 97% dan spesifitas 78%)-> ◦ MHS jika salah satu dari halothan atau kafein positif ◦ HMN jika kedua tes negatif.

Page 21: HIPERTERMIA MALIGNA

Karena IVCT:◦ Mahal, ◦ Terbatas pada senter khusus/spesialistik, ◦ Membutuhkan prosedur operatif dan,◦ Dapat memberikan hasil fals (+) dan (-)

Maka analisis DNA merupakan suatu alternatif.

Page 22: HIPERTERMIA MALIGNA

KRISIS HM AKUT:1. Terapi Etiologi/Penyebab

◦ Dantrolene (2-3 mg/kgBB iv) dosis bolus awal, dilanjutkan dosis ulangan tiap 5-10 menit sampai gejala terkontrol (jarang sampai dosis > 10 mg/kgBB) (Stoelting dan Dierdorf, 2002; Bossannette dan Dalens, 2002).

◦ Rosenberg et al., (2007) menyarankan dosis 2,5 mg/kgBB iv sebagai dosis awal kemudian dititrasi terhadap gejala takikardia dan hiperkarbia sampai batas atas yaitu 10 mg/kgBB, tetapi dosis yang lebih mungkin bias diberikan jika diperlukan.

◦ Cegah kekambuhan lagi dengan Dantrolene 1 mg/kgBB tiap 6 jam selama 48-76 jam.

Page 23: HIPERTERMIA MALIGNA

KRISIS MH AKUT (Lanjutan …)2. Terapi Symtomatis/Suportif

◦ Hentikan agen anestesi inhalasi poten dan hindari succinylcholine

◦ Tingkatkan ventilasi semenit untuk menurunkan ETCO2 (Hiperventilasi dengan oksigen 100% - High Flow (10 L/menit))

◦ Minta bantuan pertolongan

◦ Mulai tindakan pendinginan secara aktif: Berikan salin dingin intravena (15ml/kgBB iv tiap 10 menit) Gastric and bladder lavage dengan salin dingin Surface cooling dengan es atau blanket hipotermia Hentikan pendinginan pada suhu 38,5° C

◦ Collins, 1996; Stoelting dan Dierdorf, 2002; Bossannette dan Dalens, 2002; Rosenberg et al., 2007)

Page 24: HIPERTERMIA MALIGNA

KRISIS MH AKUT (Lanjutan ….)2. Terapi Symtomatis/Suportif Obati aritmia.

◦ Obat antiaritmia standar dapat digunakan kecuali Ca chanel blocker.

◦ Aritmia biasanya berespon/membaik dengan pengobatan asidosis dan hiperkalemia.

◦ Gunakan procainamide 15 mg/kgBB iv.

Periksa AGD, elektrolit, kreatinin kinase, myoglobin darah dan urin

Koreksi asidosis metabolik (Na bikarbonat 1-2 mEq/kgBB iv)

Obati hiperkalemia dengan glukosa dan insulin (10 unit/50 ml glukosa 50%), hiperkalemia yang mengancam jiwa dapat diberikan CaCl2 2-5 mg/kgBB.

(Collins, 1996; Stoelting dan Dierdorf, 2002; Bossannette dan Dalens, 2002; Rosenberg et al., 2007)

Page 25: HIPERTERMIA MALIGNA

KRISIS MH AKUT (Lanjutan ….)2. Terapi Symtomatis/Suportif

Periksa profil koagulasi tiap 6-18 jam

Pertahankan urine out put >2cc/kgbb/jam dengan hidrasi, diuresis dengan mannitol 0,25 mg/kgBB atau furosemid 1 mg/kgBB.

Evaluasi kebutuhan akan monitoring invasif dan pemakaian ventilasi mekanik

Observasi pasien di ICU paling tidak 36 jam.

Jika krisis bisa terkendali, hubungi hotline HM untuk petunjuk lebih lanjut

Rujuk pasien dan keluarga ke pusat pemeriksaan HM untuk tes IVCT dan tes DNA.

(Collins, 1996; Stoelting dan Dierdorf, 2002; Bossannette dan Dalens, 2002; Rosenberg et al., 2007)

Page 26: HIPERTERMIA MALIGNA

Pasien yang diketahui MHS mungkin dianestesi dengan RA atau LA tanpa masalah.

Pasien yang diketahui sebagai MHS bukan kontra indikasi dilakukan GA

Page 27: HIPERTERMIA MALIGNA

Ruang operasi dan mesin anestesi harus bebas dari agen anestesi volatile -> kadar minimum konsentrasi zat anestesi inhalasi masih belum diketahui dan menyediaan mesin anestesi khusus pasien MHS adalah mahal.

Protokol bahwa kesepakatan tidak menggunakan mesin yang terkontaminasi merupakan garis besarnya saja. Kenyataannya ->kebanyakan hanya dengan memindahkan vaporizer

dan mem-flushing oksigen pada kecepatan 10 L/menit selama 5 menit, mengganti breathing sirkuit dengan yang disposable. Kantong cadang, bellow ventilator dan soda lime baru oleh karena agen anestesi volatile khususnya halothan mempunyai kelarutan yang tinggi dalam bahan karet (Abraham, et al., 1998).

Page 28: HIPERTERMIA MALIGNA

Persediaan Dantrolene paling tidak 36 vial harus tersedia di kamar operasi untuk penggunaan emergensi (20 mg per vial). Diperkirakan cukup dengan dosis 10 mg/kgbb pada berat badan 70 kg (Abraham et al, 1998).

Tempat kerja Dantrolene : ada di dalam serabut otot skelet sehingga dapat dipertimbangkan sebagai pelemas otot. -> menstabilkan membran retikulum sarkoplasma yang mengandung vesikel kalsium dan juga pada membran tubulus tranversum dan sisterna terminal RS.

Obat membatasi pelepasan ion kalsium dengan cara menghambat pelepasan kalsium tetapi tanpa mempengaruhi uptake. Hal ini membatasi reaksi coupling pada system kontraksi otot. (Collins, et al., 1996).

Page 29: HIPERTERMIA MALIGNA

Obat-obatan lainnya yang mungkin digunakan dalam menangani reaksi akut HM juga harus tersedia di kamar operasi.

Di antaranya prokainamid, natrium bicarbonate, furosemid, mannitol, regular insulin, glucose 40% atau 50% dan propanolol.

Peralatan dan obat-obat resusitasi harus tersedia, peralatan monitor invansif jika memungkinkan harus segera tersedia dan juga alat-alat pendingin juga harus tersedia

(Abraham et al, 1998).

Page 30: HIPERTERMIA MALIGNA

Pasien MHS dijadualkan pertama kali pada daftar operasi.

Sedasi pre operasi penting -> Barbiturat, atau benzodiazepine, obat phenotiazine dihindari sehubungan adanya keterkaitan HM dengan Neuroleptic Malignant Syndrome.

Dulu atropine tidak direkomendasikan karena meningkatkan aktivitas simpatomimetik yang bisa memicu reaksi hipermetabolisme dan memperburuk rigiditas dan mortalitas saat reaksi HM terjadi. Namun penelitian terbaru, Atropine dan glikoprikolat aman digunakan pada pasien MHS.

Pemasangan infus harus sudah dilakukan beberapa jam sebelumnya untuk meminimalkan stress emosi.

Pemberian volume cairan sebelum operasi dianjurkan untuk mencegah hipotensi dengan pertimbangan jika agen vasopresor merupakan kontraindikasi pada kasus ini (Abraham et al., 1998).

Page 31: HIPERTERMIA MALIGNA

Anestesi pada pasien MHS harus didesign sebagai anestesi yang bebas stress jika mungkin.

Jika memungkinkan, dianjurkan dilakukan anestesi lokal atau regional karena teknik ini dilaporkan lebih aman.

Jika dengan GA, agen anestesi volatile harus dihindari dan penggunaan relaksan otot depolarisasi merupakan kontra indikasi (Abraham et al., 1998).

Page 32: HIPERTERMIA MALIGNA

Obat yang dikontra indikasikan Obat yang aman- Halothan, enfluran, isofluran dan semua agen volatil lainnya- Suksinilkolin- Ca-channel blocker

- Barbiturat- narkotik- benzodiazepine- propofol, etomidate- pancuronium, vecuronium,

atracurium

- N2O

- anestesi lokal tanpa adrenalin

Tabel 7. Obat-obatan yang aman dan yang tidak aman untuk pasien HM

(Barash et al., 2001)

Page 33: HIPERTERMIA MALIGNA

Monitoring suhu (rektal atau oesofagal) -> meski lambat terjadinya, ada beberapa laporan yang menyatakan adanya kenaikan suhu dengan cepat (1-2°C tiap 5 menit atau 0,5° tiap 15 menit)

Monitoring ETCO2 -> Monitor ETCO2 merupakan monitor yang paling sensitif dan berguna untuk diagnosis terjadinya krisis HM (Bossannette dan Dalens, 2002).

Nilai range normal ETCO2 antara 30-40 mmHg (4,5-5,3 kPa).

Pulse oximetry dan monitor EKG juga berguna untuk mendeteksi desaturasi dan adanya aritmia.

Pemasangan Foley catheter sangat diperlukan untuk memantau urine output dan mengantisipasi jika terjadi HM dan diberikan dantrolene, dantrolene dilarutkan dalam mannitol sehingga akan menyebabkan diuresis (Collins, 1996; Bossannette dan Dalens, 2002).

Page 34: HIPERTERMIA MALIGNA

Pulih sadar dan ekstubasi harus benar-benar “smooth” dan bebas stress.

Jika masih ada sisa blok neuromuskuler atau jika telah diberikan dantrolene lebih besar dari 3,5 mg/kgbb ventilasi mekanik harus diteruskan sampai benar-benar sadar.

Kejadian hipoksia/hiperkarbia harus dihindari untuk mencegah terpicunya HM.

Kewaspadaan harus tetap dilakukan oleh karena HM bisa terjadi pada periode post operatif meskipun agen pemicu tidak digunakan. Oleh karena itu direkomendasikan untuk terus memonitor suhu dan nadi paling tidak sedikitnya 4 jam di ruang pemulihan (Abraham, et al., 1998).

Page 35: HIPERTERMIA MALIGNA

Obat dengan efek simpatomimetik seperti alfa agonis tidak seharusnya digunakan oleh karena dapat memicu krisis HM.

Semua pengobatan yang diperkirakan dapat meningkatkan kadar kalium myoplasma seperti digoksin, methylxantine dan garam kalsium harus dihindari.

Namun, pada kasus asma berat atau pada kondisi urgen diperlukan terapi hiperkalemia, aminofilin dan kalsium dapat diberikan.

Penggunaan Ca channel blocker dikontraindikasikan karena ditakutkan menyebabkan hiperkalemia saat diberikan bersamaan dengan dantrolene. (Abraham, et al., 1998)

Page 36: HIPERTERMIA MALIGNA

Hipertermia Maligna (HM) -> kelainan farmakogenetik -> reaksi hiperkatabolik akut pada otot dalam merespon obat-obat tertentu yang mempunyai respon “triggering effect” (yang digunakan selama anestesi) dan terhadap respon stress.

Insidensi kejadian HM selama anestesi bervariasi dengan batas ekstrim antara 1:5.000 dan 1:50.000-100,000 . Perbedaan/variasi insidensi sangat dipengaruhi dengan kebiasan penggunaan obat pemicu HM di suatu negara.

Gambaran diagnosis HM termasuk peningkatan CO2 ekspirasi, takikardia, takipnea kekakuan otot, rhabdomyolisis, hipertermia, asidosis dan hiperkalemia yang relevan dengan keadaan peningkatan metabolisme.

Page 37: HIPERTERMIA MALIGNA

Fungsi reseptor ryanodin pada otot skelet abnormal pada HM -> menyebabkan hilangnya kontrol terhadap konsentrasi kalsium dalam sel, -> memicu stimulasi metabolik pada sel untuk menghasilkan ATP ekstra yang diperlukan untuk menjalankan pompa kalsium.

Dantrolene secara bermakna mengurangi hilangnya kalsium dari SR, memulihkan metabolisme menjadi normal dengan tanda-tanda yang berlawanan dengan stimulasi metabolik

MH diwariskan, terdapat lebih dari 30 mutasi pada manusia dengan HM.

Evaluasi terhadap pasien MHS meliputi IVCT, pengukuran kadar kreatinin kinase plasma dan pemeriksaan DNA untuk mengidentifikasi adanya mutasi.

Page 38: HIPERTERMIA MALIGNA

Penanganan reaksi HM yang tepat (sesuai protokol) akan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas sindroma ini.

Manajemen anestesi untuk pasien dengan MHS harus benar-benar baik mulai dari penetuan pasien MHS baik dari riwayat keluarga maupun dari tes-tes tertentu, manajemen pre, durante, dan post operatif harus memperhatikan hal-hal yang kemungkinan menimbulkan reaksi HM.

Dimasa yang akan datang perlu dikembangkan lagi pemeriksaan genetik, identifikasi lebih lanjut aksi kerja Dantrolene, menetukan penyebab pasti reaksi HM dan dikembangkannya tes yang efektif dan non destruktif pada MHS.

Page 39: HIPERTERMIA MALIGNA

TERIMA KASIH