hipertensi kehamilan

30
Muhammad Reza Irzanto 1102011180 L.O. 1 MM Hipertensi Pada Kehamilan 1.1 Preeklampsi Definisi Preeklampsia. Preeklampsia adalah kelainan malafungsi endotel pembuluh darah atau vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema nondependen, dan dijumpai proteinuria 300mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1 pada dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu (Brooks MD, 2011). Klasifikasi Preeklampsia Dari berbagai gejala, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Kriteria preeklampsia ringan : Hipertensi dengan sistolik/diastolik > 140/90 mmHg, sedikitnya enam jam pada dua kali pemeriksaan tanpa kerusakan organ. Proteinuria > 300 mg/24 jam atau > 1 + dipstik. Edema generalisata yaitu pada lengan, muka, dan perut. Preeklampsia berat dibagi menjadi : preeklampsia berat tanpa impending eclampsia dan preeklampsia berat dengan impending eclampsia. Kriteria preeklampsia berat : . ~ Tekanan darah sistolik/diastolik > 160/110 mmHg sedikitnya enam jam pada dua kali pemeriksaan. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan telah menjalani tirah baring.

description

hipertensi dalam kehamilan

Transcript of hipertensi kehamilan

Muhammad Reza Irzanto 1102011180

L.O. 1 MM Hipertensi Pada Kehamilan

1.1 PreeklampsiDefinisi Preeklampsia. Preeklampsia adalah kelainan malafungsi endotel pembuluh darah atau vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema nondependen, dan dijumpai proteinuria 300mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1 pada dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu (Brooks MD, 2011). Klasifikasi Preeklampsia Dari berbagai gejala, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.

Kriteria preeklampsia ringan :

Hipertensi dengan sistolik/diastolik > 140/90 mmHg, sedikitnya enam jam pada dua kali pemeriksaan tanpa kerusakan organ.

Proteinuria > 300 mg/24 jam atau > 1 + dipstik.

Edema generalisata yaitu pada lengan, muka, dan perut.

Preeklampsia berat dibagi menjadi : preeklampsia berat tanpa impending eclampsia dan preeklampsia berat dengan impending eclampsia.

Kriteria preeklampsia berat :

. ~ Tekanan darah sistolik/diastolik > 160/110 mmHg sedikitnya enam jam pada dua kali pemeriksaan. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan telah menjalani tirah baring.

~ Proteinuria > 5 gram/24 jam atau > 3+ dipstik pada sampel urin sewaktu yang dikumpulkan paling sedikit empat jam sekali.

~ Oliguria < 400 ml / 24 jam.

~ Kenaikan kadar kreatinin plasma > 1,2 mg/dl. ~ Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala persisten,skotoma, dan pandangan kabur.

~ Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen akibat teregangnya kapsula glisson.

~ Edema paru dan sianosis.

~ Hemolisis mikroangipatik karena meningkatnya enzim laktat dehidrogenase.

~ Trombositopenia ( trombosit < 100.000 mm3).

~ Oligohidroamnion, pertumbuhan janin terhambat, dan abrupsio plasenta.

~ Gangguan fungsi hepar karena peningkatan kadar enzim ALT dan ASTHipertensi Kronik

Tekanan darah sistolik darah sistolik 140mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg didapatkan sebelum kehamilan atau sebelum 20 minggu usia kehamilan dan tidak termasuk pada penyakit trophoblastic gestasional, atau

Tekanan darah sistolik darah sistolik 140mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg didapatkan pada usia kehamilan > 20 minggu menetap 12 minggu postpartum

Diagnosis sulit ditegakkan pada trisemester pertama kehamilan dan umumnya didapatkan pada beberapa bulan setelah melahirkan.

Hipertensi Gestasional

Tekanan darah sistolik darah sistolik 140mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg didapatkan pertama kali pada usia kehamilan > 20 minggu

Tidak ada proteinuria maupun tanda dan gejala preeklampsia

Tekanan darah kembali normal pada 42 hari setelah post partum

Definisi ini meliputi wanita dengan sindroma preeklampsia tanpa disertai manifestasi proteinuria

Mempunyai resiko hipertensi pada kehamilan selanjutnya

Dapat berkembang menjadi preeklampsia maupun hipertensi berat.

Preeklampsia

Kriteria minimal

Tekanan darah sistolik darah sistolik 140mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu

Disertai proteinuria 300 mg / 24 jam atau +1 pada pemeriksaan urin sesaat dengan urin dipstik atau rasio protein : kreatinin urine 0.3

Kriteria tambahan yang memperkuat diagnosis

Tekanan darah 160/110 mmHg

Proteinuria 2.0 g/24 jam atau +2 pada pemeriksaan urin sesaat denganurin dipstik.

Serum kreatinin > 1.2 mg/dl kecuali sudah didapatkan peningkatan serum kreatinin sebelumnya

Trombosit < 100.000/l

Hemolisis mikroangiopati peningkatan LDH

Peningkatan kadar serum transaminase ALT atau AST

Nyeri kepala yang menetap atau gangguan cerebral maupun visual lainnya

Nyeri epigastrium yang menetap

Eklampsia

Kejang yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya pada wanita dengan preeklamsia

Hipertensi kronis superimpose preeklampsia

Wanita hipertensi dengan proteinuria 300 mg / 24 jam yang baru muncul dan tidak didapatkan sebelum usia kehamilan 20 minggu, atau

Peningkatan mendadak pada proteinuria dan tekanan darah atau jumlah trombosit < 100.000 /l pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu.

Intinya adalah kapan hipertensi itu diketahui dan apakah terdapat proteinuri.

Jika hipertensi diketahui sebelum usia kehamilan 20 minggu dan proteinuri negatif berarti hipertensi kronis.

Jika hipertensi diketahui sebelum usia kehamilan 20 minggu dan proteinuri positif berarti hipertensi kronis superimposed preeklampsi.

Jika hipertensi diketahui sesudah usia kehamilan 20 minggu dan proteinuri negatif berarti hipertensi gestasional.

Jika hipertensi diketahui sesudah usia kehamilan 20 minggu dan proteinuri positif bisa berarti preeklampsi atau eklampsi.

LO 1.2 Faktor Resiko

Ada dua hal penyebab hipertensi, yaitu Hipertensi essensial atau hiipertensi primer di mana penyebabnya bukan disebabkan oleh adanya gangguan pada jantung atau ginjal, melainkan disebabkan oleh faktor lain misal dikarenakan pola hidup yang tidak sehat; mengalami stress, mengkonsumsi garam yang berlebih, merokok, kebiasaan minuman beralkohol dan kafein, pola makan yang tidak sehat yang mengakibatkan timbunan lemak dan kelebihan berat badan dan adanya faktor keturunan

Sedangkan hipertensi yang disebabkan oleh adanya gangguan ginjal atau jantung disebut dengan hipertensi sekunder.

LO 1.3 Tatalaksana

Tergantung dari tekanan darah, umur kehamilan dan ada atau tidaknya faktor resiko maternal dan fetal yang terkait. Sebagian besar wanita dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya, saat hamil mempunyai hipertensi ringan sampai sedang (140-160/90-109 mmHg) dan beresiko rendah terjadinya komplikasi kardiovaskuler dalam suatu periode singkat semasa hamil. Wanita dengan hipertensi esensial dan fungsi ginjal yang normal merupakan kandidat terapi non-farmakologis karena tidak ada bukti bahwa dengan pemberian obat membawa hasil lebih baik untuk neonatus.

Penatalaksanaan Non-farmakologis dan pencegahan

hipertensi pada kehamilan

Termasuk pengawasan ketat, pembatasan aktivitas dan istirahat dengan posisi miring ke kiri. Penanganan ini harus dipertimbangkan untuk pasien dengan tekanan darah sistolik 140-150 mmHg dan atau diastolik 90-99mmHg. Dianjurkan diet normal tanpa disertai restriksi/pembatasan garam terutama jika mendekati saat melahirkan karena dapat menyebabkan penurunan volume intravaskular. Pemberian suplemen kalsium minimal 1 g per hari selama kehamilan, hampir setengah pasien pre-eklampsia tidak menimbulkan bahaya apapun. Efeknya terbesar terjadi pada wanita beresiko tinggi. Namun bagaimanapun juga penambahan kalsium untuk mencegah hipertensi adalah bertentangan. Suplemen minyak ikan, vitamin dan gizi tidak mempunyai peran dalam pencegahan hipertensi.

Pengurangan berat badan tidak dianjurkan selama kehamilan pada wanita obesitas, karena dapat menyebabkan penurunan berat badan dan gangguan pertumbuhan janin. Namun, ibu dengan obesitas dapat mengakibatkan dampak buruk baik bagi ibu sendiri maupun janinnya. Pedoman untuk rentang berat badan sehat pada kehamilan telah dibentuk dimana pada wanita hamil dengan indeks massa tubuh yang normal (BMI, 25 kg/m2) maka penambahan berat badan yang dianjurkan adalah 11,2-15,9 kg, sedangkan untuk ibu hamil dengan kelebihan berat badan (BMI 25,0-29,9 kg/m2) peningkatannya adalah 6,8-11,2 kg, dan untuk ibu hamil yang obesitas (BMI 30 kg/m2) peningkatan berat badan yang dianjurkan adalah 6,8 kg.

Penatalaksanaan Farmakologis dan pencegahan

hipertensi pada kehamilan

Walaupun terdapat konsensus bahwa penggunaan obat untuk hipertensi berat pada kehamilan memberikan manfaat, namun pengobatan untuk kondisi hipertensi ringan masih merupakan kontroversi karena dapat mengganggu perfusi uteroplasenta dan membahayakan perkembangan janin meskipun mungkin berguna bagi ibunya yang dapat menurunkan tekanan darahnya. Obat pilihan pertama untuk hipertensi pada kehamilan adalah alfa metildopa. Labetolol juga memberikan efektivitas sebanding dengan metildopa dan dapat diberikan secara iv pada kondisi berat. Pemberian metoprolol juga direkomendasikan.

Calcium Channel blocker seperti nifedipin (oral) atau isradipine adalah obat pilihan kedua untuk terapi hipertensi. Obat-obatan golongan diatas dapat digunakan pada hipertensi emergensi atau hipertensi akibat pre-eklampsia. Potensi sinergis dengan magnesium sulfat dapat menginduksi hipertensi maternal dan hipoksia janin. Uradipil dapat juga digunakan untuk hipertensi emergensi. Magnesium sulfat iv merupakan obat yang dipilih untuk mengatasi kejang dan mencegah eklamspsia. Penggunaan diuretik harus dihindari karena menurunkan aliran darah ke plasenta dan tidak direkomendasikan untuk diberikan pada kasus pre-eklampsia. Penggunaan ACE inhibitor, ARB dan inhibitor renin langsung merupakan kontraindikasi saat kehamilan karena bersifat toksik terhadap fetus terutama pada trimester kedua dan ketiga. Jika tidak sengaja meminumnya pada saat trimester pertama maka ganti dengan obat yang lain dan dianjurkan monitoring ketat termasuk dengan usg janin.

Tekanan darah sistole 170mmHg atau diastole 110mmHg pada wanita hamil merupakan keadaan emergensi dan indikasi untuk rawat inap. Penatalaksanaan farmakologis dapat dengan labetolol iv atau methyldopa oral atau nifedipine. Hydralazine iv tidak lagi digunakan karena efek samping perinatal yang lebih besar dibandingkan obat yang lain. Pilihan utama untuk krisis hipertensi adalah infus sodium nitroprusside 0.255.0 g/kg/min. Pemberian sodium nitroprusside jangka panjang berhubungan dengan peningkatan terjadinya keracunan cyanide pada janin akibat nitroprusside yang dimetabolisme menjadi thiocyanate. Pilihan utama untuk pasien pre-eklampsia dengan edema paru adalah infus nitrogliserin (glyceryl trinitrate) 5 g/min dan ditingkatkan bertahap tiap 3-5 menit sampai dosis maksimum 100g/minL.O. 2 MM Komplikasi Kehamilan

2.1 Pendarahan AntepartumPerdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan diatas 28 minggu atau lebih.Karena perdarahan antepartum terjadi pada umur kehamilan diatas 28 minggu maka sering disebut atau digolongkan perdarahan pada trimester ketiga.Perdarahan antepartum digolongkan sebagai berikut :

1. Perdarahan yang ada hubungannya dengan kehamilan

a. Plasenta previa

b. Solusi plasenta

c. Perdarahan pada plasenta letak rendah

d. Pecahnya sinus marginalis dan vasa previa

2. Perdarahan yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan

a. Pecahnya varices vagina

b. Perdarahan polip serviks

c. Perdarahan perlukan seviks

d. Perdarahan karena keganasan serviks2.2 Solusio PlasentaSolusio Plasenta atau pelepasan prematur plasenta, ablasio plasenta, atau perdarahan aksidental didefinisikan sebagai pelepasan plasenta dari tempat implantasi normal sebelum kelahiran janin. Terjadi pada 1:86 sampai 1:206 kehamilan lanjut, tergantung kriteria diagnosis yang digunakan dan menyebabkan kira-kira 30% dari semua perdarahan antepartum lanjut. Sekitar 50% solusio terjadi sebelum persalinan tetapi 10%-15% tidak terdiagnosis sebelum kala dua persalinan.

ETIOLOGI

Penyebab pasti lepasnya plasenta biasanya tidak diketahui meskipun ada sejumlah asosiasi umum. Adanya riwayat pelepasan prematur plasenta sebelumnya mempunyai angka kekambuhan 10%-47%; setelah dua kali pelepasan prematur sebelumnya, insidennya menjadi >20%. Kehamilan dengan hipertensi mempunyai insiden solusio plasenta sebesar 2,5%4-7,9%. Namun, dari kasus-kasus yang cukup berat untuk menyebabkan kematian janin, kira-kira 50% terkait dengan hipertensi dalam kehamilan (separuh terkait dengan hipertensi kronis dan separuh terkait dengan hipertensi dipicu kehamilan). Predisposisi pelepasan plasenta lainnya yang sering adalah merokok, peregangan uterus berlebihan(misalnya kehamilan multipel,hidramnion),penyakit vaskular (misal, diabetes melitus, kelainan kolagen), anemia hemolitik mikroangiopati dan anomali atau tumor uterus. Terdapat penyebab yang memicu langsung (hanya pada 1%-5%) terjadinya solusio plasenta, yaitu plasenta sirkumvalata, trauma uterus langsung (misal, versi luar, kecelakaan mobil dan kecclakaan lainnya), pengurangan mendadak cairan amnion atau tali pusat yang pendek.

DIAGNOSIS

Tanda dan gejala bervariasi dan dapat diperkirakan berdasarkan besarnya masalah. Namun, gejala solusio plasenta yang umum adalah perdarahan per vaginam berwarna merah gelap (80%), iritabilitas uteri (dua pertiga) dan nyeri punggung atau perut bagian bawab (dua pertiga). Kesalahan diagnosis persalinan prematur kira-kira 20%. Gawat janin terdapat pada >50% kasus.

Karena adanya faktor-faktor pelindung pada ibu hamil yang sehat, mungkin sudah terjadi kehilangan darah akut yang cukup banyak sebelum terjadi anemia. Karena itu, pada solusio plasenta, jumlah perdarahan seringkali jauh melebihi derajat anemia. Apusan darah perifer mungkin menunjukkan skistosit (mendukung ke koagulasi intravaskular diseminata, DIC). Penurunan jumlah trombosit dan depresi fibrinogen umum terjadi pada kasus-kasus yang lebih berat. Pada DIC, akan ada peningkatan kadar produk pemecahan fibrin.

PATOLOGI DAN PATOFISIOLOGIBerbagai mekanisme patofisiologi yang terjadi pada solusio plasenta sudah diusulkan, termasuk trauma vaskular setempat yang menyebabkan gangguan pembuluh darah desidua basalis, peningkatan mendadak tekanan vena uteri yang menyebahkan pembesaran dan pemisahan ruang intervilosa, faktorfaktor mekanis (misal, tali pusat pendek, trauma, kehilangan mendadak cairan amnion) dan kemungkinan permulaan ekstrinsik kaskade koagulasi (misal, trauma dengan pelepasan tromboplastin jaringan).

Perdarahan dapat terjadi ke dalam desidua basalis atau langsung retroplasenta dari arteri spiralis yang ruptur. Pada kedua kasus ini terjadi perdarahan, terbentuk bekuan darah, dan permukaan plasenta tidak memungkinkan terjadinya pertukaran antara ibu dan placenta. Bekuan darah akan menekan plasenta yang berdekatan dan darah yang tidak membeku mengalir dari tempat tersebut. Pada perdarahan tersembunyi ataupun tampak (eksternal), darah dapat keluar melalui selaput ketuban atau plasenta. Keadaan ini memberikan makna penting karena mungkin menunjukkan perdarahan ibu-janin, perdarahan fetomaternal, perdarahan ibu ke dalam cairan amnion atau emboli cairan amnion.

Kadang-kadang perdarahan hebat dalam miometrium menyebabkan uterus berwarna keunguan, ekimotik dan berindurasi (apopleksi uteroplasenta, uterus Couvelaire) dan kehilangan kontraktilitas.

Pada pelepasan plasenta berat mungkin terjadi DIC. Secara klinis, diatesis perdarahan terdiri atas petekie meluas, perdarahan aktif, syok hipovolemik dan kegagalan mekanisme pembekuan darah. Meskipun tidak dapat diamati secara langsung, fibrin tertumpuk dalam kapiler kecil, menyebabkan komplikasi yang menakutkan, misalnya: nekrosis tubular dan korteks ginjal, kor pulmonale akut dan nekrosis hipofisis anterior (sindrom Sheehan).

DIAGNOSIS BANDING

A. Penyebab perdarahan nonplasenta. Biasanya tidak nyeri. Ruptur uterus dapat menyebabkan perdarahan per vaginam tetapi, jika banyak, disertai dengan rasa nyeri, syok dan kematian janin.

B. Penyebab perdarahan plasenta. Plasenta previa disertai perdarahan tanpa rasa nyeri dan biasanya terdiagnosis dengan ultrasonografi.

C. Penyebab perdarahan yang tidak dapat ditentukan. Pada paling sedikit 20% kasus, penyehab perdarahan antepartum tidak dapat ditentukan. Namun, jika masalah-masalah serius dapat disingkirkan, perdarahan tidak terdiagnosis ini jarang berbahaya.PENGOBATANA. Tindakan darurat. Jika terjadi defisiensi, mekanisme pembekuan harus dipulihkan sebelum melakukan upaya apapun untuk melahirkan bayi. Berikan kriopresipitat, FFP atau darah segar. Berikan terapi anti syok. Pantau keadaan janin terus menerus.Pecahkan selaput ketuban, jika mungkin, terlepas dari kemungkinan cara pelahiran yang akan dipakai.B. Tindakan spesifik.

Derajat 1. Jika pasien tidak dalam persalinan, tindakan menunggu dengan pengawasan ketat merupakan indikasi, karna pada banyak kasus perdarahan akan berhenti secara spontan. Jika persalinan mulai terjadi, siapkan persalinan per vaginam jika tidak ada komplikasi lebih lanjut.

Derajat 2. Siapkan pelahiran per vaginam jika persalinan diperkirakan akan terjadi dalam waktu sekitar 6 jam, terutama jika janin mati. Seksio sesarea sebaiknya dilakukan jika terdapat bukti kuat adanya gawat janin dan bayi mungkin hidup.

Derajat 3. Pasien selalu dalam keadaan syok, janin sudah mati, uterus tetanik dan mungkin terdapat defek koagulasi. Setelah memperbaiki koagulopati, lahirkan per vaginam jika dapat dikerjakan dalam waktu sekitar 6 jam. Persalinan per vaginam tampaknya paling baik untuk pasien multipara. Jika tidak, kerjakan seksio sesarea.

Tindakan-Tindakan Bedah

Seksio sesarea merupakan indikasi jika persalinan diperkirakan akan berlangsung lama (lebih dari 6 jam), jika perdarahan tidak memberi respons terhadap amniotomi dan pemberian oksitosin encer secara hati-hati, dan jika terjadi gawat janin dini (tidak berkepanjangan) dan janin mungkin hidup. Histerektomi jarang diperlukan. Uterus Couvelaire sekalipun akan berkontraksi, dan perdarahan hampir akan selalu berhenti jika defek koagulasi sudah diperbaiki.

PROGNOSISAngka kematian ibu di seluruh dunia akhir-akhir ini antara 0,5% dan 5%. Sebagian besar wanita meninggal karena perdarahan (segera atau tertunda), gagal jantung atau gagal ginjal. Diagnosis dini dan terapi yang tepat akan menurunkan angka kematian ibu sampai 0.3%-1%. Angka kematian janin berkisar 50% sampai 80%. Sekitar 30% janin dengan pelepasan prematur plasenta dilahirkan cukup bulan. Pada hampir 20% pasien dengan solusio plasenta tidak didapati adanya denyut jantung janin ketika dibawa ke rumah sakit, dan pada 20% lainnya akan segera terlihat adanya gawat janin. Jika diperlukan transfusi ibu segera, angka kematian janin mungkin paling sedikit 50%. Kelahiran kurang bulan terjadi pada 40%-50% kasus pelepasan prematur plasenta. Bayi meninggal karena hipoksia, prematuritas atau trauma persalinan.2.3 Plasenta Previa DEFINISI

Plasenta Previa adalah merupakan perdarahan antepartum pada trimester ketiga. Perdarahan yang terjadi pada implantasi plasenta, yang menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum.

Klasifikasi Plasenta Previa

Kita membagi plasenta previa sebagai berikut:

a. Plasenta previa totalis:

i. Menutupi osteum uteri internum seluruhnya pada pembukaan 4 cm.

ii. Plasenta previa sentralis adalah salah satu bentuk penutupan yang sentral plasenta sesuai atau identik dengan garis tengah osteum uteri internum.

b. Plasenta previa lateralis, bila menutupi osteum uteri internum sebagian pada pembukaan 4 cm.

c. Plasenta previa marginalis, bila tepi plasenta berada pada tepi osteum uteri internum pada pembukaan 4 cm.

d. Plasenta previa letak rendah, bila tepi bawah plasenta masih dapat disentuh dengan jari, melalui osteum uteri internum pada pembukaan 4 cm.

Kadang-kadang dipergunakan istilah plasenta previa sentralis, dan istilah yang dimaksud ialah plasenta yang terletak sentral, terhadap ostium uteri intemum.

Penentuan macamnya plasenta previa bergantung pada besarnya pembukaan, misalnya plasenta previa marginalis pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta previa lateralis pada pembukaan 5 cm. Begitu pula plasenta previa totalis pada pembukaan 3 cm, dapat menjadi lateralis pada pembukaan 6 cm.

Oleh karena itu, penentuan macamnya plasenta previa harus disertai dengan keterangan mengenai besarnya pembukaan, misalnya plasenta previa lateralis pada pembukaan 5 cm. Terdapat sate kelompok yang tidak dimasukkan ke dalam plasenta previa, yaitu plasenta letak rendahplasenta yang implantasinya rendah, tetapi tidak sampai ke ostium uteri internum.

Dengan kemajuan diagnostik, plasenta previa dapat dibedakan dengan jelas dari plasenta letak rendah. Bila plasenta previa sentralis ditegakkan secara ultrasonografi pada trimester terakhir kehamilan, kita tidak perlu lagi melakukan pemeriksaan klinis di kamar operasi dan operasi dapat segera dilakukan.

INSIDENSI

Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5% dari seluruh kelahiran. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta previa merupakan penyebab yang terbanyak. Oleh karena itu, pada kejadian perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan lebih dahulu.

ETIOLOGI

Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada:

1. Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek.

2. Mioma uteri.

3. Kure tasi yang berulang.

4. Umur lanjut.

5. Bekas seksio sesarea.

6. Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok beraf(lebih dari 20 batang sehari).

Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutup ostium uteri internum. Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang rendah dekat ostium uteri internum.

Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas, seperti pada eritroblastosis, diabetes melitus, atau kehamilan multipel.

TANDA DAN GEJALA

1. Gejala yang terpenting ialah perdarahan tanpa nyeri.

Pasien mungkin berdarah sewaktu tidur dan sama sekali tidak terbangun; baru waktu ia bangun, ia merasa bahwa kainnya basah. Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul setelah bulan ke tujuh. Hal ini disebabkan oleh:

a. Perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak berbeda dari abortus.

b. Perdarahan pada plasenta previa disebabkan pergerakan antara plasenta dan dinding rahim. Keterangannya sebagai berikut:

Setelah bulan ke-4 terjadi regangan pada dinding rahim karena isi rahim lebih cepat tumbuhnya dari rahim sendiri; akibatnya istmus uteri tertarik menjadi bagian dinding korpus uteri yang disebut segmen bawah rahim. Pada plasenta previa, tidak mungkin terjadi tanpa pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Saat perdarahan bergantung pada kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan pada istmus uteri. Jadi, dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk menimbulkan perdarahan, tetapi sudah jelas dalam persalinan his pembukaan menyebabkan perdarahan karena bagian plasenta di atas atau dekat ostium akan terlepas dari dasarnya. Perdarahan pada plasenta previa terjadi karena terlepasnya plasenta dari dasarnya. Perdarahan pada plasenta previa bersifat berulang-ulang karena setelah terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Oleh karena itu, regangan dinding rahim dan tarikan pada serviks berkurang, tetapi dengan majunya kehamilan regangan bertambah lagi dan menimbulkan perdarahan baru. Darah terutama berasal dari ibu ialah dari ruangan intervilosa, tetapi dapat juga berasal dari anak jika jonjot terputus atau pembuluh darah plasenta yang lebih besar terbuka.

2. Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pinto atas panggul.

3. Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada plasenta previa lebih sering disertai kelainan letak jika perdarahan disebabkan oleh plasenta previa lateral dan marginal serta robekannya marginal, sedangkan plasenta letak rendah, robekannya beberapa sentimeter dari tepi plasenta.

Juga harus dikemukakan bahwa pada plasenta previa mungkin sekali terjadi perdarahan pasca persalinan karena:

1. Kadang-kadang plasenta lebih erat melekat pada dinding rahim (plasenta akreta).

2. Daerah perlekatan luas.

3. Kontraksi segmen bawah rahim kurang sehingga mekanisme pentt tupan pembuluh darah pada insersi plasenta tidak baik.

Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada ostium, dan merupakan porte d entree yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien biasanya anemis karena perdarahan sehingga daya tahannya lemah.

Bahaya untuk ibu pada plasenta previa, yaitu:

I. Syok hipovolemik.

2. Infeksisepsis.

3. Emboli udara (jarang).

4. Kelainan koagulopati sampai syok.

5. Kematian.

Bahaya untuk anak, yaitu:

1. Hipoksia.

2. Anemi.

3. Kematian.

BAHAYA-BAHAYA PEMERIKSAAN

Perdarahan yang terjadi pada seorang wanita hamil trimester ketiga harus dipikirkan penyebabnya, yaitu: plasenta previa atau solusio plasenta. Bila ditemukan, dokter atau bidan harus segera mengirim pasien tersebut selekas mungkin ke rumah sakit besar tanpa terlebih dulu melakukan pemeriksaan dalam atau pemasangan tampon. Kedua tindakan ini hanya akan menambah perdarahan dan kemungkinan infeksi.

Karena perdarahan pada wanita hamil kadang-kadang disebabkan oleh varises yang pecah dan kelainan serviks (polip, erosi, ca), di rumah sakit dilakukan pemeriksaan in speculo terlebih dulu untuk menyingkirkan kemungkinan ini. Pada plasenta previa akar, terlihat darah yang keluar dari ostium uteri ekstemum.

Sebelum tersedia darah dan kamar operasi siap, tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam karena pemeriksaan dalam ini dapat menimbulkan perdarahan yang membahayakan. Dapat juga dilakukan pemeriksaan fornises dengan hati-hati. Jika tulang kepala dapat teraba dengan mudah, kemungkinan plasenta previa kecil. Sebaliknya, jika antara jari-jari kita dan kepala teraba bantalan lunak (jaringan plasenta), kemungkinan plasenta previa besar sekali. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada presentasi kepala karena pada letak sungsang bagian terendahnya lunak (bokong) hingga sukar membedakannya dari jaringan lunak plasenta.

DIAGNOSIS

Anamnesis perdarahan tanpa keluhan, perdarahan berulang. Klinis kelainan letak dari perabaan fornises teraba bantalan lunak pada presentasi kepala. Pemeriksaan dalam pada plasenta previa hanya dibenarkan bila dilakukan di kamar operasi yang telah siap untuk melakukan operasi segera. Secara double set-up ini hanya dilakukan apabila akan dilakukan terapi aktif, yaitu apabila kehamilan akan diterminasi.

Diagnosis plasenta previa (dengan perdarahan sedikit) yang diterapi ekspektatif ditegakkan dengan pemeriksaan Ultrasonografi (USG). Dengan pemeriksaan USG transabdominal ketepatan diagnosisnya mencapai 95-98%. Dengan USG transvaginal atau transperineal ( translabial), ketepatannya akan lebih tinggi lagi. Penggunaan magnetic resonance imaging (MRI) masih terasa sangat mahal pada saat ini.

Dengan bantuan USG, diagnosis plasenta previa /letak rendah sering kali sudah dapat di tegakkan sejak dini sebelum kehamilan trimester ketiga. Namun, dalam perkembangannya dapat terjadi migrasi plasenta. Sebenarnya, bukan plasenta yang berpindah, tetapi dengan semakin berkembangnya segmen bawah rahim, plasenta (yang berimplantasi di situ) akan ikut naik menjauhi ostium uteri internum

Sikap untuk segera mengirim pasien ke rumah sakit (yang mempunyai fasilitas operasi) tanpa lebih dulu melakukan pemeriksaan dalam atau pemasangan tampon sangat dihargai, hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa:

1. Perdarahan pertama pada plasenta previa jarang membawa maut.

2. Pemeriksaan dalam dapat menimbulkan perdarahan yang hebat.

Dalam keadaan terpaksa, misalnya pasien tidak mungkin untuk diangkut ke kota/rumah sakit besar, sedangkan tindakan darurat harus segera diambil maka seorang dokter atau bidan dapat melakukan pemeriksaan dalam setelah melakukan persiapan yang secukupnya untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perdarahan yang banyak.

TERAPI

Pengobatan plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu:

1. Terminasi. Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang membawa maut, misalnya: kehamilan cukup bulan, perdarahan banyak, parturien, dan anak mati (tidak selalu).

a. Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta, yang dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka (tamponade pada plasenta).

b. Dengan seksio sesarea, dimaksudkan untuk mengosongkan rahim hingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Seksio sesarea juga mencegah terjadinya robekan serviks yang agak sering terjadi pada persalinan per vaginam.

2. Ekspektatif. Dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar baginya kecil sekali. Sikap ekspektatif tertentu hanya dapat dibenarkan jika keadaan ibu baik dan perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali.

Dahulu ada anggapan bahwa kehamilan dengan plasenta previa harus segera diakhiri untuk menghindarkan perdarahan yang fatal. Namun, sekarang ternyata terapi menunggu dapat dibenarkan dengan alasan sebagai berikut:

1. Perdarahan pertama pada plasenta previa jarang fatal.

2. Untuk menurunkan kematian bayi karena prematuritas.

Syarat bagi terapi ekspektatif ialah bahwa keadaan ibu dan anak masih baik (Hb-nya normal) dan perdarahan tidak banyak. Pada terapi ekspektatif, pasien di rawat di rumah sakit sampai berat anak 2500 gr atau kehamilan sudah sampai 37 minggu. Selama terapi ekspektatif diusahakan untuk menentukan lokalisasi plasenta dengan pemeriksaan USG dan memperbaiki keadaan umum ibu. Jika kehamilan 37 minggu telah tercapai, kehamilan diakhiri menurut salah satu cara yang telah diuraikan.

Penderita plasenta previa juga harus diberikan antibiotik mengingat kemungkinan terjadinya infeksi yang besar disebabkan oleh perdarahan dan tindakan-tindakan intrauterin. Jenis persalinan apa yang kita pilih untuk pengobatan plasenta previa dan kapan melaksanakannya bergantung pada faktor-faktor sebagai berikut:

1. Perdarahan banyak atau sedikit

2. Keadaan ibu dan anak

3. Besarnya pembukaan

4. Tingkat plasenta previa

5. Paritas

Perdarahan yang banyak, pembukaan kecil, nulipara, dan tingkat plasenta previa yang berat mendorong kita melakukan seksio sesarea. Sebaliknya, perdarahan yang sedang/sedikit, pembukaan yang sudah besar, multiparitas dan tingkat plasenta previa yang ringan, dan anak yang mati cenderung untuk dilahirkan per vaginam. Pada perdarahan yang sedikit dan anak yang masih kecil (belum matur) dipertimbangkan terapi ekspektatif. Perlu diperhatikan bahwa sebeium melakukan tindakan apapun pada penderita plasenta previa, harus selalu tersedia darah yang cukup.

Cara-cara vaginal terdiri dari:

1. Pemecahan ketuban.

2. Versi Braxton Hicks.

3. Conan Willett-Gauss.

PEMECAHAN KETUBAN

Dapat dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta previa marginalis, dan plasenta previa lateralis yang menutup ostium kurang dart setengah bagian. Pada plasenta previa lateralis yang plasentanya terdapat di sebelah belakang, lebih baik dilakukan seksio sesarea karena dengan pemecahan ketuban, kepala kurang menekan pada plasenta. Hal ini disebabkan kepala tertahan promontorium, yang dalam hal ini dilapisi lagi oleh jaringan plasenta.

Pemecahan ketuban dapat menghentikan perdarahan karena:

1. Setelah pemecahan ketuban, uterus mengadakan retraksi hingga kepala anak menekan pada plasenta.

2. Plasenta tidak tertahan lagi oleh ketuban dan dapat mengikuti gerakan dinding rahim hingga tidak terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim.

A. Jika his tidak ada atau kurang kuat setelah pemecahan ketuban, dapat diberikan infus pitosin. Jika perdarahan tetap ada, dilakukan seksio sesarea.

VERSI BRAXTON HICKS

Tujuan dari perasat Braxton Hicks ialah untuk mengadakan tamponade plasenta dengan bokong dan untuk menghentikan perdarahan dalam rangka menyelamatkan ibu. Versi Braxton Hicks biasanya dilakukan pada anak yang sudah mati ataupun masih hidup. Mengingat bahayanya, yaitu robekan pada serviks dan pada segmen bawah rahim, perasat ini tidak mempunyai tempat lagi di rumah sakit yang besar. Akan tetapi, dalam keadaan istimewa, misalnya jika pasien berdarah banyak, anak sudah meninggal dan kita mendapat kesulitan memperoleh darah atau kamar operasi masih lama siapnya maka cara Braxton Hicks dapat dipertimbangkan.

Sebaliknya, di daerah yang tidak mungkin untuk melakukan seksio sesarea, misalnya di pulau-pulau kecil, cara Braxton Hicks dapat menggantikan seksio sesarea. Syarat untuk melakukan versi Braxton Hicks ialah pembukaan yang harus dapat dilalui oleh 2 jari supaya dapat menurunkan kaki.

TEKNIK

Dilakukan setelah ketuban dipecahkan atau setelah plasenta ditembus tangan yang sepihak dengan bagian-bagian yang kecil masuk. Setelah labia dibeberkan, satu tangan masuk secara obstetri dan 2 jari (telunjuk dan jari tengah) masuk ke dalam kavum uteri. Tangan satunya menahan fundus. Kepala anak ditolak ke samping yaitu ke pihak punggung anak. Tangan luar mendekatkan bokong kepada jari yang mencari kaki. Setelah kaki didapatkan oleh tangan dalam, tangan luar menolak kepala anak ke fundus dan kaki dibawa ke luar. Pada kaki ini digantungkan timbangan yang seringan-ringannya, tetapi cukup berat untuk menghentikan perdarahan. Jika beratnya berlebihan, mungkin terjadi robekan serviks. Selanjutnya, kita tunggu sampai anak lahir sendiri. Sekali-kali jangan melakukan ekstraksi walaupun pembukaan sudah lengkap, mengingat mudahnya terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim.

CUNAM WILLETT-GAUSS

Tujuannya ialah untuk mengadakan tamponade plasenta dengan kepala. Kulit kepala anak dijepit dengan cunam Willett-Gauss dan diberati dengan timbangan 500 gr. Perasat ini sekarang hampir tidak pernah dilakukan lagi.

SEKSIO SESAREA

Tujuan melakukan seksio sesarea adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Robekan pada serviks dan segmen bawah rahim mudah terjadi bila anak dilahirkan per vaginam karena daerah tersebut pada plasenta previa banyak mengandung pembuluh darah. Seksio sesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Tindakan seksio sesarea pada plasenta previa, selain dapat mengurangi kematian bayi, terutama juga dilakukan untuk kepentingan ibu. Oleh karena itu, seksio sesarea juga dilakukan pada plasenta previa walaupun anak sudah mati.Definisi Pre Eklampsia dan Eklampsia pada kehamilan

Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi.

Sedangkan pengertian eklampsia adalah apabila ditemukan kejang-kejang pada penderita pre-eklampsia, yang juga dapat disertai koma.

Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa menjadi penyebab kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kelamilan, persalinan, dan masa nifas yang akan berdampak pada ibu dan bayi. Kasus pre-eklampsia dan eklampsia terjadi pada 6-8% wanita hamil di Indonesia. Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia ringan, pre-eklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi(ibu hamil yang sebelum kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut selama kehamilan). Tanda dan gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak sama.

Berikut ini akan dijelaskan mengenai pembagian di atas.

Penyebab:

Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai maladaptation syndrome akibat penyempitan pembuluh darah secara umum yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari ari) sehingga berakibat kurangnya pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin.

Faktor Risiko :

Kehamilan pertama

Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia

Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya

Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan tekanan darah tinggi)

Kehamilan kembar

Deteksi dini :

Menyaring semua kehamilan primigravida (kehamilan pertama), ibu menikah dan langsung hamil, dan semua ibu hamil dengan risiko tinggi terhadap pre-eklampsia dan eklampsia.

Pemeriksaan kehamilan secara teratur sejak awal triwulan satu kehamilan

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui terdapatnya protein dalam air seni, fungsi organ hati, ginjal, dan jantung, fungsi hematologi / pembekuan darah

Pre-eklampsia ringan

Tanda dan gejala :

Kenaikan tekanan darah sistole 140 mmHg sampai kurang dari 160 mmHg; diastole 90 mmHg sampai kurang dari 110 mmHg

Proteinuria : didapatkannya protein di dalam pemeriksaan urin (air seni)

Edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau tangan

Tatalaksana pre eklampsia ringan dapat secara :

Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir) :

Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan perawatan sesuai keinginannya

Makanan dan nutrisi seperti biasa, tidak perlu diet khusus

Vitamin

Tidak perlu pengurangan konsumsi garam

Tidak perlu pemberian antihipertensi

Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu

Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi) :

Pre eklampsia ringan dirawat inap apabila mengalami hipertensi yang menetap selama lebih dari 2 minggu, proteinuria yang menetap selama lebih dari 2 minggu, hasil tes laboratorium yang abnormal, adanya gejala atau tanda 1 atau lebih pre eklampsia berat

Pemeriksaan dan monitoring teratur pada ibu : tekanan darah, penimbangan berat badan, dan pengamatan gejala pre-eklampsia berat dan eklampsia seperti nyeri kepala hebat di depan atau belakang kepala, gangguan penglihatan, nyeri perut bagian kanan atas, nyeri ulu hati

Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa evaluasi pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam rahim

Tatalaksana

Pada dasarnya sama dengan terapi rawat jalan

Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda-tanda dari pre-eklampsia dan umur kehamilan 37 minggu atau kurang, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari lalu boleh dipulangkan

Pre-eklampsia Berat

Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Tanda dan gejala pre-eklampsia berat :

Tekanan darah sistolik ? 160 mmHg

Tekanan darah diastolik ? 110 mmHg

Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning)

Trombosit < 100.000/mm3

Oliguria (jumlah air seni < 400 ml / 24 jam) 6. Proteinuria (protein dalam air seni > 3 g / L)

Nyeri ulu hati

Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat

Perdarahan di retina (bagian mata)

Edema (penimbunan cairan) pada paru

Koma

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre-eklampsia berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi :

Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri dan ditambah pemberian obat-obatan. Perawatan aktif dilakukan apabila usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya ancaman terjadinya impending eklampsia, kegagalan terapi dengan obat-obatan, adanya tanda kegagalan pertumbuhan janin di dalam rahim, adanya HELLP syndrome (Haemolysis, Elevated Liver enzymes, and Low Platelet).

Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pemberian obat-obatan.Perawatan konservatif dilakukan apabila kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia serta keadaan janin baik. Perawatan konservatif pada pasien pre eklampsia berat yaitu :

Segera masuk rumah sakit

Tirah baring

Infus

Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam

Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat

Anti hipertensi, diuretikum diberikan sesuai dengan gejala yang dialami

Penderita dipulangkan apabila penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre-eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu)Eklampsia

Definisi

Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan / atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia.

Gejala dan Tanda

Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain

Gangguan penglihatan pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara

Iritabel ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau gangguan lainnya

Nyeri perut nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah

Tanda-tanda umum pre eklampsia (hipertensi, edema, dan proteinuria)

Kejang-kejang dan / atau koma

Tatalaksana

Tujuan pengobatan :

Untuk menghentikan dan mencegah kejang

Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi

Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin

Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin

Pengobatan Konservatif

Sama seperti pengobatan pre eklampsia berat kecuali bila timbul kejang-kejang lagi maka dapat diberikan obat anti kejang (MgSO4).

Pengobatan Obstetrik

Sikap dasar : Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan atau tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin

Bilamana diakhiri, maka kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) kondisi dan metabolisme ibu

Setelah persalinan, dilakukan pemantauan ketat untuk melihat tanda-tanda terjadinya eklampsia. 25% kasus eklampsia terjadi setelah persalinan, biasanya dalam waktu 2 4 hari pertama setelah persalinan. Tekanan darah biasanya tetap tinggi selama 6 8 minggu. Jika lebih dari 8 minggu tekanan darahnya tetap tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan pre-eklampsia.

Pencegahan

Usaha pencegahan preklampsia dan eklampsia sudah lama dilakukan. Diantaranya dengan diet rendah garam dan kaya vitamin C. Selain itu, toxoperal (vitamin E,) beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink (seng), magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalium diyakini mampu mencegah terjadinya preklampsia dan eklampsia. Sayangnya upaya itu belum mewujudkan hasil yang menggembirakan. Belakangan juga diteliti manfaat penggunaan anti-oksidan seperti N. Acetyl Cystein yang diberikan bersama dengan vitamin A, B6, B12, C, E, dan berbagai mineral lainnya. Nampaknya, upaya itu dapat menurunkan angka kejadian pre-eklampsia pada kasus risiko tinggi.