Hipertensi Esensial

33
BAB I PENDAHULUAN Hipertensi adalah salah satu penyakit yang paling umum di dunia yang mempengaruhi manusia dan merupakan faktor resiko mayor terjadinya stroke, miokard infark, vaskular disease dan gagal ginjal kronik. Meskipun banyak penelitian yang luas dalam beberapa dekade terakhir ini tetapi etiologi dari kebanyakan kasus orang dewasa yang mengalami hipertensi masih belum diketahui dan ketidaktahuan masyarakat luas untuk mengontrol tekanan darah. Mengingat mobriditas dan mortalitas yang disebabkan oleh hipertensi adalah tinggi, maka pencegahan dan pengobatan hipertensi merupakan tantangan penting bagi petugas kesehatan. Untungnya, kemajuan dan ujicoba dalam penelitian dalam pemahaman patofisiologi hipertensi dan penatalaksanaan terhadap penyakit ini meluas. Data epidemiologis menunjukan bahwa dengan meningkatnya populasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah. Dimana baik hipertensi sitolik dan diastolic sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia >65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat, dalam dekade terakhir tidak menunjukan kemajuan lagi (pola kurva mendatar), dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh pasien hipertensi. Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar dari negar-negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) menunjukan bahwa dari tahu 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31%., yang berarti terdapat 58- 65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991. Hipertensi esensial sendiri merupakan 90% dari seluruh dari seluruh kasus hipertensi. 1

description

hipertensi

Transcript of Hipertensi Esensial

Page 1: Hipertensi Esensial

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi adalah salah satu penyakit yang paling umum di dunia yang mempengaruhi manusia dan merupakan faktor resiko mayor terjadinya stroke, miokard infark, vaskular disease dan gagal ginjal kronik. Meskipun banyak penelitian yang luas dalam beberapa dekade terakhir ini tetapi etiologi dari kebanyakan kasus orang dewasa yang mengalami hipertensi masih belum diketahui dan ketidaktahuan masyarakat luas untuk mengontrol tekanan darah. Mengingat mobriditas dan mortalitas yang disebabkan oleh hipertensi adalah tinggi, maka pencegahan dan pengobatan hipertensi merupakan tantangan penting bagi petugas kesehatan. Untungnya, kemajuan dan ujicoba dalam penelitian dalam pemahaman patofisiologi hipertensi dan penatalaksanaan terhadap penyakit ini meluas.

Data epidemiologis menunjukan bahwa dengan meningkatnya populasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah. Dimana baik hipertensi sitolik dan diastolic sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia >65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat, dalam dekade terakhir tidak menunjukan kemajuan lagi (pola kurva mendatar), dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh pasien hipertensi.

Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar dari negar-negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) menunjukan bahwa dari tahu 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31%., yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991. Hipertensi esensial sendiri merupakan 90% dari seluruh dari seluruh kasus hipertensi.

1

Page 2: Hipertensi Esensial

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. PENGATURAN TEKANAN DARAH 1

Tekanan darah ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu curah jantung (cardiac output) dan resistensi vascular perifer (peripheral vascular resistance). Curah jantung merupakan hasil kali antara frekuensi denyut jantung dengan isi sekuncup (stroke volume), sedangkan isi sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena (venous return) dan kekuatan kontraksi miokard. Resistensi perifer ditentukan oleh tonus otot polos pembuluh darah, elastilitas pembuluh darah dan viskositas darah. Semua parameter di atas dipengaruhi beberapa faktor antara lain system syaraf simpatis dan parasimpatis, system Renin-Angiotensin-Aldosteron (SRAA) dan faktor local berupa bahan-bahan vasoaktif yang diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah.

Sistem syaraf simpatis bersifat presif yaitu cenderung meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan frekuensi denyut jantung, memperkuat kontraktilitas miokard dan meningkatkan resistensi pembuluh darah. System parasimpatis bersifat depresif, yaitu menurunkan tekanan darah karena menurunkan frekuensi denyut jantung. SRAA juga bersifat presif berdasarkan efek vasokontriksi angiotensin II dan perangsangan aldosterone yang menyebabkan retensi air dan natrium di ginjal sehingga meningkatkan volume darah. Selain itu terdapat sinergisme antara system simpatis dan SRAA yang saling memperkuat efek masing-masing.

Sel endotel pembuluh darah memproduksi berbagai bahan xasoaktif yang sebagiannya bersifat vasokonstriktor seperti endotelin, tromboksan A2 dan angiotensin II local dan sebagian lagi bersifat vasodilator seperti endothelium-derived relaxing factor (EDRF) yang dikenal juga dengan nitric oxide (NO) dan prostasiklin (PGI2). Selain itu, jantung terutama atrium kanan memproduksi hormone yang disebut atriopeptin (atrial natriuretic peptide, APN) yang bersifat diuretic, natriuretic dan vasodilator yang cenderung menurunkan tekanan darah.

2. DEFINISI

Hipertensi adalah tekanan darah yang meningkat dengan sistolik ≥140mmHg atau diastolik ≥90mmHg.2

3. HIPERTENSI ESENSIAL

Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Atau banyak penulis sering menyebutnya hipertensi primer, untuk membedakannya dengan hipertensi sekunder karena sebab-sebab yang diketahui.3 Hipertensi Esensial cenderung familial dan ada kemungkinan diakibatkan antara lingkungan dan faktor genetik. Prevalensi dari hipertensi esensial akan meningkat dengan seiringnya bertambah usia, dan relative individu usia muda dengan tekanan darah tinggi akan meningkatkan resiko terjadinya

2

Page 3: Hipertensi Esensial

hipertensi. Ada kemungkinan bahwa hipertensi esensial mewakili spectrum gangguan dengan perbedaan patofisiologi. Sebagian besar penderita dengan hipertensi, meningkatnya resistensi perifer dan cardic output normal atau menurun. Namun pada penderita yang usia lebih muda dengan hipertensi ringan atau tidak stabil mungkin cardiac output didapatkan normal dan resistensi perifer mungkin menurun.2

Saat Plasma Renin Activity (PRA) diplot terhadap ekskresi Na, sekitar 10-15% dengan penderita hipertensi mempunyai PRA yang tinggi dan 25% mempunyai PRA yang rendah. Tingginya renin mempunyai vasokonstriktor dari hipertensi, sedangkan penderita yang rendah renin tergatung volume hipertensi. Ketidakseimbangan gabungan antara plasma aldosterone dengan tekanan darah menggambarkan penderita dengan hipertensi esensial. Gambaran ini nampak pada orang-orang Afrika dan Amerika dan PRA cenderung lebih rendah. Hal ini menimbulkan kemungkinan bahwa kenaikan sedikit aldosteron dapat menyebabkan hipertensi setidaknya pada beberapa kelompok penderita yang tidak memiliki aldosteronisme primer terbuka. Selanjutnya, spironolactone, antagonis aldosteron, mungkin menjadi agen anti hipertensi yang efektif untuk beberapa penderita dengan hipertensi esensial. 2

4. KLASIFIKASI HIPERTENSI

4.1. Joint National Committee 7

Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The Seventh Report

of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Eveluation, and Tretment of

High Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi

kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2. 4

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan Darah

TDS (mmHg) TDD (mmHg)

Normal < 120 Dan < 80

Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89

Hipertensi stadium 1 140 – 159 Atau 90 – 99

Hipertensi stadium 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik

4.2. World Health Organization (WHO)

3

Page 4: Hipertensi Esensial

WHO dan International Society of Hypertension Working Group (ISHWG) telah

mengelompokan hipertensi kedalam klasifikasi optimal, normal-tinggi, hipertensi ringan,

hipertensi sedang, dan hipertensi berat. 4

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization (WHO) dan

International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG)

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal < 120 Dan < 80

Normal < 130 Dan < 85

Normal tinggi /

pra hipertensi

130 – 139 Atau 85 – 89

Hipertensi derajat I 140 – 159 Atau 90 – 99

Hipertensi derajat II 160 – 179 Atau 100 – 109

Hipertensi derajat III ≥ 180 Atau ≥ 110

4.3. Chinese Hypertension Society (CHS)

Menurut Chinese Hypertension Society, pembacaan tekanan darah <120/80 mmHg termasuk normal dan kisaran 120/80 hingga 139/89 mmHg termasuk normal tinggi. 4

Tabel 3. Klasifikasi menurut Chinese Hypertension Society (CHS)

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Normal Tinggi 120 – 129 80 – 84

130 – 139 85 – 89

Hipertensi tingkat 1 140 – 159 90 – 99

Hipertensi tingkat 2 160 – 179 100 – 109

Hipertensi tingkat 3 ≥180 ≥ 110

Hipertensi sistol

terisolasi ( ISH )

≥140 ≤90

4.4. European Society of Hypertension (ESH)

4

Page 5: Hipertensi Esensial

Klasifikasi yang dibuat oleh European Society of Hypertension adalah :

1. Jika tekanan darah sistol dan diastole pasien berada pada kategori yang berbeda, maka resiko kardiovaskuler, keputusan pengobatan dan perkiraan efektivitas pengobatan difokuskan pada kategori dengan nilai lebih tinggi.

2. Hipertensi sistol terisolasi harus dikategorikan berdasarkan pada hipertensi sistol-diastol ( tingkat 1, 2 dan 3 ). Namun tekanan diastole yang rendah (60-70 mmHg) harus dipertimbangkan sebagai resiko tambahan.

3. Nilai batas untuk tekanan darah tinggi dan kebutuhan untuk memulai pengobatan adalah fleksibel tergantung pada resiko kardiovaskular total. 4

Tabel 4. Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH)

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal < 120 < 80

Normal 120 – 129 80 – 84

Normal Tinggi 130 – 139 85 – 89

Hipertensi tahap 1 140 – 159 90 – 99

Hipertensi tahap 2 160 – 179 100 – 109

Hipertensi tahap 3 ≥180 ≥ 110

Hipertensi sistol

terisolasi ( ISH )

≥140 < 90

4.5. International Society on Hypertension in Black (ISHIB)

(ISHIB) memberikan rekomendasi klasifikasi dan pedoman baru karena kejadian hipertensi yang lebih tinggi serta hasil pengobatan kardiovaskular dan ginjal yang buruk pada etnis Amerika keturunan Afrika. 4

Tabel 5. Klasifikasi hipertensu menurut ISHIB

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

Normal Tinggi 130 – 139 85 – 89

Hipertensi tingkat 1 140 – 159 90 – 99

Hipertensi tingkat 2 160 – 179 100 – 109

Hipertensi tingkat 3 ≥180 ≥ 110

Hipertensi sistol

terisolasi ( ISH )

≥140 < 90

4.6. Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia

5

Page 6: Hipertensi Esensial

Pada perhimpunan ilmiah nasional 13-14 januari 2007 di Jakarta diluncurkan suatu consensus mengenai pedoman penanganan hipertensi di Indonesia. 4

1. pedoman yang disepakati para pakar berdasarkan prosedur standard an ditunjukan untuk meningkatkan hasil penanggulangan ini kebanyakan diambil dari pedoman Negara maju dan Negara tetangga.

2. Tingkat hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah sistolik dan diastolic dengan merujuk hasil JNC 7 dan WHO

3. Penentuan stratifikasi resiko hipertensi dilakukan berdasarkan : tingginya tekanan darah, adanya faktor resiko lain, kerusakan organ target dan penyakit penyerta tertentu.

Tabel 6. Klasifikasi hipertensi hasil konsensus perhimpunan hipertensi Indonesia.

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120 – 139 80 – 89

Hipertensi tingkat 1 140 – 159 90 – 99

Hipertensi tingkat 2 ≥ 160 ≥ 100

Hipertensi sistolok

terisolasi

≥ 140 < 90

5. PATOGENESIS 3

Hipertensi esensial adalah penyakit multifactor yang timbul terutama karena interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor- faktor resiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah :

1. Faktor resiko, seperti : Diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok, genetic.2. System saraf simpatis3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokontriksi

Endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos dan interstitium juga memberikan konstribusi akhir.

4. Pengaruh system otokrin setempat yang berperan pada system renin, angiotensin dan aldostreon.

Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar :

Tekanan Darah = Curha Jantung x Tahanan Perifer

6

Exces sodium intake

Genetic alteration

Reduce nephrone number

Endotelium derived factors

stress obesity

Page 7: Hipertensi Esensial

Gambar 1. Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah.11

6. PATOFISIOLOGI 4

6.1. hemodinamik pada hipertensi

keseimbangan antara curah jantung dan resistensi vaskuler perifer berperan penting dalam pengaturan tekanan darah normal. Pada hipertensi esensial, pasien mempunyai curah jantung normal terjadi peningkatan resistensi perifer. Resistensi perifer ditentukan oleh ateriol kecil. Kontraksi otot polos yang berkepanjangan mengakibatkan penebalan dinding pembuluh daraPh ateriol, sehingga menyebabkan penigkatan resistensi perifer yang tidak dapat pulih kembali.

Dimulai sejak remaja, bertambahnya usia menyebabkan terjadinya perubahan hemodinamik tekanan darah sistol yang berbanding lurus dengan usia bersifat parallel dengan peningkatan tekanan darah diastole dan tekanan darah arteri rata-rata (MAP/Mean Arterial PressureP). Peningkatan pada sistol, diastole dan tekanan arteri rata-rata hingga usia 50 tahun disebabkan oleh adanya peningkatan resistensi peripheral vaskuler. Setelah mencapai 50

7

Renal sodium retentio

Functionalconstriction

Cellmembranealteration

Renin -angiotensinexcess

Sympatheticnervousoveractivity

DecreasedFiltration surface

Fluidvolume

Hyperinsulinemia

Contractability Structuralhypertrophy

Autoregulation

BLOOD PRESURE = CARDIAC OUTPUTHypertension = Increased CO

Preload

Venousconstiction

PERIPHERAL RESISTANCEIncreased PR

XAnd/or

Page 8: Hipertensi Esensial

tahun hingga 60 tahun, tekanan diastole menurun dan tekanan detak jantung meningkat. Tekanan darah sistol mengalami peningkatan pada usia lanjut.

6.2 Sistem Renin-Angiotensin

Renin merupakan enzim yang dihasilkan oleh sel jukstaglomelurar ginjal. Berbagai faktor seperti status volume, asupan natrium dan stimulasi saraf simpatik menentukan kecepatan sekresi renin. Hamper 20% pasien dengan hipertensi esensial mengalami penekanan aktivitas renin. Sekitar 15% pasien mengalami aktivitas renin di atas normal. Peningkatan plasma renin ini meningkatkan tekanan arteri. Sistem Renin – Angiotensin adalah salah satu system endokrin penting yang dapat mengatur tekanan darah secara efektif. Renin berperan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang dengan cepat diubah menjadi angiotensin II pada paru-paru oleh enzim pengubah angiotensin (Angiotensin Converting Anzyme, ACE).

Angiotensin II adalah vasokonstriktor kuat yang menyebabkan peningkatan tekanan darah. Angiotensin II juga menstimulasi pelepasan aldosterone dari bagaian glomerulus kelenjar adrenal yang menyebabkan retensi natrium dan air, sehingga meningkatkan tekanan darah. System renin local pada ginjal, jantung, pembuluh arteri, dan renin angiotensin local epikrin atau system parakrin juga berperan mengatur tekanan darah.

6.3 Sistem Saraf Otonom

Sistem saraf otonom memegang peranan penting dalam pengaturan tekanan arteri. Peningkatan aktivitas system saraf simpatis telah diimplikasi sebagai precursor utama hipertensi. Terjadi ketidak seimbangan beberapa neurotransmitter dan neuromodulator pada kondisi hipertensi, yang secara langsung atau tidak langsung menyebabkan peningkatan pelepasan noradrenalin dari pasca-sinap saraf simpatik. Pada subjek yang sensitive dan hipertensif terhadap NaCl, asupan NaCl meningkatkan aktivitas sisten saraf simpatik. Stimulasi system saraf simpatik dapat menyebabkan konstriksi arteriolar dan juga dilatasi. Hal ini menyebabkan perubahan tekanan darah jangka pendek akibat stress dan olahraga.

Hipertensi merupakan akibat dari interaksi beberapa mekanisme dalam tubuh seperti system saraf otonom, system renin angiotensin dan faktor lain seperti natrium, hormone dan volume sirkulasi darah.

6.4 Disfungsi Endotel

Sel endotel melepaskan faktor relaksasi dan faktor konstriksi yang memperngaruhitonus otot polos pembuluh darah dan juga berperan dalam patofisiologi hipertensi esensial. Vasodilatasi akibat endotellium diatur oleh nitrit oksida (NO) dan prostasiklin. Faktor konstriksi turunan endotel adalah endotelin-1, prostanoid vasokonstriktor, angiotensin II dan

8

Page 9: Hipertensi Esensial

anion superoksida. Pelepasan faktor relaksasi dan kontraksi terjadi secara seimbang pada keadaan fisiologis.

6.5 Bahan Vasoaktif

Banyak bahan vasoaktif yang terlibat pada pengaturan tekanan darah normal. Bradikinin adalah vasodilator kuat yang diinaktivasi oleh ACE. Endotelin adalah vasokonstriktor endotel yang kuat yang menghasilkan peningkatan tekanan darah yang dipicu oleh makan asin/berkadar garam tinggi. Ini juga mengaktifkan system rnin-angiotensin local. Nitrit oksida yang dihasilkan oleh endotel arteri dan vena menyebabkan vasodilatasi, peptide natriuretic atrial adalah hormone yang dihasilkan dari atrium jantung yang berperan pada peningkatan volume darah. Akibatnya natrium meningkat dan terjadi ekskresi air dari ginjal. Gangguan pada system ini dapat menyebabkan retensi air sehinga menyebabkan hipertensi. Transport natrium melintasi dinding sel pembuluh darah otot polos juga diperkirakan mempengaruhi tekanan darah melalui interrelasinya dengan transport kalsium

6.6 Sensitivitas Insulin

Pada pasien hipertensi, adanya kondisi resistensi insulin atau hiperinsulinemia berperan dalam peningkatan tekanan arteri. Hal ini diperkirakan merupakan bagian dari sindrom x atau sindrom Reaven. Dan disebabkan oleh obesitas sentral, dyslipidemia dan tekanan darah tinggi.kebanyakan dari populasi dengan hipertensi mengakami resistensi insulin atau hiperinsulinemia. Peningkatan tekanan arteri pada keadaan hiperinsulinemia kemungkinan disebabkan oleh 4 mekanisme, yaitu :

1. Peningkatan aktivitas simpatik sebagai hasil peningkatan retensi natrium akibat hiperinsulinemia.

2. Hipertrofi otot polos sebagai akibat aksi mitogenik insulin.3. Peningkatan kadar kalsium sitosolik pada pembuluh darah yang sensitive terhadap

insulin dan jaringan ginjal.4. Nonmodulasi akibat resistensi insulin.

6.7 Faktor Genetik

Hipertensi merupakan salah satu gangguan genetic yang bersifat kompleks. Hipertensi esensial biasanya terkait dengangen dan faktor genetic, dimana banyak gen turut berperan pada perkembangan gangguan hipertensi. Seseorang yang mempunyai riwayat keluarga sebagai pembawa (carrier) hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk terkena hipertensi. Faktor genetic menyumbang 30% terhadap perubahan tekanan pada populasi yang berbeda. Sebanyak 50 gen telah diketahui mempunyai keterkaitan dengan hipertensi.perubahan gaya hidup seperti pola asupan makanan juga berperan penting dalam

9

Page 10: Hipertensi Esensial

terjadinya hipertensi pada keluarga. Gen yang berperan pada patofisiologi penyakit hipertensi adalah :

1. Gen simerik yang mengandung promotor gen 11β-hidroksilase dan gen urutan selanjutnya untuk memberi kode pada gen aldosterone sintase, sehingga menghasilkan produksi ektopik aldosterone.

2. Saluran natrium endotel yang sensitive terhadap amilorid yang terdapat pada tubulus pengumpul. Mutasi gen ini menyebabkan peningkatan aktivitaas aldosterone, penekanan system renin plasma dan hypokalemia.

3. Kerusakan gen 11β-hidroksilase dehydrogenase menyebabkan sirkulasi konsentrasi kortisol normal untuk mengaktifkan reseptor mineralokortikoid, sehingga menyebabkan sindrom kelebihan mineralokortikoid.

6.8 Faktor Intrauterine

Hipertensi pada remaja dipengaruh oleh berat badan saat lahir. Bukti menunjukan bahwa kebanyakan bayi dengan berat badan rendah dapat mengalami hipertensi pada masa remaja dan dewasanya dan biasanya terkait dengan beberapa ketidknormalan metabolit seperti diabetes mellitus, hyperlipidemia dan obesitas. Bayi dengan berat badan lahir rendah uang lahir dari ibu yang mempunyai tekanan darah di atas rata-rata selama kehamilan juga dapat menderita hipertensi.

6.9 Ginjal, obesitas dan hipertensi

Tekanan ginjal natriuresis memegang peranan penting dalam pathogenesis hipertensi. Penelitian menunjukan pada hipertensi kronis terdapat gangguan tekanan natriuresis. Pencegahan tekanan natriuresis dengan mengatur tekanan perfusi ginjal dapat mencegah ketidak seimbangan natrium dan karenanya mencegah hipertensi.

Terdapat penelitian yang menunjukan bahwa kelebihan berat badan dan obesitas memegang peranan penting dalam patofisiologi hipertensi. Hipertensi terkait dengan obesitas disertai gangguan tekanan natriuresis. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan reabsorpsi natrium akibat kecepatan filtrasi glomerular dan aliran plasma ginjal yang meningkat.

Pada obesitas yang berkepanjangan terdapat kerusakan glomerular dan gangguan tekanan natriuresis ginjal akibat peningkatan tekanan arteri, vasodilatasi ginjal, hiperfiltrasi glomelrular, dan aktivitas neurohumoral. Kesemuanya ini mengakibatkan terjadinya pengurangan fungsi ginjal dan hipertensi yang lebih hebat.

Reabsorpsi natrium terkait dengan penambahan berat badan adalah akibat :

1. Peningkatan aktivitas simpatik ginjal2. Aktivasi system renin-angiotensin3. Perubahan fisiologi didalam ginjal.

7. Kerusakan Organ Target 3

10

Page 11: Hipertensi Esensial

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi adalah :

1. Jantunga. Hipertrofi ventrikel kirib. Angina atau Infark miokardc. Gagal jantung

2. Otaka. Stroke atau Transien Ischemic Attack

3. Penyakit ginjal kronis4. Penyakit arteri perifer5. Retinopati

Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor AT1 angiotensin II, stress oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factors-β (TGF- β).

Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah, akan memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbiditas dan mortalitas pasien hipertensi terutama disebabkan oleh timbulnya penyakit kardiovaskuler.

Faktor resiko penyakit kardiovaskular pada pasien hipertensi antara lain adalah :

1. Merokok2. Obesitas3. Kurangnya aktivitas4. Dyslipidemia5. Diabetes mellitus6. Mikroalbuminuria atau perhitungan LFG < 60 ml/menit7. Umur ( laki-laki >55 tahun, perempuan 65 tahun)8. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskular premature (laki-laki <55

tahun, perempuan < 65 tahun)

Pasien dengan prehipertensi beresiko mengalami peningkatan tekanan darah menjadi hipertensi; mereka yang tekanan darahnya berkisar antara 130-139/80-89 mmHg dalam sepanjang hidupnya akan memiliki dua kali resiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskular dari pada yang tekanan darahnya lebih rendah.

Pada orang yang berumur lebihh dari 50 tahun, tekanan darah sistolik >140 mmhg merupakan faktor resiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dari pada yang tekananan diastolic :

11

Page 12: Hipertensi Esensial

1. Resiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darag 115/75 mmHg, meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg.

2. Resiko penyakit kardiovaskular bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari faktor resiko lainnya.

3. Individu berumur 55 tahun memiliki 90% resiko untuk mengalami hipertensi.

8. EVALUASI HIPERTENSI

Evaluasi pada pasien penyakit hipertensi bertujuan untuk :

1. Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskular lainnya atau menilai adanya penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan menentukan pengobatan.

2. Mencari penyebab kenaikan tekanan darah.3. Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskular.

Evalusi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.

Anamnesis meliputi :

1. Lama penderita hipertensi dan derajat tekanan darah2. Indikasi adanya hipertensi sekunder

a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjalb. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuria, pemakaian obat-

obat analgesic dan obat bahan lain.c. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasid. Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)

3. Faktor- fakto resikoa. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasienb. Riwayat hyperlipidemia pada pasien atau keluarganyac. Riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarganyad. Kebiasaan merokoke. Pola makanf. Kegemukan, intensitas olah ragag. Kepribadian

4. Gejala kerusakan organa. Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, TIA, deficit

sensoris atau motorisb. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kakic. Ginjal : haus, polyuria, nokturia, hematuriad. Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten

5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya

12

Page 13: Hipertensi Esensial

6. Faktor- faktor pribadi, keluarga dan lingkungan

Pemeriksaan fisik selain memeriksa tekanan darah, juga untuk mengevaluasi adanya penyakit penyerta, kerusakan organ target serta kemungkinan adanya hipertensi sekunder.

Pengukuran tekanan darah :

1. Pengukuran dikamar pemeriksa2. Pengukuran 24 jam (ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM)3. Pengukuran sendiri oleh pasien

Pengukuran di kamar pemeriksa dilakukan pada posisi duduk di kursi setelah pasien istirahat selama 5 menit, kaki di lantai dan lengan pada posisi setinggi jantung. Ukuran dan peletakan manset ( panjang 12-13 cm, lebar 35 cm untuk standar orang dewasa) dan stetoskop harus benar (gunakan suara Korotkoff fase I dan V untuk penentuan sistolik dan diastolic). Pengukuran dilakukan dua kali, dengan sela antara 1 sampai 5 menit, pemgukuran tambahan dilakukan jika hasil kedua pengukuran sebelumnya sangat berbeda. Konfirmasi pengukuran pada lengan kontralateral dilakukan pada kunjungan pertama dan jika didapatkan kenaikan tekanan darah. Pengukuran denyut jantung dengan menghitung nadi (30 detik) dilakukan saat duduk segera sesudah pengukuran tekanan darah. Untuk orang usia lanjut, diabetes dan kondisi lain dimana diperkirakan ada hipotensi ortostatik, perlu dilakukan juga pengukuran tekanan darah pada posisi berdiri.

Beberapa indikasi pengukuran ABPM antara lain :

1. Hipertensi yang borderline atau yang bersifat episodic2. Hipertensi office atau white coat3. Adanya disfungsi saraf otonom4. Hipertensi sekunder5. Sebagai pedoman dalam pemilihan jenis obat antihipertensi6. Tekanan darah yang resisten terhadap pengobatan antihipertensi7. Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan antihipertensi

Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari :

1. Tes darah rutin2. Glukosa darah ( sebaiknya puasa)3. Kolesterol total serum4. Kolesterol LDL dan HDL serum5. Trigliserida serum (puasa)6. Asam urat serum 7. Kreatinin serum8. Kalium serum9. Hemoglobin dan hematocrit10. Urinalisis11. Elektrokardiogram

13

Page 14: Hipertensi Esensial

9. PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah

1. Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi (diabetes, gagal

ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg

2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular

3. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria

Selain pengobatan hipertensi, pengpobatan terhadap faktor resiko atau kondisi penyerta

lainnya seperti diabetes mellitus atau dyslipidemia juga dilaksanakan hingga mencapai

mencapai target terapi masing-masing kondisi.

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi

nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua penderita hipertensi dengan tujuan

menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor resiko serta penyakit penyerta

lainnya.

Terapi nonfarmakologis berupa :

1. Menghentikan merokok

2. Menurunkan berat badan berlebihan

3. Menurunkan konsumsi alcohol berlebih

4. Latihan fisik

5. Menurunkan asupan garam

6. Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak.

14

Page 15: Hipertensi Esensial

Terapi Farmakologis berupa :

Obat-obat antihipertensi meliputi Diuretik, penghambat system adrenergic, vasodilator, penghambat system-renin-angiotensin, antagonis kalsium.

1. Diuretik

Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibtanya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretic juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Efek ini diduga kuat akibat penurunan natrium di ruang interstitial dan di dalam sel otot polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat influks kalsium. Hal ini terlihat jelas pada diuretic tertentu seperti golongan tiazid yang mulai menunjukan efek hipotensif pada dosis kecil sebelum timbulnya diuresis yang nyata. Pada pemberian kronik curah jantung akan kembali normal, namun efek hipotensif masih tetap ada. Efek ini diduga akibat penurunan resistensi perifer.

A. Golongan Tiazid

Terdapat beberapa golongan obat yang termasuk golongan tiazid antara lain hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid dan diuretic lain yang memiliki gugus aryl-sulfonamida (indapamid dan klortalidon). Obat golongan ini bekerja dengan menghambat transport bersama (symport) Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl- meningkat.

15

Page 16: Hipertensi Esensial

B. Diuretik Kuat (Loop Diuretics, Ceiling Diuretics)

Diuretik kuat bekerja di ansa henle asenden begian epitel tebal dengan cara menghambat kontransport Na+ ,K+, Cl- dan menghambat resorpsi air dan elektrolit. Mula kerjanya lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat dari golongan tiazid, oleh karena itu diuretic kuat jarang digunakan sebagai antihipertensi, kecuali pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >2,5 mg/dl) atau gagal jantung.

Termasuk dalam golongan diuretic kuat antara lain furosemide, torasemid, bumetamid dan asam etakrinat. Waktu paruh diuretic kuat umunya pendek sehingga diperlukan 2 atau 3 kali sehari.

Efek samping diuretic kuat hampir sama dengan tiazid, kecuali bahwa diuretic kuat menimbulkan hiperkalsiuria dan menurunkan kalsium darah, sedangkan tiazid meninmbulkan hipokalsiuria dab meningkatkan kalsium darah.

C. Diuretik Hemat Kalium

Amirolid, triamterene dan spironolakton merupakan diuretic lemah. Penggunaannya terutama diuretic lemah. Penggunaannya terutama dalam kombinasi dengan diuretic lain intik mencegah hypokalemia. Diuretic hemat kalium dapat menimbulkan hyperkalemia bila diberikan pada pasien dengan gagal ginjal atau bila kombinasi dengan ACEI, ARB, β-blocker, AINS atau dengan suplemen kalium. Penggunaan harus dihindarkan bila kreatinin serum >2,5mg/dl.

Spirolakton merupakan antagonis aldosterone sehingga merupakan obat yang tepilih pada hiperaldosteronisme primer (Sindrom Conn). Obat ini sangat berguna pada pasien dengan hiperurisemia, hypokalemia dan dengan intoleransi glukosa. Berbeda dengan golongan tiazid, spirolakton tidak mempengaruhi kadar Ca++ dan gula darah.

Efek samping spirolakton antara lain ginekomastia, mastodinia, gangguan menstruasi dan penurunan libido pada pria.

Obat Dosis (mg) Pemberian SediaanA. Diuretik

TiazidHidroklorotiazid 12,5-25 1 x sehari Tab 25 dan 50 mgKlortalidon 12,5-25 1 x sehari Tab 50 mgIndapamid 1,25-2,5 1 x sehari Tab 2,5 mgBendroflumetiazid 2,5-5 1 x sehari Tab 5 mgMetolazon 2,5-5 1 x sehari Tab 2,5; 5 dan 10 mgMetolazon rapid acting

0,5-1 1 x sehari Tab 0,5 mg

Xipamid 10-20 1 x sehari Tab 2,5 mgB. Diuretik

KuatFurosemid 20-80 2-3 x sehari Tab 40 mg, amp 20

mg

16

Page 17: Hipertensi Esensial

Torsemid 2,5-10 1-2 x sehari Tab 5, 10, 20, 100 mg, Ampul 10 mg/mL (2 dan 5 mL)

Bumetanid 0,5-4 2-3 x sehari Tab 0,5; 1 dan 2 mgAs. Etakrinat 25-100 2-3 x sehari Tab 25 dan 50 mg

C. Diuretik Hemat Kalium

Amilorid 5-10 1-2 x sehariSpirolakton 25-100 1 x sehari Tab 25 dan 100 mgTriamterene 25-300 1 x sehari Tab 50 dan 100 mg

2. Penghambat Sistem AdrenergikA. Penghambat Adrenoreseptor Beta (β-Blocker)

Mekanisme antihipertensi, berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian β-blocker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain :

1. Penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung

2. Hambatan sekresi renin di sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan produksi angiotensin II

3. Efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergic perifer dan peningkatan biosintesis prostasiklin.

Penurunan tekanan darah oleh β-blocker yang diberikan per oral berlangsung lambat. Efek ini mulai terlihat dalam 24 jam sampai 1 minggu setelah terapi dimulai, dan tidak diperoleh tekanan darah lebih lanjut stelah 2 minggu bila dosisnya tetap. Obat ini tidak menimbulkan hipotensi ortostatik dan tidak menimbulkan retensi air dan garam.

Penggunaan β-blocker digunakan sebagai obat tahap pertama pada hipertensi ringan sampai sedang terutama pada pasien dengan penyakit jantung coroner (khususnya sesudah infark miokard akut), pasien dengan aritmia supraventrikel dan ventrikel tanpai kelainan konduksi, dan pada pasien yang memerlukan antidepresan trisiklik atau amtipsikotik (karena efek antihipertensi β-blocker tidak dihambat oleh obat-obatan tersebut). Β-blocker lebih efektif pada pasien usia muda dan kurang efektif pada pasien usia lanjut.

Semua β-blocker di kontraindikasikan pada pasien asma bronkial atau PPOK karena dapat menyebabkan bronkospasme dan β-blocker dapat menyebabkan bradikardia, blockade AV, hambatan nodus SA. Β-blocker merupakan obat yang paling baik untuk hipertensi dengan angina stabil kronik.

17

Page 18: Hipertensi Esensial

B. Penghambat Adrenoreseptor Alfa (α-blocker)

Hanya α-blocker yang selektif menghambat reseptor alfa -1 yang digunakan sebagai antihipertensi. α-blocker non selektif kurang efektif sebagai antihipertensi karena hambatan reseptor α2 di ujung saraf adrenergic akan meningkatkan pengelepasan norepinefrin dan meningkatkan aktivitas simpatis.

Mekanisme antihipertensi, hambatan reseptor α-1 menyebabkan vasodilatasi di ateriol dan venula sehingga menurunkan resistensi perifer. Di samping itu, venodilatasi menyebabkan aliran balik vena berkurang yang selanjutnya menurunkan curah jantung venodilatasi ini dapat menyebabkan hipotensi ortostatik terutama pada pemberian dosis awal, menyebabkan reflex takikardia dan peningkatan aktivitas renin plasma. Pada pemakaian jangka panjang reflex kompensasi ini akan hilang, sedangkan efek antihipertensi tetap bertahan

α-blocker memiliki beberapa keunggulan antara lain efek positif terhadapt lipid darah (menurunkan LDL, dan trigliserida, dan meningkatkan HDL) dan mengurangi resistensi insulin, sehingga cocok intuk pasien hipertensi dengan dyslipidemia dan/atau diabetes mellitus. α-blocker juga sangat baik untuk pasien hipertensi dengan hipertrofi prostat, karena hambatan reseptor α-1 akan merelaksasi otot polos prostat dan sfingter uretra sehingga mengurangi retensi urin. Obat ini juga memperbaiki insufisiensi vascular perifer, tidak mengganggu fungsi jantung, tidak mengganggu aliran darah ginjal dan tidak berinteraksi dengan AINS.

Efek samping, hipotensi ortostatik sering terjadi pada pemberian dosis awal atau pada peningkatan dosis, terutama dengan obat yang singkat seperti prazosin.gejalaya berupa pusing sampai sinkop. Sebaiknya gunakan dosis kecil dan diberikan sebelum tidur. Efek sampingnya sakit kepala, palpitasi, edema perifer, hidung tersumbat, mual dan lain-lain.

C. Adrenolitik Sentral

Metildopa, klonidin, guanfasin, guanabenz, moksinidin, rilmedin. Yang palimg sering digunakan adalah metildopa dan klonidin. Guanabenz dan guanfasin sudah jarang digunakan dan analog klonidin yaitu moksonidin dan rilmedin masih dalam penelitiann.

D. Penghambat Saraf Adrenergik

Reserpin, guanetidin, guanadrel

E. Penghambat Ganglion

18

Page 19: Hipertensi Esensial

Trimetafan, obat ini merupakan satu-satunya penghambat ganglion yang digunakan klinik, walaupun sudah semakin jarang. Kerjanya cepat dan singkat dan digunakan untuk menurunkan tekanan darah pada :

1. Hipertensi darturat, anuerisma aorta2. Untuk menghasilkan hipotensi yang terkendali selama operasi besar3. Vasodilator

Hidralazin, minoksidil dan diazoksid

4. Penghambat Sistem Renin-AngiotensinA. Penghambat Angiotensin-Converting Enzyme ( ACE-Inhibitor)

Kaptopril merupakan ACE-Inhibitor yang terutama dan banyak digunakan di klinik untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung. Secara umum ACE-Inhibitor dibedakan atas dua kelompok :

1. Yang bekerja langsung, contohnya kaptopril dan lisinopril2. Prodrug, contohnya enalapril, kuinapril, perindopril, ramipril, silazapril, benazepril,

fosinopril dan lain-lain.

Obat ini dalam tubuh diubah menjadi bentuk aktif. ACE-Inhibitor menghambat Angiotensin I menjadi Angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi fan penurunan sekresi aldosterone. Selain itu, degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi ACE-Inhibitor. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosterone akan menyebabkan eksresi air dan natrium dan retensi kalium.

Efek samping berupa hipotensi, batuk kering, hyperkalemia, rash, gagal ginjal akut, proteiunuria.

Perhatian dan kontraindikasi ACE-Inhibitor pada wanita hamil karena sifat teratogenik. Pemberian pada ibu menyusui juga kontraindikasi karena ACE-Inhibitor dieksresika melalui ASI dan berakibat buruk terhadap fungsi ginjal bayi.

Dalam JNC VII, ACE-Inhibitor diindikasikan untuk hipertensi dengan penyakit ginjal kronik. Namun harus berhati-hati terutama bila ada hyperkalemia karena akan memperberat.

B. Antagonis Reseptor Angiotensin II ( Angiotensin Receptor Blocker, ARB)

Reseptor Angiotensin II terdiri dari dua kelompok besar yaitu reseptor AT1 dan AT2. Reseptor AT1 terdapat utama di otot polos pembuluh darah dan di otot jantung, selain itu terdapat juga di ginjal, otak dan kelenjar adrenal. Reseptor AT1 memperantai semua efek

19

Page 20: Hipertensi Esensial

fisiologi Angiotensin II terutama sebagai homeostasis kardiovaskular. Reseptor AT2 terdapat di medulla adrenal dan mungkin juga SSP.

Losartan merupakan prototype obat golongan ARB yang bekerja selektif pada reseptor AT1. Pemberian obat ini akan menghambat semua efek Angiotensin II : vasokontriksi, sekresi aldosterone, rangsangan saraf simpatis, efek sentral Angiotensin II, stimulasi jantung, efek renal serta efek jangka panjang berupa hipertrofi otot polos pembuluh darah dan miokard. ARB menimbulkan efek yang mirip dengan ACE-Inhibitor tetapi tidak mempengaruhi metabolism bradikinin, maka tidak ada efek samping batuk kering dan angioedema.

ARB ssangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dengan kadar renin yang tinggi seperti hipertensi renovaskular dam hipertensi genetic, tapi kurang efektif pada hipertensi dengan aktivitas renin rendah.

Efek samping dan perhatian, hipotensi dapat terjadi pada pasien kadar renin tinggi seperti hipovolemia, gagal jantung, hipertensi renovaskular dan sirosi hepatis. Fetotoksik maka dari itu jangan diberikan pada wanita hamil. Kontraindikasi sama seperti ACE-Inhibitor.

5. Antagonis Kalsium

Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos, pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi ateriol , sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini sering diikuti oleh reflek takiradia dan vasokontriksi, terutama bila menggunakan golongan dihidropiridin kerja pendek (nifedipin).

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan JNC 7 :

1. Diuretika : terutama jenis Thiazide (thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo Ant)2. Beta Blocker (BB)3. Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)4. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)5. Angiotensin II Reseptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB)

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan

target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk

menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan

efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan

satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah

awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam

dosis rendah, dan kemudian darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya

20

Page 21: Hipertensi Esensial

adalah meningkatnya dosis obat tertentu, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan

rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik

tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat

antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi kombinasi dapat

meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat

yang harus diminum bertambah.

Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :

a. dan ACEI atau ARB

b. CCB dan BB

c. CCB dan ACEI atau ARB

d. CCB dan diuretika

e. AB dan BB

f. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.

21

Diuretika

CCB

ARBβ Bloker

α Bloker

ACEI

Page 22: Hipertensi Esensial

22

Page 23: Hipertensi Esensial

DAFTAR PUSTAKA

1. Gan Gunawan, Sulistia. Setiabudy, Rianto. Nafrialdi. Elysabeth. Farmakologi dan

Terapi. Edisi V. 2012. Bagian 21; Antihipertensi; p341-360.

2. Longo, Dan L. Kasper, Dennis L. Jameson, J Larry. Fauci, Anthony S. Hauser,

Stephen L. Loscalzo, Joseph. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18 th Edition.

2012. Chapter 247 ; Hipertensive vascular Disease.

3. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati,

Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi V . 2009. Bagian 169;Hipertensi

Esensial; p1079-1085.

4. Sani, Aulia. Hypertension Current Perspective.2008. p 7-30.5. Young, Vicent B. Kormos, William A. Chick, Davoren A. Goroll, Allan H.Blueprints

Medicine. 5th Edition. 2010. Chapter 8 ; Hypertension.

6. Ferri, Fred F. Color Atlas and Text of Clinical Medicine. 2009. Chapter 127;

hypertension.

7. Martin, Jeffery. The journal of Lancaster General Hospital. Volume 3. 2008.

Hypertension Guidelines : Revisting The JNC 7 Recommendations. p91-97.

8. Chobanian, Aram V. Baktris, Geogre L. Black, Henry R. Cushman, William C.

Green, Lee A. Izzo, Joseph L. W, Jones, Jr.Daniel W. Materson, Barry J. Oparil,

Suzanne. Wright, Jackson T. Rocella, Edward J. and National High Blood Pressures

Education Program Coordinating Committee. Seventh Report of The Joint National

Committee on Prevention, Detection, Evalution, and Treatment oh High Blood

Pressure.2013. Hypertension. Download from : http://hyper.ahajournals.org

23