hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

35
REFERAT Hipertensi dan Penatalaksanaannya menurut Joint National Committee (JNC) VIII Pembimbing: dr. Febie Chriestya, Sp. PD, M.Sc. Penyusun: Keyne Christa Monintja 2013-061- 111 Angelina 2013-061-

description

referat

Transcript of hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

Page 1: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

REFERAT

Hipertensi dan Penatalaksanaannya menurut

Joint National Committee (JNC) VIII

Pembimbing:

dr. Febie Chriestya, Sp. PD, M.Sc.

Penyusun:

Keyne Christa Monintja 2013-061-111

Angelina 2013-061-112

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta

Periode 26 Oktober – 9 Januari 2015

Page 2: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan

rahmatnya penulis dapat menyelesaikan refrat ini. Referat dengan judul “Hipertensi dan

Penatalaksanaannya menurut Joint National Committee (JNC) VIII” ini merupakan salah satu

tugas pada kepaniteraan klinik penulis dalam Ilmu Penyakit Dalam di RS Atma Jaya,

Jakarta..

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Febie Chriestya, Sp.PD, M.Sc

sebagai pembimbing dalam referat ini yang telah meluangkan waktunya untuk menuntun

penulis dalam penyusunan dan presentasi referat ini. Tidak lupa penulis juga menyampaikan

terima kasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu dan mendukung penulis dalam

proses pembuatan referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih memiliki kekurangan. Karena itu, penulis

mohon maaf apabila terdapat kesalahan-kesalahan yang masih terdapat dalam referat ini.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat berguna untuk memperbaiki kekurangan

dalam referat penulis di kemudian hari.

Akhir kata penulis berharap agar referat ini dapat bermanfaat bagi perkembangan

dunia kedokteran dan menambah pengetahuan mengenai hipertensi dan penatalaksanaannya.

Atas perhatian dan waktu yang diberikan, kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, 15 November 2015

Penulis

ii

Page 3: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................................................i

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI .....................................................................................................................iii

DAFTAR TABEL .............................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................2

2.1 Definisi..............................................................................................................2

2.2 Etiologi..............................................................................................................2

2.3 Klasifikasi.........................................................................................................2

2.3 Faktor Risiko.....................................................................................................3

2.4 Patofisiologi......................................................................................................7

2.5 Diagnosis...........................................................................................................9

2.6 Tatalaksana......................................................................................................11

2.7 Komplikasi......................................................................................................17

BAB III KESIMPULAN...............................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................19

DAFTAR TABEL

iii

Page 4: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

Halaman

Tabel 1 Klasifikasi hipertensi.........................................................................................2

Tabel 2 Batasan kadar lipid dalam darah.......................................................................6

Tabel 3 Pemeriksaan penunjang sebagai evaluasi awal...............................................11

Tabel 4 Obat anti hipertensi beserta dosisnya..............................................................14

Tabel 5 Strategi penggunaan obat anti hipertensi........................................................14

DAFTAR GAMBAR

iv

Page 5: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

Halaman

Gambar 1 Faktor risiko hipertensi.....................................................................................1

Gambar 2 Patofisiologi hipertensi.....................................................................................7

Gambar 3 Peran natrium dan kalium dalam patofisiologi hipertensi................................8

Gambar 4 Algoritma tatalaksana hipertensi pada dewasa...............................................13

v

Page 6: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan kondisi yang paling umum ditemukan dalam praktik pelayanan

primer. Pada tahun 2008 terdapat 40% orang dewasa berusia 25 tahun ke atas yang tersebar di

seluruh dunia, didiagnosis dengan hipertensi. Angka ini telah meningkat sejak tahun 1980

sebesar 600 juta hingga tahun 2008 mencapai 1 milyar.1 Di Indonesia sendiri, prevalensi

penderita hipertensi tahun 2008 yang berusia 25 tahun ke atas sebesar 41%. Angka ini

menempati peringkat kedua tertinggi di daerah Asia Tenggara setelah negara Myanmar.2

Peningkatan prevalensi hipertensi dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi, usia, serta

perilaku sebagai faktor risiko seperti diet tidak sehat, penggunaan alkohol yang

membahayakan, kurangnya aktivitas fisik, berat badan yang berlebiha dan paparan terhadap

stress secara persisten. 1 Tingginya tekanan pada pembuluh darah menyebabkan jantung harus

bekerja lebih keras dalam usahanya untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Apabila kondisi

ini tidak diatasi maka hipertensi dapat menuju pada serangan jantung, pembesaran jantung

dan pada akhirnya kegagalan jantung. Tingginya tekanan pembuluh darah dapat juga

menyebabkan darah bocor ke dalam otak, menjadi stroke. Hipertensi juga dapat

menyebabkan kegagalan ginjal, kebutaan, ruptur tekanan darah, dan gangguan kognitif.1

Selama lebih dari 30 tahun terakhir telah dilakukan upaya dalam meningkatkan

kesadaran, pencegahan, penatalaksanaan terhadap hipertensi mengingat kontribusi penyakit

ini dalam angka kematian. Sejak publikasi pertama tahun 1997 lalu, kini di tahun 2013,

kembali dipublikasikan sebuah pedoman penatalaksanaan hipertensi pada dewasa (2014

Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults, Report

From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8)) yang

dibuat oleh para ahli berdasarkan systemtic review dan uji klinis.,. Pedoman ini menyediakan

pendekatan berbasis bukti dalam rekomendasi, target serta terapi penatalaksanaan hipertensi

pada dewasa yang sesuai bagi petugas pelayanan primer.3

Oleh karena itu, dalam referat ini akan dibahas mengenai hipertensi serta butir-butir

rekomendasi pengelolaan penyakit hipertensi yang tercantum dalam JNC 8, sebagai upaya

pendekatan diagnosis dan penatalaksanaan sesuai standar kompetensi dokter pelayanan

primer.

1

Page 7: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan pembuluh darah yang persisten ditandai

dengan tekanan sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥90 mmHg.4

1.2 Etiologi

Berdasarkan penyebabnya, 80-95% penderita hipertensi digolongkan sebagai hipertensi

primer atau esensial yaitu ketika penyebab hipertensi tidak dapat diidentifikasi (idiopatik) dan

sebagian besar merupakan interaksi yang kompleks antara genetik dan interaksi lingkungan.5

Sementara itu 5-20% lainnya digolongkan sebagai hipertensi sekunder, yang diakibatkan

adanya penyakit yang mendasari seperti gangguan ginjal, gangguan adrenal,penyempitan

aorta, obstructive sleep apneu, gangguan neurogenik, endokrin, dan obat-obatan.4

1.3 Klasifikasi

Penentuan derajat hipertensi dilakukan berdasarkan rata-rata dari dua atau lebih

pengukuran tekanan darah (dalam posisi duduk) selama dua atau lebih kunjungan pasien

rawat jalan.6 Klasifikasi hipertensi dapat dilihat dalam Tabel 1.

KlasifikasiTekanan darah sistolik

(mmHg)

Tekanan darah

diastolik (mmHg)

Normal < 120 dan < 80

Pre-hipertensi 120 – 139 atau 80 -89

Hipertensi tingkat 1 140 –159 atau 90 – 99

Hipertensi tingkat 2 ≥ 160 atau ≥ 100

Tabel 1. Klasifikasi hipertensi4

2

Page 8: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

1.4 Faktor risiko

Terdapat beberapa gaya hidup yang berperan sebagai faktor risiko berkembangnya

hipertensi, termasuk diantaranya adalah: konsumsi makanan yang mengandung banyak garam

dan lemak, sedikit sayur dan buah, penggunaan alkohol hingga di tingkat yang

membahayakan, kurangnya aktivitas disik, serta pengelolaan stress yang rendah. Gaya hidup

tersebut juga sangat dipengaruhi oleh kondisi pekerjaan dan kehidupan individu.1

Faktor risiko di atas, lebih lanjut lagi dapat dibedakan menjadi dua yakni faktor yang dapat

dan tidak dapat dikendalikan.

I. Faktor yang tidak dapat dikendalikan

a. Usia

Risiko kejadian hipertensi akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada

umur 25-44 tahun prevalensi hipertensi sebesar 29%, pada umur 45-64 tahun

sebesar 51% dan pada umur >65 Tahun sebesar 65%. Penelitian Hasurungan pada

lansia menemukan bahwa dibanding umur 55-59 tahun, pada umur 60-64 tahun

terjadi peningkatan risiko hipertesi sebesar 2,18 kali,umur 65-69 tahun 2,45 kali dan

umur >70 tahun 2,97 kaliMeskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun

paling sering dijumpai pada orang berusia >35 tahun. Prevalensi hipertensi

dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 %

diatas umur 65 tahun. Peningkatan tekanan darah dapat terjadi seiring dengan

3

Faktor sosial

GlobalisasiUrbanisasiUsiaPendapatanPendidikan

Gaya hidup

Diet tidak sehatRokokAlkoholKurangnya aktivitas

Metabolik

Tekanan darah tinggiObesitasDiabetesPeningkatan kadar lemak darah

Gambar 1. Faktor risiko hipertensi1

Page 9: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

bertambahnya usia, disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar,

sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih

kaku.7,8

b. Jenis Kelamin

Prevalensi hipertensi lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita, dengan

peningkatan risiko sebesar 2 kali lipat untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria

lebih banyak mengalami kemungkinan hipertensi dari pada wanita,seringkali dipicu

oleh perilaku tidak sehat (merokok dan konsumsi alkohol), depresi dan rendahnya

status pekerjaan, perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran.7

c. Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi akan meningkatkan risiko

kejadian hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki

hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika

kedua orang tua menderita hipertensi, kemungkinan anaknya menderita hipertensi

sebesar 45%, sedangkan jika hanya salah satu dari orang tuanya yang menderita

hipertensi maka kemungkinan anaknya menderita hipertensi sebesar 30%.8

d. Genetik

Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya

kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel telur)

daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat

genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa

intervensi terapi, akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu

sekitar 30-50 tahun akan timbul manifestasi klinis.8

II. Faktor yang dapat dikendalikan

a. Kebiasaan Merokok

Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok dengan

peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Semakin lama seseorang

merokok dan semakin banyak rokok yang dihisap maka kejadian hipertensi akan

semakin meningkat. Seseorang yang menghisap lebih dari satu pak rokok sehari

meningkatkan risiko kejadian hipertensi 2 kali lipat daripada mereka yang tidak.

4

Page 10: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui

rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh

darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi. Selain itu

merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai

ke otot jantung. Merokok pada penderta hipertensi akan semakin meningkatkan

risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri.9

b. Konsumsi Garam

Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi.

Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam

yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari akan mengurangi risiko

kejadian hipertensi, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram perhari

prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap

timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan

tekanan darah.

Garam menyebabkan retensi cairan dalam tubuh, sehingga akan meningkatkan

volume dan tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau

kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar

7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan

tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.9

c. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol

Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Mekanisme peningkatan tekanan

darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol

dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan

dalam menaikkan tekanan darah.9,10

d. Olahraga

Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena

meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung

mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya

harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung

harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.10

e. Psikososial dan stress

5

Page 11: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

Stress atau ketegangan jiwa dapat merangsang kelenjar adrenal melepaskan hormon

adrenalin dan memicu jantung berdenyut lebih cepat dan kuat, sehingga

meningkatkan tekanan darah. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus maka

tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis

atau perubahan patologis.10

f. Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia

Kelainan metabolisme lemak (lipid) ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol

total, trigliserida, kolesterol LDL dan atau penurunan kolesterol HDL darah.

Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang

mengakibatkan peningkatan resistensi perifer sehingga meningkatkan tekanan

darah.10

Tabel 2. Batasan kadar lipid dalam darah10

g. Obesitas

6

Komponen Lipid Batasan (mg/dl) Klasifikasi

Kolesterol total <200 Yang diinginkan

200-239 Batas tinggi

>240 Tinggi

Kolesterol LDL <100 Optimal

100-129 Mendekati optimal

130-159 Batas tinggi

160-189 Tinggi

>190 Sangat tinggi

Kolesterol HDL <40 Rendah

>60 Tinggi

Trigliserida <150 Normal

150-199 Batas tinggi

200-499 Tinggi

>500 Sangat tinggi

Page 12: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam

indeks massa tubuh (body mass index) Berat badan dan indeks massa tubuh

berkorelasi dengan tekanan darah. Obesitas tidak menyebabkan hipertensi, namun

prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Orang dengan obesitas memiliki

risiko 5 kali lipat lebihbesar untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan orang

dengan berat badan yang normal. .Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran

mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan

risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin

banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan

tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi

meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan

berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam

darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.10

1.5 Patofisiologi\

Gambar 2. Patofisiologi hipertensi11

Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi dilakukan

oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan resistensi vaskular (peripheral

vascular resistance). Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh

interaksi dari berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan

abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung

dan / atau ketahanan periferal.11

Cardiac output berhubungan dengan hipertensi, peningkatan cardiac output secara logis

timbul dari dua jalur, yaitu baik melalui peningkatan cairan (preload) atau peningkatan

7

Page 13: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

kontraktilitas dari efek stimulasi saraf simpatis. Tetapi tubuh dapat mengkompensasi agar

cardiac output tidak meningkat yaitu dengan cara meningkatkan resistensi perifer. 11

Selain itu konsumsi natrium berlebih dapat menyebabkan hipertensi karena peningkatan

volume cairan dalam pembuluh darah dan preload, sehingga meningkatkan cardiac output.11

Gambar 3. Peran natrium dan kalium dalam patofisiologi hipertensi12

1.6 Diagnosis

Evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan:

1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.

2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya penyakit,

serta respon terhadap pengobatan.

3. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit penyerta,

yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan pengobatan.13

Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Peninggian

tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi sehingga

diperlukan pengukuran tekanan darah yang akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil

pengukuran seperti faktor pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.10

1.6.1 Anamnesis

Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya,

riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner,

penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga,

gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan

(seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan

8

Page 14: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

keluarga, pekerjaan, dan lain-lain). Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran

tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang di

kontrolateralnya.10

1.6.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan bentuk tubuh, termasuk berat dan

tinggi badan. Pada pemeriksaan awal, tekanan darah diukur pada kedua lengan, dan

dianjurkan pada posisi terlentang, duduk, dan berdiri sehingga dapat mengevaluasi

hipotensi postural. Pasien yang berusia kurang dari 30 tahun sebaiknya juga diukur

tekanan arterinya di ekstremitas bawah, setidaknya satu kali. Laju nadi juga dicatat.6

Palpasi leher dilakukan untuk meraba pembesaran tiroid dan penilaian terhadap

tanda hipo- atau hipertiroid serta memeriksa adanya distensi vena. Pemeriksaan pembuluh

darah dapat menggambarkan penyakit pembuluh darah dan sebaiknya mencakup

funduskopi, auskultasi untuk mencari bruit pada arteri karotis dan arteri femoralis serta

palpasi pada pulsasi femoralis dan kaki. Retina merupakan jaringan yang arteri dan

arteriolnya dapat diperiksa secara langsung. Seiring dengan peningkatan derajat beratnya

hipertensi dan penyakit aterosklerosis, terjadi perubahan progresif pada pemeriksaan

funduskopi, yaitu adanya peningkatan refleks cahaya arteriol, defek pertukaran

arteriovenosus, hemoragik, eksudat, dann pada pasien dengan hipertensi maligna dapat

ditemukan papiledema. 6

Pemeriksaan pada jantung dapat menunjukkan abnormalitas dari laju dan ritme

jantung, peningkatan ukuran, heave perikordial, murmur serta bunyi jantung ketiga dan

keempat. Pembesaran jantung kiri dapat dideteksi dengan iktus kordis yang membesar

dan bergeser ke lateral. Pemeriksaan paru dapat ditemukan rhonki basah halus dan tanda

bronkospasme.Pemeriksaan abdomen untuk menemukan adanya bruit renal atau

abdominal, pembesaran ginjal atau adanya pulsasi aorta yang abnormal. Bruit abdomen,

khususnya bruit yang lateralisasi dan melebar sepanjang sistol ke diastol, meningkatkan

kemungkinan adanya hipertensi renovaskular. Dilakukan juga pemeriksaan pada

ekstremitas untuk mengevaluasi edema atau hilangnya pulsasi arteri perifer. Pemeriksaan

fisik sebaiknya termasuk pemeriksaan saraf.6,14

Cara pemeriksaan tekanan darah10

a) Pengukuran tekanan darah yang umum dilakukan menggunakan alat tensi meter yang

dipasang/dihubungkan pada lengan pasien dalam keadaan duduk bersandar, berdiri

9

Page 15: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

atau tiduran. Penurunan lengan dari posisi hampir mendatar (setinggi jantung) ke

posisi hampir vertikal dapat menghasilkan kenaikan pembacaan dari kedua tekanan

darah sistolik dan diastolik.

b) Untuk mencegah penyimpangan bacaan sebaiknya pemeriksaan tekanan darah dapat

dilakukan setelah orang yang akan diperiksa beristirahat selama 5 menit. Bila perlu

dapat dilakukan dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 sampai 20 menit pada

sisi kanan dan kiri. Ukuran manset dapat mempengaruhi hasil.

c) Sebaiknya lebar manset 2/3 kali panjang lengan atas. Manset sedikitnya harus dapat

melingkari 2/3 1engan dan bagian bawahnya harus 2 cm di atas daerah lipatan lengan

atas untuk mencegah kontak dengan stetoskop.

d) Balon dipompa sampai di atas tekanan sistolik, kemudian dibuka perlahan-lahan

dengan kecepatan 2-3 mmHg per denyut jantung. Tekanan sistolik dicatat pada saat

terdengar bunyi yang pertama (Korotkoff I), sedangkan tekanan diastolik dicatat pada

bunyi yang kelima (Korotkoff V).

1.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang sebagai evaluasi inisial pada penderita hipertensi meliputi

pengurukan funsi ginjal, elektrolit serum, glukosa puasa, dan lemak dapat diulang

kembali setelah pemberian agen antihipertensi dan selanjutnya sesuai dengan indikasi

klinis. Pemeriksaan laboratorium ekstensif diperlukan pada pasien dengan hipertensi yang

resisten terhadap obat dan ketiga evaluasi klinis mengarah pada bentuk kedua dari

hipertensi. 6,14

Sistem Pemeriksaan

Ginjal Urinanalisis mikroskopik, eksresi albumin, serum BUN

dan/atau kreatinin

Endokrin Serum natrium, kalium, kalsium, dan TSH

Metabolik Glukosa puasa atau HbA1c, profil lipid (kolesterol

total, HDL dan LDL, trigliserida)

Lainnya Darah lengkap, rontgen dan elektrokardiogram

Tabel 3. Pemeriksaan Penunjang sebagai evaluasi awal6,14

10

Page 16: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

1.7 Tatalaksana

1.7.1 Tatalaksana Farmakologis

Terdapat beberapa rekomendasi menurut JNC VIII untuk menangani hipertensi,

beberapa rekomendasi tersebut antara lain:

Rekomendasi 1: Pada populasi umum, terapi farmakologik mulai diberikan jika

tekanan darah sistolik ≥150 mmHg atau jika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg pada

kelompok usia ≥60 tahun dengan target terapi adalah tekanan darah sistolik <150

mmHg dan tekanan darah diastolik <90 mmHg.

Rekomendasi 2: Pada kelompok usia < 60 tahun, terapi farmakologik mulai diberikan

jika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan darah

diastolik <90 mmHg (untuk kelompok usia 30-59 tahun).

Rekomendasi 3: Pada kelompok usia <60 tahun, terapi farmakologik mulai diberikan

jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dengan target terapi adalah tekanan darah

sistolik <140 mmHg.

Rekomendasi 4: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis terapi

farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan

darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan darah sistolik <140

mmHg dan tekanan darah diastolic <90 mmHg.

Rekomendasi 5: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan diabetes melitus terapi

farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan

darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan darah sistolik <140

mmHg dan tekanan darah diastolic <90 mmHg.

Rekomendasi 6: Pada populasi bukan kulit hitam, termasuk penderita diabetes

melitus, terapi inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide, penghambat kanal

kalsium, angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEI) atau angiotensin receptor

blocker (ARB).

Rekomendasi 7: Pada populasi kulit hitam, termasuk penderita diabetes melitus terapi

inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide atau penghambat kanal kalsium.

Rekomendasi 8: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis terapi

antihipertensi harus menggunakan ACEI atau ARB untuk memperbaiki outcomepada

ginjal. (Terapi ini berlaku untuk semua pasien gagal ginjal kronis dengan hipertensi

tanpa memandang ras ataupun penderita diabetes melitus atau bukan.)

Rekomendasi 9: Tujuan utama dari penanganan hipertensi adalah untuk mencapai dan

mempertahankan tekanan darah yang ditargetkan. Apabila target tekanan darah tidak

11

Page 17: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

tercapai setelah 1 bulan pengobatan maka dosis obat harus ditingkatkan atau

ditambahkan dengan obat lainnya dari golongan yang sama (golongan diuretic-

thiazide, CCB, ACEI, atau ARB). Jika target tekanan darah masih belum dapat

tercapai setelah menggunakan 2 macam obat maka dapat ditambahkan obat ketiga

(tidak boleh menggunakan kombinasi ACEI dan ARB bersamaan). Apabila target

tekanan darah belum tercapai setelah menggunakan obat yang berasal dari

rekomendasi 6 karena ada kontraindikasi atau diperlukan >3 jenis obat untuk

mencapai target tekanan darah maka terapi antihipertensi dari golongan yang lain

dapat digunakan.3

12

Page 18: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

Gambar 4. Algoritma tatalaksana hipertensi pada dewasa3

Untuk terapi farmakologis, berikut adalah beberapa jenis obat serta dosisnya yang

dapat digunakan.

Tabel 4. Obat anti hipertensi beserta dosisnya3

13

Page 19: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

Tabel 5. Strategi penggunaan obat anti hipertensi3

1.7.2 Tatalaksana Non Farmakologis

Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum penambahan

obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh seorang yang sedang dalam

terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang terkontrol, pendekatan nonfarmakologis ini

dapat membantu pengurangan dosis obat pada sebagian penderita. Oleh karena itu,

modifikasi gaya hidup merupakan hal yang penting diperhatikan, karena berperan dalam

keberhasilan penanganan hipertensi. Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi

beberapa hal:

I. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.

Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi

karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat

meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu pengurangan makanan berlemak dapat

menurunkan risiko aterosklerosis.

Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengurangi asupan

alkohol. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, sampai pengurangan sekitar 10

kg berat badan berhubungan langsung dengan penurunan tekanan darah rata-rata 2-3

mmHg per kg berat badan.15

II. Olahraga dan aktifitas fisik

Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan aktifitas fisik

teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan menjaga kebugaran tubuh.

Olahraga seperti jogging, berenang baik dilakukan untuk penderita hipertensi.

Dianjurkan untuk olahraga teratur, minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat

menurunkan tekanan darah walaupun berat badan belum tentu turun. Melakukan

aktivitas secara teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) diketahui

sangat efektif dalam mengurangi risiko relatif hipertensi hingga mencapai 19%

hingga 30%. Begitu juga halnya dengan kebugaran kardio respirasi rendah pada usia

paruh baya diduga meningkatkan risiko hipertensi sebesar 50%.

Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan perifer sehingga

dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat menimbulkan perasaan santai dan

mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Yang perlu

14

Page 20: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

diingat adalah bahwa olahraga saja tidak dapat digunakan sebagai pengobatan

hipertensi.16

III. Perubahan pola makan

a. Mengurangi asupan garam

Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya penurunan berat

badan dapat digunakan sebagai langkah awal pengobatan hipertensi. Nasihat

pengurangan asupan garam harus memperhatikan kebiasaan makan pasien,

dengan memperhitungkan jenis makanan tertentu yang banyak mengandung

garam. Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak

menambahkan garam pada waktu makan, memasak tanpa garam, menghindari

makanan yang sudah diasinkan, dan menggunakan mentega yang bebas garam.

Cara tersebut diatas akan sulit dilaksanakan karena akan mengurangi asupan

garam secara ketat dan akan mengurangi kebiasaan makan pasien secara drastis.16

b. Diet rendah lemak jenuh

Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang berkaitan

dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama

lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi

lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan

makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.16

c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah lemak.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral bermanfaat mengatasi

hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya dengan penurunan tekanan darah

arteri dan mengurangi risiko terjadinya stroke. Selain itu, mengkonsumsi kalsium

dan magnesium bermanfaat dalam penurunan tekanan darah. Banyak konsumsi

sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung banyak mineral, seperti seledri, kol,

jamur (banyak mengandung kalium), kacang-kacangan (banyak mengandung

magnesium). Sedangkan susu dan produk susu mengandung banyak kalsium.16

IV. Menghilangkan stress

Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau bahkan sudah

melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk menghilangkan stres

yaitu perubahan pola hidup dengan membuat perubahan dalam kehidupan rutin

sehari-hari dapat meringankan beban stres.13

15

Page 21: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

1.8 Komplikasi

I. Jantung

Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan kematian pada

pasien hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan hasil dari perubahan struktur

dan fungsi yang menyebabkan pembesaran jantung kiri disfungsi diastolik, dan gagal

jantung.6

II. Otak

Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan hemoragik otak.

Sekitar 85 % dari stroke karena infark dan sisanya karena hemoragik. Insiden dari

stroke meningkat secara progresif seiring dengan peningkatan tekanan darah,

khususnya pada usia > 65 tahun. Pengobatan pada hipertensi menurunkan insiden

baik stroke iskemik ataupun stroke hemorgik.6

III. Ginjal

Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering terjadi pada

renal insufficiency. Pasien dengan hipertensif nefropati, tekanan darah harus 130/80

mmHg atau lebih rendah, khususnya ketika ada proteinuria.6

1.9 Pencegahan

Pencegahan dan kontrol dari hipertensi membutuhkan dukungan politik sebagai peran

dari pemerintah dan para pembuat kebijakan. Petugas kesehatan, komunitas peneliti

akademis, lembaga masyarakat, sektor privat, serta keluarga dan penderita hipertensi sendiri

semuanya ikut berperan.

16

Page 22: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

BAB III

KESIMPULAN

Hipertensi merupakan penyakit yang sangat umum ditemui dan dikenal sebagai penyakit

kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah diatas normal. Faktor risiko untuk

terjadinya hipertensi dapat dibagi menjadi 2 yaitu faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor

yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis

kelamin, riwayat keluarga, dan faktor genetik. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi

tergantung dari gaya hidup pasien.

Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas

kardiovaskuler dan ginjal. Berdasarkan JNC VIII target tekanan darah adalah kurang dari

140/90 mmHg untuk kelompok usia >40 tahun dan kurang dari 150/90 mmHg untuk

kelompok usia >60 tahun. Terapi untuk hipertensi dapat dibagi menjadi 2 yaitu terapi

farmakologis dan terapi non farmakologis. Terapi non farmakologis antara lain mengurangi

asupan garam, olah raga, menghentikan rokok dan mengurangi berat badan, dapat dimulai

sebelum atau bersama-sama dengan obat farmakologi. Untuk terapi farmakologi beberapa

golongan obat yang dapat dipakai antara lain ACE inhibitor, angiotensin receptor blocker,

beta blocker, penghambat kanal kalsium, dan diuretik tipe thiazide. Penggunaan obat

antihipertensi dapat dikombinasikan ataupun dengan menaikkan dosis obat secara bertahap

sampai mencapai target tekanan darah.

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama penyebab gagal jantung, gagal ginjal

serta penyakit serebrovaskular.

17

Page 23: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO). A Global Brief on Hypertension: Silent Killer,

Global Public Health Crisis [Internet]. 2013 [diakses pada 15 November 2015]. Tersedia

dari: http://chronicconditions.thehealthwell.info/search-results/global-brief-

hypertension-silent-killer-global-public-health-crisis?source=relatedblock

2. Krishnan A, Garg R, Kahandaliyanage A. Hypertension in the South-East Asia Region:

an overview. Regional Health Forum. 2013; 17(1): 7-14.

3. James PA, Oparil S, Carter BL et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the

Management of High Blood Pressure in Adults Report From the Panel Members

Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA: 2013.

4. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, et al. Seventh

Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and

Treatment of High Blood Pressure. Hypertension. 2003; 42: 1206–52.

5. Cowley AW Jr. The genetic dissection of essential hypertension. Nat Rev Genet. 2006

Nov; 7(11):829–40. [PMID: 17033627].

6. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s principles of internal medicine 17th edition.

New York: McGrawHill: 2008.

7. Setiawan, Zamhir. Karakteristik sosiodemografi sebagai faktor resiko hipertensi studi

ekologi di pulau Jawa tahun 2004 [Tesis].Jakarta: Program Studi Epidemiologi Program

Pasca Sarjana FKM-UI; 2006.

8. Hasurungan, JA.Faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada lansia di Kota

Depok tahun 2002 [Tesis]. Jakarta:Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Indonesia; 2002.

9. Thomas M. Habermann, , Amit K. Ghosh. Mayo Clinic Internal Medicine Concise

Textbook. 1st edition. Canada: Mayo Foundation for Medical Education and Research:

2008.

10. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Departemen Kesehatan RI. Pedoman

Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. 2006.

11. Norman M. Kaplan. Kaplan's Clinical Hypertension 9th edition. Philadelphia, USA:

Lippincott Williams & Wilkins: 2006.

18

Page 24: hipertensi dan tatalaksana menurut JNC 8

12. Horacio J, Nicolaos E. Sodium and Potassium in the Pathogenesis of Hypertension. N

Engl J Med 2007; 356: 1966-78.

13. Rahajeng E, Tuminah S. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia.

Majalah Kedokteran Indonesia: 2009; 59 (12): 580-7.

14. Kenning I, Kerandi H, Luehr D, Margolis K, O’Connor P, Pereira C, Schlichte A,

Woolley T. Institute for Clinical Systems Improvement. Hypertension Diagnosis and

Treatment. Updated November 2014.

15. Basuki B, Setianto B. Age, body posture, daily working load – past antihypertensive

drugs and risk of hypertension: a rural Indonesia study. Med J Indon. 2001; 10(1): 29-33.

16. Kaplan NM. Clinical hypertension. 8th ed. Lippincott: Williams & Wilkins; 2002.

19