HIPERSENSITIVITAS

41
HIPERSENSITIVITAS HIPERSENSITIVITAS Oleh : Oleh : Dian Wijayanti 131620150002 Dian Wijayanti 131620150002 Pengampu : Pengampu : Dr. Sunarjati Sudigdo Adi,dr., MS., SpMK (K) Dr. Sunarjati Sudigdo Adi,dr., MS., SpMK (K) ANTI AGING AND AESTHETIC MEDICINE FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJAJARAN 2015

description

HIPERSENSITIVITAS

Transcript of HIPERSENSITIVITAS

Page 1: HIPERSENSITIVITAS

HIPERSENSITIVITASHIPERSENSITIVITASOleh :Oleh :

Dian Wijayanti 131620150002Dian Wijayanti 131620150002

Pengampu :Pengampu :Dr. Sunarjati Sudigdo Adi,dr., MS., SpMK (K)Dr. Sunarjati Sudigdo Adi,dr., MS., SpMK (K)

 ANTI AGING AND AESTHETIC MEDICINEFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PADJAJARAN2015

Page 2: HIPERSENSITIVITAS

HIPERSENSITIVITAS Hipersensitivitas yaitu reaksi imun yang

patologik, terjadi akibat respons imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.

Reaksi hipersensitivitas dapat juga ditimbulkan sebagai reaksi yang tidak terkontrol terhadap antigen asing seperti mikroba dan antigen lingkungan noninfeksi.

Dua faktor utama yang menentukan manifestasi klinis dan patologik penyakit adalah jenis respons imun yang menimbulkan kerusakan jaringan dan sasaran respons tersebut

Page 3: HIPERSENSITIVITAS

Respon Imun yang menimbulkan Penyakit Hipersensitivitas

Respon Imun

Faktor yang Menguntungkan

Proteksi Terhadap infeksi

Pengendalian pertumbuhanPre-Kangker

Alergi

Penyakit Autoimun

Penolakan Graft

Eritroblastosis Fetalis

Faktor yang Tidak Diinginkan

Page 4: HIPERSENSITIVITAS

Reaksi ini dapat terjadi bila :

- Jumlah Ag yang masuk relatif banyak

- Rx tidak pernah timbul pada pemaparan pertama

Reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menurut waktu dan mekanisme kerjanya.

Page 5: HIPERSENSITIVITAS

PEMBAGIAN HIPERSENSITIVITAS MENURUT WAKTU

I. REAKSI CEPAT• Dalam hitungan detik menghilang dalam waktu 2

jam.• Antigen yang diikat IgE pada permukaan sel mast

menginduksi pelepasan mediator vasoaktif• Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaktik sistemik

atau anafilaktik lokal seperti pilek-bersin, asma, urtikaria dan eksim.

Page 6: HIPERSENSITIVITAS

2. REAKSI INTERMEDIET •Terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam•Reaksi ini melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivasi komplemen atau sel NK atau antibody-dependent cellular cytotoxicity, (ADCC).

Page 7: HIPERSENSITIVITAS

Manifestasinya dapat berupa: Reaksi transfusi darah, eritroblastosis fetalis

dan anemia hemolitik autoimun.

Reaksi Alergi lokal dan reaksi sistemik seperti serum sickness, vaskulitis nekrosis, glomerulonefritis, arthritis rheumatoid dan LES.

Page 8: HIPERSENSITIVITAS

Reaksi intermediat diawali oleh IgG yang disertai kerusakan jaringan pejamu oleh sel neutrofil atau sel NK.

Dari segi mekanisme, Tipe II terjadi bila antibodi diikat antigen yang merupakan bagian dari sel jaringan.

Tipe III terjadi bila IgG terhadap self-antigen larut membentuk kompleks imun yang mengendap di jaringan. Dalam kedua kejadian tersebut, respon inflamasi setempat diaktifkan dan merusak jaringan.

Page 9: HIPERSENSITIVITAS

3. REAKSI LAMBAT

Reaksi lambat terlihat setelah 48 jam setelah pajanan dengan antigen.

Reaksi ini terjadi akibat aktivasi sel Th.

Pada DTH yang berperan adalah sitokin yang dilepas sel T yang mengaktifkan makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan.

Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi Mycobacterium tuberculosis dan reaksi penolakan transplantasi organ.

Page 10: HIPERSENSITIVITAS
Page 11: HIPERSENSITIVITAS

PEMBAGIAN REAKSI HIPERSENSITIVITAS MENURUT

MEKANISME

Reaksi hipersensitivitas oleh Robert Coombs dan Philip Gell (1963) dibagi dalam 4 tipe reaksi berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi yaitu:

Tipe I : Hipersensitivitas cepat (Anafilaktik)

Tipe II : Hipersensitivitas sitotoksik

Tipe III : Hipersensitivias kompleks imun

Tipe IV : Hipersensitivitas lambat (berperantara sel)

Catatan : Tipe I, II, III berperantara antibodi

Page 12: HIPERSENSITIVITAS

Manifestasi dan mekanisme reaksi Hipersensitivitas

Tipe Manifestasi Mekanisme

I Reaksi hipersensitivitas cepat Biasanya IgE

II Antibodi terhadap sel IgG atau IgM

III Kompleks antigen-antibodi IgG (terbanyak) / IgM

IV Reaksi hipersensitivitas lambat Sel T yang disensitasi

     

Page 13: HIPERSENSITIVITAS

Hipersensitivitas Tipe I Karakteristik hipersensitivitas Tipe I ini

adalah reaksi alergi yang langsung terjadi setelah kontak dengan antigen yang disebut allergen.

Pada reaksi Tipe I, allergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respon imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rhinitis alergi, asma dan dermatitis atopi.

Page 14: HIPERSENSITIVITAS

Urutan kejadian rekasi Tipe I adalah sebagai berikut:

1) Fase sensitasi

Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik (Fcε-R) pada permukaan sel mast dan basofil.

2) Fase aktivasi

Yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.

3) Fase efektor

Yaitu waktu terjadi respon yang kompleks (anafilaktik) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik.

Page 15: HIPERSENSITIVITAS

Ikatan IgE pada permukaan sel mast dengan antigen mengawali jalur sinyal multiple yang merangsang pelepasan granul-granul sel mast (mengandung amin-protease), histamin, sintesis metabolit asam arakidonat (prostaglandin, leukotrin) dan sintesis berbagai sitokin reaksi hipersensitivitas tipe cepat .

Berbagai sitokin dilepas sel mast seperti IL-3, IL-5, IL-6, IL-10, IL-13, GM-CSF dan TNF-α.

IL-4 dan IL-13 meningkatkan produksi IgE oleh sel B.

IL-5 berperan dalam pengerahan dan aktivasi eosinofil.

Kadar TNF-α yang tinggi dan dilepas sel mast berperan dalam renjatan anafilaksis

Page 16: HIPERSENSITIVITAS

Manifestasi Reaksi Tipe I

Reaksi lokal Reaksi hipersensitivitas Tipe I lokal

terbatas pada jaringan atau organ spesifik yang biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergen masuk.

Reaksi alergi yang mengenai kulit, mata, hidung dan saluran nafas.

Page 17: HIPERSENSITIVITAS

Reaksi Sistemik – anafilaksis Anafilaksis adalah reaksi tipe I yang dapat

fatal dan terjadi dalam beberapa menit saja.

Ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa.

Sel mast dan basofil merupakan sel efektor yang melepas berbagai mediator.

Reaksi dapat dipacu berbagai alergen seperti makanan, obat atau sengatan serangga dan juga lateks, latihan jasmani, dan bahan diagnostik lainnya.

Page 18: HIPERSENSITIVITAS

Manifestasi Klinis Urtikaria

Pruritus

eczema,

rhinitis,

Conjunctivitis

asthma

Gangguan GItract (mual, muntah, diare)

anafilaksis sistemik Bronkospasme

Edema laring

Syok (hipotensi)

Page 19: HIPERSENSITIVITAS

Type 1 Hypersensitivity

The immediate phase of type 1 hypersensitivity(Acute Response)

The late phase of type 1 hypersensitivity.(Late-phase Response)

Immediate hypersensitvity or Atopic, Anaphylactic or Reagenic Allergy.

Happens within seconds-minutes,there is exposure to active antigen, involves mast cell activation and degranulation, results in local inflammation caused by histamine release from mast cells

Happens within 2 hrs-days, no exposure to active antigen, eosinophils are recruited, results in edema and tissue damage caused by perpetual degranulation

Second-minutes 2-24 hours

requires IgE which sensitizes mast cells and basophils.

Associates with B-cell antibody production of IgE and the release of various chemical mediators

Associated with mast cell cytokines and white blood cells; in particular eosinophils and TH2 Lymphocytes

Page 20: HIPERSENSITIVITAS

Type I Hypersensitivity

Sumber :http://vet.uga.edu/ivcvm/courses/VPAT5200/03_inflammation/07_imi/images/type1.jpg

Page 21: HIPERSENSITIVITAS

2. Hypersensitivitas Tipe II (Reaksi Sitotoksik)→ Adanya antibodi dalam keadaan bebas dalam sirkulasi

yang akan bereaksi dengan antigen.→ terjadi karena dibentuknya antibodi jenis IgG atau IgM

terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu.→ Reaksi ini dimulai dengan antibodi yang bereaksi baik

dengan komponen antigenik sel, elemen jaringan atau antigen maupun hapten yang sudah ada atau tergabung dengan elemen jaringan tersebut

→ Dilakukan oleh IgM atau IgG yang melekat pada sel sendiri dan mengaktifkan lajur komplemen.

→ Akibatnya terjadi kerusakan sel target.

Page 22: HIPERSENSITIVITAS

Contoh :

Ketidakcocokan golongan darah antara donor dan

resipien waktu transfusi darah anemia hemolitik

Eritroblastosis fetalis

Adanya autoantibodi terhadap antigen nucleoprotein .

Page 23: HIPERSENSITIVITAS
Page 24: HIPERSENSITIVITAS

Reaksi Hipersensitif Tipe III: Reaksi Kompleks

Imun Reaksi yang terjadi bila kompleks

antigen-antibodi ditemukan dalam jaringan atau sirkulasi/ dinding pembuluh darah dan mengaktifkan komplemen.

Antibodi yang bisa digunakan sejenis IgM atau IgG sedangkan komplemen yang diaktifkan kemudian melepas faktor kemotatik makrofag pemasukan leukosit-leukosit PMN memfagositosis kompleks-kompleks imun.

Page 25: HIPERSENSITIVITAS

Reaksi ini juga mengakibatkan pelepasan zat-zat ekstraselular yang berasal dari granula-granula polimorf, yakni berupa enzim proteolitik, dan enzim-enzim pembentukan kinin.

Antigen pada reaksi tipe III ini dapat berasal dari infeksi kuman patogen yang persisten (malaria), bahan yang terhirup (spora jamur yang menimbulkan alveolitis alergik ekstrinsik) atau dari jaringan sendiri (penyakit autoimun.

Kompleks imun lebih mudah untuk diendapkan di tempat-tempat dengan tekanan darah yang meninggi dan disertai putaran arus, misalnya dalam kapiler glomerulus, bifurkasi pembuluh darah, pleksus koroid dan korpus silier mata.

.

Page 26: HIPERSENSITIVITAS

Pada reaksi hipersensitivitas Tipe III terdapat dua bentuk reaksi, yaitu :

1. Reaksi Arthus (bentuk lokal)

Maurice Arthus menemukan bahwa penyuntikan larutan antigen secara intradermal pada kelinci yang telah dibuat hiperimun dengan antibodi konsentrasi tinggi akan menghasilkan reaksi eritema dan edema, yang mencapai puncak setelah 3-8 jam dan kemudian menghilang. Lesi bercirikan adanya peningkatan infiltrasi leukosit-leukosit PMN.

Page 27: HIPERSENSITIVITAS

Reaksi Arthus

Page 28: HIPERSENSITIVITAS

2. Reaksi serum sickness (bentuk sistemik)

Istilah ini berasal dari Pirquet dan Schick yang menemukannya sebagai konsekuensi imunisasi pasif pada pengobatan infeksi seperti difteri dan tetanus dengan antiserum asal kuda

Penyuntikan serum asing dalam jumlah besar digunakan untuk bermacam-macam tujuan pengobatan.

Hal ini biasanya akan menimbulkan keadaan yang dikenal sebagai penyakit serum kira-kira 8 hari setelah penyuntikan.

Page 29: HIPERSENSITIVITAS

Pada keadaan ini dapat dijumpai kenaikan suhu, pembengkakan kelenjar-kelenjar limpa, ruam, urtikaria yang tersebar luas, sendi-sendi yang bengkak dan sakit yang dihubungkan dengan konsentrasi komplemen serum rendah, dan mungkin juga ditemui albuminaria sementara.

Pada berbagai infeksi, atas dasar yang belum jelas, dibentuk Imunoglobulin yang kemudian memberikan reaksi silang dengan beberapa bahan jaringan normal

Page 30: HIPERSENSITIVITAS

Penyakit Kompleks Imun

Page 31: HIPERSENSITIVITAS

Hipersensitivitas Tipe IV

Tipe lambat (24-48 jam )

Tipe selluler.

Reaksi tipe IV disebut juga reaksi hipersensitivitas lambat, cell mediatif immunity (CMI), Delayed Type Hypersensitivity (DTH) atau reaksi tuberkulin yang timbul lebih dari 24 jam setelah tubuh terpajan dengan antigen.

Reaksi terjadi karena sel T yang sudah disensitasi tersebut, sel T dengan reseptor spesifik pada permukaannya akan dirangsang oleh antigen yang sesuai dan mengeluarkan zat disebut limfokin.

Page 32: HIPERSENSITIVITAS

Limfosit yang terangsang mengalami transformasi menjadi besar seperti limfoblas yang mampu merusak sel target yang mempunyai reseptor di permukaannya sehingga dapat terjadi kerusakan jaringan.

Reaksi ini dimulai dengan sel T spesifik yang tersensitisasi dan meliputi : 1) Hipersensitivitas tipe lambat (delayed

type hypersensitivity/DTH)

2) Sitoksisitas yang diperantarai sel T

Page 33: HIPERSENSITIVITAS

1) Hipersensitivitas tipe lambat (delayed type

hypersensitivity/DTH)

Merupakan bentuk pokok dari respons terhadap Mycobacterium tuberculosis, fungí, protozoa, dan parasit serta sensitivitas kulit melalui kontak.

DTH juga berperan pada penolakan jaringan.

Dengan diperantarai oleh CD4+, sel T-helper 1 (Th1) mengeluarkan sitotoksik spesifik setelah bertemu dengan antigen yang berkaitan dengan major histocompatibility complex (MHC) kelas 1.

Page 34: HIPERSENSITIVITAS

Sitokin seperti IFN-γ, IL-2, TNF-α memperantarai terjadinya jejas terutama dengan rekrutmen dan mengaktifkan monosit dan makrofag yang tidak spesifik terhadap antigen tertentu.

Terjadilah jejas khas yang cukup berarti.

Pada antigen persisten dan tidak didegradasi, infiltrasi sel T dan makrofag yang bersifat dini dan non-spesifik digantikan oleh sekumpulan makrofag yang berubah menjadi sel epiteloid dan membentuk granuloma fokal.

Page 35: HIPERSENSITIVITAS

2. Sitoksisitas yang diperantarai sel T

Terbentuknya CD8+ sel T sitotoksik (cytotoxic T lymphocytes/CTL) merupakan pola pokok reaksi terhadap infeksi virus dan sel tumor.

CTL berperan juga pada penolakan transplantasi.

CTL mengenal antigen terproses dalam kaitan dengan MHC kelas I.

Penyakit yang ditimbulkan hipersensitivitas selular cenderung terbatas kepada beberapa organ saja dan biasanya tidak sistemik.

Pada penyakit virus hepatitis, virus sendiri tidak sitopatik oleh respon CTL terhadap hepatosit yang terinfeksi.

Page 36: HIPERSENSITIVITAS

Sel CD8+ yang spesifik untuk antigen atau sel autologus dapat membunuh sel dengan langsung.

Pada banyak penyakit autoimun yang terjadi melalui mekanisme selular, biasanya ditemukan baik sel CD4+ maupun CD8+ spesifik untuk self-antigen dan kedua jenis sel tersebut dapat menimbulkan kerusakan.

Page 37: HIPERSENSITIVITAS

Reaksi hipersensitif tipe IV merupakan T cell-mediated, dan dapat dibagi lagi menjadi 3 grup, yaitu:

• kerusakan jaringan, yang disebabkan oleh aktivasi makrofag olah sel Th1, yang menyebabkan respons inflamasi;

• kerusakan disebabkan oleh aktivasi sel Th2 renspons inflamasi dimana eosinofil merupakan predominan;

• kerusakan disebabkan langsung oleh sel T (CTL).

Page 38: HIPERSENSITIVITAS

Hipersensitivitas Tipe IV

Contoh:

Rx Tuberkulin

Rx Granuloma

Page 39: HIPERSENSITIVITAS

Penyakit yang Diinduksi Sel T

Page 40: HIPERSENSITIVITAS
Page 41: HIPERSENSITIVITAS