hiperemesis gravidarum

17
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mual dan muntah merupakan hal yang normal dalam kehamilan. Mual dan muntah sering terjadi pada kehamilan berusia muda, yaitu dimulai dari minggu ke 6 setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.Mual dan muntah terjadi pada 50-70% dari seluruh wanita yang hamil.Namun kadang terjadi suatu keadaan dimana mual dan muntah pada ibu hamil terjadi sangat parah sehingga menyebabkan segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga berat badan berkurang, turgor kulit dan volume buang air kecil berkurang dan timbul asetonuri, yang disebut sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum muncul pada 1-10% wanita yang hamil. Hiperemesis gravidarum merupakan penyakit yang cukup berbahaya bagi kesehatan ibu, yang apabila berlangsung dengan durasi yang cukup lama, dan menimbulkan gejala mual, muntah yang menyebabkan penurunan berat badan dan juga gangguan metabolisme tubuh yang dapat menyebabkan komplikasi seperti kekurangan gizi, lemah dan dehidrasi pada ibu. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah defisiensi vitamin, terutama vitamin B1(thiamin) dan vitamin K. Pada defisiensi vitamin B1 (thiamin) dapat menyebabkan Wernicke encephalopathy yang ditandai dengan pusing, gangguan penglihatan, ataxia dan nistagmus. Selain dapat juga menyebabkan defisiensi vitamin K yang dapat menyebabkan koagulopati yang disertai dengan epistaksis. Hiperemesis ini bila tidak di kelola dengan baik dapat mengakibatkan dehidrasi berat, ikterik takikardia, suhu meningkat, alkalosis, dan kelaparan. Hiperemesis gravidarum merupakan kasus yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Hiperemesis gravidarum ini penyebabnya masih belum diketahui, namun beberapa penelitian menyebutkan 1

description

sistem reproduksi

Transcript of hiperemesis gravidarum

Page 1: hiperemesis gravidarum

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mual dan muntah merupakan hal yang normal dalam kehamilan. Mual dan muntah sering

terjadi pada kehamilan berusia muda, yaitu dimulai dari minggu ke 6 setelah hari pertama haid

terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.Mual dan muntah terjadi pada 50-70%

dari seluruh wanita yang hamil.Namun kadang terjadi suatu keadaan dimana mual dan muntah

pada ibu hamil terjadi sangat parah sehingga menyebabkan segala yang dimakan dan diminum

dimuntahkan sehingga berat badan berkurang, turgor kulit dan volume buang air kecil

berkurang dan timbul asetonuri, yang disebut sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis

gravidarum muncul pada 1-10% wanita yang hamil.

Hiperemesis gravidarum merupakan penyakit yang cukup berbahaya bagi kesehatan ibu,

yang apabila berlangsung dengan durasi yang cukup lama, dan menimbulkan gejala mual,

muntah yang menyebabkan penurunan berat badan dan juga gangguan metabolisme tubuh

yang dapat menyebabkan komplikasi seperti kekurangan gizi, lemah dan dehidrasi pada ibu.

Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah defisiensi vitamin, terutama vitamin B1(thiamin) dan

vitamin K. Pada defisiensi vitamin B1 (thiamin) dapat menyebabkan Wernicke encephalopathy

yang ditandai dengan pusing, gangguan penglihatan, ataxia dan nistagmus. Selain dapat juga

menyebabkan defisiensi vitamin K yang dapat menyebabkan koagulopati yang disertai dengan

epistaksis. Hiperemesis ini bila tidak di kelola dengan baik dapat mengakibatkan dehidrasi berat,

ikterik takikardia, suhu meningkat, alkalosis, dan kelaparan.

Hiperemesis gravidarum merupakan kasus yang memerlukan perawatan di rumah sakit.

Hiperemesis gravidarum ini penyebabnya masih belum diketahui, namun beberapa penelitian

menyebutkan beberapa teori tentang hal yang dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum

seperti kadar hormon korionik gonadotropin, hormon estrogen, infeksi H.pylori dan juga faktor

psikologis.

Usia ibu merupakan faktor risiko dari hiperemesis gravidarum. Hal tersebut berhubungan

dengan menyebutkan bahwa ibu dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

lebih sering mengalami hiperemesis gravidarum. Usia gestasi juga merupakan faktor risiko

hiperemesis gravidarum, hal tersebut berhubungan dengan kadar hormon korionik

gonadotropin, estrogen dan progesteron di dalam darah ibu. Kadar hormon korionik

gonadotropin merupakan salah satu etiologi yang dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum.

Kadar hormon gonadotropin dalam darah mencapai puncaknya pada trimester pertama.

1

Page 2: hiperemesis gravidarum

Oleh karena itu, mual dan muntah lebih sering terjadi pada trimester pertama. Faktor risiko

lain adalah jumlah gravida. Hal tersebut berhubungan dengan kondisi psikologis ibu hamil

dimana ibu hamil yang baru pertama kali hamil akan mengalami stres yang lebih besar dari ibu

yang sudah pernah melahirkan dan dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum, ibu

primigravida juga belum mampu beradaptasi terhadap hormon estrogen dan korionik

gonadotropin, hal tersebut menyebabkan ibu yang baru pertama kali hamil lebih sering

mengalami hiperemesis gravidarum. Pekerjaan juga merupakan faktor resiko penyakit

hiperemesis gravidarum. Pekerjaan berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang juga

mempengaruhi pola makan, aktifitas dan stres pada ibu, pada ibu hamil.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum :

Mahasiswa mampu menyusun laporan tentang konsep pada pasien Hiperemesis

Gravidarum.

1.2.2 Tujuan Khusus :

a. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi Hiperemseis gravidarum

b. Mahasiswa mampu menjelaskan epedemiologi Hiperemseis gravidarum

c. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi Hiperemseis gravidarum

d. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor resiko Hiperemseis gravidarum

e. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis Hiperemseis gravidarum

f. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostic Hiperemseis gravidarum

g. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan Hiperemseis gravidarum

2

Page 3: hiperemesis gravidarum

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Mual dan muntah sering terjadi pada pada minggu-pertama kehamilan, dan hal tersebut

merupakan hal yang normal yang biasa disebut dengan emesis gravidarum. Mual dan muntah

yang biasa dapat berlanjut menjadi suatu keadaan yang jarang terjadi, yaitu menolak semua

makanan dan minuman yang masuk, hal tersebut dapat menyebabkan dehidrasi, kelaparan

dengan ketosis bahkan sampai kematian.

Hiperemesis gravidarum adalah suatu penyakit dimana wanita hamil memuntahkan segala

apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya sangat turun, turgor kulit berkurang,

diuresis berkurang dan timbul asetonuria. Sedangkan dari literatur lain menyebutkan bahwa

hiperemesis gravidarum adalah muntah yang cukup parah sehingga menyebabkan kehilangan

berat badan, dehidrasi, asidosis dari kelaparan, alkalosis dari kehilangan asam hidroklorid saat

muntah dan hipokalemia. Hiperemesis gravidarum dikarakteristikkan mual dan muntah yang

menetap dan menyebabkan ketosis dan penurunan berat badan lebih dari 5% berat sebelum

hamil.

2.2 Klasifikasi

Secara klinis, hiperemesis gravidarum dibedakan atas 3 tingkatan, yaitu:

1. Tingkat I

Muntah yang terus menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan minuman,

berta badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar makanan, lendir dan

sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah. Nadi meningkat sampai 100 kali per

menit dan tekanan darah sistolik menurun. Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit

berkurang, dan urin sedikit tetapi masih normal.

2. Tingkat 2

Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, haus hebat,

subfebril, nadi cepat dan lebih dari 100-140 kali per menit, tekanan darah sistolik kurang

dari 80 mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang ikterus, aseton, bilirubin dalam urin,

dan berat badan cepat menurun.

3. Tingkat 3

Walaupun kondisi tingkat 3 sangat jarang, yang mulai terjadi adalah gangguan

kesadaran (delirium-koma), mutah berkurang atau berhenti, tetapi dapat terjadi ikterus,

sianosis, nistagmus, gangguan jantung, bilirubin, dan proteinuria dalam urin.

3

Page 4: hiperemesis gravidarum

2.3 Epidemiologi

Mual dan muntah terjadi dalam 50-90% kehamilan. Gejalanya biasanya dimulai pada gestasi

minggu 9-10, memuncak pada minggu 11-13, dan berakhir pada minggu 12-14. Pada 1-10%

kehamilan, gejala dapat berlanjut melewati 20-22 minggu. Hiperemesis berat yang harus

dirawat inap terjadi dalam 0,3-2% kehamilan.

Di masa kini, hiperemesis gravidarum jarang sekali menyebabkan kematian, tapi masih

berhubungan dengan morbiditas yang signifikan.

Mual dan muntah mengganggu pekerjaan hampir 50% wanita hamil yang bekerja.

Hiperemesis yang berat dapat menyebabkan depresi. Sekitar seperempat pasien

hiperemesis gravidarum membutuhkan perawatan di rumah sakit lebih dari sekali.

Wanita dengan hiperemesis gravidarum dengan kenaikan berat badan dalam kehamilan

yang rendah (7 kg) memiliki risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan neonatus dengan berat

badan lahir rendah, kecil untuk masa kehamilan, prematur, dan nilai Apgar 5 menit kurang

dari 7.

2.4 Faktor Risiko

Beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan hyperemesis gravidarum diantaranya:

1. Diet ketat

Penemuan dalam salah satu penelitian terkait dengna diet yang menjadi salah satu faktor

risiko hyperemesis gravidarum menjadi hal menarik. Mengingat, selama ini dilaporkan

bahwa usia ibu hamil yang tua, merokok merupakan hal yang erat kaitannya dengan

meningkatkan risiko terjadi hyperemesis gravidarum. Dilaporkan makanan yang bebas

laktosa dan vegetarian meningkatkan resiko terjadinya hyperemesis gravidarum. Namun

sampai saat ini, hal ini masih diteliti lebih lanjut

2. Alergi

Reaksi alergi ini berkaitan dengan respon imun. Hal ini berkaitan dengan adanya temua

peningkatan TNF-alpha yang termasuk dalam regulasi produksi hCG, menyatakan adanya

kemungkinan berkaitan dengan keabnormalitasan hCG hormone reseptor. Hal ini yang

dikatakan berkaitan dengan hyperemesis gravidarum. Th2 dominan berlebih dibanding Th1

ditemukan pada wanita dengan hyperemesis gravidarum (HG). Adenosin yang diperkirakan

untuk menurunkan dari reaksi oksidative dari TNF-alpha justru meningkat pada HG yang

mana sebagai pemicu enzyme 5-nucleotidase. Perubahan ini akan meningkatkan jumlah hCG

untuk meningkatkan aktivitas sel tropoblas sejalan dengan temuan ini, peningkatan temuan

sel yang tanpa DNA di plasma wanita dengan HG, menjadi penyebab kerusakan tropoblas

oleh hiperaktivitas reaksi imun kehamilan.

4

Page 5: hiperemesis gravidarum

3. Berat badan berlebih

Walaupun belum ada bukti yang pasti tentang obesitas menjadi salah satu faktor risiko

HG, namun hal ini dilaporkan erat kaitannya dengan pre-pregnancy eating disorder.

4. Nutrisi

Faktor nutrisi ini berhubungan dengan peningkatan intake makanan kacang

berfermentasi yang mengandung protein tinggi dengan kandungan phytoestrogen yang

tinggi sama dengan 17-estradiol. Phytoestogren diimplikasikan dalam etiologi dari

menopause, infertilitas pria serta obesitas. Hal ini menjadi salah satu dasar yang menyatakan

bahwa HG disebabkan oleh keabnormalan level hormon kehamilan.

2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi Hiperemesis Gravidarum menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3

tingkatan:

- Tingkatan I :

Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa

lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada epigastrium.

nadi meningkat sekitar 100 kali/menit dan tekanan darah sistolik turun, turgor kulit

mengurang, lidah mengering dan mata cekung.

- Tingkatan II :

Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit mengurang, lidah mengering dan

Nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterik. Berat

badan menurun dan mata menjadi cekung, tensi turun, hemokonsentrasi oliguria dan

konstipasi. Aseton dapat tercium dalam hawa pernafasan, karena pempunyai aroma yang

khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.

- Tingkatan III :

Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran makin menurun hingga

mencapai somnollen atau koma, terdapat ensefalopati werniche yang ditandai dengan :

nistagmus, diplopia, gangguan mental, kardiovaskuler ditandai dengan: nadi kecil, tekanan

darah menurun, dan temperature meningkat, gastrointestinal ditandaidengan: ikterus makin

berat, terdapat timbunan aseton yang makin tinggi dengan bau yang makin tajam. Keadaan

ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya

ikterus menunjukkan adanya payah hati.

5

Page 6: hiperemesis gravidarum

2.6 Patofisiologi

(Terlampir)

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, USG (pemeriksaan penunjang dasar), analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal. (vebereg et al, 2005).

Pada keadaan tertentu, jika pasien dicurigai menderita hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter TSH dan T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid 50- 60% terjadi penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibodi Helicobacter pylori. Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen, kreatinin dan hematokrit (Quinlan,2003). Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk mendeteksi adanya kehamilan ganda ataupun mola hidatidosa.

Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis

Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan

muntah.Kemudian diperdalam lagi apakah mual dan muntah terjadi terus menerus,

dirangsang oleh jenis makanan tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien seharihari. Selain

itu dari anamnesis juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan

dengan terjadinya hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan sosial pasien,

asupan nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis, penyakit hati,

diabetes mellitus, dan tumor serebri).

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, tanda

dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan tiroid

dan abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding.7

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan

menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah lengkap,

urinalisis, gula darah, elektrolit, USG (pemeriksaan penunjang dasar), analisis gas darah,

tes fungsi hati dan ginjal. Pada keadaan tertentu, jika pasien dicurigai menderita

hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter TSH dan T4. Pada

6

Page 7: hiperemesis gravidarum

kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid 50-60% terjadi penurunan kadar TSH.

Jika dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibodi

Helicobacter pylori. Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda

dehidrasi dan pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen,

kreatinin dan hematokrit. Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk mendeteksi adanya

kehamilan ganda ataupun mola hidatidosa.

2.8 Penatalaksanaan

Pada pasien dengan hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dilakukan rawat inap

dirumah sakit, dan dilakukan penanganan yaitu :

1. Medikamentosa

Obat-obatan yang dapat diberikan diantaranya suplemen multivitamin, antihistamin,

dopamin antagonis, serotonin antagonis, dan kortikosteroid. Vitamin yang dianjurkan adalah

vitamin B1 dan B6 seperti pyridoxine (vitamin B6). Pemberian pyridoxin cukup efektif dalam

mengatasi keluhan mual dan muntah. Anti histamin yang dianjurkan adalah doxylamine dan

dipendyramine. Pemberian antihistamin bertujuan untuk menghambat secara langsung kerja

histamin pada reseptor H1 dan secara tidak langsung mempengaruhi sistem vestibular,

menurunkan rangsangan di pusat muntah.

Selama terjadi mual dan muntah, reseptor dopamin di lambung berperan dalam

menghambat motilitas lambung. Oleh karena itu diberikan obat dopamin antagonis.

Dopamin antagonis yang dianjurkan diantaranya prochlorperazine, promethazine, dan

metocloperamide. Prochlorperazin dan promethazine bekerja pada reseptor D2 untuk

menimbulkan efek antiemetik. Sementara itu metocloperamide bekerja di sentral dan di

perifer. Obat ini menimbulkan efek antiemetik dengan cara meningkatkan kekuatan spincter

esofagus bagian bawah dan menurunkan transit time pada saluran cerna. Pemberian

serotonin antagonis cukup efektif dalam menurunkan keluhan mual dan muntah. Obat ini

bekerja menurunkan rangsangan pusat muntah di medula. Serotonin antagonis yang

dianjurkan adalah ondansetron. Odansetron biasanya diberikan pada pasien hiperemesis

gravidarum yang tidak membaik setelah diberikan obat-obatan yang lain. Sementara itu

pemberian kortikosteroid masih kontroversial karena dikatakan pemberian pada kehamilan

trimester pertama dapat meningkatkan risiko bayi lahir dengan cacat bawaan.

2. Terapi Nutrisi

Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung pada derajat

muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan peneriamaan penderita terhadap rencana

pemberian makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan saluran cerna harus digunakan.

7

Page 8: hiperemesis gravidarum

Bila peroral menemui hambatan dicoba untuk menggunakan nasogastric tube (NGT). Saluran

cerna mempunyai banyak keuntungan misalnya dapat mengabsorsi banyak nutrien, adanya

mekanisme defensif untuk menanggulangi infeksi dan toksin. Selain itu dengan masuknya

sari makanan ke hati melalui saluran porta ikut menjaga pengaturan homeostasis nutrisi.

Bila penderita sudah dapat makan peroral, modifikasi diet yang diberikan adalah

makanan dalam porsi kecil namun sering, diet tinggi karbohidrat, rendah protein dan rendah

lemak, hindari suplementasi besi untuk sementara, hindari makanan yang emetogenik dan

berbau sehingga menimbulkan rangsangan muntah. Pemberian diet diperhitungkan jumlah

kebutuhan basal kalori sehari hari ditambah dengan 300 kkal perharinya.

3. Isolasi

Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, cerah, dan memiliki peredaran udara

yang baik. Sebaiknya hanya dokter dan perawat saja yang diperbolehkan untuk keluar masuk

kamar tersebut. Catat cairan yang keluar dan masuk. Pasien tidak diberikan makan ataupun

minum selama 24 jam. Biasanya dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang

tanpa pengobatan.

4. Terapi psikologik

Perlu diyakinkan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat disembuhkan. Hilangkan rasa

takut oleh karena kehamilan dan persalinan karena itu merupakan proses fisiologis, kurangi

pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik lainnya yang melatarbelakangi penyakit

ini. Jelaskan juga bahwa mual dan muntah adalah gejala yang normal terjadi pada kehamilan

muda, dan akan menghilang setelah usia kehamilan 4 bulan.

5. Cairan parenteral

Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah mekanisme kompensasi

yaitu vasokonstriksi dan gangguan perfusi uterus. Selama terjadi gangguan hemodinamik,

uterus termasuk organ non vital sehingga pasokan darah berkurang. Pada kasus hiperemesis

gravidarum, jenis dehidrasi yang terjadi termasuk dalam dehidrasi karena kehilangan cairan

(pure dehidration). Maka tindakan yang dilakukan adalah rehidrasi yaitu mengganti cairan

tubuh yang hilang ke volume normal, osmolaritas yang efektif dan komposisi cairan yang

tepat untuk keseimbangan asam basa. Pemberian cairan untuk dehidrasi harus

memperhitungkan secara cermat berdasarkan: berapa jumlah cairan yang diperlukan, defisit

natrium, defisit kalium dan ada tidaknya asidosis.

Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat, dan protein dengan glukosa

5% dalam cairan garam fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambahkan

8

Page 9: hiperemesis gravidarum

kalium dan vitamin, terutama vitamin B kompleks dan vitamin C, dapat diberikan pula asam

amino secara intravena apabila terjadi kekurangan protein.

Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Urin perlu diperiksa setiap

hari terhadap protein, aseton, klorida, dan bilirubin. Suhu tubuh dan nadi diperiksa setiap 4

jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan

seterusnya menurut keperluan. Bila dalam 24 jam pasien tidak muntah dan keadaan umum

membaik dapat dicoba untuk memberikan minuman, dan lambat laun makanan dapat

ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan ini, pada umumnya gejala-

gejala akan berkurang dan keadaan aman bertambah baik. Daldiyono mengemukakan salah

satu cara menghitung kebutuhan cairan untuk rehidrasi inisial berdasarkan sistiem poin.

Adapun poin-poin gejala klinis dapat dilihat pada tabel berikut ini.

9

Page 10: hiperemesis gravidarum

Jumlah cairan yang akan diberikan dalam 2 jam, dapat dihitung :

Defisit = (Jumlah Poin / 15) x 10 % BB x 1 Liter

6. Terapi Alternatif

Ada beberapa macam pengobatan alternatif bagi hiperemesis gravidarum, antara lain:

Vitamin B6

Vitamin B6 merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme lipid, karbohidrat

dan asam amino. Peranan vitamin B6 untuk mengatasi hiperemesis masih kontroversi.

Dosis vitamin B6 yang cukup efektif berkisar 12,5-25 mg per hari tiap 8 jam. Selain itu

Czeizel melaporkan suplementasi multivitamin secara bermakna mengurangi kejadian

mencegah insiden hiperemesis gravidarum.

Vitamin B6 merupakan ko-enzim berbagai jalur metabolisme protein dimana

peningkatan kebutuhan protein pada trimester I diikuti peningkatan asupan vitamin B6.

Vitamin B6 diperlukan untuk sintesa serotonin dari tryptophan. Defisiensi vitamin B6

akan menyebabkan kadar serotonin rendah sehingga saraf panca indera akan semakin

sensitif yang menyebabkan ibu mudah mual dan muntah. Pada wanita hamil terjadi

peningkatan kynurenic dan xanturenic acid di urin. Kedua asam ini diekskresi apabila jalur

perubahan tryptophan menjadi niacin terhambat. Hal ini dapat juga terjadi karena

defisiensi vitamin B6. Kadar hormon estrogen yang tinggi pada ibu hamil juga

menghambat kerja enzim kynureninase yang merupakan katalisator perubahan

tryptophan menjadi niacin, yang mana kekurangan niacin juga dapat mencetuskan mual

dan muntah.

Jahe (zingiber officinale)

Pemberian dosis harian 250 mg sebanyak 4 kali perhari lebih baik hasilnya

dibandingkan plasebo pada wanita dengan hiperemesis gravidarum. Salah satu studi di

Eropa menunjukan bubuk jahe (1 gram per hari) lebih efektif dibandingkan plasebo dalam

menurunkan gejala hiperemesis gravidarum. Belum ada penelitian yang menunjukan

hubungan kejadian abnormalitas pada fetus dengan jahe. Namun, harus diperhatikan

bahwa akar jahe diperkirakan mengandung tromboksan sintetase inhibitor dan dapat

mempengaruhi peningkatan reseptor testoteron fetus.

10

Page 11: hiperemesis gravidarum

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hiperemesis gravidarum adalah suatu penyakit dimana wanita hamil memuntahkan segala

apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya sangat turun, turgor kulit berkurang,

diuresis berkurang dan timbul asetonuria. Gejalanya adalah muntah yang hebat, haus, mulut

kering, dehidrasi, mulut berbau, berat badan turun, kenaikan suhu, ikterus, dan gangguan

serebral (kesadaran menurun).

3.2 Saran

penulis menyarankan kepada pembaca untuk menyempurnakan makalah yang penulis

buat ini. Semoga makalah ini bisa menjadi bekal untuk pembelajaran mahasiswa keperawatan.

11

Page 12: hiperemesis gravidarum

Daftar Pustaka

1. Aril Cikal Yasa.2012.Hubungan antara Karateristik Ibu hamil dengan kejadian Hiperemesis

Gravidarum di RSUD Ujungberung periode 2010-2011.Skripsi. Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Bandung

2. Bottomley C et al, 2009 ; Fell DB, et al, 2006; Cedergen M et al, 2008 dalam Widayana 2013.

3. Mullin, Patrick M et all. 2012. Risk Factor, treatment, and Outcome associated With

Prolonged Hyperemesis Gravidarum. Journal of Maternal-Fetal and Neonatal Medicine. 25

(6): 632-636

4. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan Edisi IV Cet. 1. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. 2008

5. Quinlan JD, Hill DA. Nausea and vomiting of pregnancy. Am Fam Physician. Jul 2003;68

(1):121-8.

6. Verberg MF, Gillott DJ, Al-Fardan N. Hyperemesis gravidarum, a literature review. Hum

Reprod Update. Sep-Oct 2005;11(5):527-39.

7. Widayana, Ari, I Wayan Megadhana dan Ketut Putera Kemara. 2013. Diagnosis Dan

Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum. Denpasar : Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana

12