hiperemesis gravidarum
-
Upload
kavalokavkav -
Category
Documents
-
view
40 -
download
2
description
Transcript of hiperemesis gravidarum
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mual dan muntah merupakan hal yang normal dalam kehamilan. Mual dan muntah sering
terjadi pada kehamilan berusia muda, yaitu dimulai dari minggu ke 6 setelah hari pertama haid
terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.Mual dan muntah terjadi pada 50-70%
dari seluruh wanita yang hamil.Namun kadang terjadi suatu keadaan dimana mual dan muntah
pada ibu hamil terjadi sangat parah sehingga menyebabkan segala yang dimakan dan diminum
dimuntahkan sehingga berat badan berkurang, turgor kulit dan volume buang air kecil
berkurang dan timbul asetonuri, yang disebut sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis
gravidarum muncul pada 1-10% wanita yang hamil.
Hiperemesis gravidarum merupakan penyakit yang cukup berbahaya bagi kesehatan ibu,
yang apabila berlangsung dengan durasi yang cukup lama, dan menimbulkan gejala mual,
muntah yang menyebabkan penurunan berat badan dan juga gangguan metabolisme tubuh
yang dapat menyebabkan komplikasi seperti kekurangan gizi, lemah dan dehidrasi pada ibu.
Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah defisiensi vitamin, terutama vitamin B1(thiamin) dan
vitamin K. Pada defisiensi vitamin B1 (thiamin) dapat menyebabkan Wernicke encephalopathy
yang ditandai dengan pusing, gangguan penglihatan, ataxia dan nistagmus. Selain dapat juga
menyebabkan defisiensi vitamin K yang dapat menyebabkan koagulopati yang disertai dengan
epistaksis. Hiperemesis ini bila tidak di kelola dengan baik dapat mengakibatkan dehidrasi berat,
ikterik takikardia, suhu meningkat, alkalosis, dan kelaparan.
Hiperemesis gravidarum merupakan kasus yang memerlukan perawatan di rumah sakit.
Hiperemesis gravidarum ini penyebabnya masih belum diketahui, namun beberapa penelitian
menyebutkan beberapa teori tentang hal yang dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum
seperti kadar hormon korionik gonadotropin, hormon estrogen, infeksi H.pylori dan juga faktor
psikologis.
Usia ibu merupakan faktor risiko dari hiperemesis gravidarum. Hal tersebut berhubungan
dengan menyebutkan bahwa ibu dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
lebih sering mengalami hiperemesis gravidarum. Usia gestasi juga merupakan faktor risiko
hiperemesis gravidarum, hal tersebut berhubungan dengan kadar hormon korionik
gonadotropin, estrogen dan progesteron di dalam darah ibu. Kadar hormon korionik
gonadotropin merupakan salah satu etiologi yang dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum.
Kadar hormon gonadotropin dalam darah mencapai puncaknya pada trimester pertama.
1
Oleh karena itu, mual dan muntah lebih sering terjadi pada trimester pertama. Faktor risiko
lain adalah jumlah gravida. Hal tersebut berhubungan dengan kondisi psikologis ibu hamil
dimana ibu hamil yang baru pertama kali hamil akan mengalami stres yang lebih besar dari ibu
yang sudah pernah melahirkan dan dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum, ibu
primigravida juga belum mampu beradaptasi terhadap hormon estrogen dan korionik
gonadotropin, hal tersebut menyebabkan ibu yang baru pertama kali hamil lebih sering
mengalami hiperemesis gravidarum. Pekerjaan juga merupakan faktor resiko penyakit
hiperemesis gravidarum. Pekerjaan berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang juga
mempengaruhi pola makan, aktifitas dan stres pada ibu, pada ibu hamil.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum :
Mahasiswa mampu menyusun laporan tentang konsep pada pasien Hiperemesis
Gravidarum.
1.2.2 Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi Hiperemseis gravidarum
b. Mahasiswa mampu menjelaskan epedemiologi Hiperemseis gravidarum
c. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi Hiperemseis gravidarum
d. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor resiko Hiperemseis gravidarum
e. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis Hiperemseis gravidarum
f. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostic Hiperemseis gravidarum
g. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan Hiperemseis gravidarum
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Mual dan muntah sering terjadi pada pada minggu-pertama kehamilan, dan hal tersebut
merupakan hal yang normal yang biasa disebut dengan emesis gravidarum. Mual dan muntah
yang biasa dapat berlanjut menjadi suatu keadaan yang jarang terjadi, yaitu menolak semua
makanan dan minuman yang masuk, hal tersebut dapat menyebabkan dehidrasi, kelaparan
dengan ketosis bahkan sampai kematian.
Hiperemesis gravidarum adalah suatu penyakit dimana wanita hamil memuntahkan segala
apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya sangat turun, turgor kulit berkurang,
diuresis berkurang dan timbul asetonuria. Sedangkan dari literatur lain menyebutkan bahwa
hiperemesis gravidarum adalah muntah yang cukup parah sehingga menyebabkan kehilangan
berat badan, dehidrasi, asidosis dari kelaparan, alkalosis dari kehilangan asam hidroklorid saat
muntah dan hipokalemia. Hiperemesis gravidarum dikarakteristikkan mual dan muntah yang
menetap dan menyebabkan ketosis dan penurunan berat badan lebih dari 5% berat sebelum
hamil.
2.2 Klasifikasi
Secara klinis, hiperemesis gravidarum dibedakan atas 3 tingkatan, yaitu:
1. Tingkat I
Muntah yang terus menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan minuman,
berta badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar makanan, lendir dan
sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah. Nadi meningkat sampai 100 kali per
menit dan tekanan darah sistolik menurun. Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit
berkurang, dan urin sedikit tetapi masih normal.
2. Tingkat 2
Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, haus hebat,
subfebril, nadi cepat dan lebih dari 100-140 kali per menit, tekanan darah sistolik kurang
dari 80 mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang ikterus, aseton, bilirubin dalam urin,
dan berat badan cepat menurun.
3. Tingkat 3
Walaupun kondisi tingkat 3 sangat jarang, yang mulai terjadi adalah gangguan
kesadaran (delirium-koma), mutah berkurang atau berhenti, tetapi dapat terjadi ikterus,
sianosis, nistagmus, gangguan jantung, bilirubin, dan proteinuria dalam urin.
3
2.3 Epidemiologi
Mual dan muntah terjadi dalam 50-90% kehamilan. Gejalanya biasanya dimulai pada gestasi
minggu 9-10, memuncak pada minggu 11-13, dan berakhir pada minggu 12-14. Pada 1-10%
kehamilan, gejala dapat berlanjut melewati 20-22 minggu. Hiperemesis berat yang harus
dirawat inap terjadi dalam 0,3-2% kehamilan.
Di masa kini, hiperemesis gravidarum jarang sekali menyebabkan kematian, tapi masih
berhubungan dengan morbiditas yang signifikan.
Mual dan muntah mengganggu pekerjaan hampir 50% wanita hamil yang bekerja.
Hiperemesis yang berat dapat menyebabkan depresi. Sekitar seperempat pasien
hiperemesis gravidarum membutuhkan perawatan di rumah sakit lebih dari sekali.
Wanita dengan hiperemesis gravidarum dengan kenaikan berat badan dalam kehamilan
yang rendah (7 kg) memiliki risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan neonatus dengan berat
badan lahir rendah, kecil untuk masa kehamilan, prematur, dan nilai Apgar 5 menit kurang
dari 7.
2.4 Faktor Risiko
Beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan hyperemesis gravidarum diantaranya:
1. Diet ketat
Penemuan dalam salah satu penelitian terkait dengna diet yang menjadi salah satu faktor
risiko hyperemesis gravidarum menjadi hal menarik. Mengingat, selama ini dilaporkan
bahwa usia ibu hamil yang tua, merokok merupakan hal yang erat kaitannya dengan
meningkatkan risiko terjadi hyperemesis gravidarum. Dilaporkan makanan yang bebas
laktosa dan vegetarian meningkatkan resiko terjadinya hyperemesis gravidarum. Namun
sampai saat ini, hal ini masih diteliti lebih lanjut
2. Alergi
Reaksi alergi ini berkaitan dengan respon imun. Hal ini berkaitan dengan adanya temua
peningkatan TNF-alpha yang termasuk dalam regulasi produksi hCG, menyatakan adanya
kemungkinan berkaitan dengan keabnormalitasan hCG hormone reseptor. Hal ini yang
dikatakan berkaitan dengan hyperemesis gravidarum. Th2 dominan berlebih dibanding Th1
ditemukan pada wanita dengan hyperemesis gravidarum (HG). Adenosin yang diperkirakan
untuk menurunkan dari reaksi oksidative dari TNF-alpha justru meningkat pada HG yang
mana sebagai pemicu enzyme 5-nucleotidase. Perubahan ini akan meningkatkan jumlah hCG
untuk meningkatkan aktivitas sel tropoblas sejalan dengan temuan ini, peningkatan temuan
sel yang tanpa DNA di plasma wanita dengan HG, menjadi penyebab kerusakan tropoblas
oleh hiperaktivitas reaksi imun kehamilan.
4
3. Berat badan berlebih
Walaupun belum ada bukti yang pasti tentang obesitas menjadi salah satu faktor risiko
HG, namun hal ini dilaporkan erat kaitannya dengan pre-pregnancy eating disorder.
4. Nutrisi
Faktor nutrisi ini berhubungan dengan peningkatan intake makanan kacang
berfermentasi yang mengandung protein tinggi dengan kandungan phytoestrogen yang
tinggi sama dengan 17-estradiol. Phytoestogren diimplikasikan dalam etiologi dari
menopause, infertilitas pria serta obesitas. Hal ini menjadi salah satu dasar yang menyatakan
bahwa HG disebabkan oleh keabnormalan level hormon kehamilan.
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi Hiperemesis Gravidarum menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3
tingkatan:
- Tingkatan I :
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa
lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada epigastrium.
nadi meningkat sekitar 100 kali/menit dan tekanan darah sistolik turun, turgor kulit
mengurang, lidah mengering dan mata cekung.
- Tingkatan II :
Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit mengurang, lidah mengering dan
Nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterik. Berat
badan menurun dan mata menjadi cekung, tensi turun, hemokonsentrasi oliguria dan
konstipasi. Aseton dapat tercium dalam hawa pernafasan, karena pempunyai aroma yang
khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.
- Tingkatan III :
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran makin menurun hingga
mencapai somnollen atau koma, terdapat ensefalopati werniche yang ditandai dengan :
nistagmus, diplopia, gangguan mental, kardiovaskuler ditandai dengan: nadi kecil, tekanan
darah menurun, dan temperature meningkat, gastrointestinal ditandaidengan: ikterus makin
berat, terdapat timbunan aseton yang makin tinggi dengan bau yang makin tajam. Keadaan
ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya
ikterus menunjukkan adanya payah hati.
5
2.6 Patofisiologi
(Terlampir)
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, USG (pemeriksaan penunjang dasar), analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal. (vebereg et al, 2005).
Pada keadaan tertentu, jika pasien dicurigai menderita hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter TSH dan T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid 50- 60% terjadi penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibodi Helicobacter pylori. Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen, kreatinin dan hematokrit (Quinlan,2003). Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk mendeteksi adanya kehamilan ganda ataupun mola hidatidosa.
Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan
muntah.Kemudian diperdalam lagi apakah mual dan muntah terjadi terus menerus,
dirangsang oleh jenis makanan tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien seharihari. Selain
itu dari anamnesis juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan terjadinya hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan sosial pasien,
asupan nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis, penyakit hati,
diabetes mellitus, dan tumor serebri).
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, tanda
dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan tiroid
dan abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding.7
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah lengkap,
urinalisis, gula darah, elektrolit, USG (pemeriksaan penunjang dasar), analisis gas darah,
tes fungsi hati dan ginjal. Pada keadaan tertentu, jika pasien dicurigai menderita
hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter TSH dan T4. Pada
6
kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid 50-60% terjadi penurunan kadar TSH.
Jika dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibodi
Helicobacter pylori. Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda
dehidrasi dan pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen,
kreatinin dan hematokrit. Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk mendeteksi adanya
kehamilan ganda ataupun mola hidatidosa.
2.8 Penatalaksanaan
Pada pasien dengan hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dilakukan rawat inap
dirumah sakit, dan dilakukan penanganan yaitu :
1. Medikamentosa
Obat-obatan yang dapat diberikan diantaranya suplemen multivitamin, antihistamin,
dopamin antagonis, serotonin antagonis, dan kortikosteroid. Vitamin yang dianjurkan adalah
vitamin B1 dan B6 seperti pyridoxine (vitamin B6). Pemberian pyridoxin cukup efektif dalam
mengatasi keluhan mual dan muntah. Anti histamin yang dianjurkan adalah doxylamine dan
dipendyramine. Pemberian antihistamin bertujuan untuk menghambat secara langsung kerja
histamin pada reseptor H1 dan secara tidak langsung mempengaruhi sistem vestibular,
menurunkan rangsangan di pusat muntah.
Selama terjadi mual dan muntah, reseptor dopamin di lambung berperan dalam
menghambat motilitas lambung. Oleh karena itu diberikan obat dopamin antagonis.
Dopamin antagonis yang dianjurkan diantaranya prochlorperazine, promethazine, dan
metocloperamide. Prochlorperazin dan promethazine bekerja pada reseptor D2 untuk
menimbulkan efek antiemetik. Sementara itu metocloperamide bekerja di sentral dan di
perifer. Obat ini menimbulkan efek antiemetik dengan cara meningkatkan kekuatan spincter
esofagus bagian bawah dan menurunkan transit time pada saluran cerna. Pemberian
serotonin antagonis cukup efektif dalam menurunkan keluhan mual dan muntah. Obat ini
bekerja menurunkan rangsangan pusat muntah di medula. Serotonin antagonis yang
dianjurkan adalah ondansetron. Odansetron biasanya diberikan pada pasien hiperemesis
gravidarum yang tidak membaik setelah diberikan obat-obatan yang lain. Sementara itu
pemberian kortikosteroid masih kontroversial karena dikatakan pemberian pada kehamilan
trimester pertama dapat meningkatkan risiko bayi lahir dengan cacat bawaan.
2. Terapi Nutrisi
Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung pada derajat
muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan peneriamaan penderita terhadap rencana
pemberian makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan saluran cerna harus digunakan.
7
Bila peroral menemui hambatan dicoba untuk menggunakan nasogastric tube (NGT). Saluran
cerna mempunyai banyak keuntungan misalnya dapat mengabsorsi banyak nutrien, adanya
mekanisme defensif untuk menanggulangi infeksi dan toksin. Selain itu dengan masuknya
sari makanan ke hati melalui saluran porta ikut menjaga pengaturan homeostasis nutrisi.
Bila penderita sudah dapat makan peroral, modifikasi diet yang diberikan adalah
makanan dalam porsi kecil namun sering, diet tinggi karbohidrat, rendah protein dan rendah
lemak, hindari suplementasi besi untuk sementara, hindari makanan yang emetogenik dan
berbau sehingga menimbulkan rangsangan muntah. Pemberian diet diperhitungkan jumlah
kebutuhan basal kalori sehari hari ditambah dengan 300 kkal perharinya.
3. Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, cerah, dan memiliki peredaran udara
yang baik. Sebaiknya hanya dokter dan perawat saja yang diperbolehkan untuk keluar masuk
kamar tersebut. Catat cairan yang keluar dan masuk. Pasien tidak diberikan makan ataupun
minum selama 24 jam. Biasanya dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang
tanpa pengobatan.
4. Terapi psikologik
Perlu diyakinkan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat disembuhkan. Hilangkan rasa
takut oleh karena kehamilan dan persalinan karena itu merupakan proses fisiologis, kurangi
pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik lainnya yang melatarbelakangi penyakit
ini. Jelaskan juga bahwa mual dan muntah adalah gejala yang normal terjadi pada kehamilan
muda, dan akan menghilang setelah usia kehamilan 4 bulan.
5. Cairan parenteral
Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah mekanisme kompensasi
yaitu vasokonstriksi dan gangguan perfusi uterus. Selama terjadi gangguan hemodinamik,
uterus termasuk organ non vital sehingga pasokan darah berkurang. Pada kasus hiperemesis
gravidarum, jenis dehidrasi yang terjadi termasuk dalam dehidrasi karena kehilangan cairan
(pure dehidration). Maka tindakan yang dilakukan adalah rehidrasi yaitu mengganti cairan
tubuh yang hilang ke volume normal, osmolaritas yang efektif dan komposisi cairan yang
tepat untuk keseimbangan asam basa. Pemberian cairan untuk dehidrasi harus
memperhitungkan secara cermat berdasarkan: berapa jumlah cairan yang diperlukan, defisit
natrium, defisit kalium dan ada tidaknya asidosis.
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat, dan protein dengan glukosa
5% dalam cairan garam fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambahkan
8
kalium dan vitamin, terutama vitamin B kompleks dan vitamin C, dapat diberikan pula asam
amino secara intravena apabila terjadi kekurangan protein.
Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Urin perlu diperiksa setiap
hari terhadap protein, aseton, klorida, dan bilirubin. Suhu tubuh dan nadi diperiksa setiap 4
jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan
seterusnya menurut keperluan. Bila dalam 24 jam pasien tidak muntah dan keadaan umum
membaik dapat dicoba untuk memberikan minuman, dan lambat laun makanan dapat
ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan ini, pada umumnya gejala-
gejala akan berkurang dan keadaan aman bertambah baik. Daldiyono mengemukakan salah
satu cara menghitung kebutuhan cairan untuk rehidrasi inisial berdasarkan sistiem poin.
Adapun poin-poin gejala klinis dapat dilihat pada tabel berikut ini.
9
Jumlah cairan yang akan diberikan dalam 2 jam, dapat dihitung :
Defisit = (Jumlah Poin / 15) x 10 % BB x 1 Liter
6. Terapi Alternatif
Ada beberapa macam pengobatan alternatif bagi hiperemesis gravidarum, antara lain:
Vitamin B6
Vitamin B6 merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme lipid, karbohidrat
dan asam amino. Peranan vitamin B6 untuk mengatasi hiperemesis masih kontroversi.
Dosis vitamin B6 yang cukup efektif berkisar 12,5-25 mg per hari tiap 8 jam. Selain itu
Czeizel melaporkan suplementasi multivitamin secara bermakna mengurangi kejadian
mencegah insiden hiperemesis gravidarum.
Vitamin B6 merupakan ko-enzim berbagai jalur metabolisme protein dimana
peningkatan kebutuhan protein pada trimester I diikuti peningkatan asupan vitamin B6.
Vitamin B6 diperlukan untuk sintesa serotonin dari tryptophan. Defisiensi vitamin B6
akan menyebabkan kadar serotonin rendah sehingga saraf panca indera akan semakin
sensitif yang menyebabkan ibu mudah mual dan muntah. Pada wanita hamil terjadi
peningkatan kynurenic dan xanturenic acid di urin. Kedua asam ini diekskresi apabila jalur
perubahan tryptophan menjadi niacin terhambat. Hal ini dapat juga terjadi karena
defisiensi vitamin B6. Kadar hormon estrogen yang tinggi pada ibu hamil juga
menghambat kerja enzim kynureninase yang merupakan katalisator perubahan
tryptophan menjadi niacin, yang mana kekurangan niacin juga dapat mencetuskan mual
dan muntah.
Jahe (zingiber officinale)
Pemberian dosis harian 250 mg sebanyak 4 kali perhari lebih baik hasilnya
dibandingkan plasebo pada wanita dengan hiperemesis gravidarum. Salah satu studi di
Eropa menunjukan bubuk jahe (1 gram per hari) lebih efektif dibandingkan plasebo dalam
menurunkan gejala hiperemesis gravidarum. Belum ada penelitian yang menunjukan
hubungan kejadian abnormalitas pada fetus dengan jahe. Namun, harus diperhatikan
bahwa akar jahe diperkirakan mengandung tromboksan sintetase inhibitor dan dapat
mempengaruhi peningkatan reseptor testoteron fetus.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hiperemesis gravidarum adalah suatu penyakit dimana wanita hamil memuntahkan segala
apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya sangat turun, turgor kulit berkurang,
diuresis berkurang dan timbul asetonuria. Gejalanya adalah muntah yang hebat, haus, mulut
kering, dehidrasi, mulut berbau, berat badan turun, kenaikan suhu, ikterus, dan gangguan
serebral (kesadaran menurun).
3.2 Saran
penulis menyarankan kepada pembaca untuk menyempurnakan makalah yang penulis
buat ini. Semoga makalah ini bisa menjadi bekal untuk pembelajaran mahasiswa keperawatan.
11
Daftar Pustaka
1. Aril Cikal Yasa.2012.Hubungan antara Karateristik Ibu hamil dengan kejadian Hiperemesis
Gravidarum di RSUD Ujungberung periode 2010-2011.Skripsi. Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Bandung
2. Bottomley C et al, 2009 ; Fell DB, et al, 2006; Cedergen M et al, 2008 dalam Widayana 2013.
3. Mullin, Patrick M et all. 2012. Risk Factor, treatment, and Outcome associated With
Prolonged Hyperemesis Gravidarum. Journal of Maternal-Fetal and Neonatal Medicine. 25
(6): 632-636
4. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan Edisi IV Cet. 1. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2008
5. Quinlan JD, Hill DA. Nausea and vomiting of pregnancy. Am Fam Physician. Jul 2003;68
(1):121-8.
6. Verberg MF, Gillott DJ, Al-Fardan N. Hyperemesis gravidarum, a literature review. Hum
Reprod Update. Sep-Oct 2005;11(5):527-39.
7. Widayana, Ari, I Wayan Megadhana dan Ketut Putera Kemara. 2013. Diagnosis Dan
Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum. Denpasar : Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana
12