Hindari penyalahgunaan antibiotik

45
Hindari penyalahgunaan antibiotik Bukanlah kejadian yang luar biasa bila suatu saat diri kita atau anggota keluarga kita mengalami sakit flu, radang tenggorokan, atau batuk pilek. Setelah 1-2 hari tidak sembuh juga, umumnya kita akan memeriksakan diri ke dokter, untuk mendapatkan pengobatan yang lebih baik agar penyakit dapat cepat diatasi. Walaupun tidak semua, banyak masyarakat awam yang sangat mengharapkan untuk diberi antibiotik oleh dokter yang memeriksanya, dengan harapan agar penyakit lebih cepat sembuh. Bahkan, tidak jarang ada pasien yang merasa tidak puas dan kecewa manakala dokter yang memeriksa ternyata hanya memberikan obat batuk pilek yang ‘biasa’ dan tidak memberikan antibiotik. Salahkah dokter tersebut ? Benarkah antibiotik diperlukan untuk mencapai kesembuhan setiap penyakit ? Ditemukannya antibiotik di tahun 1940an memang merupakan suatu kemajuan luar biasa dalam dunia kedokteran. Ada banyak sekali penyakit infeksi yang semula sangat mematikan atau cukup fatal, dapat disembuhkan segera dengan pemberian antibiotik. Hingga kini pun, ada banyak sekali penyakit infeksi yang membutuhkan pemberian antibiotik untuk mencapai kesembuhannya. Namun, ternyata tidak semua penyakit infeksi perlu diberikan antibiotik. Penyakit dapat disebabkan oleh kuman berupa bakteri, virus, atau parasit. Untuk mematikan bakteri yang menjadi penyebab penyakit, dapatlah digunakan antibiotik. Untuk mengatasi infeksi virus diperlukan obat anti virus, dan untuk mengatasi parasit diperlukan obat anti parasit. Obat antibiotik yang cukup kerap digunakan para dokter, misalnya golongan penicillin, yaitu ampisilin dan amoksisilin. Obat antivirus, yang saat ini banyak tersedia misalnya asiklovir, yang hanya berguna untuk mengatasi virus penyebab infeksi cacar air dan herpes. Untuk obat anti parasit, yang saat ini tersedia misalnya albendazol, mebendazol dan pirantel pamoat yang kerap digunakan untuk pengobatan infeksi cacingan; atau anti jamur kelompok azole (mikonazole, flukonazole, ketokonazole, dan itrakonoazole) yang kerap digunakan untuk mengatasi infeksi jamur. Dalam kenyataannya, kebanyakan infeksi saluran napas atas, seperti influenza, atau radang tenggorokan disebabkan oleh infeksi virus, dan hanya sedikit sekali yang penyebabnya bakteri. Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam kebanyakan kasus, yang dibutuhkan sesungguhnya bukanlah antibiotik, melainkan antivirus. Masalahnya, antivirus yang saat ini telah tersedia masih sangatlah sedikit jenisnya. Antivirus yang ada hanyalah untuk infeksi virus penyakit cacar air, herpes, hepatitis, dan HIV. Jadi, untuk kebanyakan infeksi virus tersebut, yang berguna untuk diberikan hanyalah obat yang berguna untuk mengurangi gejala, dan membantu meningkatkan daya tahan tubuh. Kesembuhan hanyalah dapat dicapai bila daya tahan tubuh dapat mengeliminasi virus tersebut dari dalam tubuh. Sebaliknya, antibiotik

description

penggunaan antibiotik

Transcript of Hindari penyalahgunaan antibiotik

Page 1: Hindari penyalahgunaan antibiotik

Hindari penyalahgunaan antibiotik

Bukanlah kejadian yang luar biasa bila suatu saat diri kita atau anggota keluarga kita mengalami sakit flu, radang tenggorokan, atau batuk pilek. Setelah 1-2 hari tidak sembuh juga, umumnya kita akan memeriksakan diri ke dokter, untuk mendapatkan pengobatan yang lebih baik agar penyakit dapat cepat diatasi. Walaupun tidak semua, banyak masyarakat awam yang sangat mengharapkan untuk diberi antibiotik oleh dokter yang memeriksanya, dengan harapan agar penyakit lebih cepat sembuh. Bahkan, tidak jarang ada pasien yang merasa tidak puas dan kecewa manakala dokter yang memeriksa ternyata hanya memberikan obat batuk pilek yang ‘biasa’ dan tidak memberikan antibiotik. Salahkah dokter tersebut ? Benarkah antibiotik diperlukan untuk mencapai kesembuhan setiap penyakit ?

Ditemukannya antibiotik di tahun 1940an memang merupakan suatu kemajuan luar biasa dalam dunia kedokteran. Ada banyak sekali penyakit infeksi yang semula sangat mematikan atau cukup fatal, dapat disembuhkan segera dengan pemberian antibiotik. Hingga kini pun, ada banyak sekali penyakit infeksi yang membutuhkan pemberian antibiotik untuk mencapai kesembuhannya. Namun, ternyata tidak semua penyakit infeksi perlu diberikan antibiotik.

Penyakit dapat disebabkan oleh kuman berupa bakteri, virus, atau parasit. Untuk mematikan bakteri yang menjadi penyebab penyakit, dapatlah digunakan antibiotik. Untuk mengatasi infeksi virus diperlukan obat anti virus, dan untuk mengatasi parasit diperlukan obat anti parasit. Obat antibiotik yang cukup kerap digunakan para dokter, misalnya golongan penicillin, yaitu ampisilin dan amoksisilin. Obat antivirus, yang saat ini banyak tersedia misalnya asiklovir, yang hanya berguna untuk mengatasi virus penyebab infeksi cacar air dan herpes. Untuk obat anti parasit, yang saat ini tersedia misalnya albendazol, mebendazol dan pirantel pamoat yang kerap digunakan untuk pengobatan infeksi cacingan; atau anti jamur kelompok azole (mikonazole, flukonazole, ketokonazole, dan itrakonoazole) yang kerap digunakan untuk mengatasi infeksi jamur.

Dalam kenyataannya, kebanyakan infeksi saluran napas atas, seperti influenza, atau radang tenggorokan disebabkan oleh infeksi virus, dan hanya sedikit sekali yang penyebabnya bakteri. Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam kebanyakan kasus, yang dibutuhkan sesungguhnya bukanlah antibiotik, melainkan antivirus. Masalahnya, antivirus yang saat ini telah tersedia masih sangatlah sedikit jenisnya. Antivirus yang ada hanyalah untuk infeksi virus penyakit cacar air, herpes, hepatitis, dan HIV.

Jadi, untuk kebanyakan infeksi virus tersebut, yang berguna untuk diberikan hanyalah obat yang berguna untuk mengurangi gejala, dan membantu meningkatkan daya tahan tubuh. Kesembuhan hanyalah dapat dicapai bila daya tahan tubuh dapat mengeliminasi virus tersebut dari dalam tubuh. Sebaliknya, antibiotik tidaklah memiliki peranan apa pun dalam infeksi virus. Bahkan, justru dapat memberikan dampak yang buruk bila dipaksakan untuk diberikan pada pasien.

Mengapa penyalahgunaan antibiotik ini berbahaya ? Ada banyak alasan yang dapat diberikan, di antaranya masalah efek samping, biaya, dan resistensi kuman. Seperti kita ketahui, setiap obat sesungguhnya memiliki risiko menimbulkan efek samping. Antibiotik merupakan kelompok obat yang termasuk kerap memberikan efek samping misalnya reaksi alergi baik ringan maupun berat, mual, muntah, bahkan kadangkala diare.

Masalah biaya yang membengkak, mau tidak mau perlu diperhatikan juga, karena umumnya harga antibiotik tidaklah murah. Sehingga alokasi biaya pengobatan menjadi tidak tepat. Sangatlah sayang bila biaya yang besar digunakan untuk membeli obat yang

Page 2: Hindari penyalahgunaan antibiotik

sama sekali tidak memberi manfaat yang jelas. Padahal di sisi lain, biaya tersebut dapat digunakan untuk obat yang lebih tepat dan berguna bagi kesembuhan penyakit.

Masalah yang penting juga, adalah masalah resistensi atau kekebalan bakteri terhadap antibiotik. Saat ini, seluruh dunia telah mengalami berbagai masalah akibat resistensi antibiotik. Penyalahgunaan antibiotik, berupa pemberian antibiotik yang tidak tepat, tidak sesuai dosis, dan tanpa pengawasan dokter ternyata telah membuat banyak jenis bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik tersebut. Hal ini dapat terjadi karena ternyata bakteri lama kelamaan dapat ‘mengubah’ dirinya sehingga dapat bertahan terhadap antibiotik yang menyerangnya.

Sebagai contoh, saat ini telah banyak bakteri yang beberapa tahun lalu dapat diatasi dengan mudah dengan antibiotik yang relatif ‘ringan’ seperti amoksisilin, namun kini tidak mempan lagi dan memerlukan antibiotik generasi baru yang jauh lebih keras, yang lebih mahal dan banyak efek sampingnya. Hal serupa ini telah terjadi pada banyak jenis antibiotik, akibat penyalahgunaan antibiotik yang terjadi di mana-mana. Padahal, untuk dapat menciptakan jenis antibiotik generasi baru membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang cukup lama.

Oleh karenanya, mulai sekarang, hindari penyalahgunaan dan bijaksanalah dalam menggunakan obat antibiotik. Berikut ini langkah yang dapat dilakukan :

Saat berobat ke dokter, diskusikanlah apakah memang diperlukan pemberian antibiotik untuk mengatasi penyakit.

Jika memang Anda diberikan pengobatan dengan antibiotik, pahami sungguh-sungguh cara penggunaannya. Janganlah ragu-ragu untuk meminta penjelasan yang lengkap dari dokter mengenai obat yang diberikan.

Salah satu hal penting untuk diingat adalah obat antibiotik harus terus diminum dan dihabiskan walaupun gejala sudah berkurang.

Sebaliknya, bila obat sudah habis sebelum gejala berkurang, janganlah membeli sendiri antibiotik tersebut tanpa konsultasi dokter. Pemberian antibiotik yang melebihi waktu yang seharusnya dapat meningkatkan risiko terjadinya efek samping.

Jika memang ada obat yang tersisa, jangan sekali-kali memberikan pada orang lain. Pemberian antibiotik harus disesuaikan dengan kondisi klinis dan keadaan pasien secara individual.

TAK SEMUA PENYAKIT PERLU ANTIBIOTIKSelama ini antibiotik dipercaya sebagai obat manjur yang dapat mengenyahkan berbagai

penyakit. Padahal tidak semua penyakit membutuhkan antibiotik!

Dunia kedokteran modern berkembang pesat dengan ditemukannya antibiotik pada tahun 1928 oleh Alexander Fleming. Perkembangannya sungguh fantastis, hingga sekian puluh tahun kemudian masyarakat begitu mudah mendapatkan antibiotik di pasaran. Kala terserang flu atau pusing, orang dengan mudah mengobati dirinya sendiri dengan membeli antibiotik di apotek. Sebagian beranggapan, kalau hanya sakit ringan tidak perlu ke dokter. Toh paling-paling dokter akan memberikan resep yang sama dengan antibiotik yang bisa dibeli sendiri di apotek.

Padahal penggunaan antibiotik yang sembarangan dapat berakibat fatal. "Apalagi tidak

Page 3: Hindari penyalahgunaan antibiotik

semua penyakit membutuhkan antibiotik," tandas DR. Dr. Rianto Setiabudy, dari Bagian Farmakologi FKUI.

HARUS SESUAI INDIKASI

Pada prinsipnya antibiotik adalah obat yang digunakan untuk membunuh kuman penyakit dalam tubuh manusia dan menyembuhkannya dari infeksi. Itu pun hanya infeksi kuman yang harus dicermati lebih dulu, sehingga antibiotik yang diberikan bisa cocok dengan infeksi yang diderita. "Penggunaan antibiotik yang benar harus sesuai dengan indikasinya. Contohnya ada infeksi kulit seperti bisul atau abses," kata Rianto.

Akan halnya infeksi virus, maka pada kasus ini tidak dibutuhkan antibiotik. Jadi pemakaian antibiotik untuk mengobati penyakit yang disebabkan virus seperti influenza tidak disarankan. "Influenza sebetulnya tidak dapat diobati dengan antibiotik," ungkap Rianto. Apalagi kalau ada dokter yang memberikan dua jenis antibiotik untuk sakit flu. "Ini sangat disesalkan."

Antibiotik yang diberikan secara tidak tepat, alih-alih menyembuhkan penyakit, yang ada justru menimbulkan banyak kerugian, di antaranya:

* Menimbulkan Kekebalan

Dalam tubuh manusia terdapat kuman-kuman "normal" yang memang dibutuhkan tubuh dan tidak memunculkan penyakit. Dengan konsumsi antibiotik berulang, kuman "normal" ini akan menjadi kebal. Lalu kekebalannya bisa ditularkan pada kuman lain, termasuk kuman yang menyebabkan penyakit. Jadi antibiotik yang dikonsumsi berulang-ulang dapat menimbulkan kekebalan, apalagi bila penggunaan itu sebenarnya tidak perlu. Dikhawatirkan, bila terjadi infeksi yang betul-betul membutuhkan antibiotik, obat tersebut sudah tidak lagi efektif karena tubuh sudah resisten.

* Memunculkan Reaksi Alergi

Bila penggunaannya tidak tepat, antibiotik bisa menyebabkan alergi, seperti gatal, mual, pusing, dan sebagainya. Seringkali dokter menanyakan apakah pasien memiliki alergi obat tertentu atau tidak. "Dokter yang menanyakan hal ini pada pasiennya harus dipuji karena dia termasuk dokter yang teliti," komentar Rianto. Sayangnya, yang sering terjadi pasien tidak tahu apakah dirinya alergi terhadap obat tertentu atau tidak.

Lalu bagaimana sebagai pasien kita harus menjawabnya? Seandainya sama sekali tidak tahu pasti apakah punya riwayat alergi obat atau tidak, "Sebaiknya ya jawab apa adanya. Dokter pasti akan membantu meresepkan obat yang aman. Tapi kalau tahu, misalnya alergi penisilin atau amoksilin, tentu dokter tidak akan meresepkannya."

Walaupun belum ada angka pasti berapa banyak orang yang alergi terhadap antibiotik di Indonesia, yang paling banyak dijumpai adalah alergi penisilin. Alergi terhadap obat biasanya ditandai dengan gejala gatal-gatal, sesak napas ataupun reaksi lainnya.

* Harga Obat Jadi Mahal

Penambahan antibiotik yang tidak perlu akan membuat harga obat yang harus ditebus pasien jadi makin mahal. Dalam hal ini pasien punya hak untuk memberikan pandangannya

Page 4: Hindari penyalahgunaan antibiotik

kepada dokter. Misalnya kalau untuk sakit flu dokter meresepkan antibiotik, tanyakan saja apakah itu memang perlu. Lebih baik lagi, berobat saja ke dokter yang memang selektif dalam meresepkan antibiotik.

KEMUNGKINAN EFEK SAMPING

Efek samping antibiotik tidak mesti muncul dari penggunaan jangka panjang karena penggunaan jangka pendek pun bisa saja menimbulkan kerugian. Misalnya, pada orang-orang tertentu, antibiotik yang masuk ke tubuh dapat memunculkan reaksi berlebihan. Akibat yang paling parah di antaranya Sindrom Steven Johnson, yang bisa berujung kematian.

Adapun jangka waktu penggunaan antibiotik sangat bervariasi tergantung pada berat ringannya penyakit. Untuk infeksi kuman yang ringan, penggunaan selama lima hari sudah cukup. Sedangkan untuk infeksi kuman yang sifatnya khusus, seperti TBC, waktu yang dibutuhkan jelas lebih lama, minimal 6 bulan. Berikut beberapa contoh antibiotik dan kemungkinan efek samping yang bisa ditimbulkannya:

Namun, bukan berarti obat-obat tersebut tidak boleh dikonsumsi, karena manfaatnya justru besar bila digunakan dengan indikasi yang benar. Sudah banyak bukti bahwa antibiotik dapat menyelamatkan nyawa manusia. Yang perlu kita lakukan adalah bersikap hati-hati, karena penggunaannya yang salah dapat berakibat fatal.

Jenis antibiotic Efek sampingGentamisin Kerusakan ginjal

KloramfenikolKerusakan sumsum tulang sehingga

berpengaruh pada produksi sel darah merah dan sel darah putih, bisa mengakibatkan

kematian.

PenisilinSyok anafilaksis (turunnya tekanan darah

secara drastis dan tiba-tiba, bisa menyebabkan kematian) atau reaksi pada

kulitSulfa Reaksi hipersensitivitas

DOSIS DULU DAN SEKARANG

Selama pengobatan, biasanya antibiotik diminum 2-3 kali sehari. Akan tetapi seiring dengan kemajuan dunia kedokteran, antibiotik jenis tertentu bisa dikonsumsi hanya satu kali sehari. Soal efektivitasnya, menurut Rianto sama saja. Kalau antibiotik yang diberikan 3 kali sehari punya masa kerja kurang lebih 8 jam, maka yang dosisnya 1 kali sehari pun dibuat dengan masa kerja yang lebih lama.

Ada keuntungan lebih yang didapat dengan mengonsumsi obat sekali sehari, yakni terhindar dari kemungkinan lupa dan tidak harus terlalu sering minum obat. Lebih menyenangkan, bukan? Namun, harap diingat antibiotik yang bisa diminum sekali sehari belum tersedia untuk semua penyakit infeksi kuman.

HARUSKAH DIHABISKAN?

Page 5: Hindari penyalahgunaan antibiotik

Bila penggunaan antibiotik tersebut tepat sesuai indikasi, tak ada cara lain kecuali harus dihabiskan. Contohnya untuk infeksi saluran pernapasan bawah yang disebabkan oleh kuman. Kalau dokter meresepkan harus dikonsumsi selama 7 hari dan harus dihabiskan, maka selama 7 hari itu harus benar-benar dihabiskan, supaya tidak terjadi pemburukan pada penyakit tersebut.

Sedangkan antibiotik yang tidak tepat penggunaannya, misalnya untuk flu yang memang tidak membutuhkan antibiotik ya sebaiknya segera dihentikan. Makin cepat menghentikan konsumsi antibiotik yang tidak benar, tentu semakin baik.

JANGAN UBAH BENTUKNYA

Yang juga harus diingat adalah jangan mengubah bentuk antibiotik yang diresepkan dokter. Bila bentuknya tablet, maka obat itu harus dikonsumsi apa adanya. Seringkali karena kesulitan minum obat, maka sebelum diminum tablet itu digerus dulu. Atau kalau berupa kapsul dibuka dulu kemasannya. Ini jelas tidak benar. Pemakaian obat yang salah tidak akan menghasilkan efek maksimal lantaran obat tersebut tidak diserap tubuh secara optimal.

Contohnya, tidak semua tablet bisa digerus karena ada yang dilapisi dengan lapisan khusus agar tidak teroksidasi. Bila isi tablet tersebut terpapar sinar matahari atau zat lainnya, maka stabilitasnya jadi menurun. Bahkan obat yang digerus di apotek pun tidak sepenuhnya aman dari human error. "Karena setelah digerus obat tersebut harus melalui beberapa proses lagi, seperti ditimbang dan sebagainya, sehingga rawan salah."

Belum lagi ada beberapa antibiotik tertentu yang dilapisi enteric coated tablet. Pelapisan ini dimaksudkan supaya obat tidak pecah di lambung. Ingat lambung memiliki kondisi asam yang akan merusak antibiotik sebelum diserap oleh tubuh. Kalau obat tersebut dapat terjaga utuh sampai usus halus yang kondisinya sudah tidak asam lagi, maka obat tersebut terhindar dari kerusakan dini dan dapat diserap tubuh dengan baik.

Itulah mengapa di beberapa negara maju, seperti Amerika dan Australia, sudah tidak ada lagi obat yang dikonsumsi dalam bentuk puyer. "Semua obat dikonsumsi apa adanya, sehingga lebih aman."

ANTIBIOTIK GENERIK VS PATEN

Belakangan marak dikampanyekan pemakaian obat generik, termasuk jenis antibiotik. Adakah perbedaan efektivitas antara antibiotik generik dengan yang paten? "Sama sekali tidak ada," tandas Rianto. Obat generik sama manjurnya dengan obat paten. Bahkan seringkali diproduksi di pabrik yang sama dengan proses yang sama pula.

Bedanya yang satu diberi nama dagang dan menjadi obat paten yang harganya lebih mahal. Sedangkan yang tidak memakai nama dagang atau dikenal dengan istilah generik, harganya relatif lebih murah.

Namun harus diingat tidak semua obat memiliki versi generiknya. Kalau memang obat tersebut tidak ada generiknya, mau tidak mau pasien harus membeli obat dengan merek paten.

Page 6: Hindari penyalahgunaan antibiotik

MINUMLAH OBAT SEPERLUNYA

Ada beberapa hal yang dianjurkan Rianto sehubungan dengan konsumsi antibiotik, berikut di antaranya;

- Orang tua sebaiknya "waspada" dengan mencari dokter yang bisa meresepkan obat secara baik dan benar.

- Bila diresepkan sederet obat dan banyak macamnya, sebaiknya langsung tanyakan. Dokter yang baik hanya akan meresepkan obat yang memang sesuai dengan indikasi penyakit yang diderita pasien saja.

- Kalau demam, batuk, dan flu ringan, boleh saja menggunakan obat yang dijual di pasaran sebagai pertolongan pertama tapi jangan langsung mengandalkan antibiotik.

- Jangan sembarangan menggunakan antibiotik, meski mungkin bisa dibeli sendiri di apotek.

Marfuah Panji Astuti.

TAK SEMUA PENYAKIT PERLU ANTIBIOTIK

Selama ini antibiotik dipercaya sebagai obat manjur yang dapat mengenyahkan

berbagai penyakit. Padahal tidak semua penyakit membutuhkan antibiotik!

Dunia kedokteran modern berkembang pesat dengan ditemukannya antibiotik padatahun 1928 oleh Alexander Fleming. Perkembangannya sungguh fantastis, hinggasekian puluh tahun kemudian masyarakat begitu mudah mendapatkan antibiotikdi pasaran. Kala terserang flu atau pusing, orang dengan mudah mengobatidirinya sendiri dengan membeli antibiotik di apotek. Sebagian beranggapan,kalau hanya sakit ringan tidak perlu ke dokter. Toh paling-paling dokterakan memberikan resep yang sama dengan antibiotik yang bisa dibeli sendiridi apotek.

Padahal penggunaan antibiotik yang sembarangan dapat berakibat fatal."Apalagi tidak semua penyakit membutuhkan antibiotik," tandas DR. Dr. RiantoSetiabudy, dari Bagian Farmakologi FKUI.

HARUS SESUAI INDIKASI

Pada prinsipnya antibiotik adalah obat yang digunakan untuk membunuh kumanpenyakit dalam tubuh manusia dan menyembuhkannya dari infeksi. Itu pun hanyainfeksi kuman yang harus dicermati lebih dulu, sehingga antibiotik yangdiberikan bisa cocok dengan infeksi yang diderita. "Penggunaan antibiotikyang benar harus sesuai dengan indikasinya. Contohnya ada infeksi kulitseperti bisul atau abses,"

Page 7: Hindari penyalahgunaan antibiotik

Akan halnya infeksi virus, maka pada kasus ini tidak dibutuhkan antibiotik.Jadi pemakaian antibiotik untuk mengobati penyakit yang disebabkan virusseperti influenza tidak disarankan. "Influenza sebetulnya tidak dapatdiobati dengan antibiotik," ungkap Rianto. Apalagi kalau ada dokter yangmemberikan dua jenis antibiotik untuk sakit flu. "Ini sangat disesalkan."

Antibiotik yang diberikan secara tidak tepat, alih-alih menyembuhkanpenyakit, yang ada justru menimbulkan banyak kerugian, di antaranya:

* Menimbulkan Kekebalan

Dalam tubuh manusia terdapat kuman-kuman "normal" yang memang dibutuhkantubuh dan tidak memunculkan penyakit. Dengan konsumsi antibiotik berulang,kuman "normal" ini akan menjadi kebal. Lalu kekebalannya bisa ditularkanpada kuman lain, termasuk kuman yang menyebabkan penyakit. Jadi antibiotikyang dikonsumsi berulang-ulang dapat menimbulkan kekebalan, apalagi bilapenggunaan itu sebenarnya tidak perlu. Dikhawatirkan, bila terjadi infeksiyang betul-betul membutuhkan antibiotik, obat tersebut sudah tidak lagiefektif karena tubuh sudah resisten.

* Memunculkan Reaksi Alergi

Bila penggunaannya tidak tepat, antibiotik bisa menyebabkan alergi, sepertigatal, mual, pusing, dan sebagainya. Seringkali dokter menanyakan apakahpasien memiliki alergi obat tertentu atau tidak. "Dokter yang menanyakan halini pada pasiennya harus dipuji karena dia termasuk dokter yang teliti,"komentar Rianto. Sayangnya, yang sering terjadi pasien tidak tahu apakahdirinya alergi terhadap obat tertentu atau tidak.

Lalu bagaimana sebagai pasien kita harus menjawabnya? Seandainya sama sekalitidak tahu pasti apakah punya riwayat alergi obat atau tidak, "Sebaiknya yajawab apa adanya. Dokter pasti akan membantu meresepkan obat yang aman. Tapikalau tahu, misalnya alergi penisilin atau amoksilin, tentu dokter tidakakan meresepkannya."

Walaupun belum ada angka pasti berapa banyak orang yang alergi terhadapantibiotik di Indonesia, yang paling banyak dijumpai adalah alergipenisilin. Alergi terhadap obat biasanya ditandai dengan gejala gatal-gatal,sesak napas ataupun reaksi lainnya.

* Harga Obat Jadi Mahal

Penambahan antibiotik yang tidak perlu akan membuat harga obat yang harusditebus pasien jadi makin mahal. Dalam hal ini pasien punya hak untukmemberikan pandangannya kepada dokter. Misalnya kalau untuk sakit flu doktermeresepkan antibiotik, tanyakan saja apakah itu memang perlu. Lebih baiklagi, berobat saja ke dokter yang memang selektif dalam meresepkanantibiotik.

KEMUNGKINAN EFEK SAMPING

Efek samping antibiotik tidak mesti muncul dari penggunaan jangka panjangkarena penggunaan jangka pendek pun bisa saja menimbulkan kerugian.Misalnya, pada orang-orang tertentu, antibiotik yang masuk ke tubuh dapatmemunculkan reaksi berlebihan. Akibat yang paling parah di antaranya SindromSteven Johnson, yang bisa berujung kematian.

Page 8: Hindari penyalahgunaan antibiotik

Adapun jangka waktu penggunaan antibiotik sangat bervariasi tergantung padaberat ringannya penyakit. Untuk infeksi kuman yang ringan, penggunaan selamalima hari sudah cukup. Sedangkan untuk infeksi kuman yang sifatnya khusus,seperti TBC, waktu yang dibutuhkan jelas lebih lama, minimal 6 bulan.Berikut beberapa contoh antibiotik dan kemungkinan efek samping yang bisaditimbulkannya:

Namun, bukan berarti obat-obat tersebut tidak boleh dikonsumsi, karenamanfaatnya justru besar bila digunakan dengan indikasi yang benar. Sudahbanyak bukti bahwa antibiotik dapat menyelamatkan nyawa manusia. Yang perlukita lakukan adalah bersikap hati-hati, karena penggunaannya yang salahdapat berakibat fatal.

Jenis antibiotik

Efek samping

Gentamisin

Kerusakan ginjal

Kloramfenikol

Kerusakan sumsum tulang sehingga berpengaruh pada produksi sel darah merahdan sel darah putih, bisa mengakibatkan kematian.

Penisilin

Syok anafilaksis (turunnya tekanan darah secara drastis dan tiba-tiba, bisamenyebabkan kematian) atau reaksi pada kulit

Sulfa

Reaksi hipersensitivitas

DOSIS DULU DAN SEKARANG

Selama pengobatan, biasanya antibiotik diminum 2-3 kali sehari. Akan tetapiseiring dengan kemajuan dunia kedokteran, antibiotik jenis tertentu bisadikonsumsi hanya satu kali sehari. Soal efektivitasnya, menurut Rianto samasaja. Kalau antibiotik yang diberikan 3 kali sehari punya masa kerja kuranglebih 8 jam, maka yang dosisnya 1 kali sehari pun dibuat dengan masa kerjayang lebih lama.

Ada keuntungan lebih yang didapat dengan mengonsumsi obat sekali sehari,yakni terhindar dari kemungkinan lupa dan tidak harus terlalu sering minumobat. Lebih menyenangkan, bukan? Namun, harap diingat antibiotik yang bisadiminum sekali sehari belum tersedia untuk semua penyakit infeksi kuman.

HARUSKAH DIHABISKAN?

Bila penggunaan antibiotik tersebut tepat sesuai indikasi, tak ada cara lain

Page 9: Hindari penyalahgunaan antibiotik

kecuali harus dihabiskan. Contohnya untuk infeksi saluran pernapasan bawahyang disebabkan oleh kuman. Kalau dokter meresepkan harus dikonsumsi selama7 hari dan harus dihabiskan, maka selama 7 hari itu harus benar-benardihabiskan, supaya tidak terjadi pemburukan pada penyakit tersebut.

Sedangkan antibiotik yang tidak tepat penggunaannya, misalnya untuk flu yangmemang tidak membutuhkan antibiotik ya sebaiknya segera dihentikan. Makincepat menghentikan konsumsi antibiotik yang tidak benar, tentu semakin baik.

JANGAN UBAH BENTUKNYA

Yang juga harus diingat adalah jangan mengubah bentuk antibiotik yangdiresepkan dokter. Bila bentuknya tablet, maka obat itu harus dikonsumsi apaadanya. Seringkali karena kesulitan minum obat, maka sebelum diminum tabletitu digerus dulu. Atau kalau berupa kapsul dibuka dulu kemasannya. Ini jelastidak benar. Pemakaian obat yang salah tidak akan menghasilkan efek maksimallantaran obat tersebut tidak diserap tubuh secara optimal.

Contohnya, tidak semua tablet bisa digerus karena ada yang dilapisi denganlapisan khusus agar tidak teroksidasi. Bila isi tablet tersebut terpaparsinar matahari atau zat lainnya, maka stabilitasnya jadi menurun. Bahkanobat yang digerus di apotek pun tidak sepenuhnya aman dari human error."Karena setelah digerus obat tersebut harus melalui beberapa proses lagi,seperti ditimbang dan sebagainya, sehingga rawan salah."

Belum lagi ada beberapa antibiotik tertentu yang dilapisi enteric coatedtablet. Pelapisan ini dimaksudkan supaya obat tidak pecah di lambung. Ingatlambung memiliki kondisi asam yang akan merusak antibiotik sebelum diserapoleh tubuh. Kalau obat tersebut dapat terjaga utuh sampai usus halus yangkondisinya sudah tidak asam lagi, maka obat tersebut terhindar darikerusakan dini dan dapat diserap tubuh dengan baik.

Itulah mengapa di beberapa negara maju, seperti Amerika dan Australia, sudahtidak ada lagi obat yang dikonsumsi dalam bentuk puyer. "Semua obatdikonsumsi apa adanya, sehingga lebih aman."

ANTIBIOTIK GENERIK VS PATEN

Belakangan marak dikampanyekan pemakaian obat generik, termasuk jenisantibiotik. Adakah perbedaan efektivitas antara antibiotik generik denganyang paten? "Sama sekali tidak ada," tandas Rianto. Obat generik samamanjurnya dengan obat paten. Bahkan seringkali diproduksi di pabrik yangsama dengan proses yang sama pula.

Bedanya yang satu diberi nama dagang dan menjadi obat paten yang harganyalebih mahal. Sedangkan yang tidak memakai nama dagang atau dikenal denganistilah generik, harganya relatif lebih murah.

Namun harus diingat tidak semua obat memiliki versi generiknya. Kalau memangobat tersebut tidak ada generiknya, mau tidak mau pasien harus membeli obatdengan merek paten.

MINUMLAH OBAT SEPERLUNYA

Ada beberapa hal yang dianjurkan Rianto sehubungan dengan konsumsiantibiotik, berikut di antaranya;

Page 10: Hindari penyalahgunaan antibiotik

- Orang tua sebaiknya "waspada" dengan mencari dokter yang bisa meresepkanobat secara baik dan benar.

- Bila diresepkan sederet obat dan banyak macamnya, sebaiknya langsungtanyakan. Dokter yang baik hanya akan meresepkan obat yang memang sesuaidengan indikasi penyakit yang diderita pasien saja.

- Kalau demam, batuk, dan flu ringan, boleh saja menggunakan obat yangdijual di pasaran sebagai pertolongan pertama tapi jangan langsungmengandalkan antibiotik.

- Jangan sembarangan menggunakan antibiotik, meski mungkin bisa dibelisendiri di apotek.

Marfuah Panji Astuti

Antibiotik ? Siapa takut ?Mungkin begitulah kira2 pikiran kebanyakan pasien Indonesia ketika diberi resep oleh dokternya ketika berobat... karena sudah seringnya diberi Antibiotik (atau disingkat AB), kita langsung saja meminumnya tanpa mempertanyakan dahulu apakah benar kita perlu AB ? Lalu kapan sih kita perlu dan kapan tidak ? Summary ini membahas dengan singkat apa itu AB dan beberapa topik yang berhubungan.

Apa itu AB ?

AB ditemukan oleh Alexander Flemming pada tahun 1929 dan digunakan untuk membunuh bakteri secara langsung atau melemahkan bakteri sehingga kemudiandapat dibunuh dengan sistem kekebalan tubuh kita.

AB ada yang merupakan

1. produk alami,

2. semi sintetik, berasal dari alam dibuat dengan beberapa perubahan agar lebih kuat, mengurangi efek samping atau untuk memperluas jenis bakteri yang dapat dibunuh,

3. full sintetik.

Jenis AB:

1. Narrow spectrum, berguna untuk membunuh jenis2 bakteri secara spesifik. Mungkin kalau di militer bisa disamakan dengan sniper, menembak 1 target dengan tepat. AB yang tergolong narrow spectrum adalah ampicillin dan amoxycilin (augmentin, surpas, bactrim, septrim).

2. Broad spectrum, membunuh semua jenis bakteri didalam tubuh, atau bisa disamakan dengan bom

Page 11: Hindari penyalahgunaan antibiotik

nuklir. Dianjurkan untuk menghindari mengkonsumsi AB jenis ini, karena more toxic dan juga membunuh jenis bakteri lainnya yang sangat berguna untuk tubuh kita. AB yang termasuk kategori ini adalah cephalosporin (cefspan, cefat, keflex, velosef, duricef, etc.).

BakteriBakteri berdasarkan sifat fisiknya dapat dibagi menjadi dua, yaitu gram positif (+) dan gram negatif (-). Infeksi dibagian atas diafragma (dada) umumnya disebabkan oleh bakteri gram (+) sedangkan infeksi dibagian bawah diafragma disebabkan oleh bakteri gram (-). Biasanya, infeksi yang disebabkan oleh gram (+) lebih mudah dilawan. Didalam tubuh kita banyak sekali terdapat bakteri, bahkan salah satu kandungan ASI adalah bakteri.

Jadi, sebenarnya, kebanyakan bakteri tidaklah jahat. Manfaat bakteri diusus kita adalah:

1. bakteri mengubah apa yang kita makan menjadi nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh.

2. memproduksi vitamin B & K.

3. memperbaiki sel dinding usus yang tua dan sudah rusak.

4. merangsang gerak usus sehingga kita tidak mudah muntah (konstipasi).

5. menghambat berkembang biaknya bakteri jahat dan secara tidak langsung mencegah tubuh kita agar tidak terinfeksi bakteri jahat.

Sekarang kita tahu manfaatnya, jadi jangan lagi minum AB tanpa alasan yang jelas, karena hal ini akan membunuh bakteri yang baik tersebut.

VirusWalaupun sesama mikro-organisme, virus ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan dengan bakteri. Mereka berkembang biak dengan mengunakan sel tubuh kita, jadi virus akan mati bila berada diluar tubuh. Catatan penting: virus tidak dapat dibunuh oleh obat dan AB sama sekali tidak bekerja terhadap virus. Virus hanya bisa dibasmi oleh sistem imun atau daya tahan tubuh kita, salah satunya adalah dengan demam. Demam merupakan bagian dari sistem daya tahan tubuh yang bermanfaat untuk membasmi virus, karena virus tidak tahan dengan suhu tubuh yang tinggi. Jadi apabila anak / anda mengalami demam, sebaiknya tidak diobati apabila suhu tubuhnya tidak terlalu tinggi.Untuk petunjuk lebih lanjut, buka e-mail terdahulu yg membahas demam.

When AB doesn't work ?

Menurut penelitian, ada 3 kondisi yang umumnya diterapi dengan AB, yaitu

1. Demam,

Page 12: Hindari penyalahgunaan antibiotik

2. Radang tenggorokan,

3. Diare.

Padahal, sebenarnya, penggunaan AB untuk kondisi diatas tidaklah tepat dantidak berguna. Dibawah ini petunjuk kapan AB tidak bekerja:1. Colds & Flu2. Batuk atau bronchitis3. Radang tenggorokan4. Infeksi telinga. Tidak semua infeksi telinga membutuhkan AB.5. Sinusitis. Pada umumnya tidak membutuhkan AB.Penggunaan AB tidak pada tempatnya dan berlebihan tidak akan menguntungkan, bahkan merugikan dan membahayakan.

When do we need AB ?

Dibawah merupakan beberapa jenis infeksi bakteri yang umumnya terjadi dan membutuhkan terapi AB :

1. Infeksi saluran kemih

2. Sebagian infeksi telinga tengah atau biasa disebut otitis media

3. Sinusitis yang berat (berlangsung lebih dari seminggu, sakit kepala, pembengkakan di daerah wajah)

4. Radang tenggorokan karena infeksi kuman streptokokus (umumnya menyerang anak berusia 7 tahun atau lebih sedangkan pada anak usia 4 tahun hanya 15% yang mengalami radang tenggorokan karena kuman ini)

How do I know this is bacterial infection?

Untuk mengetahui apakah ada infeksi bakteri biasanya dengan melakukan kultur yang membutuhkan beberapa hari untuk observasi. Contohnya apabila dicurigai adanya infeksi saluran kemih, lab. mengambil sample urin dan kemudian dikultur, setelah beberapa hari akan ketahuan bila ada infeksi bakteri berikut jenisnya.

Efek Negatif AB

Dibawah adalah efek samping yang dialami pemakai apabila mengkonsumsi AB;

1. Gangguan saluran cerna (diare, mual, muntah, mulas) merupakan efek samping yang paling sering terjadi.

Page 13: Hindari penyalahgunaan antibiotik

2. Reaksi alergi. Mulai dari yang ringan seperti ruam, gatal sampai dengan yang berat seperti pembengkakan bibir/kelopak mata, gangguan nafas, dll.

3. Demam (drug fever). AB yang dapat menimbulkan demam bactrim, septrim, sefalsporoin & eritromisin.

4. Gangguan darah. Beberapa AB dapat mengganggu sumsum tulang, salah satunya kloramfenikol.

5. Kelainan hati. AB yang paling sering menimbulkan efek ini adalah obat TB seperti INH, rifampisin dan PZA (pirazinamid).

6. Gangguan fungsi ginjal. Golongan AB yang bisa menimbulkan efek ini adalah minoglycoside (garamycine, gentamycin intravena), Imipenem/Meropenem dan golongan Ciprofloxacin. Bagi penderita penyakit ginjal, harus hati2 mengkonsumsi AB.

Pemakaian AB tidak pada tempatnya dan berlebihan (irrational) juga dapat menimbulkan efek negatif yang lebih luas (long term), yaitu terhadap kita dan lingkungan sekitar, contohnya:1. Irrational use ini juga dapat membunuh kuman yang baik dan berguna yang ada didalam tubuh kita. Sehingga tempat yang semula ditempati oleh bakteri baik ini akan diisi oleh bakteri jahat atau oleh jamur. Kondisi ini disebut juga sebagai superinfection.

2. Pemberian AB yang berlebihan akan menyebabkan bakteri2 yang tidak terbunuh mengalami mutasi dan menjadi kuman yang resistance terhadap AB, biasa disebut SUPERBUGS. Jadi jenis bakteri yang awalnya dapat diobati dengan mudah dengan AB yang ringan, apabila ABnya digunakan dengan irrational, maka bakteri tersebut mutasi dan menjadi kebal, sehingga memerlukan jenis AB yang lebih kuat.

Bayangkan apabila bakteri ini menyebar ke lingkungan sekitar. Lama kelamaan, apabila pemakaian AB yang irrational ini terus berlanjut, maka suatu saat akan tercipta kondisi dimana tidak ada lagi jenis AB yang dapat membunuh bakteri yang terus menerus bermutasi ini. Hal ini akan membuat kita kembali ke zaman sebelum AB ditemukan, dimana infeksi yang diakibatkan oleh bakteri ini tidak dapat diobati sehingga angka kematian akan drastis melonjak naik.

Note: Semakin sering mengkonsumsi AB, semakin sering kita sakit. The less you consume AB, the less frequent you get sick.

Inappropriate AB Use

Berjuta2 resep ditulis yang mencantumkan AB untuk infeksi virus, padahal kita semua tahu AB tidak berguna untuk memerangi virus. Ada 3 alasan mengapa apparopriate use of AB ini terjadi, yaitu:

Page 14: Hindari penyalahgunaan antibiotik

1. Diagnostic uncertainty.

2. Time pressure.

3. Patient Demand.People don't want to miss work or they have a sick child who kept the family up all night and they're willing to try anything that might work. It's easier for the physician to give AB than to explain why it might be better not to use it.

Benar, seringkali kitapun sebagai pasien juga berperan didalam AB irrational use ini. Sudah terbentuk persepsi didalam pasien Indonesia, dimana kita beranggapan bahwa kalau pulang dari kunjungan dokter itu harus membawa resep. Malah akan aneh kalau kita tidak pulang dengan membawa resep. Hal ini justru mendorong dokter untuk meresepkan AB ketika tidak diperlukan. Sebaiknya sikap ini sedikit demi sedikit kita hilangkan.How Can We Help ?

1. Rubah sikap kita ketika berkunjung ke dokter dengan menanyakan; Apa penyebab penyakitnya ?, bukan apa obatnya.

2. Jangan sedikit2 minta dokter untuk meresepkan AB. Jangan mengkonsumsi AB untuk infeksi virus seperti flu/pilek, batuk atau radang tenggorokan. Kalau merasa tidak nyaman akibat infeksi tsb. tanya dokter bagaimana cara meringankan gejalanya, tetapi tidak dengan AB.

3. Tidak mempergunakan Desinfektan di rumah, cukup dengan air dan sabun. Hanya diperlukan bila di rumah ada orang sakit dengan daya tahan tubuh rendah (pasca transplantasi, anak penyakit kronis, pemakaian steroid jangka panjang, dll.).

Battle of the Bugs: Fighting AB Resistance

Masalah bakteri yang kebal terhadap AB (AB resistance) ini telah menjadi masalah global dan sudah sejak beberapa dekade terakhir dunia kedokteran mencanangkan perang terhadap AB resistance ini.

Ada petunjuk yang dapat dilakukan untuk perihal pemakaian AB yang rasional, yaitu:1. Kurangi pemakaian AB, jangan menggunakan AB untuk infeksi virus.

2. Gunakan AB hanya bila benar2 diperlukan dan mulailah dengan AB yang ringan atau narrow spectrum.

3. Untuk infeksi yang ringan (infeksi saluran nafas, telinga atau sinus) yang memang perlu AB, gunakan AB yang bekerja terhadap bakteri gram (+).

4. Untuk infeksi kuman yang berat (infeksi dibawah diafragma, seperti infeksi ginjal / saluran kemih, apendisitis, tifus, prneumonia, meningitis bakteri) pilih AB yang juga membunuh kuman gram (+).

Page 15: Hindari penyalahgunaan antibiotik

5. Hindari pemakaian lebih dari satu AB, kecuali TBC atau infeksi berat di rumah sakit.

6. Hindarkan pemakaian salep AB, kecuali untuk infeksi mata.

Rule fo Thumb

Bila anda memperoleh terapi AB, pertanyakanlah hal2 berikut:

1. Why do I need AB ?

2. Apa yang dilakukan AB ?

3. Apa efek sampingnya ?

4. Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya efek samping ?

5. Apakah AB harus diminum pada waktu tertentu, misalnya sebelum atau sesudah makan ?

6. Bagaimana bila AB ini dimakan bersamaan dengan obat yang lain ?

7. Beritahu pula bila anda mempunyai alergi terhadap suatu obat atau makanan, dll.

Final Message

Sebagai konsumen kesehatan yang bertanggung jawab, sebaiknya kita juga berperan aktif dengan cara menggali dan mempelajari pengetahuan dasar ilmu kesehatan. Dengan begitu kita akan menjadi konsumen kesehatan yang smart and critical. So, semoga tulisan ini dapat menambah pengetahuan dasar ilmu kesehatan para pembaca.

Tulisan ini dibuat bukan untuk menentang pemakaian AB. Sebaliknya kita harus mengetahui bagaimana pemakaian AB yang benar dan tepat karena justru AB yang irrational akan menyebabkan AB menjadi impotent atau kehilangan manfaatnya. Antibiotics save lives, therefore we also have to save Antibiotics.

(ditulis Dr. Purnamawati Sp A, seorang dokter spesialis anak dan pengasuhmilis kesehatan).

Jika Anda suka tulisan di atas, untuk menambah rating kita, dimohon kesediaannya untuk memberikan tanda like atau suka, alangkah baiknya jika dapat memberi komentar. Bila Anda tidak menemukan tanda

Page 16: Hindari penyalahgunaan antibiotik

.

Saat ini disinyalir pula terjadi penggunaan antibiotik yang berlebihan di masyarakat. Antibiotik diperlukan hanya bila memang pada diagnosa telah positif adanya infeksi kuman. Penggunaan antibiotik tanpa diagnosa yang tepat akan sangat merugikan, bukan hanya individu yang bersangkutan, tetapi juga masyarakat luas. Dampak yang ditimbulkan sangat beragam sebagaimana berikut:

o Pemborosan biaya pengobatan (obat) yang sebenarnya tidak diperlukan. Pemborosan biaya obat yang tidak diperlukan dari beberapa informasi yang sudah terpublikasi adalah cukup besar. Karenanya bila dilakukan cara-cara penghematan tentunya akan dapat memberikan kemanfaatan yang besar.

o Menimbulkan resiko diperolehnya efek samping obat, yang sebenarnya tidak perlu.

o Menimbulkan dampak terjadinya resistensi antibiotik. Ini merupakan dampak yang paling serius. Dampak ini akan memiliki implikasi yang luas, karena tidak hanya berdampak pada individu yang bersangkutan saja tetapi juga masyarakat, serta pola pengobatan ataupun standard treatment akan terpengaruh. Bagaimanapun antibiotik adalah salah satu obat yang dapat digolongkan sebagai life-saving, sehingga resistensi yang terjadi karena penggunaan yang tidak terkontrol benar-benar akan merugikan kita semua.

 

— Penggunaan atau pemberian antibiotik sebenarnya tidak membuat kondisi tubuh semakin baik, justru merusak sistem kekebalan tubuh karena imunitas anak bisa menurun akibat pemakaiannya. Alhasil, beberapa waktu kemudian anak mudah jatuh sakit kembali.

Jika pemberian antibiotik dilakukan berulang-ulang, ujung-ujungnya anak jadi mudah sakit dan harus bolak-balik ke dokter gara-gara penggunaan antibiotik yang tak rasional.

“Kenyataannya, kita ‘boros’ dalam menggunakan antibiotik sehingga bisa menimbulkan dampak buruk antara lain sakit berkepanjangan, biaya yang lebih tinggi, penggunaan obat yang lebih toksik, dan waktu sakit yang lebih lama,” sesal dr Purnamawati S Pujiarto, SpA (K), MMPed, yang akrab disapa Wati ini.

Selain itu, ada beragam efek yang mengancam bila anak mengonsumsi antibiotik secara irasional, di antaranya kerusakan gigi, demam, diare, muntah, mual, mulas, ruam kulit, gangguan saluran cerna, pembengkakan bibir maupun kelopak mata, hingga gangguan napas. Bahkan, berbagai penelitian menunjukkan, pemberian antibiotik pada usia dini berisiko menimbulkan alergi di kemudian hari.

Page 17: Hindari penyalahgunaan antibiotik

Dampak lain akibat pemberian antibiotik irasional adalah gangguan darah di mana salah satu antibiotik seperti kloramfenikol dapat menekan sumsum tulang sehingga produksi sel-sel darah menurun. Risiko kelainan hati muncul pada pemakaian antibiotik eritromisin, flucloxacillin, nitrofurantoin, trimetoprim, dan sulfonamid.

Golongan amoxycillin dan kelompok makrolod dapat menimbulkan allergic hepatitis (peradangan hati). Sementara antibiotik golongan aminoglycoside, imipenem/meropenem, ciprofloxacin juga dapat menyebabkan gangguan ginjal.

Selain itu, pemberian antibiotik spektrum luas tanpa indikasi yang tepat dapat mengganggu perkembangan flora normal usus karena dapat mematikan bakteri gram positif, bakteri gram negatif, kuman anaerob, serta jamur yang digunakan pada proses pencernaan dan penyerapan makanan dalam tubuh. Bakteri yang ada di dalam tubuh umumnya menguntungkan, seperti bakteri pada usus yang membantu proses pencernaan serta pembentukan vitamin B dan K.

Nah, anak yang kelebihan antibiotik bisa mengalami kekurangan vitamin K yang berguna mencegah perdarahan. Selain itu, juga akan menyebabkan anak menderita penyakit diare karena sistem pencernaan terganggu dan mengalami iritasi di bagian usus akibat zat-zat kimia dari antibiotik.

Diare disebabkan terbunuhnya kuman yang diperlukan untuk pencernaan dan menjaga ketahanan usus sehingga bakteri “jahat” menguasai tempat tersebut dan merusak proses pencernaan.

Akibat lain dari pemberian antibiotik yang tidak tepat adalah timbulnya kuman yang resisten. Setiap makhluk memiliki kemampuan untuk bertahan, begitu pun bakteri atau kuman. Jika jasad renik ini diserang terus-menerus, akan tercipta suatu sistem untuk bertahan dengan cara bermutasi atau berubah bentuk sehingga sulit dibunuh oleh antibiotik. “Jadi, semakin sering mengonsumsi antibiotik, makin resisten pula bakteri, parasit, atau jamur tersebut!” tandas Wati.

Bibit penyakit yang resisten itu dikenal dengan nama superbugs. Superbugs ini dapat menjadi masalah serius bagi kesehatan, baik bagi si penderita maupun masyarakat luas. Bila ada anggota masyarakat di suatu lingkungan mengonsumsi antibiotik secara berlebihan (tidak rasional), lingkungan tersebut potensial terinfeksi oleh kuman yang sudah resisten antibiotik.

Infeksi akibat superbugs ini memerlukan antibiotik yang jauh lebih kuat. Pasien harus dirawat di rumah sakit karena antibiotiknya harus diberikan melalui cairan infus. Antibiotik ini berisiko

agung24217-08-2009, 10:26 AMSalah Penggunaan, Fatal Tidak semua orang tahu bahwa antibiotik tidak boleh dikonsumsi sembarangan. Tak semua orang tahu bahwa bila hal itu dilakukan, akibatnya justru fatal,

Page 18: Hindari penyalahgunaan antibiotik

apalagi hanya untuk penyakit-penyakit ringan. Ibaratnya, ingin membunuh satu orang mestinya cukup dengan pistol, tapi digunakan bom yang bisa menghancurkan penduduk satu kota. Selain tidak tepat penggunaan, dampak yang lebih jauh adalah bakteri dalam tubuh justru menjadi kebal.

Pengamalan Veronika mungkin bisa jadi pelajaran. Perempuan 30 tahun itu suatu ketika menderita penyakit infeksi saluran pencernaan. Oleh dokter, dia diberi antibiotik. Dua minggu kemudian, kondisi Veronika berangsur membaik.

Satu bulan kemudian, penyakitnya kambuh. Namun, dia enggan periksa ke dokter. Dia pun memutuskan membeli antibiotik yang sama dengan resep yang diberikan dokter sebulan sebelumnya. "Penyakitnya sama. Jadi, saya pikir obatnya juga sama," ujarnya.

Bukan sembuh, perut Veronika justru semakin sakit dan mual. Setelah dua hari tidak kunjung membaik, akhirnya dia memutuskan pergi ke dokter. Benar saja, antibiotik yang diminumnya tidak sesuai untuk pengobatan penyakitnya yang sekarang. "Kata dokter, bila penyakit saya sembuh dan kambuh lagi, bukan berarti obatnya harus sama," ujar wanita yang bekerja di sebuah perusahaan asuransi itu.

Mungkin saja, pengalaman Veronika pernah terjadi pada yang lain. Sebab, masyarakat kerap tidak menyadari bahwa antibiotik tidak boleh digunakan secara sembarangan. Sedikit kena penyakit flu, minum antibiotik. Kena demam dihantam dengan antibiotik. Gatal-gatal diberi antibiotik. Sakit kepala juga ditangkal dengan antibiotik.

"Padahal, tidak semua penyakit membutuhkan antibiotik. Antibiotik hanya digunakan untuk infeksi," ujar Prof Dr Kuntaman SpMK, ahli mikrobiologi RSU dr Soetomo. Misalnya, infeksi saluran kemih, sinusitis berat, atau radang tenggorokan karena infeksi kuman streptokokus (salah satu jenis bakteri).

Kuntaman menjelaskan, bahan antibiotik pertama ditemukan Alexander Fleming pada 1928. Kemudian, pada 1940-an antibiotik mulai digunakan secara luas. Waktu itu, ahli scientist dunia memprediksi, dengan ditemukannya antibiotik, pada 1960-an dunia diprediksi bersih dari penyakit infeksi.

Namun, bukannya penyakit infeksi teratasi, justru jenis bakteri baru muncul akibat resistensi terhadap penggunaan antibiotik. Bahkan, pada 1990, kata Kuntaman, di beberapa belahan dunia pernah terjadi post antibiotika era. Suatu keadaan yang.

Agar tidak sembarangan dalam penggunaannya, sebaiknya masyarakat mengetahui jenis antibiotik. Di antaranya, tetracyclin yang digunakan untuk infeksi, sakit gigi, dan luka. Jenis chloramphenicol digunakan untuk penyakit tifus. Jenis griseofulfin digunakan untuk membunuh jamur serta combantrin

Page 19: Hindari penyalahgunaan antibiotik

untuk membunuh cacing.

maksudnya resistensi itu seperti ini : Bakteri yang seharusnya mati karena antibiotik A menjadi tidak mati karena bakteri ini tidak sensitif lagi terhadap antibiotik A

mungkin ada sebagian yang bertanya ttg mekanisme resistensi dan seperti apa bahayanya :sebenarnya dengan adanya pemberian antibiotik, kita akan mengusik bakteri bakteri yang ada di tubuh. bakteri2 ini biasanya akan mengadakan adaptasi agar mereka dapat bertahan hidup. kalau kita sering memakai antibiotik yang sama, maka adaptasi terhadap antibiotik tersebut akan semakin sering dan akirnya beberapa bakteri dapat menjadi kebal terhadap antibiotik tersebut. sayangnya gen kebal ini terdapat pada plasmid dari bakteri. Gen2 yang terletak di Plasmid ini sangatlah mudah ditransfer dari satu bakteri ke bakteri lain. Jika Gen kebal ada di plasmid , maka dapat kita duga jika gen2 ini akan menyebar ke bakteri2 lain yang berada di sekitar bakteri yang kebal. (kita bayangkan proses menyebar ini sangat cepat) hampir dapat dipastikan jika seluruh bakteri akan kebal terhadap antibiotik a , jika ditemukan beberapa bakteri yang kebal terhadap antibiotik a pada tubuh pasien. jika resistensi antibiotik a terjadi, itu bearti pasien tersebut tidak dapat diobati lagi dengan antibiotik a.ada beberapa kasus, hanya ada satu jenis antibiotik yang dapat menyembuhkan suatu penyakit. bila pasien ini ternyata resisten terhadap antibiotik tersebut, maka dapat dipastikan pasien tersebut tidak dapat sembuh sampai ditemukan antibiotik baru yang dapat membunuh bakteri tersebut. (tidak jarang jika antibiotik baru adalah antibiotik yang sangat mahal).

itulah sebenarnya hal2 yang ditakutkan

oh iya !! saya juga ada saran untuk indowebsterer semua :- ingat2lah selalu nama antibiotik yang anda makan- jangan minum antibiotik terlalu banyak dan jangan sering (kalau tidak perlu jangan makan)- kalau sakit kali ini minum antibiotik A, sakit berikutnya usahakan minumk antibiotik B , sakit berikutnya lagi antibiotik c dan berikutnya (kalau bisa usahakan jenisnya laen, jangan hanya namanya yang lain)(JANGAN LUPA KONSULTASIKAN ANtibiotiK2 yang pernah anda minum ke dokter sehingga dokter tahu antibiotik apa saja yang pernah anda minum ---- dengan demikian, dokter dapat mengusahakan yang terbaik untuk anda )

itu saja pendapat sayaterima kasih

Page 20: Hindari penyalahgunaan antibiotik
Page 21: Hindari penyalahgunaan antibiotik

vBulletin® v3.8.4, Copyright ©2000-2009, Jelsoft Enterprises Ltd.

Hindari penyalahgunaan antibiotik dr. Martin Leman, DTM&H

Bukanlah kejadian yang luar biasa bila suatu saat diri kita atau anggota keluarga kita mengalami sakit flu, radang tenggorokan, atau batuk pilek. Setelah 1-2 hari tidak sembuh juga, umumnya kita akan memeriksakan diri ke dokter, untuk mendapatkan pengobatan yang lebih baik agar penyakit dapat cepat diatasi. Walaupun tidak semua, banyak masyarakat awam yang sangat mengharapkan untuk diberi antibiotik oleh dokter yang memeriksanya, dengan harapan agar penyakit lebih cepat sembuh. Bahkan, tidak jarang ada pasien yang merasa tidak puas dan kecewa manakala dokter yang memeriksa ternyata hanya memberikan obat batuk pilek yang ‘biasa’ dan tidak memberikan antibiotik. Salahkah dokter tersebut ? Benarkah antibiotik diperlukan untuk mencapai kesembuhan setiap penyakit ?

Ditemukannya antibiotik di tahun 1940an memang merupakan suatu kemajuan luar biasa dalam dunia kedokteran. Ada banyak sekali penyakit infeksi yang semula sangat mematikan atau cukup fatal, dapat disembuhkan segera dengan pemberian antibiotik. Hingga kini pun, ada banyak sekali penyakit infeksi yang membutuhkan pemberian antibiotik untuk mencapai kesembuhannya. Namun, ternyata tidak semua penyakit infeksi perlu diberikan antibiotik.

Penyakit dapat disebabkan oleh kuman berupa bakteri, virus, atau parasit. Untuk mematikan bakteri yang menjadi penyebab penyakit, dapatlah digunakan antibiotik. Untuk mengatasi infeksi virus diperlukan obat anti virus, dan untuk mengatasi parasit diperlukan obat anti parasit. Obat antibiotik yang cukup kerap digunakan para dokter, misalnya golongan penicillin, yaitu ampisilin dan amoksisilin. Obat antivirus, yang saat ini banyak tersedia misalnya asiklovir, yang hanya berguna untuk mengatasi virus penyebab infeksi cacar air dan herpes. Untuk obat anti parasit, yang saat ini tersedia misalnya albendazol, mebendazol dan pirantel pamoat yang kerap digunakan untuk pengobatan infeksi cacingan; atau anti jamur kelompok azole (mikonazole, flukonazole, ketokonazole, dan itrakonoazole) yang kerap digunakan untuk mengatasi infeksi jamur.

Dalam kenyataannya, kebanyakan infeksi saluran napas atas, seperti influenza, atau radang tenggorokan disebabkan oleh infeksi virus, dan hanya sedikit sekali yang penyebabnya bakteri. Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam kebanyakan kasus, yang dibutuhkan sesungguhnya bukanlah antibiotik, melainkan antivirus. Masalahnya, antivirus yang saat ini telah tersedia masih sangatlah sedikit jenisnya. Antivirus yang ada hanyalah untuk infeksi virus penyakit cacar air, herpes, hepatitis, dan HIV.

Page 22: Hindari penyalahgunaan antibiotik

Jadi, untuk kebanyakan infeksi virus tersebut, yang berguna untuk diberikan hanyalah obat yang berguna untuk mengurangi gejala, dan membantu meningkatkan daya tahan tubuh. Kesembuhan hanyalah dapat dicapai bila daya tahan tubuh dapat mengeliminasi virus tersebut dari dalam tubuh. Sebaliknya, antibiotik tidaklah memiliki peranan apa pun dalam infeksi virus. Bahkan, justru dapat memberikan dampak yang buruk bila dipaksakan untuk diberikan pada pasien.

Mengapa penyalahgunaan antibiotik ini berbahaya ? Ada banyak alasan yang dapat diberikan, di antaranya masalah efek samping, biaya, dan resistensi kuman. Seperti kita ketahui, setiap obat sesungguhnya memiliki risiko menimbulkan efek samping. Antibiotik merupakan kelompok obat yang termasuk kerap memberikan efek samping misalnya reaksi alergi baik ringan maupun berat, mual, muntah, bahkan kadangkala diare.

Masalah biaya yang membengkak, mau tidak mau perlu diperhatikan juga, karena umumnya harga antibiotik tidaklah murah. Sehingga alokasi biaya pengobatan menjadi tidak tepat. Sangatlah sayang bila biaya yang besar digunakan untuk membeli obat yang sama sekali tidak memberi manfaat yang jelas. Padahal di sisi lain, biaya tersebut dapat digunakan untuk obat yang lebih tepat dan berguna bagi kesembuhan penyakit.

Masalah yang penting juga, adalah masalah resistensi atau kekebalan bakteri terhadap antibiotik. Saat ini, seluruh dunia telah mengalami berbagai masalah akibat resistensi antibiotik. Penyalahgunaan antibiotik, berupa pemberian antibiotik yang tidak tepat, tidak sesuai dosis, dan tanpa pengawasan dokter ternyata telah membuat banyak jenis bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik tersebut. Hal ini dapat terjadi karena ternyata bakteri lama kelamaan dapat ‘mengubah’ dirinya sehingga dapat bertahan terhadap antibiotik yang menyerangnya.

Sebagai contoh, saat ini telah banyak bakteri yang beberapa tahun lalu dapat diatasi dengan mudah dengan antibiotik yang relatif ‘ringan’ seperti amoksisilin, namun kini tidak mempan lagi dan memerlukan antibiotik generasi baru yang jauh lebih keras, yang lebih mahal dan banyak efek sampingnya. Hal serupa ini telah terjadi pada banyak jenis antibiotik, akibat penyalahgunaan antibiotik yang terjadi di mana-mana. Padahal, untuk dapat menciptakan jenis antibiotik generasi baru membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang cukup lama.

Oleh karenanya, mulai sekarang, hindari penyalahgunaan dan bijaksanalah dalam menggunakan

Page 23: Hindari penyalahgunaan antibiotik

obat antibiotik. Berikut ini langkah yang dapat dilakukan :

* Saat berobat ke dokter, diskusikanlah apakah memang diperlukan pemberian antibiotik untuk mengatasi penyakit.* Jika memang Anda diberikan pengobatan dengan antibiotik, pahami sungguh-sungguh cara penggunaannya. Janganlah ragu-ragu untuk meminta penjelasan yang lengkap dari dokter mengenai obat yang diberikan.* Salah satu hal penting untuk diingat adalah obat antibiotik harus terus diminum dan dihabiskan walaupun gejala sudah berkurang.* Sebaliknya, bila obat sudah habis sebelum gejala berkurang, janganlah membeli sendiri antibiotik tersebut tanpa konsultasi dokter. Pemberian antibiotik yang melebihi waktu yang seharusnya dapat meningkatkan risiko terjadinya efek samping.* Jika memang ada obat yang tersisa, jangan sekali-kali memberikan pada orang lain. Pemberian antibiotik harus disesuaikan dengan kondisi klinis dan keadaan pasien secara individual. __________________

To view links or images in signatures your post count must be 10 or greater. You currently have 0 posts.

Page 24: Hindari penyalahgunaan antibiotik

Waspadai Pemberian Antibiotika Berlebihan Pada AnakRabu, 06-08-2008 18:24:42 oleh: WIDODO JUDARWANTO Kanal: Kesehatan

 

"Penderita yang sering berobat di Indonesia bila berobat di luar negeri (terutama di negara maju) sering khawatir, karena bila sakit jarang diberi antibiotika. Sebaliknya pasien yang sering berobat di luar negeri juga sering khawatir bila berobat di Indonesia, setiap sakit selalu mendapatkan antibiotika". Hal ini bukan sekedar pameo belaka. Tampaknya banyak fakta yang mengatakan bahwa memang di Indonesia, dokter lebih gampang memberikan antibiotika.

Pemberian antibiotika irasional atau berlebihan pada anak tampaknya memang semakin meningkat dan semakin mengkawatirkan. Pemberian antibiotika berlebihan atau pemberian irasional artinya penggunaan tidak benar, tidak tepat dan tidak sesuai dengan indikasi penyakitnya. Sebenarnya permasalahan ini dahulu juga dihadapi oleh negara maju seperti Amerika Serikat. Menurut penelitian US National Ambulatory Medical Care Survey pada tahun 1989, setiap tahun sekitar 84% setiap tahun setiap anak mendapatkan antibiotika. Hasil lainnya didapatkan 47,9% resep pada anak usia 0-4 tahun terdapat antibiotika. Angka tersebut menurut perhitungan banyak ahli sebenarnya sudah cukup mencemaskan. Dalam tahun yang sama, juga ditemukan resistensi kuman yang cukup tinggi karena pemakaian antibiotika berlebihan tersebut.

Di Indonesia belum ada data resmi tentang pemberian antibiotika ini. Sehingga semua pihak saat ini tidak terusik atau tidak khawatir dan sepertinya tidak bermasalah. Berdasarkan tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat serta fakta yang ditemui sehari-hari, tampaknya pemakaian antibiotika berlebihan di Indonesia baik jauh lebih banyak dan lebih mencemaskan.

 

BAHAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA ANAK

Sebenarnya penggunaan antibiotika secara benar dan sesuai indikasi memang harus diberikan. Meskipun terdapat pertimbangan bahaya efek samping dan mahalnya biaya. Tetapi menjadi masalah yang mengkawatirkan, bila penggunaannnya berlebihan. Banyak kerugian yang terjadi bila pemberian antibiotika berlebihan tersebut tidak dikendalikan secara cepat dan tuntas. Kerugian yang dihadapi adalah meningkatnya resistensi terhadap bakteri. Belum lagi perilaku

Page 25: Hindari penyalahgunaan antibiotik

tersebut berpotensi untuk meningkatkan biaya berobat. Harga obat antibiotika sangat mahal dan merupakan bagian terbesar dari biaya pengobatan.

Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan antibiotika adalah gangguan beberapa organ tubuh. Apalagi bila diberikan kepada bayi dan anak-anak, karena sistem tubuh dan fungsi organ pada bayi dan anak-anak masih belum tumbuh sempurna. Apalagi anak beresiko paling sering mendapatkan antibiotika, karena lebih sering sakit akibat daya tahan tubuh lebih rentan. Bila dalam setahun anak mengalami 9 kali sakit, maka 9 kali 7 hari atau 64 hari anak mendapatkan antibiotika. Gangguan organ tubuh yang bisa terjadi adalah gangguan saluran cerna, gangguan ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan sumsum tulang, gangguan darah dan sebagainya. Akibat lainnya adalah reaksi alergi karena obat. Gangguan tersebut mulai dari yang ringan seperti ruam, gatal sampai dengan yang berat seperti pembengkakan bibir atau kelopak mata, sesak, hingga dapat mengancam jiwa (reaksi anafilaksis).

Pemakaian antibiotika berlebihan atau irasional juga dapat membunuh kuman yang baik dan berguna yang ada didalam tubuh kita. Sehingga tempat yang semula ditempati oleh bakteri baik ini akan diisi oleh bakteri jahat atau oleh jamur atau disebut "superinfection". Pemberian antibiotika yang berlebihan akan menyebabkan bakteri-bakteri yang tidak terbunuh mengalami mutasi dan menjadi kuman yang resisten atau disebut "superbugs".

 

INDIKASI PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA

Indikasi yang tepat dan benar dalam penggunaan antibiotika pada anak adalah bila penyebab infeksi tersebut adalah bakteri. Infeksi bakteri tersebut adalah infeksi saluran kencing dan tifus. Menurut CDC (Centers for Disease Control and Prevention) indikasi pemberian antibiotika adalah bila batuk dan pilek berkelanjutan selama lebih 10 - 14 hari.yang terjadi sepanjang hari (bukan hanya pada malam hari dan pagi hari). Batuk malam dan pagi hari biasanya berkaitan dengan alergi atau bukan lagi dalam fase infeksi dan tidak perlu antibiotika Indikasi lain bila terdapat gejala infeksi sinusitis akut yang berat seperti panas > 39 C dengan cairan hidung purulen, nyeri, pembengkakan sekitar mata dan wajah. Pilihan pertama pengobatan antibiotika untuk kasus ini cukup dengan pemberian Amoxicillin, Amoxicillinm atau Clavulanate.

Sebagian besar kasus penyakit infeksi pada anak penyebabnya adalah virus. Dengan kata lain seharusnya kemungkinan penggunaan antibiotika yang benar tidak besar atau mungkin hanya sekitar 10 - 15% penderita anak. Penyakit virus adalah penyakit yang termasuk "self limiting disease" atau penyakit yang sembuh sendiri dalam waktu 5 - 7 hari. Sebagian besar penyakit infeksi diare, batuk, pilek dan panas penyebabnya adalah virus. Secara umum setiap anak akan mengalami 2 hingga 9 kali penyakit saluran napas karena virus. Sebaiknya tidak terlalu mudah mendiagnosis (overdiagnosis) sinusitis pada anak. Bila tidak terdapat komplikasi lainnya secara alamiah pilek, batuk dan pengeluaran cairan hidung akan menetap paling lama sampai 14 hari setelah gejala lainnya membaik. Sebuah penelitian terhadap gejala pada 139 anak penderita pilek(flu) karena virus didapatkan bahwa pemberian antibiotik pada kelompok kontrol tidak memperbaiki cairan mucopurulent dari hidung. Antibiotika tidak efektif mengobati Infeksi

Page 26: Hindari penyalahgunaan antibiotik

saluran napas Atas dan tidak mencegah infeksi bakteri tumpangan. Sebagian besar infeksi Saluran napas Atas termasuk sinus paranasalis sangat jarang sekali terjadi komplikasi bakteri.

 

SIAPA YANG BERTANGGUNG JAWAB

Dalam permasalahan penggunaan antibiotika yang berlebihan ini, pihak manakah yang bertanggung jawab untuk mengatasinya. Permasalahan ini tidak sesederhana seperti yang kita lihat. Banyak pihak yang berperanan dan terlibat dalam penggunaan antibiotika berlebihan ini. Pihak yang terlibat mulai dari penderita (orang tua penderita), dokter, rumah sakit, apotik, medical sales representatif, perusahaan farmasi dan pabrik obat.

Orangtua juga sering sebagai faktor terjadinya penggunaan antibiotika yang berlebihan. Pendapat umum tidak benar yang terus berkembang, bahwa kalau tidak memakai antibiotika maka penyakitnya akan lama sembuh. Tidak jarang penggunaan antibiótika adalah permintaan dari orang tua. Yang lebih mengkawatirkan saat ini beberapa orang tua dengan tanpa beban membeli sendiri antibiotika tersebut tanpa pertimbangan dokter. Antibiotika yang merupakan golongan obat terbatas, obat yang harus diresepkan oleh dokter. Tetapi runyamnya ternyata obat antibiotika tersebut mudah didapatkan di apotik atau di toko obat meskipun tanpa resep dokter.

Persoalan menjadi lebih rumit karena ternyata bisnis perdagangan antibiotika sangat menggiurkan. Pabrik obat, perusahaan farmasi, medical sales representative, toko obat dan apotik sebagai pihak penyedia obat mempunyai banyak kepentingan. Antibiotika merupakan bisnis utama mereka, sehingga banyak strategi dan cara dilakukan. Dokter sebagai penentu penggunaan antibiotika ini, harus lebih bijak dan harus lebih mempertimbangkan latar belakang ke ilmuannya. Sesuai sumpah dokter yang pernah diucapkan, apapun pertimbangan pengobatan semuanya adalah demi kepentingan penderita, bukan keperntingan lainnya. Peningkatan pengetahuan dan kemampuan secara berkala dan berkelanjutan dokter juga ikut berperanan dalam mengurangi perilaku penggunaan antibiótika yang berlebihan ini.

Departemen Kesehatan (Depkes), Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Ikatan dokter Indonesia (IDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) dan beberapa intitusi terkait lainnya harus bekerjasama dalam penanganannya. Pendidikan tentang bahaya dan indikasi pemakaian antibiotika yang benar terhadap masyarakat harus terus dilakukan melalui berbagai media yang ada. Penertiban penjualan obat antibiotika oleh apotik dan lebih khusus lagi toko obat harus terus dilakukan tanpa henti. Organisasi profesi kedokteran harus terus berupaya mengevaluasi dan melakukan pemantauan lebih ketat tentang perilaku penggunaan antibiótika yang berlebihan ini terhadap anggotanya. Kalau perlu secara berkala dilakukan penelitian secara menyeluruh terhadap penggunaan antibitioka yang berlebihan ini. Sebaiknya praktek dan strategi promosi obat antibiotika yang tidak sehat juga harus menjadi perhatian. Bukan malah dimanfaatkan untuk kepentingan dokter, meskipun hanya demi kepentingan kegiatan ilmiah. PERSI sebagai wadah organisasi rumah sakit, juga berwenang memberikan pengawasan kepada anggotanya untuk terus melakukan evaluasi yang ketat terhadap formularium obat yang digunakan.

Page 27: Hindari penyalahgunaan antibiotik

Di Amerika Serikat, karena upaya kampanye dan pendidikan terus menerus terhadap masyarakat dan dokter ternyata dapat menurunkan penggunaan antibiotika secara drastis. Proporsi anak usia 0 - 4 tahun yang mendapatkan antibiotika menuirun dari 47,9% tahun 1996 menjadi 38,1% tahun 2000. Jumlah rata-rata antibiótika yang diresepkan menurun, dari 47.9 1.42 peresepan per anak tahun 1996 menjadi 0.78 peresepan per anak tahun 2000. Rata-rata pengeluaran biaya juga dapat ditekan cukup banyak, padfa tahun 1996 sebesar $31.45 US menjadi $21.04 per anak tahun 2000.

Rekomendasi dan kampanye penyuluhan ke orangtua dan dokter yang telah dilakukan oleh kerjasama CDC (Centers for Disease Control and Prevention) dan AAP (American Academy of Pediatrics) memberikan pengertian yang benar tentang penggunaan antibiotika. Pilek, panas dan batuk adalah gejala dari Infeksi Pernapasan Atas yang disebabkan virus. Perubahan warna dahak dan ingus berubah menjadi kental kuning, berlendir dan kehijauan adalah merupakan perjalanan klinis Infeksi Saluran Napas Atas karena virus, bukan merupakan indikasi antibiotika. Pemberian antibiotika tidak akan memperpendek perjalanan penyakit dan mencegah infeksi tumpangan bakteri

Upaya ini seharusnya menjadi contoh yang baik terhadap intitusi yang berwenang di Indonesia dalam mengatasi permasalahan pemberian antibiotika ini. Melihat rumitnya permasalahan pemberian antibiotika yang irasional di Indonesia tampaknya sangat sulit dipecahkan. Tetapi kita harus yakin dengan kemauan keras, niat yang tulus dan keterlibatan semua pihak maka permasalahan ini akan dapat terpecahkan. Jangan sampai terjadi, kita semua baru tersadar saat masalah sudah dalam keadaan yang sangat serus.

 

Dr Widodo Judarwanto SpARumah Sakit Bunda Jakarta telp : (021) 70081995 - 4264126 email : [email protected] , 6 komentar pada warta ini Kamis, 07-08-2008 03:24:40 oleh: Nury Nusdwinuringtyas Jadi, supaya tak banyak antibiotik kirim ke saya ya dr Widodo, untuk "tool" saya mengajari Ita rehabilitasi respirasi

Sabtu, 09-08-2008 20:09:52 oleh: yuniarto

tampaknya anak saya jadi korban pemakaian antibiotika irasional, dok. Bayangkan tiap bulan anak saya saat usia 1-4 tahun sering mengkonsumsi antibiotika. Karena, tiap bulan demam, batuk dan pilek.Gimana, nih pengaruhnya bagi tubuh anak saya.

Sabtu, 09-08-2008 20:22:43 oleh: firda

saya kalau sakit tenggorokan langsung beli antibiotika di apotik., Tapi dikasih aja tuh sama apotekernya. Jadi saya salah, ya...

Minggu, 31-08-2008 21:08:29 oleh: dr nuvi

Page 28: Hindari penyalahgunaan antibiotik

Setuju, dok! Memang benar pemakaian antibiotika irasional masih menjadi persoalan. Pengalaman menerima pasien anak-anak, hampir semua orangtua meminta antibiotika untuk anaknya, ada yang secara terang-terangan, ada yang dengan kalimat 'kayaknya radang dok'. Orangtua juga ingin anaknya mendapat obat untuk semua gejala penyakitnya seperti batuknya, pileknya, demamnya, pegal-pegalnya, sakit kepalanya bahkan kadang ditambah untuk nafsu makannya! Bayangkan berapa jumlah dan jenis obat yang diminta, padahal keluhannya mungkin baru 1-2 hari atau bahkan 1-2 jam. Kekuatiran berlebihan orangtua berdampak kurang baik pada anak. Inti masalahnya adalah sampai saat ini (mudah-mudahan akan cepat berubah) orangtua datang membawa anaknya ke dokter untuk mendapatkan obat bukan memperoleh diagnosis atau nama penyakitnya. Dan dari dokter harus mendapat obat, karena edukasi saja dianggap tidak mempan. Jadi memang perlu kerja keras menyeluruh untuk mengatasi hal ini.

Sabtu, 06-09-2008 10:04:02 oleh: iin pujianingsih

saya jg tidak setuju dengan penggunaan antibiotika yg berlebhan karena mpy dampak yang tidak baik terutama untuk anak2.

Rabu, 18-03-2009 22:49:44 oleh: hendra

dengan membaca artikel dokter diatas saya lebih menyadari dan tambah yakin akan keburukan dari antibiotik karena anak saya adalah korban dari antibiotik dan sekarang sudah menjadi penghuni SURGA ini adalah penggalaman yang sudah saya dapatkan dari antibiotik cerita singkatnya pada usia anak saya 2 bulan 1 hari anak saya demam pilek dan batuk terus saya bawa anak saya kedokter spesialis anak yang berada di RS dekat rumah saya terus saya diberi antibiotik dengan dosis 5 ml 3 x sehari setelah 1 minggu belum ada perubahan saya dan istri saya pun merasa cemas lalu saya membawanya ke RS yang sama dan dokter yang sama saya bertanya ke dokter tersebut kenapa belum ada perubahan pada anak saya? dokter pun menjawab oh ini tidak apa2 memang agak lama kalau batuk pilek usia bayi 2bln dan saya bilang obat/antik biotik yang kemarin sudah habis lalu dokter menulis resep yang sama yaitu antibiotik yang seperti kemarin diberikan dengan menambahkan dosisnya menjadi 8 ml 3xsehari saya bertanya kenapa diberikan antibiotik lagi dok? apa tidak ada obat pilek dan obat batuknya saja dok? oh tidak anak usia dia hanya perlu dibarikan antibiotik saja untuk manambah kekebalan tubuhnya 3 hari berjalan tidak ada perubahan dan anak saya melahan menguning saya pun panik dan saya membawanya kedokter yang sama dan tahu apa jawaban dokter tersebut tidak ini tidak apa2 teruskan saja antibiotiknya sepulang dari dokter tersebut saya sudah tidak merasa yakin lalu saya membawanya ke dokter yang berbeda dan di RS yang lebih besar dan dokter menyarankan anak saya harus segera dirawat ternyata setelah dilakukan beberapa pemeriksaan ternyata anak saya terkena virus/bakteri yang disebabkan olah pemakaian antibiotik yang berlebihan dan virus tersebut menyerang sel darah merahnya sehingga HB anak saya hanya 2 dan hari itupun masuk ICU untuk transfusi darah dan malaikat kecil saya setelah 1 malam di ICU sudah tidak kuat lagi dan akhirnya allah mengambilnya dan menempatkannya di SURGA yang paling tinggi.Amin

Masukan, pertanyaan, kritikan terhadap kami silakan kirim email ke [email protected] atau telp : 021-5260758 Senin-Jumat (08.00 - 17.00 WIB)

Page 29: Hindari penyalahgunaan antibiotik

COPYRIGHT ©2006 WIKIMU.COM - Jurnalisme Publik (Citizen Journalism). All Rights Reserved | PRIVACY POLICY

Bila Kawan Menjadi LawanPenggunaan antibiotik tak tepat mengakibatkan mikroba resisten atau muncul penyakit baru. Kuncinya sikap kritis dalam mengkonsumsi antibiotik.

HARTONO tak habis pikir. Sepulang dari rumah sakit sehabis perawatan sepekan, ia dijejali 12 jenis obat—sebagian besar jenis antibiotik. Pria 40 tahunan ini dirawat karena ”tumbang” akibat komplikasi penyakit maag akut dan demam berdarah. Hartono—bukan nama sebenarnya—serba salah: obat tak diminum, takut penyakit kambuh. Tapi, kalau ditelan semua, ”Takut ada efek samping,” keluhnya.

Masih banyak pasien lain yang dilanda kebingungan serupa. Ada juga yang mandek minum antibiotik, menganggap tak perlu lagi karena penyakitnya sudah sembuh. Padahal problemnya sebetulnya lebih dari itu. Selain bisa menimbulkan dampak samping, antibiotik bisa menyebabkan kuman jadi kebal. Walhasil, muncullah mikroba baru yang menyebabkan penyakit lain.

Soal antibiotik yang bisa menjadi bumerang bagi kesehatan tubuh bila tidak dikonsumsi secara tepat benar itu menjadi topik penelitian Prijambodo. Dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Solo, Senin pekan lalu, dia menyampaikan tema ”Peran Laboratorium Mikrobiologi Klinik dalam Upaya Pengendalian Resistensi Mikroba terhadap Antibiotika di Rumah Sakit”.

Ahli mikrobiologi ini menyatakan jenis penyakit yang disebabkan infeksi memang berkurang dari tahun ke tahun. Penyakit yang banyak menyerang di negara berkembang ini belakangan kian tergusur oleh penyakit lain seperti stroke, jantung koroner, dan diabetes.

Jumlah penyakit infeksi menyusut, namun kualitasnya justru meningkat alias lebih berbahaya. Biang keladinya apa lagi jika bukan konsumsi antibiotik yang keliru. Menurut Prijambodo, belakangan sering muncul penyakit baru dengan mikroba yang belum diketahui jelas jenisnya. Banyak juga kasus yang diletupkan oleh mikroba yang sebenarnya pernah dinyatakan hilang namun muncul kembali. ”Misalnya polio yang tiba-tiba merebak lagi,” kata Prijambodo.

Bahkan ada beberapa mikroorganisme yang biasanya menyerang binatang kini juga mulai menjangkiti manusia. Juga banyak ditemukan bakteri yang kebal terhadap antibiotik. Penyebabnya, ya, penggunaan antibiotik tak tepat itu tadi.

Page 30: Hindari penyalahgunaan antibiotik

Antibiotik sendiri, menurut dokter spesialis anak Purnamawati S. Pudjiarto, adalah suatu zat yang bisa membunuh atau melemahkan suatu makhluk hidup, yaitu mikroorganisme (jasad renik) seperti bakteri, parasit, atau jamur. Ada antibiotik spektrum sempit yang digunakan membantai bakteri yang sudah diketahui atau dikenal; ada yang spektrum luas untuk membunuh bakteri yang belum diketahui.

Menurut dokter pendiri Yayasan Orang Tua Peduli ini, pemahaman seperti itu seharusnya menjadi patokan bagi para dokter maupun pasien dalam pemilihan antibiotik. Lagi pula, tak semua keluhan mesti diatasi dengan antibiotik. Sebab, sejak lahir manusia sudah dibekali sistem imunitas yang canggih.

Ketika infeksi menyerang, sistem kekebalan tubuh terlecut untuk bekerja lebih keras. Infeksi karena virus hanya bisa diatasi dengan meningkatkan sistem imunitas tubuh, antara lain dengan makan baik dan istirahat cukup, serta diberi obat penurun panas jika suhu tubuh di atas 38,5 derajat Celsius. ”Kecuali kalau kita punya gangguan sistem imun seperti pengidap HIV dan AIDS,” ujar dokter yang juga pengelola mailing list kesehatan itu.

Adapun Prijambodo menyebut bakteri sebagai makhluk cerdas. Maksudnya, setiap kali diserang antibiotik, si bakteri akan mengeluarkan semacam enzim perlindungan diri yang juga dibagikan kepada sesamanya. Konsumsi antibiotik dalam dosis tepat akan membuat bakteri gagal mengeluarkan enzim, apalagi menyebarkan ke teman-temannya. Namun, jika antibiotiknya salah jenis, kelebihan atau kekurangan dosis, bakteri akan makin ”dermawan” menyebarkan enzim sehingga makin tak mempan dihajar antibiotik.

Penyakit yang ditimbulkan bakteri ini sangat mudah menular dalam lingkungan masyarakat. Lebih gawat lagi, infeksi juga mudah menyebar di rumah sakit. Pasien rawat inap kerap diserang penyakit lain, yang disebut infeksi nosokomial.

Masyarakat sebagai konsumen kesehatan juga ikut memberikan andil dalam permasalahan besar ini. Sering mereka menggunakan antibiotik tanpa mempedulikan dosisnya. ”Banyak yang langsung menghentikan pemakaian antibiotik begitu gejala infeksinya hilang,” kata Prijambodo. Walhasil, bukannya musnah, kuman malah jadi resisten terhadap antibiotik. Padahal penggunaan antibiotik idealnya dilakukan selama tiga hari, untuk memastikan semua bakteri musnah.

Prijambodo mencontohkan orang yang sering ke tempat pelacuran kerap menenggak super-tetra saat tertular gonorrhea. Pengidap penyakit kelamin itu sering berhenti di tengah jalan sebelum obat ini habis. Yang lebih konyol, katanya, ada yang minum super-tetra tiap kali bertandang ke kompleks pelacuran. Akibatnya, kini penyakit gonorrhea tak lagi mempan diberangus dengan super-tetra.

Masalah lunturnya kedigdayaan antibiotik ini sebetulnya telah lama jadi keprihatinan dunia. Pada 1995, The American Medical Association mempersoalkan hadirnya kuman yang kebal terhadap semua antibiotik. Dan tidak semuanya salah si pasien penenggak antibiotik. Dokter pemberinya juga turut memberikan andil.

Page 31: Hindari penyalahgunaan antibiotik

Banyak tenaga medis yang menyimpulkan pasiennya terkena infeksi hanya berdasarkan pada diagnosis klinis, tanpa disertai diagnosis penyebab atau aspek mikrobiologis. Selain itu, kata Prijambodo, pengobatan dengan penggunaan antibiotik hanya berpegang pada informasi dari perusahaan farmasi. Semua kekeliruan ini berakibat pada penggunaan antibiotik yang tidak tepat sasaran dan justru mengubah pola kuman penyebab infeksi.

Hal serupa dikumandangkan Purnamawati. Selama ini, banyak pasien yang datang ke dokter identik dengan meminta obat. Nah, demi memenuhi tuntutan adanya obat manjur, banyak dokter yang dengan mudah meresepkan antibiotik. Maka antibiotik pun seolah jadi ”obat dewa” yang mujarab. Apalagi bagi pasien kanak-kanak.

Para bocah sangat mudah tertular selesma, batuk, diare, dan gangguan tenggorokan. Umumnya penyakit itu disebabkan virus atau makanan yang banyak mengandung zat sintetis. ”Hanya 15 persen radang tenggorokan yang disebabkan bakteri,” kata Prijambodo. Namun, dalam prakteknya, banyak dokter yang meresepkan antibiotik untuk penyakit anak yang sebenarnya disebabkan virus.

Jalan keluarnya hanya satu: pencegahan resistensi bakteri terhadap antibiotik. Prijambodo menyarankan lembaga medis perlu memiliki laboratorium mikrobiologi klinis yang bermutu dengan standar baku dan jaminan mutu. Selain itu, rumah sakit sebaiknya melakukan pengawasan ketat terhadap perputaran antibiotik di lingkungannya. ”Idealnya, jenis obat antibiotik perlu dibatasi,” kata Prijambodo.

Masyarakat pun harus kritis dalam mengkonsumsi antibiotik. Selain tak boleh ditenggak tanpa pengawasan dokter, antibiotik tak boleh dianggap sebagai ”obat dewa” yang mujarab bagi semua penyakit. Dengan perilaku keliru dalam mengkonsumsi antibiotik, Prijambodo khawatir, makin banyak antibiotik jadi tak berguna, dan makin banyak pula muncul penyakit baru.

Andari Karina Anom, Ahmad Rafiq (Solo)

TempoInteraktif

Nusa Pendaki Dilarang Naik Gunung Slamet----------------- Nusa Rapor Disandera, Siswi SMP Hampir Tewas Gantung Diri----------------- Politik Menteri Lingkungan Semringah dengan Mobil Baru----------------- Nusa Jumlah Rombongan Pendaki Capai 125 Orang----------------- Nusa Jumlah Rombongan Pendaki Gunung Lawu Mencapai 125 Orang----------------- Test_drive

Page 32: Hindari penyalahgunaan antibiotik

Hari Ini dan Besok, Auto 2000 Gelar Uji Emisi Gratis----------------- Asia Peringatan Syura di Pakistan, Delapan Orang Tewas   ----------------- Hukum Status Baridin Ditentukan Pekan Ini----------------- Nusa Kaget Dengar Suara Bentakan, Siswa Tata Busana Telan Jarum----------------- Modifikasi Penjualan Motor 2009 Hanya Turun Enam Persen-----------------

English | Majalah Tempo | English Edition | Koran Tempo | PDAT | Photostock | U-Mag | Ruang Baca | Blog | Jurnalisme Publik | iTempo | Video | Audio | InfografisNasional | Metro | Bisnis | Olahraga | Teknologi | Gaya Hidup | Seni & Hiburan | Internasional | Selebritas | Kolom Copyright TEMPOinteraktif 2008

Antibiotika digunakan jika ada infeksi oleh kuman. Infeksi terjadi jika kuman memasuki tubuh. Kuman memasuki tubuh melalui pintu masuknya sendiri-sendiri. Ada yang lewat mulut bersama makanan dan minuman, lewat udara napas memasuki paru-paru, lewat luka renik di kulit, melalui hubungan kelamin, atau masuk melalui aliran darah, lalu kuman menuju organ yang disukainya untuk bersarang.

Gejala umum tubuh terinfeksi biasanya disertai suhu badan meninggi, demam, nyeri kepala, dan nyeri. Infeksi di kulit menimbulkan reaksi merah meradang, bengkak, panas dan nyeri. Contohnya bisul. Di usus, bergejala mulas, mencret. Di saluran napas, batuk, nyeri tenggorok, atau sesak napas. Di otak, nyeri kepala. Di ginjal, banyak berkemih, kencing merah atau seperti susu.

Namun, gejala suhu tubuh meninggi, demam, nyeri kepala, dan nyeri, bisa juga bukan disebabkan oleh kuman, melainkan infeksi oleh virus atau parasit. Dari keluhan, gejala dan tanda, dokter dapat mengenali apakah infeksi disebabkan oleh kuman, virus atau parasit.

Penyakit yang disebabkan bukan oleh kuman tidak mempan diobati dengan antibiotika. Untuk virus diberi antivirus, dan untuk parasit diberi antinya, seperti antimalaria, antijamur dan anticacing. Jika infeksi oleh jenis kuman yang spesifik, biasanya dokter langsung memberikan antibiotika yang sesuai dengan kuman penyebabnya. Misal bisul di kulit, tetanus, difteria, tipus atau infeksi mata merah.

Untuk infeksi yang meragukan, diperlukan pemeriksaan khusus untuk memastikan jenis kuman penyebabnya. Caranya dengan melakukan pembiakan (kultur) kuman. Bahan biakannya diambil dari darah atau air liur, dahak, urine, tinja, cairan otak, nanah kemaluan atau kerokan kulit.

Dengan biakan kuman, selain menemukan jenis kumannya, dapat langsung diperiksa pula jenis antibiotika yang cocok untuk menumpasnya (tes resistensi). Dengan demikian, pengobatan

Page 33: Hindari penyalahgunaan antibiotik

infeksinya lebih tepat. Jika tidak dilakukan tes resistensi, bisa jadi antibiotika yang dianggap mampu sudah tidak mempan, sebab kumannya sudah kebal terhadap jenis antibiotika yang dianggap ampuh tersebut. yz