Hikayat Candra Hasan

9
“Hikayat Candra Hasan” Naskah Hikayat Candra Hasan adalah koleksi Von de Wall dan bernomor v.d.W. 183. naskah ini terdapat dalam Notulen van de Algemeene en Directievergaderingen van het Bataviasch Genootschap van Kusten en Wetenschappen (1900: XC dan CI). Naskah ini tercata dalam katalogus van Ronkel (1909: 177). Amir Sutarga (1972:126), dan dalam daftar naskah J. Howard (1966:73). Menurut van Ronkel dan Amir Sutarga, cerita ini sudah diterbitkan dalam huruf Arab dan Latin dan tersimpan di Perpustakaan Museum Nasional, Jakarta. Naskah v.d.W. 183 kemungkinan telah dimiliki Von de Wall sebelum tahun 1873 (Sunarjo, 1984: 11) Naskah ini berukuran 33x30 Cm, 182 halaman, yang setiap halamannya terdiri atas 19 baris kecuali halaman pertama hanya 13 baris. Kertasnya berwarna kuning kecoklatan, tintanya berwarna hitam dan merah agak sedikit memecah, tetapi masih jelas dan mudak untuk dibaca. Naskah ini hanya ada satu dan terdapat di Museum Nasional di Jakarta. Hikayat Candra Hasan ini mempunyai unsur-unsur Hindu dan Islam, sehingga dapat termasuk ke dalam karya sastra peralihan. Unsur-unsur Hindu yang termasuk di dalamnya seperti adanya seorang Brahmana, adanya dewata penolong, adanya sebutan kepada dewa, adanya kemala hikmat yang dapat menciptakan negeri da isinya, serta dihidupkannya lagi seseorang yang sudah mati sebelum kiamat. Selain itu ada pula senjata sakti yang dapat mengeluarkan hujan

description

Naskah Hikayat Candra Hasan adalah koleksi Von de Wall dan bernomor v.d.W. 183. naskah ini terdapat dalam Notulen van de Algemeene en Directievergaderingen van het Bataviasch Genootschap van Kusten en Wetenschappen (1900: XC dan CI). Naskah ini tercata dalam katalogus van Ronkel (1909: 177). Amir Sutarga (1972:126), dan dalam daftar naskah J. Howard (1966:73). Menurut van Ronkel dan Amir Sutarga, cerita ini sudah diterbitkan dalam huruf Arab dan Latin dan tersimpan di Perpustakaan Museum Nasional, Jakarta. Naskah v.d.W. 183 kemungkinan telah dimiliki Von de Wall sebelum tahun 1873 (Sunarjo, 1984: 11)

Transcript of Hikayat Candra Hasan

Page 1: Hikayat Candra Hasan

“Hikayat Candra Hasan”

Naskah Hikayat Candra Hasan adalah koleksi Von de Wall dan bernomor

v.d.W. 183. naskah ini terdapat dalam Notulen van de Algemeene en

Directievergaderingen van het Bataviasch Genootschap van Kusten en

Wetenschappen (1900: XC dan CI). Naskah ini tercata dalam katalogus van Ronkel

(1909: 177). Amir Sutarga (1972:126), dan dalam daftar naskah J. Howard (1966:73).

Menurut van Ronkel dan Amir Sutarga, cerita ini sudah diterbitkan dalam huruf Arab

dan Latin dan tersimpan di Perpustakaan Museum Nasional, Jakarta. Naskah v.d.W.

183 kemungkinan telah dimiliki Von de Wall sebelum tahun 1873 (Sunarjo, 1984: 11)

Naskah ini berukuran 33x30 Cm, 182 halaman, yang setiap halamannya terdiri

atas 19 baris kecuali halaman pertama hanya 13 baris. Kertasnya berwarna kuning

kecoklatan, tintanya berwarna hitam dan merah agak sedikit memecah, tetapi masih

jelas dan mudak untuk dibaca. Naskah ini hanya ada satu dan terdapat di Museum

Nasional di Jakarta.

Hikayat Candra Hasan ini mempunyai unsur-unsur Hindu dan Islam, sehingga

dapat termasuk ke dalam karya sastra peralihan. Unsur-unsur Hindu yang termasuk di

dalamnya seperti adanya seorang Brahmana, adanya dewata penolong, adanya sebutan

kepada dewa, adanya kemala hikmat yang dapat menciptakan negeri da isinya, serta

dihidupkannya lagi seseorang yang sudah mati sebelum kiamat. Selain itu ada pula

senjata sakti yang dapat mengeluarkan hujan batu, air mawar, bunga ramia, hujan

permata, yang bisa kita temui dalam serita epos India Ramayana dan Mahabarata.

Unsur-unsur Islam yang terdapat di dalamnya adalah banyaknya kalimat dan

kata-kata dalam bahasa Arab yang bernafaskan keislaman, seperti Allah Subhannahu

Wa Taala, Rasulullah Saw. Alkisah wabihi nastacini bi I-lahi cala; dan wallahualam.

Selain itu, isi ceritanya sudah menggambarkan kepercayaan terhadap Allah Taala,

nabi akhie zaman yaitu Nabi Besar Muhamman Saw, percaya ke[ada AL-Quran,

percaya kepada hari kiamat, hari akhir, dan hari pembalasan, serta percaya terhadap

takdir baik dan buruk.

Cerita Hikaya Candra Hasan ini juga bisa digolongkan ke dalam cerita pelipur

lara yang berfungsi untuk menghibur dan juga sebagai media dakwah agama Islam

karena isinya yang menggambarkan rukun iman dan Islam yang kental.

Page 2: Hikayat Candra Hasan

Candra Hasan Menjadi Sultan di Desa Nagara

Candra Hasan adalah seoang anak dari raja Negeri Palingga yang bernama

Raja Bujangga dan ibunya yang bernama Putri Candrawati. Pada suatu hari ketika

Candra Hasan sudah beranjak dewasa, negerinya kalah dalam peperangan melawan

melawan Maharaja Dewa Angkasa dari Negeri Sapura Desa. Ayah dan ibunya

ditahan, namun Candra Hasan bisa melarikan diri ke Negeri Desa Negara yang

dipimpin oleh Maharaja Indra Jalila.

Raja Indra Jalila memiliki seorang anak yang bernama Putri Ratna Cempaka

Dewi, dan mempunyai seorang perdana menteri yang bernama Tusataputi. Tusataputi

mempunyai dua orang anak, yang laki-laki bernama Seri Madana dan yang satu

benama Siti Wisi. Sang perdana menteri mempunyai cita-cita untuk menjodohkan

anaknya dengan anak dari Raja Indra Jalila, namun ketika datang Candra Hasan yang

begitu tampan ia menjadi cemas jika cita-citanya tidak berhasil. Ia pun telah tiga kali

berusaha membunuh Candra Hasan, namun yang terbunuh malah anaknya Seri

Madana. Candra Hasan pun akhirnya diangkat menjadi sultan dan dinikahkan dengan

anaknya, Putri Ratna Cempaka Dewi.

Setelah Tusataputi mendengar bahwa Candra Hasan telah dinikahkan dengan

Puti Ratna Cempaka Dewi, bertambah susahlah ia, bahkan ketika ia mendengar bahwa

Candra Hasan Menjadi Sultan ia pun sangat heran serya berkata.

“Candra Hasan telah menghapuskan segala cita-citaku, telah aku suruh ia ke

Bandarsyah untuk mewujudkan mimpiku? Wah, apakah ia seorang dewa, telah tiga

kali aku mencoba membunuhnya, tetapi ia masih tetap hidup!” Ia pun sangatlah

menyesal dan merasa malu karena rencana yang telah dibuatnya tidak terlaksana

dengan baik. Ia pun segera mencari anaknya, Seri Madana itu, namun tidak juga ia

temukan. Hatinya pun menjadi gundah dan pikirannya pun berkata, “Baiklah aku akan

pergi mencarinya di Bandarsyah!” Akhirnya ia pun pergi ke Bandarsyah. Sangat

terkejut Tsutaputi ketika mendapati anaknya telah meninggal di depan pintu

Bandarsyah dengan talam perak yang berada di dekatnya.

Sangat terkejut melihat hal itu, maka Perdana Menteri Tusataputi pun

menangis seraya berkata, “Aduh sialnya nasibku ini. Keinginanku akan sesuatu telah

membawaku kepada sesuatu yang tidak aku sangka-sangka dan tidak aku inginkan.

Benar juga perkataan yang berisi tiap-tiap orang yang menggali lubang, maka ia akan

terperosok ke dalam lubang yang dibuatnya, karena bagaimanapun juga kehendak dan

Page 3: Hikayat Candra Hasan

keinginan yang ingin di capai manusia segalanya hanyalah Allah yang yang

menentukan.

Ia pun terduduk dengan memangku anaknya yang telah meninggal. Ia sangat

menangisi kepergian anaknnya seraya berkata, “Bangunlah Seria Madana anakku,

bangunlah! Ayo kita pulang! Kenapa engkau terbaring seperti ini! Bangunlah anakku,

ayo kita cari emas yang banyak utnukmu! Anakku, berbicaralah pada ayahmu ini.

Mengapa kini engkau tidak lagi mau berbicara kepada ayahmu ini! Cahaya mataku,

mengapa engkau menjadi seperti ini. Wahai emasku, wahai anakku, mengapa engkau

tinggalkan ayahmu. Mengapa engkau begitu senang menyendiri di tempat ini.

Anakku Seri Madana, ayah sangat sedih melihat jasadmu seperti ini. Bangunlah

anakku! Marilah kita pulang, sebab rumah akan sepi tanpamu. Apakah kamu tidak

kasihan pada ayahmu?”

Dalam ratapannya yang menyedihkan, Perdana Menteri Tusataputi pun

bersyair dengan segenap hati dan jiwanya.

Setelah sang perdana menteri selesai bersyair, ia pun bersedih dan meratap

seraya berkata, “Wahai anakku Seri Wadana, mengapa engkau membiarkan ayahanda

ini? Mengapa tidak kau sapa ayahmu ini? Maka jika ini sudah keadaannya, biarlah

aya pergi bersamamu!” Setelah berkata seperti itu, ia pun menghunus kerisnnya dan

berkata, “wahai anakku, akhirnya kita akan bersama-sama kemali!” Seraya

ditikamkannya keris kepada dirinya.

Perdana menteri pun jatuh tersungkur di sisi anaknya, dan menyemburlah

darahnya keluar. Tidak lama kemudian ia pun mati; pindah dari dunia ke alam baka.

Pada keesokan harinya Candra Hasan di arak orang mengitari tujuh kali

Negeri Desa Nagara dengan segal bunyi-bunyian dan juga yang lainnya. Setelah

diarak maka dinobatkanlah ia oleh seluruh rakyat dan tentaranya menjadi Sultan

Maharaja Candra Hasan.

Setelah itu disuruhlah seluruh isteri raja-raja dan isteri menteri-menteri untuk

menjemput Siti Wisi di rumahnya (Rumah Tusataputi). Dengan segera semuanya

pergi ke rumah Perdana Menteri Tusataputi. Setelah sampai, mereka pun menyembah

seraya berkata, “ Tuan Putri, sekiranya kedatangan kami ke sini adalah perintah

baginda, untuk menjemput Tuan Putri! ” Setelah mendengar itu Siti Wisi pun segera

berganti pakaian dengan pakaian yang berwarna keemasan. Dengan menggunakan

pakaian itu Siti Wisi makin terlihat cantik, setara dengan kecantikan Tuan Putri Ratna

Cempaka Dewi.

Page 4: Hikayat Candra Hasan

Tidaklah bosan bilan memandang wajah Siti Wisi, dan segala isteri menteri

dan raja-raja berkata, “ Wah Siti Wisi dan Putri Ratna Cempaka Dewi bagai ping

dibelah dua.” Setelah Siti Wisi berhias maka ia pun berangkat dengan diiringi oleh

isteri raja-raja dan isteri menteri-menteri.

Tak beberapa lama kemudian sampailah mereka ke istana baginda, dan

baginda pun menyambut langsung Siti Wisi seraya menuju peraduan. Baginda dan

Siti Wisi pun duduk di sebelah kanan Putri Ratna Cempaka Dewi seraya berkata,

“Tuan, berkasih-kasihan apalah kiranya dengan Adinda Tuan Putri Siti Wisi itu!”

Mendengar perkataan baginda seperti itu, tuan putri pun menjeling sambil

berkata, “Kakanda, mengapa kakanda berkata seperti itu? Jika kakanda menyuruh

adinda, pastilah akan adinda turuti. Ia akan pula menjadi saudara adinda dan adinda

pun tak akan bisa menolak kehendak suami. Masa sang isteri berani menolak

perkataan suaminya itu!”

Mendengar perkataan bijak seperti itu baginda pun senang. Setelah itu

dipeluklah kedua isterinya dan diciumnya kedua isterinya itu serya berkata, “Wahai

adinda, Kalian berdualah yang menjadi penghibur perasaan hati kakanda. Dan kalian

berdua pulalah yang menjadi ayah dan ibu kakanda.” Baginda pun mulai berpantun,

setelah itu diikuti oleh kedua isterinya yang mulai ikut berbalas panun. Mendengar

pantun kedua isterinya itu, baginda menjadi teramatlah senang. Malam itu pun mereka

bercumbu hingga pagi menjelang.

Hari pun telah siang, segeralah mereka pergi mandi dengan dipimpin oleh

baginda. Setelah selesai mandi raja pun naik ke atas instana yang sudah tersedia

segala makanan untuk mereka sarapan. Baginda pun mengajak kedua isterinya untuk

makan bersama. Setelah selesai makan, baginda pun memakan sirih dan memakai

bau-bauan. Setelah itu baginda pun keluar menuju kursi penghadapan. Baginda

menjadi risau karena Perdana Menteri Tusaputi dan Anaknya Seri Madanan tidak

hadir di situ. Lama ia mencari kedua orang itu seraya berkata, “Aduh, ada apa

gerangan ayahandan dan kakandaku tidak datang ke sini. Apakah ia maran kepadaku,

sehingga ia tidak datang ke menemuiku. Jika keduannya menemuiku sekiranya betapa

bahagianya aku!”

Setelah itu baginda masuk ke dalam istananya dengan wajah yang murung.

Melihat sikap baginda yang seperti itu, maka seluruh yang datang menghadapnya pun

menjadi bingung. Akhirnya setelah baginda masuk ke dalam istana, maka disuruhlah

seseorang untuk melihat bagaimana keadaan Tusataputi dan Seri Madanan.

Page 5: Hikayat Candra Hasan

Segeralah seorang yang disuruhnya berangkat ke rumah Tusataputi dan

mereka pun tidak menemukan Tusataputi dan Seri Madanan walapun mereka sudah

mencarinya ke mana-mana. Ia pun kembali menghadap baginda dan memberitahukan

bahwa ia tidak dapat menemukan Tusataputi dan Seri Madanan. Mendengar perkataan

seperi itu baginda pun menjadi sedih.

Akhirnya, setelah beberapa lama bersedih baginda pun segera pergi mencari

Perdana Menteri Tusataputi dan Seri Madanan, hingga akhirnya baginda mencarinya

ke Bandarsyah. Setelah baginda sampai di sana, ia pun terkejut melihat dua sosok

mayat, yaitu mayat Tusataputi dan mayat Seri Madanan. Baginda pun menagis

mengucurkan airmatanya. Hatinya sangat terpikul melihat mayat keduanya yang

terbarung di depan pintu gerbang Bandarsyah. Duka pada baginda sangatlah

menyesakkan hatinya, hingga akhirnya baginda merasa bahwa ia tak layak lagi hidup

di dunia ini dan memutuskan untuk bunuh diri. Maka baginda pun menikamkan keris

ke tubuhnya. Beberapa saat sebelum keris itu menghujam tubuhnya, terdengarlah

sesuatu yang mengatakan bahwa perbuatan yang akan dilakukannya adalah sia-sia.

Mendengar kata-kata seperti itu baginda pun terkejut seraya bertanya siapakah

gerangan yang berkata seperti itu padanya. Suara itu pun menjawab bahwa ia adalah

Dewata Indra Sura, dan suara itu pun melarang Candra Hasan untuk menghabisi

hidupnya sendiri. Dewata pun menceritakan tentang kematian kedua orang itu dan

bahwa Tusataputi telah berkhianat terhadapnya. Mendengar seperti itu baginda pun

menangis dan meminta kepada Dewata untuk menghidupkan keduanya. Dengan rasa

bangga terhadap kebijakan dan kebaikan Candra Hasan, Dewata pun menghidupkan

kembali Tusataputi dan Sri Madanan.

Baginda pun sangatlah senang dan gembira seraya memuji Kebesaran Allah

Subhanahu Wa Taala. Setelah itu Tusataputi dan Seri Madanan pun diajaknya ke

istana utntuk membantu dirinya bersama dengan melepaskan kedua orang tuanya dari

tawanan Maharaja Dewa Angkasa.

Setelah berhasil Tuasatputi pun diangkat menjadi Mangkubumi dan Seri

Madanan dinikahkan dengan anak Maharaja Dewa Angkasa diberi gelar Raja Muda

dan Raja Gangkana Dewa akan bergelar Tumenggung dan guru hamba ini akan

menjadi kadi hamba sendiri.