Hid Roche Pal Us

44
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hidrosefalus masih merupakan suatu masalah penting dalam dunia kedokteran terutama bila dikaitkan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak karena terjadinya gangguan pertumbuhan otak, sehingga otomatis bila tidak ditangani secara cepat dan tepat akan dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang lebih parah lagi, bahkan menjadi kasus yang lebih berat dan dapat berakibat fatal. Secara statistik ditemukan bahwa dengan penanganan bedah dan penatalaksanaan medis yang baik sekalipun, didapatkan hanya sekitar 40% dari penderita hidrosefalus mempunyai kecerdasan yang normal dan sekitar 60% mengalami cacat kecerdasan dan fungsi motorik yang bermakna. Dari data statistik tersebut dapat dilihat bahwa walaupun dengan penanganan bedah saraf dan penatalaksanaan bedah saraf dan penatalaksanaan medis yang baik ternyata sekitar 60% penderita masih memiliki sekuel gangguan yang cukup bermakna. - 1 -

description

chepal

Transcript of Hid Roche Pal Us

Page 1: Hid Roche Pal Us

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Hidrosefalus masih merupakan suatu masalah penting dalam dunia

kedokteran terutama bila dikaitkan terhadap pertumbuhan dan perkembangan

anak karena terjadinya gangguan pertumbuhan otak, sehingga otomatis bila tidak

ditangani secara cepat dan tepat akan dapat menimbulkan gangguan dalam

pertumbuhan dan perkembangan yang lebih parah lagi, bahkan menjadi kasus

yang lebih berat dan dapat berakibat fatal. Secara statistik ditemukan bahwa

dengan penanganan bedah dan penatalaksanaan medis yang baik sekalipun,

didapatkan hanya sekitar 40% dari penderita hidrosefalus mempunyai kecerdasan

yang normal dan sekitar 60% mengalami cacat kecerdasan dan fungsi motorik

yang bermakna. Dari data statistik tersebut dapat dilihat bahwa walaupun dengan

penanganan bedah saraf dan penatalaksanaan bedah saraf dan penatalaksanaan

medis yang baik ternyata sekitar 60% penderita masih memiliki sekuel gangguan

yang cukup bermakna.

Seorang anak dapat menderita hidrosefalus karena berbagai sebab, baik itu

secara kongenital maupun akuisita. Di Indonesia sendiri kasus hidrosefalus

mencapai kurang lebih dua kasus per seribu kelahiran (Harsono, 1996). Data ini

menunjukan bahwa kasusu hidrosefalus termasuk kasus yang jarang terjadi di

Indonesia. Walaupun demikian kasus hidrosefalus tetap merupakan masalah

dalam dunia kedokteran, baik itu mengenai tumbuh kembang anak, keberhasilan

di dalam terapi bedah, maupun masalah psikologis anak di masa yang akan

datang. Melihat dari manifestasi klinis penyakit ini, masalah yang sering kali

timbul adalah terutama mengenai progresivitas penyakit itu sendiri. Sebagian dari

kasus hidrosefalus dapat berhenti sendiri, dalam arti lingkar kepala tidak

- 1 -

Page 2: Hid Roche Pal Us

bertambah besar, dan sebagian kasus lainnya mempunyai progresivitas yang

tinggi, dimana lingkar kepala bertambah secara progresif karena terjadi sumbatan

aliran cairan serebrospinal maupun produksinya sendiri yang bertambah. Gejala

klinis anak hidrosefalus dapat bervariasi, mulai dari yang ringan sampai yang

berat, tergantung dari penyebabnya. Gejala permulaan dari hidrosefalus seringkali

tidak diketahui, sehingga seringkali penderita datang ke dokter sudah dalam

keadaan terlambat. Selain itu faktor resiko hidrosefalus seringkali masih

merupakan masalah yang awam bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia.

I.2. Tujuan Penulisan

1. Bagi penulis digunakan sebagai bahan penambah wawasan di bidang ilmu

kedokteran khususnya bidang kajian hidrosefalus, sehingga dapat penulis

terapkan dalam klinis.

2. Dengan mengetahui etiologi, patogenesis, dan manifestasi klinis dari

hidrosefalus maka diagnosis kelainan tersebut dapat ditegakkan secara dini

sehingga dapat dilakukan penanganan yang cepat dan tepat, serta mencegah

komplikasi dan memburuknya kelainan tersebut.

- 2 -

Page 3: Hid Roche Pal Us

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan

bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan

intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Hassan, 1983).

Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi

cairan serebrospinal (Huttenlocher, 1983). Hidrosefalus bukan suatu penyakit

yang berdiri sendiri. Sebenarnya, hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai

akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut

menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan

ubun-ubun (Wiknjosastro, 1994).

II.2. Epidemiologi

Thanman (1984) melaporkan insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap

1000 kelahiran. Raveley (1973) cit Yasa (1983) di Inggris melaporkan bahwa

insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada setiap 1000 kelahiran dan

11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Hidrosefalus dengan

meningomielokel, yaitu antara 4 per 1000 kelahiran di beberapa negara bagian

wales dan Irlandia Utara sampai sekitar 0,2 per 1000 kelahiran di Jepang.

Sedangkan insidensi hidrosefalus bentuk lainnya sekitar 1 per 1000 kelahiran.

Stenosis akuaduktus ditemukan pada sekitar sepertiga anak dengan hidrosefalus

(Huttenlocher, 1983).

Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga

dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada

remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis.

- 3 -

Page 4: Hid Roche Pal Us

Hidrosefalus infantil; 46% diantaranya adalah akibat abnormalitas

perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan

kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Harsono, 1996).

II.3. Etiologi

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal

(CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem

ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan,

terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Hassan et al, 1985). Tempat predileksi

obstruksi adalah foramen Monroe, foramen Sylvi’s, foramen Luschka, foramen

Magendie, sisterna magna dan sisterna basalis (Harsono, 1996). Teoritis

pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang normal

akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang

terjadi, misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada adenomata

pleksus koroidalis. Berkurangnya absorbsi CSS pernah dilaporkan dalam

kepustakaan pada obstruksi kronik aliran vena otak pada trombosis sinus

longitudinalis. Contoh lain ialah terjadinya hidrosefalus setelah operasi koreksi

daripada spina bifida dengan meningokel akibat berkurangnya permukaan untuk

absorbsi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan

anak ialah :

1. Kelainan Bawaan (Kongenital)

a. Stenosis akuaduktus Sylvii

Merupakan penyebab yang terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak (60-

90%). Insidensinya berkisar antara 0,5-1 kasus/1000 kelahiran. Stenosis ini bukan

berasal dari tumor. Ada tiga tipe stenosis :

1. Gliosis akuaduktus: berupa pertumbuhan berlebihan dari glia fibriler yang

menyebabkan konstriksi lumen.

2. Akuaduktus yang berbilah (seperti garpu) menjadi kanal-kanal yang kadang

dapat tersumbat.

- 4 -

Page 5: Hid Roche Pal Us

3. Obstruksi akuaduktus oleh septum ependim yang tipis (biasanya pada ujung

kaudal).

Akuaduktus dapat merupakan saluran buntu sama sekali atau abnormal

lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir atau

progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir. Stenosis ini bisa

disebabkan karena kelainan metabolisme akibat ibu menggunakan isotretionin

(Accutane) untuk pengobatan acne vulgaris. Oleh karena itu penggunaan derivat

retinol (vitamin A) dilarang pada wanita hamil. Hidrosefalus iatrogenik ini jarang

sekali terjadi, hal ini dapat disebabkan oleh hipervitaminosis A yang akut atau

kronis, di mana keadaan tersebut dapat mengakibatkan sekresi likuor menjadi

meningkat atau meningkatnya permeabilitas sawar darah otak. Stenosis ini

biasanya dapat bersamaan dengan malformasi lain seperti: malformasi Arnold

chiari, ensefalokel oksipital (Lott et al, 1984).

b. Spina bifida dan kranium bifida

Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan sindrom

Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan

serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi

penyumbatan sebagian atau total. Anomali Arnold-chiari ini dapat timbul bersama

dengan suatu meningokel atau suatu meningomielokel.

c. Sindrom Dandy-Walker

Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan hidrosefalus.

Etiologinya tidak diketahui. Malformasi ini berupa ekspansi kistik ventrikel IV

dan hipoplasi vermis serebelum. Kelainan berupa atresia kongenital foramen

Luschka dan Magendie dengan akibat hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran

sistem ventrikel terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian besarnya hingga

merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa posterior. Hidrosefalus yang

- 5 -

Page 6: Hid Roche Pal Us

terjadi diakibatkan oleh hubungan antara dilatasi ventrikel IV dan rongga

subarakhnoid yang tidak adekuat, dan hal ini dapat tampil pada saat lahir, namun

80% kasusnya biasanya tampak dalam tiga bulan pertama. Kasus semacam ini

sering terjadi bersamaan dengan anomali lainnya seperti: agenesis korpus

kalosum, labiopalatoskisis, anomali okuler, anomali jantung, dan sebagainya.

d. Kista araknoid

Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder

suatu hematoma.

e. Anomali pembuluh darah

Dalam kepustakaan dilaporkan terjadinya hidrosefalus akibat aneurisma

arterio-vena yang mengenai arteria serebralis posterior dengan vena Galeni atau

sinus transversus dengan akibat obstruksi akuaduktus.

2. Infeksi

Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi

obliterasi ruangan subaraknoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis

purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat

purulen di akuaduktus Sylvii atau sisterna basalis. Lebih banyak hidrosefalus

terdapat pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu

sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologis

terlihat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan

daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama

terdapat di daerah basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpedunkularis,

sedangkan pada meningitis purulenta lokalisasinya lebih tersebar. Selain karena

meningitis, penyebab lain infeksi pada sistem saraf pusat adalah karena

toxoplasmosis (Ngoerah, 1991). Infeksi toxoplasmosis sering terjadi pada ibu

yang hamil atau penderita dengan imunokompeten (Pohan, 1996). Penularan

- 6 -

Page 7: Hid Roche Pal Us

toxoplasmosis kepada neonatus didapat melalui penularan transplasenta dari ibu

yang telah menderita infeksi asimtomatik. Dalam bentuk infeksi subakut, tetrade

yang menyolok adalah perkapuran intraserebral, chorioretinitis, hidrosefalus atau

mikrosefalus, dan gangguan psikomotor dan kejang-kejang (Pribadi, 1983).

3. Neoplasma

Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat

aliran CSS. Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila

tumor tidak mungkin dioperasi, maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan

mengalirkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak yang terbanyak

menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir

biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, sedangkan penyumbatan

bagian depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu kraniofaringioma.

4. Perdarahan

Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir

dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah

basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu

sendiri. Hal tersebut juga dapat dipicu oleh karena adanya trauma kapitis (Hassan

et al, 1985).

Selanjutnya hidrosefalus dengan penyebab pertama tersebut diatas

dikelompokan sebagai hidrosefalus kongenitus, sedangkan penyebab kedua

sampai ke empat dikelompokkan sebagai hidrosefalus akuisita. Sebab-sebab

prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya hidrosefalus

kongenital yang timbul in-utero dan kemudian bermanifestasi baik in-utero

ataupun setelah lahir. Sebab-sebab ini mencakup malformasi (anomali

perkembangan sporadis), infeksi atau kelainan vaskuler. Pada sebagian besar

pasien banyak yang etiologinya tidak dapat diketahui, dan untuk ini diistilahkan

- 7 -

Page 8: Hid Roche Pal Us

sebagai hidrosefalus idiopatik. Dari bukti eksperimental pada beberapa spesies

hewan mengisyaratkan infeksi virus pada janin terutama parotitis dapat sebagai

faktor etiologi (Ngoerah, 1991).

Swaiman and Wright (1981) mengelompokkan etiologi hidrosefalus

berdasarkan proses kejadiannya sebagai berikut :

1. Kongenital

Agenesis korpus kalosum, stenosis akuaduktus serebri, anensefali dan

disgenesis serebral, genetis.

2. Degeneratif

Histiositosis, inkontinensia pugmenti, dan penyakit Krebbe.

3. Infeksi

Post meningitis, TORCH, kista-kista parasit, lues kongenital.

4. Kelainan metabolisme

Penggunaan isotretionin (Accutane) untuk pengobatan akne vulgaris, antara

lain dapat menyebabkan stenosis akuaduktus, sehingga terjadi hidrosefalus pada

anak yang dilahirkan. Oleh karena itu penggunaan derivat retinol (vit. A) dilarang

pada wanita hamil (Lott et al, 1984).

5. Trauma

Seperti pada perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat

menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, disamping

organisasi darah itu sendiri yang mengakibatkan terjadinya sumbatan yang

mengganggu aliran CSS.

6. Neoplasma

Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat

terjadi di setiap aliran CSS, antara lain tumor ventrikel III, tumor fossa posterior,

papilloma pleksus koroideus, leukemia, dan limfoma.

7. Gangguan vaskuler

Dilatasi sinus dural, trombosis sinus venosa, malformasi v. Galeni,

malformasi arteriovenosa.

- 8 -

Page 9: Hid Roche Pal Us

II.4. Patofisiologi dan Patogenesis

Ruangan CSS mulai terbentuk [ada minggu kelima masa embrio, terdiri

dari sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruang subarakhnoid

yang meliputi seluruh susunan saraf. CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel

oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam

piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan

likuor serebrospinalis ini terdapat dalam suatu sistem yang terdiri dari dua bagian

yang berhubungan satu sama lainnya : (1) Sistem internal terdiri dari dua

ventrikel lateralis, foramen-foramen interventrikularis (Monroe), ventrikel ke-3,

akuaduktus Sylvii dan ventrikel ke-4. (2) Sistem eksternal terdiri dari ruang-ruang

subaraknoid, terutama bagian-bagian yang melebar disebut sisterna. Hubungan

antara sistem internal dan eksternal ialah melalui kedua apertura lateralis ventrikel

ke-4 (foramen Luschka) dan foramen medialis ventrikel ke-4 (foramen

Magendie).

Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun

100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan pada prematur kecil 10-20 ml

(Harsono, 1996). Cairan yang tertimbun dalam ventrikel biasanya antara 500-

1500 ml, akan tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter (Wiknjosastro, 1994).

Aliran CSS yang normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen

monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus

Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam

ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis

menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler.

Dalam keadaan normal tekanan likuor berkisar antara 50-200 mm, praktis

sama dengan 50-200 mmH2O. Ruang tengkorak bersama dura yang tidak elastis

merupakan suatu kotak tertutup yang berisikan jaringan otak dan medula spinalis

sehingga volume otak total (kraniospinal) ditambah dengan volume darah dan

likuor merupakan angka tetap (Hukum Monroe Kellie). Bila terdapat peningkatan

volume likuor akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Keadaan ini

- 9 -

Page 10: Hid Roche Pal Us

terdapat pada perubahan volume likuor, pelebaran dura, perubahan volume

pembuluh darah terutama volume vena, perubahan jaringan otak (bagian putih

otak berkurang pada hidrosefalus obstruktif). Pada umumnya volume otak serta

tekanan likuor berubah oleh berbagai pengaruh sehingga volume darah selalu

akan menyesuaikan diri (Harsono, 1996).

Hidrosefalus secara teoritis hal ini terjadi sebagai akibat dari tiga

mekanisme yaitu :

1. Produksi likuor yang berlebihan

2. Peningkatan resistensi aliran likuor

3. Peningkatan tekanan sinus venosa

Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme di atas adalah peningkatan

tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan

absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel masih belum dapat dipahami

secara terperinci, namun hal ini bukanlah hal yang sederhana sebagaimana

akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi.

Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-

beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai

akibat dari :

1. Kompresi sistem serebrovaskuler

2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler atau

keduanya di dalam sistem susunan saraf pusat

3. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan

viskoelastisitas otak, kelainan turgor otak)

4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis (masih diperdebatkan)

5. Hilangnya jaringan otak

6. Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya

regangan abnormal pada sutura kranial.

Produksi likuor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh karena

tumor pleksus khoroid (papiloma atau karsinoma). Adanya produksi yang

- 10 -

Page 11: Hid Roche Pal Us

berlebihan akan menyebabkan tekanan intrakranial meningkat dalam

mempertahankan keseimbangan antara sekresi dan resorbsi likuor, sehingga

akhirnya ventrikel akan membesar. Adapula beberapa laporan mengenai produksi

likuor yang berlebihan tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid, di samping juga

akibat hipervitaminosis A.

Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus

hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan

meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan

resorbsi yang seimbang.

Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu

peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler

intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang

dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena

yang relatif tinggi.

Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians

tengkorak. Bila sutura kranial sudah menutup, dilatasi ventrikel akan diimbangi

dengan peningkatan volume vaskuler; dalam hal ini peningkatan tekanan vena

akan diterjemahkan dalam bentuk klinis dari pseudotumor serebri. Sebaliknya,

bila tengkorak masih dapat mengadaptasi, kepala akan membesar dan volume

cairan akan bertambah.

Derajat peningkatan resistensi aliran cairan likuor dan kecepatan

perkembangan gangguan hidrodinamik berpengaruh pada penampilan klinis.

II.5. Klasifikasi

Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya.

Menurut Harsono (1996), klasifikasi hidrosefalus berdasarkan :

- 11 -

Page 12: Hid Roche Pal Us

1. Gambaran klinis

Dikenal hidrosefalus yang manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus

yang tersembunyi (occult hydrocephalus). Hidrosefalus yang tampak jelas dengan

tanda-tanda klinis yang khas disebut hidrosefalus yang manifes. Sementara itu,

hidrosefalus dengan ukuran kepala yang normal disebut sebagai hidrosefalus yang

tersembunyi.

2. Waktu pembentukan

Dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita. Hidrosefalus

yang terjadi pada neonatus atau yang berkembang selama intra uterin disebut

hidrosefalus kongenital. Hidrosefalus yang terjadi karena cedera kepala selama

proses kelahiran disebut hidrosefalus infantil. Hidrosefalus akuisita adalah

hidrosefalus yang terjadi setelah masa neonatus atau disebabkan oleh faktor-

faktor lain setelah masa neonatus (Harsono, 1996).

3. Proses terbentuknya hidrosefalus (waktu/onzet)

Dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik. Hidrosefalus akut adalah

hidrosefalus yang terjadi secara mendadak sebagai akibat obstruksi atau gangguan

absorbsi CSS (berlangsung dalam beberapa hari). Disebut hidrosefalus kronik

apabila perkembangan hidrosefalus terjadi setelah aliran CSS mengalami

obstruksi beberapa minggu (bulan-tahun). Dan diantara waktu tersebut disebut

hidrosefalus subakut.

4. Sirkulasi CSS (cairan serebrospinal)

Dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.

Hidrosefalus non komunikans berarti CSS sistem ventrikulus tidak berhubungan

dengan CSS ruang subaraknoid (adanya blok), misalnya terjadi pada:

- 12 -

Page 13: Hid Roche Pal Us

a. Kelainan perkembangan akuaduktus Silvius kongenital (disebabkan oleh gen

terangkai X resesif), infeksi virus, tertekannya akuaduktus dari luar karena

hematoma atau aneurisma kongenital

b. Atresia foramen Luschka dan Magendie (sindroma Dandy-Walker)

c. Berhubungan dengan keadaan-keadaan meningokel, ensefalokel, hipoplastik

serebelum.

Hidrosefalus komunikans adalah hidrosefalus yang memperlihatkan adanya

hubungan antara CSS sistem ventrikulus dan CSS dari ruang subaraknoid otak

dan spinal. Gangguan absorbsi CSS dapat disebabkan sumbatan sistem

subaraknoid disekeliling batang otak ataupun obliterasi ruang subaraknoid

disekeliling batang otak ataupun obliterasi ruang subaraknoid disekeliling

konveksitas otak. Disini seluruh sitem ventrikuli terdistensi (Huttenlocher, 1983).

Hal ini terjadi pada keadaan-keadaan:

a. Malformasi Arnold-Chiari dimana terjadi hambatan CSS di ruang

subaraknoid sekitar batang otak akibat berpindahnya batang otak dan

serebelum ke kanalis servikalis

b. Sekunder akibat infeksi piogenik dan meningitis sehingga terjadi fibrosis

dan perlekatan

c. Fibrosis akibat perdarahan subaraknoid

5. Pseudohidrosefalus dan hidrosefalus tekanan normal (normal pressure

hydrocephalus). Pseudohidrosefalus adalah disproporsi kepala dan badan bayi.

Kepala bayi tumbuh cepat selama bulan kedua sampai bulan ke delapan.

Selain itu ada beberapa istilah lainnya yang dipakai dalam klasifikasi

maupun sebutan diagnosis kasus hidrosefalus. Hidrosefalus interna menunjukkan

adanya dilatasi ventrikel; sedangkan hidrosefalus eksternal cenderung

menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.

Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran

- 13 -

Page 14: Hid Roche Pal Us

likuor; dan hal ini dijumpai pada sebagian besar kasus. Berdasarkan gejala yang

ada dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus

arrested menunjukan keadaan di mana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi

ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi.Hidrosefalus ex-vacuo adalah

sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan oleh atrofi otak primer,

yang biasanya terdapat pada orang tua.

II.6. Manifestasi Klinis

Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat

ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Huttenlocher, 1983).

Selain itu gambaran klinik hidrosefalus dipengaruhi oleh umur penderita,

penyebab, dan lokasi obstruksi. Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi

adanya hipertensi intrakranial (Harsono, 1996). Manifestasi klinis dari

hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :

1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus

Meliputi pembesaran kepala abnormal yang merupakan gambaran tetap

hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Pada kasus hidrosefalus kongenital

yang berat dimana kepala bayi yang besar dapat mempersulit proses kelahiran,

sedangkan pada bentuk yang lebih ringan, kepala berukuran normal saat lahir,

tetapi kemudian tumbuh dengan laju berlebihan (Huttenlocher, 1983). Lingkaran

kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar

kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Pada anak hidrosefalus,

umur satu tahun lingkaran kepala itu menjadi 45 cm (Ngoerah, 1991). Pada masa

neonatus, pengukuran lingkar kepala setiap harinya penting dalam menentukan

proresivitas dari hidrosefalus. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi

terutama pada daerah frontal (Huttenlocher, 1983). Tampak dorsum nasi lebih

besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas.

Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala

- 14 -

Page 15: Hid Roche Pal Us

tampak melebar dan berkelok. Sering terjadi retraksi kelopak mata yang terus-

menerus (Sidharta, 1995). Pada hidrosefalus infantil yang berat, tampak suatu

fenomena “matahari terbenam” (sunset phenomenon) pada bola mata. Fenomena

ini timbul karena tekanan intrakranial yang tinggi dapat menekan tulang atap

orbita yang sangat tipis. Tulang atap orbita ini lantas menekan pada bola mata

sehingga bola-bola mata itu terputar ke bawah (Huttenlocher, 1983). Dengan

kedudukan mata demikian, banyak putih sklera terlihat diantara limbus atas dari

kornea dan tepi kelopak mata atas. Tanda tersebut bisa dikorelasikan dengan

dilatasi ventrikel ke-3 atau akuaduktus Sylvii yang sekaligus melumpuhkan

gerakan elevasi bola mata (Sidharta, 1995). Pada funduskopi dapat tampak suatu

atrofi papil primer akibat kompresi saraf optikus dan kiasma, terjadi pada kasus

kronik yang tidak diterapi. Disamping itu dapat terlihat adanya anosmi kanan dan

kiri. Mungkin pula terdapat strabismus karena adanya paralise dari satu atau

beberapa nervi kranialis. Penderita memperlihatkan pula adanya retardasi mental

dan konvulsi. Sewaktu-waktu tampak nistagmus. Bila dilakukan perkusi sedikit di

belakang tempat pertemuan os frontale dengan os temporale maka dapat timbul

resonansi seperti bunyi kendi retak (“cracked pot resonance”). Tanda ini dinamai

Macewen’s sign. Tidak jarang dijumpai tanda-tanda paraparesis spastik dengan

reflek tendon lutut atau Achilles yang meningkat serta dengan Babinski yang

positif kanan dan kiri.

Menurut Harsono (1996), pada neonatus gejala yang paling umum dijumpai

adalah iritabilitas. Sering kali anak tidak mau makan dan minum, dan kadang-

kadang kesadaran menurun ke arah letargi. Anak kadang-kadang muntah, jarang

yang bersifat proyektil. Pada masa neonatus ini gejala-gejala lainnya belum

tampak. Kecurigaan akan hidrosefalus bisa berdasarkan gejala-gejala tersebut di

atas, sehingga dapat dilakukan pemantauan secara teratur dan sistemik.

- 15 -

Page 16: Hid Roche Pal Us

2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak

Jika hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak, maka pembesaran

kepala tidak bermakna, tetapi pada umumnya anak mengeluh nyeri kepala sebagai

manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas atau tidak

menentu. Kadang-kadang anak muntah di pagi hari. Dapat disertai keluhan

penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus.

Gangguan motorik dan koordinasi dikenali melalui perubahan cara berjalan.

Hal demikian ini disebabkan oleh peregangan serabut kortikospinal korteks

parietal sebagai akibat pelebaran ventrikulus lateral. Serabut-serabut yang lebih

kecil yang melayani tungkai akan terlebih dahulu tertekan, sehingga

menimbulkan pola berjalan yang khas (Harsono, 1996). Kombinasi spastisitas dan

ataksia yang lebih mempengaruhi tungkai daripada lengan sering ditemukan,

demikian pula inkontinensia urin (Huttenlocher, 1983).

Anak dapat mengalami gangguan dalam hal daya ingat dan proses belajar,

terutama dalam tahun pertama sekolah. Apabila dilakukan pemeriksaan

psikometrik maka akan terlihat adanya labilitas emosional dan kesulitan dalam

hal konseptualisasi (Harsono, 1996). Fungsi bicara seringkali masih baik,

sehingga bermanifestasi sebagai ocehan kosong yang agak karakteristik

(Huttenlocher, 1983).

Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien

hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif

dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila

ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal,

atau persentil 98 dari kelompok usianya. Makrokrania biasanya disertai empat

gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:

1. Fontanel anterior yang sangat tegang. Biasanya fontanel anterior

dalam keadaan normal tampak datar atau bahkan sedikit cekung ke

dalam pada bayi dalam posisi berdiri (tidak menangis).

- 16 -

Page 17: Hid Roche Pal Us

2. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.

3. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial

menonjol. Perkusi kepala akan terasa seperti kendi yang rengat

(cracked pot sign).

4. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon). Tampak kedua

bola mata deviasi ke bawah dan kelopak mata atas tertarik. Fenomena

ini seperti halnya tanda Perinaud, yang ada gangguan pada daerah

tektam. Estropia akibat parese n. VI, dan kadang ada parese n. III,

dapat menyebabkan pengelihatan ganda dan mempunyai resiko bayi

menjadi ambliopia.

Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar

dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan

kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala

gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi).

Gejala lainnya yang dapat terjadi adalah; spastisitas yang biasanya

melibatkan ekstremitas inferior (sebagai konsekuensi peregangan traktus

piramidal sekitar ventrikel lateral yang dilatasi) dan berlanjut sebagai gangguan

berjalan, gangguan endokrin (karena distraksi hipotalamus dan ‘pituitari stalk’

oleh dilatasi ventrikel III.

II.7. Diagnosis

Prosedur dari diagnosis suatu penyakit didasarkan atas suatu anamnesa

yang cermat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala hidrosefalus

sebelum menunjukan manifestasi klinis adalah sangat bervariasi sehingga

anamnesis memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang cukup luas dalam

praktek, tetapi hal tersebut tidak selalu mudah dicapai. Dilain pihak, pemberi

informasi (penderita dan atau keluarganya) juga sangat berperan dalam proses

anamnesis. Apabila informasi tidak jelas atau tidak lengkap maka diagnosis akan

sulit ditegakkan. Kekeliruan atau kesalahan dalam menegakkan diagnosis dapat

- 17 -

Page 18: Hid Roche Pal Us

terjadi di seluruh disiplin kedokteran, baik preklinik, paraklinik, maupun klinik.

Kesalahan diagnosis secara umum dapat disebabkan oleh karena, (a) kurangnya

pengetahuan dan atau pengertian tentang penyakit, (b) kurangnya pengalaman

menangani kasus penyakit, (c) keterbatasan informasi dari penderita atau

keluarganya, dan (d) belum berfungsinya sistem rujukan secara optimal sehingga

belum menunjukan interaksi yang baik antara puskesmas atau rumah sakit umum

kabupaten atau dokter praktek swasta (dokter umum) dengan RSUP rujukan atau

dokter spesialis (Harsono, 1994).

Upaya penegakan diagnosis suatu kelainan dalam hal ini hidrosefalus dapat

dilakukan dengan melakukan skrining atau deteksi dini gangguan tumbuh

kembang anak. Skrining terdiri dari penemuan faktor resiko dan deteksi adanya

kelainan. Faktor resiko adalah faktor-faktor atau keadaan yang mempengaruhi

perkembangan suatu penyakit atau status kesehatan tertentu. Istilah

mempengaruhi mengandung pengertian menimbulkan resiko lebih besar pada

individu atau masyarakat untuk terjadinya status kesehatan atau kelainan tertentu

(Pratiknya, 1986). Faktor resiko ini mungkin baru dalam tahap kecurigaan,

perkiraan atau memang sudah terbuktikan kebenarannya.

Disamping dari pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar

maupun yang khas seperti yang telah diterangkan di atas, maka kepastian

diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dengan menggunakan alat-alat radiologik

yang canggih. USG adalah pemeriksaan penunjang yang mempunyai peranan

penting dalam mendeteksi adanya hidrosefalus pada periode prenatal dan

pascanatal selama fontanelnya tidak menutup. Pada neonatus, USG dapat cukup

bermanfaat, untuk anak yang lebih besar, umumnya diperlukan CT scanning. CT

scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat memastikan diagnosis

hidrosefalus dalam waktu yang relatif singkat (Harsono, 1996). Pemeriksaan

dengan CT scan ini dapat memperlihatkan susunan ventrikel yang membesar

secara simetris (Ngoerah, 1991). Dengan CT scan ini sistem ventrikel dan seluruh

isi intrakranial dapat tampak lebih terperinci, serta dalam memperkirakan

- 18 -

Page 19: Hid Roche Pal Us

prognosa kasus tersebut di masa depan. CT scan merupakan cara yang aman dan

dapat diandalkan untuk membedakan hidrosefalus dari penyakit lain yang juga

menyebabkan pembesaran kepala abnormal, serta untuk identifikasi tempat

obstruksi aliran CSS. MRI sebenarnya juga merupakan pemeriksaan diagnostik

terpilih untuk kasus-kasus yang efektif. Namun, mengingat waktu

pemeriksaannya yang cukup lama sehingga pada bayi perlu dilakukan pembiusan.

Untuk menentukan apakah seorang bayi dalam kandungan adalah hidrosefal atau

tidak, adalah suatu tugas yang tidak mudah, namun pemeriksaan dengan USG

sudah sangat dapat membantu (Ngoerah, 1991).

II.8. Diagnosis banding

Pembesaran kepala dapat terjadi pada hidrosefalus, makrosefali, tumor

otak, abses otak, granuloma intrakranial, dan hematoma subdural perinatal,

hidranensefali. Hal-hal tersebut dijumpai terutama pada bayi dan anak-anak

berumur kurang dari 6 tahun (Harsono, 1996).

II.9. Terapi

Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :

1. Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus khoroidalis

dengan tindakan reseksi (pembedahan) atau koagulasi, akan tetapi hasilnya

kurang memuaskan. Obat-obatan yang berpengaruh disini antara lain ; diamox

(asetazolamid), isosorbit, manitol, urea, kortikosteroid, diuretik dan

fenobarbital,

2. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi

yakni menghubungkan ventrikel dengan ruang subaraknoid. Misalnya

Torkildsen ventrikulosisternostomi pada stenosis akuaduktus Silvius. Pada

anak hasilnya kurang baik karena sudah ada insufisisensi fungsi absorbsi

3. Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial dengan cara ;

ventrikuloperitoneal drainage, ventrikulopleural drainage, lumboperitoneal

- 19 -

Page 20: Hid Roche Pal Us

drainage, ventrikuloretrostomi, mengalirkan kedalam antrum mastoid,

mengalirkan CSS kedalam vena jugularis melalui kateter berventil (Hoten-

velve) (Hassan, 1985).

Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :

1. Penanganan Sementara

Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi

hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid

(asetazolamid 100 mg/kg BB/hari; furosemid 2 mg/kg BB/kali) atau upaya

meningkatkan resorbsinya (isorbid). Terapi di atas hanya bersifat sementara

sebelum dilakukan terapi definitif diterapkan atau bila ada harapan kemungkinan

pulihnya gangguan hemodinamik tersebut; sebaliknya terapi ini tidak efektif

untuk pengobatan jangka panjang mengingat adanya resiko terjadinya gangguan

metabolik.

Drainase likuor eksternal dilakukan dengan memasang kateter ventrikuler

yang kemudian dihubungkan dengan suatu kantong drain eksternal. Tindakan ini

dilakukan untuk penderita yang berpotensi menjadi hidrosefalus (hidrosefalus

transisi) atau yang sedang mengalami infeksi. Keterbatasan tindakan semacam ini

adalah adanya ancaman kontaminasi likuor dan penderita harus selalu dipantau

secara ketat. Cara lain yang mirip dengan metode ini adalah punksi ventrikel yang

dilakukan berulang kali untuk mengatasi pembesaran ventrikel yang terjadi.

Cara-cara untuk mengatasi dilatasi ventrikel di atas dapat diterapkan pada

beberapa situasi tertentu yang tentu pelaksanaannya perlu dipertimbangkan secara

masak (seperti pada kasus stadium akut hidrosefalus pasca perdarahan).

2. Penanganan Alternatif (Selain Shunting)

Tindakan alternatif selain operasi “pintas” (shunting) diterapkan khususnya

bagi kasus-kasus yang mengalami sumbatan di dalam sistem ventrikel termasuk

juga saluran keluar ventrikel IV (misal: stenosis akuaduktus, tumor fossa

- 20 -

Page 21: Hid Roche Pal Us

posterior, kista arkhnoid). Dalam hal ini maka tindakan terapeutik semacam ini

perlu dipikirkan lebih dahulu, walaupun kadang lebih rumit daripada memasang

shunt, mengingat restorasi aliran likuor menuju keadaan atau mendekati normal

selalu lebih baik daripada suatu drainase yang artifisial.

Terapi etiologik. Penanganan terhadap etiologi hidrosefalus merupakan

strategi yang terbaik, seperti antara lain misalnya : pengontrolan kasus yang

mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu

aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Memang pada sebagian kasus perlu

menjalani terapi sementara dahulu sewaktu lesi kausalnya masih belu dapat

dipastikan atau kadang juga masih memerlukan tindakan operasi pintas karena

kasus yang mempunyai etiologi multifaktor atau mengalami gangguan aliran

likuor sekunder.

Penetrasi membran. Penetrasi dasar ventrikel III merupakan suatu tindakan

membuat jalan alternatif melalui rongga subarakhnoid bagi kasus-kasus stenosis

akuaduktus atau (lebih umum) gangguan aliran pada fosa posterior (termasuk

tumor fosa posterior). Selain memulihkan sirkulasi secara pseudo-fisiologis aliran

likuor, ventrikulostomi III dapat menciptakan tekanan hidrostatik yang uniform

pada seluruh sistem susunan saraf pusat sehingga mencegah terjadinya perbedaan

tekanan pada struktur-struktur garis tengah yang rentan. Saat ini cara terbaik

untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah

endoskopik, dimana suatu neuroendoskop (rigid atau fleksibel) dimasukkan

melalui burrhole koronal (2-3 cm dari garis tengah) ke dalam ventrikel lateral,

kemudian melalui foramen Monro (diidentifikasi berdasarkan pleksus khoroid

dan vena septalis serta vena talamostriata) masuk ke dalam ventrikel III. Batas-

batas ventrikel III dari posterior ke anterior adalah korpus mamilare, percabangan

a. basilaris, dorsum sella dan resesus infundibularis. Lubang dibuat di depan

percabangan arteri basilaris sehingga terbentuk saluran antara ventrikel III dengan

sisterna interpedunkularis. Lubang ini dapat dibuat dengan memakai laser,

monopolar koagulator, radiofrekuensi, dan kateter balon.

- 21 -

Page 22: Hid Roche Pal Us

3. Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)

Sebagian besar pasien memerlukan tindakan operasi pintas, yang bertujuan

membuat saluran baru antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas

drainase(seperti: peritoneum, atrium kanan, pleura). Pemilihan kavitas untuk

drainase dari mana dan kemana, bervariasi untuk masing-masing kasus. Pada

anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum, mengingat ia

mampu menampung kateter yang cukup panjang sehingga dapat menyesuaikan

pertumbuhan anak serta resiko terjadinya infeksi berat relatif lebih kecil

dibandingkan dengan rongga atrium jantung. Lokasi drainase lain seperti: pleura,

kandung empedu dan sebagainya, dapat dipilih untuk situasi kasus-kasus tertentu.

Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada

hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid lumbar.

Belakangan ini drainase lumbar jarang dilakukan mengingat ada laporan bahwa

terjadi herniasi tonsil pada beberapa kasus anak.

Dalam melakukan tindakan operasi pintas, banyak pertimbangan yang

harus dipikirkan dan sifatnya sangat subyektif bagi dokter ahli bedahnya. Ada

berbagai jenis dan merek alat shunt yang masing-masing berbeda bahan, jenis,

mekanisme maupun harga serta profil bentuknya. Pada dasarnya alat shunt terdiri

dari tiga komponen yaitu: kateter proksimal, katup (dengan/tanpa reservoir), dan

kateter distal. Komponen bahan dasarnya adalah elastomer silikon. Pemilihan

shunt mana yang akan dipakai dipengaruhi oleh pengalaman dokter yang

memasangnya, tersedianya alat tersebut, pertimbangan finansial serta latar

belakang prinsip-prinsip ilmiah. Ada beberapa bentuk profil shunt (tabung, bulat,

lonjong, dan sebagainya) dan pemilihan pemakaiannya didasarkan atas

pertimbangan mengenai penyembuhan kulit yang dalam hal ini sesuai dengan usia

penderita, berat badannya, ketebalan kulit dan ukuran kepala. Sistem

hidrodinamik shunt tetap berfungsi pada tekanan yang tinggi, sedang, dan rendah,

- 22 -

Page 23: Hid Roche Pal Us

dan pilihan ditetapkan sesuai dengan ukuran ventrikel, status pasien (vegetatif,

normal), patogenesis hidrosefalus, dan proses evolusi penyakitnya.

Penempatan reservoir shunt umumnya dipasang di frontal atau di temporo-

oksipital yang kemudian disalurkan dibawah kulit. Teknik operasi penempatan

shunt didasarkan oleh pertimbangan anatomis dan potensi kontaminasi yang

mungkin terjadi (misalnya: ada gastrostomi, trakheostomi, laparostomi, dan

sebagainya). Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi,

yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan

kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Secara umum tidak ada batasan

untuk posisi baring dari penderita, namun biasanya penderita dibaringkn

terlentang selama 1-2 hari pertama.

Komplikasi shunt dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu: infeksi,

kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional, yang disebabkan jumlah aliran

yang tidak adekuat. Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan kerusakan

intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. Kegagalan mekanis

mencakup komplikasi-komplikasi seperti: oklusi aliran didalam shunt (proksimal,

katup atau bagian distal), diskoneksi atau putusnya shunt, migrasi dari tempat

semula, tempat pemasangan yang tidak tepat. Kegagalan fungsional dapat berupa

drainase yang berlebihan atau malah kurang lancarnya drainase. Drainase yang

terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi lanjutan seperti terjadinya efusi

subdural, kraniosinostosis, lokulasi ventrikel, hipotensi ortostatik.

II.10. Prognosis

Prognosis hidrosefalus dipengaruhi oleh tindakan pencegahan yang

diupayakan, faktor resiko, komplikasi, progresifitas dan tindakan operatif yang

dikerjakan. Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa,

gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-

70% akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau

oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested

- 23 -

Page 24: Hid Roche Pal Us

hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal

(Thanman, 1984). Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%.

Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16%

mengalami retardasi mental ringan.

Prognosis ini juga tergantung pada penyebab dilatasi ventrikel dan bukan

pada ukuran mantel korteks pada saat dilakukan operasi. Anak dengan

hidrosefalus meningkat resikonya untuk berbagai ketidakmampuan

perkembangan. Rata-rata quosien intelegensi berkurang dibandingkan dengan

populasi umum, terutama untuk kemampuan tugas sebagai kebalikan dari

kemampuan verbal. Kebanyakan anak menderita kelainan dalam fungsi memori.

Masalah visual adalah lazim, termasuk strabismus, kelainan visuospasial, defek

lapangan penglihatan, dan atrofi optik dengan pengurangan ketajaman akibat

kenaikan tekanan intrakranial.Bangkitan visual yang kemungkinan tersembunyi

tertunda dan memerlukan beberapa waktu untuk sembuh pasca koreksi

hidrosefalus. Meskipun sebagian anak hidrosefalus menyenangkan dan bersikap

tenang, ada anak yang mememperlihatkan perilaku agresif dan melanggar.Adalah

penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan

kelompok multidisipliner.

BAB III

- 24 -

Page 25: Hid Roche Pal Us

KESIMPULAN

Hidrosefalus secara umum adalah kelebihan cairan serebrospinalis di

dalam kepala, biasanya di dalam sistem ventrikel; walaupun pada kasus

hidrosefalus eksternal pada anak-anak cairan akan berakumulasi di dalam rongga

arakhnoid. Implikasi dari istilah hidrosefalus adalah gangguan hidrodinamik

cairan likuor sehingga menimbulkan peningkatan volume intraventrikel

(ventrikulomegali).

Keadaan patologis dari hidrosefalus adalah bertambahnya cairan

serebrospinalis (CSS) sebagai akibat terganggunya absorbsi, adanya sumbatan

aliran CSS atau terjadi kelebihan sekresi dari cairan serebrospinalis.

Di dalam memahami kelainan hidrosefalus terlebih dahulu kita harus

mengetahui tentang kausa/penyebab dari kelainan tersebut (seperti; anomali

Arnold-Chiari, malformasi Dandy-Walker, Kiste subarakhnoida, aneurisma vena

serebri magna galeni, tumor dll.) serta faktor-faktor resiko yang ada (seperti;

trauma kapitis, perdarahan subarakhnoidal, infeksi sistem saraf pusat

(bakterial/virus), dll.). Dari hal tersebut kita dapat menentukan bahwa

hidrosefalus termasuk dalam kelompok kongenital ataupun akuisita yang akan

memberikan gambaran klinis tertentu. Setelah diagnosis hidrosefalus ditegakkan

baru kita dapat menentukan penatalaksanaan selanjutnya, apakah dilakukan

penanganan sementara, penanganan alternatif atau bahkan dilakukan operasi

pemasangan pintas (shunting). Dari terapi yang telah dilaksanakan pada penderita

hidrosefalus akan didapatkan hasil berupa sembuh/normal, cacat ataupun

meninggal.

DAFTAR PUSTAKA

- 25 -

Page 26: Hid Roche Pal Us

Anatole, D.M. 1970 Neurology of Early Childhood, The William and Willins Co., Baltimore, pp: 202-6

Anonim, 1985 Hidrosefalus dalam Hassan, R., Alatas, H. (editor) Kumpulan Kuliah Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, cetakan ke IV, Jakarta. Hal : 874-8

Anonim, 1996, Kelainan Neurologi Hidrosefalus dalam Harsono (editor) Buku Ajar Neurologi Klinis dan Kapita Selekta, Gadjah Mada University Press, Bulaksumur, Yogyakarta. Hal 45-8

Ceddia A, Di Rocco C, Tanelli A, Lauretti L. 1992 Non Tumoral Neonatal Hydrocephalus, Result of Surgical Treatment in Firs Month of Live in Minerva-Pediatrics. 49(9) : 445-50

Fletcher J.M, Francis D.J, Thompson N.M, Davidson K.C, Miner M.E, 1992 Verbal and Non Verbal Skill Discrepancies in Hydrocephalus Children, in J Clin Exp Neuropsycho, 14(4) : 596-602

Harsono, 1994, Masalah Diagnosis Epilepsi, Lab. Ilmu Penyakit Sraf Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Hal : 8-11

Holtz, B.J. and Mancuso, 1985, The Infant and Family in Hayman, L.L., Sporing, E.M. (editor) Handbook of Pediatrics Nursing, Wiley Medical Publication, New York

Huttenlocher, P.R. 1983 Hydrocephalus in Behrman, R.E. and Vaughan, V.C. (editor) Nelson : Textbook of Pediatrics, 12th ed, W.B. Saunders, Philadelphia.

Ismail, D. 1986 Kebutuhan Anak Untuk Mencapai Tumbuh Kembang yang Optimal, Kumpulan Makalah Temu Wicara, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Hal : 56-8

Lott, I. T., Bocian, M., and Leitner, M. 1984 Fetal Hydrocephalus and Ear Anomalies, J pediatrics. 11 (3) : 173-5

Ngoerah, I. Gst. Ng. Gd., 1991, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf, Airlangga University Press, Surabaya. Hal : 45-9

- 26 -

Page 27: Hid Roche Pal Us

Swaiman, K.F., and Wright, F.S. 1975 Hydrocephalus, in Farmer, T.W. (editor) Practice of Pediatrics Neurology, vol II, C.V Mosby Co., Saint Louis, 11(2) : 111-4

- 27 -