HI

download HI

of 8

Transcript of HI

Nama : Yulia Dyah A NIM : B2A009242 Tugas Hukum Internasional

Mahkamah Internasional Arbitrasi adalah suatu prosedur penyelesaian antar negara yang menghormati semaksimum mungkin kedaulatan negara negara. Dalam arbitrasi, tidak ada tribunal yang didirikan sebelumnya, yang komposisi dan ketentuan ketentuan organisasinya mengikat pihak pihak yang bersengketa. Peradilan tersebut bersifat permanen, karena komposisi, organisasi, wewenang, dan tata kerjanya sudah dibuat sebelummnya dan bebas dari kehendak negara negara yang bersengketa. Pasal 14 Liga Bangsa Bangsa menugaskan Dewan untuk menyiapkan sebuah proyek Mahkamah Tetap Internasional dan menyerahkan proyek tersebut kepada anggota anggota Liga Bangsa Bangsa. Dewan dengan sengaja membentuk sebuah Panitia Ahli Hukum yang terdiri dari 10 anggota yang diketuai oleh Profesor A. De La Pradelle untuk menyiapkan proyek pendahuluan pendirian mahkamah. Kata tetap pada Mahkamamah Tetap Internasional diberikan untuk menegaskan bahwa Mahkamah ini betul betul bersifat tetap dan juga untuk membedakannya dengan peradilan peradila lain. Di San Fransisco dirumuskan Piagam PBB dan Statuta Mahkamah Internasional. Menurut pasal 92 Piagam PBB: Mahkamah Internasional merupakan organ hhukum utama Perserikatan Bangsa Bangsa. Jadi, Mahjkamamah baru ini merupakan bagian dari PBB dan sebagaimana kita lihat Stutanya merupakan annex dari Piagam. Mahkamah internasional merupajan bagiann integral dai PBB, sedangkan Mahkamah yang lama terpisah dari LBB. Semua anggota PBB secara otomatis menjadi anggota Statuta Mahkamah, sedangkan Pakta Liga Bangsa Bangsa dan Statuta Mahkamah yang lam teridiri dari dua naskah yang terpisah. Studi mengenai Mahkamah ini akan dibagi dalam empat seksi, yaitu : 1. Aspek aspek institutional Mahkamah 2. Wewenang Mahkamah 3. Pendapat pendapat yang tidak mengikat 4. Penilaian peranan Mahkamah

1. Aspek Aspek Institutional Mahkamah Yang dimaksud dengan aspek aspek institutional Mahkamah ialah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat permanennya. Sebagaimana diketahui Mahkamah bersifat tetap, didirikan sbelum lahirnya sengketa sengketa, hakim hakimnya

telah dipilih sebelumnnya, demikian juga wewenang dan prosedurnya telah ditetapkan sebelum sengketa lahir. (1) Komposisi dan Cara Cara Pengangkatan Hakim Menurut Pasal 2 Statuta : Mahkamah terdiri dari sekumpulan hakim hakim yang bebas, dipilih tanpa memandang kewarganegaraan di antara ahli ahli yang mempunyai moral yang tinggi dan kualifikasi yang diperlukan untuk memegang jabatan hukum tertinggi di negeri mereka masing masing atau penasihat penasihat hukum yang keahliannya telah diakui hukum internasional. Mahkamah bukan merupakan organ antarpemerintah dan hakim hakim internasional tersebut bukan merupakan wakil wakil pemerintah yang bertindak sesuai dengan instruksi pemerintahnya masing - masing. Para hakim mempunyai kekebalan kekebalan seperti pejabat pejabat diplomatik. Mereka tidak boleh diberhentikan dari fungsi mereka selama masa jabatannya belum berakhi dan tidak boleh melakukan kegiatan profesional lainnya. Dalam pemilihan hakim hakim, Statuta Mahkamah juga meminta perhatian agar para hakim yang dipilih bukan saja mempunyai kualifikasi yang diperluykan, tetapi juga harus mewakili berbagai bentuk kebudayaan dari sistem sistem hukum yang ada (Pasal 9). Pasal 13 Statuta menyatakan bahwa setelah pemilihan pertama, dengan sistem undian, 5 hakim akan mengakhiri fungsinya sesudah 3 tahun, 5 lagi sesudah 6 tahun. Hakim hakim tersebut dapat dipilih kembali oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB. Hakim Hakim Ad hoc Hakim hakim Ad Hoc adalah hakim hakim sementara yang hanya ikut bersidang untuk suatu perkara tertentu dan yang ditunjuk khusus untuk perkara tersebut. Tugasnya berakhir setelah berakhir pula perkara untuk apa ia diangkat. Penunjukkan hakim Ad Hoc ini tidak diharuskan dan hanya terjadi pada keadaan tertentu saja. (2) Organisasi dan Tata Kerja Mahkamah berkedudukan di Den Haag, negeri Belanda, di istana Perdamaian. Sidang sidang lengkap pada prinsipnya dihadiri oleh 15 anggota. Tetapi quorom 9 anggota cukup untuk mengadili suatu perkara. Biasanya Mahkamah bersidang dengan 11 anggota tidak termasuk hakim ad hoc.

Mahkamah memilih Ketua dan Wakil Ketuanya untuk masa jabatan 3 tahun. Mereka dapat dipilih kembali. Bahasa resmi Mahkamah menurut pasal 39 Statuta adalah bahasa Prancis dan Inggris.

Prosedur Ketentuan ketentuan tersebut sudah ada sebelum lahirnya sengketa dan ini terdapat dalam Bab III Statuta. Selanjutnya pasal 30 statuta memberikan wewenang kepada Mahkamah untuk membuat aturan aturan tata tertib untuk melengkapi Bab III tersebut. Mengenai isi ketentuan ketentuan prosedural dicatat bahwa jalannya proses di muka Mahkamah mempunyai banyak kesamaaan dengan yurisdiksi intern suatu negara, yaitu : a. Prosedur tertulis dan perdebatan lisan diatur sebegitu rupa untuk menjamin sepenuhnya masing masing pihak mengemukakan pendapat. b. Sidang sidang Mahkamah terbuka untuk umum, sedangkan sidang arbitrasi tertutup. Selanjutnya sesuai Pasal 26 Statuta, Mahkamah dari waktu ke waktu dapat membentuk satu atau beberapa Kamar yang terdiri dari 3 hakim atau lebih untuk memeriksa kategori tertentu kasus kasus seperti perburuhan atau transit dan komunikasi. Wewenang Hakim Mahkamah dapat mengambil tindakan sementara dalam bentuk ordonansi. Yang dimaksudkan dengan tindakan sementara ialah tindakan yang diambil Mahkamah untuk melindungi hak hak dan kepentingan pihak pihak yang bersengketa sambil menunggu keputusan dasa atau penyelesaian lainnya yang akan ditentukan Mahkamah secara definitif. Penolakan Hadir di Mahkamah Sehubungan dengan ketidakhadiran salah satu pihak bersengketa di Mahkamah, Pasal 53 Statuta menyatakan: Bila salah satu pihak tidak muncul di Mahkamah atau tidak mempertahankan perkaranya, pihak lain dapat meminta Mahkamah mengambil keputusan mendukung tuntutannya. Negara bersengketa yang tidak hadir di Mahkamah tidak menghalangi Organ tersebut untuk mengambil keputusan dengan syarat seperti tercantum pada Pasal 53 Statuta ayat 2. Dengan demikian, pihak yang dihukum, walaupun tidak hadir pada prinsipnya tidak dapat menolak keputusan Mahkamah.

Keputusan Mahkamah Keputusan Mahkamah diambil dengan suara mayoritas dari hakim hakim yang hadir. Bila suara seimbang, maka suara Ketua dan Wakil Ketua yang menentukan. Keputusan Mahkamah terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama berisikan komposisi Mahkamah, informasi mengenai pihak pihak yang bersengketa serta wakil wakilnya, analisa mengenai fakta, dan argumentasi hukum pihak pihak yang bersengketa. Bagian kedua berisi penjelasan mengenai motivasi Mahkamah. Bagian ketiga berisi Dispositif yang berisikan keputusan Mahkamah yang mengikat negara negara yang bersengketa. Penyampaian Pendapat yang Terpisah Yang dimaksudkan dengan pendapat yang terpisah ialah bila suatu keputusan tidak mewakili seluruh atau hanya sebagian dari pendapat bulat para hakim,maka hakim hakim yang lain berhak memberikan pendapatnya secara terpisah (pasal 57 Statuta). Pendapat yang terpisah (dissenting opinion) adalah pendapat hakinm yang tidak setuju dengan keputusan yang diambil oleh kebanyakan hakim. Mengingat wewenang yang dimiliki Dewan, Pasal 94 ini sama sekali tidak menolak kemungkinan bagi dewan untuk mengambil tindakan paksaan dalam menjamin pelaksanaan keputusan Mahkamah. 2. Wewenang Mahkamah Wewenang Mahkamah diatur oleh Bab II Statuta. Wewenang ini terdiri dari wewenang ratione personae yaitu siapa siapa saja yang dapat mengajukan perkara ke Mahkamah dan wewenang ratione matriae yaitu mengenai jenis sengketa yang dapat diajukan. (1) Akses ke Mahkamah Hanya Terbuka untuk Negara ( Wewenang ratione personae) Pasal 34 ayat 1 Statuta secara kategoris menyatakan : hanya negara negara yang boleh menjadi pihak dalam perkara di muka mahkamah. Keputusan Mahkamah merupakan keputusan tertinggi di dunia dan penolakan suatu negara terhadap keputusan lembaga tersebut akan merusak citranya dalam pergaulan antar bangsa. (2) Kedudukan Individu Penolakan terhadap individu ke Mahkamah bukan berarti bahwa sengketa yang diajukan ke Mahkamah tidak akan pernah menyangkut individu. Melalui mekanisme perlindungan diplomatik di bidang pertanggungjawaban internasional, negara negara dapat mengambil alih dan memperjuangkan kepentingan kepentingan warga negaranya di depan Mahkamah.

(3) Kedudukan Organisasi Internasional Pasal 34 ayat 1 Statuta hanya membolehkan negara negara untuk mengajukan suatu sengketa ke Mahkamah. Namun, ayat 2 dan 3 pasal tersebut memberikan kemungkinan kerja sama antara organisasi internasional dan Mahkamah. Mahkamah juga menentukan syarat syarat kerjasama dengan organisasi internasional. (4) Wewenang Ratione Matriae Pasal 36 ayat 1 Statuta dengan jelas menyatakan bahwa : Wewenang Mahkamah meliputi semua perkara yang diajukan pihak pihak yang bersengketa kepadanya dan semua hal, terutama yang terdapat dalam Piagam PBB atau dalam perjanjian perjanjian dan konvensi konvensi yang berlaku. Tanpa ada persetujuan antara pihak pihak yang bersengketa, wewenang Mahkamag tidak akan berlaku terhadap sengketa tersebut, inilah yang dinamakan wewenang fakultatif. Biasanya penolakan wewenang wajib ini disebabkan oleh banyaknya negara yang tidak menginginkan sifat supranasional wewenang Mahkamah dan pelepasan kedaulatan negara. (5) Kompromi Dalam kerangka wewenang fakultatif, sengketa diajukan ke Mahkamah melalui suatu kompromi. Di samping itu, perlu dicatat bahwa kompromi disini tidak lagi mempunyai arti yang sama dengan kompromi arbitrasi. Kompromi disini hanya berisikan persetujuan pihak pihak yang bersengketa untuk mengajukan perkara mereka ke Mahkamah, dan penentuan hal yang dipersengketakan dan pertanyaan pertanyaan yang diajukan ke Mahkamah. (6) Wewenang Wajib ( Compulsory Jurisdiction ) Wewenang wajib dari Mahkamah hanya dapat terjadi bila negara negara sebelumnya dalam suatu persetujuan, menerima wewenang tersebut. (a) Wewenang Wajib Berdasarkan Ketentuan Konvensional Klausula khusus ini terdapat dalam suatu perjanjian itu sendiri. Klausula ini bertujuan menyelesaikan sengketa sengketa yang mungkin lahir di masa yang akan datang mengenai pelaksanaa dan interpretasi perjanjian tersebut di muka Mahkamah. (b) Klausula Opsional Pasal 36 ayat 2 Statuta mengatakan : Negara negara pihak Statuta, dapat setiap saat menyatakan untuk menerima wewenang wajib Mahkamah dan tanpa persetujuan khusus dalam hubungannya dengan negara lain yang menerima kewajiban yang sama, dalam semua sengketa hukum mengenai:

Penafsiran suatu perjanjian; Setiap persoalan hukum internasional; Adanya suatu fakta yang bila terbukti akan merupakan pelanggaran terhadap kewajiban internasional; Jenis atau besarnya ganti rugi yang harus dilaksanakan karena pelanggaran dari suatu kewajiban internasional. Kalau diperhatikan, perincian ini sudah mencakup semua sengketa hukum. Klausula iniliah yang dinamakan klausula opsional. Pernyataan negara yang berisikan penerimaan klausula ini dapat dibuat tanpa syarat atau dengan syarat reprositas oleh negara negara lain atau untuk kurun waktu tertentu. (7) Pensyaratan Di samping itu, banyak pula negara yang menerima klausula opsional tersebut dengan pesyaratan. Misalnya mengenai masssa penerimaannya klausula yang dibatasi sampai 5 tahun. 3. Pendapat Pendapat yang Tidak Mengikat ( Advisory Opinion ) Mahkamah juga mempunyai fungsi konsultatif, yaitu memberikan pendapat pendapat yang tidak mengikat atau apa saja yang disebut advisory opinion. Hal ini ditulis dalam Pasal 96 ayat 1 Piagam PBB sedangkan Statuta dan aturan prosedur Mahkamahlah yang menetapkan syarat syarat pelaksanaa pasal tersebut terdapat pada Bab IV Statuta. (1) Natur Yuridik Pendapat Hukum ( Advisory Opinion ) Dalam melaksanakan fungsi penyelesaian sengketanya, keputusan keputusan Mahkamah merupakan keputusan hukum yang mengikat para pihak yang bersengketa. Sedangkan pendapat pendapat yang dikeluarkan Mahkamah bukan merupakan keputusan hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat. Advisory Opinion bertujuan untuk memberikan penjelasan penjelasan kepada Badan Hukum yang mengajukan petanyaan kepada Mahkamah atas permasalahan hukum. Apabila pihak yang bersengketa menerima pendapat Mahkamah itu semata mata disebabkan kekuatan moral pendapat itu sendiri. (2) Permintaan Pendapat Mahkamah Pasal 96 Piagam dan Pasal 65 Statuta menyatakan bahwa Mahkamah dapat memberikan pendapat mengenai semua persoalan hukum. Badan yang Dapat meminta Pendapat Mahkamah Prosedur konsultatif hanya terbuka bagi organisasi organisasi internasional dan bukan bagi negara negara. Menurut Pasal 96 ayat 1 Piagam, Majelis Umum dan

Dewan Keamanan PBB dapat meminta advisory opinion mengenai masalah hukum ke Mahkamah. Menurut ayat 2 Pasal tersebut, hak untuk meminta pendapat Mahkamah ini juga dapat diberikan kepada organ organ lain PBB dan badan khusus, dengan syarat telah mendapat otorisasi dari Majelis umum Pemberian Pendapat Oleh Mahkamah Secara teoritis ,Mahkamah tidak diwajibkan untuk menjawab.Namun dalam prakteknya ,Mahkamah tidak pernah lalai dalam melaksanakan tugasnya. Bahkan Mahkamah menganggap bahwa sebagai organ hukum PBB, kewajibannya untuk memberikan pendapat pendapat kalau diminta, untuk membantu lancarnya tugas PBB. Tetapi, Mahkamah dapat menolak permintaan pendapat apabila dianggap terdapat ketidaknormatan dalam permintaan tersebut. Beberapa peradilan tetap lain yang merupakan saingan Mahkamah Internasional adalah : Tribunal tribunal Administratif Internasional seperti ILO dan Tribunal Administratif PBB tahun 1949,yang didirikan tahun 1927 dalam kerangka SDN. Mahkamah Peradila Masyarakat Masyarakat Ekonomi Eropa 18 April 1951 Mahkamah Eropa mengenai Hak Hak Asasi Manusia 4 November 1950 Tribunal Administratif Bank Dunia yang didirikan tanggal 4 Juli 1980. 4. Penilaian Peranan Mahkamah Bila diperhatikan dan ditinjau dari segi jumlah, Mahkamah Internasional ini baik yang dulu maupun yang sekarang tidak begitu banyak memeriksa perkara. Mahkamah Tetap dari tahun 1922 sampai tahun 1940 hanya memutuskan 31 perkara dan memberikan 27 advisory opinion. Mahkamah yang sekarang dari tahun 1946 sampai tahun 2003, selama 57 tahun, telah menyelesaikan sebanyak 78 perkara dan memberikan 24 advisory opinion. Kecuali 10 tahun terakhir, tidak banyaknya perkara yang diajukan ke Mahkamah ini telah lama menjadi pemikiran PBB. Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan mengenai keadaan Mahkamah internasional ini . dilihat dari beberapa sisi, yaitu: Alasan Alasan Politik Adanya semacam kekurang percayaan yang bersifat umum terhadap hakim hakim Mahkamah Internasional. Bagi negara negara berkembang ,Mahkamah Internasional pada mulanya dianggap terlalu pro Barat dan karena itu jarang diajukan perkara ke Mahkamah Internasional. Sebaliknya negara negara Barat menganggap bahwa Mahkamah Internasional pada tahun tahun terakhir ini lebih berorientasi ke negara negara berkembang terutama karena sudah bertambahnya jumlahnya jumlah

hakim dari kelompok negara negara tersebut. Oleh karena itu, negara negara Barat enggan mengajukan sengketa ke Mahkamah Internasional. Alasan Alasan Teknik Dari segi Teknik persoalan yang menonjol menyangkut kewenangan hakim hakim atau paling tidak beberapa di antara mereka terutama mengenai masalah orientasi politiknya sangat terarah sehingga akan berpengaruh pada keputusan yang diambil. Disamping itu, banyak yang menganggap bahwa akan lebih baik bila Mahkamah hanya terdiri dari kamar kamar regional yang beranggotakan hakin hakim yang berasal dari kawasan tersebut. 15 hakim vokasi universal bukanlah komposisi terbaik untuk memeriksa perkara yang mungkin terlalu bersifat teknik atau spesifik bagi negara negara tertentu. Selain itu, Mahkamah sering dianggap lamban dalam melaksanakan tugasnya. Alasan Alasan Hukum Sebagaimana diketahui akses ke Mahkamah Internasional sangat terbatas dan hanya negara yang diperbolehkan bukan organisasi internasional ataupun individu. Larangan ini sangat tidak sesuai dengan perkembangan jaman mengingat bukan hanya negara yang merupakan aktor penting dalam pergaulan antar bangsa,tetapi juga organisasi internasional dan individu. Juga dicatat bahwa klausula opsional yurisdiksi wajib seperti yang tercantum dalam Pasak 36 ayat 2 Statuta mengalami kemunduran. Tidak banyak negara yang mencatatkan diri terhadap prosedur tersebut . Bahkan Amerika Serikat dan Prancis menarik diri terhadap klausula opsional tersebut. Namun Mahkamah Internasional, lepas dari segala kekurangannya telah memberikan kontribusi penting bagi perkembangan dan kodifikasi hukum internasional. Dalam berbagai bidang penting Mahkamah Internasional telah memberikan inspirasi kepada Komisi Hukum Internasional dalam upayanya untuk mengodefikasikan hukum internasional. Mahkamah telah banyak menyumbang dalam menentukan keberadaan dan bentuk norma norma hukum fundamental tertentu dari masyarakat internasional.