Hey

1
Hey, berkali aku mencoba menghapus, memendam, dan akan menenggelamkan bayangan tentang dirimu dari dalam proses kehidupan yang kujalani. Namun, betapa kamu tahu saat itu juga bayangan tentang kamu semakin nyata. Kenangan yang pernah aku dan kamu ukir, seakan menjadi pita film yang selalau berputar dalam memori masa kiniku. Betapa suara kamu yang serak, betapa tawamu yang renyah, dan sosok seluetmu adalah temanku akhir-akhir ini. Aku ingat dulu pernah berkata, aku akan mundur saat kau menyuruhku mundur. Tapi maaf, aku tak akan menepati janjiku ini. Aku tak akan sepayah itu, aku masih akan terus mempertanyakan rasamu padaku. Aku bodoh? Aku lemah? Mungkin jawabnya iya. Tapi kau harus tahu, ini soal rasa. Soal hati yang logika tak akan pernah mampu mengukurnya. Biarlah orang lain beranggapan demikian, aku masa bodoh dengan mereka yang tak akan pernah peka dengan rasaku ini. Ini rasa dan hatiku. Kau pernah marah dan ngambek terhadapku malam itu. Kau memajukan bibirmu yang merah jambu itu. Kau pernah menangis di malam lainnya. Kau pernah tersenyum dan tertawa lebar dan lepas. Kau pernah memelukku erat. Kau pernah menciumku. Kau pernah bahagia karenaku. Kau pernah ingat itu semua? Yah, sesederhana itu kita mengukir sejarah kita. Disini aku akan tetap mempertanyakan itu semua darimu. Aku akan terus memperjuangkan untuk kembali mengukir sejarah lain bersama kamu. Percayalah aku tetap mencintaimu. Betapa kamu pernah menyiakanku. Aku tak pernah marah. Aku hanya marah padaku sendiri. Demi Tuhan rasa ini masih sama.

description

hahahaha

Transcript of Hey

Page 1: Hey

Hey, berkali aku mencoba menghapus, memendam, dan akan menenggelamkan bayangan tentang dirimu dari dalam proses kehidupan yang kujalani. Namun, betapa kamu tahu saat itu juga bayangan tentang kamu semakin nyata. Kenangan yang pernah aku dan kamu ukir, seakan menjadi pita film yang selalau berputar dalam memori masa kiniku. Betapa suara kamu yang serak, betapa tawamu yang renyah, dan sosok seluetmu adalah temanku akhir-akhir ini.

Aku ingat dulu pernah berkata, aku akan mundur saat kau menyuruhku mundur. Tapi maaf, aku tak akan menepati janjiku ini. Aku tak akan sepayah itu, aku masih akan terus mempertanyakan rasamu padaku. Aku bodoh? Aku lemah? Mungkin jawabnya iya. Tapi kau harus tahu, ini soal rasa. Soal hati yang logika tak akan pernah mampu mengukurnya. Biarlah orang lain beranggapan demikian, aku masa bodoh dengan mereka yang tak akan pernah peka dengan rasaku ini. Ini rasa dan hatiku.

Kau pernah marah dan ngambek terhadapku malam itu. Kau memajukan bibirmu yang merah jambu itu. Kau pernah menangis di malam lainnya. Kau pernah tersenyum dan tertawa lebar dan lepas. Kau pernah memelukku erat. Kau pernah menciumku. Kau pernah bahagia karenaku. Kau pernah ingat itu semua? Yah, sesederhana itu kita mengukir sejarah kita.

Disini aku akan tetap mempertanyakan itu semua darimu. Aku akan terus memperjuangkan untuk kembali mengukir sejarah lain bersama kamu. Percayalah aku tetap mencintaimu. Betapa kamu pernah menyiakanku. Aku tak pernah marah. Aku hanya marah padaku sendiri. Demi Tuhan rasa ini masih sama.