Hepatitis C

download Hepatitis C

of 28

Transcript of Hepatitis C

PRESENTASI KASUS HEPATITIS C

Pembimbing: dr. Suharno, Sp. PD

Disusun Oleh: Ika Ristianingrum M. Gima Faizal Wibisono Nugraha G1A209165 G1A210079 G1A210080

JURUSAN KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO 2011

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUSTelah dipresentasikan dan disahkan referat dengan judul:

Hepatitis C

Disusun Oleh : Ika Ristianingrum Gima Faizal Wibisono Nugraha G1A209165 G1A2010079 G1A2010080

Pada tanggal

Mei

2011

Pembimbing

dr. Suharno, Sp. PD

BAB I Kasus I. Nama Jenis Kelamin Usia Agama Alamat Pekerjaan Identitas Pasien : Tn. A : Laki-laki : 69 tahun : Islam : Dasmara 5/1 Paguyangan : Pensiunan Guru

Tanggal Masuk : 18 April 2011 Tanggal Periksa : 20 Maret 2011 Ruang Rawat II. : Soka

Anamnesis : Muntah darah : Mual :

a. Keluhan Utama b. Keluhan Tambahan c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSMS pada tanggal 18 April 2011 dengan keluhan muntah darah sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit. Muntahan yang dikeluarkan sebanyak setengah gelas belimbing, muntah darah tersebut dikeluarkan dua kali yaitu pada saat dirawat di puskesmas dan waktu masuk RSMS. Di IGD pasien muntah sebanyak tiga kali dengan volum satu gelas belimbing. Darah yang dikeluarkan berwarna merah kehitaman seperti darah yang sudah beku dan tidak terlihat cair tetapi seperti gumpalan sebesar dua jari orang dewasa. Selain muntah darah pasien juga mengeluhkan mual yang dirasakan sesaat sebelum muntah darah dan hilang sekitar lima menit setelah muntah darah. Pasien mengaku baru pertama kali menderita penyakit seperti ini. Sebelum muntah darah, pasien tidak makan dan minum seperti biasanya. Muntah darah berhenti

setelah pasien dirawat di RSMS. Dia mengeluhkan penurunan nafsu makan sejak setahun yang lalu karena sekarang hanya makan satu sampai dua kali dalam sehari dan dalam porsi kecil. Pasien tidak pernah mengeluhkan nyeri perut ataupun cepat merasa kenyang sebelumnya. Pasein menyangkal mengeluarkan darah ataupun benjolan saat buang air besar. Tidak ada perubahan warna pada air seni saat buang air kecil. d. Riwayat Penyakit Dahulu1) 2) 3)

Riwayat keluhan yang sama Riwayat penyakit darah tinggi lalu Riwayat penyakit kencing manis Riwayat asma Riwayat penyakit jantung Riwayat stroke Riwayat transfusi darah Riwayat keluhan yang sama :

: disangkal : sejak 16 tahun yang : disangkal : disangkal : disangkal : satu tahun yang lalu : disangkal

Riwayat badan kuning atau penyakit hati : disangkal

4) 5) 6) 7) 8)

e. Riwayat Penyakit Keluarga1)

Pada tahun 2006 istri pasien pernah menderita keluhan yang sama yaitu muntah darah berwarna hitam dengan perut yang membesar. Selain itu pasien mengaku bahwa isterinya pernah menderita keluhan berupa badan menjadi kuning sebelum sakit muntah darahnya. Setelah dirawat selama dua minggu, istrinya berobat jalan. Pada awal tahun 2008, kondisi kesehatan istri pasien semakin lemah sehingga dirawat kembali. Pada saat itu, dokter yang merawat merekomendasikan untuk dilakukan cangkok hati namun pasien menolak. Beberapa waktu kemudian istri pasien meninggal setelah dirawat beberapa hari di rumah sakit tersebut.2) Riwayat penyakit darah tinggi

: Ibu pasien menderita hipertensi

f.

Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien tinggal di tempat yang cukup padat penduduknya. Dahulu pasien tinggal bersama istri. Istri pasien merupakan seorang pedagang. Pasien sendiri sebelum sakit seorang pensiunan guru. Pasien memiliki empat orang anak yang sudah berpisah dengan pasien karena masing masing anak pasien sudah berkeluarga. Kesan ekonomi pasien dinilai cukup, dia menggunakan askes untuk biaya kesehatan sehari-hari. Menu setiap kali makan biasanya sepiring nasi putih, lauk,sayur dan terkadang diselingi dengan buah-buahan. Kesan asupan gizi cukup. Riwayat mengkonsumsi obat pegal linu, jamu disangkal.

Minum-minuman beralkohol dan merokok disangkal. III. Pemeriksaan Fisik A. Keadaan Umum : Sakit Sedang B. Kesadaran C. Vital Sign : Compos Mentis : Tekanan Darah: 130/70 mmHg Nadi Respirasi Suhu TB BB IMT D. Status Generalis : 1. Kepala 2. Mata ikterik (-/-) 3. Hidung 4. Telinga 5. Mulut 6. Leher Inspeksi Palpasi : : Trakea di tengah, JVP (-) : Pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe (-) : Discharge (-) : Simetris kanan kiri, discharge (-) : Mukosa tidak anemis, lidah kotor (-) : Simetris, mesocephal, VT (-) : Konjungtiva anemis (+/+), sklera : 72x/menit, isi penuh, reguler : 20x/menit, reguler : 36,5 0 C : 164 cm : 49 kg : 18,2 (Normal)

7. Kulit

: ikterus (-)

8. Toraks a. Jantung Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak Palpasi Perkusi : Ictus Cordis teraba SIC V LMC sinistra : Batas kanan atas SIC II LPS dextra Batas kanan bawah SIC IV LPS dextra Batas kiri atas SIC II LMC sinistra Batas kiri bawah SIC V LMC sinistra Auskultasi : S1 > S2 di apeks reguler, bising (-), gallop (-) b. Paru Inspeksi Palpasi Perkusi : dinding dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi interkostal (-), tidak ada benjolan : Vokal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-) : Sonor di seluruh lapang paru, batas paru-hepar SIC VI linea midclavicularis dextra Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, Rbh (-/-), Rbk -/-, Wheezing (-/-) 9. Abdomen Inspeksi Perkusi Palpasi Superior Inferior IV. Resume A. Anamnesis Pasien laki-laki berusia 69 tahun datang dengan keluhan: : cekung, venektasi (-), caput medusa (-) : pekak sisi (-), pekak alih (-) : Supel, nyeri tekan (-), massa (-), undulasi (-) : edema (-/-), clubbing finger (-/-) : edema (-/-), clubbing finger (-/-) Auskultasi : bising usus (+) normal

10. Ekstremitas

1. Muntah darah berwarna hitam seperti darah beku sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit 2. Mual dirasakan bertepatan sebelum muntah dan penurunan nafsu makan sejak setahun yang lalu. 3. Menyangkal mengeluhkan nyeri perut ataupun cepat merasa kenyang sebelum sakit. 4. Tidak terdapat gangguan dalam buang air besar ataupun buang air kecil. 5. Tidak pernah mengalami keluhan yang sama dan riwayat badan kuning sebelumnya. 6. Isteri pasien mengalami keluhan yang sama dengan pasien pada tahun 2006. 7. Perkerjaan sebagai pensiunan guru di Papua. 8. Riwayat konsumsi jamu-jamuan, alcohol dan pengobatan mandiri berlebihan disangkal. B. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Kesadaran Tanda Vital : Sedang, Kooperatif : Compos Mentis : TD N RR S Status Generalis Mata : = 130/70 mmHg = 72x /menit, isi penuh, regular = 20x/menit = 36,5 C

: Konjungtiva Anemis (+/+)

Kepala, hidung, telinga, mulut, leher, jantung, abdomen, ekstremitas dalam batas normal Status Lokalis: Abdomen: Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi : cekung, venektasi (-), caput medusa (-) : bising usus (+) normal : pekak sisi (-), pekak alih (-) : Supel, nyeri tekan (-), massa (-), undulasi (-)

V.

Pemeriksaan Penunjang

A. Laboratorium 1) Darah Lengkap Hb Leukosit Ht Eritrosit Trombosit MCV MCH MCHC Hitung Jenis Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit 2) Kimia Klinik SGOT SGPT Ureum Kreatinin GDS 3) Elektrolit Na Kalium Clorida HbsAg Anti HCV 136 4,1 106 (-) ( +) 122 uL 112 uL 36,4 0,82 95 gr/dl 9,8 gr/dl 3980/ uL 30 % (13 16 g/dl) (5.000-10.000 / L) (40 48 %)

3,3 x 106/ uL (4,5-5,5 / L) 88.000/uL 90,2 fl 30,9 pg 34,2 % : 0,3% 0,3% 0% 60,7% 12,7% 6% (1-3 %) (0-1 %) (2-6 %) (50-70 %) (20-40 %) (2-8 %) (150.000 400.000 / L) (82-92 pq) (31-37 %) (32-36 gr/dl)

B. Pemeriksaan USG Abdomen Kesan: Multipel nodul hepar dengan ukuran terbesar 2,1 cm cenderung merupakan gambaran metastase Tak tampak nodul lien maupun para aorta C. Pemeriksaan Foto Thorax PA Cor tak membesar Pulmo tak tampak kelainan D. Pemeriksaan Petanda Tumor PSA 0,9 ng/ml (N 80%) dan pasien dialysis (70%). Pada saliva juga didapatkan VHC akan tetapi infeksi VHC melalui saliva dan kontak-kontak lain dalam rumah tangga diketahui sangat tidak efisien untuk terjadinya infeksi dan transmisi VHC. B. Virus Hepatitis C Virus hepatitis C temasuk kelas Flaviviridae genus hepacivirus yang memiliki selubung glikoprotein dengan RNA rantai tunggal

Target VHC adalah sel-sel hati dan mungkin juga limfosit B melalui reseptor yang mungkin sekali serupa dengan CD81 yang terdapat di sel hati maupun limfosit B atau reseptor LDL. Setelah berada dalam sitoplasma hati, VHC akan melepaskan selubung virusnya dan RNA virus siap untuk melakukan translasi protein dan kemudian replica RNA. Struktur gen VHC adalah sebuah RNA rantai tunggal, sepanjang kira-kira 10.000 pasang basa dengan daerah open reading frame (ORF) diapit susunan nukleotida yang tidak ditranslasikan. Kedua ujung VHC ini sangat terpelihara sehingga saat ini dipakai untuk identifikasi adanya infeksi VHC. Transalasi protein VHC dilakukan oleh ribosom sel hati yang akan membaca RNA VHC dari satu bagian spesifik tersebut. C. Patogenesis Studi mengenai mekanisme kerusakan sel hati karena VHC masih sulit dilakukan karena terbatasnya kultur sel untuk VHC dan tidak adanya hewan

model kecuali simpanse yang dilindungi. Kerusakan sel hati akibat VHC atau partikel virus secara langsung masih belumjelas. Namun beberapa bukti menunjukan adanya mekanisme imunologis yang menyebabkan kerusakan sel sel hati. Protein core misalnya ditenggarai dapat menimbulkan reaksi pelepasan radikal oksigen pada mitokondria. Selain itu, protein ini diketahui pula mempengaruhi proses signaling dalam inti sel terutama berkaitan dengan penekanan regulasi imunologik dan apoptosis, adanya bukti bukti ini menyebabkan kontroversi apakah VHC bersifat sitotoksik atau tidak, terus berlangsung Reaksi cytokine T cell (CTL) spesifik yang kuat diperlukan untuk terjadinya eliminasi menyeluruh VHC pada infeksi akut. Pada infeksi kronik, reaksi CTL yang relative lemah masih mampu merusak sel sel hati dan melibatkan proses inflamasi di hati tetapi tidak bias menghilangkan virus maupun menekan evolusi genetic VHC sehingga kerusakan sel hati berjalan terus menerus. Kemampuan CTL tersebut dihubungkan dengan aktivasi limfosit sel T helper (TH) spesifik VHC. Adanya pergeseran dominasi aktivitas Th1 menjadi Th2 berakibat pada reaksi toleransi dan melemahnya respon CTL. Reaksi yang dilibatkan melaluai sitokin sitokin pro-inflamasi seperti TNF-, TGF-1, akan menyebabkan reksutmen sel sel inflamasi lainnya dan menyebabkan aktivitas sel sel Stelata diruang disse hati. Sel-sel yang khas ini yang sebelumnya dalam keadaan tenang (quicent) kemudian berpoliferasi dan menjadi aktif menjadi sel-sel miofibroblast, yang dapat menghasilkan matriks kolagen sehingga terjadi fibrosis dan berperan aktif dalam menghasilkan sitokin-sitokin pro-inflamasi. Mekanisme ini dapat timbul terus menerus karena reaksi inflamasi yang terjadi tidak berhenti sehingga fibrosis semakin lama semakin banyak dan sel sel yang ada semakin sedikit. Proses ini dapat menimbulkan kerusakan hati lanjut dan sirosi hati Pada gambaran histopatologis hepatitis kronik dapat ditemukan proses inflamasi berupa neksosis gergit, maupun lobular, disertai dengan fibrosis di daerah portal yang lebih lanjut dapat masuk ke lobules hati (fibrosis septal) dan kemudian dapat menyebabkan nekrosis dan fibrosis jembatan (bridging

fibrosis/nekrosis) gambaran yang khas untuk infeksi VHC adalah agregat limfosit di lobules hati namun tidak didapatkan pada semua kasus inflamasi akibat VHC Gambaran histopatologis pada infeksi kronik VHC sangat berperan dalam proses keberhasilan terapi dan prognosis. Secara histopatologis dapat dilakukan scoring untuk inflamasi dan fibrosis dihati sehingga memudahkan untuk keputusan terapi, evaluasi pasien maupun komunikasi antara ahli patologi. Saat ini sistem scoring yang mempunyai variasi intra dan interoobserver yang baik diantaranya adalah METAVIR dan ISHAK. Sistem skoring Metavir digunakan untuk menilai pasien dengan hepatitis C. Tingkatan tersebut berdasarkan derajat inflamasi yang terjadi pada hepar antara lain: 0 1 2 3 4 : yaitu tidak ada luka : luka yang minimal : luka yang terjadi dan meluas ke area dari hepar termasuk pembuluh darah : fibrosis sudah mulai menyebar dan menghubungkan dengan area lain : sirosis dengan luka tingkat lanjut

D. Gambaran Klinis Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi yang dibagi dalam empat tahap yaitu: 1. Fase Inkubasi Fase inkubasi merupakan waktu diantara masuknya virus dan saat timbulnya gejala atau ikterus. Fase ini berbeda-beda lamanya tiap hepatitis virus tergantung pada dosis inokulan yang ditularkan dan jalur penularan. Makin besar dosis inokulan makin pendek fase inkubasinya. 2. Fase Prodormal (Pre Ikterik) Fase diantara timbulnya keluhan pertama dan gejala timbulnya ikterus. Biasanya ditandai dengan malaise umum, mialgia, atralgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dana anoreksia. Mual, muntah dan anoreksia berhubungan dengan perubahan penghidu dan rasa kecap. Diare atau konstipasi dapat terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di

kuadran kanan atas atau epigastrium yang kadang diperberat dengan aktivitas. 3. Fase Ikterus Ikterus muncul setelah 5-10 hari timbunya gejala atau dapat bersamaan dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah timbulnya ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodormal dan justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata. 4. Fase Konvalesen Fase yang diawali dengan menghilangnya gejala dan ikterus, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Keadaan akut biasanya akan membaik dalam 2-3 minggu. Pada 5%-10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditanganim hanya kurang dari 1% yang menjadi fulminan. Pada umumnya infeksi akut VHC tidak memberikan gejala atau bergejala minimal. Hanya 20-30% yang menunjukkan tanda-tanda hepatitis akut 7-8 minggu setelah terjadinya paparan. Walaupun demikian, infeksi akut sangat sukar dikenali karena pada umumnya tidak terdapat gejala sehingga sulit pula menentukan perjalanan penyakit akibat infeksi HCV. Beberapa laporan menyatakan bahwa pada infeksi hepatitis C akut didapatkan adanya gejala malaise, mual dan ikterus seperti halnya hepatitis akut karena virus lain. Hepatitis fulminan sangat jarang terjadi. ALT meningkat sampai beberapa kali di atas batas normal tetapi umumnya tidak melebihi 1000U/ liter. Sekitar 70-80% orang yang terinfeksi HCV menjadi carrier kronis dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan serta merupakan penyebab utama sirosis hati, penyakit hati stadium akhir dan kanker hati. Sering kali proses ini tidak menimbulkan gejala apapun walaupun proses kerusakan hati berjalan terus. Hilangya VHC setelah hepatitis kronis sangat jarang terjadi. Diperlukan waktu sekitar 20-30 tahun untuk terjadi sirosis hati yang akan terjadi pada 15-20% pasien hepatitis C kronis. Sekitar 15-25% dari orang yang terinfeksi dapat sembuh tanpa pengobatan dengan alasan yang tidak diketahui. (CDC)

Kerusakan hati akibat infeksi kronik tidak dapat tergambar pada pemeriksaan fisik maupun labaratorik kecuali bila sudah terjadi sirosis hati. Pada pasien dimana ALT selalu normal, 18-20% sudah terdapat kerusakan hati bermakna, sedangkan diantara pasien dengan peningkatan ALT, hamper semua sudah mengalami kerusakan hati sedang sampai berat. Progesivitas hepatitis kronis menjadi sirosis tergantung beberapa faktor antara lain asupan alcohol, koinfeksi dengan hepatitis B atau HIV, jenis kelamin laki-laki dan usia tua saat terjadinya infeksi. Setelah terjadi sirosis hati, maka dapat timbul kanker hati dengan frekuensi 1-4% tiap tahunnya. Kanker hati dapat terjadi tanpa melalui sirosis hati walaupun kondisi seperti ini jarang terjadi. Koinfeksi HCV dengan HIV diketahui menjadi masalah karena dapat memperburuk perjalanan penyakit hati yang kronik, mempercepat terjadinya sirosis hati dan mungkin pula mempercepat penurunan sistem kekebalan tubuh. Adanya koinfeksi tersebut juga mempersulit pengobatan dengan antiretrovirus karena memperbesar porsi pasien yang menderita gangguan fungsi hati dibandingkan dengan pasien tanpa koinfeksi HIV. Di Indonesia, kasus ini sering terjadi pada pengguna jarum suntik yang menggunakan alat suntik bergantian. Selain gejala-gejala gangguan hati, dapat pula timbul manifestasi ekstra hepatic antara lain crioglobunemia dengan komplikasi-komplikasinya (glomerulopati, kelemahan, vaskulitis, purpura dan atralgia), sicca syndrome, lichen planus dan porphyria cutanea tarda. Patofisiologi manifestasi gejala ekstra hepatic belum diketahui dengan jelas namun dihubungkan dengan kemampuan VHC untuk menginfeksi sel-sel limfoid sehingga mengganggu respon sistem imunologis. Sel-sel limfoid yang terinfeksi dapat berubah sifatnya menjadi ganas karena dilaporkan tingginya kejadian limfoma non Hodgin pada pasien dengan infeksi HCV. E. Diagnostik Infeksi oleh VHC dapat diidentifikasikan dengan memeriksa antibodi yang dibentuk tubuh terhadap VHC bila virus menginfeksi pasien. Antibodi ini akan bertahan lama setelah infeksi terjadi dan tidak mempunyai arti

protektif. Walaupun pasien dapat menghilangkan infeksi VHC pada infeksi akut, namun antibodi terhadap VHC masih terus bertahan bertahun tahun (1820 tahun). Deteksi antibodi terhadap VHC dilakukan umumnya dengan teknik enzyme immune assay (EIA). Antigen yang digunakan untuk deteksi dengan cara ini adalah antigen C-100 dan beberapa antigen non-struktural (ns 3,4 dan 5) sehingga tes ini menggunakan poliantigen dari VHC. Dikenal beberapa generasi pemeriksaan antibodi VHC ini dimana antigen yang digunakan semakin banyak sehingga saat ini generasi III mempunyai sensitivitas dan spesivitas yang sangat tinggi antibodi terhadap VHC dapat dideteksi pada minggu ke 4-10 dengan sensivitas mencapai 99% dan spesivitas 90%. Negatif palsu dapat terjadi terrhadap pasien dengan difesiensi sistem kekebalan tubuh seperti pada pasien HIV, gagal ginjal. Immunobolt assay dulu digunakan untuk tes konfirmasi pada meraka dengan anti HCV positif dengan EIA. Saat ini dengan tingkat spesifitas dan sensivitas EIA yang sudah sedemikian tinggi, tes konfirmasi ini tidak diragukan lagi. Deteksi RNA VHC digunakan untuk mengetahui adanya virus ini dalam tubuh pasien terutama dalam serum sehingga memberikan gambaran infeksi sebenarnya. Jumlah VHC dalam serum maupun dalam hati relative sangat kecilsehingga diperlukan teknik amplifikasi agar terdeteksi. Teknik polymerase chain reaction (PHC) dimana gen VHC digandakan oleh enzyme polymerase digunakan sejak ditemukan virus ini dan sat ini umumnya digunakan untuk menentukan adanya VHC (secara kualitatif) maupun untuk mengetahui jumlah virus VHC (secara kuantitatif). Teknik ini juga dipakai dalam menentukan genotip VHC.teknik lain adalah dengan menggadakan signal yang didapat dari gen VHC yang terikat pada probe RNA sehingga dapat dihitung jumlah kuantitativ VHC . hasil kedua pemeriksaan ini sulit dibandingkan satu dengan yang lainnya walupun saat ini ada standarisasi dalam satuan pemeriksaan sehingga dimasa datang diharapkan satu pemeriksaan dapat diikuti atau dilakukan pemeriksaan ulang dengan pemeriksaan lain dengan hasil yang dapat dibandingkan. Untuk menentukan genotip VHC selain dengan teknik VCR, juga digunakan teknik hibridasi atau dengan melakukan sequencing gen VHC.

Selain untuk pemeriksaan pada pasien, penentuan adanya infeksi VHC dilakukan pada penapisan darah untuk tranfusi darah. Umumnya unit transfusi darah menggunakan deteksi anti VHC dengan EIA maupun dengan cara imunokomotrografi, namun hasil terdapat kasus kasus pasien yang terinfeksi oleh VHC maupun deteksi VHC sudah dinyatakan negatif. Teknik deteksi nukleotida lebih sensitif daripada deteksi anti VHC karna itu di dunia saat ini telah dikembangkan teknik menggunakan real time PCR yang dapat mendeteksi RNA VHC dalam jumlah yang sangat kecil (kurang dari 50 kopi/ml). selain itu, tekhnologi menggunakan teknik transcripted mediated amplification (TMA) juga telah dikembangkan untuk meningkatkan sensitivitas deteksi VHC. Teknik yang sangat sensitif ini berguna untuk mendeteksi infeksi VHC dikalangan pasien maupun dikalangan masyarakat umum untuk tranfusi darah F. Hepatitis Kronis Hepatitis kronis merupakan suatu sindrom klinis dan patologis yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati yang berlangsung terus menerus tanpa penyembuhan paling sedikit enam bulan. Sirosis hati merupakan stadium akhir hepatitis kronis dann ireversibel yang ditandai oleh fibrosis yang luas dan menyeluruh pada jaringan hati disertai dengan pembentukan nodulus. Klasifikasi secara histopatologis membedakan hepatitis kronis menjadi tiga macam antara lain: 1) Hepatitis Kronik Persisten Hepatitis kronik persisten ditandai dengan serbukan sel radang bulat pada daerah portal. Arsitektur lobular tetap normal dan tidak ada fibrosis kalaupun ada hanya sedikit. Limiting plate pada hepatosit antara daerah portal dan kolom hepatosit tetap utuh. Tidak terjadi piece meal necrosis. Pada jenis ini biasanya tidak berkembang ke arah sirosis hepatis. 2) Hepatitis Kronik Lobular Hepatitis kronis lobular sering pula disebut sebagai hepatitis akut berkepanjangan karena perjalanan penyakit lebih dari tiga bulan. Pada tipe

ini ditemukan adanya tanda peradangan dan daerah nekrosis pada lobules hati. Hepatitis kronis lobular dapat mengalami perkembangan ke arah sirosis hepatis akan tetapi prosesnya lambat. 3) Hepatitis Kronik Aktif Hepatitis kronis aktif ditandai dengan serbukan sel radang bulat terutama limfosit dan sel plasma di daerah portal yang menyebar dan mengadakan infiltrasi ke dalam lobules hati sehingga menyebabkan erosi limiting plate dan menimbulkan piece meal necrosis. Terdapat dua tipe hepatitis kronis aktif yaitu: a) Tipe berat yaitu ditemukan septa jaringan ikat menyebar ke kolomkolom hepatosit sehingga menyebabkan kelompokan hepatosit yang terisolasi dan menimbulkan gambaran rosette. Tampak pula intra hepatic bridging antara portal sentral atau portal dengan portal. Pada jenis ini dapat berkembang ke sirosis hepatis dalam waktu yang relative cepat. b) Tipe ringan ditandai dengan erosi ringan pada limiting plate dan juga piece meal necrosis yang ringan saja tanpa adanya pembentukan rosette ataupun bridging. G. Penatalaksanaan Indikasi terapi pada hepatitis C kronik apabila didapatkan peningkatan nilai ALT lebih dari batas atas nilai normal. Menurut panduan penatalaksanaan, nilai ALT lebih dari 2 kali batas atas nilai normal. Hal ini mungin tidak berlaku mutlak karena berapapun nilai ALT di atas batas nilai normal biasanya sudah menunjukan adanya fibrosis yang nyata bila dilakukan biopsi hati. Bila nilai ALT normal, harus diketahui terlebih dahulu apakah nilai normal ini menetap (persisten) atau berfluktuasi dengan memonitor nilai ALT setiap bulan untuk 4 5 kali pemeriksaan. Nilai ALT yang berfluktuasi merupakan indikasi untuk, melakukan terapi namun bila nilai ALT tetap normal, biopsi hati perlu dilakukan agar dapat lebih jelas diketahui fibrosis yang sudah terjadi.

Pada pasien yang tidak terjadi fibrosis hati (F0) atau hanya merupakan fibrosis hati ringan (F1), mungkin terapi tidak perlu dilakukan karena mereka biasanya tidak berkembang menjadi sirosis hati setelah 20 tahun menderita infeksi HCV. Niali fibrosis hati pada tingkat menengah atau tinggi, sudah merupakan indikasi untuk terapi sedangkan apabila sudah terdapat sirosis hati, maka pemberian interferon harus berhati-hati karena dapat menimbulkan penurunan fungsi hati secara bermakna. Pengobatan hepatitis C kronik adalah dengan menggunakan interferon alfa dan ribavirin. Umumnya disepakati bila genotype HCV adalah genotype 1 dna 4, maka terapi perlu diberikan selama 48 minggu dan bila genotype 2 dan 3, terpai cukup diberikan selama 24 minggu. Kontra indikasi terapi adalah berkaitan dengan penggunaan interferon dan ribavirin tersebut. Pasien yang berumur lebih dari 60 tahun, Hb