Heme

24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembentukan Heme Pembentukan heme Heme adalah gugus prostetik yang terdiri dari atom besi yang terdapat di tengah-tengah cincin organik heterosiklik yang luas yang disebut porfirin. Tidak semua porfirin mengandung besi, tapi fraksi metalloprotein yang mengandung porfirin memiliki heme sebagai gugus protetiknya; ini kemudian dikenal sebagai hemoprotein. Heme banyak dikenal dalam perannya sebagai komponen Hemoglobin, namun heme juga merupakan komponen dari sejumlah hemoprotein lainnya. METABOLISME PORFIRIN 1. Pendahuluan 1.1 Batasan Porfirin adalah senyawa siklik yang dibentuk dari gabungan empat cincin pirol melalui jembatan metenil (- CH=). Sifat khas porfirin adalah pembentukan kompleks dengan ion-ion logam (metaloporfirin) yang terikat pada atom nitrogen cincin-cincin pirol. Sebagai contoh

description

heme

Transcript of Heme

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembentukan Heme

Pembentukan heme

Heme adalah gugus prostetik yang terdiri dari atom besi yang terdapat di tengah-

tengah cincin organik heterosiklik yang luas yang disebut porfirin. Tidak semua

porfirin mengandung besi, tapi fraksi metalloprotein yang mengandung porfirin

memiliki heme sebagai gugus protetiknya; ini kemudian dikenal

sebagai hemoprotein. Heme banyak dikenal dalam perannya sebagai

komponen Hemoglobin, namun heme juga merupakan komponen dari sejumlah

hemoprotein lainnya.

METABOLISME PORFIRIN

1. Pendahuluan

1.1 Batasan

Porfirin adalah senyawa siklik yang dibentuk dari gabungan empat cincin pirol

melalui jembatan metenil (-CH=). Sifat khas porfirin adalah pembentukan kompleks

dengan ion-ion logam (metaloporfirin) yang terikat pada atom nitrogen cincin-cincin

pirol. Sebagai contoh misalnya heme yang merupakan porfirin besi dan klorofil,

merupakan porfirin magnesium.

Di alam, metaloporfirin terkonjugasi dengan protein membentuk senyawa-senyawa

penting dalam proses biologi, antara lain: (1) Hemoglobin, merupakan porfirin besi

yang terikat pada protein globin dan mempunyai fungsi penting pada mekanisme

transport oksigen dalam darah;(2) Mioglobin, merupakan pigmen pernafasan yang

terdapat dalam sel-sel otot; (3) Sitokrom, berperan sebagai pemindah elektron

(electron transfer) pada proses oksidasi reduksi.

1.2 Kimia Porfirin

Porfirin mengandung nitrogen tersier pada 2 cincin pirolen sehingga bersifat basa

lemah dan adanya gugus karboksil pada rantai sampingnya menyebabkan juga

bersifat asam. Titik isoelektriknya berkisar pada pH 3-4, sehingga pada pH trersebut

porfirin mudah diendapkan dalam larutan air. Berbagai jenis porfirinogen tidak

berwarna, sedangkan berbagai jenis porfirin berwarna. Porfirin dan derivat-derivatnya

mempunyai spektrum absorbsi yang khas pada daerah yang dapat dilihat dan pada

daerah ultraviolet. Larutan porfirin dalam HCl 5% mempunyai pita absorbsi pada 400

nm yang disebut pita Soret.

Porfirin dalam asam mineral kuat atau pelarut organik dan kemudian disianari sinar

ultraviolet akan memancarkan fluoresensi merah yang kuat. Sifat fluoresensi ini

sangat khas sehingga sering dipakai untuk mendeteksi porfirin bebas dengan jumlah

yang sedikit. Sifat absorbsi dan fluoresensi yang khas dari porfirin disebabkan oleh

ikatan rangkap yang menyatukan cincin pirol. Ikatan rangkap ini tidak ada pada

porfirinogen sehingga tidak menunjukkan sifat-sifat tersebut. Jika porfirinogen

mengalami oksidasi dengan melepaskan 6 atom H akan terbentuk porfirin yang

mempunyai ikatan rangkap.

2. Biosintesis Heme

2.1 Tahap-tahap Biosintesis Heme

Biosintesis heme dapat terjadi pada sebagian besar jaringan kecuali eritrosit dewasa

yang tidak mempunyai mitokondria. Sekitar 85% sintesis heme terjadi pada sel-sel

prekursor eritoid di sumsum tulang dan sebagian besar sisanya di sel hepar.

Biosintesis heme dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: (1) Sintesis porfirin; (2)

Sintesis heme.

Biosintesis heme dimulai di mitokondria melalui reaksi kondensasi antara suksinil-

KoA yang berasal dari siklus asam sitrat dan asam amino glisin. Reaksi ini

memerlukan piridoksal fosfat untuk mengaktivasi glisin, diduga piridoksal bereaksi

dengan glisin membentuk basa Shiff, di mana karbon alfa glisin dapat bergabung

dengan karbon karbosil suksinat membentuk α-amino-β-ketoadipat yang dengan

cepat mengalami dekarboksilasi membentuk d-amino levulinat (ALA/AmLev).

Rangkaian reaksi ini dikatalisis oleh AmLev sintase/sintetase yang merupakan enzim

pengendali laju reaksi pada biosintesis porfirin.

AmLev yang terbentuk kemudian keluar ke sitosol. Di sitosol 2 molekul AmLev

dengan perantaraan enzim AmLev dehidratase/dehidrase membentuk porfobilinogen

yang merupakan prazat pertama pirol. AmLev dehidratase merupakan enzim yang

mengandung seng dan sensitif terhadap inhibisi oleh timbal

Empat porfobilinogen selanjutnya mengadakan kondensasi membentuk tetrapirol

linier yaitu hidroksi metil bilana yang dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen I sintase

(porfobilinogen deaminase). Hidroksi metil bilana selanjutnya mengalami siklisasi

spontan membentuk uroporfirinogen I yang simetris atau diubah menjadi

uroporfirinogen III yang asimetris dan membutuhkan enzim tambahan yaitu

uroporfirinogen III kosintase Pada kondisi normal hampir selalu terbentuk

uroporfirinogen III.

Uroporfirinogen III selanjutnya mengalami dekarboksilasi, semua gugus asetatny (A)

menjadi gugus metil (M) membentuk koproporfirinogen III. Reaksi ini dikatalisis

oleh enzim uroporfirinogen dekarboksilase. Enzim ini juga mampu mengubah

uroporfirinogen I menjadi koproporfirinogen I.

Selanjutnya, koproporfirinogen III masuk ke dalam mitokondria serta mengalami

dekarboksilasi dan oksidasi, gugus propionat (P) pada cincin I dan II berubah menjadi

vini (V). Reaksi ini dikatalisis oleh koproporfirinogen oksidase dan membentuk

protoporfirinogen IX. Enzim tersebut hanya bisa bekerja pada koproporfirinogen III,

sehingga protoporfirinogen I umumnya tidak terbentuk. Protoporfirinogen IX

selanjutnya mengalami oksidasi oleh enzim protoporfirinogen oksidase membentuk

protoporfirin IX. Protoporfirin IX yang dihasilkan akan mengalami proses penyatuan

dengan Fe++ melalui suatu reaksi yang dikatalisis oleh heme sintase atau ferokelatase

membentuk heme.

2.2 Pengendalian Biosintesis Heme

Enzim yang bertindak sebagai regulator biosintesis heme adalah AmLev sintase.

Heme yang mungkin bekerja melalui molekul aporepresor menghambat sintesis

AmLev sintase, dalam hal ini kemungkinan terjadi feed back negative. Obat yang

metabolismenya menggunakan hemoprotein spesifik di hati (sitokrom-P450)

menyebabkan konsentrasi heme intra seluler menurun. Hal ini menyebabkan represi

terhadap AmLev sintase menurun. Aktivitas AmLev sintase meningkat sehingga

sintesis heme juga meningkat. Pemberian glukosa dan hematin dapat mencegah

pembentukan AmLev sintase sehingga menurunkan sintesis heme.

Biosintesa porfirin dan heme

Langkah awal biosintesa porfirin pada mamalia ialah kondensasi suksinil ko-A yang

berasal dari siklus asam sitrat dalam mitokondria dengan asam amino glisin

membentuk asam α amino β ketoadipat, dikatalisis oleh χ amino levulenat sintase dan

memerlukan piridoksal phosfat untuk mengaktifkan glisin. Asam diatas segera

mengalami dekarboksilasi membentuk χ amino levulenat atau sering disingkat ALA.

Enzym ALA sintase merupakan enzym pengendali kecepatan reaksi .

Didalam sitosol 2 molekul ALA berkondensasi dan mengalami reaksi dehidrasi

membentuk porfobilinogen/PBG yang dikatalisis oleh ALA dehidratase.

4 molekul PBG berkondensasi membentuk hidroksi metil bilana, suatu tetrapirol

linier oleh enzym uroporfirinogen I sintase atau disebut juga PBG deaminase

kemudian terjadi reaksi siklisasi spontan membentuk uroporfirinogen, suatu tetrapirol

siklik. Pada keadaan normal uroporfirinogen I sintase adalah kompleks enzym dengan

uroporfirinogen III kosintase sehingga kerja kedua kompleks enzym tersebut akan

membentuk uroporfirinogen III, yang mempunyai susunan rantai samping asimetris.

Bila kompleks enzym abnormal atau hanya terdapat enzym sintase saja, di bentuk

uroporfirinogen I yaitu suatu bentuk isomer simetris yang tidak fisiologis.

Rangka porfirin sekarang telah terbentuk, uroporfirinogen I atau III mengalami

dekarboksilasi membentuk koproporfirinogen I atau III dengan melepas 4 molekul

CO2 hingga rantai samping asetat pada uroporfinogen menjadi metil, reaksi ini

dikatalisis oleh uroporfirinogen dekarboksilase. Hanya koproporfirinogen III yang

dapat kembali masuk kemitokondria, mengalami dekarboksilasi dan oksidasi

membentuk protoporfirinogen III oleh enzym koproporfirinogen oksidase, dimana

dua rantai samping propionat koproporfirinogen menjadi vinil.

Protoporfirinogen III dioksidasi menjadi protoporfirin III oleh protoporfirinogen

oksidase yang memerlukan oksigen. Protoporfirin III diidentifikasi sebagai isomer

porfirin seri IX dan disebut juga dengan protoporfirin IX. Porfirin tipe I dan III

dibedakan berdasar simetris tidaknya gugus substituen seperti asetat, propionat dan

metil pada cincin pirol ke IV.

Penggabungan besi (Fe 2+) ke protoporfirin IX yang dikatalisa oleh Heme sintase atau

Ferro katalase dalam mitokondria akan membentuk heme.

Porfiria

Penyakit turunan atau bisa berupa penyakit yang didapat yang disebabkan oleh

defisiensi salah satu enzym pada jalur biosintesa heme dan mengakibatkan

penumpukan dan peningkatan porfirin atau prazatnya dijaringan atau didalam urine.

Kelainan ini jarang dijumpai tapi perlu dipikirkan dalam keadaan tertentu misalnya

sebagai diagnosa banding pada penyakit dengan keluhan nyeri abdomen,

fotosensitivitas dan gangguan psikiatri .

Porfiria dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu :

1. Porfiria eritropoetik

2. Porfiria hepatik

3. Protoporfiria (gabungan)

Porfiria eritropoetik, merupakan kelainan kongenital. Terjadi karena ketidak

seimbangan enzym kompleks uroporfirinogen sintase dan kosintase. Pada jenis

porfiria ini dibentuk uroporfirinogen I yang tidak diperlukan dalam jumlah besar.

Juga terjadi penumpukan uroporfirin I, koproporfirin I dan derivat simetris lainnya.

Penyakit ini diturunkan secara otosomal resesif dan memunculkan fenomena berupa

eritrosit yang berumur pendek, urine pasien merah karena ekskresi uroporfirin I

dalam jumlah besar, gigi yang berfluoresensi merah karena deposisi porfirin dan

kulit ©2004 Digitized by USU digital library 3

yang hipersensitif terhadap sinar karena porfirin yang diaktifkan cahaya bersifat

sangat reaktif .

Porfiria hepatik dibagi menjadi beberapa jenis antara lain :

- Intermitten acute porfiria ( IAP )

- Koproporfiria herediter

- Porfiria variegata

- Porfiria cutanea tarda

- Porfiria toksik

IAP terjadi karena defisiensi partial uroporfirinogen I sintase, diturunkan secara

otosomal dominan. Pada penyakit ini dijumpai ekskresi porfobilinogen dan asam

amino levulenat yang meningkat menyebabkan urine berwarna gelap.

Koproporfiria herediter terjadi karena defisiensi partial koproporfirinogen oksidase,

diturunkan secara otosomal dominan. Terdapat peningkatan ekskresi

koproporfirinogen dan menyebabkan urine berwarna merah.

Porfiria variegata terjadi karena defisiensi partial protoporfirinogen oksidase,

diturunkan secara otosomal dominan. Terdapat peningkatan ekskresi hampir seluruh

zat-zat antara sintesa heme.

Porfiria cutanea tarda terjadi karena defisiensi partial uroporfirinogen dekarboksilasi,

diturunkan secara otosomal dominan. Terdapat peningkatan ekskresi uroporfirin yang

bila terpapar cahaya menyebabkan urine berwarna merah. Porfiria ini paling sering

dijumpai dibanding yang lainnya .

Porfiria toksik atau akuisita disebabkan oleh obat atau zat toksik seperti griseofulvin,

barbiturat, heksachlorobenzene, Pb dan sebagainya.

Protoporfiria atau protoporfiria gabungan dikarenakan terjadinya defisiensi partial

ferrokatalase, diturunkan secara autosomal dominan. Terdapat peningkatan ekskresi

protoporfirin dalam urine.

Gejala klinis yang dapat muncul dapat dikelompokkan dalam dua patogenesa yaitu

bila kelainan enzym sintesa heme menyebabkan penumpukan asam amino levulenat

dan porfobilinogen disel atau cairan tubuh akan menghambat kerja ATP ase dan

meracuni neuron sehingga menimbulkan gejala-gejala neuro-psikiatri sedangkan bila

kelainan enzym sintesa heme menyebabkan penumpukan porfirinogen dikulit dan

dijaringan lain akan teroksidasi spontan membentuk porfirin yang apabila terpapar

dengan cahaya, porfirin akan bereaksi dengan O2 molekuler membentuk suatu radikal

bebas yang sangat reaktif dan merusak jaringan atau kulit dimana porfirin terdeposisi,

peristiwa ini memunculkan gejala-gejala fotosensitivitas.

Therapi yang dapat diberikan hanyalah bersifat symptomatik karena therapi kausal

yang bersifat genetik masih sulit dikerjakan. Obat yang dapat dipakai dan beberapa

tindakan yang dianjurkan seperti misalnya hindari preparat atau obat yang

merangsang aktifitas sitokrom P- 450 seperti obat anestesia, alkohol, steroid dan lain-

lain. Hindari zat-zat toksik penyebab porfiria. Pemberian zat-zat seperti glukosa dan

hematin yang menekan kerja ALA sintase untuk menghambat pembentukan pra zat

porfirin. Pemberian anti oksidan seperti karoten, vitamin E dan C juga dapat

dianjurkan pemakaian tabir surya guna menggurangi pemaparan terhadap cahaya.

Katabolisme Heme

Katablisme Heme Menghasilkan Bilirubin

Dalam keadaan normal, umur eritrosit sekitar 120 hari. Sehingga, sekitar 100-200 juta

eritrosit dihancurkan setiap jammya. Dalam 1 hari lebih kurang 6 gram hemoglobin

(untuk berat badan 70 kg) dihancurkan. Proses degradasi ini terjadi di jaringan

retikulo endothelial (limpa, hati, dan sumsum tulang), yaitu pada bagian mikrosom

dari sel retikulo endothelial.

Hemoglobin dipecah menjadi heme dan globin. Bagian protein globin diuraikan

menjadi asam amino-asam amino pembentuknya kemudian digunakan kembali. Besi

akan dilepaskan dari heme kemudian memasuki depot besi yang juga dapat dipakai

kembali. Sedangkan porfirinnya akan dikatabolisme dan menghasikan bilirubin.

Proses pertama dari katabolisme heme dilakukan oleh kompleks enzim heme

oksigenase. Pada saat mencapai heme oksigenase besi umumnya sudah teroksidasi

menjadi bentuk feri membentuk hemin. Hemin kemudian direduksi dengan NADPH,

besi feri dirubah kembali menjadi fero. Dengan bantuan NADPH kembali, oksigen

ditambahkan pada jembatan a metenil (antara cincin pirol I dan II) membentuk gugus

hidroksil, besi fero teroksidasi kembali menjadi feri. Heme oksigenase dapat

diinduksi oleh substrat. Selanjutnya, dengan penambahan oksigen lagi ion feri

dibebaskan serta terbentuk karbon monoksida dan biliverdin IXa yang berwarna

hijau. Pada reaksi ini heme bertindak sebagai katalisator. Pada burung dan amfibia,

diekskresi biliverdin IXa. Sedangkan pada mamalia, dengan bantuan enzim biliverdin

reduktase, terjadi reduksi jembatan metenil antara cincin pirol III dan IV menjadi

gugus metilen, membentuk bilirubin IXa yang berwarna kuning. Satu gram

hemoglobin diperkirakan menghasilkan 35 mg bilirubin. Perubahan heme menjadi

bilirubin secara in vivo dapat diamati pada warna ungu hematom yang perlahan-lahan

beirubah menjadi bilirubin yang berwarna kuning.

Metabolisme Bilirubin di Hati

Metabolisme bilirubin dalam hati dibagi menjadi 3 proses:

1. Pengambilan (uptake) bilirubin oleh sel hati

2. Konjugasi bilirubin

3. Sekresi bilirubin ke dalam empedu

Pengambilan Bilirubin oleh Hati

Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan terikat dengan protein, terutama

albumin. Beberapa senyawa seperti antibiotika dan obat-obatan bersaing dengan

bilirubin untuk mengadakan ikatan dengan albumin. Sehingga, dapat mempunyai

pengaruh klinis. Dalam hati, bilirubin dilepaskan dari albumin dan diambil pada

permukaan sinusoid dari hepatosit melalui suatu sistem transport berfasilitas (carrier-

mediated saturable system) yang saturasinya sangat besar. Sehingga, dalam keadaan

patologis pun transport tersebut tidak dipengaruhi. Kemungkinan pada tahap ini

bukan merupakan proses rate limiting.

Konjugasi Bilirubin

Dalam hati, bilirubin mengalami konjugsi menjadi bentuk yang lebih polar sehingga

lebih mudah diekskresi ke dalam empedu dengan penambahan 2 molekul asam

glukoronat. Proses ini dikatalisis oleh enzim diglukoronil transferase dan

menghasilkan bilirubin diglukoronida. Enzim tersebut terutama terletak dalam

retikulum endoplasma halus dan menggunakan UDP-asam glukoronat sebagai donor

glukoronil. Aktivitas UDP-glukoronil transferase dapat diinduksi oleh sejumlah obat

misalnya fenobarbital.

Sekresi

Bilirubin yang sudah terkonjugasi akan disekresi kedalam empedu melalui

mekanisme pangangkutan yang aktif dan mungkin bertindak sebagai rate limiting

enzyme metabolisme bilirubin. Sekeresi bilirubin juga dapat diinduksi dengan obat-

obatan yang dapat menginduksi konjugasi bilirubin. Sistem konjugasi dan sekresi

bilirubin berlaku sebagai unit fungsional yang terkoordinasi.

Metabolisme Bilirubin di Usus

Setelah mencapai ileum terminalis dan usus besar bilirubin terkonjugasi akan

dilepaskan glukoronidanya oleh enzim bakteri yang spesifik (b-glukoronidase).

Dengan bantuan flora usus bilirubin selanjutnya dirubah menjadi urobilinogen.

Urobilinogen tidak berwarna, sebagian kecil akan diabsorpsi dan diekskresikan

kembali lewat hati, mengalami siklus urobilinogen enterohepatik. Sebagian besar

urobilinogen dirubah oleh flora normal colon menjadi urobilin atau sterkobilin yang

berwarna kuning dan diekskresikan melalui feces. Warna feces yang berubah

menjaadi lebih gelap ketika dibiarkan udara disebabkan oksidasi urobilinogen yang

tersisa menjadi urobilin.

B. Struktur porifin,

Struktur porfirin, sifat dan contoh zat yang mengandung profirin

Klorofil adalah pigmen hijau fotosintetis yang terdapat dalam tanaman, Algae dan

Cynobacteria. nama "chlorophyll" berasal dari bahasa Yunani kuno : choloros =

green (hijau), and phyllon= leaf (daun). Fungsi krolofil pada tanaman adalah

menyerap energi dari sinar matahari untuk digunakan dalam proses fotosintetis

yaitu suatu proses biokimia dimana tanaman mensintesis karbohidrat (gula

menjadi pati), dari gas karbon dioksida dan air dengan bantuan sinar matahari.

Klorofil merupakan pigmen hijau tumbuhan dan merupakan pigmen yang paling

penting dalam proses fotosintesis. Sekarang ini, klorofil dapat dibedakan dalam 9

tipe : klorofil a, b, c, d, dan e. Bakteri klorofil a dan b, klorofil chlorobium 650

dan 660. klorofil a biasanya untuk sinar hijau biru. Sementara klorofil b untuk

sinar kuning dan hijau.

Klorofil pada tumbuhan ada dua macam, yaitu klorofil a dan klorofil b. perbedaan

kecil antara struktur kedua klorofil pada sel keduanya terikat pada protein.

Sedangkan perbedaan utama antar klorofil dan heme ialah karena adanya atom

magnesium (sebagai pengganti besi) di tengah cincin profirin, serta samping

hidrokarbon yang panjang, yaitu rantai fitol.

Kloroplas berasal dari proplastid kecil (plastid yang belum dewasa, kecil dan

hampir tak berwarna, dengan sedikit atau tanpa membran dalam). Pada umumnya

proplastid berasal hanya dari sel telur yang tak terbuahi, sperma tak berperan

disini. Proplastid membelah pada saat embrio berkembang, dan berkembang

menjadi kloroplas ketika daun dan batang terbentuk. Kloroplas muda juga aktif

membelah, khususnya bila organ mengandung kloroplas terpajan pada cahaya.

Jadi, tiap sel daun dewasa sering mengandung beberapa ratus kloroplas. Sebagian

besar kloroplas mudah dilihat dengan mikroskop cahaya, tapi struktur rincinya

hanya bias dilihat dengan mikroskop elektron.

Struktur klorofil berbeda-beda dari struktur karotenoid, masing-masing terdapat

penataan selang-seling ikatan kovalen tunggal dan ganda. Pada klorofil, sistem

ikatan yang berseling mengitari cincin porfirin, sedangkan pada karotoid terdapat

sepasang rantai hidrokarbon yang menghubungkan struktur cincin terminal. Sifat

inilah yang memungkinkan molekul-molekul menyerap cahaya tampak demikian

kuatnya, yakni bertindak sebagai pigmen. Sifat ini pulalah yang memungkinkan

molekul-molekul menyerap energi cahaya yang dapat digunakan untuk

melakukan fotosintesis.

Klorofil akan memperlihatkan fluoresensi, berwarna merah yang berarti warna

larutan tersebut tidak hijau pada cahaya yang diluruskan dan akan merah tua pada

cahaya yang dipantulkan. Cahaya hijau, kuning, jingga dan merah dipantulkan

oleh kedua pigmen ini. Kombinasi panjang gelombang yang dipantulkan oleh

kedua pigmen karotenoid ini tampak berwarna kuning. Ada bukti yang

menunjukkan bahwa beta-karoten lebih efektif dalam mentransfer energi ke kedua

pusat reaksi dibanding lutein atau pigmen xanthofil yang disebut fucoxanthofil

adalah sangat efektif dalam mentrensfer energi. Di samping berperan sebagai

penyerap cahaya, karotenoid pada tilakoid juga berperan untuk melindungi

klorofil dari kerusakan oksidatif oleh O2, jika intensitas cahaya sangat tinggi.

Sejak tipe-tipe atom atau molekul yang sedikit berbeda pada tingkat energinya,

yang substansi menyerap cahaya dengan suatu karakteristik panjang gelombang

yang berbeda. Ini biasanya ditunjukkan selama penyerapan sinar pada tiap

gelombangnya. Sebagai contoh, klorofil a sangat kuat pada panjang gelombang

660 nm pada sinar merah dan paling rendah pada panjang gelombang 430 nm

pada sinar biru. Ketika gelombang itu berpindah maka sinar yang ada di sebelah

kiri adalah sinar hijau yang bisa kita lihat.

Perubahan suhu beberapa derajat saja dapat menyebabkan perubahan yang nyata

dalam laju pertumbuhan tanaman. Setiap spesies dan varietas tanaman masing-

masing mempunyai suhu kardinal yaitu suhu minimum, optimum dan maksimum.

Laju pertumbuhan tanaman akan sangat rendah apabila tanaman dikondisikan di

bawah suhu minimum dan di atas suhu maksimum, sedangkan pada kisaran suhu

optimum akan diperoleh laju pertumbuhan tanaman yang lebih tinggi.

Suhu banyak mempengaruhi metabolisme tanaman seperti fotosintesis, respirasi,

dan fotorespirasi. Peningkatan suhu sampai pada tingkat tertentu akan

meningkatkan laju fotosintesis. Namun, peningkatan ini akan segera menurun

pada suhu yang sangat tinggi

Katabolisme Heme

Katablisme Heme Menghasilkan Bilirubin

Dalam keadaan normal, umur eritrosit sekitar 120 hari. Sehingga, sekitar 100-200

juta eritrosit dihancurkan setiap jammya. Dalam 1 hari lebih kurang 6 gram

hemoglobin (untuk berat badan 70 kg) dihancurkan. Proses degradasi ini terjadi di

jaringan retikulo endothelial (limpa, hati, dan sumsum tulang), yaitu pada bagian

mikrosom dari sel retikulo endothelial.

Hemoglobin dipecah menjadi heme dan globin. Bagian protein globin diuraikan

menjadi asam amino-asam amino pembentuknya kemudian digunakan kembali.

Besi akan dilepaskan dari heme kemudian memasuki depot besi yang juga dapat

dipakai kembali. Sedangkan porfirinnya akan dikatabolisme dan menghasikan

bilirubin.

Proses pertama dari katabolisme heme dilakukan oleh kompleks enzim heme

oksigenase. Pada saat mencapai heme oksigenase besi umumnya sudah

teroksidasi menjadi bentuk feri membentuk hemin. Hemin kemudian direduksi

dengan NADPH, besi feri dirubah kembali menjadi fero. Dengan bantuan

NADPH kembali, oksigen ditambahkan pada jembatan a metenil (antara cincin

pirol I dan II) membentuk gugus hidroksil, besi fero teroksidasi kembali menjadi

feri. Heme oksigenase dapat diinduksi oleh substrat. Selanjutnya, dengan

penambahan oksigen lagi ion feri dibebaskan serta terbentuk karbon monoksida

dan biliverdin IXa yang berwarna hijau. Pada reaksi ini heme bertindak sebagai

katalisator. Pada burung dan amfibia, diekskresi biliverdin IXa. Sedangkan pada

mamalia, dengan bantuan enzim biliverdin reduktase, terjadi reduksi jembatan

metenil antara cincin pirol III dan IV menjadi gugus metilen, membentuk

bilirubin IXa yang berwarna kuning. Satu gram hemoglobin diperkirakan

menghasilkan 35 mg bilirubin. Perubahan heme menjadi bilirubin secara in vivo

dapat diamati pada warna ungu hematom yang perlahan-lahan beirubah menjadi

bilirubin yang berwarna kuning.

Metabolisme Bilirubin di Hati

Metabolisme bilirubin dalam hati dibagi menjadi 3 proses:

1. Pengambilan (uptake) bilirubin oleh sel hati

2. Konjugasi bilirubin

3. Sekresi bilirubin ke dalam empedu

Pengambilan Bilirubin oleh Hati

Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan terikat dengan protein, terutama

albumin. Beberapa senyawa seperti antibiotika dan obat-obatan bersaing dengan

bilirubin untuk mengadakan ikatan dengan albumin. Sehingga, dapat mempunyai

pengaruh klinis. Dalam hati, bilirubin dilepaskan dari albumin dan diambil pada

permukaan sinusoid dari hepatosit melalui suatu sistem transport berfasilitas

(carrier-mediated saturable system) yang saturasinya sangat besar. Sehingga,

dalam keadaan patologis pun transport tersebut tidak dipengaruhi. Kemungkinan

pada tahap ini bukan merupakan proses rate limiting.

Konjugasi Bilirubin

Dalam hati, bilirubin mengalami konjugsi menjadi bentuk yang lebih polar

sehingga lebih mudah diekskresi ke dalam empedu dengan penambahan 2

molekul asam glukoronat. Proses ini dikatalisis oleh enzim diglukoronil

transferase dan menghasilkan bilirubin diglukoronida. Enzim tersebut terutama

terletak dalam retikulum endoplasma halus dan menggunakan UDP-asam

glukoronat sebagai donor glukoronil. Aktivitas UDP-glukoronil transferase dapat

diinduksi oleh sejumlah obat misalnya fenobarbital.

Sekresi

Bilirubin yang sudah terkonjugasi akan disekresi kedalam empedu melalui

mekanisme pangangkutan yang aktif dan mungkin bertindak sebagai rate limiting

enzyme metabolisme bilirubin. Sekeresi bilirubin juga dapat diinduksi dengan

obat-obatan yang dapat menginduksi konjugasi bilirubin. Sistem konjugasi dan

sekresi bilirubin berlaku sebagai unit fungsional yang terkoordinasi.

Metabolisme Bilirubin di Usus

Setelah mencapai ileum terminalis dan usus besar bilirubin terkonjugasi akan

dilepaskan glukoronidanya oleh enzim bakteri yang spesifik (b-glukoronidase).

Dengan bantuan flora usus bilirubin selanjutnya dirubah menjadi urobilinogen.

Urobilinogen tidak berwarna, sebagian kecil akan diabsorpsi dan diekskresikan

kembali lewat hati, mengalami siklus urobilinogen enterohepatik. Sebagian besar

urobilinogen dirubah oleh flora normal colon menjadi urobilin atau sterkobilin

yang berwarna kuning dan diekskresikan melalui feces. Warna feces yang

berubah menjaadi lebih gelap ketika dibiarkan udara disebabkan oksidasi

urobilinogen yang tersisa menjadi urobilin.