hematologi-klinik

5
16 Dirofilariasis HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung memiliki kelainan hematologi pada tingkat ringan berupa anemia, neutrofilia, eosinofilia, dan basofilia. Pada kasus penyakit cacing jantung yang bersifat samar (infeksi tanpa mikrofilaria) sangat sering dijumpai pneumonitis eosinofilik. Pada kasus ini terjadi penghancuran mikrofilaria yang berperantara imun pada mikrosirkulasi pulmoner sehingga tidak ditemukan adanya mikrofilaria pada sirkulasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Niwetpathomwat, et al. (2007) berkaitan dengan hematologi klinik menunjukkan bahwa anjing penderita dirofilariasis mengalami anemia ringan sampai sedang dengan terjadinya penurunan jumlah sel darah merah dan hemoglobin secara signifikan. Packed Cell Volume (PCV) dan Mean Corpuscular Volume (MCV) juga mengalami penurunan secara signifikan. Di samping itu, terjadi pula trombositopenia, leukositosis, neutrofilia, dan eosinofilia. Anemia, trombositopenia, leukositosis, dan eosinofilia pada anjing yang menderita penyakit cacing jantung juga dikemukakan oleh Barr dan Bowman (2006).

description

Bidang Kesehatan Hewan

Transcript of hematologi-klinik

  • 16 Dirofilariasis

    HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS

    Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

    memiliki kelainan hematologi pada tingkat ringan berupa anemia,

    neutrofilia, eosinofilia, dan basofilia. Pada kasus penyakit cacing jantung

    yang bersifat samar (infeksi tanpa mikrofilaria) sangat sering dijumpai

    pneumonitis eosinofilik. Pada kasus ini terjadi penghancuran mikrofilaria

    yang berperantara imun pada mikrosirkulasi pulmoner sehingga tidak

    ditemukan adanya mikrofilaria pada sirkulasi.

    Hasil penelitian yang dilakukan oleh Niwetpathomwat, et al.

    (2007) berkaitan dengan hematologi klinik menunjukkan bahwa anjing

    penderita dirofilariasis mengalami anemia ringan sampai sedang

    dengan terjadinya penurunan jumlah sel darah merah dan hemoglobin

    secara signifikan. Packed Cell Volume (PCV) dan Mean Corpuscular

    Volume (MCV) juga mengalami penurunan secara signifikan. Di

    samping itu, terjadi pula trombositopenia, leukositosis, neutrofilia, dan

    eosinofilia.

    Anemia, trombositopenia, leukositosis, dan eosinofilia pada

    anjing yang menderita penyakit cacing jantung juga dikemukakan oleh

    Barr dan Bowman (2006).

  • 17 Dirofilariasis

    Diskusi

    Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa infeksi cacing jantung

    menyebabkan terjadinya kelainan status hematologi pada anjing

    terinfeksi. Kelainan hematologi tersebut bervariasi dari tingkat ringan

    sampai sedang berupa anemia, trombositopenia, leukositosis, neutrofilia,

    eosinofilia, dan ada juga yang melaporkan terjadinya basofilia (Atkins,

    2005; Niwetpathomwat, et al., 2007).

    Anemia bukanlah penyakit, tetapi gejala klinis yang umum

    dijumpai pada hewan piaraan/kesayangan. Menurut Atkins (2005),

    Hariono (2005), dan Thrall (2006), anemia adalah penurunan eritrosit

    atau hemoglobin atau penurunan keduanya dalam sirkulasi darah.

    Lebih lanjut Hariono (2005) menyatakan bahwa anemia jarang bersifat

    primer, sering bersifat sekunder. Untuk mengetahui hewan menderita

    anemia atau tidak perlu dilakukan konfirmasi laboratorium, dan

    pemeriksaan terhadap PCV paling tepat dan mudah dilakukan dengan

    tetap memperhatikan tingkat dehidrasi hewan penderita. Pemeriksaan

    hemoglobin dan eritrosit untuk menentukan klasifikasi anemianya.

    Hasil penelitian yang dilakukan oleh Niwetpathomwat, et al.

    (2007) menunjukkan bahwa anjing penderita dirofilariasis mengalami

    anemia ringan sampai sedang dengan terjadinya penurunan jumlah sel

    darah merah dan hemoglobin secara signifikan. Packed Cell Volume

    (PCV) dan Mean Corpuscular Volume (MCV) juga mengalami

  • 18 Dirofilariasis

    penurunan secara signifikan. Hariono (2005) menyatakan bahwa MCV

    turun dapat terjadi karena defisiensi Fe, yang salah satunya disebabkan

    oleh penyakit cacing yang kronis.

    Niwetpathomwat, et al. (2007) menemukan bahwa pada anjing

    terinfeksi D. immits terjadi trombositopenia. Menurut Atkins (2005), ada

    tiga mekanisme umum yang menyebabkan terjadinya trombositopenia,

    yaitu karena gangguan produksi, peningkatan konsumsi perifer, dan

    pengrusakan platelet berperantara imun. Pada kasus dirofilariasis,

    dikatakan oleh Niwetpathomwat, et al. (2007), trombositopenia terjadi

    sebagai akibat dari pengrusakan platelet berperantara imun.

    Pada kasus dirofilariasis terjadi peningkatan secara signifikan

    nilai absolut dari leukosit (leukositosis). Leukosit yang mengalami

    peningkatan adalah neutrofil (neutrofilia) dan eosinofil (eosinofilia).

    Menurut Hariono (2005), neutrofilia dapat terjadi: 1). karena ephineprine

    (neutrofilia fisiologik atau pseudoneutrophilia); 2). karena corticosteroid

    (neutrofilia karena stress); 3). sehubungan dengan kebutuhan jaringan

    untuk fungsi fagositik (penyakit radang). Penyebab peningkatan

    kebutuhan jaringan terhadap sel neutrofil untuk proses fagositosis dapat

    karena agen bakteri, virus, fungus, parasit, nekrosis, dan lain-lain

    (misalnya endotoksin, benda asing, hemolisis, penyakit immune

    complex, toksisitas estrogen tahap awal). Pada kasus dirofilariasis,

  • 19 Dirofilariasis

    neutrofilia dapat diduga terjadi karena kebutuhan jaringan untuk fungsi

    fagositik.

    Eosinofil pada kasus dirofilariasis juga mengalami peningkatan

    (eosinofilia). Menurut Hariono (2005), eosinofilia dapat terjadi karena

    kasus alergi, infeksi parasit, gangguan eosinofilogenik (spesifik), fase

    kesembuhan pada beberapa infeksi akut, leukemia granulositik, retikulitis

    traumatik, eosinophilic myositis, agen kimiawi. Lebih lanjut dikatakan

    bahwa kejadian eosinofilia dimungkinkan oleh adanya interaksi antigen-

    antibody (IgE atau yang ekuivalen) dalam jaringan yang kaya atau

    banyak mengandung mast cell, yaitu di kulit, paru-paru, traktus

    gastrointestinal, traktus genitalia betina; dan infestasi parasit dimana

    proses sensitisasi terjadi, atau dimana kontak antara jaringan hospes

    dengan parasit dalam waktu yang lama akan merangsang (promote)

    eosinofilia. Sejalan dengan itu, Tizard (1998) mengemukakan

    patogenesis sebagai berikut. Makrofag dapat berikatan pada larva

    cacing melalui jalur yang diperantarai-IgE untuk menghancurkannya.

    Dengan memperantarai sel mast, IgE merangsang pelepasan faktor

    anafilaksis kemotaktik eosinofil (FAKE). Bahan ini, pada gilirannya,

    memobilisasi cadangan eosinofil tubuh yang menyebabkan

    dilepaskannya eosinofil dalam jumlah besar ke dalam sirkulasi. Atas

    dasar itu, maka eosinofilia menjadi demikian khas pada infeksi cacing.

  • 20 Dirofilariasis

    Peningkatan eosinofil pada kasus dirofilariasis bersesuaian

    dengan pernyataan Tizard (1998) dan Hariono (2005). D. immitis hidup di

    arteri pulmoner dan mikrofilarianya dapat memasuki pembuluh darah

    kecil pada paru-paru yang merupakan organ yang kaya atau banyak

    mengandung mast cell, serta kasus dirofilariasis berlangsung secara

    kronis (kontak antara jaringan hospes dengan parasit berlangsung

    lama). Atkins (2005) menyatakan bahwa pada kasus dirofilariasis dapat

    terjadi pneumonitis eosinofilik. Pada kasus ini mikrofilaria yang diselaputi

    oleh antibodi (antibody-coated microfilariae) terperangkap pada

    sirkulasi pulmoner, memicu terjadinya reaksi peradangan (pneumonitis

    eosinofilik).

    Temuan yang menyatakan pada kasus dirofilariasis terjadi

    basofilia sesuai dengan pernyataan Hariono (2005) bahwa basofilia bisa

    bersamaan dengan eosinofilia selama stimulasi IgE (atau equivalent

    antibody), misalnya dirofilariasis kronik.