Hegemoni Dan Diskursus

7
Hegemoni dan Diskursus Neoliberalisme Menelusuri Langkah Indonesia Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Pendahuluan Berangkat pada sebuah posisi pemikiran bahwa percobaan neoliberalisme akan selalu berujung pada keterpurukan ekonomi, buku ini berupaya untuk membongkar faktor-faktor yang melatarbelakangi minimnya langkah-langkah atau upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam mempersiapkan perekonomian secara substantif dan riil guna menghadapi terwujudnya Masyarakat Ekonomi ASEAN di tahun 2015. Fakta historis mengungkapkan bahwa implementasi pilar-pilar neoliberalisme telah berhasil membuahkan persoalan-persoalan mendasar bagi perekonomian negara-negara di berbagai belahan dunia. Kemiskinan, pengangguran, kesenjangan dan deindustrialisasi, menjadi warna dominan yang melekat dalam implementasi neoliberalisme. Bahkan episode krisis menjadi bagian yang tidak dapat terlepaskan dari perekonomian global yang berjalan atas dasar aturan main neoliberal. Sementara itu, langkah dan komitmen negara-negara Asia Tenggara semakin kuat menuju terwujudnya sebuah agenda neoliberal Masyarakat Ekonomi ASEAN di tahun 2015. Prinsip-prinsip dasar neoliberalisme dalam wujud liberalisasi, privatisasi dan deregulasi, menjadi roh dari terwujudnya Masyarakat Ekonomi ASEAN. Langkah-langkah implementasi strategis dengan tahapan yang spesifik dalam Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN, mencerminkan betapa neoliberalisme menjadi landasan dari integrasi ekonomi regional Asia Tenggara ini. Pemerintah Indonesia memiliki komitmen dan semangat besar dalam mewujudnya Masyarakat Ekonomi ASEAN. Semangat gegap gempita menuju pertarungan dalam arena neoliberal ini seharusnya berjalan

description

hegemoni

Transcript of Hegemoni Dan Diskursus

Hegemoni dan DiskursusNeoliberalismeMenelusuri Langkah Indonesia MenujuMasyarakat Ekonomi ASEAN 2015PendahuluanBerangkat pada sebuah posisi pemikiran bahwa percobaan neoliberalisme akan selalu berujung pada keterpurukan ekonomi, buku ini berupaya untuk membongkar faktor-faktor yang melatarbelakangi minimnya langkah-langkah atau upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam mempersiapkan perekonomian secara substantif dan riil guna menghadapi terwujudnya Masyarakat Ekonomi ASEAN di tahun 2015. Fakta historis mengungkapkan bahwa implementasi pilar-pilar neoliberalisme telah berhasil membuahkan persoalan-persoalan mendasar bagi perekonomian negara-negara di berbagai belahan dunia. Kemiskinan, pengangguran, kesenjangan dan deindustrialisasi, menjadi warna dominan yang melekat dalam implementasi neoliberalisme. Bahkan episode krisis menjadi bagian yang tidak dapat terlepaskan dari perekonomian global yang berjalan atas dasar aturan main neoliberal. Sementara itu, langkah dan komitmen negara-negara Asia Tenggara semakin kuat menuju terwujudnya sebuah agenda neoliberal Masyarakat Ekonomi ASEAN di tahun 2015. Prinsip-prinsip dasar neoliberalisme dalam wujud liberalisasi, privatisasi dan deregulasi, menjadi roh dari terwujudnya Masyarakat Ekonomi ASEAN. Langkah-langkah implementasi strategis dengan tahapan yang spesifik dalam Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN, mencerminkan betapa neoliberalisme menjadi landasan dari integrasi ekonomi regional Asia Tenggara ini. Pemerintah Indonesia memiliki komitmen dan semangat besar dalam mewujudnya Masyarakat Ekonomi ASEAN. Semangat gegap gempita menuju pertarungan dalam arena neoliberal ini seharusnya berjalan seiring dengan langkah-langkah substantif dan riil untuk mempersiapkan perekonomian. Ironisnya, pemerintah Indonesia justru terfokus pada langkah-langkah persiapan teknis neoliberal sejalan dengan implementasi cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN. Dengan menggunakan pendekatan Gramscian-Foucauldiansebuah pendekatan analisis yang mengkombinasikan konsep hegemoni Antonio Gramsci dan diskursus Michel Foucault yang dikembangkan oleh Richard Peet, analisis dalam buku berupaya untuk membongkar fenomena minimnya langkah persiapan substantive dan riil dari pemerintah Indonesia tersebut. Analisis yang terkandung dalam substansi buku ini memperlihatkan bahwa neoliberalisme telah berada dalam posisi hegemoni dalam perekonomian Indonesia. Dengan kata lain, neoliberalisme telah menjadi konsensus tidak tertulis sebagai landasan paradigmatis bagi pembangunan ekonomi Indonesia yang kebenaran dan manfaatnya diyakini oleh para pengambil kebijakan ekonomi di negeri ini. Analisis dalam buku ini juga mengungkapkan bahwa tercapainya posisi hegemoni neoliberal tersebut tidak terlepas dari keberhasilan perjuangan hegemoni yang dilakukan oleh komunitas epistemis liberal Indonesia yang tersebar di berbagai ranah, baik itu ranah intelektual atau bahkan ranah pengambil kebijakan. Langkah-langkah persiapan teknis yang kontras dengan langkah substantif dan riil menuju terwujudnya Masyarakat Ekonomi ASEAN berjalan seiring dengan diskursus keyakinan dan optimisme akan manfaat dari agenda neoliberal ini. Praktik diskursif yang dijalankan oleh aktor-aktor sosial dengan modalitas enunsiatif (para ahli/pakar ekonomi dengan spesialisasi dan reputasi yang diakui) dalam apa yang disebut Foucault sebagai formasi diskursif (disiplin ilmu pengetahuan) ekonomi, diyakini sebagai kunci keberhasilan bagi naturalisasi makna positif dari agenda Masyarakat Ekonomi ASEAN. Alhasil, kedalaman hegemoni dalam formasi diskursif ekonomi di Indonesia, telah melahirkan fenomena praktikalitas, inevitabilitas dan optimalitas dalam memaknai formasi kebijakan ekonomi pemerintah Indonesia menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN. Praktikalitas mewujud dalam batasan-batasan makna positif saja yang boleh dibicarakan terkait Masyarakat Ekonomi ASEAN. Inevitabilitas mewujud dalam sikap yang memandang bahwa agenda liberalisasi dan integrasi ekonomi regional ini merupakan sesuatu yang tidak dapat terhindarkan. Sementara itu, optimalitas mewujud dalam keyakinan mendalam akan manfaat dari perwujuan agenda integrasi ekonomi regional berbasis neoliberal. Posisi hegemoni neoliberalisme dengan topangan praktik diskursif yang massif, menyebabkan kaburnya paradigma dan arah kebijakan pembangunan nasional. Negara mengalami pelemahan kapasitas dalam menjalankan fungsinya sementara kebijakan-kebijakan pemerintah berjalan secara parsial dan tumpang tindih dalam berbagai dimensi. Ketika neoliberalisme telah berada dalam posisi hegemoni, praktik diskursif pun berada dalam demarkasi makna yang positif atas neoliberalisme, maka tidak mengherankan jika langkah-langkah pemerintah Indonesia yang substantif dan riil untuk memajukan perekonomian menjadi sangat minim dalam menghadapi terwujudnya Masyarakat Ekonomi ASEAN. Hal ini terjadi tidak terlepas dari komitmen kuat dan keyakinan mendalam pemerintah Indonesia akan manfaat besar dari perwujudan Masyarakat Ekonomi ASEAN, yang lahir dari proses panjang keberhasilan perjuangan hegemoni dan praktik diskursif neoliberalisme dalam formasi diskursif perekonomian Indonesia. Hegemoni dan diskursus neoliberalisme berada di balik langkah pemerintah Indonesia menuju terwujudnya Masyarakat Ekonomi ASEAN. Secara sistematis, analisis yang membongkar kekuatan hegemoni dan diskursus neoliberal akan dituangkan pada bab lima. Bab kedua dari buku ini mengulas secara historis jejak liberalisasi perekonomian negara-negara berkembang beserta dampak-dampak negative yang dihasilkannya. Pada bab ketiga diuraikan secara kritis dan spesifik prinsipprinsip neoliberal yang menjadi roh dalam agenda pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Realitas ketidaksiapan dan minimnya langkah pemerintah Indonesia untuk mempersiapkan perekonomian Indonesia secara sunstantif dan fundamental diungkapkan pada bab keempat dari buku ini.

Bab 1Indonesia Menuju Masyarakat EkonomiASEAN: Komitmen dan Semangat TanpaLangkah Berarti

Disepakatinya Visi ASEAN 2020 pada bulan Desember 1997 di Kuala Lumpur menandai sebuah babak baru dalam sejarah integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Dalam deklarasi tersebut, pemimpin negara-negara ASEAN sepakat untuk mentransformasikan kawasan Asia Tenggara menjadi sebuah kawasan yang stabil, sejahtera dan kompetitif, didukung oleh pembangunan ekonomi yang seimbang, pengurangan angka kemiskinan dan kesenjangan sosio-ekonomi di antara negaranegara anggotanya.1 Komitmen untuk menciptakan suatu Masyarakat ASEAN (ASEAN Community) sebagaimana dideklarasikan dalam visi tersebut, kemudian semakin dikukuhkan melalui ASEAN Concord II pada Pertemuan Puncak di Bali Oktober 2003, atau yang lebih dikenal sebagai Bali Concord II, di mana para pemimpin ASEAN mendeklarasikan pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) sebagai tujuan dari integrasi ekonomi kawasan pada 2020.2 Dalam Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN (ASEAN Economic Ministers Meeting AEM) yang diselenggarakan pada bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, komitmen yang kuat menuju terbentuknya integrasi ekonomi kawasan ini diejawantahkan ke dalam gagasan pengembangan sebuah cetak biru menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN yang kemudian secara terperinci disahkan dan diadopsi oleh seluruh negara anggota ASEAN pada November 2007. Bahkan, sebelumnya dalam Pertemuan Puncak ASEAN ke-12 pada Januari 2007, komitmen yang kuat para pemimpin negara-negara ASEAN terhadap pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN ini, semakin tercermin dari disepakatinya upaya percepatan terwujudnya komunitas tersebut pada tahun 2015. Pada pertemuan tersebut, para pemimpin ASEAN sepakat untuk mempercepat pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015 dan mentransformasikan ASEAN menjadi sebuah kawasan di mana barang, jasa, investasi, pekerja terampil, dan arus modal dapat bergerak dengan bebas. Dengan demikian, Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan suatu tujuan akhir dari integrasi ekonomi yang ingin dicapai masyarakat ASEAN sebagaimana tercantum dalam Visi ASEAN 2020, di mana di dalamnya terdapat konvergensi kepentingan dari negara-negara anggota ASEAN untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi. Sebuah perekonomian yang terbuka, berorientasi keluar, inklusif dan bertumpu pada kekuatan pasar merupakan prinsip dasar dalam upaya pembentukan komunitas ini. Berdasarkan cetak biru yang telah diadopsi oleh seluruh negara anggota ASEAN, kawasan Asia Tenggara melalui pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN akan ditransformasikan menjadi sebuah pasar tunggal dan basis produksi; sebuah kawasan yang sangat kompetitif; sebuah kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata; dan sebuah kawasan yang terintegrasi penuh dengan perekonomian global.3 Sebagai sebuah pasar tunggal dan basis produksi, terdapat lima elemen inti yang mendasari Masyarakat Ekonomi ASEAN, yaitu (1) pergerakan bebas barang; (2) pergerakan bebas jasa; (3) pergerakan bebas investasi; (4) pergerakan bebas modal; dan (5) pergerakan bebas pekerja terampil. Kelima elemen inti dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi ini dilengkapi lagi dengan dua komponen penting lainnya, yaitu sektor integrasi prioritas yang terdiri dari dua belas sektor (produk berbasis pertanian; transportasi udara; otomotif; e-ASEAN; elektronik; perikanan; pelayanan kesehatan; logistik; produk berbasis logam; tekstil; pariwisata; dan produk berbasis kayu) dan sektor pangan, pertanian dan kehutanan.4 Dalam konteks penciptaan perekonomian kawasan yang kompetitif, beragam langkah strategis telah ditetapkan dalam cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN, seperti pengembangan kebijakan persaingan, perlindungan konsumen, kerjasama regional dalam Hak Kekayaan Intelektual, dan langkah-langkah lainnya seperti kerjasama regional dalam pembangunan infrastruktur. Begitu juga halnya dalam upaya transformasi ASEAN menuju sebuah kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata, kesepakatan negara-negara di kawasan ini mengupayakan percepatan pengembangan usaha kecil dan menengah serta perluasan Inisiatif Integrasi ASEAN (Initiative for ASEAN Integration) dalam rangka menjembatani jurang kesenjangan pembangunan di antara negara-negara anggotanya. Sementara itu, langkah-langkah menuju integrasi ekonomi Asia Tenggara ke dalam perekonomian global ditempuh melalui penerimaan suatu pendekatan yang koheren terhadap hubungan ekonomi eksternal, termasuk negosiasi dalam pembentukan kawasan perdagangan bebas dan kemitraan ekonomi strategis. Cetak biru inilah yang melandasi pembangunan Masyarakat Ekonomi ASEAN melalui langkah-langkah spesifik dengan periode waktu yang terperinci, di mana terciptanya suatu perekonomian kawasan yang terintegrasi atas dasar prinsip perekonomian pasar bebas dan terbuka menjadi cita-cita besar yang ingin dicapai. Tercermin dari beragam langkah-langkah strategis yang dicanangkan dalam cetak biru dan hakikat dari Masyarakat Ekonomi ASEAN itu sendiri, neoliberalisme sebagai metamorfosa paradigma liberal merupakan ruh yang mendasari gerak semangat dari terbentuknya komunitas ekonomi kawasan ini. Sebagai sebuah paradigma pembangunan ekonomi, neoliberalisme berasumsi bahwa entitas pasar merupakan aktor yang paling relevan dan efektif dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi di dalam suatu negara. sebaliknya, mereka memandang bahwa intervensi negara dalam hal ini pemerintah terhadap perekonomian, melalui subsidi misalnya, merupakan hambatan yang mendistorsi berjalannya mekanisme pasar. Nafas neoliberalisme terasa sangat kental sekali dalam proses integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara, di mana entitas pasar diagung-agungkan sebagai landasan gerak perekonomian. Beragam hambatan yang membatasi pergerakan pasar perlahan-lahan dihilangkan dalam upaya menuju terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN. Kebebasan bergerak dari beragam faktor ekonomi menjadi inti dari integrasi ekonomi ASEAN. Peranan pemerintah dalam perekonomian melalui proteksi yang menjelma dalam berbagai bentuk hambatan perdagangan, subsidi dan intervensi secara bertahap dihilangkan dalam proses integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara ini.