Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

48
TEORI DASAR Hardening AISI 1045 2.1. Klasifikasi Baja Baja dapat diklasifikasikan berdasarkan : 1. Komposisi, seperti kandungan karbon (baja karbon/ non alloy), baja paduan rendah (low alloy), baja paduan (alloy steels) 2. Metode manufakturnya, seperti baja tungku konverter, tungku induksi, atau metoda electro slag remelting. 3. Aplikasi atau karakteristik utama, seperti baja struktural, baja perkakas, baja tahan karat, baja tahan panas. 4. Proses pengerjaan akhir, seperti roll panas, roll dingin, pengecoran, roll dengan pengontrolan dan pengontrolan pendinginan. 5. Bentuk produk, seperti bar, pelat, strip, tabung, atau bentung struktural. 6. Proses oksidasi, seperti rimmed, killed, semi killed, dan capped steel. 7. Mikrostruktur, seperti feritik, perlitik, martensitik dan austenitik. 8. Tingkat kekuatan, seperti pada standar ASTM (American Society for Testing and Material). 9. Perlakuan panas, seperti annealing, quenching dan tempering, pendinginan udara (nomalizing), dan proses thermochemical. 6

Transcript of Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

Page 1: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

TEORI DASAR

Hardening AISI 1045

2.1. Klasifikasi Baja

Baja dapat diklasifikasikan berdasarkan :

1. Komposisi, seperti kandungan karbon (baja karbon/ non alloy), baja paduan

rendah (low alloy), baja paduan (alloy steels)

2. Metode manufakturnya, seperti baja tungku konverter, tungku induksi, atau

metoda electro slag remelting.

3. Aplikasi atau karakteristik utama, seperti baja struktural, baja perkakas, baja

tahan karat, baja tahan panas.

4. Proses pengerjaan akhir, seperti roll panas, roll dingin, pengecoran, roll dengan

pengontrolan dan pengontrolan pendinginan.

5. Bentuk produk, seperti bar, pelat, strip, tabung, atau bentung struktural.

6. Proses oksidasi, seperti rimmed, killed, semi killed, dan capped steel.

7. Mikrostruktur, seperti feritik, perlitik, martensitik dan austenitik.

8. Tingkat kekuatan, seperti pada standar ASTM (American Society for Testing and

Material).

9. Perlakuan panas, seperti annealing, quenching dan tempering, pendinginan udara

(nomalizing), dan proses thermochemical.

10. Gambaran kualitas dan klasifikasinya, seperti kualitas tempa dan kulitas

komersial.

Dari sekian banyak klasifikasi yang digunakan untuk baja, yang sering digunakan

adalah berdasarkan komposisi kimia.

6

Page 2: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

Gambar 2.1. Klasifikasi baja(3)

Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi menjadi tiga macam, yaitu :baja

karbon-rendah (C< 0,2%), karbon-sedang (C 0,2 – 0,5 %) dan baja karbon-tinggi

(C > 0,5 %) (3).

Baja karbon-rendah (C < 0,2%) yang disempurnakan diproduksi dengan

deoksidasi atau “killing” baja dengan Al atau Si, atau dengan penambahan Mn

untuk memperhalus ukuran butir. Namun, sekarang ditambahkan sejumlah kecil

7

Page 3: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

Nb (< 1%) yang mengurangi kadar karbon dengan membentuk partikel NbC.

Partikel tersebut tidak saja memnghambat pertumbuhan butir, tetapi juga

meningkatkan kekuatan dengan pengerasan-persipitasi butir ferit.

Baja karbon-sedang mampu dikuens untuk membentuk martensit dan

setelah penemperan dihasilkan ketangguhan dengan kekuatan yang baik.

Penemperan didaerah temperatur lebih tinggi (yaitu 350 – 550 oC) menghasilkan

karbida sfeirodisasi yang meningkatkan keuletan baja, sehingga dipergunakan

untuk material as roda, roda gigi, poros dan rel. Proses ausforming dapat

diterapkan pada baja dengan kadar karbon-sedang tersebut sehingga dicapai

kekuatan lebih tinggi tanpa mengurangi keuletan.

Baja karbon-tinggi umumnya dikeraskan dengan kuens dan temper ringan

pada 250 oC untuk menghasilkan kekuatan dan keuletan yang memadai untuk per,

die, dan perkakas potong.

Pada baja paduan rendah atau sedang, dengan kandungan paduan total

sekitar 5% . Kandungan paduan terutama ditentukan oleh persyaratan

kemampukerasan dan penemperan, meski pengerasan larutan padat dan

pembentukan karbida juga penting. Unsur pemadu seperti Mn dan Cr

meningkatkan kemampukerasan dan secara umum menghambat pelunakan dan

penemperan. Ni memperkuat ferit dan meningkatkan kemampukerasan serta

ketangguhan, Cu memiliki sifat sama tetapi juga menghambat penemperan. Co

memperkuat ferit dan menghambat pelunakan pada penemperan; Si menghambat

dan mengurangi perubahan volume ketika terjadi transformasi martensit, dan baik

Mo maupun V menghambat penemperan dan menghasilkan pengerasan sekunder.

8

Page 4: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

2.2. Sistem Penomoran Pada Standar AISI/SAE (American Iron and Steel

Intitut/ Society of Automotive Engineers)

Standar AISI/SAE menggunakan empat digit dalam sistem penomoran

untuk mengenali baja karbon dan baja paduan berdasarkan standar komposisi

kimia (grade). Dalam sistem penomoran atau kode yang digunakan dalam standar

AISI memiliki arti tertentu, misal 10xx, angka 10 menyatakan baja karbon.

Sedangkan dua angka terkahir, xx digunakan untuk menyatakan jumlah

kandungan karbon perseratus persen, dalam rentang beberapa poin. Sebagai

contoh baja karbon dengan kandungan 0,45 % dinamakan 1045 dalam standar

AISI, sedangkan rentang kadar karbonnya sebesar 0,43 - 0,5 %.

Baja karbon resulfurisasi ditandai dengan nomor seri 11xx, baja karbon

resulfurisasi dan rephosporisasi dengan seri 12xx dan baja dengan kandungan

mangan antara 0,9 – 0,5 % tanpa unsur paduan lainnya memiliki nomor seri 15xx.

Untuk baja paduan, dua angka pertama dalam penomoran menggambarkan

unsur paduan utama pada material, dimana angka pertama sebagai grup paduan.

Sebagai contoh pada seri baja 43xx, mengandung 1,6 – 2,0 % Ni, 0,5 – 0,8 Cr dan

0,2 – 0,3 % Mo disebut sebgai baja paduan Cr Ni Mo. Huruf B ditambahkan

antara digit kedu dan ketiga jika mengandung boron (antara 0,003 dan 0,005%)

dan huruf L jika mengandung lead (timah) antara 0,15 – 0,35 %. Huruf M

digunakan untuk penandaan baja berdasarkan kualitas, huruf E untuk baja tungku

induksi, dan huruf H untuk baja yang membutuhkan pengerasan. Selengkapnya

klasifikasi penomoran AISI ada pada tabel 2.1 berikut:

9

Page 5: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

Tabel 2.1. Identifikasi elemen pada baja berdasarkan standar AISI/SAE(4,5)

Numerals and Digits Type of Steel and Nominal Alloy Content (%)Carbon Steels10xx. . . . . . . Non Resulfurized, 1.0 manganese max11xx Resulfurized12xx Resulfurized and rephosphorized15xx Non Resulfurized, over 1.0 manganese maxManganese steels13xx Mn 1.75Nickel steels23xx . . . . . . . . . Ni 3.5025xx . . . . . . . . . Ni 5.00Nickel–chromium steels31xx . . . . . . . . . Ni 1.25; Cr 0.65 and 0.8032xx . . . . . . . . Ni 1.75; Cr 1.0733xx . . . . . . . . . Ni 3.50; Cr 1.50 and 1.5734xx . . . . . . . . . Ni 3.00; Cr 0.77Molybdenum steels40xx . . . Mo 0.20 and 0.2544xx . . . . . . . . . Mo 0.40 and 0Chromium–molybdenum steels41xx Cr 0.50, 0.80, and 0.95; Mo 0.12, 0.20, 0.25, and 0.30Nickel–chromium–molybdenum steels43xx . . . Ni 1.82; Cr 0.50 and 0.80;Mo 0.2543BVxx Ni 1.82; Cr 0.50; Mo 0.12 and 0.25; V 0.03 min47xx Ni 1.05; Cr 0.45; Mo 0.20 and 0.3581xx . Ni 0.30; Cr 0.40; Mo 0.1286xx Ni 0.55; Cr 0.50; Mo 0.2087xx . Ni 0.55; Cr 0.50; Mo 0.2588xx Ni 0.55; Cr 0.50; Mo 0.3593xx Ni 3.25; Cr 1.20; Mo 0.1294xx . Ni 0.45; Cr 0.40; Mo 0.1297xx Ni 0.55; Cr 0.20; Mo 0.2098xx Ni 1.00; Cr 0.80; Mo 0.25Nickel–molybdenum steels46xx . . . . . . . . .. . . . . . . . Ni 0.85 and 1.82; Mo 0.20 and 0.2548xx . Ni 3.50; Mo 0.25Chromium steels50xx . . . . . . . . . Cr 0.27, 0.40, 0.50, and 0.6551xx . . . . . . . . Cr 0.80, 0.87, 0.92, 0.95, 1.00, and 1.05Tungsten–chromium steel72xx . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . W 1.75; Cr 0.75High-strength low-alloy steels9xx Cr 0 and 0.65Boron steelsxxBxx B denotes boron steelLeaded steelsxxLxx L denotes leaded steel

. . . . . . . . .

. . . . . . . .. . . . . . . .

10

Page 6: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

2.3. Perlakuan Panas (Heat Treatment)

Perlakuan panas (heat treatment) adalah suatu istilah yang menjelaskan

suatu operasi atau kombinasi/gabungan operasi yang melibatkan pemanasan dan

pendinginan yang terkontrol terhadap suatu logam atau paduan logam dalam

keadaan padatan untuk tujuan memodifikasi struktur mikro sehingga diperoleh

perubahan sifat-sifatnya (terutama sifat mekanis) sesuai dengan yang diinginkan.

Sementara itu menurut The International federation for the heat transfer for the

Heat Treatment Materials (IFHT) memberikan definisi bahwa perlakuan panas

tidak semata hanya melibatkan pemanasan dan pengontrolan kecepatan

pendinginan pada paduan logam tetapi termasuk pula didalamnya adalah

pemberian atau penambahan atom lain melalui permukaan logam sebagaimana

yang terjadi pada controlled rolling dalam termomechanical treatment.

Perlakuan panas paduan logam memegang peranan penting dalam rekayasa

mengingat fakta bahwa hampir semua komponen teknik yang terbuat dari logam,

kecuali beberapa besi cor, memerlukan paling tidak satu tahapan perlakuan panas

dari siklus produksi dengan tujuan guna memenuhi persyaratan sifat-sifat yang

diinginkan. Sebagai contoh, barang hasil tempa, pengecoran, pengerolan dan

fabrikan (pembentukan dan penyambungan) dilaku panas sebelum proses

permesinan. Dalam pengerolan panas lembaran baja , misalnya selain deformasi

maka temperatur dan kecepatan pendinginan merupakan variabel yang dapat

diatur untuk mendapatkan variasi struktur mikro dan dengan demikian juga variasi

sifat akhir baja hasil roll.

Telah dikenal beberapa jenis perlakuan panas logam yang masing-masing

memiliki istilah yang berbeda. Proses perlakuan panas yang bervariasi umumnya

dibedakan berdasarkan maksud atau tujuan dari proses perlakuan panas tersebut.

Tujuan utama dari perlakuan panas adlah sebagai berikut :

1. Memperlunak (to soften), yaitu memperbaiki sifat plastisitas dengan

cara mengatur ukuran, bentuk dan distribusi mikrokonstituennya (fasa

atau butiran), serta keberadaan dislokasi dalam butiran.

11

Page 7: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

2. Menghilangkan tegangan sisa (to stress relieve), yaitu memungkinkan

berlangsungnya relaksasi tegangan-tegangan sisa dengan cara

meningkatkan temperatur (memanaskan) sehingga diperoleh penurunan

kekuatan luluh ( yield strength) dan meningkatkan recovery.

3. Melakukan homogenisasi (to homogenize), yaitu mendapatkan

komposisi kimia yang homogen di dalam butiran (grain) melalui difusi

unsur-unsur yang ada dalam paduan logam pada temperatur tinggi,

seperti austenizing, solutioning.

4. Meningkatkan ketangguhan (to toughten), yaitu meningkatkan

kemampuan paduan logam untuk menyerap energi dari beban impak

dalam selang plastiknya tanpa patah, atau dengan kata lain

meningkatkan luas daerah diabawah kurva tegangan-regangan.

5. Memperkeras (to harden), yaitu meningkatkan gangguan terhadap slip

atau meningkatkan penahanan terhadap pergerakan dislokasi melalui

perubahan ukuran, bentuk dan distribusi mikrokonstituen baik melalui

pengecilan ukuran butiran (grain refinement), quench-hardening atau

age hardening.

6. Menambahkan unsur kimia melalui permukaan, yaitu memperbaiki

ketahanan aus dan ketahan lelah (fatigue) pada permukaan melalui

pembentukan tegangan sisa kompresif dipermukaan logam yang

dihasilkan dari absorbsi atom-atom terlarut interstisi (C,N dll) dibawah

suatu siklus termal tertentu, (carburizing, nitriding).

7. Meningkatkan sifat fisik, seperti meningkatkan sifat kemagnetan dengan

memperbesar butiran melalui pengaturan siklus termal.

Dari ketujuh perlakuan panas diatas, telah dikembangkan beberapa

perlakuan panas, yang masing-masingnya dapat memenuhi satu atau lebih tujuan

diatas. Secara garis besar perlakuan panas ini dikelompokan sebagai berikut:

1. Proses Annealing

a. Full annealing

b. Spheroidizing, critical range annealing atau subcritical anneling

c. Isothermal annealing

12

Page 8: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

d. Stress-relief annealing

e. Recristalization annealing

f. Homogenize annealing, solution treating, atau austenizing

2. Normalizing

3. Through hardening processes:

a. Water-oil atau air-quenching dan tempering

b. Time-quenching dan tempering

c. Austempering

d. Martempering

4. Proses through hardening lainnya

a. Percipitation hardening (age hardening)

b. Dispertion hardening

c. Maraging

d. Thermomechanical treatment

e. Order-disorder reaction

5. Thermal surface hardening treatment (tanpa perubahan komposisi

kimia)

a. Flame hardening

b. Induction hardening

c. Laser hardening

d. Electron-beam hardening

6. Thermochemical surface hardening treatment (dengan perubahan

komposisi kimia)

a. Austenitic thermochemical treatment

(i). Carburaizing, solid, liquid, gas, vacuum, fluidized bed

(ii). Carbonitriding

(ii). Cyaniding

b. Ferritic thermochemical treatment

(i). Nitriding, liquid, gas, plasma

(ii) Nitrocarburaizing, liquid, gas

13

Page 9: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

7. Difussion treatment lainnya

a. Siliconizing

b. Chromizing

c. Boronizing

d. Aluminizing

2.4. Diagram Fasa Fe-C

Gambar 2.2. Diagram fasa Fe-C, ilustrasi sel satun BCC (ferit), austenit

(FCC)(4)

Diagram fasa menghubungkan komposisi, temperatur dan fasa dalam suatu

diagram, disebut juga diagram kesetimbangan (equilibrium diagram), karena kita

dapat menjumpai beberapa fasa dalam satu diagram. Diagram fasa memudahkan

14

Page 10: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

untuk melihat sifat dari suatu campuran. Diagram fasa Fe dan C pada hakekatnya

merupakan superposisi antara diagram fasa jenis eutektik, peitektik, dan eutektoid.

Diagram fasa Fe-C terdiri dari lima fasa utama (gambar 2.2) yaitu :

- Satu fasa cair

- Tiga larutan padat : (ferit), (austenit),

- Satu senyawa : Fe3C (cementit)

Unsur Fe mempunyai lebih dari satu bentuk kristal, maka disebut politropi,

dan disebut juga alotropi karena besi pada temperatur kamar sampai 912oC

mempunyai sel satuan BCC (Body Centered Cubic). Pada temperatur 912 oC -

1390 oC menjadi FCC (Face Centered Cubic) dan pada 1390 oC – 1536 oC

(temperatur cairnya) besi murni mempunyai sel satuan BCC. Diameter atom

karbon lebih kecil dari diameter atom Fe, akibatnya jika dipadukan, C akan

menempati rongga-rongganya atau larut interstisi.

Kelarutan karbon pada Fe dalam bentuk sel satuan FCC lebih besar dari

pada dalam sel satuan BCC. Untuk melihat hal tersebut dapat dilakukan dengan

melakukan analisa geometrik atau dengan melihat diagram fasanya.

a. Transformasi Fasa Pada Paduan Fe-C

Transformasi fasa difusional atau sering disebut dengan diffusional-induced

phase transformation merupakan perubahan suatu fasa menjadi satu atau lebih

fasa yang dikontrol oleh proses difusi. Oleh sebab itu pemahaman mengenai

difusi yang berlangsung dalam padatan sangatlah diperlukan dalam mempelajari

transformasi fasa ini. Beberapa transformasi fasa yang dikontrol difusi secara

umum yang terdapat pada sistem kesetimbangan Fe-C adalah:

a. Transformasi eutektik

Gambar 2.3. Transformasi fasa eutektik

15

Page 11: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

Pada sistem biner Fe-C reaksi eutektik akan terjadi pada titik 4,27%C

(gambar 2.2) bila dari fasa cair (liquid) didinginkan akan berubah

menjadi 2 fasa padatan yaitu (austenit) + (Fe3C atau cementit), fasa

ini disebut juga ledeburit.

b. Transformasi eutektoid

Gambar 2.4. Transformasi eutektoid

Dari diagram fasa Fe-C reaksi ini akan terjadi pada kandungan 0,76% C,

dimana dari satu padatan austenit bila didinginkan akan berubah menjadi

dua padatan yaitu (ferrit) dan Fe3C (cementit), fasa yang terbentuk

disebut fasa perlit.

c. Transformasi peritektik

Gambar 2.5. Transformasi peritektik

Transformasi peritektik pada proses pendinginan mengubah satu fasa

padatan dan satu fasa cair menjadi satu fasa padatan. Pada diagram fasa

Fe-C terjadi pada kandungan karbon 0,16 %C, dimana fasa dan fasa

cair berubah menjadi fasa .

Transformasi eutektoid, eutektik melibatkan pembentukan fasa-fasa dengan

komposisi yang berbeda dari matriksnya sehingga dengan demikian diperlukan

difusi dalam jarak relatif panjang (long range difusion). Dilain pihak terdapat jenis

transformasi lain yang berlangsung tanpa adanyaperubahan komposisi atau tanpa

difusi skala panjang apapun, seperti yang terjadi dalam transformasi martensitik.

16

Page 12: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

b. Transformasi Martensitik Pada Baja

Transformasi martensitik adalah transformasi yang tidak melibatkan difusi

atom (difusionless transformation). Selama transformasinya tidak melibatkan

loncatan atom yang merupakan karakteristik transformasi yang dikontrol oleh

difusi. Tidak adanya difusi berarti bahwa produk martensitnya memiliki

komposisi yang sama dengan komposisi fasa induknya, dan bila fasa induknya

teratur (ordered) maka produk transformasinya-pun juga teratur.

Perlu dicatat bahwa tidak seluruh martensit adalah getas (brittle). Martensit

yang terbentuk dalam baja memang getas karena distorsi yang dihasilkan oleh

atom-atom karbon yang tertinggal didalam kisi body centered tetragonal BCT

sangat besar. Namun demikian dalam martensit subsitusional (misal Fe-305Ni dan

Ni-35%Al), efek pengerasannya tidak terlalu besar karena distorsi kisinya relatif

kecil.

Pada prinsipnya ada tiga kharakteristik yang mencirikan transformasi

martensitik :

1. Dispalcive, artinya terjadi pergeseran bidang kisi

2. Tanpa difusi

3. Kinetika dan morfologinya ditentukan oleh energi regangan yang muncul dari

pergeseran bidang kisi

Sebagai contoh, transformasi bainitik memiliki kharakteristik 1 dan 3 tetapi tidak

2, sehingga tidak dapat dikatakan martensitik.

Pada 1924 Bain menyarankan bahwa transformasi austenit (fasa induk)

menjadi martensit dalam baja dapat diterangkan oleh pembentukan kisi body

centered tetragonal (BCT) dari kisi fasa induk austenit yang face-centered cubic

(FCC) sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.6. Bagian dari deformasi kisi

yang menyebabkan perubahan dalam struktur kristal adalah deformasi murni dan

biasanya disebut distorsi Bain.

17

Page 13: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

Gambar 2.6. Distorsi kisi dan kisi BCT usulan Bain pada transformasi martensitik

dalam baja[5 hal 42]

Ada dua tipe morfologi martensit yang terbentuk dalam Fe-C yaitu Lath

martensit dan Plate martensit:

a. Lath martensit memilikikerapatan dislokasi yang tinggi dengan atau

tanpa kembaran. Struktur lath martensit ditunjukkan pada gambar 2.7.

Gambar 2.7. Struktur Lath martensit, foto mikroskop elektron, 20000x

18

Page 14: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

b. Plate martensit (lenticular) yang mengandung substruktur internal dari

kembaran dangan atau tanpa dislokasi. Struktur martensit plate

ditunjukkan pada gambar 2.8.

Gambar 2.8. Struktur plate martensit, warna hitam austenit sisa, 1000x

Temperatur transformasi yang lebih rendah cenderung memberikan

konsentrasi martensit plat kembaran yang lebih tinggi. Karena peningkatan

konsentrasi karbon menurunkan temperatur mulai terbentuknya martensit, maka

baja dengan karbon yang lebih tinggi cenderung memiliki fraksi volume yang

lebih tinggi dari martensit plat. Dilain pihak dalam baja karbon rendah

martensitnya terutama adalah tipe lath.

2.5. Diagram TTT (Time Temperature Transformation)

Diagram fasa Fe-C yang telah dibahas sebelumnya berlaku umum untuk

semua baja, dan hanya berlaku untuk transformasi terutama pada proses

pendinginan yang sangat lambat. Namun untuk transformasi fasa paduan Fe-C

dengan kecepatan pendinginan lebih tinggi digunakan diagram TTT. Untuk setiap

baja dengan kandungan prosentase karbon berbeda mimiliki diagram TTT yang

berbeda pula.

19

Page 15: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

Gambar 2.9. Diagram TTT untuk baja karbon AISI 1080[5 hal 51]

Time-Seconds

Gambar 2.10. Diagram TTT untuk baja karbon AISI 1045[7 hal 29]

20

Page 16: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

Perhatikan gambar 2.9, untuk baja karbon AISI 1080 (baja eutektoid).

Transformasi dimulai dari temperatur austenisasinya, batas temperatur

austenisasinya adalah garis As pada gambar tersebut. Mulai dari garis tersebut ke

atas austenitnya stabil dan kebawah austenitnya tidak stabil (metastabil), tidak

stabil disini artinya kalau lewat temperatur tersebut austenit terus bertransformasi.

Kemudian berikutnya yang perlu kita perhatikan yaitu setiap trasnformasi yang

melibatkan kecepatan pendinginan yang lambat mekanismenya adalah difusi. Jadi

bila baja karbon AISI 1080 kita transformasikan dari austenit ke perlit maka, itu

tidak berubah pada detik yang sama, melainkan membutuhkan waktu untuk

bertransformasi. Untuk mendapatkan perlit (F (ferit) + C (cementit)) maka

kecepatan pendinginan harus lambat .

Lain halnya dengan transformasi austenit ke martensit, begitu kita celup

cepat ke dalam air (quench) maka transformasi martensit akan terjadi dengan

kecepatan yang lebih tinggi dari kecepatan suara tanpa adanya difusi. Martensit

akan mulai terbentuk begitu pendinginan mencapai garis Ms (martensit start) dan

akan mencapai 90% martensit pada titik M90.

Selama kecepatan pendinginannya berada disebelah kiri dari hidung

diagram transformasinya, maka kita akan memperoleh seluruhnya martensit (garis

nomor 1). Jika pendinginannya menyinggung hidung garis transformasinya

disebut sebagai kecepatan pendinginan kritis, artinya ialah kecepatan yang paling

lambat tetapi masih menghasilkan martensit (garis nomor 2).

Garis martensit start (Ms) akan meningkat bila kadar karbon menurun,

seperti pada gambar 2.10 diagram TTT AISI 1045, Ms berada pada temperatur

300oC sedangkan pada AISI 1080, Ms pada 220oC dan kemungkinan terbentuknya

martensit akan semakin kecil pula. Seperti terlihat pada gambar 2.11 diagram TTT

untuk baja karbon AISI 1021 dan gambar 2.12. diagram TTT baja karbon AISI

1006.

21

Page 17: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

Gambar 2.11. Diagram TTT baja karbon AISI 1021[5hal50]

Gambar 2.12. Diagram TTT baja karbon AISI 1006[5hal50]

22

Page 18: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

2.6. Tempering

Sifat mekanis martensit adalah keras dan getas. Sifat seperti ini umumnya

tidak diinginkan, kecuali beberapa tujuan khusus. Oleh sebab itu, hasil perlakuan

panas quench hardening yang keras dan getas perlu dimodifikasi untuk

mendapatkan sifat yang lebih sesuai untuk tujuan konstruksi. Untuk mendapatkan

kombinasi kekuatan, ketangguhan/ kekokohan (toughness) dan keuletan dari baja

yang diquench maka terhadap baja yang telah diquench tersebut kemudian

dipanaskan pada temperatur dibawah A1, cara ini dikenal sebagai tempering.

Berdasarkan perubahan struktur mikro, maka tahap-tahap tempering dibagi

lima tahap (Catatan : selang temperatur antara tahap-tahap ini dapat tumpang

tindih) [1 bab VII hal1], yaitu :

a. Tahap pertama pada T = 20 – 250oC. Dalam keadaan ini terjadi

dekomposisi martensit (karbon tinggi) yang lewat jenuh menjadi

karbida transisi: karbida () atau karbida eta () dan martensit

karbon rendah (”). Jadi terjadi reaksi: ’ → atau ’ → + ”.

b. Tahap kedua pada T = 200 – 300 oC. Pada tahap ini terjadi

dekomposisi retained austenit menjadi bainit (bainitic ferrite +

carbide). Pada temperatur tinggi bainitnya mengandung bainitic

ferrite + cementit, sedangkan pada T rendah bainitnya mengandung

banitic ferrite + carbida atau .

c. Tahap ketiga pada T = 250 – 350 oC. Pada tahap ini berlangsung

transformasi produk reaksi tahap 1 dan tahap 2 membentuk ferit dan

cementit chi () atau eta ().

d. Tahap empat pada T = 350 – 500oC. Pada tahap ini berlangsung

pertumbuhan dan spheroidisasi dari sementit yang awalnya

berbentuk batangan. Spheroidisasi berlangsung dengan mekanisme

pengkasaran (coarsening).

e. Tahap lima pada T = 500 – 650oC. Berlaku khususnya untuk baja-

baja paduan, terutama yang mengandung unsur-unsur pembentuk

karbida. Pada tahap ini terjadi pembentuka karbida-karbida dari

23

Page 19: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

unsur-unsur pemadu dan pembentukan fasa intermetalik. Tahap

kelima dari tempering ini sering disebut sebagai secondary

hardening.

Perubahan struktur mikro selama tempering akan merubah sifat mekanis

baja. Jadi waktu dan temperatur tempering akan merubah struktur mikro dan

sebagai akibatnya merubah pula sifat mekanis. Tempering dapat meningkatkan

kekerasan pada temperatur sampai dengan 150oC untuk C yang tinggi (C0.18%)

dikarenakan pada temperatur yang relatif rendah tempering menghasilkan

sejumlah karbida transisi berukuran kecil sehingga memberi pengaruh penguatan

dispersi (dispersion strengthening) yang mengimbangi penurunan kekerasan

(softening effect) akibat dari deplesi karbon matriks martensit.

Di atas 200oC selama tempering tahap 3 dan 4 terjadi penurunan kekerasan

karena pelunakan matriks dan coarsening partikel-partikel karbida. Kekerasan

minimum dicapai pada temperatur dekat dengan temperatur eutektoidnya

(720oC). Pengkasaran sementit pada T = 400 – 700 oC dapat dicegah oleh unsur-

unsur Si, Cr, Mo dan W dalam baja. Atau unsur-unsur ini dapat menahan struktur

Widmanstatten sementit berukuran kecil sampai temperatur yang lebih tinggi

melalui :

Segregasi unsur-unsur ini pada antarmuka karbida sementit

Berpartisi ke dalam sementit.

Unsur-unsur pemadu menahan kecepatan softening sampai temperatur

yang lebih tinggi selama tempering dengan cara :

Stabilisasi karbida transisi

Stabilisasi martensit lewat jenuh

Menahan pengendapan dan pertumbuhan sementit.

24

Page 20: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

2.7. Media Pendingin

Kemampuan suatu jenis media pendingin dalam mendinginkan spesimen

bisa berbeda-beda. Perbedaan kemampuan mendinginkan media pendingin

disebabkan oleh temperatur, kekentalan, kadar larutan dan bahan dasar media

pendingin. Ada beberapa jenis media pendingin yang sering digunakan,

diantaranya adalah air garam, air, oli, udara bertekanan dan polimer.

Air sebagai media celup cepat sangat umum digunakan, terutama untuk baja

karbon, baja paduan rendah dan baja tahan karat. Air memiliki panas jenis dan

konduktifitas termal tinggi, sehingga kemampuan mendingikannya tinggi. Ketika

benda kerja dicelupkan kedalam air, akan terbentuk selimut uap air disekeliling

permukaan benda kerja dan naiknya temperatur dari air akan terjadi penurunan

yang tajam dari kemampuan pendinginannya. Selimut uap juga akan

menyebabkan tidak homogennya kekerasan (tergantung bentuk benda kerja). Laju

pendinginan air dapat ditingkatkan dengan menambahkan NaOH, garam, asam

belerang dan sebagainya. Dengan penambahanan garam akan mencegah

terbentuknya uap disekeliling benda kerja.

Oli juga merupakan media pendingin yang banyak digunakan dengan laju

pendinginan yang lebih lambat dibandingkan air. Sifat oli memiliki koduktifitas

termal dan panas laten yang tergolong rendah, serta memiliki viskositas tinggi

sehingga laju pendinginan menjadi rendah. Dalam perdagangan ada dua macam

viskositas, misalnya SAE 40 dan SAE 40 W. SAE 40W tidak begitu peka

terhadap temperatur, sedangkan oli SAE 40 peka terhadap temperatur .Indek

kekentalan diikuti huruf W yang menunjukkan kekentalan pada suhu 200oC,

sedangkan kekentalan yang tidak diikuti huruf W menyatakan kekentalan pada

suhu 1000C, dengan adanya perkembangan teknologi lebih dari satu tingkat

klasifikasi viskositasnya yang dikenal dengan minyak pelumas multigrande.

Penulisan angka viskositas misalnya SAE 40W – 50 dengan maksud standar

olinya SAE 40 pada suhu 200oC dan standar sampai SAE 50 pada suhu 1000oC,

sehingga minyak pelumas ini bila digunakan di lingkungan suhu dingin akan

25

Page 21: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

bersikap sebagai pelumas SAE 40W sedangkan bila digunakan dilingkungan suhu

panas akan bersikap sebagai minyak

pelumas SAE 50W.

Penggunaan pelumas sebagai media pendingin dalam proses perlakuan akan

menyebabkan timbulnya lapisan karbon pada bagian permukaan spesimen yang

akan mempengaruhi sifat mekanis spesimen. Tingkat lapisan ini tergantung pada

laju shear, yaitu kecepatan tiap tebal film pelumas. Kerusakan pada zat aditif

pelumas karena peningkatan temperatur dapat menyebabkan terjadinya penurunan

ketebalan lapisan karbon saat pelumas digunakan sebagai media pendingin.

Penggunaan pelumas Mesran SAE 40W – 50 dan SAE 40W – 40 pada sebagian

besar kendaraan bermotor mendorong peneliti untuk menggunakannya sebagai

salah satu media pendingin pada quenching.

2.8. Tungku Pemanas (Furnance)

Ada beberapa cara yang umum digunakan dalam proses pemanasan logam

yang akan dilaku panas, diantaranya menggunakan tungku induksi, nyala api

(flame):

1. Tungku muffle

Adalah suatu tungku yang menggunakan sistem induksi listrik melalui

lilitan kawat sebagai elemen pemanas didalam ruang pemanasan.

Tungku jenis ini dapat mencapai temperatur hingga 1200oC dengan

kecepatan rambat panas antara 10 – 12 oC/menit. Namun tungku jenis ini

mempunyai beberapa kelemahan yaitu meudah terjadi oksidasi dan

dekarburisasi serta tidak cocok digunakan untuk produk-produk dengan

ukuran besar.

26

Page 22: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

Gambar 2.13. Tungku Muffle

2. Tungku Salt Bath

Gambar 2.14. Tungku salt bath

Ruang pemanas tungku jenis adalah berupa bath yang diisi dengan

larutan garam yang dipanaskan hingga temperatur tertentu, benda kerja

dipanaskan terleih dahulu. Tungku jenis ini memiliki beberapa kelebihan

; hasil pemanasan homogen, waktu pemanasan relatif cepat, benda kerja

terlindung dari okdidasi dan dekarburisasi. Keleamahan tungku ini

adalah berbahaya bagi operator karena kotoran dan garam mngendung

cyanida.

27

Page 23: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

3. Fluidised Bed

Fluidised bed terdiri atas sebuah retort yang terbuat dari stainless steel

tahan panas berisi aluminium oksida. Aluminium oksida selain berfungsi

sebagai mediator juga berfungsi sebagai penghantar panas. Dengan

adanya aliran gas maka aluminium oksida akan bersirkulasi sehingga

panas akan merata.

Sumber panas didapat dari tiga buah elemen pemanas yang dihubungkan

dengan listrik. Dimana adanya aliran gas tersebut maka partikel

aluminium oksida akan tampak bebas sehingga akan terlihat seperti

cairan.

Gambar 2.15. Tungku Fluidised Bed

Dalam proses pemanasan udara, amoniak, nitrogen, LPG, CO2 dan gas

lain dicampur untuk menghasilkan pelindung benda kerja dari oksidasi.

Untuk laku panas, distributor yang berpori akan menjamin aliran udara

yang rata. Pemanasan dilakukan dengan listrik ataupun gas proses

quenching di fluidised unit dengan menggunakan prinsip yang sama

seperti tungku lainnya.

2.9. Pengujian Kekerasan

Deformasi merupakan dampak perubahan atau perilaku yang terjadi pada

bahan bila mendapat pembebanan. Semua bahan padat akan berubah bentuk bila

mengalami pembebanan dari luar pada batas tertentu, bila pada bahan padat

diberikan beban hingga batas tertentu yang mengakibatkan bahan padat berubah

bentuk, kemudian beban tersebut ditiadakan dan bahan padat dapat kembali

28

Page 24: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

kekeadaanya semula, maka peristiwa pada bahan disebut deformasi elastik. Tetapi

bila bahan tidak kembali kekeadaan semula setelah beban ditiadakan maka bahan

tersebut dianggap mengalami deformasi plastik.

Bahan logam pada umumnya dapat pula diklasifikasi sebagai ulet dan

getas, tergantung apakah bahan itu memperlihatkan kemampuan untuk mengalami

deformasi plastik atau tidak. Gambar 2.15 melukiskan garis lengkung tegangan-

regangan tarik suatu bahan ulet. Keuletan yang memadai merupakan suatu

pertimbangan rekayasa yang penting, sebab keuletan memberi kesempatan kepada

bahan untuk distribusi ulang tegangan setempat. Bahan yang getas rentan terhadap

patah bila terdeformasi, seperti pada besi cor.

Gambar 2.16. (a) Garis lengkung tegangan-regangan untuk bahan yang

getas sempurna (b) garis lengkung tegangan-regangan

untuk logam getas dengan sedikit keuletan.

a. Kekerasan Brinell

Uji kekerasan lekukan yang pertama kali banyak digunakan serta disusun

pembakuannya adalah metode yang diajukan oleh J.A. Brinell pada tahun 1900.

Uji kekerasan Brinell berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam

dengan memakai bola baja berdiameter 10 mm dan diberi beban 3000 kg. Untuk

logam lunak, beban dikurangi hingga tinggal 500 kg, untuk menghindarkan jejak

yang dalam, dan untuk bahan yang sangat keras, digunakan paduan karbida

tungsten, untuk memperkecil terjadinya distorsi indentor. Beban diterapkan

29

Page 25: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

selama waktu tertentu, biasanya 30 detik, dan diameter lekukan diukur dengan

mikroskop daya rendah, setelah beban tersebut dihilangkan. Kemudian dicari

harga rata-rata dari 2 buah pengukuran diameter pada jejak yang berarah tegak

lurus. Permukaan dimana lekukan akan dibuat harus relatif halus, bebas daru debu

atau kerak. Angka kekerasan Brinell (BHN) dinyatakan sebagai beban P dibagi

luas permukaan lekukan. Rumus untuk angka kekerasan tersebut adalah :

di mana P = beban yang diterapkan, kg

D = diameter bola, mm

d = diameter lekukan, mm

t = kedalaman jejak, mm

b. Kekerasan Meyer

Meyer mengajukan definisi mengenai kekerasan yang lebih rasional

dibanding yang diajukan oleh Brinnell, yakni berdasarkan luas proyeksi jejak,

bukan luas permukaannya. Tekanan rata-rata antara luas penumbuk (indenter) dan

lekukan adalah sama dengan beban dibagi luas proyeksi lekukan.

Meyer nengemukakan bahwa tekanan rata-rata ini, dapat diambil sebagai ukuran

kekerasan, dan dinamakan kekerasan Meyer,

c. Kekerasan Vikers

Uji kekerasan Vikers menggunakan penumbuk piramida intan yang

dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besarnya sudut antara permukaan-permukaan

piramid yang saling berhadapan adalah 136o. Sudut ini dipilih, karena nilai

tersebut mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antara

diameter lekukan dan diameter bola penumbuk pada uji kekerasan Brinell. Karena

30

Page 26: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

bentuk penumbuknya piramid, maka pengujian ini sering dinamakan uji

kekerasan priamida intan. Angka kekerasan piramida intan (DPH), atau angka

kekerasan Vikers (VHN atau VPH), didefinisikan sebagai beban dibagi luas

permukaan lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran

mikroskopik panjang diagonal jejak. DPH dapat ditentukan dari persamaan

berikut :

Dimana P = beban yang diterapkan

L = panjang diagonal rata-rata

= sudut antara permukaan intan yang berlawanan = 136o

d. Kekerasan Rockwell

Uji kekerasan yang paling banyak dipergunakan di Amerika serikat

adalah uji kekerasan Rockwell. Hal ini disebabkan oleh sifat-sifatnya yaitu: cepat,

bebas dari kesalahan manusia, mampu untuk membedakan perbedaan kekerasan

yang kecil pada baja yang diperkeras, dan ukuran lekukannya kecil, sehingga

bagian yang mendapat perlakuan panas yang lengkap, dapat diuji kekerasannya

tanpa menimbulkan kerusakan. Uji ini menggunakan kedalaman lekukan pada

beban yang konstan sebagai ukuran kekerasan. Mula-mula diterapkan beban kecil

sebesar 10 kg untuk menempatkan benda uji. Hal ini akan memperkecil jumlah

preparasi permukaan yang dibutuhkan dan juga memperkecil kecenderungan

untuk terjadi penumbukan keatas atau penurunan yang disebabkan oleh

penumbuk. Kemudian diterapkan beban yang besar, dan secara otomatis

kedalaman lekukan akan terekam pula gage penunjuk yang menyatakan angka

kekerasan. Penunjuk tersebut terdiri atas 100 bagian, masing-masing bagian

menyatakan penembusan sedalam 0,00008 inci. Petunjuk kebalikan sedemikian

hingga kekerasan yang tinggi yang berkaitan dengan penembusan yang kecil,

menghasilkan penunjukkan angka kekerasan yang tinggi. Hal ini sesuai dengan

angka kekerasan yang lain yang telah dijelaskan sebelumnya. Tetapi tidak seperti

31

Page 27: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

penentuan kekerasan cara Brinell dan Vikers, yang mempunyai satuan kg per inci

kuadrat, angka kekerasan Rockwell semata-mata tergantung pada kita.

Suatu kombinasi antara beban dan penumbuk, tidak akan memberikan

hasil yang memuaskan, untuk bahan-bahan yang mempunyai daerah nilai

kekerasan yang luas. Biasanya digunakan penumbuk berupa kerucut intan 120o

dengan puncak yang hampir bulat dan dinamakan punumbuk Brale; serta bola

baja berdiameter 1/16 inci dan 1/8 inci. Beban besar yang digunakan adalah 60,

100, dan 150 kg. Karena kekerasan Rockwell tidak tergantung pada beban dan

penumbuk, maka diperlukan keterangan mengenai kombinasi yang digunakan.

Hal ini dilakukan dengan cara memberikan awalan huruf pada angka kekerasan

yang menunjukkan kombinasi beban dan penumbuk tertentu untuk skala beban

yang digunakan. Suatu angka kekerasan Vikers tanpa awalan huruf, tidak

mempunyai arti. Baja yang diperkeras diuji dengan skala C dengan menggunakan

penumbuk intan dan beban besar 140 kg. Daerah dari skala tersebut adalah dari

skala dari RC 0 hingga RC 100. Skala A (penumbuk intan, beban besar 60 kg)

merupakan skala kekerasan Rockwell yang paling luas, yang dapat digunakan

untuk bahan-bahan mulai dari tembaga yang dilunakan hingga karbida sementara

(cemented carbide). Terdapat skala yang dapat digunakan untuk keperluan-

keperluan khusus.

Uji kekerasan Rockwell sangat berguna dan mempunyai kemampuan

ulang (reproducible) asalkan sejumlah kondisi sederhana yang diperlukan dapat

dipenuhi. Sebagian besar hal-hal yang disusun berikut dapt diterapkan dengan

baik pada uji kekerasan yang lain.

- Penumbuk dan landasan harus bersih dan terpasang dengan baik

- Permukaan yang akan diuji harus bersih dan kering, halus, dan bebas dari

oksida. Permukaan yang kasar biasanya dapat menggunakan uji Rockwell

- Permukaan harus datar dan tegak lurus terhadap penumbuk.

32

Page 28: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

- Uji untuk permukaan silinder akan memberikan hasil pembacaan yang

rendah, kesalahan yang terjadi tergantung pada lengkungan, beban

penumbuk, dan kekerasan bahan.

- Tebal benda uji harus sedemikian hingga tidak terjadi gembung (bulge)

pada permukaan dibaliknya. Dianjurkan agar tebal benda uji 10 kali

kedalaman lekukan. Pengujian dilakukan pada bahan yang tebalnya satu

macam.

- Daerah diantara lekukan-lekukan harus 3 hingga 5 kali diameter

lekukan.

- Kecepatan penerapan beban harus dibakukan. Hal ini dilakukan dengan

cara mengatur daspot pada mesin uji Rockwell. Tanpa pengontrolan beban

secara hati-hati dapat terjadi variasi nilai kekerasan yang cukup besar pada

bahan-bahan yang lunak. Untuk bahan-bahan yang demikian gagang

pengoperasi mesin uji Rockwell harus dikembalikan keposisi semula

segeera setelah beban besar diterapkan secara penuh.

2.10. Metalografi

Metalografi adalah ilmu dan seni dalam mempersiapkan permukaan

logam untuk dianalisis dengan terlebih dahulu melalui proses pemotongan,

gerinda, pemolesan, dan etsa untuk memunculkan mikrostruktur logam yang

kemudian diamati menggunakan mikroskop optik maupun mikroskop elektron.

Ada beberapa tahap dalam proses metalografi :

a. Preparasi Sampel

Proses persiapan awal sampel metalografi meliputi kegiatan pemotangan

sampel (cutting) dan pembingkaian spesimen (mounting);

Pemotongan (Cutting)

Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik

merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut

didasarkan pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada

33

Page 29: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

umumnya bahan komersil tidak homogen, sehingga satu sampel yang

diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif.

Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga

menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan atau

kondisi di tempat-tempat tertentu (kritis), dengan memperhatikan

kemudahan pemotongan pula. Secara garis besar, pengambilan sampel

dilakukan pada daerah yang akan diamati mikrostruktur maupun

makrostrukturnya. Sebagai contoh, untuk pengamatan mikrostruktur

material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat

mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi

terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil

dari daerah yang jauh dari daerah gagal.

Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah

kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu,

setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai. Ada

beberapa sistem pemotongan sampel berdasarkan media pemotong yang

digunakan, yaitu meliputi proses pematahan, pengguntingan,

penggergajian, pemotongan abrasi (abrasive cutter), gergaji kawat, dan

EDM (Electric Discharge Machining). Berdasarkan tingkat deformasi

yang dihasilkan, teknik pemotongan terbagi menjadi dua, yaitu :

- Teknik pemotongan dengan deformasi yang besar, menggunakan

gerinda

- Teknik pemotongan dengan deformasi kecil, menggunakan low

speed diamond saw

Mounting

Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak

beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan

pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen

yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis,

dll. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen

34

Page 30: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara

umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah :

- Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)

- Sifat eksoterimis rendah

- Viskositas rendah

- Penyusutan linier rendah

- Sifat adhesi baik

- Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel

- Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk

ketidakteraturan yang terdapat pada sampel

- Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting

harus kondusif

Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis

reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting

menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin

(castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit.

Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih

sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas

dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis

yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material yang

keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan

thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini

berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam. Thermosetting

mounting membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan

(4200 lb/in2) dan panas (1490oC) pada mold saat mounting.

b. Pengampelasan (Grinding)

Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi

memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan agar

pengamatan struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan

35

Page 31: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

menggunakan kertas amplas yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan

mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah

(hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (150 hingga 2000 mesh). Ukuran

grit pertama yang dipakai tergantung pada kekasaran permukaan dan kedalaman

kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan.

Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air.

Air berfungsi sebagai pemidah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang

timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa

pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika

melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 450 atau

900 terhadap arah sebelumnya.

c. Pemolesan (Polishing)

Setelah diamplas sampai halus , sampel harus dilakukan pemolesan.

Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas

goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan

sampel hingga orde 0.01 μm. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah

mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar atau

bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan

karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh

permukaan sampel.

Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar kemudian dilanjutkan

dengan pemolesan halus. Ada 3 metode pemolesan antara lain yaitu sebagai

berikut :

Pemolesan Elektrolit Kimia

Hubungan rapat arus & tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit dan

material yang berbeda dimana untuk tegangan, terbentuk lapisan tipis pada

permukaan, dan hampir tidak ada arus yang lewat, maka terjadi proses

etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi proses pemolesan.

Pemolesan Kimia Mekanis

36

Page 32: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang

dilakukan serentak di atas piringan halus. Partikel pemoles abrasif

dicampur dengan larutan pengetsa yang umum digunakan.

Pemolesan Elektro Mekanis (Metode Reinacher)

Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada piring

pemoles. Metode ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga, kuningan,

dan perunggu.

d. Etching (Etsa)

Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara

selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik

menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur

yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material,

mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu pengetahuan

yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat.

Etsa Kimia

Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia dimana

zat etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik tersendiri sehingga

pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. Contohnya

antara lain : nitrid acid / nital (asam nitrit + alkohol 95%), picral (asam

picric + alkohol), ferric chloride, hydroflouric acid, dll. Perlu diingat

bahwa waktu etsa jangan terlalu lam (umumnya sekitar 4 – 30 detik), dan

setelah dietsa, segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan alkohol

kemudian dikeringkan dengan alat pengering.

Elektro Etsa (Etsa Elektrolitik)

Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektoetsa. Cara ini

dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta waktu

pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk stainless steel karena

37

Page 33: Heat Treatment 1045 Teori Dasar Oleh Teguh Pamoedji STT Pekanbaru

dengan etsa kimia susah untuk medapatkan detil strukturnya

e. Pengamatan Struktur Makro (Makrostruktur) dan Mikro

(Mikrostruktur)

Pengamatan metalografi dengan mikroskop dapat dibagi dua, yaitu :

1. Metalografi makro, yaitu pengamatan struktur pembesaran 10 – 50 kali

2. Metalografi mikro, yaitu pengamatan struktur pembesaran di atas 50 kali

Model perpatahan material secara umum dapat dibagi dua, yaitu

perpatahan ulet yang berkarakter berserabut (fibrous) dan gelap (dull), dan

perpatahan getas dimana permukaan patahan berbutir (granular) dan terang.

Selanjutnya pengamatan dapat dilakukan dengan stereoscope macroscope dan

SEM. Sedangkan untuk daerah hasil lasan, secara metalografi dapat ditunjukkan

adanya empat bagian, yaitu : composite zone, unmixed zone, partially melted

zone, dan true heat affected zone.

38