HASIL PENGAMATAN BIOKIMPANG konstanta michaelis.pdf
description
Transcript of HASIL PENGAMATAN BIOKIMPANG konstanta michaelis.pdf
-
EVELYN WIJAYA 240210120098
V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Praktikum biokimia pangan yang terakhir ini adalah mengenai penentuan
konstanta Michaelis-Menten yang merupakan suatu parameter kinetika enzim.
Konstanta Michaelis, yang lebih dikenal dengan Km merupakan konsentrasi
substrat yang separuh dari lokasi aktifnya telah terisi, yaitu bila kecepatan reaksi
enzim telah mencapai Vmaks (Wiesman, 1989). Setiap enzim memiliki nilai
Km yang berbeda-beda untuk suatu substrat, dan ini dapat menunjukkan seberapa
kuatnya pengikatan substrat ke enzim (Radzicka dan Wolfenden, 1995).
Penentuan konstanta Michaelis dilakukan dengan 3 tahap yaitu pemurnian
atau isolasi enzim beta-Fruktofuranosidase kemudian hidrolisis sukrosa dengan
enzim tersebut dan uji benedict.
Beta-Fruktofuranosidase merupakan enzim yang terkandung di dalam
yeast yang penting dalam memacu hidrolisis sukrosa menjadi fruktosa dan
glukosa. Enzim ini dikenal sebagai enzim invertase atau sukrase karena sifatnya
yang menghidrolisis sukrosa atau meninvertasi sukrosa.
Sukrosa merupakan golongan gula non pereduksi sedangkan glukosa dan
fruktosa merupakan golongan gula pereduksi. Untuk menentukan konstanta
Michaelis dari reaksi hidrolisis sukrosa ini digunakan metode pengukuran
menggunakan pereaksi kuantitatif Benedict.
Isolasi enzim beta-Fruktofuranosidase dilakukan dengan cara
menghaluskan 1 gram yeast dengan menggunakan alu dan mortar. Penghalusan ini
bertujuan untuk memecah dinding sel ragi karena enzim berada dalam sel. Setelah
halus, ke dalam yeast tersebut ditambahkan larutan buffer dengan pH 5 sebanyak
100ml kemudian dimasukkan dalam tabung sentrifuse dan disentrifugasi dengan
kecepatan tertentu dan diambil filtratnya.
Tahap selanjutnya adalah hidrolisis sukrosa dengan menggunakan enzim
beta-Fruktofuranosidase. Tahapan hidrolisisnya yaitu sebagai berikut pertama-
tama praktikan membuat campuran dalam tabung reaksi berupa sukrosa, aquades,
serta larutan buffer dengan volume yang terdapat pada tabel berikut
I II III IV V
Sukrosa (ml) 10 8 6 4 2
Akuades (ml) 0 2 4 6 8
Buffer (ml) 6 6 6 6 6
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013)
-
EVELYN WIJAYA 240210120098
Selanjutnya tabung tersebut dipanaskan hingga mencapai suhu 32C
selama 5 menit. Setelah 5 menit, tabung didinginkan sebentar dan ditambahkan
sebanyak 4ml suspensi yeast 1% dan diinkubasi dengan suhu 37C selama 6
menit dan ditambahkan 2ml NaOH 1%. Campuran tersebut selanjutnya disebut
sebagai larutan A yang akan diuji dengan uji benedict.
Hidrolisis sukrosa disajikan dalam gambar berikut ini:
Gambar 5.1 Hidrolisis Sukrosa (Sumber: 2012books.lardbucket.org)
Uji benedict dilakukan dengan cara memasukkan larutan A ke dalam
tabung reaksi dan menambahkan 5ml larutan benedict kemudian dipanaskan
hingga 96C. Larutan A yang sudah dipanaskan tersebut didinginkan sebentar
baru selanjutnya dimasukkan ke dalam kuvet untuk dibaca absorbansinya melalui
spektrofotometer dengan menggunakan panjang gelombang () 630nm.
Benedict terdiri dari campuran CuSO4, asam sitrat, dan basa. Jika suatu
gula merupakan gula pereduksi (glukosa, galaktosa, dll) Cu akan berubah menjadi
Cu2O yang berwarna merah bata jika kadar gula tersebut tinggi, tetapi jika
rendah, maka akan berwarna hijau, merah, atau kuning.
Gambar 5.2 Reaksi Uji Benedict
(Sumber: chemistry-science29.blogspot.com)
-
EVELYN WIJAYA 240210120098
Spektrofotometri adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer dan
fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu, sementara fotometer merupakan alat untuk mengukur
intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi.
Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Nilai Absorbansi
Kelompok Tabung Nilai Absorbansi (A)
6 I 1313
7 II 1570
8 III 1030
9 IV 723
10 V 887
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013)
Tabel di atas menunjukkan hasil pengukuran nilai absorbansi (A) yang
ditunjukkan oleh spektrofotometer. Nilai absorbansi dari setiap tabung berbeda-
beda, selain itu apabila dibandingkan nilai absorbansinya juga fluktuatif. Nilai
absorbansi (A) selanjutnya digunakan untuk menghitung laju reaksi dengan
menggunakan rumus :
, di mana waktu yang digunakan yaitu
waktu inkubasi selama 6 menit (360 detik).
Tabel 5.2 Hasil Perhitungan Konsentrasi dan Laju Reaksi
Tabung Konsentrasi
[S]
Nilai Absorbansi
(A/1000)
Laju Reaksi
[V]
1/[S]
(x)
1/[v] (y)
I 0,525 1,313 3,65 x 10-3
1,905 273,973
II 0,42 1,570 4,36 x 10-3
2,381 229,358
III 0,315 1,030 2,86 x 10-3
3,175 349,650
IV 0,21 0,723 2,00 x 10-3
4,762 500
V 0,105 0,887 2,45 x 10-3
9,524 408,163
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013)
Laju reaksi dari setiap larutan dapat dilihat pada tabel di atas. Berdasarkan
pengamatan, semakin besar konsentrasi substrat, laju reaksi semakin tinggi.
namun jika dilihat, pada konsentrasi terbesar (tabung 1), laju reaksinya lebih
rendah dibandingkan dengan konsentrasi substrat yang berada pada tabung 2. Hal
ini menunjukkan bahwa kecepatan reaksi tidak banyak mengalami kenaikan
dengan bertambahnya konsentrasi substrat. Pada substrat konsentrasi tinggi,
semua molekul enzim dapat membentuk ikatan komplek dengan substrat (E-S)
yang selanjutnya dengan kenaikan konsentrasi substrat tidak berpengaruh pada
kecepatan reaksinya (Tranggono, 1990).
-
EVELYN WIJAYA 240210120098
Setelah menghitung laju reaksi, praktikan kemudian menghitung Vmaks
dan juga Km dengan menggunakan data yang ada. Data untuk menghitung harga
Vmax dan Km adalah dengan membuat grafik hubungan antara 1/[v] dan 1/[S]
sehingga akan diperoleh persamaan linear, y = ax + b di mana y= 1/[v] dan x =
1/[S]. Intersep garis (b) yang didapat dari persamaan linear adalah
dan slope
(a) merupakan
(Suharto, 1995).
Grafik 1. Hubungan antara 1/[S] dan 1/[v]
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013)
Berdasarkan grafik di atas, semakin besar nilai substrat semakin tinggi
kecepatan reaksinya, namun ada suatu batas di mana penambahan konsentrasi
substrat tidak menambah kecepatan reaksi tetapi terjadi penurunan kecepatan
reaksi. Seharusnya garis penurunan tersebut cenderung konstan seperti yang
ditunjukkan oleh kurva dibawah ini menunjukkan bahwa kecepatan reaksi tidak
banyak mengalami kenaikan dengan bertambahnya konsentrasi substrat, jadi
jumlah enzim adalah faktor pembatasnya dan kecepatan maksimum telah dicapai
(Tranggono, 1990).
Gambar 5.3 hubungan konsentrasi substrat dengan kecepatan enzimatik
0
100
200
300
400
500
600
1,905 2,381 3,175 4,762 9,542
1/[
v]
1/[S]
y = 20,577x +
262,836
-
EVELYN WIJAYA 240210120098
Setelah melakukan pembuatan grafik, didapatkan persamaan linear yaitu
y=20,577 x + 262,836. Persamaan ini didapatkan dengan cara melakukan
perhitungan regresi dengan menggunakan kalkulator di mana
merupakan x dan
merupakan y. Dari persamaan linear y=20,577 x + 262,836 di ketahui 20,557
sebagai slope dan 262,836 sebagai intersep. Vmaks dan Km dihitung
menggunakan persamaan kurva Lineweaver Burk, yaitu:
Berikut merupakan perhitungannya:
Vmaks= 0,0038 mol/ml.menit
Km= 0,0752
Nilai Km selain digunakan sebagai ukuran afinitas E-S juga berhubungan
dengan tetapan keseimbangan disosiasi kompleks E-S menjadi E dan S. Bila Km
kecil berarti kompleks E-S mantap dan afinitas enzim terhadap substrat tinggi,
sedangkan bila nilai Km besar afinitasnya menjadi rendah (Fox, 1991).
Berdasarkan hasil perhitungan nilai Km yang diperoleh yaitu 0,0752. Nilai ini
kecil dan menunjukkan bahwa afinitas atau kerja enzim terhadap substrat tinggi.
Harga Km enzim sangat bervariasi tergantung dari jenis substrat, keadaan
lingkungan, dan kekuatan ion.
-
EVELYN WIJAYA 240210120098
VI. KESIMPULAN
1. Konstanta Michaelis (Km) merupakan suatu konsentrasi substrat yang
menyebabkan kecepatan reaksi oleh katalis enzim menjadi kecepatan
maksimumnya (Vm).
2. Beta-Fruktofuranosidase merupakan suatu enzim yang terkandung di
dalam yeast dan berperan penting dalam merangsang hidrolisis sukrosa
menjadi fruktosa dan glukosa.
3. Nilai absorbansi suatu larutan yang diuji dengan spektrofotometer
bergantung pada konsentrasi substrat.
4. Efektivitas dari enzim dapat dilihat dari nilai Km di mana semakin kecil
nilai Km efektivitas enzimnya tinggi.
5. Nilai Km yang diperoleh dari hasil praktikum yaitu 0,0752.
-
EVELYN WIJAYA 240210120098
DAFTAR PUSTAKA
Radzicka A, Wolfenden R. (1995). "A proficient enzyme". Science 6 (267): 90931. doi:10.1126/science.7809611
Suharto, I. 1995. Bioteknologi dalam Dunia Industri edisi 1. Andi Offset,
Yogyakarta.
Tranggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Yogyakarta:
Proyek Pengembangan Pusat Fasilitas Bersama Antar Universitas (Bank
Dunia XVII) PAU Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada.
Wiesman, A. 1989. Handbook of Enzymes Biothecnology 2nd
Edition. Ellis
Howard, New York.
-
EVELYN WIJAYA 240210120098
JAWABAN PERTANYAAN
1. Bila diperoleh data berikut, tentukan nilai Vmax dan Km bagi reaksi suatu
enzim.
[S] M V
2,5 x 10-6
28
4,0 x 10-6
40
1 x 10-5
70
2 x 10-5
95
4 x 10-5
112
1 x 10-4
128
2 x 10-3
139
1 x 10-2
140
Jawab:
X = 1/[S] Y = 1/v
400000 0.035714286
250000 0.025
100000 0.014285714
50000 0.010526316
25000 0.008928571
10000 0.0078125
500 0.007194245
100 0.007142857
Perhitungan regresi
Y = 7 . 10-8
x + 0,0071
A (slope) = 7 . 10-8
B (intersep) = 0,0071
Vmaks = 1 / 0,0071
= 140,85 mol/L menit
Km = a(slope) x Vmak
= 7 .10-8
x 140,8
= 9,86 x 10-7