HASIL DAN PEMBAHASAN · HASIL DAN PEMBAHASAN . ... Bentuk sperma normal, b) ... pemeriksaan lanjut...

17
HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel semen sapi yang diuji dalam penelitian ini berasal dari 13 (76.47%) BIB ditambah satu laboratorium IB dari total 17 BIB/BIBD yang ada di Indonesia, dengan jumlah total sapi jantan 164 ekor. Sapi-sapi tersebut terdiri atas jenis Simmental, Limousine, Brahman, Bali, Brangus, Angus, Ongole, Peranakan Ongole (PO), peranakan Simmental Brahman (Simbrah) dan Friesian Holstein atau FH (Tabel 3). Dari jumlah tersebut jenis Simmental merupakan sapi yang paling banyak (42.68%) sedangkan PO, Ongole dan Simbrah jenis yang paling sedikit masing-masing hanya satu ekor (0.61%). Tabel 3 Jenis Sapi Pejantan pada 13 BIB dan 1 laboratorium IB Bangsa Sapi Jumlah (ekor) (%) Simmental 70 42,68 Limousine 30 18,29 Bali 22 13,42 FH 22 13,42 Brahman 12 7,32 Brangus 3 1,83 Angus 2 1,22 Simbrah 1 0,61 PO 1 0,61 Ongole 1 0,61 Jumlah 164 100% Abnormalitas Primer Spermatozoa Abnomalitas primer merupakan kelainan yang bersifat serius dikarenakan terjadi pada proses spermatogenesis dan beberapa kelainan dapat diturunkan (Chenoweth 2005), sehingga apabila ditemukan dalam jumlah tinggi pada semen, maka pejantan tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai sumber bibit. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan 13 jenis kelainan spermatozoa primer yaitu pearshape, narrow at the base, narrow (tapered head), abnormal contour, undeveloped, round head, variable size (macrocephalus/microcephalus), double head, abaxial, knobbed acrosome defect, detached head, dan diadem (Gambar 4).

Transcript of HASIL DAN PEMBAHASAN · HASIL DAN PEMBAHASAN . ... Bentuk sperma normal, b) ... pemeriksaan lanjut...

Page 1: HASIL DAN PEMBAHASAN · HASIL DAN PEMBAHASAN . ... Bentuk sperma normal, b) ... pemeriksaan lanjut diperoleh bahwa sel tersebut tidak disusun oleh materi genetik

HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel semen sapi yang diuji dalam penelitian ini berasal dari 13

(76.47%) BIB ditambah satu laboratorium IB dari total 17 BIB/BIBD yang ada

di Indonesia, dengan jumlah total sapi jantan 164 ekor. Sapi-sapi tersebut terdiri

atas jenis Simmental, Limousine, Brahman, Bali, Brangus, Angus, Ongole,

Peranakan Ongole (PO), peranakan Simmental Brahman (Simbrah) dan Friesian

Holstein atau FH (Tabel 3). Dari jumlah tersebut jenis Simmental merupakan sapi

yang paling banyak (42.68%) sedangkan PO, Ongole dan Simbrah jenis yang

paling sedikit masing-masing hanya satu ekor (0.61%).

Tabel 3 Jenis Sapi Pejantan pada 13 BIB dan 1 laboratorium IB

Bangsa Sapi Jumlah (ekor) (%)

Simmental 70 42,68

Limousine 30 18,29

Bali 22 13,42

FH 22 13,42

Brahman 12 7,32

Brangus 3 1,83

Angus 2 1,22

Simbrah 1 0,61

PO 1 0,61

Ongole 1 0,61

Jumlah 164 100%

Abnormalitas Primer Spermatozoa

Abnomalitas primer merupakan kelainan yang bersifat serius dikarenakan

terjadi pada proses spermatogenesis dan beberapa kelainan dapat diturunkan

(Chenoweth 2005), sehingga apabila ditemukan dalam jumlah tinggi pada semen,

maka pejantan tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai sumber bibit.

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan 13 jenis kelainan spermatozoa primer

yaitu pearshape, narrow at the base, narrow (tapered head), abnormal contour,

undeveloped, round head, variable size (macrocephalus/microcephalus), double

head, abaxial, knobbed acrosome defect, detached head, dan diadem (Gambar 4).

Page 2: HASIL DAN PEMBAHASAN · HASIL DAN PEMBAHASAN . ... Bentuk sperma normal, b) ... pemeriksaan lanjut diperoleh bahwa sel tersebut tidak disusun oleh materi genetik

Bentuk kepala pearshape atau pyriform dalam Barth et al. (1992) disebut

juga narrow at the base. Akan tetapi berdasarkan derajat penyempitan pada

bagian post acrosome regional, bentuk pearshape dibedakan dengan kelainan

yang berbentuk seperti buah pear di mana daerah akrosom (anterior) tampak

penuh berisi kromatin atau membesar, sedangkan post acrosome sempit sedikit

memanjang dengan batas jelas antara daerah anterior dan posterior.

g h

b c

e f

i

a

d

Gambar 4 Bentuk normal dan abnormalitas primer spermatozoa (Pewarnaan Williams) a) Bentuk sperma normal, b) Pearshape, c) Narrow at the base, d) Abnormal contour, e) Undeveloped f) Round head, g) Abaxial, h) Microsephalus dengan KA defect, i) Detached head

Page 3: HASIL DAN PEMBAHASAN · HASIL DAN PEMBAHASAN . ... Bentuk sperma normal, b) ... pemeriksaan lanjut diperoleh bahwa sel tersebut tidak disusun oleh materi genetik

Pada penelitian ini tanpa melihat bangsa sapi terdapat 2.02% dan 0.34%

abnormalitas pearshape dan narrow at the base. Penelitian yang dilakukan oleh

Sarder (2004) terhadap enam kelompok bangsa sapi menemukan tingkat

abnormalitas pearshape lebih rendah dari hasil penelitian ini yaitu hanya 0.79%,

sebaliknya jumlah kelainan narrow at the base justru lebih tinggi yaitu 1.71%.

Al-Makhzoomi et al. (2007) melaporkan tingkat abnormalitas pearshape dan

narrow at the base yang cukup tinggi yaitu 6.5% dan 4.3% pada pejantan sapi

perah Swedia.

Menurut Barth et al. (1992) kelainan pearshape dan narrow at the base

ini biasa ditemukan pada semen seekor pejantan sapi dengan jumlah yang

bervariasi dan tidak mempengaruhi fertilitas sepanjang derajat penyimpitan yang

tidak terlalu parah. Sebelumnya Barth dan Oko (1989) juga melaporkan kelainan

pearshape dalam jumlah yang tinggi dapat menurunkan fertilitas. Kelainan ini

bersifat genetik, hal ini terbukti sapi jantan keturunan dari tetua dengan tingkat

abnormalitas pearshape yang tinggi memperlihatkan gambaran semen yang sama

dengan tetuanya (Barth & Oko 1989)

Bentuk kepala narrow (tapered) merupakan jenis kelainan kepala dimana

daerah akrosom dan postacrosome mengalami penyempitan akibat perkembangan

yang tidak sempurna pada saat spermatosit primer. Pada bentuk narrow, kepala

spermatozoa terlihat lebih kecil dan panjang daripada kepala normal tanpa batas

yang jelas. Bentuk narrow ini hampir sama dengan bentuk pearshape, akan tetapi

bagian nukleus pada bentuk narrow terlihat lebih menyempit atau memanjang.

Pada penelitian ini abnormalitas bentuk narrow ditemukan sebesar 0.21% lebih

kecil jika dibandingkan dengan temuan Sarder (2004) dan Al-Makhzoomi et al.

(2008), masing-masing sebesar 1.03% dan 0.4%. Bentuk narrow yang tidak

terlalu sempit didaerah postregional acrosome serta tidak disertai kelainan pada

spermatogenesis tidak menurunkan fertilitas (Barth et al. 1992).

Abnormal contour dan undeveloped. Kedua istilah ini oleh Barth dan Oko

(1989) disebut teratoid spermatozoa yaitu spermatozoa yang mengalami aberasi

struktur yang menyebabkan spermatozoa tidak dapat melakukan fungsinya dalam

fertilisasi. Abnormal contour merupakan kelainan bentuk spermatozoa yang

Page 4: HASIL DAN PEMBAHASAN · HASIL DAN PEMBAHASAN . ... Bentuk sperma normal, b) ... pemeriksaan lanjut diperoleh bahwa sel tersebut tidak disusun oleh materi genetik

secara keseluruhan tidak normal, baik pada bagian kepala maupun ekor.

Sedangkan undeveloped merupakan spermatozoa yang tidak mengalami

perkembangan sehingga dapat berbentuk kecil, ekor pendek dan dengan

pemeriksaan lanjut diperoleh bahwa sel tersebut tidak disusun oleh materi genetik

yang lengkap (Barth & Oko 1989).

Pada penelitian ini abnormalitas bentuk abnormal contour dan

undeveloped ditemukan sebesar 0.14% dan 0.16%. Laporan sebelumnya

menyatakan bahwa bentuk abnormal contour ditemukan sebesar 0.3% (Al-

Makhzoomi et al. 2008), dan abnormalitas bentuk undeveloped sebesar 0.13%

(Sarder 2004) sampai dengan 0.7% (Al-Makhzoomi et al. 2008). Besarnya variasi

abnormalitas teratoid spermatozoa dipengaruhi oleh genetik, dimana hal ini

didasarkan oleh penelitian yang dilakukan Barth dan Oko (1989) pada sapi

Charolais dengan tingkat teratoid dari 1-2,5 x 106 per ml semen, tanpa ada latar

belakang kecelakaan, penyakit dan stress.

Round head adalah abnormalitas pada kepala spermatozoa, dimana kepala

spermatozoa berbentuk bulat tanpa ada batas akrosom. Menurut Chenoweth

(2005) kebanyakan kepala spermatozoa mempunyai kantung tanpa disertai

pembentukkan akrosom. Pada penelitian ini abnormalitas round head ditemukan

sebesar 0.06%. Abnormalitas round head jarang dilaporkan pada pejantan sapi

(Chenoweth 2005), tetapi sering ditemukan pada spermatozoa manusia (Jones et

al. 2003).

Variable size, merupakan istilah untuk abnormalitas pada spermatozoa

memiliki ukuran kepala lebih besar (macrocephalus) atau lebih kecil

(microcephalus) dari ukuran normal spermatozoa umumnya pada spesies tersebut.

Pada penelitian ini abnormalitas bentuk macrocephalus dan microcephalus

ditemukan masing-masing sebesar 0.03% dan 0.12%. Penelitian sebelumnya oleh

Al-Makhzoomi et al. (2008) menemukan abnormalitas variable size sebesar 1.4%.

Menurut Barth dan Oko (1989) ukuran kepala spermatozoa yang lebih

kecil atau lebih besar dari ukuran normal akan mempengaruhi kandungan

kromosom inti pada kepala, sehingga dapat lebih sedikit atau lebih banyak

dibandingkan normal, dimana selanjutnya akan menyebabkan tidak terdapat atau

berlebihnya kromosom. Tinggi rendahnya kejadian abnormalitas variable size

Page 5: HASIL DAN PEMBAHASAN · HASIL DAN PEMBAHASAN . ... Bentuk sperma normal, b) ... pemeriksaan lanjut diperoleh bahwa sel tersebut tidak disusun oleh materi genetik

dipengaruhi oleh genetik, dimana tingkat abnormalitas macrocephalus pada

khususnya, ditemukan lebih tinggi pada sapi-sapi inbreeding dibandingkan

persilangan (Salisbury & Baker 1966).

Double head adalah kejadian dimana kepala spermatozoa memiliki dua

kepala dengan satu ekor. Kedua kepala tersebut dapat berukuran serupa atau

berbeda. Pada penelitian ini tingkat kejadian double head ditemukan paling

sedikit dari abnormalitas jenis lainnya, yaitu sebesar 0.01%. Kejadian ini pernah

dilaporkan pada babi yang menderita demam (pyrexia) (Kojima 1973). Penyebab

utama kejadian ini adalah abnormalitas pada saat proses miosis spermatogenesis

(Zukerman et al. 1986).

Abaxial merupakan bentuk abnormalitas dimana posisi ekor spermatozoa

tidak terletak dibagian tengah. Ekor yang seharusnya terletak menempel pada

bagian tengah kepala, bergeser ke arah samping dengan membentuk fosa

implantasi baru sebagai tempat pertautan ekor. Pada penelitian yang dilakukan,

abnormalitas abaxial ditemukan sebesar 0.13%. Menurut Barth (1989)

abnormalitas abaxial merupakan gambaran normal yang biasa ditemukan pada

semen kuda dan babi, cenderung bersifat genetik, akan tetapi tidak berpengaruh

terhadap fertilitas (Barth & Oko 1989), sehingga dikatagorikan sebagai suatu

bentuk variasi dari spermatozoa normal pada sapi (Barth 1989).

Knobbed acrosome (KA) defect. merupakan kelainan yang terjadi pada

bagian akrosom spermatozoa, dimana bentuk kepala tidak mulus tetapi seperti ada

lekukan ke arah dalam atau ke arah luar. Barth (1986) pernah melaporkan

persentase KA defect yang sangat tinggi yaitu 25-100% pada 16 dari 2054 ekor

sapi potong serta pada bangsa Charolais. Sebelumnya Donald dan Hancock

(1953) melaporkan bahwa KA defect yang tinggi pada FH berhubungan erat

dengan autosomal seks resesif.

Kelainan ini disebabkan oleh berlebihnya matriks akrosomal dan pelipatan

bagian akrosom sampai ke bagian apeks dari kepala spermatozoa dan kejadian

disebabkan keterlambatan pembentukkan fase akrosomal saat spermiogenesis

(Barth & Oko 1989). Pada penelitian ini, abnormalitas KA defect ditemukan

sebesar 0.16%, angka ini hampir sama dengan yang ditemukan pada sapi perah

Swedia yaitu 0.2% (Al-Makhzoomi et al. 2008) tetapi lebih rendah dari laporan

Page 6: HASIL DAN PEMBAHASAN · HASIL DAN PEMBAHASAN . ... Bentuk sperma normal, b) ... pemeriksaan lanjut diperoleh bahwa sel tersebut tidak disusun oleh materi genetik

Söderquist et al. (1996) sebesar 0.8% pada jenis sapi yang sama. Menurut

Chenoweth (2005) peningkatan KA defect pada semen sapi pejantan dapat

dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.

Detached head adalah keadaan dimana kepala spermatozoa patah atau

sampai terlepas dari bagian leher dan ekor. Pada penelitian ini abnormalitas

detached head sebesar 0.02%. Penelitian yang dilakukan oleh Söderquist et al.

(1996) pada sapi perah Swedia melaporkan jumlah yang lebih tinggi, yaitu 1.6%.

Kejadian detached head biasanya dihubungkan dengan hipoplasia testikular, akan

tetapi apabila ditemukan dalam jumlah tinggi dapat disebabkan oleh pengaruh

genetik (Barth & Oko 1989).

Diadem merupakan jenis abnormalitas spermatozoa dimana terlihat seperti

ada lubang-lubang yang ditemukan di daerah nukleus posterior sampai apikal

akrosom, batas selubung acrosome atau diseluruh kepala spermatozoa, akan tetapi

lebih sering terdapat pada bagian apeks nukleus yang disebabkan invaginasi

membran nuklear ke dalam nukleoplasma. Lubang tersebut juga terlihat sebagai

sebuah kantung, sehingga beberapa peneliti menamakan diadem dengan pouches,

craters dan nuclear vacuoles (Barth & Oko 1989). Pada penelitian ini,

abnormalitas diadem ditemukan sebesar 0.18%. Hasil ini hampir sama dengan

yang ditemukan pada sapi perah Swedia yaitu sebesar 0.1% sampai dengan 0.2%

(Söderquist et al. 1996; Al-Makhzoomi et al. 2008).

Menurut Barth dan Oko (1989) jumlah spermatozoa dengan kelainan

diadem ini dapat meningkat akibat stress karena cedera, kekurangan pakan,

kondisi iklim yang ekstrim, serta beberapa kondisi lain yang tidak mendukung.

Abnormalitas jenis diadem cenderung menyebabkan infertilitas, pejantan yang

mempunyai fertilitas yang rendah ternyata pada semennya ditemukan

abnormalitas diadem >80% (Miller et al. 1982).

Berdasarkan hasil penelitian maka abnormalitas primer spermatozoa

secara umum dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Dada et al. (2001)

menyatakan abnormalitas spermatozoa akan menyebabkan terjadinya gangguan

terhadap proses pembuahan. Ada dua kemungkinan yang terjadi terhadap

kemampuan fertilitas seekor pejantan dengan persentase abnormalitas

spermatozoa yang tinggi, pertama spermatozoa tidak dapat mencapai tempat

Page 7: HASIL DAN PEMBAHASAN · HASIL DAN PEMBAHASAN . ... Bentuk sperma normal, b) ... pemeriksaan lanjut diperoleh bahwa sel tersebut tidak disusun oleh materi genetik

fertilisasi dan kedua spermatozoa tidak dapat membuahi sel telur atau

mempertahankan perkembangan tahap awal embrio (Chenoweth 2005).

Selain itu ditemukan juga beberapa abnormalitas primer spermatozoa yang

apabila ditemukan tinggi di dalam semen akan dapat menurunkan fertilitas, akan

tetapi abnormalitas morfologi spermatozoa dan fertilitas berbeda-beda antar

bangsa (Al-Makhzoomi et al. 2007).

Karakteristik Abnormalitas Primer Spermatozoa Pada Sapi Potong Berdasarkan Umur Sapi

Berdasarkan bangsa sapi potong dan sebaran umur dari kelompok sapi

dengan jumlah sampel lebih dari 10 ekor, ternyata tingkat abnormalitas primer

spermatozoa tertinggi ditemukan pada sapi-sapi yang berumur sembilan tahun ke

atas yaitu pada sapi Simmental, Limousine dan Bali berturut-turut adalah 7.93,

7.49 dan 2.35%, sedangkan pada sapi Brahman ditemukan pada umur dua tahun

(3.30%). Tetapi ditemukan juga tingkat abnormalitas primer spermatozoa >10%

pada umur kurang dari sembilan tahun (Tabel 4).

Tingkat abnormalitas primer spermatozoa sapi Simmental yang berumur

≥9 tahun berbeda nyata (p<0.05) dengan umur 2-3 tahun tetapi tidak berbeda

nyata (p>0.05) dengan umur 4-6 tahun. Akan tetapi tingkat abnormalitas primer

spermatozoa yang berumur ≥9 tahun masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan

4-6 tahun. Pada sapi Limousine berumur ≥9 tahun, tingkat abnormalitas primer

spermatozoa berbeda nyata (p<0.05) dengan umur 3-4 tahun. Pada sapi Brahman

umur 2, 6 dan 9 tahun keatas serta Bali yang berumur 3, 4, 6 dan 9 tahun keatas,

masing-masing tidak berbeda nyata (p>0.05).

Tingginya abnormalitas primer spermatozoa pada sapi-sapi Simmental,

dan Limousine yang berumur ≥9 tahun dapat disebabkan oleh terjadinya

degenerasi sel pada saluran reproduksi jantan karena pengaruh penuaan.

Sebelumnya Dowsett dan Knott (1996) melaporkan terjadinya peningkatan

abnormalitas spermatozoa pada kuda berumur >11 tahun yang disebabkan oleh

berkurangnya kemampuan proses spermatogenesis dan fungsi epididimis.

Pernyataan ini diperkuat oleh Söderquist et al. (1996) bahwa terdapat pengaruh

umur yang sangat signifikan terhadap abnormalitas primer spermatozoa dan total

abnormalitas spermatozoa. Al-Makhzoomi et al. (2007) menyatakan bahwa

Page 8: HASIL DAN PEMBAHASAN · HASIL DAN PEMBAHASAN . ... Bentuk sperma normal, b) ... pemeriksaan lanjut diperoleh bahwa sel tersebut tidak disusun oleh materi genetik

tingkat abnormalitas primer spermatozoa >10% akan dapat berpengaruh terhadap

fertilitas. Oleh karena itu sangat tepat jika batasan umur penggunaan pejantan

untuk produksi semen beku di Indonesia telah ditetapkan antara umur 6-7 tahun

(Dirjennak 2007).

Tidak ditemukannya perbedaan yang nyata tingkat abnormalitas primer

spermatozoa pada sapi Brahman dan sapi Bali kemungkinan dipengaruhi oleh

jumlah sampel yang diamati pada masing-masing umur sapi-sapi tersebut.

Tabel 4 Tingkat abnormalitas primer spermatozoa pada empat bangsa sapi potong berdasarkan sebaran umur

Bangsa Umur (tahun)

Jumlah (ekor)

Abnormalitas [mean± SEM (%)]

(Range %)

2 15 2.76±0.49c 1.0-7.4

3 12 3.52±0.76bc 1.0-10.8

4 6 5.33±1.65abc 1.6-13.8

5 9 5.87±1.37 abc 2.0-14.4

6 7 6.20±2.03ab 1.0-15.6

Simmental

≥9 9 7.93±1.08a 4.2-13.4

3 11 2.51±0.58b 0.6-5.6

4 4 1.15±0.45b 0.4-2.4 Limousine

≥9 7 7.49±1.97a 2.6-16.8

2 2 3.30±1.70a 1.6-5.0

6 2 1.50±0.10a 1.4 -1.6 Brahman

≥9 3 2.60±0.12a 2.4–2.8

3 4 1.40±0.74a 0.4-3.6

4 2 1.20±0.40a 0.8-1.6

6 4 1.30±0.17a 1.0-1.8

Bali

≥9 4 2.35±0.46a 1.2-3.4

Huruf berbeda mengikuti angka pada lajur yang sama berbeda nyata (P<0.05)

Pada penelitian ini tingginya abnormalitas primer spermatozoa yang

ditemukan pada sapi Brahman berumur dua tahun mungkin dipengaruhi oleh

jumlah sampel pada sapi Brahman tersebut. Jumlah sampel pada masing-masing

umur berkisar antara 2-3 ekor. Ditemukannya tingkat abnormalitas primer

spermatozoa yang tinggi pada pejantan umur produksi 3-5 tahun telah diprediksi

sebelumnya, dikarenakan sapi-sapi pejantan yang terdapat di BIB, hampir tidak

Page 9: HASIL DAN PEMBAHASAN · HASIL DAN PEMBAHASAN . ... Bentuk sperma normal, b) ... pemeriksaan lanjut diperoleh bahwa sel tersebut tidak disusun oleh materi genetik

dilakukan evaluasi abnormalitas spermatozoa sebelumnya. Adanya pengaruh

genetik, lingkungan dan manajemen pemeliharaan, memungkinkan abnormalitas

spermatozoa dapat ditemukan pada umur yang lebih muda.

Kejadian abnormalitas spermatozoa juga tidak berhubungan dengan

penampilan kesehatan secara umum, sehingga tidak mudah dideteksi tanpa

melalui analisis semen di laboratorium. Penelitian yang dilakukan oleh Miller et

al. (1982) menemukan bahwa tingginya abnormalitas spermatozoa terkadang

tidak ditunjukkan oleh adanya perubahan anatomi atau gangguan fungsional organ

reproduksi, akan tetapi menunjukkan tingkat fertilitas yang rendah.

Karakteristik Abnormalitas Primer Spermatozoa Pada Sapi Perah Berdasarkan Umur Sapi

Pengamatan abnormalitas primer spermatozoa pada sapi perah

dikelompokkan berdasarkan tiga kelompok umur (Gambar 5), dimana jumlah

sampel dari masing-masing kelompok, yaitu umur 2 tahun 3 ekor, 3 tahun 14 ekor

dan 9 tahun keatas 2 ekor. Hasil analisis menunjukkan abnormalitas primer

spermatozoa tertinggi pada umur 2 tahun (6.53%) dan terendah pada umur 3 tahun

(2.24%). Berdasarkan analisis sidik ragam, tingkat abnormalitas primer

spermatozoa pada sapi perah umur 2 tahun tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan

umur ≥9 tahun, akan tetapi tingkat abnormalitas primer spermatozoa pada umur 2

tahun masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan umur 3 dan ≥9 tahun.

6.53

2.24 2.4

-6-4-202468

1012141618

1 2 3

Umur (tahun)

Abn

orm

alita

s (%

)

Gambar 5 Abnormalitas primer sapi perah di BIB Indonesia Keterangan ; 1= umur 2 thn, 2=umur 3 thn, 3=umur ≥9 thn

Page 10: HASIL DAN PEMBAHASAN · HASIL DAN PEMBAHASAN . ... Bentuk sperma normal, b) ... pemeriksaan lanjut diperoleh bahwa sel tersebut tidak disusun oleh materi genetik

Menurut Al-Makhzoomi et al. (2008) menemukan adanya korelasi antara

abnormalitas primer spermatozoa >10% dengan fertilitas pada sapi perah Swedia.

Pada penelitian ini, abnormalitas primer spermatozoa secara individu ditemukan

sebesar 18.2% pada pejantan umur 2 tahun. Tingginya abnormalitas primer

spermatozoa umur 2 tahun menunjukkan adanya kemungkinan abnormalitas

primer dapat terjadi pada umur muda. Selain itu abnormalitas individu seekor

pejantan juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti stress (Barth & Oko

1989; Söderquist et al. 1996), genetik dan gangguan pada tubuli seminiferi (Barth

& Oko 1989). Secara umum pejantan di BIB dipelihara dengan nutrisi pakan,

perkandangan dan perawatan kesehatan yang baik, serta telah melalui tahapan

seleksi yang cukup ketat, sehingga sudah selayaknya abnormalitas primer

spermatozoa ditemukan dalam jumlah rendah.

Ditemukannya individu yang diproduksi semennya dengan abnormalitas

primer lolos dalam proses produksi dan distribusi menunjukkan pengamatan

morfologi spermatozoa penting dilakukan. Hal ini mengingat banyaknya

penelitian yang menemukan abnormalitas primer spermatozoa >10% berkorelasi

dengan fertilitas, diantaranya pada anjing (Freshman 2002) dan pada sapi perah

(Al-Makhzoomi et al. 2007; Al-Makhzoomi et al. 2008). Selain itu juga akan

menurunkan keberhasilan program inseminasi buatan (Sarder 2004; Saacke 2008).

Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya pengaruh peningkatan umur

terhadap tingginya abnormalitas primer spermatozoa, meskipun menurut

Söderquist et al. (1996) terdapat korelasi antara peningkatan umur dengan jumlah

abnormalitas primer spermatozoa. Hal ini mungkin disebabkan oleh sedikitnya

jumlah sampel pada umur ≥9 tahun, sehingga tidak memperlihatkan adanya

korelasi tersebut.

Jumlah dan Jenis Abnormalitas Primer Spermatozoa Berdasarkan Bangsa Sapi

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan (p>0.05), jumlah

abnormalitas primer spermatozoa pada lima bangsa sapi (jumlah sampel lebih >10

ekor), dimana jumlah abnormalitas masing-masing untuk Simmental, Limousine,

FH, Brahman dan Bali berturut-turut adalah 4.58±0.75, 3.56±1.22, 2.65±1.12,

2.60±1.01 dan 1.85±0.64%. Berdasarkan jenis abnormalitas primer spermatozoa,

Page 11: HASIL DAN PEMBAHASAN · HASIL DAN PEMBAHASAN . ... Bentuk sperma normal, b) ... pemeriksaan lanjut diperoleh bahwa sel tersebut tidak disusun oleh materi genetik

bentuk pearshape merupakan jumlah yang paling banyak (p<0.05) ditemukan

pada setiap bangsa sapi dan bentuk pearshape pada Simmental tidak berbeda

nyata (p>0.05) dengan Limousine serta Brahman, akan tetapi lebih tinggi (p<0.05)

jika dibanding dengan Bali dan Friesian Holstein. Tidak terdapat perbedaan nyata

(p>0.05) antara 12 jenis abnormalitas primer spermatozoa lainnya (Tabel 5).

Tabel 5 Jenis abnormalitas primer spermatozoa pada sapi pejantan Bangsa Sapi

Jenis Abnormalitas Bali

(n=22) Simmental

(n=70) Limousine

(n=30) Brahman

(n=12) FH

(n=22)

Rataan

Pearshape 0.87±0.23bA 2.81±0.36aA 2.13±0.67abA 1.38±0.46abA 0.86±0.22bA 2.02±0.22

Narrow at the base 0.05±0.03bB 0.51±0.10aB 0.26±0.07abB 0.10±0.04bB 0.29±0.14abBC 0.34±0.05

Narrow 0.17±0.04bB 0.20±0.03bC 0.15±0.03bB 0.10±0.06bB 0.42±0.14aB 0.21±0.03

Abnormal contour 0.14±0.10aB 0.17±0.02aC 0.06±0.03aB 0.08±0.04aB 0.19±0.12aBC 0.14±0.03

Underdevelope 0.06±0.02aB 0.17±0.05aC 0.27±0.09aB 0.03±0.02aB 0.16±0.12aBC 0.16±0.03

Round head 0.01±0.01aB 0.07±0.03aC 0.11±0.05aB 0.03±0.03aB 0.04±0.02aC 0.06±0.02

Macrocephalus 0.04±0.02bB 0.01±0.01bC 0.03±0.01bB 0.10±0.06aB 0.06±0.02abC 0.03±0.01

Microcephalus 0.05±0.02aB 0.16±0.04aC 0.09±0.03aB 0.08±0.03aB 0.15±0.12aBC 0.12±0.02

Double head 0.01±0.01aB 0.01±0.01aC 0.01±0.01aB 0.00±0.00aB 0.03±0.02aC 0.01±0.00

Abaxial 0.15±0.07abB 0.11±0.03bC 0.07±0.03bB 0.30±0.11aB 0.13±0.07bBC 0.13±0.02

KA defect 0.15±0.05aB 0.13±0.04aC 0.20±0.12aB 0.15±0.04aB 0.17±0.04aBC 0.16±0.03

Detached head 0.00±0.00aB 0.02±0.01aC 0.04±0.03aB 0.00±0.00aB 0.01±0.01aC 0.02±0.01

Diadem 0.14±0.04aB 0.21±0.04aC 0.14±0.06aB 0.23±0.12aB 0.14±0.07aBC 0.18±0.03

Total 1.85±0.64a 4.58±0.75 a 3.56±1.22 a 2.60±1.01 a 2.65±1.12 a

Nilai dinyatakan sebagai mean±SEM (%); Huruf kecil untuk baris dan huruf kapital untuk kolom ; Huruf berbeda mengikuti angka pada kolom dan baris yang sama berbeda nyata (P<0,05)

Jenis abnormalitas spermatozoa pearshape pada sapi Simmental berbeda

nyata (p<0.05) dengan sapi Bali dan FH, akan tetapi tidak berbeda nyata (p>0.05)

dengan sapi Limousine dan Brahman. Namun demikian abnormalitas primer

spermatozoa pearshape sapi Limousine dan Brahman tidak berbeda nyata

(p>0.05) dengan sapi Bali dan Friesian Holstein.

Abnormalitas pearshape merupakan jenis yang lebih sering ditemukan

pada semen seekor pejantan. Sarder (2004) pada sapi-sapi perah di Bangladesh,

melaporkan abnormalitas pearshape berkisar antara 0.35±0.2% sampai dengan

0.93±0.1%, sedangkan Al-Makhzoomi et al. (2008) pada sapi-sapi perah Swedia

berkisar antara 1.2±0.6-20.7±5.5%. Barth dan Oko (1989) menyatakan bahwa

Page 12: HASIL DAN PEMBAHASAN · HASIL DAN PEMBAHASAN . ... Bentuk sperma normal, b) ... pemeriksaan lanjut diperoleh bahwa sel tersebut tidak disusun oleh materi genetik

abnormalitas pearshape biasa ditemukan dalam jumlah kecil pada semen sapi

pejantan dengan fertilitas yang baik.

Tingginya abnormalitas pearshape pada individu pejantan harus ditindak

lanjuti dengan evaluasi berkala dan pengamatan yang intensif mengingat laporan

penelitian sebelumnya oleh Barth dan Oko (1989), jenis abnormalitas ini dapat

menurunkan fertilitas apabila ditemukan dalam jumlah yang cukup tinggi.

Pendapat tersebut diperkuat oleh Al-Makhzoomi et al. (2008) yang menemukan

korelasi negatif abnormalitas pearshape terhadap tingkat fertilitas.

Pada kebanyakan kasus abnormalitas spermatozoa bentuk pearshape,

disebabkan oleh kondisi abnormal akibat perubahan fungsi testis, seperti

gangguan pengaturan temperatur testis atau gangguan hormonal (Barth & Oko

1989). Beberapa peneliti melaporkan kelainan ini bersifat genetik (Barth et al.

1992; Chenoweth 2005). Tingginya perbedaan abnormalitas spermatozoa

pearshape pada berbagai jenis sapi dapat disebabkan oleh tingginya variasi

jumlah sampel yang diamati, seperti keseragaman umur, lingkar skrotum, bangsa

sapi dan berat badan, hal ini dapat terlihat dari tingginya ragam hasil.

Tingkat Abnormalitas Primer Spermatozoa Antara bos taurus dan bos indicus

Sapi-sapi yang ada dibalai IB Indonesia, selain sapi bali (bos sondaicus)

terdapat sapi-sapi bukan asli Indonesia seperti Bos taurus (FH, Simmental,

Limousine dan Angus) dan Bos indicus (Brahman dan Ongole). Sapi-sapi

tersebut didatangkan untuk tujuan meningkatkan kualitas genetik.

Pada penelitian ini, berdasarkan pengelompokkan B.taurus meliputi

Simmental, Limousine, Angus dan FH sebanyak 34 ekor sedangkan B.indicus

hanya berasal dari Brahman sebanyak delapan ekor (Tabel 6). Dari hasil

tersebut, tanpa membedakan umur, abnormalitas primer spermatozoa sapi

B.taurus lebih tinggi (6.81%) dibandingkan dengan B.indicus (3.13%). Hasil

sidik ragam tingkat abnormalitas primer spermatozoa berdasarkan B.taurus dan

B.indicus terdapat perbedaan nyata (p<0.05) dimana tingkat abnormalitas primer

spermatozoa pada B.taurus lebih tinggi dibandingkan dengan B.indicus, hasil ini

menguatkan laporan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sarder (2004),

yang juga menemukan perbedaan yang nyata tingkat abnormalitas primer dan

Page 13: HASIL DAN PEMBAHASAN · HASIL DAN PEMBAHASAN . ... Bentuk sperma normal, b) ... pemeriksaan lanjut diperoleh bahwa sel tersebut tidak disusun oleh materi genetik

total abnormalitas spermatozoa antara sapi Friesian (B.taurus) dan sapi Sahiwal

(B.indicus). Sebelumnya Söderquist et al. (1996) telah melaporkan adanya

pengaruh bangsa dan umur terhadap tingkat abnormalitas spermatozoa.

Tabel 6 abnormalitas primer spermatozoa berdasarkan bos taurus dan bos indicus

No. Jenis sapi Jumlah (ekor) Total abnormalitas (%)

Bos Taurus 34 6.81±0.79a1 Range (1.4-18.2)

Bos Indicus 8 3.13±0.76b2 Range (1.4-7.6)

Nilai dinyatakan sebagai mean±SEM (%) Huruf yang sama mengikuti angka pada lajur yang sama tidak berbeda nyata (P>0.05)

Hansen (2004) menemukan sapi-sapi dari golongan B.indicus mempunyai

daya tahan selular terhadap peningkatan temperatur dibandingkan dengan

B.taurus, sehingga heat stress tidak begitu berpengaruh terhadap B.indicus

dibandingkan dengan B.taurus. Setchell (1978), diacu dalam Hansen (2004)

menyatakan heat stress dapat meningkatkan temperatur testis, sehingga lebih

lanjut berakibat mengganggu proses spermatogenesis. Brito et al. (2004)

membandingkan antara anatomi testis antara B.indicus dan B.taurus hasilnya

ternyata B.indicus mempunyai arteri testis yang lebih panjang dengan ketebalan

jarak dinding arteri dan vena lebih tipis serta lebih dekat, sehingga proses

termoregulatoris testis dapat lebih baik sehingga temperatur testis lebih rendah

dibandingkan dengan B.taurus.

Tingkat Abnormalitas Primer Spermatozoa Antar BIB

Sampel semen sapi pejantan dari beberapa BIB yang dipergunakan untuk

melakukan pengamatan abnormalitas primer spermatozoa berasal dari sapi-sapi

yang berumur 5.4±3.0 tahun. Dari 164 sampel semen yang diamati 11 ekor

(6.7%) menunjukkan abnormalitas spermatozoa primer >10% terdiri atas sapi

potong 10 ekor dan sapi FH 1 ekor. Tingkat abnormalitas primer spermatozoa

tertinggi ditunjukkan oleh BIB H (8.57%), sedangkan terendah ditunjukkan oleh

BIB A (1.58±%) (Tabel 7).

Page 14: HASIL DAN PEMBAHASAN · HASIL DAN PEMBAHASAN . ... Bentuk sperma normal, b) ... pemeriksaan lanjut diperoleh bahwa sel tersebut tidak disusun oleh materi genetik

Tabel 7 abnormalitas primer spermatozoa antar BIB

BIB Jumlah sample (ekor) Abnormalitas (%) Kisaran (%) A 10 1.58 ± 0.94e 0.4-3.4

B 23 4.70 ± 4.34abcd 0.8-18.2

C 66 2.67 ± 2.09de 0.2-12.0

D 4 6.80 ± 3.29abc 3.4-10.0

E 7 4.46 ± 3.96bcde 1.2-13.0

F 4 7.95 ± 10.63ab 1.2-10.8

G 13 2.48 ± 2.50de 0.2-8.2

H 7 8.57 ± 5.03a 2.2-16.8

I 10 5.60 ± 4.58abcd 1.2-15.6

J 6 2.48 ± 2.96de 0.4-8.0

K 5 2.88 ± 2.19cde 1.2-6.0

L 3 2.13 ± 0.99de 1.0-2.8

M 3 5.40 ± 6.25abcde 1.4-12.6

N 3 1.73 ± 0.46de 1.2-2.0

Nilai dinyatakan sebagai mean±SEM Huruf berbeda mengikuti angka pada lajur yang sama berbeda nyata (P<0.05)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat

abnormalitas antara balai inseminasi buatan. Tingkat abnormalitas primer

spermatozoa BIB H berbeda sangat nyata (p<0.01) dengan BIB A, C, E, G, J, K,

L, dan N. Selanjutnya tingkat abnormalitas primer spermatozoa pada BIB H tidak

berbeda nyata (p>0.05) dengan BIB B, D, F, I dan M, namun tingkat abnormalitas

primer spermatozoa pada BIB H masih lebih tinggi dari BIB tersebut.

Dari hasil penelitian ini ditemukan 42.85% BIB memiliki sapi-sapi dengan

tingkat abnormalitas primer spermatozoa ≥10%. Kondisi ini dapat disebabkan

karena pengamatan morfologi spermatozoa saat evaluasi semen tidak dilakukan.

Hal ini dapat terjadi karena evaluasi morfologi spermatozoa belum secara tegas

disampaikan pada petunjuk teknis pengawasan mutu semen beku sapi dan kerbau,

ataupun yang tercantum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI 01-4869.1-2005)

yang merupakan peraturan dari Direktur Jenderal Peternakan (Dirjennak)(BSN

2005). Padahal jika dicermati di dalam SNI tersebut telah tercantum sumber

pustaka yang menyebutkan bahwa tingkat abnormalitas spermatozoa sapi harus

kurang dari 20%. Sebab lain adalah keterbatasan Sumber daya manusia (SDM)

untuk melakukan evaluasi tersebut.

Page 15: HASIL DAN PEMBAHASAN · HASIL DAN PEMBAHASAN . ... Bentuk sperma normal, b) ... pemeriksaan lanjut diperoleh bahwa sel tersebut tidak disusun oleh materi genetik

Ditemukannya abnormalitas primer spermatozoa yang tinggi pada sapi

yang dikoleksi semennya untuk produksi semen beku, menunjukkan terdapatnya

semen beku (straw) yang diproduksi dan didistribusi mempunyai abnormalitas

primer spermatozoa. Penemuan tingkat abnormalitas primer spermatozoa yang

tinggi di BIB ini, menunjukkan sudah saatnya evaluasi morfologi abnormalitas

spermatozoa dilakukan dan dimasukkan sebagai bagian dari evaluasi semen pada

petunjuk teknis produksi semen beku. Menurut Al-Makhzoomi et al. (2008)

evaluasi morfologi spermatozoa pada pejantan di BIB sangat penting dilakukan

secara rutin (setiap 2 sampai dengan 3 bulan sekali untuk melihat pengaruh nyata

perubahan musim) sehingga dapat diketahui setiap kemungkinan terjadinya

abnormalitas spermatozoa.

Seharusnya evaluasi morfologi spermatozoa dilakukan saat pejantan untuk

pertama kali memasuki BIB, jika ada perubahan dalam komposisi pakan atau jika

sapi tersebut sakit dengan suhu tinggi dalam waktu yang lama. Jika hal tersebut

tidak dilakukan maka kemungkinan semen dari pejantan dengan abnormalitas

yang tinggi akan diproduksi dan strawnya akan distribusikan, sehingga

dikhawatirkan dapat mempengaruhi keberhasilan inseminasi serta menurunkan

kualitas pedet yang dilahirkan dan akan mempengaruhi peningkatan populasi

ternak.

Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya produksi semen beku dari

pejantan yang mempunyai tingkat abnormalitas tinggi, perlu dilakukan program

seleksi pejantan yang lebih ketat dan juga peningkatan kualitas SDM yang bekerja

di balai inseminasi buatan. Program seleksi dapat mengacu pada standar-standar

yang telah dipergunakan diberbagai negara dengan tingkat keberhasilan IB yang

tinggi, diantaranya melalui metode BSE dengan beberapa modifikasi yang

disesuaikan dengan kondisi ternak sapi di Indonesia.

Dari paparan diatas secara keseluruhan tanpa melihat faktor individu,

tingkat abnormalitas primer spermatozoa masih tergolong rendah dan semen

umumnya layak untuk diproduksi. Tetapi secara individu terlihat ada 11 ekor

yang seharusnya tidak digunakan sebagai sumber bibit, mengingat tujuan

inseminasi buatan adalah untuk meningkatkan kualitas genetik dan efisiensi

reproduksi pejantan (Ax et al. 2000; Foote 2002), sehingga sapi-sapi dengan

Page 16: HASIL DAN PEMBAHASAN · HASIL DAN PEMBAHASAN . ... Bentuk sperma normal, b) ... pemeriksaan lanjut diperoleh bahwa sel tersebut tidak disusun oleh materi genetik

tingkat abnormalitas primer spermatozoa yang tinggi harus dikeluarkan dari balai

inseminasi buatan.

Korelasi Tingkat Abnormalitas Primer Spermatozoa Terhadap Fertilitas

Angka konsepsi (CR) adalah jumlah sapi yang bunting dari hasil

inseminasi yang pertama dinyatakan dalam bentuk persen. Pada penelitian ini

hasil inseminasi pada 186 ekor betina dari delapan ekor pejantan terdapat korelasi

negatif sebesar (r = -0.95, p<0.05) (Gambar 6).

Terdapatnya korelasi negatif antara tingkat abnormalitas primer dengan

CR ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat abnormalitas pada semen sapi

tersebut, maka ada kecenderungan terjadi penurunan conception rate. Pada

penelitian ini tidak membedakan jenis kelainan abnormalitas. Al Makhzoomi et

al 2008 melaporkan adanya korelasi negatif abnormalitas primer spermatozoa

terhadap fertilitas (r = -0.23, p<0.05) akan tetapi dengan parameter yang berbeda

pada penelitian ini menggunakan CR sedangkan peneliti tersebut menggunakan

non return rate (NRR) yaitu jumlah sapi-sapi yang tidak kembali minta kawin

sampai dengan umur 56 hari setelah inseminasi, sehingga nilai korelasinya

berbeda.

25

30

35

40

45

50

55

60

0 1 2 3 4 5

Tingkat Abnormalitas (%)

Nila

i CR

(%)

,048

0-3 >3-6 >6-9 >9

r = - 0,952, p Value = 0

Gambar 6 korelasi tingkat abnormalitas primer spermatozoa dengan fertilitas

Kelainan pada kepala spermatozoa akan mempengaruhi kemampuan

spermatozoa untuk melakukan fertilisasi, atau kemungkinan fertilisasi dengan sel

telur dapat terjadi akan tetapi selanjutnya tidak dapat berkembang membentuk

Page 17: HASIL DAN PEMBAHASAN · HASIL DAN PEMBAHASAN . ... Bentuk sperma normal, b) ... pemeriksaan lanjut diperoleh bahwa sel tersebut tidak disusun oleh materi genetik

embrio lebih lanjut (Hawk 1988). Dengan alasan inilah, maka nilai CR dijadikan

sebagai dasar untuk mengukur korelasi abnormalitas spermatozoa dengan

fertilitas.

Al-Makhzoomi et al. (2008), melaporkan korelasi antara jenis morfologi

yang ditemukan dengan fertilitas. Hasilnya ternyata terdapat korelasi negatif

abnormalitas spermatozoa pearshape (r = -0.55, p<0.01), loose head (r = -0.32,

p<0.01), double coiled tails (r = -0.21, p<0.05) dan variable size (r = -0.27,

p<0.05). Sebelumnya Al Makhzoomi et al. (2007) juga telah melaporkan korelasi

negatif antara morfologi spermatozoa abnormal pada kepala dengan fertilitas,

umummnya terjadi pada tingkat abnormalitas diatas 10%.

Sedikitnya jumlah betina dalam pengujian korelasi abnormalitas primer

spermatozoa dengan fertilitas ini disebabkan oleh sulitnya memperoleh data

dilapangan. Sebenarnya dari BIB sudah ada kerjasama operasional (KSO) dengan

pengguna (pemerintah daerah, koperasi pegawai negeri dan pihak swasta) akan

tetapi kenyataannya dilapangan pencatatan keberhasilan IB tidak dilakukan,

sehingga peneliti kesulitan untuk mendapatkan data fertilitas.

Selain itu juga beberapa inseminator belum memiliki kemampuan untuk

mendeteksi kebuntingan sehingga pemeriksaan kebuntingan (PKB) dilakukan

oleh orang yang berbeda. Perbedaan petugas dan tidak tertibnya pencatatan

dilapangan ini menyebabkan sulitnya penghitungan angka konsepsi dari betina

sebagai akseptor IB dengan menggunakan semen beku yang telah teruji

morfologinya pada penelitian sebelumnya Sulitnya mencari data keberhasilan

program inseminasi ini juga telah dilaporkan oleh Prasojo et al. (2010), dimana

hasil penelitiannya menunjukkan hanya 7.43% data hasil IB yang lengkap.

Oleh karena itu, untuk ke depannya akan menjadi suatu catatan khusus

bagi penyelenggaraan program tentang pentingnya pencatatan kegiatan, sehingga

tolak ukur keberhasilan IB dapat dilihat secara nyata dan penelitian terhadap

keberhasilan pelaksanaan dilapangan dapat dilakukan.