hasil bpk pertamina

download hasil bpk pertamina

If you can't read please download the document

description

Hasil audit BPK atas Pertamina

Transcript of hasil bpk pertamina

  • BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

    REPUBLIK INDONESIA

    LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN KINERJA

    ATAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL SEKTOR GAS DENGAN AREA KUNCI PENDISTRIBUSIAN LPG TAHUN 2011 DAN 2012

    PADA PT PERTAMINA (PERSERO)

    AUDITORAT UTAMA KEUANGAN NEGARA VII JAKARTA

    Nomor : 06/AUDITAMA VII/KINERJA/02/2013

    Tanggal : 05 Februari 2013

  • i

    BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

    REPUBLIK INDONESIA

    LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN KINERJA ATAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL SEKTOR GAS

    AREA KUNCI PENDISTRIBUSIAN LPG TAHUN 2011 DAN 2012 PADA PT PERTAMINA (PERSERO)

    Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK RI telah memeriksa kinerja atas Implementasi Kebijakan Energi Nasional Sektor Gas dengan area kunci Pendistribusian LPG Tahun 2011 dan 2012 pada PT Pertamina (Persero). Pemeriksaan dilakukan dengan berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) BPK RI Tahun 2007 dan Panduan Manajemen Pemeriksaan Tahun 2008.

    Tujuan pemeriksaan terinci kinerja adalah menilai efisiensi dan efektivitas pendistribusian LPG dan Tabung LPG Pertamina, dengan sub tujuan untuk menilai apakah:

    1. Perencanaan kegiatan pendistribusian dan penentuan harga LPG telah dilakukan secara memadai, memiliki justifikasi dan memenuhi kriteria penetapan perencanaan yang baik.

    2. Kegiatan pendistribusian LPG maupun pemeliharaan sarana dan prasarana pendistribusian telah dilaksanakan dengan efisien dan memenuhi ekspektasi yang dituangkan dalam Key Performance Indicator.

    3. Penanganan tabung LPG telah dilaksanakan sesuai dengan standar, kualitas, kuantitas yang ditentukan oleh Pertamina maupun oleh instansi yang berwenang lainnya.

    4. Kegiatan pendistribusian LPG dan ketersediaan tabung LPG telah dimonitor dan dievaluasi secara memadai dalam rangka memenuhi tujuan perusahaan dan ketersediaan LPG dan tabung untuk keperluan masyarakat.

    SIMPULAN PEMERIKSAAN

    Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kegiatan pendistribusian LPG oleh PT Pertamina (Persero) secara nasional secara umum sudah efektif. Efektivitas tersebut tercermin dari pasokan LPG dari Pertamina yang telah dapat menjangkau ke daerah-daerah yang terkonversi secara cukup baik dari sisi volume maupun ketepatan waktu. Indikasi keberhasilan ini adalah terjangkaunya penyaluran LPG ke seluruh wilayah terkonversi tanpa adanya permasalahan distribusi yang sangat signifikan. Walaupun di beberapa daerah timbul kelangkaan, namun demikian secara populasi, Pertamina telah berhasil melakukan distribusi LPG secara merata ke seluruh wilayah Indonesia. Penyaluran LPG

  • ii

    tersebut dapat dikategorikan dalam dua kelompok besar yaitu distribusi LPG PSO ke daerah yang terkonversi dan distribusi LPG non PSO ke seluruh wilayah Indonesia. Kedua jenis LPG tersebut secara umum telah didistribusikan secara efektif.

    Walaupun pendistribusian LPG secara umum telah efektif, Pertamina menghadapi kendala besar terkait dengan kontinuitas pendistribusian dalam jangka panjang. Kendala tersebut adalah terkait dengan kerugian yang diderita oleh Pertamina dalam bisnis LPG Non PSO karena harga jual yang ditetapkan lebih rendah dibandingkan dengan harga penyediaannya. Hal tersebut dapat menganggu kontinuitas pendistribusian LPG jangka panjang. Kemampuan finansial Pertamina dalam jangka panjang akan menurun karena pertamina menanggung kerugian atas pendistribusian LPG 12 dan 50 Kg selama tahun 2011 s.d. Oktober 2012 sebesar Rp7,73 triliun. Kerugian tersebut juga berdampak pada ketidakmampuan Pertamina untuk melakukan kegiatan perawatan baik atas sarana dan fasilitas pendistribusian LPG yang dimiliki sehingga dalam jangka panjang kualitas LPG maupun sarana pendukungnya berpotensi tidak akan dapat dipertahankan.

    Pertamina memiliki keterbatasan infrastruktur yang mengakibatkan Pertamina kehilangan kesempatan melakukan penghematan. Sampai saat pemeriksaan dilakukan, Pertamina belum memiliki fasilitas storage yang memadai maupun sarana fasilitas yang menunjang bongkar muat yang memadai. Hal tersebut ditambah dengan luasan area pendistribusian yang terdiri dari daerah kepulauan menyebabkan biaya distribusi menjadi mahal. Pola distribusi LPG oleh Pertamina dengan demikian belum sepenuhnya efisien karena dipengaruhi oleh keterbatasan sarana dan fasilitas tersebut.

    Terkait dengan penanganan tabung LPG, Pertamina secara umum telah mengadakan tabung LPG sebagai sarana pendistribusian secara cukup memadai. Namun demikian terdapat hal yang mendasar terkait dengan kualitas penanganan tabung LPG yang berdampak kepada laik pakai jangka panjang dari tabung tersebut untuk digunakan oleh masyarakat.

    Untuk menjaga efektivitas pendistribusian LPG, Pertamina telah melakukan monitoring dan evaluasi yang cukup ketat. Pertamina telah menerapkan pengendalian yang memadai antara lain dengan melakukan koordinasi antar fungsi dan penggunaan forum rapat master program.

    Hasil pemeriksaan kinerja pendistribusian LPG yang signifikan diuraikan sebagai berikut:

    1. Penggunaan floating storage VLGC sebagai solusi sementara pengganti terminal LPG refrigerated dalam jangka panjang menimbulkan hilangnya potensi penghematan sejumlah USD5,231,414 per tahun. Hal tersebut disebabkan karena Pertamina belum merealisasikan terminal LPG refrigerated di darat untuk menggantikan floating storage VLGC. Selain itu pengendalian atas tahapan pembangunan terminal refrigerated masih lemah, hal tersebut ditandai dengan adanya delay pada proses penyusunan Front End Engineering Design (FEED) dan adanya permasalahan pembebasan lahan untuk dermaga.

    2. Pertamina menanggung kerugian atas bisnis LPG 12 dan 50 kg selama tahun 2011 s.d. Oktober 2012 sebesar Rp7,73 triliun. Hal tersebut mengakibatkan kontinuitas pendistribusian LPG jangka panjang akan terganggu, kemampuan finansial Pertamina dalam jangka penjang akan menurun, Pertamina berpotensi tidak akan mampu melakukan kegiatan perawatan baik atas sarana dan fasilitas pendistribusian LPG

  • iii

    yang dimiliki sehingga dalam jangka panjang kualitas LPG maupun sarana pendukungnya tidak akan dapat dipertahankan. Serta Pemerintah kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendapatan deviden dari Pertamina yang lebih besar akibat kerugian yang diderita dari bisnis LPG Non PSO. Hal tersebut disebabkan oleh penetapan harga jual LPG Non PSO khususnya 12 kg yang lebih rendah daripada harga penyediaannya. Pertamina tidak menaikkan harga jual LPG tabung 12 kg dengan masih mempertimbangkan kata dilaporkan kepada Menteri dalam pasal 25 Permen ESDM No. 26 Tahun 2009 sebagai sesuatu yang mengikat dan harus mendapatkan persetujuan Pemerintah.

    3. Pertamina belum memanfaatkan secara optimal sumber dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan LPG. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan LPG dalam negeri, Pertamina memiliki ketergantungan yang sangat tinggi akan LPG impor. Data terakhir pada tahun 2012 menunjukkan bahwa impor LPG telah melebihi produksi LPG dalam negeri. Pertamina sebenarnya telah memiliki strategi pengadaan dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) namun belum diterjemahkan dalam workplan yang komprehensif untuk memenuhi kebutuhan LPG dengan memaksimalkan sumber dari dalam negeri. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah volume LPG impor yang berdampak pada peningkatan biaya pengadaan dan biaya transportasi LPG impor sebesar USD48 per MT tahun 2011 dan USD116 per MT tahun 2012. Hal tersebut juga meningkatkan risiko jangka panjang ketersediaan LPG dalam negeri karena ketergantungan pasokan dari impor.

    4. Kekurangan jumlah depot LPG berpotensi mengganggu kelancaran distribusi LPG dan menimbulkan hilangnya potensi penghematan transport fee minimal sebesar Rp25,9 milyar per tahun. Dukungan depot/terminal swasta untuk Pertamina masih kurang dibandingkan dengan kebutuhan Pertamina. Saat ini total storage LPG di Depot swasta maupun milik Pertamina adalah 17 terminal serta dua depot mini. Kapasitas storage untuk depot/terminal pressurized adalah sebesar 93.950 MT sementara itu troughput harian adalah sekitar 16.000 MT per hari. Apabila Pertamina mengasumsikan stok aman selama 11 hari maka dibutuhkan storage setara 176.000 MT, sementara itu storage yang ada hanya 93.950 MT, dengan demikian Pertamina masih kekurangan storage kira kira sejumlah 82.050 MT. Kekurangan depot tersebut karena Pertamina banyak mengalami kegagalan dalam pembangunan depot baru, permasalahannya adalah karena Pertamina tidak memiliki perencanaan yang matang terkait dengan pola pembangunan depot, Pertamina belum menetapkan secara jelas porsi depot/terminal yang akan dibangun sendiri atau yang akan disediakan oleh swasta, koordinasi internal untuk penyediaan/pembebasan lahan awal untuk lokasi depot atau terminal kurang berjalan dengan baik dan masih banyak menemui kendala, Pertamina belum melakukan pengendalian dan pengawasan yang efektif untuk percepatan pembangunan depot/terminal.

    5. Pertamina kehilangan potensi penghematan kegiatan Integrated Port Time (IPT) untuk proses discharge LPG senilai USD17,297,560.04 pada tahun 2011 dan 2012 (s.d. Oktober). Hal tersebut disebabkan oleh IPT hanya menjadi KPI fungsi Marine, bukan menjadi KPI fungsi lainnya, Pertamina belum mengalokasikan anggaran yang cukup bagi perawatan dan perbaikan sarana dermaga maupun Depot LPG, Pertamina belum memiliki fasilitas storage yang sesuai dengan ukuran kapal dan dermaga yang mencukupi untuk menunjang kegiatan discharge yang ideal, Pertamina belum

  • iv

    memiliki koordinasi yang memadai dalam perawatan dermaga karena selama ini dermaga dimiliki oleh fungsi Supply and Distribution (S & D) sementara kegiatan harian di dermaga tersebut dilakukan oleh fungsi Marine dan Pertamina belum menetapkan standar waktu riil untuk proses discharge berdasarkan karakteristik jumlah muatan kapal, pumping rate kapal dan ukuran pipa di darat.

    Sebelum menerbitkan laporan ini, BPK RI telah mengkomunikasikannya kepada pejabat terkait baik Direktorat Pemasaran dan Niaga maupun di lingkungan Direktorat Pengolahan Pertamina. Pertamina menyatakan sependapat dengan semua temuan pemeriksaan BPK RI dan akan menindaklanjuti semua rekomendasi BPK RI. Tanggapan atas laporan ini terdapat pada rincian laporan hasil pemeriksaan seperti yang diuraikan di bab-bab selanjutnya.

    REKOMENDASI

    Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut BPK RI merekomendasikan kepada Direksi PT Pertamina (Persero) agar:

    1. Merealisasikan percepatan pembangunan terminal LPG refrigerated Jawa Bagian Barat (JBB) Banten untuk mengggantikan VLGC.

    2. Menentukan tenggat waktu yang lebih cepat pada tahapan FEED, pembebasan lahan, Lelang EPC, Construction, Mechanical Completion, Commissioning Test, Operational Acceptance, dan Final Acceptance.

    3. Membuat skedul perkembangan project sebagai sarana monitoring dan pengendalian yang lebih ketat untuk mempercepat progres pembangunan terminal tersebut dan memperhitungkan secara finansial efek dari setiap keterlambatan dari skedul yang telah ditetapkan.

    4. Melakukan koordinasi dengan kementerian BUMN untuk mempercepat pengurusan penggunaan area untuk pembangunan dermaga kapal VLGC.

    5. Menaikkan harga LPG tabung 12 kg sesuai harga perolehan untuk mengurangi kerugian Pertamina dengan mempertimbangkan harga patokan LPG, kemampuan daya beli konsumen dalam negeri, dan kesinambungan penyediaan dan pendistribusian, dan sesuai Permen ESDM No. 26 Tahun 2009, melaporkan kenaikan harga LPG tabung 12 kg tersebut kepada Menteri ESDM.

    6. Mendeskripsikan secara lebih rinci turunan dari RJPP dalam bentuk workplan langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan pasokan LPG dari dalam negeri.

    7. Berkoordinasi dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi untuk melakukan pembelian sumber-sumber gas baik melalui kerjasama antara anak perusahaan dan KKKS maupun KKKS murni.

    8. Membuat kajian tentang investasi RFCC untuk meningkatkan produksi LPG di RU dan membuat kerjasama antara anak perusahaan dengan produsen gas swasta membentuk LPG plant.

    9. Membuat Blue Print perencanaan pembangunan depot/terminal LPG di seluruh wilayah Indonesia dengan menetapkan secara definitif depot yang akan dibangun sendiri maupun depot yang akan disewa ke pihak swasta dengan mempertimbangkan kebutuhan storage LPG di masa yang akan datang

    10. Membuat tim khusus yang bertugas untuk menyelesaikan masalah-masalah terkait dengan pembebasan lahan.

  • vi

    DAFTAR ISI

    LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN .............................................................................. DAFTAR ISI ..................................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................................. DAFTAR GAMBAR .........................................................................................................

    i vi

    viii ix

    I PENDAHULUAN 1

    A. Dasar Hukum Pemeriksaan ............................................................................... B. Identitas yang Diperiksa .................................................................................... C. Jenis Pemeriksaan .............................................................................................. D. Tujuan Pemeriksaan .......................................................................................... E. Lingkup Pemeriksaan ........................................................................................ F. Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan .. G. Standar Pemeriksaan ......................................................................................... H. Metodologi Pemeriksaan ................................................................................... I. Hambatan Pemeriksaan .....................................................................................

    1 1 5 5 5 6 6 6 7

    II GAMBARAN UMUM PEMERIKSAAN 8

    A. Kebijakan Nasional mengenai Gas dan LPG 8

    B. Proses Bisnis Pendistribusian LPG ........................... 11

    C. D. E. F. G. H.

    Penyediaan LPG secara Nasional oleh Pertamina ........................................... Pendistribusian LPG Nasional ........................................................................ Fasilitas Depot/Terminal LPG dan Penyaluran dari Depot ke SP(P)BE ........ Penyaluran SPBE/SPPBE ke Agen LPG Penyediaan dan Pemeliharaan Tabung Penanganan Material ...

    12 15 18 19 21 23

    III HASIL PEMERIKSAAN ........................................................................................ 25

    A. Perencanaan Kegiatan Pendistribusian dan Penentuan Harga LPG .................. 25

    B. Kegiatan Pendistribusian LPG maupun Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Pendistribusian ..................................................................................................

    C. Penanganan Tabung LPG ...................................................... D. Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian LPG dan Tabung LPG ..... E. Cakupan Pemeriksaan........................................................................................ F. Rincian Temuan Pemeriksaan ...........................................................................

    26 26 27 27 27

    1. Penggunaan Floating Storage VLGC sebagai Solusi Sementara Pengganti Terminal LPG Refrigerated dalam Jangka Panjang Menimbulkan Hilangnya Potensi Penghematan Sejumlah USD5,231,414 per Tahun .....................................................

    2. Pertamina Menanggung Kerugian atas Bisnis LPG 12 dan 50 Kg selama Tahun 2011 s.d. Oktober 2012 Sebesar Rp7,73 Triliun ..

    Nnn

    27

    30

    3. Pertamina Belum Memanfaatkan secara Optimal Sumber Dalam Negeri

  • vii

    untuk Memenuhi Kebutuhan LPG ............................................................ 33

    4. Kekurangan Jumlah Depot LPG di Beberapa Daerah Berpotensi Mengganggu Kelancaran Distribusi LPG dan Menimbulkan Hilangnya Potensi Penghematan Transport Fee Minimal Sebesar Rp25,9 Milyar Per Tahun ..............................................................

    36

    5. Pertamina Kehilangan Potensi Penghematan Kegiatan Integrated Port Time untuk Proses Discharge LPG senilai USD17,297,560.04 pada Tahun 2011 dan 2012 (s.d. Oktober) ........................................................

    40

    6. Belum Tersedianya Fasilitas Bunker MDO untuk Kapal Pengangkut LPG Menimbulkan Hilangnya Potensi Penghematan Senilai Rp375.656.000,00 pada Tahun 2011 dan 2012 ........................................

    45

    7. Keterbatasan Tabung Rolling dan Material Berpotensi Menimbulkan Gangguan Pada Proses Distribusi LPG ....................................................

    8. Proses Perawatan Tabung LPG Pertamina Kurang Efektif ...................... 9. Pertamina Belum Melakukan Monitoring secara Ideal atas Proses

    Pekerjaan SPBE Serta Belum Membuat Standarisasi Waktu untuk Proses Pengisian LPG ke Tabung .............................................................

    10. Standarisasi Proses dan Waktu Pengisian LPG ke Skid Tank Depot Belum Ditetapkan Mengakibatkan Ukuran Kinerja Filling Tidak Dapat Diketahui ...................................................................................................

    11. Fasilitas Dermaga 3 di Balikpapan, Dermaga Pangkalan Susu, dan Dermaga Gospier Surabaya Kurang Safe .........................................

    12. Beberapa Item Kinerja pada KPI Fungsi LPG Belum Tercapai ............... 13. Fleksibilitas Operasi dan Daya Tampung Depot LPG Balikpapan

    Sangat Terbatas untuk Menjaga Stok Aman di Kalimantan ..................... 14. Jalur Keluar Masuk Truk Skid Tank LPG ke Depot LPG Balikpapan

    dalam Kondisi Kurang Safe ......................................

    47 50

    54

    57

    59

    61

    63

    65

    15. Perawatan pada Masa Pemeliharaan maupun Pasca Pemeliharaan Depot LPG Tanjung Sekong dan Panjang Kurang Maksimal ............................. 66

  • viii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel 2.7 Tabel 2.8 Tabel 2.9 Tabel 2.10 m Tabel 2.11 Tabel 2.12 Tabel 2.13 a Tabel 2.14 Tabel 2.15 Tabel 2.16

    Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 3.12 Tabel 3.13 Tabel 3.14 m Tabel 3.15

    Target Bauran Energi Primer ................................................................ Cadangan Gas Bumi Indonesia Tahun 2006-2010 ............................... Produksi Gas Bumi Indonesia Tahun 2006-2010 ................................. Pemanfaatan Gas Bumi Tahun 2006-2010 .......................................... Realisasi Distribusi Paket Perdana 2007 s.d. April 2012 ...................... Kuota Penugasan versus Realisasi Penyaluran LPG Tabung 3 Kg ...... Realisasi Penjualan LPG Non PSO ....................................................... Proyeksi Kebutuhan LPG Berdasarkan RJPP Pertamina ..................... Realisasi Penyediaan LPG Nasional oleh Pertamina ........................ Perbandingan antara Penjualan dan Biaya Penyediaan dan Distribusi LPG ....................................................................................................... Daftar Depot Milik Maupun Swasta yang Disewa Pertamina .............. Jumlah SPBE/SPPBE/SPEK Seluruh Region ....................................... Daftar Retester 3 Kg, 12 Kg dan 50 Kg Per Region Pemasaran Pertamina .............................................................................................. Tarif Pemeliharaan (per Tabung) .......................................................... Data Tabung dan Aksesoris Rusak ....................................................... Gudang yang Digunakan oleh Pertamina ............................................. Perbandingan Biaya antara Penggunaan VLGC Sebagai Floating Storage dan Terminal Refrigerated Darat .............................................

    Kerugian Pertamina atas Bisnis LPG 12 Kg dan 50 Kg ....................... Kerugian Pertamina dari Bisnis LPG 12 kg dan 50 Kg per Kilogram .. Harga Publikasi Propane Butane CP Aramco .................................... Demand and Supply LPG 2010 2015 berdasarkan RJPP ................... Realisasi Pemenuhan Kebutuhan LPG 2011 dan 2012 (s.d. Oktober ) Selisih antara Biaya Pengadaan LPG dari Impor dan KKKS Tahun 2011 .......

    Selisih antara Biaya Pengadaan LPG dari Impor dan KKKS Tahun 2012 ....................................................................................................... Perhitungan atas Kehilangan Potensi Penghematan Transport Fee LPG di Sumatera Utara .....

    Perhitungan Nilai Kehilangan Potensi Penghematan Transport Fee LPG di Sumatera Barat .......

    Perhitungan Nilai Kehilangan Potensi Penghematan Transport Fee LPG di Jawa Timur ...............................................................................

    Minimum Potensi Penghematan Akibat Lamanya Waktu Sandar ........ Rerata Awaiting High Tide .................................................................... Selisih Harga HSD dan MDO Tahun untuk kapal LPG 2011 dan 2012 ....................................................................................................... Selisih Harga HSD dan MDO kapal LPG Tahun 2012 ........................

    8 8 9 9 10 12 13 13 14

    17

    18 21

    21

    23 23 24

    28 30

    30 30 33 33

    35

    35

    37

    38

    39

    41 42

    46 46

  • ix

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1.1Gambar 1.2 Gambar 2.1Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3

    Rangkaian Proses Bisnis Pertasmina... Struktur Organisasi Fungsi LPG & Gas Products ..........................Perbandingan Suplai Berdasarkan RJPP dan Realisasi ......................Pola Distribusdi dari Hulu ke Hilir ..................................................... Penyaluran LPG 3 Kg (PSO) dan Non PSO oleh Pertamina ............. Penyaluran SPBE/SPPBE ke Agen LPG ........................................ Proses Bisnis Pemeliharaan Tabung ................................................... Foto Depot Panjang ................................................ Foto Depot Tanjung Sekong ...................................................

    2 514 16 16 20 51 67 69

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    A. Dasar Pemeriksaan

    1. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 23.e, 23.f, 23.g. 2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 3. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung

    Jawab Keuangan Negara. 4. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. 5. Rencana Kegiatan Pemeriksaan (RKP) Semester II Tahun Anggaran 2012.

    B. Identitas yang Diperiksa

    PT Pertamina (Persero) atau selanjutnya disebut Pertamina adalah perusahaan minyak dan gas milik negara yang didirikan pada tanggal 10 Desember 1957 dengan nama Permina. Pada tahun 1961 perusahaan ini berganti nama menjadi PN PERMINA dan setelah melakukan merger dengan PERTAMIN pada tahun 1968 berganti nama menjadi PN Pertamina. Berdasarkan Undang-undang No. 8 Tahun 1971, perusahaan ini kemudian dinamakan Pertamina. Nama ini terus dipergunakan hingga akhirnya perusahaan ini mengganti status hukumnya dan mengganti nama menjadi PT PERTAMINA (Persero) pada tanggal 9 Oktober 2003.

    Dengan terbitnya Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pertamina berubah bentuk menjadi persero berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2003 tentang pengalihan bentuk perusahaan Pertamina menjadi perusahaan perseroan. PT Pertamina (Persero) didirikan berdasarkan akte Notaris Lenny Janis Ishak, SH No. 20 tanggal 17 September 2003. Pada tanggal 3 Juli 2008 berdasarkan Akta Notaris Lenny Janis Ishak SH dilakukan perubahan anggaran dasar PT Pertamina (Persero).

    Ruang lingkup bisnis Pertamina mencakup sektor hulu dan hilir. Sektor hulu mencakup eksplorasi dan produksi minyak, gas, dan energi panas bumi baik secara domestik maupun di luar negeri. Hal tersebut dilakukan dalam bentuk operasi sendiri maupun kerjasama secara joint operation dengan JOBs (Join Operating Bodies), TACs (Technical Assitance Contracts) dan JOCs (Join Operating Contracts). Sementara itu sektor hilir mencakup pemprosesan, pemasaran, penjualan, dan pengapalan berbagai komoditas yang diproduksi antara lain Fuel (BBM) dan Non Fuel (Non BBM), LPG, LNG, petrokimia, dan lube base oil.

    1. Proses Bisnis Pertamina

    Proses bisnis Pertamina diawali dari kegiatan produksi minyak mentah (MM) dari sumur minyak milik Pertamina. MM yang diolah Refinery Unit Pertamina berasal dari produksi sendiri, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang beroperasi di wilayah Indonesia dan dari penjual/trader minyak. Pengangkutan minyak mentah ke kilang Pertamina dilakukan dengan menggunakan tanker dan pipa.

    Hasil pengolahan Pertamina adalah produk BBM, Non BBM, Petrokimia dan Gas (LPG). Untuk penjualan di dalam negeri, produk kilang didistribusikan ke depot/terminal dan konsumen akhir melalui tanker, pipa, truk, dan kereta api. Untuk penjualan ekspor, produk diangkut dengan tanker. Produk kilang dijual ke konsumen akhir melalui lembaga penyalur antara lain: SPBU, SPBB, SPBN, Agen, dsb.

  • 2

    Gambar 1.1. Rangkaian Proses Bisnis Pertamina

    2. Informasi terkait dengan Sektor Gas di Pertamina

    a. Direktorat Gas Pertamina

    Direktorat Gas merupakan direktorat baru di Pertamina yang dibentuk pada Juni 2012. Lingkup bisnis Direktorat gas adalah sebagai berikut:

    1) Mengelola pengembangan, pengelolaan, pengolahan, pemasaran, niaga, serta kegiatan usaha terkait bisnis gas selain PSO, power, dan energi baru dan terbarukan.

    2) Memimpin dan mengendalikan kegiatan usaha dan pengembangan bisnis gas, power, dan energi baru dan terbarukan dengan bertanggung jawab atas kinerja operasional maupun finansial.

    3) Mengkoordinasikan dan mengawasi semua proyek yang berada di bawah kepemimpinan Direktorat Gas.

    Pertamina melalui Direktorat Gas mendapatkan penugasan dari Pemerintah sebagai Penjual Gas Alam Cair (LNG) untuk kepentingan Industri, yang terdiri dari:

    1) Pertamina sebagai Penjual Gas Alam Cair (LNG) yang diproduksi oleh Kilang LNG Tangguh untuk pasar Jepang.

    2) Surat Keputusan BP Migas No. KEP-0125/BP00000/2010/S2 tanggal 7 Oktober 2010 tentang Penunjukan Pertamina sebagai Penjual Gas Alam Cair (LNG) yang diproduksi oleh Kilang LNG Bontang untuk PT Nusantara Regas.

    3) Surat Keputusan BP Migas No. KEP-0023/BP00000/2010/S2 tanggal 7 Oktober 2010 tentang Penunjukan Pertamina sebagai Penjual Gas Alam Cair (LNG) yang diproduksi oleh Kilang LNG Bontang ke Jepang.

    b. PT Pertamina Gas (Pertagas)

    Pertagas merupakan anak perusahaan Pertamina yang bergerak di bidang niaga, transportasi, pemrosesan, dan bisnis lainnya yang terkait dengan gas alam dan produk turunannya. Kegiatan yang dijalankan oleh Pertagas hingga saat ini masih merupakan bisnis perusahaan dan belum ada penugasan dari pemerintah. Dari bidang usaha transportasi gas, Pertagas memperoleh keuntungan melalui upah jasa transportasi yang berasal dari penyaluran gas Pertamina EP dan Non Pertamina EP. Dari bidang usaha niaga gas, Pertagas memperoleh gas dari JOB Pertamina Golden Spike, JOB Pertamina Talisman OK, dan BUMD Bekasi PT Bina Bangun Wibawa Mukti yang selanjutnya dijual ke PT Pupuk Sriwijaya, PT Bayu Buana Gemilang, dan PT Mutiara Energi.

    PertaminaRefineries

    PertaminaOil&GasFields

    CrudeEntitlement&

    Gas

    Pipeline

    KKKSOil&GasFields

    ForeignOil&GasFields

    Oil&GasTraders

    InterRefineryCargoes

    TransitTerminals

    FloatingStorage

    ImportedProducts

    ForeignRefineries

    Products

    Oil&GasTrucking

    Train

    SPBU/LPGFillingStation

    Industri

    DPPU

    Bridger

    Pipeline

    OwnProducts

    Main/EndDepots

    BackLoadingTerminals

    ExportedProducts

    ImportedCrude&Gas

    OwnCrude&Gas

  • 3

    Sedangkan dari bisnis usaha pemrosesan gas, Pertagas bekerja sama dengan BUMD Bekasi yakni PT Bina Bangun Wibawa Mukti yang selanjutnya menggandeng PT Yudhistira Energy melalui kontrak Build Own Operate (BOO) untuk mengoperasikan kilang LPG di Kabupaten Bekasi dengan kapasitas LPG 138 ton/hari dan kondensat 177 barel/hari. Di samping itu Pertagas juga sedang membangun kilang NGL di Sumatera Selatan dengan kapasitas LPG 710 ton/hari dan kondensat 2.024 barel/hari.

    c. Fungsi Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina

    Fungsi ISC merupakan fungsi yang berada langsung di bawah Direktur Utama dalam struktur organisasi Pertamina. Peranan fungsi ISC adalah sebagai berikut:

    1) Melakukan optimasi secara terintegrasi hilir wide untuk memperolah margin hilir yang terbaik.

    2) Melakukan supply minyak mentah dan gas source ke Pengolahan. 3) Melakukan supply produk BBM, Non BBM, gas, dan produk lainnya ke Pemasaran dan

    Niaga. 4) Koordinasi dengan trading arm PETRAL dalam melakukan impor/ekspor minyak mentah,

    intermedia, gas source, dan produk.

    Koordinasi Fungsi ISC dalam proses bisnis pendistribusian LPG pada Fungsi LPG & Gas Products di Pertamina adalah pada bagian Non Fuel & Petrochemical Operation. Bagian ini bertugas sebagai koordinator supply gas. Bagian ini membuat rencana lifting/injeksi LPG untuk diserahkan ke Refinery Unit yang selanjutnya diserahkan kepada Operation Manager Fungsi LPG & Gas Products. Rencana lifting/injeksi LPG merupakan salah satu input dalam membuat rencana bulanan pendistribusian LPG.

    d. Direktorat Pengolahan (Refinery) Pertamina

    Kegiatan pengolahan adalah kegiatan untuk mengubah bahan baku berupa minyak mentah dan intermedia menjadi produk-produk minyak berupa Bahan Bakar Minyak (BBM), Bahan Bakar Khusus (BBK), Non BBM, Petrokimia, Gas dan Pelumas. Fungsi dan tugas kegiatan pengolahan dilaksanakan oleh Direktorat Pengolahan yang dipimpin oleh Direktur Pengolahan. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktur Pengolahan membawahi Manager HSE, Manager Legal, Senior Vice President (SVP) Refinery Operation dan SVP Business Development. Senior Vice President Refinery Operation salah satunya membawahi General Manager Operation Refinery Unit II-VII.

    Dalam proses bisnis pendistribusian LPG, Refinery Unit merupakan salah satu sumber supply gas. Refinery Unit akan melakukan koordinasi dengan Bagian Non Fuel & Petrochemical Operation ISC dalam pembuatan rencana lifting/injeksi LPG untuk diserahkan kepada Operation Manager Fungsi LPG & Gas Products.

    e. Fungsi Perkapalan (Shipping) Pertamina

    Fungsi Perkapalan merupakan salah satu fungsi di bawah Direktorat Pemasaran dan Niaga yang memiliki tugas sebagai berikut:

    1) Menyelenggarakan angkutan laut dan sungai untuk minyak dan gas bumi, bahan bakar minyak dan gas, hasil olahannya dan produk petrokimia; dan

    2) Menyelenggarakan pengelolaan kapal milik dan kapal yang disewa perusahaan untuk mengangkut minyak dan gas bumi, bahan bakar minyak dan gas, hasil olahannya dan produk petrokimia.

    Dalam pembuatan rencana bulanan pendistribusian LPG, Operation Manager Fungsi LPG & Gas Products akan membuat alokasi kapal untuk masing-masing Depot berdasarkan hasil master

  • 4

    program yang telah disusun bersama dengan pihak-pihak terkait sebagai permintaan pengangkutan LPG kepada Ship Operation CBO & Petrochemical Manager Fungsi Perkapalan.

    f. Fungsi LPG & Gas Products Pertamina

    Fungsi LPG & Gas Products merupakan salah satu unit bisnis di bawah SVP Petroleum Products Marketing & Trading. Berikut informasi umum dan identitas Fungsi LPG & Gas Products:

    1) Informasi Umum Sejak tahun 1968, Fungsi LPG & Gas Products mendistribusikan LPG sebagai bahan baku industri, rumah tangga, dan komersial dengan menggunakan brand Elpiji. Kegiatan Pokok fungsi ini antara lain adalah menjalankan usaha LPG & produk turunannya yang meliputi penerimaan, penimbunan, pendistribusian, dan pemasaran yang terintegrasi berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.

    Sasaran dari program kegiatan Fungsi LPG & Gas Products adalah sebagai berikut:

    a) Mempertahankan marketshare 100% untuk LPG PSO dan 95% LPG Non PSO pada tahun 2016. Saat ini Pertamina merupakan pemain tunggal dalam pemasaran LPG PSO, namun dengan adanya Permen No. 26 Tahun 2009 maka terbuka bagi perusahaan yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender dalam rangka penugasan untuk penyediaan dan pendistribusian LPG PSO

    b) Mengupayakan pengurangan kerugian LPG Non PSO Penjualan LPG NPSO terutama LPG 12 kg mengalami kerugian sejak tahun 2005. Hal ini disebabkan penetapan harga penjualan LPG 12 kg yang ditetapkan Pemerintah dibawah harga CP Aramco.

    c) Meningkatkan layanan, kehandalan suplai, dan distribusi LPG di seluruh Indonesia Dengan semakin banyaknya swasta yang menyediakan infrastruktur dan jalur distribusi LPG maka kedepannya Pertamina akan bersaing secara head to head dengan swasta.

    d) Peningkatan profit dari bisnis Produk Gas - Adanya perencanaan LNG Receiving Terminal sehingga kedepan penggunaan Gas

    Alam sebagai bahan bakar akan berkembang terutama di sepanjang jalur gas. - Dengan adanya dukungan regulasi pemerintah untuk mendukung penggunaan

    refrigeran ramah lingkungan maka peluang pasar Musicool semakin terbuka. - Kebutuhan akan bertambah seiring dengan pertumbuhan industri pengguna aerosol

    serta didukung regulasi Pemerintah untuk penggunaan produk ramah lingkungan.

    2) Struktur Organisasi

    Struktur Organisasi dari PT Pertamina (Persero) fungsi LPG & Gas Product berdasarkan Kpts-081/F00000/2010-S0 tanggal 30 November 2010 tentang Struktur Organisasi PT Pertamina (Persero) adalah sebagai berikut:

  • 5

    Gambar 1.2 Struktur Organisasi Fungsi LPG & Gas Products

    C. Jenis Pemeriksaan

    Pemeriksaan Terinci Kinerja atas kebijakan nasional sektor gas di Pertamina. Area Kunci atas pemeriksaan terinci kinerja tersebut adalah Pendistribusian LPG.

    D. Tujuan Pemeriksaan

    Tujuan pemeriksaan terinci kinerja adalah menilai efisiensi dan efektivitas pendistribusian LPG dan Tabung LPG Pertamina, dengan sub tujuan untuk menilai apakah:

    1. Perencanaan kegiatan pendistribusian dan penentuan harga LPG dan tabung LPG telah dilakukan secara memadai, memiliki justifikasi, dan memenuhi kriteria penetapan perencanaan yang baik.

    2. Kegiatan pendistribusian LPG maupun pemeliharaan sarana dan prasarana pendistribusian telah dilaksanakan dengan efisien dan memenuhi ekspektasi yang dituangkan dalam Key Performance Indicator.

    3. Penanganan tabung LPG telah dilaksanakan sesuai dengan standar, kualitas, kuantitas yang ditentukan oleh Pertamina maupun oleh instansi yang berwenang lainnya.

    4. Kegiatan pendistribusian LPG dan tabung LPG telah dimonitor dan dievaluasi secara memadai dalam rangka memenuhi tujuan perusahaan dan ketersediaan LPG dan tabung untuk keperluan masyarakat.

    E. Lingkup Pemeriksaan

    Lingkup pemeriksaan adalah sebagai berikut:

    1. Pemeriksaan kegiatan pendistribusian LPG ini dimulai dari transportasi produk LPG yang diadakan dari berbagai sumber (impor, pembelian dari dalam negeri maupun hasil produksi kilang dalam negeri sampai dengan LPG tersebut didistribusikan ke masing-masing SPBE/SPPBE/SPPEK. Terkait pendistribusian LPG dari SPBE/SPPBE/SPPEK sampai dengan Agen LPG dan konsumen akhir tidak dilakukan pemeriksaan karena kegiatan tersebut

  • 6

    merupakan tanggung jawab bersama antar Pertamina dengan pihak ketiga dan sudah menjadi salah satu objek pemeriksaan subsidi JBT dan LPG 3 kg.

    2. Pemeriksaan tidak ditujukan untuk menilai proses pengadaan LPG dan juga tidak mencakup rantai pendistribusian LPG dari SPBE ke Agen.

    3. Sasaran pemeriksaan terinci kinerja adalah sebagai berikut: a. Kegiatan perencanaan supply dan distribusi LPG dan tabung LPG:

    - Perencanaan suplai dan distribusi LPG - Proses penetapan harga jual LPG - Perencanaan pengadaan dan distribusi tabung dan material

    b. Kegiatan pendistribusian LPG dan tabung LPG: - Pendistribusian LPG - Pendistribusian tabung LPG

    c. Kegiatan penanganan tabung LPG: - Penyaluran tabung dari pabrik ke SPBE - Penanganan tabung bocor - Penyerahan tabung LPG rolling dari SPPBE/SPPEK/SPBE ke retester - Penanganan tabung LPG tanpa tanda SNI

    d. Kegiatan monitoring pendistribusian LPG: - Penentuan KPI fungsi LPG & Gas Products - Monitoring kinerja Fungsi LPG & Gas Products - Monitoring stock LPG - Monitoring realisasi penjualan LPG - Pembinaan dan evaluasi saluran distribusi - Standarisasi jalur distribusi SPBE/SPPBE

    F. Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan Pemeriksaan terinci kinerja dilaksanakan dalam waktu 50 hari kerja di Kantor Pusat PT

    Pertamina (Persero) dan Kantor LPG & Gas Products Region di Jakarta, Medan, Balongan, Bandung, Makassar, Balikpapan, dan Surabaya. Pemeriksaan dilaksanakan pada 15 Oktober s.d. 21 Desember 2012. G. Standar Pemeriksaan

    Standar pemeriksaan yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) seperti yang dinyatakan dalam Peraturan BPK RI No. 1 Tahun 2007. Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja BPK RI mengacu pada Pernyataan Standar Pemeriksaan No. 1 (PSP No. 1) tentang Standar Umum, PSP No. 4 tentang Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja, dan PSP No. 5 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja.

    H. Metodologi Pemeriksaan

    Metodologi pemeriksaan adalah sebagai berikut:

    1. Pemeriksaan atas kegiatan pendistribusian LPG merupakan Pemeriksaan Kinerja yang mengacu pada Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Pemeriksaan Kinerja dan diartikan sebagai suatu proses penilaian atas bukti-bukti yang tersedia untuk menghasilkan suatu pendapat secara luas mengenai bagaimana entitas menggunakan sumber daya secara ekonomis, efisien, dan efektif.

  • 7

    Tahap ini merupakan kegiatan lanjutan dari kegiatan pemeriksaan pendahuluan dan seluruh informasi yang relevan dengan tujuan pemeriksaan, diungkap dalam temuan pemeriksaan.

    2. Pemeriksaan meliputi tiga tahapan pemeriksaan yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan. a. Tahapan perencanaan ini telah dilaksanakan pada Pemeriksaan Pendahuluan Kinerja. Tahap

    perencanaan telah dilakukan dengan output antara lain sebagai berikut: 1) Kertas Kerja Pemahaman entitas dari pengidentifikasian masalah. 2) Kertas Kerja Penentuan area kunci. 3) Kertas Kerja Penentuan tujuan dan lingkup pemeriksaan. 4) Kertas Kerja Penentuan kriteria pemeriksaan. 5) Kertas Kerja Pengidentifikasian jenis bukti dan prosedur pemeriksaan. 6) Program Pemeriksaan (P2) Terinci

    b. Tahap pelaksanaan meliputi: 1) Pengumpulan bukti dalam rangka menggali masalah bertujuan untuk memperoleh bukti

    pemeriksaan sebagai pendukung temuan temuan pemeriksaan dan simpulan pemeriksaan. Tahapan ini dilakukan melalui kegiatan wawancara dengan pihak terkait, konfirmasi, penyebaran kuesioner, cek fisik secara uji petik, observasi proses kegiatan entitas, reviu dokumen, dan reviu literatur.

    2) Pengujian bukti dilakukan melalui kegiatan analisis data, analisis rasio, analisis kewajaran, analisis keselarasan, analisis perbandingan, analisis perhitungan, analisis trend, dan sampling atas populasi kegiatan pendistribusian LPG.

    3) Pengujian atas kepatuhan terhadap perundang-undangan dan kualitas pelaksaaan pengendalian intern.

    4) Penyusunan temuan pemeriksaan yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada entitas yang diperiksa dan atau pihak lain yang berkepentingan tentang fakta informasi yang akurat dan berhubungan dengan permasalahan yang diperoleh dari kegiatan pemeriksaan.

    5) Setelah temuan pemeriksaan disusun, tim selanjutnya mengajukan rekomendasi kepada entitas yang diperiksa.

    c. Tahap pelaporan meliputi penyusunan konsep laporan hasil pemeriksaan, perolehan tanggapan dan tindakan perbaikan yang direncanakan, serta penyusunan dan penyampaian laporan hasil pemeriksaan. Metodologi pemeriksaan dalam tahap pelaporan meliputi teknik dan mekanisme pelaporan, yaitu sebagai berikut.

    1) Penyusunan Konsep LHP disiapkan oleh Auditorat. Input utama konsep LHP adalah temuan pemeriksaan.

    2) Konsep LHP yang telah disetujui penanggung jawab akan dibahas bersama manajemen entitas untuk memperoleh tanggapan dan rencana perbaikan yang akan dilakukan. Hal ini bertujuan agar laporan dapat disajikan secara berimbang.

    3) Pemeriksa mengevaluasi tanggapan yang diberikan entitas, bila tidak bertentangan dengan konsep LHP, akan diproses menjadi LHP final yang akan direviu dan ditandatangani oleh Penanggung Jawab. LHP final akan didistribusikan kepada pihak yang telah disepakati sebagai penerima laporan.

    I. Hambatan Pemeriksaan

    Tidak ada hambatan pemeriksaan yang berarti yang dialami Tim Pemeriksaan Kinerja dalam pelaksanaan pemeriksaan.

  • 8

    BAB II

    GAMBARAN UMUM PEMERIKSAAN

    A. Kebijakan Nasional Mengenai Gas dan LPG

    Kebijakan Energi Indonesia dimulai dengan ditetapkannya Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, kebijakan tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. Terdapat dua sasaran yang ingin dicapai melalui Kebijakan Energi Nasional yaitu tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025 dan terwujudnya energi (primer) mix yang optimal pada tahun 2025.

    Tahun 2007 ditetapkan Undang-undang Energi No. 30 Tahun 2007 tentang Energi, perwujudan Kebijakan Energi Nasional dalam Undang-undang tersebut meliputi ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional, prioritas pengembangan energi, pemanfaatan sumber daya energi nasional dan cadangan penyangga energi nasional.

    Salah satu sasaran energi primer yang optimal adalah dengan meningkatkan peranan energi gas bumi terhadap konsumsi energi nasional menjadi lebih dari 30% pada tahun 2025.

    Tabel 2.1 Target Bauran Energi Primer

    Energi Primer Target Tahun 2025 Minyak Bumi < 20% Gas Bumi > 30% Batu Bara > 33% Biofuel > 5% Panas Bumi > 5% Energi Baru dan Energi Terbarukan lainnya > 5% Liquified Coal > 2%

    Sumber : Perpres No. 5 Tahun 2006

    Cadangan gas bumi Indonesia rata-rata tahun 2006-2010 sebesar 166,54 TSCF dengan produksi gas bumi rata-rata per tahun sebesar 3,02 TSCF. Data tersebut menunjukkan gas bumi Indonesia memiliki Reserve to Production Ratio sebesar 55,48 tahun. Data cadangan dan produksi gas bumi di Indonesia adalah sebagai berikut:

    Tabel 2.2 Cadangan Gas Bumi Indonesia Tahun 2006-2010

    Wilayah 2006 2007 2008 2009 2010 Aceh 4,57 3,71 5,72 5,55 5,74 Sumatera Utara 1,38 1,32 1,27 1,26 1,28 Sumatera Tengah 7,83 7,96 8,15 10,57 10,35 Sumatera Selatan 24,3 26,68 27,1 17,74 16,11 Natuna 53,56 53,06 52,59 52,14 51,46 Jawa Barat 6,04 6,18 4,16 3,68 3,70 Jawa Timur 6,2 6,39 5,08 5,30 6,40 Kalsel 2,37 Kaltim 45,4 21,49 24,96 21,78 19,76 Sulawesi Tengah 0,79

    7,76 3,18 2,68 2,8 Selawesi Selatan 3,92 Maluku 0,006 6,31 13,65 15,22 15,22 Papua 24,47 24,14 24,21 23,71 24,32 Total 180,84 165,00 170,07 159,63 157,14

    Sumber: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementrian ESDM

  • 9

    Cadangan gas bumi tersebut, telah diproduksi oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Minyak dan Gas Bumi, dengan hasil produksi sebagai berikut:

    Tabel 2.3 Produksi Gas Bumi Indonesia Tahun 2006-2010

    Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Pertamina 0,960 0,782 0,926 1,045 1,045 KKKS 7,133 6,904 6,957 7,341 8,291

    Jumlah 8,093 7,686 7,883 8,386 9,336 Sumber: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementrian ESDM

    Tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat produksi gas bumi rata-rata 1,82% dari cadangan gas bumi tahun 2006-2010. Kondisi ini disebabkan tingginya tingkat risiko dan nilai investasi pada sektor gas bumi. Pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri adalah sebagai berikut:

    Tabel 2.4 Pemanfaatan Gas Bumi Tahun 2006-2010

    Tahun 2006 (%) 2007 (%) 2008 (%) 2009 (%) 2010 (%) Domestik Pupuk 6,4 7,1 6,0 7,4 6,6 Kilang 0,5 0,9 1,0 1,0 0,8 Petro Kimia 1,9 1,8 1,8 1,8 1,0 Kondensasi 0,5 0,4 0,1 0,2 0,2 LPG 1,1 1,3 0,5 0,6 0,6 PGN 8,3 8,0 9,9 9,0 8,4 PLN 5,7 6,5 7,7 7,6 7,9 Krakatau Steel 0,0 1,0 0,8 0,8 0,6 Industri Lain 3,8 1,7 1,7 1,8 1,7 Pemakaian Sendiri 3,0 10,1 10,3 10,8 11,2 Susut & Flare 3,8 3,5 3,9 5,6 5,4 Peningkatan Produksi Minyak 3,0 3,5 4,0 4,1 3,9 Jumlah Domestik 45,90 45,6 47,8 50,5 48,3 Eksport LNG 48,6 46,3 44,0 39,9 41,9 LPG 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Gas Pipa 5,5 8,1 8,1 9,6 9,8 Jumlah Eksport 54,1 54,4 52,2 49,5 51,7

    Sumber: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementrian ESDM

    Pemanfaatan gas bumi dalam negeri lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah yang diekspor. Sebagian besar pemanfaatan gas bumi dalam negeri untuk bahan baku pabrik pupuk dan industri petrokimia serta sumber energi untuk pembangkit listrik dan industri lain, sedangkan sebagian kecil masih digunakan untuk peningkatan produksi minyak bumi.

    Selain pemanfaatan gas untuk skala besar, kebijakan energi nasional juga mengarah ke sektor industri kecil, mikro, dan rumah tangga. Hal ini dilakukan dengan melakukan pengalihan BBM ke energi gas diantaranya dengan melakukan konversi Minyak Tanah ke Liquified Petroleum Gas (LPG).

    Pemerintah menetapkan program konversi Minyak Tanah ke LPG melalui Peraturan Pemerintah No. 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG Tabung 3 kg. Adapun sasaran dari program konversi ini adalah Rumah Tangga dan Usaha Mikro. Perpres tersebut antara lain menyatakan bahwa:

  • 10

    1. Penyediaan dan pendistribusian LPG tabung 3 kg hanya diperuntukkan bagi rumah tangga dan usaha mikro yang menggunakan minyak tanah untuk memasak dan tidak mempunyai kompor gas;

    2. Pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian LPG tabung 3 kg diawali dengan memberikan secara gratis tabung LPG 3 kg beserta isi, kompor, selang dan regulator kepada rumah tangga dan usaha mikro.

    Untuk melaksanakan program konversi LPG 3 kg, Pemerintah memberikan penugasan kepada Pertamina selaku penyedia, dan distributor LPG 3 kg dari Tahun 2007 s.d. sekarang. Untuk menjalankan program tersebut, Pertamina membentuk suatu Koordinator Pelaksana Bidang Konversi (Project Coordinator) untuk merencanakan dan mengusulkan pelaksanaan konversi LPG tiap tahunnya dan dilaksanakan oleh Fungsi LPG dan Gas Product. Fungsi LPG dan Gas Product adalah pelaksana pengadaan paket perdana konversi (tabung 3 kg, kompor, selang, dan regulator), dan pelaksanaan pendataan serta distribusi paket. Kontrak pengadaan sarana paket perdana dilaksanakan oleh Fungsi LPG dan Gas Product Pertamina. Sedangkan pelaksanaan kegiatan pendataan dan distribusi paket menjadi tugas region-region yang berada di daerah yang pelaksanaannya dikontrakkan kepada pihak ketiga. Dalam melaksanakan program konversi, Pertamina menyiapkan infrastruktur untuk mendistribusikan LPG ke masyarakat antara lain berupa Depot LPG, SPPBE/SPBE, Agen LPG, floating storage, dan tanki.

    Data realisasi pendistribusian paket perdana sejak tahun 2007 sampai dengan April 2012 menunjukkan bahwa jumlah paket perdana LPG 3 kg yang telah didistribusikan adalah sebesar 53.884.926 paket. Rincian dan sebaran pendistribusian paket perdana adalah sebagai berikut:

    Tabel 2.5 Realisasi Distribusi Paket Perdana 2007 s.d. April 2012

    Wilayah 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Total

    Bengkulu - - - - 436,103 - 436,103

    Jambi - - - - 602,267 - 602,267

    Kepulauan Riau - - 241,733 21,164 29,753 - 292,650

    Lampung - - 822,234 828,736 - 65,865 1,716,835

    NAD - - - 468,366 472,377 887 941,630

    Riau - - 56,741 367,320 705,504 789 1,130,354

    Sumatera Selatan 50,000 726,051 851,550 - - - 1,627,601

    Sumatera Utara - - 1,671,594 77,959 779,852 69,051 2,598,456

    Banten 498,347 1,338,907 737,839 16,329 - - 2,591,422

    DKI Jakarta 1,278,368 856,197 8,751 - - - 2,143,316

    Jawa Barat 946,147 7,145,785 4,077,496 200,275 - - 12,369,703

    Kalimantan Barat - - 240,486 189,617 622,180 13,820 1,066,103

    DI Yogyakarta 79,841 701,413 89,153 - - - 870,407

    Jawa Tengah 365,406 1,823,356 7,259,125 - - - 9,447,887

    Bali 15,616 256,055 506,148 11,875 - - 789,694

    JawaTimur 742,725 2,229,930 6,179,051 1,799,431 65,635 - 11,016,772

    NTB - - - 9,315 669,776 - 679,091

    Gorontalo - - - - 165,335 - 165,335

    Kalimantan Selatan - - - - 309,118 - 309,118

    Kalimantan Timur - - 461,660 118,031 116,251 - 695,942

  • 11

    Wilayah 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Total

    Sulawesi Barat - - - - 226,897 - 226,897

    Sulawesi Selatan - - 1,151,794 606,309 - - 1,758,103

    Sulawesi Utara - - - - 402,885 6,355 409,240

    Total 3,976,450 15,077,694 24,355,355 4,714,727 5,603,933 156,767 53,884,926 Sumber data :PT Pertamina

    Pada tahun 2012, Pemerintah melanjutkan program konversi minyak tanah ke LPG melalui Kementerian ESDM dengan mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM No. 2790/K/12/MEM/12 tanggal 19 September 2012 tentang Penugasan Kepada PT Pertamina (Persero) dalam Penyediaan dan Pendistribusian Paket Perdana Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram Tahun 2012. Wilayah penugasan konversi berdasarkan Keputusan Menteri tersebut antara lain Provinsi Sumatera Barat, Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah, dengan jumlah paket perdana sebanyak 2.343.195 paket.

    Selain program konversi Minyak Tanah ke LPG 3 Kg, Pertamina juga melakukan penyediaan dan pendistribusian LPG 6 Kg dan 12 Kg. Pengelolaan (Penyediaan dan Pendistribusian) LPG Tabung Non PSO tersebut mempunyai mekanisme yang sama dengan LPG PSO, hanya berbeda di segi konsumen dan harga yang tidak disubsidi oleh pemerintah.

    Pengelolaan (Penyediaan dan Pendistribusian) LPG Tabung Non PSO tersebut mempunyai mekanisme yang sama dengan LPG PSO, hanya berbeda di segi konsumen dan harga yang tidak disubsidi oleh pemerintah.

    Pada tahun 2011, Pertamina menetapkan target RKAP penjualan LPG Non PSO turun menjadi 900.000 MT (80% dari realisasi 2010). Turunnya target penjualan tahun 2010 ini disebabkan karena beberapa daerah telah closed and dry sehingga beberapa pengguna dual fuel (pengguna LPG 12 kg dan minyak tanah) diperkirakan akan beralih menjadi pengguna LPG 3 kg. Namun ternyata target ini tidak berjalan dengan baik karena meningkatnya kecelakaan LPG 3 kg pada tahun 2010 berdampak secara tidak langsung terhadap meningkatnya realisasi LPG Non PSO sehingga mencapai 127% dari target.

    Pada tahun 2012, rencana volume penjualan Non PSO tidak mengalami peningkatan signifikan dibandingkan realisasi 2011 (RKAP 2012 = 1.196.000 MT). Hal ini dikarenakan Pertamina diskenariokan masih akan mengalami kerugian apabila Pemerintah masih berusaha menjaga stabilitas masyarakat dan inflasi sehingga Pertamina tidak bisa menaikkan harga LPG. Prognosa 2012, LPG Non PSO 97% dari target karena dilakukannya pengendalian penjualan LPG 12 kg yang merugi. Oleh karenanya, rencana program kerja di sektor LPG Non PSO Marketing secara garis besar adalah fokus untuk mengembangkan jaringan pemasaran LPG Non PSO serta peningkatan standar pelayanan dan pengurangan kerugian LPG Non PSO.

    B. Proses Bisnis Pendistribusian LPG

    Proses bisnis penyediaan dan pendistribusian LPG 3 kg, 12 kg, dan 50 kg mempunyai mekanisme yang sama. Perbedaannya hanya di segi konsumen dan harga. Untuk LPG 3 kg, konsumennya adalah rumah tangga dan usaha mikro dan harganya ditetapkan oleh Pertamina. Untuk LPG 12 kg konsumennya adalah rumah tangga dan industri. Sedangkan untuk LPG 50 kg, konsumennya adalah sektor industri.

  • 12

    Proses bisnis LPG diawali dengan pembelian LPG dari KKKS dan Impor, serta dari Refinery unit untuk disimpan dalam storage/depot dalam kondisi tekanan tinggi. Selanjutnya dari storage/depot, LPG didistribusikan ke filling plant Pertamina/SPPBE/SPPEK/SPBE dengan menggunakan skid tank. Dari filling plant Pertamina/SPPBE/SPPEK/SPBE, LPG didistribusikan ke agen-agen dengan menggunakan truk. Pengangkutan LPG dari depot ke SPBE ditangani oleh Pertamina karena SPBE tidak mempunyai alat angkut/skid tank, sedangkan pengangkutan LPG dari depot ke SPPBE dilakukan oleh pemilik SPPBE dengan mendapatkan fee angkut. Pengangkutan LPG dari SPPBE/SPBE ke agen dilakukan oleh agen dengan menggunakan alat angkut yang dimiliki agen.

    LPG tabung 3 kg adalah produk LPG khusus yang dibuat Pertamina sesuai dengan program Pemerintah yaitu konversi minyak tanah ke LPG. Program ini mulai dilaksanakan akhir tahun 2007, tepatnya ketika Pemerintah melalui Presiden menerbitkan Perpres No. 104 Tahun 2007 pada bulan November tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG. Program ini dimulai dengan mendistribusikan paket perdana LPG tabung 3 kg ke masyarakat secara gratis. Selanjutnya, Pertamina mempunyai kewajiban untuk melakukan pengisian ulang (refill) tabung LPG 3 Kg dengan menyediakan LPG dan mendistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia. Suplai LPG Pertamina pada saat ini berasal dari kilang dalam negeri dan Impor.

    Pada tahun 2011, Pertamina telah menyalurkan LPG 3 kg sebanyak 3.257.845.182 kg atau sebanyak 1.085.948.394 tabung dengan nilai subsidi sebesar Rp21.164.526.763.177,80. Kementerian ESDM, melalui konsultan yang ditunjuk, melakukan verifikasi atas laporan penyaluran LPG tabung 3 kg yang dilakukan oleh Pertamina. Hasil verifikasi konsultan Kementerian ESDM menunjukkan masih adanya kekurangan pada kegiatan penyaluran LPG tabung 3 kg pada tahun 2011 yang dilakukan oleh Pertamina, antara lain:

    1. Kondisi administrasi yang masih buruk untuk tingkat penyalur, antara lain hilangnya dokumen Surat Pengantar Pengiriman (SPP), yang mengakibatkan proses verifikasi menjadi terhambat;

    2. Kekurangan pada sistem Pertamina seperti masih terdapat DO ganda atau alamat penyalur belum update;

    3. Praktek jual beli DO dan persaingan harga; 4. Sebagian besar penyalur dan SPBE beroperasi di bawah tingkat keekonomian; 5. Biaya transportasi yang tinggi.

    C. Penyediaan LPG Secara Nasional oleh Pertamina

    Dalam rangka memenuhi kebutuhan LPG secara nasional, Pertamina melakukan pengadaan LPG baik dari dalam negeri maupun dari impor. Pertamina mengadakan LPG untuk memenuhi penugasan subsidi LPG tabung 3 kg yang diberikan oleh Pemerintah maupun untuk memenuhi kebutuhan masyarakan akan LPG non PSO dalam kemasan tabung 12 kg, 50 kg, maupun bulk LPG. Gambaran kebutuhan LPG untuk penugasan PSO dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

    Tabel 2.6 Kuota Penugasan versus Realisasi Penyaluran LPG Tabung 3 Kg

    2007 (MT) 2008 (MT) 2009 (MT) 2010 (MT) 2011 (MT) 2012 (MT) PSO 181.274,25 1.144.019,93 1.775.000 2.973.342 3.522.000 3.606.105 Realisasi PSO N/A 574.125 1.753.936 2.713.919 3.257.856 3.215.729 *)

    Sumber: Ketetapan Menteri ESDM tahun 2007 2012, *) = sampai Oktober 2012

    Tabel di atas menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun terdapat peningkatan kebutuhan akan LPG untuk penugasan (LPG subsidi tabung 3 kg). Sejak dimulainya program konversi

  • 13

    Minyak tanah ke LPG dari tahun 2007, peningkatan LPG PSO telah meningkat dari 181.274 MT pada tahun 2007 menjadi 3.606.105 MT pada tahun 2012. Peningkatan tersebut mencapai 18 kali lipat. Selain kebutuhan LPG tabung 3 kg, realisasi penjualan LPG Non PSO oleh Pertamina tahun 2009 s.d. 2011 adalah sebagai berikut:

    Tabel 2.7 Realisasi Penjualan LPG Non PSO Tahun Volume Penyaluran (Metrik Ton)

    2009 1.131.031 2010 1.122.711 2011 1.147.528 2012 (Jan- Okt) 967.370

    Permen ESDM No. 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquid Petroleum Gas (LPG) menjelaskan bahwa penyediaan LPG dapat berasal dari produksi LPG dalam negeri atau melalui impor. Pertamina juga telah membuat Rencana Jangka Panjang 2011-2015 untuk memenuhi kebutuhan LPG nasional sebagai berikut:

    Tabel 2.8 Proyeksi Kebutuhan LPG berdasarkan RJPP Pertamina

    2010 2011 2012 2013 2014 2015 PSO 3.001.528 3.522.000 3.606.105 3.732.319 3.862.951 3.998.155 NON PSO 1.261.280 1.162.719 1.095.143 1.037.488 987.049 937.696 TOTAL 4.262.808 4.684.719 4.701.248 4.769.807 4.850.000 4.935.851 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Kilang Pertamina 819.000 782.018 837.378 837.378 837.378 837.378 Kilang Swasta 88.000 98.550 52.040 52.040 52.040 52.040 KKKS 1.573.000 2.025.845 1.965.759 1.165.759 1.165.759 1.165.759 Hulu 53.000 47.000 52.920 52.920 52.920 52.920 KKKS Press 100.000 248.845 55.579 55.579 55.579 55.579 Petrochina Jabung 420.000 480.000 405.698 405.698 405.698 405.698 Conoco Belanak 450.000 450.000 651.562 651.562 651.562 651.562 Badak Bontang 550.000 800.000 800.000 Total Domestik 2.480.000 2.906.413 2.855.177 2.055.177 2.055.177 2.055.177 Total Impor 1.782.808 1.778.306 1.846.071 2.714.630 2.794.823 2.880.674 Grand Total 4.262.808 4.684.719 4.701.248 4.769.807 4.850.000 4.935.851

    % Impor 42% 38% 39% 57% 58% 58% Sumber: RJPP LPG dan Gas Product 2011-2015

    Kebutuhan LPG nasional saat ini telah mencapai 15.000 16.000 MT/hari. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Pertamina telah melakukan penyediaan, dari dalam negeri seperti Refinery Unit Pertamina, KKKS, dan juga dari kilang swasta, maupun dari luar negeri dengan melakukan impor LPG. Pada periode yang diperiksa BPK RI yaitu selama periode 2011-2012 realisasi komposisi penyediaan LPG tersebut sudah berbeda dengan proyeksi yang dinyatakan di RKPP. Realisasi penyediaan LPG tersebut sebagai berikut:

  • 14

    Tabel 2.9 Realisasi Penyediaan LPG Nasional oleh Pertamina 2011 Jan-Okt 2012 Kilang Pertamina 803.020,118 597.481,489 Kilang Swasta 66.470,350 61.084,860 KKKS 1.409.754,055 1.374.040,358 KKKS Indonesia 1.310.184,116 1.344.091,158 Mix in Bottles (KKKS Press) 99.569,939 29.949,200 Total Domestik 2.279.244,523 2.032.606,707 Total Impor 2.080.956,838 2.114.950 Grand Total 4.360.201,361 4.147.556 % Impor 48% 51%

    Sumber: data ISC

    Tabel di atas menunjukkan terdapat kecenderungan impor yang semakin meningkat sementara itu realiasi penyediaan domestik cenderung di bawah nilai yang ditetapkan RJPP 2011. Perbandingan antara pembelian impor dan domestik mengarah kepada peningkatan impor sementara penyediaan domestik menurun.

    Gambar 2.1 Perbandingan suplai berdasarkan RJPP dan Realiasi

  • 15

    Dalam rangka memenuhi kebutuhan LPG secara nasional, Pertamina selain bertanggung jawab terhadap penyediaan LPG, juga bertanggung jawab melaksanakan distibusi LPG tersebut. Pemerintah juga mengatur tentang penyediaan dan pendistibusian LPG tersebut, misalnya dalam Permen ESDM No. 26 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquid Petroleum Gas (LPG). Pada pasal 15 Permen tersebut diatur juga tentang kewajiban Badan Usaha (Pertamina) dalam melaksanakan pendistribusian, antara lain adalah menjamin kesinambungan penyaluran LPG pada jaringan distribusi niaganya, misalnya dengan:

    1. Memiliki cadangan operasional LPG minimum selama 7 (tujuh) hari untuk LPG Umum yang dihitung dari volume penyaluran harian rata-rata pada tahun sebelumnya;

    2. Memiliki cadangan kerja minimum selama 3 (tiga) hari dan cadangan operasional minimum selama 8 (delapan) hari untuk LPG Tertentu yang dihitung dari volume penyaluran harian rata-rata pada tahun sebelumnya;

    3. Menjamin dan memiliki rencana tanggap darurat (emergency response) pasokan dan distribusi LPG yang dapat diimplementasikan dalam jangka waktu 24 jam sejak terjadinya gangguan pasokan yang dapat menyebabkan kegagalan atau ketidaktersediaan LPG Tertentu di suatu Wilayah Distribusi Tertentu; dan

    4. Menyediakan, memiliki atau menguasai sarana dan fasilitas niaga LPG.

    Untuk melaksanakan Permen tersebut, Fungsi LPG dan Gas Product Pertamina menyusun indikator kinerja (Key Performance Indicator) tentang ketahanan stok LPG nasional. Pada periode 2011, dalam KPI VP LPG dan Gas Product diatur mengenai ketahanan stok LPG nasional dengan lama 11 hari (base) dan 15 hari (stretch). Untuk mendukung program pemerintah dalam konversi mitan ke LPG, maka pada tahun 2012, Fungsi LPG dan Gas Product Pertamina menambahkan indikator kinerja sebagai pendukung ketahanan stok LPG nasional, yaitu SP(P)BE PSO tidak boleh kekurangan stok (stretch). Namun, Pertamina juga mempunyai toleransi sebesar 0,8% (base). Fungsi LPG & Gas Product Pertamina mengupayakan agar SP(P)BE PSO tidak kekurangan stok dengan cara melakukan pemantauan (monitoring), misalnya di Medan dengan sistem online, SIGAS yang dapat memantau stok yang ada di Region 1 LPG dan Gas Product. Pada periode 2012, terdapat perubahan lama ketahanan stok menjadi 16,5 hari (base) dan 15 hari (stretch). Peningkatan lama ketahanan stok ini dilakukan untuk melaksanakan program pemerintah (Permen ESDM No. 26 Tahun 2009).

    Indikator ketahanan stok nasional tersebut diturunkan dari level VP ke Manajer Operasional. Pada level Manajer Operasional, bobot kinerja ketahanan stok LPG nasional merupakan hal yang penting dan mempunyai bobot 16% (2011) dan 15% (2012). Jadi dapat dikatakan bahwa Manajer Operasional atau Bagian Operasional merupakan pihak yang paling bertanggung jawab dalam menjamin ketersediaan LPG secara nasional.

    D. Pendistribusian LPG Nasional

    LPG diperoleh melalui 3 sumber, yaitu kilang Pertamina, KKKS, dan impor. Pola pendistribusian dari ketiga sumber di atas sampai ke depot LPG dilakukan dengan menggunakan kapal yang dapat mengangkut 1.800 MT s.d. 44.000 MT. Pengaturan distribusi LPG ini dilakukan melalui pembuatan master program. Setelah LPG tersebut tiba di depot, maka akan dilanjutkan dengan mendistribusikan ke SP(P)BE melalui skid tank untuk disimpan di tanki timbun SP(P)BE sebelum disalurkan ke agen. Pola distribusi LPG tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

  • 16

    Gambar 2.2 Pola Distribusi LPG dari Hulu ke Hilir

    Dalam melakukan pendistribusian LPG baik PSO maupun Non PSO, Pertamina membagi wilayah kerja pendistribusian menjadi 6 wilayah kerja sebagai berikut:

    1. Region I untuk wilayah Sumatera bagian utara, Riau dan Sumatera Barat 2. Region II untuk wilayah Sumatera bagian selatan 3. Region III untuk wilayah Jawa bagian barat dan Kalimantan Barat 4. Region IV untuk wilayah Jawa bagian tengah dan DI Yogyakarta 5. Region V untuk wilayah Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara 6. Region VI untuk wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua

    Selama tahun 2009 2012, Pertamina selaku badan usaha yang melakukan bisnis LPG telah mendistribusikan LPG sebagai berikut:

    Gambar 2.3 Penyaluran LPG 3 kg (PSO) dan Non PSO oleh Pertamina

    500,000

    1,000,0001,500,0002,000,0002,500,0003,000,0003,500,000

    2009 2010 20112012(Jan

    Okt)

    1,774,653

    2,789,5583,257,856 3,215,896

    1,131,0311,122,711 1,147,528967,370

    PSO(MT)

    NonPSO(MT)

  • 17

    LPG PSO adalah khusus untuk LPG tabung 3 kg di mana Pemerintah memberikan subsidi kepada masyarakat. Sedangkan LPG Non PSO adalah LPG tabung 12 kg, 50 kg, 6 kg, LPG Bulk, Ease Gas, dan Propane Refrigerated. Dari sekian banyak jenis LPG Non PSO, komposisi yang paling besar adalah LPG 12 dan 50 kg. Dalam melakukan bisnis LPG 12 dan 50 kg tersebut, Pertamina mengalami kerugian, namun dalam bisnis LPG 3 kg Pertamina mendapatkan keuntungan meskipun secara keseluruhan (PSO versus Non PSO) Pertamina tetap mengalami kerugian. Secara rinci, pendapatan dan biaya harga pokok LPG tabung 3, 12, dan 50 kg adalah sebagai berikut:

    Tabel 2.10 Perbandingan antara Penjualan dan Biaya Penyediaan dan Distribusi LPG

    Uraian 2011 2012 (Jan Okt)

    3 Kg 12 Kg 50 Kg 3 Kg 12 Kg 50 Kg Penjualan (MT) 3.257.856 886.012 130.396 3.215.896 760.473 111.969 Pendapatan (Rp/Kg) 9.962 4.947 6.358 10.894 4.952 7.139 Biaya Penyediaan dan Disribusi Raw Material 7.469 7.469 7.469 8.635 8.635 8.635 Freght Domestic 383 383 383 371 371 371 Custom Duties 189 189 189 226 226 226 Handling & Transportasi - Filling Feed & Handling 300 118 118 232 120 120 - Transportasi ke SPPBE 289 289 289 276 276 276 - Transportasi ke Agen 390 - - 390 - -

    Operasi 313 313 313 233 233 233 Total Biaya (Rp/Kg) 9.333 8.761 8.761 10.363 9.861 9.861 Laba / (Rugi) (Rp/kg) 629 (3.815) (2.403) 531 (4.910) (2.722)

    Dari tabel di atas terlihat bahwa Pertamina mengalami kerugian yang berpotensi mengganggu kontinuitas pendistribusian LPG dalam jangka panjang dan kemampuan finansial Pertamina. Dari tabel di atas juga terlihat bahwa komponen terbesar dari biaya adalah biaya raw material, sedangkan pendapatan per kg jauh berada di bawah biaya raw material tersebut. Biaya raw material terdiri dari harga pembelian impor termasuk biaya angkut pengapalan, produksi kilang, pembelian KKKS. Harga pembelian impor tidak memisahkan antara harga CP Aramco dan biaya angkutnya. Sedangkan biaya perkapalan domestik terdiri dari biaya sewa kapal, biaya pelabuhan, bunker, biaya overhead, dan penyusutan.

    d. Pengangkutan LPG Impor, KKKS serta Pendistribusiannya ke Depot-Depot

    Proses pengangkutan LPG berkaitan dengan proses perencanaan pendistribusian LPG, yaitu keterkaitannya dengan sumber supply LPG (Refinery Unit, KKKS, dan impor), perencanaan jadwal pendistribusian, dan mekanisme pendistribusiannya ke Depot LPG maupun SPBE/SPPBE sesuai dengan rencana pendistribusian (DOT).

    Perencanaan pendistribusian LPG ini dituangkan dalam master program yang berisi informasi tentang penjadwalan proses discharge dan loading LPG dari masing-masing storage. Master program ini disusun oleh beberapa fungsi di Pertamina, yaitu LPG & Gas Products, ISC, Shipping, Refining, serta melibatkan seluruh region. Informasi yang digunakan sebagai masukan dalam penyusunan master program adalah DOT, rencana injeksi RU, jumlah produksi KKKS dan impor, ketersediaan sarana pengangkutan serta kondisi operasional supply dan demand LPG.

    Namun dalam realisasinya master program tidak selalu sama dengan perencanaannya. Beberapa hal yang menyebabkan realisasi berbeda dengan perencanaannya

  • 18

    adalah ukuran tanki penyimpanan belum sinkron dengan kapasitas angkut kapal, mismatch pumping rate kapal dengan piping tanki darat, belum ada sistem informasi terintegrasi yang dapat menyajikan posisi stok di masing-masing depot, fluktuasi jumlah LPG yang dihasilkan RU dan KKKS, serta beberapa kondisi sarana dan fasilitas dermaga yang kurang memadai.

    Untuk pengangkutan LPG dari storage/terminal ke depot dilakukan dengan menggunakan Very Large Gas Carier (VLGC), kapal tanker, dan pipa. Sedangkan pengangkutan LPG dari depot ke SPBE/SPPBE dilakukan dengan menggunakan skid tank. Sedangkan sebagai tempat penyimpanan LPG dari sumber supply adalah floating storage dan VLGC.

    Jumlah VLGC yang digunakan sebagai floating storage dan sarana transportasi adalah tiga unit di Teluk Semangka dan satu unit di Kalbut Situbondo. VLGC yang digunakan adalah berupa kapal refrigerated dengan ukuran 56.000 DWT dengan kapasitas angkut sekitar 44.000 Metrik Ton. VLGC tersebut berfungsi sebagai floating storage yang memberikan feed kepada kapal-kapal midle range semi refrigerated (daya tampung 10.000 MT) dan kapal small sized pressurized (daya tampung 1.700 MT) maupun sebagai sarana transportasi pengambilan LPG ke terminal KKKS seperti ke Petrochina Tanjung Jabung, Conoco Belanak, dan LNG Bontang. Saat ini jumlah kapal middle range semi refrigerated adalah 8 unit dan kapal small sized pressurized sejumlah 12 unit.

    Penggunaan VLGC tersebut sebagai floating storage memiliki keunggulan jangka pendek karena dapat menyediakan storage secara cepat. Namun dalam jangka panjang dapat menimbulkan biaya yang besar dalam hal penyewaan dan bunker VLGC. Untuk mengantisipasi besarnya biaya ini, saat ini fungsi LPG & Gas Products akan melakukan pembangunan terminal LPG refrigerated yang digunakan sebagai storage. Dari data Feasibility Study pembangunan terminal refrigerated tersebut diketahui rencana kapasitas terminal adalah sebesar 88.000 metrik ton dengan lokasi di wilayah Banten yang bersebelahan dengan depot Tanjung Sekong. Pembangunan tersebut telah mendapatkan persetujuan dari Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dan pada saat pemeriksaan dilakukan sudah dalam tahap penyusunan Front End Engineering Design (FEED), namun demikian penyelesaian FEED yang direncanakan selesai pada Desember 2012 tertunda. Anggaran pembangunan project dalam (ABI- Anggaran Biaya Investasi) tersebut telah dianggarkan pada tahun 2013 (masuk dalam RKAP tahun 2013). Namun saat ini masih terkendala dalam hal penggunaan lahan.

    E. Fasilitas Depot/Terminal LPG dan Penyaluran dari Depot ke SP(P)BE

    Depot LPG adalah tempat penyimpanan LPG yang dimiliki dan atau dikelola oleh Pertamina. Sampai ini, terdapat 17 fasilitas depot/terminal darat yang digunakan untuk pendistribusian LPG. 14 diantaranya dimiliki olah Pertamina, sedangkan 3 lainnya dimiliki oleh swasta yang bekerjasama dengan Pertamina. 17 depot tersebut adalah:

    Tabel 2.11 Daftar Depot Milik maupun Swasta yang Disewa Pertamina

    No. Nama Terminal/Depot/LPG Milik /

    Swasta Lokasi Kapasitas

    (MT) 1. Pangkalan Susu Milik Sumatera Utara, Region I 6.000 2. Tandem Milik Sumatera Utara, Region I 350 3. Tanjung Uban Milik Tg Uban, Kep. Riau, Reg I 10.000 4. Pulau Layang Milik Palembang, Sumsel, Reg II 225 5. Panjang Milik Lampung, Region II 5000 6. Tanjung Priok Milik Jakarta, Region III 9,500

  • 19

    No. Nama Terminal/Depot/LPG Milik /

    Swasta Lokasi Kapasitas

    (MT) 7. Tanjung Sekong Milik Banten 10.000 8. JBB Ancol Milik Ancol, Region III 5.000 9. Balongan Milik Balongan, Region III 1.575 10. Eretan Swasta Eretan, Indramayu, Reg III 10.000 11. Cilacap Milik Cilacap, Jateng, Reg IV 300 12. Semarang Swasta Tg Mas, Jateng, Reg IV 10.000 13. Tanjung Perak Milik Surabaya, Jatim, Reg V 8.000 14. TT Manggis Milik Bali, Region V 3.000 15. Gresik Swasta Gresik, Jatim, Reg V 10.000 16. Balikpapan Milik Balikpapan, Kaltim, Reg VI 2.500 17. Makasar Milik Makasar, Sulsel, Reg VI 2.500

    Jumlah 93.950 Selain terminal pressurized, Pertamina juga memiliki fasilitas darat untuk menampung

    LPG refrigerated yang berlokasi di Depot Tanjung Uban dengan kapasitas Propane 38.000 MT, dan Butane 50.000 MT. Namun LPG Refrigerated ini harus melalui proses pemanasan terlebih dahulu untuk mengembalikannya ke dalam bentuk LPG Pressurized sehingga mencapai suhu normal. Semua tanki timbun di LPG Filling Plant Pertamina ataupun di SP(P)BE digunakan untuk menyimpan LPG pressurized. LPG pressurized inilah yang dipasarkan oleh Pertamina, baik untuk rumah tangga, komersial ataupun industri.

    Saat ini, kebutuhan harian LPG mencapai 16.000 MT. Pertamina berkewajiban menjaga ketahanan stok LPG 11 hari sesuai dengan Permen ESDM No. 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian LPG.

    Selain menggunakan fasilitas di darat, Pertamina juga menyewa 4 VLGC yang berfungsi sebagai storage dan transportir LPG. Satu VLGC memiliki kapasitas storage sebanyak 40.000 MT (20.000 MT Propane dan 20.000 MT Butane).

    Untuk menambah kapasitas storage, Pertamina telah merencanakan untuk membangun fasilitas di beberapa wilayah antara lain: Terminal LPG Pressurized di Medan, Depot LPG pressurized di Padang, dan Depot LPG pressurized di Tanjung Wangi. Selain itu Pertamina juga telah melakukan pengadaan Depot mini di wilayah Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat. Namun sampai saat ini belum terealisasi. Depot mini yang telah ada adalah di Pontianak dan Banjarmasin. Di samping itu, Pertamina juga telah merencanakan untuk membangun Terminal LPG refrigerated yang berlokasi di Tanjung Sekong (Jawa Bagian Barat) dan Jawa Bagian Timur.

    LPG yang telah disimpan di dalam tanki timbun depot akan disalurkan ke agen dan masyarakat melalui skid tank setelah diisi ke dalam tabung. Skid tank ini bisa dimiliki oleh SPBE maupun oleh transportir dengan mendapatkan kompensasi berupa transport fee dari Pertamina. Besaran transport fee diatur dalam SK Direktur Pemasaran dan Niaga No. Kpts-008/F00000/2011-S3 tanggal 25 Januari 2011. Di samping mendapatkan transport fee, SPPBE juga mendapatkan filling fee yang besarannya ditetapkan oleh Pertamina.

    F. Penyaluran SPBE/SPPBE ke Agen LPG

    Rantai proses distribusi LPG selanjutnya adalah proses pendistribusian LPG dari storage/depot ke filling plant Pertamina/SPBE/SPPBE dengan menggunakan skid tank. Dari filling plant Pertamina/SPBE/SPPBE ini selanjutnya LPG didistribusikan dalam bentuk kemasan kepada agen LPG dengan menggunakan truk.

  • 20

    Gambar 2.4 Penyaluran SPBE?SPPBE ke Agen LPG

    Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) dan Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Elpiji (SPPBE) adalah stasiun yang bertujuan untuk menerima/mengangkut/menyimpan/mengisi LPG ke dalam tabung yang telah diisi LPG kepada Agen LPG dan pihak ketiga lainnya yang telah ditunjuk oleh Pertamina dan memiliki LO dalam rangka memenuhi kebutuhan LPG masyarakat serta melayani dan menyerahkan LPG.

    Agen LPG adalah suatu badan usaha yang ditunjuk oleh Pertamina untuk membeli LPG dari Pertamina, mengambil LPG tersebut dari supply point yang telah ditetapkan oleh Pertamina, dan menjual kembali LPG tersebut ke dalam bentuk tabung sesuai dengan ketentuan harga yang ditetapkan oleh Pertamina.

    Sebagai pembayaran atas jasa digunakan SPBE, Pertamina akan membayar kepada SPBE berupa filling fee. Sedangkan kepada SPPBE, Pertamina akan membayar berupa filling fee dan transport fee. Filling fee adalah imbalan yang diberikan oleh Pertamina kepada SPBE/SPPBE sehubungan dengan jasa pengisian LPG ke dalam tabung yang diserahkan oleh Agen LPG dan pihak ketiga lainnya yang telah ditunjuk oleh Pertamina dan memiliki LO dengan menggunakan fasilitas SPBE/SPPBE. Transportation fee adalah imbalan yang diberikan oleh Pertamina kepada SPPBE sehubungan dengan jasa pengangkutan LPG yang dilaksanakan oleh SPPBE dari supply point ke lokasi SPPBE, dengan menggunakan sarana pengangkutan SPPBE.

    Filling fee dan transportation fee dibayarkan kepada SPBE/SPPBE berdasarkan SK Direktur Pemasaran dan Niaga NO. Kpts-064/F00000/2010-S3 tanggal 12 Agustus 2010 tentang Penetapan Filling Fee & Transport Fee SPPBE/SPBE.

    Sedangkan sebagai pembayaran atas jasa agen LPG, Pertamina akan membayar kepada Agen LPG berupa margin agen. Pengangkutan LPG dari SPPBE/SPBE ke agen LPG dilakukan oleh agen dengan menggunakan alat angkut yang dimiliki agen. Besarnya margin agen sesuai dengan besaran yang terdapat dalam SK Penetapan Harga Jual Direktur Pemasaran dan Niaga sebagai berikut:

    a. SK No. Kpts-066/F00000/2009-S3 tanggal 23 Oktober 2009 tentang Harga Jual LPG Kemasan Tabung 3 Kg.

  • 21

    b. SK No. Kpts-057/F00000/2009-S3 tanggal 1 Oktober 2009 tentang Harga Jual Elpiji Kemasan Tabung 12 Kg.

    c. SK No. Kpts-141/F00000/2012-S3 tanggal 1 tentang Harga Jual Elpiji Kemasan Tabung 50 Kg.

    Saat ini total jumlah SPBE/SPPBE/SPPEK di seluruh Region adalah 467 dan agen LPG sejumlah 3154, dengan rincian sebagai berikut:

    Tabel 2.12 Jumlah SPBE/SPPBE/SPEK Seluruh Region

    Region Jumlah SPBE/SPPBE Jumlah Agen 3 Kg 12 & 50 Kg 3 Kg 12 & 50 Kg

    1 35 13 298 132 2 20 8 253 50 3 146 32 883 139 4 74 11 375 83 5 81 19 536 104 6 18 10 204 104

    Jumlah 374 93 2549 612

    G. Penyediaan dan Pemeliharaan tabung

    Penyediaan tabung LPG oleh Pertamina dilakukan secara terpusat melalui kontrak dengan Pabrikan. Tabung dari Pabrikan didistribusikan ke setiap region sesuai dengan permintaan kebutuhan tabung dari masing-masing region tersebut. Pengadaan tabung LPG 3 kg tahun 2011 sebanyak 1.765.439 tabung sedangkan tahun 2012 (Januari s.d. Juni 2012) sebanyak 470.000 tabung. Sedangkan untuk tabung LPG 12 dan 50 kg selama tahun 2011 dan 2012 tidak ada pengadaan dikarenakan jumlah tabung yang beredar masih mencukupi.

    Untuk penerimaan Tabung LPG baru dari pabrikan sebelum dilakukan pengisian LPG terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kualitas tabung sesuai dengan standar SNI. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu pemeriksaan dokumen serah terima barang termasuk seluruh dokumen hasil pembuatan dan pengujian yang dikerjakan oleh pabrik termasuk sertifikat material dan kualifikasi personil dan sertifikat kalibrasi, pemeriksaan visual bagian luar tabung mencakup kondisi cat dan pemeriksaan tabung dari adanya kerusakan selama proses pengiriman, pemeriksaan dimensi tabung termasuk berat tabung, pemeriksaan penandaan/marking tabung, dan pemeriksaan kebocoran.

    Atas tabung-tabung yang telah beredar dimasyarakat tersebut dilakukan pemeliharaan oleh Pertamina melalui bengkel pemeliharaan tabung/retester.

    Jumlah Retester yang terdaftar di Pertamina tahun 2011 untuk Tabung 3 kg sebanyak 37 retester dan untuk 12 dan 50 kg sebanyak 21 retester, sedangkan tahun 2012 retester untuk Tabung 3 kg sebanyak 85 retester dan untuk 12 dan 50 kg sebanyak 61 retester.

    Tabel 2.13 Daftar Retester 3 Kg, 12 Kg dan 50 Kg Per Region Pemasaran PertaminaNo. Region Wilayah

    Tahun 2011 Tahun 2012 3 Kg 12 & 50 kg 3 kg 12 & 50 kg

    1 Region I Sumatera Utara 5 3 Riau 1 2 Sumatera Barat 1 Kepulauan Riau 1 2 Region II Sumatera Selatan 2 4 Jambi 1 Bengkulu 1

  • 22

    No. Region Wilayah Tahun 2011 Tahun 2012

    3 Kg 12 & 50 kg 3 kg 12 & 50 kg

    Lampung 2 1 3 Region III Banten 4 Jawa Barat 33 6 23 7 DKI Jakarta 3 14 3 13 4 Region IV Jawa Tengah 13 8 DIY 2 1 5 Region V Jawa Timur 22 6 Bali 2 3 6 Region VI Kalimantan Timur 1 3 Sulawesi Selatan 3 4 Sulawesi Utara 1 Kalimantan Barat 1 1 1 Kalimantan Selatan 1 Papua 1 Jumlah 37 21 85 61

    Pemeliharan tabung yang dilakukan adalah tabung baja LPG yang dibuat dengan pengelasan dengan ukuran isi kapasitas air 0,5 liter sampai dengan 150 liter termasuk kelengkapannya, yang mencakup badan tabung, cincin leher, cincin kaki, pegangan tangan dan katup.

    Periode pemeriksaan berkala tabung LPG dilakukan berdasarkan pertimbangan design dan standar yang digunakan dan atau berdasarkan rekomendasi dari pabrikan atau skema tertulis yang disetujui oleh pihak yang berwenang. Untuk menjamin keselamatan penggunaan tabung LPG oleh pengguna, maka pemeriksaan berkala tabung LPG harus dilakukan minimal setiap lima tahun sekali.

    Sampai dengan tahun 2012 pemeliharaan tabung oleh retester untuk tabung LPG 3 kg berupa repaint saja dikarenakan usia tabung masih dibawah 5 tahun. Untuk tabung LPG 12 kg dan 50 kg pemeliharaannya berupa repaint, repair, dan retest. Banyaknya tabung yang dipelihara oleh retester berdasarkan kuota dari Manager Region setiap bulannya dengan tidak melebihi total setahun.

    Pemeriksaan tabung LPG antara lain dengan cara:

    1. Pemeriksaan berkala tabung LPG terdiri dari pemeriksaan visual eksternal dan pemeriksaan tambahan seperti uji tekan proof hidraulic, pemeriskaan visual internal, uji kebocoran dan uji proof pneumatic, uji kebocoran pneumatic dan uji ekspansi volume.

    2. Pemeriksaan visual eksternal yang bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik luar tabung LPG dari adanya cacat-cacat di permukaan tabung seperti kerusakan pada tabung, kerusakan cat, penyok dan kotoran yang menempel pada tabung. Untuk pemeriksaan visual eksternal tahapannya antara lain persiapan pemeriksaan yaitu permukaan luar tabung LPG yang akan diperiksa harus bebas dari cat yang mengelupas dan kotoran, Pedoman pemeriksaan yaitu seluruh permukaan tabung harus diperiksa oleh personil dari Badan Usaha terhadap kerusakan, korosi dan cacat-cacat yang tampak.

    Untuk seluruh tabung setelah dilakukan pemeliharaan diberikan penandaan/marking untuk informasi berupa tanggal pemeriksaan dan tanggal pemeriksaan berkala berikutnya. Sedangkan untuk tabung-tabung yang bocor dan rusak hasil dari pemeliharaan retester dilakukan penanganan berupa pendataan ke Pertamina Region untuk dilakukan penukaran kepada pabrikan.

  • 23

    Atas jasa retester melakukan pemeliharaan tabung 3 kg, 12 kg dan 50 kg, setiap bulan retester tersebut mengajukan permintaan pembayaran kepada Pertamina dengan melampirkan dokumen tagihan/invoice, kuitansi bermaterai, faktur Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Asli SPP pada bulan periode pekerjaan, bukti pembelian material cat dari Vendor List Pertamina dan bukti pekerjaan berupa daftar tabung yang telah dilakukan retest, repaint maupun retest dan berita acara lapangan. Atas pengajuan pembayaran tersebut Pertamina melakukan pemeriksaan dokumen pengajuan, setelah semua sesuai baru dilakukan pembayaran oleh Pertamina. Besarnya tarif jasa hasil pekerjaan retester sebagai berikut:

    Tabel 2.14 Tarif Pemeliharaan (Per Tabung)

    No. Keterangan Tarif Pemeliharaan (Pertabung)

    3 kg 12 kg 50 kg a Test Tabung dan Pengecatan

    - Tanpa plate Balancer Rp 11.430 Rp 12.920 Rp 28.060

    b Test Tabung tanpa Pengecatan - Tanpa Plate balancer

    Rp 4.360 Rp 4.660 Rp 8.800

    c Cat ulang tabung tanpa test - Tanpa plate balancer

    Rp 10.530 Rp 11.375 Rp 25.350

    d Test Valve bocor Rp 2.975 Rp 5.890

    e Test Tabung hasil afkir Rp 2.470 Rp 4.060 Rp 6.630

    f Ganti foot ring tabung LPG - Tanpa plate balancer

    Rp 17.675 Rp 33.145

    g Las Body tabung LPG yang bocor LPG - Tanpa Plate Balancer

    Rp 13.365 Rp 27.320

    h Pasang hand guard Rp 27.110

    i Tambahan Balancer Rp 2.740

    H. Penanganan Material

    Tabung LPG merupakan tabung bertekanan yang terbuat dari pelat baja dan memiliki katup tabung yang digunakan untuk menyimpan LPG. Katup tabung (valve) berfungsi sebagai penyalur dan pengaman gas LPG. Tabung-tabung dengan katup yang tidak berfungsi harus dipisahkan ke tempat yang aman untuk penggantian.

    Tabel 2.15 Data Tabung dan Aksesoris Rusak Wilayah

    Tabung 3 kg Tabung 12 kg Tabung 50 kg Valve Bocor HG FR Valve Bocor HG FR Valve Bocor HG FR

    Region I 126.275 - - - 12.772 - - - 248 - - 61 Region III 43.755 672.580 132.629 26.249 - - - - - - - - Region V 277.667 2.840 - - 31.526 3.920 - 927 3.534 1.992 - 95 Region VI 145.329 - - 122.772 - - 7 741 - 2.269 223

    Keterangan: HG = Hand Guard; FR = Foot Ring Retester melaporkan valve yang rusak dan memerlukan penggantian ke Manager LPG & Gas Products Region. Manager Region akan mengirimkan Memorandum ke Operation Manager untuk menerbitkan Product Transfer untuk penggantian valve yang rusak.

    Berdasarkan Pedoman Teknis Pemeriksaan Berkala Tabung LPG Departemen ESDM, valve harus dilakukan penggantian dengan yang baru setiap 5 (lima) tahun sekali. Valve dinyatakan memenuhi persyaratan, bilamana telah lulus dari:

    1. Pemeriksaan visual 2. Uji kebocoran (tekanan uji 18,6 kg/cm2)

  • 24

    3. Uji tekanan katup mulai membuka pada tekanan 375 psi (2,59 Mpa) dengan toleransi 10%

    4. Uji tekanan katup menutup penuh pada tekanan tidak kurang dari 257 psi (1,77 Mpa) 5. Valve yang tidak lulus uji dinyatakan tidak layak pakai.

    Gudang

    Gudang digunakan untuk penyimpanan material konversi minyak tanah ke LPG maupun tabung LPG ukuran 3 kg, 12 kg, 50 kg serta barang-barang lain milik Pertamina. Gudang yang digunakan merupakan bangunan milik Pertamina maupun menyewa dari pihak kedua.

    Gudang yang disewa harus memiliki kriteria sebagai berikut: bangunan permanen, ventilasi bagus, beratap seng, dinding tembok, berlantai cor, dan akses jalan masuk lancar serta bisa dilalui truk pengangkut material.

    Tabel 2.16 Gudang yang Digunakan Oleh Pertamina

    Propinsi

    Wilayah

    Status

    Milik Sewa

    NAD Region I - 2

    Sumut 2 2

    Riau - 4

    Sumsel Region II 1 -

    Jambi - 3

    Lampung - 1 DKI Jakarta

    Region III 2 -

    Jabar 2 -

    Kalbar - 1

    Jateng Region IV 2 1

    DIY 1 -

    Jatim Region V 4 1

    Bali 1 -

    NTB - 1

    Kaltim Region VI 1 1

    Kalsel - 1

    Sulsel 1 1

    Sulut 1 -

    Gorontalo - 1

    Jumlah 18 20

  • 25

    BAB III

    HASIL PEMERIKSAAN

    BPK RI telah memeriksa kinerja Kebijakan Nasional Sektor Gas atas Area Kunci Pendistribusian LPG tahun 2011 dan 2012 pada PT Pertamina (Persero) di Jakarta, Balongan, Balikpapan, Surabaya, Makassar, dan Medan. Hasil Pemeriksaan BPK RI atas kinerja Pertamina dalam pendistribusian LPG secara nasional adalah sebagai berikut:

    A. Perencanaan Kegiatan Pendistribusian dan Penentuan Harga LPG

    Dalam rangka memenuhi kebutuhan LPG, Pertamina mengadakan LPG dari impor maupun dari sumber domestik (Refinery Unit, KKKS dan Kilang LPG mini swasta). Perencanaan Impor dilakukan setelah mempertimbangkan sumber pasokan dari dalam negeri. Dalam hal perencanaan penyediaan LPG, Pertamina telah secara efektif memenuhi kebutuhan LPG dalam negeri dan menjaga stok aman antara 11 sampai 16 hari. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan LPG dan keterbatasan sarana storage, Pertamina kehilangan kesempatan untuk melakukan penghematan akibat penggunaan VLGC sebagai floating storage pengganti terminal LPG refrigerated.

    Kegiatan pendistribusian LPG oleh Pertamina secara nasional secara umum sudah efektif. Efektivitas tersebut tercermin dari pasokan LPG dari Pertamina yang telah dapat menjangkau ke daerah-daerah yang terkonversi secara cukup baik dari sisi volume maupun ketepatan waktu. Indikasi keberhasilan ini adalah terjangkaunya penyaluran LPG ke seluruh wilayah terkonversi tanpa adanya permasalahan distribusi yang sangat signifikan. Walaupun di beberapa daerah timbul kelangkaan, namun demikian secara populasi, Pertamina telah berhasil melakukan distribusi LPG secara merata ke seluruh wilayah Indonesia. Penyaluran LPG tersebut dapat dikategorikan dalam dua kelompok besar yaitu distribusi LPG PSO ke daerah yang terkonversi dan distribusi LPG non PSO ke seluruh wilayah Indonesia. Kedua jenis LPG tersebut secara umum telah didistribusikan secara efektif.

    Walaupun pendistribusian LPG secara umum telah efektif, Pertamina menghadapi kendala besar yang terkait dengan kontinuitas pendistribusian dalam jangka panjang. Kendala tersebut adalah terkait dengan kerugian yang diderita oleh Pertamina oleh bisnis LPG Non PSO karena harga jual yang ditetapkan lebih rendah dibandingkan dengan harga penyediannya. Hal tersebut dapat menganggu kontinuitas pendistribusian LPG jangka panjang. Kemampuan finansial Pertamina dalam jangka panjang akan menurun karena Pertamina menanggung kerugian atas pendistribusian LPG 12 dan 50 kg selama tahun 2011 s.d. Oktober 2012 sebesar Rp7,731 triliun. Kerugian tersebut juga berdampak pada ketidakmampuan Pertamina untuk melakukan kegiatan perawatan atas sarana dan fasilitas pendistribusian LPG yang dimiliki sehingga dalam jangka panjang kualitas LPG maupun sarana pendukungnya berpotensi tidak akan dapat dipertahankan.

    Perencanaan pendistribusian LPG melalui kapal ke seluruh wilayah Indonesia dituangkan dalam master program. Master program disusun melalui koordinasi beberapa fungsi di Pertamina, yaitu LPG & Gas Products, ISC, Shipping, Refining, serta melibatkan seluruh region. Namun dalam realisasinya master program tidak selalu sama dengan perencanaannya. Beberapa hal yang menyebabkan realisasi berbeda dengan perencanaannya adalah ukuran tanki penyimpanan belum sinkron dengan kapasitas angkut kapal, mismatch pumping rate kapal dengan piping tanki darat, belum ada sistem informasi terintegrasi yang dapat menyajikan posisi stok di masing-masing depot, f