Harga Transfer

25
PENENTUAN HARGA TRANSFER PENDAHULUAN Dewasa ini, globalisasi telah berkembang pesat hampir pada semua aspek kehidupan negara-negara di dunia. Globalisasi ekonomi telah memberikan dampak pada meningkatnya transaksi international (cross border transaction). Namun, sebuah permasalahan perpajakan yang timbul dari kegiatan ini adalah penentuan harga transfer (transfer pricing). Transfer pricing berkaitan erat dengan harga transaksi barang, jasa atau harta tak berwujud antarperusahaan dalam suatu perusahaan multinasional. Transfer pricing dapat dibagi menjadi dua pengertian, yaitu pengertian netral dan pengertian peyoratif. Dalam pengertian peyoratif, transfer pricing bertujuan untuk menurunkan atau bahkan menghindari pengenaan pajak pada laba sebuah perusahaan dengan cara mengalokasikan penghasilan dari suatu perusahaan ke perusahaan lain pada negara yang berbeda, karena setiap negara memiliki peraturan perpajakan yang berbeda-beda. Ada negara yang mengenakan tarif pajak yang tinggi pada laba kena pajak perusahaan, namun juga ada negara yang mengenakan tarif pajak yang rendah pada laba kena pajak perusahaan, atau bahkan ada negara yang tidak mempunyai peraturan antipenghindaran pajak. Pada negara-negara inilah biasanya perusahaan melakukan transfer pricing dengan mudah.

description

akuntansi manajemen biaya

Transcript of Harga Transfer

Page 1: Harga Transfer

PENENTUAN HARGA TRANSFER

PENDAHULUAN

Dewasa ini, globalisasi telah berkembang pesat hampir pada semua aspek

kehidupan negara-negara di dunia. Globalisasi ekonomi telah memberikan dampak pada

meningkatnya transaksi international (cross border transaction). Namun, sebuah

permasalahan perpajakan yang timbul dari kegiatan ini adalah penentuan harga transfer

(transfer pricing). Transfer pricing berkaitan erat dengan harga transaksi barang, jasa

atau harta tak berwujud antarperusahaan dalam suatu perusahaan multinasional.

Transfer pricing dapat dibagi menjadi dua pengertian, yaitu pengertian netral dan

pengertian peyoratif. Dalam pengertian peyoratif, transfer pricing bertujuan untuk

menurunkan atau bahkan menghindari pengenaan pajak pada laba sebuah perusahaan

dengan cara mengalokasikan penghasilan dari suatu perusahaan ke perusahaan lain pada

negara yang berbeda, karena setiap negara memiliki peraturan perpajakan yang

berbeda-beda. Ada negara yang mengenakan tarif pajak yang tinggi pada laba kena

pajak perusahaan, namun juga ada negara yang mengenakan tarif pajak yang rendah

pada laba kena pajak perusahaan, atau bahkan ada negara yang tidak mempunyai

peraturan antipenghindaran pajak. Pada negara-negara inilah biasanya perusahaan

melakukan transfer pricing dengan mudah.

Dampak dari praktek transfer pricing adalah harga yang menjadi terlalu tinggi

(overpricing) atau harga yang menjadi terlalu rendah (underpricing). Hal ini mendorong

pemerintah untuk menetapkan regulasi tertentu terhadap harga transfer, termasuk

perhitungan kembali laba usaha. Dengan maksud mencegah erosi basis pajak dan

netralitas pemajakan. Di Indonesia regulasi tersebut tertuang dalam pasal 18 ayat (2)

undang-undang pajak penghasilan (UU PPh).

Ayat (2)

(2) Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib

Pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain

badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan sebagai

berikut:

a. besarnya penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri tersebut paling rendah

50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau

Page 2: Harga Transfer

b. secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki

penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham

yang disetor.

Contoh:

PT A dan PT B masing-masing memiliki saham sebesar 40% dan 20% pada X Ltd yang

bertempat kedudukan di negara Q. Saham X Ltd tersebut tidak diperdagangkan di bursa

efek. Pada tahun 2009, X Ltd memperoleh laba setelah pajak sejumlah

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dalam hal demikian, Menteri Keuangan

berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen dan dasar penghitungannya.

PERUSAHAAN MULTINASIONAL

Perusahaan Multinasional (Multinational Corporation/MNC) adalah perusahaan

yang beroperasi melewati lintas batas antarnegara, yang terikat hubungan istimewa,

baik karena penyertaan modal saham, pengendalian manajemen atau penggunaan

teknologi; dapat berupa anak perusahaan, cabang perusahaan, agen, dan sebagainya

dengan berbagai motif.

Ada tiga motif utama berdirinya MNC :

Bermotif memperluas usahanya dalam rangka mencari bahan baku (raw material

seeker) dan menjual produknya ke luar negeri. Bahkan, pemerintah tidak tahu

berapa banyak dan apa saja yang dihasilkan oleh perusahaan asing tersebut (seperti

PT Freeport (timah dan emas) di Irian Jaya, PT Caltex (minyak) di Riau, dan PT

Port Newman (minyak) di Batu Binjai NTB).

Bermotif mencari pasar (market seeker). Setelah terpenuhinya pasar dalam negara

tersebut, perusahaan multinasional ini berusaha mencari pasar-pasar baru untuk

memasarkan produknya. Hal ini dapat memperluas jangkauan pemasaran barang

tersebut.

Bermotif menimumkan biaya (cost minimazer), seperti keringanan pajak, tenaga

kerja murah, harga tanah murah, biaya pengolahan limbah dengan syarat ringan,

menghindari adanya batasan kuota di negaranya, dan pelayanan purnajual cepat.

Page 3: Harga Transfer

HUBUNGAN ISTIMEWA

Terdapat hubungan istimewa antara induk perusahaan dengan anak

perusahaannya atau cabang-cabangnya atau perwakilannya yang berada di dalam negeri

maupun di luar negeri, di Indonesia diatur dalam Pasal 18 ayat (3), (3a), dan (4) UU

PPh, yang menyatakan sebagai berikut:

(3) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya

penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk

menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai

hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan

kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan

menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen, metode

harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau metode lainnya.

(3a) Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan

bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga

transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana

dimaksud dalam ayat (4), yang berlaku selama suatu periode tertentu dan

mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu

tersebut berakhir.

(4) Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)sampai dengan ayat (3d),

Pasal 9 ayat (1) huruf f, dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila:

a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling

rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara

Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen)

pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau

lebih yang disebut terakhir;

b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak

berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung;

atau

c. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis

keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.

Page 4: Harga Transfer

HARGA TRANSFER

Pengertian Harga Transfer

Harga transfer sering disebut intracompany pricing, intercorporate pricing,

interdivisional pricing, atau internal pricing. Pengertian harga transfer bisa dibagi

menjadi dua, yaitu pengertian yang bersifat netral dan pengertian yang bersifat

peyoratif.

Pengertian Netral

Dengan asumsi bahwa transfer pricing merupakan murni strategi dan taktik

bisnis tanpa motif pengurangan beban pajak. Menurut Dr. Gunandi, M.Sc., Ak.,

harga transfer adalah penentuan harga atau imbalan sehubungan dengan

penyerahan barang, jasa, atau pengalihan teknologi antarperusahaan yang

mempunyai hubungan istimewa.

Pengertian Peyoratif

Dengan asumsi bahwa transfer pricing sebagai upaya untuk menghemat beban

pajak dengan taktik, antara lain menggeser laba ke negara yang tarif pajaknya

rendah. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitrro, S.H., transfer pricing adalah

suatu perbuatan pemberian harga faktur (invoice) pada barang-barang (juga

jasa-jasa) yang diserahkan antarbagian/ cabang suatu perusahaan multinasional.

Tujuan Harga Transfer

Transfer pricing multinasional berhubungan dengan transaksi antardivisi dalam

satu unit hukum (entitas) atau antarentitas dalam satu kesatuan ekonomi yang meliputi

berbagai wilayah kedaulatan negara.

Tujuan yang ingin dicapai dalam harga transfer antara lain sebagai berikut:

1. Memaksimalkan penghasilan global

2. Mengamankan posisi kompetitif anak/ cabang perusahaan dan penetrasi pasar

3. Evaluasi kinerja anak/ cabang perusahaan mancanegara

4. Menghindarkan pengendalian devisa

5. Mengatrol kreditabel asosiasi

6. Mengurang resiko moneter

7. Mengatur cash flow anak/ cabang yang memadai

Page 5: Harga Transfer

8. Membina hubungan baik dengan administrasi setempat

9. Mengurangi beban pengenaan pajak dan bea masuk

10.Mengurangi resiko pengambilalihan oleh pemerintah

Metode Harga Transfer

Beberapa metode harga transfer yang sering digunakan oleh perusahaan-

perusahaan multinasional dan divisionalisasi/ departementasi dalam melakukan aktifitas

keuangannya adalah:

1. Harga Transfer Dasar Biaya (Cost-Based Transfer Pricing)

Perusahaan yang menggunakan metode transfer atas dasar biaya menetapkan harga

transfer atas biaya variabel dan tetap yang bisa dibagi dalam tiga pemilihan bentuk,

yaitu biaya penuh (full cost), biaya penuh ditambah mark-up (full cost plus markup),

dan gabungan antara biaya variabel dan tetap (variable cost plus fixed fee).

2. Harga Transfer atas Dasar Harga Pasar (Market Basis Transfer Pricing)

Apabila ada suatu pasar yang sempurna, metode transfer pricing atas dasar harga

pasar inilah merupakan ukuran yang paling memadai karena sifatnya yang

independen. Namun keterbatasan informasi pasar terkadang menjadi kendala dalam

mengunakan transfer pricing yang berdasarkan harga pasar.

3. Harga Transfer Negosiasi (Negotiated Transfer Prices)

Dalam ketiadaan harga, beberapa perusahaan memperkenankan divisi-divisi dalam

perusahaan yang berkepentingan dengan transfer pricing untuk menegosiasikan

harga transfer yang diinginkan. Harga transfer negosiasian mencerminkan prespektif

kontrolabilitas yang inheren dalam pusat-pusat pertanggungjawaban karena setiap

divisi yang berkepentingan tersebut pada akhirnya yang akan bertanggung jawab atas

harga transfer yang dinegosiasikan.

4. Penentuan Harga Berdasarkan Arbitrase

Pendekatan ini menekankan pada harga transfer berdasarkan interaksi kedua divisi

dan pada tingkat yang dianggap terbaik bagi kepentingan perusahaan tanpa adanya

pemaksaan oleh salah satu divisi mengenai keputusan akhir. Pendekatan ini

mengesampingkan tujuan konsep pusat pertanggungjawaban laba.

Page 6: Harga Transfer

Berikut ini akan diberikan sebuah ilustrasi untuk memperjelas praktek transfer

pricing yang biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Perusahaan

induk (parent company) yang terletak di Belgia memproduksi suatu produk dengan

harga pokok Rp 100. Tarif pajak yang berlaku di negara tersebut adalah 42%. Untuk

menghindari pengenaan pajak dengan tarif yang tinggi, perusahaan induk memutuskan

untuk menjual produk tersebut ke anak perusahaan yang ada di Puerto Rico dengan

harga transfer yang sama dengan harga pokok yaitu Rp 100, sehingga pajak yang

terutang atas transaksi penjualan antara perusahaan induk dan anak perusahaan adalah

Rp 0.

Hal ini disebabkan karena harga transfer yang digunakan sama dengan harga pokok

produk, sehingga atas transaksi ini tidak menimbulkan laba yang akan dikenakan pajak.

Rekayasa atas harga transfer ini dibuat untuk menghindari pajak dengan tarif yang

tinggi yang berlaku di negara tempat perusahaan induk berada. Kemudian barang yang

sudah dibeli, dijual oleh anak perusahaan di Puerto Rico ke anak perusahaan lain yang

ada di Amerika dengan harga transfer Rp 200. Tarif pajak yang berlaku di negara

Puerto Rico adalah 0%. Transaksi penjualan ini menimbulkan laba sebesar Rp 100.

Atas laba yang timbul, seharusnya terutang pajak. Akan tetapi, karena tarif pajak yang

berlaku di negara tersebut 0%, maka pajak yang terutang atas laba yang dihasilkan

adalah sebesar Rp 0. Kemudian barang yang sudah dibeli oleh anak perusahaan yang

ada di Amerika dijual kembali ke perusahaan yang tidak mempunyai hubungan

istimewa di negara yang sama, dengan harga jual Rp 200. Kebijaksanaan menetapkan

harga jual ini dimaksudkan untuk menghindari pajak dengan tarif yang tinggi yang

berlaku di negara yang bersangkutan. Asumsi tarif pajak yang berlaku di negara

Amerika 35%. Selanjutnya dapat dihitung bahwa pajak terutang atas transaksi

penjualan ini adalah sebesar Rp 0.

Hal ini disebabkan karena harga jual atas produk tersebut sama dengan harga pokok

pembelian barang, sehingga laba yang timbul atas transaksi ini adalah Rp 0.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari transaksi-transaksi di atas adalah betapa pentingnya

mengetahui tarif pajak yang berlaku di suatu negara sebelum mengambil keputusan

untuk melakukan transaksi penjualan dan pembelian barang. Tabel di bawah ini akan

memperjelas ilustrasi di atas.

Page 7: Harga Transfer

Tabel Praktik Transfer Pricing pada Perusahaan Multinasional

Perusahaan Induk

di Belgia

Anak Perusahaan di

Puerto Rico

Anak Perusahaan

di Amerika

Penjualan

Harga Pokok Penjualan

Laba

Tarif Pajak

Pajak Terutang

$   100

$     100

$       0

42%

$       0

$   200

$     100

$    100

0%

$       0

$   200

$     200

$       0

35%

$       0

Masalah transfer pricing ini perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut dari

pemerintah setempat, karena terkadang anak perusahaan yang didirikan dalam suatu

negara hanya bersifat sebagai transit place atau tempat persinggahan semata. Suatu

survey yang dilakukan oleh Ernst & Young LLp, 1999 menemukan bahwa

masalah transfer pricing merupakan masalah utama dalam bidang perpajakan selama

kurun waktu dua tahun terakhir yang terjadi pada perusahaan-perusahaan multinasional

di seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak kantor akuntan publik melakukan audit

compliance, untuk melakukan pemeriksaan atas masalah transfer pricing ini yang

memang berpengaruh terhadap jumlah pajak yang harus dibayarkan.

Biasanya cegah tangkal yang dilakukan oleh negara-negara dengan

adanya transfer pricing adalah membuat suatu kewenangan, di mana pemerintah

diberikan wewenang untuk menentukan kembali dengan cara me-realokasikan kembali

jumlah laba dan biaya-biaya yang timbul di perusahaan multinasional yang notabene

punya beberapa divisi, sehingga laba dan biaya-biaya yang timbul sebagai hasil

transaksi antardivisi tersebut yang ditengarai sebagai suatu praktek transfer pricing yang

bisa meminimalkan pajak terutang dapat dicegah. U.S.- Based multinationals are

subject to Internal Revenue Code Section 482 on the pricing of intercompany

transactions. This section gives the IRS the authority to reaalocate income and

deductions among divisions if it believes that such reallocation will reduce potentiak

tax evasion (Hansen and Mowen, 1996:543). Lebih lanjut ditegaskan bahwa dalam IRS,

apabila terjadi transaksi antardivisi dalam perusahaan multinasional atau terjadi

transaksi dalam perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa, maka harga yang

Page 8: Harga Transfer

berlaku adalah harga yang timbul apabila transaksi tersebut dilakukan dengan pihak-

pihak di luar perusahaan, atau dengan kata lain, transaksi dilakukan dengan pihak-pihak

yang tidak punya hubungan istimewa. That is, the transfer pricing set should match the

price that would be set if the transfer were being made by unrelated parties, adjusted

for diffrences that have a measurable effect on the price (Hansen and Mowen,

1996:543). (http://muttaqinhasyim.wordpress.com/2009/05/17/transfer-pricing-dalam-

praktek-perpajakan-internasional/ )

Di Indonesia sendiri, kasus yang terjadi di PT Adaro Indonesia yang terkait

dengan praktik transfer pricing masih tersimpan dalam ingatan kita. PT Adaro dituduh

menjual batu bara jauh di bawah harga pasar kepada perusahaan afiliasinya di

Singapura, yakni Coaltrade Services International Pte, Ltd. Harga jual yang ditetapkan

yakni sebesar $25 pada tahun 2005 dan $29 pada tahun 2006, padahal pada akhir 2007

harga batu bara menembus harga $95 per ton. Coaltrade merupakan semacam

perusahaan boneka, karena struktur kepemilikannya pun sama dengan Adaro. Setelah

membeli dengan harga murah, kemudian Coaltrade menjual batu bara tersebut dengan

harga pasar, dan mendulang untung besar. Sehingga, dengan transfer pricing tersebut

grup mereka diuntungkan, karena Coaltrade hanya terkena pajak penghasilan Singapura

sebesar 10%, jauh lebih kecil dibandingkan dengan Indonesia yakni 45%. Praktik-

praktik seperti inilah yang diperkirakan juga marak terjadi pada perusahaan

multinasional lainnya, yakni melakukan transfer pricing demi menghindari pajak

dengan memanfaatkan tax heaven countries.

(http://nazrulfestive77.wordpress.com/2011/01/20/transfer-pricing-hubungan-istimewa-

dan-metode-identifikasi-transfer-pricing/)

Pada tahun 2005, Adaro menjual batu bara ke perusahaan Coaltrade dari

Singapura sebesar US$26 per ton, sementara harga pasar US$48 per ton. Sedangkan

pada 2006, Adaro menjual batu bara ke Coaltrade US$29 per ton, sementara harga

internasional mencapai US$40 per ton. Dengan volume penjualan 2005 mencapai 26

juta ton lebih dan 2006 mencapai 34 juta ton, terdapat selisih antara harga jual ke

Coaltrade dan harga jual internasional masing-masing US$589,9 juta (Rp5,8 triliun

dengan kurs rata-rata 2005 sebesar Rp9.800/US$) tahun 2005 dan US$363,1 juta

(Rp3,3 triliun dengan kurs rata-rata 2006 Rp9.096/US$) tahun 2006.

Jika dihitung berdasarkan harga pasar, total pendapatan pada 2005 mestinya

berjumlah US$ 1,287 miliar dan 2006 US$ 1,371 miliar. Berarti, ada selisih penjualan

Page 9: Harga Transfer

Adaro dengan penjualan berdasarkan harga pasar. Jika dirupiahkan mencapai Rp 9,121

triliun. Belum lagi kerugian negara dari potensi royalti 13,5% yang nilai berkisar Rp

1,231 triliun.

Akibat transfer pricing yang terjadi pada tahun 2005-2006 lalu diperkirakan ada

Rp 9 triliun dari hasil penjualan yang disembunyikan. Sehingga kerugian negara terkait

pajak dan royalti diperkirakan mencapai Rp 4-5 triliun. Royalti adalah nilai yang harus

dibayar sesuai harga jual. Adanya dugaan transfer pricing yang memperkecil nilai jual

mengakibatkan royalti yang harus dibayarkan juga turun.

Jika di lihat dari sisi hukum, penggelapan pajak karena transfer pricing itu telah

menyimpang dari ketentuan perpajakan yang berlaku, karena secara substansi negara

seharusnya dapat mempajaki perusahaan multinasional tersebut dalam jumlah yang

lebih besar. Sehingga dengan demikian perusahaan yang melakukan hal tersebut akan

dikenai sanksi pidana perpajakan, untuk Indonesia sesuai dengan Undang-undang

Nomor 16 Tahun 2000 diatur dalam Pasal 39, bahwa perbuatan kriminal pajak akan

dikenai sanksi pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4

(empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Perbedaan antara

penghindaran pajak dengan penggelapan pajak sangat tipis dan dari sisi etika bisnis

praktik transfer pricing dapat menimbulkan moral hazard, karena bertentangan dengan

ketentuan yang berlaku.

Selain tu, pengadilan perpajakan dinilai menjadi solusi komprehensif dalam

menyelesaikan kasus-kasus perpajakan, termasuk dugaan adanya transfer pricing-

manipulasi pajak yang dilakukan sejumlah perusahaan, juga kelompok usaha Asian

Agri. Sebab masalah transfer pricing belum pernah diadili secara pidana, karena

sebenarnya tujuan pajak itu bukan menghukum orang, melainkan agar uang atau hak

negara tidak dimanipulasi. Di dalam Undang-Undang Perpajakan pasal 18 ayat 3 juga

ditegaskan masalah perpajakan bukan masuk dalam ranah pidana.

Di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.7/1993 tanggal

9 Maret 1993 berisi panduan bagi aparat pajak untuk menangani transaksi transfer

pricing atau yang mengandung indikasi adanya transfer pricing dan bagaimana

perlakuan perpajakannya.

Surat edaran ini memuat berbagai bentuk kekurangwajaran harga, biaya atau

imbalan lain yang direalisasikan dalam suatu transaksi usaha, seperti dalam penentuan:

• Harga penjualan

Page 10: Harga Transfer

• Harga pembelian

• Alokasi biaya administrasi dan umum (overhead cost)

• Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham (share

holder loan)

• Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa

manajemen, imbalan atas jasa teknik dan imbalan atas jasa lainnya

• Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak yang

mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar

• Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang/ tidak

mempunyai substansi usaha (misalnya dummy company, letter box company

atau reinvoicing center)

Selain kasus transfer pricing, Adaro pun terlilit gugatan pengalihan saham yang

dijaminkan ke Deustche Bank untuk mendapatkan pinjaman US$ 100 juta. Berkaitan

dengan itu, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral meminta direksi

Adaro tidak melakukan pengalihan saham sampai gugatan tersebut selesai.

Sebelumnya, kuasa hukum Beckkett Pte Ltd menuntut Bapepam-LK

membatalkan penawaran umum saham perdana (IPO) PT Adaro Energy Tbk, holding

PT Adaro Indonesia. Tim kuasa hukum Beckett berargumen, proses itu tidak layak

karena kepemilikan saham PT Adaro Indonesia masih dipersengketakan. Karena itu,

pantaslah jika Bapepam mengerem langkah Adaro untuk menjual sahamnya di lantai

bursa. Sebab, jika dugaan itu terbukti dan Adaro harus membayar, para investorlah

yang akan dirugikan. (http://rosaryoma.blogspot.com/2009/12/kasus-transfer-

pricing.html/)

HARGA TRANSFER GANDA

Untuk memenuhi disparitas pertanggungjawaban dari dua divisi, dikenal juga

harga transfer ganda. Misalnya, divisi penerima dapat mempertimbangkan penerapan

harga transfer berdasarkan biaya diferensial. Sebaliknya, divisi yang melakukan transfer

dapat mempertimbangkan unsur laba dalam penentuan harga transfer dan

memungkinkan kinerja divisi.

Prosedur aplikasi pendekatan ini dapat berupa:

Page 11: Harga Transfer

1. Pemakaian harga transfer berdasarkan harga pasar, negosiasi, atau arbitrase oleh

divisi yang melakukan transfer dalam menghitung penghasilan dari penyerahan

antar perusahaan.

2. Biaya variabel divisi yang melakukan transfer plus margin kontribusi atas beban

tetap, ditransfer kepada divisi penerima.

3. Total laba per divisi akan lebih besar daripada laba perusahaan, dan laba divisi

produksi akan dieliminasi dalam penysunan laporan keuangan.

ISU-ISU INTERNASIONAL DALAM HARGA TRANSFER

Penelitian akhir-akhir ini telah menemukan bahwa lebih dari 80% perusahaan-

perusahaan multinasional (MNC) melihat transfer pricing sebagai suatu isu pajak

internasional utama, dan lebih dari setengah dari perusahaan ini mengatakan bahwa isu

ini adalah isu yang paling penting. Sebagian besar negara sekarang menerima perjanjian

modal Organization of Economic Cooperation and Development (OECD), yang

menyatakan bahwa harga-harga transfer sebaiknya disesuaikan dengan menggunakan

standar arm’s-length, artinya pada suatu harga yang akan dicapai oleh pihak-pihak yang

independen. Sementara perjanjian model tersebut diterima secara luas, terdapat

perbedaan-perbedaan dalam cara negara-negara menerapkannya. Meskipun demikian,

terdapat dukungan yang kuat di seluruh dunia terhadap suatu pendekatan untuk

membatasi usaha-usaha oleh MNC untuk mengurangi kewajiban pajak dengan

menetapkan harga-harga transfer yang berbeda dengan arm’s-length standard tersebut.

(Edward J. Blocher, Kun H. Chen, dan Thomas W. Lin., 1999)

Arm’s-length Standard

Menurut Arm’s-length standard, harga-harga transfer seharusnya ditetapkan supaya

dapat mencerminkan harga yang akan disusun oleh pihak-pihak yang tidak terkait yang

bertindak secara bebas. Arm’s-length standard diterapkan dalam banyak cara, tetapi

metode yang paling banyak digunakan adalah sebagai berikut:

1. Comparable uncontrolled pricing method

Metode ini mengevaluasi kewajaran harga transfer dengan mengacu kepada tingkat

harga yang terjadi antara unit yang independen atau antara perusahaan multinasional

dengan unit yang independen. Secara teoritis metode ini termasuk yang paling baik,

Page 12: Harga Transfer

namun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kendala, misalnya perbedaan kuantitas,

kualitas, kondisi, waktu penjualan, merek dagang, pangsa pasar, dan geografis pasar.

2. Resale pricing method

Metode ini ditetapkan untuk produk yang ditransfer ke anggota group lainnya untuk

dijual kembali. Kewajaran harga transfer didekati dengan pengurangan harga penjualan

kepada pihak independen dengan suatu mark up yang wajar (sebanyak laba dan biaya si

penjual).

3. Cost plus pricing method

Metode ini mendekati kewajaran harga transfer dengan menambahkan markup yang

wajar pada harga pokok pihak yang mentransfer. Pendekatan ini umumnya dipakai

dalam hal penyerahan barang setengah jadi (semifinished product) atau salah satu

anggota group sebagai subkontaktor dari yang lainnya.

4. Other method

Dalam keadaan tertentu, kombinasi ketiga metode diatas perlu diterapkan atau mungkin

menggunakan metode lain, misalnya alokasi laba yang diperoleh grup perusahaan

dalam transaksi tertentu, kalkulasi tingkat keuntungan yang pantas pada investasi wajib

pajak (Frederick D. S. Choi dan Genhard G. Mueller, 1985).

PERUSAHAAN MULTINASIONAL DAN ASPEK PAJAKNYA

Perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia dalam arti perusahaan-

perusahaan multinasional Indonesia yang mempunyai unit (anak perusahaan/ cabang/

perwakilan) di luar negeri maupun perusahaan-perusahaan multinasional di luar negeri

yang mempunyai unit (anak perusahaan/ cabang/ perwakilan) di Indonesia pada

umumnya akan senantiasa berusaha dengan instrumen harga transfer, mencapai salah

satu tujuannya memaksimalkan keuntungan dengan berupaya meminimalkan beban

pajaknya, terutama pajak penghasilan badan (corporation income tax).

Upaya yang dilakukan dengan pergeseran harga dari negara yang beban

pajaknya tinggi ke negara yang beban pajaknya rendah atau nihil. Selain itu, diadakan

pula perjanjian bilateral di bidang perpajakan, dengan maksud antara lain untuk

menghindarkan pengenaan pajak berganda, sehingga beban pajak dapat ditekan.

Page 13: Harga Transfer

Gambar

Penentuan Harga Transfer Domestik dan Internasional

Page 14: Harga Transfer

Sebagai contoh, pembebanan harga transfer yang rendah untuk anak perusahaan

asing mungkin akan mengurangi pembayaran bea cukai sebagai akibat dari batas-batas

internasional, atau mungkin membantu anak perusahaan untuk bersaing dalam pasar

asing dengan mempertahankan biaya anak perusahaan yang rendah. Di sisi lain,

membebankan suatu harga transfer yang tinggi mungkin membantu MNC mengurangi

laba pada negeri yang telah memperketat kendali pengiriman uang asing, atau mungkin

memberikan kemudahan bagi MNC memindahkan pendapatan dari suatu negara yang

memiliki tingkat pajak pendapatan yang tinggi ke suatu negara dengan tingkat pajak

rendah (tax haven country).

PERLAKUAN HARGA TRANSFER DI INDONESIA

Harga transfer dapat terjadi baik antarwajib pajak dalam negeri maupun antara

wajib pajak dalam negeri dengan pihak luar negeri. Terhadap transaksi antara wajib

pajak yang mempunyai hubungan istimewa, undang-undang perpajakan Indonesia

menganut asas material (substance over form rule). Hubungan istimewa tersebut dapat

mengakibatkan kekurangwajaran harga, biaya, atau imbalan lain yang direalisasikan

dalam suatu transaksi usaha.

Kekurangwajaran tersebut dapat terjadi pada:

• harga penjualan

• harga pembelian

• alokasi biaya administrasi dan umum (biaya overhead)

• pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham

• pembayaran komisi, lisensi, waralaba, sewa, royalti, imbalan jasa manajemen,

imbalan jasa teknik, dan imbalan jasa lainnya

Selain itu, ada pula indikator dari manipulasi harga transfer, yaitu antara lain:

• SPT Tahunan PPh Badan melaporkan rugi dalam beberapa tahun berturut-turut

• Peredaran usaha tinggi tapi laba yang diperoleh kecil

• Transaksi hubungan istimewa yang cukup besar

• Rugi yang tidak dapat dijelaskan

Page 15: Harga Transfer

Untuk meminimalkan atau mengurangi praktik penghindaran pajak, Direktur

Jenderal Pajak mengeluarkan peraturan baru yang dituangkan dalam Peraturan Dirjen

Pajak No. PER-32/PJ/2011 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha

dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan

Istimewa sebagai perubahan atas PER-43/PJ/2010. rrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr

PENANGKAL HARGA TRANSFER

Ada beberapa prosedur yang dapat ditempuh untuk menanggulangi manuver pajak

melalui harga transfer sebagai berikut.

• Menyingkap praktik bisnis antarperusahaan secara lengkap sehingga dapat

dievaluasi keinginan harga transfer.

• Harmonisasi pemajakan internasional untuk meniadakan disparitas beban pajak.

• Kerja sama internasional.

• Advanced Pricing Agreement (APA)

ADVANCED PRICING AGREEMENT (APA)

Advanced Pricing Agreement (APA) adalah persetujuan di antara Internal

Revenue Service (IRS) dan perusahaan dengan menggunakan harga-harga transfer,

untuk menetapkan harga transfer yang disepakati. APA biasanya diperoleh sebelum

perusahaan terikat dalam transfer. Maksud dari program APA adalah memecahkan

masalah perselisihan harga transfer dengan cara tepat dan menghindari proses

pengadilan yang menghabiskan banyak biaya.

Kesepakatan yang dibuat dalam APA terjadi antara wajib pajak dengan otoritas

pajak, bisa terjadi dengan satu otoritas pajak dan juga dengan dua otoritas pajak dari

negara yang berbeda. Apabila APA dilakukan antara wajib pajak dengan otoritas pajak

dalam satu negara maka disebut unilateral APA, sedangkan apabila APA dibuat oleh

wajib pajak dengan dua atau lebih otoritas pajak dari negara yang berbeda maka disebut

multilateral APA.

Manfaat APA

Beberapa manfaat dari diselenggarankannya APA adalah sebagai berikut :

Page 16: Harga Transfer

• Memberikan kepastian kepada wajib pajak atas semua penghitungan mengenai

harga transaksi dengan menggunakan metode yang disetujui.

• Memberikan kepastian terhadap kegiatan wajib pajak termasuk kepastian

mengenai kewajiban pajak yang berkaitan dengan harga transfer.

• Mengurangi biaya dan waktu pada saat diaudit, karena selama periode APA

berlaku harga transaksi yang telah disepakati oleh wajib pajak dan otoritas

pajak.

• Dapat mencegah praktik harga transfer yang tidak benar dan semata-mata hanya

untuk menghindari pajak.

Masalah dalam Penyelenggaraan APA

Hal yang harus dipertimbangkan dalam penyelenggaraan APA yaitu kemungkinan

adanya potensi kerugian, yaitu:

• Pengorbanan waktu dan biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan APA.

• Wajib pajak harus mengungkapkan informasi yang mungkin merupakan rahasia

perusahaan kepada otoritas pajak.

Yang perlu diperhatikan, bahwa APA tidak menjamin wajib pajak untuk tidak

diaudit olehotoritas pajak. Masalah-masalah yang tidak tercakup dalam APA masih

dapat diaudit dalam kriteria audit yang biasa dilakukan. APA tidak berlaku retroaktif

sehingga masalah hargatransfer yang ada sebelum APA disepakati tidak dapat

diselesaikan dengan APA.