Handout Lengkap Beton Prategang

173

Click here to load reader

Transcript of Handout Lengkap Beton Prategang

Page 1: Handout Lengkap Beton Prategang

Struktur Kolom

POKOK BAHASAN I

PERENCANAAN STRUKTUR KOLOM

SK. SNT. T-15-1991-03 Ps. 3.3 dan PBI’1971 Ps. 9.6 & 9.7

KETENTUAN UMUM PERENCANAAN

Ukuran. Ukuran melintang kolom strukturil dengan sengkang dan dengan spiral

masing-masing diambil minimum 15 cm dan 17 cm, kecuali ditentukan lain dengan

ukuran yang lebih besar sedemikian hingga terpenuhi pembatasan tulangan, syarat

kekakuan, syarat lebar retak & syarat ketahanan dalam kebakaran (PBI’71 ps. 9.6 & 9.7).

Tulangan. Luas total tulangan longitudinal, minimum 1% dan maksimum 8% dari

luas bruto penampang kolom, dengan jumlah minimum batang tulangan 4 buah

untuk kolom persegi dan bulat, kecuali kolom dengan lilitan spiral minimum 6 buah.

(SK SNI T-15-1991-03 ps. 3.4.5). Luas tulangan longtudinal yang lazim digunakan

adalah berkisar antara 1 – 4%.

Sengkang & Spiral. Sengkang disyaratkan menggunakan diameter tulangan

minimum D-10 dengan jarak spasi maksimum 16 kali diameter tulangan pokok,

atau 48 kali diameter sengkang, atau ukuran terkecil dari sisi penampang kolom.

Sedang pada lilitan spiral disyaratkan menggunakan diameter tulangan minimum D-

10 dengan jarak bersih antar lilitan spiral maksimum 80 mm dan minimum 25 mm.

(SK SNI T-15-1991-03 ps. 3.16.10).

Jarak bersih tulangan longitudinal. Jarak bersih antar batang tulangan memanjang

kolom minimum harus diambil nilai terkecil dari yaitu: 1,5 kali diameter tulangan

memanjang atau 40 mm dan maksimum 150 mm (SK SNI T-15-1991-03 ps.

3.16.6 & ps. 3.16.10).

Penutup beton. Penutup atau selimut beton harus diambil minimum 40 mm atau

dalam hal diinginkan ketahanan terhadap kebakaran, korosi, asam sulfat dan

berhubungan dengan tanah atau cuaca luar (tak terlindung), maka dapat diambil lebih

besar dari 40 mm (PBI’71 ps. 7.2. dan mengacu pada SK SNI T-15-1991-03 ps.

3.16.7).

Struktur Beton dan Pratekan 1

Page 2: Handout Lengkap Beton Prategang

Struktur Kolom

Pendetailan tulangan : penyaluran, penyambungan, kait dan bengkokan serta ketentuan-

ketentuan mengenai detail penulangan diambil sesuai ketentuan dalam PBI’71 bab 8 & SK

SNI T-15-1991-03 sub bab 3.5 & 1.16.

Analisis struktur. Analisis struktur kolom akibat beban kerja yang umumnya berupa

beban aksial tekan dan lentur, dihitung dengan metode analisis struktur yang sesuai

atau yang disyaratkan dalam peraturan atau standar beton, atau dengan cara lain yang

dapat dibuktikan dengan ketentuan kemampuan kelayanan struktur.

Analisis dan Perencanaan Kekuatan Kolom.

Kolom umumnya menerima beban momen lentur (Mu) dan beban aksial tekan

(Pu) dengan eksentrisitas tertentu.

Akibat gaya tekan terhadap kolom, maka harus diperhitungkan terhadap beberapa

hal yaitu: tingkat kekakuan, pengaruh tekuk, kelangsingan kolom, beban

aksial-biaksial.

Umumnya digunakan tulangan simetris pada dua sisi kolom yang berhadapan

pada arah eksentrisitas untuk mengantisipasi beban angin dan beban gempa.

Dan tulangan simetris empat sisi untuk kolom yang menerima beban biaksial

yang umumnya terdapat pada kolom-kolom sudut.

Perencanaan kekuatan penampang didasarkan pada metode kekuatan batas (ultimate

strength method) mengacu pada SK SNI T-15-1991-03 sesuai yang berlaku secara

umum pada balok, kecuali nilai reduksi kekuatan () dan reduksi kekuatan tambahan.

Reduksi kekuatan () untuk kolom dengan pengikat sengkang diambil nilai = 0,65

dan pengikat spiral = 0,70. Disamping itu diperlukan reduksi kekuatan tambahan

untuk memperhitungkan eksentrisitas minimum akibat kekangan pada ujung-ujung

kolom, faktor ketepatan pelaksanaan, mutu bahan yang tidak merata, untuk kolom

dengan pengikat sengkang direduksi 20% dan pengikat spiral direduksi 15%, SK SNI

T-15-1991-03 ps. 3.2.3 dan ps. 3.3.4.

KOLOM EKSENTRISITAS KECIL

Dalam praktek hampir tidak dijumpai kolom yang menerima beban aksial (Pu) tanpa

eksentrisitas (e), kendatipun struktur kolom tersebut kelihatannya hanya menerima

beban aksial sentris atau pembebanan yang simetris. Misalnya sekecil apapun

pengaruh beban hidup maupun angin atau gempa terhadap kontruksi akan tetapi

Struktur Beton dan Pratekan 2

Page 3: Handout Lengkap Beton Prategang

Struktur Kolom

secara otomatis akan mempengaruhi keseimbangan pembebanan terhadap kolom

mengaki-batkan adanya eksentrisitas (e). Disamping itu akibat adanya kekangan

pada ujung-ujung kolom, faktor ketepatan dalam pelaksanaan, mutu bahan yang

tidak merata pada sepanjang kolom, akan berakibat pula terhadap kesembangan

gaya-gaya dalam sehingga terjadi eksentrisitas.

Dari uraian di atas untuk kolom tanpa eksentrisitas atau dengan eksentrisitas kecil, harus

tetap diperhitungkan suatu eksentrisitas minimum dalam bentuk tambahan reduksi

kekuatan (selain reduksi kekuatan ), yaitu kolom berpengikat sengkang direduksi

20% dan kolom berpengikat spiral direduksi 15%, sehingga persamaan kuat beban

aksial maksimum, yaitu:

Kolom dengan spiral:

Kolom dengan sengkang:

jika: dan karena

maka persamaan luas bruto kolom menjadi:

Kolom dengan spiral:

Kolom dengan sengkang:

Struktur Beton dan Pratekan 3

Page 4: Handout Lengkap Beton Prategang

Struktur Kolom

KOLOM EKSENTRISITAS BESAR

Peraturan Beton (PBI 1971) membrikan ketentuan bahwa setiap struktur bangunan

bertingkat dari beton bertulang harus mempunyai kolom-kolom dengan kekakuan

sedemikian rupa sehingga untuk setiap pembebanan, stabilitas struktur secara

keseluruhan tetapa terjamin. Untuk mencapai hal itu maka struktur kolom harus

diperhitungkan satu persatu terhadap bahaya tekuk parsial sebagaimana halnya dengan

kolom-kolom tunggal.

Dengan demikian eksentrisitas yang terjadi atau mungkin terjadi harus diantisipasi atau

diperhitungkan sedini mungkin, yaitu bahwa selain eksentrisitas yang diakibatkan sistem

pembebanan, harus pula diperhitungkan adanya eksentrisitas awal minimum sebagai

tambahan untuk memperhitungkan pengaruh tekuk, ketidak tepatan sumbu kolom

terhadap sumbu sistem dan untuk memperoleh peningkatan keamanan.

Sebagaimana uraian terdahulu bahwa kuat beban aksial nominal maksimum, adalah:

Kolom dengan spiral:

Kolom dengan sengkang:

Kedua persamaan di atas untuk kolom eksentrisitas besar, tidak lagi relevan digunakan,

karena tanpa memperhitungkan pengaruh tekuk atau kelangsingan kolom. Untuk

komponen struktur kolom dengan rasio kelangsingan yang cukup tinggi memerlukan

peninjauan pengaruh tekuk terhadap panjangnya.

Eavluasi pendekatan dengan pembesaran momen terfaktor harus diperhi-tungkan dengan

mengunakan eksentrisitas minimum sebesar (5+0,03h) mm, baik untuk kolom berpengikat

sengkang maupun berpengikat spiral. Eksentrisitas minimum tersebut untuk

memperhitungkan kekangan di ujung komponen akibat hubungan monolit dengan

komponen struktur lainnya. Sedangkan eksentrisitas tidak terduga akibat pelaksnaan

pekerjaan pada titik-titik buhul yang tidak sempurna sehingga terjadi pergeseran sumbu

sistem bangunan dan mutu bahan yang berbeda atau tidak merata.

Struktur Beton dan Pratekan 4

Page 5: Handout Lengkap Beton Prategang

Struktur Kolom

Dalam proses perencanaan, keserasian regangan-regangan terlebih dahulu dilakukan

perhitungan regangan – tegangan pada beton dan tulangan baja, berdasarkan cara trial

and error (coba-coba) dengan anggapan tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk

mendapatkan langkah perhitungan yang lebih praktis sebagai penuntun selanjutnya.

Sebagai contoh pada kolom penampang bulat dalam menghitung gaya tahanan nominal

Pn pada eksentrisitas tertentu mengunakan keseimbangan momen dan gaya-gaya seperti

pada penampang kolom persegi empat.

Dapat pula dilakukan pendekatan dengan menggunakan metode luas penampang kolom

pesegi ekivalen. Penampang bulat ditransformasikan menjadi kolom segi empat

ekivalen. Agar kondisi kehancuran kolom ditentu-kan oleh kehancuran tekan, maka

ekivalensi ditentukan sebagai berikut:

a. Tebal penampang ke arah lenturan di ambil 0,80 h, dimana h adalah diameter kolom

bulat,

b. Lebar kolom segiempat ekivalen, adalah: b = (Ag)/(0,8h),

c. Luas tulangan total Ast ekivalen ditentukan dengan cara menempatkan seluruh

tulangan pada dua lapis sejajar berjarak dalam arah lentur, dimana Ds

diameter lingkaran tulangan terluar dari pusat ke pusat.

Metode pendekatan empiris dapat pula diterapkan untuk mendapatkan nilai Pu suatu

penampang, dengan melakukan penyederhanaan kurva pada diagram interaksi kolom

menjadi garis lurus.

KOLOM LANGSING

Komponen struktur beton bertulang umumnya mempunyai ukuran yang jauh lebih besar

dengan komponen struktur baja, sehingga dengan sendirinya struktur beton lebih tegar

dan kokoh serta relatif permasalahan kelangsingan (hubungannya dengan tekuk) menjadi

lebih berkurang dibandingkan dengan struktur baja.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka semakin mudah

diperoleh bahan mutu tinggi di bidang konstruksi, sehingga dengan demikian membuka

peluang untuk membuat komponen struktur yang dapat berfungsi efisien dan optimal

termasuk komponen struktur beton bertulang, khususnya kolom.

Struktur Beton dan Pratekan 5

Page 6: Handout Lengkap Beton Prategang

Upaya-upaya efisiensi dan optimasi yang dilakukan haruslah selalu berdasarkan pada

pertimbangan-pertimbangan yang berkaitan dengan ketentuan dan pembatasan yang

berlaku, khususnya yang berhubungan dengan faktor keamanan dalam kelayanan struktur.

SK. SNI. T-15-1991-03 tidak memberikan batasan panjang maksimum yang dimaksudkan

dengan kolom pendek, akan tetapi menetapkan evaluasi kelangsingan pada batas nilai rasio

kelangsingan tertentu.

Semakin langsing suatu komponen struktur tekan akan semakin mudah mengalami

fenomena tekuk. Untuk mencegah tekuk, diperlukan evaluasi terhadap reduksi kekuatan

yang harus diberikan dalam perhitungan struktur kolom.

Tingkat kelangsingan struktur kolom diungkapkan dalam rasio kelangsingan, yaitu:

dimana: k = faktor panjang efektif komponen struktur tekan,

lu = panjang komponen struktur tekan yang tidak di topang,

r = jari-jari putaran potongan lintang komponen struktur tekan (diambil

0,30h untuk kolom persegi dengan h pada arah stabilitas dan

0,25D untuk kolom bulat).

KOLOM BIAKSIAL

Kolom biaksial adalah komponen struktur kolom yang menerima kombinasi beban aksial

dan lentur dari dua arah yang saling tegak lurus, biasanya terjadi pada struktur kolom

sudut bangunan, atau kolom tunggal.

Jika kolom aksial umumnya menggunakan tulangan simetris pada sisi dua yang saling

berhadapan pada arah stablilitas, pada struktur kolom biaksial juga menggunkan tulangan

simetris pada keempat sisi dan atau masing-masing pasang sisi yang berhadapan

menggunakan tulangan simetris yang besarnya sesuai dengan besarnya beban yang terjadi

pada arah stabilitas masing-masing.

POKOK BAHASAN II

Analisis dan Perancangan Kolom Persegi

Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang

memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi

lebih bawah hingga akhirnya ke tanah melalui pondasi (Nawy, 1990).

1

Page 7: Handout Lengkap Beton Prategang

1. Tulangan memanjang/utama Kolom .

a. Analisis .

1) Akibat gaya aksial dan lentur uniaksial.

a) Kolom pendek.

(1)Tulangan pada kedua sisi

(a)Beban sentris [e = 0 ; Mn = 0]

Po = 0,85.f ‘c . (Ag – Ast) + Ast . fy (3.F.1)

Pnmaks = 0,80.[0,85 . f ‘c . (Ag – Ast) + Ast . fy] bersengkang (3.F.2)

(b)Beban eksentris (uniaksial, e 0)

- Kondisi keruntuhan setimbang [e = eb ; eb = Mnb / Pnb]

(3.F.3)

; (3.F.4)

Pnb = Cc + Cs – Ts = 0,85 . f ‘c . b . ab + As’ . fs’ – As . fs (3.F.5)

(3.F.6)

- Kondisi keruntuhan tekan [e eb ]

Nilai c cb, dapat dicari dengan cara coba-coba memakai rumus (3.F.5) dan

(3.F.6), sedangkan dalam menentukan nilai Pn, Whitney (1986)

merekomendasikan rumus :

(3.F.7)

2

b

ds

d’

d h

c

c = 0,003

s

a cc

Ts

sb netral

sb. kolom

penampang melintang teganganregangan

Gambar 3.7 Penampang kolom, diagram regangan, tegangan dan gaya-gaya dalam pada kolom

d -

½a

d –

d’

gaya dalam

½.h

cs

As

As’

Pn

e

s=0,003.(d-c)/cs’=0,003.(c-d’)/c

fs=Es.s fyfs’=Es.s’ fy

CC = 0,85.f ’c.b.a

CS = As’.fs’TS = As.fs

y

s’

Page 8: Handout Lengkap Beton Prategang

Rumus tersebut menganggap bahwa tulangan tekan telah leleh, luas beton

yang tergantikan oleh tulangan tekan diabaikan terhadap luas beton tertekan

total serta besarnya nilai a = 0,54 d.

- Kondisi keruntuhan tarik [e eb ]

Rumus yang digunakan sebagaimana rumus (3.F.5) dan (3.F.6) dengan

ketentuan bahwa nilai c cb. Apabila tulangan tekan luluh (As = As’), =

’ = As (b.d) dan m = fy (0,85 . f ‘c), Nilai Pn dicari melalui :

(3.F.8)

- Kondisi Lentur Murni [e = ; Pn = 0]

Dengan Pn = 0 pada rumus (3.F.5), maka nilai c dapat diketahui se-hingga

besarnya Nilai Mn pada rumus (3.F.6) dapat diperoleh.

(2) Tulangan terdistribusi merata

Apabila eksentrisitas beban kecil (e , Pn , Mn ) serta diinginkan

penampang lintang yang lebih kecil maka distribusi tulangan lebih baik dibuat

merata di sekeliling sisi penampang, sedangkan apabila sebaliknya (e , Pn ,

Mn ), distribusi tulangan di dua sisi kolom lebih disarankan.

(3.F.9)

; si (–) = tarik, si (+) = tekan (3.F.10)

3

Gambar 3.8 Penampang kolom dengan tulangan terdistribusi merata pada keempat sisinya

susunan baris tulangan ganjil susunan baris tulangan genap

h

c

c b

d’

Asids

Pn

eS2

S1As1

As2

As3

As4

c

cb

Asi

As1

As2

As3

di

diS3

S4

S i

S2

S1

S3

S i

y

y

½.hy

Pn

e

Page 9: Handout Lengkap Beton Prategang

(3.F.11)

si f y/Es ; maka fsi = f y (3.F.12)

si – f y/Es ; maka fsi = – f y (3.F.13)

– f y/Es si f y/Es ; maka fsi = si . Es (3.F.14)

Pn = 0,85 . f ’c . a . b + fsi . Asi (3.F.15)

Mn = Cc . ( ½ . h – ½ . a) + fsi . Asi ( ½ . h – di) (3.F.16)

dengan ketentuan : di a, maka harga fsi = fsi – 0,85.f ’c (3.F.17)

di a, maka harga fsi = fsi

b) Kolom panjang/langsing.

(1)Pengaruh kelangsingan

SNI-03-2847-1992 pasal 3.3.11 mensyaratkan pengaruh kelangsingan boleh

diabaikan bila :

; rangka dengan pengaku lateral (3.F.18)

; rangka tanpa pengaku lateral (3.F.19)

dengan :

- k = faktor panjang efektif yang dapat ditentukan dengan Jackson dan

Moreland atau persamaan dari ACI.

- lu = panjang tak tertumpu kolom/panjang efektif

- r = jari-jari girasi kolom

Apabila faktor kelangsingan (k.lu/r) Pers. (3.F.18–19) dan 100 maka

menggunakan metode pembesaran momen (), dan apabila k.lu/r 100 maka

harus diselesaikan dengan analisis orde dua (second order analysis). Analisis

orde dua ini memperhitungkan pengaruh dari beban aksial, variasi momen

inersia pada kekakuan batang, momen jepit, efek defleksi pada momen dan gaya

aksial serta efek dari lamanya pembebanan.

(2)Faktor panjang efektif (k)

Penentuan faktor panjang efektif untuk rangka struktur terdapat dua macam cara,

yaitu :

(a) Diagram Jackson dan Moreland :

4

Page 10: Handout Lengkap Beton Prategang

diambil nilaiyang terkecil

(dengan pengaku) (tanpa pengaku)

Gambar 3.9 Diagram panjang efektif (k) oleh Jackson dan Moreland

(b) Persamaan-persamaan dari komentar peraturan ACI :

- Portal berpengaku/tidak bergoyang :

k = 0,70 + 0,05.(A + B) 1,0 (3.F.20)

k = 0,85 + 0,05.min 1,0 (3.F.21)

- Portal tanpa pengaku/bergoyang :

; untuk m 2 (3.F.22)

; untuk m 2 (3.F.23)

- Portal tanpa pengaku/bergoyang yang kedua ujungnya sendi :

k = 2,0 + 0,30. ; ( : harga pada ujung yang tertahan) (3.F.24)

dimana :

- A, B : harga pada kedua ujung atas dan bawah

- min : harga terkecil dari A dan B

- : perbandingan angka kekakuan kolom-balok pada ujung kolomnya

- m : harga rata-rata untuk kedua ujung batang tertekan (kolom)

(3)Metode pembesaran momen (moment magnification methode, )

Apabila angka kelangsingan klu/r melebihi persyaratan Pers. (3.F.18) dan

(3.F.19) maka harus digunakan metode momen yang diperbesar, yaitu :

Mc = . M2 = b . M2b + s . M2s (3.F.25)

5

Page 11: Handout Lengkap Beton Prategang

bila diperhitungkan efek retak, rangkak dan pembebanan jangka panjang

untuk batang tekan bertulang sedikit (g 3%)

(3.F.26-28)

Cm = 0,6 + 0,4.(M1b/M2b) 0,4 ;untuk komponen struktur berpengaku dan

tanpa beban tranversal pada tumpuannya

Cm = 1,0 ; berlaku untuk komponen struktur lain

keterangan M1b dan M2b :

M1b /M2b

M1b/M2b > 0 ; kelengkungan tunggal

M1b/M2b < 0 ; kelengkungan ganda

M1b/M2b = 1 ; kedua ujung kolom tidak terdapat momen

Bila komponen kedua ujung komponen struktur tekan berpengaku atau tidak

berpengaku tidak terdapat momen atau eksentrisitas ujung yang didapat < emin =

(15 + 0,03.h)mm, maka M2b pada Pers. (3.F.25) harus di-dasarkan pada

eksentrisitas minimum terhadap sumbu utama secara ter-pisah

(3.F.29)

(3.F.30)

Ec = 4700 . f ‘c ; Ig = 1/12 . b.h3 ; Es = 200.000 MPa.

(3.F.31)

dengan :

- Mc : momen berfaktor yang digunakan untuk perancangan komponen

struktur tekan beton bertulang

- b, s : faktor pembesaran momen akibat beban gravitasi, goyangan

- M2b : momen ujung rencana terbesar akibat beban yang tidak me-nyebabkan

goyangan besar (gaya gravitasi saja)

- M2s : momen ujung rencana terbesar akibat beban yang menyebabkan

goyangan besar, seperti beban angin dan gempa

Pengaruh faktor pembesaran momen (b, s) terhadap struktur kolom :

Untuk kolom tidak bergoyang/berpengaku (b 1, s = 0)

6

Page 12: Handout Lengkap Beton Prategang

Untuk kolom bergoyang/tidak berpangaku (b 1, s 1)

(4)Struktur rangka berpengaku atau tidak berpengaku

Acuan suatu struktur rangka dikatakan berpengaku/tidak bergoyang apa-bila

telah memenuhi salah satu dari syarat berikut :

- Struktur yang mengunakan pengaku terhadap goyangan ke arah lateral

(misalnya : dinding geser dan balok diagonal)

- Struktur yang mengalami defleksi lateral bangunan ln/1500.

2) Akibat gaya tekan dan momen biaksial.

Kolom-kolom pada pojok bangunan umumnya disamping mengalami gaya

tekan juga mengalami lentur biaksial. Metode analisis yang di-kembangkan

seperti halnya pada metode analisis uniaksial, hanya saja untuk garis netral (c)

yang terjadi membentuk sudut () terhadap garis horisontal. Besarnya sudut ()

ini tergantung pada interaksi momen lentur terhadap kedua sumbu (x,y) dan

besarnya beban (Pu). Akibat pengaruh hal tersebut menyebabkan daerah yang

mengalami tekan dan tarik dapat bervariasi.

Metode tersebut akan mengalami banyak kesulitan dan memakan waktu

yang lama, karena harus melakukan proses coba-coba untuk men-dapatkan nilai

“c” pada posisi miring. Dewasa ini untuk mengatasi hal ter-sebut telah dikembang

metode praktis untuk perencanaan, antara lain :

a) Metode kontur beban cara Bresler.

Metode ini mencakup pemotongan dari bidang interaksi Pn-Mn (perluas-an dari

diagram interaksi Pn-Mn) pada harga Pn yang konstan untuk memberikan interaksi

kontur beban yang melibatkan Mnx dan Mny. Gambar diagram dan bidang interaksi

dapat dilihat pada gambar 3.11

7

Gambar 3.10 (a) Penampang kolom yang mengalami gaya tekandan momen lentur biaksial (b) Variasi daerah tekan dan tarik

(i) (ii)

(iii) (iv)b

N.A.

Myy = Pu . ex

Mxx = Pu . ey

e.PuuM

)MM(2yy

2xx

a

Page 13: Handout Lengkap Beton Prategang

Persamaan umum tak berdimensi untuk kontur beban pada Pn yang konstan :

(3.F.33)

dimana :

Mnx = Pn . ey ; Mny = Pn . ex

Mox = Mnx kapasitas beban pada beban aksial Pn bila Mny (atau ey) nol

Moy = Mny kapasitas beban pada beban aksial Pn bila Mnx (atau ey) nol

1 ; 2 = koefisien yang tergantung pada dimensi penampang, jumlah dan

letak penulangan, kekuatan beton, tegangan leleh tulang-an dan

ketebalan selimut beton

Bresler (1960) membolehkan nilai 1 = 2 = , dimana untuk nilai dapat

diperoleh dari gambar 3.11.(c). Berdasarkan pengujian Bresler nilai ber-kisar

pada 1,15 1,55, sedangkan untuk tujuan praktis Bresler menyarankan nilai =

1,5 untuk penampang persegi dan = 2,0 untuk penampang bujur sangkar.

b) Metode kontur beban cara Parme.

Metode ini merupakan pengembangan dari metode kontur beban cara Bresler.

Interaksi Bresler (3.F.33) sebagai kriteria kekuatan dasar untuk menetapkan

kontur beban cirian (Gambar 3.11.b) yang memberikan perpotongan pada

permukaan runtuh dengan bidang horisontal dengan ketinggian Pn. Titik B pada

kontur beban didefinisikan sedemikian hingga kekuatan momen biaksial Mnx dan

Mny pada titik ini adalah di dalam perbandingan yang sama dengan kekuatan

uniaksial Mox dan Moy, sehingga pada titik B berlaku :

8

Gambar 3.11 (a) Permukaan runtuh, (b) Kontur beban untuk Pn tetap (c) Kurva interaksi nilai

(a) (b) (c)

Page 14: Handout Lengkap Beton Prategang

(3.F.34) ; Mnx = .Mox dan Mny = .Moy (3.F.35)

Bila keliling beban pada gambar 3.12.a disesuaikan dengan untuk meng-ambil

bentuk yang tak berdimensi pada gambar 3.12.b, titik B akan mem-punyai

perbandingan sesuai persamaan (3.F.35).

Hubungan - dapat diperoleh melalui persamaan (3.F.35) dan (3.F.33) :

= 1,0 log = log ½ = log 0,5 log (3.F.36)

persamaan (3.F.33) dapat ditulis : (3.F.37)

Persamaan (3.F.37) dengan berbagai nilai dapat dilihat pada gambar 3.13.a.

9

Gambar 3.12 Metode kontur beban cara Parme

(a) Kontur beban di bidang Pn yang tetap dan dipotong melalui permukaan runtuh

(b) Kontur beban tak berdimensi pada Pn yang tetap

Gambar 3.13 (a) Hubungan interaksi kontur beban dalam , (b) Pendekatan garis lurus dari kontur beban untuk perencanaan

(a) (b)

Page 15: Handout Lengkap Beton Prategang

Gouwens (1975) melakukan pendekatan dalam mencari nilai titik B pada garis

kontur beban dengan cara titik B dihubungkan dengan garis lurus AB dan BC

seperti gambar 3.13.b. Persamaan garis lurus tersebut dapat dicari dengan

menggunakan rumus :

(3.F.38)

(3.F.39)

Untuk keperluan perencanaan persamaan (3.F.38) dan (3.F.39) dapat ditulis :

(3.F.40)

(3.F.41)

Persamaan (3.F.40) dan (3.F.41) merupakan persamaan alternatif dari persamaan

ekponensial pada persamaan (3.F.37).

Bila menggunakan penampang persegi dengan tulangan yang terdistribusi pada

keempat sisinya serta perbandingan Moy/Mox b/h maka persamaan (3.F.40) dan

(3.F.41) dapat ditulis :

(3.F.42)

(3.F.43)

3) Faktor reduksi ()

Faktor reduksi kekuatan untuk komponen struktur bersengkang yang

mengalami aksial tekan dan lentur (kolom) adalah 0,65. Nilai tersebut dapat

ditingkatkan secara linear menjadi 0,80 untuk komponen struktur dengan nilai fy

≤ 400 MPa.dan nilai 0,10 f ’c.Ag .Pn 0. Rumus dapat ditulis :

(3.F.44.a)

Sedangkan untuk nilai 0,10 f ’c.Ag .Pnb 0. Rumus dapat ditulis :

(3.F.44.b)

10

0,80

0,700,65

fakt

or r

edu

ksi,

angka kekuatan desain, .Pn / (f ‘c.Ag)

kolom bersengkang, = 0.80 – 2..Pn / (f ‘c.Ag) 0,65

kolom berspiral, = 0.80 –1,5..Pn / (f ‘c.Ag) 0,70

Gambar 3.14 Modifikasi faktor reduksi kekuatan untuk kolom dengan nilai fy < 400 MPa.dan nilai 0,10 f ’c.Ag .Pn 0

Page 16: Handout Lengkap Beton Prategang

4) Diagram Interaksi P – M (Strength Interaction Diagram)

Pada suatu penampang kolom, jumlah kombinasi kapasitas kolom dalam

menahan beban aksial dan momen terlentur tidak terhingga banyak-nya.

Kombinasi kekuatan ini dapat digambarkan pada kurva yang disebut diagram

interaksi P – M. Diagram interaksi ini buat dengan menggunakan rumus (3.F.5)

dan (3.F.6) atau (3.F.9 17) dengan nilai c yang bervariasi. Hasil dari rumus

tersebut akan menghasilkan grafik seperti gambar 3.15.

11

Page 17: Handout Lengkap Beton Prategang

b. Perancangan.

1).Menentukan rangka (frame) berpengaku atau tidak berpengaku, struktur

dikatakan berpengaku bila memenuhi salah satu syarat sebagai berikut :

- Adanya pengunaan bahan pengaku terhadap goyangan lateral (misalnya :

dinding geser dan balok diagonal)

- Adanya defleksi lateral ln/1500

- Asumsi bahwa rangka tidak ada goyangan (misalnya : bentuk struktur rangka

dan beban yang bekerja simetris)

2).Nilai eksentrisitas (e) terbesar dari momen ujung yang dipakai harus lebih besar

dari eksentrisitas minimum (emin = 15 + 0,03h mm)

3).Menghitung angka kelangsingan kolom (k.lu/r), apabila kolom yang di-tinjau

termasuk kolom langsing maka momen kapasitas balok (Mkap,b) diperbesar

menjadi momen Mc yang selanjutnya dipakai sebagai momen perlu kolom

(Mu,k) sedangkan apabila kolom yang ditinjau termasuk kolom pendek maka

momen kapasiats balok (Mkap,b) langsung dijadikan sebagai momen perlu kolom

(Mu,k)

4).Menentukan Momen perlu kolom (Mu, k) (Kusuma, 1996) :

Mu, k 0,7 . d . Mkap,b (3.F.45)

Mu, k 1,05 (MD, k + ML, k 4,0/K. ME, k) (3.F.46)

Bila memperhitungkan faktor distribusi momen kolom sesuai dengan ke-kakuan

relatif kolom (k), nilai Mu, k dapat ditulis :

12

kondisi seimbang [s = y = f y/Es]

Po

PoPnPn

e = 0

e =

MnbMnMnbMn

Pn=Pn

Pn=0,10.f ’c.Agtarik menentukan [s y]

tekan menentukan [s y]

e = eb

e = emin

[Mn]

[Pn]

Gambar 3.15 Diagram interaksi tekan aksial [P] dan Momen lentur [M]

Page 18: Handout Lengkap Beton Prategang

(3.F.47)

dengan nilai k untuk kolom atas (a) dan bawah (b) berlaku :

(3.F.48)

(3.F.49)

5).Menentukan Aksial perlu kolom (Nu, k) (Kusuma, 1996) :

(3.F.50)

Nu, k 1,05 (Ng, k 4,0/K. ME, k) (3.F.51)

dengan : Rv = faktor reduksi yang ditentukan sebesar :

1,0 untuk 1 n 4

1,1 0,025n untuk 4 n 20

0,6 untuk n 20

n = jumlah lantai diatas kolom yang ditinjau.

6).Menentukan luas tulangan longitudinal yang disediakan, dengan cara

menggunakan diagram interaksi MP dengan ketentuan pengunaan tulangan

berkisar 1 % 8 % dari luas penampang kolom (Ag), sedangkan jumlah

minimum tulangan = 4 batang (untuk kolom persegi)

13

Sendi plastisTitik pertemuan

Sendi plastis

Titik pertemuan

Mbawah

atasa,k

a,kM

lu

l

Gambar 3.16 Pertemuan balok kolom dengan sendi plastis pada

ujung balok di sebelah kiri dan kanan

Sendi plastis

Sendi plastisbawah

b,k

b,kM

lu

l

Matas

Mkap, ki

ka,kapnka

ka Ml

L

ki,kapnki

ki Ml

L

Mkap, ka

Page 19: Handout Lengkap Beton Prategang

2. Tulangan Geser Kolom .

a. Analisis .

Analisis penulangan geser kolom ini dimaksudkan untuk menyediakan

sejumlah tulangan baja agar mampu menambah daya pikul kolom, memegang tulangan

utama di dalam cetakan saat dicor serta mencegah tulangan utama yang langsing dan

bertegangan tinggi supaya tidak menekuk keluar dan meng-hancurkan penutup beton

yang tipis (Winter dan Nilson, 1993). Dasar per-hitungan tulangan geser balok sebagai

berikut:

Vn = Vc + Vs (3.F.52)

Vu . Vn ; = 0,6 Vu 0,6 (Vs + Vc) (3.F.53)

(3.F.54)

Vs = (Vu - . Vc) = Vu - Vc (3.F.55)

Vs = Av . fy . d s (tulangan geser sumbu aksial struktur) (3.F.56)

s perlu = Av . fy . d Vs (3.F.57)

b. Perancangan .

1) Menentukan gaya geser kolom (Vu, k) :

Mkap, b = o . Mnak, b ; O = 1,25 untuk fy 400 MPa (3.F.58)

; untuk kolom lantai dasar (3.F.59)

; untuk kolom selain kolom dasar (3.F.60)

14

Sendi plastis

Titik pertemuan

Sendi plastis

Mu, k, a

Vu, k

Sendi plastis

Titik pertemuan

Sendi plastis

Mu, k, a

Vu, k

Sendi plastis Mu, k, b

Titik pertemuan

Sendi plastis Sendi plastis

Mu, k, b

luk lk

b. Kolom lantai atasa. Kolom lantai dasar

Gambar 3.17 Kolom lantai dasar dan kolom lantai atas dengan Mu, k

yang ditetapkan berdasarkan kapasitas sendi plastis

luk lk

Page 20: Handout Lengkap Beton Prategang

dengan batasan gaya geser kolom sebesar :

(3.F.61)

2) Menghitung kuat geser beton (Vc) :

; = 0,6

Vu ½..Vc ; tidak perlu tulangan geser (3.F.62)

½..Vc Vu .Vc ; tulangan geser minimum (3.F.63)

.Vc Vu (.Vc+2/3.f’c.bw.d) ; tulangan geser sebesar Vs (3.F.64)

Vu (.Vc+2/3.f ’c.bw.d) ; dimensi kolom diperbesar (3.F.65)

3) Menentukan “s” pada daerah sendi plastis ( LO dari sendi kolom) :

Vc = 0 (3.F.66)

Vs = Vu Vc (3.F.67)

Vs 2/3 . f ’c . bw . d (3.F.68)

s = Av . fy . d Vs (3.F.69)

dengan spasi maksimum sebagai berikut :

s 0,25 . b atau 0,25 . h (yang terkecil) (3.F.70)

s 8 . db ; db = diameter tulangan longitudinal (3.F.71)

s 100 mm (3.F.72)

setelah didapat jarak tulangan geser kemudian dikontrol dengan :

a) Kontrol luas tulangan : (3.F.73)

b) Kontrol kekuatan gaya geser :

(3.F.74)

4) Menentukan “s” pada daerah sendi plastis ( LO dari sendi kolom) :

; = 0,6 (3.F.75)

Vs = Vu Vc (3.F.76)

s = Av . fy . d Vs (3.F.77)

dengan spasi maksimum sebagai berikut :

s d 2 : d = jarak tulangan ke serat tekan balok (3.F.78)

s 600 mm (3.F.79)

15

Page 21: Handout Lengkap Beton Prategang

Bila Vs 1/3 . f ’c . bw . d maka jarak spasi maksimum adalah :

s d 4 : d = jarak tulangan ke serat tekan balok (3.F.80)

s 300 mm (3.F.81)

Hasil tulangan yang dipilih dikontrol sebagaimana tulangan di daerah sendi plastis.

Besarnya nilai Lo adalah :

Lo b atau h (yang terbesar)

untuk : Nu, k 0,3 . f ’c . Agr

Lo 1,5 . b atau 1,5 . h

untuk : Nu, k 0,3 . f ’c . Agr

Lo 1/6 . Lu

Lo 450 mm

16

S

50 mm

S

Lo

lun

Gambar 3.18 Penampang susunan tulangan geser pada kolom

50 mm Lo

Lo

S

50 mm

S

Lo

lun

50 mm Lo

Lo

kolom lantai ataskolom lantai bawah

Page 22: Handout Lengkap Beton Prategang

Analisis dan Perancangan Join

Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa kesetimbangan gaya-gaya pada join

adalah sebagai berikut :

Komponen horisontal :

Vjh = Cki + Tka – Vkol (3.G.1)

(3.G.2)

(3.G.3)

(3.G.4)

Tegangan geser horisontal minimal dalam join adalah :

(3.G.5)

Gaya geser horisontal rencana dalam join adalah :

Vsh = Vjh – Vch (3.G.6)

Vch = 0, kecuali :

17

Vjh

Vjv

C ki

T ki

Z ki

0,70 Mkap, ki

C ka

T ka

Z ka

0,70 Mkap, ka

hc

bj

Vjv

Vjh

Gambar 3.19 (a) Prespektif join dan gaya-gaya dalam (b) Gaya-gaya pada pertemuan rangka batang

Vkol

(b)(a)

Page 23: Handout Lengkap Beton Prategang

Nu, k /Ag 0,1 . f ’c maka :

(3.G.7)

Luas tulangan join horisontal yang dibutuhkan adalah :

Ajh = Vsh / fy

bila dipilih begel dengan n kaki, maka jumlah lapis begel adalah :

luas begel = n . 0,25 . . dp2

jumlah lapis begel = Ajh / luas begel

Komponen vertikal :

Vsv = Vjv – Vcv (3.G.8)

(3.G.9)

Luas tulangan join vertikal yang dibutuhkan adalah :

Ajv = Vsv / fy

dikontrol apakah luas tulangan memanjang kolom (As) cukup menahan gaya yang

ada atau tidak :

bila As Ajv ; berarti tulangan kolom cukup

bila As Ajv ; berarti perlu penambahan tulangan sebesar (Ajv – As)

Catatan tentang lebar efektif join (bj) :

Lebar efektif join harus diambil sebagai berikut :

a) Jika bc bb bj = bc atau bj = bb + ½ . hc (diambil yang terkecil)

b) Jika bc bb bj = bb atau bj = bc + ½ . hc (diambil yang terkecil)

18

Gambar 3.20 (a) Prespektif join dan notasinya(b) Nilai “n kaki “ pada luas begel

n = 2 n = 3

n = 4 n = 4

(b)(a)

Page 24: Handout Lengkap Beton Prategang

POKOK BAHASA III : Analisis dan Perancangan Pondasi Poer (Pile Cap)

Pondasi tiang pancang berfungsi untuk memindahkan atau menstransfer- kan

beban-beban dari konstruksi diatasnya (upper structure) ke lapisan tanah yang lebih

dalam (Sardjono, 1996). Jenis pondasi ini digunakan apabila kapasitas penahan dari

lapisan tanah sebelah atas tidak cukup untuk pondasi dangkal, tetapi pada lapisan

tanah yang lebih dalam tersedia lapisan yang lebih kuat (Winter dan Wilson, 1993).

Mengingat tiang pancang secara umum pembuatannya dilakukan melalui proses

fabrikasi yang sudah tertentu mutu, ukuran dan spesifikasi lainnya. Bagian yang perlu

diperhatikan dalam analisis dan perancangan pondasi tiang pancang ini adalah

pemilihan dan jumlah tiang pancang yang digunakan serta penentuan ukur-an dan

penulangan poer. Dalam Tulisan ini ini akan dibahas berupa penentuan ukuran dan

penulangan poer.

1. Analisis.

Penentuan ukuran dan penulangan poer seperti halnya pada penentuan ukuran

dan penulangan pondasi telapak setempat dengan penambahan-penambah-an khusus

dan diperlukan asumsi-asumsi :

a. Reaksi tiang bekerja pada pusat tiang

b. Jika diameter atau lebar tiang (dp) dan reaksi maksimum suatu tiang (Pt) maka

pengaruh reaksi tiang terhadap tampang poer (SNI-92, 3.8.5.3) adalah :

1) Pada jarak ½.dp di luar tampang, pengaruh reaksi tiang dianggap penuh (Pt)

2) Pada jarak ½.dp di dalam tampang, pengaruh reaksi tiang dianggap nol (0)

3) Pada jarak antara ½.dp di luar dan ½.dp di dalam tampang, pengaruh reaksi

tiang digunakan (Pt’) interpolasi linier antara Pt dan nol (0)

19

Pt

Pt

’ 0

d

½.tt

d h

½.dp

½.dp

garis tampang yang ditinjau

PMx,

y

Hx,y

Page 25: Handout Lengkap Beton Prategang

Gambar 3.21 Asumsi reaksi tiang (Pt) terhadap tampang poer

a. Kuat geser .

Penggunaan penulangan geser di dalam pondasi tidak disarankan karena tidak

praktis, terutama berkaitan dengan kesulitan pemasangan disamping lebih praktis

untuk menambah ketebalan pondasi sedikit saja (Dipohusodo, 1994).

Beban dari kolom mengakibatkan gaya geser yang terjadi pada poer bekerja dalam

dua arah sumbu (x, y), sehingga kuat geser yang diperhitungkan ada dua jenis pula,

yaitu : kuat geser pons (geser dua sumbu) dan kuat geser balok (geser satu sumbu).

Gambar 3.22 Analisis geser pons, geser balok dan lentur balok pada poer

Batasan kuat geser beton (Vc) poer :

Vu . Vn = . (Vc + Vs) ; bila Vs = 0, maka Vu . Vc (3.H.1)

1) Kuat geser balok (geser satu sumbu) :

(3.H.2)

2) Kuat geser pons (geser dua sumbu) : (dipakai nilai terkecil dari ketiga rumus)

(3.H.3)

(3.H.4)

20

d x d y d

PMy

Hx

Pt Pt Pt

d½d

Potongan A – A i Catatan :

Garis tampang kritis untuk tinjauan geser 2 arah Garis tampang kritis untuk tinjauan lentur arah x (My) Garis tampang kritis untuk tinjauan geser 1 arahb0 = jarak e – f – h – g = 2.(by + bx) = 2.(ky + kx + 2.d)Luasan untuk perhitungan : bwx = B; bwy = L

Vu (2 arah) = B.L – (bx.by)Vux (1 arah) = jarak k.l x k.cMuy = jarak a.b x a.ibx

b y k y½

d

½d½d

½d p

a c

b d

e g

f h

i k

lj½d

lx

L

A A

Blx’

lmxkx

Page 26: Handout Lengkap Beton Prategang

(3.H.5)

(3.H.6)

Nilai gaya geser perlu (Vu) poer :

1) Gaya geser balok perlu (geser satu sumbu) :

Vux = n . Pt – (h . c + ht . t ) . (lx’ . L) (3.H.7)

2) Gaya geser pons perlu (geser dua sumbu) :

Vu = n . Pt – (h . c + ht . t ) . (B . L – bx . by) (3.H.8)

dimana : n = jumlah tiang dalam luasan yang dihitung

c = berat jenis beton (= 24 kN/m3)

t = berat jenis tanah timbunan (= 17 kN/m3)

lx’ = lebar daerah yang ditinjau dalam geser balok (lihat Gambar 3.22)

Pt = reaksi maksimum tiap tiang akibat beban (P dan M) sesuai garis

tampang kritis yang ditinjau (kN)

Gambar 3.23 Nilai gaya geser balok perlu sesuai garis tampang kritis

Nilai gaya geser pons perlu (Vu) tiang terhadap poer :

21

Garis tampang kritis untuk tinjauan geser satu arah (garis k – l pada Gambar 3.22)

½dp½dp

xdp

Pt Pt’

tp

t Pd

x'P

Rumus 3.H.7 bisa berubah menjadi :Vux = n . Pt’ – (h . c + ht . t ) . (lx’ . L)

dp

Tebal poer harus memenuhi :

½d ½d

½d

½d

d

Vu = Pt

s

overlap punch shearbo = 2 . (S + ½ . (dp + d))

Vu = 2 . Pt

bo = . (dp + d)

Page 27: Handout Lengkap Beton Prategang

Gambar 3.24 Nilai gaya geser pons perlu (Vu) tiang terhadap

poer

22

Page 28: Handout Lengkap Beton Prategang

b. Kuat lentur.

Desain penulangan yang layak akan menghasilkan kekuatan penampang dengan

perkuatan-kurang (under reinforced), dengan jenis keruntuhan tarik (Wahyudi dan

Rahim, 1997). Garis tampang kritis berhimpit dengan muka kolom (lihat Gambar 3.22).

Penempatan tulangan momen lentur pada poer terdapat dua macam cara yang

berdasarkan bentuknya (SNI-03-2847-1992 pasal 3.8.4.4) :

a) bujur sangkar : tulangan harus disebar merata pada kedua arah

b) persegi panjang :

(1)tulangan dalam arah panjang disebar merata pada seluruh lebar pondasi

(2)tulangan dalam arah pendek, sebagian dari tulangan total yang ada pada

Rumus (3.H.9) disebar merata pada suatu lebar jalur (sumbunya ber-himpit

dengan sumbu kolom sepanjang sisi pendek) sedangkan sisinya disebar merata

di luar jalur tersebut.

(3.H.9)

Batasan kuat lentur poer :

; = 0,80 (3.H.10)

; (3.H.11)

dan (3.H.12)

pakai min maks (3.H.13)

Tulangan pokok : Asi pokok = pakai . bwi . di (3.H.14)

Tulangan susut : Asi susut = 0,20 % . Asi pokok (3.H.15)

Nilai momen lentur perlu (Mu) poer :

Luasan yang ditinjau = lx . L

Beban kantilever : qp = (h . c + ht . t ) . L

Muy = n . Pt . lmx – ½ . qp . lx2 (3.H.16)

23

Page 29: Handout Lengkap Beton Prategang

2. Perancangan.

Langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan dimensi dan jumlah tulangan poer

(dimensi dan bentuk poer tidak harus sesuai dengan yang ada di lapangan, akan tetapi

jumlah tiang pancang yang harus dipasang sesuai dengan besaran beban/gaya yang

terjadi) adalah :

a. Menentukan kapasitas daya dukung ijin tanah ( ) berdasarkan data tes

sondir dan penyelidikan tanah

b. Menentukan beban-beban kerja dan momen lentur yang bekerja pada dasar kolom

dari struktur di atasnya

c. Mengontrol beban-beban kerja dan momen lentur yang bekerja dengan daya

dukung dukung tiang

d. Menghitung gaya geser poer (geser pons dan geser balok) serta gaya geser yang

terjadi pada tiang

e. Menghitung momen lentur pada poer beserta penulangannya

f. Menghitung kebutuhan pasak (dowel) dan panjang penyalurannya (ldb) :

Kuat tumpuan rencana (Pr) kolom dan poer = . 0,85 . f ‘c . A1

Apabila luas permukaan poer (A2) luas permukaan kolom (A1), maka kuat

tumpuan rencana poer bisa ditingkatkan menjadi = . 0,85 . f ‘c . A1 . (A2/A1)0,5

dengan syarat (A2/A1)0,5 2,0, Jika Pu Pr kolom/poer maka Aspasak = Asmin

As perlu = As min = 0,005 . Ag ; Ag = luas kolom (3.H.17)

ldb min = 200 mm dan/atau ldb min = 0,04 . db . f y (3.H.18)

; db = diameter tulangan (3.H.19)

Umumnya pemakaian tulangan pasak memakai tulangan kolom yang berguna

selain untuk tujuan praktis juga efisien. Dengan demikian diperlukan koreksi

tulangan berlebih sebesar = Asperlu/Asada.

Faktor panjang efektif (k) oleh Jakson dan Moreland

24

Page 30: Handout Lengkap Beton Prategang

(struktur rangka dengan pengaku/tidak bergoyang)

(struktur rangka tanpa pengaku/bergoyang)

Hubungan interaksi kontur beban dalam nilai dan

25

Page 31: Handout Lengkap Beton Prategang

Kurva interaksi untuk persamaan Bresler :

Hubungan interaksi untuk kontur beban dalam nilai

POKOK BAHASAN IV

PERENCANAAN STRUKTUR FONDASI

26

Page 32: Handout Lengkap Beton Prategang

SK. SNT. T-15-1991-03 Ps. 3.8 dan PBI’1971 Bab 17

KETENTUAN UMUM PERENCANAAN

Ukuran. Fondasi telapak dari beton bertulang disyaratkan tebal tepi di atas tulangan

bawah, minimum 150 mm pada fondasi telapak di atas tanah dan minimum 300 mm pada

fondasi telapak di atas ring atau tiang pancang (PBI’71 ps. 17.9 & SK. SNI. T-15-1991-03

ps 3.8.7).

Tulangan. Kriteria dasar penulangan fondasi telapak mengacu pada penulangan pelat

lantai kecuali terdapat ketentuan khusus dalam peraturan. Luas tulangan pelat termasuk

tulangan susut (tulangan pembagi) harus diambil minimum 0,0020 bh untuk fy 300

MPa, 0,0018 bh untuk fy = 400 MPa, dan 0,0018 x 400/fy untuk fy > 400 MPa, dalam

segala hal luas tulangan pelat tidak boleh kurang dari 0,0014 bh dengan jarak tulangan

susut maksimum 5 kali tebal pelat atau 500 mm (SK SNI T-15-1991-03 ps. 3.16.12).

Kriteria penulangan geser fondasi telapak sesuai ketentuan dalam SK SNI T-15-1991-

03 ps. 3.4.11.

Spasi atau jarak tulangan pokok. Jarak bersih antar batang tulangan sejajar yang

selapis harus diambil nilai terkecil dari yaitu: 1,0 kali diameter tulangan pokok atau 25

mm, atau 4/3 diameter agregat terbesar dan jarak p.k.p maksimum 2 kali tebal pelat,

atau 200 mm (PBI’71 ps. 8.16. & SK. SNI. T-15-1991-03 ps 3.16.6).

Penutup beton. Penutup beton atau selimut beton harus diambil minimum 70 mm

karena dicor langsung di atas tanah atau selalu berhubungan dengan tanah, (SK SNI T-

15-1991-03 ps. 3.16.7).

Pendetailan tulangan : penyaluran, penyambungan, kait dan bengkokan serta ketentuan-

ketentuan mengenai detail penulangan diambil sesuai ketentuan dalam PBI’71 bab 8 & SK SNI

T-15-1991-03 sub bab 3.5 & 1.16.

27

Page 33: Handout Lengkap Beton Prategang

Analisis struktur.

Komponen fondasi harus diperhitungkan untuk menahan beban dan reaksi tanah

sesuai ketentuan sebagai berikut:

1) Fondasi diproporsikan menahan beban terfaktor dan reaksi tanah yang timbul

akibat beban tersebut.

2) Luas bidang dasar dari fondasi atau jumlah dan penempatan tiang harus

ditetapkan berdasarkan gaya dan momen tidak terfaktor yang disalurkan oleh

fondasi pada tanah atau tiang dan tekanan tanah izin atau kapasitas tiang izin

ditentukan berdasarkan prinsip mekanika tanah.

3) Perhitungan momen dan geser untuk fondasi di atas tiang, didasarkan pada

anggapan bahwa reaksi tiap tiang terpusat dititik pusat tiang.

Momen lentur yang bekerja fondasi telapak dan distribusi tulangannya, mengikuti

ketentuan-ketentuan, berikut:

1) Momen luar pada sebarang penampang fondasi telapak ditentukan dengan

membuat potongan vertikal pada fondasi, dan menghitung momen dari semua

gaya yang bekerja pada satu sisi dari bidang fondasi telapak yang dipotong oleh

bidang vertikal tersebut.

2) Momen terfaktor maksimum dihitung sesuai point 1, untuk penampang kritis pada:

Muka kolom, pedestal, atau dinding untuk fondasi telapak yang mendukung

kolom beton, pedestal atau dinding,

Setengah dari jarak diukur dari bagian tengah ke tepi dinding untuk fondasi yang

menahan dinding pasangan,

Setengah dari jarak yang diukur dari muka kolom ke tepi pelat alas baja , untuk

fondasi yang menahan kolom yang menggunakan pelat dasar baja.

3) Pada fondasi telapak satu arah, dan fondasi dua arah bujur sangkar, tulangan harus

tersebar merata pada seluruh lebar fondasi.

4) Pada fondasi segi empat dua arah, tulangan harus terbagi sebagai berikut:

Tulangan dalam arah panjang harus tersebar merata pada seluruh lebar fondasi.

28

Page 34: Handout Lengkap Beton Prategang

Tulangan dalam arah pendek, sebagaian dari tulangan total (sesuai persamaan di

bawah ini) harus tersebar merata dalam suatu lebar jalur (sumbunya berimpit

dengan sumbu kolom dan pedestal) yang sama dengan panjang dari sisi pendek

fondasi telapak.

= rasio panjang / lebar

Sisa tulangan yang dibutuhkan dalam arah pendek harus disebarkan merata di

luar lebar jalur tersebut di atas.

Analisis dan Perencanaan Kekuatan Fondasi.

Fondasi umumnya menerima beban konsentris, berupa beban titik (Pu) atau beban

merata (wu), kecuali fondasi penahan tanah atau pondasi sejenisnya dimana

diterapkan fondasi kantilever.

Akibat beban tekan terhadap fondasi telapak melalui kolom, maka akan

menimbulkan reaksi perlawanan tanah yang merupakan fungsi dari beban dan

ukuran alas fondasi. Perlawanan tanah akan menimbulkan momen lentur dan

geser pada pelat fondasi.

Akibat momen lentur dan geser yang terjadi pada bidang-bidang kritis pelat

fondasi, sesuai dengan arah pemikulan beban (satu arah atau dua arah), maka

perencanaan tulangan dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip penulangan pelat

lantai, baik penulangan lentur maupun penulangan geser (pons).

Perencanaan kekuatan penampang didasarkan pada metode kekuatan batas (ultimate

strength method) mengacu pada SK SNI T-15-1991-03 sesuai yang berlaku secara

umum pada balok atau pelat.

Reduksi kekuatan () untuk memperhitungkan lentur = 0,80, untuk perhitungan

tumpuan fondasi = 0,70 dan untuk memperhitungkan geser lentur atau geser pons

= 0,60.

Penulangan geser pada fondasi telapak umumnya dihindari dengan menambah ketebalan

pelat, sehinggi geser dipikul seluruhnya oleh beton. Hal ini ditempuh dengan

pertimbangan kerumitan penulangan akibat menumpuknya tulangan pada pelat fondasi,

kecuali hal-hal khusus yang menuntut tulangan geser harus diberikan (beban besar).

29

Page 35: Handout Lengkap Beton Prategang

Gambar 5.1 Jenis-jenis Pondasi Telapak

30

(a) Pondasi Telapak Dinding

(c) Pondasi Telapak Menerus

(b) Pondasi Telapak Setempat

Page 36: Handout Lengkap Beton Prategang

FONDASI TELAPAK MENERUS

Fondasi telapak menerus atau fondasi telapak dinding dimaksudkan berupa fondasi

telapak (pelat) memanjang yang bertugas memikul dinding (gambar 5.1. a) atau

beberapa kolom. (gambar 5.1.c).

Pondasi telapak menerus hanya memikul dalam satu arah dengan mengambil lebar

lajur 1 meter sepanjang pondasi.

Momen maksimum dihitung dengan mekanisme kantilever pada penampang kritis.

Penampang kritis berada pada garis sisi muka dinding apabila berupa dinding beton,

dan pertengahan antara sumbu dinding dengan garis sisi muka dinding apabila

dinding bata/batako.

Penampang kritis geser maksimum berada jarak tebal efektif pondasi (d) dari garis

sisi muka, baik untuk dinding beton maupun dinding bata/batako.

Gambar 5.2 Penampang kritis Pondasi Telapak Menerus

31

c

d

d

Lebar pondasi

Dinding beton

h

c

d

Lebar pondasi

Dinding bata/

batako

¼ c

Penampang kritis geser

Penampang kritis momen

Page 37: Handout Lengkap Beton Prategang

FONDASI TELAPAK SETEMPAT

Fondasi telapak setempat dimaksudkan berupa fondasi telapak (pelat) titik yang bertugas

memikul satu buah kolom (gambar 5.1. b). Pondasi ini sangat umum digunkan karena

paling sederhana dan ekonomis dibandingkan fondasi-fondasi lainnya.

Pondasi telapak setempat memikul dbeban dalam dua arah, sehingga tulangan pokok

dipasang dua arah saling tegak lurus.

Momen maksimum dihitung dengan mekanisme kantilever dua arah pada penampang

kritis. Penampang kritis berada pada garis sisi muka kolom pada arah yang ditinjau

apabila menggunakan kolom beton bertulang, dan pertengahan antara garis sisi

muka kolom dengan tepi pelat alas baja apabila digunakan kolom baja.

Penampang kritis geser maksimum berada jarak setengah tebal efektif pondasi (½ d)

dari garis sisi muka kolom beton bertulang dan setengah tebal efektif pondasi (½ d)

dari pertengahan antara garis sisi muka kolom dengan tepi pelat alas baja apabila

digunakan kolom baja.

Gambar 5.2 Penampang kritis Pondasi Telapak Setempat

32

c

½d

d

Lebar pondasi

Kolom beton bertulang

h

c

½d

Lebar pondasi

Kolom bajax

Penampang kritis geser

Penampang kritis momen

½x

Page 38: Handout Lengkap Beton Prategang

FONDASI PELAT

Fondasi pelat dimaksudkan berupa fondasi yang umumnya mendukung keseluruhan kolom

pada bangunan yang berada di bawah muka tanah (basement). Prinsip perhitungan fondasi

plat mengacu pada prinsip-prinsip dasar perhitungan pelat lantai dua arah tanpa balok

pendukung..

Dalam hal ini beban mati dan beban hidup dilimpahkan oleh kolom-kolom kepada pelat

yang akan menimbulkan reaksi perlawanan dari tanah di bawah pelat. Reaksi perlawanan

tanah tersebutlah yang akan menjadi beban untuk memperhitungkan momen dan geser

terhadap pelat fondasi.

Cara analisis struktur berupa prinsip pelat dua arah tanpa balok pemikul dilakukan dengan

metode perencanaan langsung atau metode koefisien momen (sistem lantai cendawan).

Jika pada pelat lantai biasanya digunakan kepala kolom (column capital) dengan penebalan

panel (drop panel), maka pada pelat fondasi tidak digunkan mengingat pelat fondasi

tersebut harus rata karena umumnya digunkan sebagai lantai basement (lantai di bawah

tanah) biasanya untuk keperluan parkir atau gudang.

Ketebalan pelat fondasi dan beberapa parameter lainnya yang lebih spesifik atau

merupakan pengecualian dari syarat-syarat atau ketentuan yang berlaku pada pelat lantai

dua arah tanpa balok pemikul.

Contoh-contoh analisis dan perhitungan perencanaan disajikan secara khusus pada

suplement handout.

Page 39: Handout Lengkap Beton Prategang

POKOK BAHASAN V : Analisis dan Perancangan Pelat

Pelat merupakan elemen bidang tipis yang menahan beban-beban transversal melalui

aksi lentur ke masing-masing tumpuan. Gaya-gaya yang terjadi disalurkan ke balok anak

lalu ke balok induk ke kolom dan ke pondasi.

1. Analisis .

Penentuan harga momen-momen yang bekerja pada pelat dua arah dapat

menggunakan metode penyederhanaan yaitu : metode koefisien. Momen-momen pada

kedua arah pelat dapat dihitung dengan rumus :

Ma = Ca . W . La2 (3.D.1)

Mb = Cb . W . Lb2 (3.D.2)

dimana : - Ca, Cb = koefisien momen (lihat Lampiran 2.1 – 2.3)

- W = beban terbagi merata

- La = bentang bersih arah pendek

- Lb = bentang bersih arah panjang

Rasio tulangan yang diperlukan dapat dihitung dengan rumus :

Rn = Mn (b . d2) = Mu ( . b . d2) ; = 0,85 (3.D.3)

m = fy (0,85 . f ’c) (3.D.4)

(3.D.5)

Koefisien untuk momen-momen negatif pada pelati

Ma, neg = Ca, neg . w . la²

Mb, neg = Cb, neg . w . lb²

Dimana w = beban mati ditambah dengan beban hidup terbagi rata total.

Ratio Case Case Case Case Case Case Case Case Case

34

Page 40: Handout Lengkap Beton Prategang

m = la/lb 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1,00Ca, neg 0,045 0,050 0,075 0,071 0,033 0,061

Cb neg 0,045 0,076 0,050 0,071 0,061 0,033

0,95Ca, neg 0,050 0,055 0,079 0,075 0,038 0,065

Cb neg 0,041 0,072 0,045 0,067 0,056 0,029

0,90Ca, neg 0,055 0,060 0,080 0,079 0,043 0,068

Cb neg 0,037 0,070 0,040 0,062 0,052 0,025

0,85Ca, neg 0,060 0,066 0,082 0,083 0,049 0,072

Cb neg 0,031 0,065 0,034 0,057 0,046 0,021

0,80Ca, neg 0,065 0,071 0,083 0,086 0,055 0,075

Cb neg 0,027 0,061 0,029 0,051 0,041 0,017

0,75Ca, neg 0,069 0,076 0,085 0,088 0,061 0,078

Cb neg 0,022 0,056 0,024 0,044 0,036 0,014

0,70Ca, neg 0,074 0,081 0,086 0,091 0,068 0,081

Cb neg 0,017 0,050 0,019 0,038 0,029 0,011

0,65Ca, neg 0,077 0,085 0,087 0,093 0,074 0,083

Cb neg 0,014 0,043 0,015 0,031 0,024 0,008

0,60Ca, neg 0,081 0,089 0,088 0,095 0,080 0,085

Cb neg 0,010 0,035 0,011 0,024 0,018 0,006

0,55Ca, neg 0,084 0,092 0,089 0,096 0,085 0,086

Cb neg 0,007 0,028 0,008 0,019 0,014 0,005

0,50Ca, neg 0,086 0,094 0,090 0,097 0,089 0,088

Cb neg 0,006 0,022 0,006 0,014 0,010 0,003

(Sumber : G. Winter dan H. N. Arthur, Design of Concrete Structure)

Koefisien untuk momen-momen positif pada pelatiiyang memikul beban mati

Ma, pos dl = Ca, dl . w . la²

Mb, pos dl = Cb, dl . w . lb²

Dimana w = beban mati terbagi rata total.

35

Page 41: Handout Lengkap Beton Prategang

Ratio

m = la/lb

Case

1

Case

2

Case

3

Case

4

Case

5

Case

6

Case

7

Case

8

Case

9

1,00Ca, pos 0,036 0,018 0,018 0,027 0,027 0,033 0,027 0,020 0,023

Cb pos 0,036 0,018 0,027 0,027 0,018 0,027 0,033 0,023 0,020

0,95Ca, pos 0,040 0,020 0,021 0,030 0,028 0,036 0,031 0,022 0,024

Cb pos 0,033 0,016 0,025 0,024 0,015 0,024 0,031 0,021 0,017

0,90Ca, pos 0,045 0,022 0,025 0,033 0,029 0,039 0,035 0,025 0,026

Cb pos 0,029 0,014 0,024 0,022 0,013 0,021 0,028 0,019 0,015

0,85Ca, pos 0,050 0,024 0,029 0,036 0,031 0,042 0,040 0,029 0,028

Cb pos 0,026 0,012 0,022 0,019 0,011 0,017 0,025 0,017 0,013

0,80Ca, pos 0,056 0,026 0,034 0,039 0,032 0,045 0,045 0,032 0,029

Cb pos 0,023 0,011 0,020 0,016 0,009 0,015 0,022 0,015 0,010

0,75Ca, pos 0,061 0,028 0,040 0,043 0,033 0,048 0,051 0,036 0,031

Cb pos 0,019 0,009 0,018 0,013 0,007 0,012 0,020 0,013 0,007

0,70Ca, pos 0,068 0,030 0,046 0,046 0,035 0,051 0,058 0,040 0,033

Cb pos 0,016 0,007 0,016 0,011 0,005 0,009 0,017 0,011 0,006

0,65Ca, pos 0074 0,032 0,054 0,050 0,036 0,054 0,065 0,044 0,034

Cb pos 0,013 0,006 0,014 0,009 0,004 0,007 0,014 0,009 0,005

0,60Ca, pos 0,081 0,034 0,062 0,053 0,037 0,056 0,073 0,048 0,036

Cb pos 0,010 0,004 0,011 0,007 0,003 0,006 0,012 0,007 0,004

0,55Ca, pos 0,088 0,035 0,071 0,056 0,038 0,058 0,081 0,052 0,037

Cb pos 0,008 0,003 0,009 0,005 0,002 0,004 0,009 0,005 0,003

0,50Ca, pos 0,095 0,037 0,080 0,059 0,039 0,061 0,089 0,056 0,038

Cb pos 0,006 0,002 0,007 0,004 0,001 0,003 0,007 0,004 0,002

(Sumber : G. Winter dan H. N. Arthur, Design of Concrete Structure)

Koefisien untuk momen-momen positif pada pelatiiiyang memikul beban hidup

Ma, pos ll = Ca, ll . w . la²

Mb, pos ll = Cb, ll . w . lb²

Dimana w = beban mati terbagi rata total.

36

Page 42: Handout Lengkap Beton Prategang

Ratio

m = la/lb

Case

1

Case

2

Case

3

Case

4

Case

5

Case

6

Case

7

Case

8

Case

9

1,00Ca, pos 0,036 0,027 0,027 0,032 0,032 0,035 0,032 0,028 0,030

Cb pos 0,036 0,027 0,032 0,032 0,027 0,032 0,035 0,030 0,028

0,95Ca, pos 0,040 0,030 0,031 0,035 0,034 0,038 0,036 0,031 0,032

Cb pos 0,033 0,025 0,029 0,029 0,024 0,029 0,032 0,027 0,025

0,90Ca, pos 0,045 0,034 0,035 0,039 0,037 0,042 0,040 0,035 0,036

Cb pos 0,029 0,022 0,027 0,026 0,021 0,025 0,029 0,024 0,022

0,85Ca, pos 0,050 0,037 0,040 0,043 0,041 0,046 0,045 0,040 0,039

Cb pos 0,026 0,019 0,024 0,023 0,019 0,022 0,026 0,022 0,020

0,80Ca, pos 0,056 0,041 0,045 0,048 0,044 0,051 0,051 0,044 0,042

Cb pos 0,023 0,017 0,022 0,020 0,016 0,019 0,023 0,019 0,017

0,75Ca, pos 0,061 0,045 0,051 0,052 0,047 0,055 0,056 0,049 0,046

Cb pos 0,019 0,014 0,019 0,016 0,013 0,016 0,020 0,016 0,013

0,70Ca, pos 0,068 0,049 0,057 0,057 0,051 0,060 0,063 0,054 0,050

Cb pos 0,016 0,012 0,016 0,014 0,011 0,013 0,017 0,014 0,011

0,65Ca, pos 0,074 0,053 0,064 0,062 0,055 0,064 0,070 0,059 0,054

Cb pos 0,013 0,010 0,014 0,011 0,009 0,010 0,014 0,011 0,009

0,60Ca, pos 0,081 0,058 0,071 0,067 0,059 0,068 0,077 0,065 0,059

Cb pos 0,010 0,007 0,011 0,009 0,007 0,008 0,011 0,009 0,007

0,55Ca, pos 0,088 0,062 0,080 0,072 0,063 0,073 0,085 0,070 0,063

Cb pos 0,008 0,006 0,009 0,007 0,005 0,006 0,009 0,007 0,006

0,50 Ca, pos 0,095 0,066 0,088 0,077 0,067 0,078 0,092 0,076 0,067

Cb pos 0,006 0,004 0,007 0,005 0,004 0,005 0,007 0,005 0,004

37

Page 43: Handout Lengkap Beton Prategang

(Sumber : G. Winter dan H. N. Arthur, Design of Concrete Structure)

2. Perancangan .

Tahapan dalam perancangan pelat adalah sebagai berikut :

1) Menentukan tebal pelat (hp)

Tebal pelat sesuai dengan SNI 92 pasal 3.2.5.3, yaitu :

(3.D.6)

2) Menghitung momen-momen yang sesuai dengan tipe (case) masing-masing dan

perbandingan La/Lb.

Momen negatif tepi-tepi menerus (Lampiran 2.1)

Ma, neg = Ca, neg (1,2 . WD + 1,6 . WL) . La2 (3.D.7)

Mb, neg = Cb, neg (1,2 . WD + 1,6 . WL) . Lb2 (3.D.8)

Momen-momen positif (Lampiran 2.2 dan 2.3)

Ma, pos DL = Ca DL . (1,2 . WD) . La2 (3.D.9)

Ma, pos LL = Ca LL . (1,6 . WL) . La2 (3.D.10)

Ma, pos tot = Ma, pos DL + Ma, pos LL (3.D.11)

Mb, pos DL = Cb DL . (1,2 . WD) . Lb2 (3.D.12)

Mb, pos LL = Cb LL . (1,6 . WL) . Lb2 (3.D.13)

Mb, pos tot = Ma, pos DL + Ma, pos LL (3.D.14)

Momen negatif pada tepi-tepi yang tidak menerus :

Ma, neg = 1/3 . Ma, pos tot (3.D.15)

Mb, neg = 1/3 . Mb, pos tot (3.D.16)

3) Momen-momen yang didapat pada tahap awal 2) menghasilkan harga nilai

momen perlu (Mu), sehingga :

Rn = Mn (b . d2) = Mu ( . b . d2) ; = 0,85 (3.D.17)

; m = fy /(0,85 . f ’c) (3.D.18)

38

Page 44: Handout Lengkap Beton Prategang

Rasio tulangan yang diperlukan :

min maks

Luas (As) dan jarak tulangan (s), dihitung tiap meter lebar pelat (b) :

As = . b . d (3.D.19)

(3.D.20)

Luas tulangan bagi (Asb) menurut SNI 92 Pasal 3.16.12 :

Asb = 0,0020 . b . h (3.D.21)

Lebar maksimum jaring smaks untuk 16 mm:

smaks = 225 mm (3.D.22)

Kontrol kapasitas dan tulangan yang digunakan :

Cc = Ts 0,85 . f'c . a . b = As . fy (3.D.23)

; a = c 1 c = a . 1 (3.D.24)

(3.D.25)

Jika S Y maka fs = fy atau S Y maka fs = S . ES

Mn = Cc (d – ½.a)

Mr = . Mn Mu

39

Page 45: Handout Lengkap Beton Prategang

PEMBEBANAN DAN PERANCANGAN PELAT

Pembebanan Pelat

1. Beban mati (D).

Berat bahan UraianBerat

[kN/m2]

Pelat 0,12 m x 24 kN/m3 2,88

Spesi 0,05 m x 21 kN/m3 1,05

Penutup lantai 0,03 m x 24 kN/m3 0,72

Plafon dan penggantung 0,18

Instalasi 0,50

Berat total (WD)

=5,33

2. Beban mati (D).

Bebab hidup untuk ruang laboratorium (ruang kuliah) = 2,50 kN/m2

Faktor reduksi untuk ruang kuliah (peninjauan gempa) = 0,5

Beban hidup setelah direduksi = 0,50 x 2,50 kN/m2 (WL) = 1,125 kN/m2

Perancangan Pelat

1. Skema pelat lantai.

Gambar 4.1 Skema pelat lantai

40

Page 46: Handout Lengkap Beton Prategang

Keterangan notasi dan dimensi pada bagian pelat yang dijadikan acuan :

Balok [cm] B :

25/60

B1 :

25/40

Kolom [cm] K7 :

40/80

K2 :

40/40

2. Perhitungan tebal pelat ( untuk f y = 240 MPa., tipe I).

hp = 120 mm

3. Perhitungan momen-momen yang bekerja.

a. Tipe (case) 9.

Skema Data yang diketahui :

Beban mati (WD) = 5,33 kN/m2

Beban hidup (WL) = 1,125 kN/m2

La = 2,0 – 0,250 = 1,750 m

Lb = 12,0 – 0,250 = 11,750 m

m = La Lb = 1,750 11,750 = 0,149

1) Momen-momen negatif pada tepi-tepi menerus.

KoefisienMomenmomen negatif

Momen C . (1,2 .WD + 1,6 .WL) . L2 [kNm]

Ca, neg = 0,088 Ma, neg

0,088 . (1,2 . 5,33 + 1,6 . 1,125) .

1,75022,209

Cb, neg = 0,003 Mb, neg

0,003 . (1,2 . 5,33 + 1,6 . 1,125) .

11,75023,395

2) Momen-momen positif.

Struktur Beton Bertulang dan Pratekan 1

La

Lb

I

Page 47: Handout Lengkap Beton Prategang

Koefisien

Momenmomen negatif

MomenCDL . 1,2 .WD . L2 CLL .

1,6 .WL . L2[kNm]

Ca, DL = 0,038 Ma, pos DL 0,038 . 1,2 . 5,330 . 1,7502 0,744

Ca, LL = 0,067 Ma, pos LL 0,067 . 1,6 . 1,125 . 1,7502 0,369

Cb, DL = 0,002 Mb, pos DL 0,002 . 1,2 . 5,330 . 11,7502 1,766

Cb, LL = 0,004 Mb, pos LL 0,004 . 1,6 . 1,125 . 11,7502 0,994

Momen Mpos DL + Mpos LL [kNm]

Mb, pos

LL

0,744 + 0,369 1,113

Mb, pos

LL

1,766 + 0,994 2,760

3) Momen-momen negatif pada tepi-tepi tidak menerus.

Momenmomen negatif

Momen 1/3 . Mpos tot [kNm]

Ma, neg 1/3 . 1,113 0,371

Mb, neg 1/3 . 2,760 0,920

b. Tipe (case) 2.

Skema Data yang diketahui :

Beban mati (WD) = 5,33 kN/m2

Beban hidup (WL) = 1,125 kN/m2

La = 3,00 – 0,250 = 2,750 m

Lb = 4,00 – 0,250 = 3,750 m

m = La Lb = 2,750 3,750 = 0,733

*

* perlu interpolasi

1) Momen-momen negatif pada tepi-tepi menerus.

KoefisienMomenmomen negatif

Momen C . (1,2 .WD + 1,6 .WL) . L2 [kNm]

Ca, neg = 0,071 Ma, neg 0,071 . (1,2 . 5,33 + 1,6 . 1,125) . 4,400

Struktur Beton Bertulang dan Pratekan 2

La

Lb

II

Page 48: Handout Lengkap Beton Prategang

2,7502

Cb, neg = 0,020 Mb, neg

0,020 . (1,2 . 5,33 + 1,6 . 1,125) .

3,75022,305

2) Momen-momen positif.

Koefisien

Momenmomen negatif

MomenCDL . 1,2 .WD . L2 CLL .

1,6 .WL . L2[kNm]

Ca, DL = 0,029 Ma, pos DL 0,029 . 1,2 . 5,330 . 2,7502 1,403

Ca, LL = 0,046 Ma, pos LL 0,046 . 1,6 . 1,125 . 2,7502 0,626

Cb, DL = 0,008 Mb, pos DL 0,008 . 1,2 . 5,330 . 3,7502 0,720

Cb, LL = 0,013 Mb, pos LL 0,013 . 1,6 . 1,125 . 3,7502 0,329

Momen Mpos DL + Mpos LL [kNm]

Mb, pos

LL

1,403 + 0,626 2,029

Mb, pos

LL

0,720 + 0,329 1,049

3) Momen-momen negatif pada tepi-tepi tidak menerus.

Momenmomen negatif

Momen 1/3 . Mpos tot [kNm]

Ma, neg 1/3 . 2,029 0,676

Mb, neg 1/3 . 1,049 0,350

4. Perhitungan tinggi efektif (d).

Tebal pelat (h) = 120 mm, selimut tulangan (ds) = 20 mm, tul = 10 mm

Tinggi efektif arah a (da) = h ds ½.tul = 120 20 ½.10 = 95 mm

Tinggi efektif arah b (db) = h ds tul ½.tul = 120 20 10 ½.10 = 85

mm

Struktur Beton Bertulang dan Pratekan 3

spasi tulangan

ds

db da

Page 49: Handout Lengkap Beton Prategang

Gambar 4.2 Tinggi efektif tulangan pelat

5. Perhitungan luas, jarak dan pengecekan kapasitas tulangan.

Data : f ‘c = 22,5 MPa. tul. utama = 10 mm da = 95 mm b = 1000 mm

f y = 240 MPa. tul. bagi = 8 mm db = 85 mm

a. Momen negatif arah a (arah terpendek) : [Mu terbesar = 4,400 kNm]

1) Pemilihan rasio tulangan (perlu) :

min maks perlu = min = 0,00583

2) Pemilihan luas (As) dan jarak (s) untuk tulangan tiap lebar pelat (b) :

a) Tulangan pokok : As = . b . da = 0,00583 . 1000 . 95 = 554,167 mm2

smaks 16 mm = 225 mm

spilih = 125 mm

b) Tulangan bagi : As = 0,0020 . b . h = 0,0020 . 1000 . 120 = 240 mm2

smaks 16 mm = 225 mm

spilih = 200 mm

Struktur Beton Bertulang dan Pratekan 4

Page 50: Handout Lengkap Beton Prategang

3) Kontrol kapasitas tulangan :

Cc = Ts 0,85 . f ‘c . a . b = As . f y

c = a / 1 = 7,885 / 0,85 = 9,276 mm

Cc = 0,85 . f ‘c . a . b = 0,85 . 22,5 . 7,885 . 1000 = 150796,447 N

s y tulangan telah luluh (f s = f y = 240 MPa.)

Mn = Cc . (d – ½.a) = 150796,447 . (95 – ½.7,885) = 13,731 kNm

Mr = . Mn = 0,80 . 13,731 = 10,985 kNm Mu (4,40 kNm) OK

b. Dengan cara yang sama didapatkan :

Jenis momen Mumaks [kNm] Tulangan pokok Mr [kNm] Tulangan bagi

M– arah a 4,400 P 10 – 125 10,985 P 8 – 200

M+ arah a 2,029 P 10 – 125 10,985

M– arah b 3,395 P 10 – 125 10,985 P 8 – 200

M+ arah b 2,760 P 10 – 125 10,985

6. Kebutuhan tulangan pada pelat lantai

Langkah-langkah perhitungan diatas sebagai acuan untuk menghitung kebutuh-an

tulangan pelat di setiap lantai. Hasil yang didapat adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Hasil perancangan pelat tiap lantai

Jenis

pelat

Kebutuhan tulangan pokok momen tumpuan

arah a arah b

Lantai 4 P 10 – 125 P 10 – 125

Lantai 3 P 10 – 125 P 10 – 125

Lantai 2 P 10 – 125 P 10 – 125

Kebutuhan tulangan bagi momen tumpuan

Lantai 4 P 8 – 200 P 8 – 200

Lantai 3 P 8 – 200 P 8 – 200

Struktur Beton Bertulang dan Pratekan 5

Page 51: Handout Lengkap Beton Prategang

Lantai 2 P 8 – 200 P 8 – 200

Jenis

pelat

Kebutuhan tulangan pokok momen lapangan

arah a arah b

Lantai 4 P 10 – 125 P 10 – 125

Lantai 3 P 10 – 125 P 10 – 125

Lantai 2 P 10 – 125 P 10 – 125

keterangan :

- la = panjang bentang pelat terpendek

- lb = panjang bentang pelat terpanjang

- tulangan arah a = tulangan yang tegak lurus () arah a (arah terpendek)

- tulangan arah b = tulangan yang tegak lurus () arah b (arah terpanjang)

POKOK BAHASAN III

PERENCANAAN STRUKTUR PELAT DUA ARAH

SK. SNI. T-15-1991-03 Ps. 3.6 dan PBI’71 Bab 13 & 14

3.1. KONSEP PENDEKATAN STRUKTUR PELAT DUA ARAH

Struktur Beton Bertulang dan Pratekan 6

Page 52: Handout Lengkap Beton Prategang

SK. SNI. T-15-1991-03 memeberikan dua alternatif pendekatan untuk analisis

dan perencanaan struktur pelat dua arah yaitu:

a. Metode Perencanaan Langsung (Direct Design Method)

b. Metode Rangka Ekivalen (Equivalent Frame Method).

Kedua metode tersebut menggunakan pendekatan semi elastik dengan menerapkan

faktor keamanan terhadap kapasitas kekuatannya. Selain kedua metode tersebut di

atas juga dikenal beberapa pendekatan lainnya, yaitu Teori Garis Luluh (Yield Line

Theory), Teori Perencanaan Batas (Limit State Theory). Salah satu pendekatan

analisis struktur pelat dua arah yang sering digunakan adalah sesuai yang

tercantum dalam PBI’1971 ps. 13.3. tentang Pelat persegi dengan tebal tetap

menumpu pada keempat tepinya dengan beban terbagi rata, yaitu memberikan

koefisien-koefisien momen tertentu berdasarkan asumsi-asumsi perletakan.

Pelat dua arah yang menerima beban lentur dan tertumpu kaku pada ke

empat sisinya, akan melendut membentuk cekungan. Tingkat kelengkungan cekungan

menunjukkan besarnya momen yang terjadi, yaitu semakin curam cekungan semakin

besar momen yang terjadi dan sebaliknya. Berarti dalam hal ini dapat disimpulkan

bahwa akan terjadi momen yang lebih besar pada arah bentang pendek

dibandingkan pada arah bentang panjang.

Hal di atas menggambarkan bahwa makin besar rasio perbandingan bentang

panjang dengan bentang pendek, makin besar pula perbedaan momen pada ke dua

arah. Ketentuan SK. SNI. T-15-1991-03 bahwa rasio perbandingan bentang panjang

dengan bentang pendek yang lebih besar dari dua dianggap pelat satu arah

(menurut PBI’1971 rasio perbandingan > 2,50).

Struktur Beton Bertulang dan Pratekan 7

Page 53: Handout Lengkap Beton Prategang

p = panjang

l = lebar

Gambar 3.1 Model Panel Pelat Dua Arah

Persamaan umum lendutan balok di atas tumpuan sederhana/bebas, adalah:

atau, jika:

maka:

dari persamaan di atas, apabila lebar jalur AB = DE dengan panjang l dan p,

maka:

dan

wAB & wDE merupakan intensitas beban total wu yang ditransformasi-kan ke lajur

AB dan DE, dimana: wu = wAB + wDE.

diperoleh: dan

Struktur Beton Bertulang dan Pratekan

Ap

E

D

C

B

l

8

Page 54: Handout Lengkap Beton Prategang

Tebal minimum pelat dua arah

Ketentuan mengenai tebal minimum pelat dua arah dengan atau tanpa balok

pendukung (interior), dapat diambil sesuai yang tercantum dalam SK. SNI. T-15-

1991-03 ps. 3.2.5 point 3). Secara umum tebal pelat dengan balok yang

menghubungkan tumpuan pada semua sisinya, minimum harus diambil dari:

tetapi tidak boleh kurang dari:

dan tidak lebih dari:

dalam segala hal tidak boleh kurang dari:

Untuk m < 2,0 ………………………………………… 120 mm.

Untuk m 2,0 ………………………………………… 90 mm.

Tebal minimum pelat tanpa balok interior, dapat diambil sesuai SK. SNI. T-

15-1991-03 ps. 3.2.5 point 3) tabel 3.2.5 (c) tetapi tidak boleh kurang dari:

Pelat tanpa penebalan (drop panels) ……………………… 120 mm.

Pelat dengan penebalan …………………………………… 100 mm.

Lendutan maksimum pelat dua arah

Ketentuan mengenai lendutan maksimum pelat dua arah, ditentukan sesuai dengan

Tabel 3.2.5 (b) SK. SNI. T-15-1991-03.

PELAT PERSEGI DENGAN TEBAL TETAP MENUMPU PADA EMPAT SISI DENGAN

BEBAN TERBAGI RATA

PBI’71 ps. 13.3 tabel 13.3.1. dan 13.3.2

Beberapa kriteria yang harus dipenuhi yaitu:

Tepi pelat dapat terjepit penuh,atau terjepit elastis. Terjepit penuh jika pelat di

atas tumpuan itu tidak dapt berputar akibat pembebanan (pelat monolit dengan

balok, balok cukup kaku, pelat merupakan bidang simetri di atas tumpuan

Struktur Beton Bertulang dan Pratekan 9

Page 55: Handout Lengkap Beton Prategang

balok). Terjepit elastis jika ada kemungkinan pelat berputar karena balok tidak

terlalu kaku.

Pada tepi pelat yang dianggap terletak bebas, harus dianggap bekerja momen

tumpuan tidak terduga sebesar 0,5 dari momen lapangan di arah yang sejajar tepi

pelat atau 0,3 dari momen di arah yang tegak lurus tepi pelat itu.

Tepi pelat yang tertanam di dalam tembok, harus dianggap sebagai tepi yang

terletak bebas. Demikian pula tepi pelat yang monolit dengan balok tepi harus

dianggap terletak bebas, kecuali dapat dibuktikan bahwa balok tepi tersebut

cukup kaku.

Sepanjang tepi pelat, tulangan untuk memikul momen lapangan dalam arah yang

sejajar dengan tepi pelat itu dapat dikurangi sampai setengahnya. Lebar jalur tepi

tersebut tidak boleh kurang dari seperlima dari bentang pelat diarah tegak lurus

tepi itu.

Pada sudut-sudut pelat pertemuan tepi-tepi yang terletak bebas, harus dipasang

tulangan atas dan bawah dalam kedua arah (adanya momen puntir). Jaringan

tulangan ini harus meliputi daerah tidak kurang seperlima bentang pelat diarah

tegak lurus tepi yang ditinjau.

Ketentuan momen positif dan negatif untuk ly/lx > 2,5 pada penulangan arah

bentang panjang (ly), yaitu: (gambar 3.2).

pada lapangan: momen positif, Mly = + 0,2 Mlx.,

pada tumpuan menerus (elastis): momen negatif, Mty = -0,6 Mlx,,

pada tumpuan tepi (bebas): momen negatif, Mty = -0,3 Mlx,, dan momen

positif Mty = + 0,3 Mlx , dan

panjang tulangan min.: momen tumpuan negatif dan tumpuan positif .

Struktur Beton Bertulang dan Pratekan 10

Page 56: Handout Lengkap Beton Prategang

Beban-beban yang bekerja pada balok-balok pemikul dari pelat, untuk semua

keadaan tumpuan pelat, dianggap berupa beban segitiga pada tepi yang pendek

dan trapesiun pada tepi yang panjang.

Gambar 3.2 Momen-momen pelat arah memanjang untuk ly/lx > 2,5

w=beban mati + terbagi rata persatuan luas (kN/m2)

Gambar 3.3 Distribusi beban pelat pada balok-balok pemikul

Struktur Beton Bertulang dan Pratekan

xMl3,0 xMl2,0

xMl6,0xMl3,0

xl21

xy ll 5,2

xl51

xl

xl51

lx

ly

½lx

½lx

½wlx

½wlx ly - lx

45o

11

Page 57: Handout Lengkap Beton Prategang

METODE PERENCANAAN LANGSUNG (SK. SNI. T-15-

1991-03 Ps. 3.6.6)

Perhitungan panel pelat lantai dengan metode perencanaan langsung terhadap panel

pelat lantai, langkah awal dilakukan perhitungan momen statis total rencana pada

kedua arah peninjauan yang saling tegak lurus. Selanjutnya momen-momen (positif

dan negatif) didistribusikan ke lajur kolom, lajur tengan dan lajur balok (bila ada).

l1 =

panjang

panel pada

arah

momen

yang

ditinjau,

l2 =

panjang

panel

tegak lurus

pada arah

momen

yang

ditinjau,

ln =

bentang bersih panel atau jarak antara muka/ kepala (harus 0,65 l1),

lebar jalur kolom di ambil sebesar ¼ dari lebar lajur portal sebelah kiri–kanan.

Gambar 3.4 Lajur kolom dan lajur tengah portal ideal

Sebagaimana diketahui bahwa untuk balok di atas dua bentang sederhana, momen

statis total adalah:

Hasil analisis untuk pelat dua arah diperoleh:

Struktur Beton Bertulang dan Pratekan

Lebar ekivalen portal ujung

Lebar ekivalen portal interior

Setengah lajur tengah lajur tengahlajur kolom

¼ l2a ¼ l2b

l2a l2b

l1a

l1b

½ l2a ½ (l2a+l2b)

ln

12

Page 58: Handout Lengkap Beton Prategang

M0 akan terdistirbusi ke tumpuan dan ke lapangan tergantung nilai banding derajat

kekakuannya, persamaan:

Kriteria/batasan metode perencanaan langsung:

1) Minimum ada tiga bentang menerus pada masing-masing arah peninjauan;

2) Panel pelat berbentuk persegi denga rasio antara bentang panjang dengan bentang

pendek diukur dari sumbu ke sumbu tumpuan lebih dari 2;

3) Panjang dari bentang yang berurutan diukur dari sumbu ke sumbu tumpuan,

dalam tiap arah tidak boleh berbeda lebih dari sepertiga bentang yang terpanjang;

4) Posisi kolom boleh menyimpang lebih dari 10% dari bentang (dalam arah

penyimpangan) dari sumbu antara garis pusat kolom yang berurutan;

5) Beban yang diperhitungkan hanyalah beban grafitasi saja dan tersebar merata

pada seluruh panel dan beban hidup tidak boleh melebihi 3 kali beban mati;

6) Panel yang mempunyai balok diantara tumpuan pada semua sisinya, kekakuan

relatif dari balok dalam dua arah yang tegak lurus:

Ketentuan tentang kriteria perencanaan langsung sebagaimana diuraikan di atas,

momen statis total terfaktor untuk suatu bentang dan d istribusi momen statis

terfaktor Mo, kepada bentang interior maupun bentang ekterior (pada jalur kolom

maupun jalur tengah) dengan atau tanpa balok pendukung, mengacu pada SK.

SNI T-15-1991-03 ps. 3.6.6, yaitu:

1) Kriteria sistem pelat yang memenuhi batasan untuk cara perencanaan langsung,

2) Momen statis total terfaktor untuk suatu bentang,

3) Momen negatif dan momen positif terfaktor,

4) Momen dalam terfaktor jalur kolom,

5) Momen terfaktor dalam balok,

6) Momen terfaktor dalam jalur tengah,

7) Modifikasi momen negatif dan momen positif terfaktor,

8) Gaya geser terfaktor dengan sistem pelat dengan balok,

9) Momen terfaktor dalam kolom dan dinding, dan

10) Ketentuan mengenai pengaruh pola pembebanan bila rasio beban a < 2.

Struktur Beton Bertulang dan Pratekan 13

Page 59: Handout Lengkap Beton Prategang

METODE RANGKA EKIVALEN

(SK. SNI. T-15-1991-03 Ps. 3.6.7)

Pada prinsipnya metode perencanaan langsung dan metode rangka ekivalen dilakukan untuk

menganalisis struktur pelat dua arah yang menerima beban grafitasi. Kekecualian apabila

terdapat beban lateral, meskipun sistem pelat lantai memenuhi kriteria metode perencanaan

langsung untuk beban grafitasi, harus dilakukan analisis elastis rangka struktur

menggunakan ketentuan-ketentuan khusus metode rangka ekivalen. Hasil kedua analisis

tersebut dapat dikombinasikan untuk mendapatkan hasil akhir.

Perbedaan dari kedua metode tersebut terletak pada cara menentukan variasi nilai momen

dan geser di sepanjang portal kaku fiktif. Pada metode rangka ekivalen, sebagimana analisis

struktur statis tak tentu, perhitungan variasi tersebut dilakukan dengan memisahkan terlebih

dahulu kekakuan relatif kolom berikut sistem lantai (pelat dan balok) dalam analisis

pendahuluan, kemudian diperiksa pada tahap akhirnya. Momen rencana dapat diperoleh

untuk beban mati yang dikombinasikan dengan berbagai variasi pola beban hidup.

Sesuai ketentuan SK. SNI T-15-1991-03 ps. 3.6.7, disyaratkan bahwa apabila metode

rangka ekivalen digunakan untuk analisis beban grafitasi dari sistem pelat dua arah yang

memenuhi kriteria metode perencanaan langsung, maka momen-momen terfaktor yang

diperoleh dapat dikurangi secara proporsional sedemikian rupa sehingga jumlah absolut

momen positif dan negatif rata-rata yang digunkan dalam perencaaan tidak melampaui 1/8

wu l2 l n2.

Analsis beban lateral, pembesaran momen pada kolom untuk memperhi-tungkan pergoyangan

akibat beban-beban vertikal, harus dilakukan sesuai dengan persyaratan SK. SNI T-15-1991-

03 ps. 3.3.11 dan ps. 3.3.12.

Dengan diperolehnya variasi momen longitudinal dan geser terfaktor pada portal kaku,

momen ke arah transversal pada keseluruhan sistem lantai secara lateral dibagikan kepada

pelat dan balok (jika ada). Prosedu pembagian ke arah transversal dan penyelesaian

perencanaan selanjutnya sama dengan pada metode perencanaan langsung.

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 14

Page 60: Handout Lengkap Beton Prategang

POKOK BAHASAN V : BETON PRATEKAN/PRATEGANG

Beton prategang merupakan kombinasi yang ideal dari 2 (dua) bahan yang

berkekuatan tinggi modern, yaitu beton dan baja mutu tinggi. Hal ini dicapai dengan cara

menarik baja dan menahannya pada beton sehingga membuat beton dalam keadaan tertekan.

Kombinasi aktif ini menghasilkan perilaku yang lebih baik dari individu kedua bahan itu

sendiri. Baja adalah bahan liat dan dibuat untuk bekerja dengan kekuatan tarik yang tinggi

oleh prategang. Beton adalah bahan getas yang apabila ditarik kemampuannya menahan

tekan tidak berkurang. Gaya prategang berarti mengakibatkan tegangan permanen di dalam

struktur dengan tujuan memperbaiki perilaku dan kekuatannya pada berbagai macam

pembebanan.

BAHAN- BAHAN BAHAN-BAHAN BAHAN-BAHANYANG TAHAN YANG TAHAN YANG TAHANTERHADAP TEKAN TERHADAP TARIK TARIK & TEKAN

BATU TALI BAMBU BATANG KAYU

BETON BATANG & BAJA PROFILKAWAT BAJA STRUKTURAL

KOMBINASI BETONPASIF BERTULANG

BETON BAJA TUL.MUTU TINGGI MUTU TINGGI

KOMBINASI BETONAKTIF PRATEGANG

Gambar 1.1 Perkembangan bahan-bahan bangunan (Lin, 2000)

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 15

Page 61: Handout Lengkap Beton Prategang

KONSEP DASAR BETON PRATEGANG

Umun

Beton prategang adalah beton yang mengalami tegangan dalam (internal) dengan

besar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas tertentu

tegangan yang terjadi akibat beban luar (external). Pada elemen-elemen beton bertulang,

sistem prategang dilakukan dengan menarik tulangannya. Pemberian tegangan internal dapat

meningkatkan kemampuan struktur beton yang bersifat kuat menahan tekan namun lemah

menahan tarik. Tegangan internal tersebut didesain agar dapat mengatasi tegangan eksternal

yang terjadi akibat beban luar, misalnya beban mati dan beban hidup. Dengan tegangan

internal tersebut, pengaruh tegangan tarik beton akibat beban eksternal terhadap beton dapat

dikurangi atau ditiadakan, sehingga beton tersebut bebas dari retak-retak rambut yang terjadi

akibat adanya tegangan tarik. Dengan kata lain gaya pratekan akan memberikan tegangan

tekan awal yang berlawanan dengan gaya tarik yang ditimbulkan oleh beban kerja sehingga

tegangan tarik total akan berkurang atau hilang sama sekali.

Beberapa keuntungan penggunaan struktur beton prategang, antara lain :

1. Balok yang ringan, langsing dan kaku

2. Retak kecil tidak ada sehingga dapat mencegah terjadinya korosi baja tulangan

3. Lintasan tendon dapat diatur untuk menahan gaya geser

4. Penghematan maksimum dapat dicapai pada struktur bentang panjang, lebih

ekonomis bila dibandingkan dengan struktur beton bertulang konvensional

5. Dapat digunakan untuk struktur pracetak yang dapat memberikan jaminan kualitas

yang lebih baik, kemudahan dan kecepatan dalam konstruksi serta biaya awal lebih

murah.

Secara umum ada tiga konsep yang dapat dipakai untuk menjelaskan dan

menganalisis sifat-sifat dasar beton prategang, yang dapat dijelaskan secara singkat sebagai

berikut :

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 16

Page 62: Handout Lengkap Beton Prategang

Konsep dasar prategang

Konsep dasar dalam perencanaan elemen beton prategang adalah tegangan pada

beton dihitung langsung dari gaya internal prategang dan beban eksternal. Distribusi

tegangan menurut konsep ini dapat dilihat pada gambar 2.1.

f = …………………………………………………………(2.1)

(a) Balok diberi gaya prategang secara eksentris dan beban luar

Akibat Gaya Akibat Gaya Akibat Momen Akibat Gaya

Prategang Pengaruh Prategang Eksternal M Prategang Eksentris

Beban Langsung Eksenteris dan Momen

Eksternal M

Gambar 2.1 Distribusi tegangan sepanjang penampang beton prategang eksentris

2.1.2 Metode C - Line

Konsep ini mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi dari baja dan

beton seperti pada beton bertulang, dimana baja menahan tegangan tarik dan beton menahan

tekan. Dengan demikian kedua bahan membentuk tahanan untuk menahan momen eksternal,

sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.2. Konsep ini berdasarkan metode perancangan

kuat batas dan juga dapat dipakai dalam keadaan elastis.

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 17

Page 63: Handout Lengkap Beton Prategang

(a) Bagian balok prategang (b) Bagian balok bertulang

Gambar 2.2. Momen penahan internal pada balok beton prategang dan beton bertulang

2.1.3 Load balancing

Gaya prategang sebagai usaha untuk menyeimbangkan gaya-gaya pada sebuah balok.

Pada keseluruhan desain struktur beton prategang, pengaruh dari gaya prategang dipandang

sebagai penyeimbang berat sendiri. Dari gambar 2.3 beban merata (wb) yang bekerja

terdistribusi secara merata ke arah atas dinyatakan dalam formula :

………………………………………………………….(2.2)

Beton sebagai benda bebas

Gambar 2.3 Balok prategang dengan tendon parabola (Lin, 2000)

2.2 Material Beton Prategang

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 18

Page 64: Handout Lengkap Beton Prategang

2..2.1 Beton

Beton yang digunakan pada beton prategang disyaratkan beton normal dengan mutu

lebih besar dari 30 MPa, workabilitas tinggi, dapat mencapai kekuatan tertentu dalam waktu

singkat dan kehilangan prategang (loss of prestressed) yang kecil.

Dalam perencanaan beton prategang yang didasarkan pada beban kerja, tegangan-

tegangan dibatasi oleh tegangan-tegangan ijin. Tegangan ijin beton untuk komponen struktur

lentur pada tahap beban kerja adalah sebagai berikut (SK-SNI T-15-1991-3) sebagai berikut :

a. Sesaat setelah pemindahan gaya prategang (initial transfer)

Pada saat transfer, tegangan tidak boleh melebihi :

1) Serat atas (tarik) : ft,i = 0,25 ……………………………(2.3)

2) Serat bawah (tekan) : fc,i = 0,60. f’c,i……………………………....(2.4)

b. Pada saat kondisi beban kerja/beban layan (service)

Pada saat kondisi layan tegangan-tegangan tidak boleh melebihi :

1) Serat atas (tekan) : fc,s = 0,45 f’c,s ………...……………………(2.5)

2) Serat bawah (tarik) : ft,s = 0,50 …………………….……..(2.6)

2.2.2 Baja mutu tinggi

Pada dasarnya terdapat 2 (dua) jenis baja yang digunakan dalam struktur beton

prategang yaitu baja mutu tinggi yang disebut tulangan aktif yang mengalami gaya prategang

dan baja non-prategang sebagai tulangan pasif yang terbuat dari mild steels dan cold-worked

steels. Mild steels adalah baja yang biasa digunakan sebagai tulangan pada beton bertulang.

Cold-worked steels adalah baja sedang (medium strength steels) yang memiliki karakteristik

lekatan yang kuat (deformed bars) yang dibentuk melalui proses cold rolling.

Tegangan (N / mm2)

2000

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 19

Page 65: Handout Lengkap Beton Prategang

1600 Kawat baja mutu tinggi

1200 0,2 %

800

Baja lunak

400

0

0 2 4 6 8 10

Regangan (%)

Gambar 2.4 Diagram tegangan – regangan baja struktur

Tegangan (%)

1800

Prestressing strands

1600 Prestressed wire (7 mm)

1400

1200

Bristrand

1000 High alloy bar

800

600

High strengh reinforced steel

400

200 Mild steel

0

0 10 20 30

Regangan (%)

Gambar 2.5 Diagram tegangan – regangan variasi baja struktur

Baja yang digunakan dalam struktur prategang adalah baja mutu tinggi dengan

kekuatan tarik yang sangat tinggi dan initial stress antara 100.000 psi – 200.000 psi. Baja

mutu tinggi memiliki tegangan tark ijin sebagai berikut :

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 20

Page 66: Handout Lengkap Beton Prategang

a. Akibat gaya penjangkaran/ pengangkuran

fs,I ≤ 0,94. fpy dan

fs,I ≤ 0,85. fpu ……………………………………………………….(2.7)

b. Sesaat setelah pemindahan gaya prategang

fs,I ≤ 0,82. fpy dan

fs,I ≤ 0,74. fpu ……………………………………………………….(2.8)

c. post-tensioning tendon

fs,I ≤ 0,70. fpu ……………………………………………………….(2.9)

d. Penentuan nilai fpy untuk post-tensioning tendon ditetapkan sebagai berikut :

1) Stress-relieved tendons : fpy = 0,85 fpu

2) Low-relaxxations tendons : fpy = 0,90 fpu

Macam-macam baja prategang yang biasa digunaka adalah :

a. Wire : kawat baja pejal dalam gulungan

b. Bar : kawat baja pejal dalam lonjoran

c. Strand : sekelompok kawat digabung dan dipintal pada arah longitudinal

2.2.3 Selonsong (duck) untuk sistem pasca tarik

Menurut SK SNI T-15 1991-03, selongsong untuk tendon yang digrout atau tanpa

lekatan harus kedap air dan tidak reaktif dengan beton, tendon atau bahan pengisinya.

Apabila digunakan kawat majemuk, kawat untaian atau batang tendon yang digrout,

selongsong harus mempunyai diameter paling sedikit 6 mm dari diameter tendon dan

mempunyai luas penampang dalam paling sedikit dua kali luas tendon.

Ada dua macam selubung (conduit/duck), yaitu untuk system prategang dengan

lekatan (bonded system) dan yang tanpa lekatan (unbonded system). Jika tendon harus diberi

lekatan, umumnya digunakan selubung yang terbuat dari logam baja yang digalvanisasi,

selubung plastic berulir atau selubung karet. Sedangkan apabila tendon harus tanpa lekatan,

biasanya dipakai plastic atau kertas tebal sebagai pembungkus dan tendon diberi minyak

(grease) untuk mempermudah penarikan dan mencegah karatan.

2.2.4 Bahan untuk grouting

Bahan pengisi selubung tendon disuntikkan ke selongsong berfungsi antara lain

untuk merekatkan tendon ke beton setelah penarikan (metode pascatarik) dan untuk

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 21

Page 67: Handout Lengkap Beton Prategang

mencegah baja berkarat. Bahan untuk grouting biasanya terdiri dari Semen Portland dan air,

sedangkan untuk selubung yang besar sering ditambah pasir. Bahan tambahan campuran

grouting yang boleh digunakan adalah bahan yang tidak mengandung kalsium klorida dan

tidak mempunyai pengaruh buruk terhadap grouting, baja dan beton.

2.3 Sistem Beton Prategang

Ada beberapa macam system beton prategang ditinjau dari beberapa segi, yaitu :

1. Ditinjau dari keadaan distribusi tegangan pada beton :

a. Full prestressing

Suatu system yang dibuat sedemikian rupa sehingga tegangan yang terjadi

adalah tekan pada seluruh penanpang. Secara teoritis system ini tidak

memerlukan tulangan pasif.

b. Partial prestressing

Dalam memikul beban, kabel baja pretegang bekerja sama dengan tulangan

pasif dengan tujuan agar struktur berperilaku lebih daktail.

2. Ditinjau dari cara penarikan

a. Pratarik (pre-tensioning)

Pada metode penegangan pratarik, tendon prategang diberi gaya dan ditarik

lebih dahulu sebelum dilakukan pengecoran beton dalam perangkat cetakan

yang telah dipersiapkan. Setelah beton cukup keras, penjangkaran dilepas dan

terjadi pelimpahan gaya tarik baja menjadi tegangan tekan pada beton. Cara

ini umum digunakan oleh perusahaan beton precast karena tempat

pengecoran permanent, kualitas terjamin dan dapat diproduksi dalam jumlah

yang banyak dal;am waktu yang singkat.

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 22

Page 68: Handout Lengkap Beton Prategang

(a) Tendon dipasang di antara angkur penahan

(b) Acuan dipasang dan beton dicor didalamnya

(c) Gaya dilimpahkan ke dalam beton

Gambar 2.7 Penegangan system pratarik

b. Pascatarik (post-tensioning)

Pada metode ini beton lebih dahulu dicetak dengan disiapkan lubang (duck) atau

alur untuk penempatan tendon. Apabila beton sudah mengeras dan cukup kuat,

kemudian tendon ditarik, ujung-ujungnya diangkur. Selanjutnya lubang

digrouting.

(a) Beton dicor dengan menempatkan tendon pada alur

(b) Baja ditegangkan setelah beton mencapai kekuatan yang diperlukan

(c) Gaya desak dilimpahkan ke dalam beton dengan penegangan

Gambar 2.8 Penegangan system pascatarik

3. Ditinjau dari penempatan kabel

a. Internal prestressing

Kabel prategang ditempatkan di dalam tampang beton

b. External prestressing

Kabel prategang ditempatkan di luar tampang beton

4. Ditinjau dari hubungan lekatan dengan beton

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 23

Page 69: Handout Lengkap Beton Prategang

a. Bonded tendon

Setelah penarikan tendon, dilakukan grouting atau injeksi pasta semen ke dalam

selubung kabel. Setelah bahan grouting mengeras terjadilah lekatan tendon

dengan beton disekelilingnya.

b. Unbonded tendon

Tendon prategang hanya dibungkus agar tidak terjadi lekatan dengan beton.

5. Ditinjau dari bentuk geometri lintasan tendon

a. Lengkung, biasanya digunakan pada system pasca tarik (post-tensioning)

b. Lurus, banyak dijumpai pada sisten pratarik (pre-tensioning)

c. Patah, dijumpai pada system balok prasetak (precast)

2.4 Tahap Pembebanan

Dalam perancangan beton prategang, pembebanan tidak hanya ditinjau berdasarkan

beban eksternal yang bekerja seperti beban mati dan beban hidup, tetapi juga terhadap

kombinasi beban-beban tersebut dengan gaya prategang yang bekerja pada penampang

beton. Diantara tahap pembebanan tersebut yang paling kritis biasanya pada saat baja

ditegangkan (initial stage) dan pada masa pelayanan (service stage) atau masa akhir (final

stage).

1.Initial stage (initial transfer)

Initial stage merupakan suatu tahap dimana gaya prategang dipindahkan pada beton

dan biasanya belum bekerja beban luar selain berat sendiri dan beban pelaksanaan. Pada

tahap ini gaya prategang bekerja maksimum sebab belum terjadi kehilangan prategangan,

sedangkan kekuatan beton minimum kerena umur beton masih relative muda, sehingga

tegangan pada beton menjadi kritis. Pada system pratarik (pre-tensioning) untuk

mempercepat proses penarikan, tendon dilepaskan pada saat beton mencapai kekuatan 60%-

80% kekuatan yang disyaratkan yaitu pada umur 28 hari. Pada system pasca tarik (post-

tensionung), tendon dapat tidak ditarik sekaligus tetapi ditarik dalam dua atau tiga tahap

untuk memberikan kesempatan pada beton untuk mencapai kekuatan yang disyaratkan gaya

prategang diterapkan sepenuhnya.

2. Final stage

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 24

Page 70: Handout Lengkap Beton Prategang

Tahap ini biasanya terjadi pembebanan yang paling berat untuk kondisi masa

pelayanan. Dalam analisis biasanya kehilangan prategang telah mencapai maksimum dan

kombinasi beban luar mencapai nilai terbesar yaitu meliputi berat sendiri, beban mati, beban

hidup, beban kejut dan beban-beban lainnya.

1) Initial stage

Sisi atas : ftop = -Pi / Ac + Pi . e / St - Mi / St ft,I ………….(2.10)

Sisi bawah : fbot = -Pi / Ac - Pi . e / St + Mi / St fc,I …………(2.11)

Pi /Ac Pi.e / St Mi /St ft,I = 0,25 f’c,i

Mi Mi

+ + =

ePi Pi

Pi /Ac Pi.e / Sb Mi /Sb fc,I = 0,60 f’c,i

Gambar 3.3 Tegangan – regangan saat initial stage

2) Initial final

Sisi atas : ftop = -Ps / Acp + Ps . e / Stp- Ms / Stp fc,s ………...(2.12)

Sisi bawah : fbot = -Ps / Acp – Ps . e / Sbp+ Ms / Sbp fc,I ….……(2.13)

Ps /Acp Ps.e / Stp Ms /Stp fc,s = 0,45 f’c,s

Ms Ms

+ + =

ePs Ps

Ps /Acp Ps.e / Stb Ms /Stb ft,s = 0,50 f’c,s

Gambar 3.4 Tegangan – regangan saat final stage

BAB III

ANALISIS DAN DESAIN BALOK BETON PRATEGANG

3.1 U m u m

Perencanaan balok beton prategang secara keseluruhan meliputi beberapa tahapan

sebagai berikut :

a. Penentuan dimensi awal dan analisis penampang

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 25

Page 71: Handout Lengkap Beton Prategang

b. Analisis pembebanan

c. Analisis mekanika (perhitungan momen dan gaya lintang)

d. Penentuan tipe, jumlah dan lintasan tendon

e. Penentuan gaya prategang

f. Perhitungan kehilangan gaya prategang (loss of prestressed)

g. Kontrol tegangan dan lendutan ijin

h. Perhitungan momen kapasitas

i. Perhitungan tulangan geser

j. Perhitungan sambungan geser (shear connector)

k. Perencanaan end block

3.2 Analisis Penampang Balok

Ada beberapa bentuk penampang balok beton yang digunakan yaitu penampang

persegi, penampang I (semetris dan tak semetris), penampang T dan penampang kotak (box).

Perbedaan system pratarik dan pascatarik dalam penegangan tendon akan berpengaruh

terhadap perhitungan tegangan-tegangan yang terjadi baik dalam tahap initial stage maupun

final stage. Perbedaan perhitungan tegangan dipengaruhi oleh sifat-sifat penampang dan ada

atau tidaknya lekatan antara beton dengan tendon seperti pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Pengaruh system penegangan dalam tahap pembebanan

Sistem Penegangan Initial stage Final stage

Pre-tensioning (pratarik) Atrans, ytrans, Itrans Atrans, ytrans, Itrans

Post-tensioning (pascatarik Agross, ygross, Igross Atrans, ytrans, Itrans

Pada penarikan pre-tensioning, pada saat transfer maupun service sudah ada lekatan

sempurna antara tendon dengan beton , sehingga dalam perhitungan digunakan penampang

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 26

Page 72: Handout Lengkap Beton Prategang

transformasi (tansformations sections) untuk kedua kombinasi pembebanan tersebut (Atrans,

ytrans, Itrans).

Sedangkan pada penarikan post-tensioning, pada saat dilakukan penarikan tendon,

selubung (duck) belum digrouting, sehingga masih dimungkinkan terjadi gerakan relatif

tendon di dalam selubung. Sehingga pada saat transfer digunakan penampang gross beton

murni (Agross, ygross, Igross). Pada waktu proses penarikan selesai dilakukan, duck

digrouting,setelah pasta semen mengeras terjadilah kesatuan antara beton dan baja sehingga

pada kondisi pelayanan (service) digunakan penampang transformasi dengan

memperhitungkan luas lubang yang telah digrouting (Atrans, ytrans, Itrans).

P

garis tampang yang ditinjau

e

(a) Penampang kotor (Gross sections)

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 27

Page 73: Handout Lengkap Beton Prategang

(a) Penampang transformasi (Transformations sections)

Gambar 3.1 Perhitungan sifat-sifat tampang

Dengan besaran penampang gross section pada gambar 3.1(a), dapat diperoleh Agross,

ytg, ybg dan Igross. Sedangkan untuk transformations section pada gambar 3.1(b), digunakan

persamaan sebagai berikut :

n = …………………………………………………………….………(3.1)

Atrans = Agross + (n-1) Ap…………………………………………………..(3.2)

n = luas lubang belum diperhitungkan dalam Agross

(n-1) = luas lubang sudah masuk dalam perhitungan Agross

ybt = …………………………………………....(3.3)

Itrans = Igross + Agross (ybg – ybt)2 + (n-1) Ap (ybt – ybs)2 + Ip………………...(3.4)

Ip = D4 ~0………………………………………………………….....(3.5)

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 28

ybt

ytt

et

Page 74: Handout Lengkap Beton Prategang

3.3 Analisis dan Perancangan Berdasarkan Tegangan Kerja

Agar diperoleh hasil rancangan yang menjamin keamanan, beberapa pendekatan

perancangan dapat diterapkan. Metode perancangan disarankan dalam peraturan beton

adalah perancangan tegangan kerja (working stress design / WSD), dan perancangan

kekuatan batas (ultimite strength design), dimana metode kuat batas akan dibahas lebih

lanjut pada bagian lain bab ini.

Pada pendekatan perancangan tegangan kerja, tegangan akibat beban kerja dibatasi

oleh tegangan ijin dan struktur diasumsikan elastis linear. Keamanan dipenuhi dengan

membatasi tegangan akibat beban luar tidak terlalu besar dibandingkan dengan tegangan ijin.

Tegangan ijin ditetapkan sesuai dengan peraturan atau berdasarkan saran produsen material.

3.3.1. Distribusi tegangan lentur balok beton bertulang

Pada perancangan tegangan kerja balok prategang, tegangan lentur pada serat terluar

umumnya ditinjau dalam 2 (dua) kondisi kritis yaitu pada saat setelah baja ditegangkan

(transfer/initial stage), dan pada masa pelayanan (service/final stage).

3.3.2 Perencanaan penampang

Dari persamaan tegangan kerja saat initial dan service, dapat ditentukan besar statis

momen St dan Sb minimum dari penampang yang dipilih.

St = I / yt …………………………………………………………………(3.10)

Sb = I / yb…………………………………………………………………(3.11)

Dalam melakukan perencanaan, perlu diperhatikan persyaratan ukuran penampang

struktur minimum ditinjau dari nilai statis momen penampang tersebut. Dengan substitusi

persamaan tegangan saat initial pada sisi bawah dan sisi atas, dapat diperoleh persamaan :

St (Ms – Mi) / (ft,I – fc,I)…………………………………………………(3.12)

Dengan substitusi persamaan tegangan service pada sisi atas dan sisi bawah, dapat

memperoleh persamaan :

Sb (Ms – Mi) / (ft,s – fc,s)…………………………………………………(3.13)

Persyaratan ukuran penampang struktur penampang struktur minimum tersebut

belum memperhitungkan pengaruh penempatan kabel tendon. Oleh karena itu dalam praktek

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 29

Page 75: Handout Lengkap Beton Prategang

di lapangan diperlukan faktor pembesar yakni 1,20 untuk sistem post-tensioning dan 1,35

untuk sistem pre-tensioning.

Disamping itu masih ada persyaratan lain yang berkaitan dengan batasan besarnya

lendutan serta pertimbangan estetika.

3.3.3. Gaya prategang Pi dan Ps

Agar tegangan-tegangan ijin tidak terlampaui, perlu ditinjau batasan-batasan

besarnya gaya pratekan. Sebagai contoh yaitu suatu balok di atas perletakan sederhana, maka

pada tengah bentang harus ditinjau 2 (dua) hal sebagai berikut :

b. Kondisi awal (Pi, fc,I, Mi)

- Serat atas harus dibatasi terhadap tegangan tarik

- Serat bawah harus dibatasi terhadap tegangan tekan

c. Kondisi pelayanan (Ps, fc,s, Mi)

- Serat atas harus dibatasi terhadap tegangan tekan

- Serat bawah harus dibatasi terhadap tegangan tarik

Di bawah ini dihitung batasan gaya prategang, sebagai contoh 3 (tiga) kasus yang berbeda

sbagai berikut :

1. Kasus 1 (Tidak ada tarik pada balok)

Sebagai langkah awal pembatasan gaya prategang ini diberikan syarat atau batasan

bahwa beton tidak mengalami tegangan tarik (seluruh penampang terjadi tegangan

tekan).

Kondisi awal :

-Pi / A + Pi. e / St – Mi / St 0……………………………………(3.14)

-Pi . St / A + Pi. e – Mi / St 0……………………………………(3.15)

Jika kb = St / A, maka diperoleh :

-Pi . kb + Pi . e Mi………………………………………………(3.16)

Pi Mi / (e – kb)…………………………………….(3.17)

Dengan cara yang sama pada kondisi akhir diperoleh :

Ps Ms / (e + kt)…………………………………….(3.18)

Dengan kt = Sb / A

2. Kasus 2 (Tarik terjadi pada balok)

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 30

Page 76: Handout Lengkap Beton Prategang

Pada umumnya pada kondisi pelayanan masih diperkenankan terjadi tegangan tarik

ft,s. Dengan nilai e yang sudah diketahui maka nilai Ps adalah (Collins, 1981) :

-Ps / A – Ps. e / Sb + Ms / Sb ft,s

-Ps (1/ A + e / Sb) Ms / Sb - ft,s

-Ps (Sb / A + e) Ms - ft,s . Sb

-Ps (kt + e) Ms - ft,s . Sb

Ps (Ms - ft,s . Sb) / (kt + e)

3. Kasus 3

Dengan anggapan pada sisi tarik boleh terjadi tegangan tarik baik pada kondisi initial

maupun service. Besar batasan tegangan tarik (tegangan tarik ijin) adalah sama, yaitu

fmin dan tegangan ijin tekan fmaks maka akan diperoleh :

ft,I = ft,s = f,min

fc,I = fc,s = fmaks

Mi = Mmin

Ms = Mmaks

Mv = ML = Mmaks - Mmin

Anggapan ini belum mempertimbangkan adanya kehilangan prategang (loss of

prestressed).

Batasan-batasan gaya prategang adalah sebagai berikut :

1. P [(Mv – (Sb + St). fmin)] / (Sb + St) / A

2. P [(Mmaks – Sb . fmin)] / (Sb /A) + e

3. P [ - Sb . fmin + St . fmaks] / (St /Sb) + A

Ketiga rumus di atas dengan tidak memperhitungkan adanya kehilangan gaya prategang.

Daerah Pemasangan Kabel Balok Prategang Pascatarik

Daerah pemasangan kabel pada balok pratekan pracetak komposit pascatarik ini

diberi batasan sehingga pusat gaya tekan (C), berada dalam daerah inti (core / kern),

sehingga tidak terjadi tegangan tarik. Jika tegangan tarik diperbolehkan, penempatan garis

c.g.s. (centre of gravity steel) boleh berada sedikit di luar daerah batas.

Daerah inti (core / kern)

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 31

Page 77: Handout Lengkap Beton Prategang

Gaya prategang dalam suatu penampang apabila letaknya berada dalam kern sentral,

maka tidak akan terjadi tegangan tarik pada seluruh penampang. Daerah kern sentral untuk

penampang persegi seperti pada gambar 3.10, dengan k t dan kb sebagai batas kern atas dan

bawah.

h/6 h

b/6

b

Gambar 3.10 Daerah kern sentral penampang persegi (Nawy, 1996)

Kern batas merupakan suatu daerah dari penampang, dimana suatu gaya aksial tekan

tertentu dapat ditempatkan dan tegangan-tegangan yang terjadi tidak melampaui tegangan

tekan. Pada daerah inti atau teras penampang ini, suatu gaya tekan yang bekerja didalamnya

akan menghasilkan tekan pada seluruh penampang dan suatu gaya tarik dapat

mengakibatkan tarik pada seluruh penampang.

Teras dari bentuk penampang selain persegi (penampang I), dapat ditentukan dengan

menghitung kern atas (kt) dan kern bawah (kb), sebagi berikut

kt = Sb / Acp………………………………………………………….……..(2.24)

kb = St / Acp……………………………………….………………………..(2.25)

Batas atas dan batas bawah

Batas atas dan batas bawah tendon dengan memperbolehkan atau tidak

memperbolehkan terjadinya tegangan tarik diuraikan sebagai berikut ini :

a. Tegangan tarik tidak boleh terjadi

Apabila digunakan batasan bahwa beton tidak mengalami tegangan tarik (seluruh

penampang terjadi tegangan tekan), maka nilai ft,I maupun ft,s adalah sama dengan

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 32

Page 78: Handout Lengkap Beton Prategang

nol. Batas bawah dan batas atas ditentukan berdasarkan eksentrisitas minimum (emin),

dan eksentrisitas maksimum (emaks) sebagi berikut :

e min = (Mmaks / Ps) – kt………………………….………………….(3.26)

e maks = (Mmin / Pi) + kb…………………………………………….(3.27)

e min = (Mmaks / Ps) – kt

e maks = (Mmin / Pi) + kb

kt kt

kb

Gambar 3.11 Daerah batas c.g.s. yang tidak memperbolehkan tegangan tarik beton

b. Tegangan tarik boleh terjadi

Batas atas dan batas bawah ditentukan berdasarkan eksentritas maksimum (emaks) dan

eksentritas minimum (emin), sebagai berikut :

e min = [(Mmaks – Sb . ft,s) / Ps] – kt………………………….……….(3.28)

e maks = [(Mmin + St . ft,i) / Pi] + kb………...……………………..….(3.29)

e min = [(Mmaks – Sb . ft,s) / Ps] – kt

e maks = [(Mmin + St . ft,i) / Pi] + kb

kt kt

kb

Gambar 3.12 Daerah batas c.g.s. yang tidak memperbolehkan tegangan tarik beton

Jika c.g.s. jatuh di atas batas atas pada setiap titik, maka daerah-C, yang bersesuaian

dengan momen Mmaks (momen akibat beban kerja total) dan gaya prategang, Pe akan jatuh di

atas kern atas menimbulkan tegangan tarik pada serat bawah. Dan apabila c.g.s. diletakkan di

atas batas bawah, maka daerah-C, akan berada di atas kern bawah dan tidak akan terjadi

tegangan tarik pada serat atas akibat beban gelagar (Mmin) dan gaya prategang Pi.

Posisi dan lebar daerah batas dapat manjadi petunjuk desain yang memadai dan

ekonomis, jika sebagian batas atas jatuh di luar atau terlalu dekat dengan serat bawah, maka

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 33

Page 79: Handout Lengkap Beton Prategang

gaya pretegang (P) dan tinggi balok dapat dikurangi. Sedangkan apabila batas atas

memotong batas bawah. Hal tersebut berarti tidak ada daerah yang tersedia untuk letak c.g.s

maka gaya prategang (P) atau tinggi balok harus ditambah atau momen gelagar harus

ditambahkan untuk menurunkan batas bawah jika memungkinkan.

Kt kt

kb

(a) Batas atas terlalu dekat dasar balok

Kt kt

kb

(b) Batas atas terlalu jauh dasar balok

Kt kt

kb

(c) Batas atas dan batas bawah berpotongan

Gambar 3.13 Posisi yang tidak dikehendaki untuk daerah batas c.g.s.

Kehilangan Gaya Prategang

Di dalam rangkaian tahap perencanaan, analisis kehilangan gaya prategang sangat

penting. Secara umum, kehilangan prategang (loss of prestressed) dinyatakan sebagai

prategang aktif pada beton yang mengalami pengurangan secara berangsur-angsur sejak dari

tahap transfer yang diakibatkan oleh berbagai sebab. Pada perencanaan awal, gaya efektif

ditentukan lebih dahulu dengan memperkirakan kehilangan prategang total. Pada sistem

post-tensioning, digunakan perkiraan sebesar 15%-25%.

Berdasarkan waktu terjadinya, kehilangan prategang dikelompokkan menjadi 2 (dua)

yaitu :

1. Kehilangan prategang seketika (jangka pendek), yang disebabkan antara lain

oleh perpendekkan elastis beton, gesekan pada tendon dan gesekan pada

angker hidup.

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 34

Page 80: Handout Lengkap Beton Prategang

2. Kehilangan prategang jangka panjang, yang disebabkab oleh susut dan

rangkak beton, relaksasi baja tendon serta pengaruh suhu.

Jenis kehilangan prategang yang terjadi pada sistem penegangan pasca tarik adalah sebagai

berikut :

1. Perpendekkan elastis beton, apabila tendon-tendon ditarik secara berturutan. Apabila

semua tendon ditarik secara bersamaan maka tidak ada kehilangan akibat deformasi

elastis.

2. Relaksasi tegangan pada baja.

3. Susut beton.

4. Rangkak beton.

5. Gesekan pada tendon dan angker mati.

6. Slip pada pengangkeran (draw-in)

Kehilangan prategang secara umum dipengaruhi oleh :

1. Mutu beton.

2. Jenis baja prategang

3. Lintasan tendon.

4. Gaya prategang awal.

5. Keadaan lingkungan.

6. Bentuk tampang balok.

3.5.1. Kehilangan prategang akibat perpendekan elastis beton

Segera setelah pelimpahan gaya prategang dari baja kepada beton (transferred) maka

terjadilah regangan pada beton yang diikuti pula oleh bajanya. Perpendekan pada beton akan

mengakibatkan pemendekan dan berkurangnya tegangan pada baja.

Kehilangan tegangan yang terjadi akibat perpendekan elastis dari beton sendiri

dibedakan berdasarkan cara penegangannya.

a. Sistem pre-tensioning

1) Pada beban sentris

ES = Pi / (Ac.Eci + As.Es)…………………………………………(3.30)

Kehilangan tegangan pada baja :

fs,ES = EES. = Es.Pi / (Ac.Eci + As.Es)……………………………(3.31)

Jika n = Es / Eci dan At = Ac + n.Asi , maka

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 35

Page 81: Handout Lengkap Beton Prategang

fs,ES = n.Pi / At……………………………………………………(3.32)

2) Pada beban eksentris dan beban mati sudah bekerja, tegangan pada beton pada titik

berat baja prategang adalah :

fc,ES = Ps / A + Ps. e2 / I + MD.e / I,

Dengan Ps = 0,90 Pi (just after transfer)

fc,ES = n.fs,ES ………………………………………………………(3.33)

b. Sistem post-tensioning

Besarnya kehilangan prategang pada sistem post-tensioning dipengaruhi oleh jumlah

tendon dan cara penarikan masing-masing tendon. Jika jumlah tendon adalah n, ditegangkan

secara secara berurutan, maka besarnya kehilangan prategang akibat perpendekan elastik

beton pada tendon ke-j karena penarikan tendon ke-j+1 adalah :

(fs)j = n. fs.As / Ac(1 + ej. ek / r2)…………………………………………(3.34)

Kehilangan prategang total :

fs = fs.As / As…………………………………………………………….(3.35)

r = (I / A)1/2

3.5.2. Kehilangan prategang akibat relaksasi tegangan pada baja

Relaksasi adalah berkurangnya tegangan tarik akibat regangan yang konstan seperti

gambar 3.14. Gaya prategang pada baja prategang dengan perpanjangan yang konstan dan

dijaga tetap pada suatu selang waktu akan berkurangnya secara perlahan-lahan seperti pada

gambar 3.15. Besarnya pengurangan tergantung pada lamanya waktu dan perbandingan

fpi/fpy.

t

f

t

Gambar 3.14 Berkurangnya tegangan tarik akibat regangan konstan

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 36

Page 82: Handout Lengkap Beton Prategang

Peraturan PCI membatasi basarnya gaya pategang awal (segara setelah

pengangkuran) sebesar fpi = 0,70 fpu. Dari gambar 3.15 terlihat bahwa makin besar tegangan

tetap akan menghasilkan kehilangan tegangan akibat relaksasi yang makin besar pula. Ini

adalah alasan untuk membatasi tegangan awal maksimum. Penggunaan untaian kawat

dengan relaksasi yang rendah akan sangat mengurangi kehilangan tegangan (maksimum

3,5%) dan makin banyak dipakai secara meluas walaupun harganya lebih mahal

dibandingkan dengan untaian kawat stress-relieved.

fp/fpi(%)

100 0,60 = fpi/fpy

90 0,70

80 0,80

70 0,90

60

50

10 100 1000 10.000 100.000 (Waktu,jam)

Gambar 3.15 Kurva relaksasi baja untuk kawat untuk strand stress-relieved (Lin, 2000)

Balok prategang mengalami perubahan regangan baja yang konstan di dalam tendon

bila terjadi rangkak yang tergantung pada waktu, perpendekkan elastis (kehilangan gaya

prategang seketika setelah peralihan), dan susut beton. Pengurangan tegangan tendon

mengakibatkan berkurangnya kehilangan prategang akibat relaksasi, dirumuskan dengan

persamaan :

RE = [Kre – J(SH + CR + ES)]C…………………………………………..(3.37)

Nilai Kre, J dan C adalah nilai pada tabel 3.2 dan tabel 3.3.

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 37

Page 83: Handout Lengkap Beton Prategang

Tabel 3.2 Nilai Kredan J (Lin, 2000)

Tipe Tendona Kre (Mpa) J

270 Grade stress-relieved

strand wire or wire (1860)

250 Grade stress-relieved

strand wire or wire (1720)

240 or 235 Grade stress-relieved

strnd wire or wire (1665 Mpa or 1620Mpa)

270 Grade low-relaxation strand (1860 Mpa)

250 Grade low-relaxation strand (1720 Mpa)

240 or 235 Grade low-relaxation strand (1655

Mpa or 1620 Mpa)

145 or 160 Grade low-relaxation strand (1000

Mpa or 1100 MPa)

138

128

121

35

32

30

41

0.15

0.14

0.13

0.040

0.037

0.035

0.050

Tabel 3.3 Nilai C (Lin, 2000)

Fpi/fpu Stress-relieved strand or wire

Stress-relieved bar or Low-relaxations strand or wire

0.750.740.730.720.710.700.690.680.670.660.650.640.63

1,451,361,271,181,091,000,940,890,830,780,730,680.63

1.000.950.900.850.800.750.700.660.610.570.530.490.45

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 38

Page 84: Handout Lengkap Beton Prategang

3.5.3 Kehilangan prategang akibat rangkak beton

Rangkak pada beton murni didefinisikan sebagai deformasi yang tergantung pada

waktu yang diakibatkan oleh tegangan seperti pada gambar 3.16. Pada sistem prategang,

balok memberikan respon elastik terhadap gaya prategang saat peralihan, rangkak pada

beton akan terjadi untuk jangka panjang akibat beban yan terus-menerus bekerja tetapi

dengan laju perubahan yang sangat kecil pada saat yang akan datang.

f

Loading

Unloading

t

e s

s

Rangkak Pemulihan

Gambar 3.1 Deformasi beton akibat tegangan yang konstan

Rangkak dianggap terjadi dengan beban mati permanen yang ditambahkan pada

komponen struktur setelah beton diberi gaya prategang. Bagian dari regangan tekan awal

disebabkan pada beton segera setelah peralihan gaya prategang dikurangi oleh regangan tarik

yang dihasilkan dari beban mati permanen. Kehilangan gaya prategang akibat rangkak untuk

komponen struktur dengan tendon terekat dihitung dari persamaan berikut

CR = Kcr (Eps / Ec) (fc,ir – fcds)………………………………………………(3.38)

Dengan Kcr = 1,60 untuk komponen struktur pascatarik, fc,ir adalah tegangan beton pada garis

yang malalui titik barat baja, (c.g.s.), akibat gaya prategang efektif segera setelah gaya

prategang telah bekerja pada beton pada kondisi tranfer, dan fcds adalah tegangan beton pada

titik berat tendon akibat seluruh beban mati yang bekerja pada komponen struktur setelah

diberi gaya prategang, yang dapat dihitung melalui persamaan :

fcir = [(fbot – ftop) (h – ed) / h ] + ftop……………………………………….(3.39)

untuk kondisi awal (transfer), dan

fcir = [(fbot – ftop) (h – ed) / h ] + ftop……………………………………….(3.40)

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 39

Page 85: Handout Lengkap Beton Prategang

untuk kondisi akhir (service), dan

3.5.4. Kehilangan prategang akibat susut beton

Susut beton terjadi karena peristiwa panguapan air pada beton sepanjang proses

evaporasi yang menjadikan beton mangalami perpendekan secara bertahap. Karena pada

beton terjadi perubahan volume, maka akan terjadi kehilangan gaya prategang pada bajanya.

Evaluasi kehilangan prategang akibat susut merupakan salah satu bagian penting dalam

mendisain struktur beton pratekan.

Susut pada beton dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti rangkak, perbandingan

antara volume dan permukaan, kelembaban relatif dan waktu dari akhir masa perawatan

basah sampai bekerjanya gaya prategang. Karena susut tergantung pada waktu, maka

kehilangan tegangan batas yang dialami pada tahun pertama sekitar 80%.

Komponen struktur pascatarik akan lebih menguntungkan apabila susut terjadi

sebelulum penarikan sistem prategang. Susut yang terjadi lebih kecil dari susut yang terjadi

dari sistem pratarik (Lin, 2000).

SH = 8,2 x 10-6. Ksh.Eps (1 – 0,06 V / S) (100 – RH)…………………………..(3.41)

Nilai 8,2 x 10-6 merupakan ultimite shrinkage strain (SH,U) dan Ksh adalah nilai yang diambil

dari tabel 3.4, dengan catatan bahwa nilai Ksh tersebut berlaku untuk beton yang mengeras

pada udara terbuka.

Tabel 3.4 Nilai Ksh untuk komponen struktur pascatarik (Lin, 2000)

Jangka waktu setelah perawatan basah sampai pada pelaksanaan

prategang (hari)1 3 5 7 10 20 30 60

Ksh 0.92 0.85 0.80 0.77 0.73 0.64 0.58 0.45

3.5.5 Kehilangan prategang akibat gesekan

Kehilangan prategang akibat gesekan hanya terjadi pada sistem pascatarik yang

timbul akibat adanya gesekan antara tendon dengan selubung dan antara kawat untaian

dalam satu tendon. Kehilangan prategang ini dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor yaitu pengaruh

panjang dan kelengkungan. Pengaruh panjang jumlah gesekan yang akan dijumpai jika

tendon lurus. Tetapi dalam prakten tendon tidak dapat lurus sepenuhnya. Dan gesekan tetap

ada diantara tendon dan bahan sekelilingnya. Gesekan ini disebabkan oleh adanya perubahan

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 40

Page 86: Handout Lengkap Beton Prategang

sudut teoritik dan perubahan sudut tak terduga (wobbling effect). Gesekan ini mengakibatkan

kehilangan tegangan yang semakin bertambah menurut jaraknya.

Teg. tendon

Td

To T1

(a)

Tmin

(b)

Jarak (x)

Angker mati Angker hidup

Tendon

Gambar 3.17 Variasi tegangan pada tendon akibat gaya gesekan (Lin, 2000)

To = Tegangan awakTd = Tegangan pendongkrakan sementaraTi = Tegangan setelah pelepasanTmin = Tegangan minimum(a) = Kehilangan gaya prategang akibat gesekan yang rendah(b) = Kehilangan gaya prategang akibat gesekan yang tinggi

Menurut Lin (2000), tendon prategamg sepanjang dx yang titik beratnya mengikuti busur

lingkaran dengan jari-jari R, seperti pada gambar 3.18 (b), perubahan sudut tendon akibat

lengkungan sepanjang dx adalah :

d =dx / R…………………………………………………………………………(3.42)

Untuk elemen yang kecil sepanjang dx, tegangan pada tendon dapat diambil tetap dan sama

dengan P, yang membentuk sudut d adalah :

N = P. d = P. dx / R……………………………………………………………(3.43)

Jumlah kehilangan gaya prategang akibat gesekan dP sekeliling dx dinyatakan dengan

tekanan dikalikan dengan koefisien gesekan , jadi :

dP = -.N = -. P.dx / R = -.P.d…………………………………………….(3.44)

dP /P = - . d………………………………………………………………..…..(3.45)

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 41

Page 87: Handout Lengkap Beton Prategang

radian Lintasan tendon

Po

x

(a) Lintasan tendon

N = Po.d R d

Po Po Po

Px = Po- dPo PodPo Po Po.ddx

Kehilangan gaya prategang Tekanan normal NAkibat gesekan dP akibat prategang P

(b) Kehilangangaya prategang akibat gesekan sepanjang dx

Gambar 3.18 Curvature frictions loss Nawy, 1996)Persamaan (3.38), diintegrasikan kedua sisinya diperoleh :

Loge P = - .…………………………………………………………………….(3.46)

Jika = L / R, untuk penampang dengan konstanta R, maka akan diperoleh persamaan yang

konvensional yakni :

Px = Po. E- = Po. e- (L / R)…………………………………………………..(3.47)

Apabila akan dihitung kehilangan prategang akibat gesekan karena bentuk tendon yang turun

naik atau pengaruh panjang tendon, maka :

Loge P = - KL atau Px = Po. e-KL……………………………….……….(3.48)

Jika pengaruh panjang dan kelengkungan tendon digabungkan maka dapat ditulis dengan

sederhana

Loge P = - . - KL…………………………………………………………….(3.49)

Sesuai dengan ganbar 3.18 (b), besarnya gaya prategang Px, pada suatu jarak x dari ujung

penarikan mengikuti suatu fungsi eksponensial sebagai berikut (Lin, 2000)

Px = Po. e- + KL)…………………………….………………………………..(3.50)

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 42

Page 88: Handout Lengkap Beton Prategang

Tabel 3.5 Nilai koefisien wobble (K) dan koefien kelengkungan () (Lin, 2000)

Tipe tendon Koefisien wobble (K)

per meter

Koefisien

kelengkungan ()

Tendons in flexible metal sheatibg

Wure tendons

7 – wire tendons

High-strength

0,0033 – 0,0049

0,0016 – 0,0066

0,0003 – 0,0020

0, 15 – 0,25

0,15 – 0,25

0,08 – 0,30

Tendons in rigid metal duct

7 – wire strand 0,007 0,15 – 0,25

Mastic-coated tendons

Wire-tendons and 7- wire strands 0,0010 – 0,0066 0,05 – 0,15

Pre-greased tendons

Wire-tendons and 7- wire strands 0,0033 – 0,0066 0,05 – 0,15

3.5.6 Kehilangan prategang akibat slip /tarik masuk pada tendon (draw-in)

Kehilangan prategang ini timbul akibat penguncian baji pada angker hidup pada

sistem pascatarik (post-tensioning system). Apabiala kabel ditarik dan dongkrak dilepaskan

untuk mentransfer prategang beton, pasak-pasak gesekan yang dipasang untuk memegang

kawat-kawat dapat menggelincir pada jarak yang pendek sebelum kawat-kawat

menempatkan diri secara kokoh diantara pasak-pasak tadi. Besarnya penggelinciran

tergantung pada tipe pasak dan tegangan pada kawat. Misalnya pada sistem VSL, tendon

kembali sebesar 6 mm, segera setelah draw-in. Karena adanya gesekan tendon, maka

pengaruh tarik masuk ini terjadi hanya sepanjang x dari angker hidup.

Diagram gaya miring pada daerah angker hidup sampai berjarak x, disebabkan oleh

adanya gesekan antara tendon dengan selubung tendon.

Xas = [(set.Aps.Eps) / P]1/2………………………………………………………(3.51)

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 43

Page 89: Handout Lengkap Beton Prategang

Angker mati Angker hidup

A B

C Tendon

Gaya saat penarikan

Gaya setelah draw-in

PA PX PC PB

x

Gambar 3.19 Tarik masuk tendon (draw-in)

Dalam tabel 3.6. disajikan perkiraan kehilangan tegangan baja prategang untuk

metode pratarik (pre-tensioning) maupun pascatarik (post-tensioning).

Tabel 3.6. Kehilangan tegangan baja prategang

No. U r a i a nMetodePenarikan

Pratarik (%) Pascatarik (%)

1234

Perpendekan elastik dan lenturanRangkak betonSusut betonRelaksasi baja

4678

1568

Jumlah 25 20

3.6 Analisis Kuat Batas Lentur

Pada analisis kuat batas beban kerja rencana dikalikan faktor beban dan struktur

direncanakan untuk menahan beban terfaktor tersebut pada kapasitas batasnya. Beban

terfaktor yang berkaitan dengan janis beban bertujuan untuk mengurangi derajat

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 44

Page 90: Handout Lengkap Beton Prategang

kemajemukan dan ketidaktentuan dari beban-beban tersebut. Pendekatan ini lebih relistis

dari perancangan tegangan kerja dimana semua beban diperlakukan sama. Pada kondisi

batas, kuat batas lentur ditentukan berdasarkan konsep kompabilitas regangan dengan

memperhitungkan regangan-regangan yang terjadi pada saat transfer prategang.

Menurut SK-SNI-T-15-1991-03, struktur lentur prategang harus direncanakan/

dihitung dengan metode kuat batas. Komponen struktur mencapai keadaan batas seimbang

jika regangan beton pada serat tepi tertekan b = 0,003 dan tegangan baja tarik mencapai

luluh. Untuk perhitungan kuat batas tendon pratekan fy boleh diganti fps.

b

Nd

g.n c a

dp d

Asp As Nt,sp

sp2 sp1 Nt,s

sp1 = deformasi awa tendon

sp2 = deformasi total tendon

Gambar 3.20 Keadaan batas seimbang struktur

Pada kondisi seimbang :

Nd = Nt,sp + Nt,s………………………………………………………………….(3.52)

Mn= Nt,sp (dp – a/2) + Nt,s (dp – a/2)…………………………………………..(3.53)

Fungsi tulangan pasif pada penampang beton prategang parsial antara lain

memperbesar kapasitas lentur penampang dan memperkecil lebar retak sehingga baja

prategang bisa bebas dari korosi.

Pada kondisi batas, kuat batas lentur harus dihitung berdasarkan konsep

kompatibilitas regangan, dengan memperhitungkan regangan-regangan yang terjadi pada

saat transfer gaya pratekan. Jika tidak dihitung secara teliti, apabila fse (fse – Ps /Asp), tidak

kurang dari 0,50.fpu (fse 0,50.fpu, nilai perkiraan fps dapat ditentukan dengan rumusan berikut

(SK-SNI-T-15-1991-03) :

a. Komponen struktur yang menggunakan tendon dengan lekatan penuh

fps =fpu[1-p /1(p.fpu /f’c + d / dp ( - ’)]……………………………………(3.54)

Jika pengaruh tulangan tekan diperhitungkan, maka :

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 45

Page 91: Handout Lengkap Beton Prategang

[(p.fpu /f’c + d / dp ( - ’)] 0,17…………………………………………….(3.55)

d’0,15dp………………………………………………………..………………….(3.56)

dengan :

p = 0,28 untuk fpy / fpu 0,85

p = 0,40 untuk fpy / fpu 0,90

1 = 0,85 – 0,008 (f’c – 30)………………………………………………..(3.57)

p = Aps / b.dp……………………………………………………………....(3.58)

= . fy / f’c = As . fy / b.d.f’c…………………………………………….(3.59)

’ = ’ . fy / f’c = As’ . fy / b.d.f’c………………………………………….(3.60)

Untuk menjamin penampang tulangan liat (daktail), p dibatasi :

p = p . fps / f’c 0,36.1…………………………………………………(3.61)

b. Komponen struktur yang menggunakan tendon pratekan tanpa lekatan

1) Jika L / h 35

fps = fse + 70 + f’c / 100.p fpy………………………………………..(3.62)

fse + 400

fse = Ps / Asp………………………………………………………………..(3.63)

dengan fse adalah tegangan efektif tendon (sudah memperhitungkan kehilangan rategang)

2) Jika L / h 35

fps = fse + 70 + f’c / 300.p fpy………………………………………..(3.64)

fse + 200

Apabila fse 0,50 fpu, maka nilai fps ditentukan dari strain compatibility (kompatibilitas

regangan). Sebagai langkah awal, nilai fps diasumsikan lebih dulu (Nawy, 1996)

fps 0,90 fpu…………………………………………………………………………(3.65)

1 = fpe / Eps…………………………………………………………………….….(3.66)

2 = Pe / AcE ( 1 + e2/ r2)…..………………………………………………….….(3.67)

a = Aps . fps / 0,85 . f’c . b…………………………………………………………(3.68)

c = a / 1……………………………………………………………………………(3.69)

3 = c (d – c ) / c…………………………………………………………...(3.70)

ps = 1 + 2 + 3 ……………………………………………………………(3.71)

Nilai fps ditentukan dari diagram tegangan-tegangan pada gambar 2.21

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 46

Page 92: Handout Lengkap Beton Prategang

Stress (ksi 103)

280

MPa

210 1500

140 1000

70 500

0

0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 (Strain)

Gambar 3.21 Diagram tegangan – regangan prestressing strand (Nawy, 1996)

Analisa momen kapasitas ini merupakan perencanaan dengan Load Resistance

Factor Design (LRFD), yang mendasarkan perencanaan dengan membandingkan kekuatan

yang telah diberi suatu faktor reduksi kekuatan (), terhadap beban terfaktor yang

direncanakan bekerja pada struktur tersebut. Faktor reduksi kekuatan () ini diperlukan

untuk menjaga kemungkinan kurangnya kekuatan struktur, sedangkan faktor beban (),

digunakan untuk mengantisipasi kemungkinan kelebihan beban.

Struktur dan komponen struktur harus direncanakan hingga semua penampang

mempunyai kuat rencana minimum sama dengan kuat perlu agar struktur dan komponen

struktur tersebut memenuhi syarat kekuatan dan laik pakai terhadap bermacam-macam

beban. Kuat perlu (U), yang menahan beban mati (DL) dan beban hidup (LL) paling tidak

harus sama dengan :

U = D . DL + L.LL …………………………………………………..(3.72)

Faktor beban sesuai dengan SK-SNI-T-15-1991-03 adalah D = 1,20 dan L = 1,60.

1. Analisa sebagai balok T murni

Balok beton dianalisa sebagai balok T murni apabila sumbu netral plastis terletak

pada balok beton sendiri, dan bukan pada plat (slab beton). Analisa balok T murni ini juaga

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 47

Page 93: Handout Lengkap Beton Prategang

dibagi 2 (dua), berdasarkan letak sumbu netral plastisnya, apakah terletak pad flens balok

beton atau tidak.

T = Aps . fps………………………………………………………………(3.73)

C1 = 0,85 . f’cbalok tweb (a – tplat – tflens)…………………………………...(3.74)

C2 = 0,85 . f’cbalok a. tflens………………………………………………...(3.75)

C3 = 0,85 . f’cplat. bplat . tplat………………..……………………………..(3.76)

Berdasarkan 2 (dua) kondisi di atas maka perhitungan menjadi sebagai berikut :

a. Sumbu netral plastis terletak pada balok beton

Terjadi apabila tinggi blok tegangan tekan (a), melampaui ketebalan slab beton

maupun flens balok beton.

a = [(T – C2 – C3) (0,85. f’c .tweb)] + tplat + tflens…………………………(3.77)

d = h + tplat + ed …………………………………………………………(3.78)

Kukuatan nominal pada kondisi ini :

Mn = C2 [d – (a – tflens – tplat) / 2] + C3 (d – tplat) / 2……………………...(3.79)

MR = Mn ………………………………………………………………(3.80)

2. Analisa sebagai balok persegi

Analisa ini dilakukan apabila sumbu netral plastis terletak pada plat (slab beton) atau

a tplat.

a= Aps . fps / 0,85 f’cplat .bplat …………………………………………….(3.81)

Kekuatan nominal pada kondisi ini :

Mn = T (d – a/2)………………………………………………….………(3.82)

MR = Mn

Tulangan Geser

Analisis kuat geser untuk komponen struktur beton prategang pada dasarnya sama

dengan yang dikerjakan untuk beton bertulang biasa. Kuat geser nominal total Vn dinyatakan

sebagai jumlah kuat geser yang disumbangkan oleh beton (Vc) dan tulangan geser (Vs).

Vn = Vc + Vs ……………………………………………………………(3.83)

Sesuai dengan SK-SNI-T-15-1991-03, apabila gaya prategang efektif tidak kurang

dari 40% kuat tarik tulangan baja lentur, Vc dapat dihitung dari persamaan :

Vc,mim = (f’c) . bw . dp / 6 ………………………………………………(3.84)

Vc = [(0,05(f’c) + 5.Vu . dp / Mu)]. bw . dp …………………………….(3.85)

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 48

Page 94: Handout Lengkap Beton Prategang

Vc,maks = 0,40 (f’c) . bw . dp …………………………………………….(3.86)

dp 0,80.h dan (Vu . dp / Mu) 1,0 ……………………………………(3.87)

Sedangkan kontribusi tulangan geser Vs adalah :

Vs = Av . fy . dp / s………………………………………………………...(3.88)

Atau dengan tulangan spasi tulangan geser sebagai berikut :

S = Av . fy . dp / Vs ………………………………………………………..(3.89)

Untuk komponen struktur prategang dengan gaya prategang efektif tidak kurang dari 40%,

kuat tarik tulangan lentur, maka luas tulangan geser minimum :

Av = [(Aps . fpu . s) (dp . bw)1/2] / 80 . fy . dp ………………………………(3.90)

Av = 50 . bw . s / fy jika Vu / Vc / 2 …………………………….(3.91)

Atau dengan spasi penulangan geser sebagai berikut :

smaks = Av . 80 fy . dp / Aps . fpu (dp / bw)1/2 ………………………………..(3.92)

smaks = 0,75.h atau h/2 atau 24” (60 cm)

smaks = Av . fy / 50 . bw jika, Vu / Vc / 2 ……………………………(3.93)

Dengan kelengkungan tendon yang dimaksudkan untuk mengurangi eksentrisitas atau

memperkecil momen lentur di ujung balok, akan berakibat timbulnya gaya vertikal, P v ke

atas. Gaya ini sangat bermanfaat untuk melawan gaya geser ayng diakibatkan oleh beban

luar. Batasan yang berlaku adalah :

Vu – Pv 0,60. Vn …………………………………………………………(3.94)

End Block

End block adalah daerah yang berada di ujung balok pratekan yang mempunyai

konsentrasi yang tingga dan berpotensi untuk terjadi bahaya retak. Daerah ini biasanya

diambil sepanjang tinggi balok, dimanapada jarak ini terjadi peralihan dari gaya pratekan

terpusat menjadi keadaan tegangan merata.

Pada daerah angkur atau blok ujung (end block), suatu elemen beton prategang

pascatarik, keadaan distribusi tegangannya rumit dan bersifat tiga dimensi. Pada sistem

pascatarik, kawat-kawat prategang dipasang didalam saluran kabel (duck) kemudian

ditegangkan dan diangkurkan pada end block. Akibatnya gaya besar yang terpusat dalan

daerah yang relatif sempit bekarja pada blok ujung sehingga menimbulkan tegangan-

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 49

Page 95: Handout Lengkap Beton Prategang

tegangan geser dan transversal. Tegangan-tegangan transversal yang timbul ini bersifat tarik

disepanjang bentang yang panjang. Untuk menahan tarikan ini maka harus diberi tulangan

yang cukup karena baton lemah terhadap tarikan.

A

h

2.ypo

Gambar 3.24 End Block beton prategang

Gaya tarik pemecah dinyatakan sebagai suatu bagian dari gaya aksial yang diberikan

oleh suatu tendon terhadap suatu blok ujung beton bujur sangkar. Tarikan pemecah

bervariasi menurut perbandingan luas yang dibebani tehadap luas pendukung blok ujung.

Distribusi tulangan daerah ujung berdasarkan pada distribusi tegangan tarik tersebut. Dalam

perhitungan pada blok ujung oleh Guyon, rumus pendekatan penentuan gaya tarik memecah

T adalah sebagai berikut :

1. Angkur sentris

T = (P / 3,2) [(1 – (2ypo / h)] …………………………………………….(3.95)

2. Angkur eksentris

T = (P / 3,0) [(1 – (2ypo / yo)] …………………………………………….(3.96)

P yo

2ypo 2yo h

yo

yo yo

2yo Tegangan merata

Gambar 3.25 Distribusi gaya pada end block (Raju, 1989)

Luas total tulangan vertikal yang dibutuhkan menjadi :

As = T / fs ………………………………………………………………...(3.97)

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 50

Page 96: Handout Lengkap Beton Prategang

Berdasarkan ACI (1997), perlu diperlukan pengontrolan tegangan beton di belakang plat

angkur pada waktu sesaat setelah pengangkuran dan setelah terjadi kehilangan prategang

(Nawy, 1996).

1. Sesaat setelah pengangkuran

bi = 0,80. f’c . (A2 / A1 – 0,20) 1,25 . f’c,i …………………………..(3.98)

A2 / A1 2,70 ………………………………………………………….(3.99)

2. Setelah terjadi kehilangan prategang

bi = 0,60. f’c . (A2 / A1 – 0,20) f’c,i …………….…………………..(3.100)

A2 / A1 2,70 ………………………………………………………….(3.101)

i

ii

iii

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 51

Page 97: Handout Lengkap Beton Prategang

BAB IV

BALOK PRATEGANG GELAGAR MENERUS

4.1. Intilah Umum

Sebelum membahas mengenai balok beton prategang dengan gelagar menerus,

beberapa istilah umum yang digunakan pada sub-sub bab berikutnya, antara lain sebagai

berikut :

1. Momen primer

Adalah momen akibat gaya prategang yang besarnya adalah gaya prategang dikalikan

eksentrisitas kabel (terhadap c.g.c.) pada masing-masing potongan. Diagram momen primer

sama dengan profil kabel.

Contoh-contoh :

a. Kabel lurus

Momen primer = P . e ………………………………………………….(4.1)

e P P

(-)

Gambar 4.1 Diagram momen primer pada kabel lurus

b. Kabel lengkung

e e

A e1 D e2 B e3 E C

(-) (+) (-)

P . e1 P . e2 P . e3

Gambar 4.2 Diagram momen primer pada kabel lengkung

Momen pada titik yang ditinjau :

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 52

Page 98: Handout Lengkap Beton Prategang

MA = 0 MC = 0 MD = - P . e3

MB = + P . e2 MD = - P . e1

2. Momen sekunder

Adalah momen yang diakibatkan oleh gaya reaksi kelebihan (akibat gaya redundant),

contahnya adalah sebagai berikut :

c. Kabel lengkung

e e

A e1 e2 B e3 C

LAB LBC

P PA PB PC P

A B C

q1 RB1 q2

(a) Beban eqivalen

q1 = 8.P.e1 / (LAB)2

q1 = 8.P.e2 / (LBC)2

A B C

RB2

(b) Unbalanced force

RB = RB1 + RB2

(c) Momen sekunder

Gambar 4.3 Diagram momen primer pada kabel lengkung

3. Momen resultan

Adalah jumlah momen primer dan memen sekunder.

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 53

Page 99: Handout Lengkap Beton Prategang

4. C – line (compression line, pressure line, thrust line)

Adalah tempat kedudukan resultan gaya tekan (C), pada masing-masing potongan

balok.

C = Mresultan / P ……………………………………………………...……(4.2)

5. Kabel konkordan (Concordant cable atau tendon profile)

Jika letak c.g.s. berimpit dengan C – line maka dikatakan bahwa kabel tersebut

konkordan dengan C – line. Pada kabel konkordan, momen sekunder akibat gaya

berlebihan = 0.

C - line

e

A B C

Gambar 4.4 Kabel non concordant

C – line= c.g.s.

e

A B C

Gambar 4.5 Kabel concordant

6. Beban ekivalen

Adalah merupakan beban pengganti gaya kabel (perlu diperhatikan beban ekivalen ke

atas atau ke bawah).

q1 = 8. P . e / (LAB)2 ……………………………………………………………(4.3)

q1 = 8. P . e / (L1)2 ……………………………………………………………(4.4)

q1 = 8. P . e / (L2)2 ……………………………………………………………(4.5)

q1 = 8. P . e / (L3)2 ……………………………………………………………(4.6)

P P

e

A B C

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 54

Page 100: Handout Lengkap Beton Prategang

PA PB PC

P q P

e1 e2 e3

q2

q1 q3

L1 L2 L3

Gambar 4.6 Beban eqivalen

6. Unbalanced force

Adalah beban eqivalen yang tidak dapat dipikul oleh konstruksi. Misalkan pada

perletakan A, bekerja beban eqivalen berupa momen, gaya horisontal dan gaya vertikal. Jika

A berupa sendi, maka momen yang bekarja di A merupakan unbalanced force (gaya yang

tidak seimbang). Jika berupa jepit, tidak ada unbalanced force yang bekerja di A.

4.2. Balok Pracetak (Precast) yang Digabung Sebagai Satu Kesatuan

Cap cable

e

A B C

Gambar 4.7 Kesatuan balok pracetak dengan Cap cable

Balok AB dan BC merupakan 2 (dua) balok pracetak post-tensioning dimana trase

kabelnya berbentuk parabola. Keduanya digabung dengan Cap cable sehingga menjadi balok

di atas perletakan.

4.3. Zetting (Penurunan) pada Perletakan Gelagar Menerus

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 55

Page 101: Handout Lengkap Beton Prategang

Besarnya momen sekunder akibat penurunan tidak akan terjadi pada struktur gelagar

statis tertentu sehingga pada gelagar menerus momen sekunder akibat penurunan besarnya

sangat tergantung pada kekakuan gelagar dan besar penurunan itu sendiri.

A B C

MB MB

Gambar 4.8. Zetting (penurunan) pada perletakan gelagar menerus

MB = 3.EI. / L2………………………………………………………………..(4.7)

Dengan :

MB = Momen sekunder akibat penurunan

E = Modulus elastisitas bahan

I = Momen inersia

L = Panjang bentang

Kalau dilihat dari besarnya momen akibat penurunan perletakan yang terjadi pada

gelagar menerus maka hendaknya bangunan bawah jembatan (pilar) harus benar-benar

berada pada tanah yang kuat dan stabil. Juga perlu diperhatikan bahwa displacement ini bisa

juga terjadi pada arah horisontal, yang mana prinsif perhitungannya tidak berbeda dengan

displacement arah vertikal.

4.4. Penenentuan Momen Sekunder dengan Rumus Persamaan Tiga Momen

Balok tiga (3) perletakan, trase kabel berbentuk parabola diagram momen primer

seperti pada gambar di bawah ini :

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 56

Page 102: Handout Lengkap Beton Prategang

e e

e

A B C

LAB , IAB LBC , IBC

P.e P.e

x x

Gambar 4.9 Momen primer balok pada 3 (tiga) perletakan

MABLAB / IAB + 2MBA LAB / IAB + 2MBC LBC / IBC + MCB LBC / IBC =

-6/ LAB / IAB Mx.x.dx -6/ LBc / IBcMx.x.dx ………(4.8)

Dimana MAB ,MBA, MBC , MCB .adalah momen sekunder.

M = P . e ……………………………………………………………….………….(4.9)

P. e .x.dx = P e.x.dx …………………………………………………………..(4.10)

Dimana e.x.dx adalah luasan momen antara profil kabel dengan c.g.c. terhadap perletakan

ujung.

BAB V

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 57

Page 103: Handout Lengkap Beton Prategang

SOAL DAN PENYELESAIAN

1. Perencanaan penampang

Dikerahui balok beton prategang yang akan direncanakan sebagai jembatan .

a. Data beton

Bentang teoritis = 15 m

Kuat tekan awal (f’c,i) = 45 Mpa

Kuat tekan akhir (f’c,s) = 49 Mpa

Perbandingan h / b = 4,00

b. Data baja prategang

Diameter strand = 1/2 “ = 12,7 mm

Luas penampang efektif (Aps) = 0,9871 mm

Tegangan tarik batas (fpu) = 1900 Mpa

Modulus elastisitas (Eps) = 196.000 Mpa

Nilai asumsi draw-in = 8 mm

Jangka waktu setelah perawatan = 16 hari (metode post-tensioning)

c. Data tendon

Faktor ditribusi beban hidup = 1,00 = 100%

Persentase penarikan tendon = 76%

Diameter tendon = 100 mm

Jumlah maksimunstrand tiap tendon = 12 bh

Penyelesaian :

1. Pembebanan

a. Precast girder = perkiraan b = 300 mm dan h = 4.b = 250 (4) = 1.200 mm

= 0,3 x 1,2 x 25 kN/m3 x 2 = 18 kN / m

b. Deck slab = tslab x 1m pias x 2 arah x BJ beton

= 0,2 x 1 x 2 x 24 = 9,60 kN/m

c. Asapal = taspal x 1m pias x 2 arah x BJ aspal

= 0,05 x 1 x 2 x 22 = 2,20 kN/m

d. Air hujan = tair x 1m pias x 2 arah x BJ air

= 0,05 x 1 x 2 x 10 = 1,00 kN/m

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 58

Page 104: Handout Lengkap Beton Prategang

e. Diafragma = tdiafragma x 1m pias x BJ beton

= 0,25 x 1 x 24 = 5,70 kN/m

f. Beban hidup = 17,50 kN/m

2. Analisa Material Beton Balok Girder

a. Tegangan ijin awal

Tegangan tekan = 0,60 f’c,i = 0,60 (-45) = -27,00 Mpa ………(1)

Tegangan tarik = 0,25 f’c,i = 0,60 45 = 1,67 Mpa ………...(2)

b. Tegangan ijin akhir

Tegangan tekan = 0,45 f’c,i = 0,45 (-49) = -22,05 Mpa ………(3)

Tegangan tarik = 0,50 f’c,i = 0,5049 = 3,50 Mpa ………..(4)

3. Analisis Penampang

Gunakan rumus pendekatan (post-tensioning method)

St 1,20 (Ms – Mi) / (ft,I – fc,s) ……………………………………….……(5)

Sb 1,20 (Ms – Mi) / (ft,s – fc,i) …………………………………………....(6)

Dengan

Mi = Momen akibat beban balok

= 1/8 (qgirder) (L2) = 1/8 (18 ) (152) = 506,25 kN.m …………….(7)

Ms = Momen akibat beban total

= 1/8 (qgirder) (L2) = 1/8 (54 ) (152) = 1.518,75 kN.m …………..(8)

Masukkan nilai-nilai pada persamaan (1) sampa1 (4) dan (7),(8) , ke persamaan (5)

St 1,20 (1.518.750.000 – 506.250.000) / (1,67 – 22,05)

St 49.681.105,86 mm3

Dengan :

St = Statis momen = 1/6 .b.h2

St= 56.617.271.84 mm3 = 1/6 .b.h2

Jika b = ¼ .h (sesuai soal), maka :

1/6 .b.h2 = 1/6 .(1/4.h).h2 = 1/24 . h3

Jadi : 1/24 . h3 =56.617.271.84 mm3

h = [(24) (56.617.271.84 mm3 )] = 1.126,8 mm

b = ¼. h

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 59

Page 105: Handout Lengkap Beton Prategang

= ¼ (1.126,8 mm) = 281,7 mm

Masukkan nilai-nilai pada persamaan (1) sampa1 (4) dan (7),(8) , ke persamaan (6)

Sb 1,20 (1.518.750.000 – 506.250.000) / (3,40 – 27,00)

Sb mm3

Dengan :

Sb = Statis momen = 1/6 .b.h2

Sb= 51.483.305,85 mm3 = 1/6 .b.h2

Jika b = ¼ .h (sesuai soal), maka :

1/6 .b.h2 = 1/6 .(1/4.h).h2 = 1/24 . h3

Jadi : 1/24 . h3 = 51.483.305,85 mm3

h = [(24) (51.483.305,85 mm3 )] = 1.073,06 mm

b = ¼. h

= ¼ (1.073,06 mm) = 268,3 mm

Kesimpulan :

Nilai maksimum b =281,7 mm , dibulatkan 300 mm

Nilai maksimum h = 1.126,8 mm , dibulatkan 1.200 mm (sesuai estimasi)

3. Analisis penampang

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 60

Page 106: Handout Lengkap Beton Prategang

Balok pratekan penampang I, dengan penampang baja pratekan (Asp ) = 2.350 mm2,

tegangan ijin efektif (fse) = 1.100 Mpa, titik berat strand 115 mm dari tepi bawah. Sifat bahan

sebagai berikut : fpu = 1.860 Mpa dan f’c = 48 Mpa.

Hitunglah momen tahanan batas penampang (MR)

hflens = 175

dp = 785 h = 900

115

bw = 140

bflens = 460

Penyelesaian :

a. Rasio penulangan

p = Asp / bflens . dp

= 2.350 / (460 x 785)

= 0.00651

b. Tegangan baja pada kondisi batas

fsp = fpu (1 - 0,5 .p fpu /f’c)

= 1.860 ( 1 – 0,5 x 0.00651 x 1.860 / 48)

= 1.625 Mpa

c. Gaya tekan (T’) = Asp . fsp

= 2.350 (1.625)

= 3.819.000 N

d. Luas daerah tekan (Ac’) = T’ / 0 ,85 . f’c

A’C = 3.819.000 / 0,85 (48)

= 93.600 mm2

e. Luas flens = bflens x hflens

= 460 (175)

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 61

Page 107: Handout Lengkap Beton Prategang

= 80.500 mm2

f. Luas badan di bawah flens yang mengalami tekan

Aw = 93.600 mm2 - 80.500 mm2

= 13.100 mm2

g.Tinggi penampang blok tekan

a = hflens + Aw / bw

= 175 + 13.100 / 140

= 269 mm (Penampang bersifat sebagai flens)

c = a / 0,85

= 316,47 mm

c a hflens = 175

grs. netral dp = 785 h = 900

115

bw = 140

bflens = 460

h. Indeks penulangan ()

Apf = 0,85.f’c (bflens – bw) (hfens / fsp)

= [ 0,85 (48) (460 – 140) (175)] / 1.625

= 1.406 mm

Apw = Asp - Apf

= 2.350 – 1.406

= 944 mm

pw = Apw / bw . dp

= 944 / (140)(785)

= 0,00859 mm

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 62

Page 108: Handout Lengkap Beton Prategang

i. Momen untuk bagian flens

M’ = 0,85 . f’c (bflens – bw) hflens(dp – hflens /2)

= 0,85 (48) (460 – 140) (175)(785 – 175/2)

= 1.594.000.000 N.mm

j. Momen untuk bagian web (badan)

M = Apw . f’sp (dp – a /2)

= 944 (1.625)(785 – 269/2)

= 988.000.000 N.mm

k. Momen total

M’ + M = 1.594.000.000 N.mm + 988.000.000 N.mm

= 2.592.000.000 N.mm

l. Momen ultimit (MU)

MU = Mtota;

= 0,80 (2.592.000.000) N.mm

= 2.333.000.000 N.mm

3.Soal analisis

Analisislah penampang persegi berikut dengan data beban dan bahan sbb :

ytt

h = 900 mm

ytb

d’ = 200 mm

b = 400 mm

Beban mati tambahan = qADL = 20 kN/m

Beban hidup = qLL = 15 kN/m

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 63

Page 109: Handout Lengkap Beton Prategang

Bentang = Lt = 15 m

Berat isi beton = BJc = 25 kN/m3

Nilai banding Es / Ec = n = 6

Tegangan baja ultimit = fpu = 1.850 Mpa

Tegangan tekan beton = f’c = 49 Mpa

Luas baja pratekan = Asp = 3.000 mm2

Diameter duck = 100 mm

Hitunglah gaya pratekan minimun (Pi,min)

Penyelesaian :

1. Menghitung momen ultimit (MU)

MADL = 1/8 . qADL. L2 = 1/8 (15)(15)2= 421,875 kN.m

qDL = b x h x BJ = 0,40 x 0,90 x 25 = 9,00 kN/m

MDL = 1/8 . qADL. L2 = 1/8 (9)(15)2 = 253,125 kN.m

MLL = 1/8 . qLL. L2 = 1/8 (15)(15)2= 421,875 kN.m

MU = 1,2 (MDL + 421,875 )

= 1.569.375.000 N.mm

NT = ND = Asp . fy

fy = 0,85 . fpu = 0,85 (1.850)

= 1.572,50 Mpa

NT = 3.000 ( 1.572,50)

= 4.717.500 N

a = NT / (0,85 . f’c.b)

= 4.717.500 / (0,85 x 49 x 400)

= 283,16 mm

MN = NT (d – a/2)

= 4.717.500 (700 – 283,16/2)

= 2.634,338648 kN.m

MR = MN

= 0,80 (2.634,338648)

= 2.107,470918 kN.m

Menentukan garis netral elastis sebelum injeksi

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 64

Page 110: Handout Lengkap Beton Prategang

ytg

e h = 900 mm

ybg

d’ = 200 mm

b = 400 mm

y = [(b x h) (h/2) - (1/4..D2)(700)]/ [(b x h) - (1/4..D2)]

= 444,42 mm = 0,44442 m

ytg = y = 444,42 mm

ybg = h - ytg = 900 – 444,42 = 455,58 mm

e = ybg – 200 = 455,58 – 200 = 255,58 mm

Ag = b x h - D2 / 4

= (400 x 900) - (1002) / 4 = 0,352146018 m

Ig = [1/12.b.h3 + (b.h) (h/2 – y)2] + [(D4/64) + (D2/4)(700)2]

= [1/12 (400)(9003)+(400 x 900)(450 – 444,42)] -

[.1004/64 + (.1002/4)(700)]

= 0,020457849 m4

Menghitung gaya pratekan (Pi)

a. Serat atas

(-P1/Ag) + (Pi. e.ytg / Ig) – (Mi.ytg / Ig) ft,I

-Pi /0,352146018 + (Pi x 0,25558 x 0,44442 /0,020457849)

- (0,253125 x 0,44442) /0,020457849) 0,25 45

-2,897311 Pi + 5,552141068Pi – 5,498809406 = 1,677050983

2,712409968 Pi = 7,229192051

Pi = 2.665,228839 kN

a. Serat bawah

(-P1/Ag) - (Pi. e.ybg / Ig) + (Mi.ybg / Ig) fc,i

-Pi /0,352146018 - (Pi x 0,25558 x 0,45558 /0,020457849)

+ (0,253125 x 0,45558) /0,020457849) -0,60(45)

-2,897311 Pi - 5,691562998Pi + 5,77844225 = -27

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 65

Page 111: Handout Lengkap Beton Prategang

8,588873998 Pi = -32,77844225

Pi = 3.816,38411 kN

Maka dipilih Pi = = 3.816,38411 kN

4. Kontrol tegangan – tegangan

Diketahui balok prategang dengan dimensi dan pembebanan sbb :

ytg

e h = 800 mm

ybg

d’ = 150 mm

b = 400 mm

Beban mati tambahan = qADL = 15 kN/m

Beban hidup = qLL = 10 kN/m

Bentang = Lt = 12 m

Berat isi beton = BJc = 25 kN/m3

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 66

Page 112: Handout Lengkap Beton Prategang

Nilai banding Es / Ec = n = 7

Tegangan baja ultimit = fpu = 1.850 Mpa

Tegangan tekan beton awal = f’c,i = 30 Mpa

Tegangan tekan beton akhir = f’c,s = 35 Mpa

Luas baja pratekan = Asp = 2.000 mm2

Diameter duck = 100 mm

Gaya prategang awal (Pi) = 1.400 kN

Kehilangan gaya prategang = 20% atau Ps = 0,80 Pi

Kontrollah :

a. Tegangan awal (initial transfer)

b. Tegangan akhir (final stage)

Penyelesaian :

a. Menghitung momen ultimit :

qDL = b.h.Bisi = 0,40 x 0,80 x 25 = 8,00 kN/m

MDL = 1/8.qDL.L2 = 1/8(8)(122) = 144 kN.m

MADLL = 1/8.qADL.L2 = 1/8(15)(122) = 270 kN.m

MLL = 1/8.qLL.L2 = 1/8(10)(122) = 180 kN.m

Mi = MDL

= 144 kN.m

Ms = MDL + MADL + MLL

=594 kN.m

a. Kontrol tegangan saat initial transfer

y = A.y / A

=[ (b.h)(h/2) – (D2/4)(h –d’)] / [(b x h ) – (. D2/4)]

= [(0,4 x 0,8)(0,4) – (. 0,12/4)(0,8-0,12)] /[ (0,4 x 0,8) – (. 0,12/4)]

= 0,393 m

ytg = y = 0,393 m

ybg = h - ytg = 0,8 – 0,393

= 0,407 m

Ag = [(b x h ) – (. D2/4)]

= 0,312 m2

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 67

Page 113: Handout Lengkap Beton Prategang

e = ybg – d’

= 0,407 – 0,120

= 287 mm

Ig = [(1/12.b.h3 + (b.h)(h/2 –y)2] – [(.D4/64) + (.D2/4)(h – d’)2]

= 0,016435 m4

ytg = 393 mm

e = 287 mm h = 800 mm

ybg = 507 mm

d’ = 120 mm

b = 400 mm

1) Kontrol serat atas

-Pi / Ag + Pi . e .ytg/ Ig - Mi .ytg / Ig ft,I

(-1.400 / 0,312) + 1.400 (0,287)(0,393)/0,016435 – 144 (0,393)/0,016435 0,2530

+ 471 kN/m2 1,37 N/mm2

+ 0,471 N/mm2 + 1,67 N/mm2 ………………………………………………(OK)

2) Kontrol serat bawah

-Pi / Ag - Pi . e .ybg/ Ig + Mi .ybg / Ig fc,i

(-1.400 / 0,312) - 1.400 (0,287)(0,407)/0,016435 + 144 (0,407)/0,016435 0,6(30)

11.050 kN/m2 18 N/mm2

11,05 N/mm2 18 N/mm2 ………………..……………………………………(OK)

b. Kontrol tegangan saat final stage (service conditions)

y = A.y / A

=[ (b.h)(h/2) + (n - 1)Asp(h –d’)] / [(b x h ) + (n - 1)Asp]

= [(0,4 x 0,8)(0,4) + (6 - 1)(0,002)(0,8-0,12)] /[ (0,4 x 0,8) + (6 - 1)0,002]

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 68

Page 114: Handout Lengkap Beton Prategang

= 0,410 m

ytt = y = 0,410 m

ybt = h - ytt= 0,8 – 0,410

= 0,390 m

Ag = [(b x h ) + (n - 1)Asp]

= (0,4 x 0,8) + (6 - 1)0,002

= 0,332 m2

e = ybg – d’

= 0,390 – 0,120

= 270 mm

Ig = [(1/12.b.h3 + (b.h)(h/2 –y)2] + [(.D4/64) + (.D2/4)(h – d’)2]

= 0,01797 m4

ytg = 410 mm

h = 800 mm

ybg = 390 mm e = 270 mm

d’ = 120 mm

b = 400 mm

3) Kontrol serat atas

-Ps / At + Ps . e .ytt/ It - Ms .ytt / It fc,s

(-1.120 / 0,332) + 1.120 (0,270)(0,410)/0,01797 – 594 (0,410)/0,01797 0,5(35)

9.895 kN/m2 15,75 N/mm2

9,895 N/mm2 15,75 N/mm2 ………………………………………………(OK)

4) Kontrol serat bawah

-Ps / At - Ps . e .ybt/ It + Ms .ybt / It ft,s

(-1.120 / 0,332) - 1.120(0,270)(0,390)/0,01797 + 594 (0,390)/0,01797 0,50(35)

2.830 kN/m2 2,958 N/mm2

2,830 N/mm2 2,958 N/mm2 ……………..……………………………………(OK)

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 69

Page 115: Handout Lengkap Beton Prategang

-3,373 +6,899 -13,412 - 9,895

Ms Ms

+ + =

ePs Ps

-3,371 -6,563 +12, 766 +2,958

Handout Struktur Beton Bertulang dan Pratekan Page 70