HALAMAN SAMPUL DEPAN i HALAMAN SAMPUL DALAM ii … · kerangka penelitian yang menggambarkan batas...

of 30 /30
x DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DEPAN i HALAMAN SAMPUL DALAM ii HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM iii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING iv LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI v KATA PENGANTAR vi HALAMAN PERSYARATAN KEASLIAN ix DAFTAR ISI x ABSTRAK xiii ABSTRACT xiv BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Masalah 1 1.2 Rumusan Masalah 5 1.3 Ruang Lingkup Masalah 5 1.4 Orisinalitas Penelitian 7 1.5 Tujuan Penelitian 10 a. Tujuan Umum 10 b. Tujuan Khusus 10 1.6 Manfaat Penelitian 11 a. Manfaat Teoritis 11 b. Manfaat Praktis 11

Embed Size (px)

Transcript of HALAMAN SAMPUL DEPAN i HALAMAN SAMPUL DALAM ii … · kerangka penelitian yang menggambarkan batas...

  • x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL DEPAN i

    HALAMAN SAMPUL DALAM ii

    HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM iii

    LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING iv

    LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI v

    KATA PENGANTAR vi

    HALAMAN PERSYARATAN KEASLIAN ix

    DAFTAR ISI x

    ABSTRAK xiii

    ABSTRACT xiv

    BAB I PENDAHULUAN 1

    1.1 Latar Belakang Masalah 1

    1.2 Rumusan Masalah 5

    1.3 Ruang Lingkup Masalah 5

    1.4 Orisinalitas Penelitian 7

    1.5 Tujuan Penelitian 10

    a. Tujuan Umum 10

    b. Tujuan Khusus 10

    1.6 Manfaat Penelitian 11

    a. Manfaat Teoritis 11

    b. Manfaat Praktis 11

  • xi

    1.7 Landasan Teoritis 12

    1.8 Metode Penelitian 18

    a. Jenis Penelitian 18

    b. Jenis Pendekatan 19

    c. Sifat Penelitian 20

    d. Data dan Sumber Data 20

    e. Teknik Pengumpulan Data 21

    f. Teknik Penentuan Sample 23

    g. Pengolahan dan Analisis Data 24

    BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELAKSANAAN PENERTIBAN

    PEDAGANG ACUNG DI KAWASAN PARIWISATA KUTA KABUPATEN

    BADUNG 25

    2.1 Kabupaten Badung sebagai Daerah Otonom 25

    2.2 Wewenang Kabupaten Badung dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

    29

    2.3 Penertiban, Pedagang Acung, dan Kawasan Pariwisata 34

    2.3.1 Penertiban 34

    2.3.2 Pedagang Acung 36

    2.3.3 Kawasan Pariwisata 39

    BAB III UPAYA PELAKSANAAN PENERTIBAN PEDAGANG ACUNG DI

    KAWASAN PARIWISATA KUTA KABUPATEN BADUNG 43

    3.1 Pengaturan Penertiban Pedagang Acung 43

    3.2 Pelaksanaan Penertiban Pedagang Acung di Kawasan Pariwisata Kuta

    Kabupaten Badung 49

  • xii

    BAB IV KENDALA SERTA UPAYA PEMERINTAH DALAM PELAKSANAAN

    PENERTIBAN PEDAGANG ACUNG DI KAWASAN PARIWISATA KUTA

    KABUPATEN BADUNG 60

    4.1 Kendala dalam Pelaksanaan Penertiban Pedagang Acung di Kawasan

    Pariwisata Kuta Kabupaten Badung 60

    4.2 Upaya Pemerintah Kabupaten Badung dalam Pelaksanaan Penertiban

    Pedagang Acung di Kawasan Pariwisata Kuta Kabupaten Badung 67

    BAB V PENUTUP 71

    5.1 Kesimpulan 71

    5.2 Saran 72

    DAFTAR PUSTAKA

    DAFTAR INFORMAN

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • xiii

    ABSTRAK

    Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang menjadi

    sasaran utama bagi wisatawan domestik maupun mancanegara dalam kegiatan pariwisata

    terutama pada Kawasan Pariwisata Kuta Kabupaten Badung. Kawasan tersebut tidak hanya

    menjadi sasaran bagi wisatawan yang berkunjung ke Bali saja melainkan juga menjadi sasaran

    bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas yang bisa digunakan sebagai sumber mata

    pencaharian. Salah satu aktivitas yang terdapat di kawasan ini adalah pedagang acung.

    Keberadaan pedagang acung sering kali mengganggu ketertiban dan ketentraman bagi wisatawan

    yang berkunjung. Berdasarkan permasalahan tersebut penulis mengkaji Pelaksanaan Penertiban

    Pedagang Acung di Kawasan Pariwisata Kuta Kabupaten Badung.

    Penelitian ini dilakukan untuk mencari informasi tentang bagaimana pelaksanaan

    penertiban, kendala serta upaya pemerintah dalam pelaksanaan penertiban pedagang acung di

    kawasan pariwisata Kuta Kabupaten Badung. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang menggunakan pendekatan

    Perundang-Undangan dan Pendekatan Fakta yang mana masalah yang diangkat dikaitkan dengan

    peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan kenyataan yang ada di Kawasan Pariwisata

    Kuta Kabupaten Badung. Sumber data yang yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data

    primer yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu data yang diperoleh langsung dari

    responden maupun informan. Data sekunder berasal dari penelitian kepustakaan.

    Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan penertiban pedagang

    acung di Kawasan Pariwisata Kuta Kabupaten Badung selalu diupayakan oleh Pemerintah

    Kabupaten Badung melalui Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Badung dan pemerintah desa

    adat setempat dengan mengadakan kegiatan-kegiatan penertiban serta sosialisasi terhadap

    masyarakat guna memberikan ketentraman bagi wisatawan yang berkunjung serta bagi

    masyarakat itu sendiri. Pelaksanaan penertiban yang dilakukan membutuhkan ketentuan yang

    jelas serta peran serta dari masyarakat untuk mampu menjaga ketertiban di kawasan tersebut.

    Kata Kunci: Kawasan Pariwisata, Penertiban, Satuan Polisi Pamong Praja

  • xiv

    ABSTRACT

    Badung regency is one of the regencies in Bali which became the main target

    for domestic and foreign tourists in tourism activities especially in Kuta Badung

    Tourism Region. This region is not only a target for tourists who visit Bali but also

    become a target for the community to do activities that can be used as a source of

    livelihood. One of the activities in this region is merchant. The presence of merchant

    often disturbs the order and tranquility for the tourists. Based on these problems the

    author examines the Implementation of the Order of Merchant in the Kuta Badung

    Tourism Region.

    This research is conducted to find information about how the implementation

    of controlling, obstacles and government efforts in the implementation of curbing

    merchants in Kuta Badung Tourism Region.

    This research is an empirical legal research that uses The Statute Approach

    and The Fact Approach which the issues raised are related to the prevailing laws and

    regulations with the reality that existed in Kuta Badung Tourism Region. Sources of

    data used in this study are primary data sourced from field research that is data

    obtained directly from respondents and informants. Secondary data comes from

    library research.

    Based on these result this study can be concluded that the implementation of

    curbing merchants in the area of Kuta Badung Regency always strived by the

    Government of Badung Regency through Badung District Police Precinct and local

    custom village government by conducting curbing activities and socialization of the

    community in order to provide tranquility for tourists Who visit and for the

    community itself. Implementation of the curbing requires a clear provision and the

    role of the community to be able to maintain order in the region.

    Keywords: Tourism Region, Curb, Badung District Police Precinct

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Bali merupakan salah satu provinsi yang memiliki keunikan tersendiri dengan

    pendapatan daerah terbesar dari sektor pariwisata. Kekayaan dan keindahan alam,

    serta keunikan seni budayanya merupakan hal-hal penting yang menjadi daya tarik

    utama yang dimiliki untuk menarik minat wisatawan lokal maupun wisatawan

    mancanegara sehingga Bali dan pariwisata tidak dapat dipisahkan. Pariwisata ini

    memberikan peluang kerja di berbagai bidang bagi masyarakat di Bali sehingga

    memperoleh pendapatan yang bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka. Oleh karena

    itu sektor pariwisata menjadi andalan bukan hanya oleh Pemerintah Provinsi Bali,

    melainkan juga seluruh lapisan masyarakat yang ada di Provinsi Bali.

    Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten yang terletak di provinsi

    Bali yang memiliki potensi besar di sektor pariwisata. Badung memiliki daya tarik

    wisata yang beraneka ragam, salah satu yang terkenal adalah Kawasan Pariwisata

    Kuta yang semakin tahun semakin terus berkembang dan tetap menjadi komoditi

    wisatawan terbanyak baik wisatawan domestik maupun mancanegara di Kabupaten

    Badung. Kuta yang merupakan destinasi pariwisata Indonesia dan dunia ini menjadi

    harapan untuk mengais rejeki bagi sebagian besar masyarakat Kuta khususnya dan

    masyarakat Bali pada umumnya. Namun dalam kenyataanya perkembangan kawasan

    ini tidak diimbangi dengan pelaksanaan tertib hukum di kawasan ini sendiri. Sering

  • 2

    kali aturan-aturan yang sudah ditetapkan malah justru dikesampingkan oleh

    masyarakat sehingga pelanggaran hukum sering kali terjadi dan bertolak belakang

    dengan prinsip dasar Negara Indonesia sebagai Negara Hukum.

    Negara hukum adalah negara atau pemerintah yang berdasarkan hukum.

    Negara menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan

    kekuasaan dilakukan di bawah kekuasaan hukum. Kekuasaan tumbuh pada hukum

    dan semua orang sama di depan hukum1. Seperti yang kita ketahui Negara Indonesia

    merupakan Negara hukum seperti yang telah ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3)

    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu

    berbagai tindakan dan kewenangan yang dimiliki pemerintah harus berdasarkan atas

    hukum. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan amanat

    pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka

    pemerintah daerah diberikan kesempatan untuk mengurus sendiri urusan pemerintah

    sesuai dengan otonomi dan tugas pembantuan.

    Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

    Tahun 1945 maka pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus

    sendiri urusan pemerintahan dengan berdasarkan asas otonomi dan tugas

    pembantuan. Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

    Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemerintah daerah

    adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan

    1 Agus Salim Andi Gadjong, 2007, Pemerintah Daerah Kajian Politik dan Hukum, Ghalia

    Indonesia, Bogor, h. 33

  • 3

    Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan

    prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik

    Indonesia sebagaimana yang dimaksud dengan Undang-Undang Dasar Negara

    Republik Indonesia Tahun 1945.

    Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya

    guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan daerah, terutama dalam

    pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk

    meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa2. Dalam Pasal 1

    angka 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,

    ditetapkan bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah

    otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

    masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Program pembangunan di daerah dalam era otonomi yang nyata memberi

    pengertian adanya perubahan orientasi pelaksanaan pembangunan yang harus

    dikelola dengan prinsip dan mekanisme yang profesional. Seiring dengan perjalanan

    dan perkembangan sistem pemerintahan daerah, pemerintah Kabupaten Badung

    sebagai pemerintah di daerah menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman

    masyarakat dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 4

    Tahun 2001 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum di Kabupaten Badung.

    2 Sujamto, 1990, Otonomi Daerah Yang Nyata Dan Bertanggung Jawab, Cet. II Ghalia

    Indonesia, Jakarta, h. 22

  • 4

    Sejalan dengan pesatnya perkembangan daerah terjadi pula peningkatan

    aktivitas penduduk dengan berbagai permasalahan, sehingga memerlukan

    penanganan yang lebih konfrehensif. Salah satu kegiatan yang berpotensi

    menimbulkan gangguan terhadap kebersihan dan ketertiban umum di kawasan

    pariwisata Kuta, Kabupaten Badung adalah keberadaan pedagang acung. Beberapa

    kegiatan yang dilakukan oleh pedagang acung cenderung menggangu ketertiban

    umum misalnya mereka berjualan di areal trotoar yang merupakan fasilitas umum

    sehingga menghalangi pejalan kaki yang hendak menggunakan trotoar dan juga

    mereka berjualan di area pantai sehingga sering kali mengganggu ketentraman dan

    kenyamanan bagi wisatawan yang berkunjung.

    Di dalam Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 4 Tahun 2001 tentang

    Kebersihan dan Ketertiban Umum di Kabupaten Badung telah ditentukan dalam Pasal

    37 ayat (1) bahwa “Dilarang menjajakan dagangan (sebagai pedagang acung) di jalan,

    jalur hijau, taman dan tempat umum lainnya dengan cara menyodorkan secara

    langsung kepada calon pembeli yang dapat menimbulkan gangguan ketertiban,

    keamanan, kebersihan dan kenyamanan bagi calon pembeli.”

    Guna melaksanakan penegakan peraturan daerah, maka pemerintah

    Kabupaten Badung membentuk Satuan Polisi Pamong Praja yang pembentukannya

    mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010

    tentang Satuan Polisi Pamong Praja. Pengertian Satuan Polisi Pamong Praja

    tercantum jelas dalam Pasal 1 angka 8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

    Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja yang menetapkan bahwa

  • 5

    “Satuan Polisi Pamong Praja, yang selanjutnya disingkat Satpol PP adalah bagian

    perangkat daerah dalam penegakan peraturan daerah dan penyelenggaraan

    ketertiban umum dan ketentraman masyarakat”. Berdasarkan ketentuan pasal

    tersebut Satpol PP mempunyai tugas untuk menegakkan peraturan daerah,

    menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan

    masyarakat.

    Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan, maka penulis

    mengangkat dan mengambil penelitian skripsi yang berjudul “PELAKSANAAN

    PENERTIBAN PEDAGANG ACUNG DI KAWASAN PARIWISATA KUTA

    KABUPATEN BADUNG”.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan oleh

    penulis di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah, sebagai berikut :

    1. Bagaimanakah pelaksanaan penertiban pedagang acung di kawasan

    pariwisata Kuta oleh Pemerintah Kabupaten Badung?

    2. Bagaimana kendala serta upaya pemerintah dalam pelaksanaan penertiban

    pedagang acung di kawasan pariwisata Kuta Kabupaten Badung?

    1.3 Ruang Lingkup Masalah

  • 6

    Di dalam membahas permasalahan di atas maka perlu ditentukan suatu ruang

    lingkup kajian permasalahan. Ruang lingkup kajian permasalahan merupakan

    kerangka penelitian yang menggambarkan batas penelitian, mempersempit

    permasalahan, dan membatasi areal penelitian untuk mencegah agar isi dan uraian

    tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan. Agar terdapat kesesuaian antara

    pembahasan dan permasalahan, maka selanjutnya akan dilakukan pembatasan-

    pembatasan tertentu sehingga penelitian ini tidak teralu luas dan menyimpang dari

    pokok bahasan. Untuk itu dapat difokuskan beberapa teori yang berkaitan dengan

    kajian permasalahan dalam penelitian ini sehingga dapat dipakai sebagai analisis

    dalam menjelaskan dan menganalisis permasalahan penulisan penelitian ini. Untuk

    memfokuskan penelitian maka penulis membatasi ruang lingkup dari penelitian ini.

    Adapun yang menjadi ruang lingkup penelitian ini adalah :

    a. Pada bagian permasalahan yang pertama akan dibatasi ruang lingkup

    penelitiannya mengenai pelaksanaan penertiban, sehingga penelitian ini akan

    meneliti dan membahas mengenai bagaimana pelaksanaan penertiban

    pedagang acung di kawasan pariwisata Kuta oleh Pemerintah Kabupaten

    Badung.

    b. Kemudian pada bagian permasalahan yang kedua akan dibatasi ruang lingkup

    penelitiannya mengenai kendala-kendala yang dihadapi serta upaya-upaya

    yang dilakukan pemerintah dalam rangka pelaksanaannya, sehingga penelitian

    ini akan meneliti dan membahas mengenai bagaimana kendala serta upaya

  • 7

    pemerintah dalam pelaksanaan penertiban pedagang acung di kawasan

    pariwisata Kuta Kabupaten Badung.

    1.4 Orisinalitas

    Dalam penelitian ini penulis menjabarkan tentang pelaksanaan penertiban

    pedagang acung di kawasan pariwisata Kuta Kabupaten Badung dengan objek

    penelitiannya adalah pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 4

    Tahun 2001 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum di Kabupaten Badung serta

    kendala maupun upaya pemerintah dalam pelaksanaan penertiban pedagang acung di

    kawasan pariwisata Kuta Kabupaten Badung. Adapun penelitian yang dapat

    digunakan sebagai pembanding dan sekaligus menunjukkan perbedaan atau

    orisinalitas penelitian ini yaitu:

    a. Penelitian oleh I Made Arigratiyana Dhiatmika, Fakultas Hukum

    Universitas Udayana pada tahun 2014, yang berjudul “PELAKSANAAN

    KEWENANGAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA SEBAGAI

    PENEGAK PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN GIANYAR”.

    Rumusan masalah pertama yang dikemukakan adalah tindakan-tindakan

    apa yang dapat dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan

    Peraturan Daerah di Kabupaten Gianyar?. Rumusan masalah yang kedua

    adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan

    kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan Peraturan

    Daerah di Kabupaten Gianyar?. Perbedaan penelitian antara penelitian

  • 8

    yang ditulis oleh I Made Arigratiyana Dhiatmika dengan penelitian ini

    terletak pada obyek kajian penelitian dan lokasi penelitian. Obyek kajian

    penelitian yang ditulis oleh I Made Arigratiyana Dhiatmika terletak pada

    kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja dan Peraturan Pemerintah

    Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja yang objek

    penelitiannya dilakukan di Kabupaten Gianyar, sedangkan obyek kajian

    pada penelitian ini berupa pelaksanaan penertiban pedagang acung dan

    Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 4 Tahun 2001 tentang

    Kebersihan dan Ketertiban Umum di Kabupaten Badung, dengan lokasi

    penelitian di Kabupaten Badung.

    b. Penelitian dari Asmawaty, Fakultas Hukum Universitas Udayana pada

    tahun 2009, yang berjudul “PENGATURAN, PENATAAN, DAN

    PENEGAKAN HUKUM BAGI PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA

    DENPASAR”, dengan rumusan masalah pertama yaitu bagaimana

    pengaturan dan penataan pedagang kaki lima di Kota Denpasar?.

    Rumusan masalah yang kedua adalah bagaimana penegakan hukum bagi

    pedagang kaki lima di Kota Denpasar?. Perbedaan penelitian antara

    penelitian yang ditulis oleh Asmawaty dengan penelitian ini terletak pada

    obyek kajian penelitian dan lokasi penelitian. Obyek kajian penelitian

    yang ditulis oleh Asmawaty terletak pada pengaturan, penataan, dan

    penegakan hukum bagi pedagang kaki lima berdasarkan Peraturan Daerah

    Kota Denpasar Nomor 3 Tahun 2000 Atas Perubahan Peraturan Daerah

  • 9

    Nomor 15 Tahun 1993 Tentang Kebersihan Dan Ketertiban Umum yang

    obyek penelitiannya dilakukan di Kota Denpasar, sedangkan obyek kajian

    penelitian ini menyangkut pelaksanaan penertiban pedagang acung dan

    Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 4 Tahun 2001 tentang

    Kebersihan dan Ketertiban Umum di Kabupaten Badung, dengan lokasi

    penelitiannya dilakukan di Kabupaten Badung.

    c. Penelitian oleh I Gusti Agus Yuda Trisna Pramana, Fakultas Hukum

    Universitas Udayana pada tahun 2015, yang berjudul “UPAYA

    PEMERINTAH KOTA DENPASAR DALAM PENGENDALIAN

    PENGEMIS BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA

    DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN

    ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 1993 TENTANG

    KEBERSIHAN DAN KETERTIBAN UMUM”. Rumusan masalah

    pertama yang dikemukakan adalah bagaimanakah penegakan hukum yang

    dilakukan oleh Pemerintah Kota Denpasar dalam pengendalian

    pengemis?. Rumusan masalah kedua adalah faktor-faktor yang

    mempengaruhi Pemerintah Kota Denpasar dalam upaya pengendalian dan

    pemberdayaan pengemis berdasarkan Peraturan Daerah Kota Denpasar

    Nomor 3 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota

    Denpasar Nomor 15 Tahun 1993 tentang Kebersihan dan Ketertiban

    Umum?. Perbedaan penelitian antara penelitian yang ditulis oleh I Gusti

    Agus Yuda Trisna Pramana dengan penelitian ini terletak pada obyek

  • 10

    kajian penelitian dan lokasi penelitian. Obyek kajian penelitian yang

    ditulis oleh I Gusti Agus Yuda Trisna Pramana terletak pada upaya

    Pemerintah Kota Denpasar dalam pengendalian pengemis berdasarkan

    Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 3 Tahun 2000 tentang

    Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 15 Tahun 1993

    tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum yang objek penelitiannya

    dilakukan di Kota Denpasar, sedangkan obyek kajian pada penelitian ini

    berupa pelaksanaan penertiban pedagang acung dan Peraturan Daerah

    Kabupaten Badung Nomor 4 Tahun 2001 tentang Kebersihan dan

    Ketertiban Umum di Kabupaten Badung, dengan lokasi penelitian di

    Kabupaten Badung.

    1.5 Tujuan Penelitian

    a. Tujuan Umum

    Secara umum penelitian dengan permasalahan yang telah dipaparkan di atas

    adalah bertujuan untuk mengembangkan ilmu hukum atau menambah khasanah

    pengetahuan di bidang Hukum Administrasi Negara khususnya di bidang Hukum

    Pemerintahan Daerah yang berkaitan dengan pelaksanaan penertiban pedagang acung

    di kawasan pariwisata Kuta Kabupaten Badung yang sesuai dengan kaidah atau

    norma-norma hukum yang berlandaskan asas otonomi daerah serta standar menurut

    prinsip demokrasi.

    b. Tujuan Khusus

  • 11

    Tujuan khusus yang ingin dicapai lebih lanjut dalam penelitian ini adalah :

    1) Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai pelaksanaan penertiban

    pedagang acung di kawasan pariwisata Kuta Kabupaten Badung.

    2) Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai kendala serta upaya

    pemerintah dalam pelaksanaan penertiban pedagang acung di kawasan

    pariwisata Kuta Kabupaten Badung.

    1.6 Manfaat Penelitian

    a. Manfaat Teoritis

    Manfaat teoritis yang diharapkan melalui penelitian ini terkait dengan

    permasalahan di atas adalah untuk dapat merumuskan pemikiran-pemikiran teoritis

    dalam rangka menganalisis pelaksanaan penertiban pedagang acung di kawasan

    pariwisata Kuta Kabupaten Badung telah sesuai dengan kaidah atau norma-norma

    hukum serta dapat memberikan sumbangan ilmu hukum dan informasi mengenai

    penanggulangan pedagang acung di kawasan pariwisata Kuta Kabupaten Badung.

    b. Manfaat Praktis

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi maupun

    sumbangan pemikiran dan ilmu pengetahuan dalam rangka meningkatkan perhatian

    Pemerintah Daerah Kabupaten Badung tentang penertiban pedagang acung serta

    dapat dijadikan pedoman oleh kalangan mahasiswa, praktisi maupun masyarakat

    umum di dalam menyikapi masalah yang timbul karena keberadaan pedagang acung

    di tengah-tengah masyarakat.

  • 12

    1.7 Landasan Teoritis

    Dalam penelitian ini digunakan landasan teoritis berupa Teori Negara Hukum,

    Teori Kewenangan, dan Teori Pengakan Hukum sebagaimana terurai berikut.

    1.7.1 Teori Negara Hukum

    Negara hukum untuk pertama kalinya dikemukakan oleh Plato kemudian

    selanjutnya dikembangkan dan dipertegas kembali oleh Aristoteles. Plato dalam

    bukunya yang berjudul Politea menguraikan betapa penguasa di masa Plato hidup

    (429 SM - 346 SM) sangatlah tirani, haus dan gila akan kekuasaan serta sewenang-

    wenang dan sama sekali tidak mempedulikan kepentingan rakyatnya. Secara embrio

    gagasan negara hukum telah dikemukakan oleh Plato ketika ia mengintroduksi

    Nomoi, sementara itu dalam dua tulisan pertama, Politea dan Politicos belum muncul

    istilah negara hukum.3

    Plato dengan gamblang menyampaikan pesan moral agar penguasa berbuat

    adil, menjunjung tinggi nilai kesusilaan dan kebijaksanaan serta senantiasa

    memperhatikan kepentingan dan nasib rakyatnya. Buku kedua yang berjudul

    Politicos memaparkan suatu konsep agar suatu negara dikelola dan dijalankan atas

    dasar hukum (rule of the game) demi warga negara yang bersangkutan. Buku ketiga

    dari Plato yang berjudul Nomoi lebih menekankan konsepnya pada para

    3 Ridwan HR, 2002, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Yogyakarta, h. 2

  • 13

    penyelenggara negara agar senantiasa diatur dan dibatasi kewenangannya dengan

    hukum agar tidak bertindak sekehendak hatinya.4 Gagasan tentang negara hukum ini

    semakin tegas ketika didukung oleh muridnya Aristoteles.

    Negara hukum adalah negara atau pemerintah yang berdasarkan hukum.

    Negara menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan

    kekuasaan dilakukan di bawah kekuasaan hukum. Kekuasaan tumbuh pada hukum

    dan semua orang sama di depan hukum5.

    Indonesia merupakan negara hukum sesuai dengan yang telah ditetapkan

    dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

    1945. Dengan demikian konsekuensi sebagai negara hukum Indonesia harus

    memenuhi dua persyaratan yaitu yang pertama adalah supremacy before the law yang

    artinya adalah hukum diberikan kedudukan yang tinggi, berkuasa penuh dalam suatu

    negara dan rakyat. Kemudian yang kedua adalah equality before the law yang artinya

    bahwa semua pejabat pemerintahan maupun masyarakat biasa adalah sama

    kedudukannya di mata hukum.6 Konsep negara hukum Indonesia adalah berdasarkan

    Pancasila sebagai filosofi dan ideologi bangsa dan Undang-Undang Dasar Negara

    Republik Indonesia sebagai landasan konstitusi Indonesia.

    Atas dasar tersebut bahwasanya teori negara hukum haruslah menggambarkan

    bahwa suatu negara harus mematuhi aturan hukum maupun perundang-undangan

    4 Madjid H. Abdullah, 2007, Penataan Hukum Organisasi Perangkat Daerah Dalam Konteks

    Otonomi Daerah Berdasarkan Prinsip-Prinsip Tata Pemerintahan Yang Baik, Disertasi, PPs

    Universitas Hasanuddin, Makassar, h. 29 5 Agus Salim Andi Gadjong, loc.cit

    6 Ridwan HR, loc.cit

  • 14

    yang berlaku di Indonesia baik itu dari aparat pemerintahan maupun warga

    masyarakat biasa sehingga terdapat kepastian, keadilan, dan kemanfaatan terhadap

    peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mewujudkan suatu keadaan yang

    tertib hukum, aman dan harmonis.

    1.7.2 Teori Kewenangan

    Setiap penyelenggaraan kenegaraan maupun pemerintahan harus memiliki

    legitimasi berupa kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan

    yang berlaku. Dengan demikian maka penyelenggara negara memiliki kemampuan

    untuk melakukan tindakan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

    berlaku. Kewenangan merupakan bagian penting dari Hukum Pemerintahan

    dikarenakan pemerintah baru mampu menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara

    negara atas dasar wewenang yang diperolehnya berdasarkan peraturan perundang-

    undangan yang berlaku.

    Menurut S. Prajudi Atmosudirjo, wewenang adalah kekuasaan untuk

    melakukan suatu tindakan hukum publik.7 Sedangkan menurut S.F. Marbun

    wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang

    berlaku untuk melakukan hubungan dan perbuatan hukum.8 Dari kedua pendapat

    tersebut dapat disimpulkan secara sederhana bahwa wewenang merupakan kekuasaan

    untuk melakukan suatu tindakan menurut peraturan perundang-undangan yang

    berlaku. Menurut pendapat Donner, ada dua fungsi yang berkaitan dengan

    7 S. Prajudi Atmosudirjo, 1995, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 74

    8 SF. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia,

    Liberty, Yogyakarta, h. 154

  • 15

    kewenangan, yakni fungsi pembuatan kebijakan (policy making) yaitu kekuasaan

    yang menentukan tugas dari alat pemerintahan atau kekuasaan yang menentukan

    politik negara dan fungsi pelaksanaan kebijakan (policy exsecuty) yaitu kekuasaan

    yang bertugas untuk merealisasikan politik negara yang telah ditentukan

    (verwezeblikking van de taak).9 Secara teoritis, kewenangan bersumber dari peraturan

    perundang-undangan yang berlaku dan diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi,

    delegasi, dan mandat.

    Menurut H.D Van Wijk dan Willem Konijnebelt, atribusi (atributie

    bevoegdheid) adalah pemberian wewenang pemerintah oleh pembuat undang-undang

    kepada organ pemerintahan.10

    Jadi wewenang atribusi juga dapat dikatakan sebagai

    wewenang asli yaitu wewenang yang diperoleh pemerintah secara langsung yang

    bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudian menurut H.D

    Van Wijk dan Willem Konijnebelt delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah

    dari suatu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan yang berakar dari

    kewenangan atribusi.11

    Selanjutnya wewenang mandat (mandaat bevoegdheid) adalah

    pelimpahan wewenang yang pada umumnya dalam rutin antara bawahan dan atasan,

    kecuali secara tegas diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.12

    Secara sederhana wewenang mandat dapat diartikan sebagai pelimpahan kewenangan

    kepada bawahan yang bertujuan memberikan wewenang kepada bawahannya untuk

    9 Victor Situmorang, 1989, Dasar-Dasar Hukum Administrasi Negara, Bima Aksara, Jakarta,

    h. 30 10

    Sadjijono, 2008, Memahami Beberapa Pokok Hukum Administrasi, Laksbang Press Indo,

    Yogyakarta, h. 58 11

    Ibid 12

    Ibid

  • 16

    membuat keputusan ataupun kewenangan lainnya atas nama Badan ataupun Pejabat

    Tata Usaha Negara yang memberikan pelimpahan wewenang tersebut.

    1.7.3 Teori Penegakan Hukum

    Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau

    berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu

    lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan

    bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh

    subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh

    subjek dalam arti sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan

    semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan

    aturan normatif berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti

    sempit, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan

    hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan

    sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan

    aparatur penegak hukum diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.13

    Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu

    dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas

    dan sempit. Dalam arti luas penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan

    yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang

    hidup dalam masyarakat. Kemudian dalam arti sempit penegakan hukum itu hanya

    menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu

    13

    Jimly Asshidiqie, 2006, “Penegakan Hukum”, Journal Hukum Konstitusi, Jakarta, h. 1

  • 17

    penerjemahan perkataan „law enforcement‟ ke dalam Bahasa Indonesia dalam

    menggunakan perkataan „penegakan hukum‟ dalam arti luas dan dapat pula

    digunakan istilah „penegakan peraturan‟ dalam arti sempit.14

    Dalam penegakan hukum terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

    penegakan hukumnya. Menurut Lawrance Friedman keberhasilan dalam penegakan

    hukum ditentukan oleh substansi hukum, struktur hukum, dan kultur maupun budaya

    hukum masyarakat. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto faktor-faktor yang

    mempengaruhi penegakan hukum diantaranya adalah :

    a) Faktor hukumnya sendiri, yakni di dalam tulisan ini akan dibatasi undang-

    undang saja.

    b) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

    menerapkan hukum.

    c) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

    d) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

    diterapkan.

    e) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

    didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.

    Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan erat, oleh karena merupakan esensi

    dari penegakan hukum, juga merupakan tolok ukur daripada efektifitas penegakan

    hukum.15

    14

    Ibid, h. 2

  • 18

    1.8 Metode Penelitian

    Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah dengan mencari data suatu

    masalah. Dalam pelaksanaannya diperlukan suatu metode yang bersifat ilmiah yaitu

    metode penelitian yang sesuai dengan yang akan diteliti. Suatu metode merumuskan

    cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu

    pengetahuan yang bersangkutan. Suatu metode dipilih berdasarkan dan

    mempertimbangkan keserasian dengan objeknya serta metode yang digunakan sejalan

    dengan tujuan, sasaran variabel dan yang hendak diteliti. Sedangkan metode

    penelitian menguraikan secara teknik apa yang digunakan dalam penelitiannya.

    a. Jenis Penelitian

    Menurut Soerjono Soekanto, metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata

    cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara

    hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan

    manusia. Maka metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan

    tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian16

    .

    Seseorang diharapkan mampu untuk menemukan dan menganalisa masalah

    tertentu sehingga dapat mengungkapkan suatu kebenaran dengan menggunakan

    metode, karena metode memberikan pedoman tentang tata cara bagaimana seorang

    ilmuwan mampu untuk mempelajari, memahami, dan menganalisa permasalahan

    15

    Soerjono Soekanto, 2011, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

    Rajawali Pers, Jakarta, h. 8 16

    Soerjono Soekanto, 1994, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press,

    Jakarta, h. 13

  • 19

    yang dihadapi. Dengan demikian penelitian akan berjalan dengan baik dan lancar

    sesuai dengan rencana yang ditetapkan karena “suatu metode merupakan cara kerja

    atau tata kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu pengetahuan yang

    bersangkutan”17

    .

    Di dalam upaya mengkaji dan mencari pemecahan terhadap masalah yang

    penulis kemukakan, maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    penelitian hukum empiris, dimana pada awalnya yang akan diteliti yaitu data

    sekunder kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan

    atau masyarakat.

    b. Jenis Pendekatan

    Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum terhadap penertiban

    pedagang acung di kawasan pariwisata Kuta Kabupaten Badung, dalam hal ini

    peneliti menggunakan pendekatan perundang-undangan (the statute approach) dan

    pendekatan fakta (the fact approach). Pendekatan perundang-undangan di sini adalah

    ingin menganalisis norma-norma hukum yang ada di dalam Peraturan Daerah

    Kabupaten Badung Nomor 4 Tahun 2001 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum

    di Kabupaten Badung, sedangkan untuk pendekatan fakta, dilakukan dengan cara

    mengkaji fakta yang terjadi di lapangan, yang bertujuan untuk mendapatkan

    gambaran nyata dari fakta yang terkait dengan permasalahan yang ada.

    17

    Ibid, h. 14

  • 20

    c. Sifat Penelitian

    Sifat dari penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian deskriptif yaitu

    suatu penelitian yang berusaha untuk menggambarkan tentang keadaan dan gejala-

    gejala lainnya dengan cara mengumpulkan data, menyusun, mengklasifikasi,

    menganalisa, dan menginterpretasikan18

    .

    Penelitian Deskriptif pada penelitian ilmu hukum bertujuan untuk

    menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok

    tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, serta untuk menentukan ada

    tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lainnya dalam masyarakat.

    Dalam penelitian ini penulis akan mencoba untuk mendeskripsikan atau

    menggambarkan tentang pelaksanaan penegakan hukum dari Peraturan Daerah

    Kabupaten Badung Nomor 4 Tahun 2001 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum

    di Kabupaten Badung, menggambarkan permasalahan yang dihadapi dalam

    pelaksanaan peraturan daerah tersebut serta upaya yang dilakukan atas permasalahan

    yang muncul dalam pelaksanaannya.

    d. Data dan Sumber Data

    Secara umum jenis data yang diperlukan dalam suatu penelitian hukum adalah

    terfokuskan pada penelitian data primer dan data sekunder. Data primer yang

    dimaksud dalam penelitian ini mengkaitkan kondisi sosial dengan masalah-masalah

    hukum yang terjadi di masyarakat. Sedangkan data sekunder berupa bahan hukum

    18

    Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Diponegoro Press,

    Semarang, h.10

  • 21

    dan dokumen-dokumen hukum termasuk kasus-kasus hukum yang menjadi pijakan

    dasar peneliti dalam rangka menjawab permasalahan dan tujuan penelitiannya. Jadi

    dalam penelitian hukum empiris ini peneliti akan menggunakan dua data dan sumber

    data dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

    1) Data Primer merupakan data yang diperoleh langsung dari narasumber yang

    berhubungan dengan objek penelitian. Sedangkan sebagai sumber data primer

    dalam penelitian ini adalah semua pihak yang dapat memberikan keterangan

    secara langsung mengenai segala hal yang berkaitan dengan objek penelitian.

    Dalam penelitian yang menjadi sumber data primer adalah pihak-pihak yang

    mengetahui dan terkait dengan pelaksanaan penertiban pedagang acung di

    kawasan pariwisata Kuta Kabupaten Badung.

    2) Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari

    narasumber baik itu berasal dari dokumen, bahan pustaka, hasl-hasil

    penelitian dan lain sebagainya terutama yang berkaitan dengan penelitian.

    Yang akan menjadi sumber data dalam data sekunder adalah data-data yang

    diperoleh melalui studi pustaka, baik berupa peraturan perundang-undangan,

    buku-buku, maupun hasil-hasil penelitian yang mendukung sumber data

    primer dan tentu saja berkaitan dengan objek penelitian, yaitu pelaksanaan

    penertiban pedagang acung di kawasan pariwisata Kuta Kabupaten Badung.

    e. Teknik Pengumpulan Data

    Di dalam penelitian hukum ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan

    data yang dilakukan dengan menggunakan teknik sebagai berikut :

  • 22

    1) Teknik Wawancara

    Wawancara (interview) adalah teknik percakapan dengan maksud tertentu

    yang dilakukan oleh dua pihak, yakni pewawancara yang mengajukan

    pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban19

    . Teknik

    wawancara yang dipilih adalah dalam bentuk, “wawancara terstruktur” dan

    “wawancara tak terstruktur”. Wawancara terstruktur adalah wawancara

    dimana peneliti menetapkan sendiri masalah-masalah dan pertayaan-

    pertanyaan yang akan diajukan. Wawancara tak terstruktur adalah wawancara

    dimana peneliti mengajukan pertanyaan secara lebih bebas dan leluasa tanpa

    terikat oleh susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelunya20

    .

    2) Teknik Studi Dokumen

    Salah satu cara dalam pengumpulan data adalah dengan melakukan studi

    dokumen, berupa mempelajari buku-buku literatur, peraturan perundang-

    undangan, karya ilmiah serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan

    masalah yang diteliti atau yang sesuai dengan objek kajian. Studi literatur atau

    dokumen akan bermanfaat dalam membangun kerangka berfikir dari

    pembahasan penelitian ini. Peneliti dalam penelitian ini merupakan instrumen

    utama yang artinya peneliti sendiri yang terjun langsung ke tempat penelitian

    selaku tangan pertama dan tidak digunakan tenaga peneliti lainnya. Selain itu

    19

    Lexy J. Moleong, 1991, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosada Karya, Bandung,

    h. 135 20

    S. Nasution, 1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Reka Sarasin Press,

    Yogyakarta, h.72

  • 23

    digunakan pula instrumen pendukung lainnya yang sesuai dengan teknik

    pengumpulan data sebagaimana disebut di atas.

    Adapun instrumen pendukung yang digunakan adalah berupa pedoman

    wawancara, tape recorder, blangko hasil wawancara, serta blangko

    dokumentasi dan sebagainya. Dipilihnya berbagai jenis instrumen penelitian

    di atas didasarkan pada alasan, bahwa bentuk data atau informasi yang diteliti

    tidak dapat ditentukan lebih dahulu dan selalu berkembang sepanjang

    penelitian berlangsung21

    .

    f. Teknik Penentuan Sample Penelitian

    Teknik penentuan sample penelitian berkaitan dengan bagaimana memilih

    informan atau situasi sosial tertentu yang dapat memberikan informasi yang

    terpercaya mengenai elemen-elemen yang ada (karakteristik elemen-elemen yang

    tercakup dalam fokus atau topik penelitian)22

    . Pengambilan sample dalam penelitian

    ini menggunakan teknik non probability sampling dalam bentuk purposive sampling

    yang diikuti oleh snowball sampling23

    . Pengertian metode purposive sampling itu

    sendiri adalah pemilihan sekelompok subjek atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu

    yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat

    populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Penelitian dengan menggunakan

    purposive sampling cenderung memilih narasumber yang dianggap tahu dan dapat

    21

    Sanapiah Faesal, 1990, Penelitian Kualitatif, Dasar-Dasar dan Aplikasinya, Yayasan Asih

    Asah Asuh, Malang, h.158 22

    Ibid, h. 56 23

    B Sutopo, 1988, Suatu Pengantar Kualitatif, Dasar Teori dan Praktek, Pusat Penelitian

    UNS, Surakarta, h. 22

  • 24

    dipercaya untuk menjadi sumber data yang terjamin dan mengetahui secara

    mendalam. Pengertian metode snowball sampling, yaitu suatu metode untuk memilih

    sampel atau responden yang dipilih berdasarkan pada suatu penunjukan atau

    rekomendasi sebelumnya24

    . Berdasarkan kepada fokus kajian yang dilaksanakan

    dalam penelitian ini, maka informan yang dikaji adalah:

    1) Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Badung

    2) Camat Kecamatan Kuta

    3) Bendesa Adat se-Kecamatan Kuta

    Informan penelitian sebagaimana tersebut di atas bukanlah hal yang limitatif,

    mengingat metode snowball sampling dalam prosesnya dapat diibaratkan seperti bola

    salju yang menggelinding dan akan menjadi semakin besar, dalam hal ini berarti

    informasi yang akan diperoleh peneliti akan semakin luas.

    g. Pengolahan dan Analisis Data

    Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif. Dalam penelitian dengan

    teknik analisis kualitatif maka keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer

    maupun data sekunder akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara

    sistimatis, digolongkan dalam pola dan tema, diklasifikasikan, dihubungkan antara

    satu data dengan data yang lain, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data

    dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah

    memahami keseluruhan kualitas data. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif

    kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistimatis.

    24

    Burhan Ashshofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, PT. Rineka Cipta, Jakarta h. 89

  • 25