HALAMAN PENGAJUAN DISERTASI - Unhas
Transcript of HALAMAN PENGAJUAN DISERTASI - Unhas
HALAMAN PENGAJUAN DISERTASI
A MODEL OF SUSTAINABLE RECLAMATION AREA
ANDI YURNITA
PROGRAM STUDI : DOKTOR ILMU TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS HASANUDDIN 2017
MODEL REKLAMASI PANTAI SECARA BERKELANJUTAN KASUS : PANTAI MAKASSAR DAN PANTAI UTARA JAKARTA
DISERTASI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Doktor
Program Studi DOKTOR ILMU TEKNIK ARSITEKTUR
Disusun dan diajukan oleh:
ANDI YURNITA NOMOR POKOK P1300314004
kepada
PROGRAM PASCASARAJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2017
HALAMAN PERSETUJUAN
PROPOSAL DISERTASI
MODEL REKLAMASI PANTAI SECARA BERKELANJUTAN
Yang disusun dan diajukan oleh:
ANDI YURNITA NOMOR POKOK P1300314004
Telah dipertahankan di depan Panitia Seminar Proposal Disertasi Pada tanggal
….
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Promotor
Prof. Dr. Ir. Slamet Trisutomo, MS
Ko promotor
Mukti Ali, ST., MT.,Phd
Ko promotor
Dr. Nurjannah, M.Si., ST.
Ketua Program Studi S3 Ilmu Arsitektur,
Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. Ir. Ananto Yudono., M.Eng
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
rahmat dan hidayahNya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan
dengan baik. Berangkat dari fenomena reklamasi yang mulai marak
dilakukan di Indonesia, namun hampir seluruh reklamasi itu mempunyai
masalah. Masalah dapat terjadi bila reklamasi dilakukan tidak
memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan. Sehingga
penulis mengambil tema disertasi ”Model Reklamasi Pesisir Pantai
secara Berkelanjutan” sebagai salah syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada Program Studi Ilmu Arsitektur Sekolah Pascasarjana,
Universitas Hasanuddin Makassar.
Tujuan utama dari penulisan ini adalah merumuskan suatu model
reklamasi dengan menggunakan indeks keberlanjutan dan diharapkan
dapat menjadi alat dalam mengelola aktivitas reklamasi pantai.
Pengujian indeks keberlanjutan dilakuan di Kota Makassar dan Pantai
Utara Jakarta sedangkan model didasarkan pada respon masyarakat di
Kota Makassar.
Proses penyelesaian Disertasi ini sungguh merupakan perjuangan
bagi penulis dengan segala hambatan dan tantangan, namun karena
kesabaran dan keikhlasan dari Prof. Dr Ir. Slamet Trisutomo, MS selaku
promotor, bapak Mukti Ali, ST., MT.,PhD, dan ibu Dr. Nurjannah, ST.
M.Si., selaku kopromotor serta Prof. Dr. Ir. Ananto Yudono., M.Eng
sebagai ketua program studi yang mengarahkan dan membimbing
hingga penulisan ini dapat diselesaikan.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada, Prof. Dr. Ir. Shirly Wunas, DEA, Prof. Dr. Ir. Hazairin Zubair,
MS, Ibu Dr. Ir. Hj. Mimi Arifin, M.Si, dan Dr. Ir. H. Syarif Burhanuddin,
M.Eng, sebagai tim penguji telah meluangkan waktunya untuk memberi
nasihat, dan kritikan, demi peningkatan mutu dan bobot ilmiah dari
disertasi ini.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh dosen
pengajar pada Program Studi Doktoral Ilmu Arsitektur, Sekolah
Pascasarjana, Universitas Hasanuddin yang telah memberi ilmu yang
sangat bermanfaat selama penulis menempuh pendidikan.Semoga ilmu
yang diberikan dapat menjadi bekal yang bermanfaat dalam
melaksanakan pengabdian di masyarakat selaku aparatur negara.
Ucapan terima kasih juga penulis haturkan pada seluruh karyawan pada
Program Studi Doktoral Ilmu Arsitektur yang membantu hingga penulis
dapat mengikuti proses belajar dengan baik.
Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Rektor, Dekan
Fakultas Teknik, dan Ketua Jurusan Arsitektur, atas kesempatan dan
kemudahan untuk mengikuti pendidikan doktor.
Penghormatan dan terima kasih penulis sampaikan kepada
pimpinan kami Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan yang
memberi izin belajar serta kepada Pimpinan Ir. A. Darmawan Bintang,
DevPlg dan Ir. H. A. Bakti Haruni, CES yang telah memberi izin dan
dukungan kepada penulis walau kadang harus meninggalkan tugas
demi penyelesaian studi, juga terima kasih kepada teman di Dinas SDA,
Cipta Karya dan Tata Ruang serta Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Pertahanan terkhusus teman-teman di lingkup
Mamminasata yang tercinta.
Kepada seluruh rekan seperjuangan di Program Studi Doktoral
Ilmu Arsitektur, Pak Abhy Taridala, Pak Mursyid, Pak Bahtiar, Pak
Nasrullah serta teman-teman Angkatan II dan III, penulis sampaikan
ucapan terima kasih atas kebersamaan dan kerjasama dalam suka dan
duka sehingga dapat maju bersama menyelesaikan studi, semoga kita
semua dapat bermanfaat dalam pengabdian di masyarakat.
Disertasi ini banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak
diantaranya Pak Iksan, Pak Zul, Pak Irwan, Adik Nina, Pak Ancha, Pak
Muchlis, Pak Hafied, Andi Renald untuk itu penulis ucapkan terima kasih
yang tak terhingga. Selanjutnya disertasi ini penulis persembahkan buat
orang tua tercinta Alm H. Andi Hadrawi Ahmad, Hj. Andi Rohani, mertua
Alm. Bapak H. Idris Bausad dan Alm. Hj. Astina, juga adik-adik A.
Yudiarti, A. Awaluddin, A. Takdir Alamsyah, Fausiah Hamzah, kakak-
kakak Arfandi, Ardiansyah, Rika, Ina, Iva, Nurung atas kasih sayang dan
doa yang tak pernah putus hingga penulis dapat menyelesaikan studi
ini.
Dengan penuh rasa cinta, pengorbanan dan kesabaran dari suami
tercinta M. Armadansyah Idris, SH, anak-anak A. M. Afzal Rifat, A. Aqila
Kireyna dan A. M. Asyraf Faiq yang merelakan sebagian perhatian dan
waktu tersita saat penulis menempuh studi sehingga segala beban dan
kendala dapat dilalui, semoga menjadi sumber inspirasi untuk terus
menuntut ilmu.
Begitu banyak pengalaman dan ilmu yang didapatkan hingga
penyelesaian pendidikan pada jenjang akademik yang paling tinggi.
Semoga segala pengalaman dan tantangan dapat menjadi pelajaran
berharga yang akan membuat penulis makin rendah hati, bersyukur
serta mendekatkan diri pada Sang Pencipta Maha segala sumber ilmu
Allah SWT. Akhirnya penulis menyadari bahwa disertasi ini jauh dari
kesempurnaan, sehingga saran dan masukan akan sangat bermanfaat
demi pengembangan ilmu pengetahuan dan penerapannya di
masyarakat.
Makassar, Oktober 2017
Andi Yurnita
ABSTRAK
ANDI YURNITA. Model Reklamasi Pesisir Pantai Secara Berkelanjutan; Kasus Pantai Makassar dan Pantai Utara Jakarta (dibimbing oleh Slamet Trisutomo, Mukti Ali dan Nurjannah).
Penelitian ini bertujuan mengetahui (1) dampak perubahan penggunaan lahan dan garis pantai pada wilayah pesisir kota Makassar akibat reklamasi, (2) merumuskan indeks keberlanjutan yang dapat digunakan untuk mengukur keberlanjutan kawasan reklamasi pantai, dan (3) merumuskan model reklamasi kawasan pesisir pantai secara berkelanjutan berdasarkan indeks keberlanjutan kawasan reklamasi.
Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi penelitian yaitu pantai Kota Makassar dan Pantai Utara Jakarta, yang dimulai dari mengeksplorasi dampak perubahan lahan pada wilayah pesisir akibat reklamasi pesisir. Dilanjutkan dengan perumusan indeks keberlanjutan reklamasi (IKR) melalui Analysis Hierarchy Process (AHP) dan Expert Choices menggunakan Pair Wise. IKR kemudian diuji validasi pada dua kasus reklamasi yaitu Pantai Makassar dan Pantai Utara Jakarta dengan analisis Geographic Information System (GIS). Selanjutnya membuat model reklamasi pesisir berkelanjutan berupa model struktural hubungan variabel IKR.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan yang berindikasi perubahan garis pantai terjadi pada wilayah pesisir Makassar akibat reklamasi. Sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan yaitu merumuskan IKR sebagai alat penilaian status keberlanjutan reklamasi, dengan tiga indikator utama dari pilar fisik pembangunan berkelanjutan yaitu sumber daya pesisir, bangunan dan infrastruktur. Hasil uji validasi IKR menunjukkan nilai reklamasi di Kota Makassar sebesar 2.35 berarti berkelanjutan. Sementara Kota Jakarta mempunyai nilai keberlanjutan 1.73 berarti kurang berkelanjutan. Model reklamasi pesisir secara berkelanjutan berkaitan dengan indikator sumber daya pesisir dipengaruhi oleh keberadaan kawasan konservasi air dan ruang terbuka hijau, indikator bangunan dipengaruhi oleh kepadatan bangunan dan kawasan lindung, sementara indikator infrastruktur dipengaruhi oleh jaringan jalan utama dan jaringan jalan hunian. Seluruh indikator tersebut mempengaruhi keberlanjutan kawasan reklamasi.
ABSTRACT
ANDI YURNITA. Model of Sustainable Coastal Reclamation; cases of Makassar Waterfront Area and Jakarta Northern Coast (supervised by Slamet Trisutomo, Mukti Ali and Nurjannah).
This research aimed to find out (1) the impacts of land use changes and shoreline of coastal reclamation in Makassar city, (2) formulating a sustainability index to measure the sustainability of coastal reclamation area, and (3) formulate a model of sustainable reclamation of coastal area based on reclamation sustainability index.
This research was carried out at two locations, namely Makassar waterfront area and Jakarta Northern Coast, starting from exploring the impact of land use changes on the coastal area due to coastal reclamation. The formulation of reclamation sustainability index (IKR) applied through the Analysis Hierarchy Process (AHP) and Expert Choices using a Pair Wise. IKR then tested the validation of the two mentioned cases, Makassar waterfront area and Jakarta Northern Coast, with the analysis of the Geographic Information System (GIS). Next, A sustainable coastal reclamation model offered in the form of a structural model of variable relationships of IKR.
The results show that the land use changes influence the change of coastline and coastal area of Makassar due to reclamation. Further researches formulate IKR as assessment tools of the reclamation sustainability status, by three main indicators of physical aspect of sustainable development, namely the coastal resources, buildings and infrastructures. IKR validation test shows the value of reclamation in Makassar city is 2.35, which means sustainable. While Jakarta has a value of sustainability is 1.73, meaning less sustainable. Model of coastal reclamation with regard to indicators of coastal resources is affected by the presence of a water conservation area and open green space. An indicator of the building affected by the density of the buildings and protected areas, while indicators of infrastructure affected by major roads and roads network. The whole indicators affect sustainability of reclamation area.
DAFTAR ISI
halaman
PRAKATA ....................................................................................................
ABSTRAK ....................................................................................................
ABSTRACT .................................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
BAB I ......................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 10
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 11
D. Kegunaan Penelitian .............................................................................. 12
E. Keaslian Penelitian ................................................................................... 13
F. Ruang Lingkup/Batasan Penelitian ......................................................... 19
G. Definisi dan Istilah ..................................................................................... 20
H. Sistimatika Penulisan ............................................................................... 22
BAB II ...................................................................................................... 25
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 25
A. State of The Art ....................................................................................... 25
B. Indeks Keberlanjutan .............................................................................. 34
1. Sistem Pembangunan Berkelanjutan .......................................... 37
2. Pemilihan Indeks ............................................................................ 37
3. Analisis Multi Kriteria ..................................................................... 40
C. Sistem Informasi Geografis ................................................................... 40
D. Reklamasi .................................................................................................. 42
E. Model .......................................................................................................... 46
F. Kota Pesisir ................................................................................................. 49
G. Kerangka Konseptual ............................................................................... 53
H. Hipotesis .................................................................................................. 55
BAB III ..................................................................................................... 56
METODE PENELITIAN ........................................................................... 56
A. Rancangan Penelitian ............................................................................ 56
B. Lokasi dan Waktu ................................................................................... 59
1. Lokasi Penelitian di Kota Makassar ............................................... 59
2. Lokasi Penelitian Pantai Utara Jakarta............................................ 63
3. Waktu Penelitian ................................................................................. 67
C. Populasi dan Teknik Sampel ................................................................. 69
1. Jenis Sampel ..................................................................................... 69
2. Ukuran sampel penelitian ................................................................. 69
D. Instrumen Pengumpul Data ................................................................... 71
1. Persiapan .......................................................................................... 72
2. Pengumpulan data ........................................................................... 72
E. Definisi Operasional ............................................................................... 74
F. Variabel Penelitian .................................................................................. 75
1. Variabel perubahan fungsi lahan ...................................................... 75
2. Variabel perubahan garis pantai ..................................................... 76
3. Variabel Keberlanjutan ...................................................................... 77
G. Metode Analisis Data ............................................................................. 78
1. Analisis Dampak Reklamasi Terhadap Perubahan Penggunaan
Lahan dan Garis Pantai ......................................................................... 78
2. Analisis Perumusan Index Keberlanjutan Reklamasi .................... 81
3. Analisis Uji Validasi Indeks Keberlanjutan ...................................... 87
4. Analisis Model Reklamasi yang Berkelanjutan .............................. 93
H. Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 97
I. Kerangka Penelitian ................................................................................... 98
BAB IV .................................................................................................. 101
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 101
PENELITIAN DAMPAK REKLAMASI TERHADAP PERUBAHAN
PENGGUNAAN LAHAN DAN GARIS PANTAI DI KOTA MAKASSAR 101
A. Gambaran Fisik Kawasan Pesisir Kota Makassar ............................. 101
B. Perubahan Penggunaan Lahan antara 2001 dan 2014..................... 103
C. Perubahan Garis Pantai ........................................................................ 104
D. Hubungan Perubahan Garis Pantai dan Penggunaan Lahan .......... 106
1. Kawasan Permukiman ................................................................ 107
2. Kawasan pendidikan ....................................................................... 108
3. Kawasan peruntukan lahan kosong .............................................. 108
4. Kawasan peruntukan tambak ........................................................ 108
5. Kawasan pariwisata ........................................................................ 109
6. Daerah Air ........................................................................................ 109
BAB V ................................................................................................... 111
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 111
MEMBANGUN INDEKS KEBERLANJUTAN REKLAMASI .................. 111
A. Hasil Penilaian pada Kriteria Sumber Daya Pesisir ........................... 113
B. Hasil Penilaian Pada Kriteria Bangunan .............................................. 114
C. Hasil Penilaian Pada Kriteria Infrastruktur........................................... 115
BAB VI .................................................................................................. 118
UJI VALIDASI INDEKS KEBERLANJUTAN REKLAMASI PADA
KAWASAN REKLAMASI MENGGUNAKAN ANALISIS SPASIAL GIS;
KASUS PANTAI MAKASSAR dan PANTAI UTARA JAKARTA .......... 118
A. Pantai Makassar ..................................................................................... 118
1. Indikator Sumber Daya Pesisir .................................................... 118
2. Indeks Bangunan ............................................................................ 121
3. Indeks Infrastruktur ....................................................................... 122
BI. Menilai Keberlanjutan Reklamasi Pantai Utara Jakarta .................. 126
1. Indikator Sumber Daya Pesisir .................................................... 126
2. Indikator Bangunan ......................................................................... 129
3. Indikator Infrastruktur ...................................................................... 131
BAB VII ................................................................................................. 133
MODEL REKLAMASI PANTAI YANG BERKELANJUTAN .................. 133
A. Gambaran Responden Penelitian......................................................... 133
1. Jenis Kelamin ................................................................................... 133
2. Usia Responden ............................................................................. 134
3. Pendidikan Responden .................................................................. 136
4. Pekerjaan Responden .................................................................... 138
5. Pendapatan Responden ................................................................. 140
B. Penilaian Masyarakat terhadap Indeks Keberlanjutan ..................... 141
1. Ruang Terbuka Hijau ...................................................................... 141
2. Konservasi Air ................................................................................. 143
3. Kebutuhan Ruang .......................................................................... 145
4. Muara Sungai ................................................................................... 146
5. Kawasan Lindung ........................................................................... 148
6. Kepadatan Bangunan ..................................................................... 150
7. Infrastruktur Jalan Hunian .............................................................. 151
8. Transportasi Publik ......................................................................... 153
9. Jaringan Jalan.................................................................................. 155
C. Analisis SEM ........................................................................................... 156
5. Analisis Asumsi SEM Model 2 ....................................................... 179
D. Pembahasan ............................................................................................ 208
1. Pembahasan Hipotesis .................................................................. 208
2. Pembahasan Penelitian ................................................................ 209
BAB VIII ................................................................................................ 218
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 218
A. Kesimpulan ............................................................................................ 218
1. Simpulan Dampak Reklamasi ......................................................... 218
2. Simpulan Indeks Keberlanjutan dan Uji Validasi Indeks ............. 219
3. Simpulan Model Reklamasi yang Berkelanjutan ......................... 220
B. Kebaruan Penelitian ............................................................................. 222
C. Saran ...................................................................................................... 223
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 228
DAFTAR TABEL
1.1 Posisi dan keaslian penelitian yang pernah dilakukan di Kawasan Pantai Losari Makassar.............................................................14
2.1 Posisi penelitian terhadap teori / penelitian sebelumnya tentang Indeks Keberlanjutan …………………………………. 26
2. 2 Kategori Indeks dan Status Keberlanjutan Kota …………...... 43
2.3. Kategori Indeks dan status keberlanjutan Kota ………… 43
2.3 State of the Art dari Indeks Keberlanjutan ............................ 45
2.1 Posisi Penelitian terhadap teori sebelumnya……………........... 12
3.1 Jadwal Penelitian ………………………………..…… 21
3.1. Rencana Kegiatan Penelitian........................................ 69
3.2. Jenis Data ........................................................ 73
3.3 Defenisi Operasional ............................................................ 74
3.4. Variabel perubahan fungsi lahan ............................ 76
3.5. Variabel perubahan garis pantai .......................................... 77
3.6. Variabel Indeks Keberlanjutan ......................... 78
3. 7. Kriteria Index Keberlanjutan Reklamasi......................... 91
3.8 . Indeks Keberlanjutan ............................................................ 94
3.9. Indeks Keberlanjutan Reklamasi ................ 95
3.10. Penilaian Normalitas.................................... 99
3.11. Pengujian Univarite Outliers dengan Z-Score............ 101
3.12. Pengujian Multivariat Outliers dengan Mahalanobis Distance Squared ............................................................ 103
3.13. Kriteria Kelayakan Model(Goodness of Fit) ...................... 111
3.14. Nilai Construct Reability(CR) ............................... 112
3.15. Nilai Average Variance Extract 114
3.17. Hubungan Antara Variabel Dangan Indikator (Loading Factor) 115
3.18. Regression Weights 120
3.19. Standardized Regression Weights 121
3.20. Penilaian Normalitas 123
3.21. Pengujian Univarite Outliers dengan Z-Score 125
3.22. Pengujian Multivariat Outliers dengan Mahalanobis Distance Squared 127
3.23. Standardized Residual Covariances 126
3.24. Standardized Residual Covariances setelah Modifikasi 135
3.25. Kriteria Kelayakan Model (Goodness of Fit) 140
3.26. Nilai Construct Reability (CR) 144
3.27. Nilai Average Variance Extract 145
3.28. Nilai Discriminant Validity 146
3.29. Correlations 146
3.30. Hubungan Antara Variabel Dangan Indikator (Loading Factor) 148
3.31. Regression Weights 152
3.32. Standardized Regression Weights 152
5. 4 Kriteria yang paling penting dari indeks keberlanjutan kawasan reklamasi 183
6.3. Hasil analisis GIS sumber daya pesisir 194
6.4. Hasil Analisis Indeks Bangunan 196
6.5. Hasil Penilaian Keberlanjutan Pantai Utara Jakarta 198
7.1. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 200
7.2. Data Respopnden Berdasarkan Usia Responden. 202
7.3. Data Respopnden Berdasarkan Pendidikan Responden. 204
7.4. Data Respopnden Berdasarkan Pekerjaan Responden. 206
7.5. Data Respopnden Berdasarkan Pendapatan Responden. 207
7.6. Kondisi Ruang Terbuka Hijau Pada Kawasan Reklamasi 210
7.7. Kondisi Konservasi Air Pada Kawasan Reklamasi 211
7.8. Kondisi Kebutuhan RuangPada Kawasan Reklamasi 213
7.9. Kondisi Muara Sungai Pada Kawasan Reklamasi 215
7.10. Kondisi Kawasan Lindung Pada Kawasan Reklamasi 217
7.11. Kondisi Kepadatan Bangunan Pada Kawasan Reklamasi 219
7.12. Kondisi Infrastruktur Jalan HunianPada Kawasan Reklamasi 221
7.13. Kondisi Transportasi Publik Pada Kawasan Reklamasi 223
7.14. Kondisi Jaringan Jalan Pada Kawasan Reklamasi 225
DAFTAR GAMBAR
1.1. Kedudukan keaslian penelitian dampak reklamasi pada penelitian lainnya. 19
1. 2. Skema kedudukan reklamasi ditinjau dari beberapa sub tema 20
1. 3. Keaslian Penelitian dilihat dari posisi penelitian sebelumnya 21
2.1. Kerangka Konseptual Penelitian 55
3.1. Rancangan penelitian 62
3.2. Posisi wilayah penelitian Kota Makassar 62
3.3. Batasan wilayah pesisir pada penelitian 62
3.4 Peta Citra Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta 68
3.4. Skema tahapan penelitian dampak reklamasi terhadap
penggunaan lahan dan garis pantai. 82
3.4 Langkah Perumusan Indeks 88
3.5. Struktur hirarki analisis AHP 89
3.6. Peta Penggunaan Lahan Kawasan Penelitian 90
3.7. Skema Langkah Analisis SEM 97
3.8. Model Penelitian Structural Equation Model (SEM) 98
3.9. Model Penelitian Structural Equation Model 2 (SEM) 122
3.10. Hasil Analisis Model Penelitian 134
3.10. Pengaruh tidak langsung variabel tidak langsung variabel jaringan jalan dan infrastruktur jalan hunian terhadap ruang terbuka hijau melalui kepadatan bangunan. 157
3.11. Pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dan
Pengaruh total variabel kawasan lindung terhadap ruang
terbuka hijau melalui konservasi air. 159
3.12. Sistematika penelitian 162
3.13. Tahapan penelitian 162
4. 1. Citra tahun 2001 164
4.2. Citra tahun 2014
4.3. Perubahan fungsi lahan tahun 2001 dan 2014 dibagi perzona 166
4.1. Perubahan penggunaan lahan 167
4.4. Perubahan garis pantai 169
4.2 Perubahan Panjang Garis Pantai tahun 2001 dan 2014 170
4.3. Perubahan Garis Pantai dan Penggunaan Lahan
akibat Reklamasi 171
5.3 Indeks Keberlanjutan yang diajukan dari Aspek fisik 178
5.2. Hasil penilaian Indikator Sumber Daya pesisir 180
5. 3. Perhitungan Skala Prioritas Kritiria Bangunan 181
5.4. Penghitungan Skala Prioritas Kriteria Infrastruktur 182
6.1. Sumber Daya Pesisir di Kawasan Reklamasi Makassar 186
6.2 Peta Kondisi Pantai Kota Makassar dari Analisis Indikator Bangunan 187
6.3 Peta Kondisi Pantai Kota Makassar dari analisis Indikator Infrastruktur 189
6.1 . Indeks Keberlanjutan 191
6.2. Hasil Penilaian Kategori Reklamasi Kota Makassar 191
6.4. Persentase Penggunaan Lahan indikator sumberdaya pesisir 193
6.5. Peta Indikator Sumber Daya Pesisir 197
6.6. Peta Indikator Bangunan 197
6.7. Peta Indikator Infrastruktur 198
7.1 Distribusi Data Berdasarkan Jenis Kelamin 201
7.2. Distribusi Data Berdasarkan Usia Responden. 202
7.3. Distribusi Data Berdasarkan Pendidikan Responden. 204
7.4. Distribusi Data Berdasarkan Pekerjaan Responden. 206
7.5 Distribusi Data Berdasarkan Pendapatan Responden. 208
7.6 Kondisi Ruang Terbuka Hijau Pada Kawasan Reklamasi. 210
7.7. Kondisi Konservasi Air Pada Kawasan Reklamasi. 213
7.8 Kondisi Kebutuhan Ruang Pada Kawasan Reklamasi. 214
7.9 Kondisi Muara Sungai Pada Kawasan Reklamasi 216
7.10 Kondisi Kawasan Lindung Pada Kawasan Reklamasi 218
7.11. Kondisi Kepadatan Bangunan Pada Kawasan Reklamasi 220
7.12. Kondisi Infrastruktur Jalan HunianPada Kawasan Reklamasi 222
7.13. Kondisi Transportasi Publik Pada Kawasan Reklamasi 224
7.14 Kondisi Jaringan Jalan Pada Kawasan Reklamasi 226
7. 15 Perumusan Model Hasil Penelitian 233
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Kuesioner Penelitian Membangun Indeks Keberlanjutan
Untuk Kawasan Reklamasi Lampiran II Data Hasil Analisis Ahp
Lampiran III Kuesioner Instrumen Penelitian
Lampiran IV Lampiran Tabulasi Analisis Sem Model I
Lampiran V Deskriptif Analisa Sem Model 1
Lampiran VI Rangkuman Analisis Sem
Lampiran VII Hasil Analisa Sem Model 2
Lampiran VIII Analisis Sem Modifikasi Model 2
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lebih dari separuh jumlah penduduk dunia saat ini tinggal di daerah
perkotaan. Pertumbuhan penduduk yang tinggi, perkembangan ekonomi
yang tinggi dan kontrol laut yang tidak memadai, menyebabkan
penggunaan daerah pantai lebih sering dan intensif dalam beberapa tahun
terakhir. Namun, kurangnya perencanaan kelautan dan pesisir yang
komprehensif menyebabkan banyak konflik atas ruang serta sumber daya
laut. Sehingga diperlukan perencanaan yang baik pada kawasan pesisir
(Lee, Wu, Ho, & Liu, 2014).
Perencanaan kawasan pesisir membutuhkan konsep yang baik.
Pengembangan konsep kota tepian air merupakan cara pemecahan
masalah perkotaan yang berfokus pada masalah kultur dan budaya, yang
mempengaruhi keseimbangan antara kemajuan ekonomi dan
perlindungan alam di daerah pesisir sebagai kawasan terpadu (mixed
used). Oleh karena itu diperlukan rehabilitasi pesisir yang dapat
memperbaiki lingkungan yang sedang berkembang. Selanjutnya
perkembangan kota di pesisir dapat memberikan tekanan atau dampak,
karena merupakan daerah yang paling sering digunakan (Lo & Gunasiri,
2014). Dengan demikian perencanaan dengan konsep yang baik
diharapkan dapat mengurangi dampak pembangunan pesisir.
2
Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan ekosistem darat dan
laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut (Umum, 2007).
Pesisir dapat didefinisikan sebagai tanah atau bagian dari sebuah kota di
daerah air dan badan air yang berbatasan (Shaziman, Usman, & Tahir,
2010). Kawasan pesisir dapat juga didefinisikan sebagai ruang di mana
air (sungai, danau, laut, lautan) bertemu dengan daerah perkotaan, yang
menciptakan pertemuan ruang yang unik (Davidson, 2006). Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kawasan pesisir merupakan kawasan peralihan
yang unik.
Keunikan kawasan pesisir merupakan daya tarik untuk ditinggali.
Penduduk makin banyak tinggal di kawasan pesisir karena pertumbuhan
ekonomi yang menyebabkan pemekaran kota sehingga menjadi alasan
dilakukannya reklamasi. Kawasan reklamasi diharapkan dapat
menampung semua kegiatan yang tidak bisa difasilitasi dalam kota
(Maskur, 2008). Reklamasi merupakan proses menjadikan tanah dari
badan air seperti laut, teluk dan sungai. Proses ini telah memainkan peran
penting dalam pengembangan perkotaan pesisir di dunia, seperti Hong
Kong, Jepang, Singapura, Korea Selatan dan Belanda yang sejak lama
telah melakukan reklamasi (Liang, 2004). Singapura telah mengalami
reklamasi selama empat dekade, yang dimulai ketika pemerintah
menghadapi masalah penyediaan tanah untuk perumahan, industri dan
kota akibat peningkatan populasi hingga lebih dari empat juta (Syamsidik,
2003).
3
Demikian pula di Indonesia, reklamasi telah dilakukan sejak
beberapa tahun lalu, seperti yang terjadi di Manado reklamasi telah
mengurangi aksesibilitas publik terhadap Ruang Terbuka Hijau (RTH),
mengurangi fungsi RTH secara berkelanjutan, membatasi fleksibilitas
akses masyarakat ke RTH dan menutup RTH menjadi area pribadi-bukan
lagi domain publik (Wantouw, Antariksa, Yanuwiadi, & Tamod, 2014).
Reklamasi di Benoa Bali dianggap akan merusak habitat mangrove sekitar
pantai. Reklamasi di Pantai Utara Jakarta juga dianggap akan merusak
lingkungan. Dapat disimpulkan bahwa reklamasi telah dilakukan di banyak
negara ataupun kota di Indonesia. Namun mengapa reklamasi selalu
menjadi permasalahan di Indonesia, adalah hal yang menarik untuk
diteliti.
Pembangunan kawasan pesisir perlu memperhatikan prinsip
pembangunan berkelanjutan. Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
harus memperhitungkan dan menilai biaya investasi pembangunan
berkelanjutan dengan menghitung dan mempertimbangkan "biaya
operasional" setelah konstruksi selesai. Jane Lubchenco, Administrator
dari National Oceanic dan Atmospheric Administration (NOAA) baru-baru
ini mencatat bahwa ekosistem laut kaya akan keindahan, karunia, dan
sejarah tetapi rapuh terhadap praktek-praktek tidak berkelanjutan di tanah
dan di lautan (Craig & Ruhl, 2010). Telah banyak penelitian yang
membahas tentang pembangunan berkelanjutan pada kawasan pesisir,
namun masih terdapat kekosongan pada penelitian tentang prinsip
4
pembangunan berkelanjutan pada kawasan reklamasi, khususnya
perumusan indeks keberlanjutan kawasasan reklamasi.
Perkembangan keberlanjutan dari zona pantai tidak hanya
memenuhi meningkatnya permintaan, tetapi juga melindungi ekologi dan
lingkungan, dengan perkiraan yang cukup untuk generasi masa depan
serta akses ke makanan yang cukup aman (Yua, Xiyong Houa, & Meng
Gaoa, 2010). Perencana harus mempelajari kriteria sosial, lingkungan dan
ekonomi yang kompleks untuk mengusulkan strategi-strategi
pembangunan berkelanjutan untuk perencanaan masa depan
(Pourebrahim, Hadipour, Mokhtar , & Ibrahim, 2010), tidak hanya di zona
pesisir sebagai makro studi tetapi juga kawasan reklamasi. Oleh karena
itu, kita harus membuat penelitian untuk mengidentifikasi indeks
keberlanjutan untuk daerah reklamasi.
Konsep pembangunan berkelanjutan muncul di awal 1970-an
sebagai respon atas kekhawatiran tentang dampak lingkungan dari
pelaksanaan pembangunan. Selanjutnya oleh Paul Hawken pada tahun
1993 dalam bukunya 'The Ecology of Commerce: pernyataan
keberlanjutan, “keberlanjutan adalah sebuah usaha pada kegiatan
manusia dimana, saat kita akan meninggalkan dunia lebih baik daripada
saat kita menemukannya, mengambil tidak lebih dari yang kita butuhkan,
mencoba untuk tidak membahayakan kehidupan atau lingkungan, dan
menebusnya jika terlanjur dilakukan" (Yigitcanlar & Dizdaroglu, 2015).
5
Pada tahun 1992, konferensi PBB tentang lingkungan dan
pembangunan, juga dikenal sebagai KTT Bumi Rio. Pada Konferensi Rio
dihasilkan Agenda 21, yang menghasilkan rencana aksi komprehensif
untuk pembangunan berkelanjutan. Selain itu, konferensi juga
menyimpulkan empat perjanjian utama yaitu: (i) Deklarasi Rio tentang
lingkungan dan pembangunan yang mengacu pada prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan; (ii) Konvensi untuk pencegahan perubahan
iklim; (iii) kesepakatan untuk konservasi keanekaragaman hayati dan (iv)
pernyataan prinsip-prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan.
Kemudian pada tahun 1996, diadakan konferensi UN HABITAT II di
Istanbul. Konferensi ini menghasilkan sebuah Agenda Habitat, yang
ditandatangani oleh wakil-wakil dari 171 negara untuk menunjukkan
komitmen mereka dengan memastikan lingkungan hidup yang lebih baik
bagi warga negara mereka. Pada tahun 1997, Protokol Kyoto disepakati
pada rapat kerja PBB mengenai perubahan iklim. Protokol Kyoto adalah
kesepakatan yang berisi hukum target emisi yang mengikat negara-
negara industri. Pada tahun 2002, KTT dunia tentang pembangunan
berkelanjutan diadakan di Johannesburg. KTT dunia membahas
tantangan global dalam hal konservasi sumber daya alam yang
berkelanjutan atas konsumsi dan produksi, pemberantasan kemiskinan
dan peningkatan taraf kehidupan yang lebih sehat dan produktif. Sejak itu,
konteks pembangunan berkelanjutan di perkotaan menjadi lebih penting
(Yigitcanlar & Dizdaroglu, 2015).
6
Dari banyak penelitian di bidang pembangunan berkelanjutan,
ukuran kriteria dan jumlah indikator penelitian harus dibatasi, karena
jumlah kriteria yang terlalu besar akan membingungkan pengambil
keputusan. Tapi terlalu sedikit kriteria di sisi lain, mungkin tidak akan
cukup untuk memberikan semua informasi relevan yang diperlukan
(Pourebrahim et al., 2010). Melalui sistem evaluasi pembangunan, kita
dapat menilai apakah sebuah kota berada pada proses pembangunan
berkelanjutan atau tidak (Jia et al., 2007). Untuk mengevaluasi
keberlanjutan pembangunan suatu daerah secara objektif, kita harus
membangun suatu sistem indeks terutama untuk daerah reklamasi yang
masih agak jarang ditemukan. Namun penelitian ini hanya dibatasi pada
aspek yang akan diteliti saja yaitu pilar lingkungan atau fisik saja, aspek
ekonomi dan sosial tidak diteliti karena dianggap dapat dilakukan oleh
peneliti lain.
Pembangunan perkotaan secara besar-besaran telah terjadi dalam
dekade terakhir abad ke-20, yang mendesak untuk mencari pendekatan
baru dalam menyelesaikan masalah perkotaan. Konsentrasi penduduk di
wilayah pesisir adalah sumber masalah tambahan di perkotaan; lebih dari
360 juta orang tinggal di daerah-daerah tersebut, rentan terhadap
perubahan cuaca, bencana alam dan kenaikan muka air laut (Andrade,
2012). Reklamasi menjadi salah satu solusi untuk menyediakan lahan
untuk perumahan. Reklamasi pantai adalah sebuah praktik yang
7
menciptakan area tanah atau air dengan mengisi atau menambah ruang
pesisir dangkal (Choi, 2014).
Pembangunan berkelanjutan selanjutnya perlu semacam model
pembangunan yang ideal, sebagai salah satu masalah utama manusia
yang akan dihadapi di abad ke-21 (Jia, Haifeng, Jincheng, & Xuelin,
2007). Menurut definisi pembangunan berkelanjutan, pembangunan
berkelanjutan di zona pantai tidak hanya memenuhi meningkatnya
permintaan, tetapi juga melindungi ekologi dan lingkungan. Untuk
memberikan dasar pedoman bagi para pengambil keputusan, sangat
diperlukan menilai status pengembangan wilayah ekonomi, sumber daya
dan lingkungan secara komperehensif (Yua et al., 2010).
Sebagai hasil dari perkembangan industrialisasi dan urbanisasi,
wilayah pesisir di banyak belahan dunia menunjukkan perubahan yang
cepat selama beberapa dekade. Secara khusus, isu-isu tentang masalah
lingkungan pesisir telah membawa tantangan serius bagi pembangunan
berkelanjutan di zona pantai (Yua et al., 2010).
Perkembangan kota saat ini sangat pesat dan populasi juga
meningkat sangat tinggi di kota Makassar, mengakibatkan kebutuhan
perumahan juga meningkat. Wilayah pesisir pantai di Kota Makassar
menunjukkan perubahan yang cepat selama beberapa dekade ini,
termasuk adanya proyek reklamasi skala besar yang sementara
dilaksanakan di sepanjang garis pantai (Al-Shams1 et al.). Namun,
proyek-proyek reklamasi skala besar tersebut telah menyebabkan
8
serangkaian dampak negatif terhadap lingkungan pesisir (Al-Shams1 et
al.). Untuk memberikan petunjuk yang baik bagi para pengambil
keputusan, sangatlah penting untuk menilai status keberlanjutan reklamasi
pantai saat ini (Al-Shams1 et al.).
Namun, ditinjau dari tujuan penelitian, waktu dan kondisi yang
berbeda, maka saat ini belum ada cara penilaian keberlanjutan reklamasi
di lingkungan pantai yang menggunakan IKR. Sehingga penelitian ini
mengkhususkan tujuan untuk menilai keberlanjutan daerah reklamasi
pantai di kota Makassar dan Pantai Utara Jakarta menggunakan IKR dan
analisis oleh GIS.
Indeks keberlanjutan reklamasi yang selanjutnya disingkat IKR
adalah alat penilaian proses reklamasi pantai dalam hal pengembangan
keberlanjutannya. IKR dapat membantu dalam menetapkan
pengembangan lingkungan yang berkelanjutan dan membantu untuk
membentuk atau merevitalisasi pengembangan pesisir untuk menciptakan
lingkungan yang baik. Namun IKR pada penelitian ini hanya terdiri atas
indikator yang terkait aspek fisik lingkungan dan tidak menyertakan aspek
ekonomi dan sosial dalam bagian dari penelitian.
Selanjutnya pembangunan pada suatu kawasan membutuhkan
model sebagai acuan. Penggunaan model sebagai alat bantu dalam
proses pengambilan keputusan sudah sejak lama dikenal (Kris, 1991).
Umumnya, penggunaan lahan yang direncanakan pada tanah reklamasi
menentukan bentuk dan ukuran reklamasi (Chew and Wei, 1980; Wei and
9
Khoo, 1992). Bentuk dan ukuran reklamasi nantinya akan terdefinisikan
melalui model. Telah banyak model pengembangan kawasan pesisir,
namun masih diperlukan suatu model pelaksanaan reklamasi untuk
mengoptimalkan tujuan yang hendak dicapai yaitu reklamasi yang
berkelanjutan.
Kawasan pesisir kota pantai mengalami perkembangan pesat.
Demikian pula kawasan pesisir Makassar mengalami perkembangan
pesat, baik sebagai pusat ekonomi, budaya, pariwisata, sosial maupun
jasa, yang memiliki kepentingan ruang yang berbeda. Namun pada
perkembangannya pesisir kota Makassar tidak dapat menampung semua
aktifitas perkotaan, sehingga reklamasi dijadikan pilihan pengembangan
kota. Reklamasi di kota Makassar berkembang pesat namun tidak
memiliki pola pengembangan dan tidak didasarkan pada suatu model
reklamasi. Reklamasi tersebut juga belum memiliki rencana detail atau
rencana rinci yang legal. Sehingga keberlanjutan kawasan ini menjadi hal
yang menghawatirkan.
Wilayah pesisir adalah batas-batas yang sangat penting dalam
sistem lingkungan, tapi daerah ini berada di bawah tekanan yang telah
mengancam keberlanjutannya oleh perencanaan kebijakan yang spontan.
Pilihan pengelolaan pembangunan telah difokuskan pada produksi,
ekonomi dan manusia dibandingkan keberlanjutan manfaat dari alam
(Pourebrahim et al., 2010). Reklamasi laut telah menyebabkan masalah
lingkungan dan ekologi dengan pesatnya pembangunan ekonomi nasional
10
(Li, 2014). Kemampuan untuk mengatur kinerja keberlanjutan lingkungan
alami, berdasarkan kriteria yang terukur pada berbagai skala waktu dan
tempat adalah sangat penting yaitu untuk pembangunan perkotaan yang
berkelanjutan (Pakzad & Osmond, 2016).
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini akan merumuskan
indeks keberlanjutan khusus untuk kawasan reklamasi yang berorientasi
hanya pada aspek fisik lingkungan saja dan tidak membahas pilar
keberlanjutan lainnya yaitu sosial ekonomi kemudian dilanjutkan membuat
model reklamasi berdasarkan indeks keberlanjutan reklamasi (IKR).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dapat dikatakan bahwa
reklamasi merupakan salah satu jawaban dari tuntutan pengembangan
wilayah perkotaan yang telah dilakukan di seluruh dunia dan banyak yang
sukses namun reklamasi di Indonesia masih kadang bermasalah.
Permasalahan dapat timbul bila reklamasi dilakukan dengan tidak
memperhatikan keseimbangan tuntutan perkembangan penduduk
terhadap lahan dan terbatasnya lahan yang dapat disiapkan. Sehingga
diperlukan suatu pendekatan yang mampu menyelesaikan masalah
dengan reklamasi namun dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip
keberlanjutan utamanya terkait dengan aspek fisik.
Penelitian dimulai dengan melihat dampak reklamasi terhadap
perubahan penggunaan lahan dan garis pantai. Setelah melihat bahwa
11
ternyata benar terjadi perubahan besar setelah dilakukannya reklamasi
pada kawasan sekitarnya, yang dikhawatirkan akan berdampak pada
keberlanjutan lingkungan maka perlu dilanjutkan dengan penelitian
perumusan indeks keberlanjutan khusus kawasan reklamasi. Penelitian
tentang perumusan indeks keberlanjutan kawasan pesisir sudah banyak
dilakukan. Namun indeks keberlanjutan kawasan reklamasi masih langka,
demikian pula telah banyak model yang diciptakan untuk menggambarkan
keterkaitan keberlanjutan pada kawasan pesisir, namun kelangkaan masih
terjadi pada model reklamasi pantai.
Sehingga kekosongan penelitian tersebut akan diisi oleh rumusan
masalah:
1. Bagaimana dampak perubahan penggunaan lahan dan garis pantai
pada kawasan pesisir kota Makassar akibat reklamasi?
2. Bagaimana indeks keberlanjutan yang dapat digunakan untuk
mengukur keberlanjutan kawasan reklamasi pantai?
3. Bagaimana merumuskan model reklamasi yang tepat untuk kawasan
pesisir pantai secara berkelanjutan berdasarkan indeks keberlanjutan
kawasan reklamasi?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menemukan dan merumuskan model yang
menjelaskan mulai dari kecenderungan reklamasi mempunyai dampak,
kemudian merumuskan indeks keberlanjutan agar reklamasi dapat
12
dilakukan secara berkelanjutan dan merumuskan model pelaksanaan
reklamasi yang berkelanjutan sehingga dampak terhadap kondisi fisik
kawasan pesisir dapat diminimalisasi, melalui:
1. Mengeksplorasi perubahan penggunaan lahan dan garis pantai pada
kawasan pesisir kota Makassar akibat reklamasi.
2. Merumuskan indeks keberlanjutan yang dapat digunakan untuk
mengukur keberlanjutan kawasan reklamasi pantai.
3. Merumuskan model reklamasi yang tepat untuk kawasan pesisir
pantai secara berkelanjutan berdasarkan indeks keberlanjutan
kawasan reklamasi.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan,
baik secara teoritis maupun kebijakan, sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis penelitian ini adalah sebagai upaya pengembangan ilmu
pengetahuan yaitu membuat kebaruan pendekatan dalam merumuskan
model keberlanjutan kawasan reklamasi berdasarkan IKR.
2. Manfaat Kebijakan
Menjadi alat bantu pengambilan keputusan pemerintah bagi
pelaksanaan pembangunan kawasan reklamasi pesisir secara
berkelanjutan.
13
Memberikan perlindungan bagi masyarakat dari dampak
pelaksanaan reklamasi.
E. Keaslian Penelitian
Keaslian penelitian ini digambarkan bahwa telah banyak penelitian
sebelumnya yang meneliti tentang dampak reklamasi dan indeks
keberlanjutan tetapi penelitian tentang indeks keberlanjutan khusus
kawasan reklamasi masih langka sehingga kebaruan penelitian ini adalah
merumuskan indeks keberlanjutan reklamasi pada kawasan pesisir.
Selanjutnya telah banyak model pengembangan kawasan pesisir, namun
belum ada model yang khusus membuat model reklamasi berdasarkan
indeks keberlanjutan reklamasi, sehingga kebaruan lainnya dari penelitian
ini adalah perumusan model reklamasi berdasarkan indeks keberlanjutan
kawasan reklamasi pesisir.
Dari beberapa penelitian pada table 1.1, diketahui bahwa pada
kawasan pesisir kota Makassar telah dilakukan beberapa penelitian.
Penelitian Rohaya Langkoke & Febriwandy T.R. pada tahun 2012 yang
berjudul Pengaruh hidrodinamika terhadap ketidakstabilan lereng pantai di
sepanjang jalan penghibur pantai losari kota Makassar mempunyai tujuan
penelitian untuk mengetahui hubungan hidrodinamika dan ketidakstabilan
lereng pantai oleh proses-proses pantai, mengidentifikasi tipe gerakan
tanah di Jalan Penghibur Pantai Losasi (Al-Shams1 et al.)
14
Tabel 1.1. Posisi dan keaslian penelitian yang pernah dilakukan di Kawasan Pantai Losari Kota Makassar
Sumber : penulis 2015
Adapun metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah pada
pengumpulan data sekunder hidrodinamika pantai, pengumpulan data
15
lapangan secara deskriptif indikasi ketidakstabilan lereng pantai. Analisis
yang digunakan berdasarkan kajian geodinamika pantai. Hasil penelitian
ketidakstabilan lereng pantai di Kawasan Pantai Losari dibagi tiga yaitu;
Anjungan Metro (Stabil), Anjungan Toraja-Mandar (Tidak Stabil), dan
Anjungan Bugis-Makassar (Sangat Tidak Stabil) dan pengaruh
hidrodinamika terhadap perubahan morfodinamika terutama terindikasi
pada Anjungan Bugis-Makassar atau Anjungan Losari. Penurunan tanah
antara 10 – 50 Cm dan perubahan lereng pantai antara 3º sampai 7º.
Penelitian ini tidak membahas dampak reklamasi pada perubahan
penggunaan lahan.
Penelitian lainnya adalah Akhiruddin Marrung Jaya, Ambo Tuwo ,
dan Mahatma pada tahun 2012, kajian kondisi lingkungan dan perubahan
sosial ekonomi reklamasi Pantai losari dan Tanjung bunga. Hasil
penelitian menunjukkan perubahan lingkungan terutama kategori baku
mutu perairan di Pantai Losari telah melampaui standar baku untuk air laut
tercemar setelah reklamasi Pantai Losari. Tidak ada perubahan pada
kondisi sosial ekonomi berupa pendapatan masyarakat, tetapi berdampak
positif pada harga tanah yang semakin meningkat. Penelitian ini pun tidak
membahas tentang dampak reklamasi terhadap perubahan penggunaan
lahan dan garis pantai, serta tidak membahas tentang model reklamasi.
Selanjutnya pada tahun 2013, Suhayati, Syamsul Bachri, Farida
Patittingi dengan judul penelitian aspek hukum kebijakan pemanfatan
tanah hasil reklamasi pantai losari di kota Makassar, penelitian ini
16
bertujuan menjelaskan pemanfaatan tanah hasil reklamasi di Pantai Losari
Kota Makassar, serta mengetahui prospek pemberian hak atas tanah hasil
reklamasi Pantai Losari. Tipe penelitian adalah sosio-yuridis dan bersifat
deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewenangan
pemerintah daerah kota Makassar yang menempatkan reklamasi pantai
sebagai salah satu rencana perda tata ruang kota terhadap pendelegasian
tidak terkoordinasi dengan baik, seperti koordinasi kelembagaan terhadap
perizinan reklamasi tidak berjalan sebagaimana yang telah diatur oleh
peraturan perundang-undangan.
Pada tahun 2010, Manara T., Ratna Mutu Manikam dengan judul
penelitian dampak reklamasi pantai untuk pembangunan Jalan Metro
Tanjung Bunga terhadap kondisi lingkungan di Teluk Lokasi Kota
Makassar, yang bertujuan mengkaji dampak reklamasi pantai untuk
pembangunan Jalan Metro Tanjung Bunga di Teluk Losari Makassar
terhadap kondisi hidro-oseanografi, kondisi biotik perairan dan persepsi
masyarakat terhadap dampak reklamasi pantai. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dampak yang ditimbulkan oleh reklamasi pantai
terhadap kondisi hidro-oseanografi adalah terjadinya pendangkalan di
laguna, perbedaan tunggang pasut dan perbedaan tipe pasut di laguna
dan teluk. Di laguna tidak ada lagi gelombang dan arus semakin lambat,
serta penurunan kualitas air laut. Dampak pada lingkungan biotik adalah
terjadinya penurunan jenis ikan di laguna. Dampak positif yang dirasakan
oleh penduduk sekitar laguna adalah air pasang dan gelombang tidak lagi
17
masuk ke pemukiman penduduk, sedangkan dampak negatif yang
dirasakan adalah penurunan tingkat penghasilan penduduk. Seluruh
dampak yang diteliti lebih fokus pada kondisi air pada kawasan pantai
losari. Sedangkan penelitian yang dilakukan pada tulisan ini adalah
menilai dampak reklamasi pada penggunaan lahan dan garis pantai, juga
perumusan indeks keberlanjutan yang menjadi bahan pembuatan model
reklamasi. Sebagian besar penelitian dampak reklamasi terhadap kondisi
baik fisik lingkungan, sosial, ekonomi, namun belum membuat
modelreklamasi berdasarkan indeks keberlanjutan.
Posisi penelitian dampak reklamasi pada penelitian sebelumnya
dapat dilihat pada Gambar 1.1.
18
Berdasarkan pemikiran tersebut diatas, maka kebaruan dari
penelitian ini adalah:
1. Mengembangkan konsep Manara, 2010 tentang dampak reklamasi
pantai untuk pembangunan Jalan Metro Tanjung Bunga terhadap
kondisi lingkungan di Teluk Lokasi Kota Makassar, namun spesifik
pada perubahan yang ada di daratan yakni penggunaan lahan dan
garis pantai serta hubungan dari keduanya.
2. Membangun rumusan indeks keberlanjutan menggunakan AHP dan
Expert Choices sebagai pengembangan dari konsep yang
dikembangkan pada penelitian Penilaian Kesesuaian Reklamasi Pantai
berdasarkan fuzzy-AHP comprehensive evaluation framework: studi
19
kasus Lianyungang, China, namun menambahkan dengan indikator
keberlanjutan segi fisik yaitu bangunan dan infrastruktur dan tidak
menggunakan aspek sosial dan ekonomi.
3. Model ini merupakan pengembangan dari penelitian Azwar (2013) yang
merumuskan model penyediaan infrastruktur saja pada kawasan
reklamasi Jakarta namun penelitian disertasi ini pada pengembangan
model kawasan reklamasi. Peneltiian ini menghasilkan model struktural
yang menggambarkan hubungan atau relasi antar beberapa variabel
yang dianggap penting dan saling terkait, yang diharapkan dapat
diimplementasikan dan direplikasikan untuk kota-kota di Indonesia
yang mempunyai karakteristik sama dengan wilayah kasus.
F. Ruang Lingkup/Batasan Penelitian
Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan
ruang lingkup atau batasan penelitian:
1. Isu reklamasi merupakan fenomena yang sedang marak dilakukan di
Indonesia, namun sebagian besar mempunyai masalah sehingga
menarik untuk diangkat sebagai tema penelitian.
2. Reklamasi merupakan bagian dari urban sprawl di kawasan pesisir
sebagai jawaban atas keterbatasan lahan perkotaan akibat
meningkatnya jumlah penduduk sehingga cukup penting dan
mendesak untuk diselidiki.
3. Variabel-variabel yang dipakai menggunakan aspek fisik sebagai dasar
dalam menilai keberlanjutan kawasan cenderung dapat dianalisis dan
diuji berdasarkan data-data yang cukup mudah diperoleh dari hasil
observasi lapangan dan data sekunder.
4. Model reklamasi pesisir secara berkelanjutan yang dihasilkan dapat
diaplikasikan oleh pihak pemerintah daerah dalam upaya menciptakan
20
kawasan reklamasi yang memperhatikan keberlanjutan lingkungan
pesisir.
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada:
1. Pemilihan wilayah studi kasus mengambil dua kota sebagai pilihan uji
validasi yaitu Kota Makassar dan Kota Jakarta, tidak termasuk pulau-
pulau kecil. Pemilihan kedua kota tersebut mungkin belum dapat
mewakili karakteristik kawasan reklamasi di Indonesia, namun
diharapkan dapat memberi informasi pelaksanaan reklamasi di
Indonesia.
2. Pemilihan IKR dibatasi pada aspek fisik saja, karena dari penelitian
sebelumnya nampak bahwa aspek fisik merupakan pondasi dan
indikator paling berpengaruh pada status keberlanjutan kawasan.
Penelitian ini tidak memasukkan aspek sosial dan ekonomi, karena
dianggap dapat dilanjutkan oleh peneliti berikutnya.
3. Pemilihan parameter penelitian dibatasi pada 3 (tiga) indikator utama
yaitu indikator sumber daya pesisir, indikator bangunan dan indikator
infrastruktur, yang merupakan bagian dari pilar fisik lingkungan.
Pemilihan tersebut berdasarkan hasil dari Analytic Hierachy Process
(AHP) dan tidak memasukkan aspek lainnya misalnya topografi, jenis
pantai atau lainnya. Model ini diteliti di Kota Makassar yang
kelandaiannya relatif datar, tidak memasukkan faktor topografi
sebagai salah satu variabel yang diukur, yang dapat ditindaklanjuti
oleh peneliti selanjutnya.
G. Definisi dan Istilah
Reklamasi : Penimbunan dan pengeringan wilayah perairan .(Kamus Penataan Ruang, 2009), yang dimaksud reklamasi pada penelitian ini adalah penimbunan pada wilayah perairan baik yang ada di daratan maupun dilaut.
Reklamasi pantai
: Penimbunan dan pengeringan perairan laut di tepi pantai untuk dimanfaatkan menjadi kawasan budidaya (Kamus Penataan Ruang, 2009)
Indeks : Rasio antara dua unsur kebahasaan tertentu yang mungkin menjadi ukuran suatu ciri tertentu; penunjuk; (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Keberlanjutan : kemampuan untuk bertahan. Sustainaibility berasal dari akar kata bahasa latin yaitu sustinere, yang terdiri dari kata tenere yang berarti memegang dan sus yang berarti naik. Gabungan kedua kata ini membentuk makna utama “menjaga”, “dukungan” atau, “bertahan”. (Arifin, 2013)
21
Kota : Daerah pemusatan penduduk dengan kepadatan tinggi serta fasilitas modern dan sebagian besar penduduknya bekerja di luar pertanian; cenderung berpola hubungan rasional, ekonomi, dan individualistis.(Kamus Penataan Ruang, 2009)
Kota berkelanjutan
: Kota yang mampu memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengabaikan kebutuhan generasi mendatang sebagai suatu interaksi antara sistem biologis dan sumber daya, dengan sistem ekonomi dan sistem sosial.(Kamus Penataan Ruang, 2009)
Lingkungan hidup
: Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusi dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. (UU No. 32 Tahun 2009)
Model : Suatu bentuk yang dibuat untuk menirukan suatu gejala atau struktur atau sistem atau gambaran (abstraksi) suatu sistem. (Soesilo, 2007)
Pembangunan berkelanjutan
: Proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, dan masyarakat) yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi yang akan datang. (WCED, Our Common Future, 1987)
Urban Sprawl : Perkembangan permukiman yang tidak terkontrol dari sebuah kota yang mengambil wilayah perdesaan atau di sekitarnya. (Kamus Penataan Ruang, 2009)
Sumber Daya : Unsur lingkungan hidup, terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam, baik hayati maupun non-hayati, dan sumber daya buatan . (Kamus Penataan Ruang, 2009), dalam penelitian ini berupa kawasan konservasi air, kawasan lindung dan kawasan
Pesisir : Daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil), yang dimaksud pesisir pada penelitian ini adalah pesisir pantai kota Makassar yang dibatasi oleh Peraturan Gubernur Nomor 17 tahun 2013 tentang Kawasan Global Bisnis Terpadu seluas 1000 Ha.
Bangunan : Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan dalam suatu lingkungan seara tetap, sebagian atau seluruhnya di atas atau di bawah permukaan tanah dan/atau perairan, berupa bangunan gedung dan/atau bukan gedung, digunakan atau dimaksudkan untuk menunjang atau mewadahi suatu penggunaan atau kegiatan manusia (building) . (Kamus Penataan Ruang, 2009)
Infrastruktur : Sarana dan prasarana (Kamus Besar Bahasa Indonesia), yang dalam penelitian ini berupa jalan utama, jalur transportasi umum dan jalur jalan dalam kawasan reklamasi.
Ruang terbuka hijau
: Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang)
Analytic Hierarchy Process (AHP)
Alat analisis yang memungkinkan individu untuk secara eksplisit merangking peringkat kriteria tangible maupun kriteria intangible terhadap satu sama lain untuk memilih prioritas, yang terdiri atas tingkat pertama merupakan tujuan utama masalah , tingkat menengah yaitu kriteria dan tingkat ketiga adalah alternatif
22
H. Sistimatika Penulisan
Kerangka penulisan akan memperjelas proses dan metode
penelitian. Langkah-langkah penelitian disusun secara teratur dan
sistematis untuk memudahkan jalannya penelitian baik penelitian yang
bersifat literatur, peninjauan lapangan, pengumpulan data, analisis data.
Analisis indeks keberlanjutan dari beberapa penelitian sebelumnya
kemudian menguji indeks tersebut pada kawasan pantai kota Makassar
dan Pantai Utara Jakarta, hingga merumuskan model reklamasi berdasar
indeks keberlanjutan yang dihasilkan.
Penelitian ini dilakukan secara bertahap yang disusun sebagai sub-
sub tema penelitian, yaitu berupa:
Bab I. Pendahuluan, terdiri atas latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, keaslian penelitia, ruang
lingkup, definisi dan istilah serta kerangka penelitian.
Bab II. Tinjauan Pustaka, berisi tinjauan terhadap hasil penelitian
sebelumnya yang terkait dengan fokus penelitian. Tinjauan atas
pemecahan masalah (Lan Feng, Zhu, & Sun, 2014 )
Expert Choices Suatu alat pengambilan keputusan yang didasarkan pada pengambilan keputusan (Wikipedia, the free encyclopedia)
Structural equation modeling (SEM)
Termasuk satu set beragam model-model matematik, komputer algoritma dan metode statistik yang cocok Jaringan konstruksi data.
Geografis Information System (GIS)
Sistem komputer untuk menangkap, menyimpan, memeriksa, dan menampilkan data terkait dengan posisi pada permukaan bumi. GIS dapat menunjukkan berbagai jenis data pada satu peta, seperti jalan, bangunan, dan vegetasi. Hal ini memungkinkan orang untuk lebih mudah melihat, menganalisis, dan memahami pola-pola dan hubungan (http://www.nationalgeographic.org/static/images/logos/ngslogo-inline-black.min.e2d7690b5e79.svg)
23
hasil-hasil penelitian mencakup sustansi topik, temuan dan
metode yang digunakan, sebagai bahan dalam merumuskan
hipotesis dan acuan pengumpulan dan analisis data.
Bab III. Metode Penelitian berisi pendekatan dan jenis penelitian yang
diuraikan dalam rancangan penelitian, lokasi, waktu penelitian,
populasi, sampel, instrumen pengumpulan data, uraian analisis
data dari empat tahapan penelitian dan definisi operasional serta
variabel penelitian.
Bab IV. Hasil penelitian dampak reklamasi terhadap perubahan
penggunaan lahan dan garis pantai di Kota Makassar, hasil
penelitian ini merupakan bahan seminar nasional I dan II.
Bab V. Hasil penelitian membangun indeks keberlanjutan kawasan
reklamasi pantai, penelitian ini dilakukan melalui studi literatur
yang mengeksplorasi indeks keberlanjutan kota pantai dari
literatur atau teori sebelumnya dan dianalisis melalui metode
Analytic Hierarchy Process (AHP) dan expert choices, hasil
tulisan ini dipublikasi pada seminar internasional I.
Bab VI. Uji validasi indeks keberlanjutan pada kawasan reklamasi pantai
kota Makassar dan Pantai Utara Jakarta menggunakan analisis
Sistem Informasi Geografis (GIS) (Appeaning Addo, Larbi,
Amisigo, & Ofori-Danson) dan Indeks Keberlanjutan Reklamasi
(IKR) yang telah dihasilkan sebelumnya melalui AHP. Uji validasi
di Kota Makassar telah dipublikasikan di seminar internasional II
24
dan uji validasi kota Jakarta dipublikasikan melalui jurnal
internasional I.
Bab VII. Hasil penelitian perumusan model reklamasi yang berkelanjutan
berdasarkan Indeks Keberlanjutan Reklamasi (IKR) yang
dibangun berdasarkan struktur model sebagaimana hubungan
antar variabel dengan indeks keberlanjutan yang disajikan dalam
bentuk hubungan sebab-akibat. Analisis yang digunakan dengan
Struktural Equation Model (SEM) (Laras et al., 2011), selanjutnya
model tersebut diuji kelayakannya dan disempurnakan, hasil
penelitian ini dipublikasi pada jurnal internasional II.
Bab VIII. Kesimpulan, yang berisi simpulan-simpulan masing-masing
penelitian dan kontribusi penelitian ini terhadap ilmu pengetahuan
dan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.
25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. State of The Art
Pada bagian ini akan dijelaskan posisi penelitian terhadap teori
atau penelitian sebelumnya yang membahas tentang indeks keberlanjutan
dan model, dan reklamasi pada kawasan pesisir, seperti yang tercantum
pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Posisi penelitian terhadap teori / penelitian sebelumnya tentang
Indeks Keberlanjutan
No. Peneliti Judul Tujuan Metodologi Variabel Index
1 Sylvira A. Azwar, Emirhadi Suganda, Prijono Tjiptoherijanto, Henita Rahmayanti
Model infrastruktur perkotaan yang berkelanjutan di reklamasi pantai utara Jakarta
untuk meneliti konsep tentang infrastruktur perkotaan yang berkelanjutan di reklamasi pantai utara Jakarta yang merupakan pendekatan yang mengintegrasikan komponen pembangunan perkotaan masyarakat ibukota, yaitu kebutuhan infrastruktur kota dan komponen ekologis kota
Konsep infrastruktur perkotaan untuk mendukung keberkelanjutan reklamasi pantai utara Jakarta yang diajukan dalam studi ini adalah pendekatan yang mengintegrasikan komponen pembangunan perkotaan masyarakat ibukota, yaitu infrastruktur kebutuhan kota dan komponen ekologis kota.
Penggunaan tanah transportasi bangunan Ruang terbuka Jaringan infrastruktur energi
2 Feng Li , Xusheng Liu, Dan Hu, RusongWang,Wenrui Yanga, Dong Li , Dan Zhao
Pengukuran indikator dan pendekatan evaluasi untuk menilai pembangunan perkotaan: studi kasus Cina Jining City
Untuk mengembangkan seperangkat indikator yang lebih komprehensif dan mengedepankan metode evaluasi baru untuk pembangunan perkotaan yang berkelanjutan, dan penulis menggambarkan bagaimana indikator dan
Indikator pembangunan perkotaan yang berkelanjutan harus mewujudkan keadaan, proses dan kekuatan dari sebuah kemajuan kota dan harus mencerminkan status pembangunan ekonomi saat ini, lingkungan dan ekologi dan sosial perkotaan.
Efisiensi pertumbuhan dan efisinesi ekonomi Konstruksi infrastruktur ramah lingkungan Perlindungan lingkungan Tingkat social dan kesejahteraan
26
metode ini dapat digunakan melalui studi kasus Jianing kota di Provinsi Shandong, Cina.
3 ZHOU Jia, XIAO Haifeng, SHANG Jincheng, ZHANG Xuelin
Sistem penilaian pembangunan berkelanjutan di Suihua kota, Cina
Mengevaluasi keberlanjutan pembangunan kota Suihua Provinsi eilongjiang di Cina dari aspek ekonomi, masyarakat, populasi, sumber daya dan lingkungan.
Komponen analisis (PCA) digunakan untuk mengurangi dimensi dan menyederhanakan indeks asli dari 12 indeks. Menilai metode hirarki dan evaluasi kriteria berganda terpadu, yang digunakan untuk menilai sistem pembangunan berkelanjutan di kota Suihua. Kemudian, bobot indeks dicapai oleh metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Selain itu, tingkat pembangunan perkotaan komprehensif, dianalisis.
Ekonomi GDP (100 million yuan (RMB)) GDP per kapita (yuan), dll Sosial Jumlah tenaga kerja (10 thousand persons) Penghasilan bersih tahunan per kapita penduduk pedesaan (yuan) etc Lingkungan Volume total emisi gas limbah industri (100 juta m3) Limbah gas emisi per nilai output industri 10000 yuan (10 ribu m3) dll Populasi Total populasi (10000 persons) Laju pertumbuhan tahunan (%)Etc Sumber daya Per kapita cakupan tanah (ha) Konsumsi energi etc
4 Chengdong Wang , Yutao Wang*, Yong Geng , Renqing Wang , Junying Zhang
Mengukur keberlanjutan regional dengan pendekatan sosial-ekonomi-alam terpadu: studi kasus dari wilayah Delta Sungai Cina
Untuk memberikan standar referensi untuk mengukur keberlanjutan regional\
Menggunakan teknologi GIS,
Sosial subsistem energi Energy Per capita Pemberdayaan penduduk Subsistem ekonomi energi Penggunaan bahan bakar per orang Rasio listrik untuk total energi Energy/dollar ratio Rasio investasi energi Natural subsystem energy
27
5 Liangju Yua, Xiyong Hou, Meng Gao, Ping Shi
Penilaian pembangunan berkelanjutan zona pantai: studi kasus Yantai, China
Memperkenalkan penilaian kemajuan pembangunan pesisir, yang dirancang dengan indikator yang mewakili lingkungan subsistem (ENS), sosial subsistem (SOS), dan ekonomi subsistem (ECS).
metode ini menganalisis perkembangan regional Yantai sebagai kasus selama satu dekade (1998 – 2007
Kepadatan penduduk Jumlah peneliti Proporsi penelitian dan GDP Tingkat kontribusi ilmu pengetahuan dan teknologi dll
6 Xionghe Qin , Caizhi Sun, Wei Zou
Model kuantitatif untuk menilai sistem manusia-ocean pembangunan berkelanjutan di kota-kota pantai: perspektif metabolik-daur ulang di Bohai laut cincin Area, Cina
Untuk mendapatkan visualisasi dari dimensi HOSSD bagaimana ini berbeda dari kota ke kota, memberikan wawasan penting ke dalam jangka pendek dan jangka panjang kebijakan yang dapat membantu meningkatkan keberlanjutan pada suatu lokasi tertentu
Makalah ini memperkenalkan model kuantitatif untuk menilai sistem manusia-ocean pembangunan (HOSSD).
Sosio-ekonomi Kecerdasan lokasi ekonomi Kelautan Laut produk Bruto per kapita Kepadatan ekonomi zona pantai Etc . Sumber daya-lingkungan Daerah budidaya perikanan laut etc Subsistem metabolik Tingkat relatif eksploitasi sumber daya laut Proporsi dana R&D untuk GDP etc
7 Sharareh Pourebrahim , Mehrdad Hadipour , Mazlin Bin Mokhtar , Mohd Ibrahim Hj Mohamed
Proses jaringan Analytic kriteria pemilihan dalam perencanaan penggunaan tanah pesisir yang berkelanjutan
Untuk menunjukkan metode inovatif yang dapat diandalkan untuk identifikasi kriteria dan indikator dengan menggunakan teknik multi kriteria, terutama analitik jaringan proses (ANP).
Kerangka proses jaringan analytic Tahap pertama ANP adalah untuk membandingkan kriteria di seluruh sistem untuk membentuk supermatrix
Lingkungan
Akses ke jalan utama
Jalan Ekonomi Sosial
Jumlah penghuni tinggal di daerah pantai
Tingkat pertumbuhan penduduk
Kepadatan penduduk
Penelitian yang dilakukan oleh Sylvira A. Azwar, Emirhadi
Suganda, Prijono Tjiptoherijanto, Henita Rahmayanti dengan judul Model
28
infrastruktur perkotaan yang berkelanjutan di reklamasi pantai utara
Jakarta, bertujuan untuk meneliti konsep tentang infrastruktur perkotaan
yang berkelanjutan di reklamasi pantai utara Jakarta yang merupakan
pendekatan yang mengintegrasikan komponen pembangunan perkotaan
masyarakat ibukota, yaitu kebutuhan infrastruktur kota dan komponen
ekologis kota. Adapun metodologi yang dilakukan adalah pendekatan
dengan mengintegrasikan komponen pembangunan perkotaan
masyarakat ibukota, yaitu infrastruktur kebutuhan kota dan komponen
ekologis kota, dengan variabel indeks: penggunaan tanah, transportasi,
bangunan, ruang terbuka, jaringan infrastruktur dan energi. Namun pada
penelitian tersebut hanya berfokus pada model infrastruktur pada
kawasan reklamasi tidak pada model reklamasi itu sendiri.
Selanjutnya pada penelitian Feng Li , Xusheng Liu, Dan Hu,
Rusong Wang, Wenrui Yanga, Dong Li , dan Zhao dengan judul
Pengukuran indikator dan pendekatan evaluasi untuk menilai
pembangunan perkotaan: studi kasus Cina Jining City mempunyai tujuan
untuk mengembangkan seperangkat indikator yang lebih komprehensif
dan mengedepankan metode evaluasi baru untuk pembangunan
perkotaan yang berkelanjutan, dan penulis menggambarkan bagaimana
indikator dan metode ini dapat digunakan melalui studi kasus Jianing kota
di Provinsi Shandong, Cina. Selanjutnya pada penelitian dilakukan
pendekatan metodologi yang menjadikan indikator pembangunan
perkotaan yang berkelanjutan harus mewujudkan keadaan, proses dan
29
kekuatan dari sebuah kemajuan kota dan harus mencerminkan status
pembangunan ekonomi saat ini, lingkungan dan ekologi dan sosial
perkotaan. Penelitian ini merumuskan indikator dan metode evaluasi
keberlanjutan pembangunan perkotaan, namun tidak fokus pada kawasan
reklamasi.
Penelitian yang dilakukan oleh ZHOU Jia, XIAO Haifeng, SHANG
Jincheng, ZHANG Xuelin dengan judul Sistem penilaian pembangunan
berkelanjutan di Suihua kota, Cina mempunyai tujuan penelitian untuk
mengevaluasi keberlanjutan pembangunan kota Suihua Provinsi
eilongjiang di Cina dari aspek ekonomi, masyarakat, populasi, sumber
daya dan lingkungan. Sedangkan metodologi yang dilakukan adalah
komponen analisis (PCA) digunakan untuk mengurangi dimensi dan
menyederhanakan indeks asli dari 12 indeks, kemudian menilai metode
hirarki dan evaluasi kriteria berganda terpadu, yang digunakan untuk
menilai sistem pembangunan berkelanjutan di kota Suihua. Selanjutnya
bobot indeks dicapai oleh metode Analytic Hierarchy Process (AHP).
Selain itu, tingkat pembangunan perkotaan komprehensif, dianalisis.
Adapun variable indeksnya antara lain dari aspek Ekonomi; GDP (100
million yuan (RMB)), GDP per kapita (yuan), dll. Dari aspek Sosial; Jumlah
tenaga kerja (10 thousand persons), Penghasilan bersih tahunan per
kapita penduduk pedesaan (yuan), etc. dari aspek Lingkungan; Volume
total emisi gas limbah industri (100 juta m3), Limbah gas emisi per nilai
output industri 10000 yuan (10 ribu m3) dll. Dan aspek populasi; Total
30
populasi (10000 persons), Laju pertumbuhan tahunan (%), Etc aspek
Sumber daya; Per kapita cakupan tanah (ha) dan Konsumsi energi etc.
Penelitian ini menggunakan indeks pembangunan berkelanjutan pada
suatu kota dari tiga aspek pembangunan berkelanjutan yaitu ekonomi,
sosial dan fisik. Sedangkan penelitian yang kami lakukan adalah
perumusan indeks pembangunan berkelanjutan dari aspek fisik pada
kawasan reklamasi saja.
Selanjutnya penelitian oleh Chengdong Wang, Yutao Wang, Yong
Geng, Renqing Wang, Junying Zhang, dengan judul mengukur
keberlanjutan regional dengan pendekatan sosial-ekonomi-alam terpadu:
studi kasus dari wilayah Delta Sungai Cina mempunyai tujuan untuk
memberikan standar referensi untuk mengukur keberlanjutan regional.
Metodologi yang digunakan adalah menggunakan teknologi GIS adapun
variable indeks yang digunakan adalah Sosial subsistem energy; Energy
Per capita dan Pemberdayaan penduduk, Subsistem ekonomi energy;
Penggunaan bahan bakar per orang, Rasio listrik untuk total energy,
perbandingan energi/dollar, rasio investasi energi dan energi subsistem
alami. Penelitian Chengdong ini juga menggunakan GIS namun variabel
indeks yang digunakan berbeda dengan penelitian tulisan ini, juga
kasusnya berbeda yakni di Delta Sungai.
Adapun penelitian yang dilakukan oleh Liangju Yua, Xiyong Hou,
Meng Gao, Ping Shi dengan judul penelitian penilaian pembangunan
berkelanjutan zona pantai: studi kasus Yantai, China mempunyai tujuan
31
memperkenalkan penilaian kemajuan pembangunan pesisir, yang
dirancang dengan indikator yang mewakili subsistem lingkungan (ENS),
subsistem sosial (SOS), dan subsistem ekonomi (ECS), sedangkan
metodologinya menganalisis perkembangan regional Yantai sebagai
kasus selama satu dekade (1998 – 2007). Variabel indeks yang
digunakan adalah kepadatan penduduk, jumlah peneliti, proporsi
penelitian dan GDP, tingkat kontribusi ilmu pengetahuan dan teknologi, dll.
Penelitian tersebut berfokus pada penilaian kemajuan pembangunan
pesisir namun belum menilai keberlanjutan pembangunan reklamasi pada
kawasan pesisir kasusnya juga dinilai berdasarkan waktu satu dekade
sedangkan tulisan ini kasusnya hanya pada satu waktu saja.
Peneliti Xionghe Qin, Caizhi Sun, dan Wei Zou melakukan
penelitian dengan judul model kuantitatif untuk menilai sistem -
pembangunan manusia dan kawasan secara berkelanjutan di kota-kota
pantai: perspektif metabolik-daur ulang di Bohai laut cincin Area, Cina
dengan tujuan untuk mendapatkan visualisasi dari dimensi HOSSD
bagaimana perbedaannya dari kota ke kota, dan dari waktu ke waktu.
Metodologi yang digunakan model kuantitatif untuk menilai sistem
manusia- pembangunan maritim (HOSSD) dengan variabel indeks Sosio-
ekonomi; Kecerdasan lokasi ekonomi Kelautan, produk bruto laut per
kapita, kepadatan ekonomi zona pantai, dll, Sumber daya-lingkungan;
budidaya daerah perikanan laut, dll, Subsistem metabolic; tingkat relatif
eksploitasi sumber daya laut, proporsi dana R&D untuk GDP dll.
32
Persamaan dengan penelitian ini juga meneliti model kuantitatif namun
Qin menilai menilai sistem pembangunan manusia dan maritim secara
berkelanjutan, namun penelitian tulisan ini hanya menilai aspek fisik tidak
termasuk manusia.
Selanjutnya penelitian oleh Sharareh Pourebrahim , Mehrdad
Hadipour , Mazlin Bin Mokhtar , Mohd Ibrahim Hj Mohamed yang berjudul
proses analisis pemilihan kriteria dalam perencanaan penggunaan tanah
pesisir yang berkelanjutan inovatif yang dapat diandalkan dengan tujuan
untuk identifikasi kriteria dan indikator dengan menggunakan teknik multi
kriteria, terutama analitik jaringan proses (ANP). Menggunakan metodologi
membandingkan kriteria di seluruh sistem untuk membentuk supermatrix.
Variabel indeks yang digunakan adalah lingkungan, ekonomi dan sosial.
Terlihat bahwa penelitian tersebut menggunakan analisis pemilihan kriteria
dalam merencanakan penggunaan lahan pesisir secara berkelanjutan
namun tidak berfokus pada kawasan reklamasi, adapun penelitian yang
dilakukan pada disertasi ini pemilihan indeks sebagai kriteria
keberlanjutan pada kawasan reklamasi di pesisir.
Berdasarkan teori Urban Sprawl Northam (1975): Urban sprawl di
pusat perkotaan merupakan perpanjangan daratan melampaui apa yang
telah ada. Urban sprawl merupakan konversi lahan pinggiran yang
sebelumnya bukan kawasan permukiman berubah karena desakan
penduduk menyerupai pusat-pusat perkotaan (Surya, 2015b). Reklamasi
33
adalah perluasan daratan yang sebelumnya bukan daratan sebagaimana
urban sprawl.
Menurut penelitian lain, ketika cakupan permukaan tanah (yaitu
persentase atau rasio daerah tutupan dibanding luasan seluruh tanah)
mencapai 10%, maka degradasi lingkungan umumnya akan terjadi.
Reklamasi sering menyebabkan tingginya rasio cakupan permukaan
tanah lebih besar 10% dari luasan seluruh permukaan tanah (> 10%) (Ge
& Jun-yan, 2011). Perubahan penggunaan tanah mencerminkan adanya
pengaruh pada sebagian besar kegiatan manusia dan kondisi ekologi
setempat, sehingga perubahan penggunaan tanah mempengaruhi taraf
ekosistem. (Ge & Jun-yan, 2011).
Berdasarkan teori McHarg's, perencanaan penggunaan tanah
ekologis mengembangkan model seperti kue lapis, lapisan mencerminkan
kesesuaian peta tanah menggunakan pola dan mengidentifikasi tempat
yang sensitif secara ekologis dan menghasikan strategi dari analisis
(Steiner, 2011). Model ini juga menyediakan dasar-dasar teoretis sistem
informasi geografis (GIS) (Yigitcanlar & Dizdaroglu, 2015).
Setelah meninjau penelitian–penelitian dan teori sebelumnya yang
telah dilakukan, maka dapat dikatakan bahwa telah banyak penelitian
yang merumuskan indeks keberlanjutan khususnya pada kawasan pesisir,
namun belum memperlihatkan kesamaan aspek yang diteliti untuk
dijadikan rujukan penelitian ini, sehingga memang diperlukan suatu
penelitian yang menganalisis indeks keberlanjutan yang paling sesuai
34
untuk digunakan pada kawasan reklamasi. Indeks yang belum dirumuskan
yaitu indeks keberlanjutan pada kawasan reklamasi untuk kemudian
dijadikan dasar pada pembuatan model reklamasi. Model reklamasi
tersebut merupakan model struktural yang berisi variabel yang saling
terkait dan berperangaruh.
B. Indeks Keberlanjutan
Pendekatan kota berkelanjutan melibatkan semua aspek
lingkungan, sosial dan ekonomi yang secara interaktif mempengaruhi
pembangunan perkotaan maupun yang terpengaruh oleh itu, dengan
keberlanjutannya di masa depan (Keskin, 2012). Di Jakarta konsep
tentang infrastruktur perkotaan yang berkelanjutan di reklamasi pantai
utara Jakarta merupakan pendekatan yang mengintegrasikan beberapa
komponen pembangunan perkotaan yaitu kota berkomunitas pemodal,
kota berkebutuhan infrastruktur dan kota berkomponen ekologis (Azwar,
Suganda, Tjiptoherijanto, & Rahmayanti, 2013).
Indeks keberlanjutan kawasan tepian air adalah proses penilaian
dan pengelompokan indeks tertentu dalam hal keberlanjutan
peggunaannya. Indeks keberlanjutan dapat membantu stakeholder untuk
mengembangkan kawasan pesisir yang bersahabat dengan lingkungan
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mengurangi dampak
negatif dari pengembangan ekosistem laut (Lan Feng et al., 2014 ).
Selanjutnya berdasarkan teori ekologis kota, variabel – variabel yang
35
berhubungan dengan penentuan keberlanjutan kota akan dianalisis
menggunakan model persamaan/ teknik analisis data struktural (SEM)
yang merupakan salah satu analisis multivariat yang menganalisis
hubungan antara variabel-variabel yang kompleks dan simultan (Azwar et
al., 2013)
Pemecahan masalah perkotaan termasuk di kawasan pesisir dapat
dilakukan dengan konsep kota berkelanjutan yang juga telah menjadi
pilihan pada akhir abad kedua puluh ini. Kota berkelanjutan pada
dasarnya berarti hubungan yang kohesif antara kota dan lingkungan.
Menurut Rogers (1998), kota berkelanjutan harus menyadari bahwa kota
perlu memenuhi tujuan sosial, lingkungan, politik dan budaya serta
ekonomi dan fisik (Baldemir, Kaya, & Şahin, 2013). Seperti yang terjadi di
berbagai kota pesisir, misalnya Semarang yang kegiatan pembangunan
wilayah tepian pantainya dan serta menjawab permasalahan dan
tantangan pembangunan, dilakukan penelitian merancang suatu desain
kebijakan pengelolaan berdasarkan konsep kota tepian berkelanjutan
dalam bentuk arahan kebijakan dan strategi (Laras et al., 2011)
Sebelumnya industri pelabuhan di berbagai kota di Jerman, seperti
negara maju lainnya, direvitalisasi menjadi kantor dan perumahan,
promenade umum, dan ruang hijau (Hölzer et al., 2008).
Penentuan posisi status keberlanjutan kota lokasi penelitian pada
setiap dimensi keberlanjutan dan multidimensi dinyatakan dengan indeks
dan status keberlanjutan. Skala indeks keberlanjutan sistem kota yang
36
dikaji pada penelitian dapat mempunyai selang 0 hingga 100. Dalam
penelitian (Renald, 2015) ada 4(empat) kategori status keberlanjutan
kota. Nilai indeks dan status keberlanjutan ditunjukkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2. 2 Kategori Indeks dan Status Keberlanjutan Kota
Nilai Indeks Status Keberlanjutan
0,00-25,00 Buruk (tidak berkelanjutan)
25,01-50,00 Kurang (kurang keberlanjutan)
50,01-75,00 Cukup (cukup keberlanjutan)
75,01-100,00 Baik (sangat berkelanjut
Sumber: Renald, 2015(Renald, 2015)(Renald 2015)(Renald, 2015)(Renald 2015)(Renald, 2015)(Renald 2015)
Adapula status keberlanjutan yang diukur dengan range dari 1-3 seperti
pada tabel 2.3.
Tabel 2.3. Kategori Indeks dan status keberlanjutan Kota
Indeks Keberlanjutan Kriteria
Berkelanjutan Nilai total 2.35 – 3.00 , salah satau nilai indikator tidak boleh kurang dari 0.75
Kurang Berkelanjutan Nilai total 1.67 – 2.34
Tidak Berkelanjutan Nilai Total 1.00 – 1.66
Sumber : (Apriyanto, Eriyatno, Rustiadi, & Mawardi, 2015)
Sejak pembangunan berkelanjutan menjadi prioritas dalam analisis proses
perencanaan, banyak penelitian telah dikembangkan untuk mempelajari
hubungan antara keberlanjutan dan kinerja pembangunan daerah
perkotaan. Berdasarkan metode yang dikembangkan oleh IUCN
(International Union for the Conservation of Nature and Natural
Resources) 1990, indeks kesejahteraan terdiri dari 87 indikator dari tiga
aspek, yaitu sosial, aspek ekonomi dan lingkungan. Indeks kesejahteraan
terdiri dari dua konsep yaitu kesejahteraan manusia dan kesehatan
37
ekosistem. Indikator kesehatan ekosistem terdiri dari pemakaian tanah,
air, limbah, keanekaragaman hayati dan sumber daya (Azwar et al., 2013).
Tinjauan pustaka tentang indeks keberlanjutan terbagi atas tiga tinjauan
sebagai berikut:
1. Sistem Pembangunan Berkelanjutan
Proses evaluasi sistem pembangunan berkelanjutan adalah untuk
membangun satu set indeks atau menilai status saat ini, kecenderungan
dalam perkembangan, potensi pembangunan daerah dengan
menggunakan metode ilmiah dan sistematis (Jia et al., 2007). Penelitian
penentuan status keberlanjutan kota dinyatakan dalam indeks dan status
keberlanjutan. Skala sistem indeks yang diteliti memiliki interval dari 0
hingga 100 dengan empat kategori (Al-Shams1 et al.).
Studi ini dimaksudkan untuk merumuskan indeks keberlanjutan
reklamasi, yang berdasar pada penelitian atau teori sebelumnya sesuai
tabel 2.3 yang memperlihatkan banyak kajian keberlanjutan daerah pesisir
namun belum ada yang khusus untuk daerah reklamasi.
2. Pemilihan Indeks
Melalui perhitungan komputer, indeks yang berjumlah besar dapat
dihitung sebagai komponen yang paling berpengaruh dari suatu sistem
indeks yang komprehensif sehingga sistem ini dapat berfungsi dengan
baik. Indikator yang baik harus mudah untuk dipahami, sensitif terhadap
perubahan dan mempunyai keterkaitan antara indeks (Yua et al., 2010).
38
Berdasar penellitian sebelumnya pada tinjauan pustaka tabel 2.3
diketahui bahwa indikator fisik merupakan pondasi dan indikator paling
berpengaruh yang terkait dengan aspek keberlanjutan, sehingga
penelitian ini berfokus pada aspek fisik selanjutnya aspek sosial dan
ekonomi akan dilanjutkan oleh peneliti lainnya.
39
Tabel 2.3 State of the Art dari Indeks Keberlanjutan
Model infrastruktur perkotaan yang berkelanjutan di reklamasi pantai utara Jakarta
Penilaian sistem pembangunan berkelanjutan di Suihua kota, Cina
Integrasi analisis spasial kesesuaian perencanaan tanah di daerah pantai. Kuala Langat District, Selangor, Malaysia
Penilaian kesesuaian reklamasi, kerangka evaluasi komprehensif -AHP: Lianyungang, Cina
Proses analitik jaringan untuk kriteria perencanaan berkelanjutan di pesisir (Malaysia):
Penggunaan tanah: kesesuaian tanah dengan rencana penggunaannya ketersediaan ruang terbuka kepadatan bangunan akses ke transportasi umum ketersediaan transportasi umum preferensi di antara transportasi umum dan pribadi kepadatan bangunan kepadatan tingkat hunian rumah tangga pemeliharaan bangunan ruang publik ketersediaan ruang terbuka kegiatan sosial ketersediaan konservasi air layanan infrastruktur kecukupan jaringan mengangkut limbah padat peran pemisahan sampah layanan yang memadai jalan kecukupan pelayanan air limbah service jaringan energi memadai kesesuaian energi rumah tangga menggunakan peralatan hemat energi menggunakan energi alternatif
Volume Total lingkungan industri limbah gas emisi (100 juta m3) sampah gas emisi per nilai output industri 10000 yuan persentase pembuangan limbah gas (%) Volume air limbah dibuang (10000t) air limbah dibuang per 10 ribu nilai output industri (t) persentase pembuangan air limbah (%) Volume limbah padat industri habis (10000t) Volume limbah padat industri emisi per 10 ribu yuan nilai output industri (t) persentase pembuangan limbah padat (%) Polusi suara (dB) Populasi Total populasi (10000 orang) laju pertumbuhan tahunan (%) Tingkat pertumbuhan alami (‰) kepadatan penduduk (orang/km2) pendaftaran mahasiswa biasa dari lembaga pendidikan tinggi (10000 orang) pendaftaran siswa sekolah menengah (10000 orang) pendaftaran siswa sekolah dasar (10000 orang) tingkat penduduk perkotaan (%) Sumber daya Per kapita cakupan tanah (ha) konsumsi energi per 10 ribu yuan industri tingkat cakupan PDB (ton batubara standar) hutan (%) Per kapita cakupan padang rumput (ha) konsumsi air setiap 10000 yuan industri PDB (t) kawasan hutan Per kapita (ha)
Kepadatan penduduk, akses ke jalan utama akses pada fasilitas kesehatan umum akses ke pantai akses ke sekolah dengan sistem pendukung akses pada area bernilai tinggi dengan bahaya kedekatan pada daerah berisiko akibat industri
Indeks Sumber daya lingkungan jarak dari tempat-tempat menarik (DPI) jarak dari tempat wisata alam pantai (DNS) jarak dari Muara yang peka terhadap lingkungan dan lahan basah pesisir (DES) jarak dari cagar alam dan ekologi cadangan (DNR) jarak dari zona perikanan (DFR) jarak dari pantai berlumpur (DMC)
Hukum & ada rencana populasi struktur dengan fasilitas daerah-daerah berisiko
aksesibilitas Geo-bahaya
kedekatannya dengan sistem pendukung kehidupan
kedekatan dengan sumber polusi
nilai kualitas pendapatan
daerah air tanah
kesesuaian fisik
Sumber : dari berbagai rujukan.
40
3. Analisis Multi Kriteria
Metode lain dalam pembentukan indeks adalah melalui metode
analisis multi kriteria yang membantu mengoptimalkan kekuatan kriteria
dan menggunakan pendekatan indikator yang komprehensif untuk
pengembangan lahan pesisir yang berkelanjutan (Pourebrahim et al.,
2010), hal yang sama dilakukan dengan pengambilan keputusan dengan
analisis multi kriteria (Reddy et al.) juga dengan model matematika untuk
menganalisis pengambilan keputusan dengan menggunakan sejumlah
besar atribut dan berbagai kriteria (Feng et al., 2014). Tahapan multi
kriteria terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama dengan
membandingkan kriteria di seluruh sistem dengan membentuk matriks,
yang dilakukan dengan analisis perbandingan pair-wise melalui
pertanyaan "yang mana lebih penting antara satu kriteria dengan kriteria
lain dengan menggunakan skala 1e9 untuk mewakili skala tidak penting
sampai sangat penting.
C. Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis (GIS) yaitu sistem pemaparan informasi
lokasi atau tempat di peta bumi yang dilakukan dengan perangkat
hardware (piranti keras) maupun software (piranti lunak) berbasis
komputer. Proses analisis sistem informasi geografis (GIS) biasanya
dinamakan juga sebagai mapping (pemetaan). Dalam GIS, data-data
disimpan di dalam tabular data dan spatial data (data yang memiliki
41
karakteristik lokasi dan mewakili suatu tempat atau lokasi). GIS pada
pemakaiannya berhubungan dengan beberapa kumpulan data (database)
guna memberikan secara cepat informasi suatu tempat (Irina Mildawani,
Diana Susilowati, & Schiffer, 2009).
GIS digunakan untuk mengintegrasikan informasi guna melihat
permasalahan yang dihadapi, seperti perubahan guna lahan, masalah
lingkungan dan lainnya. Analisis spasial yang rumit dan kompleks serta
butuh waktu lama dapat dilakukan dengan menggunakan GIS (Akbar,
1993).
Metode pengolahan gambar standar seperti pra-pengolahan
gambar, geo-referensi, seleksi, klasifikasi dan akurasi data telah
digunakan untuk perencanaan penggunaan lahan menggunakan peta
rupa bumi melalui GIS telah dilakukan selama bertahun-tahun (Jat,
Choudhary, & Saxena). Pada awalnya, peta kadaster digunakan dalam
pemetaan penggunaan lahan dan perubahannya. Setelah abad ke-20
pemetaan lahan menggunakan foto udara, yang kemudian digantikan oleh
citra satelit multispectral.
Di masa lalu berbagai jenis pengolahan gambar digital dan teknik
matematika lainnya telah digunakan untuk penilaian pertumbuhan kota
menggunakan peta tutupan lahan menggunakan berbagai jenis produk
data penginderaan jauh (Jat et al.)
Banyak metode pendeteksian perubahan penggunaan lahan dan
pertumbuhan kota di masa lalu. Upaya lain juga dilakukan untuk
42
menganalisis tutupan lahan dan pertumbuhan kota melalui analisis data
dari sumber yang berbeda dalam proses GIS. Tingkat ketidakpastian hasil
ekstraksi penggunaan lahan tergantung pada berbagai hal seperti resolusi
data, kualitas data radiometric, tingkat heterogenitas dan karakteristik iklim
lokal. Oleh karena itu, pemetaan (dengan akurasi yang baik) dan ekstraksi
tutupan lahan melalui penginderaan jarak jauh digital masih merupakan
tantangan bagi daerah-daerah yang kompleks dan heterogen seperti kota
pinggiran di negara berkembang. Berdasarkan uraian tersebut maka
analisis perubahan lahan akibat reklamasi sangat perlu menggunakan
GIS.
D. Reklamasi
Sejarah reklamasi pantai dilakukan sejak tahun 1970, di pelabuhan
Rotterdam, Belanda diperpanjang dengan pasir suppletion dari laut
(Kolman, 2012). Keberadaan reklamasi ini diperuntukkan bagi pelabuhan
yang terus dikembangkan untuk mengakomodasi kapal-kapal lain dan itu
membantu Europoort menambahkan terminal kontainer dan menjadi yang
terbesar di Eropa. (Kolman, 2012).
Selanjutnya Singapura melaksanakan reklamasi pada empat
dekade lalu untuk perumahan, industri dan kegiatan kota (syamsidik,
2004). Saat itulah awal reklamasi pantai menyebar dengan cepat di
seluruh dunia. Pada tahun 1975, pemerintah Singapura memutuskan
untuk membangun bandara baru di ujung timur Singapura. Bandara
43
Changi yang sekarang terkenal, dibangun dengan lebih dari 40 juta meter
kubik pasir yang direklamasi dari dasar laut, menggunakan 7 alat hisap
Kapal Keruk bekerja 24 jam sehari.
Reklamasi pada negara kepulauan yang sangat padat juga terus
dilakukan mulai 1980-an dan 90-an hingga sekarang. Bandara Chek Lap
Kok Hong Kong dibangun untuk menggantikan bandara lama yang
penumpangnya harus menahan napas seakan-akan mereka berjalan di
tanah antara pencakar langit (Kolman, 2012). Di Jiaozhou Bay, dilakukan
karena tekanan pada daerah pesisir padat penduduk, (Yu Gea,). Di Kota
Yokohama, 1983 karena kualitas lingkungan menurun akibat industri.
Ekspansi ke laut dilakukan tidak hanya untuk bandara. Pada 1970-
an dan ' 80-an, proyek reklamasi tanah terus meningkat. Di Jepang, dekat
Kawasaki di Teluk Tokyo tanah dikembangkan untuk industri pertama
kalinya pasir diekstrak dari dasar laut dari kedalaman yang melebihi 80
meter. Pelaksanaan reklamasi ini dilakukan dengan teknik deep-hisap
yang yang membuka kemungkinan untuk reklamasi skala besar.
Selanjutnya Jurong dan Tuas di sepanjang pantai Singapura, Keelung dan
Yun Lin di Taiwan, dan sebagian besar Hong Kong seperti Penny Bay
dilakukan dengan menggunakan pompa sentrifugal, kemudian meningkat
menggunakan kapal pengerukan, yang sangat menguntungkan dari sisi
ekonomi (Kolman, 2012).
Sejarah reklamasi di Indonesia dimulai pada tahun 1990-an di
Jakarta karena kurang lahan (Azwar et al., 2013) dan Manado melakukan
44
reklamasi karena perlu penataan (Aristotulus, Abdelnasser, Abdelwahab,
Woo, & Atiek, 1992). Reklamasi di Teluk Benoa dianggap dapat
dikembangkan sebagai kawasan pengembangan kegiatan ekonomi serta
sosial budaya dan agama karena saat ini Teluk Benoa Bali dinilai tidak
memenuhi kriteria sebagai kawasan konservasi perairan karena terdapat
perubahan fisik, seperti adanya jalan tol, jaringan pipa migas, dan
pelabuhan Internasional Benoa. Pertimbangan lain adalah karena
terjadinya pendangkalan. Namun reklamasi Teluk Benoa dinilai akan
berdampak buruk terhadap lingkungan hidup di Bali. Diantaranya yaitu
merusak lingkungan di daratan hingga terjadinya perubahan arus air laut
di sekitar perairan Teluk Benoa. Teluk Benoa akan mengalami perubahan
arus laut lantaran adanya pulau-pulau marina di sekitar kepulauan
tersebut, beralih kepinggiran pantai di sekitarnya (Anwar, 2016)
Dari beberapa tulisan didapatkan bahwa komponen ekologis kota
yang dapat diteliti yaitu penggunaan lahan, transportasi, bangunan, ruang
terbuka, jaringan infrastruktur dan limbah, serta sistem energi (Handley,
2003). Melalui studi evaluasi daya dukung lingkungan (M. Li, 2014)
komponen yang dapat dievaluasi adalah jenis tanah, topografi, resiko
erosi, resiko banjir, resiko longsor (Maryati, 2013). Aspek lain yang dapat
diteliti adalah ekologi, sosial ekonomi dan budaya, tata lingkungan dan
hukum, aspek kelayakan, perencanaan. Aspek penting dalam
pembangunan area pesisir juga dapat berupa iklim, arah angin, arus laut,
daerah banjir, topografi, struktur tanah, dataran, vegetasi, dampak
45
lingkungan (Aristotulus et al., 1992). Merujuk beberapa penelitian
tersebut, maka salah satu bagian dari penelitian ini berfokus pada
dampak reklamasi pada perubahan fungsi penggunaan lahan dan garis
pantai.
Dari beberapa penelitian reklamasi dilakukan untuk membuka
kawasan baru yang berfungsi sebagai permukiman, perindustrian,
perekonomian, pertanian dan wisata. Sebagai contoh di Tianjian salah
satu kota terbuka pesisir terbesar di utara Cina, reklamasi berfungsi
sebagai kawasan pelabuhan dan kawasan industri (K. Li, Liu, Zhao, &
Guo, 2010). Reklamasi di Brownfield merubah kawasan industri dan lahan
komersial menjadi kawasan permukiman yang membawa penduduk lebih
dekat ke air (Andrade, 2012). Reklamasi di Jiaozhou Bay sebagai
permukiman, jasa dan produksi barang dan memberikan ruang hidup bagi
manusia (Ge & Jun-yan, 2011). Keterbatasan lahan akibat kondisi alam
berupa pegunungan, sungai dan laut mendesak pemerintah mencari
solusi dengan reklamasi untuk permukiman dengan “new land in the sea“
(René Kolman, 2012). Sementara itu reklamasi di Yokohama pada
kawasan Minato Mirai21 Jepang, difungsikan sebagai kawasan
permukiman, jasa dan publik melalui revitalisasi kawasan yang menurun
kualitas lingkungannya karena tekanan industri. Dari rujukan ini maka
kami mengambil fungsi penggunaan lahan dikategorikan menjadi
permukiman, jasa, pendidikan, olahraga, taman, pariwisata dan lainnya.
46
E. Model
Penggunaan model sebagai alat bantu dalam proses pengambilan
keputusan sudah sejak lama dikenal. Model-model yang digunakan telah
berkembang pesat mulai dari model yang sederhana hingga yang relatif
rumit menggunakan komputer. Pemodelan yang dilakukan tidak hanya
memprediksi gejala suatu sistem, tetapi juga bertujuan meningkatkan
pengertian terhadap gejala-gejala yang diamati (Kris, 1991).
Model merupakan suatu pengganti sistem yang
sesungguhnya untuk memudahkan pekerjaan sebagai pengganti
dari sistem yang sebenarnya. Model adalah representasi beberapa
aspek dari sistem yang nyata yang berguna untuk mempelajari
sesuatu hal yang baru. Pemodelan adalah suatu proses yang
berulang melalui percobaan dan perbaikan kesalahan (trial and
error). Model ini biasanya dibangun melalui langkah-langkah yang
kompleks hingga pada suatu bentuk simulasi yang teliti dan dinamis.
Sebuah model dapat berupa bentuk, ukuran dan corak. Hal ini
sangat penting untuk menekankan bahwa model bukanlah dunia
nyata tetapi dibangun untuk membantu manusia dalam memahami
sistem di dunia nyata. Secara umum semua model memiliki
masukan (input) informasi, pemrosesan informasi (processing), dan
hasil yang diharapkan (output). Unsur-unsur pokok yang secara
umum digunakan dalam pengembangan suatu model yaitu:
47
(1)pembuatan asumsi yang disederhanakan, (2) identifikasi batasan
kondisi atau kondisi awal, dan (3) pemahaman terhadap tingkat
penerapan model (Taridala, 2017)
Model merupakan suatu bentuk yang dibuat untuk menirukan suatu
gejala atau struktur atau sistem atau gambaran (abstraksi) suatu sistem.
Pada prinsipnya setiap sistem selalu memiliki unsur-unsur sistem atau sub
sistemnya, dan antara unsur atau sub sistem yang satu dengan yang lain
saling bergantung, berhubungan, dan berinteraksi untuk menjalankan
kinerja atau fungsi utama sistem (Soesilo & Karuniasa, 2014). Penelitian
ilmu lingkungan, terdapat banyak metode yang dapat digunakan untuk
membangun suatu model. Metode-metode tersebut seperti model systems
dynamic,Analisis Hirarki Proses (AHP), dan Structural Equation Modeling
(SEM). Pemodelan System dynamics adalah pengelolaan model yang
kompleks, dinamis, non-linear, dan memiliki feedback, dengan
menggunakan perangkat bantu simulasi yang dilakukan oleh pemodel
dengan menerapkan siklus permodelan (Soesilo & Karuniasa, 2014).
Sistem dinamik tersebut pada mulanya di inisiasi oleh J. W Forrester pada
tahun 60-an, dikembangkan dari ilmu keteknikan (control system) untuk
memecahkan masalah-masalah manajemen ketehnikan (engineering
management) yang bersifat sistemik, rumit dan cepat berubah
(Muhammadi., Aminullah, & Soesilo, 2001).
Selanjutnya permodelan dengan metode Analisis Hirarki Proses
(AHP), dikembangkan oleh Thomas L. Saaty awal tahun 1970-an. Metode
48
AHP ini adalah salah satu metode pengambilan keputusan dimana faktor-
faktor logika, intuisi, pengalaman, emosi, dan rasa dicoba untuk
dioptimasikan dalam proses yang sistematis (Pratiwi, 2009). Penggunaan
metode ini efektif untuk melakukan analisis pengambilan keputusan.
Metode lainnya untuk permodelan ilmu lingkungan yaitu Structural
Equation Modeling (SEM). Definisi SEM menurut Schumacker dan Lomax
(1996) adalah sebuah pendekatan yang meliputi pengembangan model
pengukuran dalam rangka mendefinisikan variabel-variabel laten. Oleh
karena itu SEM disebut juga sebagai analisis variabel laten (laten variable
analysis) (Renald, 2015).
SEM adalah susunan beberapa persamaan regresi berganda yang
terpisahkan tetapi saling berkaitan. Kemudian susunan persamaan ini
dispesifikasikan dalam bentuk model pengukuran dan persamaan model
struktural dan diestimasi oleh SEM secara simultan.Kedua, kemampuan
SEM untuk menunjukkan konsep-konsep tidak teramati (unobserved
concepts) serta hubungan-hubungan di dalamnya. Selanjutnya Wijanto
(2008), menyatakan bahwa SEM memainkan berbagai peran, di
antaranya sebagai sistem persamaan simultan, analisis kausal linier,
analisis lintasan (path analysis), analysis of covariance structure dan
model persamaan struktural.
Metode pemodelan SEM adalah metode yang dianggap tepat atau
sesuai, relevan untuk digunakan dalam penelitian ini dengan
pertimbangan bahwa metode tersebut secara langsung menguji
49
serangkaian hubungan yang memiliki ketergantungan secara simultan,
dan mempunyai kemampuan untuk melakukan penilaian secara
komprehensif dari exploratory ke confirmatory (Renald, 2015)
Model reklamasi juga dapat memperkirakan luas yang diijinkan
untuk dilakukannya reklamasi pada suatu kawasan perairan, dengan
memberikan dukungan ilmiah untuk pelaksanaan mekanisme pembatasan
reklamasi pantai. Dasar pemikirannya adalah untuk memaksimalkan
keuntungan bersih reklamasi pantai dari beberapa kendala yang ada
dilapangan. Berbagai manfaat dan biaya, termasuk biaya ekologi atau
lingkungan pada kawasan reklamasi pantai, secara sistematis diukur
(Peng et al., 2013).
Dari tinjauan yang dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan
model struktural SEM yang menggambarkan hubungan atau relasi antar
beberapa variabel yang dianggap penting dan saling terkait untuk menilai
keberlanjutan suatu kawasan reklamasi.
F. Kota Pesisir
Menurut Charles (2008), pengembangan konsep kota pesisir
merupakan cara pemecahan masalah perkotaan yang terfokus pada
masalah kultur dan budaya. Hal tersebut dilakukan dengan membuat
keseimbangan antara kemajuan ekonomi dan preservasi di daerah pesisir
menjadi kawasan terpadu (mixed used) dengan revitalisasi tepian air dan
perlindungan ikan dan margasatwa, ruang terbuka hijau dan akses publik
50
ke garis pantai, pencegahan erosi dan bahaya banjir. Menurut Vollmer
(2009), rehabilitasi kawasan tepian air dilakukan untuk perlindungan
lingkungan negara berkembang. Toronto merupakan wilayah tepian danau
tercemar berat, dengan penggunaan konsep kota tepian air, dalam waktu
singkat dari tahun 1980 sampai tahun 2000 telah dapat meningkatkan
tahapan pengelolaan dari semula pendekatan ekosistem dengan prinsip:
lingkungan sehat, pemulihan ekonomi, keberlanjutan, dan kesejahteraan
masyarakat menjadi pendekatan global dengan prinsip peningkatan
efektivitas dan kreativitas (Laras et al., 2011)
Teori yang dipakai dalam penelitian kota pesisir biasanya mengacu
pada Brenn dalam bukunya Waterfront: cities reclaim their edge (1994),
dimana kawasan perairan dibagi berdasarkan fungsi-fungsi tertentu
seperti pesisir budaya, pesisir berdasarkan lingkungan, pesisir sejarah,
pesisir yang multi fungsi, pesisir rekreasi, pesisir untuk permukiman, dan
pesisir untuk bekerja (Mentayani et al., 2013)
Pembagian klasifikasi menurut Brenn adalah pembagian klasifikasi
yang berstudi di Benua Amerika dan Eropa, sedangkan Torre dalam
bukunya Waterfront Development (1989) juga memberikan 4 (empat)
klasifikasi pengembangan kawasan tepian air yaitu Thema, Images,
Experience, dan Function. Dalam project report di Kota San Francisco
(1997) dituliskan komponen konseptual dalam pengembangan kota yang
umumnya dijadikan acuan dalam penelitian adalah kelangsungan, urutan,
beragam, konektivitas. Namun perkembangan keilmuan kawasan tepian
51
air tahun 1990-an khususnya pada bagian Benua Amerika dan Eropa
tentunya tidak dapat menjadi formula global karena kekayaan dan varian
kawasan tepian air dunia khususnya di Indonesia merupakan kawasan
yang berbeda-beda. Disamping itu pembahasan kota Houzou di China
dalam Buku Back to Water Cities (2010) menghasilkan beberapa poin
tentang hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
keruangan kota perairan, yaitu sistem keairan yang berkelanjutan,
pedestrian dan struktur kota yang ramah pada pesepeda, dan ruang
terbuka yang mengundang untuk didatangi (Mentayani et al., 2013).
Bentuk nyata model ini umumnya sudah diterapkan pada beberapa
kawasan di Indonesia yaitu:
1. Waterfront Aerocities, yaitu kawasan bandara yang berada pada tepian
laut sebagai potensi ke depan kawasan kota bandara yang terintegrasi
dengan kawasan perairan. Beberapa embrional arsitektur sudah
diterapkan pada bandara Kota Padang, Balikpapan, dan Makasar.
2. Waterfront Super Block, yaitu kawasan super block ataupun kawasan
bangunan dengan skala skyscraper yang terintegrasi dengan kawasan
perairan. Beberapa embrional yang sudah terbangun yaitu kawasan
Regata dan Kawasan Mall Balikpapan.
3. Waterfront Ecoscape, yaitu kawasan perairan yang didominasi oleh
sabuk hijau serta ruang-ruang ekologi yang dapat digunakan sebagai
ruang publik masyarakat dengan komposisi hijau yang lebih banyak.
52
4. Waterfront Artificial Island, yaitu kawasan buatan, dimana keruangan
perairan Indonesia sangat berpotensi dalam format artificial island.
Preseden yang sudah ada yaitu pada kota Dubai (palm island) dengan
artificial island yang berfungsi sebagai permukiman eksklusif serta
beberapa artificial island pada Teluk Tokyo dan Osaka yang
difungsikan sebagai pelabuhan besar (Mentayani et al., 2013)
5. Kota pantai menjadi lokasi perkotaan dengan pasir yang tersebar di
ruang terbuka menjadikan kawasan ini menjadi pemandangan tepian
dengan akses ke air dengan peralatan pelengkap misalnya kursi,
payung pantai, pohon-pohon palem, dan pondok- pondok jerami
(Stevens, 2011).
Pelabuhan perkotaan sangat ideal untuk digunakan sebagai tempat
rekreasi seperti ruang terbuka pesisir, untuk pembangunan perumahan
dan komersial yang menikmati laut baik melihat, untuk mengatur industri
air-terkait, untuk transportasi air dan layanan terkait, dan untuk
peningkatan kualitas lingkungan umum (Kris, 1991).
Tak dapat disangkal, kota pesisir adalah sumber daya yang
berharga di di perkotaan termasuk Hong Kong, yang jika digunakan
dengan benar, akan memberikan kontribusi untuk kemakmuran daerah.
Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa peluang pengembangan
daerah pesisir benar dieksploitasi dan menampung menggunakan tanah
yang tepat penghuni pesisir (Kris, 1991). Menurut Routledge (1999),
peningkatan kualitas air merupakan pendorong sangat penting bagi
53
kemajuan perekonomian. Menurut Vollmer (2009), rehabilitasi pesisir
dapat menyumbangkan kemajuan perbaikan lingkungan di dunia yang
sedang berkembang. Sehingga konsep kota tepian air selama ini adalah
pengembangan kawasan tepian untuk menampung penduduk yang
membangun kawasan berdasar nilai budaya, ekonomi dan fisik.
G. Kerangka Konseptual
Secara umum kerangka konseptual penelitian dapat diartikan
sebagai cara berpikirnya seorang penulis untuk menyelesaikan
permasalahan penelitian, yang dituangkan dalam bentuk diagram.
Gambar kerangka konsep menggambarkan hubungan keterkaitan
variabel-variabel penelitian. Penyusunan kerangka konsep dilakukan
dengan penelaahan pustaka secara sistematis dan mendalam, yaitu
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Berdasarkan studi pustaka
yang dilakukan dapat diketahui indeks yang mempengaruhi keberlanjutan
kawasan reklamasi. Indeks keberlanjutan yang telah diteliti sebelumnya
merupakan indeks keberlanjutan pada kawasan pesisir atau kawasan
perkotaan lainnya, penelitian ini merumuskan indeks khusus kawasan
reklamasi yang berfokus pada pilar fisik dari tiga pilar keberlanjutan, yakni
ekonomi dan sosial. Untuk lebih jelasnya kerangka konsep penelitian
dapat dilihat pada Gambar 2.1.
54
55
H. Hipotesis
Berdasarkan uraian mulai dari latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian dan kerangka berpikir, maka hipotesis sebagai jawaban
sementara atas pertanyaan penelitian yang menyatakan hubungan sebab
akibat, dan akan dibuktikan kebenarannya, maka dapat dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
1. Terdapat dampak yang signifikan terhadap perubahan penggunaan
lahan dan garis pantai kemungkinan akibat adanya reklamasi di
kawasan pesisir Kota Makassar.
2. Keberlanjutan kawasan reklamasi pesisir di Kota Makassar dan Kota
Jakarta akan tercapai bila mengintegrasikan seluruh indeks
keberlanjutan reklamasi (IKR) dalam pengelolaan kawasan
reklamasi.
3. Penerapan model reklamasi yang berkelanjutan melalui unsur-unsur
indeks keberlanjutan yang saling terkait dapat meningkatkan
keberlanjutan kawasan pesisir.
56
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian diharapkan dapat memudahkan jalannya
penelitian sehingga dapat mengeksplorasi konsepsi dimulai dari
identifikasi dampak reklamasi terhadap penggunaan lahan dan garis
pantai di Kota Makassar, dilanjutkan dengan perumusan indeks
keberlanjutan khusus kawasan reklamasi hingga ditemukannya model
yang dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan reklamasi yang
berkelanjutan sesuai gambar 3.1.
Penelitian ini dilakukan melalui empat tahapan yaitu tahap pertama
dilakukan penelitian identifikasi dampak reklamasi pada Kawasan
Reklamasi di Kota Makakssar, tahapan kedua melakukan penelitian
literatur melalui perumusan indeks keberlanjutan khusus untuk kawasan
reklamasi dari literatur/teori sebelumnya yang membahas tentang indeks
keberlanjutan. Tahapan ketiga penelitian dilanjutkan dengan menguji
penggunaan indeks pada dua kawasan reklamasi yaitu Kota Makassar
dan Kota Jakarta dengan analisis Sistem Informasi Geografis (GIS).
Tahapan keempat adalah merumuskan model reklamasi secara
berkelanjutan dengan menggunakan indeks keberlanjutan yang dihasilkan
pada tahapan kedua kemudian menguji kelayakan model dengan
57
beberapa uji kelayakan sehingga dihasilkan model yang sesuai untuk
digunakan.
Waktu pelaksanaan penelitian adalah sejak Agustus 2015 hingga
Desember 2016.
Tahapan penelitian digambarkan sebagai berikut:
1. Penelitian awal dilakukan untuk melihat apakah benar ada dampak
pada kawasan pesisir setelah dilakukannya reklamasi yaitu dengan
melakukan tumpang tindih peta dengan teknik GIS serta menghitung
jumlah perubahan lahan dan panjang garis pantai pada dua periode
waktu serta mengkonfirmasi ke lapangan dengan suvey awal untuk
mengeksplorasi dampak reklamasi terhadap perubahan penggunaan
lahan dan garis pantai pada pantai di Kota Makassar.
2. Penelitian selanjutnya merumuskan indeks keberlanjutan dari
penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya namun belum
mengkhususkan pada indeks keberlanjutan reklamasi. Studi ini bersifat
studi literatur dengan menyederhanakan banyak indeks melalui
analisis teknik Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Expert Choice
yang menghasilkan suatu indeks baru yang diberi nama Indeks
Keberlanjutan Reklamasi (IKR).
3. Indeks Keberlanjutan Reklamasi (IKR) kemudian diuji validasi pada
dua kasus kawasan Reklamasi yaitu Makassar dan Jakarta dengan
menggunakan analisis Sistem Informasi Geografis (Appeaning Addo et
al.).
58
Gambar 3.1. Rancangan penelitian (Sumber: Peneliti, 2017)
59
4. Penelitian tahap keempat kemudian dilanjutkan dengan merumuskan
model reklamasi melalui survey penyebaran kuesioner yang berisi
pendapat masyarakat tentang reklamasi dan indikator yang terkait
dengan reklamasi pada kawasan reklamasi Makassar yang hasilnya
digunakan untuk membuat model dengan teknik analisis Structural
Equation Model (SEM). Model lalu diuji kelayakannya dan akhirnya
ditemukan model yang tepat untuk mengukur apakah suatu kawasan
reklamasi dikatakan berkelanjutan atau tidak dengan menggunakan
indeks keberlanjutan reklamasi (IKR).
B. Lokasi dan Waktu
Penelitian ini terdiri atas beberapa sub penelitian. Sub penelitian
ada yang dilakukan hanya di Kota Makassar, namun ada juga yang
dilakukan pada dua lokasi kasus penelitian pengujian indeks keberlanjutan
yang dihasilkan pada sub penelitian sebelumnya, yaitu di wilayah
reklamasi Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan dan Pantai Utara
Kota Jakarta yang juga wilayah reklamasi.
1. Lokasi Penelitian di Kota Makassar
Reklamasi pantai di Kota Makassar dilakukan secara sporadis dan
belum sepenuhnya mengacu pada aturan yang berlaku. Kondisi pantai
menjadi berubah, baik penggunaan lahannya maupun kondisi garis pantai.
Sehingga diperlukan penelitian yang terkait reklamasi di Kota Makassar.
60
Studi ini bertujuan untuk mengeksplorasi dampak reklamasi terhadap
perubahan fungsi lahan dan garis pantai di Kota Makassar.
Secara geografis Kota Makassar terletak di pesisir barat bagian
Selatan Sulawesi Selatan pada koordinat antara 119°18’27,97” hingga
119°32’31,03” Bujur Timur dan 5°30’18”-4°49’5” Lintang Selatan. Kota
Makassar adalah ibukota Provinsi Sulawesi Selatan dan kota terbesar
keempat di Indonesia dengan luas 175.79 km2 dengan garis pantai 52.8
km, terdiri dari tanah utama Pantai 36,1 Km, dan kecil pulau 16.7 km.
Penelitian ini dilakukan di zona Pesisir Selatan Makassar, Sulawesi
Selatan, yang dideliniasi berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi
Selatan Nomor 17 tahun 2008 tentang Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan Global bisnis terpadu. Lokasi ini terbentang dari depan pantai
losari lalu ke pantai Tanjung Bunga, hingga di Kawasan Barombong
dengan luas sekira 1000 Ha.
61
Gambar 3.2. Posisi wilayah penelitian Kota Makassar Sumber : BIG
Gambar 3.3. Batasan wilayah pesisir pada penelitian
62
Gambar 3.4. Peta Orientasi Wilayah Penelitian pada Citra Kota Makassar Sumber : Citra Ikonos 2014
63
2. Lokasi Penelitian Pantai Utara Jakarta
Wilayah studi berada di Provinsi DKI Jakarta, dimana kebijakan dan
kondisi di sini akan sangat berpengaruh terhadap wilayah studi.
a. Luas Wilayah dan Batas Administrasi
Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6o 12‟‟ LS dan 106o 48‟‟ BT
dan merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ±7 meter di
atas permukaan laut. Kondisi morfologi berupa dataran rendah sebesar 40
persen dari wilayah, bentuk topografi cenderung landai, dilintasi 13 (tiga
belas) sungai. Berdasarkan SK Gubernur Nomor 171 Tahun 2007, luas
wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah 7.639,83 km2, dengan luas daratan
662,33 km2 (termasuk 110 pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu) dan
luas lautan 6.977,5 km2.
Provinsi DKI Jakarta memiliki batas administrasi sebagai berikut :
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Provinsi Jawa Barat
Sebelah Selatan : Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat
Sebelah Barat : Provinsi Banten
Berdasarkan Undang-Undang No 29 Tahun 2007 Tentang
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, berfungsi sebagai ibukota Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan sekaligus sebagai daerah
otonom pada tingkat provinsi. Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai
ibukota NKRI memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung
64
jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan, dan tempat
kedudukan perwakilan negara asing serta pusat/perwakilan lembaga
internasional (Pohan, 2010).
DKI Jakarta sebagai pusat pertumbuhan nasional dan internasional
hub menjadi pusat perekonomian, sosial budaya, serta pusat berbagai
kegiatan internasional. Sebagai konsekuensi dari berbagai predikat yang
disandang tersebut, maka DKI Jakarta selayaknya menjadi kota yang
aman dan nyaman untuk beraktifitas.
b. Topografi
Jakarta merupakan kota delta yang dilintasi oleh 13 sungai dan
diapit oleh 2 (dua) sungai besar di sebelah timur Sungai Citarum dan
sebelah barat Sungai Cisadane. Dua sungai besar ini membawa lebih
banyak bahan erosi sehingga terjadi pengendapan yang lebih banyak dari
sungai lainnya. Keadaan ini menyebabkan pergeseran garis pantai pada
wilayah kedua muara sungai, sehingga terbentuk delta dan semenanjung
yang menjorok ke laut, sehingga terbentuklah Teluk Jakarta.
Proses pembentukan wilayah di sepanjang pantai Teluk Jakarta
dipengaruhi oleh dua faktor :
(1) Muara sungai yang kandungan sedimennya tinggi akan lebih cepat
mengalami pembetukan lahan pantai baru jika dibandingkan dengan
muara sungai-sungai yang kandungan sedimennya rendah. Selanjutnya
dalam masa ribuan tahun terbentuklah dataran lebar yang disebut dataran
alluvial (dataran endapan). Proses sedimentasi yang berlangsung
65
bertahun-tahun mengakibatkan dataran Jakarta semakin melebar,
menggeser garis pantai rata-rata enam sampai sembilan meter per tahun.
Peristiwa ini mengakibatkan bertambah lebarnya dataran alluvial, maka
dataran rendah menjadi lebih landai;
(2) Iklim yang menimbulkan angin pada musim angin barat meniup ke
arah daratan. Hempasan air laut dapat menghalangi pembentukan lahan
yang bergantung pada perbandingan antara arus sungai dan besar
kecilnya kandungan sedimen yang terbawa. Pembentukan Teluk Jakarta
ada yang berlangsung cepat, agak lamban bahkan juga terjadi
penggerusan dari lahan pantai, di bagian timur antara Kalibaru sampai
Marunda, pantai semakin mundur, akibat terkikis oleh abrasi laut.
c. Erosi Pantai/Abrasi
Abrasi pantai di kawasan pesisir Jakarta, terutama di beberapa
lokasi disebabkan oleh aktivitas manusia seperti kegiatan reklamasi
sebagian pantai, pengambilan terumbu karang dan menipisnya hutan
mangrove. Abrasi terjadi di beberapa lokasi di pantai Utara Jakarta bagian
Timur dan Barat. Pembangunan tambak di Bagian Barat perairan Teluk
Jakarta menyebabkan kawasan tersebut mengalami kehilangan pelindung
pantai alami berupa tanaman mangrove. Pantai Marunda juga mengalami
erosi, namun hingga saat ini belum membentuk keseimbangan alam,
dimana suplai sedimen tidak mencukupi untuk menutup defisit yang
diakibatkan oleh abrasi dan pengambilan pasir. Beberapa usaha yang
telah dilakukan oleh dinas terkait dalam menanggulangi permasalahan ini
66
adalah pembuatan pemecah gelombang untuk mengurangi tekanan air
laut yang dapat menggerus pantai serta penanaman dan penghijauan
kembali hutan magrove di sekitar wilayah tersebut (Renald, 2015)
d. Gambaran Wilayah Penelitian
Penilaian menggunakan IKR diuji di daerah reklamasi Jakarta.
Wilayah studi mencakup total luas 3.638,54 hektare (ha), disepanjang
bagian Utara Jakarta (gambar 7.1). Di era globalisasi, dampak
perkembangan ekonomi memperkuat kecenderungan berkumpulnya
kegiatan ekonomi di Jakarta. Dampak yang sangat nyata adalah
permintaan yang meningkat pada penggunaan ruang perkotaan. Secara
fisik, perkembangan Jakarta sejak empat dekade terakhir dicirikan oleh
peningkatan pembangunan kota, berakibat pada berubahnya kawasan
konservasi menjadi kawasan terbangun, terutama di daerah pinggiran
kota (Azwar et al., 2013).
Di sisi lain, Jakarta yang meliputi daerah 662 km2 sejak perluasan
kota pada tahun 1972, tidak dapat lagi melakukan perluasan daerah
administrasi. Sekitar 67% dari luas daratan Jakarta telah dikembangkan
dan tersisa 33% daerah yang belum ditetapkan. Sehingga pada 1990-an
dipikirkan kemungkinan membuka lahan baru melalui teknologi reklamasi
di Pantai Utara Jakarta (Azwar et al., 2013).
67
3. Waktu Penelitian
Waktu dan kegiatan penelitian ditampilkan pada tabel 3.1.
Gambar 3.5. Peta Citra Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta
68
Tabel 3.1. Rencana Kegiatan Penelitian
NO.
URAIAN KEGIATAN
2015 2016 2017
JU
L
SE
P
OK
T
NO
V
DE
S
JA
N
FE
B
MA
AP
R
ME
I
JU
N
JU
L
AG
S
SE
P
OK
T
NO
V
DE
S
JA
N
FE
B
MA
AP
R
ME
I
JU
N
JU
L
AG
S
SE
P
OK
T
1 Tinjauan Pustaka
2 Seminar Nasional I (seminar dan prosiding)
18
12
3 Kolokium
4 Prelium (ujian prakualifikasi)
5
MK Pilihan Penunjang Disertasi Lintas Disiplin Ilmu (Labo/Prodi, Fak/Univ)
6 Penelitian Kolaboratif Labo II
7 Persiapan Penelitian Lapangan
8 Penelitian Disertasi
9 Seminar Internasional (seminar dan prosidings)*
10 Publikasi Jurnal Nasional
11 Publikasi Jurnal Internasional
12 Penulisan Disertasi
13 Kolokium II (Hasil Penelitian Disertasi)
4
14 Ujian Prapromosi (ujian tertutup Disertasi)
18
15 Ujian Promosi (ujian terbuka Disertasi)
23
Ket :
Sudah dilaksanakan
Sementara /akan dilaksanakan
69
C. Populasi dan Teknik Sampel
Populasi adalah himpunan semua individu yang dapat memberikan
data dan informasi untuk suatu penelitian, maka populasi dapat diartikan
sebagai sekumpulan individu yang ditentukan oleh penulis yang dapat
memberikan data atau informasi terkait objek penelitian (Renald, 2015).
Populasi dari penelitian ini adalah penduduk yang tinggal pada kawasan
reklamasi Pantai Makassar.
1. Jenis Sampel
Pada penelitian ini ada dua jenis sampel yang diambil yaitu sampel
berupa lokasi penelitian yaitu Makassar dan Pantai Utara Jakarta dan sampel
yang digunakan untuk merumuskan model yaitu sebagian populasi yang
tinggal di Pantai Makassar. Penentuan sampel penelitian adalah sebagian
dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh
populasi. Tahap pertama menentukan kecamatan berdasarkan purposive
sampling yaitu metode pemilihan sesuai tujuan dengan memilih kota dan
kecamatan yang termasuk sebagai Kawasan Reklamasi. Tahap kedua teknik
pengambilan sampel yang dipilih adalah dengan teknik Purposive Sampling
yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan ssuai tujuan
penelitian.
2. Ukuran sampel penelitian
Penentuan jumlah sampel penelitian berdasarkan pada seberapa
besar ukuran sampel yang diperlukan untuk mendapatkan hasil yang
70
dapat diterima untuk membangun model yang valid dan fit. Ada beberapa
petunjuk yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah sampel dalam
menganalisis data dengan menggunakan SEM tersebut. Menurut Bentler
dan Chou, 1987, ukuran sampel yang dimiliki (n) diharapkan mendukung
rule of thumb (petunjuk praktis) berupa rasio minimum 5 (lima) responden
untuk setiap indikator dengan estimasi Robust Maximum Likehood
(Schumacker dan Lomax, 1996). Penelitian dengan menggunakan SEM
harus memenuhi rule of thumb tersebut, sebagai contoh penelitian inti
terdiri atas 30 jenis pertanyaan kuesioner, maka jumlah kebutuhan data
adalah 30x5=150 data dari 150 responden sehingga memenuhi syarat
untuk diujikan dengan model SEM. Masing–masing variabel laten tingkat
pertama (first order) dihitung mulai variabel laten (Latent Variable Scores)
menjadi nilai indikator dan konstruk (Renald, 2015).
Selanjutnya Dachlan (2014) berpendapat bahwa untuk keperluan
deskripsi, ukuran sampel kurang dari 100 dikatakan kecil, 100 hingga 200
dikatakan “medium” dan diatas 200 dikatakan “besar”. Lebih lanjut
Dachlan (2014) menyatakan bahwa ukuran sampel yang lebih kecil dari
100 kebanyakan tipe analisis SEM tidak dapat digunakan, kecuali untuk
analisis terhadap model yang sederhana. Model yang kompleks
membutuhkan ukuran sampel yang lebih besar dari 200 (Renald, 2015).
Berdasarkan pendapat para ahli pemodelan SEM tersebut, maka
peneliti mengambil ukuran sampel 270 (ukuran sampel besar, Dachlan
2014) karena menurut penulis model yang akan dibangun diasumsikan
71
kompleks. Namun dari 270 sampel tersebut, sampel yang diyakini dapat
menghasilkan model yang valid dan fit berjumlah 250 sampel.
D. Instrumen Pengumpul Data
Penelitian ini adalah kuantitatif dengan teknik pengumpulan data
dilakukan dengan survey literatur, observasi, wawancara, dan materi
visual yang kemudian dilakukan kajian dan analisis sesuai dengan
permasalahan berdasarkan dengan teori yang ada.
Penelitian ini diawali dengan melakukan persiapan dengan
membuat kerangka penelitian yang akan memperjelas proses dan metode
penelitian. Langkah-langkah penelitian disusun secara teratur dan
sistematis untuk memudahkan jalannya penelitian baik penelitian yang
bersifat literatur, peninjauan lapangan dan pengumpulan data, analisis
data yang dikumpulkan, menganalisis indeks keberlanjutan dari beberapa
teori dan pustaka hingga membuat model reklamasi berdasar model-
model yang telah ada kemudian diuji dikota tepian air Kota Makassar.
Kerangka penelitian dibutuhkan sebagai alat yang akan membantu dalam
mengumpulkan data dan informasi yang akan disusun dalam suatu
rangkaian penelitian berupa sub-sub tema penelitian secara berurut pada
laporan penelitian.
72
1. Persiapan
Menyusun kerangka penelitian yang berisi langkah-langkah
penelitian secara sistematis berdasar latar belakang, isu, rumusan
masalah, landasan teori dan alat analisis yang digunakan.
2. Pengumpulan data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui dua cara
yaitu berupa studi literatur, observasi pengumpulan data primer di
lapangan, wawancara, dan materi visual (peta). Pengumpulan data
literatur dilakukan sebagai upaya eksploratif dengan menggunakan peta
serta alat penunjang yang dibutuhkan saat sebelum penelitian di
lapangan, misalnya menggunakan peta citra pada instansi terkait sebelum
dilakukannya reklamasi tahun 2001 dan foto citra setelah dilakukannya
reklamasi tahun 2014 dan dioverlay sehingga didapatkan peta perubahan
penggunaan lahan. Studi literatur juga dilakukan saat perumusan indeks
keberlanjutan yaitu mengeksplorasi penelitian-penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya dan merumuskan indeks yang tepat khusus untuk
kawasan reklamasi.
Pengumpulan data primer diambil dilapangan berupa pendapat dari
masyarakat melalui kuesioner untuk perumusan model reklamasi yang
berkelanjutan.
73
Tabel 3.2. Jenis Data
Jenis Data yang
Digunakan
Spesifikasi Data
Sumber Data Ekstraksi Data Hasil Ekstraksi/
Output
Data Sekunder Peta citra Makassar
Peta Citra Iconos 2001
Dinas Tata Ruang dan Permukiman Prov. Sulsel
Overlay dengan analisis GIS
Luasan dan jenis penggunaan lahan
Data Sekunder Peta citra Makassar
Peta Geoeye 2014
Dinas Tata Ruang dan Permukiman Prov. Sulsel
Overlay analisis GIS
Luasan dan jenis penggunaan lahan
Data Sekunder Peta citra Makassar
Peta Geoeye Juni 2014
Dinas Tata Ruang dan Permukiman Prov. Sulsel
Citra dikoreksi geometri. Dilanjutkan metode rectifikasi peta. Lalu dianalisis GIS dengan menggunakan IKR
Diperoleh hasil keberlanjutan kawasan
Data Sekunder Peta citra Jakarta
Pleiades satellite images 2013.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Citra dikoreksi geometri. Dilanjutkan metode rectifikasi peta. Lalu dianalisis GIS dengan menggunakan IKR
Diperoleh hasil keberlanjutan kawasan
Data Sekunder RDTR Kawasan Reklamasi Jakarta
Soft copy Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jakarta
Analisis GIS sebagai dasar penentuan kawasan reklamasi
Diperoleh hasil keberlanjutan kawasan
Data Primer Hasil wawancara
Menggunakan tabel pair wise yang memberi pilihan 1-9 tingkat, seberapa penting 1 kriteria dari kriteria lainnya
Wawancara dengan 3 orang expert: akademisi, profesional, pejabat pemerintahan
Hasil dari pair wise dianalisis AHP
Menghasilkan rangking indeks mana yang paling penting digunakan dalam melakukan reklamasi berkelanjutan
Data Primer Hasil wawancara
Menggunakan kuesioner untuk mengetahui tanggapan terhadap reklamasi yang berkelanjutan
Masyarakat sekitar kawasan reklamasi Makassar
Dianalisis dengan SPSS dilanjutkan dengan SEM diuji dengan uji kelayakan
Menghasilkan model reklamasi berkelanjutan
74
E. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan aspek penelitian yang memberikan
informasi tentang indikator dan variabel-variabel utama yang digunakan
dalam penelitian yang diberi batasan dan pemahaman. Definisi
operasional merupakan penjelasan cara mengukur suatu variabel yang
telah dipilih oleh peneliti. Definisi operasional variabel utama ditunjukkan
pada Tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Metode Pengukuran
1. Reklamasi pantai Penimbunan dan pengeringan perairan laut di tepi pantai di perkotaan untuk dimanfaatkan menjadi kawasan budidaya
Observasi dan Kuesioner
2. Pesisir Daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil), yang dimaksud pesisir pada penelitian ini adalah pesisir pantai kota Makassar yang dibatasi oleh Peraturan Gubernur Nomor 17 tahun 2013 tentang Kawasan Global Bisnis Terpadu seluas 1000 Ha, mulai dari pantai Losari , Pantai Tanjung Bunga hinga ke Pantai Barombong.
Observasi
3 Indeks Keberlanjutan
Rasio antara dua unsur penunjuk dalam mendukung kemampuan lingkungan untuk bertahan yang terkait dengan reklamasi adalah indeks sumber daya pesisir, indeks infrstruktur dan indeks bangunan
Studi literatur
4 Sumber Daya Pesisir
Unsur lingkungan hidup yang berada pada kawasan pesisir, terdiri atas persentase tutupan hijau (%) dari luas kawasan reklamasi, ketersediaan daerah konservasi air (yang dinilai ada atau tidaknya kawasan tersebut pada daerah reklamasi) dan tutupan lahan perkapita yang digunakan untuk hidup (%).
Observasi dan Kuesioner
75
5 Bangunan Konstruksi yang ditanam atau dilekatkan dalam suatu lingkungan digunakan untuk menunjang penggunaan yang meliputi jarak kedekatan (M) kawasan reklamasi terhadap keberadaan muara sungai, jarak kawasan reklamasi dengan kawasan lindung (M) dan kepadatan bangunan yang dihitung perbandingan luas lantai bangunan dengan luas kawasan reklamasi.(M/M)
Observasi dan Kuesioner
6 Infrastruktur Sarana dan prasarana yang ada pada kawasan diteliti berupa keberadaan jaringan jalan (M), Keberadaan transportasi umum dan keberadaan jaringan jalan utama (M)
Observasi dan Kuesioner
F. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan suatu atribut, sifat atau nilai dari
orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya
(Renald, 2015). Dengan demikian maka variabel penelitian memiliki variasi
atau sifat – sifat yang berbeda dari objek kajian. Selanjutnya variabel
penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Variabel perubahan fungsi lahan
Penggunaan lahan pada kawasan pesisir yang berbatasan dengan
garis pantai pada tahun 2001 dan 2014 sebagai poligon dan daerah setiap
poligon kemudian dihitung, membandingkan posisi pantai dari dua rentang
waktu. Melalui perhitungan ini akan terlihat apakah lahan untuk suatu
fungsi mengalami akresi atau erosi. Adapun variabel perubahan terdapat
pada Tabel 3. 4.:
76
Tabel 3.4. Variabel perubahan fungsi lahan
No
Variabel
Jenis penggunaan lahan
Deskripsi Luas (Ha) Deskripsi Persentase (%)
1 Permukiman
Luasan (ha) tiap jenis penggunaan lahan
Perbandingan perubahan luas penggunaan lahan yang hitung dengan persamaan matematika model dinamis lansekap (Lo.K, 2014)
2 Pendidikan
3 Lahan Kosong
4 Tambak
5 Pariwisata
6 Industri
7 Taman
8 Jasa
9 Olahraga
10 Daerah air
Jumlah
Setelah mengetahui perubahan fungsi lahan yang terjadi setelah
dilakukannya reklamasi maka akan diketahui jenis kota pantai apa yang
terjadi pada kawasan tersebut berdasarkan model kota tepian air yang
dikemukakan oleh Mentayani, 2013.
2. Variabel perubahan garis pantai
Penelitian dibagi atas lima zona didasarkan pada luas kawasan
penelitian. Total panjang garis pantai tahun 2001 adalah 9,1 km dan 10,21
km di 2014, perubahan terjadi sejak dilakukannya reklamasi atau adanya
erosi. Berdasarkan tumpang tindih peta terjadi perubahan signifikan
dengan akresi dan erosi antara. Adapun variabel perubahan garis pantai
dapat terlihat pada Tabel 3.5.
77
Tabel 3.5. Variabel perubahan garis pantai
3. Variabel Keberlanjutan
Tujuan penelitian merumuskan indeks keberlanjutan pada kawasan
reklamasi, maka variabel digunakan pada penelitian ini pada Tabel 3.6 :
Tabel 3.6. Variabel Indeks Keberlanjutan
Variabel Index Penulis sumber Judul sumber
Penggunaan lahan Jaringan jalan bangunan Ruang terbuka Jaringan jalan utama
Sylvira A. Azwar, Emirhadi Suganda, Prijono Tjiptoherijanto, Henita Rahmayanti
Model infrastruktur perkotaan yang berkelanjutan di reklamasi pantai utara Jakarta
Kawasan lindung
Feng Li , Xusheng Liu, Dan Hu, RusongWang,Wenrui Yanga, Dong Li , Dan Zhao
Pengukuran indikator dan pendekatan evaluasi untuk menilai pembangunan perkotaan: studi kasus Cina Jining City
Sumber daya pesisir Luas tutupan lahan per kapita (ha) Tingkat Tutupan hutan (%) Luas tutupan padang rumput Per capita (ha) Kawasan konservasi
ZHOU Jia, XIAO Haifeng, SHANG Jincheng, ZHANG Xuelin
Sistem penilaian pembangunan berkelanjutan di Suihua kota, Cina
index keberlajutan
Chengdong Wang , Yutao Wang*, Yong Geng , Renqing Wang , Junying Zhang
Mengukur keberlanjutan regional dengan pendekatan sosial-ekonomi-alam terpadu: studi kasus dari wilayah Delta Sungai Cina
Kepadatan bangunan
Liangju Yua, Xiyong Hou, Meng Gao, Ping Shi
Penilaian pembangunan berkelanjutan zona pantai: studi kasus Yantai, China
Sumber daya – lingkungan Xionghe Qin , Caizhi Model kuantitatif untuk
Zona Deskripsi Panjang (Km) Deskripsi Perubahan (Km)
2001 2014
I Masing-masing zona dihitung panjang garis pantai pada tahun 2001
Masing-masing zona dihitung panjang garis pantai pada tahun 2014
Perubahan garis pantai pada tahun 2001 dan 2014 diperkurangkan
II
III
IV
V
Jumlah
78
Kawasan muara sungai
Sun, Wei Zou menilai sistem manusia-ocean pembangunan berkelanjutan di kota-kota pantai: perspektif metabolik-daur ulang di Bohai laut cincin Area, Cina
kedekatan kawasan sensitif kedekatan pada area yang bernilai tinggi kedekatan pada kawasan yang beresiko tinggi kualitas air kedekatan pada sumber polutan
Sharareh Pourebrahim , Mehrdad Hadipour , Mazlin Bin Mokhtar , Mohd Ibrahim Hj Mohamed
Proses jaringan Analytic kriteria pemilihan dalam perencanaan penggunaan tanah pesisir yang berkelanjutan
G. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan
dengan beberapa tahap penelitian yang dimaksudkan untuk menjawab
tiga pertanyaan penelitian. Tiga pertanyaan penelitian tersebut dimulai
dari mengetahui dampak reklamasi pantai terhadap penggunaan lahan
dan garis pantai, dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian kedua yaitu
perumusan indeks keberlanjutan kawasan reklamasi dan ketiga
membangun model keberlanjutan reklamasi. Secara rinci analisis data
penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Analisis Dampak Reklamasi Terhadap Perubahan Penggunaan
Lahan dan Garis Pantai
e. Penyiapan Peta Penggunaan Lahan dan Pemetaan Garis Pantai
Beberapa fungsi lahan pada kawasan pesisir kadang dipengaruhi
oleh reklamasi yang dapat dideteksi dari citra dengan melihat perubahan
penggunaan lahan dan perubahan garis pantai (Andrade, Panagopoulos,
79
& Loures, 2012). Interpretasi visual digunakan untuk mengidentifikasi jenis
penggunaan lahan pada gambar citra. Daerah studi dikategorikan ke
beberapa jenis penggunaan lahan, yaitu permukiman, jasa, industri,
pariwisata, pelabuhan laut dan lahan kosong, yang digambarkan dengan
digitalisasi ArcGIS. Posisi garis akan sangat bervariasi karena sifat
dinamis dari daerah pesisir karena reklamasi. Studi ini mendefinisikan
garis pantai sebagai batas kering-basah pesisir, yang mirip dengan tingkat
tinggi air. Koordinat X dan Y posisi garis pantai diidentifikasi
menggunakan ArcGIS, untuk tahun 2001 dan 2014 (Lo & Gunasiri, 2014).
Pemetaan perubahan garis pantai akibat reklamasi dapat dilihat
melalui tumpang tindih peta citra tahun 2001 dan tahun 2014 yang
direktifikasi melalui pengamatan langsung di lapangan, sehingga akan
diperoleh gambaran perubahan garis pantai akibat reklamasi dan
hubungannya dengan penggunaan lahan di kawasan tersebut.
f. Perhitungan Perubahan Lahan
Jenis penggunaan lahan di tahun 2001 dan 2014 dianalisis
perubahannya dengan peta yang diekstraksi dengan teknik sistem
informasi geografis (GIS). Daerah perubahan untuk setiap jenis
penggunaan dihitung berdasarkan model dinamis lanskap berikut:
K = (Uo-Ut) /Uo × 100% (Lo & Gunasiri, 2014) …………….1
di mana, K = daerah perubahan penggunaan lahan setiap jenis
Uo = daerah awal waktu
Ut = daerah akhir waktu
80
Penggunaan lahan pada kawasan pesisir yang berbatasan dengan
garis pantai pada tahun 2001 dan 2014 sebagai poligon dan daerah setiap
poligon kemudian dihitung, membandingkan posisi pantai dari dua rentang
waktu. Melalui perhitungan ini akan terlihat apakah lahan untuk suatu
fungsi mengalami akresi atau erosi. Jika garis 2014 telah bergerak menuju
darat dibandingkan dengan tahun 2001, itu dianggap sebagai dampak
negatif bagi garis dan jika itu telah bergeser ke arah laut, maka dianggap
dampak positif.
g. Hubungan Perubahan Garis Pantai dengan Penggunaan Lahan
Untuk mendapatkan hubungan antara perubahan jenis penggunaan
lahan yang berbeda dan garis pantai, korelasinya dianalisis kualitatif.
Perubahan poligon fungsi penggunaan lahan oleh perubahan garis pantai
karena reklamasi akan digambarkan melalui peta dan diagram. Nilai
korelasi digunakan untuk mengetahui pengaruh perubahan garis pantai
terhadap perubaan penggunaan lahan baik akresi maupun erosi. Jika
pengurangan garis pantai maka akan dilihat apakah mengalami
pengurangan sedimentasi atau pertambahan erosi. Bila pertambahan
garis pantai maka akan dilihat apakah terjadi pertambahan reklamasi atau
pengurangan erosi. Secara keseluruhan analisis dampak reklamasi
terhadap perubahan penggunaan lahan dapat terlihat pada gambar 3.5
berikut:
81
Gambar 3.5. Gambar tahapan penelitian dampak reklamasi terhadap
penggunaan lahan dan garis pantai.
2. Analisis Perumusan Index Keberlanjutan Reklamasi
Pertanyaan penelitian kedua dijawab dengan analisis perumusan
indeks keberlanjutan reklamasi, diketahui bahwa begitu banyak indeks
keberlanjutan yang telah diteliti sebelumnya. Sehingga sangat perlu
menyederhanakan indeks keberlanjutan sesuai keperluan penelitian yaitu
khusus pada kawasan reklamasi.
Suatu indikator yang ideal harus mampu mengurangi jumlah data
yang besar menjadi bentuk yang paling sederhana dengan tetap
mempertahankan arti penting data untuk tujuan penelitian. Tujuan utama
penilaian keberlanjutan lingkungan perkotaan antara lain: (i) menetapkan
target pembangunan berkelanjutan dan menilai kemajuan yang dibuat
82
dalam memenuhi target-target tersebut; (ii) merevisi efektivitas kebijakan
perencanaan saat ini dan membantu dalam membuat koreksi yang
diperlukan untuk diaplikasikan, dan; (iii) membuat perbandingan dari
waktu ke waktu dengan mengevaluasi kinerja serta memberikan dasar
untuk perencanaan masa depan. Dengan kata lain, penilaian
keberlanjutan lingkungan perkotaan adalah alat yang ampuh untuk
menghubungkan kegiatan masa lalu, sekarang dan pembangunan masa
depan (Yigitcanlar & Dizdaroglu, 2015).
Untuk menganalisis status keberlanjutan Kota Jakarta dilakukan
melalui wawancara mendalam (in-depth interview) yang terstruktur dengan
responden/ahli (scientific expert judgement) dengan menggunakan
kuesioner yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Expert Choices dipilih
sebagai informan dengan pertimbangan memahami tema penelitian dan
pertimbangan ilmiah antara lain memiliki kemampuan akademik, ahli di
bidang perencanaan kota, ahli lingkungan perkotaan khususnya terkait
reklamasi, dan relatif mengetahui kondisi wilayah penelitian. Selain itu
yang menjadi pertimbangan peneliti untuk pemilihan informan/ahli adalah
keterwakilan para pemangku kepentingan terdiri atas pemangku kebijakan
pemerintah, akademisi, pihak swasta, dan masyarakat. Jumlah ahli yang
menilai atribut keberlanjutan kota pada penelitian ini berjumlah 3 (tiga)
orang, karena untuk penelitian seperti ini sebaiknya minimal 3 (tiga) orang
ahli/expert (Azwar, 2014).
83
Untuk menyederhanakan indeks, seperti tulisan pada bab
sebelumya penelitian ini menganalisis menggunakan AHP dan Expert
Choices. Sesuai prinsip pembangunan yang berkelanjutan, ada tiga pilar
yang mendukung prinsip tersebut yaitu pilar fisik lingkungan, sosial dan
ekonomi. Namun penelitian ini memilih hanya pilar fisik lingkungan yang
dijadikan indikator. Ada 72 indikator yang didapatkan dari literatur yang
terkait dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, kemudian dipilih
hanya aspek fisik lingkungan tersisa 26 indikator. Selanjutnya 26 indikator
tersebut masih dianggap terlalu banyak untuk diaplikasikan pada
penilaian.
Melalui AHP dan dipertanyakan pada expert menggunakan tabel
pair wise tersisa tinggal 9 indikator yang paling penting untuk diaplikasikan
menurut para ahli. Para ahli menilai indikator yang memiliki pengaruh yang
lebih penting dari pada indikator lainnya dengan nilai antara 1-9. Peringkat
atas yang paling banyak dipilih dan dianggap paling penting untuk diukur
adalah lingkungan alami, sedangkan yang kurang penting adalah
lingkungan buatan manusia. Hal ini berlaku konsisten di semua pilihan ahli
yang dinilai dalam Expert Choices , seperti ditunjukkan dalam tabel 6.2.
Metode evaluasi AHP-pilihan ahli (expert choice) telah
disempurnakan menjadi empat langkah (Feng et al., 2014), dan
penjelasan rinci mereka diberikan di bawah ini:
84
a. Langkah 1. Penentuan sistem evaluasi indeks
Langkah pertama adalah membuat sistem struktur indeks dan
identifikasi indeks. Untuk tujuan ini, '' m'' indeks dianggap dalam sistem
indeks, dan sistem indeks dibentuk melalui rumus:
U = [ U1; U2; . . . ; Um)………. (Lan Feng et al., 2014 ) ………2
Sistem analisis AHP dibagi menjadi tiga lapis. Lapisan paling atas
adalah tujuan analisis. Kemudian lapisan kedua terbagi menjadi tiga
kelompok: sumber daya pesisir, bangunan dan infrastruktur. Lapisan
ketiga adalah indeks yang akan dipilih.
Langkah 1 Perhitungan matrik awal untuk level (kriteria)
Diawali dengan menganalisis data (Rekapitulasi jawaban Responden
terhadap ”Kriteria”). Data dianalisis dengan perhitungan kebalikan sesuai
matrik perbandingan berpasangan, misalnya Jawaban responden 1 (R1)
terhadap A-C adalah dengan skala 7 dimana C faktor Availability space for
water conservation rate(%) lebih penting dari pada factor ruang terbuka
hijau. Maka dilakukan perbandingan terbalik ditinjau terhadap factor yang
didepannya yaitu A. data selengkapnya akan dirinci pada lampiran 6 pada
disertasi ini, yang merupakan bagian tak terpisahkan.
b. Langkah 2: Menghitung index
Bobot yang diperoleh dengan Metode AHP dikembangkan oleh
Thomas l, yang ditentukan oleh ahli pilihan dengan dibandingkan pair
wise. Kuesioner ini terdiri dari tiga bagian, yaitu sumber daya pesisir,
bangunan dan infrastruktur; setiap bagian membandingkan antara titik 1
85
dan 2, 1 dan 3, yang membandingkan diantara salah satunya yang
penting dan seterusnya sampai semua elemen telah dibandingkan.
Sebagaimana terllihat pada lampiran I dan II pada bagian yang tidak
terpisahkan dari disertasi ini.
c. Langkah 3: Membuat Matriks
Dalam proses pembobotan atau "pengisian", langkah berikutnya
adalah untuk mengatur matriks pair wise untuk mengukur berat tingkat
kepentingan setiap elemen di masing-masing dari hirarki. Dengan
demikian, analisis dilakukan oleh komputer. Sebagaimana terllihat pada
lampiran 6 pada bagian yang tidak terpisahkan dari disertasi ini.
Perbandingan berpasangan dimaksudkan untuk mendapatkan
keputusan sebanyak:
n x ((n-1)/2),. n = jumlah elemen-elemen yang dibandingkan
(Thomas L. Saaty & Katz, 1994)……………………………………………….3
d. Langkah 4: Test Konsistensi
Setelah kompilasi matriks, hasil yang diperoleh dalam perhitungan
tabel harus diuji, sehingga konsistensi sah, menggunakan rumus di bawah
ini. Konsistensi indeks (CI) = (λmax.-n) / (n-1), n = matriks pengukuran
(Thomas L. Saaty & Katz, 1994). Sebagaimana terllihat pada lampiran I
pada bagian yang tidak terpisahkan dari disertasi ini.
86
e. Langkah 5: Penentuan Prioritas
Ketika proses analisis komputer telah dicapai, kami menemukan
indeks yang sederhana yang sangat penting. Sebagaimana terllihat pada
lampiran 6 pada bagian yang tidak terpisahkan dari disertasi ini.
Keseluruhan langkah perumusan indeks dapat dirangkum pada Gambar
berikut:
Gambar 3.6. Langkah Perumusan Indeks
Tes konsistensi AHP dan Expert Choises dilakukan dengan melihat
Ratio Consistensi (CR) – CI/RI, untuk n= 10 maka RI = 1.49
= 0.149 / 1.49 = 0.099 < 0.1 konsisten
Nilai Ratio Consistensi (CR) lebih kecil dari 0.1 sama artinya lebih
kecl dari 10%. Berarti konsisten hasil yang dicapai. Perhitungan kelayakan
yang lebih rinci tertera pada sebagaimana terllihat pada lampiran 6 pada
87
bagian yang tidak terpisahkan dari disertasi ini.
Gambar 3.7. Struktur hirarki analisis AHP
3. Analisis Uji Validasi Indeks Keberlanjutan
a. Analisis GIS
Setelah mendapatkan indeks yang akan digunakan sebagai alat
untuk analisis, penulis kemudian mengambil kasus Pantai Jakarta dengan
menggunakan GIS. Studi kasus ini menggunakan citra satelit Pleiades
tahun 2013. Citra kemudian dikoreksi geometris, atau pembetulan gambar
untuk peta. Sistem informasi geografis (GIS) sebelumnya telah digunakan
sebagai alat untuk pengelolaan lingkungan, dengan mengumpulkan citra
jarak jauh untuk menganalisis pola penggunaan lahan, perubahannya
dan memproyeksikan untuk penggunaan dari waktu ke waktu (Sylla,
Xiong, Zhang, & Bangoura, 2012).
88
Sedangkan daerah studi Pantai Makassar ditampilkan melalui citra
satelit bulan Juni tahun 2014. Gambar citra tersebut kemudian dikoreksi
geometris yaitu pembetulan metode gambar untuk peta kemudian diikuti
dengan proses mosaik yang diuraikan dalam bentuk tampilan gambar.
b. Indeks Keberlanjutan
Tiga faktor yang dipilih untuk pemantauan dan menilai (10)
keberlanjutan reklamasi di daerah studi yang bisa dikategorikan sebagai
sumber daya pesisir, bangunan dan infrastruktur. Faktor ini terdiri dari 9
indeks, yang ditemukan dari penelitian sebelumnya yang disederhanakan
Gambar 3.8. Peta Penggunaan Lahan Kawasan Penelitian Sumber : Hasil analisis spasial
89
dari banyak indikator dari banyak penelitian dilakukan dengan Analytic
Hierarchy Process (AHP) dan expert choicess.
Tabel 3. 7. Kriteria Index Keberlanjutan Reklamasi
Kategori Sub kategori Indeks keberlanjutan
Sumber daya pesisir Persentase Ruang Terbuka Hijau(%)
3. >30 % dari kawasan: baik 2. 10–30 % dari kawasan: kurang 1. 0–10% dari kawasan: buruk
Ketersediaan ruang untuk konsevasi air
3 tersedia : baik 2. kurang tersedia: kurang 1. tidak tersedia: buruk
Tutupan lahan Per capita (ha) Ha
Bangunan Jarak dari lingkungan muara sensitive dan daerah tangkapan air pesisir
3. >500m dari muara:baik 2. 1–500m dari muara : kurang 1. dalam muara: buruk
Jarak dari kawasan lindung dan lindung ekologi (DNR)
3. >500m dari kaw lindung: baik 2. 1–500m dari kaw lindung :kurang 1. dalam kaw lindung: buruk
Kepadatan bangunan 3. sesuai RTRW: baik 2. kurang sesuai RTRW : kurang 1. tidak sesuai RTRW: buruk
Infrastruktur Kecukupan jalur jalan
3. tersedia : baik 2. kurang tersedia : kurang 1. tidak tersedia: buruk
Ketersediaan transportasi publik 3. tersedia : baik 2. kurang tersedia : kurang 1. tidak tersedia: buruk
Jarak dari transportasi utama (DMT)
3. 100-200 dari transportasi utama: baik 2. 200–500m dari transportasi utama: kurang 1. >500m dari transportasi utama: buruk
Source : penulis 2016
c. Indikator Sumber daya Pesisir
Sumber daya pesisir indikatornya dihitung oleh tiga indeks, tingkat
cakupan ruang terbuka hijau (%) yang didasarkan pada Peraturan Menteri
PU Nomor 5/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan dan merujuk
pada penelitian yang dilakukan oleh Sylvira (2014) demikian pula
ketersediaan ruang untuk konservasi air dan per kapita cakupan faktor
tanah (ha) merujuk pada penelitian Sylvira (2014).
90
d. Indikator Bangunan
Indikator bangunan dinilai berdasarkan survey, yang
mengidentifikasi keberadaan bangunan pada kawasan reklamasi atau
dekat daerah reklamasi. Indikator bangunan mempunyai tiga indeks
penentu yaitu jarak dari muara sungai yang peka terhadap kerusakan
lingkungan juga lahan basah pesisir (DES), jarak dari cagar alam dan
ekologi cadangan (DNR), kepadatan bangunan di daerah mereka.
e. Indikator Infrastruktur
Indeks infrastruktur dihitung dengan menggunakan tiga faktor:
jaringan jalan yang memadai, ketersediaan transportasi umum dengan
beban, dan jarak dari rute transportasi utama (DMT). Penentuan status
keberlanjutan dinyatakan oleh indeks dan status keberlanjutan.
f. Tahapan penentuan status keberlanjutan
Status kawasan reklamasi dapat dikatakan berkelanjutan atau
belum, dimulai dengan mengklasifikasi kategori dan indikator yang
didasarkan pada hasil pembobotan dengan nilai dari suatu kondisi
indikator yang ada. Penilaian terhadap indikator kemudian dilakukan
dengan memberikan nilai pada klasifikasi kondisi masing-masing
indikatornya. Penilaian tersebut adalah: nilai 1 jika indikator yang ada
masuk dalam klasifikasi buruk; nilai 2 jika indikator yang ada masuk dalam
klasifikasi kurang berkelanjutan; dan nilai 3 jika indikator yang ada masuk
dalam klasifikasi baik (Apriyanto et al., 2015).
91
Perumusan indeks keberlanjutan disusun berdasarkan nilai total
tertinggi (baik) dan nilai terendah (buruk) yang mungkin tercapai dari
perkalian antara hasil skoring (data kondisi kawasan reklamasi kota
Makassar atau Kota Jakarta) dan pembobotan. Nilai tertinggi yang
mungkin tercapai adalah 3, sedangkan nilai terendah adalah 1.
Selanjutnya dengan mempergunakan kelas interval yang dihitung
berdasarkan rentang dari nilai tertinggi dan terendah, maka status
keberlanjutan suatu kawasan reklamasi disajikan pada Tabel 3.8.
Nilai akhir dari perhitungan ini merupakan indeks komposit dari 3
(tiga) kategori pembangunan berkelanjutan (sumber daya pesisir,
bangunan dan infrastruktur) yang berasal dari salah satu pilar
pembangunan berkelanjutan yakni dari sisi fisik lingkungan.
Tabel 3.8 . Indeks Keberlanjutan Indeks Keberlanjutan Kriteria
Berkelanjutan Nilai total 2.35 – 3.00 , salah satau
nilai indikator tidak boleh kurang
dari 0.75
Kurang Berkelanjutan Nilai total 1.67 – 2.34
Tidak Berkelanjutan Nilai Total 1.00 – 1.66
Sumber : (Apriyanto et al., 2015)
92
Tabel 3.9. Indeks Keberlanjutan Reklamasi
Kategori Indikator Indeks Keberlanjutan Keterangan
Baik Kurang Buruk
Sumber daya pesisir
Persentase Ruang Terbuka Hijau(%)
>30 % dari kawasan
10–30 % dari
kawasan
0–10% dari kawasan
Persentase Ruang Terbuka Hijauyang diatur oleh UU no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah minimal 30% dari luas perkotaan
Ketersediaan ruang untuk konsevasi air
tersedia kurang tersedia
tidak tersedia
Kawasan konservasi air diperlukan untuk mempertahankan kondisi alami sekitar kawasan reklamasi
Tutupan lahan Per capita (ha)
Ha Ha Ha Belum ada data yang dapat dijadikan rujukan dalam penentuannya
Bangunan Jarak dari lingkungan muara sensitive dan daerah tangkapan air pesisir
>500m dari muara
1–500m dari muara
dalam muara
Dari Penelitian “Penilaian kesesuaian reklamasi pantai berdasarkan kerangka evaluasi komprehensif kabur-AHP: studi kasus Lianyungang, Cina “
Jarak dari kawasan lindung dan lindung ekologi (DNR)
>500m dari kaw lindung
1–500m dari kaw lindung
dalam kaw lindung
Dari Penelitian “Penilaian kesesuaian reklamasi pantai berdasarkan kerangka evaluasi komprehensif kabur-AHP: studi kasus Lianyungang, Cina “(L. Feng, Zhu, & Sun, 2014)
Kepadatan bangunan sesuai RTRW
kurang sesuai RTRW
tidak sesuai RTRW
Model infrastruktur perkotaan yang berkelanjutan di reklamasi pantai utara Jakarta
Infrastruktur Kecukupan jalur jalan
tersedia kurang tersedia
tidak tersedia
Model infrastruktur perkotaan yang berkelanjutan di reklamasi pantai utara Jakarta
Ketersediaan transportasi publik
tersedia kurang tersedia
tidak tersedia
Model infrastruktur perkotaan yang berkelanjutan di reklamasi pantai utara Jakarta
Sumber : hasil analisis
93
4. Analisis Model Reklamasi yang Berkelanjutan
Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis model persamaan
struktural atau Structural Equation Model (SEM) yang banyak digunakan
dalam riset empiris saat ini. Program yang dipergunakan dalam
melakukan analisis data yaitu Program Analysis of Moment Structures
(AMOS) versi 22. Salah satu metode estimasi yang sering digunakan
dalam Structural Equation Model (SEM) adalah Maximum Likelihood (ML).
Untuk menghasilkan model yang diinginkan sesuai tujuan penelitian, maka
dilakukan beberapa langkah sesuai gambar 3.7. Langkah analisis SEM
berdasarkan gambar 3.7 dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pengumpulan Data
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan informasi berupa tanggapan
masyarakat terhadap keberlanjutan kawasan utamanya di kawasan
reklamasi. Selanjutnya data dirumuskan menjadi suatu model persamaan
struktural awal yang disusun berdasarkan suatu teori atau penelitian
sebelumnya.
b. Evaluasi Asumsi SEM
Tahap ini dilakukan dengan mengevaluasi kemungkinan ada nilai
yang tidak normal untuk setiap parameter yang ada di dalam model dan
kemungkinan ada data yang jauh berbeda dari lainnya.
94
c. Estimasi
Tahap ini berkaitan dengan estimasi terhadap model untuk
menghasilkan nilai–nilai parameter dengan menggunakan salah satu
metode yang tersedia, seperti: Maximum Likelihood (ML), generalized
least square (GLS), two stage least square (2SLS) atau Weighted Least
Squared (WLS). Pemilihan metode estimasi yang digunakan ditentukan
berdasarkan karakteristik variabel dan data yang tersedia.
Gambar 3.9. Skema langkah analisis SEM 1
95
d. Uji kecocokan
Dalam tahap ini dilakukan pengujian kecocokan antara model
dengan data. Beberapa kriteria ukuran kecocokan (Goodness of Fit) telah
ditetapkan untuk menguji model yang dibuat (Renald, 2015)
Uji kecocokan model dilakukan untuk menguji apakah model yang
dibuat merupakan model yang sesuai dengan tujuan penelitian yang
dilakukan, yaitu dengan memeriksa tingkat kecocokan antara data dengan
model, validitas dan reliabilitas model pengukuran dan signifikansi
koefisien-koefisien dari model struktural.
Ada tiga evaluasi terhadap tingkatan kecocokan model (Hair, 2006 ) yaitu:
1) Kecocokan Keseluruhan Model (Overall Model Fit)
SEM tidak mempunyai uji statistik tunggal terbaik yang dapat menjelaskan
kekuatan untuk memprediksi sebuah model, dengan demikian maka
dikembangkan beberapa kombinasi uji kecocokan model yang dapat
digunakan untuk menjustifikasi apakah model tersebut baik atau tidak.
Ukuran-ukuran uji kecocokan keseluruhan model terdiri atas:
a) Ukuran kecocokan mutlak (absolute fit measures), yaitu ukuran
kecocokan model secara keseluruhan, meliputi model pengukuran dan
model struktural terhadap matriks korelasi dan matriks kovarians.
b) Ukuran kecocokan incremental (incremental / relative fit measures),
yaitu ukuran kecocokan yang bersifat relatif, yang digunakan untuk
perbandingan model.
96
c) Ukuran kecocokan parsimoni (parsimonious / adjusted fir measures),
yaitu ukuran kecocokan yang mempertimbangkan banyaknya koefisien
dalam model.
2) Kecocokan Model Pengukuran (Measurement Model Fit)
Setelah evaluasi atas kecocokan keseluruhan model, langkah berikutnya
adalah memeriksa kecocokan model pengukuran. Evaluasi model
pengukuran dilakukan terhadap masing-masing konstrak laten yang ada di
dalam model. Pemeriksaan terhadap konstrak laten dilakukan berkaitan
dengan pengukuran konstrak laten oleh variabel teramati. Uji kecocokan
ini dilakukan terhadap setiap konstruk terpisah melalui:
a) Evaluasi Terhadap Validitas
Validitas berhubungan dengan apakah suatu variabel mengukur apa yang
seharusnya diukur. Menurut Rigdon dan Ferguson (1991), dan Doll et. al.,
(1994), suatu indikator dikatakan mempunyai validitas yang baik terhadap
konstruk atau variabel latennya, apabila:
(a.1.) Nilai t muatan faktornya (factor loading) lebih besar dari nilai kritis (>
1,96).
(a.2.) Nilai muatan faktor standarnya (standard loading factor) tentang
relative importance and significant of the factorloading of each item:
loading factor> 0,50 adalah very significant.
b) Evaluasi Terhadap Reliabilitas.
Reliabilitas adalah derajat keandalan (kosistensi) instrumen pengukuran
(Dahlan, 2014). Reliabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa indikator-
97
indikator mempunyai konsistensi tinggi untuk mengukur konstruk latennya.
Dalam SEM reliabilitas diukur dengan composite/construct reliability
measure dan variance extracted measure .
Suatu indikator dikatakan mempunyai reliabilitas konstruk yang baik, jika
nilai konstruk reliabilitinya > 0,70 dan nilai variance extracted nya > 0,50.
(Hair et al., 2006; Wijanto, 2008).
3) Kecocokan Model Struktural
Evaluasi terhadap model struktural berkaitan dengan pengujian hubungan
antar variabel yang sebelumnya dihipotesiskan. Dalam hal tingkat
signifikansi adalah 0.05, maka nilai t dari persamaan struktural harus ≥
1.96 (Hair et al., 2006). Hipotesis penelitiaan diterima jika nilai absolut dari
t (t-value) ≥ 1,96 dan koefisien nilai t (baik positif atau negatif) sesuai
hipotesis penelitian.
H. Keterbatasan Penelitian
Sebagai sebuah karya ilmiah penelitian ini memiliki beberapa
keterbatasan antara lain :
1. Pemilihan informan (key person dalam wawancara Expert Choices)
dan responden mungkin saja belum dapat menjelaskan sepenuhnya
dan mampu menggambarkan karakteristik dan substansi masalah
penelitian. Untuk kepentingan penelitian selanjutnya dapat dilakukan
perluasan informan dan responden penelitian yang lebih heterogen
dari berbagai stratifikasi sosial dan ekonomi.
98
2. Masih terjadi kekosongan penelitian yang merumuskan model
konsep pembangunan berkelanjutan khusus kawasan reklamasi baik
yang dipublikasikan tingkat nasional maupun internasional
membatasi peneliti menemukan referensi yang memadai dalam
penulisan.
3. Penelitiian ini tidak memperhitungkan aspek ekonomi dan sosial
sehingga belum komperehensif, diharapkan dapat ditindaklanjuti oleh
peneliti selanjutnya.
4. Karena keterbatasan waktu dan biaya, maka penelitian ini hanya
mengambil sampel lokasi pada dua kawasan reklamasi yaitu
Makassar dan Jakarta, sebaiknya model ini bisa diuji pada lokasi
reklamasi lainnya.
I. Kerangka Penelitian
Proses pelaksanaan penelitian meliputi tiga tahapan utama yaitu:
(1) rancangan penelitian, (2) persiapan, pengumpulan data dan analisis,
dan (3) pembahasan dan kesimpulan (Muhammad, 2015). Gambar
penelitian memberikan gambaran proses penelitian secara keseluruhan
sehingga dapat memudahkan pelaksanaan kontrol tahap demi tahap pada
mulai dari survey awal, studi literatur, studi kasus, survey lanjutan dan
perumusan model.
Penelitian dimulai dari mencari dampak reklamasi pada kawasan
pesisir terhadap fungsi penggunaan lahan dan panjang garis pantai.
99
Setelah itu studi dilanjutkan dengan studi literatur awal, ditemukan bahwa
kemungkinan permasalahan terjadi seiring dengan pelaksanaan reklamasi
adalah pelaksanaan yang kemungkinan tidak berkelanjutan. Sehingga
penulis mencoba melakukan studi literatur dari penelitian-penelitian
sebelumnya yang telah dilakukan dengan merumuskan indeks
keberlanjutan yang sesuai untuk mengukur apakah suatu kawasan
reklamasi berkelanjutan atau tidak. Indeks keberlanjutan yang dirumuskan
ini diberi nama Indeks Keberlanjutan Reklamasi (IKR).
Selanjutnya IKR diuji pada kawasan reklamasi pantai Makassar
sebagai domisi penulis dan mengambil contoh kawasan lain yang juga
tengah marak dibicarakan yaitu reklamasi pantai utara Jakarta. Kedua
kasus tersebut dianalisis dengan GIS menggunakan IKR.
Penelitian tahap akhir adalah dengan survey di Kota Makassar
untuk merumuskan model menggunakan dengan analisis Structural
Equation Model (SEM) dengan menyebarkan questioner pada kawasan
Reklamasi Makassar untuk melihat keterkaitan indeks yang satu dengan
lainnya, sehingga didapatkan suatu model keberlanjutan yang tepat untuk
suatu kawasan Reklamasi. Model tersebut nantinya dapat dijadikan
sebagai acuan dalam perencanaan kedepan oleh penentu kebijakan,
dengan tiga indikator keberlanjutan dari aspek fisik yaitu sumber daya
pesisir, bangunan dan infrastruktur. Untuk lebih jelasnya dapat ditunjukkan
pada gambar 3.10 yang menggambarkan kerangka penelitian.
100
Gambar 3.10.Kerangka penelitian
Gambar 3.11.Tahapan penelitian
101
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN DAMPAK REKLAMASI TERHADAP
PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN GARIS PANTAI DI KOTA MAKASSAR
A. Gambaran Fisik Kawasan Pesisir Kota Makassar
Penelitian awal dimulai dari menilai dampak reklamasi terhadap
perubahan penggunaan lahan dan garis pantai dengan mengambil kasus
di Pantai Kota Makassar. Deliniasi kawasan penelitian merujuk pada
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 tahun 2009 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, lebih rinci
merujuk pada Peraturan Gubernur Nomor 17 tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi Global Bisnis Terpadu
yang berada di pesisir kota Makassar.
Makassar dengan luas 175,79 km2, panjang garis pantai 52,8 km
yang terdiri atas garis pantai daratan 36,1 km, dan garis pantai pulau-
pulau serta gusung sepanjang 16,7 km ("Profil Kota Makassar," 2014).
Mulai dari pantai Losari Makassar menuju ke Selatan di sekitar Pantai
Barombong ke arah Barat hingga Maccini Sombala dan ke arah Timur ke
arah laut.
Perairan ini merupakan daerah landai dengan ketinggian berkisar -
1 sampai -11,5 m di bawah muka laut ("Rupa bumi Indonesia," 2010),
terletak di antara Kota Makassar dengan Pulau Lae-lae, seperti pada
Gambar 4.1 dan 4.2.
102
Kondisi batimetri di lokasi dan sekitarnya ada perbedaan
kedalaman yaitu dari garis pantai sampai jarak 3 km ke lepas pantai
kedalaman laut berkisar antara -1sampai-18 m. Temperatur udara rata-
rata bulanan berkisar antara 25,3 – 28,3 oC.
Gambar 4. 1. Citra tahun 2001 Gambar 4.2. Citra tahun 2014
Gambar 4.1 menggambarkan citra tahun 2001, dimana pada lokasi
tersebut belum dilakukan reklamasi, dominasi fungsi lahan masih berupa
lahan kosong dan tambak. Sedangkan pada gambar 4.2 menggambarkan
citra 2014, telah nampak reklamasi secara sopradis di beberapa titik
lokasi.
103
B. Perubahan Penggunaan Lahan antara 2001 dan 2014
Penelitian awal menjawab rumusan masalah pertama yaitu meneliti
dampak reklamasi terhadap perubahan penggunaan lahan dan perubahan
panjang garis pantai pada kawasan pesisir pantai Makassar. Hasil
penelitian awal ini terlihat pada Gambar 4.3 yang menunjukkan
perbandingan kondisi pesisir pantai kota Makassar tahun 2001 dan 2014
dengan melihat perubahan penggunaan lahan yang meliputi permukiman,
pendidikan, lahan kosong, tambak, pariwisata, industri, taman, jasa,
olahraga dan daerah air (Abdel Kawy & Belal) selanjutnya ditabulasi pada
Tabel 4.1.
104
Tabel 4.1. Perubahan penggunaan lahan
No
Penggunaan Lahan
2001 2014 Perubahan
Luas (Ha)
Persentase (%)
Luas (Ha)
Persentase (%)
Luas (Ha)
Persentase (%)
1 Permukiman 27.9 4.8 342.7 56.26 -314.8 -1128.32
2 Pendidikan 10 1.72 10 1.54 0.6 6.00
3 Lahan Kosong 91.8 15.81 63.4 10.41 28.4 30.94
4 Tambak 341.4 58.79 16.1 2.64 325.3 95.28
5 Pariwisata 12.7 2.19 43.4 7.13 -30.7 -241.73
6 Industri 0 0 6.3 1.03 -6.3 -4.80
7 Taman 0 0 13.0 2.13 -13.0 -6.70
8 Jasa 0 0 43.1 7.08 -43.1 -31.20
9 Olahraga 0 0 23.0 3.78 -23.0 -8.30
10 Daerah air 96.9 16.69 48.7 8.00 48.2 39.63
Jumlah 580.7 100 609.1 100.00
Sumber : hasil analisis 2016
Terlihat bahwa perubahan paling signifikan terjadi pada fungsi
permukiman berubah 1128.32%, diikuti pariwisata sebesar 241.73% dan
tambak berkurang 95.28%, fungsi kegiatan pendidikan tidak berubah,
disusul fungsi industri yang bertambah sekitar 4.8%.
C. Perubahan Garis Pantai
Penelitian dibagi atas lima zona didasarkan pada luas kawasan
penelitian (lihat gambar 4.3 dan tabel 4.2). Total panjang garis pantai
tahun 2001 adalah 9,1 km dan 10,21 km di 2014, perubahan terjadi sejak
dilakukannya reklamasi atau adanya erosi. Berdasarkan tumpang tindih
peta terjadi perubahan signifikan dengan akresi dan erosi antara 2001 dan
2014.
Gambar 4.3. Perubahan fungsi lahan tahun 2001 dan 2014 dibagi perzona
105
Gambar 4.4. Perubahan garis pantai
106
Tabel 4.2 Perubahan Panjang Garis Pantai tahun 2001 dan 2014
Sumber: hasil analisis 2016
Pada zona I terjadi pertambahan garis pantai sepanjang 1,08 km,
perubahan ini terjadi karena pertambahan reklamasi. Sementara pada
zona II memperlihatkan pengurangan garis pantai setelah peta direktifikasi
pada zona ini terjadi pertambahan erosi. Pada zona III tidak ada
pertambahan reklamasi atau pertambahan erosi karena ditandai dengan
tidak adanya perubahan garis pantai. Zona IV menunjukkan adanya
pengurangan garis pantai akibat pertambahan erosi. Zona ini berbatasan
dengan muara sungai Jeneberang. Pada zona V terjadi pertambahan
garis pantai sepanjang 0,29 km akibat reklamasi pembangunan sarana
olahraga Barombong.
D. Hubungan Perubahan Garis Pantai dan Penggunaan Lahan
Pada Tabel 4.3 akan digambarkan hubungan antara perubahan
garis pantai dengan penggunaan lahan pada suatu zona. Perubahan garis
pantai yang bertambah atau berkurang pada kawasan pesisir akan
berakibat berubah atau tidaknya fungsi lahannya dari tahun 2001 ke tahun
2014, yang dilihat perzona mulai dari zona I sampai zona V. Misalnya
Zona Panjang (Km) Perubahan (Km)
2001 2014
I 2.14 3.22 1.08
II 1.69 1.53 -0.16
III 1.39 1.39 0.00
IV 2.19 1.98 -0.21
V 1.69 2.09 0.29
9.1 10.21
107
pada zona I pada tahun 2001 garis pantai bertambah signifikan yang
berdampak berubah pula jenis penggunaan lahan pada zona I.
Tabel 4.3. Perubahan Garis Pantai dan Penggunaan Lahan akibat Reklamasi
No
Tahun 2001 2014 2001 2014 2001 2014 2001 2014 2001 2014
Zona I Zona II Zona III Zona IV Zona V
Panjang garis pantai (km)
Penggunaan Lahan (Ha)
2.14
3.22
1.69
1.53
1.39
1.39
2.19
1.98
1.69
2.09
1 Permukiman - 109.5 - 171.0 2.3 24.9 12 20.1 11.2 17.2
2 Pendidikan - - - - - - - - 10 10
3 Lahan Kosong - 4.5 - 0 31.7 5.8 10.8 2.5 38.5 50.6
4 Tambak 66.5 - 190.6 - 4.4 - 28.5 16.1 21.9 -
5 Pariwisata - - 4.7 12.6 8 17.3 - 13.5 - -
6 Industri - - - 6.3 - - - - - -
7 Taman - - - 13.0 - - - - - -
8 Jasa - 30.2 - 12.9 - - - - - -
9 Olahraga - - - - - - - - - 23.0
10 Daerah Air 74.9 25.8 4.5 2.9 - - 17.5 20.0 - -
1. Kawasan Permukiman
Menurut Tabel 4.3, korelasi negatif paling tinggi diamati untuk
fungsi permukiman seluas 171 ha pada zona II yang ternyata pada zona
ini terjadi erosi atau pengurangan garis pantai tepat setelah zona
reklamasi pada zona I. Hal ini seiring dengan yang diteliti oleh Lo (Lo &
Gunasiri, 2014) pertambahan area permukiman mempunyai dampak
negatif terhadap stabilisasi garis pantai. Namun dampak perubahan
dengan pertambahan terjadi pada zona I yaitu lokasi reklamasi yang
mengakibatkan garis pantainya bertambah luas kawasan permukimannya
juga bertambah. Dapat disimpulkan bahwa kawasan reklamasi pada zona
ini diperuntukkan untuk permukiman baru. Perluasan daerah permukiman
dan urbanisasi seringkali menuntut dilakukannya reklamasi akibat
terbatasnya ruang untuk permukiman di daerah pesisir. Sebagaimana
108
dijelaskan oleh (Lo & Gunasiri, 2014) peningkatan populasi manusia di
daerah pantai akan mengakibatkan eksploitasi berlebih sumber alam di
zona pesisir dan degradasi ekosistem pesisir mendorong dilakukannya
reklamasi. Pada zona III tidak ada perubahan garis pantai namun terjadi
pertambahan fungsi permukiman 21 ha yang kemungkinan dapat
berakibat terhadap terjadinya erosi pada zona IV yakni berkurangnya garis
pantai.
2. Kawasan pendidikan
Kawasan pendidikan yang berada pada zona V tidak mengalami
perubahan. Hal ini sejalan pada kawasan ini tidak direncanakan sebagai
kawasan pendidikan menurut RTRW kota maupun provinsi. Walaupun
terjadi pertambahan garis pantai yang tidak mempunyai pengaruh
terhadap fungsi pendidikan.
3. Kawasan peruntukan lahan kosong
Perubahan luasan kawasan lahan kosong terjadi hampir pada
semua zona kecuali pada zona III, yaitu dari 31,7 menjadi 5,8 ha, dimana
juga tidak ada perubahan panjang garis pantai yaitu 1,39 km.
4. Kawasan peruntukan tambak
Seperti yang terjadi di China, dalam jumlah besar lahan yang
digunakan untuk pangan banyak beralih menjadi kawasan perkotaan
(Zhang, Uwasu, hara, & Yabar, 2010), demikian pula tambak yang ada di
109
seluruh zona pada kawasan ini terjadi penurunan luasan berubah menjadi
kawasan permukiman dan lainnya. Pengurangan yang paling besar yaitu
pada Zona II dari 190,6 ha menjadi tidak ada, pengurangan ini seiring
dengan pengurangan panjang garis pantai. Berarti lahan yang ikut
tergerus akibat erosi diantaranya berasal dari tambak.
5. Kawasan pariwisata
Perubahan siginifikan akibat berkurangnya luasan kawasan
pariwisata seiring dengan perubahan panjang garis pantai. Pertambahan
luasan fungsi pariwisata terjadi pada zona II, III dan IV, berdampak
dengan pengurangan garis pantai, berarti bahwa kegiatan pariwisata turut
mempengaruhi pertambahan erosi atau kemungkinan lain reklamasi yang
terjadi pada zona sebelah menyebabkan erosi pada zona ini.
6. Daerah Air
Perubahan sinifikan pada perubahan daerah air dengan perubahan
garis pantai terjadi pada zona I. Pada zona ini panjang garis pantai
bertambah dan daerah air menjadi berkurang. Perubahan ini jelas karena
adanya reklamasi yang paling luas terjadi pada zona I, daerah yang
dahulu adalah laut berubah menjadi daratan. Namun pengurangan daerah
air pada zona II juga terjadi meskipun tidak ada perubahan garis pantai
pada zona II, hal ini kemungkinan masih dipengaruhi oleh pendangkalan
akibat reklamasi menyebabkan berkurangnya daerah air.
110
Dengan adanya reklamasi, lahan yang tadinya tidak produktif
karena tidak digunakan dapat berubah menjadi kawasan yang produktif,
namun dapat pula berlaku sebaliknya menyebabkan kerusakan
lingkungan. Sehingga dalam pelaksanaan reklamasi perlu memperhatikan
dampak yang mungkin timbul baik positif maupun negatif pada kondisi
pantai. Dengan perencanaan reklamasi yang baik, misalnya dengan
menghitung luas lahan baru yang terbentuk, jenis penggunaan lahan,
serta persentase lahan yang digunakan untuk umum dan lahan yang
digunakan untuk privat, maka kawasan yang terbentuk akan lebih baik
daripada sebelumnya.
Studi ini menemukan bahwa apabila dilakukan reklamasi pada
suatu kawasan, dapat berakibat berkurangnya garis pantai di sisi
sebelahnya. Pergerakan lahan kearah laut pada suatu sisi pantai, ternyata
berakibat mundurnya lahan kearah daratan, karena tergerus arus laul
yang berubah karena bertambahnya garis pantai. Hal ini dapat
dihindarkan apabila pada perencanaan reklamasi sudah direncanakan
penanggulangan erosi dengan teknologi.
111
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN MEMBANGUN INDEKS KEBERLANJUTAN REKLAMASI
Penelitian tahap berikutnya adalah membangun indeks
keberlanjutan pada kawasan reklamasi yang nantinya dapat digunakan
sebagai alat untuk mengukur keberlanjutan daerah reklamasi tertentu.
Terdapat 72 indikator aspek fisik, sosial dan ekonomi yang ditemukan dari
literatur maupun teori terdahulu. Selanjutnya peneliti memilih hanya aspek
fisik saja, didapatkan 26 indikator lingkungan fisik dari tiga kategori yaitu
sumber daya pesisir, bangunan dan infrastruktur.
Penelitian ini menggunakan analisis expert choices dengan tiga ahli
yang diwawancara dari latar belakang berbeda yang dijadikan sebagai
informan untuk memberikan pendapat kemudian dianalisis dan
dimasukkan dalam matriks. Mereka berasal dari bidang konsultan
profesional, staf pemerintah dan akademisi. Mereka memilih indikator
yang paling penting melalui matriks pair wise (Pourebrahim et al., 2010).
Penelitian ini hanya membatasi pada aspek lingkungan fisik saja,
dan tidak mengambil indikator keberlanjutan lainnya ekonomi dan sosial.
Dengan hanya mengambil aspek fisik saja maka diasumsikan model ini
akan lebih mudah dipahami dan ditindaklanjuti oleh pemakainya sesuai
teori dari Yua bahwa indikator yang baik harus mudah untuk dipahami,
sensitif terhadap perubahan dan mempunyai keterkaitan antara indeks
112
(Yua et al., 2010). Penelitian yang menyertakan aspek ekonomi dan sosial
akan ditindaklanjuti oleh peneliti selanjutnya.
Table 5.3 Indeks Keberlanjutan yang diajukan dari Aspek fisik
Kategori Sub Kategori Indeks
Sumber Daya Pesisir
Persentase Ruang Terbuka (%)
1. >30 % dari luas area: baik 2. 10–30 % dari luas area: kurang 3. 0–10% dari luas area: buruk
Kesesuaian permukiman dengan peruntukan lahan
1. sesuai : Baik 2. kurang sesuai: kurang 3. tidak sesuai : buruk
Ketersediaan ruang untuk konservasi air
1. tersedia: baik 2. kurang tersedia: kurang 3. tidak tersedia: buruk
Per kapita tutupan lahan (ha) Ha
Per kapita tutupan lahan berumput (ha)
Ha
Kedekatan pada lahan bernilai tinggi
1. didalam area bernilai tinggi 2. 1–500m dari area bernilai tinggi 3. >500m dari area bernilai tinggi
Kedekatan pada lahan beresiko tinggi
1. >500m dari area beresiko tinggi 2. 1–500m dari area beresiko tinggi 3. dalam area beresiko tinggi
Kedekatan pada sumber polusi 1. >500m dari daerah sumber polusi 2. 1–500m dari daerah sumber polusi 3. dalam daerah sumber polusi
Jarak dari daerah khusus (DSA)
1. dalam daerah khusus 2. 1–500m dari daerah khusus 3. >500m dari daerah khusus
Jarak dari pantai besar yang cocok untuk berenang (DLBS)
1. >500m dari DLBS 2. 1–500m dari DLBS 3. dalam DLBS
Bangunan Kepadatan rumah berpenghuni 1. sesuai : Baik 2. kurang sesuai: kurang 3. tidak sesuai : buruk
Kepadatan bangunan 1. sesuai : Baik 2. kurang sesuai: kurang 3. tidak sesuai : buruk
Jarak dari tempat yang menarik (DPI)
1. dalam DPI 2. 1–500m dari DPI 3. >500m dari DPI
Jarak dari pantai alami tujuan wisata (DNCT)
1. >500m dari DNCT 2. 1–500m dari DNCT 3. dalam DNCT
Jarak dari lingkungan muara sungai yang sensitive dan pantai lahan basah (DES)
1. >500m dari DES 2. 1–500m dari DES 3. dalam DES
Jarak dari lingkungan alami dan ekologi yang dilindungi (DNR)
1. >500m dari DNR 2. 1–500m dari DNR 3. dalam DNR
113
Jarak dari zone sumber perikanan (DFR)
1. >500m dari DFR 2. 1–500m dari DFR 3. dalam DFR
Akses ke pusat fasilitas kesehatan
1. 0–15 menit: baik 2. 15–30 menit: kurang 3. >30 menit: buruk
Akses ke pantai 1. 0–15 menit: baik 2. 15–30 menit: kurang 3. >30 menit: buruk
Akses ke sekolah 1. 0–15 menit: baik 2. 15–30 menit: kurang 3. >30 menit: buruk
Infrastruktur Ketersediaan transportasi pubilk
1. tersedia: baik 2. kurang tersedia: kurang 3. tidak tersedia: buruk
Kedekatan dari jalur transportasi utama (DMT)
1. >500m dari DMT 2. 200–500m dari DMT 3. 100-200 dari DMT
Kelayakan jaringan jalan
1. tersedia: baik 2. kurang tersedia: kurang 3. tidak tersedia: buruk
Kelayakan pelayanan transportasi sampah padat
1. tersedia: baik 2. kurang tersedia: kurang 3. tidak tersedia: buruk
Kelayakan pelayanan sampah cair
1. tersedia: baik 2. kurang tersedia: kurang 3. tidak tersedia: buruk
Jarak dari pelabuhan 1. >500m dari pelabuhan 2. 1–500m dari pelabuhan 3. dalam pelabuhan
(Source: penulis)
A. Hasil Penilaian pada Kriteria Sumber Daya Pesisir
Dari wawancara dengan ahli menggunakan kuesioner, jawaban
pada skala batang diberikan pada penilaian lembar kuesioner yang
diperoleh. Jawaban dari responden terhadap persepsi "Kriteria"
ditampilkan dalam tabel. Elemen bobot yang diperoleh dari nilai E-vektor
yang dinyatakan dalam persentase adalah seperti ditunjukkan pada
gambar 5.2. Selanjutnya Gambar 5.2 juga menunjukkan penilaian
responden terhadap beberapa kriteria, persentase ruang terbuka (%) telah
dipengaruhi dengan bobot 0.245 (24,6%), kemudian diikuti oleh
114
ketersediaan ruang konservasi air yang menyumbang 0.168 (16.8%), lalu
per kapita tutupan lahan (ha) dengan 0.164 (16,4%), yang terakhir adalah
jarak dari pantai-pantai besar yang cocok untuk berenang (DLB) sebagai
faktor yang menyumbang 0.026 (2,6%) keterpilihan.
Gambar 5.2. Hasil penilaian Indikator Sumber Daya pesisir
B. Hasil Penilaian Pada Kriteria Bangunan
Selanjutnya penilaian pada kriteria bangunan ditunjukkan pada
Gambar 5.3, yakni penilaian responden terhadap beberapa kriteria yang
menunjukkan jarak dari Muara sungai yang sensitif terhadap lingkungan
dan lahan basah pesisir (DES) memiliki pengaruh penting bobot 0.288
(28.8%), kemudian diikuti oleh faktor jarak dari kawasan lindung dan
ekologi cadangan (DNR) dengan 0.218 (21.8%), kepadatan membangun
di daerah tersebut dengan bobot 0.124 (12.4%), dan akhirnya faktor akses
ke sekolah dengan bobot 0.032 (3,2%).
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3
Open space coverage rate (%)
Suitability of residence with land use
Availability space for water …
Per capita coverage of land (ha)
Per capita coverage of grassland (ha)
Proximity to High value area
Proximity to High risk area
Proximity to pollution source
Distance from special areas (DSA)
Distance from large beaches suitable …
Weight
115
Gambar 5. 3. Perhitungan Skala Prioritas Kritiria Bangunan Source: The results of analysis, 2016
C. Hasil Penilaian Pada Kriteria Infrastruktur
Gambar 5.4. Penghitungan Skala Prioritas Kriteria Infrastruktur Sumber : Hasil analisis, 2016
116
Pada gambar 5.4, responden menilai bahwa faktor jaringan jalan
yang memadai memiliki bobot penting 0.346 (34.6%), diikuti oleh
ketersediaan transportasi umum dengan 0,308 (30,8%), jarak dari jalur
transportasi utama (DMT) dengan 0.164 (16,4%), terakhir adalah jarak
dari pelabuhan (DFA) dengan 0.033 (3,3%). Selanjutnya dari 72 kriteria
yang ada dari expert choices mengungkapkan tinggal 26 indikator yang
berlaku, dan dari analisis AHP, tersisa 9 indikator yang paling penting
menurut expert choices. Para ahli menilai indikator mana yang lebih
penting pengaruhnya dibandingkan dengan indikator lainnya dengan
pilihan pair wise melaui penilaian 1-9. Dari keseluruhan pilihan ahli maka
indikator yang menduduki peringkat paling tinggi atau dianggap paling
berpengaruh adalah pentingnya menjaga lingkungan atau factor
lingkungan yang dianggap paling tinggi dibandingkan fakto yang terkait
dengan buatan manusia, hal ini konsisten dipilih oleh para ahli di semua
hasil wawancara. Hasilnya adalah kriteria dengan peringkat yang paling
penting adalah pada table 5.4.
117
Tabel 5. 4 Kriteria yang paling penting dari indeks keberlanjutan kawasan reklamasi
Kategori Sub Kategori Indeks
Sumber Daya Pesisir
Persentase Ruang Terbuka (%)
1. >30 % dari luas area: baik 2. 10–30 % dari luas area: kurang 3. 0–10% dari luas area: buruk
Ketersediaan ruang untuk konservasi air
1. tersedia: baik 2. kurang tersedia: kurang 3. tidak tersedia: buruk
Per kapita tutupan lahan (ha) Ha
Bangunan Jarak dari lingkungan muara sungai yang sensitive dan pantai lahan basah (DES)
1. >500m dari DES 2. 1–500m dari DES 3. dalam DES
Jarak dari lingkungan alami dan ekologi yang dilindungi (DNR)
1. >500m dari DNR 2. 1–500m dari DNR 3. dalam DNR
Kepadatan bangunan 1. sesuai : Baik 2. kurang sesuai: kurang 3. tidak sesuai : buruk
Infrastruktur
Kelayakan jaringan jalan
1. tersedia: baik 2. kurang tersedia: kurang 3. tidak tersedia: buruk
Ketersediaan transportasi pubilk
1. tersedia: baik 2. kurang tersedia: kurang 3. tidak tersedia: buruk
Kedekatan dari jalur transportasi utama (DMT)
1. >500m dari DMT 2. 200–500m dari DMT 3. 100-200 dari DMT
Source: yurnita, 2016
118
BAB VI
UJI VALIDASI INDEKS KEBERLANJUTAN REKLAMASI PADA KAWASAN REKLAMASI MENGGUNAKAN ANALISIS SPASIAL GIS; KASUS PANTAI MAKASSAR DAN PANTAI
UTARA JAKARTA
A. Pantai Makassar
Indeks Keberlanjutan Reklamasi (IKR) pada studi ini difokuskan
pada tiga faktor: sumber daya pesisir, bangunan dan infrastruktur yang
kemudian dianalisis menggunakan sistem informasi geografis.
Keberlanjutan daerah reklamasi diidentifikasi berdasarkan citra satelit
Enhance Tematic Mapper+ (ETM), yang berasal dari gambar ASTER.
Hasil yang diperoleh, mengungkapkan bahwa indikator keberlanjutan
dalam studi saat ini terfokus pada sembilan faktor; persentase ruang
terbuka (%), ketersediaan ruang untuk konservasi air, per kapita cakupan
tanah (ha), jarak dari muara yang peka terhadap kerusakan lingkungan
dan lahan basah pesisir (DES), jarak dari cagar alam dan kawasan
lindung (DNR), kepadatan bangunan di daerah tersebut, jaringan jalan
yang memadai, ketersediaan transportasi umum dan jarak dari rute
transportasi utama (DMT).
1. Indikator Sumber Daya Pesisir
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 15% dari total luas
yang diinvestigasi adalah ruang terbuka. Dari IKR pantai Makassar
diartikan atau diklasifikasikan sebagai kurang berkelanjutan, karena
119
kurang dari 30% dari yang ditetapkan oleh Undang-undang nomor 26
tahun 2007 tentang penataan ruang sementara kawasan konservasi air
sekitar 16% artinya tersedia. Jika demikian, itu diklasifikasikan sebagai
baik atau berkelanjutan. Kemudian indeks terakhir dari sumber daya
pesisir adalah per kapita cakupan tanah (Ha). Di Makassar, tidak ada
standar tertentu untuk mengukur indikator ini, karena belum ada data yang
tersedia untuk menghitung tanah yang diperlukan oleh orang untuk hidup,
bukan hanya rumah, tetapi juga tanah sekolah, bekerja, rekreasi yang
semuanya harus dihitung. Berdasarkan kondisi ini maka indikator yang
bisa diukur hanya ada dua dengan penilaian satu indikator tidak
berkelanjutan dan satu lagi berkelanjutan maka dapat disimpulkan bahwa
cukup berkelanjutan seperti yang ditunjukkan dalam gambar 6.1.
120
Gambar 6.1. Sumber Daya Pesisir di Kawasan Reklamasi Makassar
121
2. Indeks Bangunan
Hasil penilaian indikator bangunan yang terdiri dari tiga indeks
menunjukkan bahwa jarak dari muara sungai yang peka terhadap
lingkungan dan lahan basah pesisir yang buruk atau tidak berkelanjutan,
karena beberapa bagian dari daerah reklamasi berada dalam muara yang
sensitif dan lahan basah pesisir. Indeks kedua menunjukkan bahwa jarak
Gambar 6.2 Peta Kondisi Pantai Kota Makassar dari Analisis Indikator Bangunan
122
dari cagar alam dan ekologi cadangan jauh dari daerah reklamasi, yaitu
lebih dari 500 meter. Indeks berikutnya adalah kepadatan bangunan di
daerah mereka yang cocok dengan perencanaan tata ruang Kota
Makassar artinya berkelanjutan seperti yang ditunjukkan pada gambar
6.2.
3. Indeks Infrastruktur
Penilaian dari indikator infrastruktur diklasifikasikan ke dalam tiga
indeks, seperti yang ditunjukkan dalam gambar 6.5. Indeks pertama
adalah jaringan jalan yang memadai. Dari peta dapat dilihat bahwa daerah
reklamasi memiliki jaringan jalan yang memadai, makna untuk
mengatakan kawasan pantai Makassar berkelanjutan. Ketersediaan
transportasi umum di daerah reklamasi tersedia, sehingga berkelanjutan.
Yang terakhir adalah jarak dari rute transportasi utama adalah sekitar 420
M, itu berarti tidak berkelanjutan.
123
Gambar 6.3 Peta Kondisi Pantai Kota Makassar dari analisis Indikator Infrastruktur
124
Status kawasan reklamasi dapat dikatakan berkelanjutan atau
belum, dimulai dengan mengklasifikasi kategori dan indikator yang
didasarkan pada hasil pembobotan dengan nilai dari suatu kondisi
indikator yang ada. Penilaian terhadap indikator kemudian dilakukan
dengan memberikan nilai pada klasifikasi kondisi masing-masing
indikatornya. Penilaian tersebut adalah: nilai 1 jika indikator yang ada
masuk dalam klasifikasi buruk; nilai 2 jika indikator yang ada masuk dalam
klasifikasi kurang berkelanjutan; dan nilai 3 jika indikator yang ada masuk
dalam klasifikasi baik (Apriyanto et al., 2015).
Perumusan indeks keberlanjutan disusun berdasarkan nilai total
tertinggi (baik) dan nilai terendah (buruk) yang mungkin tercapai dari
perkalian antara hasil skoring (data kondisi kawasan reklamasi kota
Makassar atau Kota Jakarta) dan pembobotan. Nilai tertinggi yang
mungkin tercapai adalah 3, sedangkan nilai terendah adalah 1.
Selanjutnya dengan mempergunakan kelas interval yang dihitung
berdasarkan rentang dari nilai tertinggi dan terendah, maka status
keberlanjutan suatu kawasan reklamasi disajikan pada Tabel 6.1.
Nilai akhir dari perhitungan ini merupakan indeks komposit dari 3
(tiga) kategori pembangunan berkelanjutan (sumber daya pesisir,
bangunan dan infrastruktur) yang berasal dari salah satu pilar
pembangunan berkelanjutan yakni dari sisi fisik lingkungan.
125
Tabel 6.1 . Indeks Keberlanjutan Indeks Keberlanjutan Kriteria
Berkelanjutan Nilai total 2.35 – 3.00 , salah satau nilai indikator tidak boleh kurang dari 0.75
Kurang Berkelanjutan Nilai total 1.67 – 2.34
Tidak Berkelanjutan Nilai Total 1.00 – 1.66
Sumber : (Apriyanto et al., 2015)
Tabel 6.2. Hasil Penilaian Kategori Reklamasi Kota Makassar
Kategori Indikator
Data Kawasan
Reklamasi Kota
Makassar
Nilai Klasifi-
kasi
Bobot
Bobot Kate-gori
Nilai Kate-gori
Sumber daya pesisir
Persentase Ruang terbuka (%)
15% 2 0.25 0.12 0.24
Ketersediaan ruang untuk konsevasi air
16% 3 0.17 0.08 0.25
Tutupan lahan Per capita (ha)
- 1 0.16 0.08 0.08
Bangunan
Jarak dari lingkungan muara sensitive dan daerah tangkapan air pesisir
Berada pada muara sungai
1 0.29 0.14 0.14
Jarak dari kawasan lindung dan lindung ekologi (DNR)
>500 meter dari kawasan
lindung 3 0.22 0.11 0.32
Kepadatan bangunan
Sesuai dengan RTRW
3 0.12 0.06 0.18
Infrastruktur
Kecukupan jalur jalan
Tersedia dan memadai
3 0.35 0.17 0.51
Ketersediaan transportasi publik
tersedia 3 0.31 0.15 0.46
Jarak dari transportasi utama (DMT)
420 M 2 0.16 0.08 0.16
2.03 1.00 2.35
Berdasarkan hasil uji validitas IKR di Kota Makassar nampak bahwa
Makassar mempunyai indeks 2,35 berarti berkelanjutan namun perlu
berhati-hati karena berada pada nilai bawah range berkelanjutan sehingga
126
pembangunan reklamasi perlu memperhatikan prinsip kota berkelanjutan.
Hal yang paling menghawatirkan pada reklamasi di Makassar adalah
dilakukannya reklamasi pada muara sungai yang sensitif terhadap
kerusakan lingkungan.
I. Menilai Keberlanjutan Reklamasi Pantai Utara Jakarta
Penentuan kecamatan berdasarkan purposive sampling,
Kecamatan Penjaringan di wilayah Jakarta Utara dipilih karena letaknya di
perbatasan wilayah reklamasi dan akan terkena dampak langsung dari
dampak proyek reklamasi. Daerah ini direncanakan untuk direvitalisasi
bersama dengan rencana reklamasi (Azwar et al., 2013).
Menggunakan analisis GIS untuk mengetahui kondisi keberlanjutan
daerah reklamasi dengan menganalisis tiga indikator yang telah
dirumuskan sebelumnya, yaitu indikator sumber daya pesisir, indikator
bangunan dan indikator infrastruktur yang akan dijelaskan secara berturut-
turut sebagai berikut.
1. Indikator Sumber Daya Pesisir
Poligon sederhana dari keseluruhan pola penggunaan tanah di
daerah reklamasi Jakarta, digunakan untuk sumber daya pesisir, yaitu
ruang terbuka hijau, ketersediaan ruang untuk konservasi air, dan per
kapita cakupan tanah (ha). Sumber data adalah Rencana Detail Tata
Ruang Kawasan Reklamasi dari Badan Perencanaan Pembangunan
127
Daerah Jakarta dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Republik Indonesia.
Indikator dari sumber daya pesisir telah menunjukkan bahwa
daerah reklamasi dari indeks cakupan ruang terbuka hijau hanya 7.216%,
yang terdiri atas tamana, sabuk hijau dan lapangan seluas 262.57 ha,
seperti yang ditunjukkan pada gambar 6.4 Itu berarti bahwa daerah
tersebut tidak berkelanjutan karena kurang dari 30% seperti yang
ditetapkan dalam undang-undang tentang penataan ruang, seperti yang
ditunjukkan dalam tabel 6.3.
Gambar. 6.4. Persentase Penggunaan Lahan dari indikator sumber daya
pesisir
Di daerah ini ada Daerah Aliran Sungai (DAS), daerah rawa dan
danau yang berfungsi sebagai konservasi air, sekitar 5.082% atau
184.91Ha, berarti tersedia sehingga dikategorikan berkelanjutan. Tetapi
cakupan tanah per kapita tidak dapat dihitung karena ada tidak ada data
ditemukan. Dari tiga indeks yang ada pada indiator sumber daya pesisir,
sehingga disimpulkan bahwa kawasan ini berkelanjutan namun
128
mempunyai kecenderungan penurunan kualitas lingkungan seperti yang
ditunjukkan pada gambar 6.4.
Tabel 6.3. Hasil analisis GIS sumber daya pesisir
No. Penggunaan Lahan Area (ha)
Percentage (%)
1 Ruang tertutup 2,719.20 74.733
2 Konsertasi air 184.91 5.082
3 Kawasan lindung 359.70 9.886
4 Ruang Terbuka hijau 262.57 7.216
5 Kawasan sesnsitif 57.57 1.582
6 Jalan 54.58 1.500
Total
3,638.54 100.000
129
2. Indikator Bangunan
Analisis GIS dari peta daerah reklamasi Jakarta, digunakan untuk
menghitung jarak dan kepadatan daerah, misalnya jarak dari muara
sungai yang peka terhadap lingkungan dan lahan basah pesisir (DES),
jarak dari cagar alam dan kawasan lindung (DNR), kepadatan bangunan.
Sumber data adalah Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Reklamasi dari
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jakarta dan Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia.
Dari analisis GIS, telah ditemukan bahwa untuk indikator bangunan,
kerapatan bangunan menyumbang sekitar 74.733% dari daerah
Reklamasi. Menurut teori sebelumnya bahwa apabila suatu kawasan baru
mempunyai lahan terbangun (tertutup perkerasan) persentasenya lebih
dari 10% maka dikatakan tidak berkelanjutan, maka jelas bahwa kawasan
ini kurang berkelanjutan. Pemanfaatan ruang mempunyai kecenderungan
melakukan konversi penggunaan tanah dari tidak terbangun menjadi
terbangun yang dilakukan secara intensif. Fenomena ini memperluas
perubahan di area pinggiran, sebagai salah satu gejala urban sprawl
(Surya, 2015a).
Menurut literatur sebelumnya dikatakan reklamasi kurang
berkelanjutan jika Muara dan cagar alam berada di dalam daerah
reklamasi. Dari analisis GIS ditemukan bahwa daerah muara sungai
berada di daerah reklamasi sehingga dapat dikatakan bahwa tidak
berkelanjutan. Sama halnya yang terjadi pada indeks cagar alam yang
130
berada di daerah reklamasi sehingga pembangunan dikatakan tidak
berkelanjutan. Hasil dari GIS ditunjukkan dalam tabel 3 dan gambar 6.5
dan gambar 6.6.
Tabel 6.4. Hasil Analisis Indeks Bangunan
No Indikator Variable Nilai
1 Kepadatan bangunan Persentase 74.733
2 Muara sungai Metre 0.000
3 Kawasan lindung Metre 0.000
131
3. Indikator Infrastruktur
Data dari infrastruktur dijabarkan dalam bentuk gambar baris, yang
digunakan untuk menghitung fasilitas infrastruktur, misalnya jaringan jalan
yang tersedia, ketersediaan transportasi umum dan jarak dari rute
transportasi utama (DMT).
Dari hasil analisis GIS telah ditemukan bahwa indikator infrastruktur
yang terdiri atas tiga indeks, maka jaringan jalan tersedia artinya
berkelanjutan. Kawasan ini memiliki fasilitas yang memadai atas
transportasi umum berarti berkelanjutan dan jalur transportasi utama
berada sekitar 1.100 meter dari area reklamasi, menurut literatur jika lebih
dari 500 meter itu taraf buruk, yang berarti dari tiga indeks keberlanjutan
ada dua yang berkelanjutan dan satu yang tidak berkelanjutan, maka dari
sisi infrastruktur masih berkelanjutan seperti yang ditunjukkan gambar 6.7.
Gambar 6.7. Peta Indikator Infrastruktur
132
Tabel 6.5. Hasil Penilaian Keberlanjutan Pantai Utara Jakarta
Kategori Indikator Data
Kawasan
Nilai Klasifi-kasi
Bobo
t
Bobot
Kate-gori
Nilai Kate-gori
Sumber daya pesisir
Persentase Ruang terbuka (%)
7.2 %, 1 0.25 0.12 0.12
Ketersediaan ruang konsevasi air
5.08% 2 0.17 0.08 0.17
Tutupan lahan Per capita (ha)
- 1 0.16 0.08 0.08
Bangunan Jarak muara sensitif dan tangkapan air
Berada muara
1 0.29 0.14 0.14
Jarak dari kawasan lindung dan lindung ekologi (DNR)
dalam daerah
reklamasi
1 0.22 0.11 0.11
Kepadatan bangunan 74.73% 1 0.12 0.06 0.06
Infrastruktur
Kecukupan jalur jalan Tersedia memadai
3 0.35 0.17 0.51
Ketersediaan transportasi publik
tersedia 3 0.31 0.15 0.46
Jarak dari transportasi utama (DMT)
1.100 meter 1 0.16 0.08 0.08
2.03 1.00 1.73
Sumber : Hasil analisis 2017
Berdasarkan hasil uji validitas IKR Kota Jakarta nampak bahwa
indeks keberlanjutan pantai Utara kota Jakarta mendapatkan nilai 1.73
yang dalam tabel ketegori berarti kurang berkelanjutan, maka dapat
dikatakan bahwa reklamasi di Kota Jakarta perlu mendapat perhatian
dalam pelaksanaan kedepan, karena ada kecenderungan tidak aman bagi
generasi yang akan datang. Sesuai prinsip pembangunan berkelanjutan,
bahwa pembangunan dilakukan bagi kemajuan kawasan namun tetap
memperhatikan kelanjutannya bagi generasi yang akan datang.
133
BAB VII
MODEL REKLAMASI PANTAI YANG BERKELANJUTAN
A. Gambaran Responden Penelitian
Penelitian tahap akhir pada tulisan ini adalah merumuskan model
reklamasi yang didasarkan pada indeks keberlanjutan yang telah
dirumuskan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Sebagai data primer
dalam penelitian adalah data responden dari masyarakat yang bertempat
tinggal di kawasan reklamasi Tanjung Bunga Kota Makassar. Jumlah
sampel penelitian berjumlah 270 responden. Responden dibagi
berdasarkan karakteristik yang dapat dilihat sebagai berikut :
1. Jenis Kelamin
Dengan menggunakan Program SPSS 23.0 diperoleh nilai mean
sebesar 1.3333, median sebesar 1.0000, mode sebesar 1.00, std.
deviation sebesar 0.47228, variance sebesar 0.223, skewness sebesar
0.711, kurtosis sebesar -1.506, range sebesar 1.00, minimum sebesar
1.00, maximum sebesar 2.00. Data responden berdasarkan jenis kelamin
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7.1. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Pria 180.00 66.70 66.70 66.70
Wanita 90.00 33.30 33.30 100.00
Total 270.00 100.00 100.00
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
134
Gambar 7.1 Distribusi Data Berdasarkan Jenis Kelamin
Hasil diatas menunjukkan distribusi data berdasarkan jenis kelamin
responden terbagi atas pria dan wanita. Kategori responden dengan jenis
kelamin pria diperoleh sebesar 66.70% (180 dari 270 total responden) dan
wanita sebesar 33.30% (90 dari 270 total responden). Dari hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin pria
dengan persentase 66.70%.
2. Usia Responden
Dengan menggunakan Program SPSS 23.0 diperoleh nilai mean
sebesar 34.9852, median sebesar 34.0000, mode sebesar 33.00, std.
deviation sebesar 10.68890, variance sebesar 114.253, skewness
sebesar 0.272, kurtosis sebesar -0.934, range sebesar 40.00, minimum
sebesar 18.00, maximum sebesar 58.00. Data responden berdasarkan
usia responden dapat dilihat pada tabel berikut :
135
Tabel 7.2. Data Respopnden Berdasarkan Usia Responden.
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Di bawah 20 Tahun 23.00 8.50 8.50 8.50
21 - 30 Tahun 82.00 30.40 30.40 38.90
31 - 40 Tahun 77.00 28.50 28.50 67.40
41 - 50 Tahun 60.00 22.20 22.20 89.60
Di atas 50 Tahun 28.00 10.40 10.40 100.00
Total 270.00 100.00 100.00
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
Gambar 7.2. Distribusi Data Berdasarkan Usia Responden.
Hasil diatas menunjukkan distribusi data penelitian berdasarkan
usia responden yang terbagi atas limaalternatif pilihan usia responden.
Kategori dengan usia responden di bawah 20 tahun diperoleh sebesar
8.50% (23 dari 270 total responden). Kategori dengan usia responden
berkisar antara 21 – 30 tahun diperoleh sebesar 30.40% (82 dari 270 total
responden). Kategori dengan usia responden berkisar antara 31 – 40
tahun diperoleh sebesar 28.50% (77 dari 270 total responden). Kategori
dengan usia responden berkisar antara 41 – 50 tahun diperoleh sebesar
136
22.30% (60 dari 270 total responden). Kategori dengan usia responden di
atas 50tahun diperoleh sebesar 3.28% (28 dari 270 total responden).
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden
pada penelitian ini berusia berkisar 21 – 30 tahun dengan persentase
30.40%.
3. Pendidikan Responden
Dengan menggunakan Program SPSS 23.0 diperoleh nilai mean
sebesar 2.9593, median sebesar 3.0000, mode sebesar 3.00, std.
deviation sebesar 0.98794, variance sebesar 0.976, skewness sebesar
0.385, kurtosis sebesar 0.608, range sebesar 5.00, minimum sebesar
1.00, maximum sebesar 6.00. Data responden berdasarkan pendidikan
responden dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7.3. Data Respopnden Berdasarkan Pendidikan Responden.
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Sekolah Dasar (SD) 19.00 7.00 7.00 7.00
SMP/Sederajat 49.00 18.10 18.10 25.20
SMA/SMK/Sederajat 156.00 57.80 57.80 83.00
Diploma Tiga (D3) 17.00 6.30 6.30 89.30
Sarjana (S1) 28.00 10.40 10.40 99.60
Magister/Doktor (S2/S3) 1.00 0.40 0.40 100.00
Total 270.00 100.00 100.00
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
137
Gambar 7.3. Distribusi Data Berdasarkan Pendidikan Responden.
Hasil diatas menunjukkan distribusi data penelitian berdasarkan
pendidikan terakhir responden yang terbagi atas enamalternatif
pilihantingkat pendidikan. Kategori dengan responden yang sekolah dasar
(SD) diperoleh sebesar 7.00% (19 dari 270 total responden). Kategori
dengan tingkat pendidikan sekolah menegah pertama dan sederajat
diperoleh sebesar 18.10% (49 dari 270 total responden). Kategori dengan
tingkat pendidikan sekolah menegah atas dan sederajat diperoleh sebesar
57.80% (156 dari 270 total responden). Kategori dengan tingkat
pendidikan diploma tiga (D3) diperoleh sebesar 6.30% (17 dari 270 total
responden).Kategori dengan tingkat pendidikan sarjana (S1) diperoleh
sebesar 10.40% (28 dari 270 total responden).Kategori dengan tingkat
pendidikan magister/doctor (S2/S3) diperoleh sebesar 0.40% (1 dari 270
total responden).
138
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kecenderungan
mayoritas responden pada penelitian berpendidikan sekolah menegah
atas (SMA) dengan persentase 57.80%.
4. Pekerjaan Responden
Dengan menggunakan Program SPSS 23.0 diperoleh nilaimean
sebesar 3.5148, median sebesar 4.0000, mode sebesar 2.00, std.
deviation sebesar 1.68906, variance sebesar 2.853, skewness sebesar
0.072, kurtosis sebesar -1.315, range sebesar 5.00, minimum sebesar
1.00, maximum sebesar 6.00. Data responden berdasarkan pekerjaan
responden dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7.4. Data Respopnden Berdasarkan Pekerjaan Responden.
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Pegawai Negeri Sipil (PNS) 32.00 11.90 11.90 11.90
Karyawan Swasta 74.00 27.40 27.40 39.30
Buruh 19.00 7.00 7.00 46.30
Wiraswasta/Pedagang 61.00 22.60 22.60 68.90
Nelayan 36.00 13.30 13.30 82.20
Pekerjaan Lainnya 48.00 17.80 17.80 100.00
Total 270.00 100.00 100.00
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
139
Gambar 7.4. Distribusi Data Berdasarkan Pekerjaan Responden.
Hasil diatas menunjukkan distribusi data penelitian berdasarkan
pekerjaan responden yang terbagi atas lima jenis alternatif pilihan
pekerjaan. Kategori dengan responden sebagai pegawai negeri sipil
(PNS) diperoleh sebesar 11.90% (32 dari 270 total responden). Kategori
dengan responden sebagai karyawan swasta diperoleh sebesar 27.40%
(74 dari 270 total responden). Kategori dengan responden sebagai buruh
diperoleh sebesar 7.00% (19 dari 270 total responden). Kategori dengan
responden sebagai wiraswasta/pedagang diperoleh sebesar 22.60% (61
dari 270 total responden). Kategori dengan responden sebagai nelayan
diperoleh sebesar 13.30% (36 dari 270 total responden). Kategori dengan
responden sebagai pekerjaan lainnya diperoleh sebesar 17.80% (48 dari
270 total responden).
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas pekerjaan
responden pada penelitian ini sebagai karyawan swasta sebesar 27.40%.
140
5. Pendapatan Responden
Dengan menggunakan Program SPSS 23.0 diperoleh nilai mean
sebesar 2.5815, median sebesar 3.0000, mode sebesar 3.00, std.
deviation sebesar 0.78011, variance sebesar 0.609, skewness sebesar -
0.108, kurtosis sebesar -0.367, range sebesar 3.00, minimum sebesar
1.00, maximum sebesar 4.00. Data responden berdasarkan pendapatan
responden dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7.5. Data Respopnden Berdasarkan Pendapatan Responden.
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Di bawah Rp. 1.000.000 21.00 7.80 7.80 7.80
Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000 99.00 36.70 36.70 44.40
Rp. 2.000.000 - Rp. 3.000.000 122.00 45.20 45.20 89.60
Rp. 3.000.000 - Rp. 4.000.000 28.00 10.40 10.40 100.00
Total 270.00 100.00 100.00
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
Gambar 7.5 Distribusi Data Berdasarkan Pendapatan Responden.
Hasil diatas menunjukkan distribusi data penelitian berdasarkan
pendapatan responden yang terbagi atas empatalternatif pilihan.
141
Kategori dengan responden dengan pendapatan dibawah Rp.
1.000.000 diperoleh sebesar 2.10% (7 dari 270 total responden). Kategori
dengan responden dengan pendapatan Rp. 1.000.000 s/d Rp. 2.000.000
diperoleh sebesar 33.10% (111 dari 270 total responden). Kategori
dengan responden dengan pendapatan Rp. 2.000.000 s/d Rp. 3.000.000
diperoleh sebesar 46.90% (157 dari 270 total responden). Kategori
dengan responden dengan pendapatan Rp. 3.000.000 s/d Rp. 4.000.000
diperoleh sebesar 10.40% (35 dari 270 total responden). Kategori dengan
responden dengan pendapatan diatas Rp. 4.000.000 diperoleh sebesar
7.50% (25 dari 270 total responden).
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas pendapatan
responden pada penelitian ini adalah Rp. 2.000.000 s/d Rp. 3.000.000.
B. Penilaian Masyarakat terhadap Indeks Keberlanjutan
Model reklamasi pesisir yang berkelanjutan dirumuskan
berdasarkan penilaian masyarakat yang didapat dari kuesioner. Hasil
yang didapatkan dari responden antara lain:
1. Ruang Terbuka Hijau
Dengan menggunakan Program SPSS 23.0 diperoleh nilai mean
sebesar 7.3407, median sebesar 7.0000, mode sebesar 7.00, std.
deviation sebesar 1.12863, variance sebesar 1.274, skewness sebesar
0.612, kurtosis sebesar 2.540, range sebesar 8.00, minimum sebesar
142
3.00, maximum sebesar 11.00. Data responden berdasarkan kategori
kondisi ruang terbuka hijau dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7.6. Kondisi Ruang Terbuka Hijau Pada Kawasan Reklamasi
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Kurang Baik 5.00 1.90 1.90 1.90
Kurang Baik 242.00 89.60 89.60 91.50
Cukup Baik 15.00 5.60 5.60 97.00
Baik 8.00 3.00 3.00 100.00
Total 270.00 100.00 100.00
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
Gambar 7.6 Kondisi Ruang Terbuka Hijau Pada Kawasan Reklamasi.
Hasil diatas menunjukkan distribusi data penelitian berdasarkan
kondisi ruang terbuka hijau dengan empat alternatif pilihan. Kategori
dengan kondisi ruang terbuka hijau sangat kurang baik diperoleh sebesar
1.90% (5 dari 270 total responden). Kategori dengan kondisi ruang
terbuka hijau kurang baik diperoleh sebesar 89.60% (242 dari 270 total
143
responden). Kategori dengan kondisi ruang terbuka hijau cukup baik
diperoleh sebesar 5.60% (15 dari 270 total responden). Kategori dengan
kondisi ruang terbuka hijau baik diperoleh sebesar 3.00% (8 dari 270 total
responden).
Dari hasil tersebut terdapat kecenderungan bahwa mayoritas
respondendengan kondisi ruang terbuka hijau kurang baik diperoleh
sebesar 89.60%.
2. Konservasi Air
Dengan menggunakan Program SPSS 23.0 diperoleh nilai mean
sebesar 7.1667, median sebesar 7.0000, mode sebesar 7.00, std.
deviation sebesar 1.08299, variance sebesar 1.173, skewness sebesar
0.106, kurtosis sebesar 0.266, range sebesar 7.00, minimum sebesar
4.00, maximum sebesar 11.00. Data responden berdasarkan kategori
kondisi konservasi air pada kawasan responden dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 7.7. Kondisi Konservasi Air Pada Kawasan Reklamasi
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Kurang Baik 18.00 6.70 6.70 6.70
Kurang Baik 215.00 79.60 79.60 86.30
Cukup Baik 36.00 13.30 13.30 99.60
Baik 1.00 0.40 0.40 100.00
Total 270.00 100.00 100.00
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
144
Gambar 7.7. Kondisi Konservasi Air Pada Kawasan Reklamasi.
Hasil diatas menunjukkan distribusi data penelitian berdasarkan
kondisi konservasi air dengan empat alternatif pilihan. Kategori dengan
kondisi konservasi air sangat kurang baik diperoleh sebesar 6.70% (18
dari 270 total responden). Kategori dengan kondisi konservasi air kurang
baik diperoleh sebesar 79.60% (215 dari 270 total responden). Kategori
dengan kondisi konservasi air cukup baik diperoleh sebesar 13.30% (36
dari 270 total responden). Kategori dengan kondisi konservasi air baik
diperoleh sebesar 0.40% (1dari 270 total responden).
Dari hasil tersebut terdapat kecenderungan mayoritas responden
menjawab dengan kondisi konservasi air kurang baik diperoleh sebesar
79.60%.
145
3. Kebutuhan Ruang
Dengan menggunakan Program SPSS 23.0 diperoleh nilai mean
sebesar 8.8259, median sebesar 9.0000, mode sebesar 9.00, std.
deviation sebesar 1.36447, variance sebesar 1.862, skewness sebesar -
0.053, kurtosis sebesar 0.160, range sebesar 8.00, minimum sebesar
5.00, maximum sebesar 13.00. Data responden berdasarkan kebutuhan
ruang pada kawasan responden dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7.8. Kondisi Kebutuhan RuangPada Kawasan Reklamasi
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Kurang Baik 2.00 0.70 0.70 0.70
Kurang Baik 99.00 36.70 36.70 37.40
Cukup Baik 147.00 54.40 54.40 91.90
Baik 22.00 8.10 8.10 100.00
Total 270.00 100.00 100.00
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
Gambar 7.8 Kondisi Kebutuhan Ruang Pada Kawasan Reklamasi.
146
Hasil diatas menunjukkan distribusi data penelitian berdasarkan
kondisi kebutuhan ruang dengan empat alternatif pilihan. Kategori dengan
kondisi kebutuhan ruang sangat kurang baik diperoleh sebesar 0.70% (2
dari 270 total responden). Kategori dengan kondisi kebutuhan ruang
kurang baik diperoleh sebesar 36.70% (99 dari 270 total responden).
Kategori dengan kondisi kebutuhan ruang cukup baik diperoleh sebesar
54.40% (147 dari 270 total responden). Kategori dengan kondisi
kebutuhan ruang baik diperoleh sebesar 8.10% (22dari 270 total
responden).
Dari hasil tersebut terdapat kecenderungan mayoritas responden
menjawab dengan kondisi kebutuhan ruang cukup baik diperoleh sebesar
54.40%.
4. Muara Sungai
Dengan menggunakan Program SPSS 23.0 diperoleh nilai mean
sebesar 10.1037, median sebesar 10.0000, mode sebesar 12.00, std.
deviation sebesar 2.03236, variance sebesar 4.130, skewness sebesar -
0.329, kurtosis sebesar -0.680, range sebesar 10.00, minimum sebesar
4.00, maximum sebesar 14.00. Data responden berdasarkan kategori
kondisi muara sungai pada kawasan dapat dilihat pada tabel berikut:
147
Tabel 7.9. Kondisi Muara Sungai Pada Kawasan Reklamasi.
Kategori Frekuensi Persen Valid Persen
Kumulatif Persent
Sangat Kurang Baik 3.00 1.10 1.10 1.10
Kurang Baik 60.00 22.20 22.20 23.30
Cukup Baik 83.00 30.70 30.70 54.10
Baik 123.00 45.60 45.60 99.60
Sangat Baik 1.00 0.40 0.40 100.00
Total 270.00 100.00 100.00
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
Gambar 7.9 Kondisi Muara Sungai Pada Kawasan Reklamasi
Hasil diatas menunjukkan distribusi data penelitian berdasarkan
kondisi muara sungai dengan lima alternatif pilihan. Kategori dengan
kondisi muara sungaisangat kurang baik diperoleh sebesar 1.10% (3 dari
270 total responden). Kategori dengan kondisi muara sungaikurang baik
diperoleh sebesar 22.20% (60 dari 270 total responden). Kategori dengan
kondisi muara sungaicukup baik diperoleh sebesar 30.70% (83 dari 270
total responden). Kategori dengan kondisi muara sungaibaik diperoleh
148
sebesar 45.60% (123dari 270 total responden).Kategori dengan kondisi
muara sungai sangat baik diperoleh sebesar 0.40% (1 dari 270 total
responden).
Dari hasil tersebut terdapat kecenderungan mayoritas responden
menjawab dengan kondisi muara sungaicukup baik diperoleh sebesar
30.70%.
5. Kawasan Lindung
Dengan menggunakan Program SPSS 23.0 diperoleh nilai mean
sebesar 10.5778, median sebesar 11.0000, mode sebesar 11.00, std.
deviation sebesar 1.97556, variance sebesar 3.903, skewness sebesar -
1.230, kurtosis sebesar 1.227, range sebesar 11.00, minimum sebesar
3.00, maximum sebesar 14.00. Data responden berdasarkan kondisi
kawasan lindung dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 7.10. Kondisi Kawasan Lindung Pada Kawasan Reklamasi
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Kurang Baik 5.00 1.90 1.90 1.90
Kurang Baik 37.00 13.70 13.70 15.60
Cukup Baik 51.00 18.90 18.90 34.40
Baik 173.00 64.10 64.10 98.50
Sangat Baik 4.00 1.50 1.50 100.00
Total 270.00 100.00 100.00
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
149
Gambar 7.10 Kondisi Kawasan Lindung Pada Kawasan Reklamasi
Hasil diatas menunjukkan distribusi data penelitian berdasarkan
kondisi kawasan lindung dengan lima alternatif pilihan.
Kategori dengan kondisi kawasan lindung sangat kurang baik
diperoleh sebesar 6.70% (18 dari 270 total responden). Kategori dengan
kondisi kawasan lindungkurang baik diperoleh sebesar 79.60% (215 dari
270 total responden). Kategori dengan kondisi kawasan lindung cukup
baik diperoleh sebesar 13.30% (36 dari 270 total responden). Kategori
dengan kondisi kawasan lindungbaik diperoleh sebesar 0.40% (1 dari 270
total responden).
Dari hasil tersebut terdapat kecenderungan mayoritas responden
menjawab dengan kondisi kawasan lindungkurang baik diperoleh sebesar
79.60%.
150
6. Kepadatan Bangunan
Dengan menggunakan Program SPSS 23.0 diperoleh nilai mean
sebesar 9.2815, median sebesar 9.0000, mode sebesar 9.00, std.
deviation sebesar 1.18949, variance sebesar 1.415, skewness sebesar -
0.146, kurtosis sebesar 0.189, range sebesar 7.00, minimum sebesar
5.00, maximum sebesar 12.00. Data berdasarkan kondisi kepadatan
bangunan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7.11. Kondisi Kepadatan Bangunan Pada Kawasan Reklamasi
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Sangat Kurang Baik 1.00 0.40 0.40 0.40
Kurang Baik 66.00 24.40 24.40 24.80
Cukup Baik 167.00 61.90 61.90 86.70
Baik 36.00 13.30 13.30 100.00
Total 270.00 100.00 100.00
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
Gambar 7.11. Kondisi Kepadatan Bangunan Pada Kawasan Reklamasi
151
Hasil diatas menunjukkan distribusi data penelitian berdasarkan
kondisi kepadatan bangunan dengan empat alternatif pilihan. Kategori
dengan kondisi kepadatan bangunan sangat kurang baik diperoleh
sebesar 0.40% (1 dari 270 total responden). Kategori dengan kondisi
kepadatan bangunan kurang baik diperoleh sebesar 24.40% (66 dari 270
total responden). Kategori dengan kondisi kepadatan bangunan cukup
baik diperoleh sebesar 61.90% (167 dari 270 total responden). Kategori
dengan kondisi kepadatan bangunan baik diperoleh sebesar 13.30%
(36dari 270 total responden).
Dari hasil tersebut terdapat kecenderungan mayoritas responden
menjawab dengan kondisi kepadatan bangunan cukup baik diperoleh
sebesar 61.90%.
7. Infrastruktur Jalan Hunian
Dengan menggunakan Program SPSS 23.0 diperoleh nilai
meansebesar 9.3259, mediansebesar 9.0000, modesebesar 9.00, std.
deviation sebesar 1.00800, variance sebesar 1.016, skewness sebesar -
0.295, kurtosis sebesar -0.155, range sebesar 5.00, minimum sebesar
6.00, maximum sebesar 11.00. Data berdasarkan kondisi infrastruktur
jalan hunian kawasan dapat dilihat pada tabel berikut:
152
Tabel 7.12. Kondisi Infrastruktur Jalan HunianPada Kawasan Reklamasi
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Kurang Baik 53.00 19.60 19.60 19.60
Cukup Baik 186.00 68.90 68.90 88.50
Baik 31.00 11.50 11.50 100.00
Total 270.00 100.00 100.00
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
Gambar 7.12. Kondisi Infrastruktur Jalan HunianPada Kawasan Reklamasi
Hasil diatas menunjukkan distribusi data penelitian berdasarkan
kondisi infrastruktur jalan hunian dengan tigaalternatif pilihan. Kategori
dengan kondisi infrastruktur jalan hunian kurang baik diperoleh sebesar
19.60% (53 dari 270 total responden). Kategori dengan kondisi
infrastruktur jalan hunian cukup baik diperoleh sebesar 68.90% (186 dari
270 total responden). Kategori dengan kondisi infrastruktur jalan hunian
baik diperoleh sebesar 11.50% (31 dari 270 total responden).
153
Dari hasil tersebut terdapat kecenderungan mayoritas responden
menjawab dengan kondisi infrastruktur jalan hunian cukup baik diperoleh
sebesar 68.90%.
8. Transportasi Publik
Dengan menggunakan Program SPSS 23.0 diperoleh nilai
meansebesar10.5444, mediansebesar11.0000, modesebesar11.00, std.
deviationsebesar1.46707, variancesebesar2.152, skewnesssebesar -
0.814, kurtosissebesar1.571, rangesebesar8.00, minimumsebesar6.00,
maximum sebesar 14.00. Data responden berdasarkan kondisi
transportasi publik dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 7.13. Kondisi Transportasi Publik Pada Kawasan Reklamasi
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Kurang Baik 12.00 4.40 4.40 4.40
Cukup Baik 112.00 41.50 41.50 45.90
Baik 144.00 53.30 53.30 99.30
Sangat Baik 2.00 0.70 0.70 100.00
Total 270.00 100.00 100.00
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
154
Gambar 7.13. Kondisi Transportasi Publik Pada Kawasan Reklamasi
Hasil diatas menunjukkan distribusi data penelitian berdasarkan
kondisi transportasi publik dengan empat alternatif pilihan.
Kategori dengan kondisi transportasi publikkurang baik diperoleh
sebesar 4.40% (12 dari 270 total responden). Kategori dengan kondisi
transportasi publikcukup baik diperoleh sebesar 41.50% (112 dari 270
total responden). Kategori dengan kondisi transportasi publikbaik
diperoleh sebesar 53.50% (144 dari 270 total responden). Kategori
dengan kondisi transportasi publikbaik diperoleh sebesar 0.70% (2dari
270 total responden).
Dari hasil tersebut terdapat kecenderungan mayoritas responden
menjawab dengan kondisi transportasi publikbaik diperoleh sebesar
53.50%.
155
9. Jaringan Jalan
Dengan menggunakan Program SPSS 23.0 diperoleh nilai mean
sebesar 12.1963, median sebesar 12.0000, mode sebesar 12.00, std.
deviation sebesar 1.49422, variance sebesar 2.233, skewness sebesar -
0.879, kurtosis sebesar 0.576, range sebesar 7.00, minimum sebesar
8.00, maximum sebesar 15.00. Data responden berdasarkan kondisi
jaringan jalan dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 7.14. Kondisi Jaringan Jalan Pada Kawasan Reklamasi
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Kurang Baik 7.00 2.60 2.60 2.60
Cukup Baik 21.00 7.80 7.80 10.40
Baik 189.00 70.00 70.00 80.40
Sangat Baik 53.00 19.60 19.60 100.00
Total 270.00 100.00 100.00
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
Gambar 7.14 Kondisi Jaringan Jalan Pada Kawasan Reklamasi
156
Hasil diatas menunjukkan distribusi data penelitian berdasarkan
kondisi jaringan jalandengan empat alternatif pilihan.
Kategori dengan kondisi jaringan jalankurang baik diperoleh
sebesar 2.60% (7 dari 270 total responden). Kategori dengan kondisi
jaringan jalancukup baik diperoleh sebesar 7.80% (21 dari 270 total
responden). Kategori dengan kondisi jaringan jalanbaik diperoleh sebesar
70.00% (189 dari 270 total responden). Kategori dengan kondisi jaringan
jalansangat baik diperoleh sebesar 19.60% (53dari 270 total responden).
Dari hasil tersebut terdapat kecenderungan mayoritas responden
menjawab dengan kondisi jaringan jalan baik diperoleh sebesar 70.00%.
C. Analisis SEM
Desain Model Persamaan Struktural (SEM) yang dijadikan acuan
dalam penelitian serta tahapan dalam analisis data SEM dengan program
AMOS sebagai berikut :
157
Gambar 3.8. Model Penelitian Structural Equation Model (SEM)
Sumber : Output Program IBM AMOS 22
a. Evaluasi Normalitas Data
Asumsi normalitas data diuji dengan melihat nilai kecondongan
(skewness) dan keruncingan (kurtosis) dari data yang digunakan (Fitri,
2014). Apabila nilai CR berada pada rentang antara ±2.58, maka data
masih dapat dinyatakan berdistribusi normal pada tingkat signifikansi 1%.
Hasil pengujian normalitas data ditampilkan pada Tabel 3.10
Tabel 3.10.Penilaian Normalitas
Variable min max skew c.r. kurtosis c.r.
IJ3 2.000 4.000 -.143 -.937 .383 1.250
IJ2 2.000 4.000 .020 .129 .237 .775
IJ1 2.000 5.000 1.010 6.596 .194 .634
TP1 2.000 5.000 -.146 -.951 -.152 -.497
TP2 2.000 5.000 .324 2.115 -.099 -.323
TP3 2.000 5.000 .440 2.874 -.031 -.102
158
Variable min max skew c.r. kurtosis c.r.
JJ1 3.000 5.000 -.091 -.592 -.691 -2.256
JJ2 2.000 5.000 -.601 -3.926 .472 1.540
JJ3 3.000 5.000 -.088 -.574 -.401 -1.311
KB1 2.000 4.000 .792 5.172 -1.047 -3.418
KB2 2.000 4.000 -.549 -3.583 -.473 -1.546
KB3 2.000 5.000 .362 2.363 -.151 -.492
KR1 1.000 4.000 -.133 -.866 -.732 -2.390
KR2 2.000 5.000 .012 .078 -.357 -1.165
KR3 1.000 4.000 -.229 -1.498 -.244 -.798
KL1 2.000 5.000 -.905 -5.911 .554 1.809
KL2 2.000 5.000 -.253 -1.653 -.540 -1.762
KL3 1.000 5.000 -.348 -2.275 -.011 -.037
RT3 1.000 4.000 -.303 -1.981 .013 .043
RT2 1.000 3.000 .646 4.218 .627 2.048
RT1 1.000 5.000 .489 3.195 .515 1.681
KA3 1.000 3.000 1.426 9.316 .458 1.496
KA2 2.000 4.000 -.051 -.330 -.553 -1.805
KA1 2.000 4.000 -.016 -.108 .118 .385
MS3 1.000 5.000 -.430 -2.806 -.485 -1.585
MS2 2.000 5.000 -.417 -2.723 -.262 -.855
MS1 1.000 5.000 -.848 -5.537 -.551 -1.798
Multivariate 10.545 2.132
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
Hasil penilaian normalitas multivariate pada kolom critical ratio
(c.r.) menunjukkan hasil perhitungan sebesar 2.123 yang berarti jauh
lebih kecil dari nilai batas ±2,56. Dengan demikian, dapat ditarik
kesimpulan bahwa hasil penilaian normalitas terhadap data penelitian
yang digunakan dalam model penelitian empiris ini adalah normal
secara univariate dan multivariate yang berarti sangat layak untuk
digunakan dalam estimasi selanjutnya.
b. Evaluasi Univariate dan Multivariate Outliers
Outliers adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik
yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya
159
dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim baik untuk sebuah variabel
tunggal atau kombinasi (Hair et al.,2006 dalam (Ghozali, 2011)). Outliers
dapat dievaluasi dengan dua cara, yaitu dengan melakukan analisis
terhadap univariate outliersdan multivariate outliers.
Nilai ambang batas yang dikategorikan sebagai outliers menurut
Ghozali (2013) dapat dideteksi dengan cara mengkonversi nilai data ke
dalam standard score atau Z-score yang mempunyai rata rata nol dengan
standar deviasi sebesar satu. Bila nilai-nilai itu dinyatakan dalam format
standar (z-score), maka perbandingan antara besaran nilai dengan mudah
dapat dilakukan. Sampel besar (di atas 80 observasi), pedoman evaluasi
adalah nilai ambang batas dari z-scoreitu berada pada rentang ±3.00
sampai dengan ±4.00. Karena itu, nilai observasi yang mempunyai z-
score diatas ambang batas dikategorikan sebagai outliers. Hasilpenilaian
dengan z-score dapat dilihat pada Tabel 3.10 :
Tabel 3.11. Pengujian Univarite Outliers dengan Z-Score
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Zscore(RT1) 256 -1.70219 2.71057 .0000000 1.00000000
Zscore(RT2) 256 -2.57686 1.80637 .0000000 1.00000000
Zscore(RT3) 256 -2.90206 2.24524 .0000000 1.00000000
Zscore(KA1) 256 -1.66341 1.88520 .0000000 1.00000000
Zscore(KA2) 256 -1.65665 1.47325 .0000000 1.00000000
Zscore(KA3) 256 -.53454 4.10420 .0000000 1.00000000
Zscore(KR1) 256 -2.57306 1.38708 .0000000 1.00000000
Zscore(KR2) 256 -1.75016 2.71537 .0000000 1.00000000
Zscore(KR3) 256 -2.16847 1.76861 .0000000 1.00000000
Zscore(MS1) 256 -1.92792 1.08611 .0000000 1.00000000
Zscore(MS2) 256 -2.29640 1.37784 .0000000 1.00000000
Zscore(MS3) 256 -1.90761 1.93765 .0000000 1.00000000
Zscore(KL1) 256 -2.25081 1.36555 .0000000 1.00000000
Zscore(KL2) 256 -2.00750 2.58107 .0000000 1.00000000
160
Zscore(KL3) 256 -3.00492 1.65020 .0000000 1.00000000
Zscore(KB1) 256 -2.78336 1.52202 .0000000 1.00000000
Zscore(KB2) 256 -1.52884 2.61278 .0000000 1.00000000
Zscore(KB3) 256 -1.77531 2.15390 .0000000 1.00000000
Zscore(IJ1) 256 -2.41706 2.76814 .0000000 1.00000000
Zscore(IJ2) 256 -1.87945 1.72459 .0000000 1.00000000
Zscore(IJ3) 256 -1.67005 2.14721 .0000000 1.00000000
Zscore(TP1) 256 -2.35458 1.96121 .0000000 1.00000000
Zscore(TP2) 256 -2.22627 2.45805 .0000000 1.00000000
Zscore(TP3) 256 -2.16504 2.39044 .0000000 1.00000000
Zscore(JJ1) 256 -1.65258 1.39102 .0000000 1.00000000
Zscore(JJ2) 256 -2.47998 1.63368 .0000000 1.00000000
Zscore(JJ3) 256 -2.03152 1.34555 .0000000 1.00000000
Valid N (listwise) 256
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa semua nilai yang telah
distandarisasi dalam bentuk z-score. Karena tidak ada variabel (indicator)
yang mempunyai nilai z-score maksimum di atas ambang batas yang
ditentukan yaitu antara ±3.00 sampai dengan ±4.00 olehnya itu data
observasi yang digunakan dalam model penelitian empiris terbebas dari
univariate outliers,.
Evaluasi multivariate outliers perlu dilakukan karena meskipun data
yang dianalisis menunjukkan adanya outliers pada tingkat univariate,
tetapi observasi-observasi itu dapat menjadi bukan outliers bila sudah
dikombinasikan.
Evaluasi multivariate outliers dilakukan dengan menggunakan
perhitungan jarak mahalanobis (the mahalonobis distance) untuk tiap-tiap
variabel.The mahalonobis distance menunjukkan jarak sebuah variabel
dari rata-rata semua variabel dalam sebuah ruang multidimensional.Uji
outliers dilakukan untuk menghilangkan nilai-nilai ekstrim pada hasil
161
observasi. Outliers terjadi karena kombinasi unik yang terjadi dan nilai-nilai
yang dihasilkan dari observasi tersebut sangat berbeda dari observasi-
observasi lainnya. Apabila ditemukan outliers, maka data yang
bersangkutan harus dikeluarkan dari perhitungan lebih lanjut.
Dalam analisis multivariat, outliers dapat diuji dengan
membandingkan nilai mahalanobis distancesquared dengan nilai χ2–tabel
pada jumlah tertentu dan tingkat (p)< 0,01 (Hair et al.,2006 dalam Ghozali
2013). Dengan menggunakan Program Aplikasi AMOS22 pengujian
mahalanobis distance squared menghasilkan nilai sebagai berikut :
Tabel 3.12..Pengujian Multivariat Outliers dengan Mahalanobis Distance Squared
Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2
10 42.372 .042 1.000
130 42.169 .042 .998
2 42.023 .043 .991
3 41.982 .043 .971
66 41.610 .044 .954
179 41.583 .044 .903
214 41.583 .045 .821
21 41.525 .045 .723
32 41.380 .045 .635
254 41.380 .046 .504
27 41.329 .046 .392
249 41.329 .046 .278
5 40.822 .047 .305
38 40.388 .047 .322
33 40.118 .050 .300
255 40.118 .050 .213
71 39.979 .051 .172
11 39.547 .056 .201
159 39.547 .056 .138
195 39.547 .056 .090
232 39.547 .056 .057
17 39.323 .059 .052
236 39.057 .063 .053
24 38.603 .069 .078
162
Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2
23 38.452 .071 .067
31 38.102 .076 .084
253 38.102 .076 .055
46 37.645 .084 .088
42 37.456 .087 .086
35 37.306 .089 .078
162 37.098 .093 .081
36 36.988 .095 .069
65 36.906 .097 .056
178 36.906 .097 .037
213 36.906 .097 .024
131 36.667 .101 .028
20 36.544 .104 .025
235 36.284 .109 .032
29 36.023 .115 .041
251 36.023 .115 .027
158 35.800 .120 .033
194 35.800 .120 .022
231 35.800 .120 .014
37 35.789 .120 .009
153 35.703 .122 .008
125 35.183 .134 .024
41 34.864 .142 .039
127 34.864 .142 .027
49 34.583 .150 .041
94 34.583 .150 .028
117 34.583 .150 .019
148 34.583 .150 .013
72 34.418 .154 .015
45 34.347 .156 .012
15 34.298 .158 .009
44 34.077 .164 .013
7 33.983 .167 .012
155 33.983 .167 .008
22 33.139 .193 .074
13 33.105 .194 .061
144 32.998 .197 .060
28 32.939 .199 .052
250 32.939 .199 .038
6 32.756 .205 .047
126 32.756 .205 .035
26 32.151 .227 .132
248 32.151 .227 .103
25 32.061 .230 .100
132 32.049 .230 .080
228 31.972 .233 .075
163
Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2
79 31.887 .236 .072
185 31.887 .236 .055
221 31.887 .236 .041
67 31.525 .250 .087
180 31.525 .250 .067
215 31.525 .250 .051
91 31.461 .253 .046
112 31.461 .253 .034
114 31.461 .253 .025
43 30.894 .276 .106
14 30.722 .283 .130
34 30.722 .283 .104
256 30.722 .283 .081
9 30.306 .301 .185
129 30.306 .301 .152
157 30.306 .301 .123
193 30.306 .301 .097
230 30.306 .301 .076
47 30.257 .303 .069
92 30.257 .303 .053
113 30.257 .303 .040
115 30.257 .303 .030
146 30.257 .303 .022
16 30.234 .304 .017
76 29.944 .317 .037
218 29.944 .317 .028
154 29.809 .323 .033
75 29.798 .323 .026
82 29.408 .341 .073
188 29.408 .341 .056
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
Perhitungan jarak mahalanobis didasarkan pada nilai chi-square
dalam tabel distribusi χ2 pada derajat bebas sebesar jumlah indikator
yang digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini digunakan
27nindikator pada tingkat (p)< 0,01 yaitu χ2(27; 0.01) = 46.962.Oleh
karena itu data yan g memiliki jarak mahalanobis lebih besar dari 42.372
dianggap multivariate outliers. Perhitungan jarak mahalanobisdari data
164
dapat dilihat pada hasil perhitungan SEM bagian Observations farthest
from the centroid (mahalanobis distance).
Output mahalanobis distance digunakan untuk mendeteksi ada
tidaknya data outlier. Nilai cut-off yang umumnya dipakai untuk
mendeteksi ada tidaknya data outlier adalah nilai p1 dan p2 harus lebih
besar dari 0.04.
Berdasarkan hasil output mahalanobis distancebahwa tidak ada
jarak mahalanobis yang lebih besar dari 46.962 dan nilai p1 dan p2 lebih
besar dari 0.04 sehingga data penelitian ini tidak terdeteksi adanya outlier
multivariate.
c. Multicollinearity dan Singularity
Untuk melihat apakah terdapat multicollinearity atau singularity
dalam sebuah kombinasi variabel, perlu mengamati determinan matriks
covarians. Determinan matriks kovarians yang benar-benar kecil atau
sama dengan 0 mengindikasikan adanya multikolinearitas atau
singularitas (Tabachnick dan Fidell, 1988 dalam Ghozali 2013) sehingga
data tidak dapat digunakan untuk analisis yang sedang dilakukan.
Berdasarkan dari output SEM yang dianalisis dengan
menggunakan Program AMOS 22, Hasil analisis determinant of sample
covariance matrix pada penelitian ini adalah 2.181 yang berarti nilainya
jauh dari nilai 0. Nilai tersebut menunjukkan bahwa nilai determinan
sangat besar dan positif. Hasil tersebut menunjukan bahwa nilai
determinan matriks kovarians bernilai positif. Dengan demikian dapat
165
dikatakan bahwa tidak terdapat multikolinearitas dan singularitas serta
data ini layak dipergunakan.
d. Kriteria Kelayakan Model (Goodness of Fit)
Goodness of Fit merupakan indikasi perbandingan antara model
yang dispesifikasi dengan matriks kovarian antar indikator atau observed
variabel. Jika Goodness of Fit yang dihasilkan suatu model itu baik (fit),
maka model tersebut dapat direkomendasikan dan sebaliknya jika
Goodness of Fit yang dihasilkan suatu model itu buruk (tidak fit), maka
model tersebut harus ditolak atau dilakukan modifikasi model. Secara
keseluruhan terdapat tiga jenis ukuran Goodness of Fit sebagai berikut:
1) Absolute fit measures
Absolute fit measures mengukur model fit secara keseluruhan baik
model struktural maupun model pengukuran secara bersama.
a) Chi-Square (χ2)
Karena nilai Chi-Square sangat konservatif dan bergantung pada
besarnya jumlah sample, maka menimbulkan kesalahan Type II (menolak
model yang benar) sehingga disarankan juga melihat nilai fit index lainnya.
Dari analisis SEM dengan menggunakan Program AMOS 22
menghasilkan nilai Normal Chi-Square (CMIN/DF) sebesar 1.490 lebih
kecil dari nilai yang direkomendasikan sebesar ≤ 2.000 dan jika < 1.000
maka disimpulkan bahwa model sangat fit.
166
b) Goodness of Fit Indices (GFI)
Dari analisis SEM menghasilkan nilai Goodness of Fit Indices (GFI)
sebesar 0.963 lebih besar dari nilai yang direkomendasikan sebesar
>0.900 atau 0.950 maka disimpulkan bahwa model fit.
c) Root Mean Squard Error of Approxiamtion (RMSEA)
Dari analisis SEM menghasilkan nilai Root Mean Squard Error of
Approxiamtion (RMSEA) sebesar 0.018 lebih kecil dari nilai yang
direkomendasikan sebesar 0.069 maka disimpulkan bahwa model fit.
2) Incremental Fit Indices
Incremental Fit Indices atau sering disebut juga Comparative Fit
Indeces yaitu merupakan jenis goodness of fit yang digunakan untuk
membandingkan fit model secara teoritis, relatif dengan alternative
baseline model atau sering disebut juga dengan null model. Incremental
Fit Indices terdiri atas :
a) Adjusted Goodness of Fit (AGFI)
Dari analisis SEM menghasilkan nilai Adjusted Goodness of Fit
(AGFI) sebesar 0.936 lebih besar dari nilai yang direkomendasikan
sebesar0.900 maka disimpulkan bahwa model fit.
b) Tucker Lewis Index (TLI)
Dari analisis SEM menghasilkan nilai TLI (Tucker Lewis Index)
sebesar 0.977 lebih besar dari nilai yang direkomendasikan sebesar 0.900
atau 0.950 maka disimpulkan bahwa model fit.
167
c) Normed Fit Index (NFI)
Dari analisis SEM menghasilkan nilai NFI (Normed Fit Index)
sebesar 0.916 lebih besaratau antara dari nilai yang direkomendasikan
sebesar 0.900 atau0.950 maka disimpulkan bahwa model fit.
d) Comparative Fit Index (CFI)
Dari analisis SEM menghasilkan nilai CFI (Comparative Fit Index)
sebesar 0.985lebih besar dari nilai yang direkomendasikan sebesar >0.90
atau>0.95 maka disimpulkan bahwa model fit.
e) Incremental Fit Index (IFI)
Dari analisis SEM menghasilkan nilai Incremental Fit Index (IFI)
sebesar 0.986 lebih besar dari nilai yang direkomendasikan >0.900 atau
>0.950 maka disimpulkan bahwa model fit.
3) Persemonious Fit Indices
Persemonious Fit Indices merupakan ukuran untuk
menghubungkan goodness of fit model dengan sejumlah koefisien
estimasi yang diperlukan untuk mencapai model fit. Persemonious Fit
Indicesterdiri atas :
a) Parsimony Normed Fit Indices (PNFI)
Dari analisis SEM menghasilkan nilai Parsimony Normed Fit Indices
(PNFI)sebesar 0.544 lebih besar dari nilai yang direkomendasikan
sebesar >0.500 atau>0.600 maka disimpulkan bahwa model fit.
b) Parsimony Compaeative Fit Indices (PCFI)
Dari analisis SEM menghasilkan nilai Parsimony Compaeative Fit
Indices (PCFI) sebesar 0.671 lebih besar dari nilai yang direkomendasikan
sebesar >0.500 atau>0.600 maka disimpulkan bahwa model fit.
168
c) Parsimony Compaeative Fit Indices (PGFI)
Dari analisis SEM menghasilkan nilai Parsimony Goodness Fit
Indices (PGFI) sebesar 0.555 lebih besar dari nilai yang direkomendasikan
sebesar >0.500 atau>0.600 maka disimpulkan bahwa model fit.
Tabel 3.13.Kriteria Kelayakan Model(Goodness of Fit)
No Goodness of Fit Cut-Off Value
Value Result
Absolute fit measures
1 Chi-Square (χ2) - 47.963 Fit
2 Probability (p) ≥ 0.050 0.367 Fit
3 Normal Chi-Square (CMIN/DF) < 2.000 1.490 Fit
4 Goodness of Fit Indices (GFI) ≥ 0.900 0.963 Fit
5 Root Mean Squard Error of Approxiamtion (RMSEA)
≤ 0.080 0.018 Fit
Incremental Fit Indices
1 Adjusted Goodness of Fit (AGFI) ≥ 0.900 0.936 Fit
2 Tucker Lewis Index (TLI) ≥ 0.900 0.977 Fit
3 Normed Fit Index (NFI) ≥ 0.900 0.916 Fit
4 Comparative Fit Index (CFI) ≥ 0.900 0.850 Fit
5 Incremental Fit Index (IFI) ≥ 0.900 0.986 Fit
Persemonious Fit Indices
1 Parsimony Normed Fit Indices (PNFI) ≥ 0.500 0.544 Fit
2 Parsimony Compaeative Fit Indices (PCFI) ≥ 0.500 0.671 Fit
3 Parsimony Compaeative Fit Indices (PGFI) ≥ 0.500 0.555 Fit
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
169
e. Pengujian Construct Reability (C.R)
Pengujian Construct Reability yang dilakukan menunjukkan sejauh
mana suatu alat ukur yang dapat memberikan hasil yang relatif sama
apabila dilakukan pengukuran kembali pada obyek yang sama. Apabila
suatu alat ukur digunakan berulang dan hasil pengukuran yang diperoleh
relatif konsisten maka alat ukur tersebut dianggap handal (reliabel). Nilai
Construct Reability minimum dari dimensi pembentuk variabel laten yang
dapat diterima adalah ≥ 0,500. Adapun rumus yang dipakai:
𝐶𝑜𝑛𝑠𝑡𝑟𝑢𝑐𝑡 𝑅𝑒𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 = Σ 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝐿𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔
Σ 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝐿𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 + Σ 𝐸𝑗
Σ 𝐸𝑗 = 1 − 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝐿𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔
Tabel 3.14. Nilai Construct Reability(CR)
VARIABEL CR
MUARA SUNGAI 0.589
KONSERVASI AIR 0.793
RUANG TERBUKA HIJAU 0.451
KAWASAN LINDUNG 0.555
KEBUTUHAN RUANG 0.292
KEPADATAN BANGUNAN 0.230
JARINGAN JALAN 0.602
TRANSPORTASI PUBLIK 0.531
INFRASTRUKTUR JALAN HUNIAN 0.349
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
Berdasarkan hasil pengukuran reliabilitas data diperoleh nilai
reliabilitas data dalam penelitian memiliki nilai rata-rata 0.488 ≥ 0.400.Nilai
0.400 merupakan nilai minimal yang direkomendasikan. Dengan demikian
170
penelitian telah memiliki tingkat konsistensi (reliabilitas) dalam kategori
sedang.
f. Pengujian Average Variance Extract (AVE)
Pengujian selanjutnya adalah uji Average Variance Extract.
Pengujian Average Variance Extract dengan besar diatas atau sama
dengan 0,500. Dengan ketentuan nilai yang semakin tinggi menunjukkan
indikator-indikator sudah mewakili secara benar konstruk laten yang
dikembangkan. Persamaan untuk mendapatkan nilai Average Variance
Extract adalah :
𝐴𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑐𝑒 𝐸𝑥𝑡𝑟𝑎𝑐𝑡 = Σ 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝐿𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 2
Σ 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝐿𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 2 + Σ 𝐸𝑗
Tabel 3.15. Nilai Average Variance Extract
Variabel Ave
Muara Sungai 0.717
Konservasi Air 0.901
Ruang Terbuka Hijau 0.526
Kawasan Lindung 0.675
Kebutuhan Ruang 0.266
Kepadatan Bangunan 0.171
Jaringan Jalan 0.732
Transportasi Publik 0.644
Infrastruktur Jalan Hunian 0.360
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
Berdasarkan hasil pengujianAverage Variance Extractdiperoleh
nilai rata-rata AVE 0.588 ≥ 0,500. Nilai 0.500 merupakan nilai minimal
yang direkomendasikan. Dapat dikatakan bahwa indikator sudah mewakili.
171
g. Pengujian Discriminant Validity
Discriminant Validdity mengukur seberapa jauh suatu konstruk
benar-benar berbeda dari konstruk lainnya. Nilai Discriminant Validity yang
tinggi memberikan bukti bahwa suatu konstruk adalah unik dan mampu
menangkap fenomena yang diukur, dengan membandingkan nilai akar
dari AVE (AVE) dengan nilai korelasi antar konstruk sesuai tabel 3.15.
Tabel 3.16. Nilai Discriminant Validity
Variabel Dv
Muara Sungai 0.846
Konservasi Air 0.949
Ruang Terbuka Hijau 0.726
Kawasan Lindung 0.822
Kebutuhan Ruang 0.516
Kepadatan Bangunan 0.413
Jaringan Jalan 0.856
Transportasi Publik 0.802
Infrastruktur Jalan Hunian 0.600
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
h. Pengujian Indikator (Loading Factor)
Nilai loading menggambarkan hubungan antara variabel dengan
indikatornya. Maka indikator yang paling baik adalah yang memiliki nilai
loading terbesar, karena menandakan semakin tingginya hubungan
indikator tersebut dengan variabel penelitian. Pada sebagian besar
referensi bobot faktor sebesar 0,400 atau lebih dianggap memiliki validasi
yang cukup kuat untuk menjelaskan konstruk laten (Sharma, 1996 dalam
(Ferdinand, 2002)).
172
Tabel 3.17. Hubungan Antara Variabel Dangan Indikator (Loading Factor)
Estimate
MS1 <--- Muara Sungai 0.557
MS2 <--- Muara Sungai 0.750
MS3 <--- Muara Sungai 0.459
KA1 <--- Konservasi Air 0.999
KA2 <--- Konservasi Air 0.426
KA3 <--- Konservasi Air 0.953
RT1 <--- Ruang Terbuka Hijau 0.999
RT2 <--- Ruang Terbuka Hijau 0.099
RT3 <--- Ruang Terbuka Hijau 0.255
KL3 <--- Kawasan Lindung 0.595
KL2 <--- Kawasan Lindung 0.397
KL1 <--- Kawasan Lindung 0.674
KR3 <--- Kebutuhan Ruang 0.051
KR2 <--- Kebutuhan Ruang 0.455
KR1 <--- Kebutuhan Ruang 0.371
KB3 <--- Kepadatan Bangunan 0.327
KB2 <--- Kepadatan Bangunan 0.163
KB1 <--- Kepadatan Bangunan 0.200
JJ3 <--- Jaringan Jalan 0.684
JJ2 <--- Jaringan Jalan 0.775
JJ1 <--- Jaringan Jalan 0.347
TP3 <--- Transportasi Publik 0.555
TP2 <--- Transportasi Publik 0.713
TP1 <--- Transportasi Publik 0.326
IJ1 <--- Infrastruktur Jalan Hunian 0.458
IJ2 <--- Infrastruktur Jalan Hunian 0.060
IJ3 <--- Infrastruktur Jalan Hunian 0.530
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
Dari hasil perhitungan loading factor dengan menggunakan
Program AMOS diperoleh hasil sebagai berikut ;
1) Nilai loading factor masing-masing indikator pada konstruk laten muara
sungai diperoleh nilai loading factor untuk MS1 sebesar 0.557, untuk
MS2 sebesar 0.750 dan untuk MS3 sebesar 0.459. Dari hasil tersebut
173
seluruh indicator konstruk laten dianggap memiliki validasi yang cukup
kuat untuk menjelaskan konstruk laten.
2) Nilai loading factor masing-masing indikator pada konstruk laten
konservasi air diperoleh nilai loading factor untuk KA1 sebesar 0.999,
untuk KA2 sebesar 0.426 dan untuk MS3 sebesar 0.953. Dari hasil
tersebut seluruh indicator konstruk laten dianggap memiliki validasi
yang cukup kuat untuk menjelaskan konstruk laten.
3) Nilai loading factor masing-masing indikator pada konstruk latenruang
terbuka hijau diperoleh nilai loading factor untuk RTH1 sebesar 0.999,
untuk RTH2 sebesar 0.099 dan untuk RTH3 sebesar 0.255. Dari hasil
tersebut, hanya indicator RTH1 dianggap memiliki validasi yang cukup
kuat untuk menjelaskan konstruk laten.
4) Nilai loading factor masing-masing indikator pada konstruk
latenkawasan lindung diperoleh nilai loading factor untuk KL1 sebesar
0.674, untuk KL2 sebesar 0.397 dan untuk KL3 sebesar 0.595. Dari
hasil tersebut, hanya indicator KL1 dan KL3 dianggap memiliki validasi
yang cukup kuat untuk menjelaskan konstruk laten.
5) Nilai loading factor masing-masing indikator pada konstruk
latenkebutuhan ruang diperoleh nilai loading factor untuk KR1 sebesar
0.371, untuk KR2 sebesar 0.455 dan untuk KR3sebesar 0.051. Dari
hasil tersebut, hanya indicator KL2 dianggap memiliki validasi yang
cukup kuat untuk menjelaskan konstruk laten.
174
6) Nilai loading factor masing-masing indikator pada konstruk
latenkepadatan bangunan diperoleh nilai loading factor untuk KB1
sebesar 0.200, untuk KB2 sebesar 0.163 dan untuk KB3 sebesar
0.327. Dari hasil tersebut, seluruh indikator dianggap tidak memiliki
validasi yang cukup kuat untuk menjelaskan konstruk laten.
7) Nilai loading factor masing-masing indikator pada konstruk
latenjaringan jalan diperoleh nilai loading factor untuk JJ1 sebesar 0.
3477, untuk JJ2 sebesar 0.775 dan untuk JJ3 sebesar 0.684. Dari hasil
tersebut, hanya indikator JJ1 dan JJ2 dianggap memiliki validasi yang
cukup kuat untuk menjelaskan konstruk laten.
8) Nilai loading factor masing-masing indikator pada konstruk
latentransportasi publik diperoleh nilai loading factor untuk TP1
sebesar 0.326, untuk TP2 sebesar 0.713 dan untuk TP3 sebesar
0.555. Dari hasil tersebut, hanya indikator JJ2 dan JJ3 dianggap
memiliki validasi yang cukup kuat untuk menjelaskan konstruk laten.
9) Nilai loading factor masing-masing indikator pada konstruk
lateninfrasturuktur jalan hunian diperoleh nilai loading factor untuk IJ1
sebesar 0.458, untuk IJ2 sebesar 0.060 dan untuk IJ3 sebesar 0.530.
Dari hasil tersebut, hanya indikator IJ2 dan IJ3 dianggap memiliki
validasi yang cukup kuat untuk menjelaskan konstruk laten.
i. Pengujian Hipotesis Penelitian
Untuk menguji hipotesis mengenai kausalitas yang dikembangkan
dalam model ini, perlu diuji hipotesis nol yang menyatakan bahwa
175
koefisien regresi antara hubungan adalah sama dengan nol melalui
pengamatan terhadap nilai Standardized Regression Weights pada kolom
Critical Ratio (C.R) yang dihasilkan oleh Program AMOS 22.
Nilai C.R dibandingkan dengan nilai krisisnya yaitu ± 2,56 dengan
tingkat signifikansi 0,05. Apabila nilai Critical Ratio (C.R) pada hubungan
kausalitas variabel menunjukkan lebih besar dari nilai kritisnya yaitu ± 2,56
atau nilai probabilitas (P) lebih kecil dari 0.05, maka H0 ditolak dan H1
diterima. Hasil Standardized Regression Weights dapat dilihat sebagai
berikut:
176
Tabel 3.18.Regression Weights
Estimat
e S.E. C.R. P
Infrastruktur Jalan Hunian
<--- Transportasi Publik -0.720 0.323 -
2.233 0.02
6
Infrastruktur Jalan Hunian
<--- Jaringan Jalan 0.524 0.269 1.945 0.05
2
Kawasan Lindung <--- Kepadatan Bangunan 1.862 0.447 4.163 0.00
0
Kebutuhan Ruang <--- Kepadatan Bangunan 0.065 0.099 0.663 0.50
7
Kepadatan Bangunan
<--- Infrastruktur Jalan Hunian
0.730 0.252 2.895 0.00
4
Kepadatan Bangunan
<--- Jaringan Jalan 0.379 0.101 3.767 0.00
0
Konservasi Air <--- Muara Sungai -0.211 0.281 -
0.750 0.45
3
Konservasi Air <--- Kepadatan Bangunan 1.182 0.653 1.810 0.07
0
Konservasi Air <--- Kawasan Lindung -0.010 0.451 -
0.021 0.98
3
Muara Sungai <--- Kawasan Lindung 1.209 0.140 8.666 0.00
0
Ruang Terbuka Hijau
<--- Konservasi Air 0.105 0.123 0.852 0.39
4
Ruang Terbuka Hijau
<--- Kebutuhan Ruang 22.845 34.85
5 0.655
0.512
Ruang Terbuka Hijau
<--- Kepadatan Bangunan 1.080 1.824 0.592 0.55
4
Ruang Terbuka Hijau
<--- Kawasan Lindung -1.319 0.753 -
1.753 0.08
0
Transportasi Publik <--- Jaringan Jalan 0.719 0.134 5.387 0.00
0
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
177
Tabel 3.19.Standardized Regression Weights
Estimate Ket
Infrastruktur Jalan Hunian <--- Transportasi Publik -0.993 Ada Pengaruh
Infrastruktur Jalan Hunian <--- Jaringan Jalan 0.801 Tiada ada pengaruh
Kawasan Lindung <--- Kepadatan Bangunan 0.901 Ada Pengaruh
Kebutuhan Ruang <--- Kepadatan Bangunan 0.422 tidak terdapat pengaruh
Kepadatan Bangunan <--- Infrastruktur Jalan Hunian 0.774 terdapat pengaruh
Kepadatan Bangunan <--- Jaringan Jalan 0.614 terdapat pengaruh
Konservasi Air <--- Muara Sungai -0.175 tidak terdapat pengaruh
Konservasi Air <--- Kepadatan Bangunan 0.370 tidak terdapat pengaruh
Konservasi Air <--- Kawasan Lindung -0.006 tidak terdapat pengaruh
Muara Sungai <--- Kawasan Lindung 0.941 terdapat pengaruh
Ruang Terbuka Hijau <--- Konservasi Air 0.094 tidak terdapat pengaruh
Ruang Terbuka Hijau <--- Kebutuhan Ruang 0.993 tidak terdapat pengaruh
Ruang Terbuka Hijau <--- Kepadatan Bangunan 0.303 tidak terdapat pengaruh
Ruang Terbuka Hijau <--- Kawasan Lindung -0.765 tidak terdapat pengaruh
Transportasi Publik <--- Jaringan Jalan 0.798 terdapat pengaruh
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2016
Berdasarkan tabel 7.25 nampak bahwa tidak semua hubungan
mempunyai pengaruh dengan lainnya. Sehingga model tersebut
dimodifikasi dan disederhanakan dengan menghilangkan hubungan
variabel yang tidak mempunyai pengaruh. Selanjutnya modifikasi dan
penyederhanaan model pada desain Model Persamaan Struktural (SEM)
adalah sebagai berikut :
178
Sumber : Output Program IBM AMOS 22 Gambar 3.8. Model Penelitian Structural Equation Model (SEM) Keterangan gambar :
Simbol Keterangan RT1 Frekuensi melakukan kegiatan di kawasan ruang terbuka hijau (RTH) RT2 Ketersediaan fasilitas ruang terbuka hijau pada kawasan reklamasi RT3 Kondisi ruang terbuka hijau dalam hunian/tempat tinggal KA 1 kondisi konservasi air (danau) dalam kawasan reklamasi. KA2 Ketersediaan ruang/lahan konservasi air (waduk/danau) dalam kawasan KA3 Terdapat kondisi banjir ataupun air yang tergenang. KB1 Kondisi kelayakan hunian (tempat tinggal/rumah) masyarakat. KB2 Tingkat Kepadata nhunian/rumah tinggal dalam lingkungan sekitar KB3 Jumlah orang yang tinggal dalam hunian/rumah tempat tinggal KL1 Jarak dari hunian/tempat tinggal ke kawasan lindung KL2 Kondisi kawasan lindung (hutan bakau/mangrove) KL3 Fungsi kawasan lindung sebagai pelindung kelestarian lingkungan kawasan IJ1 Kondisi struktur/perkerasan jalan pada hunian/tempat tinggal. IJ2 Ukuran lebar jalan jalan hunian/tempat
IJ3 Lampu peneranga njalan yang ada pada kawasan hunian.
JJ1 Kondisi struktur permukaan jalan raya/utama
JJ2 Kemudahan jangkauan dar ijalan lingkungan ke jalanraya/utama
JJ3 Jarak hunian/tempat tinggal terhadap jalan raya/utama
179
5. Analisis Asumsi SEM Model 2
a. Evaluasi Normalitas Data
Asumsi normalitas data diuji dengan melihat nilai skewness dan
kurtosis dari data yang digunakan. Apabila nilai CR berada pada rentang
antara ±2.58, maka data masih dapat dinyatakan berdistribusi normal
pada tingkat signifikansi 1%. Hasil pengujian normalitas data ditampilkan
pada Tabel 3.20 :
Tabel 3.20. Penilaian Normalitas
Variable min max skew c.r. kurtosis c.r.
RT3 2.000 4.000 -.489 -2.973 -.681 -2.072
KL1 2.000 5.000 .229 1.393 -.535 -1.627
RT1 1.000 5.000 .146 .889 .124 .377
JJ1 3.000 5.000 -.150 -.911 -.721 -2.192
RT2 1.000 3.000 .720 4.380 .607 1.846
JJ2 3.000 5.000 -.059 -.356 .092 .280
KB2 2.000 3.000 -1.169 -7.109 -.634 -1.929
IJ2 2.000 4.000 .040 .244 .408 1.240
IJ1 1.000 5.000 -1.211 -7.364 .535 1.628
KA1 2.000 4.000 -.149 -.905 .920 2.797
KA2 2.000 4.000 .000 .002 .041 .125
KA3 1.000 2.000 1.746 10.621 1.049 3.189
KL2 3.000 5.000 .863 5.250 -.251 -.763
KL3 3.000 5.000 .891 5.421 -.225 -.685
JJ3 3.000 5.000 .274 1.666 -.228 -.694
KB3 2.000 5.000 .352 2.142 -.233 -.708
KB1 2.000 4.000 .913 5.555 -.751 -2.284
IJ3 2.000 4.000 -.142 -.861 .713 2.168
Multivariate
4.166 1.157
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
Hasil penilaian normalitas multivariate pada kolom critical ratio
(c.r.) menunjukkan hasil perhitungan sebesar 1.157 yang berarti jauh
lebih kecil dari nilai batas ± 2,56. Dengan demikian, dapat ditarik
kesimpulan bahwa hasil penilaian normalitas terhadap data penelitian
180
yang digunakan dalam model penelitian empiris ini adalah normal
secara univariate dan multivariate yang berarti sangat layak untuk
digunakan dalam estimasi selanjutnya.
b. Evaluasi Univariate dan Multivariate Outliers
Outliers adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik
yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya
dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim baik untuk sebuah variabel
tunggal atau kombinasi (Hair et al.,2006 dalam Ghozali 2013). Outliers
dapat dievaluasi dengan dua cara, yaitu dengan melakukan analisis
terhadap univariate outliers dan multivariate outliers.
Menurut Ghozali (2013) bahwa Univariate outliers dapat dideteksi
dengan menentukan nilai ambang batas yang dikategorikan sebagai
outliers dengan cara mengkonversi nilai data ke dalam standard score
atau Z-score yang mempunyai rata rata nol dengan standar deviasi
sebesar satu. Bila nilai-nilai itu dinyatakan dalam format standar (z-score),
maka perbandingan antara besaran nilai dengan mudah dapat dilakukan.
Untuk sampel besar (di atas 80 observasi), pedoman evaluasi adalah nilai
ambang batas dari z-score itu berada pada rentang ±3.00 - ±4.00. Nilai
observasi diatas ambang batas dikategorikan sebagai outliers. Hasil
penilaian dengan z-score dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 3.21. Pengujian Univarite Outliers dengan Z-Score
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Zscore(KA1) 222 -1.86266 2.15201 .0000000 1.00000000
Zscore(KA2) 222 -1.74783 1.73216 .0000000 1.00000000
181
Zscore(KA3) 222 -.45342 2.19552 .0000000 1.00000000
Zscore(KL1) 222 -2.70177 2.10940 .0000000 1.00000000
Zscore(KL2) 222 -.78071 2.65133 .0000000 1.00000000
Zscore(KL3) 222 -.75848 2.78642 .0000000 1.00000000
Zscore(IJ1) 222 -2.35474 1.01242 .0000000 1.00000000
Zscore(IJ2) 222 -1.94344 1.75994 .0000000 1.00000000
Zscore(IJ3) 222 -1.79466 2.13061 .0000000 1.00000000
Zscore(JJ1) 222 -1.72278 1.31260 .0000000 1.00000000
Zscore(JJ2) 222 -1.57644 2.05019 .0000000 1.00000000
Zscore(JJ3) 222 -2.41083 1.48157 .0000000 1.00000000
Zscore(KB1) 222 -2.79515 1.62139 .0000000 1.00000000
Zscore(KB2) 222 -1.73859 .57259 .0000000 1.00000000
Zscore(KB3) 222 -1.86891 2.07000 .0000000 1.00000000
Zscore(RT1) 222 -1.78913 3.01072 .0000000 1.00000000
Zscore(RT2) 222 -2.62144 1.82100 .0000000 1.00000000
Zscore(RT3) 222 -1.46085 2.61850 .0000000 1.00000000
Valid N (listwise) 222
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa semua nilai yang telah
distandarisasi dalam bentuk z-score. Karena tidak ada variabel (indicator)
yang mempunyai nilai z-score maksimum di atas ambang batas yang
ditentukan yaitu antara ±3.00 sampai dengan ±4.00 olehnya itu data
observasi yang digunakan dalam model penelitian empiris terbebas dari
univariate outliers,.
Evaluasi multivariate outliers perlu dilakukan karena meskipun data
yang dianalisis menunjukkan adanya outliers pada tingkat univariate,
tetapi observasi-observasi itu dapat menjadi bukan outliers bila sudah
dikombinasikan.
Evaluasi multivariate outliers dilakukan dengan menggunakan
perhitungan jarak mahalanobis (the mahalonobis distance) untuk tiap-tiap
182
variabel. The mahalonobis distance menunjukkan jarak sebuah variabel
dari rata-rata semua variabel dalam sebuah ruang multidimensional.Uji
outliers dilakukan untuk menghilangkan nilai-nilai ekstrim pada hasil
observasi. Outliers terjadi karena kombinasi unik yang terjadi dan nilai-nilai
yang dihasilkan dari observasi tersebut sangat berbeda dari observasi-
observasi lainnya. Apabila ditemukan outliers, maka data yang
bersangkutan harus dikeluarkan dari perhitungan lebih lanjut.
Dalam analisis multivariat, outliers dapat diuji dengan
membandingkan nilai mahalanobis distancesquared dengan nilai χ2–tabel
pada jumlah tertentu dan tingkat (p) < 0,01 (Hair et al.,2006 dalam Ghozali
2013). Dengan menggunakan Program Aplikasi AMOS 22 pengujian
mahalanobis distance squared menghasilkan nilai sebagai berikut :
Tabel 3.22. Pengujian Multivariat Outliers dengan Mahalanobis Distance Squared
Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2
2 30.419 .050 .999
16 30.134 .050 .997
216 30.134 .051 .988
114 30.008 .051 .968
20 29.784 .052 .941
220 29.784 .052 .876
134 29.725 .054 .792
21 28.753 .054 .889
221 28.753 .055 .811
29 28.617 .055 .749
23 28.464 .055 .688
30 28.230 .059 .655
26 28.206 .059 .551
138 27.902 .064 .551
204 27.902 .064 .442
7 27.729 .066 .402
22 27.729 .066 .305
222 27.729 .066 .221
215 27.688 .067 .164
8 27.335 .073 .193
36 27.318 .073 .138
183
Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2
80 27.318 .073 .092
103 27.318 .073 .059
129 27.318 .073 .037
3 27.314 .073 .022
111 27.314 .073 .012
155 27.251 .074 .008
187 27.251 .074 .004
203 27.058 .078 .004
15 27.009 .079 .003
112 26.906 .081 .002
17 26.769 .083 .002
217 26.769 .083 .001
37 26.526 .088 .001
81 26.526 .088 .001
104 26.526 .088 .000
130 26.526 .088 .000
1 26.507 .089 .000
18 25.617 .109 .002
218 25.617 .109 .001
24 25.398 .114 .001
58 25.172 .120 .002
33 25.016 .124 .002
77 25.016 .124 .001
98 25.016 .124 .001
100 25.016 .124 .000
13 24.928 .127 .000
137 24.299 .145 .003
54 24.006 .155 .006
156 24.006 .155 .004
188 24.006 .155 .002
12 23.902 .158 .002
11 23.611 .168 .004
9 23.181 .184 .016
10 23.173 .184 .011
19 23.173 .184 .007
219 23.173 .184 .004
71 23.002 .191 .006
115 22.972 .192 .004
147 22.658 .204 .011
179 22.658 .204 .007
212 22.658 .204 .005
53 21.714 .245 .104
57 21.708 .245 .080
75 21.570 .252 .092
96 21.570 .252 .070
32 21.394 .260 .091
31 21.305 .264 .091
201 21.137 .273 .115
25 21.028 .278 .123
45 20.893 .285 .140
89 20.893 .285 .111
6 20.500 .305 .245
171 20.153 .324 .411
184
Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2
168 19.863 .341 .560
4 19.731 .348 .597
135 19.731 .348 .541
62 19.427 .366 .698
191 19.427 .366 .647
42 19.191 .380 .750
86 19.191 .380 .703
113 18.858 .401 .846
136 18.858 .401 .811
41 18.783 .405 .812
85 18.783 .405 .772
108 18.783 .405 .729
143 18.783 .405 .682
175 18.783 .405 .631
208 18.783 .405 .578
5 18.650 .414 .623
14 18.549 .420 .645
126 17.678 .477 .974
34 17.371 .498 .992
78 17.371 .498 .989
99 17.371 .498 .984
101 17.371 .498 .978
127 17.371 .498 .970
202 17.178 .511 .984
167 16.958 .526 .993
170 16.958 .526 .990
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
Perhitungan jarak mahalanobis didasarkan pada nilai chi-square
dalam tabel distribusi χ2 pada derajat bebas sebesar jumlah indikator
yang digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini digunakan 27
indikator pada tingkat (p) < 0,01 yaitu χ2 (18; 0.010) = 34.895. Oleh karena
itu data yang memiliki jarak mahalanobis lebih besar dari 30.419 dianggap
multivariate outliers. Perhitungan jarak mahalanobis dari data dapat dilihat
pada hasil perhitungan SEM bagian Observations farthest from the
centroid (mahalanobis distance)
Output mahalanobis distance digunakan untuk mendeteksi ada
tidaknya data outlier. Nilai cut-off yang umumnya dipakai untuk
185
mendeteksiada tidaknya data outlier adalah nilai p1 dan p2 harus lebih
besar dari 0.04.
Berdasarkan hasil output mahalanobis distance bahwa tidak ada
jarak mahalanobis yang lebih besar dari 30.419 dan nilai p1 dan p2 lebih
besar dari 0.04 sehingga data penelitian ini tidak terdeteksi adanya outlier
multivariate.
c. Multicollinearity dan Singularity
Untuk melihat apakah terdapat multicollinearity atau singularity
dalam sebuah kombinasi variabel, perlu mengamati determinan matriks
covarians. Determinan matriks kovarians yang benar-benar kecil atau
sama dengan 0 mengindikasikan adanya multikolinearitas atau
singularitas (Tabachnick dan Fidell, 1988 dalam Ghozali 2013) sehingga
data tidak dapat digunakan untuk analisis yang sedang dilakukan.
Berdasarkan dari output SEM yang dianalisis dengan
menggunakan Program AMOS 22, Hasil analisis determinant of sample
covariance matrix pada penelitian ini adalah 1.981 yang berarti nilainya
jauh dari nilai 0. Nilai tersebut menunjukkan bahwa nilai determinan
sangat besar dan positif. Hasil tersebut menunjukan bahwa nilai
determinan matriks kovarians bernilai positif. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa tidak terdapat multikolinearitas dan singularitas serta
data ini layak dipergunakan.
186
d. Interpretasi dan Modifikasi Model
Interpretasi dan modifikasi dimaksudkan untuk melihat apakah
model yang dikembangkan dalam penelitian ini, perlu dimodifikasi atau
dirubah sehingga mendapatkan model yang lebih baik lagi. Sebuah model
penelitian dikatakan baik jika memiliki nilai standardized residual
covariance yang diluar standar yang ditetapkan (≤ ±2,58). Hasil
standardized residual covariance model penelitian ini ditampilkan pada
tabel 3.22 di bawah ini
187
Tabel 3.23. Standardized Residual Covariances
KA1 KA2 KA3 KL1 KL2 KL3 RT3 RT2 RT1 JJ1 JJ2 JJ3 KB3 KB2 KB1 IJ3 IJ2 IJ1
KA1 .000
KA2 .001 .000
KA3 -.392 .000 .000
KL1 -2.437 -.534 -.164 .000
KL2 -1.359 -2.515 .528 -1.835 .000
KL3 -.729 1.202 .300 -.775 .789 .000
RT3 .390 .739 -.813 1.983 -1.543 -6.185 .000
RT2 -1.503 2.931 2.455 2.614 -1.455 1.015 -1.705 .001
RT1 .886 1.642 1.909 .740 2.952 -.564 .018 -.038 .488
JJ1 -2.221 -.735 -2.741 -2.381 .412 -3.228 2.587 -.948 -2.395 .000
JJ2 -1.001 4.273 4.512 .363 4.436 6.575 -2.066 -.162 2.900 .029 .000
JJ3 2.055 5.868 .322 1.619 3.345 -.390 3.709 -.635 .617 .098 -.148 .000
KB3 2.087 -.833 -1.191 -3.308 -1.783 .904 .360 -1.319 .310 1.181 -1.756 -1.440 -.006
KB2 5.940 -.744 -.653 3.405 2.940 -.128 .466 -1.132 3.279 -1.774 -.162 3.764 2.864 -.001
KB1 -.814 -1.353 -1.212 1.327 .293 -.327 -1.299 -3.115 .288 .800 3.095 -.706 1.573 -.054 -.126
IJ3 .962 -3.656 -3.759 1.907 -4.385 -.671 2.403 .485 -1.282 .314 -2.031 .138 -.704 1.290 .590 .000
IJ2 -4.302 .423 2.348 -1.105 1.068 -2.364 5.104 .304 -.780 5.201 2.809 2.515 .075 -3.606 -2.038 -.411 .000
IJ1 -1.846 -3.330 -3.944 1.708 -4.521 -5.494 6.541 -.487 -3.675 7.570 -1.220 1.735 -.242 -.533 1.281 -.021 4.301 .000
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
188
Dari hasil analisis penelitian seperti terlihat pada tabel diatas
menunjukkan adanya nilai standardized residual covariance yang melebihi
± 2,58. Dengan melihat hasil tersebut maka perlu dilakukan modifikasi
model pada penelitian ini.
e. Modifikasi Model
Berdasarkan hasil yang telah diuraikan diatas dengan
menggunakan Program AMOS 22, Structural Equation Model (SEM).
Setelah dilakukan modifikasi dapat dilihat pada gambar model dibawah ini:
Gambar 3.10. Hasil Analisis Model Penelitian
189
Tabel 3.24. Standardized Residual Covariances setelah Modifikasi
RT3 KL1 RT1 JJ1 RT2 JJ2 KB2 IJ2 IJ1 KA1 KA2 KA3 KL2 KL3 JJ3 KB3 KB1 IJ3
RT3 .051
KL1 .995 .190
RT1 -.022 1.913 -.318
JJ1 -.250 -.825 -1.696 .411
RT2 .545 -.297 .102 -.185 -.152
JJ2 .292 .071 -.195 1.104 -.413 -.877
KB2 -.551 -.094 -.465 -.871 -1.467 .399 .006
IJ2 .866 -.317 -.533 .624 1.173 -.575 -.008 .406
IJ1 -.244 -.287 -.277 .890 .029 1.148 -.345 1.302 .057
KA1 .511 -.334 -.408 -.798 -1.062 -.002 .202 -.076 -.784 .144
KA2 1.165 .175 -.068 -.583 -.197 -.997 .294 .119 .309 .045 -.159
KA3 1.412 .124 .450 .649 -.088 -1.191 -.342 .562 .536 .705 -.307 -.342
KL2 -.545 .310 -.677 -1.012 -1.009 -.450 -.363 .252 -.227 -1.321 -.660 -.277 -.649
KL3 .212 -.482 -.184 -.888 -.185 -1.092 .079 -1.638 .278 -.664 -.330 -1.283 -1.176 -.145
JJ3 .344 -.035 -.715 -.190 -.320 -.502 .016 .013 1.364 .683 -.245 -.047 -.647 -1.587 -.343
KB3 -.858 -.301 -1.765 -.052 -.387 .863 .303 -.038 -.009 .654 .783 -.225 .821 1.434 .235 .061
KB1 -1.503 .530 1.178 1.490 .050 -.173 .745 -1.774 .037 .108 -.379 -.536 .747 -.230 1.034 -.344 .018
IJ3 -.780 -.723 .247 -.098 .355 .681 .883 -.346 -.575 1.047 .603 -.578 .719 1.962 .328 .708 -.907 -.019
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
190
Dari hasil analisis penelitian seperti terlihat pada tabel 7.30 diatas
menunjukkan setelah dilakukan modifikasi model terlihat sudah tidak
terdapat adanya nilai standardized residual covariance yang melebihi ±
2,56. Dengan demikian analisis dapat dilanjutkan.
1. Kriteria Kelayakan Model (Goodness of Fit)
Goodness of Fit merupakan indikasi perbandingan antara model
yang di spesifikasi dengan matriks kovarian antar indikator atau observed
variabel. Jika Goodness of Fit yang dihasilkan suatu model itu baik (fit),
maka model tersebut dapat direkomendasikan dan sebaliknya jika
Goodness of Fit yang dihasilkan suatu model itu buruk (tidak fit), maka
model tersebut harus ditolak atau dilakukan modifikasi model. Secara
keseluruhan terdapat tiga jenis ukuran Goodness of Fit sebagai berikut:
a) Absolute fit measures
Absolute fit measures mengukur model fit secara keseluruhan baik
model struktural maupun model pengukuran secara bersama.
1) Chi-Square (χ2)
Karena nilai Chi-Square sangat konservatif dan bergantung pada
besarnya jumlah sample, maka menimbulkan kesalahan Type II (menolak
model yang benar) sehingga disarankan juga melihat nilai fit index lainnya.
Dari analisis SEM dengan menggunakan Program AMOS 22
menghasilkan nilai Normal Chi-Square (CMIN/DF) sebesar 1.013 lebih
191
kecil dari nilai yang direkomendasikan sebesar ≤ 2.000 dan jika < 1.000
maka disimpulkan bahwa model sangat fit.
2) Goodness of Fit Indices (GFI)
Dari analisis SEM dengan menggunakan Program AMOS 22
menghasilkan nilai Goodness of Fit Indices (GFI) sebesar 0.959 lebih
besar dari nilai yang direkomendasikan sebesar > 0.900 atau 0.950 maka
disimpulkan bahwa model fit.
3) Root Mean Squard Error of Approxiamtion (RMSEA)
Dari analisis SEM dengan menggunakan Program AMOS 22
menghasilkan nilai Root Mean Squard Error of Approxiamtion (RMSEA)
sebesar 0.008 lebih kecil dari nilai yang direkomendasikan sebesar 0.080
maka disimpulkan bahwa model fit.
b) Incremental Fit Indices
Incremental Fit Indices atau sering disebut juga Comparative Fit
Indeces yaitu merupakan jenis goodness of fit yang digunakan untuk
membandingkan fit model secara teoritis, relative dengan alternative
baseline model atau sering disebut juga dengan null model. Incremental
Fit Indices terdiri atas :
1) Adjusted Goodness of Fit (AGFI)
Dari analisis SEM dengan menggunakan Program AMOS 22
menghasilkan nilai Adjusted Goodness of Fit (AGFI) sebesar 0.919 lebih
192
besar dari nilai yang direkomendasikan sebesar 0.900 maka disimpulkan
bahwa model fit.
2) Tucker Lewis Index (TLI)
Dari analisis SEM menghasilkan nilai TLI (Tucker Lewis Index)
sebesar 0.998 lebih besar dari nilai yang direkomendasikan sebesar 0.900
atau 0.950 maka disimpulkan bahwa model fit.
3) Normed Fit Index (NFI)
Dari analisis SEM menghasilkan nilai NFI (Normed Fit Index)
sebesar 0.931 lebih besar atau antara dari nilai yang direkomendasikan
sebesar 0.900 atau 0.950 maka disimpulkan bahwa model fit.
4) Comparative Fit Index (CFI)
Dari analisis SEM menghasilkan nilai CFI (Comparative Fit Index)
sebesar 0.999 lebih besar dari nilai yang direkomendasikan sebesar >0.90
atau >0.95 maka disimpulkan bahwa model fit.
5) Incremental Fit Index (IFI)
Dari analisis SEM menghasilkan nilai Incremental Fit Index (IFI)
sebesar 0.999 lebih besar dari nilai yang direkomendasikan >0.900 atau
>0.950 maka disimpulkan bahwa model fit.
c) Persemonious Fit Indices
Persemonious Fit Indices merupakan ukuran untuk menghubungkan
goodness of fit model dengan sejumlah koefisien estimasi yang
193
diperlukan untuk mencapai model fit. Persemonious Fit Indices terdiri
atas :
1) Parsimony Normed Fit Indices (PNFI)
Dari analisis SEM dengan menggunakan Program AMOS 22
menghasilkan nilai Parsimony Normed Fit Indices (PNFI)sebesar 0.523
lebih besar dari nilai yang direkomendasikan sebesar >0.500 atau >0.600
maka disimpulkan bahwa model fit.
2) Parsimony Compaeative Fit Indices (PCFI)
Dari analisis SEM dengan menggunakan Program AMOS 22
menghasilkan nilai Parsimony Compaeative Fit Indices (PCFI) sebesar
0.562 lebih besar dari nilai yang direkomendasikan sebesar >0.500 atau
>0.600 maka disimpulkan bahwa model fit.
3) Parsimony Compaeative Fit Indices (PGFI)
Dari analisis SEM dengan menggunakan Program AMOS 22
menghasilkan nilai Parsimony Goodness Fit Indices (PGFI) sebesar 0.582
lebih besar dari nilai yang direkomendasikan sebesar >0.500 atau >0.600
maka disimpulkan bahwa model fit.
Tabel 3.25. Kriteria Kelayakan Model (Goodness of Fit)
No Goodness of Fit Cut-Off Value
Value Result
Absolute fit measures
1 Chi-Square (χ2) - 87.090 Fit
2 Probability (p) ≥ 0.050 0.447 Fit
3 Normal Chi-Square (CMIN/DF) < 2.000 1.013 Fit
194
No Goodness of Fit Cut-Off Value
Value Result
4 Goodness of Fit Indices (GFI) ≥ 0.900 0.959 Fit
5 Root Mean Squard Error of Approxiamtion (RMSEA)
≤ 0.080 0.008 Fit
Incremental Fit Indices
1 Adjusted Goodness of Fit (AGFI) ≥ 0.900 0.919 Fit
2 Tucker Lewis Index (TLI) ≥ 0.900 0.998 Fit
3 Normed Fit Index (NFI) ≥ 0.900 0.931 Fit
4 Comparative Fit Index (CFI) ≥ 0.900 0.999 Fit
5 Incremental Fit Index (IFI) ≥ 0.900 0.999 Fit
Persemonious Fit Indices
1 Parsimony Normed Fit Indices (PNFI)
≥ 0.500 0.523 Fit
2 Parsimony Compaeative Fit Indices (PCFI)
≥ 0.500 0.562 Fit
3 Parsimony Compaeative Fit Indices (PGFI)
≥ 0.500 0.582 Fit
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
2. Pengujian Construct Reability (C.R)
Pengujian Construct Reability yang dilakukan menunjukkan sejauh
mana suatu alat ukur yang dapat memberikan hasil yang relatif sama
apabila dilakukan pengukuran kembali pada obyek yang sama. Apabila
suatu alat ukur digunakan berulang dan hasil pengukuran yang diperoleh
relatif konsisten maka alat ukur tersebut dianggap handal (reliabel). Nilai
Construct Reability minimum dari dimensi pembentuk variabel laten yang
dapat diterima adalah ≥ 0,500. Adapun rumus yang dipakai:
𝐶𝑜𝑛𝑠𝑡𝑟𝑢𝑐𝑡 𝑅𝑒𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 = Σ 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝐿𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔
Σ 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝐿𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 + Σ 𝐸𝑗
Σ 𝐸𝑗 = 1 − 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝐿𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔
195
Tabel 3.26. Nilai Construct Reability (CR)
Variabel CR
Infrastruktur Jalan Hunian 0.422
Jaringan Jalan 0.489
Kawasan Lindung 0.309
Kepadatan Bangunan 0.386
Konservasi Air 0.473
Ruang Terbuka Hijau 0.363
0.407
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
Berdasarkan hasil pengukuran reliabilitas data diperoleh nilai
reliabilitas data dalam penelitian memiliki nilai rata-rata 0.488 ≥ 0.400.
Nilai 0.400 merupakan nilai minimal yang direkomendasikan. Dengan
demikian penelitian bahwa data telah memiliki tingkat konsistensi
(reliabilitas) dalam kategori sedang.
3. Pengujian Average Variance Extract (AVE)
Pengujian selanjutnya adalah uji Average Variance Extract.
Pengujian Average Variance Extract dengan besar diatas atau sama
dengan 0,500. Dengan ketentuan nilai yang semakin tinggi menunjukkan
bahwa indikator-indikator sudah mewakili secara benar konstruk laten
yang dikembangkan. Persamaan untuk mendapatkan nilai Average
Variance Extract adalah :
𝐴𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑐𝑒 𝐸𝑥𝑡𝑟𝑎𝑐𝑡 = Σ 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝐿𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 2
Σ 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑 𝐿𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 2 + Σ 𝐸𝑗
196
Tabel 3.27. Nilai Average Variance Extract
Variabel AVE
Infrastruktur Jalan Hunian 0.580
Jaringan Jalan 0.584
Kawasan Lindung 0.493
Kepadatan Bangunan 0.421
Konservasi Air 0.560
Ruang Terbuka Hijau 0.582
0.537
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
Berdasarkan hasil pengujian Average Variance Extract diperoleh
nilai rata-rata AVE 0.537 ≥ 0,500. Nilai 0.500 merupakan nilai minimal
yang direkomendasikan. Indikator sudah mewakili secara benar konstruk
laten yang dikembangkan.
4. Pengujian Discriminant Validity
Discriminant Validdity mengukur sampai seberapa jauh suatu
konstruk berbeda. Nilai Discriminant Validity yang tinggi memberikan bukti
suatu konstruk unik dan mampu menangkap fenomena diukur, dengan
membandingkan nilai akar AVE (AVE) dengan nilai korelasi. Berikut nilai
akar kuadrat dari konstruk laten.
Tabel 3.28. Nilai Discriminant Validity
Variabel DV
Infrastruktur Jalan Hunian 0.693
Jaringan Jalan 0.764
Kawasan Lindung 0.541
Kepadatan Bangunan 0.649
Konservasi Air 0.748
Ruang Terbuka Hijau 0.618
0.669
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
197
Tabel 3.29. Correlations
Estimate
E3 <--> Infrastruktur Jalan Hunian 0.391
e15 <--> Infrastruktur Jalan Hunian 0.275
e4 <--> e12 0.611
e5 <--> e15 0.280
e8 <--> E1 0.244
e5 <--> e11 0.411
e5 <--> e8 0.254
e19 <--> e15 0.449
e24 <--> e21 0.297
e22 <--> e11 0.499
e7 <--> e11 0.393
e9 <--> e21 0.747
e20 <--> e8 0.391
e20 <--> E3 0.383
e22 <--> e5 0.222
e6 <--> E1 0.452
e7 <--> e14 0.235
e7 <--> e8 0.149
e10 <--> e5 0.357
e9 <--> e12 0.183
e9 <--> e11 0.310
e22 <--> e12 0.115
0.348
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
Berdasarkan perbandingan nilai Discriminant Validity dengan Nilai
Correlations dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata akar kuadrat AVE
lebih tinggi daripada nilai korelasi antar konstruk lainnya dan ini
menunjukkan Convergent Validity yang baik.
198
5. Pengujian Indikator (Loading Factor)
Nilai loading menggambarkan hubungan antara variabel penelitian
dengan indikatornya. Maka indikator yang paling baik pada suatu variabel
adalah yang memiliki nilai loading terbesar, karena menandakan semakin
tingginya hubungan indikator tersebut dengan variabel penelitian. Pada
sebagian besar referensi bobot faktor sebesar 0,400 atau lebih dianggap
memiliki validasi yang cukup kuat untuk menjelaskan konstruk laten
(Sharma, 1996 dalam Ferdinand, 2005).
Tabel 3.30. Hubungan Antara Variabel Dengan Indikator (Loading Factor)
Estimate
IJ1 <--- Infrastruktur Jalan Hunian 0.448
IJ2 <--- Infrastruktur Jalan Hunian 0.100
IJ3 <--- Infrastruktur Jalan Hunian 0.718
JJ1 <--- Jaringan Jalan 0.415
JJ2 <--- Jaringan Jalan 0.213
JJ3 <--- Jaringan Jalan 0.839
KL1 <--- Kawasan Lindung 0.127
KL2 <--- Kawasan Lindung 0.226
KL3 <--- Kawasan Lindung 0.574
KB1 <--- Kepadatan Bangunan 0.106
KB2 <--- Kepadatan Bangunan 0.460
KB3 <--- Kepadatan Bangunan 0.592
KA1 <--- Konservasi Air 0.357
KA2 <--- Konservasi Air 0.979
KA3 <--- Konservasi Air 0.083
RT1 <--- Ruang Terbuka Hijau 0.999
RT2 <--- Ruang Terbuka Hijau 0.059
RT3 <--- Ruang Terbuka Hijau 0.030
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
199
Dari hasil perhitungan loading factor dengan menggunakan
Program AMOS diperoleh hasil sebagai berikut ;
1) Nilai loading factor masing-masing indikator pada konstruk laten
konservasi air diperoleh nilai loading factor untuk KA1 sebesar 0.357,
untuk KA2 sebesar 0.979 dan untuk KA3 sebesar 0.083. Dari hasil
tersebut, hanya indicator KA2 dianggap memiliki validasi yang cukup
kuat untuk menjelaskan konstruk laten.
2) Nilai loading factor masing-masing indikator pada konstruk laten ruang
terbuka hijau diperoleh nilai loading factor untuk RTH1 sebesar 0.999,
untuk RTH2 sebesar 0.059 dan untuk RTH3 sebesar 0.030. Dari hasil
tersebut, hanya indicator RTH1 dianggap memiliki validasi yang cukup
kuat untuk menjelaskan konstruk laten.
3) Nilai loading factor masing-masing indikator pada konstruk laten
kawasan lindung diperoleh nilai loading factor untuk KL1 sebesar
0.127, untuk KL2 sebesar 0.226 dan untuk KL3 sebesar 0.574. Dari
hasil tersebut, hanya indikator KL3 dianggap memiliki validasi yang
cukup kuat untuk menjelaskan konstruk laten.
4) Nilai loading factor masing-masing indikator pada konstruk
latenkepadatan bangunan diperoleh nilai loading factor untuk KB1
sebesar 0.106, untuk KB2 sebesar 0.460 dan untuk KB3 sebesar
0.592. Dari hasil tersebut, hanya indikator KB2 dan KB3 dianggap
memiliki validasi yang cukup kuat untuk menjelaskan konstruk laten.
200
5) Nilai loading factor masing-masing indikator pada konstruk
latenjaringan jalan diperoleh nilai loading factor untuk JJ1 sebesar
0.415, untuk JJ2 sebesar 0.213 dan untuk JJ3 sebesar 0.839. Dari
hasil tersebut, hanya indikator JJ1 dan JJ3 dianggap memiliki validasi
yang cukup kuat untuk menjelaskan konstruk laten.
6) Nilai loading factor masing-masing indikator pada konstruk laten
infrasturuktur jalan hunian diperoleh nilai loading factor untuk IJ1
sebesar 0.448, untuk IJ2 sebesar 0.100 dan untuk IJ3 sebesar 0.718.
Dari hasil tersebut, hanya indikator IJ2 dan IJ3 dianggap memiliki
validasi yang ukup kuat untuk menjelaskan konstruk laten.
6. Pengujian Hipotesis Penelitian
Untuk menguji hipotesis mengenai kausalitas yang dikembangkan
dalam model ini, perlu diuji hipotesis nol yang menyatakan bahwa
koefisien regresi antara hubungan adalah sama dengan nol melalui
pengamatan terhadap nilai Standardized Regression Weights pada kolom
Critical Ratio (C.R) yang dihasilkan oleh Program AMOS 22.
Nilai C.R dibandingkan dengan nilai krisisnya yaitu ± 2,56 dengan
tingkat signifikansi 0,05. Apabila nilai Critical Ratio (C.R) pada hubungan
kausalitas variabel menunjukkan lebih besar dari nilai kritisnya yaitu ± 2,56
atau nilai probabilitas (P) lebih kecil dari 0.05, maka H0 ditolak dan H1
diterima. Hasil Standardized Regression Weights dapat dilihat sebagai
berikut
201
:Tabel 3.31. Regression Weights
Estimate S.E. C.R. P
Kepadatan Bangunan
<--- Infrastruktur Jalan Hunian
.044 .013 3.460 .000
Kepadatan Bangunan
<--- Jaringan Jalan .063 .021 2.930 .003
Konservasi Air <--- Kawasan Lindung .047 .017 2.765 .020
Ruang Terbuka Hijau <--- Kepadatan Bangunan .936 .351 2.667 .038
Ruang Terbuka Hijau <--- Kawasan Lindung .714 .228 3.131 .002
Ruang Terbuka Hijau <--- Konservasi Air 3.377 1.237 2.730 .029
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
Tabel 3.32. Standardized Regression Weights
Estimate
Kepadatan Bangunan <--- Infrastruktur Jalan Hunian .490
Kepadatan Bangunan <--- Jaringan Jalan .572
Konservasi Air <--- Kawasan Lindung .481
Ruang Terbuka Hijau <--- Kepadatan Bangunan .053
Ruang Terbuka Hijau <--- Kawasan Lindung .275
Ruang Terbuka Hijau <--- Konservasi Air .128
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
202
Dari hasil analisis SEM dengan menggunakan Program AMOS 22 dapat
diuraikan hipotesis sebagai berikut :
1) Pengaruh Infrastruktur Jalan Hunian Terhadap Kepadatan
Bangunan
Hipotesis :
H0 : Terdapat Pengaruh Infrastruktur Jalan Hunian Terhadap
Kepadatan Bangunan
H1 : Tidak Terdapat Pengaruh Infrastruktur Jalan Hunian Terhadap
Kepadatan Bangunan
Dasar Pengambilan Keputusan :
Jika Nilai Probabilitas (p) < 0.05 Maka H0 diterima
Jika Nilai Probabilitas (p) > 0.05 Maka H0 ditolak
Berdasarkan hasil analisis SEM dengan menggunakan Program AMOS
22, besarnya pengaruh infrastruktur jalan hunian terhadap kepadatan
bangunan sebesar 0.490dengan nilai probabilitas (p) sebesar 0.000.
Dengan nilai probabilitas (p) < 0.05, sehingga dinyatakan bahwa hipotesis
H0 diterima. Berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara infrastruktur
jalan hunian terhadap kepadatan bangunan.
2) Pengaruh Jaringan Jalan Terhadap Kepadatan Bangunan
Hipotesis :
H0 : Terdapat Pengaruh Jaringan Jalan Terhadap Kepadatan
Bangunan
203
H1 : Tidak Terdapat Pengaruh Jaringan Jalan Terhadap
Kepadatan Bangunan
Dasar Pengambilan Keputusan :
Jika Nilai Probabilitas (p) < 0.05 Maka H0 diterima
Jika Nilai Probabilitas (p) > 0.05 Maka H0 ditolak
Berdasarkan hasil analisis SEM dengan menggunakan Program AMOS
22, besarnya pengaruh jaringan jalan terhadap kepadatan bangunan
sebesar 0.572dengan nilai probabilitas (p) sebesar 0.003. Dengan nilai
probabilitas (p) > 0.05, sehingga dinyatakan bahwa hipotesis H0 diterima.
Berarti terdapat pengaruh yang signifikan jaringan jalan terhadap
kepadatan bangunan.
3) Pengaruh Kawasan Lindung Terhadap Konservasi Air
Hipotesis :
H0 : Terdapat Pengaruh Kawasan Lindung Terhadap Konservasi
Air
H1 : Tidak Terdapat Pengaruh Kawasan Lindung Terhadap
Konservasi Air
Dasar Pengambilan Keputusan :
Jika Nilai Probabilitas (p) < 0.05 Maka H0 diterima
Jika Nilai Probabilitas (p) > 0.05 Maka H0 ditolak
Berdasarkan hasil analisis SEM dengan menggunakan Program AMOS
22, besarnya pengaruhkawasan lindung terhadap konservasi air sebesar
0.481dengan nilai probabilitas (p) sebesar 0.020. Dengan nilai probabilitas
204
(p) < 0.05, sehingga dinyatakan bahwa hipotesis H0 diterima. Berarti
terdapat pengaruh yang signifikan kawasan lindung terhadap konservasi
air.
4) Pengaruh Kepadatan Bangunan Terhadap Ruang Terbuka Hijau
Hipotesis :
H0 : Terdapat Pengaruh Kepadatan Bangunan Terhadap Ruang
Terbuka Hijau
H1 : Tidak Terdapat Pengaruh Kepadatan Bangunan Terhadap
Ruang Terbuka Hijau
Dasar Pengambilan Keputusan :
Jika Nilai Probabilitas (p) < 0.05 Maka H0 diterima
Jika Nilai Probabilitas (p) > 0.05 Maka H0 ditolak
Berdasarkan hasil analisis SEM dengan menggunakan Program AMOS
22, besarnya pengaruh kepadatan bangunan terhadap ruang terbuka hijau
sebesar 0.053dengan nilai probabilitas (p) sebesar 0.038. Dengan nilai
probabilitas (p) > 0.05, sehingga dinyatakan bahwa hipotesis H0 diterima.
Berarti terdapat pengaruh yang signifikan kepadatan bangunan terhadap
ruang terbuka hijau
5) Pengaruh Kawasan Lindung Terhadap Ruang Terbuka Hijau
Hipotesis :
H0 : Terdapat Pengaruh Kawasan Lindung Terhadap Ruang
Terbuka Hijau
205
H1 : Tidak Terdapat Pengaruh Kawasan Lindung Terhadap Ruang
Terbuka Hijau
Dasar Pengambilan Keputusan :
Jika Nilai Probabilitas (p) < 0.05 Maka H0 diterima
Jika Nilai Probabilitas (p) > 0.05 Maka H0 ditolak
Berdasarkan hasil analisis SEM dengan menggunakan Program AMOS
22, besarnya pengaruhkawasan lindung terhadap ruang terbuka hijau
sebesar 0.275dengan nilai probabilitas (p) sebesar 0.002. Dengan nilai
probabilitas (p) < 0.05, sehingga dinyatakan bahwa hipotesis H0 diterima.
Berarti terdapat pengaruh yang signifikankawasan lindung terhadap ruang
terbuka hijau.
6) Pengaruh Konservasi Air Terhadap Ruang Terbuka Hijau
Hipotesis :
H0 : Terdapat Pengaruh Konservasi Air Terhadap Ruang Terbuka
Hijau
H1 : Tidak Terdapat Pengaruh Konservasi Air Terhadap Ruang
Terbuka Hijau.
Dasar Pengambilan Keputusan :
Jika Nilai Probabilitas (p) < 0.05 Maka H0 diterima
Jika Nilai Probabilitas (p) > 0.05 Maka H0 ditolak
Berdasarkan hasil analisis SEM dengan menggunakan Program AMOS
22, besarnya pengaruh konservasi air terhadap ruang terbuka hijau
sebesar 0.128dengan nilai probabilitas (p) sebesar 0.029. Dengan nilai
206
probabilitas (p) < 0.05, sehingga dinyatakan bahwa hipotesis H0 diterima.
Berarti terdapat pengaruh yang signifikan konservasi air terhadap ruang
terbuka hijau.
7. Pengaruh Langsung, Pengaruh Tidak Langsung dan Pengaruh
Total
a. Pengaruh tidak langsung variabel jaringan jalan dan infrastruktur jalan
hunian terhadap ruang terbuka hijau melalui kepadatan bangunan.
Gambar 3.10. Pengaruh tidak langsung variabel tidak langsung variabel jaringan jalan dan infrastruktur jalan hunian terhadap ruang terbuka hijau melalui kepadatan bangunan.
Pengaruh tidak langsung variabel infrastruktur jalan hunian
terhadap ruang terbuka hijau melalui kepadatan bangunan yang diperoleh
sebesar 0.490 x 0.053 = 0.026. Berarti persentase pengaruh tidak
langsung infrastruktur jalan hunian terhadap ruang terbuka hijau melalui
kepadatan bangunan diperoleh sebesar 2.60% sedangkan sisanya
sebesar 97.40% dipengaruhi faktor lain diluar model
Pengaruh tidak langsung variabel jaringan jalan terhadap ruang
terbuka hijau melalui kepadatan bangunan yang diperoleh sebesar 0.572
JARINGAN
JALAN
JJ1
JJ2
JJ3
RUANG TERBUKA
HIJAU
RT1
RT2
RT3
KEPADATAN BANGUNAN
KB3 KB2 KB1
0.572
0.053 0.490
INFRASTRUKTUR JALAN
HUNIAN
IJ1
IJ2
IJ2
207
x 0.053 = 0.030. Berarti persentase pengaruh tidak langsung jaringan
jalan terhadap ruang terbuka hijau melalui kepadatan bangunan diperoleh
sebesar 3.00% sedangkan sisanya sebesar 97.00% dipengaruhi faktor
lain diluar model.
b. Pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dan pengaruh total
variabel kawasan lindung terhadap ruang terbuka hijau melalui
konservasi air.
Gambar 3.11. Pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dan pengaruh
total variabel kawasan lindung terhadap ruang terbuka hijau melalui konservasi air.
Pengaruh langsung variabel kawasan lindung terhadap ruang
terbuka hijau diperoleh sebesar 0.275. Berarti persentase pengaruh
langsung variabel kawasan lindung terhadap ruang terbuka hijau diperoleh
sebesar 27.50% sedangkan sisanya sebesar 72.50% dipengaruhi faktor
lain diluar model.
Pengaruh tidak langsung variabel kawasan lindung terhadap ruang
terbuka hijau melalui konservasi air yang diperoleh sebesar 0.481 x 0.128
= 0.062. Berarti persentase pengaruh tidak langsung kawasan lindung
KAWASAN
LINDUNG
KL1
KL2
KL3
RUANG TERBUKA HIJAU
RT1
RT2
RT3
KONSERVASI AIR
KA3 KA2 KA1
0.275
0.128 0.481
208
terhadap ruang terbuka hijau melalui konservasi air diperoleh sebesar
6.20% sedangkan sisanya sebesar 93.80% dipengaruhi faktor lain diluar
model.
Pengaruh total variabel kawasan lindung terhadap ruang terbuka
hijau melalui konservasi air yang diperoleh sebesar 0.275 + 0.062 = 0.337.
Berarti persentase pengaruh total variabel kawasan lindung terhadap
ruang terbuka hijau melalui konservasi air diperoleh sebesar 33.70%
sedangkan sisanya sebesar 66.30% dipengaruhi faktor lain diluar model.
D. Pembahasan
1. Pembahasan Hipotesis
Hasil uji model struktural pada penelitian ini serta resume uji
signifikansi hipotesis membuktikan bahwa hipotesis: penerapan reklamasi
berkelanjutan yang terbentuk dari unsur-unsur indeks keberlanjutan
reklamasi yang saling terkait dapat meningkatkan keberlanjutan kawasan
pesisir khususnya reklamasi pesisir benar adanya.
Secara rinci dijelaskan beberapa hubungan yang saling
mempengaruhi antara variabel laten yang mendukung keberlanjutan
kawasan reklamasi yaitu;
a. Terdapat pengaruh/hubungan antara infrastruktur jalan hunian
terhadap kepadatan bangunan
b. Terdapat pengaruh/hubungan yang signifikan antara jaringan jalan
terhadap kepadatan bangunan.
209
c. Terdapat pengaruh/hubungan yang signifikan antara kawasan lindung
terhadap konservasi air
d. Terdapat pengaruh/hubungan yang signifikan antara kepadatan
bangunan terhadap ruang terbuka hijau
e. Terdapat pengaruh/hubungan yang signifikan antara kawasan lindung
terhadap ruang terbuka hijau
f. Terdapat pengaruh/hubungan yang signifikan antara konservasi air
terhadap ruang terbuka hijau.
2. Pembahasan Penelitian
Reklamasi telah menjadi pilihan pengembangan perkotaan di
wilayah pesisir di beberapa kota dunia. Reklamasi telah menjadi
keniscayaan dalam pengembangan kota di Indonesia. Namun untuk
mempertahankan keberlanjutan kawasan pesisir, pengembangan
reklamasi perlu memperhatikan aspek fisik keberlanjutan. Indikator fisik
sebagai salah satu pilar pembangunan berkelanjutan dianggap sebagai
pondasi yang cukup penting untuk diperhatikan oleh pengambil keputusan
kawasan perkotaan.
Berdasarkan hasil analisis menggunakan instrumen penelitian
Structural Equation Model (SEM) terhadap model reklamasi berkelanjutan
dengan variabel laten sumber daya pesisir, variabel bangunan dan
variabel infrastruktur didapatkan variabel teramati yang paling
berpengaruh adalah sebagai berikut:
210
a. Setelah melakukan penelitian dan menguji model pengukuran variabel
sumber daya pesisir, terlihat bahwa nilai indikator konservasi air untuk
KA1 dan KA2 yang paling berpengaruh. KA1 adalah pendapat
masyarakat terhadap ketersediaan ruang/lahan konservasi air
(waduk/danau) dalam kawasan, sementara KA2 adalah kondisi
konservasi air (danau) dalam kawasan reklamasi sebagai kawasan
resapan air. Dari hasil tersebut, indikator KA2 dianggap memiliki
validasi yang cukup kuat untuk menjelaskan konstruk laten. Sehingga
dapat dikatakan bahwa kondisi konservasi air berupa danau/rawa
dalam suatu kawasan reklamasi memberikan jaminan keberlanjutan
kawasan reklamasi pada suatu kawasan pesisir. Sehingga kawasan
konservasi air pada suatu kawasan reklamasi sangat penting untuk
dipertahankan dan tidak turut direklamasi sehingga kawasan reklamasi
dapat berkelanjutan.
b. Setelah melakukan penelitian dan menguji model pengukuran variabel
sumber daya pesisir maka terlihat bahwa nilai indikator ruang terbuka
diperoleh untuk RT1 yang paling berpengaruh. RT1 adalah pendapat
masyarakat terhadap ketersediaan fasilitas ruang terbuka hijau pada
kawasan reklamasi khususnya pada zona permukiman yang dapat
berupa ruang terbuka hijau fasilitas olahraga, tempat permainan anak
atau dalam bentuk taman. Sehingga dapat dikatakan bahwa
ketersediaan fasilitas ruang terbuka hijau pada kawasan reklamasi
khususnya zona permukiman berupa fasilitas olahraga, permainan
211
anak atau dalam bentuk taman memberikan jaminan keberlanjutan
kawasan reklamasi pada kawasan pesisir. Hal ini sesuai dengan
penelitian Azwar (2013), yang menyatakan bahwa ketersediaan RTH
pada kawasan reklamasi sebagai salah satu fasilitas penting untuk
disediakan pada kawasan reklamasi.
c. Setelah melakukan penelitian dan menguji model pengukuran variabel
bangunan maka terlihat bahwa nilai indikator kawasan lindung untuk
KL2 dan KL3 yang paling berpengaruh. KL2 adalah pendapat
masyarakat terhadap kondisi kawasan lindung baik berupa hutan
bakau / mangrove yang ada pada kawasan reklamasi, sementara KL3
adalah pendapat masyarakat terhadap fungsi kawasan lindung
sebagai pelindung kelestarian lingkungan pada kawasan reklamasi.
Dari hasil tersebut, indikator KL3 dianggap memiliki validasi yang
cukup kuat dan berpengaruh. Sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi
kawasan lindung sebagai pelindung kelestarian lingkungan pada
kawasan reklamasi dianggap memberikan jaminan keberlanjutan
kawasan reklamasi pada suatu kawasan pesisir.
d. Setelah melakukan penelitian dan menguji model pengukuran variabel
sumber daya pesisir maka terlihat bahwa nilai kepadatan bangunan
untuk KB2 dan KB3 yang paling berpengaruh. KB2 adalah pendapat
masyarakat terhadap tingkat kepadatan hunian/rumah tinggal dalam
lingkungan sekitar kawasan reklamasi, sementara KB3 adalah
pendapat masyarakat terhadap jumlah orang yang tinggal dalam satu
212
rumah pada lingkungan sekitar pada kawasan reklamasi. Dari hasil
tersebut, hanya indikator KB2 dan KB3 yang dianggap memiliki validasi
yang cukup kuat untuk menjelaskan konstruk laten. Sehingga dapat
dikatakan bahwa tingkat kepadatan hunian/rumah tinggal dalam
lingkungan sekitar kawasan reklamasi, dan jumlah orang yang tinggal
dalam satu rumah pada lingkungan sekitar pada kawasan reklamasi
dianggap memberikan jaminan keberlanjutan kawasan reklamasi pada
suatu kawasan pesisir. Hal ini sesuai dengan Renald, 2015 yang
menyatakan bahwa penggunaan ruang perlu menyesuaikan dengan
rencana tata ruang sebagai acuan pembangunan, termasuk
diantaranya pengaturan kepadatan bangunan dan jumlah orang yang
tinggal pada suatu kawasan reklamasi.
e. Setelah melakukan penelitian dan menguji model pengukuran variabel
infrastruktur maka terlihat bahwa nilai indikator jaringan jalan untuk JJ1
dan JJ3 yang paling berpengaruh. JJ1 adalah pendapat masyarakat
terhadap kondisi struktur permukaan jalan raya/utama, sementara JJ3
adalah pendapat masyarakat terhadap jarak hunian/tempat tinggal
pada kawasan reklamasi terhadap jalan raya/utama. Sehingga dapat
dikatakan bahwa kondisi struktur permukaan jalan raya/utama dan
jarak hunian/tempat tinggal pada kawasan reklamasi terhadap jalan
raya/utama dianggap memberikan jaminan keberlanjutan kawasan
reklamasi pada suatu kawasan pesisir. Hal ini sesuai dengan Azwar,
2013 yang menyatakan bahwa infrastruktur jalan merupakan indikator
213
penting yang harus diperhatikan pada suatu kawasan reklamasi,
sehingga kawasan tersebut dapat menjamin aksesibilitas masyarakat
dari dan keluar kawasan, serta interkoneksitas kawasan reklamasi
dengan kawasan sekitarnya pada kota tersebut.
f. Setelah melakukan penelitian dan menguji model pengukuran variabel
infrastruktur maka terlihat bahwa nilai indikator Jaringan jalan untuk IJ1
dan IJ3 yang paling berpengaruh. IJ1 adalah pendapat masyarakat
terhadap kondisi struktur/perkerasan jalan pada hunian/tempat tinggal,
sementara IJ3 adalah pendapat masyarakat terhadap Lampu
penerangan jalan yang ada pada kawasan hunian di lokasi reklamasi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi struktur/perkerasan jalan
pada hunian/tempat tinggal, dan keberadaan lampu penerangan jalan
yang ada pada kawasan hunian di lokasi reklamasi dianggap
memberikan jaminan keberlanjutan kawasan reklamasi pada suatu
kawasan pesisir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat
terhadap keberlanjutan kawasan reklamasi masih rendah, terutama
hubungan antara variabel yang seyogyanya berhubungan namun ada
yang menghasilkan tidak berhubungan secara signifikan. Sehingga model
harus dimodifikasi dan disederhanakan dengan menghilangkan variabel
yang tidak berhubungan. Modifikasi dan penyederhanaan ini menjadi
model SEM 2. Hal ini dapat terjadi karena sebagian besar responden
berpendidikan menengah kebawah. Hal ini kemudian dapat menjadi
214
bahan pembelajaran bagi pemerintah dan swasta serta masyarakat yang
melakukan reklamasi untuk memperhatikan indikator keberlanjutan dalam
pengelolaan kawasan reklamasi.
Sehingga sangatlah penting untuk memperhitungkan indeks-indeks
keberlanjutan yang tersedia pada penelitian ini untuk mengambil manfaat
lebih dari kawasan reklamasi demi terpenuhinya kebutuhan kota akan
lahan dengan tetap mempertahakankan keberlanjutan lingkungan
khususnya dari segi fisik.
2.1 Strategi Membentuk Kawasan Reklamasi yang Berkelanjutan di
Kota Makassar
Untuk membentuk suatu kawasan reklamasi yang berkelanjutan
sesuai model reklamasi pesisir yang telah diteliti, dapat dilakukan strategi
sebagai berikut:
a. Merencanakan kawasan reklamasi yang memperhatikan aspek sumber
daya pesisir berupa menyiapkan ruang terbuka hijau yang sejalan
dengan (Samsudi, 2010) bahwa penataan RTH pada suatu kota,
bertujuan untuk menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem
lingkungan perkotaan, termasuk kawasan reklamasi. Selanjutnya
kawasan reklamasi perlu mempertahankan kawasan konservasi dan
tidak menjadikannya sebagai kawasan terbangun. Intinya strategi
sumber daya pesisir adalah perlu mempertahankan keberadaan RTH
dan Kawasan konservasi sebagai penyeimbang ekosistem kawasan
reklamasi.
215
b. Mengintegrasikan kawasan reklamasi sebagai suatu kawasan
terbangun dengan tetap memperhatikan luasan kawasan lindung
kawasan, menjauhkan kawasan reklamasi dari muara sungai yang
dikenal sebagai kawasan yang kaya ekosistem dan merupakan
kawasan peralihan (Yulius, 2014) yang sensitif terhadap kerusakan
lingkungan. Strategi dari sudut pandang bangunan juga perlu
memperhatikan kepadatan bangunan yang diperkenankan pada
kawasan reklamasi.
c. Merencanakan infrastruktur terpadu perlu menjadi perhatian sehingga
aksesibilitas dari dan keluar kawasan reklamasi dapat lebih baik.
2.2. Konseptualisasi Model Reklamasi Pesisir secara Berkelanjutan
Penelitian ini menghasilkan model struktural yang menjelaskan
hubungan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lainnya dalam
konsep kawasan reklamasi berkelanjutan. Hasil integrasi antara indikator
sumber daya pesisir, keberadaan kawasan terbangun dan kawasan
lindung serta keterpaduan infrastruktur jalan pada kawasan reklamasi
mempengaruhi keberlanjutan kawasan reklamasi.
Berdasarkan analisis SEM yang menganalisis hubungan antar
variabel pada Model Keberlanjutan Kawasan Reklamasi membentuk jalur
yang terhubung :
a. Jalur pertama : IJ dan JJ KB RT
b. Jalur kedua : KL KA RT
216
Model Keberlanjutan Reklamasi seperti yang tampak pada gambar
7 dapat dijelaskan dalam dua jalur/path. Pada jalur pertama pengaruh
tidak langsung variabel infrastruktur jalan hunian terhadap ruang terbuka
hijau melalui kepadatan bangunan sebesar 2.60% keterpengaruhannya,
juga ada faktor lain diluar model. Sementara pengaruh tidak langsung
variabel jaringan jalan terhadap ruang terbuka hijau melalui kepadatan
bangunan diperoleh 3.00%, selain ada pengaruhi faktor lain diluar model.
Sehingga dapat dikatakan bahwa keberlanjutan kawasan reklamasi
tergantung pada dipenuhinya infrastruktur jaringan jalan dan ketersediaan
ruang terbuka hijau selain kepadatan bangunan pada kawasan reklamasi.
Selanjutnya pada jalur dua pengaruh langsung variabel kawasan
lindung terhadap ruang terbuka hijau diperoleh nilai keterkaitan 27.50%.
Terdapat pengaruh tidak langsung variabel kawasan lindung terhadap
217
ruang terbuka hijau melalui konservasi air sebesar 6.20% dan juga ada
yang dipengaruhi faktor lain diluar model. Pengaruh total variabel
kawasan lindung terhadap ruang terbuka hijau melalui konservasi air yang
diperoleh 33.70% selain faktor lain diluar model yang turut mempengaruhi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa keberlanjutan kawasan reklamasi pesisir
dipengaruhi oleh keberadaan kawasan lindung dan ketersediaan kawasan
konservasi serta adanya ruang terbuka hijau pada kawasan reklamasi.
218
BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Simpulan Dampak Reklamasi
Dampak reklamasi pada perubahan fungsi lahan dan garis pantai di
pesisir Makassar antara tahun 2001 dan 2014 telah terjadi perubahan baik
yang dianalisis dengan teknik overlay peta maupun dengan perhitungan
matematis. Pertambahan garis pantai akibat reklamasi pada suatu zona
untuk fungsi permukiman mengalami pertambahan yang cukup siginifikan
searah dengan pertambahan guna lahan. Namun ada juga pengurangan
garis pantai seperti yang terjadi pada fungsi permukiman yang bertambah
pada suatu zona namun malah menyebabkan penurunan garis pantai,
yang berarti bahwa pembangunan berdampak pada erosi pantai, atau
reklamasi pantai untuk permukiman pada zona yang berdekatan dapat
menyebabkan erosi pada pantai sekitar. Reklamasi juga mengakibatkan
berkurangnya tambak pada hampir semua zona yang berubah menjadi
fungsi permukiman. Zona dengan fungsi pariwisata terjadi pengurangan
garis pantai, berarti bahwa kegiatan pariwisata turut mempengaruhi
pertambahan erosi atau kemungkinan lain reklamasi yang terjadi pada
zona sebelah menyebabkan erosi pada zona ini.
Hasil dari studi ini menggambarkan kegiatan manusia berupa
reklamasi berdampak pada perubahan garis pantai dan fungsi lahan baik
219
langsung maupun tidak langsung. Dengan perencanaan reklamasi yang
baik, maka pelaksanaan reklamasi dapat menghindarkan dampak yang
tidak diinginkan.
2. Simpulan Indeks Keberlanjutan dan Uji Validasi Indeks
Penelitian ini mengusulkan 9 indikator yang paling penting untuk
mengukur keberlanjutan kawasan reklamasi. Terlihat bahwa kebanyakan
indikator yang berhubungan dengan aspek lingkungan menjadi perhatian
utama dilanjutkan dengan aspek lingkungan buatan manusia seperti
daerah perumahan dan rekreasi.
Uji validasi indeks keberlanjutan reklamasi dilakukan di daerah
pesisir Makassar dan pantai Utara Jakarta. Indeks keberlanjutan reklamasi
tergantung pada tiga faktor : sumberdaya pesisir, bangunan dan
infrastruktur, menggunakan aplikasi GIS dengan penekanan pada aspek
fisik lingkungan di daerah reklamasi Makassar dan Jakarta.
Hasil uji keberlanjutan reklamasi Makassar senilai 2,35 berarti
berkelanjutan namun perlu berhati-hati karena berada pada nilai bawah
range berkelanjutan sehingga pembangunan reklamasi perlu
memperhatikan prinsip kota berkelanjutan. Sedangkan akumulasi
penilaian indeks keberlanjutan pantai Utara Jakarta mendapatkan nilai
1.73 yang dalam tabel ketegori berarti kurang berkelanjutan dari skala 1-3,
maka dapat dikatakan bahwa reklamasi di Kota Jakarta perlu mendapat
perhatian dalam pelaksanaan kedepan, karena ada kecenderungan tidak
aman bagi generasi yang akan datang. Sesuai prinsip pembangunan
220
berkelanjutan, bahwa pembangunan dilakukan bagi kemajuan kawasan
namun tetap memperhatikan kelanjutannya bagi generasi yang akan
datang.
3. Simpulan Model Reklamasi yang Berkelanjutan
Hasil uji model struktural penelitian dan resume uji signifikansi
hipotesis membuktikan bahwa hipotesis berupa penerapan reklamasi
yang keberlanjutan yang terbentuk dari unsur-unsur indeks keberlanjutan
yang saling terkait dapat meningkatkan keberlanjutan kawasan pesisir
benar adanya.
Berdasarkan hasil analisis model menggunakan instrumen
penelitian Structural Equation Model (SEM) didapatkan variabel teramati
yang paling berpengaruh adalah :
a. Indikator konservasi air (KA2) dianggap memiliki validasi yang cukup
kuat untuk menjelaskan konstruk laten. Sehingga dapat dikatakan
bahwa kondisi konservasi air berupa danau/rawa dalam suatu
kawasan reklamasi memberikan jaminan keberlanjutan kawasan
reklamasi pada suatu kawasan pesisir.
b. Ketersediaan fasilitas ruang terbuka hijau pada kawasan reklamasi
pada zona permukiman berupa fasilitas olahraga, permainan anak
atau dalam bentuk taman memberikan jaminan keberlanjutan
kawasan reklamasi pada kawasan pesisir.
221
c. Fungsi kawasan lindung sebagai pelindung kelestarian lingkungan
pada kawasan reklamasi dianggap memberikan jaminan keberlanjutan
kawasan reklamasi pada suatu kawasan pesisir.
d. Tingkat kepadatan hunian/rumah tinggal dalam lingkungan sekitar
kawasan reklamasi, dan jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah
pada lingkungan sekitar pada kawasan reklamasi dianggap
memberikan jaminan keberlanjutan kawasan reklamasi pada suatu
kawasan pesisir.
e. Kondisi struktur permukaan jalan raya/utama dan jarak hunian/tempat
tinggal pada kawasan reklamasi terhadap jalan raya/utama dianggap
memberikan jaminan keberlanjutan kawasan reklamasi pada suatu
kawasan pesisir.
f. Kondisi struktur/perkerasan jalan pada hunian/tempat tinggal, dan
keberadaan lampu penerangan jalan yang ada pada kawasan hunian
di lokasi reklamasi dianggap memberikan jaminan keberlanjutan
kawasan reklamasi pada suatu kawasan pesisir.
Dari hasil analisis SEM, indikator-indikator yang diuji dianggap
memiliki validasi yang cukup kuat atau fit untuk menjelaskan konstruk
laten. Sehingga dapat dikatakan bahwa model reklamasi yang
berkelanjutan dengan kondisi indikator terpilih memberikan jaminan
keberlanjutan kawasan reklamasi pada suatu kawasan pesisir.
Model ini dapat dikembangkan pada kota dengan karakteristik yang
sama dengan menggunakan variabel yang sama dengan penelitian ini.
222
Namun untuk kota yang karakteristik berbeda perlu penelitian lanjutan
dengan mengubah variabel penelitiannya.
B. Kebaruan Penelitian
Keaslian penelitian ini adalah bahwa telah banyak penelitian
sebelumnya yang meneliti tentang reklamasi dan indeks keberlanjutan
tetapi penelitian tentang indeks keberlanjutan khusus kawasan reklamasi
masih langka sehingga kebaruan penelitian ini adalah merumuskan model
reklamasi menggunakan IKR pada kawasan pesisir. Lebih rinci kebaruan
dari penelitian ini adalah:
1. Mengembangkan konsep Manara, 2010 tentang dampak reklamasi
pantai untuk pembangunan Jalan Metro Tanjung Bunga terhadap
kondisi lingkungan di Teluk Lokasi Kota Makassar, namun spesifik
pada perubahan yang ada di daratan yakni penggunaan lahan dan
garis pantai serta hubungan dari keduanya.
2. Membangun rumusan indeks keberlanjutan dengan menggunakan
AHP dan Expert Choices sebagai pengembangan dari konsep yang
dikembangkan pada penelitian “Penilaian Kesesuaian Reklamasi
Pantai berdasarkan fuzzy-AHP: studi kasus Lianyungang, China”,
namun dikembangkan dengan menambahkan indikator keberlanjutan
bangunan dan infrastruktur .
3. Model ini merupakan pengembangan dari penelitian Azwar (2013)
yang merumuskan model penyediaan infrastruktur saja pada
223
kawasan reklamasi Jakarta namun penelitian ini pada model
kawasan reklamasi. Diharapkan model kawasan reklamasi ini dapat
diimplementasikan dan direplikasikan untuk kota-kota di Indonesia
yang mempunyai karakteristik sama dengan wilayah kasus.
Kelebihan model ini adalah baru, belum pernah diteliti karena
menggunakan IKR dari rumusan penelitian sebelumnya.
4. Dapat dijadikan rujukan dalam pengambilan keputusan pada
kawasan reklamasi yang sedang marak di Indonesia.
C. Saran
Saran dari penelitian ini adalah:
1. Dampak reklamasi yang diteliti terbatas hanya pada perubahan
penggunaan lahan dan panjang garis pantai, maka variabel lainnya dapat
ditindaklanjuti oleh peneliti selanjutnya.
2. Indikator keberlanjutan kawasan reklamasi yang dirumuskan pada
penelitian ini hanya berfokus pada pilar fisik saja, sehingga pilar ekonomi
dan pilar sosial bagian dari indikator pembangunan berkelanjutan dapat
ditindaklanjuti oleh peneliti lainnya.
3. Model ini diteliti pada kasus kota Makassar yang kelandaiannya relatif
datar dengan tidak memasukkan faktor topografi sebagai salah satu
variabel yang diukur, maka kelandaian dan jenis karakter kota pantai
lainnya dapat ditindaklanjuti oleh peneliti selanjutnya.
228
DAFTAR PUSTAKA
Andrade, R., Panagopoulos, T., & Loures, L. (2012). A sustainable proposal for the waterfront brownfield reclamation in Vila Real de Santo António, Portugal, Recent Researches in Environmental Science and Landscaping.
Azwar, S. A., Suganda, E., Tjiptoherijanto, P., & Rahmayanti, H. (2013). Model of Sustainable Urban Infrastructure at Coastal Reclamation of North Jakarta. Procedia Environmental Sciences, 17(0), 452-461. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.proenv.2013.02.059
Abdel Kawy, W. A., & Belal, A.-A. (2011). Soil resilience mapping in selective wetlands, West Suez Canal, Egypt. The Egyptian Journal of Remote Sensing and Space Science, 14(2), 99-112. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.ejrs.2011.11.001
Al-Shams1, A. R., Ngah2, K., Zakaria3, Z., Noordin3, N., Hilmie, M. Z., & Sawal4, M. (2013). Waterfront Development within the Urban Design and Public Space Framework in Malaysia. Asian Social Science;, Vol. 9(No. 10). doi: doi:10.5539/ass.v9n10p77
Appeaning Addo, K., Larbi, L., Amisigo, B., & Ofori-Danson, P. K. (2011). Impacts of Coastal Inundation Due to Climate Change in a CLUSTER of Urban Coastal Communities in Ghana, West Africa. Remote Sensing, 3(9), 2029-2050.
Aristotulus, E. T., Abdelnasser, A., Omran, , Abdelwahab, O. G., Woo, S. W., & Atiek, B. S. (1992). Manado Waterfront Development Concept AS Acta Technica corviniensis, v.
Akbar, R. (1993). GIS, Sebuah Kebutuhan Mendesak. Jurnal PWK, 4, 5. Al-Shams1, A. R., Ngah2, K., Zakaria3, Z., Noordin3, N., Hilmie, M. Z., &
Sawal4, M. (2013). Waterfront Development within the Urban Design and Public Space Framework in Malaysia. Asian Social Science;, Vol. 9(No. 10). doi: doi:10.5539/ass.v9n10p77
Appeaning Addo, K., Larbi, L., Amisigo, B., & Ofori-Danson, P. K. (2011). Impacts of Coastal Inundation Due to Climate Change in a CLUSTER of Urban Coastal Communities in Ghana, West Africa. Remote Sensing, 3(9), 2029-2050.
Aristotulus, E. T., Abdelnasser, A., Omran, , Abdelwahab, O. G., Woo, S. W., & Atiek, B. S. (1992). Manado Waterfront Development Concept AS Acta Technica corviniensis, v.
Baldemir, E., Kaya, F., & Şahin, T. K. (2013). A Management Strategy within Sustainable City Context: Cittaslow. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 99(0), 75-84. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.10.473
Craig, R. K., & Ruhl, J. B. (2010). Governing for Sustainable Coasts: Complexity, Climate Change, and Coastal Ecosystem Protection. Sustainability, 2(5), 1361-1388.
229
Choi, Y. R. (2014). Modernization, Development and Underdevelopment: Reclamation of Korean tidal flats, 1950s–2000s. Ocean & Coastal Management, 102, Part B(0), 426-436. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.ocecoaman.2014.09.023
Davidson, M. (2006). Urban Geography: Waterfront Development Feng, L., Zhu, X., & Sun, X. (2014 ). Assessing coastal reclamation
suitability based on a fuzzy-AHP comprehensive evaluation framework: A case study of Lianyungang,China. Elsevier. doi: www.elsevier.com/locate/marpolbul
Ge, Y., & Jun-yan, Z. (2011). Analysis of the impact on ecosystem and environment of marine reclamation--A case study in Jiaozhou Bay. Energy Procedia, 5(0), 105-111. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.egypro.2011.03.020
Handley, J. F. (2003). the sipirit and the purpose of the land restoration. centre of Urban and regional Ecology (CURE) School of planing and lanscape , university of Manchester, 452-461.
Huseynov, E. F. o. (2011). Planning of sustainable cities in view of green architecture. Procedia Engineering, 21(0), 534-542. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.proeng.2011.11.2048
Irina Mildawani, Diana Susilowati, & Schiffer, R. (2009). Aplikasi Sistem Informasi Geografis (GIS) Dalam Analisis Pemanfaatan Dan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota (Rthk) Studi Kasus: Kota Depok. Jurnal T.Arsitektur.
Ismail M, Abdel Ghaffar MK, Azzam MA. GIS application to identify the potential for certain irrigated agriculture uses on some soils in Western Desert, Egypt. The Egyptian Journal of Remote Sensing and Space Science. 2012 6//;15(1):39-51.
Jia, Z., Haifeng, X., Jincheng, S., & Xuelin, Z. (2007). Assessment of Sustainable Development System in Suihua City, China. Chinese Geographical Science, 17(4) 304-310. doi: DOI: 10.1007/s11769-007-0304-6
Jat, M. K., Choudhary, M., & Saxena, A. Urban growth assessment and prediction using RS, GIS and SLEUTH model for a heterogeneous urban fringe. The Egyptian Journal of Remote Sensing and Space Science. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.ejrs.2017.02.002
Kolman, R. (2012). New Land By The Sea: Economically And Socially, Land Reclamation Pays. Retrieved from https://www.iadc-dredging.com/ul/cms/fck-uploaded/documents/PDF%20Articles/article-new-land-by-the-sea.pdf website:
Kris, W. K. L. (1991). Planning For Tsuen Wan Waterfront Land Reclamation. Hongkong: The University of Hongkong.
Laras, B. K., Marimin, Nurjaya, I. W., & Budiharsono, S. ( 2011). Desain Kebijakan Pengelolaan Kota Tepian Pantai : Kasus Kota Semarang Forum Pascasarjana Oktober. Vol. 34 No. 4
230
Lee, M.-T., Wu, C.-C., Ho, C.-H., & Liu, W.-H. (2014). Towards Marine Spatial Planning in Southern Taiwan. Sustainability, 6, 8466-8484; . doi: doi:10.3390/su6128466
Leung, W. K., & Kris. (1991). Planning for Tsuen Wan Waterfront Land Reclamation the university of hongkong.
Li, K., Liu, X., Zhao, X., & Guo, W. (2010). Effects of Reclamation Projects on Marine Ecological Environment in Tianjin Harbor Industrial Zone. Procedia Environmental Sciences, 2(0), 792-799. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.proenv.2010.10.090
Liang, Y. (2004). <01ChapLand reclamation in singapore.pdf>. Lo, K., & Gunasiri, C. (2014). Impact of Coastal Land Use Change on
Shoreline Dynamics in Yunlin County, Taiwan. Environments, 1(2), 124-136.
Lubis, j. (2011). Mewujudkan Kota Pesisir Indonesia, Bulletin Tata Ruang Ditjen Penataan Ruang Kementerian PU.
Li, M. (2014). Application of Retrospective Environmental Carrying Capacity Assessment for Marine Reclamation. IERI Procedia, 8(0), 149-153. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.ieri.2014.09.025
Maskur, A. (2008 ). Rekonstruksi Pengaturan Hukum Reklamasi Pantai di Kota Semarang (Program Pascasarjana), Universitas Diponegoro, Semarang.
Makassar PDK. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Makassar Tahun 2015 – 2035 In: Makassar BK, editor. Makassar: Pemerintah Daerah Kota Makassar; 2015.
Mohamed ES, Schütt B, Belal A. Assessment of environmental hazards in the north western coast -Egypt using RS and GIS. The Egyptian Journal of Remote Sensing and Space Science. 2013 12//;16(2):219-29.
Maryati, S. (2013). Land Capability Evaluation of Reclamation Areain Indonesia Coal Mining using LCLP Software. Procedia Earth and Planetary Science, 6(0), 465-473. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.proeps.2013.01.061
Mentayani, I., Hadinata, I. Y., & Prayitno, B. (2013). Karakteristik Dan Formasi Keruangan Kota-Kota Berbasis Perairan Di Indonesia. Lanting Journal of Architecture, , Nomor 2, , , Volume 2, Halaman 71-82.
Muhammad, B. (2015). Proses Konsolidasi Ruang di Kawasan Teluk Palu. (Doktoral), Universitas Gadja Mada, Jogjakarta.
Peng, B., Lin, C., Jin, D., Rao, H., Jiang, Y., & Liu, Y. (2013). Modeling the total allowable area for coastal reclamation: A case study of Xiamen, China. Ocean & Coastal Management, 76(0), 38-44. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.ocecoaman.2013.02.015
Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai 40 /PRT/M/2007 C.F.R. (2007).
Pakzad, P., & Osmond, P. (2016). Developing a Sustainability Indicator Set for Measuring Green Infrastructure Performance. Procedia -
231
Social and Behavioral Sciences, 216, 68-79. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.12.009
Pourebrahim, S., Hadipour, M., Mokhtar , M. B., & Ibrahim, M. H. M. (2010). Analytic network process for criteria selection in sustainable coastal land use planning. Ocean & Coastal Management, 53, 544-551.
Prayitno, B. (2012). A Morphological Analysis on Changing Patterns of the Banjarmasin Rivercity, Indonesia. International Society of Habitat Engineering and Design, 4, 10.
Profil Kota Makassar. (2014). René Kolman. (2012). New Land By The Sea Economically and Socially,
Land Reclamation Pays Secretary General, International Association of Dredging Companies.
Rupa bumi Indonesia. (2010). [skala 1:50.000 ]. Renald A. Model Adaptasi Ketahanan Kota Rawan Bencana Banjir untuk
Keberlanjutan Kota Studi Kasus: DKI Jakarta. Jakarta: Universitas Indonesia; 2015.Abdel Kawy, W. A., & Belal, A.-A. (2011). Soil resilience mapping in selective wetlands, West Suez Canal, Egypt. The Egyptian Journal of Remote Sensing and Space Science, 14(2), 99-112. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.ejrs.2011.11.001
René Kolman. (2012). New Land By The Sea Economically and Socially, Land Reclamation Pays Secretary General, International Association of Dredging Companies.
Rupa bumi Indonesia. (2010). [skala 1:50.000 ]. Shaziman, S., Usman, I. M. S., & Tahir, M. (2010). Waterfront as Public
Space Case study;Klang River between Masjid Jamek and Central Market, Kuala Lumpur. wseas.us/e-library . Energy, Environment, Sustainable Development and Landscaping doi: http://www.wseas.us/e-library/conferences/2010/TimisoaraP/EELA/EELA-56.pdf
Soesilo, B., & Karuniasa, M. (2014). Permodelan System Dynamics. Stevens, Q. (2011). Transforming Urban Waterfronts: Fixity and Flow
(J. L. Gene Desfor, Quentin Stevens and Dirk Schubert Ed.). London, UK: Routledge.
Surya, B. (2015a). The Dynamics of Spatial Structure and Spatial Pattern Changes at the Fringe Area of Makassar City. The Indonesian Journal of Geography, 47(1), 11-19.
Surya, B. (2015b, September 2015). Perubahan Fisik Spasial dan Urban Sprawl Kawasan Pinngiran Perkotaan. Bulletin Mamminasata, 03/Tahun VI.
Sylla, L., Xiong, D., Zhang, H. Y., & Bangoura, S. T. (2012). A GIS technology and method to assess environmental problems from land use/cover changes: Conakry, Coyah and Dubreka region case study. The Egyptian Journal of Remote Sensing and Space Science, 15(1), 31-38. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.ejrs.2011.12.002
232
Taridala, S. (2017). Model Penentuan Lokasi Potensial Prasarana Mitigasi Bencana Kebakaran Perkotaan Sebagai Salah Satu Dasar Penataan Ruang Wilayahkota Pantai(Penerapan Di Kota Kendari). (Doctoral), Universitas Hasanuddin Makassar.
Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai 40 /PRT/M/2007 C.F.R. (2007).
Wantouw, S., Antariksa, Yanuwiadi, B., & Tamod, Z. (2014). Perception and Participation on Co-Management of Green Open Space in Coastal Reclamation Area Manado, International Journal of Applied Sociology, Vol. 4 No. 4, 2014, pp. 108-113. doi: 10.5923/j.ijas.20140404.03. International Journal of Applied Sociology, Vol. 4 No. 4, , pp. 108-113. doi: 10.5923/j.ijas.20140404.03.
Woznicki, S. A., Nejadhashemi, A. P., & Parsinejad, M. (2015). Climate change and irrigation demand: Uncertainty and adaptation. Journal of Hydrology: Regional Studies, 3(0), 247-264. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.ejrh.2014.12.003
Yigitcanlar, T., & Dizdaroglu, D. (2015). Ecological approaches in planning for sustainable cities: A review of the literature. Global Journal of Environmental Science and Management, 1(2), 159-188. doi: 10.7508/gjesm.2015.02.008
Yua, L., Xiyong Houa, & Meng Gaoa, P. S. (2010). Assessment of coastal zone sustainable development: A case study of Yantai, China. Elsevier, 10, 1218–1225. doi: dx.doi.org/10.1016/j.ecolind.2010.04.003
Zhang, H., Uwasu, M., hara, K., & Yabar, H. (2010). Land Use Change Patterns and Sustainable Urban Development in China.