HALAMAN 17 SABTU, 30 OKTOBER 2010 Rumah Multimassa ... · koleksi perabot antik. Pendopo ini...

1
Rumah Multimassa Berkonsep Jawa Massa bangunan ruang tidur dengan pintu dan jendela krepyak. Pintu penghubung pendopo dan ruang keluarga. HALAMAN 17 SABTU, 30 OKTOBER 2010 Home & Living Kecintaan akan daerah asal dapat diterjemahkan dalam desain rumah. Hasilnya rumah yang kental aksen etnik. Pergola penghubung ruang keluarga dan dua bangunan kamar tidur. MI/SUMARYANTO FOTO-FOTO: MI / M IRFAN Menerapkan Desain Etnik Pendopo berbentuk joglo sebagai ruang tamu. Wendy Mehari ETNIK pada dasarnya ber- arti asli, khas suatu wilayah. Terkait dengan desain interior, dituliskan desainer David Mc- Evoy dalam Ezinearticles.com, etnik berarti membawa masuk elemen-elemen natural yang merupakan representasi dari suatu budaya, wilayah, atau suku, ke ruangan. Yang perlu Anda lakukan un- tuk mewujudkan interior etnik adalah menyatukan elemen- elemen warna, pola, dan mate- rial tertentu yang membangun tampilan etnik sesuai dengan konsep Anda. Banyak inspirasi etnik yang bisa Anda pilih. Bisa saja etnik Afrika, misalnya, atau etnik Meksiko, bahkan Jepang, Chi- na, apalagi etnik daerah di Tanah Air yang merupakan daerah asal sendiri, yang lebih familier dengan Anda. Pertama yang harus Anda lakukan tentu saja menentukan konsep etnik apa yang akan di- terapkan. Tak mesti daerah yang Anda kenal benar. Bisa saja etnik daerah yang merupakan im- pian dan fantasi Anda. Misalnya Anda menggemari etnik Afrika, tapi belum pernah menyam- banginya, dan ingin mendekor rumah dengan gaya Afrika. Ra- jinlah mencari-cari inspirasi dari internet atau majalah untuk bisa mendapatkan elemen penting yang bisa membawa suasana Afrika ke ruang. Langkah selanjutnya, buat daftar elemen-elemen apa saja yang harus dimasukkan supaya tampilan dan nuansa ruang dapat terbangun sesuai dengan konsep. Lalu tentukan dinding, atap, dan lantai yang tepat berdasar- kan konsep etnik karena ketiga elemen itu akan menjadi dasar untuk pekerjaan desain selan- jutnya, termasuk detail-detail dan perabotan. Contohnya saja, tekstur din- ding yang seperti apa yang cocok dengan konsep, apakah halus, mengilap, atau kasar dan berkesan kusam? Tentukan juga penutup lantai apa yang cocok dengan konsep etnik yang Anda terapkan. Bisa lantai kayu, batu, atau bahkan karpet serta pastikan motif dan warnanya. Setelah itu, mulailah dengan bentuk, model, dan warna pintu dan jendela, diikuti perabotan dan elemen-elemen dekoratif lain. Sebut saja hiasan dinding, lampu, sampai lukisan yang sesuai dengan konsep. Jika memilih konsep etnik daerah Anda berasal, tentu saja inspirasinya akan lebih lekat di benak Anda. Setiap mate- rial, warna, tekstur, sampai perabotan yang pernah akrab dengan hidup Anda sehari- hari dapat dituangkan kembali untuk menata rumah sekarang. Selain membuat rumah men- jadi pengingat akan kampung halaman, Anda juga melestari- kan budaya kampung sendiri, bukan? (Wey/M-1) K EDIAMAN Pararta Sasrayuda tampak sangat rindang. Se- lain karena dihiasi banyak tanaman dan pepohon- an, posisi kaveling yang berada di ujung jalan juga membuat- nya berkesan lebih teduh. Gerbang rumah dibuat dari kayu, dengan dinding berben- tuk seperti candi, dari batu bata ekspose. Sepasang patung batu berdiri di kedua sisinya. Begitu memasuki gerbang, ada pintu kayu yang dipasang pada gerbang batu bata. Di baliknya, berdiri sebuah balai bengong berukuran sekitar 4 x 4 meter. Posisinya naik seki- tar 1 meter dari lantai gerbang pertama. Semakin ke bagian belakang kaveling, kontur ta- nah semakin naik. Rumah Pararta dan keluar- ganya ini tidak seperti rumah biasa yang masif dibatasi din- ding. Di atas lahan seluas 800 m2 di kawasan Senayan Bin- taro, Tangerang, ini, Pararta mendirikan rumah multimassa dengan luasan 550 m2. “Saya kan orang Jawa, seda- pat mungkin ya menerapkan tradisi rumah Jawa,” kata pe- ngusaha kontraktor itu saat ditemui Rabu (27/10). Pararta mendesain sendiri rumah yang dibangun pada 2004 ini. Pola ruangnya mengikuti rumah tradisional Jawa. Jika rumah biasa memiliki ruang-ruang yang berbeda untuk setiap fungsi kegiatan, Pararta merancang massa ba- ngunan yang berbeda untuk setiap fungsi kegiatan. Peng- hubungnya pergola. Bangunan paling depan adalah pendopo berupa jo- glo yang ukurannya sekitar 10 x 10 meter. Lantainya tegel hijau berornamen bunga-bunga kuning. Pembatas pendopo tidak berupa dinding, hanya berupa perbedaan tinggi dari lantai tanah. Pararta mengisinya dengan koleksi perabot antik. Pendopo ini berfungsi sebagai ruang tamu. Dari sini, terlihat halaman sekeliling yang begitu alami. Tanah berumput, dinding bata oranye yang mendominasi, sampai pepohonan yang be- ragam. Pararta bahkan mengaku rutin menyemprot dinding bata dengan air. “Supaya lumutan. Bagus kan kalau ditutupi lumut begitu?” katanya, menunjuk sebidang dinding yang sudah ditumbuhi lumut. Linier Kesan tradisional nan alami terasa benar di setiap sudut rumah. Atap bangunannya pun tidak ditutup plafon. “Semua- nya juga kayu jati, saya hunting langsung di Yogyakarta, di Wonosari,” terang ayah tiga anak lulusan teknik arsitektur Universitas Diponegoro, Se- marang, itu. Di belakang pendopo berdiri massa bangunan berbentuk persegi panjang. Ruang itu disebut Pararta ruang keluarga. Keduanya dibatasi kolam air, dilengkapi sepasang guci besar yang dialiri air. Gemericik air menambah kesan kampung yang kental. Sepasang patung loro blonyo berdiri menjaga pintunya. Di balik ruang keluarga, ter- hampar kolam berundak diser- tai tangga. Terasa benar orientasi linier yang formal dari pendopo di bagian depan hingga bela- kang. Kontur tanah semakin menanjak di bagian ini. Di sisi kanan dan kirinya berdiri massa bangunan kamar tidur. Setiap bangunan berisi dua kamar tidur dan kamar mandi. Pintu dan jendelanya krepyak lebar dengan paduan warna hijau dan kuning. Bagian tengah antara dua bangunan kamar tidur ditutup pergola dan tanaman. Ujung orientasi linier berakhir pada bangunan terbuka yang difung- sikan sebagai ruang makan. Ruang itu pun tidak dibatasi dinding, kecuali di sisi paling belakang yang sekaligus men- jadi pembatas dapur. Kampung Rumah dengan lima bangun an yang ber- beda ini rasanya tak cukup hanya dilabeli etnik karena suasana yang terba ngun di dalamnya terasa be- gitu alami dengan kesan kampung yang kental. Ditambah lagi suasana luar yang dirimbu- ni tanaman dan pepohonan, sampai tanah yang berlumut. Udara bergulir di setiap sudut. Tidak ada kesan pengap, tertu- tup, bahkan tanpa pendingin udara. Saat dikunjungi sore itu, Pararta kedatangan beberapa tamu. Rupanya sang empunya be- rencana menjual rumahnya dan tamu yang datang saat itu hendak melihat-lihat rumah. “Tadinya saya mau memba- ngun rumah yang modern, minimalis. Tapi saya kan orang Jawa, saya pikir, kenapa enggak menerapkan rumah Jawa saja. Tapi ya ini, konsekuensinya, su- sah laku,” ujar Pararta yang asli Yogyakarta sembari tertawa. Selera rumah ini diakuinya tidak sembarangan. “Rasanya memang enggak banyak yang suka rumah model begini ya,” tambah Pararta. Sejauh ini, ia melihat keba- nyakan kalangan yang me- naruh minat pada rumahnya adalah ekspatriat. “Kalau eng- gak bule, ya orang yang bener- bener Jawa,” katanya. Yang jelas, ia harus tahu pasti pembelinya adalah pecinta dan pelestari budaya. “Pernah ada yang mau beli, tapi cuma butuh tanahnya. Rumah begini mau dirobohkan, ya sayang,” ujarnya. (M-1) miweekend@ mediaindonesia.com Bale bengong di depan pendopo. Pararta Sasrayuda, pemilik rumah. Merunut Asal Peradaban Banjir besar di tanah Sunda 15 ribu sampai 7.400 tahun lalu telah ‘mengusir’ orang-orang. Jendela Buku, hal 19

Transcript of HALAMAN 17 SABTU, 30 OKTOBER 2010 Rumah Multimassa ... · koleksi perabot antik. Pendopo ini...

Rumah Multimassa Berkonsep Jawa

Massa bangunan ruang tidur dengan pintu dan jendela krepyak.

Pintu penghubung pendopo dan ruang keluarga.

HALAMAN 17SABTU, 30 OKTOBER 2010Home & Living

Kecintaan akan daerah asal dapat diterjemahkan dalam desain rumah. Hasilnya rumah yang kental aksen etnik.

Pergola penghubung ruang keluarga dan dua bangunan kamar tidur.

MI/SUMARYANTO

FOTO-FOTO: MI / M IRFAN

Menerapkan Desain Etnik

Pendopo berbentuk joglo sebagai ruang tamu.

Wendy Mehari

ETNIK pada dasarnya ber-arti asli, khas suatu wilayah. Terkait dengan desain interior, dituliskan desainer David Mc-Evoy dalam Ezinearticles.com, etnik berarti membawa masuk elemen-elemen natural yang merupakan representasi dari suatu budaya, wilayah, atau suku, ke ruangan.

Yang perlu Anda lakukan un-tuk mewujudkan interior etnik adalah menyatukan elemen-elemen warna, pola, dan mate-rial tertentu yang membangun tampilan etnik sesuai dengan konsep Anda.

Banyak inspirasi etnik yang bisa Anda pilih. Bisa saja etnik Afrika, misalnya, atau etnik Meksiko, bahkan Jepang, Chi-na, apalagi etnik daerah di Tanah Air yang merupakan daerah asal sendiri, yang lebih familier dengan Anda.

Pertama yang harus Anda lakukan tentu saja menentukan konsep etnik apa yang akan di-terapkan. Tak mesti daerah yang Anda kenal benar. Bisa saja etnik daerah yang merupakan im-pian dan fantasi Anda. Misalnya Anda menggemari etnik Afrika, tapi belum pernah menyam-banginya, dan ingin mendekor rumah dengan gaya Afrika. Ra-jinlah mencari-cari inspirasi dari internet atau ma jalah untuk bisa mendapatkan elemen penting yang bisa membawa suasana Afrika ke ruang.

Langkah selanjutnya, buat daftar elemen-elemen apa saja yang harus dimasukkan supaya tampilan dan nuansa ruang dapat terbangun sesuai dengan konsep.

Lalu tentukan dinding, atap, dan lantai yang tepat berdasar-kan konsep etnik karena ketiga elemen itu akan menjadi dasar untuk pekerjaan desain selan-jutnya, termasuk detail-detail dan perabotan.

Contohnya saja, tekstur din-ding yang seperti apa yang cocok dengan konsep, apakah halus, mengilap, atau kasar dan berkesan kusam?

Tentukan juga penutup lantai apa yang cocok dengan konsep etnik yang Anda terapkan. Bisa lantai kayu, batu, atau bahkan karpet serta pastikan motif dan warnanya.

Setelah itu, mulailah dengan bentuk, model, dan warna pintu dan jendela, diikuti perabotan dan elemen-elemen dekoratif lain. Sebut saja hiasan dinding, lampu, sampai lukisan yang sesuai dengan konsep.

Jika memilih konsep etnik daerah Anda berasal, tentu saja inspirasinya akan lebih lekat di benak Anda. Setiap mate-rial, warna, tekstur, sampai perabotan yang pernah akrab dengan hidup Anda sehari-hari dapat dituangkan kembali untuk menata rumah sekarang. Selain membuat rumah men-jadi pengingat akan kampung halaman, Anda juga melestari-kan budaya kampung sendiri, bukan? (Wey/M-1)

KEDIAMAN Pararta Sasrayuda tampak sangat rindang. Se-lain karena dihiasi

banyak tanaman dan pepohon-an, posisi kaveling yang berada di ujung jalan juga membuat-nya berkesan lebih teduh.

Gerbang rumah dibuat dari kayu, dengan dinding berben-tuk seperti candi, dari batu bata ekspose. Sepasang patung batu berdiri di kedua sisinya.

Begitu memasuki gerbang, ada pintu kayu yang dipasang pada gerbang batu bata. Di baliknya, berdiri sebuah balai bengong berukuran sekitar 4 x 4 meter. Posisinya naik seki-tar 1 meter dari lantai gerbang pertama. Semakin ke bagian belakang kaveling, kontur ta-nah semakin naik.

Rumah Pararta dan keluar-ganya ini tidak seperti rumah biasa yang masif dibatasi din-ding. Di atas lahan seluas 800 m2 di kawasan Senayan Bin-taro, Tangerang, ini, Pararta mendirikan rumah multimassa dengan luasan 550 m2.

“Saya kan orang Jawa, seda-pat mungkin ya menerapkan tradisi rumah Jawa,” kata pe-ngusaha kontraktor itu saat ditemui Rabu (27/10). Pararta mendesain sendiri rumah yang dibangun pada 2004 ini. Pola ruangnya mengikuti rumah tradisional Jawa.

Jika rumah biasa memiliki ruang-ruang yang berbeda untuk setiap fungsi kegiatan, Pararta merancang massa ba-ngunan yang berbeda untuk setiap fungsi kegiatan. Peng-hubungnya pergola.

Bangunan paling depan adalah pendopo berupa jo-glo yang ukurannya sekitar 10 x 10 meter. Lantainya tegel hijau berornamen bunga-bunga kuning. Pembatas pendopo tidak berupa dinding, hanya berupa perbedaan tinggi dari lantai tanah.

Pararta mengisinya dengan koleksi perabot antik. Pendopo ini berfungsi sebagai ruang tamu.

Dari sini, terlihat halaman sekeliling yang begitu alami. Tanah berumput, dinding bata oranye yang mendominasi, sam pai pepohonan yang be-ragam.

Pararta bahkan mengaku rutin menyemprot dinding bata dengan air. “Supaya lumutan. Bagus kan kalau ditutupi lumut begitu?” katanya, menunjuk sebidang dinding yang sudah ditumbuhi lumut.

LinierKesan tradisional nan alami

terasa benar di setiap sudut rumah. Atap bangunannya pun tidak ditutup plafon. “Semua-nya juga kayu jati, saya hunting langsung di Yogyakarta, di Wonosari,” terang ayah tiga anak lulusan teknik arsitektur Universitas Diponegoro, Se-marang, itu.

Di belakang pendopo berdiri massa bangunan berbentuk persegi panjang.

Ruang itu disebut Pararta ruang keluarga. Keduanya dibatasi kolam air, dilengkapi sepasang guci besar yang dialiri air. Gemericik air menambah kesan kampung yang kental. Sepasang patung loro blonyo berdiri menjaga pintunya.

Di balik ruang keluarga, ter-hampar kolam berundak diser-tai tangga. Terasa benar orientasi

linier yang formal dari pendopo di bagian depan hingga bela-kang. Kontur tanah semakin menanjak di bagian ini.

Di sisi kanan dan kirinya berdiri massa bangunan kamar tidur. Setiap bangunan berisi dua kamar tidur dan kamar mandi. Pintu dan jendelanya krepyak lebar dengan paduan warna hijau dan kuning.

Bagian tengah antara dua bangunan kamar tidur ditutup pergola dan tanaman. Ujung orientasi linier berakhir pada bangunan terbuka yang difung-sikan sebagai ruang makan.

Ruang itu pun tidak dibatasi dinding, kecuali di sisi paling belakang yang sekaligus men-jadi pembatas dapur.

KampungRumah dengan lima

bangun an yang ber-beda ini rasanya tak cukup hanya dilabeli etnik karena suasana yang terba ngun di dalam nya terasa be-gitu alami dengan kesan kampung yang kental.

Ditambah lagi

suasana luar yang dirimbu-ni tanaman dan pepohonan, sampai tanah yang berlumut. Udara bergulir di setiap sudut. Tidak ada kesan pengap, tertu-tup, bahkan tanpa pendingin udara.

Saat dikunjungi sore itu, Pararta

kedatangan beberapa tamu. Rupanya sang empunya be-rencana menjual rumahnya dan tamu yang datang saat itu hendak melihat-lihat rumah.

“Tadinya saya mau memba-ngun rumah yang modern, minimalis. Tapi saya kan orang Jawa, saya pikir, kenapa enggak menerapkan rumah Jawa saja. Tapi ya ini, konsekuensinya, su-sah laku,” ujar Pararta yang asli Yogyakarta sembari tertawa.

Selera rumah ini diakuinya tidak sembarangan. “Rasanya memang enggak banyak yang suka rumah model begini ya,”

tambah Pararta.Sejauh ini, ia melihat keba-

nyakan kalangan yang me-naruh minat pada rumahnya adalah ekspatriat. “Kalau eng-gak bule, ya orang yang bener-bener Jawa,” katanya.

Yang jelas, ia harus tahu pasti pembelinya adalah pecinta dan pelestari budaya. “Pernah ada yang mau beli, tapi cuma butuh tanahnya. Rumah begini mau dirobohkan, ya sayang,” ujarnya. (M-1)

[email protected]

Bale bengong di depan pendopo.

Pararta Sasrayuda, pemilik rumah.

Merunut Asal PeradabanBanjir besar di tanah Sunda

15 ribu sampai 7.400 tahun lalu telah ‘mengusir’ orang-orang.

Jendela Buku, hal 19