HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA...

72
HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM PENETAPAN PERPPU (Studi Penetapan Perppu Pasca Terbitnya Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009) (Skripsi) Oleh Havez Annamir FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Transcript of HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA...

Page 1: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA

DALAM PENETAPAN PERPPU

(Studi Penetapan Perppu Pasca Terbitnya Putusan MK

Nomor 138/PUU-VII/2009)

(Skripsi)

Oleh

Havez Annamir

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

Page 2: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

ABSTRAK

Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa

Dalam Penetapan Perppu

(Studi Penetapan Perppu Pasca Terbitnya

Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009)

Oleh

Havez Annamir

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menguji kesesuaian perppu yang ditetapkan

pasca terbitnya Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009. Metode penelitian yang

digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah normatif yuridis dengan

analisis interpretasi dan konstruksi hukum sehingga menghasilkan argumentasi

hukum melalui penalaran hukum logis dan sitematis. Hasil penelitian terhadap

tiga perppu pada era Presiden SBY dan empat perppu pada era Presiden Jokowi

dengan unsur indikator obyektif sebagai batu uji adalah hanya tiga perppu yang

memenuhi keseluruhan indikator obyektif secara kumulatif, satu perppu

memenuhi tiga unsur, dua perppu memenuhi dua unsur dan satu perppu hanya

memenuhi satu unsur.

Kata Kunci: Perppu, Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa, Putusan MK

Page 3: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

ABSTRACT

Circumstances Compelling Crisis Of Stipulation Perppu

(Study of Stipulation Perppu After Decision of

Constitutional Court Number 138 / PUU-VII / 2009)

By

Havez Annamir

This thesis aims to test the suitability of perpu after the issuance of the

Constitutional Court decision Number 138 / PUU-VII / 2009. The research

method used to answer the question is normative juridical with analysis of

interpretation and law construction so that it results law argument through logical

and systematic law reasoning.The result of the research towards three perppu in

President SBY era and four perppu in President Jokowi era with the element of

objective indicator as a test that it is only three perppu that fulfill the whole

objective indicator cumulatively, one perppu fulfill three elements, two perpu

fulfill two elements and one perppu only fulfill one element.

Keywords: Perppu, Constitutional Court decision

Page 4: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA

DALAM PENETAPAN PERPPU

(Studi Penetapan Perppu Pasca Terbitnya Putusan MK

Nomor 138/PUU-VII/2009)

Oleh

Havez Annamir

Skripsi

Sebagai salah satu syarat utuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Tata Negara

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

Page 5: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

Judul Skripsi : HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG

MEMAKSA DALAM PENETAPAN PERPPU

(Studi Penetapan Perppu Pasca Terbitnya

Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009)

Nama Mahasiswa : Havez Annamir

Nomor Pokok Mahasiswa : 1312011139 Bagian : Hukum Tata Negara Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Martha Riananda, S.H.,M.H. Rudy, S.H., LL.M., LL.D. NIP. 198003102006042001 NIP. 198101042003121001

2. Ketua Bagian

Dr. Budiono, S.H.,M.H. NIP. 197410192005011002

Page 6: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji Ketua : Martha Riananda, S.H.,M.H. ………………….

Sekretaris/Anggota : Rudy, S.H.,LL.M.,LL.D. ………………….

Penguji Utama : Ahmad Saleh, S.H.,M.H. ………………….

2. Dekan Fakultas Hukum

Armen Yasir, S.H.,M.Hum.

NIP. 196206221987031005

Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 9 April 2018

Page 7: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya:

1. Bahwa skripsi dengan judul “Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa

Penetapan Perppu (Studi penetapan Perppu pasca terbitnya Putusan MK

Nomor 138/PUU-VII/2009” adalah karya saya sendiri dan saya tidak

melakukan penjiplakan atau pengutipan karya tulis lain dengan cara yang

tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat

akademik dan hukum yang berlaku atau yang disebut dengan plagiarisme.

2. Bahwa hak intelektual atas karya ilmiah ini, saya serahkan sepenuhnya

kepada Universitas Lampung.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, apabila dikemudian hari

ternyata ditemukan ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dari sanksi

yang diberikan kepada saya, dan saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai

dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, 5 April 2017

Pembuat Pernyataan

Havez Annamir

1312011139

Page 8: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada tanggal

18 April 1995, sebagai anak bungsu dari lima bersaudara pasangan Bapak

Azharuddin dan Ibu Septina Ari.

Penulis mengawali pendidikan di SD Negeri 1 Negarararatu, dan lulus pada tahun

2007. Lulus dari Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Natar pada tahun

2010. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas di

SMAN 1 Natar dan selesai pada tahun 2013.

Kemudian di tahun yang sama 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas

Hukum Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan

Tinggi Negeri (SBMPTN). Selama menjadi mahasiswa Fakultas Hukum, penulis

belajar organisasi dan aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Forum Silaturahmi dan

Studi Islam (FOSSI), Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Lampung dan

Himpunan Mahasiswa Hukum Tata Negara (HIMA HTN) hingga penulis

mendapat gelar sarjana.

Page 9: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

MOTO

“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan

meneguhkan kedudukanmu”

(Muhammad:7)

“yang membuat kita ada adalah karya-karya kita dan

pengakuan atas keberadaan kita adalah buah

konsistensi terhadap kerja-kerja kita”

(Havez Annamir)

Page 10: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

PERSEMBAHAN

Sebuah karya kecil yang bergoreskan tinta pemikiran ini kupersembahkan kepada:

Yang kuhormati dan kusayangi Mami dan Abi atas

segala curahan cinta, kasih saying, tetes peluh, dukungan penuh serta restu dan keikhlasannya yang mengiringi setiap

langkah hidupku

Tahta, Yunda, Oti dan Akhie yang senantiasa memberi pelajaran, menghadirkan kerinduan, menemaniku dalam

perjalanan dan kehangatan disetiap pertemuan

Para Pejuang Dakwah Kampus dan Aktivis Mahasiswa

Almamater tercinta

Page 11: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

SANWACANA

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatu

Alhamdulillahirabbil’alamin. Hanya itu yang terucap tatkala amanah dipundak

telah tertunaikan. Segala puji hanyalah milik Allah, Rabb semesta alam. Sholawat

dan salam semoga senantiasa Allah SWT limpahkan ke hadirat junjungan kita,

manusia biasa yang karena kebiasaannya menjadi luar biasa Rasulullah

Muhammad SAW yang sangat kita harapkan syafaatnya di yaumil kiyamah kelak.

Semoga sholawat senantiasa tercurah bagi keluarga dan para sahabat, Tabiit

Tabie’in serta seluruh umat beliau sampai akhir-semoga kita termasuk

didalamnya. Aamiin.

Sebuah prolog sebabagai pengantar untuk menuliskan kisah orang-orang yang

sudah “berjuang” dan mengambil peran dalam pembuatan sebuah karya kecil

yang penuh makna karena diiringi proses penyatuan antara teori, logika dan

realitas. Seberapapun kalimat yang ditulis tidak akan mampu mewakili cerita,

namun tak ada lagi yang dapat dilakukan selain terimakasih kepada:

1. Bapak Armen Yasir, S.H.,M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Budiono, S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Tata Negara

Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Page 12: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

3. Ibu Martha Riananda, S.H.,M.H. selaku Pembimbing I, sekaligus

Sekretaris Jurusan Bagian Hukum Tata Negara atas kesabaran, bimbingan

dan arahan dalam penulisan skripsi ini;

4. Bapak Rudy, S.H.,LL.M.,LL.D. selaku Pembimbing II atas kesabaran,

bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini;

5. Bapak Ahmad Saleh S.H.,M.H. selaku Pembahas I, atas kritik dan saran

guna memperbaiki skripsi ini;

6. Bapak M. Iwan Satriawan, S.H., M.H., selaku Pembahas II, atas kritik

dan saran guna memperbaiki skripsi ini;

7. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik penulis;

8. Dosen-dosen yang telah mengajari penulis selama menempuh studi di

Universitas Lampung (Bapak Ade Arif, S.H., M.H., Ibu Dr. Yusnani

Hasyim Zum, S.H., M.Hum., Ibu Yulia Neta, S.H., M.H., Ibu Siti

Khoiriah, S.H.I., M.H., dan juga dosen-dosen lain yang tidak dapat saya

sebut satu per satu.)

9. Guru-guru pahlawan tanpa tanda jasa, yang telah menjadi salah satu

bagian penting perjalanan hidup: Seluruh Guru SD, SMP, hingga SMA,

atas pengajaran dan didikan;

10. Kepada motivator terhebat dalam hidupku, Azharuddin dan Septina Ari

yang kupanggil dengan Abi dan Mami yang telah senantiasa membeikan

doa-doa dan usaha-usaha terbaik untuk anaknya;

11. Kepada Tahta, Yunda, Oti dan Akhi yang sudah memberikan banyak

pelajaran, nasihat dan semangat serta telah membersamai perjalanan

hidup selama ini;

Page 13: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

12. Teman-teman Muda Kreatif Tanjung Baru, teman masa kecil hingga

sekarang. Ibong, Anggi, Agas, Pita, Vania, Olan, Yusi, Dina dan lainnya

yang sudah mengisi hari-hari dengan kegiatan-kegiatan yang positif dan

menyenangkan;

13. Keluarga Besar Hima HTN: Edius Pratama, Sarinah, Tia Nurhawa, Rudi

Wijaya, Suhendri, Afrintina, Royzal A Nur Rahman, Hendi Gusta

Rianda, Ridwan Syaleh, Prisma Fadli, Teta Anisa AR, Anis

Musana, Sandi Irawan, Ridwansyah, Muhammad Fauzul Adzim, Iqbal

Rusdi, Yudhi Andyas Pratama, Aryanto Sofyan, atas kerjasama dan

kebersamaannya selama ini, semoga HIMA HTN semakin Jaya;

14. Keluarga Besar BEM U KBM Unila Kabinet Cinta dan Kebanggaan,

Mengabdi dan Berkarya, Kolaborasi Hebat dan Bersama Luar Biasa atas

kesempatan untuk belajar dan berkontribusi dalam barisan mahasiswa

yang tak pernah berhenti berjuang. Sungguh BEM U KBM Unila adalah

dapur terbaik bagi saya, semoga roda pergerakan mahasiswa terus berdiri

pada standing pointnya sebagai mitra strategis pemerintah. Panjang Umur

Perjuangan;

15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

sudah diberikan dan untuk perjalanan yang begitu indah selama ini. Dina,

Tiyasz terimakasih sudah menjadi partner dalam perjuangan di Sospol,

serta semua adik-adik, Ikik, Hayati, Merry, Sugeng, Nova, Ismi, Yuda,

Surya dan semuanya.

16. Keluarga Besar FOSSI FH: Edius Pratama, Abdul Rahman PN, Tina

Apriliana, Sariani, Ayu Kurnia, Ramadhani, Riyadi, Supri Sugianto,

Page 14: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

Mukti, Berliansyah, Hadiyan, Kusmanto, Nurmansyah, Agus Pidarta,

Suhendri dan semua yang tidak bias saya sebutkan satu persatu.

Terimakasih atas kebersamaannya selama ini, selalu semangat terus

dalam menerbar dakwah merajut ukhuwah;

17. Keluarga Besar MH 13 atas kebersamaannya selama di Fakultas Hukum

Unila, semoga persahabatan kita terus terjalin, sampai jumpa di lain

waktu dan kesempatan;

18. Komunitas Ruang Sosial, Linda Kurniawati, Santi Komala, Melisa

Agustina, Fadila Soraya, Widya Alfalah, Khusnul Khotimah, Tri

Arditama dan seluruh anggota, terimakasih atas rasa bahagia yang begitu

besar atas apa yang telah kita lakukan bersama-sama selama ini, salam

bangga untuk kalian semua, mari wujudkan niat baik dengan aksi baik;

19. BotLampung terimakasih telah hadir, Kurniawan Eko Saputra, Laila

Kurnia Purwati, Adis Zaimasuri atas waktu-waktu yang telah kita lalui

bersama, semoga BotLampung terus konsisten dan semakin berkembang

kedepannya;

20. Adik-adik yang selalu bias di andalkan, Elgidhe Andreta, Suci Mardina

Putri, Tria Nur Adhiyani, Rafani Aziz terimakasih sudah membersamai

dalam banyak hal dan membuat penulis merasakan begitu

menyenangkannya menjadi seorang kakak bagi kalian;

21. Teman-teman KKN selama dua bulan tahun 2016 di Desa Tanjung Mas

Jaya; Kak Farid, Salsa, Okni, Zaki, Fadli, Kak Osa dan seluruh

masyarakat desa atas pengalaman yang luar biasa;

Page 15: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

22. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, semangat dan dorongan

dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bias disebutkan satu persatu.

Tiba saatnya untuk memulai jejak langkah menjelajahi kehidupan masa terang,

semoga bukan hanya fatamorgana dalam hidup dan semoga apa yang kita lakukan

adalah ibadah kepada Rabbal Alamin. Aamiin.

Bandar Lampung, 5 April 2018

Penulis

Havez Annamir

Page 16: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

DAFTAR ISI

Halaman

COVER

HALAMAN JUDUL

ABSTRAK

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN PENGESAHAN

PERNYATAAN

RIWAYAT HIDUP

MOTO

PERSEMBAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................... 7

C. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 7

D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ....................................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa .............................................. 9

1. Pengertian dan Ruang Lingkup ...................................................... 9

2. Pengaturan Tentang Kegentingan Yang Memaksa ........................ 18

B. Kewenangan Presiden .......................................................................... 24

1. Kewenangan Eksekutif................................................................... 28

2. Kewenangan Yudikatif................................................................... 29

3. Kewenangan Legislasi ................................................................... 30

C. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang .............................. 30

1. Kedudukan Perppu Dalam Peraturan Perundang-undangan .......... 32

2. Standarisasi Kegentingan Yang Memaksa ..................................... 41

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 45

B. Pendekatan Masalah ............................................................................. 45

1. Pendekatan Statute Approach ........................................................ 45

2. Pendekatan Konseptual Approach ................................................. 46

C. Metode Pengumpulan Bahan Hukum .................................................. 47

D. Metode Pengolahan Bahan Hukum ...................................................... 49

E. Analisis Bahan Hukum ........................................................................ 50

Page 17: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

IV. PEMBAHASAN

A. Perppu Yang Ditetapkan Pasca Terbitnya Putusan Mahkamah

Konstitusi (MK) Nomor 138/PUU-VII/2009 ....................................... 51

1. Perppu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono .............................. 51

1.1. Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan

Kedua atas UU Nomor 2003 Tentang Mahkamah

Konstitusi ............................................................................... 52

1.2. Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati dan Walikota ............................................. 54

1.3. Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas

UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Daerah .................................................................................... 56

2. Perppu Presiden Jokowi ................................................................ 57

2.1. Perppu Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ..................... 57

2.2. Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan

Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak .................................................... 59

2.3. Perppu Nomor 1 Tahun 2017 Akses Informasi

Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan ............................ 61

2.4. Perppu Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang

Organisasi Kemasyarakatan ................................................... 63

B. Putusan Mahkamah Konstitusi Sebagai Batu Uji ................................ 66

C. Kesesuaian Penetapan Perppu Berdasarkan Batu Uji .......................... 73

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan .............................................................................................. 91

B. Saran ..................................................................................................... 92

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 18: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)

dalam pasal 12 menjadi landasan bagi Presiden dalam menyikapi kondisi Negara

Indonesia dalam keadaan darurat. Pasal tersebut berbunyi ―Presiden menyatakan

keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan

undang-undang‖1.

Kemudian Pasal 22 ayat (1), (2) dan (3) UUD 1945 menyatakan:

―Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Presiden berhak menetapkan

peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang; Peraturan Pemerintah itu

harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang

berikut; Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus

dicabut‖.2

Negara Indonesia pasca kemerdekaan telah menyikapi pembahasan mengenai

kondisi Negara dalam keadaan memaksa/darurat kedalam sebuah norma-norma

dan regulasi. Sistem norma hukum dalam keadaan normal diberlakukan

berdasarkan UUD 1945 dan perangkat peraturan perundang-undangan yang secara

resmi diadakan untuk mengatur berbagai aspek yang berkenaan dengan

1Tim Redaksi Pustaka Pergaulan, UUD 1945: Naskah ASli & Perubahannya, Jakarta: Penerbit

Pustaka Pergaulan, 20055, hlm 4 2Ibid, hlm 46

Page 19: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

2

penyelenggaraan kegiatan bernegara pada umumnya. Namun implementasinya,

selain kondisi negara dalam keadaan normal (normal condition) atau keadaan

biasa (ordinary condition), sering kali muncul atau mengakibatkan keadaan yang

tidak normal. Keadaan yang menimpa suatu negara yang bersifat tidak biasa atau

tidak normal itu memerlukan pengaturan yang bersifat tersendiri sehingga fungsi-

fungsi negara dapat terus bekerja secara efektif dalam keadaan yang tidak normal

itu.3

Keadaan tidak normal tersebut memiliki lingkup yang cukup luas, keadaan bahaya

yang mengancam jiwa, raga, dan harta benda rakyat banyak, keadaan perang yang

menimbulkan kekacauan pemerintah sampai yang tampak selintas normal-normal

saja. Namun untuk melakukan hal-hal tertentu yang bersifat mendesak, tugas-

tugas pemerintahan tertentu didaerah tertentu dan dalam bidang-bidang tertentu,

terpaksa harus melanggar aturan hukum yang berlaku. Keadaan seperti ini tidak

menimbulkan ancaman bahaya sama sekali. Akan tetapi, jika dilakukan akan

timbul pelanggaran hukum.4

Persoalan tersebut telah disikapi melalui regulasi yang ada, Presiden memiliki

sejumlah hak konstitusional yang telah diatur dalam UUD 1945 seperti disebutkan

dalam pasal diatas, salah satunya adalah menetapkan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang–Undang yang selanjutnya disebut dengan ―Perppu‖ yang

merupakan bentuk kewenangan Presiden dalam keadaan Negara yang bersifat

mendesak. Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

3Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, Rajawali Pers: Jakarta, hlm. 1-2

4Ibid., hlm. 3.

Page 20: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

3

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang (Perppu) adalah peraturan perundang-undangan yang

ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa.

Jimly Asshiddiqie menyatakan, dasar hukum dari penetapan perppu ialah keadaan

darurat yang memaksa, karena keadaan bahaya atau karena sebab lain yang

sungguh-sungguh memaksa. Selain itu dapat saja terjadi karena alasan yang

mendesak, seperti memelihara keselamatan negara dari ancaman-ancaman yang

tidak boleh dibiarkan berlarut, sementara proses legislasi oleh DPR tidak dapat

dilaksanakan, maka Presiden atas dasar keyakinannya dapat menetapkan peraturan

tentang materi yang seharusnya dimuat dalam UU itu dalam bentuk perppu.5

Perppu ditetapkan oleh Presiden, tetapi secara teknis dalam satu tahun harus sudah

dimintakan persetujuan DPR. Jika disetujui, perppu meningkat statusnya menjadi

undang-undang, dan jika ditolak oleh DPR, maka perppu itu harus dicabut dan

tidak dapat lagi diajukan di DPR dalam masa persidangan berikutnya.6

Kehidupan bernegara di Indonesia yang begitu dinamis, multikultur dan bahkan

multikepentingan membuat penulis berpendapat bahwa selama ini perppu yang

dikeluarkan masih dekat dengan keotoriteran Presiden tentang apa yang dimaksud

dengan ―kegentingan memaksa‖ yang dapat menjadi alasan dikeluarkannya

sebuah perppu oleh Presiden, bahkan tidak menutup kemungkinan nilai

kegentingan yang memaksa bergeser menjadi kepentingan Presiden untuk sekadar

merevisi undang-undang. Oleh karena ―hal ihwal kegentingan yang memaksa‖

sebagaimana dimaksud Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 merupakan penilaian

5Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press, 2005,

hlm. 272-273. 6 ibid

Page 21: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

4

subjektif Presiden, sedangkan obyektivitasnya dinilai oleh DPR dalam

persidangan untuk dapat menerima atau menolak penetapan Peppu menjadi

undang-undang.

Salah satu cara menghindari hal tersebut, maka selain berpedoman pada peraturan

perundang-undangan dan doktrin para pakar hukum, dalam menakar kegentingan

yang memaksa juga berpedoman pada yurisprudensi. Lahirnya salah satu sumber

hukum formil yaitu yurisprudensi tentang Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)

Nomor 138/PUU-VII/2009 tanggal 8 Februari 2010 Perihal Pengujian Perppu

Nomor 4 Tahun 2009 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

menjadi awal baru dari penentuan dimensi hal ihwal kegentingan yang memaksa

dengan indikator yang lebih obyektif. Dalam ketentuan putusan MK tersebut telah

ditetapkan 3 (tiga) syarat adanya kegentingan yang memaksa seperti halnya yang

dimaksud dalam pasal 22 ayat (1) UUD 1945, antara lain7:

1. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan

masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-undang;

2. Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi

kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang yang tidak memadai;

3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat

undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu

yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu

kepastian untuk diselesaikan.

Perppu yang ditetapkan pasca terbitnya Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009

bukan berarti telah sesuai dengan indikator obyektif yang ada dalam putusan MK

tersebut, menurut penulis berdasarkan analisis pribadi, salah satunya adalah

Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota

7 Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 138/PUU-VII/2009 tanggal 8 februari 2010

perihal pengujian Perppu Nomor 4 Tahun 2009 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi

Page 22: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

5

yang mengatakan bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang

Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur mekanisme pemilihan

kepala daerah secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

dan telah mendapatkan penolakan yang luas oleh rakyat dan proses pengambilan

keputusannya telah menimbulkan persoalan dan tidak menutup kemungkinan

perppu-perppu yang lainnya juga tidak sesuai dengan batu uji indikator obyektif

hal ihwal kegentingan yang memaksa dalam Putusan MK menggeser nilai

kegentingan yang memaksa tersebut menjadi kepentingan Presiden untuk merevisi

undang-undang bukan demi kepentingan masyarakat.

Diskursus mengenai perppu dengan terminologi ―kegentingan yang memaksa‖

merupakan salah satu isu-isu yang sering diperdebatkan oleh para ahli hukum. Hal

ini membuat topik yang dibahas dalam tulisan ini menjadi semakin menarik dan

berdasarkan atas uraian itulah yang kemudian membuat penulis tertarik untuk

meneliti apakah perppu yang ditetapkan pasca terbitnya Putusan MK tersebut

telah sesuai dengan indikator obyektif dalam pasal tersebut yang penulis jadikan

batu uji dan mengambil topik Skripsi dengan judul ―Hal Ihwal Kegentingan Yang

Memaksa Dalam Penetapan Perppu (Studi Penetapan Perppu Pasca Terbitnya

Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009‖

Berkenaan dengan judul atau fokus penelitian yang kan dibahas, sebelumnya telah

terdapat beberapa penelitian yang membahas mengenai Perppu dan kegentingan

yang memaksa, antara lain: Pertama, Skripsi dari Maryanto ―Kedudukan Perppu

Dalam Hirarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia‖ tahun 2016: Kedua,

Page 23: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

6

Tesis dari Sumali ―Kedudukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

(Perppu) di Dalam Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 dan Problematikan

Implementasinya; Ketiga, Tesis dari Lambock V Nahattand ―Peranan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dalam Penyelesaian Masalah

Yang Mendesak‖; Keempat, Tesis dari I Gede Pantjana Astawa, yang

membandingkan Perppu dengan Undang-Undang Darurat dalam Konstitusi RIS

Tahn 1949 dan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS 1950); Kelima, Tesis

dari Rifkha Yudi ―Dimensi Kegentingan Yang Memaksa Atas Hak Presiden

Dalam Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang‖ yang dalam

penelitiannya berfokus menelaah perbandingan kegentingan yang memaksa dalam

penetapan perppu sejak masa kemerdekaan hingga pasca reformasi antara tahun

1946-2016; keenam, Disertasi dari Daniel Yusmic P. Foekh tentang ―Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Suatau Kajian Dari Perspektif

Hukum Tata Negara Normal dan Hukum Tata Negara Darurat‖ tahun 2011, dan;

ketujuh, Disertasi dari Maria Farida Indrati Suprapto yang memfokuskan pada

materi muatan dan kedudukan Perppu.

Dari ketujuh penelitian yang membahas tentang Perppu dan kegentingan yang

memaksa tersebut, tidak terdapat satu pun peneltian yang berfokus pada

penelaahan apakah Perppu yang ditetapkan pasca terbitnya Putusan MK Nomor

138/PUU-VII/2009 telah sesuai dengan indicator objektif kaidah hal ihwal

kegentingan yang memaksa.

Page 24: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, masalah yang akan dikaji dalam

penelitian ini adalah apakah perppu yang ditetapkan pasca terbitnya Putusan MK

Nomor 138/PUU-VII/2009 telah sesuai dan memenuhi syarat hal ihwal

kegentingan yang memaksa berdasarkan indikator obyektif dalam putusan MK

tersebut yang penulis jadikan sebagai batu uji.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah kajian hukum tata negara pada umumnya

yang membahas secara khusus Perppu di Indonesia. Penelitian ini dilakukan

dengan menginventarisir berbagai sumber kajian dari buku, jurnal, artikel,

Putusan Mahkamah Konstitusi, dan berbagai bentuk karya tulis ilmiah lainnya

yang kemudian menguatkan argumen penulis terkait penelitian tersebut.

D. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dan Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, penelitian ini dilakukan

dengan tujuan untuk menggambarkan kesesuaian perppu yang lahir pasca

terbitnya Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 dengan indikator obyektif

dalam putusan MK tersebut sebagai batu uji.

2. Kegunaan Penelitian

Hasil dari kegiatan penelitian ini, diharapkan dapat digunakan untuk:

Page 25: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

8

2.1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menunjang

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum tata negara dan

lebih khususnya dalam lingkup kajian peraturan perundang-

undangan. Selain itu penelitian ini juga diharapkan menambah

referensi tentang ―Perppu Pasca Terbitnya Putusan MK Nomor

138/PUU-VII/2009‖.

2.2. Kegunaan Praktis

Diharapkan kajian dari hasil penelitian ini bermanfaat sebagai

masukan, referensi dan kontemplasi bagi pihak yang memiliki

kewenangan terhadap perppu, yaitu: eksekutif dalam hal penetapan

perppu, legislatif dalam hal persetujuan perppu, dan yudikatif dalam

hal pengujian materi perppu.

Page 26: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa

Pembahasan mengenai perppu dalam skripsi ini tidak akan terlepas dari konsep

Negara dalam keadaan darurat dan Hal Ihwal Kegentingan Yang Memaksa

berikut merupakan pembahasan mengenai perppu dimulai dari pengertian dan

ruang lingkup hal ihwal kegentingan yang memaksa dan Negara dalam keadaan

darurat.

1. Pengertian dan Ruang Lingkup

Secara etimologi kata kegentingan berasal dari kata: gen·ting a 1 kecil (tipis,

sempit) pd bagian tengah: pinggangnya --; 2 hampir putus (tt tali dsb): tali ini

--; 3 tegang; berbahaya ( keadaan yg mungkin segera menimbulkan bencana

perang dsb): setelah perundingan menemui jalan buntu, keadaan bertambah --

; -- menanti putus, biang menanti tembuk, pb perkara yg hampir putus

(selesai); -- putus, biang menanti tembuk, pb perkara yg sudah putus (tidak

boleh diubah lagi); meng·gen·ting a menjadi genting; meng·gen·ting·kan v

menyebabkan genting (berbahaya, tegang); peng·gen·ting·an n proses, cara,

perbuatan menggenting atau menggentingkan; ke·gen·ting·an n keadaan yg

Page 27: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

10

genting; krisis; kemelut.8

Dalam terminologi bahasa Inggris hal ihwal

kegentingan yang memaksa sering diistilahkan dengan circumstances of

compelling crisis.

Pemahaman mengenai hal ikhwal ‖kegentingan memaksa‖ oleh para ahl

hokum adalah suatu keadaan dimana harus segera dilakukan tindakan

penyelamatan karena Negara sedang dalam keadaan darurat. Pemahaman ini

merujuk pada Undang-undang (Prp) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan

Bahaya. Tetapi, Pasal II Aturan Tambahan UUD 1945 menyatakan bahwa

―Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas

Pembukaan dan pasal-pasal‖, sehingga hal ikhwal ‖kegentingan yang

memaksa‖ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945,

sebenarnya tidak sama dengan ‖keadaan bahaya‖ seperti yang dimaksudkan

dalam Pasal 12 UUD 1945 dan pengaturannya yang tertuang dalam UU (Prp)

No. 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya, yang memang harus didasarkan

atas kondisi obyektif sebagaimana ditetapkan dengan undang-undang. Selain

itu, hal ikhwal ‖kegentingan memaksa‖ yang dimaksud dalam Pasal 22 ayat

(1) UUD 1945 memang merupakan hak subjektif Presiden yang kemudian

akan menjadi objektif jika disetujui oleh DPR untuk ditetapkan sebagai

undang-undang.9

8 Kamus Bahasa Indonesia, http://kamusbahasaindonesia.org/kegentingan, diakses tanggal 25

Januari 2018 9 Muhammad Siddiq, Kegentingan Memaksa atau Kepentingan Penguasa, dalam Jurnal Ilmu

Syariah dan Hukum Vol 48 nomor 1 tahun 2014, hlm 7.

Page 28: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

11

Penjelasan tersebut di atas tertuang secara jelas dalam Putusan Mahkamah

Konstitusi sebagai penafsir undang-undang dasar (the interpreter of

constitution) terhadap perkara No. 003/PUU-III/2005 mengenai perkara

Judicial Review UU No. 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah No. 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.

41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang.10

Terlebih lagi, dalam praktik ketetanegaraan selama ini, dari berbagai

PERPPU yang pernah dikeluarkan oleh Presiden menunjukkan adanya

kecenderungan penafsiran hal ikhwal ‖kegentingan memaksa‖ sebagai

keadaan mendesak yang perlu diatur dengan peraturan setingkat

undangundang (misalnya PERPPU No. 1 Tahun 1992 tentang Penangguhan

Berlakunya Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan, PERPPU No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Terorisme, atau PERPPU-PERPPU yang terkait dengan Pemilu,

Pilkada, dan lain-lain), yang kesemuanya itu tidak ada kaitannya dengan

keadaan bahaya sebagaimana dimaksud Pasal 12 UUD 1945 dan UU (Prp)

No. 3 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya.11

Pengertian ―darurat‖ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), antara

lain:12

10

Riri Nazriyah, ―Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Menguji Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang‖ dalam jurnal Hukum, No.17/3/ 2010, hlm. 383-390. 11

ibid 12

http://kbbi.web.id/darurat, diakses Jumat 1 September pukul 00.02 WIB.

Page 29: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

12

(1) Keadaan sukar (sulit) yang tidak tersangka-sangka (dalam bahaya,

kelaparan dan sebagainya) yang memerlukan penanggulangan

segera;

(2) Keadaan terpaksa; dan

(3) Keadaan sementara.

Kata ―darurat‖ berasal dari kata dalam bahasa arab yaitu al dhaaruurah

yang artinya hajat yang harus segera dilaksanakan dan darurat.13

Sedangkan dalam kosakata bahasa inggris, arti kata ―darurat‖ ialah

emergency.

Berkenaan dengan ketentuan hukum keadaan darurat diatur dalam pasal 12

UUD 1945 yang menyatakan: ―Presiden menyatakan keadaan bahaya.

Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan Undang-

undang‖. Undang-undang yang merupakan penjabaran ketentuan pasal 12

UUD 1945 yang masih berlaku sampai sekarang adalah UU Nomor 23

tahun 1959 tentang Ketentuan Bahaya. Didalamnya diatur berbagai hak

berkenaan dengan pemberlakuan dan pengakhiran serta tentang syarat-

syarat dan akibat hukum pemberlakuan bahaya tersebut. Jika sebelumnya

keadaan bahaya dibedakan antara keadaan darurat (staat van beleg) dan

keadaan perang (staat van oorlog), dalam undang-undang yang terakhir

ini, keadaan bahaya itu dibedakan menurut tingkatannya antara keadaan

darurat perang; keadaan darurat militer; dan keadaan darurat sipil.

13

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: penerbit Hidakarya Agung, 1989, hlm. 227

Page 30: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

13

Perkataan keadaan darurat dianggap identik atau merupakan sinonim saja

dari perkataan keadaan bahaya.14

Sejalan terhadap uraian-uraian di atas, Verron Bogdanor dalam Jimly

Asshiddiqqie mengemukakan pandangan yang sedikit berbeda.

Menurutnya, keadaan darurat dibedakan antara (i) state of war atau state of

defence. (ii) state of tension, dan (iii) keadaan bahaya yang disebut innere

notstand. Di Indonesia, dalam undang-undang pengertian keadaan darurat

itu dibedakan antara (i) keadaan darurat perang, (ii) keadaan darurat

militer dan (iii) keadaan darurat sipil. Ketiga istilah ini jelas berbeda

dengan pengertian dari state of war/defence, state of tension dan inner

notstand tersebut diatas. Sebab, keadaan darurat perang dan darurat militer

itu sama-sama berkaitan dengan kondisi state of war atau state of

defence15

Kondisi darurat sipil, seperti timbulnya ketegangan sosial, bencana alam,

atau yang sejenisnya dapat dimasukan ke dalam kategori state of tension

atau kondisi tegang. Namun, khusus yang berkenaan dengan kondisi yang

disebut innere notstand sama sekali tidak terkait dengan kondisi darurat

sipil atau apalagi darurat militer. Keadaan darurat yang bersifat internal

(innere notstand) itu dapat timbul berdasarkan penilaian subjektif presiden

sendiri sebagai pemegang tugas-tugas kepala pemerintahan tertinggi atas

keadaan Negara dan pemerintahan yang dipimpinnya. Jika timbul keadaan

14

Jimly Asshiddiqqie, Hukum Tata Negara Darurat, Op Cit. hlm. 213 15

Jimly Asshiddiqqie, Perihal Undang-undang. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010. Hlm. 84.

Page 31: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

14

yang demikian genting dan memaksa, baik karena faktor yang bersifat

eksternal atau karena faktor-faktor yang bersifat internal pemerintahan,

yang hanya dapat diatasi dengan menetapkan suatu kebijakan yang

berbeda dari apa yang diatur dalam undang-undang. Maka untuk

mengatasi hal itu, Presiden diberi kewenangan berdasarkan ketentuan

Pasal 22 Ayat (1) untuk menetapkan perppu sebagaimana mestinya.16

Ditambahkan oleh Jimly Asshiddiqqie, jika dicermati terdapat 3 (tiga)

unsur penting yang secara bersama-sama (kumulatif) yang membentuk

pengertian keadaan darurat bagi Negara (state of emergency) yang

menimbulkan kegentingan yang memaksa, yaitu; pertama, unsur adanya

ancaman yang membahayakan (dangerous threat); kedua, unsur adanya

kebutuhan yang mengharuskan (reasonable necessity), dan ketiga, unsur

adanya keterbatasan waktu (limited time) yang tersedia.17

Pemahaman mengenai keadaan darurat yang dikemukakan oleh Vernon

Bodganor yang juga berkaitan dengan tiga unsur penting kumulatif yang

membentuk pengertian keadaan darurat sebagaimana dikemukakan oleh Jimly

Asshiddiqqie tersebut memiliki relevansi terhadap pembahasan mengenai

substansi dalam penelitian ini.

Jimly Asshiddiqqie dalam bukunya Hukum Tata Negara Darurat

menyebutkan secara terminologis, keadaan darurat berkaitan dengan

16

Ibid. 17

Jimly Asshiddiqqie, Hukum Tata Negara Darurat, Op cit. hlm. 207

Page 32: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

15

‗emergency doctrine’ yang dalam Black’s Law Dictionary diartikan

sebagai berikut:18

1. A legal principle exempting a person from the ordinary standard

of reason able care if that person acted instinctively to meet a

sudden and urgent need for aid.

2. A legal principle by which consent to medical treatment in a dire

situation is inferred when neither the patient nor a responsible

party can consent but a reasonable person would do so.

3. The principle that a police officer may conduct a search without a

warrant if the officer has probable cause reasonable believe that

immediate action is needed to protect life or property.

Pengertian yang pertama berkaitan dengan konsep sudden-emergency

doctrine atau doktrin keadaan darurat yang tiba-tiba. Pengertian kedua

biasa dipakai di dunia kedokteran dan pelayanan medis, sedangkan

pengertian yang ketiga berkenaan dengan persoalan ‗emergency exception’

Pengertian yang mempunyai relevansi dengan persoalan hukum adalah

pengertian yang pertama dan ketiga. Mengenai penerapannya dalam norma

dan pelaksanaanya di lapangan, terdapat keanekaragaman yang luas dari

dulu sampai sekarang dan dari negara satu ke negara lain.19

Secara filosofis, F. Budi Hardiman20

mengemukakan bahwa keadaan

darurat memiliki dua makna:

―… suatu keadaan luar biasa yang menggiring suatu Negara pada

krisis konstitusi dan tatanan politis. Keadaan itu bukan sekedar

tidak lazim—yang sedikit banyak bias dialami dalam keadaan yang

relative normal--, melainkan ekstrem dan singular. Kita bias

memakai istilah ―anomali‖ atau ―abnormal‖ untuk melukiskan

sebuah situasi disorientasi konstitusional seperti itu. Hal-hal yang

dalam situasi normal dapat ditegaskan dengan pasti dalam

18

Ibid. 19

ibid 20

F. Budi Hardiman, Filsafat Fragmentaris, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007 hlm 149

Page 33: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

16

kerangka konstitusional yang jelas dan tegas.Dalam situasi anomali

itu sulit ditentukan.‖

Sementara itu, terdapat dua istilah yang dipakai dalam UUD 1945 yaitu:

(i) keadaan bahaya, dan (ii) hal ihwal kegentingan yang memaksa. Dalam

pengertian yang praktis, keduanya menunjuk kepada persoalan yang sama,

yaitu keadaan yang dikecualikan dari keadaan yang bersifat normal atau

state of exception. Keadaan the state of exception itu digambarkan oleh

Kim Lane Scheppele, sebagai the situation in which a state is confronted

by a mortal threat and responds by doing things that would never be

justifiable in normal times, given the working principles of the state

(keadaan dimana suatu negara dihadapkan pada ancaman hidup mati yang

memerlukan tindakan responsif yang dalam keadaan normal tidak

mungkin dapat dibenarkan menurut prinsip-prinsip yang dianut oleh

negara yang bersangkutan).21

Di Indonesia, keadaan darurat dimaksud dibedakan menurut kategori

tingkatan bahayanya, yaitu:22

1) Keadaan darurat sipil;

2) Keadaan darurat militer; dan

3) Keadaan darurat perang.

Ketiga tingkatan inilah yang dipakai oleh Perppu No. 23 Tahun 1959 yang

membedakan antara: (i) keadaan darurat sipil; (ii) keadaan darurat militer;

21

Jimly Asshiddiqqie, Hukum Tata Negara Darurat, op cit. hlm 58. 22

Ibid.

Page 34: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

17

dan (iii) keadaan darurat perang. Dalam ketentuan umum Perppu ini, yaitu

pada Pasal 1 dinyatakan ada tiga kriteria yang dipakai untuk menentukan

suatu keadaan darurat, yaitu:23

1) Keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau sebagian

Wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan

kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam sehingga

dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara

biasa;

2) Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan

wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;

3) Hidup negara berada dalam bahaya atau dari keadaan-keadaan

khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat

membahayakan hidup negara.

Selanjutnya, Pasal 2 ayat (1) menyatakan, ―keputusan yang menyatakan

atau menghapuskan keadaan bahaya mulai berlaku pada hari diumumkan,

kecuali apabila ditetapkan waktu yang lain dalam keputusan tersebut‖.

Pengumuman, pernyataan atau penghapusan keadaan bahaya itu, menurut

Pasal 2 ayat (2), dilakukan oleh presiden.24

Keadaan negara dibedakan antara keadaan normal dan keadaan tidak

normal atau luar biasa yang bersifat pengecualian (state of exception).

Keadaan negara yang bersifat tidak normal atau, dapat terjadi karena

23

Ibid. 24

Ibid, hlm. 63

Page 35: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

18

berbagai kemungkinan sebab dan faktor. Penyebabnya dapat timbul dari

luar (external) dan dapat pula dari dalam negeri sendiri (internal).

Ancamannya dapat berupa ancaman militer atau ancaman bersenjata atau

dapat pula tidak bersenjata, tetapi dapat menimbulkan korban jiwa dan

raga dikalangan warga negara ataupun mengancam integritas wilayah

negara yang kedua-duanya harus dilindungi oleh negara karena seperti

juga dinyatakan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, salah satu

tujuan pembentukan Negara Indoensia adalah untuk ―melindungi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”25

2. Pengaturan Tentang Kegentingan Yang Memaksa

Dalam menjalankan roda pemerintahan, kondisi genting atau darurat itu

bisa saja dihadapi presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif,

dimana terkadang kekuasaan lebih dominan dari kebenaran, ataupun

peraturan itu sendiri.26

Padahal, acapkali peraturan, termasuk undang-

undang, tak bisa mengatur seluruh hidup masyarakat apalagi dalam kondisi

darurat. Situasi seperti ini sudah diprediksi dan diantisipasi oleh pendiri

negeri ini dalam UUD 1945 dengan membenarkan pembentukan peraturan

perudangundangan darurat yang lazim disebut dengan PERPPU.

PERPPU ditetapkan oleh Presiden, tetapi dalam 1 (satu) tahun harus sudah

dimintakan persetujuan DPR. Jika disetujui, PERPPU meningkat statusnya

menjadi undang-undang, dan jika ditolak oleh DPR, maka PERPPU itu

25

ibid 26

Anthon F.Susanto, ―Problematika Nalar dan Kekuasaan Kajian Putusan MA Nomor 36P/Hum/

2011‖ dalam Jurnal Yudisial, No. 5/II/2012, hlm.18.

Page 36: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

19

harus dicabut dan tidak dapat lagi diajukan di DPR dalam masa

persidangan berikutnya.27

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang (PERPPU) digolongkan dalam bentuk peraturan perundang-

undangan. Hal ini sejalan dengan Pasal 22 Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang menentukan bahwa: (1)

dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan

Peraturan Pemerintah sebagai pengganti undang-undang; (2) Peraturan

Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat

dalam persidangan yang berikut, dan (3) jika tidak mendapat persetujuan,

maka Peraturan Pemerintah itu harus dicabut. Jika dilihat dari segi materi

muatan yang terdapat dalam suatu PERPPU, maka materi muatannya sama

dengan materi muatan undang-undang. Hal ini sebagaimana diatur dalam

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan.28

Hal ini disebabkan format dan bentuk

dari PERPPU sepenuhnya mengikuti format undang-undang. Materi

muatan yang diatur harus sesuai dengan ketentuan UndangUndang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diantaranya adalah:

(1) hak-hak asasi manusia;

(2) hak dan kewajiban warga negara;

(3) pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan

negara;

(4) wilayah negara dan pembagian daerah;

(5) kewarganegaraan dan kependudukan; dan

27

Indonesia, Undang-Undang Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, UU.No.12,

LN.No.82 Tahun 2011, TLN.No.5234, Pasal 52. 28

Ibid

Page 37: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

20

(6) keuangan negara; dan diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk

diatur dengan Undang-Undang.

Menyangkut tata cara penyusunan PERPPU, diatur secara lebih terperinci

dalam Pasal 52, UU.12/2011, yaitu:

(1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus diajukan ke

DPR dalam persidangan yangberikut.

(2) Pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk

pengajuan Rancangan Undang-Undang tentang penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang.

(3) DPR hanya memberikan persetujuan atau tidak memberikan

persetujuan terhadap PeraturanPemerintah Pengganti Undang-Undang.

(4) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang mendapat

persetujuan DPR dalam rapat paripurna, Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang tersebut ditetapkan menjadi

UndangUndang.

(5) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tidak

mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut harus dicabut dan harus

dinyatakan tidak berlaku.

(6) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus

dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku sebagaimana dimaksud pada

Page 38: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

21

ayat (5), DPR atau Presiden mengajukan Rancangan Undang-Undang

tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

(7) Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (6)

mengatur segala akibat hukum dari pencabutan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang.

(8) Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (7)

ditetapkan menjadi Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang dalam rapat paripurna yang

sama sebagaimanadimaksud pada ayat (5).

Tata cara penyusunan PERPPU seperti diatas tidak terlalu rinci, sehingga

UU.No.12/ 2011 pada Pasal 53, memerintahkan pembentukan peraturan

khusus berupa Peraturan Presiden agar proses penyusunan PERPPU

berjalan sesuai regulasi yang berlaku. Undang-Undang ini tidak mengatur

tentang keadaan kegentingan memaksa, sehingga subjektivitas dalam

pembentukan PERPPU masih tetap berada di tangan presiden.29

Penyalahgunaan wewenang di hindari dengan metode, suatu PERPPU

diuji oleh dua lembaga negara.30

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai

legislator dengan metode legislative review dan Mahkamah Konstitusi

29

Muhammad Siddiq, Kegentingan Yang Memaksa Atau Kepentingan Yang Memaksa, Op Cit.

hlm. 11 30

Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, ―Paradigma Baru Lembaga Kepresidenan di Indonesia

(Perspektif Teori Lembaga Negara)‖ dalam jurnal Hukum Progresif, No. 4/I/ 2008, hlm. 36-59.

Page 39: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

22

dengan metode judicial review. Untuk ditetapkan menjadi undang-undang,

PERPPU harus mendapat persetujuan DPR. Itulah yang disebut proses

legislative review. Metode tersebut digunakan untuk menentukan apakah

PERPPU tersebut layak untuk ditetapkan menjadi undang-undang atau

tidak.

Pengaturan mengenai hal ihwal kegentingan yang memaksa tidak bias

terlepas dari pemahaman Negara dalam keadaan darurat di Indonesia,

Sejak UUD 1945 di tetapkan dan disahkan pada 18 Agustus 1945,

pengaturan lebih lanjut tentang keadaan bahaya seperti dimaksud oleh

Pasal 12 UUD 1945 ditentukan dalam beberapa undang-undang. Undang-

undang terakhir yang mengatur tentang hal ini ialah Undang-Undang No.

23 tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya yang di undangkan pada 16

Desember 1959. Dengan berlakunya undang-undang ini, undang-undang

yang berlaku sebelumnya, yaitu Undang-Undang No. 74 tahun 1957

dinyatakan gugur. Sebelum berlakunya UU No. 74 Tahun 1957 ini,

undang-undang pertama yang dibentuk untuk mengatur keadaan bahaya

ialah Undang-Undang Nomor. 6 tahun 1946 tentang Keadaan Bahaya.

Bias dibayangkan baru satu tahun merdeka, sudah terbentuk undang-

undang khusus yang mengatur soal keadaan bahaya sesuai dengan amanat

Pasal 12 UUD 1945. Undan-Undang No. 6 tahun 1946 itu, pada pokoknya

banyak mencontoh ketentuan yang terdapat dalam regeling op de staat van

oorlog en van beleg atau biasa disingkat dengan Regeling SOB yang

Page 40: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

23

diundangkan pada 1939. Kedua undang-undang terakhir ini, dicabut oleh

Undang-Undang Nomor. 74 Tahun 1957.31

Dengan begitu, undang-undang yang merupakan penjabaran ketentuan

Pasal 12 UUD 1945 yang masih berlaku sampai sekarang adalah Undang-

Undang No.23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Di dalamnya diatur

berbagai hal berkenaan dengan pemberlakuan dan pengakhiran serta

tentang syarat-syarat dan akibat hukum pemberlakuan keadaan bahaya itu.

Jika sebelumnya keadaan bahaya dibedakan antara keadaan darurat (staat

van beleg) dan keadaan perang (staat van oorlog), dalam undang-undang

yang terakhir ini, keadaan bahaya dibedakan menurut tingkatannya antara

keadaan darurat perang, keadaan darurat militer, dan keadaan darurat sipil.

Perkataan keadaan darurat dianggap identik atau merupakan sinonim saja

dari perkataan keadaan bahaya.32

Selanjutnya, dengan diadopsinya Perubahan Kedua UUD 1945 pada tahun

2000, sekarang dikenal dengan adanya tujuh macam Hak Asasi Manusia

(HAM) yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun sebagaimana

ditentukan dalam pasal 281 angka (1) UUD 1945.33

Pasal ini berbunyi

sebagai berikut:

―Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran

dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk

diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut

31

Rifka Yudhi, Dimensi Kegentingan Yang Memaksa Atas Hak Presiden Dalam Penetapan

Perppu, Tesis, Pascasarjana Unila, 2016. Hlm. 32 32

Ibid 33

Ibid

Page 41: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

24

atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang

tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.‖

―Dalam keadaan apapun‖ yang dimaksud dalam ketentuan diatas,

termasuk pula keadaan darurat atau keadaan bahaya. Maka, HAM

yang dapat dikurangi, disimpangi, ditangguhkan berlakunya, ataupun

dihapuskan oleh hukum tata Negara darurat dalam arti obyektif

bersifat terbatas, yaitu hanya menyangkut masalah jaminan ketentuan

HAM yang tidak termasuk ke dalam pengertian HAM menurut Pasal

281 angka (1) UUD 1945 tersebut.34

B. Kewenangan Presiden

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ―kewenangan‖ berasal dari

kata ―wenang‖ dan memiliki beberapa padanan kata, yaitu ―berwenang‖,

―wewenang‖, ―kewenangan‖, ―sewenang-wenang‖ dan ―kesewenang-

wenangan‖.35

Berwenang memiliki arti mempunyai (mendapat) hak dan kekuasaan untuk

melakukan sesuatu. Wewenang memiliki beberapa arti yaitu; (1) hak dan

kekuasaan untuk bertindak; (2) kekuasaan membuat keputusan, memerintah, dan

melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain; (3) fungsi yang boleh tidak

dilaksanakan. Kewenangan memiliki arti, yaitu: (1) hal berwenang; (2) hak dan

kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu. Sewenang-wenang memiliki

arti: (1) dengan tidak mengindahkan hak orang lain; dengan semau-maunya; (2)

dengan kuasa sendiri; semaunya. Kesewenang-wenangan memiliki arti; perbuatan

sewenang-wenang; kelaliman dan sebagainya.

34

ibid 35

http://kbbi.web.id/wenang., diakses selasa 5 September 2017 pukul 08.33 WIB

Page 42: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

25

Sejalan terhadap penjelasan diatas, sistem presidensial yang diterapkan di

Indonesia sejak lebih dari satu dasawarsa lalu, tidak hanya meletakan presiden

sebagai pusat kekuasaan eksekutif, tetapi juga pada kekuasaan negara. Artinya,

presiden tidak hanya sebagai kepala pemerintahan (chief executive), tetapi juga

sebagai kepala negara (chief of state). Itulah sebabnya rentang kekuasaan presiden

tidak hanya menyentuh wilayah kekuasaan eksekutif, tetapi juga merambah pada

kewenangan legislasi serta kewenangan di bidang yudikatif.36

Menurut C.F Strong37

, secara umum kekuasaan presiden dalam negara

konstitusional biasa di masa sekarang dapat diringkas sebagai berikut:

1. Kekuasaan diplomatik, yaitu berkaitan dengan pelaksanaan

hubungan luar negeri.

2. Kekuasaan administratif, yaitu berkaitan dengan pelaksanaan

undang-undang dan administrasi negara.

3. Kekuasaan militer, yaitu berkaitan dengan organisasi angkatan

bersenjata dan pelaksanaan perang.

4. Kekuasaan yudikatif, yaitu menyangkut pemberian pengampunan,

penangguhan hukuman, dan sebagainya terhadap pelaku criminal.

5. Kekuasaan legislatif, yaitu berkaitan dengan penyusunan RUU dan

mengatur proses pengesahannya menjadi UU.

36

Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi: menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem

Presidensial Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010, hlm. 38. 37

Green Mind Community, Teori dan Politik Hukum Tata Negara, Yogyakarta: Total Media,

2009, cet-1 hlm, 227.

Page 43: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

26

Wewenang Presiden dan Wakil Presiden biasanya dirinci dalam konstitusi

Negara. Pengaturan wewenang itu sangat penting agar presiden tidak

menggunakan otoritas kekuasaan politiknya secara sewenang-wenang. Misi

utamanya adalah mengatasi dan mengatur kekuasaan presiden sebagai kepala

pemerintahan agar tidak menjadi diktator, seperti yang dikatakan Lord Acton

tentang hukum besinya: Power tend to corrupt and absolute power absoluteky.38

Sistem presidensial yang dianut berdasarkan UUD 1945 menegaskan presiden

sebagai kepala negara (head of state) sekaligus sebagai kepala pemerintahan

(head of government). Dalam kedudukannya yang demikian, presiden memiliki

kewenangan sebagai ‗the sovereign ececutive‘ untuk menjalankan ‗independent

power‘ dan ‗inherent power‘ yang dimilikinya. Maka itu, presiden yang

merupakan pemegang kekuasaan asli (inherent power), baik yang berhubungan

dengan keadaan darurat maupun keadaan normal. Serta apa saja dapat dilakukan

oleh presiden asalkan tidak dilarang atau tidak ditentukan lain oleh UUD 1945.39

Romi Librayanto mengidentifikasi kewenangan Presiden sebagai berikut:40

a. Memegang Kekuasaan Pemerintahan menurut UUD 1945 (Pasal 4

ayat (1))

b. Mengajukan Rancangan Undang-undang kepada DPR (Pasal 5 Ayat

(1))

38

Hanta Yudha AR, Presidensialeme Setengah Hati: Dari Dilema ke Kompromi, Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2010, hlm, 23. 39

Green Mind Community, Op Cit., hlm. 228. 40

Romi Librayanto, Trias Politica dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia, PuKap-Indonesia:

Makassar, 2008, hlm. 68-71

Page 44: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

27

c. Menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang

(Pasal 5 ayat (1))

d. Mengusulkan dua calon Wakil Presiden kepada MPR, dalam hal

terjadi kekosongan Wakil Presiden (Pasal 8 ayat (2))

e. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan

Laut, Angkatan Udara (Pasal 10)

f. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan

Negara lain dengan persetujuan DPR (Pasal 11 ayat (1))

g. Membuat perjanjian internasional tertentu dengan persetujuan DPR

h. Menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12)

i. Mengangkat duta dan menerima penempatan duta Negara lain,

member amnesty dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan

DPR (Pasal 13 ayat (2) dan (3) serta Pasal 14 ayat (1))

j. Mengangkat konsul (Pasal 13 ayat (1)

k. Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan

MA (Pasal 14 ayat (1))

l. Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan (Pasal 15)

m. Membentuk suatu dewan pertimbangan (Pasal 16)

n. Mengankat dan memberhentikan menteri-menteri (Pasal 17 ayat (2))

o. Membahas dan menyetujui bersama DPR setiap rancangan undang-

undang (Pasal 20 ayat (2))

p. Mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama DPR untuk mrnjadi

undang-undang (Pasal 20 ayat (4)

q. Menetapkan perppu (Pasal 22 ayat (1))

Page 45: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

28

r. Mengajukan RUU APBN (pasal 23 ayat (2))

s. Meresmikan anggota BPK (Pasal 23F ayat (1))

t. Menetapkan calon hakim agung sebagai hakim agung (Pasal 24A ayat

(3)

u. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan

persetujuan DPR (Pasal 24B ayat (2))

v. Mengajukan tiga orang calon Hakim Konstitusi dan menetapkan

sembilan orang Hakim Konstitusi(Pasal 24C ayat (3))

Kewenangan-kewenangan presiden tersebut, terklarifikasi ke dalam kewenangan

legislatif, kewenangan eksekutif, dan kewenangan yudikatif.

1. Kewenangan Eksekutif

Jimly Asshiddiqie41

menyatakan bahwa:

―Sumber kekuasaan tertinggi dalam negara hukum adalah hukum dan

setiap kepala negara harus tunduk kepada hukum. Oleh karena itu, sebagai

kepala negara dan kepala eksekutif, presiden memiliki seperangkat

kekuasaan yang bersumber dari UUD 1945.‖

Kewenangan presiden di bidang eksekutif, dibagi dua jenis yaitu selaku

kepala negara dan kepala pemerintahan. Tugas dan tanggung jawab

sebagai kepala negara meliputi hal-hal yang bersifat seremonial dan

41

Widodo Ekatjahjana dan Totok Sudaryanto, Sumber hukum Tata Negara Formal di Indonesia:

KIlas Balik Tap MPR RI No II/MPR/2002, Perubahan UUD 1945, Ide Pemisahan Kekuasaan

Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, Maklumat Presiden 28 Mei 2001 dan Ide Dekrit

Presiden Abdurrahman Wahid.PT. Citra Adityabakti, Bandung, 2001, hlm. 11.

Page 46: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

29

protokoler kenegaraan yang mirip dengan kewenangan kaisar dan ratu

pada beberapa negara lain, tetapi tidak berkenaan dengan kewenangan

penyelenggaraan roda pemerintahan. Kewenangan kepala negara tersebut

meliputi: (1) melangsungkan perjanjian dengan negara lain; (2)

mengadakan perdamaian dengan negara lain; (3) menyatakan negara

dalam keadaan bahaya; (4) mengumumkan perang terhadap negara lain;

(5) mengangkat, melantik dan memberhentikan duta serta konsul negara

lain; (6) menerima surat kepercayaan dari negara lain melalui duta dan

konsul negara lain; (7) memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda

kehormatan tingkat nasional; (8) menguasai Angkatan Darat, Angkatan

Laut dan Angkatan Udara serta Kepolisian.42

Kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan adalah karena

fungsinya sebagai penyelenggara tugas eksekutif meliputi: (1) mengangkat

dan melantik menteri-menteri; (2) memberhentikan menteri-menteri; (3)

mengawasi operasional pembangunan; (4) dan menerima mandate dari

MPR-RI.43

2. Kewenangan Yudikatif

Kewenangan presiden di bidang yudikatif antara lain: memberi grasi dan

rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung, dan

42

Green Mind Community, op.cit. hlm. 225-226 43

Ibid

Page 47: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

30

member amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan

Perwakilan Rakyat.44

3. Kewenangan Legislasi

Kewenangan presiden dalam bidang legislasi antara lain meliputi

pengajuan RUU kepada DPR, menetapkan PP untuk menjalankan undang-

undang45

, dan kewenangan dalam menetapkan perppu46

. Dalam konteks

perppu, kewenangan legislasi presiden itu bersinggungan dengan

kewenangan legislasi yang dimiliki oleh DPR untuk diminta

persetujuannya dalam persidangan berikutnya yang kemudian berimplikasi

pada diterima atau ditolaknya suatu perppu oleh DPR.

C. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU)

Menurut Jimly Asshiddiqqie, peraturan perundang-undangan ialah peraturan

tertulis yang berisi norma-norma hukum yang mengikat untuk umum, baik yang

ditetapkan oleh legislator maupun oleh regulator atau lembaga-lembaga pelaksana

undang-undang yang mendapatkan kewenangan delegasi dari undang-undang

untuk menetapkan peraturan tertentu menurut peraturan yang belaku.47

Penggunaan teori perundang-undangan digunakan berdasarkan pemahaman

bahwa perppu merupakan salah satu bentuk peraturan perundang-undangan yang

dalam hal ini berpedoman pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang

44

Lihat Pasal 14 ayat (1) dan (2) UUD 1945 45

Lihat pasal 5 ayat (1) dan (2) 46

Lihat Pasal 22 ayat (1) (2) dan (3) UUD 1945 47

Jimly Asshiddiqqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I, Jakarta: secretariat Jenderal dan

kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006 Cet-1, hlm. 202.

Page 48: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

31

merupakan penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pengertian peraturan

perundang-undangan dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun

2011 berikut:

―Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat

normahukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan

oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang

ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Pengertian Perppu dimuat dalam Pasal 1 ayat (4) sebagai berikut:

―Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah peraturan

perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal

kegentingan yang memaksa‖.

Sedangkan kedudukan perppu dalam peraturan perundang-undangan diatur dalam

pasal 7 ayat (1) mengenai jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan:

1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;

2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3) Undang-Undang/Perppu;

4) Peraturan Pemerintah;

5) Peraturan Daerah Provinsi;

6) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Page 49: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

32

1. Kedudukan Perppu dalam Peraturan Perundang-Undangan

Dalam teori mengenai jenjang norma hukum, ―Stufentheorie‖, yang

dikemukakan oleh Hans Kelsen, bahwa norma-norma hukum itu

berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki (tata susunan).48

Teori tersebut juga tercermin dalam sistem peraturan perundang-undangan

di Indonesia sebagaimana tertuang pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan (sebut UU 12/2011) merupakan pelaksanaan dari

perintah Pasal 22A UUD 1945 yang menyatakan bahwa ―Ketentuan lebih

lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan

undang-undang.‖ Namun, ruang lingkup materi muatan Undang-Undang

tersebut diperluas tidak saja Undang-Undang tetapi mencakup pula

peraturan perundangundangan lainnya, selain UUD 1945 dan Ketetapan

Majelis Permusyawaratan Rakyat. Lahirnya UU 12/2011 didasarkan pada

pemikiran bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara

hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan,

kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan

atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional.49

Sistem hukum

nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua

elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka

mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan

48

Achmad Edi Subiyanto, Menguji Konstitusionalitas Perturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang. Dalam jurnal lex jurnalia volume 11 nomor 1 tahun 2014. Hlm 3. 49

Ibid

Page 50: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

33

UUD 1945. Sebagai negara hukum, Indonesia memiliki banyak peraturan

perundangundangan yang harus dijalankan oleh warga negara Indonesia

yang baik dan bertanggung jawab. Setiap peraturan perundang-undangan

tersebut dikelompokkan dalam berbagai kelompok, yaitu peraturan yang

paling atas adalah yang paling kuat dan peraturan yang bawah tidak boleh

bertentangan dengan peraturan atau hukum di atasnya.50

Dalam sejarah sistem ketatanegaraan, sejak tahun 1966 sampai dengan

tahun 2011, Indonesia telah mengalami perubahan mengenai dasar

pembentukan dan hierarki peraturan perundangan-undangan. Peraturan

perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum

yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga

negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan

dalam perundang-undangan.

Dalam kaitannya dengan hierarki peraturan perundangundangan (norma

hukum), sebagaimana diuraikan di atas, Hans Kelsen, berpendapat bahwa

norma-norma hukum itu berjenjangjenjang dan berlapis-lapis dalam suatu

hierarki atau tata susunan, yang artinya suatu norma yang lebih rendah

berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma

yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih

tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat

ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotetis dan fiktif yaitu norma dasar

50

Ibid

Page 51: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

34

(grundnorm).51

Hierarki perundang-undangan di Indonesia memiliki

pasang surut atau perubahan akibat konfigurasi politik yang ada. Pasang

surut tersebut menjadi sebuah polemik yang berkepanjangan. Perubahan

tersebut menjadi salah satu sisi meningkatnya sistem demokrasi yang ada

di Indonesia. Peningkatan taraf kemurnian demokrasi tersebut menjadi

awal kebangkitan sistem pemerintahan. Berikut ini akan diuraikan sejarah

singkat hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia.

1.1. Hierarki Perundang-undangan berdasarkan TAP MPRS Tahun

1966

Dalam sejarah sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia, hierarki

peraturan perundang-undangan dimulai pada masa Pemerintahan orde

baru. Pemerintahan orde baru telah mengeluarkan Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XX/MPRS/1966 tentang

Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik

Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.

Dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (TAP

MPRS) tersebut disebutkan tata urutan peraturan perundangan sebagai

berikut:

1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945;

2) Ketetapan MPR;

3) Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang;

4) Peraturan Pemerintah;

51

Ibid. hlm 5

Page 52: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

35

5) Keputusan Presiden;

6) Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya, seperti: - Peraturan

Menteri; - Instruksi Menteri; - dan lain-lainnya.

1.2. Hierarki Perundang-undangan berdasarkan Ketetapan MPR

Tahun 2000

Pengalaman perjalanan sejarah bangsa dalam menghadapi masa depan

yang penuh tantangan telah sampai kepada kesimpulan bahwa dalam

penyelenggaraaan berbangsa dan bernegara, supremasi hukum

haruslah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Negara Indonesia

yang berdasarkan atas hukum perlu mempertegas sumber hukum yang

merupakan pedoman bagi penyusunan peraturan perundang-undangan

di Indonesia. Untuk dapat mewujudkan supremasi hukum perlu adanya

aturan hukum yang merupakan peraturan perundang-undangan yang

mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sesuai

dengan tata urutannya. Dalam rangka memantapkan perwujudan

otonomi daerah perlu menempatkan peraturan daerah dalam tata urutan

peraturan perundang-undangan. Sumber tertib hukum dan tata urutan

peraturan perundangan di Indonesia berdasarkan Ketetapan MPRS

Nomor XX/MPRS/1966 menimbulkan kerancuan pengertian, sehingga

tidak dapat lagi dijadikan landasan penyusunan peraturan

perundangundangan. Pada tahun 2000 MPR menetapkan Ketetapan

Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor III/MPR/2000 tentang

Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundangundangan.

Page 53: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

36

Dalam Pasal 2 TAP MPR tersebut dinyatakan tata urutan peraturan

perundangundangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan

hukum di bawahnya. Tata urutan peraturan perundang-undangan

menurut TAP MPR tersebut adalah:

a) Undang-Undang Dasar 1945;

b) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c) Undang-Undang;

d) Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang;

e) Peraturan Pemerintah;

f) Keputusan Presiden;

g) Peraturan Daerah.

Dalam TAP MPR tersebut Perpu menempati posisi urutan nomor

empat di bawah Undang-Undang. Kemudian TAP MPR berada di

bawah UUD 1945 yang menandakan pada masa tersebut kekuatan

politik pada masa tersebut masih dipegang oleh MPR sebagai pusat

peraturan yang lebih tinggi dari UndangUndang, Perpu, Peraturan

Pemerintah maupun Keppres. Pada masa tersebut Undang-Undang

dan Perpu dibedakan dan dimasukkan pada hierarki dengan tingkatan

yang berbeda. Baru kemudian Peraturan Pemerintah, Keputusan

Presiden dan Peraturan Daerah. Peraturan Daerah pada masa tersebut

mengalami peningkatan dan masuk pada jajaran hierarki akibat

adanya otonomi daerah.

Page 54: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

37

1.3. Hierarki Perundang-undangan Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2004

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan tidak lagi menempatkan TAP MPR

dalam jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan. Kedudukan

Perpu disejajarkan dengan Undang-Undang di bawah UUD 1945.

Pada Pasal 7 ayat (4) UndangUndang tersebut dinyatakan bahwa

―Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum

mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-

undangan yang lebih tinggi‖, serta kemudian juga dijelaskan lagi

dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (4). Adapun hierarki peraturan

perundang-undangan menurut Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2004 tersebut adalah sebagai berikut:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang;

c) Peraturan Pemerintah;

d) Peraturan Presiden;

e) Peraturan Daerah.

Dalam Undang-Undang tersebut kedudukan peraturan yang berada di

bawah UUD 1945 tidak lagi dipegang oleh TAP MPR melainkan oleh

Undang-Undang atau Perpu. Kemudian dilanjutkan Peraturan

Pemerintah dan Peraturan Presiden serta diteruskan yang terakhir

Page 55: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

38

adalah Peraturan Daerah (Perda), yang meliputi Perda Provinsi, Perda

Kabupaten/ Kota dan Perdes.

1.4. Hierarki Perundang-undangan Menurut Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2011

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundangundangan (UU 12/2011) merupakan

penyempurnaan terhadap kelemahan-kelemahan dalam Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 2004. Sebagai penyempurnaan terhadap

Undang-Undang sebelumnya, terdapat materi muatan baru yang

ditambahkan dalam UU 12/2011, antara lain: penambahan Ketetapan

Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai salah satu jenis peraturan

perundang-undangan dan hierarkinya ditempatkan pada posisi kedua

setelah UUD 1945.

Secara umum Undang-Undang tersebut memuat materi-materi pokok

yang disusun secara sistematis, yaitu: asas pembentukan peraturan

perundangundangan, jenis, hierarki, dan materi muatan peraturan

perundang-undangan, perencanaan peraturan perundang-undangan,

penyusunan peraturan perundang-undangan, teknik penyusunan

peraturan perundang-undangan, pembahasan dan pengesahan

Rancangan Undang-Undang, pembahasan dan penetapan Rancangan

Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten/ Kota, dan pengundangan peraturan perundang-undangan,

penyebarluasan, partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan

Page 56: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

39

perundang-undangan, dan ketentuan lain-lain yang memuat mengenai

pembentukan Keputusan Presiden dan lembaga negara serta

pemerintah lainnya. Tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan,

pengesahan dan penetapan, serta pengundangan merupakan langkah-

langkah yang pada dasarnya harus ditempuh dalam pembentukan

peraturan perundangundangan. Namun, tahapan tersebut tentu

dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan atau kondisi serta jenis dan

hierarki peraturan perundang-undangan tertentu yang

pembentukannya tidak diatur dengan Undang-Undang tersebut, seperti

pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah, Rancangan Peraturan

Presiden, atau pembahasan pancangan peraturan perundang-undangan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) UU 12/2011. Selain

materi baru tersebut, juga diadakan penyempurnaan teknik

penyusunan peraturan perundang-undangan beserta contohnya yang

ditempatkan dalam Lampiran II. Penyempurnaan terhadap teknik

penyusunan peraturan perundang-undangan dimaksudkan untuk

semakin memperjelas dan memberikan pedoman yang lebih jelas dan

pasti yang disertai dengan contoh bagi penyusunan peraturan

perundang-undangan, termasuk peraturan perundang-undangan di

daerah. Berikut ini adalah hierarki peraturan perundang-undangan di

Indonesia menurut UU 12/2011, yaitu:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

Page 57: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

40

c) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang;

d) Peraturan Pemerintah;

e) Peraturan Presiden;

f) Peraturan Daerah Provinsi, dan

g) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Dalam hierarki peraturan perundangundangan tersebut kedudukan

Perpu disejajarkan dengan Undang-Undang dan posisinya di bawah

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR). Kembalinya

TAP MPR dalam Undang-Undang tersebut menjadi tanda tanya besar,

bahwa TAP MPR harus difungsikan tetapi hanya sebatas peraturan

yang sudah ada dan tidak bisa melakukan keputusan sendiri agar ada

fungsi kinerjanya. Semua perubahan tersebut menandakan adanya

peningkatan kinerja peraturan perundang-undangan secara demokratis

dan signifikan yang semula lebih bersifat konservatif berubah dengan

pelan tapi pasti menjadi hierarki yang lebih demokratis dan sesuai

dengan kewenangan yang ada. Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa

perkembangan hierarki peraturan perundangundangan telah

mengalami perubahan dari masa ke masa. Perubahan hierarki tersebut

termasuk posisi Perpu dalam tata urutan peraturan perundang-

undangan. Untuk mempermudah mengetahui dasar perubahan tata

urutan peraturan perundang-undangan, di bawah ini diberikan tabel

hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Page 58: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

41

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara normatif Perpu

merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Perubahan posisi Perpu dalam tata urutan peraturan perundang-undangan

di Indonesia disebabkan oleh karena dinamika politik pada masa tersebut.

Dalam UU 12/2011, posisi Perpu sejajar dengan UndangUndang dan

berada di bawah TAP MPR. Jika dilihat keberadaan Perpu dalam TAP

MPR Nomor III/MPR/2000, Perpu menempati posisinya di bawah

Undang-Undang. Akan tetapi bila dilihat posisi Perpu dalam TAP MPRS

Nomor XX/MPRS/1966, UU 10/2004 dan UU 12/2011, kedudukan atau

posisi Perpu sejajar dengan Undang-Undang. Adapun salah satu

pertimbangan disejajarkannya antara Undang-Undang dengan Perpu

adalah karena materi muatan Perpu sama dengan materi muatan Undang-

Undang.

2. Standarisasi Kegentingan Yang Memaksa

Kegentingan berasal dari kata dasar ―genting‖, menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia KBBI, genting ialah tegang dan berbahaya tentang

keadaan yang mungkin segera menimbulkan bencana perang dan

sebagainya. Sedangkan kegentingan berarti keadaan genting, krisis dan

kemelut.52

Sementara itu, kata memaksa mempunyai kata dasar ―paksa‖,

yang mempunyai arti mengerjakan sesuatu yang diharuskan walaupun

tidak mau. Sedangkan kata ―memaksa‖ mempunyai arti memperlakukan,

menyuruh dan meminta dengan paksa.53

52

http://kbbi.web.id/genting, diakses kamis 4 september 2017 pukul 10.10 53

http://kbbi.web.id/paksa, diakses kamis 4 september 2017 pukul 10.13

Page 59: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

42

Sehingga dalam konteks penetapan perppu, memaknai dimensi

kegentingan yang memaksa ialah menakar bagaimana ukuran pembeda

dan batasan dari ruang lingkup hal ihwal kegentingan yang memaksa.

Sehingga tolak ukur pembeda dan batasan itu dapat dimaknai dengan

terpenuhinya unsur-unsur kegentingan yang memaksa berdasarkan

parameter tertentu yaitu doktrin para ahli hukum dan yurisprudensi tentang

indikiator obyektif kegentingan yang memaksa.

Berkenaan dengan hal di atas, dalam UUD 1945 ketentuan mengenai

keadaan bahaya dan hal ihwal kegentingan yang memaksa diatur dalam

dua pasal, yaitu Pasal 12 dan Pasal 22.54

Pasal 12 menyatakan: ―Presiden menyatakan keadaan bahaya,

syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan

undang-undang‖.

Pasal 22 ayat (1): ―Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa,

Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai

pengganti undang-undang‖.

Dari kedua ketentuan diatas, dapat diketahui adanya dua kategori keadaan

menurut UUD 1945 yaitu: (i) keadaan bahaya: (ii) Halm ihwal

kegentingan yang memaksa.

54

Jimly Asshiddiqqie, Hukum Tata Negara Darurat , Op.Cit., hlm. 205

Page 60: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

43

Istilah (legal term) yang dipakai dalam kedua pasal tersebut jelas berbeda.

Istilah yang pertama menggunakan istilah ―keadaan bahaya‖ yang tidak

lain sama dengan pengertian keadaan darurat (state of emergency).

Sedangkan yang kedua memakai istilah ―hal ihwal kegentinagn yang

memaksa‖. Apakah kata ―hal ihwal‖ itu sama dengan pengertian

―keadaan‖? keduanya tentu tidak sama. Keadaan adalah strukturnya,

sedangkan hal ihwal adalah isinya. Namun, dalam praktik, keduanya

kadang dapat mengandung makna praktis yang sama. Oleh karena itu,

keadaan bahaya kadang-kadang dianggap sama dengan hal ihwal

kegentingan yang memaksa atau sebaliknya, hal ihwal yang

membahayakan sama dengan keadaan bahaya.55

Hanya saja, apakah hal ihwal kegentingan yang memaksa itu selalu

membahayakan? Segala sesuatu yang ―membahaykan‖ tentu selalu

memiliki sifat yang menimbulkan ―kegentingan yang memaksa‖, tetapi

segala hal ihwal kegentingan yang memaksa tidak selalu membahayakan.

Jika demikian, berarti kondisi kegentingan yang memaksa itu lebih luas

daripada keadaan bahaya. Oleh karena itu, kedua istilah ―keadaan bahaya‖

dan ―hal ihwal kegentingan yang memaksa‖ tersebut dapat dibedakan satu

dengan yang lain. Dengan adanya pembelaan itu, wajar apabila penetapan

suatu perppu berdasarkan ketentuan Pasal 22 angka (1) UUD 1945 tidak

harus didahului oleh suatu deklarasi keadaan darurat. Sementara itu,

pelaksanaan ketentuan Pasal 12 UUD 1945 mempersyaratkan

55

Ibid., hlm. 206

Page 61: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

44

dilakukannya deklarasi atau proklamasi resmi dalam rangka pemberlakuan

keadaan bahaya itu.56

Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan berkenaan

dengan perppu yang substansinya menuangkan tentang kewenangan MK

dalam menguji materi perppu dan standarisasi kegentingan yang memaksa

yang menjadi landasan oleh Presiden dalam memutuskan penetapan

perppu sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1) UUD 1945, yaitu

Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 tanggal 8 Februari 2010 perihal

Pengujian Perppu Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-

undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.57

Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 didalamnya juga mengatur tetang

standarisasi kegentingan yang memaksa yag antara lain sebagai berikut58

:

(1) Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan

masalah hukum secara cepat berdasarkan UU;

(2) Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi

kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai;

(3) Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat

undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu

yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak perlu untuk

diselesaikan.

56

Ibid. 57

Achmad Edi Subianto (Penyunting), Yurisprudensi Hukum Acara dalam Putusan MK, hlm 141 58

Ibid

Page 62: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

45

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan ini adalah hukum normatif, yakni penelitian

hukum yang dilakukan dengan cara mengkaji dan meneliti dengan menggunakan

sumber data berupa peraturan perundang-undangan, putusan mahkamah

konstitusi, teori hukum, dan pendapat para ahli. Fokus dalam penelitian ini

menelaah dan melakukan analisis kesesuaian hal ihwal kegentingan yang

memaksa perppu yang ditetapkan pasca terbitnya Putusan MK Nomor 138/PUU-

VII/2009 berdasarkan dengan indikator obyektif dalam Putusan MK tersebut yang

dijadikan sebagai batu uji oleh penulis.

B. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan terhadap masalah dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan adalah:

1. Pendekatan Statute Approach

Pendekatan statute approach atau pendekatan perundang-undangan ini

dilakukan untuk menelaah semua undang-undang dan regulasi yang

berkaitan dengan penelitian yang akan diteliti. Pendekatan perundang-

undangan ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk dapat

Page 63: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

46

memperlajari adakah konsistensi atau kesesuaian antara satu undang-

undang dengan yang lain.59

Oleh karena dalam pendekatan perundang-undangan peneliti bukan

saja melihat kepada bentuk peraturan perundang-undangan, melainkan

juga menelaah materi muatannya, memelajari dasar ontologis lahirnya

undang-undang, landasan filosofis undang-undang dan ratio legis dari

ketentuan undang-undang.60

2. Pendekatan Konseptual Approach

Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan

doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dalam

menggunakan pendekatan konseptual, peneliti perlu merujuk kepada

prinsip-prinsip hukum. Prinsip-prinsip ini dapat ditemukan dalam

pandangan-pandangan sarjana ataupun doktrin-doktrin hukum,

sehingga melahirkan pengertian hukum dan asas-asas hukum yang

relevan dengan masalah yang dihadapi.

Dalam melakukan pendekatan Statue Approach dan Konseptual Approach,

penulis mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan studi pustaka dan inventarisasi terkait dengan perppu dan

melakukan perbandingan dengan peraturan perundang-undangan

lainnya.

59

Peter Mahmud Marzuki, Metode Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2011, hlm. 93. 60

Ibid.

Page 64: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

47

2. Membaca putusan mahkamah konstitusi yang akan menguatkan

pendapat penulis tentang hal ihwal kegentingan yang memaksa

ditetapkannya perppu pasca terbitnya Putusan MK Nomor 138/PUU-

VII/2009;

3. Menganalisis bahan hukum yang menjadi sumber data dalam

penelitian ini.

4. Melakukan klasifikasi terhadap Perppu yang ditetapkan pasca terbitnya

Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 dan melakukan penilaian

terhadapat kesesuaian hal ihwal kegentingan yang memaksa berdasar

pada indikator obyektif didalam putusan MK tersebut;

Dengan demikian, dalam konteks penelitian ini, pendekatan konseptual dijadikan

sebagai instrument pokok selain materi peraturan perundang-undangan yang

relevan, yang selanjutnya diidentifikasi dan dianalisis untuk mengetahui dan

memahami apakah perppu yang ditetapkan pasca terbitnya Putusan MK Nomor

138/PUU-VII/2009 telah sesuai dengan kaidah hal ihwal kegentngan yang

memaksa dengan indikator penilaian obyektif yang terkandung dalam putusan

MK tersebut.

C. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Penelitian hukum normatif tidak mengenal data, sehingga istilah yang dipakai

yaitu bahan hukum yang diperoleh dari pustaka atau undang-undang itu sendiri

dan bukan dari hasil data lapangan. Dalam pengumpulan bahan hukum penulis

mengambil sumber-sumber yang berbentuk perundang-undangan, buku-buku

Page 65: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

48

terkait, arikel-artikel serta karya ilmiah lainnya. Sumber-sumber bahan hukum

tersebut terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan

hukum tersier.61

Alat pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

studi kepustakaan, yaitu mengambil data dari literature yang di gunakan untuk

mencari konsep, teori-teori, pendapat-pendapat, maupun penemuan-penemuan

yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan penelitian ini.62

Sumber dapat diperoleh dari:63

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer dalam penelitian ini yaitu bahan-bahan hukum yang

diambil dari sumber aslinya yang berupa undang-undang dan peraturan

perundang-undangan lainnya yang memiliki otoritas tinggi yang bersifat

mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat.64

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah bahan hukum yang

member penjelasan terhadap bahan hukum primer, misalnya: rancangan

undang-undang, hasil penelitian, hasil karya pakar hukum dan

sebagainya.65

61

Amiruddin dan Zainal Askin, Pengantar Metode Penelitian Hukum., PT. Raja Grafindo

Persada; Jakarta, 2004, hlm., 163. 62

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UII-Press., 2007., hlm. 55. 63

ibid 64

Amiruddin dan Zainal Askin, Op. cit., hlm. 142. 65

H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafka, Jakarta; hlm., 23

Page 66: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

49

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier dalam penelitian ini adalah bahan hukum penunjang

yang pada dasarnya mencakup bahan-bahan yang memberikan petunjuk

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang lebih

dikenal dengan nama bahan acuan bidang hukum atau bahan rujukan

bidang hukum.66

D. Metode Pengelolaan Bahan Hukum

Pengelolaan bahan hukum dari hasil studi kepustakaan terdapat beberapa tahap

yang dilakukan oleh penulis, yaitu:

1. Seleksi Bahan Hukum

Pemeriksaan data untuk mengetahui kesesuaian dan kelengkapan data

dengan keperluan penelitian.

2. Klasifikasi Bahan Hukum

Menempatkan data berdasarkan penggolongan bidang atau pokok bahasan

agar mempermudah dalam menganalisisnya.

3. Sistematika Bahan Hukum

Penyusunan data menurut sistematika yang telah ditentukan agar

pembahasan dapat lebih mudah dipahami.

66

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji 2011, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.

PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta; hlm. 33

Page 67: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

50

E. Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum yang telah diperoleh diteliti kembali guna menjamin kefaktualan

data sehingga dapat dipertanggung jawabkan. Kemudian dianalisa secara

deskriptif kualitatif (tidak berbentuk angka-angka), terhadap bahan hukum yang

telah diolah dan menghubungkan permasalahan yang dikemukakan tanpa

menggunakan rumusan yang statistik. Melainkan dijabarkan dalam bentuk

penulisan deskriptif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

pendapat ahli dan pendapat penulis sendiri untuk kemudian dapat diambil

kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini.

Page 68: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

91

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan analisis pada bab-bab sebelumnya, maka penulis menarik

kesimpulan sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diajukan dalam skripsi

ini adalah sebagai berikut:

Indikator obyektif yang menjadi batu uji dalam penelitian ini antara lain:

(1) Adanya unsur ancaman yang membahayakan, dalam hal ini ancaman tidak

hanya dalam bentuk perang namun juga segala hal yang bisa mengancam

kondisi Negara, contohnya mengancam ekonomi Negara, mengancam

stabilitas politik dan mengancam keselamatan hidup khalayak ramai;

(2) Adanya unsur kebutuhan yang mengharuskan, kebutuhan mendesak yang

harus segera diselesaikan secara cepat berdasarkan Undang-Undang;

(3) Adanya kekosongan hukum atau ada Undang-Undang namun belum

memadai untuk menyikapi kebutuhan tersebut;

(4) Adanya keterbatasan waktu.

Perppu yang ditetapkan pasca terbitnya Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009

tentang Pengujian Perppu Nomor 4 Tahun 2009 tentang Komisi Pemberantasan

Korupsi berjumlah tujuh (7) Perppu. Presiden SBY menetapkan tiga (3) Perppu

dan Presiden Joko Widodo menetapkan empat (4) Perppu. Dari ketujuh (7)

Perppu yang diteliti tersebut hanya 3 yang memenuhi kaidah kegentingan yang

memaksa karena memenuhi keseluruhan indikator obyektif secara kumulatif,

yaitu Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan

Walikota, Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan kedua atas Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Perppu Nomor

1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

Page 69: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

92

Sementara itu Perppu Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 30

Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi hanya memenuhi 3 unsur,

Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 24 Tahun

2004 tentang Mahkamah Konstitusi dan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang

Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

memenuhi 2 unsur, sedangkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan

atas UU Nomor 13 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan hanya

memenuhi 1 unsur.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas penulis memiliki beberapa saran sebagai berikut:

1. Mengingat bahwa Perppu merupakan aturan yang dikeluarkan saat Negara

berada dalam Kondisi Kegentingan yang memaksa, hendaknya Presiden

lebih cermat dan tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan untuk

mengeluarkan Perppu, yang di khawatirkan adanya degradasi nilai dari

kegentingan yang memaksa menjadi kepentingan Presiden semata untuk

merevisi undang-undang atau menyikapi hal-hal yang belum memenuhi

kaidah kegentingan yang memaksa;

2. Mengingat pentingnya standarisasi hal ihwal kegentingan yang memaksa

dalam penetapan perppu, Penulis memberikan saran kepada DPR RI agar

memasukan redaksi indikator objektif kegentingan yang memaksa yang

ada didalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 kedalam Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan, sehingga memiliki landasan konstitusional yang

lebih kuat.

Page 70: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainudin, 2011, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Amiruddin dan Askin Zainal, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo

Persada: Jakarta.

AR, Hanta Yudha, 2010, Presidensialisme Setengah Hati: Dari Dilema Ke Kompromi,

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Asshiddiqqie Jimly 2005, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Konstitusi

Press.

---------------------- 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I, Jakarta: Sekretariat

Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Cet-1.

---------------------- 2007, Hukum Tata Negara Darurat, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

---------------------- 2010, Perihal Undang-Undang, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Foekh, Daniel Yusmic. P., 2011, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

(PERPPU) Suatu Kajian Dari Perspektif Hukum Tata Negara Normal dan Hukum

Tata Negara Darurat, Jakarta: Universitas Indonesia

Green Mind Community, 2009, Teori dan Politik Hukum Tata Negara, Yogyakarta: Total

Media Cet.1

Hardiman, F. Budi, 2007, Filsafat Fragmentaris, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Indrati, Maria Farida, 2007, Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi, Materi Muatan,

Yogyakarta: Kanisius

Isra, Saldi, 2010, Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer

Dalam Sistem Presidensial Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Librayanto, Romi, 2008, Trias Politica dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Pu-Kap-

Indonesia, Makassar

Marzuki, Peter Mahmud, 2013, Penelitian Hukum, Kencana: Jakarta.

Nugroho, Wisnu, 2010, Pak Beye dan Politiknya, Jakarta: Kompas.

Page 71: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

Soekanto, Soerjono, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, UII-Press: Jakarta

----------------------, 2011, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo

Persada: Jakarta.

Subiyanto, Achmad Edi (Penyunting), 2014, Yurisprudensi Hukum Acara Dalam Putusan

Mahkamah Konstitusi, Setara Press: Malang.

Sumali, 2002, Reduksi Kekuasaan Eksekutif di Bidang Peraturan Pengganti Undang-Undang

(Perppu), UMM Press: Malang.

Tim Redaksi Pustaka Pergaulan, 2005, UUD 1945: Tantangan, Prospek Politik dan Ekonomi

Indonesia, Kompas: Jakarta.

Wahyudi, Alwi, 2014, Ilmu Negara dan Tipologi Kepemimpinan Negara, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Yunus, Mahmud, 1989, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung.

Tesis

Yudi, Rifka, 2016, Dimensi Kegentingan Yang Memaksa Atas Hak Presiden Dalam

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Lampung: Pascasarjana FH

Unila

Jurnal

Muhammad Siddiq, “Kegentingan Memaksa atau Kepentingan Penguasa”, dalam Jurnal Ilmu

Syariah dan Hukum Vol 48 nomor 1 tahun 2014.

Riri Nazriyah, “Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Menguji Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang” dalam jurnal Hukum, No.17/3/ 2010 Anthon F.Susanto, “Problematika Nalar dan Kekuasaan Kajian Putusan MA Nomor 36P/Hum/ 2011”

dalam Jurnal Yudisial, No. 5/II/2012.

Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, “Paradigma Baru Lembaga Kepresidenan di Indonesia (Perspektif

Teori Lembaga Negara)” dalam jurnal Hukum Progresif, No. 4/I/ 2008.

Achmad Edi Subiyanto, “Menguji Konstitusionalitas Perturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang”. Dalam jurnal lex jurnalia volume 11 nomor 1 tahun 2014.

Page 72: HAL IHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA DALAM …digilib.unila.ac.id/31258/3/SKRIPSI TANPA PEMBAHASAN.pdf · 15. Team Sospol dan Sospolisme terimakasih atas kontribusi-kontribusi yang

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Dasar 1945

Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 2003 Tentang

Mahkamah Konstitusi

Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota

Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah

Perppu Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 30 TAhun 2002 Tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Perppu Nomor 1 Tahun 2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

Perppu Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan

Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 tentang Pengujian Perppu Nomor 4 Tahun 2009

tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Indonesia, Undang-Undang Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,

UU.No.12, LN.No.82 Tahun 2011, TLN.No.5234.

Website:

http://kbbi.web.id/darurat, diakses Jumat 1 September pukul 00.02 WIB.

http://kbbi.web.id/genting, diakses senin 4 september 2017 pukul 10.10 WIB

http://kbbi.web.id/paksa, diakses senin 4 september 2017 pukul 10.13 WIB

http://kbbi.web.id/wenang., diakses selasa 5 September 2017 pukul 08.33 WIB