HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR...

81
HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR AL-D - DALAM -GHAIB Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Subhan Syamsuri NIM. 1113034000142 PROGRAM STUDI ILMU AL-QU’ D TFSI FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M

Transcript of HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR...

Page 1: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF

FAKHR AL-D -

DALAM -GHAIB

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Subhan Syamsuri

NIM. 1113034000142

PROGRAM STUDI ILMU AL-QU ’ D T FSI

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018 M

Page 2: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,
Page 3: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,
Page 4: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,
Page 5: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

iv

ABSTRAK

Subhan Syamsuri

“HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF -

- KITAB -GHAIB”

Mati adalah lawan kata dari hidup, Kematian adalah suatu yang pasti akan

kedatangannya, namun banyak manusia yang melupakan kematian. Kematian di

nanti-nanti akan kedatangannya bagi orang-orang yang beriman, karena setelah

kematian maka manusia yang beriman akan mendapatkan nikmat dari Tuhan-Nya

atas dasar yang dilakukan selama hidup-Nya. Namun lain hal-Nya dengan orang-

orang kafir, mereka justru tidak menginginkan kematian datang menjemput-Nya dan

melupakan kematian karena kematian merupakan sesuatu yang sangat menakutkan,

siap merenggut eksistensi di dunia dan tentu orang-orang kafir akan mendapatkan

laknat setelah-Nya atas dasar yang pernah dilakukannya.

Dalam hal kematian ini penulis mengangkat penafsiran Fakhr al-Dîn al-Râzî

dalam kitab Mafâtîh al-Ghaib kemudian membatasi-Nya menjadi 4 kategori: 1.

Gambaran umum kematian, 2. Kematian awal dari kehidupan di dunia, 3. Kematian

bagi orang yang beriman, 4. Kematian bagi orang kafir.

Penelitian ini berjenis kuantitatif, dengan menggunnakan metode library

research (Kepustakaan). Langkah yang digunakan dalam menganalisa data

ialahanalisa data kuantitatif, dengan mengumpulkan dan mennampilkan data yang

dibutuhkan dari berbagai buku atau jurnal terkait kematian dan menghasilkan sebuah

kesimpulan. Sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitab

Mafâtîh al-Ghaib karya Fakhr al-Dîn al-Râzî. Sebagai pendukung dalam penelitian

ini berbagai buku, tafsir dan jurnal pun disertakan.

Kata Kunci :Tafsir, Kematian, Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafâtîh al-Ghaib.

Page 6: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

v

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah swt. Dzat yang memberikan nikmat dan

karunia yang taikk terhingga. Salawat serta salam tak lupa penulis curahkan

kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw., Rasul penutup

para Nabi, serta doa untuk keluarga, sahabatnya, dan para pengikutnya.

Melalui upaya dan Usaha yang melelahkan, Alhamdulillāh akhirnya

dengan rahmat dan Syafaatnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

sebaik-baiknya. Hambatan yang penulis rasakan dalam penyusunan skripsi ini,

Alḥamdulillāh dapat teratasi berkat tuntunan serta bimbingan-Nya dan bantuan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ungkapan

rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rasyada, MA, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Suryadinata, MA dan jajaran Wadek lainnya.

3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA., selaku Ketua Prodi Ilmu al-Qur”an dan

Tafsir, Dra. Banun Binaningrum, M.Pd, kak Hani Hilyati, M.Ag selaku Staf

Jurusan Ilmu al‟Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dan Bapak Toto Thohari, M.Ag yang banyak membantu memberikan

informasi dan supportnya.

4. Bapak Moh. Anwar Syarifuddin, MA. selaku dosen penasehat akademik dan

dosen pembimbing skripsi penulis, yang bersedia meluangkan waktunya untuk

memberikan saran dan masukan seputar perkuliahan dan penelitian yang hendak

Page 7: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

vi

penulis ambil, Melalui beliau, tumbuh ide-ide baru, pemikiran baru, sehingga

penulis lebih bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, MA dan Bapak Dr. Hasani, MA selaku penguji

dalam sidang skipsi penulis. Bapak Eva Nugraha, MA, Rifqi M. Fatkhi, MA,

dan Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin yang telah memberikan dedikasinya

mendidik penulis, memberikan ilmu, pengalaman, serta pengarahan kepada

penulis selama masa perkuliahan.

6. Ayahanda tercinta (Alm. Syamsuri) yang semasa hidupnya tak pernah letih

mensupport dan mengajarkan arti sebuah kemandirian dan keprihatinan dikota

perantauan, do‟aku selalu terlantun untuk “Bapak” yang tenang dialam sana dan

Ibunda tersayang (Maskeni) yang selalu mencurahkan kasih sayangnya, dengan

do‟a, dukungan moril maupun materil, semangat dan rasa cintanya yang tak

terhingga, yang selalu dicurahkan sepanjang masa. Nenekku (Siti Maemunah),

Kakak-Kakakku (Eva Hanifa S.Pd, H. Sutisno S.Pd, Zubaedi, Noviyanti

Syamsuri S.Pd, Muchalip SQ, S.HI) dan adikku tersayang (Nurul Jannah) yang

selalu ceria mengingatkan penulis dengan segenap keceriaan Motivasi dan

membantu dikala penulis merasakan kesulitan.

7. KHR. Syarif Rahmat, RA, SQ, MA dan Hj. Uswatun Chasanah, MA selaku

pengasuh Pondok Pesantren Ummul Qura (Pondok Cabe) sekaligus Guru dan

Orang tua di pesantren.

8. Segenap Keluarga Besar Pon-Pes Ummul Qura dan Majelis Munajat Pondok

Cabe yang selalu mendo‟akan penulis dalam penyusunan skripsi.

9. Teman seperjuangan Dzulfikar Ahmad Syarif, Syahrul Ramadhan, Husni

Mubarok, Nur Hidayat, Ahmad Thoib, Asep Hilmi, Arif Aprian, Saiful Fajar,

Annis Khoiru Ummah, Bazit Zenurohman, Ahmad Rifai, Seman Ansyari,

Page 8: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

vii

Syahrul Bunyan, Hilman Mulyana dan Seluruh teman-temansektor-11 (Tafsir

Hadis 2011) dari A hingga E yang selalu kompak setia menemani penulis. serta

Musfaturrahman S.Th.I dan Leni Nuraeni S. Ag yang telah meminjamkan

skripsi-Nya sebagai bahan acuan.

10. Kawan-kawan KKN Realita (2015) terkhusus Ali Firdaus yang telah banyak

membantu penulis dalam meminjamkan Printer dengan sukarela dan M. Zam-

zam al-Faroqi S.Th.I teman seperjuangan di Pon-Pes Riyadlus Sholihin

Probolinggo Jatim yang telah membantu tahap penyusunan skripsi.

11. Kawan-kawan Kosan Syehab Budiyanto S.Sos, Zakaria SH, Hikmawan, Arfan

Efendi, Ahmad Bekti dan Iskandar Hidayat yang turut membantu dan berperan

dalam proses penyelesaian skripsi ini, namun luput untuk penulis sebutkan,

tanpa mengurangi rasa terima kasih penulis.

Akhirnya, tidak ada gading yang tak retak, tidak ada manusia sempurna.

Namun begitu, semua tulisan yang ada di dalam skripsi ini adalah tanggung jawab

penulis. Untuk semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini

penulis ucapkan terima kasih.

Jakarta, 24 Februari 2018

Subhan Syamsuri

Page 9: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ……………………………….... i

LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………………… ii

ABSTRAK ……………………………………………………………….…….. iii

KATA PENGANTAR ………………………………………………………..... iv

DAFTAR ISI ……………………………………………………………….……vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ………………………………………….….... ix

BAB I PENDAHULUAN……..…………………………………...….………. 1

A. Latar Belakang Masalah……………...………..…………….............. 1

B. Pembatasan dan Perumusan masalah……………..……………..….... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan…………………..…………..….......... 6

D. Tinjauan Pustaka………………..……………………………….….... 7

E. Metode Penelitian…………..……………………………………....... 10

F. Sistematika Penulisan……..……………………………….………… 12

BAB II GAMBARAN UMUM SEPUTAR KEMATIAN….……………….... 13

A. Definisi kematian ...………………………………..………….…..…. 13

B. Kematian dalam al-Qur‟an ……...…………………...……….…...… 18

C. Proses Kematian .,.………………………..…….……………...……. 21

D. Perbedaan Kematian Manusia dan Hewan.…………………….….… 28

BAB III BIOGRAFI - AL-R Z dan KARAKTERISTIK

TAFSIR MAF T H AL-GH IB…………………………………..... 28

A. Biografi Fakhr al-Dîn al-Râzî al-Râzî………………….……….…..... 28

1. Riwayat hidup Fakhr al-Dîn al-Râzî al-Râzî……………….…….... 28

2. Aktivitas keilmuan Fakhr al-Dîn al-Râzî al-Râzî…………….…..... 28

B. Latar belakang penulisan kitab Mafâtîh Al-ghâib................................ 31

C. Sumber penfsiran dan ihwal kepengarangan Mafâtîh Al-Ghâib.......... 32

D. Metode dan corak tafsir Fakhr al-Dîn al-Râzî al-Râzî…….…….…..... 34

BAB IV PENAFSIRAN KEMATIAN DALAM AL-QURAN MENURUT

FAKHR - AL-R Z ……………………...…………….......... 35

A. Gambaran seputar kematian……..…………………………............. 35

B. Kematian awal dari kehidupan ……..……….................................. 49

C. Mati dalam keadaan beriman..…………………………………........ 52

D. Mati dalam keadaaan kafir ..………………………………….......... 56

Page 10: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

ix

BAB V PENUTUP…….………………………………………………….......... 62

A. Kesimpulan…………………...…………………………………….. 62

B. Saran-saran…………...……………….…………………..………… 62

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….……... 64

Page 11: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

x

PEDOMAN TRANSLITERASI HURUF ARAB-LATIN

Skripsi ini menggunakan “Pedoman Penulisan Skripsi” yang terdapat dalam

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Ceqda 2007 dan Pedoman Akademik Universitas

Islam Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta 2011/2012.

Padanan Aksara

No. Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا 1

B Be ب 2

T Te ت 3

T ث 4

s

Te dan es

J Je ج 5

H Ha dengan garis bawah ح 6

K خ 7

h

Ka dan ha

D De د 8

D ذ 9

z

De dan zet

R Er ر 10

Z Zet ز 11

S Es س 12

Sy Es dan ye ش 13

S Es dengan garis di bawah ص 14

D De dengan garis di bawah ض 15

T Te dengan garis di bawah ط 16

Z Zet dengan garis di bawah ظ 17

ع 18

„ Koma terbalik di atas hadap

Kanan

G غ 19

h

Ge dan ha

Page 12: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

xi

F Ef ف 20

Q Ki ق 21

K Ka ك 22

L El ل 23

M Em م 24

N En ن 25

W We و 26

H Ha ه 27

A postrof „ ء 28

Y Ye ي 29

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal

tuggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

No. Vokal Arab Vokal Latin Keterangan

1

a Fathah

2

i Kasrah

3

u Dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai

berikut:

No. Vokal Arab Vokal Latin Keterangan

1

A

i

A dan i

Page 13: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

xii

2

A

u

Adan u

Vokal Panjang

ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

No.

VokalArab

VokalLatin

Keterangan

1

 A dengan topi di atas

2

Î I dengan topi di atas

3

Û u dengan topi di atas

Kata Sandang

Kata sandang yang dalam sistem aksaraArab dilambangkan dengan huruf,

yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti oleh huruf syamsiyyah, maupun

huruf qamariyyah. Contoh: al-Rijâl bukan ar-rijâl, al-Dîwân bukan ad-dîwân.

Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda

syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda

syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah.

Misalnya, kata tidak ditulis ad-darûrah, melainkan al-Darûrah, demikian dan

seterusnya.

Page 14: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

xiii

Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti

oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti

kata benda ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh

3). Contoh:

No Kata Arab Transliterasi

1

Tarîqah

2

al-Jâmiʻah al-Islâmiyyah

3

Wahdat al-Wujûd

Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital dikenal, dalam alih aksara

ini huruf kapital ini juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain untuk menulisakna

permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain.

Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis

dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata

sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî, bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi

bukan Al-Kindi.

Page 15: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kematian adalah sebagai ketiadaan hidup atau antonim dari hidup. Konsep

kematian merupakan salah satu kehendak Allah yang tak diduga akan kedatangannya,

dan kematian juga menempati posisi tersendiri dalam keimanan, percaya atau

tidaknya bahwa kematian itu pasti akan menghampiri seluruh makhluk yang

bernyawa. Banyak ayat al-Qur’an yang menjelaskan perihal kematian, kurang lebih

ada seratus tujuh puluh dua ayat menjelaskan tentang kematian.1

Ketika seseorang telah percaya kepada tuhan dan ketetapannya, tentu mereka

akan membicarakan hal selanjutnya yang akan terjadi setelah kematian yaitu alam

akhirat. Kebanyakan orang mempercayai bahwa perbuatan manusia dibalas kelak di

akhirat. Tidak hanya orang islam yang mempercayai kehidupan setelah mati,bahkan

dalam ajaran hindu-budha telah mengenal apa yang dimaksud nirwana (surga).2

Kematian adalah sesuatu yang pasti akan kedatangannya. Karena Allah sendiri

mengingatkan dalam al-Qur’an, Q.S.Ali-Imran ayat 185, dijelaskan “setiap yang

bernyawa akan merasakan kematian”.Seorang ulama bernama al-Raghib al-Isfahanī

menulis “kematian merupakan tangga menuju kebahagiaan abadi. Ia merupakan

1M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan

Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994). h. 237-238 2Dadan Rusmana, al-Qur‟an dan Hegemoni Wacana Islamologi Barat (Bandung: Pustaka

Setia, 2006), h. 307-308.

Page 16: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

2

perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, sehingga dengan demikian kematian

merupakan kelahiran baru bagi manusia”.3

Kematian yang terjadi tak kenal ruang dan waktu, setiap hari dan setiap saat di

dunia ini adalah peristiwa yang tidak dapat dihindari. Walaupun berbeda sebab-sebab

yang menimbulkan kematian, namun mati atau kematian itu satu, yakni nyawa

bercerai atau berpisah dengan raga. Mati itu bukan berarti lenyap atau hilang,

melainkan perpindahan dari satu alam ke alam lain. al-Qur’an mengajarkan, bahwa

kematian itu tidak dapat dihindari, walaupun dengan bertahan dalam benteng yang

kuat kematian tidak dapat dipercepat atau diperlambat sebelum waktunya. 4Orang

yang tiada mempercayai hari akhirat, hari kebangkitan baru, menganggap bahwa

hidup ini hanyalah hidup di dunia semata dan tidak ada ulasannya. Kematian yang

diharapkan manusia beriman tentu saja mati dalam keadaan beriman, dan jangan mati

dalam kemaksiatan.5

Dalam perbincangan masyarakat luas, kematian tidaklah dianggap sebagai

suatu hal yang aneh, kematian memang sesuatu yang pasti adanya. Namun pola pikir

dan kepercayaan manusia yang berbeda-beda sudut pandang dan menganggap bagi

sebagian orang bahwa kematian adalah sebuah musibah, dan sebagian yang lainnya

menganggapnya sebagai suatu kenikmatan yang tidak terlepas dari faktor internal dan

eksternal yang memayunginya. Tidakkah manusia menganggap hidup di dunia itu

lebih baik dibanding nanti setelah mati, dan sebaliknya, bukankah kematian itu adalah

3Mahir Ahmad ash-Shufiy, Ensiklopedia Akhirat, Misteri Kematian dan Alam (Solo: Tiga

Serangkai, 2007), h. 3 4Choiruddin Hadiri SP, Klasifikasi Kandungan al-Qur’an (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h.

135. 5H. Fachrudin. Hs, Ensiklopedi al-Qur’an (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 64-65.

Page 17: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

3

hanya ketiadaan hidup di dunia saja dan kehidupan yang sesungguhnya adalah

kehidupan ketika setelah meninggalkan dunia yang fana‟ ini. Kematian memang

kelihatannya sebagai kepunahan akan tetapi pada hakikatnya kematian adalah

kelahiran baru bagi makhluknya.6

Banyak dari kalangan ‘awam yang menganggap kematian sebagai kelenyapan

atau akhir dari segalanya, akibat pandangan demikian, tak sedikit dari sebagian

mereka menebarkan kerusakan di muka bumi ini. Sebaliknya, tak jarang pula yang

frustasi, fatalistik, dan hampa makna. Karena mati begitu menakutkan. Kematian

dipandang kekuatan Maha dahsyat yang siap merenggut eksistensi kapan dan di mana

saja. Sesungguhnya masa yang lekang oleh detik pastilah berakhir bagaimanapun

lamanya. Andaikata manusia dapat melihat apa yang telah dilihat nyawanya direnggut

oleh maut, pasti sikap dan keadaan semua bukan seperti sekarang. Tetapi yakinlah,

bahwa dalam waktu dekat tabir maut pasti mencabik-cabik sehingga manusiapun

dapat melihatnya, kekhawatiran atau rasa takut, hadir bagi siapa saja yang menduga

atau menantikan datangnya sesuatu yang buruk. Ini berarti menyangkut sesuatu yang

akan datang.7

Fakhr al-Dîn al-Râzî menjelaskan didalam kitab tafsirnya Mafâtîh al-Ghaib

bahwa kematian itu terjadi dua kali, kematian pertama dialami manusia sesaat

manusia dalam keadaan belum ditiupkanya ruh, yakni dalam masa kandungan.

Kemudian kematian kedua dialami ketika manusia menghembuskan nafas terakhir,

6M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan

Masyarakat, h 237. 7Mathin Kusuma Wijaya, Makna Kematian Dalam Pandangan Jalaluddin Rahmat, skripsi

(Yogyakarta: Fakultas Ushuludin, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2009).

Page 18: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

4

yakni ketika manusia meninggalkan dunia yang fana‟ ini. Begitupun dengan

kehidupan manusia, kehidupan terjadi dua kali, kehidupan pertama dialami ketika

manusia terlahir di dunia, kemudian kehidupan kedua dialami manusia, ketika di hari

pembangkitan.8

Tidak luput dari pandangan mufasir modern,dalam surah al-Zumar (39) ayat 42,

al-Marâghi juga menjelaskan bahwa Allah-lah yang menggenggam rûh-rûh ketika

ajal manusia telah tiba dan memutuskan hubungan dengan tubuh ketika itu, lahir

maupun batin, dan memutuskan hubungan manusia dengan-Nya secara lahir saja

ketika tidur. Pertama, Allah menggenggam ruh dan tidak mengembalikannya lagi.

kedua, yakni dalam keadaan tidur, Allah melepaskannya kembali ke dalam tubuh

ketika bangun tidur. Hal ini memuat dalil-dalil yang menunjukkan atas kekuasaan

Allah bagi mereka yang mau berpikir dan memperhatikan.9

Penulis lebih tertarik memilih mengambil kitab tafsir Mafâtîh al-Ghaib untuk

dijadikan referensi utama sebagai penafsiran ayat-ayat tentang kematian dengan

beberapa alasan. Pertama, penulis mencoba menghadirkan profil mufasir yang hidup

di era abad pertengahan penafsiran. Kedua, karena pengarang dari kitab tafsir tersebut

merupakan profil mufasir yang banyak menguasai dalam bidang keilmuan. Ketiga,

penulis memilih kitab Mafâtîh al-Ghaib karena melihat berdasarkan penamaan kitab

tersebut “Mafâtîh al-Ghaib” yang berarti penyingkap hal gaib, dari penamaan

tersebut penulis berharap dapat mengetahui jawaban yang mendalam terhadap

tafsiran yang menjadi tema dalam pembuatan skripsi ini, serta dengan karakteristik

8Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafâtîh al-Ghaib (Beirut: Darul Fikr, 2005), h. 260-261.

9Ahmad Musthafa al-Marâghi, Terjemah tafsir al-Marâghi, Jilid 24 (Semarang: Toha Putera,

1992), h. 15.

Page 19: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

5

pengemasannya pula dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi daya tarik

mengapa penulis lebih memilih kitab tafsir tersebut.

Judul skripsi yang hendak penulis bahas adalah “Hakikat kematian pada

manusia perspektif Fakhr al-Dîn al-Râzî dalam kitab tafsir Mafâtîh al-Ghaib”.

Mengapa penulis mengambil judul demikian, pertama, letak ketertarikan dari tema

ini terkait kematian adalah kematian itu sendiri merupakan perkara gaib, meskipun

kematian bukanlah suatu hal yang tabu di masyarakat, namun kematian merupakan

suatu rahasia Allah, tak ada satupun manusia yang mengetahui akan tiba ajalnya.

Kedua, selain bersifat gaib, kata kematian juga banyak disebutkan dalam ayat-ayat al-

Qur’an dengan berbagai lafaz, kurang lebih seratus tujuh puluh dua ayat yang

berbicara tentangnya. Dari sekian banyaknya ayat yang terkandung dalam al-Qur’an,

kematian memiliki karakteristiknya masing-masing, sehingga pembahasanya yang

begitu luas.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Mengingat banyaknya ayat al-Qur’an yang membahas tentang kematian, kurang

lebihnya terdapat seratus tujuh puluh dua ayat dengan berbagai derivasinya, penulis

perlu membatasi pembahasannya. Setelah penulis mencoba menginventarisir ayat-

ayat al-Qur’an yang membahas kematian, penulis mencoba membatasinya dengan

mengklasifikasikannya, sehingga menjadi empat kategori utama.

Pertama, Membahas gambaran umum seputar kematian. Kedua, Kematian awal

dari Kehidupan, Ketiga, gambaran tentang kematian untuk orang-orang kafir, dan

keempat membahas tentang gambaran kematian bagi orang-orang yang beriman.

Page 20: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

6

Berdasarkan pengklasifikasian di atas, sehingga memunculkan ayat-ayat al-Qur’an

yang membahas seputar kategori tersebut.

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dapat diklasifikasikan dan dijadikan

oleh penulis sebagai rumusan masalah sebagai berikut :Bagaimana penafsiran Fakhr

al-Dîn al-Râzî dalam kitab tafsirnya Mafâtîh al-Ghaib perihal ayat-ayat al-Qur‟an

yang berbicara tentang kematian?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini antara lain adalah :

a. Secara Akademis penelitian ini melengkapi penelitian Muhammad Syamsul

Huda yang berjudul “Pandangan al-Ghazali Tentang Kebangkitan Jasmani

Dalam Kitab Tahafut al-Falâsifah” dalam skripsi ini di jelaskan perdebatan

seputar problematika eskatologis, di mana timbul pertanyaan apakah ada

kebangkitan setelah kematian?

b. Sebagai penambah khazanah keilmuan dalam bidang kajian tafsir khususnya

untuk mahasiswa dan mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan untuk

hal layak pada umumnya

2. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan ini adalah:

a.. Mengetahui definisi kematian.

b. Mengetahui penafsiran ayat-ayat al-Qur’an tentang kematian menurut Fakhr al-

Dîn al-Râzî dalam kitab tafsir Mafâtîh al-Ghaib.

Page 21: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

7

D. Tinjauan Pustaka

Membumikan al-Qur’an: Kematian merupakan sebuah hukum alam yang

mutlak adanya, berbicara tentang kematian tentunya bukanlah perkara mudah,

terlebih sebagai manusia yang serba terbatas tentunya akal manusia tidak sampai

untuk menjangkaunya, serta kematian itu sendiri menjadikan sosok yang

menyedihkan bahkan menakutkan dalam setiap pembicaraannya. Dalam buku yang

berjudul Membumikan al-Qur’an, karya M. Quraish Shihab terdapat beberapa tema

dan sekaligus merupakan tafsiran dari penulis buku ini yang disajikan secara ringkas

dan padat. Dalam bab “Kematian Dalam al-Qur’an”, penulis buku ini dapat memberi

sedikit penjelasan seperti apa kematian yang digambarkan dalam al-Qur’an. Dimulai

dengan gambaran-gambaran manusia mengingkari nikmat-nikmat Tuhannya, seperti

yang diterangkan dalam (Q.S. 2:196) Gambaran yang sama juga terdapat dalam (Q.S.

20:120), yang menjelaskan di mana Nabi Adam tergoda oleh rayuan palsu iblis untuk

memakan buah kekekalan, katanya“maukah kamu kutunjukkan pohon kekekalan dan

kekuasaan yang tiada habisnya?”

Dalam buku ini juga dijelaskan, bahwa kematian itu memiliki dua sudut

pandang yang berbeda. Di satu sisi ia menampakkannya sebagai suatu malapetaka

atau musibah, dan di sisi lain ia menampakkannya sebagai suatu nikmat yang tak

terhingga. Diterangkan bahwa seorang ulama bernama al-Raghib al-Isfahâniy

menjelaskan “kematian merupakan proses menuju tangga keabadian, perpindahan

dari satu tempat ketempat yang lain; kematian juga merupakan kelahiran baru bagi

manusia. Manusia mencapai kesempurnaan hidupnya ketika berpindah dari satu

tempat ke tempat lain, dalam arti bahwa untuk mencapainya manusia harus

Page 22: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

8

mengalami kematian terlebih dahulu, karena kematian adalah pintu untuk menuju

keabadian”.10

Psikologi Kematian: Psikologi sebagai sebuah ilmu yang mengkaji pikiran,

perasaan, dan perilaku seseorang memandang kematian sebagai suatu peristiwa

dahsyat yang sesungguhnya sangat berpengaruh dalam kehidupan seseorang, namun

seseorang jarang atau enggan membicarakanya secara terang-terangan. Sebagian

orang ada yang menganggap kematian sebagai malapetaka yang merampas

kenikmatan hidupnya, sehingga diantara mereka lebih memilih jalan gaya hidup yang

hedonis sebelum kematianya, mereka begitu memuja kenikmatan duniawi. Dengan

pola pikir yang seperti ini, mereka menganggap masa muda sebagai golden years of

life. Namun ada pula yang berpandangan sebaliknya, mereka meyakini bahwa hidup

di dunia ini hanya sesaat saja, sehingga tidak terlalu memusatkan pada kehidupan

duniawinya, dan ada juga golongan yang menganggap tidak mau berpikir mengenai

kematian, lupakan kematian, pikirkan dan kerjakan apa yang ada di depan mata.11

Skripsi yang berjudul “Makna Kematian Dalam Pandangan Jalaludin Rahmat”

merupakan sebuah karya ilmiah Mathin Kusuma Wijaya, seorang mahasiswa Strata

satu jurusan Aqidah Filsafat fakultas Ushuluddin di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Dalam skripsi tersebut dijelaskan makna kematian dalam perspektif yang lebih

sufistik bahwa makna dari kematian itu adalah proses penyucian diri, proses manusia

menyucikan diri dari aktivitas atau perbuatannya di dunia. Sebelum melakukan

penyucian tersebut manusia diharapkan melakukan taubat. Dijelaskan pula penyucian

10

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan

Masyarakat, h. 237-238. 11

Komarudin Hidayat, Psikologi Kematian: mengubah kematian menjadi optimism, h. 5

Page 23: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

9

itu terjadi tiga kali, pertama, di alam dunia, kedua,di alam barzah, dan ketiga, di alam

akhirat. Jadi, kematian adalah proses menyucikan diri dari hal yang bersifat bathil

ketika di dunia.12

Skripsi yang berjudul “Efektifitas Mengingat Kematian Berdasarkan Pemikiran

Al-Ghazali Dalam Menurunkan Agresi”, sebuah skripsi yang disusun oleh Ipah

Syaripah Anwar, seorang mahasiswa program studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial

dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Di dalamnya dijelaskan

bahwa masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak yang bersifat

dependen menuju masa dewasa yang menuntut kemandirian. Masa remaja juga

ditandai dengan perubahan fisik dan tingkat emosional seseorang. Masa remaja yang

seharusnya menjadi awal perubahan yang positif sekaligus menjadi ikon penerus

bangsa kita, belakangan masa-masa remaja tercoreng dengan hadirnya kasus-kasus

kekerasan baik yang sifatnya individu maupun mengatasnamakan kelompok dengan

banyak menimbulkan kerugian yang berakibat fatal, seperti terjadinya pembunuhan,

bunuh diri, melukai sesama yang kesemuanya dianggap sebagai suatu kerugian.

Untuk mengatasi problematika tersebut, dalam skripsi ini dijelaskan bahwa

salah satu upaya ampuh yang dapat mencegah kasus tersebut adalah mengingat

adanya kematian, bahwa kematian itu pasti ada, menjemput siapapun tak mengenal

waktu dan tempat. Karena dengan mengingat kematian secara tidak langsung dapat

meningkatkan kesadaran seseorang, sehingga seseorang akan menyadari betapa

pentingnya arti hidup. Banyak hal-hal yang lebih positif daripada berbuat kekerasan,

12

Mathin Kusuma Wijaya, Makna Kematian Dalam Pandangan Jalaludin Rahmat, h. 3.

Page 24: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

10

kekacauan di mana-mana, serta dengan mengingat kematian ini dapat menambah rasa

kebersyukuran seseorang terhadap apa yang dimilikinya.13

Skripsi yang berjudul “Pandangan al-Ghazali Tentang Kebangkitan Jasmani

Dalam Kitab Tahafut al-Falâsifah” adalah skripsi yang ditulis oleh Muhammad

Syamsul Huda, mahasiswa jurusan Aqidah Filsafat, fakultas Ushuluddin, Universitas

Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Menjelaskan perdebatan seputar

problematika eskatologis, di mana timbul pertanyaan apakah ada kebangkitan setelah

kematian, sebenarnya pertanyaan ini sudah terjawab secara aksiomatis sejak abad

pertengahan dan sampai saat ini, namun saat ini pertanyaan-pertanyaan itu terus

melahirkan jawaban-jawaban yang variatif seiring berkembangnya pemikiran filsuf,

mulai dari kebangkitan itu hanya berupa jasad saja, ada yang berupa ruh, yang

kesemuanya memiliki faktor-faktor tertentu yang melatarbelakangi argumen-argumen

tersebut. Dari permasalahan itu, muncul beberapa aliran filsafat Yunani, pertama,

aliran materialisme, kedua, aliran spiritualisme, dan yang ketiga, aliran moderat.14

Untuk judul yang penulis ajukan tidak membahas kematian dalam perspektif

tasawuf maupun filsafat, tetapi lebih memusatkan pada kajian ilmu tafsir, terutama

tafsirnya Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafâtîh al-Ghaib. Dalam hal ini Penulis belum

menemukan judul dan pembahasan yang sama.

E. Metode Penelitian

1. Metode

13

Ipah Syaripah Anwar, Efektifitas Mengingat Kematian Berdasarkan Pemikiran al-Ghazali

Dalam Menurunkan Agresi, skripsi (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, Universitas

Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2013). 14

Muhammad Syamsul Huda, Pandangan al-Ghazali Tentang Kebangkitan Jasmani Dalam

Kitab Tahafudz al-Falâsifah, skripsi (Yogyakarta: Fakultas Ushuludin, Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga, 2009).

Page 25: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

11

Metode yang digunakan dalam pembuatan skripsi ini adalah:

a. Metode penelitian Kualitatif, yakni metode yang digunakan untuk meneliti

pada kondisi obyek yang alamiah, sebagai lawannya adalah

eksperimen. 15 Dalam hal ini penulis mencoba untuk mengedepankan

mensistematika data dengan menggunakan kajian telaah pustaka (library

research), yaitu menelusuri dan mengkaji data-data yang berhubungan

dengan masalah penelitian dari sumber-sumber buku.

b. Metode deskriptif-analisis, yaitu mensistematikan data atau keterangan yang

terkumpul dalam sebuah penjelasan terperinci disertai dengan analisis

penulis.16

c. Metode telaah pustaka, yakni membaca dan memahami referensi penelitian,

baik dari sumber data yang bersifat primer, maupun sumber data yang

bersifat skunder.

2. Sumber Data

Sumber data yang akan penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini terbagi

dua:

a. Sumber data primer, yaitu data yang sangat mendukung dan menjadi pokok

pembahasan dalam skripsi ini, atau sumber data utama, yang dalam hal ini

adalah kitab tafsir Mafâtîh al-Ghaib.

15

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D

(Bandung: Alfabeta, 2013) h. 15. 16

Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat (Jakarta: PT. raja Grafindo Persada, 2002), h. 62.

Page 26: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

12

b. Sumber data Skunder, yaitu sumber data yang bersifat menunjang terkait

tema yang akan dibahas, sumber data ini dapat berupa buku-buku, jurnal,

karya ilmiah lainnya terkait dengan masalah yang akan dibahas. 17

F. Sistematika Penulisan

Sistematika yang hendak penulis paparkan dalam pembuatan skripsi ini terdapat

lima sub-bab, meliputi:

Bab pertama, Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan

masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, metode

penelitian, kerangka teoritis dan sistematika penulisan.

Bab kedua. Penulis mencoba memaparkan definisi umum seputar kematian,

serta menjelaskan kematian ditinjau dari sudut pandang psikologi.

Bab ketiga. Dalam bab ini penulis mencoba memulainya dari memaparkan

biografi beserta seluk beluk mufassir, yang dalam hal ini adalah Fakhr al-Dîn al-Râzî

dan kitab tafsir Mafâtîh al-Ghaib.

Bab keempat. Penulis mencoba mengklasifikasikan ayat al-Qur’an yang

berhubungan dengan kematian dan menafsirkannya.

Bab kelima. Penutup berupa kesimpulan, yakni memaparkan intisari dari

pembahasan beserta saran-saran terkait pembahasan.

17

Sudarto. Metodologi Penelitian Filsafat (Jakarta: PT. raja Grafindo Persada, 2002), h. 62.

Page 27: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

13

BAB II

TINJAUAN UMUM SEPUTAR KEMATIAN

A. Definisi Kematian

Mati adalah lawan kata dari hidup, hidup dan mati adalah istilah yang saling

berlawanan seperti halnya siang dan malam, gelap dan terang, dingin dan panas, oleh

karena itu, salah satu dari keduanya merupakan kata yang saling berlawanan.1Mati

atau kematian secara etimologi berasal dari bahasa Arab (موت) bentuk isim mashdar

dari kata (مات– يموت–موتا) yang artinya mati.2 Makna maut dalam bahasa Arab juga

berarti diam, tak bergerak, menjadi dingin, rusak, hilang, sesuatu yang tidak memiliki

rûh, dan kosong dari bangunan penduduk.3

Kematian merupakan sunnatullah bagi setiap makhluk yang bernyawa,

kematian juga risiko hidup. Sejak Adam diciptakan sampai hari kiamat, tidak ada

seorang pun yang bisa menolak akan datangnya kematian. Allah SWT telah

menganugerahi akal kepada manusia, meskipun ilmu dan teknologi berkembang

dengan pesat, serta banyak penemuan-penemuan baru yang dapat mengangkat

kesejahteraan hidup manusia, kemampuan akal tetap terbatas, karena semuanya akan

terhenti pada usia pikun dan dihadapkan dengan kematian. Kematian merupakan

sunnatullah yang tidak dapat diubah oleh makhluk, sebagaimana segala peristiwa di

alam ini yang merupakan ketetapan Allah, seperti sperma yang merupakan asal mula

manusia, udara yang mengandung unsur oksigen, hidrogen, karbon dioksida yang

1Ibn.Mandzur, Lisan al- ‛Arab (Lebanon: Dar al-Khotob al-Ilmiyah, 2009), h. 103.

2Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h. 1365.

3Ibnu Mandzur, Lisân al- ‛Arab, h. 104.

Page 28: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

14

menjadi sumber kehidupan manusia, kesemuanya merupakan salah satu ciri

sunnatullah bagi makhluk-Nya, dan itupun tidak dapat dirubah oleh manusia

manapun.4

Secara medis, seseorang dikatakan telah mati apabila semua organ tubuhnya

sudah rusak dan tidak dapat berfungsi lagi, aliran darah terhenti, detak jantung tak

lagi berfungsi, fungsi otak tak dapat bekerja lagi, semuanya terhenti secara total.

Sementara dalam terminologi tasawuf, al-maut didefinisikan sebagai keterpurukan

dari sinar-sinar yang dapat membawa seorang sufi pada keadaan al-mukasyafah

(terbukanya pengetahuan tentang Tuhan) dan al-tajalli (terbukanya hati dengan

memperoleh pengetahuan tentang yang gaib). Makna al-maut yang sedemikian

merupakan makna kiasan (al-majazi) yang berkaitan dengan aḥwāl tasawuf. Dalam

pengertian lain, al-maut didefinisikan sebagai penolakan atau mematikan hawa nafsu,

karena hawa nafsu bagi seorang sufi adalah sesuatu yang buruk atau sesuatu yang

dapat melalaikannya dari dzikir kepada Allah SWT. Dengan begitu makna dasar al-

maut itu sendiri berarti mati.5

Pada dasarnya manusia itu sendiri dibekali hawa nafsu, dengan hawa nafsu

tersebut manusia bisa berkehendak sesuai yang diinginkannya. Namun karena hawa

nafsu cenderung memuja sesuatu yang bersifat kenikmatan atau kesenangan duniawi,

tidak sedikit manusia yang terjerumus di dalamnya. Manusia bebas berkehendak

sesuai apa yang diinginkannya meskipun terkadang menyimpang terhadap hak azasi

manusia, norma masyarakat, bahkan syariat agama sekalipun, sehingga dapat

4Mahir Ahmad ash-Shufiy, Ensiklopedia Akhirat, Misteri Kematian dan Alam Barzakh, h. 3

5Azyumardi Azra, Ensiklopedi Tasawuf (Bandung: Angkasa, 2008), h. 818.

Page 29: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

15

melalaikan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dengan begitu, keadaan

inilah yang membuat para sufi berusaha untuk menjauhkan hal itu, yakni dengan cara

mematikan hawa nafsu tersebut. Namun selain bermakna kiasan (al-majazi) dalam

ajaran tasawuf, al-maut juga dipahami seperti halnya definisi pada umumnya, yakni

berpisahnya ruh dari jasad manusia.6

Selain lafadz (موت), al-maut juga disebutkan dalam al-Qur’an dengan bentuk

lain, yakni dengan menggunakan lafadz (توفي), (الوفاة) yang berarti wafat, atau mati,

kata “tawaffa” yang merupakan asal kata dari wafat bermakna mematikan.7 Wafat

atau mati adakalanya disebut dengan wafat besar (kubra) dan wafat kecil (sughra‟).

Para ulama mendasarkan mati itu disamakan dengan tidur, tidur adalah wafat,

sedangkan bangun tidur adalah kebangkitannya.8 Allah berfirman dalam QS. al-

An’âm ayat 60, yang artinya, “Dan Dialah yang mewafatkan kalian pada malam hari

dan mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Ia

membangunkan kalian padanya (siang itu)”. Dan pada kesempatan lainnya Allah

SWT berfirman dalam QS. al-Zumar ayat 42, yang artinya, “Allah memegang jiwa

(orang) ketika matinya, dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu

tidurnya; maka tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya, dan

melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang telah ditentukan. Sesungguhnya pada

yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir”.9

6Azyumardi Azra, Ensiklopedi Tasawuf, h. 818-819.

7Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir, h. 1572.

8Umar Sulaiman al-Asyqar, Ensiklopedia Kiamat (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005), h.

27. 9Umar Sulaiman al-Asyqar, Ensiklopedia Kiamat (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005), h.

29.

Page 30: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

16

Wafat kecil (sughra) yang dimaksud adalah tidurnya seseorang, tidurnya

seseorang yang diidentikkan dengan mati, karena ketika seseorang sedang tidur

digenggamlah nyawa seseorang oleh Allah, kemudian ia melepaskannya kembali

seketika seseorang itu terbangun dari tidurnya. Tidur serupa dengan mati, yang

sedang tidur diibaratkan sebagai layang-layang yang terbang jauh ke angkasa, akan

tetapi talinya tetap dipegang oleh pemain, sedang (seseorang) yang telah mati

bagaikan layang-layang yang telah putus talinya, sehingga ia diterbangkan ke arah

yang dikehendaki angin dan tidak kembali.10

Itulah yang dimaksud dengan wafat

besar (kubra) adalah ketika Allah mengambil nyawa seseorang dan tidak

melepaskannya kembali hingga waktu yang telah ditentukan, dan kesemuanya itu

merupakan urusan Allah.11

Meskipun mati serupa dengan tidur, tetapi ada faktor

eksternal yang mempengaruhi seseorang, yang dalam hal ini adalah amal ibadah

seseorang tersebut. Bisa jadi dengan amalan ibadahnya yang baik akan menjadikan

kematian itu lebih nyaman daripada tidur, atau menjadikannya sakit melebihi aneka

sakit.12

Allah SWT menciptakan sebagian orang takut mati atau lebih suka hidup dari

pada mati. Pada satu sisi kematian dianggap sebagai suatu yang dinanti oleh sebagian

orang, sebab mereka beranggapan bahwa kematian adalah pintu menuju gerbang

keabadian, kehidupan di dunia hanyalah bersifat sementara, kehidupan di dunia

hanyalah ajang untuk mereka menunaikan kewajibannya sebagai khalifah Allah di

muka bumi,memperbanyak amal ibadah untuk bekal menuju kehidupan yang lebih

10

M. Quraish Shihab, al-Lubâb (Jakarta: Lentera Hati, 2013), h. 438. 11

Umar Sulaiman al-Asyqar, Ensiklopedia Kiamat, h. 28. 12

M. Quraish Shihab, al-Lubâb, h. 438.

Page 31: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

17

abadi, dan yang terpenting adalah untuk mencari ridha Allah SWT. Namun di sisi

lain, kematian oleh sebagian orang dianggap sesuatu yang sangat mengerikan dan

menakutkan sekaligus menjadi kepedihan yang sangat mendalam, sebab dengan

adanya kematian adalah kehancuran, kepunahan baginya. Semua harta kekayaan yang

mereka miliki dengan susah payah di dunia ini tidak akan dapat dipakainya lagi

ketika seseorang telah menemui ajalnya, berpisah dengan sanak saudara, kerabat,

bahkan orang-orang di sekelilingnya.13

Allah SWT telah menanamkan rasa cinta dunia pada diri manusia dengan

menganugerahkan rezeki dan keturunan. Manusia akan berusaha untuk memenuhi

kebutuhan diri dan keturunannya, mereka berusaha keras untuk memenuhi segala

kebutuhannya, baik sandang, pangan maupun papan untuk kelangsungan hidupnya

yang sejahtera. Namun seiring dengan kebutuhan manusia tersebut yang cenderung

ke arah yang bersifat keduniawian, Nabi Muhammad SAW memberi bimbingan

kepada manusia agar berusaha mendapatkan kehidupan dunia dan jangan berputus

asa. Diriwayatkan dari Ibnu Malik r.a. bahwa Rasulullah bersabda, “jika kiamat tiba

dan di antara kamu masih memegang bibit kurma, tanamlah bibit itu jika

memungkinkan.” (HR. Imam Ahmad dalam Musnad). Hal itu bukan berarti cinta

manusia terhadap kehidupan dunia dihapus Allah atau dihilangkan, melainkan agar

manusia lebih selektif dalam menjalankan amal ibadahnya, dalam artian kebutuhan

duniawi harus seimbang dengan kebutuhan akhiratnya, karena kehidupan akhirat

bersifat abadi.14

13

M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur‟an, h. 70. 14

Mahir Ahmad al-Shufî, Ensiklopedia Akhirat, Misteri Kematian dan Alam Barzah, h. 15.

Page 32: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

18

B. Kematian dalam al-Qur’an

Mati menurut Al-Qur’an adalah terpisahnya Ruh dari jasad dan hidup adalah

bertemunya Ruh dengan Jasad. Kita mengalami saat terpisahnya Ruh dari jasad

sebanyak dua kali dan mengalami pertemuan Ruh dengan jasad sebanyak dua kali

pula. Terpisahnya Ruh dari jasad untuk pertama kali adalah ketika kita masih berada

dialam Ruh, ini adalah saat mati yang pertama. Seluruh Ruh manusia ketika itu belum

memiliki jasad. Allah mengumpulkan mereka dialam Ruh dan berfirman sebagai

disebutkan dalam surat al-A’raf 172: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan

keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian

terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka

menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang

demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami

(bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”, (al-

A’raf 172).15

Ketika sampai waktu yang ditetapkan, Allah akan mengeluarkan Ruh dari

jasad. Itulah saat kematian yang kedua kalinya. Allah menyimpan Ruh dialam

barzakh, dan jasad akan hancur dikuburkan didalam tanah. Pada hari berbangkit

kelak, Allah akan menciptakan jasad yang baru, kemudia Allah meniupkan Ruh yang

ada di alam barzakh, masuk dan menyatu dengan tubuh yang baru sebagaimana

disebutkan dalam surah Yasin ayat 51: “Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba

mereka ke luar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka. 52-

Mereka berkata: “Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari

15

M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur‟an, h. 92.

Page 33: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

19

tempat tidur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah

dan benarlah Rasul-rasul (Nya)”. (Yasin 51-52)16

Manusia hidup di dunia bagaikan seorang musafir yang beristirahat sejenak,

apakah di bawah pohon yang rindang, atau di kolong langit di bawah teriknya panas

atau curahan hujan, namun yang pasti perjalanan berlanjut, detik demi detik berganti

sampai akhirnya suka atau tidak suka detik hidup kita di dunia pasti berakhir.17

Kita

hidup menghembuskan nafas adalah hakikat yang sulit dibantah dan hampir tidak

diperselisihkan oleh manusia. Tetapi ke mana hidup kita mengarah ? dapat

disimpulkan, etika agama begitupun filsafat, menetapkan adanya tujuan dalam hidup

ini. Ada tiga hal pokok mengenai tujuan hidup ini. Pertama, tentang kewajiban yang

menjelaskan apa yang mesti dikerjakan. Kedua, kebajikan dan bagaimana mestinya ia

dikerjakan. Ketiga, nilai-nilai yang menjelaskan mengapa kita melakukan hal-hal di

atas.18

Pada dasarnya kekhawatiran atau rasa takut, hadir bagi siapa yang menduga

atau menantikan datangnya sesuatu yang buruk. Ini berarti menyangkut sesuatu yang

akan datang, seperti halnya ketuaan, kelemahan, bahkan kematian yang merupakan

sebuah keniscayaan. Padahal jelas ketuaan dan kelemahan merupakan konsekuensi

dari keinginan kita untuk bertahan lama di pentas dunia ini. Dalam kasus takut

menghadapi kematian, hanya lahir bagi mereka yang tidak mengetahui hakikat maut,

ke mana ia akan berada setelah-Nya, atau yang menduga dengan adanya kematian itu

16

M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, h. 93. 17

M. Quraish Shihab, Menjemput Maut: Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT (Jakarta: Lentera

Hati, 2004), h. 9. 18

M. Quraish Shihab, Menjemput Maut: Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT, h. 18

Page 34: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

20

adalah sebuah kepunahan. Itu merupakan gambaran sekelompok orang yang tidak

memiliki dasar tentang kematian. Pada hakikatnya maut serupa dengan tidur, ia

nyaman, kecuali ada faktor lain yang membuatnya tidak nyaman. Arahnya pun jelas,

setelah kematian semua orang akan kembali pada Allah, dan kematian bukanlah akhir

dari segalanya, melainkan perpindahan dari satu alam ke alam lain, hanya sebuah

transisi kehidupan. Menuju kehidupan yang lebih abadi.19

Kematian itu bukanlah suatu kepunahan, melainkan perpindahan alam semata.

Dalam konteks kematian, tidak hanya ditemukan dalam ajaran agama, melainkan

keyakinan sebagian besar para filosof, ilmuwan, bahkan masyarakat umum meyakini

akan adanya konsep keabadian jiwa. Bahwa manusia itu sendiri terdiri dari dua

element, yakni badan yang berupa materi dan jiwa yang bersifat non-materi, sudah

dijelaskan dalam bab sebelumnya kehancuran itu berlaku pada benda-benda yang

tarstuktur, seperti halnya badan manusia, sedangkan jiwa karena sifatnya non-materi

sehingga tidak mengenal istilah kehancuran pada dirinya. Sekalipun ilmu

pengetahuan belum mampu mengungkapkan secara ilmiah mengenai keberadaan dan

hakikat jiwa, namun hampir semua masyarakat, suku, bangsa, dan agama

mengajarkan sebuah keyakinan yang sangat kuat akan gagasan keabadian jiwa. Salah

satu contoh sederhananya adalah orang Mesir kuno lebih senang membangun

kuburan ketimbang istana, itu menandakan bahwa ada kehidupan lain setelah

kematian, boleh saja jasad akan hancur, namun keyakinan keabadian jiwa Nampak

tercermin dari salah satu contoh di atas.20

19

M Quraish Shihab, Menjemput Maut, h. 42-44. 20

Komarudin Hidayat, Psikologi Kematian, h. 100-103.

Page 35: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

21

Dengan berbagai pandangan, baik yang menilai kematian adalah sebuah suatu

yang menakutkan, maupun sesuatu yang dinantikan kedatangannya. Sejatinya,

merenungkan makna kematian, tidak berarti lalu kita pasif. Sebaliknya, justru lebih

serius menjalani hidup, mengingat fasilitas umur yang teramat singkat dan pendek.

Ibarat orang sedang lomba lari, maka seseorang tersebut akan berpacu karena adanya

batas waktu dan garis finis.21

C. Proses Kematian

Ketika seseorang telah berbicara terkait kematian maka tak luput dari proses-

prosesnya, Hadis Nabi saw yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas ra bahwa

Rasulullah saw bersabda: "Bahwa malaikat maut memperhatikan wajah manusia

dimuka bumi ini 70 kali dalam sehari. Ketika Izrail datang merenung wajah

seseorang, ditemukan orang itu ada yang tertawa-tawa.” Lalu Malaikat izrail

berkata: 'Alangkah herannya aku melihat orang ini, sedangkan aku diutus oleh Allah

untuk mencabut nyawanya, tetapi dia masih bersantai dan bergelak tawa.' Jika dibuat

survey, dari 100 orang di dunia ini barangkali hanya 1 yang selalu ingat mati. Dalam

arti bahwa orang itu selalu menyiapkan dirinya untuk menghadapi maut yang bisa

datang kapan saja. Orang yang ingat mati akan selalu berusaha mengumpulkan bekal

untuk menghadapi dua tahap berikutnya yaitu alam barzah dan alam akhirat.22

Peristiwa kematian itu sangat menakutkan, orang hanya bisa berdoa dan

berusaha untuk menunda kedatangannya, tetapi tidak mampu mengalahkannya.

Karena ketakutannya itu sehingga manusia berusaha untuk melupakan dan menghibur

21

Komarudin Hidayat, Psikologi Kematian, h.84. 22

M. Quraish Shihab, Menjemput Maut: Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT, h. 25.

Page 36: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

22

dirinya. Dari sudut psikologi banyak pertanyaan muncul mengapa seseorang enggan

mati, absurd dan paradoks, memang. Sekali lagi, bahwa kematian itu adalah sebuah

kemestian yang tidak dapat terelakan. Karena kematian sudah merupakan kepastian,

dan suatu yang menakutkan, maka orang lebih memilih untuk tidak memikirkannya

dan berusaha menghindarinya agar bisa merasakan kebahagiaan setiap saat yang

dilaluinya. Seperti halnya burung unta, cara yang praktis ketika menghindari bahaya

adalah dengan memasukan kepalanya ke dalam pasir sehingga musuh yang ditakuti

tidak kelihatan, sekalipun sangat bisa jadi dalam hatinya ia merasa takut, begitu pula

manusia. Ia melupakan kematian dengan berbagai cara, namun selalu dibayangi oleh

sosok kematian.23

Dalam sebuah hadis Rasulullah saw menjelaskan bahwa kesakitan ketika

hampir mati itu seperti dipukul 100 kali dengan pedang tajam atau seperti dikoyak

kulitnya dari daging ketika masih hidup. Bayangkanlah betapa sakit dan dahsyatnya

saat menghadapi kematian. Bahkan Nabi Idris yang minta cara terhalus dalam

mencabut nyawa-Nya pun masih merasakan sakit luar biasa. Maka sangat

beruntunglah siapa yang matinya dalam keadaan khusnul khatimah. Salman Al-Farisi

meriwayatkan hadis Nabi saw yang artinya: "Perhatikanlah tiga hal kepada orang

yang sudah hampir mati itu. Pertama: berkeringat pada pelipis pipinya; kedua:

berlinang air matanya dan ketiga: lubang hidungnya kembang kempis. "Sedangkan

jika ia mengeruh seperti tercekik, air mukanya nampak gelap dan keruh, dan

mulutnya berbuih, menandakan bahwa azab Allah sedang menimpa dia." (HR.

23

Komarudin Hidayat, Psikologi Kematian, h. 138-144.

Page 37: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

23

Abdullah, al-Hakim dan at-Tarmizi) Kematian 'mengundang' manusia secara

perlahan-lahan atau bertahap mulai dari jasad, ujung kaki kemudian ke paha.24

Untuk orang kafir, ketika nyawanya hendak dicabut Izrail, wajahnya akan

menjadi gelap dan keruh dan dia mengeruh seperti binatang yang disembelih. Itu pula

tanda azab yang diterimanya karena dosa dan kekafiran mereka. Al-Qamah bin

Abdullah meriwayatkan hadis Rasulullah saw yang artinya: "Bahwa ruh orang

mukmin akan ditarik oleh Izrail dari jasadnya dengan perlahan-lahan dan halus,

sementara roh orang kafir akan direntap dengan kasar oleh malaikat maut bagaikan

mencabut nyawa seekor khimar." Mungkin ada juga orang kafir yang mati dalam

ketenangan karena ketika hidupnya dia berbuat kebajikan dan itu adalah balasan

terhadapnya karena setiap kebajikan pasti akan dibalas. Tetapi karena tidak beriman,

maka itu tidak menjadi pahala baginya dan kekafirannya tetap diazab di akhirat.25

Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa hidup di dunia ini bagaikan masa

tanam, dan hasil panennya nanti dinikmati setelah meninggal. Karena kematian

adalah suatu kemutlakan dan pasti kedatangannya, maka sikap terbaik kita adalah

bersiap untuk menyambutnya, sebagaimana kita menyambut datangnya pesta ulang

tahun, lebaran, atau peristiwa lain yang kita yakini pasti, padahal tingkat kepastiannya

tidak sebanding dengan kepastian datangnya peristiwa kematian. Dunia bagaikan

masa tanam, dan panennya adalah ketika setelah meninggal nanti. Ibarat seorang

petani yang begitu bergairah menanam dan mengurusi tanamannya dengan penuh

kasih dan antusiasme, baik karena kecintaan pada pekerjaannya maupun karena

24

Umar Sulaiman al-Asyqar, Ensiklopedia Kiamat, h. 33. 25

M. Quraish Shihab, Menjemput Maut: Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT, h. 98

Page 38: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

24

membayangkan datangnya hari panen. Jika harapan dan ramalan petani tentang hasil

panennya meleset dan mengecewakan, mungkin dikarenakan hama wereng maupun

akibat banjir, yakni masih banyak kemungkinan dalam hasil panennya meskipun

dalam prosesnya dilakukan dengan sebaik mungkin.26

Lain halnya dengan hukum sebab-akibat dari perilaku manusia, siapa yang

menanam kebaikan di dunia, maka akan memanen kebaikan pula di akhirat kelak, dan

barang siapa yang menanam keburukan di dunia, maka ia akan memanen

kesengsaraan kelak. Hukum sebab-akibat yang ditimbulkannya bersifat mutlak.27

Dalam sebuah petuah mengatakan “kita siap hidup, tetapi tidak siap mati.

Padahal, kematian akan datang juga sebagai sebuah pergiliran yang pasti.

Beruntunglah manusia yang beriman kepada Allah karena Dia Maha Pengampun,

Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dia menunggu kepulangan kita ke pelukan-

Nya dengan tetap menyediakan ampunan dan Rahmat-Nya, bagi siapapun yang

memintanya”.28

Telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, perihal definisi umum dan

seputar kematian, dan gambaran beberapa golongan dalam menghadapi atau

menyikapi problema kematian. Banyak hal yang harus dipersiapkan oleh seseorang

dalam menghadapi kematiannya, sejauh mana seseorang menyiapkan dirinya dalam

menghadapi kematiannya, langkah apa saja yang sudah mereka tempuh sejauh ini.

Pertanyaan tersebut secara tidak langsung mengajak kita agar senantiasa tergerak

hatinya untuk mempersiapkannya sedini mungkin. Salah satu upaya untuk

mempersiapkannya adalah dengan cara mengingatnya, mengapa mengingat kematian

26

M. Quraish Shihab, wawasan al-qur’an, h. 76 27

M. Quraish Shihab, membumikan al-qur’an, h. 57 28

Yusuf Mansyur, Kado Ingat Mati (Bandung: PT. Karya Kita, 2008), h. 74.

Page 39: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

25

itu begitu penting ? dijelaskan dalam sebuah hadis Nabi Muhammad: “Perbanyaklah

mengingat sesuatu yang memotong beberapa kelezatan dengan cepat”.29

Maksudnya adalah manusia sebisa mungkin mengurangi kelezatan duniawi

dengan mengingat kematian. Hidup di dunia hanyalah sementara, dan akhirnya kita

akan kembali kepada-Nya. Dalam hadis lain juga disebutkan “Persembahan mukmin

adalah maut”.30

D. Perbedaan Kematian bagi Manusia dan Hewan.

Kematian bagi manusia itu bukanlah suatu kepunahan, melainkan perpindahan

alam semata. Dalam konteks kematian, tidak hanya ditemukan dalam ajaran agama,

melainkan keyakinan sebagian besar para filosof, ilmuwan, bahkan masyarakat umum

meyakini akan adanya konsep keabadian jiwa. Bahwa manusia itu sendiri terdiri dari

dua element, yakni badan yang berupa materi dan jiwa yang bersifat non-materi,

sudah dijelaskan dalam bab sebelumnya kehancuran itu berlaku pada benda-benda

yang terstuktur, seperti halnya badan manusia, sedangkan jiwa karena sifatnya non-

materi sehingga tidak mengenal istilah kehancuran pada dirinya. Sekalipun ilmu

pengetahuan belum mampu mengungkapkan secara ilmiah mengenai keberadaan dan

hakikat jiwa, namun hamper semua masyarakat, suku, bangsa, dan agama

mengajarkan sebuah keyakinan yang sangat kuat akan gagasan keabadian jiwa. Salah

satu contoh sederhananya adalah orang Mesir kuno lebih senang membangun

kuburan ketimbang istana, itu menandakan bahwa ada kehidupan lain setelah

29

HR. Tirmidzi yang menganggapnya hasan, al-Nasai dan Ibnu Majah hadits ini termasuk hadits

riwayat Abu Hurairah r.a. 30

HR. Tirmidzi yang menganggapnya hasan, al-Nasai dan Ibnu Majah hadits ini termasuk hadits

riwayat Abu Hurairah r.a

Page 40: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

26

kematian, boleh saja jasad akan hancur, namun keyakinan keabadian jiwa Nampak

tercermin dari salah satu contoh di atas.31

Dengan berbagai pandangan, baik yang menilai kematian adalah sebuah suatu

yang menakutkan, maupun sesuatu yang dinantikan kedatanganya. Sejatinya,

merenungkan makna kematian, tidak berarti lalu kita pasif. Sebaliknya, justru lebih

serius menjalani hidup, mengingat fasilitas umur yang teramat singkat dan pendek.

Ibarat orang sedang lomba lari, maka seseorang tersebut akan berpacu karena adanya

batas waktu dan garis finish.32

Peristiwa kematian itu sangat menakutkan, orang hanya bisa berdoa dan

berusaha untuk menunda kedatanganya, tetapi tidak mampu mengalahkanya. Karena

kengerianya itu sehingga orang berusaha untuk melupakan dan menghibur dirinya.

Dari sudut psikologi banyak pertanyaan muncul mengapa seseorang enggan mati,

absurd dan paradoks, memang. Sekali lagi, bahwa kematian itu adalah sebuah

kemestian yang tidak dapat terelakan. Karena kematian sudah merupakan kepastian,

dan suatu yang menakutkan, maka orang lebih memilih untuk tidak memikirkanya

dan berusaha menghindarinya agar bisa merasakan kebahagiaan setiap saat yang

dilaluinya. Seperti halnya burung unta, cara yang praktis ketika menghindari bahaya

adalah dengan memasukan kepalanya ke dalam pasir sehingga musuh yang ditakuti

tidak kelihatan, sekalipun sangat bisa jadi dalam hatinya ia merasa takut, begitu pula

31

Komarudin Hidayat, Psikologi Kematian, h. 100-103. 32

Komarudin Hidayat, Psikologi Kematian. h.84.

Page 41: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

27

manusia. Ia melupakan kematian dengan berbagai cara, namun selalu dibayangi oleh

sosok kematian.33

Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, termasuk hewan.

Namun, satu hal yang masih menjadi misteri adalah apakah ada kehidupan

selanjutnya bagi hewan setelah mereka mati? Apakah ada surga dan neraka untuk

mereka?

Berdasarkan al-Qur’an surah al-Takwir 1-5, telah dijelaskan bahwa pada hari

kiamat, hewan (setidaknya beberapa dari mereka) akan dikumpulkan seperti halnya

pada manusia. Adapun bukti lainnya yang menjelaskan fenomena kehidupan hewan

pasca kematian juga terdapat pada al-Qur’an surat al-An'am ayat 38 yang isinya

sebagai berikut: "Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-

burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu.

Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah

mereka dihimpunkan.34

33

Komarudin Hidayat, Psikologi Kematianh. 138-144. 34

Abdul Qadir Abu Faris, Tazkiyatun Nafs Faris (Jakarta: Gema Insani, 2005) h.68.

Page 42: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

28

BAB III

FAKHR AL-DÎN AR-RÂZÎ DAN KITAB TAFSIRNYA

A. Biografi Fakhr al-Dîn al-Râzî

1. Riwayat Hidup Fakhr al-Dîn al-Râzî

Nama lengkapnya adalah Abu ‛Abdillah, Muhammad bin „Umar bin al-Ḥusain

bin al-Ḥasan bin ‛Ali al-Tamīmī al-Bakrī al-Tabrastānī al-Râzī, beliau mendapat gelar

Imam Fakhr al-Dîn, tetapi dikenal juga dengan Ibn al-Khatîb. Beliau dilahirkan di

Rayy, Iran pada 15 Ramadhan tahun 445 H. (1149-1209 M.).Beliau termasuk orang

kaya tapi tak jumawa. Mungkin kata-kata itu tepat melekat dalam diri keseharian

beliau. Nama besar al-Râzî ternyata juga berbanding lurus dengan kondisi

perekonomiannya. Beliau tergolong orang yang sangat berkecukupan kaya raya

dengan harta yang melimpah ruah. Kekayaannya tersebut tak lain diperoleh berkat

ilmunya itu. Sebab harta yang terkumpul itu sebagian besar adalah hibbah dari para

sultan, seperti Syihabbuddin al-Ghauri, Sultan Ghaznah, dan sultan ‛Ala ad-Din

Khawârizm Syah. Dengan kekayaannya tersebut tidak lantas beliau menyombongkan

diri, tidak lantas menjadikannya jumawa, tidak dinikmatinya sendiri, melainkan untuk

kepentingan agamanya, mendermakannya untuk kemanusiaan. Itu semua tidak lain

sebagai manifestasi rasa syukurnya atas nikmat yang telah Tuhan berikan selama ini.1

2. Aktivitas Keilmuan Fakhr al-Dîn al-Râzî

Perjalanan menuntut ilmunya diawali di daerahnya sendiri di bawah bimbingan

ayahandanya yang tercatat sebagai murid Imam al-Baghāwī, kemudian beliau

1Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufassir al-Qur’an, Dari klasik Hingga Kontemporer.

(Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013), h. 73.

Page 43: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

29

mengembara ke berbagai daerah seperti Khawarizm dan Khurasan. Di sana beliau

berguru kepada beberapa ulama termasyhur, seperti al-Kamal al-Syam‛ani, al-Majdi

al-Jîli, dan masih banyak ulama lainnya. al-Râzî sangat giat dan tekun dalam

menuntut ilmu, hampir seluruh disiplin ilmu dipelajarinya, dengan kecerdasan yang

dimilikinya maka wajarlah jika beliau dikenal sebagai pakar dalam berbagai ilmu

pengetahuan. imam terkemuka dalam bidang ilmu syar‛i, ahli tafsir dan bahasa, ilmu

kedokteran, matematika, fisika, bahkan astronomi, serta ahli fiqh dalam madzhab

Syafi‛i. Bukan hanya itu, al-Râzî juga dikenal sebagai orang yang ahli dalam

menguasai dua bahasa, bahasa Arab dan bahasa ‛ajam. Beliau juga sering berorasi,

berceramah, berpidato seputar keagamaan pada para jama‛ah, dan tak jarang para

jama‛ah pun menangis karena tersentuh dengan penyampaiannya yang begitu

mendalam dan berkesan. Dengan keahliannya tersebut tak jarang beliau berdialog

dengan para tokoh yang ada di tanah kelahirannya dan di beberapa Khawarizm dan

Khurasan.2

Fakhr al-Dîn ar-Râzî kemudian meninggalkan Khawarizm dan menuju

Transoxiana (Asia Tengah). Di sana al-Râzî disambut hangat oleh penguasa Dinasti

Guri, Giyatuddin dan saudaranya, Syihabuddin. Namun keberadaan Fakhr al-Dîn al-

Râzî tidak berlangsung lama, dikarenakan mendapat serangan-serangan tajam dari

golongan Karamiah yang mengharuskan Fakhr al-Dîn al-Râzî segera hengkang dari

Transoxiana menuju Ghazna, yang sekarang adalah Afganistan.

Dalam bidang fiqh, Fakhr al-Dîn al-Râzî menganut madzhab Syafi‛i, ia juga

menggunakan pemikiran yang dikembangkan kaum Asy‛ariyah. Sebagai seorang

2Husain al-Dzahabi, Tafsîr wa al-Mufassirûn (Kairo: Maktabah Wahbah, 2004), h. 206.

Page 44: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

30

yang mendalami teologi, kajian-kajian teologi dikembangkannya melalui pendekatan

filsafat, karena pendekatannya itu, kerap kali Fakhr al-Dîn al-Râzî dicap sebagai

seorang Muktazilah. Namun konsep dasar Muktazilah pun tidak luput dari kajian dan

kritiknya. Fakhr al-Dîn al-Râzî dinyatakan sebagai tokoh reformasi dunia islam pada

abad ke-6 H, sebagaimana tokoh Abu Hamid al-Ghazali pada abad ke-5 H. Bahkan ia

dijuluki sebagai tokoh pembangun sistem teologis melalui pendekatan filsafat.3

Pembahasan lain yang tidak luput dari perdebatan kaum mutakallimin adalah

mengenai sifat Tuhan Yang Maha Esa. Dalam permasalahan ini, Fakhr al-Dîn al-Râzî

sepakat dengan kalangan Asy‛ariyah, ia mengakui adanya sifat Tuhan. Akan tetapi

sifat-sifat Tuhan itu hanya berjumlah delapan buah, sebagaimana dikembangkan oleh

Imam Syafi‟i, yaitu wahdaniyyat (esa), al-hayah (hidup), al-‘ilm (berilmu), al-qudrat

(berkuasa), al-iradat (berkehendak), al-sam‛u (mendengar), al-bashr (melihat), dan

al-kalam (berfirman).4

Dalam menghadapi ayat–ayat yang berkonotasi tajsim dan takhshis

(anthropomorfis) bagi Tuhan, Fakhr al-Dîn memahaminya sebagai majazi (kiasan),

yang perlu dipahami dan di takwilkan secara metafora, Tuhan menurutnya adalah

suci dari semua penyerupaan dan penyamaan. Tuhan tidak berjisim, karena yang

berjisim memerlukan ruang dan waktu, memerlukan adanya dimensi, setiap yang

berdimensi adalah terbatas, dan setiap yang terbatas bukanlah Tuhan. Tuhan,

menurutnya adalah wajib al-wujud li-dzatih (wajib adanya karena Dzat-Nya) dan

tuhan mempunyai beberapa keistimewaan lainnya, seperti la yatarakkab min ghairihi

3 Azyumardi Azra, Ensiklopedi Islam Jilid 1, h. 328

4 Azyumardi Azra, Ensiklopedi Islam Jilid 1, h.329.

Page 45: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

31

(tidak tersusun dari unsur lain), lâ yatarakkabu ‘anhu ghairuhu (selainnya bukan

berasal dari Dzat-Nya), lâ yakunu wujuduhu za’idan ‘ala mahiyatih (wujud-Nya

bukan di luar hakikat-Nya), dan la yakunu musytarikan bain al-isnain (Ia bukan

kombinasi dari dua unsur).

B. Latar Belakang Penulisan Tafsir Mafâtîh al-Ghayb

Fakhr al-Dîn al-Râzî Dalam perjalanan menuntut ilmunya tidaklah selalu

mulus, usut demi usut keadaan seting sosial kala itu sedang dilanda krisis moral,

kekacauan di mana-mana, seperti halnya krisis dalam politik, keilmuan, masyarakat

yang kacau balau, bahkan krisis dalam hal akidah. Seperti halnya seorang pencari

ilmu yang lainnya, Fakhr al-Dîn selalu berpindah tempat dari satu tempat ke tempat

lainnya untuk mencari wawasan baru dan mengamalkan ilmu yang dimilikinya. Kala

itu Fakhr al-Dîn al-Râzî meninggalkan kota kelahirannya menuju Khawarizm (sebuah

daerah di Asia bagian Tengah). Di mana di daerah tersebut berkembang pesat aliran

Mu‟tazilah. Pada kesempatan lain ia pun berpindah meninggalkan Khawarizm

menuju Transoxiana (Asia Tengah), namun keberadaannya di Transoxiana tidak

berjalan lama karena faktor krisis yang mengharuskannya hengkang. Kemudian ia

berpindah lagi Ghazna (sebuah desa di Afghanistan), meskipun daerah tersebut tidak

jauh berbeda dengan desa-desa sebelumnya yang penuh dengan konflik, di sana ia

mulai menetap sampai mendirikan majelis keilmuan.5

Di samping menghadapi konflik yang begitu pelik, perlahan ia mencoba

mempelajarinya satu persatu konflik tersebut. Alhasil berkat kerja kerasnya dalam

menekuni sekaligus mendalami berbagai konflik, muncullah seorang Fakhr al-Dîn al-

5Azyumardi Azra, Ensiklopedi Islam, h. 328.

Page 46: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

32

Râzî sebagai seorang yang ikut ambil bagian sebagai “Problem Soulving”, pemecah

kebuntuhan kala itu. Fakhr al-dîn al-Râzî semakin mencuat namanya, dan dikenal

ulama yang menguasai banyak disiplin ilmu dan sangat menonjol dalam ilmu-ilmu

‛aqli dan naqli. Ia pun memperoleh popularitas besar di segala penjuru dunia. Berkat

kemandirian, ketekunan serta kecerdasan yang dimiliki dalam setiap kesempatannya

mencari ilmu, tak ayal banyak karya yang telah ditorehkannya dalam bentuk karya

tulis dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Kurang lebih 100 buah kitab telah ia

persembahkan dalam dunia keilmuan. Salah satu karya monumentalnya adalah kitab

tafsir Mafâtîh al-Ghaib.6

C. Sumber Penafsiran dan Ihwal Kepengarangan Kitab Tafsir Mafâtîh al-Ghaib

Berkat keluasan ilmu yang dimilikinya, baik dalam ilmu-ilmu umum maupun

ilmu-ilmu agama, namun ada satu kelebihan yang dimilikinya, yakni ilmu-ilmu

„aqliyah. Sehingga secara tidak langsung pengaruh rasionalitasnya sangat besar

terhadap karya yang dibuatnya, khususnya dalam kitab tafsir Mafâtîh al-Ghaib, tak

heran jika ia mencampur adukan berbagai bidang keilmuan dalam tafsirnya itu. Fakhr

al-Dîn telah mencurahkan perhatian untuk menerangkan korelasi (munasabah) antar

ayat dan surat dalam al-Qur‟an satu dengan yang lain, serta banyak menguraikan

ilmu, seperti ilmu kedokteran, logika, filsafat, hikmah, ilmu eksakta, fisika, falak, dan

kajian-kajian masalah ketuhanan menurut metode dan argumentasi para filosof yang

rasional, di samping itu juga mengemukakan pendapat madzhab-madzhab fiqh. Ini

semua terkadang mengakibatkan keluarnya dari pembahasan makna dalam al-Qur‟an

dan jiwa-jiwa ayatnya serta membawa nash-nash Kitab kepada persoalan-persoalan

6Mannâ al-Qatthân, Studi Ilmu-ilmu Qur‟an (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2011), h. 506.

Page 47: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

33

ilmu „aqliyah dan peristilahan ilmiahnya yang bukan untuk itu nash-nash tersebut

diturunkan. Oleh karena itu, kitab ini tidak memiliki rohaniyah tafsir dan hidayah

Islam, sampai-sampai sebagian ulama mengatakan “Di dalamnya terdapat segala

sesuatu selain tafsir itu sendiri”.7

Kitab tafsir Mafâtîh al-Ghaib terdiri dari 12 jilid besar, namun berbagai

pendapat menyatakan bahwa Fakhr al-Dîn tidak sempat untuk menyelesaikannya,

namun pendapat-pendapat itu tidak sepakat mengenai sejauh mana ia menyelesaikan

tafsirnya dan kemudian siapa yang meneruskannya. Muhammad Husain ad-Dzahabi

dalam kitabnya Tafsîr wa al-Mufassirûn mengemukakan bahwa “saya katakan,

sebagai pemecah dari perbedaan pendapat selama ini tentang kesimpangsiuran

tentang apakah Fakhr al-Dîn al-Râzî telah menyempurnakan kitabnya, dan jika tidak,

lantas siapa yang meneruskannya. Adalah Fakhr al-Dîn al-Râzî sebagai penafsir,

namun hanya sampai surat al-Anbiyâ saja, kemudian selanjutnya diteruskan oleh

Syihabuddin al-Khûbi, sayangnya, ia pun tidak sampai tamat, kemudian dilanjutkan

oleh Najmuddin al-Qamûlî yang menyempurnakannya sampai akhir. Tetapi dapat

juga dikatakan bahwa al-Khubi telah menyempurnakannya hingga selesai, sedangkan

al-Qamuliy menulis penyempurnaan lainnya. Bukan yang ditulis oleh al-Khubi.

Seperti yang dilansir dari kitab Kasyfu al-Dzunun.Namun dengan begitu, meskipun

dalam penjelasan tadi bahwa penyempurnaan kitab tafsir Mafâtîh al-Ghaib

7Manna al-Qatthan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, h. 529.

Page 48: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

34

disempurnakan oleh tiga orang, tidak terjadi perbedaan yang cukup serius dalam segi

penafsirannya.8

D. Metode dan Corak Tafsir Mafâtîh al-Ghaib

Kitab tafsir Mafâtîh al-Ghaib adalah salah satu karya terbesar yang dimiliki

oleh Fakhr al-Dîn al-Râzî, kitabnya terdiri dari 12 jilid dengan gaya penafsiran sesuai

dengan urutan mushafi, yakni mulai di mulai dari surah al-Fatihah dan di akhiri

dengan surah al-Nas. Kitab tafsir ini tergolong ke dalam tafsir bi al-ra‛yi di mana

pemikirannya di dasarkan atas sumber ijtihad dan pemikiran sang mufasir, disertai

dengan kaidah kebahasaan serta teori ilmu pengetahuan.9

Fakhr al-Dîn al-Râzî dalam menafsirkan ayat- ayatnya lebih mengedepankan

atas dasar pemikirannya sendiri disertai dengan pendapat-pendapat ulama lainnya, ia

tidak terlalu mengutamakan hadîts Nabi. Dalam penafsirannya ia memberikan ruang

yang terbatas untuk memposisikan hadist-hadits Nabi tersebut. Metode yang

digunakan dalam kitab tafsir ini cenderung kepada metode tahlili, di mana ia

mengurai aspek-aspek yang terkandung dalam al-Qur‟an, disebutkan juga kitab tafsir

ini merupakan kitab tafsir bi al-ra‛yi yang komprehensif. Selain itu, Fakhr al-Dîn al-

Râzî dalam hal ini menafsirkan ayat-ayat kematian dengan pendekatan falsafah

sebagaimana berlatar belakangnya sebagai seorang ahli yang banyak membidangi

ilmu-ilmu pengetahuan, akan tetapi dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an Fakhr al-

Dîn al-Râzî lebih menonjolkan dari sisi ilmu filsafat yang dimilikinya.10

8Mana‟ul Qatthan, Mabahits fî ‘Ulûm al-Qur‟an: Pembahasan Ilmu al-Qur‟an 2 (Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 1994), h. 228-229. 9Husain al-Dzahabi, Tafsir wa al-Mufassirûn, h. 206.

10 Husain al-Dzahabi, Tafsir wa al-Mufassirûn h. 207.

Page 49: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

35

BAB IV

PENAFISRAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG KEMATIAN DALAM

TAFSIR MAFÂTÎH AL-GHAIB

A. Gambaran seputar Kematian

Dalam kategori ini menjelaskan gambaran seputar kematian, antara lain

meliputi datanganya waktu kematian, proses pencabutan nyawa, konteks kematian.

Allah menciptakan kematian sebagai akhir yang pasti bagi kehidupan. Sebagaimana

diketahui sejauh ini tidak ada seorangpun yang mampu menghindari kematian. Tidak ada

harta benda, kesehatan, jabatan atau kawan yang dapat menjamin keselamatan seseorang dari

maut. Setiap orang pasti mati. Abu Hurairah mengingatkan untuk memperbanyak mengingat

kematian, karena Allah membuka hati orang yang banyak mengingat mati dengan

memudahkan kematian baginya.1 Hasan Basri berkata “Barang siapa mengetahui bahwa

kematian itu urat nadinya, kiamat itu hari pertemuannya dan menghadap Allah itu tempat

tinggalnya maka yang harus ia lakukan adalah bersedia apabila hidup berlama – lama di

dunia. Maksudnya adalah pikirannya terfokus pada kehidupan akhiratnya dan tempat

tinggalnya adalah di hadapan Allah.2

QS. al-Anbiyâ‟: 34-35

Artinya: Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum

kamu (Muhammad); Maka Jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal?

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kami akan menguji kamu dengan

1Azyumardi Azra, Ensiklopedi Islam, h. 327.

2 Azyumardi Azra, Ensiklopedi Islam, h. 339.

Page 50: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

36

keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan Hanya

kepada kamilah kamu dikembalikan. (Q.S. al-Anbiyâ‟ (21): 34-35).

Surah al-Anbiya menurut Manna al-Qathan tergolong dalam surah Makkiyyah

periode kedua atau pertengahan3. Adapun ayat ini menjelaskan tentang sebuah

penegasan Allah Swt terhadap eksistensi manusia atas pertanyaan orang kafir apakah

Nabi Muhammad SAW itu kekal sebagai manusia mengingat dia adalah Nabi akhir

zaman. Sehingga turunlah ayat ini, Fakhr al-Dîn al-Râzî menjelaskan ayat ini dalam

kitab tafsirnya dengan menyajikan beberapa permasalahan, pertama pertanyaan orang

kafir akankah Nabi Muhammad SAW itu kekal? kedua, jika memang Nabi

Muhammad SAW mati, mereka akan mengolok-olok keberadaan Nabi, mereka

beranggapan apa keistimewaan Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir, padahal

dia juga mati seperti nabi-nabi terdahulu. Permasalahan yang ketiga, mengingat Nabi

Muhammad SAW adalah Nabi terakhir dan sekaligus pembawa Syari‛at kemudian

mati, pastilah syari‛atnya pun akan terhenti pula.4

Menanggapi pernyataan tersebut kemudian dijelaskan pula pada kitab Asrâr al-

Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, menegaskan bahwa setiap yang berjiwa pasti merasakan

yang namanya kematian, tanpa terkecuali, dijelaskan pula dalam ayat ini

sesungguhnya ruh manusia itu mati, kematian itu adalah dzauq, dalam artian sebuah

penemuan, sebuah pencicipan indrawi yang terjadi pada saat seseorang mengalami

sakaratul maut. Namun sebelum itu manusia akan diuji dengan ujian demi ujian, baik

berupa kenikmatan maupun musibah, karena ujian bukan hanya digambarkan berupa

3Manna al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, bogor, Pustaka Litera Nusa, 2009, h. 74

4 Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafâtîh al-Ghayb, Jilid 8, h. 4677

Page 51: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

37

musibah saja, karena kenikmatan juga adalah sebuah ujian yang Allah berikan kepada

hamba Nya. Setelah ujian demi ujian itu diberikan , maka hanya kepada Nya-lah

semuanya akan kembali.5

QS. Ghâfir: 67.

Artinya: Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah Kemudian dari setetes

mani, sesudah itu dari segumpal darah, Kemudian dilahirkannya kamu sebagai

seorang anak, Kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada

masa (dewasa), Kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara

kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu

sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya). (Q.S.

Ghâfir (40): 67).

Surah Ghâfir menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surah Makkiyyah

bagian ketiga atau bagian akhir6. Adapun ayat ini menjelaskan proses penciptaan

manusia hingga kematianya, menurut Fakhr al-Dîn al-Râzî dalam tafsiran ayat ini

menjelaskan manusia itu diciptakan dari mani dan darah haid, sedangkan air mani itu

sendiri diciptakan dari darah, yang mana darah itu dihasilkan dari makanan baik dari

tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Penciptaan manusia sama halnya dengan

penciptaan hewan, ujung dari penciptaan keduanya adalah manusia dihasilkan dari

mani, mani dihasilkan dari darah, darah dihasilkan dari makanan, makanan dari

5Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl (Beirut: Dar el-Fikr, 2003), h. 205

6 Manna al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, h. 76

Page 52: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

38

tumbuh-tumbuhan, tumbuh-tumbuhan dihasilkan dihasilkan dari tanah dan air. Jadi

manusia itu diciptakan dari tanah.7

Adapun fase-fase pertumbuhan manusia itu dibagi ke dalam tiga tahap:

pertama, masa kanak-kanak, kedua, masa baligh (remaja), dan ketiga, masa tua.

Dimasa tua inilah kehidupan seseorang mulai melemah, baik kekuatan badan maupun

ingatanya. Dari rantaian fase di atas menunjukan bahwa kelemahan fisik dan

melemahnya daya ingat seseorang secara alamiah mendekatkan seseorang pada

kematianya, namun diantara dari sebagian mereka ada yang diwafatkan sebelum fase

yang telah ditetapkan tadi, inilah merupakan kebesaran Allah SWT.8

QS. al-Zumar: 42

Artinya: Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa

(orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka dia tahanlah jiwa (orang)

yang Telah dia tetapkan kematiannya dan dia melepaskan jiwa yang lain sampai

waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-

tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir. (Q.S. al-Zumar (39): 42)

Surah al-Zumar menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surah

Makkiyyah bagian ketiga atau bagian akhir9. Adapun ayat ini menjelaskan

sesungguhnya kematian itu ditangan Allah, Allah memegang jiwa seseorang ketika

dalam keadaan mati dan tidurnya. Ketika dalam keadaan tidur, Allah menahan ruh

7 Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafâtîh al-Ghayb jilid 9,h. 5816

8 Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, h. 209

9Manna al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, h. 74

Page 53: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

39

seseorang tersebut hingga seseorang terbangun dari tidurnya dan dikembalikanya ruh

tersebut, adapun ketika dalam kematianya, Allah menahan ruh seseorang tetap disisi-

Nya. Dijelaskan oleh Fakhr al-Din al-Râzî, antara tidur dan mati adalah satu jenis yang

sama, hanya saja jikalau tidur itu terputusnya ruh secara tidak sempurna, sedangkan

mati terputusnya ruh secara sempurna. Beliau juga menjelaskan rûh itu ibarat jauhar

(intan) yang bercahaya, ketika dalam keadaan tidur putuslah cahaya tersebut, dan

cahaya tersebut akan bersinar ketika seseorang terbangun dari tidurnya. Dalam ayat

ini dijelaskan tiga hubungan antara ruh dengan badan. Pertama, rûh bercahaya ketika

menytu dengan badan, kedua, meskipun antara tidur dan mati adalah satu jenis yan

sama akan tetapi keadaan tidur tidak sepenuhnya mati, masih memiliki sifat

kehidupan seperti bernafas dan sebagainya, ketiga, kematian adalah terputusnya ruh

secara sempurna. Yang demikian itu adalah salah satu keagungan Allah SWT, bahwa

Allah berhak atas semuanya, dan agar kalian semua berpikir.10

QS. al-Ankabût: 57

Artinya: Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah

kepada kami kamu dikembalikan. (Q.S. al-Ankabût (29): 57)

Surah al-Ankabut menurut Manna al-Qathan tergolong dalam surah Makkiyyah

bagian ketiga atau bagian akhir11

. Adapun ayat ini menjelaskan tentang gambaran

sebuah kematian, yakni kematian itu pasti akan menghampiri semua mahluk yang

bernyawa. Menurut Fakhr al-Dîn al-Râzî, menggambarkan kematian sebagai sesuatu

10

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafâtîh al-Ghayb, jilid 9, h. 5727-5728 11

Manna al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, h. 74

Page 54: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

40

yang tidak enak, dan sesuatu itu mau tidak mau pasti terjadi, pasti menghampiri kita.

Namun di balik itu semua Allah memberikan jawaban dari kematian ini, yakni hanya

kepada Nya lah semuanya akan kembali dan dikembalikan. Pada hakikatnya kematian

itu terjadi hanya bersifat sementara, kematian ini hanyalah sebuah transisi,

perpindahan dari satu alam ke alam lain, dan di alam tersebut mereka tidak lagi mati,

melainkan mereka akan hidup disisi Allah.12

Selain Allah semuanya akan dihukumi mati. Semuanya akan merasakan

kematian, namun lebih baik lagi mati dijalan Allah. Dengan adanya kematian ini

merupakan sebuah peringatan kecil bagi setiap jiwa manusia untuk senantiasa

menyadari bahwa kita diciptakan oleh Allah dan pasti kembali dan dikembalikan

disisi Allah Swt.13

QS. Luqman: 34

Artinya: Sesungguhnya Allah, Hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan

tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa

yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan

pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang dapat

mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha

mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. Luqman (31): 34)

12

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafâtîh al-Ghayb, jilid 9, h. 5292. 13

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, h. 215

Page 55: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

41

Surah Luqman menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surah Makkiyyah

bagian ketiga atau akhir14

. Adapun ayat ini menjelaskan tentang misteri kematian dan

sesuatu yang belum terjadi yang tidak diketahui oleh manusia, manusia tidak tahu

peristiwa apa yang terjadi esok hari, di tempat mana seseorang itu akan mati, dan

kapan terjadinya hari kiamat, semua itu adalah rahasia Allah, Allah Maha mengetahui

segalanya. Dalam ayat ini Fakhr al-Dîn al-Râzî menjelaskan tentang ketakutan manusia

akan hari kiamat, dalam ayat ini pula ditegaskan, seseorang tidak perlu menakutkan

akan hal itu, sebab itu adalah sesuatu yang pasti terjadi. Ibarat kata untuk apa

memikirkan sesuatu yang pasti terjadi, sedangkan untuk esok harinya saja kita tidak

tahu apa yang bakal terjadi, Jadi tidak serta merta Allah menyimpan rahasia itu tanpa

makna, di balik itu semua ada hikmah tersendiri, dengan adanya kepastian seperti

halnya kiamat dan kematian, pertama manusia dituntut harus mengimani, kedua

manusia dituntut untuk selalu berpikir, berusaha sebaik mungkin, dan merenungi.

Pada akhirnya semuanya akan kembali pada Allah Swt.15

QS. Yûnus: 55-56

Artinya: Ingatlah, Sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan di

bumi. Ingatlah, Sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan mereka

tidak mengetahui(nya). Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan dan Hanya

kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (Q.S. Yûnus (10): 55-56).

14

Manna al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, h. 75 15

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafâtîh al-Ghayb, jilid 9, h. 5363.

Page 56: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

42

Surah Yunus menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surat Makkiyyah

bagian ketiga atau bagian akhir.16

Adapun ayat ini menjelaskan tentang kekuasaan

Allah, sebuah penegasan bahwa semua, segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit

adalah milik Allah SWT. Akan tetapi kebanyakan dari mereka tidak mengetahuinya.

Menurut Fakhr al-Dîn al-Râzî segala sesuatu yang ada di bumi maupun di langit ini

adalah dalil atau bukti untuk memantapkan keimanan hamba Nya, dan bukan hanya

itu saja, dengan kuasa Nya Allah mampu menciptakan sesuatu dari sesuatu yang mati

kemudian mematikan sesuatu itu dan menghidupkanya kembali, itu merupakan

sebuah perkara yang sangat mudah bagi Allah, seperti yang telah disebutkan dalam

ayat-ayat sebelumnya.17

Perlu diketahui juga, di balik kekuasaan Allah dalam berkehendak atau

menciptakan sesuatu, terdapat sebuah pelajaran sekaligus menjadi peringatan bagi

hamba Nya, yakni hanya sesuatu yang “mungkin” terjadi, itulah kuasa Allah dalam

menciptakan segala sesuatunya, dalam artian selagi dalil-dalil kekuasaan Allah tidak

bersebrangan dengan logika manusia.18

Untuk memahaminya, ada sebuah

perumpamaan kecil yang terkadang seseorang terjebak dalam sebuah pertanyaan

tersebut.19

Mampukah Allah menciptakan batu yang sangat besar sehingga Allah sendiri

tidak bisa mengangkatnya? jawabnaya adalah jelas, itu adalah sesuatu yang tidak

mungkin terjadi pada Allah. Karena dalam menciptakan segala sesuatunya Allah

16

Manna al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, h. 74 17

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafâtîh al-Ghayb jilid 6,h. 3567 18

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafâtîh al-Ghayb jilid 6,h. 3568 19

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, h. 211

Page 57: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

43

menghubungkanya dengan segala sesuatu yang “mungkin” terjadi, diluar itu Allah

tidak akan menjadikannya sesuatu itu.20

QS. al-An‛âm: 60-61

Artinya: Dan dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan dia mengetahui

apa yang kamu kerjakan di siang hari, Kemudian dia membangunkan kamu

pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang Telah ditentukan,

Kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu dia memberitahukan kepadamu

apa yang dahulu kamu kerjakan. Dan dialah yang mempunyai kekuasaan

tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-

malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di

antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat kami, dan malaikat-

malaikat kami itu tidak melalaikan kewajibannya. (Q.S. al-An‛âm (6): 60-61).

Surah al-An‛âm menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surah

Makkiyyah bagian ketiga atau bagian akhir21

, adapun ayat ini menjelaskan bahwa

Allah menunjukan salah satu keMaha kuasaan terhadap makhluk-Nya. Allah mampu

memindahkan keadaan seseorang dari tidur menjaditerbangun, dari yang hidup

menjadi mati, dan Allah mengatur semua itu dengan sebaik-baiknya.

Menurut Fakhr al-Dîn al-Râzî , dalam lafazh Alladzî yatawaffâkum billaili,

yakni atas kehendak dan kuasa-Nya Allah dzat yang menggenggam kematian

seseorang di malam hari. Seperti yang termaktub dalam Qs. al-Zumar: 42, Allah

20

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafâtîh al-Ghayb jilid 6,h. 3568 21

Manna al-Qathan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, h. 74

Page 58: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

44

memegang jiwa seseorang dalam keadaan mati maupun sebelum kematiannya. Allah

menggenggam nyawa seseorang pada saat kematianya dan nyawa seseorang yang

belum mati di waktu tidurnya. Pada hakikatnya antara kematian dan tidur itu

merupakan satu jenis, namun yang membedakan antara keduanya adalah jika mati itu

terputusnya ruh dari jasad secara sempurna, sedangkan jikalau tidur terputusnya ruh

dengan jasad secara tidak sempurna, Allah akan mengembalikan nyawa seseorang

hingga seseorang tersebut terbangun dari tidurnya sampai batas waktu yang telah

ditentukan (kematianya). Wa ya‛lamumâ jarahtum binnahâr, seseorang tersebut

dibangunkan lagi di waktu siang hari berupa kesadaran dan sesungguhnya Allah

maha mengetahui atas segalanya. Dari semua penjelasan di atas, bahwa Allah adalah

dzat yang maha kuasa, Allah menjadikan sesuatu yang belum ada menjadi ada dan

meniadakan sesuatu yang ada menjadi tidak ada, dan hanya kepada-Nya lah kita

dikembalikan.22

Dijelaskan pula dalam Q.S. al-Zumar ayat 42, bahwa Fakhr al-Din al-Râzî

menyebut tidur adalah satu jenis yang sama dengan mati. Hanya saja yang

membedakan antara keduanya adalah jikalau tidur itu terputusnya ruh yang tidak

sempurna, masih memiliki sifat hidup pada umumnya, seperti halnya bernafas dan

lainya, sedangkan mati itu terputusnya ruh secara sempurna, tidak adanya tanda-tanda

kehidupan.23

Diteruskan dalam ayat selanjutnya, lagi-lagi berbicara tentang begitu

sempurnanya Allah SWT, Allah itu Maha kuasa. Bahwa Allah itu berkuasa di atas

22

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafâtîh al-Ghayb jilid 5,h. 2652. 23

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, h. 198

Page 59: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

45

hambanya, seperti halnya dalam lafadz yadullah fauqa aydîhim bukan dimaknai

secara harfiah bahwa Allah itu ada di atas tangan mereka, bahwa Allah mempunyai

tangan dan sebagainya, melainkan yang dimaksud adalah kekuasaan yang Allah

miliki. Dalam kaitanya dengan kematian, kematian adalah sepenuhnya hak Allah,

kapanpun dan di manapun Allah berhak atas semua yang telah ditetapkanya sesuatu

itu.24

Menurut Fakhr al-Dîn al-Râzî, Di samping itu Allah juga mempunyai mahluk

yang bernama malaikat, di mana para malaikat ini mempunyai kewajiban masing-

masing, yakni menjalankan tugas yang telah diperintahkan Allah untuknya. Salah

satunya adalah malaikat pencabut nyawa, perlu ditegaskan bahwa Allah menugaskan

para malaikat bukan berarti Allah sendiri tidak mampu melakukanya, jelas-jelas jika

itu terjadi maka itu adalah sifat muhal yang dimiliki Allah yang berarti Allah itu

batal, bukan begitu, melainkan itu adalah sunnatullah yang sudah Allah tetapkan.

Disamping itu paara malaikat dalam menjalankan tugasnya tidak lain atas izin Allah.

Karena Allah sudah menetapkan segala sesuatunya.25

Dijelaskan juga bahwanya pada setiap mahluk (manusia) itu terdapat malaikat

yang ditugaskan Allah untuk menjaganya, yang disebut malaikat hafadzoh. Ada

beberapa pendapat mengenai malaikat tersebut. Pertama, ada yang menyebutkan

bahwa malaikat hafadhoh itu adalah malaikat maut, yang kedua menyebutkan bahwa

malaikat hafadzoh itu bukan malaikat maut, namun dari perbedaan pendapat itu, para

ulama menyondongkan bahwa yang disebut malaikat hafadzoh itu berbeda dengan

24

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafâtîh al-Ghayb jilid 5, h. 2652-2654 25

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, h. 225

Page 60: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

46

malaikat maut, bukan jenisnya. Dijelaskan bahwa tugas dari malaikat hafadzoh ini

adalah menjaga rûh dan jiwa agar tetap bersatu dan tetap terjaga, sebab sifat jasad dan

rûh itu sangat bertolak belakang. Sifat jasad yang cenderung bersifat kotor, bau,

gelap, penuh dengan nafsu, sedangkan sifat dari rûh itu cenderung suci, bersih bahkan

bercahaya. Secara logika jika kedua sifat tersebut disatukan, tidak mustahil lagi akan

saling bertolak, namun berkat para malaikat tersebut, keduanya dapat tetap bersatu

sampai batas waktu yang telah ditentukan.

Menurut imam Mujahid, malaikat menganggap bumi ini sebagai satu wadah

yang diisi dengan sesuatu, begitu kecil bumi ini, sehingga tidaklah mustahil jika para

malaikat dengan begitu mudahnya menjalankan tugasnya, sebut saja malaikat

pencabut nyawa. Dalam mencabut nyawa seeorang ibarat malaikat mengambil

sesuatu itu dari wadah tersebut, sekali lagi, itu semua tidak lain atas seizin Allah

SWT.26

QS. Ali-Imran: 185

Artinya: Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada

hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. barangsiapa dijauhkan dari

neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia Telah beruntung.

kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.

(Q.S. ali-Imran (3): 185).

26

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, h. 185

Page 61: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

47

Surah Ali-Imran menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surah

Madaniyyah27

. Adapun ayat ini menjelaskan sebagian sikap dari orang munafik

dalam perang Uhûd, mereka mengklaim dapat menghindar dari kematian,

sebagaimana telah dijelaskan dalam ayat sebelumnya. Ayat ini juga bertujuan untuk

menghibur Nabi Muhammad SAW dari respon negatif dari orang-orang Yahudi,

bahwa siapapun ia, baik golongan orang yang beriman maupun orang-orang yang

mendustakan ayat-ayat Allah, pasti akan merasakan kematian. kemudian setelah

kematianya ia akan mendapat balasan yang baik maupun yang buruk sejak

kematianya, namun ketika itu belum semua ganjaran yang diterima oleh mereka,

melainkan pada hari kiamat sajalah pahala akan disempurnakan, berbahagialah bagi

mereka yang ketika di dunianya beramal baik, dan sebaliknya merugilah bagi mereka

yang mendustakan ayat-ayat Nya. Untuk itu, gunakanlah masa hidup ini dengan

sebaik-baiknya, sesungguhnya kehidupan bagi orang yang tidak beriman itu tidak lain

hanyalah kesenangan yang memperdayakan, sedangkan kehidupan bagi orang yang

beriman kehidupan adalah kesenangan sekaligus menjadikanya sebagai kesenangan

duniawi dan mengantarkanya ke akhirat nanti.28

Menurut Fakhr al-Dîn al-Râzî, kematian juga disifati dengan pencicipan

sebelum mengalaminya, yang menandakan sebagai sebuah proses dari kematian itu

sendiri, rasa sakit dan kenikmatan saat kematian merupakan sebagian kecil saja

kepedihan dan kenikmatan yang akan dirasakan. Masih ada kenikmatan dan

kepedihan yang melebihi, yakni setelah proses kematian itu. Kematian bagi orang

27

Manna al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, h. 75 28

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, h. 233

Page 62: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

48

yang beriman adalah sebuah kenikmatan, yakni sebelum kematian menjemput,

Malaikat datang dengan menunjukan tempatnya di surga, sebaliknya, bagi orang kafir

sesaat sebelum kematianya tiba, malaikat datang dengan wajah yang menakutkan

dengan menunjukan tempatnya di neraka. Jadi jelas, bahwa setiap sesuatu yang

bernyawa, siapapun itu baik orang yang beriman maupun orang kafir, nabi sekalipun

pasti akan mengalami, mencicipi sebuah kematian, dan setelah itu hanya kepada-Nya

lah semua akan kembali.29

QS. al-Nisa‟: 78

Artinya: Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu,

kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh, dan jika mereka

memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan

kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya)

dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah".

Maka Mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak

memahami pembicaraan sedikitpun? (Q.S. al-Nisa‟ (4): 78).

Surah al-Nisa‟ menurut al-Qathan tergolong ke dalam surat Madaniyyah30

.

Adapun ayat ini, berdasarkan analisis penulis, mengasumsikan pendapat Fakhr al-Dîn

al-Râzî menjelaskan tentang sebuah kekhawatiran akan tertimpa kematian. Adapun

tujuan dari ayat ini adalah seakan diwajibkanya sebuah perang, di mana dengan

peperangan tersebut seseorang merasa takut akan kematian dengan peperangan

29

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafâtîh al-Ghayb jilid 3, h. 215. 30

Manna al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, h. 74

Page 63: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

49

tersebut, rasa kekhawatiran maupun ketakutanya melebihi rasa takutnya kepada

Allah. Tidak lain sasaran dari ayat ini adalah orang-orang kafir. Padahal jelas,

meskipun berlindung dalam tembok yang kokoh sekalipun kematian pasti akan

menjemput, kapanpun waktunya dan di manapun tempatnya kematian pasti akan

menjemput setiap makhluk yang bernyawa.31

B. Kematian awal kehidupan setelah dunia

Dalam kategori ini menjelaskan tentang awal kehidupan setelah dunia menurut

Fakhr al-Dîn al-Râzî.

Dalam perjalanan hidupnya manusia akan melalui 7 tahap perjalanan hingga

akhirnya mendapat kemenangan bertemu dengan Allah di surga atau terpuruk

dilembah neraka. Tiap tahap ditempuh dalam waktu yang berbeda mulai dari

hitungan beberapa bulan hingga ribuan tahun. Inilah ke empat alam yang akan dilalui

oleh setiap manusia.32

Manusia merupakan makhluk terakhir yang diciptakan Allah swt. setelah

sebelumnya Allah telah menciptakan makhluk lain seperti malaikat, jin, bumi, langit

dan seisinya. Allah menciptakan manusia dengan dipersiapkan untuk menjadi

makhluk yang paling sempurna. Karena, manusia diciptakan untuk menjadi khalifah

(pemimpin) di muka bumi dan memakmurkannya.33

31

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafâtîh al-Ghayb, jilid 4,h. 2169. 32

Azyumardi Azra, Ensiklopedi Islam, h. 344. 33

M. Quraish Shihab, Menjemput maut, h. 98

Page 64: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

50

Menurut Fakhr al-Dîn al-Râzî persiapan pertama, Allah mengambil perjanjian dan

kesaksian dari calon manusia, yaitu ruh-ruh manusia yang berada di alam arwah.34

Allah mengambil sumpah kepada mereka sebagaimana disebutkan dalam Al- Qur’an:

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari

sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya

berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau

Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di

hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah

orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",

Setelah mati, manusia memasuki alam barzah atau alam kubur. Alam kubur

merupakan tempat penantian arwah orang-orang yang sudah meninggal sebelum

dibangkitkan kembali oleh Tuhan dalam bentuk baru. Di situ, roh menunggu alam

baru yang dimulai dengan Kiamat.35

Di alam kubur, arwah orang-orang yang telah meninggal dunia menunggu

datangnya hari kiamat, hari di mana semua ruh akan dibangkitkan dan dikumpulkan

di Padang Mahsyar, untuk selanjutnya di hisab. Dari Hisab inilah akan diketahui

apakah seseorang masuk surga atau neraka. Surga dan neraka adalah alam akhirat,

alam akhirat manusia. Di alam kubur manusia menunggu untuk dibangkitkan pada

hari kiamat. Waktu penantian ini bisa berlangsung jutaan tahun bahkan milyaran

tahun.36

34

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, h. 551 35

Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 180. 36

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafatih al-Ghaib jilid 6, h. 4498

Page 65: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

51

Fakhr al-Dîn al-Râzî menyebutkan bahwa orang yang sudah meninggal dunia

akan menemui suatu perbatasan antara dunia dan akhirat, antara kematian dan

kebangkitan di kemudian hari, masa itu disebut alam barzah. Allah SWT menjelaskan

dalam al-Qur’an:37

(Demikianlah Keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian

kepada seseorang dari mereka, Dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku

(ke dunia). agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku

tinggalkan. sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah Perkataan yang

diucapkannya saja. dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka

dibangkitkan.

Setelah mati, manusia akan menuju kehidupan alam kubur. Inilah tempat

manusia menanti datangnya kiamat dan hari kebangkitan. Didalam kubur, keturunan,

pangkat martabat dan kekayaan seseorang tidaklah berarti. Setiap orang akan

diperlakukan berdasarkan amal perbuatan selama di dunia. Ketika masuk ke dalam

kubur, segala hal yang duniawi ditinggalkan.38

Di dalam kubur juga akan diperihatkan tempat yang kelak dihuni seseorang

setelah dia dibangkitkan. Jika orang itu membawa amal saleh. Dia akan melihat

tempatnya di surga. Sedangkan yang dibawanya adalah dosa dan amal buruk, dia

akan melihat tempatnya di neraka.39

37

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, h. 579 38

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, h. 577 39

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafatih al-Ghaib jilid 6, h. 4478

Page 66: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

52

C. Mati dalam keadaan beriman

Dalam kategori ini menjelaskan keadaan orang beriman ketika menghadapi

kematian dan ketika mengalami kematianya. Bagi mereka kematian itu ibarat sebuah

kenikmatan, karena kematian itulah dapat mengantarkan mereka kepada kehidupan

yang sesungguhnya. Adapun ayat-ayat al-Qur‟an yang termasuk dalam kategori ini

adalah:

QS. al-Nahl: 32

Artinya: (yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para

malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun'alaikum, masuklah

kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang Telah kamu kerjakan". (Q.S. al-

Nahl (16): 32).

Surah al-Nahl menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surah Makkiyyah

bagian ketiga atau bagian akhir.40

Adapun ayat ini menjelaskan tentang balasan bagi

orang yang bertaqwa diakhir hidupnya, dijelaskan oleh Fakhr al-Dîn al-Râzî dalam

kitab ini, sesungguhnya orang yang bertaqwa ketika meninggal dunia mereka akan

diwafatkan dengan keadaan baik, adapun yang dimaksudkan dengan orang yang

bertaqwa adalah orang yang senantiasa mentaati perintah Allah dan menjauhi segala

larangan-larangan Nya, juga disertai dengan akhlak yang tinggi, dan terbebas dari

akhlak yang tercela.41

40

Manna al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, h. 75 41

Fakhr al-Dîn al-Râzî Mafâtîh al-Ghayb, jilid 7, h. 4091.

Page 67: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

53

Sesungguhnya tidak akan dicabut nyawa orang-orang yang bertaqwa kecuali

disertai dengan kabar gembira, yakni surga. Sehingga seolah-olah orang yang

bertaqwa melihat surga, dan dengan hal ini mereka tidak akan mengalami kesakitan

ketika dicabut nyawanya. Ketika malaikat mencabut nyawa mereka, malaikat

memperlihatkan surga dihadapan mereka, karena sesungguhnya Inilah janji Allah,

Allah menjanjikan surga bagi golongan hamba-Nya yang bertaqwa.42

QS. al-Baqarah: 132

Artinya: Dan Ibrahim Telah mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya,

demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah

Telah memilih agama Ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam

memeluk agama Islam". (Q.S. al-Baqarah (2): 132).

Surah al-Baqarah menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surah

Madaniyyah.43

Adapun ayat ini Fakhr al-Dîn al-Râzî menjelaskan tentang sebuah

wasiat Nabi Ibrahim a.s kepada anak-anaknya untuk berpegang teguh pada agama

Islam, dan janganlah mati dalam keadaan selain berpegang teguh pada agama Islam.

Kisah ini sesungguhnya diceritakan dengan bahasa yang sangat dalam dan bersifat

profokatif dengan gaya bahasa yang mengindikasikan sebuah seruan. Kisah ini

dikemas semenarik mungkin agar seseorang secara suka ria dan tanpa paksaan untuk

mengikuti sebuah pesan-pesan, yang dalam hal ini adalah ajakan untuk tetap dalam

keadaan Islam. itu semua tidak lain adalah salah satu keindahan yang dimiliki oleh al-

42

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, h. 756 43

Manna al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, h. 75

Page 68: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

54

Qur‟an itu sendiri, dibuktikan dengan penggunaan kata wasiat bukan menggunakan

kata perintah, sebab wasiat mengisyaratkan sebuah kehalusan makna, wasiat bersifat

tidak memaksa dan tidak ada paksaan, maka dari itu dalam Islam tidak ada suatu

paksaan, lain halnya dengan sebuah perintah, perintah cenderung memaksa dan ada

sebuah penekanan untuk terjadinya sesuatu. Untuk itu ayat ini menggunakan kata

wasiat bukan perintah untuk anak-anak Nabi Ibrahim a.s.44

Dijelaskan pula di dalam wasiat tersebut agar tetap mati dalam keadaan Islam,

sebab kematian itu bersifat gaib, di manapun dan kapanpun, tidak ada seorangpun

yang mengetahuinya. Karena kematian yang sifatnya gaib, maka upaya untuk tetap

terus dalam keadaan Islam terus ditingkatkan lagi, sebab beruntunglah seseorang

yang mati dalam berpegang teguh agama Islam, sebaliknya orang yang mati dalam

keadaan selain Islam, maka hilanglah sudah kebahagiannya.45

QS. Ali-Imran: 193

Artinya: Ya Tuhan kami, Sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang

menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhanmu", Maka

kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan

hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami

beserta orang-orang yang banyak berbakti. (Q.S. ali-Imran (3): 193).

Surah Ali-Imran menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surah

Madaniyyah.46

Adapun ayat ini menjelaskan sebuah doa atau permohonan seorang

44

Fakhr al-Dîn al-Râzî Mafâtîh al-Ghayb, Jilid.2, h. 831 45

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, h. 46

Manna al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, h. 76

Page 69: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

55

mukmin yang memohon agar dirinya diampuni dari segala dosa-dosanya dan

diwafatkan bersama orang-orang yang baik. Dalam pandangan Fakhr al-Dîn al-Râzî,

dalam ayat ini ada tiga permohonan seorang mukmin. Pertama, memohon

pengampunan dosa, kedua, penghapusan dosa, dan yang ketiga adalah memohon

untuk diwafatkan bersama orang-orang yang baik. Dilihat secara lafadz anatara

permohonan yang pertama dan yang kedua itu memiliki arti yang sama, yakni

memohon pengampunan dosa. Namun menurut Fakhr al-Dîn al-Râzî menambahkan

lagi, untuk lafadz ghafara itu berfaidah memohon ampunan secara sungguh-sungguh,

adapun lafadz takfir/ kaffara berfaidah memohon ampunan atas dosa yang cenderung

sering terjadi dan secara tidak langsung terulang dan terulang kembali.47

Wafatkanlah bersama orang-orang yang baik, maksud dari penjelasan ungkapan

tadi adalah sebuah permohonan untuk diwafatkan bersama orang-orang yang baik,

yakni ikut disertakan, ikut dikumpulkan kelak dihari kiamat bersama golongan orang-

orang yang baik, orang yang beriman. Meskipun derajat berbeda akan tetapi diikut

sertakan dalam golongan mereka (orang baik) adalah suatu keberuntungan bagi orang

mukmin.48

QS. al-Nisa‟: 100

47

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafâtîh al-Ghayb, Jilid 3, h. 1928. 48

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, h. 785

Page 70: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

56

Artinya: Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di

muka bumi Ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. barangsiapa

keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya,

Kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju),

Maka sungguh Telah tetap pahalanya di sisi Allah. dan adalah Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Nisa‟ (4): 100)

Surah al-Nisa‟ menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surah

Madaniyyah.49

Adapun ayat ini menjelaskan tentang salah satu penguraian nikmat

bagi orang mukmin yang melakukan hijrah ke jalan Allah. Hijrah merupakan salah

satu seruan Allah untuk hamba Nya. Dalam ayat ini dijelaskan oleh mufassir, Fakhr

al-Dîn al-Râzî, bahwa hijrah yang dimaksud disini adalah keluar dari rumah untuk

berjihad. Dijelaskan pula, maksud dari seruan Allah untuk hijrah keluar dari

rumahnya sendiri adalah seseorang mukmin yang berhijrah dijalan Allah akan

menemukan suatu kebatilan, sesuatu yang hina diluar sana, yakni orang-orang kafir.

Allah menegaskan kembali, bahwa berhijrah adalah suatu keberuntungan, barang

siapa yang melakukanya dengan sungguh-sungguh adalah pahala baginya,

kenikmatan baginya. Adapun jika dalam perjalanan hijrah tersebut mengalami

kekalahan dikarenakan orang kafir bahkan mengalami kematian, baginya adalah

suatu kenikmatan, surga baginya.50

D. Mati dalam keadaan kafir

Dalam kategori ini menjelaskan tentang kematian dan orang kafir, selama ini

kematian identik diartikan sebagai ketiadaan, akan tetapi disisi lain kematian juga

diartikan untuk menggambarkan sebuah perumpamaan, yakni tertutupnya hati

seseorang, yang biasa dikenal dengan sebutan kafir. Dalam kategori ini juga

49

Manna al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, h. 74 50

Fakhruddin ar-Râzî, Mafâtîh al-Ghaib, jilid 4, h. 480

Page 71: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

57

menjelaskan bagaimana keadaan orang-orang kafir ketika datang kematian yang

menimpanya. Adapun ayat-ayat al-Qur‟an yang termasuk dalam kategori ini adalah:

QS. al-An‛âm: 36

Artinya: Hanya mereka yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Allah),

dan orang-orang yang mati (hatinya) ,akan dibangkitkan oleh Allah, Kemudian

kepadaNyalah mereka dikembalikan. (Q.S. al-An‛âm (6): 36).

Surah al-An‛âm menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surah

Makkiyyah bagian ketiga atau bagian akhir51

. Ayat ini menjelaskan tentang orang-

orang yang tertutup hatinya (kafir) akan seruan Allah, lebih tegas lagi, menurut Fakhr

al-Din al-Râzî orang-orang ini tergolong ibarat orang mati, seyogyanya ia mendengar

tapi tidak bisa mendengar, ia melihat tapi tidak bisa melihat (kekuasaan Allah). Dan

hanya orang yang berimanlah yang dapat mendengar, melihat dan menerima seruan-

seruan Allah. Namun dalam tafsir ini, Fakhr al-Dîn al-Râzî menjelaskan makna yang

berbunyi “dan hanya orang yang mati (hatinya), akan dibangkitkan Allah” yang

dimaksud adalah Allah Maha kuasa, Dzat yang Maha membolak-balikan hati, Allah

memberikan sebuah perumpamaan sederhana, Allah mampu menghidupkan sesuatu

yang telah mati, membangkitkan kembali semua yang telah mati, begitupun hati

seseorang, Allah mampu membuka hati seeorang yang telah tertutup atau mati

hatinya sehingga dapat menerima atau mendengar seruan Allah. Begitupun

51

Manna al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, h. 75

Page 72: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

58

sebaliknya, Allah mampu menutup hati orang yang beriman, itu semua tidak lain

karena sifat kuasa yang dimiliki Allah Swt.52

QS. al-Baqarah: 161.

Artinya: Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan

kafir, mereka itu mendapat laknat Allah, para malaikat dan manusia

seluruhnya.(Q.S. al-Baqarah (2): 161).

Surah al-Baqarah menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surah

Madaniyyah.53

Adapun ayat ini menjelaskan tentang balasan orang-orang yang

mengingkari ayat-ayat Allah dan kehinaanya hingga akhir hayatnya dan setelah

kematianya tiba, penyebutan kata “kafir” dalam ayat ini bersifat umum, yakni

ditunjukan kepada semua orang kafir yang hidup di zaman Nabi. Abu Muslim

berpendapat, yang dimaksudkan dengan kafir adalah orang-orang yang

menyembunyikan ayat-ayat Allah (bangsa Yahudi). Dijelaskan bahwa mereka yang

termasuk dalam golongan kafir akan dilaknat semasa hidupnya, tidak sampai disitu

merekapun akan dilaknat setelah kematianya tiba. Namun itu semua dikhususkan bagi

mereka yang tergolong kafir semasa hidup hingga akhir hayatnya, tidak terkecuali

bagi mereka yang sebelum kematianya tiba mereka bertaubat, beriman kepada

Allah.54

52

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafâtîh al-Ghayb., jilid 5, h. 2608-2609 53

Manna al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, h. 74 54

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, h. 337

Page 73: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

59

Menurut Fakhr al-Dîn al-Râzî, ancaman yang diserukan kepada orang kafir juga

diberlakukan kepada malaikat dan seluruh manusia, bahwa merekapun akan melaknat

orang kafir tersebut ketika di akhirat nanti. Bahkan di dalam rombongan kafir

sekalipun mereka saling mengingkari, pendapat sebagian ulama lain mengatakan

khusus semua orang mukminlah yang berhak melaknat orang kafir trsebut. Dalam

akhir ayat ini dijelaskan laknat yang ditunjukan adalah untuk orang yang benar-benar

kafir, dan laknat tersebut bersifat wajib, dalam artian memang benar-benar terjadi

setelah kematianya tiba, yakni siksa akhirat.55

QS. Ali-Imran: 91

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap

dalam kekafirannya, Maka tidaklah akan diterima dari seseorang diantara

mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang

sebanyak) itu. bagi mereka Itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak

memperoleh penolong. (Q.S. ali-Imran (3): 91).

Surah Ali-Imran menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surah

Madaniyyah.56

Adapun ayat ini menjelaskan tentang permohonan pertaubatan yang

dilakukan oleh orang-orang kafir yang menyesali perbuatanya selama di dunia.

Adapun sebelum membahas tentang penyesalan orang kafir, menurut Fakhr al-Dîn al-

Râzî menggolongkan kafir dan pertaubatanya dalam tiga macam, pertama, kafir yang

bertaubat secara serius, bersungguh-sungguh sehingga pertaubatanya itu diterima oleh

Allah, yang dimaksud pertaubatanya disini adalah keluar dari kekafiranya, lalu masuk

55

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafâtîh al-Ghayb, jilid 2, h. 123. 56

Manna al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, h. 74

Page 74: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

60

agama islam. seperti yang disebutkan pula dalam Q.S. Ali-Imran (Q.S. 3:89. kedua,

adalah orang kafir bertaubat tidak dengan sungguh-sungguh atau tidak secara serius,

dalam artian mereka sepakat dengan adanya tuhan, namun mereka tetap tidak

mengakui Allah yang Esa itu adalah tuhanya, masih mentuhankan yang lain selain

Allah, sehingga pertaubatanya itu tidak diterima oleh Allah. Dan yang ketiga adalah

orang kafir yang telah mati kemudian mencoba bertaubat dan menyesali perbuatanya.

Baginya adalah suatu perbuatan yang sia-sia dimata Allah.57

Adapun pembahasan yang lebih spesifik dari ayat ini adalah permohonan

ampunan atau pertaubatan seorang kafir yang terlambat, mereka merasa menyesal

dikemudian hari atas perbuatanya selama di dunia, dengan tegas mereka

menyekutukan Allah. Sebagai gambaran atau perumpamaan, meskipun dengan emas

yang jumlahnya seisi duniapun tidaklah mampu menebus atas kesalahan mereka. Jadi

sia-sialah permohonan ampun atau pertaubatan seorang kafir ketika sudah berhadapan

dengan Allah yang maha adil. Andaikata orang kafir tersebut mempunyai harta

seperti apa yang diibaratkan di atas, sia-sialah upaya mereka, dan memang tidak akan

seperti itu, karena harta benda adalah sesuatu yang tidak bisa menolong ketika

seseorang sudah meninggal, hanya amal kebaikan yang senantiasa memberikan

pertolongan terhadap orang tersebut.58

Q.S. al-Taubah: 84

57

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafâtîh al-Ghayb jilid 3, h. 1713. 58

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Asrâr al-Tanzîl wa Anwâr al-Tanwîl, h. 386

Page 75: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

61

Artinya: Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah)

seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan)

di kuburnya. Sesungguhnya mereka Telah kafir kepada Allah dan rasul-Nya

dan mereka mati dalam keadaan fasik. (Q.S. al-Taubah (9): 84).

Surah al-Taubah menurut Manna al-Qathan tergolong ke dalam surah

Madaniyyah59

. Adapun dalam ayat ini Fakhr al-Dîn al-Râzî menjelaskan tentang salah

satu kehinaan orang-orang dalam keadaan kafir, salah satunya adalah dengan tidak

untuk memandikan mayit, mensholati bahkan untuknya menziarahi kuburan

dikarenakan kekafirannya. Diceritakan oleh Ibn ‛Abbas Sesungguhnya ayat ini turun

ketika Abdullah Ibn Abi Salûl datang kepada Nabi Muhammad SAW untuk meminta

beliau agar mensholatkan ayahnya yang bernama Abi Salûl, kemudian Sayyidina

‛Umar r.a melarang Nabi Muhammad SAW mensholatkanya dikarenakan dia adalah

seorang yang kafir, dan mati dalam keadaan kekafiranya sehingga dengan tegas

Sayyidina ‛Umar r.a melarang Nabi Muhammad SAW, diceritakan pula ketika Nabi

Muhammad SAW hendak mensholatkanya Sayidina ‛Umar r.a menghalang-

halanginya, akan tetapi dengan keluasan hati Nabi Muhammad SAW, Nabi pun tetap

mensholatkanya, dengan alasan, Nabi Muhammad SAW bersabda “aku mensholati

bukan karena menghormati orangnya, biarlah dia mati dalam keadaan seorang yang

kafir, akan tetapi dengan aku mensholatkanya tidak menutup kemungkinan banyak

dari golonganya yang kafir dapat ikut memeluk Islam”.60

59

Manna al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, h. 74 60

Fakhr al-Dîn al-Râzî, Mafâtîh al-Ghayb, jilid 6, h. 3393-3395.

Page 76: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

62

Page 77: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

62

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari rumusan masalah sebagaimana pemilihan ayat-ayat terkait kematian,

penulis bisa menyimpulkan bahwa menurut Fakhr al-Dîn al-Râzî Manusia akan

mengalami kematian tidak satupun yang akan selamat atau terhindar dari maut (QS.

al- Nisa : 78) juga Fakhr al-Dîn al-Râzî memberitahukan kepada manusia bahwa

setiap yang berjiwa akan merasakan mati. Namun pada sisi lain ada hal yang harus

diperhatikan oleh orang mukmin adalah agar tak meniru orang-orang kafir dalam

akidah mereka yang rusak. Karena sakaratul maut datang dengan sebenar-benarnya

sehingga manusia tidak dapat melarikan diri meski berlindung pada benteng yang

kuat dan tinggi, karena kematian pasti akan kedatangannya dan siap merenggut

eksistensi siapapun yang bernyawa. Fakhr al-Dîn al-Râzî menggambarkan apabila

satu kaum melakukan kezaliman dan penganiayaan, Allah memberikan mereka

kesempatan agar kembali ke jalan yang benar dengan bertaubat.

B. Saran-saran

Setelah melalui proses dan penelitian terhadap kitab tafsir Mafâtîh al-Ghaib

karya Fakhr al-Dîn al-Râzî, sebagai upaya pengembangan di bidang tafsir, maka

penulis mengemukakan saran sebagai berikut:

1. Dengan adanya penafsiran ayat-ayat kematian menurut Fakhr al-Dîn al-Râzî

dalam kitab tafsir Mafâtîh al-Ghaib ini, diharapkan sebagai proses atau langkah

untuk rekan-rekan civitas di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk lebih

mengembangkan lagi karya-karya Fakhr al-Dîn al-Râzî yang lainnya lewat

Page 78: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

63

penelitian-penelitian yang lebih komprehensif lagi ke depannya, diharapkan

juga sebagai acuan untuk lebih memperhatikan dan memperbaikinya lagi

kelengkapan-kelengkapan karya Fakhr al-Dîn al-Râzî lainnya agar bisa

dinikmati oleh semua kalangan khususnya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dengan hadirnya sebuah penafsiran ayat-ayat al-Qur’an tentang kematian ini,

diharapkan menjadi sebuah pelajaran bagi kita semua, bahwa kita hidup di

dunia ini hanyalah sementara, semua yang ada di dunia ini bersifat fana‟.

Untuk itu marilah manfaatkan hidup kita sebaik mungkin untuk hal-hal yang

lebih bermanfaat lagi. Jadikan hari ini lebih baik dari pada hari kemarin.

Page 79: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

64

DAFTAR PUSTAKA

Abu Faris, Abdul Qadir. 2005. Tazkiyatun Nafs “Menyucikan jiwa”. Jakarta: Gema

Insani.

Anwar, Ipah Syaripah. 2013. Efektifitas Mengingat Kematian Berdasarkan Pemikiran

al-Ghazali Dalam Menurunkan Agresi. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Arifin, Bey. 1994. Hidup Sesudah Mati. Jakarta: CV. Kinta

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Al-Asyqar, Sulaiman. 2007. Ensiklopedia Kiamat. Jakarta: PT. Serambi Ilmu

Semesta.

Azra, Azyumardi. 2008. Ensiklopedi Tasawuf. Bandung: Angkasa.

____. 2001. Ensiklopedi Islam Jilid 1. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.

Chalil, Komarudin. 2006. Sense of Death “Kepekaan terhadap kematian”. Bandung:

Pustaka Madani.

Departemen Agama RI. 2006. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Bandung : C.V.

Diponegoro.

Fachruddin. 2000. Ensiklopedi al-Qur‟an. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Fauzi, Achmad. 2009. Psikologi Umum. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Fuad Abdul Baqi, Muhammad. 2007. Mu‛jam Mufahrâs li al-fadz al-Qur‟an al-

Karim. Kairo: Dar al-Hadis.

Al-Ghazali. 2001. Ba‛da al-Maut “Konsep Hidup Sesudah Mati”. Bandung: Husaini

Ghofur, Syaiful Amin. 2013. Mozaik Mufassir al-Qur‟an: Dari klasik hingga

kontemporer. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.

Hadiri, Choiruddin. 1994. Klasifikasi Kandungan al-Qur‟an. Jakarta: Gema Insani

Press.

Hasbi Siddiqie, T.M. 1980. Sejarah dan Pengantar Studi al-Qur‟an. Jakarta: Bulan

Bintang

Page 80: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

65

Hidayat, Komarudin. 2006. Psikologi Kematian: Mengubah kematian menjadi

optimisme. Jakarta: Hikmah, PT. Mizan Publika.

Huda, Muhammad Syamsul. 2013. Pandangan al-Ghazali Tentang Kebangkitan

Jasmani Dalam Kitab Tahafudz al-Falasifah. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Husaiyn al-Dzahabi, Muhammad, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn. Dar al-Fikr: Beirut.

Ilmi, Fahrul. 2008. Hadis Tentang Sampainya Hadiah Pahala Bagi Orang Meninggal

(Studi Kritik Sanad dan Matan Hadis). Yogyakarta.

_____ . 1994. Mabahits fî Ulumil Qur‟an: Pembahasan ilmu-ilmu al-Qur‟an 2.

Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Mandzur, Ibnu. 2009. Lisânul ‛Arab. Lebanon: Dar al-Khotb al-Ilmiyyah

Mansyur, Yusuf. 2008. Kado Ingat Mati. Bandung: PT. Karya Kita.

Al-Marâghi , Musthafa. 1992. Terjemah Tafsir al-Marâghi Jilid 24. Semarang: Toha

Putra.

Pusat Studi al-Qur‟an (PSQ) & Ikatan Alumni al-Azhar International (IAAI)

Indonesia, Modul “Langkah Menjadi Awal Mufasir”. Jakarta.

Al- Qattan, Mana khalil. 2011. Studi Ilmu-Ilmu al-Qur‟an. Terj. Bogor: Pustaka

Litera Antar Nusa.

Al-Râzi, Fakhruddin. 2005. Tafsîr Mafatih al-Ghaib, Dar al-Fikr: Beirut.

Rusmana, Dadan. 2006. Al-Qur‟an dan Hegemoni Wacana Islamologi Barat.

Bandung: Pustaka Setia.

Shabur Syahin, Abdul. 2006. Saat al-Qur‟an Butuh Pembelaan. Jakarta: Erlangga.

Sirajuddin. 1993. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve.

Sihab, Muhammad Quraish. 1994. Membumikan al-Qur‟an: Fungsi dan peran

Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan

____, 2010. Wawasan al-Qur‟an. Bandung: Mizan.

____, 2005. Tafsir al-Misbah, Pesan, kesan, dan keselerasan al-Qur‟an, jilid 12.

Ciputat Jakarta: Lentera hati.

____. 2013. Al-Lubâb. Jakarta: Lentera Hati.

____. 2004. Menjemput Maut: Bekal perjalanan menuju Allah SWT. Jakarta: Lentera

Hati.

Page 81: HAKIKAT KEMATIAN PADA MANUSIA PERSPEKTIF FAKHR …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39486/1/SUBHAN... · kepada sosok manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw.,

66

Sudarto. 2002. Metodologi Penelitian filsafat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, kualitatif,

dan R&D. Bandung: Alfabeta

As-Syufi, Mahir Ahmad. 2007. Ensiklopedia Akhirat, Misteri Kematian dan Alam

Barzakh (al-Maut wa „alam al-Barzakh Jilid 3). Solo: Tiga Serangkai.

Warson, Munawir Ahmad. 1997. Kamus Al-Munawir. Surabaya: Pustaka Progresif

Wijaya, Mathin Kusuma. 2009. Makna Kematian Dalam Pandangan Jalaluddin

Rahmat. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.