Hak Asasi Manusia (HAM) Dalam Penerapan Hukum Islam Di ...
Transcript of Hak Asasi Manusia (HAM) Dalam Penerapan Hukum Islam Di ...
Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Hadist Volume 2, No.2. Juli 2019 p-ISSN: 2615-2568 e-ISSN: 2621-3699
176
Hak Asasi Manusia (HAM)
Dalam Penerapan Hukum Islam Di Indonesia
Achmad Suhaili
STIQ Wali Songo
Abstrak
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang secara alamiah diperoleh
seseorang sejak lahir, karena itu HAM sejalan dengan ftrah manusia itu sendiri. HAM
pada hakikatnya merupakan anugrah Allah kepada semua manusia. Dilihat dari kodrat
manusia, hakekatnya telah dianugerahi hak-hak pokok yang sama oleh Allah SWT.
Hak-hak pokok inilah yang disebut sebagai hak asasi manusia (HAM). HAM yang
melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal, dan abadi berkaitan dengan
martabat dan harkat manusia itu sendiri. HAM juga menjadi keharusan dari sebuah
negara untuk bisa menjaminnya dalam konstitusinya. Karena Hak asasi manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, di jungjung tinggi,
di lindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat martabat manusia. Ajaran Islam meliputi seluruh aspek dari sisi
kehidupan manusia, dan tentu saja telah tercakup di dalamnya aturan dan penghargaan
yang tinggi terhadap hak asasi manusia (HAM). Namun memang tidak dalam satu
dokumen yang terstruktur, tetapi tersebar dalam ayat-ayat suci alQuran dan Sunnah
Nabi Muhammad SAW. Dalam hal ini Negara Indonesia yang mayoritas penduduknya
adalah Islam, selalu konsisten dalam penerapan Hukum Islam yang senantiasa
mensandingkan prinsipnya dengan Nilai-nilai Hak Asasi Manusia yang harus di
lindungi oleh Negara dan Pemerintah.
A. Pendahuluan
Dilihat dari kodrat manusia, hakekatnya telah dianugerahi hak-hak pokok
yang sama oleh Allah SWT. Hak-hak pokok inilah yang disebut sebagai hak asasi
manusia (HAM). HAM yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal,
dan abadi berkaitan dengan martabat dan harkat manusia itu sendiri. HAM juga
menjadi keharusan dari sebuah negara untuk bisa menjaminnya dalam konstitusinya.
Istilah HAM baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh
borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang
telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami
masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, munculah perlawanan rakyat dan yang
akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia.
Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat
Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Hadist Volume 2, No.2. Juli 2019 p-ISSN: 2615-2568 e-ISSN: 2621-3699
177
Inggris tahun 1216. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis
dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789.
Di Indonesia penegakan HAM dapat dikatakan kurang berjalan maksimal.
Faktor yang berpengaruh pada penegakan HAM di Indonesia terhambat seperti
masalah politik, dualisme peradilan, prosedural acara. Bagi masyarakat muslim,
belum pernah mengalami penindasan yang dialami Eropa, dimana sistem perundang-
undangan Islam telah menjamin hak-hak asasi bagi semua orang sesuai dengan
aturan umum yang diberikan oleh Allah kepada seluruh umat manusia. Hak asasi
dalam pandangan barat tidak dengan sendirinya mengharuskan negara memberi
jaminan keamanan atau pendidikan, dan lain sebagainya. Dalam Islam, konsep
mengenai HAM sebenarnya telah mempunyai tempat tersendiri dalam pemikiran
Islam. Perkembangan wacana demokrasi dengan Islam sebenarnya yang telah
mendorong adanya wacana HAM dalam Islam. Karena dalam demokrasi, pengakuan
terhadap hak asasi manusia mendapat tempat yang spesial. Berbagai macam
pemikiran tentang demokrasi dapat dengan mudah kita temukan didalamnya konsep
tentang penegakan HAM.
Bahkan HAM dalam Islam telah dibicarakan sejak empat belas tahun yang
lalu (Anas Urbaningrum, 2004;91). Fakta ini mematahkan bahwa Islam tidak
memiliki konsep tentang pengakuan HAM. berangkat dari itu makalah ini akan
mencoba memberikan sedikit penerangan mengenai wacana HAM dalam Islam.
B. Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugrah-Nya yang wajib dihormati, di jungjung tinggi, di lindungi oleh negara,
hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
martabat manusia.
Dalam mukadimah Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Right) dijelaskan mengenai hak asasi manusia sebagai
berikut:
Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Hadist Volume 2, No.2. Juli 2019 p-ISSN: 2615-2568 e-ISSN: 2621-3699
178
“Pengakuan atas keseluruhan martabat alami manusia dan hak-hak yang sama
dan tidak dapat dipindahkan kepada orang lain dari semua anggota keluarga
kemanusiaan adalah dasar kemerdekaan dan keadilan di dunia.”1
Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang
umum dikenal. Dalam Islam seluruh hak asasi merupakan kewajiban bagi negara
maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, negara bukan saja
menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi tersebut, melainkan juga mempunyai
kewajiban untuk melindungi dan menjamin hak-hak tersebut.
C. Konsep Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Islam
HAM merupakan hak yang secara alamiah diperoleh seseorang sejak lahir,
karena itu HAM sejalan dengan ftrah manusia itu sendiri. HAM pada hakikatnya
merupakan anugrah Allah kepada semua manusia.
Menurut Syari‟ah, manusia adalah makhluk bebas yang mempunyai tugas dan
tanggung jawab, dan karenanya ia juga mempunyai hak dan kebebasan. Dasarnya
adalah keadilan yang ditagakkan atas dasar persamaan atau egaliter, tanpa pandang
bulu. Artinya, tugas yang diemban tidak akan terwujud tanpa adanya kebebasan,
sementara kebebasan secara eksistensial tidak terwujud tanpa adanya tanggung jawab
itu sendiri.2
Oleh Islam manusia di tempatkan sebagai makhluk yang memilki kemuliaan
dan keutamaan, memiliki harkat dan martabat yang tinggi, sebagaimana dinyatakan
dalam al-Quran.
على كثير من خلقنا ولقد كرمنا بن آدم وحلناىم ف الب ر والبحر ورزق ناىم من الطيبات وفضلناىم .ت فضيل
“ dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak adam, kami angkut mereka
didaratan dan dilautan, kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk
yang telah kami ciptakan.”(Q.S. Al-Isra:70 )
Sistem HAM Islam mengandung prinsip-prinsip dasar tentang persamaan,
kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia Persamaan, artinya Islam
1. Dalizar Putra, Hak Asasi Manusia menurut Al-Quran, PT Al-Husna Zikra, Jakarta 2003, hal.32
2. M. Luqman Hakim, Deklarasi Islam tentang HAM, Risalah Gusti, Surabaya, 2000, hal. 12.
Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Hadist Volume 2, No.2. Juli 2019 p-ISSN: 2615-2568 e-ISSN: 2621-3699
179
memandang semua manusia sama dan mempunyai kedudukan yang sama, satu-
satunya keunggulan yang dinikmati atas manusia lainnya hanya ditentukan oleh
tingkat ketakwaannya.3
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Hujurat ayat 13:
ا ي كم عند أي ها الناس إنا خلقناكم من ذكر وأن ثى وجعلناكم شعوبا وق بائل لت عارفوا إن أكرم اللو أت قاكم إن اللو عليم خبير
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Sedangkan kebebasan merupakan elemen penting dari ajaran Islam.
Kehadiran Islam memberikan jaminan pada kebebasan manusia agar terhindar dari
kesia-siaan dan tekanan, baik yang berkaitan dengan masalah agama, politik dan
ideologi. Namun demikian, pemberian kebebasan terhadap mansia bukan berarti
mereka dapat menggunakan kebebasan tersebut mutlak, tetapi dalam kebebasan
tersebut terkandung hak dan kepentingan orang lain yang harus dihormati juga.
Mengenai penghormatan terhadap sesama manusia, dalam Islam seluruh ras
kebangsaan mendapat kehormatan yang sama. Dasar persamaan tersebut sebenarnya
merupakan manifestasi dari wujud kemuliaan manusai yang sangat manusiawi.
Sebenarnya citra kehormatan tersebut terletak pada keunggulan kemanusiaan, bukan
pada superioritas individual dan ras kesukuan. Kehormatan diterapkan secara global
melalui solidaritas persamaan secara mutlak. Semua adalah keturunan Adam, jika
Adam tercipta dari tanah dan mendapat kehormatan di sisi Allah, maka seluruh anak
cucunya pun mendapat kehormatan yang sama, tanpa terkecuali.
Dalam teologi Islam manusia diciptakan oleh Allah sebagai golongan genus
mahluk yang dimuliakan (Q.S Al-Israa:70) dan dia harus dihormati sebagai manusia
apapun warna kulit. Dari manapun asalnya, dan apapun agama yang dianut. Sampai-
sampai Malaikatpun harus menghormatinya (Al-Baqarah: 34, Al-a‟raf:11).
Bersamaan dengan pemberian status sebagai “mahluk yang unggul”
3. Harun Nasution dan Bahtisr Effendi, Hak Asasi Manusia dalam Islam, Yayasan Obor
Indonesia, Cet. 5. Jakarta, 2001, hal 124
Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Hadist Volume 2, No.2. Juli 2019 p-ISSN: 2615-2568 e-ISSN: 2621-3699
180
Pada dasarnya HAM dalam Islam terpusat pada lima hal pokok yang
terangkum dalam al-dloruriyat al-khomsah atau yang disebut juga al-huquq al-
insaniyah fi al-Islam (hak-hak asasi manusia dalam Islam). Konsep ini mengandung
lima hal pokok yang harus dijaga oleh setiap individu, yaitu: 4
1. Hifdzu al-nafs wa al-ird atau Hak Untuk Hidup (Al-Quran surat AL-An‟am :
151)
2. Hifdzu al-„aql atau Hak Persamaan Derajat (Al-Quran surat AL-Hujurat : 13)
3. Hifdzu al-nasl atau Hak memperoleh keadilan (Al-Quran surat al-Maidah : 2)
4. Hifdzu al mal atau Hak Perlindungan harta/Milik (Al-quran surat AL-Baqarah
: 188)
5. Hifdzu al-din atau Hak Kebebasan Beragama (Al-quran surat AL-Baqarah :
256, dan surah Yunus : 99).
Dan masih banyak lagi ayat-ayat al-Quran yang mengisyaratkan hak asasi
manusia yang dihormati secara universal. Kelima dharurat ini yang menjadi tiang
kehidupan manusia. Tidak akan hidup baik kehidupan manusia kecuali dengan
menjaga lima perkara ini. Bahkan kelima hal ini adalah HAM yang dijamin syariat
Islam. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam pernah bersabda yang
Artinya:
“Seorang Muslim adalah saudara muslim lainnya. Jangan
menzhaliminya dan jangan menyerahkannya. Siapa yang membantu
kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya dan siapa
yang menyelamatkan seorang muslim dari satu bencana maka Allah akan
selamatkan dari satu bencana di hari kiamat. Siapa yang menutupi aib seorang
muslim maka Allah akan tutupi aibnya dihari kiamat.” (HR al- Bukhori).
Demikian juga dalam haji Wada‟ Nabi shallallahu „alaihi wasallam pernah
berkhuthbah yang isinya:
“Wahai Manusia hari apakah ini? Mereka menjawab: hari suci. Beliau
bertanya lagi: Dinegeri apakah ini? Mereka menjawab : Negeri suci (tanah
suci). Beliau tanya: Pada bulan apa ini? Mereka menjawab: Bulan suci. Lalu
beliau bersabda: Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian haram
seperti sucinya hari kalian ini dinegeri kalian ini dan dibulan kalian ini. Beliau
ulang beberapa kali.” (HR al- Bukhori).
Secara historis, prinsip-prinsip HAM sudah diaplikasikan oleh nabi
Muhammad saw. Pada masa awal kepemimpinan beliau di madinah. Di madinah di
samping berfungsi sebagai Rosul, Nabi Muhammad saw juga menjabat sebagai
4 Amir Syarifuddin, Pengertian dan Sumber Hukum Islam dalam Ismail Muhammad Syah, dkk.
Filsafat Hukum Islam (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 25-26
Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Hadist Volume 2, No.2. Juli 2019 p-ISSN: 2615-2568 e-ISSN: 2621-3699
181
kepala negara, yang warganya terdiri atas berbagai macam aliran dan golongan yang
jauh sebelumnya saling bersengketa dan bermusuhan. Untuk mempersatukan warga
majemuk itu diperlukan adanya suatu konsensus yang di wajibakan semua pihak
tunduk pada perstujuan bersama(common platform).
Prinsip-prinsip penghormatan terhadap HAM, seperti yang menyangkut ke-
adilan, persamaan derajat, kebebasan beragama dan lainnya tanpa diskriminasi atas
dasar ras, warna kulit, jenis kelamin dan agama dapat dijumpai terutama pada ayat-
ayat Makiyah (yang turun selama periode Mekah), Kemudian dalam perjalanan
peradaban Islam, para ulama dan sarjana muslim mengembangkan konsep-konsep
rasional baik dalam masalah hukum, (yang lazim disebut fiqih) atau teologia (yang
sering disebut ilmu kalam), dan disitu mulai terlihat adanya banyak perbedaan
persepsi dalam menyikapi HAM di kalangan ulama dan sarjana Islam dan hal ini
berlangsung sampai sekarang, ditambah lagi dengan gencarnya Revivalisme Islam
dalam dekade terakhir ini. Semangat Revivalisme Islam juga menyentuh tentang
HAM. Konsep HAM yang universal ditolak karena dianggap mengandung Bias
kepentingan Barat, sebaliknya kemudian diajukan prinsip HAM dalam prinsip Islam
dan Formulasi paling modern dari HAM versi Islam ini adalah “Al-Bayan al-
alami‟an huquq al insan fil islam”5
Islam sebagai agama Samawi, telah meletakkan dasar-dasar teologia dan
ajaran-ajaran yang telah diuji-cobakan oleh sang pembawanya sendiri (Nabi
Muhammad SAW) dan berhasil meletakkan pengalaman social yang menjunjung
tinggi prinsip kemanusiaan dan Hak-hak asasi manusia di tengah-tengah kehidupan
masyarakat dengan berbagai tradisi, berbagai agama dan kemajemukkannya.
Suritauladan tersebut juga diteruskan oleh penerus selanjutnya. prestasi yang
seharusnya dipertahankan ini juga mengalami pasang surut, Bukan karena kelemahan
dan kesalahan Teologia atau ajaran Islam yang dibawa dan diajarkan oleh Nabi
Muhhammad SAW akan tetapi karena faktor-faktor seperti disebutkan di atas!
Untuk masalah yang menyangkut penerapan HAM dalam Plurarisme agama.
Al-Quran dan sunnah Nabi Muhammad saw memberikan bimbingan dan teladan
implementasinya kepada para pengikutnya, mulai dari kehidupan berkeluarga hingga
5. Deklarasi Internasional tentang Hak-hak asasi manusia dalam Islam, yang disampaikan di paris
pada tahun 1981.
Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Hadist Volume 2, No.2. Juli 2019 p-ISSN: 2615-2568 e-ISSN: 2621-3699
182
kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan pemerintahan atau negara yang pertama
kali didirikan oleh Nabi Muhammad dan pengikutnya di madinah adalah sebuah
negara dengan keragaman Agama dan suku.
Secara garis besar pandangan para intelektual Muslim dalam menyikapi
tentang HAM, dapat dikategorikan menjadi empat kelompok, yaitu:6
Pertama, kelompok fundamentalis. tipologi pemikiran kelompok
fundamentalis ini menolak HAM international secara penuh, pemikiran kegamaan
mereka lebih bersifat apologis, literalis dan romantis
Kedua, kelompok reformis sekuler. Tipologi pemikiran kelompok reformis
sekuler ini adalah menerima HAM Internasional tanpa reserve, mengedepankan
unsur rasionalitas dan unsur kemanusiaan. Karena kelompok reformis sekuleris ini
dalam menyikapi urusan politik dan agama berusaha untuk memisahkannya. Secara
umum kelompok ini menganut dan mengamalkan sekulerisme. Tokoh yang paling
terkemuka yang dapat dikategorikan kelompok ini adalah Ali Abd Raziq.
Ketiga, kelompok reformis fundamentalis. Kelompok reformis fundamentalis
ini menerima HAM secara terbatas (kritis). Pada umumnya kelompok ini berupaya
mencari sintesis yang memungkinkan antara nilai-nilai Islam dan nilai-nilai baru
(yang datang dari luar Islam) meskipun pada kenyataannya pemikiran ini masih tetap
berpegang teguh pada ajaran Islam (yang bersikap teknis praktis) yang
bertentangan dengan pemikiran HAM internasional dan nilai-nilai kemanusiaan.
Pemikiran ini mempunyai kesamaan dengan tipologi pemikiran fundamentalis, yaitu
bersipat teosentris.
Keempat, tipologi kelompok pemikir mutakhir. Ciri dari tipe ini adalah sikap
kritis dan obyektif terhadap pemikiran Barat (HAM internasional) dan pemikiran
Timur (Islam) secara berimbang. Kelompok ini berupaya mencari nilai autentik dari
pemikiran Islam dan Barat. Oleh karena itu tipe ini bisa digolongkan pada Reformis
Super Fundamentalis. Di antara tokoh yang membangun pemikiran ini adalah Hasan
Hanafi.
6.
Harun Nasution dan Bahtisr Effendi, Hak Asasi Manusia dalam Islam, Yayasan Obor
Indonesia, Cet. 5. Jakarta, 2001, hal 130
Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Hadist Volume 2, No.2. Juli 2019 p-ISSN: 2615-2568 e-ISSN: 2621-3699
183
D. Nilai-Nilai HAM dalam Syari’ah/Hukum Islam
Secara normatif, nilai-nilai HAM dirumuskan oleh PBB dalam sebuah
deklarasi yang kemudian dikenal sebagai Deklarasi Hak Asasi Manusia Universal
(Universal Declaration of Human Rights) PBB pada 10 Desember 1948. Deklarasi
ini disepakati oleh 48 negara dimaksudkan untuk menjadi standar umum yang
universal dari hak asasi manusia bagi sleuruh bangsa dan umat manusia. Deklarasi
ini menyebutkan seluruh hak dan kebebasan yang dinikmati setiap individu tanpa
memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, opini politik, dan opini
lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, status kekayaan, kelahiran, dan status
lainnya. 7
Deklarasi ini terdiri dari 30 pasal. Secara umum pasal-pasal itu mengatur hak-
hak yang menjunjung tinggi martabat manusia baik sebagai individu, anggota
masyarakat bangsa, maupun masyarakat internasional.
Dilihat dari tujuan, nilai-nilai HAM di atas sangat universal dan baik. Harkat
dan martabat manusia dijunjung tinggi terlepas dari perbedaan ras, agama, warna
kulit, dan perbedaan lainnya. Dalam konteks ajaran Islam, nilai-nilai itu diakui
sebagai sunnatullah.
Islam adalah agama yang universal dan komprehensif yang melingkupi
beberapa konsep. Konsep yang dimaksud yaitu aqidah, ibadah, dan muamalat yang
masing-masing memuat ajaran keimanan. Aqidah, ibadah dan muamalat, di samping
mengandung ajaran keimanan, juga mencakup dimensi ajaran agama Islam yang
dilandasi oleh ketentuan-ketentuan berupa syariat atau fikih.8
Selanjutnya, di dalam Islam, menurut Abu A'Ala Al-Maududi, ada dua
konsep tentang Hak. Pertama, Hak manusia atau huquq al-insān al-dharuriyyah.
Kedua, Hak Allah atau huquq Allah. Kedua jenis hak tersebut tidak bisa dipisahkan.
Dan hal inilah yang membedakan antara konsep HAM menurut Islam dan HAM
menurut perspektif Barat. 9
Perlu dicatat bahwa inti dari HAM adalah egalitarianisme, demokrasi,
persamaan hak di depan hukum, dan keadilan sosial, ekonomi, dan budaya.
7. M. Luqman Hakim, Deklarasi Islam tentang HAM, Risalah Gusti, Surabaya, 2000, hal. 54.
8.
T. Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Islam dan Hak Asasi Manusia, PT Pustaka Rizki
Putra,Semarang, 1999, hal.50. 9.
Abu A'Ala Al-Maududi http://ufukislam.blogspot.com/2009/12/abul-ala-al-maududi.html
Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Hadist Volume 2, No.2. Juli 2019 p-ISSN: 2615-2568 e-ISSN: 2621-3699
184
Perbedaan, misalnya dalam pandangan Islam, adalah kehendak Allah karena itu
segala upaya yang memaksa agar semua manusia itu seragam (satu agama, satu
bangsa, satu warna kulit, satu opini politik) adalah penyangkalan terhadap
sunnatullah itu. Dalam al-Qur'an Allah menegaskan,:
يعا أفأنت تكره الن اس حت يكونوا مؤمنين ولو شاء ربك لمن من ف الرض كلهم ج"Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di
muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya
mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?" (QS, Yunus : 99)
Kitab tafsir yang sangat dihormati, Tafsir Jalalain10
, membuat tekanan sentral
yang lebih memperjelas ayat ini dengan mengatakan, "hendak kau paksa jugakah
orang untuk melakukan apa yang Allah sendiri tidak ingin melakukannya terhadap
mereka?"11
Penegasan Jalalain dapat mempertegas bahwa usaha untuk menyamakan
semua perbedaan semua umat manusia adalah sebuah tindakan pelanggaran HAM.
Ini juga menunjukkan bahwa dengan perbedaan manusia didorong untuk saling
menolong dan bekerjasama. Karena itu, sikap menghargai atas perbedaan di antara
manusia adalah sikap primordial yang tumbuh secara organik sejak Islam diserukan
kepada umat manusia 1500 tahun yang lalu.
Islam menyadari bahwa mengakui perbedaan adalah sikap paling realistis.
Hal ini ditegaskan dalam al-Qur'an Surat al-Baqarah ayat 272 "Bukan tugasmu (hai
Rasul) memberi petunjuk kepada mereka. Tetapi Allah lah yang memberi petunjuk
kepada siapapun yang kekehendaki-Nya". Ayat-ayat ini adalah prinsip HAM dalam
beragama dan dalam menghormati perbedaan. Namun demikian, ayat ini
menganjurkan agar setiap orang yang beriman harus tetap teguh tanpa harus
terpengaruh oleh ajaran yang lain.
Selain prinsip HAM di atas, prinsip-prinsip lain yang bersifat menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia adalah kritik Islam atas ketidakadilan,
ketimpangan sosial, dan diskriminasi. Nilai-nilai ini adalah juga yang diperjuangkan
10
. karya Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al-Mahalli (791 H-864 H) dan Abu al- Fadl Abdur
Rahman bin Abu Bakar bin Muhammad Jalaluddin as-Suyuti (849-911 H). Ia disebut Jalalain
yang berarti dua (ulama tafsir bernama) Jalal. 11.
Jalaluddin Mahalli dan Jalaluddin al-Suyuti, terbit dalam banyak edisi dan tafsir yang saya
kutip mengikuti ayat dari QS 10: 99 di atas.
Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Hadist Volume 2, No.2. Juli 2019 p-ISSN: 2615-2568 e-ISSN: 2621-3699
185
oleh HAM. Sejak 1500 tahun yang lalu, al-Qur'an menyampaikan kritik ini seperti
ketidakadilan ekonomi dalam pernyataan "kekayaan tidak boleh berputar di kalangan
orang-orang kaya saja", QS 59:7. Juga aturan zakat dalam QS 9:60 memperkuat
bagaimana Islam peduli pada orang-orang tertindas yang perlu ditolong dan
ditingkatkan harkat dan martabatnya. Melakukan pembiaran atas nasib orang-orang
miskin dan terlantar adalah perbuatan melanggar agama dan HAM.
Selanjutnya, pada level sosial-politik al-Quran ingin menguatkan unit
kekeluargaan paling dasar yang terdiri dari kedua orang tua, anak-anak, dan kakek-
nenek. Unit keluarga adalah dasar keharmonisan di mana harkat manusia mulai
ditegakkan. Karena itu al-Qur'an peduli pada aspek ini seperti diterangkan dalam QS,
2: 83, 4:36, 6:161, 17:23, 29:8, dan lain-lain. Karena itu, peningkatan harkat dan
martabat manusia hanya bisa bermakna jika dikaitkan dengan aspek keadilan
ekonomi, sosial, dan politik. Prinsip-prinsip al-Qur'an di atas mengatur sedemikian
rupa sehingga hak-hak manusia tidak dilanggar baik dalam tingkat individu,
keluarga, maupun masyarakat. Baik secara ekonomi, sosial, maupun politik.
Jadi, persamaan hak, keadilan, tolong-menolong, dan persamaan di depan
hukum adalah prinsip-prinsip kunci yang sangat diperhatikan di dalam Syari'ah.
Dalam sejarah peradaban Islam, prinsip-prinsip ini dipegang oleh umat Islam sebagai
cara hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dengan prinsip-prinsip yang sangat jelas di atas, maka setiap pemaksaan
kehendak, penindasan, diskriminasi, intoleransi, terorisme, dan hal-hal yang
menyalahi sunnatullah bukanlah ajaran Islam. Sekalipun hal ini dilakukan oleh
oknum umat Islam, namun ini tetap sebagai bukan ajaran Islam. Penegasan ini perlu,
karena semua pelanggaran HAM dalam bentuk pemerintahan otoriter (Saddam
Hussein Abd al-Majid al-Tikriti, Moammar Abu Minyar Al- Khadafi dan lain-lain),
dalam bentuk terorisme, dan dalam bentuk penindasan kaum wanita selalu
dialamatkan kepada umat Islam. Terorisme adalah persoalan politik dan ada di setiap
agama manapun. Terorisme bukan ajaran agama karena ia bertentangan dengan nilai-
nilai kemanusiaan dan sunnatullah.
Secara normatif, tidak ada agama yang menganjurkan kekerasan, kekejaman,
dan pelanggaran atas hak-hak asasi manusia. Dalam konteks ajaran Islam, ia justru
menawarkan konsep kerja sama berdasarkan keadilan, saling menghormati, dan
Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Hadist Volume 2, No.2. Juli 2019 p-ISSN: 2615-2568 e-ISSN: 2621-3699
186
persaudaraan. Masalah keyakinan adalah masalah Tuhan, yang manusia sendiri tidak
memiliki kewenangan untuk mengadili. Hal ini ditegaskan dalam QS An Nahl:125,
"Sesungguhnya Tuhanmu jauh lebih mengetahui daripada engkau tentang siapa
yang menyimpang dari jalan-Nya dan siapa yang mendapat petunjuk".
Prinsip ini mempertegas bahwa dahulukan penghormatan terhadap HAM dan
jangan engkau hiraukan keyakinannya selama ia tidak memusuhi dan melakukan
penyerangan. Dengan kata lain, keyakinan yang berbeda jangan menghalangi kerja
sama dan saling menghormati di antara manusia. Prinsip al-Qur'an ini menjadi jalan
umat Islam untuk menjadi pelopor dalam toleransi dan penegakan hak-hak asasi
manusia. Umat Islam semestinya tidak gamang berbicara soal HAM, karena prinsip-
prinsipnya telah diajarkan dalam al-Qur'an 1500 tahun yang lalu. Kegamangan untuk
menegakkan HAM oleh umat Islam justru menandai kemunduran perspektif.12
Penggalian prinsip-prinsip HAM dari Syari'ah memang sudah mulai
dilakukan oleh sejumlah ulama. Hasilnya adalah munculnya karya-karya tentang
HAM. Bahkan dengan pengayaan baru bahwa Hak Asasi Manusia harus satu paket
dengan kewajiban asasi manusia. Konsep Syari'ah tentang HAM dan seluk-beluknya
masih terus dapat digali. Bahkan bisa ditambahkan ke dalam muatan HAM yang
sudah ada. Pengembangan nilai-nilai HAM dengan pengayaan prinsip-prinsip
Syari'ah dapat menjadi pilihan masa depan yang selanjutnya membentuk semacam
"Teologi Toleransi", "Teologi HAM", atau "Teologi Kerukunan Beragama".
E. Implementasi Hak Asasi Manusia dalam Hukum Islam Di Indonesia
Al-Quran dan Sunnah sebagai sumber hukum dalam islam memberikan
penghargaan yang tinggi terhadap hak asasi manusia. Al-Quran sebagai sumber
hukum pertama bagi umat islam telah melatakan dasar-dasar HAM seta kebenaran
dan keadilan, jauh sebelum timbul pemikiran mengenai hal tersebut pada masyarakat
dunia. Ini dapat di lihat pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dal ak-Quran, antara
lain:
1. Dalam al-Quran terdapat sekitar 80 ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup
dan penyediaan sarana kehiduapan, misalnya dalam surat al-Maidah ayat 32.
Disamping itu al-Quran juga berbicara tentang kehormatan dalam ayat 20.
12 .
T. Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Islam dan Hak Asasi Manusia, PT Pustaka Rizki
Putra,Semarang, 2001, hal.56.
Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Hadist Volume 2, No.2. Juli 2019 p-ISSN: 2615-2568 e-ISSN: 2621-3699
187
2. Al-Quran juga menjelaskan sekitar 150 ayat tentang ciptaan makhluk-
makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan, misalnya dalam surat al-
Hujurat ayat 13.
3. Al-Quran telah mengetengahkan sikap menentang kezaliman dan orang-orang
yang berbuat zalim dalam sekitar 320 ayat dan memerintahkan berbuat adil
dalam 50 ayat yang di ungkapkan dengan kata-kata : „adl, qisth dan qishash.
4. Dalam al-Quran terdapat sekitar 10 ayat yang berbicara mengenai larangan
memaksa untuk menjamin kebebasan berpikir, berkeyakinan dan
mengutamakan aspirasi. Misalnya yang dikemukakan oleh surat al-Kahfi ayat
29.
Begitu juga halnya dengan sunnah nabi. Nabi Muhammad saw telah
memberikan tuntunan dan contoh dalam penegakan dan perlindungan terhadap
HAM. Hal ini misalnya terlihat dalam perintah nabi yang menyuruh untuk
memelihara hak-hak manusia dan hak-hak kemuliaan, walaupun terhadap orang yang
berbeda agama, melalui sabda beliau:13
“Barang siapa yang mendzalimi seseorang mu‟ahid (seorang yang telah
dilindungi oleh perjanjian damai) atau mengurangi haknya atau membebaninya
diluar batas kesanggupannya atau mengambil sesuatu dari padanya dengan tidak
rela hatinya, maka aku lawannya di hari kiamat”
Dalam deklarasi Madinah melalui Piagam Madinah yang terdiri 47 poin
merupakan konstitusi atau Undang-undang Dasar (UUD) bagi negara Islam yang
pertama didirikan oleh Nabi Muhammad saw sebagai pedoman perilaku sosial,
keagamaan, serta perlindungan semua anggota komunitas yang hidup bersama-sama
di Madinah.
Fenomena Piagam Madinah yang dijadikan pedoman perilaku sosial,
keagamaan, serta perlindungan semua anggota komunitas yang hidup bersama-sama
tersebut sampai menimbulkan decak kagum dari seorang sosiolog modern terkemuka
berkebangsaan Amerika, yaitu Robert N, Bellah, yang menyatakan bahwa kehidupan
Madinah yang sangat menjunjung tinggi HAM, terlampau modern untuk ukuran
zaman itu.
Adapun ajaran pokok dalam Piagam Madinah itu adalah: Pertama, interaksi
secara baik dengan sesama, baik pemeluk Islam maupun non Muslim. Kedua, saling
membantu dalam menghadapi musuh bersama. Ketiga, membela mereka yang
13.
T. Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Islam dan Hak Asasi Manusia, PT Pustaka Rizki
Putra,Semarang, 2001, hal.65.
Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Hadist Volume 2, No.2. Juli 2019 p-ISSN: 2615-2568 e-ISSN: 2621-3699
188
teraniaya. Keempat, saling menasihati. Dan kelima menghormati kebebasan
beragama. Satu dasar itu yang telah diletakkan oleh Piagam Madinah sebagai
landasan bagi kehidupan bernegara untuk masyarakat majemuk di Madinah.
Selain deklarasi Madinah juga terdapat deklarasi Cairo. Deklarasi ini
dicetuskan oleh menteri-menteri luar negeri dari negara-negara Organisasi
Konferensi Islam (OKI) pada tahun 1990. Peran sentral syari‟at Islam sebagai
kerangka acuan dan juga pedoman interpretasi dari Deklarasi Kairo ini terwujud pada
dokumen itu sendiri, terutama pada dua pasal terakhirnya yang menyatakan bahwa
semua hak asasi dan kemerdekaan yang ditetapkan dalam deklarasi ini merupakan
subjek dari syari‟at islam, syari‟at islam adalah satu-satunya sumber acuan untuk
menjelaskan dan penjernihan pasal-pasal deklarasi ini (Pasal 23 dan 24).
Dari gambaran di atas baik deklarasi Madinah maupun Deklarasi Kairo,
betapa besarnya perhatian Islam terhadap HAM yang dimulai sejak Islam ada
sehingga Islam tidak membeda -bedakan latar belakang agama, suku, budaya, strata
sosial dan sebagainya.
Begitu pula penserapan atau implementasi Hak Asasi Manusia yang
dilaksanakan oleh NKRI dengan dibentuknya Organisasi Negara yaitu Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM), yang tidak lain mempunyai
orientasi melindungi individu dan masyarakat dalam menjalani kehidupannya sehari-
hari, serta menjamin hak persamaan dan keadilan antar sesama. Sehinggi bisa di
abstraksikan bahwa Islam, PBB dan NKRI berjalan senada dan seirama dalam
penegakan Hak Asasi Manusia demi mewujudkan kesetaraan hidup dan keadilan
sosial sehingga kearifan lokal dan tujuan substansi adanya agama dan negara dapat
tercapai.
F. Perlindungan Islam terhadap Hak Asasi Manusia
Adapun hak-hak asasi manusia yang dilindungi oleh hukum islam antar lain: 14
1. Hak Hidup
Hak hidup adalah hak asasi yang paling utama bagi manusia, yang
merupakan karunia dari Allah bagi setiap manusia. Perlindungan hukum Islam
terhadap hak hidup manusia dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan syari‟at yang
14.
Dalizar Putra, Hak Asasi Manusia menurut al-Qur‟an, PT al-Husna Zikra, Jakarta, 2003, hal.
57
Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Hadist Volume 2, No.2. Juli 2019 p-ISSN: 2615-2568 e-ISSN: 2621-3699
189
melindungi dan menjungjung tinggi darah dan nyawa manusia, melalui larangan
membunuh, ketentuan qishash dan larangan bunuh diri.
Sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 93 yang artinya:
“Dan barang siapa membunuh seorang muslim dengan sengaja maka
balasannya adalah jahannah, kekal dia didalamnya dan Allah murka
atasnya dan melaknatnya serta menyediakan baginya azab yang berat”.
2. Hak Kebebasan Beragama
Dalam Islam, kebebasan dan kemerdekaan merupakan HAM, termasuk
didalamnya kebebasan menganut agama sesuai dengan keyakinannya. Oleh
karena itu, Islam melarang keras adanya pemaksaan keyakinan agama kepada
orang yang telah menganut agama lain. Hal ini dijelaskan dalam al-Quran surat
al-baqarah ayat 256, yang artinya:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama Islam, sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar dan jalan yang salah”.
Kemerdekaan beragama terwujud dalam bentuk-bentuk yang meliputi
antar lain: 15
Pertama, tidak ada paksaan untuk memeluk suatu agama atau
kepercayaan tertentu atau paksaan untuk menanggalkan suatu agama yang
diyakininya.
Kedua, Islam memberikan kekuasaan kepada orang-orang non islam
(ahli kitab) untuk melakukan apa yang menjadi hak dan kewajiban atau apa saja
yang dibolehkan, asal tidak bertentangan dengan hukum islam.
Ketiga, Islam menjaga kehormatan ahli ktab, bahkan lebih dari itu
mereka diberi kemerdekaan untuk mengadakan perdebatan dan bertukar pikiran
derta pendapat dalam-dalam batasan-batasan etika perdebatan serta menjauhkan
kekerasaan dan paksaan.
Islam telah memberikan respon positif terhadap kebebasan beragama
yang tercermin dalam bentuk kerukunan dan toleransi antar pemeluk agama. Hal
ini tercermin dalam bentuk larangan memaki sembahan penganut agama lain,
meskipun menurut pandangan Islam hal itu termasuk syirik, sebagaimana
dikatakan dalam surat al-An‟am ayat 108, yang artinya:
“dan jangan kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah
selain Allah, karena nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas
tanpa pengetahuan.”
15.
Dalizar Putra, Hak Asasi Manusia menurut al-Qur‟an, PT al-Husna Zikra, Jakarta, 2003, hal.
59-61
Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Hadist Volume 2, No.2. Juli 2019 p-ISSN: 2615-2568 e-ISSN: 2621-3699
190
3. Hak atas Keadilan
Keadilan adalah dasar dari cita-cita islam dan merupakan disiplin mutlak
untuk menegakan kehormatan manusia. Dalam hal ini banyak ayat-ayat Quran
maupun sunnah yang mengajak untuk mengakkan keadilan, diantaranya pada
surat an-Nahl ayat 90, yang artinya:
“sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang perbuatan
keji, kemungkaran dan permusuhan.”
4. Hak Persamaan
Isalm tidak hanya mengakui prinsup kesamaan derajat mutlak diantara
manusia tanpa memandang warna kulit, ras atau kebangsaan, melainkan
menjadikannya realitas yang penting.
Al-Quran menjelaskan idealisnya tentang persamaan manusia dalam
surat al-Hujurat ayat 13, yang artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling bertakwa”
5. Hak mendapatkan Pendidikan
Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan dan
pengajaran. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan
kesanggupan alminya. Dalam islam, mendapatkan pendidikan bukan hanya
merupakan hak, tapi juga merupakan kewajiban bagi setiap manusia,
sebagaimana yang dinyatakan oleh hadits nabi saw yang diriwayatkan oleh
Bukhari:
“menuntuk ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim”
6. Hak Kebebasan Berpendapat
Setiap orang mempunyai hak untuk berpendapat dan menyatakan
pendapatnya dalam batasan-batasan yang ditentukan hukum dan norma-norma
lainya. Artinya tidak seorangpun diperbolehkan menyebarkan fitnah dan berita-
berita yang mengganggu ketertiban umum dan mencemarkan nama baik orang
lain.
Kebebasan berpendapat telah dikenal dalam Islam. Sudah merupakan
tradisi dikalangan sahabat untuk bertanya kepada Nabi saw tentang beberapa
masalah berkenaan dengan perintah Allah yang diwahyukan kepadanya. Apabila
nabi menyatakan bahwa dirinya tidak mendapat petunjuk dari Allah, maka para
sahabat boleh menyatakan pendapatnya dengan bebas. Hal ini misalnya terlihat
Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Hadist Volume 2, No.2. Juli 2019 p-ISSN: 2615-2568 e-ISSN: 2621-3699
191
dalam peristiwa perang badar, dimana Nabi saw memilih suatu tempat khusus
yang dianggapnya pantas untuk menyerang musuh, namun sahabat menyarankan
mengambil tempat lain dan Nabi pun menyetujuinya, karena tempat itu lebih
strategis.
Kebebasan berpendapat juga dijamin dengan adanya lembaga
musyawarah dengan rakyat, yang dijelaskan dalam surat asy-Syura ayat 38, yang
artinya:
“Dan urusan mereka diputuskan dengan musyawarah diantara mereka”.
7. Hak Kepemilikan
Islam menjamin hak kepemilikan yang sah dan mengharamkan
penggunaan cara apapun untuk mendapatkan harta orang lain yang bukan
haknya, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 188, yang
artinya:
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain
di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan
sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui”
8. Hak Mendapatkan Pekerjaan
Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak, tetapi juga sebagai
kewajiban. Bekerja merupakan kehormatan yang perlu dijamin, sebagaimana
sabda nabi saw:
“Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang dari pada
makanan yang dihasilkan dari tangannya sendiri”(HR. Bukhari)
Disamping itu islam menjamin hak pekerja:
“Berilah pekerja itu upah sebelum kering keringatnya” (HR. Ibnu Majah)
G. Kesimpulan
Hak dapat dimaknai sebagai suatu nilai yang diinginkan seseorang untuk
melindungi dirinya, agar ia dapat ia memelihara dan meningkatkan kehidupannya
dan mengembangkan kepribadiannya. Ketika diberi imbuhan asasi, maka ia
sedemikian penting, mendasar, diakui oleh semua peradaban, dan mutlak
pemenuhannya.
Karena Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugrah-Nya yang wajib dihormati, di jungjung tinggi, di lindungi oleh negara,
Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Hadist Volume 2, No.2. Juli 2019 p-ISSN: 2615-2568 e-ISSN: 2621-3699
192
hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
martabat manusia.
Manusia dalam Islam di tempatkan sebagai makhluk yang memilki kemuliaan
dan keutamaan, memiliki harkat dan martabat yang tinggi. Pada sistem HAM Islam
mengandung prinsip-prinsip dasar tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan
terhadap sesama manusia. Apapun warna kulit, dari manapun asalnya, dan apapun
agama yang dianut. Sampai-sampai Malaikat pun harus menghormatinya (QS Al-
Baqarah: 34, Al-a‟raf:11). Bersamaan dengan pemberian status sebagai “mahluk
yang unggul”
Hak-hak asasi manusia memperoleh landasan dalam Islam melalui ajarannya
yang paling utama, yaitu Tauhid (mengesakan Tuhan). Karena itu, hak-hak asasi
manusia dalam Islam lebih dipandang dalam perspektif theosentris. Walau demikian,
ajaran tauhid tersebut berimplikasi pada keharusan prinsip persamaan, persaudaraan
dan keadilan antar sesama manusia, dan prinsip kebebasan manusia. Selain prinsip-
prinsip yang bersifat menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia adalah kritik
Islam atas ketidakadilan, ketimpangan sosial, dan diskriminasi. Al-Qur'an
menyampaikan kritik ini seperti ketidakadilan ekonomi dalam pernyataan "kekayaan
tidak boleh berputar di kalangan orang-orang kaya saja" (QS 59:7). Jadi, persamaan
hak, keadilan, tolong-menolong, dan persamaan di depan hukum adalah prinsip-
prinsip kunci yang sangat diperhatikan di dalam Syari'ah. Dalam sejarah peradaban
Islam, prinsip-prinsip ini dipegang oleh umat Islam sebagai cara hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Prinsip tersebut telah menjadi landasan
bagi pembentukan peradaban masyarakat Muslim awal, sehingga menempatkan
dunia Islam beberapa abad di depan barat. Wallu a'lam bi al-shawab.
DAFTAR PUSTAKA
Syah, Ismail Muhammad, dkk. Filsafat Hukum Islam (Cet. II; Jakarta: Bumi
Aksara,1992)
Syarifuddin Amir, Ushul Fiqh Jilid 1, Kencana. 2008
Dalizar putra. 1995. Hak Asasi Manusia Menurut Al-Quran, Jakarta: PT. Al-Husna
Zikra
Nasution, Harun dan Bahtiar Effendi. Hak Asasi Manusia Dalam Islam. Jakarta :
Yayasan Obor Indonesia. 1987
Hakim, M. Luqman. Deklarasi Islam Tentang HAM. Surabaya : Risalah Gusti. 1993
Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Hadist Volume 2, No.2. Juli 2019 p-ISSN: 2615-2568 e-ISSN: 2621-3699
193
ash Shiddieqy, T. Muhammad Hasbi. Islam Dan Hak Asasi Manusia, Semarang :PT.
Pustaka Rizki Putra. 1999