Hak asasi Manusia
-
Upload
nova-riadi -
Category
Documents
-
view
91 -
download
3
Transcript of Hak asasi Manusia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak asasi manusia merupakan materi inti dari naskah undang-undang dasar
negara modern. Demikian pula hak dan kewajiban warga negara merupakan
salah satu materi pokok yang diatur dalam setiap undang-undang dasar sesuai
dengan paham konstitusi negara modern. Hak Asasi Manusia (HAM), adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan setiap manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, Hukum,
Pemerintahan, dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia. Artinya, yang dimaksud sebagai hak asasi manusia adalah
hak yang melekat pada diri setiap pribadi manusia. Karena itu, hak asasi
manusia (the human rights) itu berbeda dari pengertian hak warga negara (the
citizen’s rights). Namun, karena hak asasi manusia itu telah tercantum dengan
tegas dalam UUD 1945, sehingga juga telah resmi menjadi hak konstitusional
setiap warga negara atau “constitutional rights”.
1
BAB II
HAK ASASI MANUSIA
DI INDONESIA
A. Sejarah Hak-Hak Asasi Manusia
Secara historis hak asasi manusia sebagaimana yang saat ini dikenal (baik
yang di cantumkan dalam berbagai piagam maupun dalam UUD), memiliki
riwayat perjuangan panjang bahkan sejak Abad Ke-13 perjuangan untuk
mengukuhkan gagasan hak asasi manusia ini sesudah dimulai segera setelah di
tanda tanganinya Magna Charta pada tahun 1215 oleh raja John Lackbland,
maka sering kali peristiwa ini di catat sebagai permulaan dari sejarah perjuangan
hak-hak asasi manusia, sekali pun sesungguhnya piagam ini belum merupakan
perlindungan terhadap hak-hak asasi sebagaimana yang di kenal surat ini (Muh.
Kusnardi dan ibrahim,1981:307).
Menurut Muhammad Kusnardi dan Ibrahim (1981:308), bahwasannya
perkembangan dari hak-hak asasi manusia adalah dengan ditanda tanganinya
Polition of Rights pada tahun 1628 oleh raja Charles 1. Kalau pada tahun 1215
raja berhadapan dengan kaum bangsawan dan gereja, yang mendorong lahirnya
Magna Charta, maka pada tahun 1628 tersebut raja berhadapan dengan parlemen
yang terdiri dari utusan rakyat (The House Of Comouons) kenyataan ini
memperlihatkan bahwa perjuangan hak-hak asasi manusia memiliki korelasi
yang erat sekali dengan perkembangan demokrasi.
Namun dalam hal ini yang perlu dicatat, bahwasannya hak asasi manusia itu
telah ada sejak abad 13,karena telah adanya pejuangan-perjuangan dari rakyat
untuk mengukuhkan gagasan hak asasi mausia sudah di miliki.
2
Prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia,
merupakan bagian dari prinsip perlindungan hukum. Istilah hak asasi manusia
di Indonesia, sering disejajarkan dengan istilah hak- hak kodrat, hak-hak dasar
manusia. Natural rights, human rights, fundamental rights, gronrechten,
mensenrechten, rechten van den mens dan fundamental rechten Menurut
Philipus M Hadjon, di dalam hak (rights), terkandung adanya suatu tuntutan
(claim).
Pengertian hak asasi manusia berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU
No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia
Perkembangan konsep hak asasi manusia ditelusuri secara historis berawal
dari dunia Barat dimulai dari abad XVII sampai dengan abad XX.
Pada abad XVII, hak asasi manusia berasal dari hak kodrat (natural rights)
yang mengalir dari hukum kodrat (natural law). Dua hak yang sangat ditonjolkan
adalah kebebasan politik (political freedom) dan hak untuk ada (rights to be).
Hal ini dipengaruhi keadaan masa sebelumnya dalam kehidupan bernegara yang
absolut.
Pada abad XVIII, hak kodrat dirasionalkan melalui konsep kontrak sosial
dan mebuat hak tersebut menjadi sekular, rational, universal, individual
demokratik dan radikal. Dua hak yang sangat ditonjolkan adalah kebebasan sipil
(civil libertis) dan hak untuk memiliki (rights to have).
3
Pada abad XIX masuk pemikiran sosialisme yang lebih memberikan
penekanan pada masyarakat (society). Pada masa ini lahir fungsi sosial dan hak-
hak individu. Dua hak yang sangat ditonjolkan adalah hak untuk berpartisipasi
(participation rights) dan hak untuk berbuat (rights to do). Pada abad XX
ditandai dengan usaha untuk mengkonversikan hak-hak individu yang sifatnya
kodrat menjadi hak-hak hukum (form natural human rights into positive legal
rights).
Saat itu lahirlah The Universal Declaration of Human Rights. Hak yang
meonjol pada abad ini adalah hak-hak sosial ekonomi (sosial economic rights)
dan hak untuk mendapatkan sesuatu (rights to receive).
1. Perkembangan Pemikiran HAM di Indonesia
Perkembangan pemikiran mengenai HAM di Indonesia tebagi dalam
dua periode yaitu periode sebelum kemerdekaan (1908-1945) dan periode
setelah kemerdekaan (1945-sekarang).
a. Periode sebelum kemerdekaan (1908-1945)
Pemikiran HAM pada periode melalui organisasi pergerakan pada
masa tersebut. Dalam konteks pemikiran HAM, para pemimpin Boedi
Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan
mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada
pemerintah kolonial dalam tulisan yang dimuat dalam Goeroe Desa.
Selain itu, Boedi Oetomo telah pula memperlihatkan kepeduliannya
tentang konsep perwakilan rakyat. Langkah tersebut diambil sebagai
bentuk kewajiban mempertahankan negeri di bawah pemerintahan
kolonial. Selanjutnya, pemikira HAM pada Perhimpunan Indonesia
banyak dipengaruhi tokoh organisasinya seperti Moh. Hatta, Nazir,
Pamontjak, Ahmad Soebardjo, A.A Maramis, dan lain-lain.
4
Pemikiran itu lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan
nasib sendiri (the right of self-determination). Selanjutnya, Sarekat
Islam merupakan organisasi kaum santri yang dimotori oleh H. Agus
Salim dan Abdul Muis. Konsep HAM yang dikemukakan oleh
organisasi ini menekankan pada usaha-usaha untuk memperoleh
penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan diskriminasi
rasial. Selanjutnya, Partai Komunis Indonesia yang merupakan partai
yang berlandaskan pada Marxisme. Dari segi pemikiran HAM partai ini
lebih condong pada hak-hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu-isu
yang berkenaan dengan alat-alat produksi. Organisasi yang juga konsen
terhadap HAM ada pada Indische Partij yang memiliki konsep
pemikiran HAM paling yakni hak untuk mendapatkan kemerdekaan
serta mendapatkan perlakuan yang sama.
Bahkan, Douwes Dekker menyatakan bahwa kemerdekaan itu
harus direbut. Kemudian Partai Nasional Indonesia yang dalam konteks
pemikiran HAM mengedepankan hak untuk memperoleh kemerdekaan
(the right of self determination). Adapun pemikiran HAM dalam
organisasi Pendidikan Nasional Indonesia yang didirikan oleh Moh.
Hatta setelah Partai Nasional Indonesia dibubarkan dan merupakan
wadah perjuangan yang menerapkan taktik non kooperatif melalui
program pendidikan politik, ekonomi dan sosial.
Pemikiran HAM sebelum Indonesia merdeka juga terjadi dalam
perdebatan pada sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) antara Soekarno dan Soepomo di
stau pihak dengan Moh. Hatta dan Moh. Yamin pada pihak lin.
Perdebatan HAM yang terjadi dalam berkaitan dengan masalah hak
persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan,
5
hak berserikat, hak berkumpul, hak mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan.
b. Periode setelah kemerdekaan (1945-sekarang)
1) Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada awal kemerdekaan masih menekankan
pada hak untuk merdeka (self detemination), hak kebebasan
berserikat, melalui organisasi politik yang didirikan serta hak
kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.
2) Periode 1950-1959
Pada periode 1950-1959 Indonesia melaksanakan sistem
pemerintahan Demokrasi Parlementer pemikiran dan aktualisasi
HAM pada periode ini mengalami “pasang” dan menikmati “bulan
madu” nya kebebasan. Indikatornya antara lain; Pertama, semakin
banyak tumbuh partai politik dengan beragam idiologinya masing-
masing. Kedua, kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi
betul-betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum
sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana
kebebasan, fair dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan
perwakilan rakyat sebagai representasi dari kedaulatan rakyat
menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil-wakil rakyat
dengan melakukan kontrol/pengawasan yang semakin efektif
terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM
memperoleh iklim yang kondusif, sejalan dengan tumbuhnya
sistem kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.
3) Periode 1959-1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah
sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno
terhadapsistem demokrasi parlementer. Pada sistem ini kekuasaan
terpusat pada tangan presiden. Akibatnya Presiden melakukan
tindakan inkonstitusional baik pada tataran suprastruktur politik
maupun dalam tataran infrastruktur politik. Dalam perspektif
6
pemikiran HAM, telah terjadi pengekangan hak asasi masyarakat
terutama hak sipil dan hak politik. Dengan kata lain telah terjadi
restriksi atau pembatasan yang ketat oleh kekuasaan, sehingga
mengalami kemunduran (set back) sebagai sesuatu yang
berbanding terbalik dengan situasi pada masa Demokrasi
Parlementer.
4) Periode 1966-1998
Terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto,
setelah sebelumnya didahului dengan adanya pemberontakan
G30S/PKI pada tanggal 30 September 1966 yang diikuti dengan
situasi chaos yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Pergantian tampuk pimpinan nasional ini diikuti oleh suasana
pengharapan yang tinggi akan munculnya supremasi hukum dan
penghormatan terhadap HAM di Indonesia, sehingga pada masa
awal periode ini diadakan berbagai seminar tentang HAM. Dalam
kenyataannya, harapan itu tidak juga terwujud, malah pada sekitar
awal tahun 1970-an sampai dengan akhir 1980-an persoalan HAM
di Indonesia mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi
dihormati, tidak dilindungi bahkan tidak ditegakkan karena
pemikiran elite penguasa pada masa itu menganggap bahwa HAM
merupakan produk Barat dan bersifat individualis, serta
bertentangan dengan paham kekeluargaan yang dianut oleh bangsa
Indonesia, meskipun begitu bukan berarti usaha untuk menegakkan
HAM menjadi stagnan tapi pada periode ini masyarakat yang
dimotori oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan
masyarakat akademis melakukan berbagai upaya melalui
pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan
pelanggaran HAM yang terjadi seperti kasus Tanjung Priok, kasus
Kedung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan
sebagainya. Upaya dari masyarakat tersebut mulai memperoleh
hasil saat menjelang periode 1990-an karena pemerintah telah
7
mulai menindaklanjuti terhadap penegakan HAM. Salah satu sikap
akomodatif dari pemerintah dalam memenuhi tuntutan penegakan
HAM yakni dengan dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (KOMNAS HAM) pada tanggal 7 Juni 1993 berdasarkan
KEPRES No. 50 tahun 1993.
5) Periode 1998-sekarang
Pergantian rezim pemerintahan membawa dampak yang sangat
penting bagi pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada
periode ini dilakukan pengkajian ulang terhadap beberapa
kebijakan pemerintah orde baru yang berlawanan dengan pemajuan
dan perlindungan HAM. Demikian pula kajian terhadap instrumen-
instrumen internasional HAM ditingkatkan. Hasilnya, banyak
norma-norma hukum HAM internasional diadopsi dalam peraturan
perundang-undangan nasional. Masa ini tampaknya menandai era
diterima konsep universalisme HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini melalui dua tahap:
Pertama, tahap status penentuan (prescriptive status) dimana
pemerintah telah menetapkan beberapa ketentuan perundang-
undangan tentang HAM, selain itu pemerintah menerima norma-
norman internasional, baik melalui ratifikasi maupun
institusionalisasi norma-norma HAM internasional ke dalam sistem
hukum nasional. Kedua, tahap penataan aturan secara konsisten
(rule consistent behavior), tahap ini akab ditandai oleh
penghormatan dan penegakan HAM secara konsisten, baik oleh
Pemerintah maupun masyarakat.
B. Pengertian HAM
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak dasar yang secara kodrati
melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus
8
dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau
dirampas oleh siapapun.
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia
sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Menurut UU No. 39 tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa HAM adalah seperangkat
hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai anugerah Tuhan
Yang Maha Esa yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh
Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatannya, serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.
Menurut Prof. A. Masyhur Effendi, S.H., M.H HAM dapat diartikan sebagai
“Hak dasar yang suci yang melekat pada setiap orang/manusia, pemberian
Tuhan untuk selamanya, ketika menggunakannya tidak merugikan hak-hak dasar
anggota masyarakat lainnya.
Menurut John Locke dalam teori hukum alam atau lebih dikenal dengan
teori perjanjian masyarakat mengemukakan bahwa hak-hak dasar tersebut tidak
dapat lepas dari manusia sejak manusia masih dalam keadaan tanpa negara
(artinya ketika negara belum terbentuk). Hak-hak dasar tak dapat diambil oleh
orang lain (Unaliable). Hak-hak tersebut adalah hak alamiah yang tidak dapat
dicabut dari orang-perorang anggota masyarakat yang bersangkutan. Hak
alamiah tersebut meliputi hak hidup, hak kebebasan dan hak memiliki sesuatu
(Life, Liberty, dan Estate). Hak-hak tersebut tidak pernah lepas dari orang
perorang serta tidak pernah diserahkan kepada siapapun terutama
penguasa/pemerintah.
HAM memiliki beberapa ciri khusus, yaitu sebagai berikut:
1. Hakiki (ada pada setiap diri manusia sebagai makhluk Tuhan).
2. Universal, artinya hak itu berlaku untuk semua orang.
3. Permanen dan tidak dapat dicabut.
9
4. Tak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak.
C. Macam-Macam HAM
Perkembangan tuntutan HAM berdasar tingkat kemajuan peradaban budaya
dapat dibagi secara garis besar meliputi bidang sebagai berikut.
1. Hak asasi pribadi (personal rights)
2. Hak asasi di bidang politik (politic rights)
3. Hak asasi di bidang ekonomi (economic and property rights)
4. Hak asasi di bidang sosial budaya (social and cultural rights)
5. Hak untuk memajukan ilmu dan teknologi
6. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan
perlindungan (procedural rights)
7. Hak asasi di bidang HANKAM (defense and security rights)
1. Konsepsi hak asasi manusia Hak-hak Sipil dan Politik (Generasi I)
Hak-hak bidang sipil mencakup, antara lain :
a. Hak untuk menentukan nasib sendiri
b. Hak untuk hidup
c. Hak untuk tidak dihukum mati
d. Hak untuk tidak disiksa
e. Hak untuk tidak ditahan sewenang-wenang
f. Hak atas peradilan yang adil
Hak-hak bidang politik, antara lain :
a. Hak untuk menyampaikan pendapat
b. Hak untuk berkumpul dan berserikat
c. Hak untuk mendapat persamaan perlakuan di depan hukum
d. Hak untuk memilih dan dipilih
2. Hak-hak Sosial, Ekonomi dan Budaya (Generasi II)
Hak-hak bidang sosial dan ekonomi, antara lain :
10
a. Hak untuk bekerja
b. Hak untuk mendapat upah yang sama
c. Hak untuk tidak dipaksa bekerja
d. Hak untuk cuti
e. Hak atas makanan
f. Hak atas perumahan
g. Hak atas kesehatan
h. Hak atas pendidikan
Hak-hak bidang budaya, antara lain :
a. Hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kebudayaan
b. Hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan
c. Hak untuk memperoleh perlindungan atas hasil karya cipta (hak cipta)
3. Hak Pembangunan (Generasi III)
Hak-hak bidang pembangunan, antara lain :
a. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat
b. Hak untuk memperoleh perumahan yang layak
1. Peran Serta dalam Upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan Hak Asasi
Manusia di Indonesia
Kategori pelanggaran HAM sebagai berikut.
a. Pembunuhan besar-besaran (genocide),
b. Rasialisme resmi (politik apartheid),
c. Terorisme resmi berskala besar,
d. Pemerintahan Totaliter,
e. Penolakan secara sadar,
f. Perusakan kualitas lingkungan (ecocide)
g. Kejahatan perang.
11
Upaya penegakan HAM merupakan kewajiban bersama. Untuk mengetahui
secara pasti tentang partisipasi perlindungan dan penegakkan HAM di Indonesia
maka KOMNAS HAM menekankan
a. Membantu terwujudnya peradilan kredibel;
b. Memprakarsai dan menfasilitasi pembentukan komnas HAM di daerah-
daerah;
c. Mengatasi pelanggaran HAM berat;
d. Meningkatkan kemampuan para penegak hukum;
e. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat;
f. Menjamin berlanjutnya proses hokum;
g. Membuat kriteria dan indikator pelanggaran HAM
2. Hak-Hak Asasi Dalam Undang-undang Dasar 1945
Telah di jelaskan pada pembangian sebelumnya bahwa Undang-Undang
Dasar 1945 terdiri dari tiga bagian yang mempunyai kedudukan yang sama,
yaitu pembukaan, batang tubuh yang terdiri dari Pasal 37.
Berdasarkan Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden hanya memberikan
hak tersebut pada warga negara yang sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap
atau Daftar Pemilih Tambahan.
Sehingga warga negara yang telah memenuhi syarat untuk memilih, akan
tetapi masih belum terdaftar dalam DPT telah dirugikan atas keberlakuan pasal
dalam undang-undang tersebut. Sehingga dipastikan apabila tidak diajukannya
judicial review atas pasal tersebut, maka tidak bisa menggunakan haknya dalam
Pemilihan Umum Presiden.
Setelah pengujian (judicial review) atas Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden yang kemudian diputuskan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi
12
Nomor 102/PUU-VII/2009, maka hak asasi yang dijamin dalam konstitusi
semakin dikuatkan sehingga warga negara yang tidak terdaftar dalam Daftar
Pemilh Tetap (DPT) bisa tetap menggunakan haknya dengan kartu Tanda
Penduduk (KTP) disertai Kartu Keluarga (KK) atau Paspor bagi warga negara
indonesia yang berada di luar Indonesia dengan syarat-syarat tertentu.
a. Dalam Pembukaan
Sesungguhnya pembukaan undang-undang dasar 1945 banyak
menyebutkan hak-hak asasi sejak alinia pertama sampai alinia keempat.
- Alinea pertama pada hakekatnya adalah merupakan pengakuan akan
adanya kebebasan untuk merdeka.pengakuan akan perikemanusiaan adalah
inti sari dari hak-hak asasi manusia,
- Alinea kedua : Indonesia sebagai negara yang adil
- Alinea ketiga :Dapat disimpulkan bahwa rakyat indonesia
menyatakan kemerdekaannya supaya tercapai kehidupan bangsa indonesia
yang bebas.
- Alinea ke empat: berisikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-
hak asasi dalam segala bidang
b. Dalam Batang Tubuh
Undang-undang dasar 1945 mengatur hak-hak asasi manusia dalam 7
pasal, yaitu Pasal-Pasal yang langsung berbicara mengenai hak-hak asasi.
Ketujuh pasal tersebut adalah :
1) Pasal 27: Tentang persamaan dalam hukum dan penghidupan yang layak
bagi manusia.
2) Pasal 28: Tentang kebebasan berserikat,berkumpul,dan mengeluarkan
pikiran secara lisan maupun tulisan.
13
3) Pasal 29: Tentang kemerdekaan untuk memeluk agama
4) Pasal 31: Tentang hak untuk mendapat pengajaran
5) Pasal 32: Perlindungan yang bersifat kulturil
6) Pasal 33: Tentang hak ekonomi
7) Pasal 34: Tentang kesejahteraan sosial
Namun dalam hal ini yang perlu dicatat, bahwa dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 dan dalam batang tubuh UUD 1945. Hak-hak
asasi itu telah ada. Karena itu tidak heranlah bahwasannya Negara Indonesia
saat ini telah mengatur masalah UUD 1945, dan yang harus dipikirkan oleh
pemerintah adalah bagaimana supaya segera menyusun undang-undang
pelaksanaannya.
3. Penegakan HAM di Indonesia, Instrumen Hukum, dan Peradilan Internasional
Bangsa Indonesia menyatakan hak-hak asasinya dalam berbagai peraturan
perundangan sebagai berikut.
a. UUD 1945
b. Tap. MPR No. XXVI/MPR/1998 tentang HAM
c. UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM
d. UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Indonesia mempunyai tugas pokok,
yaitu meningkatkan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia di Indonesia.
Sedangkan Pengadilan HAM memiliki wewenang memeriksa dan memutus
perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat, termasuk yang dilakukan di
luar territorial wilayah Negara RI oleh Warga Negara Indonesia.
4. Hambatan dan Tantangan dalam Penegakan HAM Di Indonesia
Adapun aspek yang menjadi penyebab pelanggaran HAM dalam penegakan
HAM tidak mudah, antara lain sebagai berikut.
a. Belum adanya pemahaman dan kesadaran.
14
b. Kurang adanya kepastian hukum terhadap pelanggar HAM.
c. Adanya campur tangan dalam lembaga peradilan.
d. Kurang berfungsinya lembaga penegak hukum.
5. Instrumen Hukum dan Peradilan HAM
Dalam Piagam PBB berkali-kali diulang bahwa PBB akan mendorong,
mengembangkan, dan mendukung penghormatan secara Universal dan efektif
hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan pokok bagi semua tanpa membedakan
suku, gender, bahasa, dan agama.
Organisasi Buruh Sedunia (ILO) yang bertugas memperbaiki syarat-syarat
bekerja dan Disamping itu, ada dua badan khusus PBB yang juga menangani
HAM hidup para buruh. Badan yang kedua adalah UNESCO yang mempunyai
tugas meningkatkan kerja sama antarbangsa melalui pendidikan, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan.
Pada tanggal 16 desember 1966, disahkan Covenant on Economic, Social,
and Cultural Rights dan Internasional Covenant on Civil and Political Rights.
Pejanjian Internasional mengenai hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya yang
mulai berlaku sejak tanggal 3 Januari 1976. Perjanjian ini berupaya
meningkatkan dan melindungi tiga kategori hak, yaitu sebagai berikut.
a. Hak untuk bekerja.
b. Hak atas perlindungan social.
c. Hak atas pendidikan dan hak untuk menikmati manfaat kebebasan
kebudayaan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Pejanjian ini juga melarang perampasan sewenang-wenang atas kehidupan,
penyiksaan, perlakuan atau hukuman yang kejam atau merendahkan martabat,
perbudakan, kerja paksa, penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang
15
dan lain-lainnya.ng kedua adalah UNESCO yang mempunyai tugas
meningkatkan kerja sama antarban
D. Ketentuan hukum internasional berkaitan dengan HAM
1. The Universal Declaration of Human Rights
The Universal Declaration of Human Rights (selanjutnya disingkat
dengan Piagam PBB) Ditetapkan oleh Majelis Umum dalam Resolusi 217 A
(III) tertanggal 10 Desember 1948. Piagam PBB berisi 30 Pasal. Pasal 1
Pigam PBB, yaitu “all human beings are born free and equal in dignity and
rights. They are endowed with reason and conscience and should act towards
one another in a spirit of brotherhood”. (Semua manusia dilahirkan merdeka
dan mempunyai martabat dan hak yang sama. Mereka dikaruniai akal budi
dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu dengan yang lain dalam semangat
persaudaraan).
Pasal ini merupakan dasar filosofi mendefinisikan asumsi dasar
Deklarasi: bahwa hak untuk kebebasan dan persamaan merupakan hak yang
diperoleh manusia sejak lahir dan tidak dapat dicabut darinya; dan karena
manusia merupakan makhluk rasional dan bermoral, ia berbeda dengan
makhluk lainnya di bumi, dan karenanya berhak untuk mendapatkan hak dan
kebebasan tertentu yang tidak dinikmati makhluk lain.
Pasal 2 Piagam PBB, merupakan prinsip dasar dari persamaan dan
nondiskriminasi. yaitu :
“Everyone is entitled to all the rights and freedoms set forth in this
Declaration, without distinction of any kind, such as race, colour, sex,
language, religion, political or other opinion, national or sosial origin,
property, birth or other status. Furthermore, no distinction shall be made on
the basis of the political, jurisdictional or international status of the country or
territory to which a person belongs, whether it be independent, trust, non-self-
governing or under any other limitation of sovereignty. (Setiap orang berhak
16
atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam Deklarasi ini tanpa
pembedaan dalam bentuk apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin,
bahasa, agama, keyakinan politik atau keyakinan lainnya, asal usul
kebangsaan dan sosial, hak milik, kelahiran atau status lainnya. Selanjutnya,
pembedaan tidak dapat dilakukan atas dasar status politik, hukum atau status
internasional negara atau wilayah dari mana seseorang berasal, baik dari
negara merdeka, wilayah perwalian, wilayah tanpa pemerintahan sendiri, atau
wilayah yang berada di bawah batas kedaulatan lainnya).
Pasal 3 Piagam PBB, yaitu “Everyone has the right to life, liberty and
security of person”. (Setiap orang berhak atas kehidupan, kemerdekaan dan
keamanan pribadi). Pasal ini merupakan tonggak pertama Deklarasi
menyatakan hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan seseorang suatu hak
yang esensial untuk pemenuhan hak-hak lainnya.
Pasal 4 – 21 Piagam PBB merupakan prinsip dan jaminan atas hak – hak
sipil dan politik, yang selanjutnya dijabarkan dalam International Couvenant
on Civil and Political Rights (Kovenan hak sipil dan politik). Adapun isi dari
Pasal 4 – 21 Piagam PBB, adalah :
a. kebebasan dari perbudakan dan perhambaan (Pasal 4 ).
b. kebebasan dari penyiksaan dan perlakuan atau hukuman yang keji, tidak
manusiawi atau merendahkan martabat(Pasal 5).
c. hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum di manapun (Pasal 6,7).
d. hak untuk mendapatkan upaya pemulihan yang efektif melalui peradilan
(Pasal 8).
e. kebebasan dari penangkapan, penahanan atau pengasingan sewenang-
wenang (Pasal 9).
f. hak untuk mendapatkan pemeriksaan yang adil dan peradilan yang
terbuka oleh pengadilan yang independen dan tidak berpihak (Pasal 10).
17
g. hak untuk dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya
(Pasal 11 ).
h. kebebasan dari intervensi yang sewenang-wenang atas kebebasan
pribadi, keluarga, rumah atau surat menyurat (Pasal 12 ).
i. kebebasan untuk bergerak dan bertempat tinggal (Pasal 13 ).
j. hak atas suaka (Pasal 14).
k. hak atas kewarganegaraan (Pasal 15).
l. hak untuk menikah dan mendirikan keluarga (Pasal 16 ).
m. hak untuk memiliki harta benda (Pasal 17).
n. kebebasan untuk berpikir, berkeyakinan dan beragama (Pasal 18).
o. kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat (Pasal 19).
p. hak untuk berkumpul dan berserikat secara damai (Pasal 20).
q. hak untuk ikut serta dalam pemerintahan negaranya dan mendapatkan
akses yang sama ke pelayanan publik di negaranya (Pasal 21).
Selanjutnya ketentuan Pasal 22 - 27 Piagam PBB merupakan jaminan
atas hak – hak sosial ekonomi dan budaya, yang selanjutnya dijabarkan dalam
International Couvenant on Sosial, Economic and Cultural Rights (Kovenan
hak sosial, ekonomi dan budaya). Adapun isi dari Pasal 22 - 27 Piagam PBB,
adalah :
a. hak atas jaminan sosial (Pasal 22).
b. hak untuk bekerja (Pasal 23).
c. hak untuk mendapatkan pendapatan yang sama untuk pekerjaan yang
sama (Pasal 23).
d. hak untuk beristirahat dan bertamasya (Pasal 24).
e. hak atas standar kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan
kehidupan (Pasal 25 ).
f. hak atas pendidikan (Pasal 26).
g. hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya suatu masyarakat
(Pasal 27).
18
Selanjutnya Pasal 28 – 30 Piagam PBB merupakan rumusan hak dan
kewajiban masyarakat internasional, yaitu :
Pasal 28 Pigam PBB, yaitu : Everyone is entitled to a sosial and
international order in which the rights and freedoms set forth in this
Declaration can be fully realized. (Setiap orang berhak atas ketertiban sosial
dan internasional, di mana hak dan kebebasan yang diatur dalam Deklarasi ini
dapat diwujudkan sepenuhnya).
Pasal 29 Pigam PBB, yaitu :
(1) Everyone has duties to the community in which alone the free and full
development of his personality is possible. (Setiap orang mempunyai
kewajiban kepada masyarakat tempat satu-satunya di mana ia dimungkinkan
untuk mengembangkan pribadinya secara bebas dan penuh).
(2) In the exercise of his rights and freedoms, everyone shall be subject only to
such limitations as are determined by law solely for the purpose of securing
due recognition and respect for the rights and freedoms of others and of
meeting the just requirements of morality, public order and the general
welfare in a democratic society. (Dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya,
setiap orang hanya tunduk pada batasan-batasan yang ditentukan oleh hukum,
semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak dan
kebebasan orang lain, dan memenuhi persyaratan-persyaratan moral,
ketertiban umum dan kesejahteraan umum yang adil dalam masyarakat yang
demokratis).
(3) These rights and freedoms may in no case be exercised contrary to the
purposes and principles of the United Nations. (Hak dan kebebasan ini
dengan jalan apapun tidak dapat dilaksanakan apabila bertentangan dengan
tujuan dan prinsip Perserikatan Bangsa- Bangsa).
Pasal 30 Pigam PBB, yaitu : Nothing in this Declaration may be
interpreted as implying for any State, group or person any right to engage in
19
any activity or to perform any act aimed at the destruction of any of the rights
and freedoms set forth herein. (Tidak ada satu ketentuan pun dalam Deklarasi
ini yang dapat ditafsirkan sebagai memberikan hak pada suatu Negara,
kelompok atau orang, untuk terlibat dalam aktivitas atau melakukan suatu
tindakan yang bertujuan untuk menghancurkan hak dan kebebasan apapun
yang diatur di dalam Deklarasi ini).
Pasal 28 – 30 Piagam PBB merupakan rumusan hak dan kewajiban
masyarakat internasional, untuk menjaga ketertiban umum dengan
pelaksanaan hak dan kebebasan yang sesuai dengan hukum.
2. International Covenant on Civil and Political Rights
International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan
internasional tentang hak sipil dan politik) ditetapkan dan dinyatakan terbuka
untuk ditandatangani, diratifikasi dan disetujui oleh resolusi Majelis Umum
2200 A (XXI) pada 16 Desember 1966.
Kovenan itifikasi Ini diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang RI
No. 12. Tahun 2005 tentang pengesahan International Covenant on Civil and
Political Rights (Kovenan internasional tentang hak sipil dan politik) LN
Tahun 2005 No. LN Tahun 2005 No. 119 TLN No. 4558. Kovenan
internasional tentang hak sipil dan politik berisi 52 Pasal. Adapun yang
berkaitan dengan rumusan hak sipil dan politik terdapat dalam Pasal 6 – Pasal
27, yaitu :
a. hak untuk hidup (Pasal 6)
b. tidak seorang pun dapat dijadikan obyek penyiksaan dan perlakuan atau
hukuman yang keji, tidak manusiawi atau yang merendahkan martabat
(Pasal 7);
c. tidak seorangpun dapat diperlakukan sebagai budak; bahwa perbudakan
dan perdagangan budak dilarang; dan tidak seorangpun dapat
diperhambakan atau diminta untuk melakukan kerja paksa (Pasal 8);
20
d. tidak seorangpun dapat ditangkap atau ditahan sewenang-wenang (Pasal
9)
e. semua orang yang dirampas kebebasannya harus diperlakukan secara
manusiawi (Pasal 10);
f. tidak seorangpun dapat dipenjarakan semata-mata atas dasar
ketidakmampuan memenuhi kewajiban suatu kontrak (Pasal 11).
g. kebebasan bergerak dan memilih tempat tinggal (Pasal 12)
h. batasan-batasan yang diperbolehkan ketika mendeportasi warga negara
asing yang secara sah berada dalam wilayah Negara Pihak (Pasal 13).
i. kesetaraan setiap orang di depan pengadilan dan lembaga peradilan dan
jaminan dalam proses pengaduan pidana dan perdata (Pasal 14).
j. melarang pemberlakuan hukum pidana yang berlaku surut (Pasal 15);
k. menegaskan hak setiap orang untuk diakui sebagai pribadi di hadapan
hukum (Pasal 16);
l. larangan terhadap pelanggaran tidak sah dan sewenang-wenang atas
kehidupan pribadi, keluarga, rumah atau korespondensi, dan serangan
tidak sah atas kehormatan dan reputasinya (Pasal 17).
m. hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama (Pasal 18),
n. kebebasan berpendapat dan mengeluarkan pikiran (Pasal 19).
o. perlunya hukum yang melarang propaganda perang dan upaya-upaya
menimbulkan kebencian berdasarkan kebangsaan, ras atau agama, yang
merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan atau
kekerasan (Pasal 20).
p. hak berkumpul secara damai (Pasal 21).
q. hak untuk berserikat (Pasal 22)
r. hak bagi laki-laki dan perempuan pada usia kawin untuk menikah dan
membentuk keluarga, dan prinsip persamaan hak dan kewajiban
pasangan yang terikat dalam perkawinan, selama perkawinan maupun
setelah pembubaran perkawinan (Pasal 23).
s. mengatur upaya-upaya melindungi hak anak (Pasal 24),
21
t. mengakui hak setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam melakukan
kegiatan publik, untuk memilih dan dipilih, dan untuk memiliki akses
yang sama ke pelayanan publik di negaranya (Pasal 25).
u. setiap orang adalah sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan
yang sama di depan hukum (Pasal 26).
v. mengatur perlindungan terhadap hak suku bangsa, etnis, gama dan
bahasa minoritas yang berdiam di wilayah Negara Pihak (Pasal 27).
3. International Covenant on Sosial, economic and cultural Rights.
International Covenant on Sosial, economic and cultural Rights
(Kovenan internasional tentang hak sosial, ekonomi dan budaya) ditetapkan
dan dinyatakan terbuka untuk ditandatangani, diratifikasi dan disetujui oleh
resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) pada 16 Desember 1966.
Kovenan itifikasi Ini diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang RI
No. 11. Tahun 2005 tentang pengesahan International Covenant on Sosial,
economic and cultural Rights (Kovenan internasional tentang hak sosial,
ekonomi dan budaya) LN Tahun 2005 No. 119 TLN No. 4557. Kovenan
internasional tentang hak sipil dan politik berisi 31 Pasal. Adapun yang
berkaitan dengan rumusan hak sipil dan politik terdapat dalam Pasal 6 – Pasal
15, yaitu :
a. hak untuk bekerja (Pasal 6);
b. hak untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan baik (Pasal 7);
c. hak untuk membentuk dan ikut dalam organisasi perburuhan (Pasal 8);
d. hak atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial khususnya para ibu,
anak dan orang muda (Pasal 9, 10);
e. hak untuk mendapat kehidupan yang layak (Pasal11);
f. hak untuk menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tinggi
(Pasal 12);
g. hak atas pendidikan (Pasal 13 dan 14);
h. hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya (Pasal 15).
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari deskripsi diatas dapat disimpulkan bahwa hak asasi manusia itu baru
muncul pada abad Ke-13, dan tetapi setelah ditanda tanganinya Magna Charta pada
tahun 1215 oleh Raja John Lackland, maka seringkali peristiwa itu dicatat sebagai
penilaian dari sejarah perjuangan hak-hak asasi manusia itu.
Adapun yang dimaksud dengan HAM (Hak Asasi Manusia) itu sendiri adalah
hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang di
bawah sejak lahir.
23