GURU AGAMA I SLAM DALAM PERSPEKTIF...
Transcript of GURU AGAMA I SLAM DALAM PERSPEKTIF...
GURU AGAMA ISLAM
DALAM PERSPEKTIF PAIKEM
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Fathul Munir
NIM. 105011000179
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M/1432 H
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Fathul Munir
NIM. : 105011000179
Jur./Fak. : PAI/FITK
Jenis Kelamin : Pria
Judul Skripsi : Guru Agama Islam Dalam Perspektif PAIKEM
Dosen Pembimbing : Drs. Mu’arif Sam, M.Pd
Dengan ini menyatakan:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen yang
diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata
Satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang digunakan dalam penulisan skripsi ini telah
dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya sendiri dan
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 25 Februari 2011
Fathul Munir
i
ABSTRAKSI
Pendidikan tidak bisa dipungkiri telah menjadi sebuah formulasi yang
mampu membuat manusia belajar mengenai hakikat kehidupan layaknya titel
animal educandum sekaligus animal educandus yang telah disandang sejak
manusia terlahir sebagai konsekwensi logis atas eksistensinya di dunia ini.
Namun, realita berbicara akan kondisi pendidikan di Indonesia yang tak
kunjung memperlihatkan kemajuannya yang pesat, tampak dengan jelas
demoralisasi telah menjangkit ke berbagai lini dalam konteks pendidikan.
Berita tawuran antar pelajar yang bahkan tak jarang berakhir dengan kematian
ibarat sudah menjadi makanan ringan dalam kehidupan sehari-hari, rendahnya
kualitas pendidik menjadi salah satu faktor adanya legitimasi akan
ketidakmampuan pendidikan dalam menjawab harapan bangsa. Disinilah
urgensi dari penelitian ini yang kemudian dijadikan dasar oleh penulis dalam
mencari format guru agama ideal yang bisa membawa pendidikan Indonesia ke
arah yang lebih baik sebagai jawaban atas problematika pendidikan Indonesia.
. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui format guru agama ideal
menurut PAIKEM yang bisa dijadikan alternatif pedoman bagi guru agama
dalam meningkatkan kualitas pribadinya sebagi pendidik. Dengan mengunakan
metode penelitian kepustakaan (library reseach), yaitu penelitian yang
dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, meneliti, menganalisis, dan
mensintesiskan data-data yang tedapat dalam buku-buku, kitab-kitab, majalah,
surat kabar, dan sumber lain yang berkaitan dengan tema guru agama dalam
perspektif PAIKEM. Hasil penelitian tersebut memberikan penjabaran akan
empat kompetensi pendidik yang terkandung dalam undang-undang menurut
strategi PAIKEM. Empat kompetensi tersebut meliputi; pemahaman akan
kesamaan kemampuan otak serta perbedaan akan penggunaannya oleh peserta
didik (kompetensi pedagogik), kemampuan intrapersonal dan interpersonal
(kompetensi sosial), pemahaman serta kesadaran pendidik akan tipologi
kepribadian (kompetensi keoribadian), serta kemampuan akan keselarasan
komunikasi pendidik dalam bentuk 3 V, yakni visual, verbal, dan voice
(kemampuan profesional).
Wallahu a’lam
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa, yang
dengan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan secerca karya tulis yang
diharapkan bisa bermanfaat untuk sesama. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Muhammad SAW, Insan sempurna yang selalu mengajarkan akan
keselarasan pikiran, ucapan dan perbuatan. Semoga penulis selalu bisa belajar dan
mengamalkan setiap ajaran yang diajarkannya. Begitu juga semoga rahmat dan
ridho Allah selalu mengiringi Aba Fatah dan Ibu Muniro, dua sosok guru bangsa
yang telah mengikhlaskan gerak hati dan langkah kakinya dalam mendidik penulis
dalam proses pencarian jati dirinya.
Selanjutnya, dalam penyusunan skripsi ini tentu tidak luput dari hambatan
dan kendala yang penulis hadapi baik pikiran, tenaga maupun biaya. Namun
berkat Ridho Allah serta kesediaan berbagai pihak dalm membimbing dan
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, ucapan terima kasih yang tak terhingga
penulis sampaikan kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Kajur. dan Sekjur. beserta staff Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Mu’arif Sam yang dengan kesediaan serta kesabarannya berkenan
membimbing penulis.
4. Om Bagus (Tubagus Wahyudi) guru besar penulis dalam kuliah kehidupan
5. Neng IIS & Mas Wahid yang sudah ditemani keponakanku tercinta Siroj,
sepupuku dzurriyah, alif atas dukungannya selama ini
6. Lek Jib sekeluarga atas kesediaannya menerima dan membimbing penulis
sejak berada di Jakarta.
7. Kanda Tanenji atas kesediaannya memberikan arahan-arahan positif dalam
keberlangsungan belajar kehidupan.
iii
8. Bunda Kholiyah Tohir atas kepercayaan yang diberikan untuk mengajar di
MAN 4 Model
9. Para Bapak dan Ibu Dosen serta segenap karyawan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
10. Fathul Arif Wasekjend PAO PB HMI, Adit, Cilung, Bang Erick Hariadi,
K’Amel, Bang Fajri Ketua Umum PB HMI, Bang Rizki Ketum Lisuma
Indonesia beserta pengurus, Bang Oqe Sekjend Lisuma Indonesia, Bang Fahri
Ketum Lisuma Jakarta, Bang Ilung Kabid HI PB HMI, Bang Ujo & Cak Oji
(Ketum & Sekjend HIMA Kosgoro 57).
11. Kawan-kawan seperjuangan, khususnya Riyan Nuridansyah atas kesediaannya
mendesign semua skema gambar yang dibutuhkan di skripsi ini, Ujang
Syahid, Ridwan, Wahyudin, Aris, Dewa, Riki, Oji, Fuad Tangsel, Fajri, Sipak,
Faiq semoga sukses selalu. Keluarga besar KAHFI Al-KARIM, HMI
Komisariat Tarbiyah Cabang Ciputat, HMI Cabang Ciputat, LAPENMI,
LISUMA INDONESIA, LISUMA JAKARTA, DPP PARMA, FK2I.
12. Adik-adik satu embrio HMI, Puzi, Eka, Nengsri, Milal, Johan (staff Dewan
Pendidikan Tangsel), Edi (Program Manager Lazuardi Biru), Iman (Ketum
DPP PARMA), Nira, Gendut, Fuad, Aan (Ketum Komtar), Anang, Abduh,
Ucing, Nda, Mamen, Nnot.
13. Seseorang yang yang selalu mensupport penulis untuk segera menyelesaikan
studi S1 Afaf Zahruddin Tohir, semoga selalu diberi kemudahan untuk meraih
masa depan bersama yang cerah
14. Keluarga penulis di PAI, khususnya kelas E angkatan 2005 uus, tado, huda.
Serta ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu
Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis memohon,
Ciputat, 25 September 2012
Fathul Munir
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAKSI ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah ..................................................................... 6
D. Perumusan Masalah ...................................................................... 7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 7
F. Metodologi Penelitian................................................................... 7
BAB II. KONSEP PAIKEM ......................................................................... 9
A. Sejarah & Pengertian PAIKEM .................................................... 9
B. Landasan PAIKEM....................................................................... 23
C. Prinsip-prinsip PAIKEM .............................................................. 27
D. Hubungan PAIKEM dengan Teori Pembelajaran ........................ 29
E. Kelebihan dan Kekurangan PAIKEM .......................................... 31
BAB III. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH ........................ 34
A. Pengertian Pendidikan Agama Islam di Sekolah ........................ 34
B. Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah ........................ 37
v
BAB IV. GURU AGAMA ISLAM DALAM PERSPEKTIF PAIKEM .... 44
A. Pengertian Guru Agama Islam dalam Perspektif PAIKEM ........ 44
B. Kompetensi Guru Agama Islam dalam Perspektif PAIKEM ..... 46
1. Kompetensi Pedagogik ......................................................... 47
2. Kompetensi Kepribadian ...................................................... 53
3. Kompetensi Sosial ................................................................ 57
4. Kompetensi Profesional ....................................................... 61
C. Peran Guru Agama Islam dalam Perspektif PAIKEM ............... 63
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 68
A. Kesimpulan ................................................................................... 68
B. Saran ............................................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 71
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tentang Guru Menurut Kelayakan Mengajar 2002-2003 3
Tabel 2 Tentang Ciri-ciri Gaya Belajar 51
Tabel 3 Tentang Kelebihan Dan Kekurangan Tipologi Kepribadian 55
Tabel 4 Tentang Cara Melatih dan Mengembangkan 3 V 62
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Tentang Model Pembelajaran 11
Gambar 2 Tentang Kekuatan 3 V 21
Gambar 3 Tentang Komponen Kurikulum 38
Gambar 4 Tentang Fungsi Otak Kiri Dan Otak Kanan 50
Gambar 5 Tentang Tipologi Kepribadian Pendidik Dan Peserta Didik 56
Gambar 6 Tentang 3 V 62
Gambar 7 Tentang Guru Agama Ideal dalam Perspektif PAIKEM 69
DAFTAR LAMPIRAN
1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PAI Tingkat SD, SMP,
SMA
2 Materi PAI Tingkat SD, SMP, SMA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Membincang perihal pendidikan di Indonesia, sudah semestinya semua
pihak tergugah untuk berusaha mendermakan segenap pikiran dan tenaganya
dalam konteks memperbaiki serta memajukan pendidikan di Indonesia. Berbagai
problematika pendidikan muncul di seantero nusantara seolah tidak ada solusi
yang bisa ditawarkan dalam penyelesaian problematika tersebut, tampak dengan
jelas demoralisasi telah menjangkit ke berbagai lini dalam konteks pendidikan.
Berita tawuran antar pelajar yang bahkan tak jarang berakhir dengan kematian
ibarat sudah menjadi makanan ringan dalam kehidupan sehari-hari, dan yang lebih
tragis lagi, dibeberapa media sering tersorot wajah oknum pendidik yang
tertangkap polisi karena merenggut keperawanan peserta didiknya. Belum lagi,
kepedulian ditingkatan eksekutif seolah menjadi tanda tanya besar dalam benak
masyarakat Indonesia, demikian juga pihak legislatif yang diharapkan menjadi
mediator akan ekspektasi masyarakat terkesan membisu dan terlihat lebih
mementingkan kepentingan pribadi dan kerumunannya masing-masing.
Padahal disadari atau tidak, pendidikan menjadi faktor yang sangat
berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, sehingga
diperlukan usaha yang ekstra secara sistematis serta terencana dalam proses
memajukan pendidikan Indonesia seperti yang tertuang dalam dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa:
2
2
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menjadikan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
Negara.1
Dalam Undang-undang tersebut sangat jelas bahwa proses pembelajaran
yang terjadi sudah semestinya diarahkan kepada pemberian ruang atau
keleluasaan peserta didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang
dimilikinya sehingga proses pembelajaran yang terjadi bisa berjalan seperti yang
diharapkan dimana peserta didik merasa senang, nyaman serta tertantang untuk
terus mencari & menggali berbagai pengetahuan.
Abdurrahman Shaleh menjelaskan akan dua komponen pendidikan yang
berupa hardware & software yang kedua komponen tersebut harus saling
bersinergis dan berkesesuaian antara satu dengan yang lainnya, sehingga proses
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan bisa diraih dengan mudah. Salah satu
komponen yang berupa hardware yang penulis rasa memiliki signifikansi yang
besar dalam proses pembelajaran adalah tenaga pendidik atau lebih akrab dengan
sapaan guru dimana kata guru tersebut bisa dipahami dengan arti ”digugu &
dituru (dipercaya & dijadikan suri tauladan).”
Sangat tepat kalau kemudian sosok guru dianggap sebagai salah satu
komponen yang sangat berpengaruh dalam frame pembelajaran karena memang
guru memiliki peran dan tanggung jawab yang besar seperti penjelasan dari PP No
9 tahun 2005, pasal 28 yang berisi :
”yang dimaksud dengan pendidik sebagai agent pembelajaran (learning agent)
pada ketentuan ini adalah peran pendidik antara lain sebagai fasilitator, motivator,
dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik”.
Akan tetapi, pada tataran riilnya semua pihak tidak bisa menutup mata
akan kebanyakan kondisi guru, baik dalam aspek mental serta kualitasnya,
sehingga hal tersebut memiliki implikasi negatif bagi keberlangsungan proses
1 Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS dan Peraturan
Pemerintahan RI Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Serta Wajib Belajar,
(Bandung : Citra Umbara, 2010), Cet. I, h. 2
3
3
pembelajaran. Data penelitian yang pernah dilakukan oleh Depdiknas dapat dilihat
di bawah ini2:
Tabel I Tentang Guru Menurut Kelayakan Mengajar 2007-2008
No Jenjang
Pendidikan Jumlah
Guru Presentasi kepala Sekolah & Guru Menurut
Ijazah tertinggi < S1 S1 Keg S1 N-
Keg S2 S3
1. TK 233.563 88,84 8,26 2,67 0,23 1) -
2. SLB 16.090 57,00 38,75 3,66 0,59 1) -
3. SD 1.445.132 77,85 20,13 1,83 0,19 1) -
4. SMP 621.878 28,33 65,82 4,53 1,32 1) -
5. SM 536.639 18,60 70,51 8,82 2 2,07 1) -
6. a. SMA 305.852 15,25 75,27 7,23 2,25 1) -
7. b. SMK 230.787 23,04 64,22 10,92 1,82 1) -
8. PT 286.127 - 54,63 2) - 39,84 5,53
Hasil penelitian tersebut memberikan gambaran cukup idealsebagaimana tertera
dalam peraturan pemerintah tentang standar nasional pendidikan bab VI standar
pendidik dan tenaga kependidikan pasal 28 dan 29.3 Hasil tersebut terbagi 8,2 %
untuk tingkat TK, 38,75% untuk tingkat SLB, 20,13% untuk tingkat SD, 65,82%
untuk tingkat SMP, 70,51% untuk tingkat SM, 75,27 untuk tingkat SMA, dan
64,22% untuk tingkat SMK.
Memang tidak tepat mengeluarkan justifikasi akan kelemahan banyak guru
begitu saja tanpa melihat berbagai faktor penyebab akan munculnya kelemahan-
kelemahan tersebut. Di beberapa media terlihat dengan jelas akan faktor-faktor
penyebab kelemahan tersebut, mulai dari gaji yang kurang manusiawi, sarana dan
prasarana pendukung yang kurang memadai, kesejahteraan guru yang terabaikan,
sampai pada diskriminasi akan tunjangan guru yang di negeri maupun di swasta.
Selain itu, wacana diberlakukannya UASBN pada materi pendidikan
agama Islam sebenarnya telah menjadi perbincangan yang cukup hangat akhir-
akhir ini. Hal tersebut sangatlah wajar mengingat beberapa point yang termaktub
2
http://www.depdiknas.go.id//Ikhtisar Data Pendidikan Nasional Tahun 2007/2008,
Departemen Pendidikan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Statistik Pendidikan
2008, hal. 29 3
Undang Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintahan RI Nomor 74
Tahun 2008 Tentang Guru dan Dosen, (Bandung : Citra Umbara, 2010), Cet. III, h. 154-155
4
4
dalam tujuan pendidikan nasional mengarah pada pengembangan potensi-potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa serta berakhlak
mulia. Akan tetapi pada tataran riilnya seolah tidak ada format evaluasi tentang
tujuan tersebut yang dilaksanakan dalam konteks pendidikan. SK Dirjen
pendidikan Islam perihal pelaksanakan UASBN pada materi PAI sebenarnya telah
dikeluarkan, akan tetapi sampai saat ini SK tersebut seolah-olah masih terdiam
tanpa ada persetujuan secara resmi dari menteri agama akan diberlakukannya SK
tersebut. Hal itu bisa dilihat dari ketiadaan sosialisasi secara masif akan
diberlakukannya SK tersebut, khususnya di dunia pendidikan Islam.4
Terlepas dari faktor itu semua, kesadaran akan peran dan tanggung jawab
guru menjadi penting karena hal itulah yang pada akhirnya membentuk
bagaimana mental guru semestinya dalam konteks pengabdiannya untuk bangsa
dan negara. Kesadaran akan peran dan tanggung jawab tersebutlah yang juga
kemudian akan membangun kesadaran bahwa betapa mulianya profesi guru yang
pada akhirnya nanti akan menegasikan faktor-faktor yang dianggap menjadi
penyebab akan kelemahan-kelemahan pendidik.
Akar fundamental berupa mental yang telah dijelaskan menjadi pondasi
awal untuk kemudian disuplai dengan kualitas guru yang semestinya telah
memenuhi kriteria atau kompetensi yang telah ditetapkan dalam Undang-undang
berupa kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, profesional. Sehingga
stereotipe tentang guru asal-asalan, semua orang bisa menjadi guru dengan mudah
akan terminimalisir begitu saja.
Problem yang muncul kemudian, ternyata masih banyak ditemukan proses
pembelajaran konvensional, pembelajaran tanpa strategi yang mempertimbangkan
semua hal dalam menciptakan suasana pembelajaran yang memungkinkan akan
terjadinya proses interaktif antara pendidik dan peserta didik.
Berubahnya kurikulum seiring berubahnya zaman sudah semestinya
diimbangi dengan bertambahnya berbagai pendekatan pembelajaran yang
4 Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Nomor : Dj.I /754/ 2010 Tentang
Pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (Usbn) Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Islam Pada Sd, Smp, Dan Sma / Smk Tahun Pelajaran 2010/2011, Ditetapkan di Jakarta, 2
Nofember 2010, Ditandatangani Oleh Dirjen Pendidikan Islam Mohammad Ali.
5
5
diharapkan bisa menjawab akan kebutuhan peserta didik & pendidik dalam
bingkai pembelajaran. Dalam catatan sejarah pendidikan nasional telah dikenal
beberapa strategi yang pernah menjadi trend pada masanya seperti SAS
(Sistematis-Analisis-Sintesis), CBSA (Cara belajar Siswa Aktif), CTL (Contextual
Teaching Learning), Life Skill Education, PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif,
Efektif dan Menyenangkan), dan yang cukup mutakhir dikenal yakni PAIKEM
(Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).
Strategi PAIKEM dinilai bisa menjadi alternatif strategi yang dilakukan
oleh pendidik dalam proses pembelajaran karena memang strategi ini sangat
berkesesuaian dengan diberlakukannya UU RI No 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen serta Permendiknas No 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam
Jabatan. Dan yang lebih penting lagi bahwa strategi PAIKEM diyakini tepat untuk
diterapkan dalam proses pembelajaran karena strategi ini sangat memperhatikan
potensi-potensi peserta didik yang perlu untuk dikembangkan.
Strategi PAIKEM memandang bahwa peserta didik tidak semestinya
dipahami sebagai bejana kosong yang pasif yang hanya menerima cekokan dari
guru, sehingga guru dituntut untuk mampu menciptakan suasana yang
memungkinkan dan memberi stimulus peserta didik untuk aktif dalam proses
pembelajaran. Strategi ini juga memberi peluang besar untuk melahirkan ide-ide
baru atau inovasi positif dalam proses pembelajaran yang kemudian diarahkan
untuk mengembangkan kreatifitas peserta didik karena pada dasarnya setiap
peserta didik memiliki imajinasi-imajinasi dan rasa keingintahuan yang tak
terbatas. Tentunya strategi ini juga selalu mempertimbangkan efektifitas proses
pembelajaran yang terjadi demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan dan yang
sangat penting juga bahwa pendidik diharapkan mampu mendesign atau
mensetting proses pembelajaran sedemikian rupa yang diarahkan pada
terwujudnya proses pembelajaran yang menyenangkan karena suasana yang
menyenangkan disadari atau tidak sangat mendukung keaktifan peserta didik serta
membantu berkembangnya kreatifitas guru maupun peserta didik dalam proses
pembelajaran.
6
6
Dari realitas tersebut, maka dalam konteks pembelajaran agama Islam,
seorang guru sudah selayaknya memahami hakikat materi pendidikan agama
Islam serta peserta didik dalam perspektif Islam dan aneka ragam metode
pembelajaran yang bisa diterapkan dalam proses pembelajaran dengan merujuk
pada strategi PAIKEM agar proses pembelajaran yang berlangsung bisa berjalan
sesuai dengan harapan. Sehinga penulis tergerak untuk menyusun sebuah tulisan
yang kemudian diharapkan bisa menjadi alternatif pedoman atau panduan bagi
penulis dan pendidik pada umumnya dalam menjalankan profesi keguruan.
Tulisan ini dituangkan dalam sebuah skripsi dengan judul “Guru Agama Islam
dalam Perspektif PAIKEM”.
B. Identifikasi Masalah
Guru agama Islam merupakan suatu kebutuhan yang mestinya terpenuhi
dalam mewujudkan tujuan pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran
yang mengarah pada pemberdayaan dan pembentukan karakter peserta didik. Hal
ini disebabkan guru agama Islam merupakan salah satu referensi karakter
kehidupan beragama, minimal di lingkungan sekolah. Dengan demikian, banyak
hal yang harus dibahas dalam penelitian ini mengenai profil guru agama dalam
perspektif PAIKEM. Oleh karena itu diperlukan adanya identifikasi masalah
dalam penelitian ini.
Adapun masalah yang akan diteliti dan dibahas adalah masalah-masalah
seperti definisi, tugas dan fungsi, syarat, kompetensi, peran, dan sifat guru agama
Islam dalam perspektif PAIKEM.
C. Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas dan memberi arah yang tepat dalam pembahasan
penelitian ini, maka perlu dilakukan pembatasan masalah pada pembahasan guru
agama Islam dalam perspektif PAIKEM. Dalam hal ini penulis hanya berusaha
mengetahui guru agama Islam dalam perspektif PAIKEM yang berkaitan dengan
pengertian, kompetensi, dan peran guru agama dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di sekolah
7
7
D. Perumusan Masalah
Sesuai dengan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang
akan diteliti adalah sebagai berikut: ”Bagaimana Profil Guru Agama Islam di
Sekolah dalam Perspektif PAIKEM?”
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui profil guru agama Islam dalam perspektif PAIKEM
b. Untuk menemukan alternatif pedoman guru dalam meningkatkan kualitas
pribadinya sebagai pendidik
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:
a. Pendidikan Islam Secara Umum dalam Menambah khazanah Ilmu
Pendidikan Agama Islam khususnya tentang profil guru agama ideal
dalam perspektif PAIKEM.
b. Guru dan Calon Guru Agama Islam untuk dijadikan bahan pertimbangan
dan rujukan alternatif dalam meningkatkan kompetensinya.
c. Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk dijadikan salah satu bahan pertimbangan dan rujukan dalam proses
evaluasi kompetensi tenaga pendidik.
d. Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta untuk dijadikan salah satu saran dan motivasi dalam
proses pembelajaran menjadi calon pendidik agama ideal.
F. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
deskriptif analitis, yaitu penelitian yang bermaksud mengadakan deskripsi
mengenai data-data5 tentang PAIKEM dan menganalisis serta mensintesiskan data
tersebut dalam kaitannya dengan profil guru agama Islam.
5 Sumadi Suryabrata, Metodologi penelitian, (Jakarta: Rajawali Press, 1995), Cet IX, h.
18
8
8
Kemudian dalam teknik pengumpulan data, penulis berusaha
menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian
yang dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, meneliti, menganalisis, dan
mensintesiskan data-data yang tedapat dalam buku-buku, kitab-kitab, majalah,
surat kabar, dan sumber lain yang berkaitan dengan tema pembahasan skripsi ini.
Sumber data primer diantaranya; Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis
PAIKEM karya Ismail, Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan
Untuk Guru SD karya Indrawati dan Wanwan Setiawan, Pembelajaran Aktif,
Inovatif, Kreatif, Erektif, dan Menyenangkan (PAIKEM) karya Yudhi Munadi dan
Farida Hamid, Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Erektif, Menyenangkan
(PAIKEM) karya Muhibbin Syah & Rahayu Kariadinata, Menjadi Public
Speaker Handal karya Tubagus Wahyudi, Ilmu Pendidikan Islam; Telaah Atas
Komponen Dasar Pendidikan Islam karya Abdul Mujib, Sejarah Pendidikan
Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia
karya Samsul Nizar. Sementara, sumber data sekunder diantaranya; Active
Learning; 101 Cara Belajar Siswa Aktif karya Melvin L Silberman, The IQ
Answer; Meningkatkan dan Memaksimalkan IQ Anak karya Dr. Frank Lawlis,
Dalam konteks ini yang dideskripsikan adalah mencari format baru profil guru
agama.
Secara teknis, penelitian ini disandarkan pada Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta 2007
9
BAB II
KONSEP PAIKEM
A. Sejarah & Pengertian PAIKEM
Strategi pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam
mewujudkan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Tentu strategi
pembelajaran tersebut melewati berbagai dinamika perkembangan seiring
dengan diberlakukannya kebijakan kurikulum pendidikan mulai dari
kurikulum 1975, 1984, 1994, 2004 & KTSP 2006.
Strategi pembelajaran sering disandingkan dengan beberapa terminologi
yang menurut beberapa ahli diaggap memiliki kemiripan dalam hal
pemahaman. Term tersebut meliputi pendekatan, metode, teknik, taktik
maupun desain pembelajaran. Meskipun jika dikaji lebih mendalam, maka
akan ditemukan pemahaman yang berbeda antara satu term dengan term yang
lainnya. Tetapi semua terminologi tersebut memiliki hubungan, dalam arti
keselarasan dan kesesuaian satu term dengan yang lainnya dalam mencapai
suatu tujuan yang ditetapkan. Pendekatan (approach) merupakan titik tolak
atau sudut pandang pendidik terhadap proses pembelajaran, sedangkan
metode dipahami sebagai suatu cara atau jalan yang ditempuh untuk
mencapai tujuan, sementara cara yang dilakukan pendidik dalam
mengimplementasikan metode agar efektif dan efisien dipahami sebagai
teknik, lebih detail lagi taktik dipahami sebagai gaya pendidik dalam
melaksanakan suatu teknik dan metode tertentu.
10
Kata strategi berasal dari bahasa latin strategia, yang diartikan sebagai
“seni penggunaan rencana untuk mencapai tujuan”.6 Dan dalam bahasa
yunani strategeia (stratos = militer; dan ag = memimpin), yang artinya seni
atau ilmu untuk menjadi seorang jenderal. Pada mulanya kata strategi banyak
digunakan dalam dunia militer yang digunakan sebagai cara penggunaan
keseluruhan kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan,
misalnya ketika suatu negara sudah memutuskan untuk berperang dengan
negara lain, maka sang panglima perang harus sudah mempunyai gambaran
terlebih dahulu tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dan dijalankan
oleh pasukannya agar kemenangan bisa diraih, baik pertimbangan akan
kekuatan pasukan yang dimilikinya dilihat dari kuantitas maupun kualitasnya.
Setelah semuanya diketahui, baru kemudian ia akan menyusun tindakan yang
harus dilakukan, baik tentang siasat peperangan yang harus dilakukan, taktik
dan teknik peperangan, maupun waktu yang tepat untuk melakukan suatu
serangan. Dengan demikian dalam menyusun strategi perlu memperhitungkan
berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari luar. Begitu juga dalam
kompetisi bisnis di era 1990-an kata strategi diartikan sebagai “penetapan
arah “manajemen” dalam arti sumber daya di dalam bisnis dan tentang
bagaimana mengidentifikasi kondisi yang memberikan keuntungan terbaik
untuk membantu memenangkan persaingan di dalam pasar.7
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, strategi adalah ilmu dan seni
menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan
tertentu di waktu perang dan damai; ilmu dan seni memimpin bala tentara
untuk menghadapi musuh diperang dalam kondisi yang menguntungkan;
rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.8
Strategi secara umum dapat didefinisikan sebagai garis besar haluan bertindak
6 Yudhi Munadi dan Farida Hamid, Modul Pelatihan tentang Pembelajaran Aktif,
Inovatif, Kreatif, Erektif, dan Menyenangkan (PAIKEM). Sebagai Bahan Ajar pada Program
Sertifikasi Guru yang dilaksanakan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009, hal. 16
7 Crown Dirgantoro, Manajemen Strategik, (Jakarta : Grasindo, 2001), hal. 5
8 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi
ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 1092.
11
untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.9 Dalam perkembangannya,
strategi tidak lagi hanya seni, tetapi sudah merupakan ilmu pengetahuan yang
dapat dipelajari.
Sementara dunia pendidikan pun tidak mau kalah dalam mengadopsi
kata strategi yang kemudian disandingkan dengan kata pembelajaran demi
mewujudkan tujuan pendidikan dalam konteks pembelajaran. Dengan
demikian strategi pembelajaran bisa dipahami sebagai a plan, method, or
series of activities designed to achieve a particular education goal, yang
berarti perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.10
Strategi pembelajaran juga
diartikan sebagai cara dan seni menggunakan sumber daya untuk
menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pembelajaran yang
diciptakan secara kondusif, meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan yang
dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik secara efektif.
Akhmad Sudrajat dengan jeli menjabarkan perbedaan beberapa
terminologi yang dipaparkan di atas dengan strategi pembelajaran dalam
sebuah skema yang menarik dan mudah dipahami.11
Gambar I Tentang Model Pembelajaran
9 Tabani Rusyan, dkk., Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 1992), h. 165 10
Junaedi dkk, Strategi Pembelajaran, ( Surabaya : LAPIS-PGMI, 2008), hal. 8 11
Akhmad Sudrajat, Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model
Pembelajaran, Artikel tanggal 03 Januari 2008.
Pendekatan Pembelajaran
(Student or Teacher Centered)
Strategi Pembelajaran
(exposition-discovery learning or group-
individual learning))
Metode Pembelajaran
(ceramah, diskusi, simulasi, dsb)
Teknik dan Taktik Pembelajaran
(spesifik, individual, unik)
12
Contoh sederhana, disaat guru telah menetapkan pendekatan student
centered adalah pendekatan yang dipakai dalam proses pembelajaran, maka
dia akan menentukan strategi yang dirasa mendukung dan sejalan dengan
pendekatan yang telah ditetapkan, misalnya strategi CTL atau PAIKEM.
Setelah itu, pertimbangan akan metode yang akan diterapkan dalam proses
pembelajaran juga harus diselaraskan dengan strategi dan pendekatan yang
telah ditetapkan, maka metode yang variatif dalam proses pembelajaran
memungkinkan untuk memberi keleluasaan bagi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Alur tersebut memberikan
gambaran secara jelas tentang bentuk sebuah design atau model
pembelajaran.
Pemahaman akan perbedaan beberapa terminologi dalam konteks
pembelajaran tersebut menjadi penting agar terjadi kesamaan frame dalam
mengkaji strategi pembelajaran yang lebih spesifik. Merunut pada sejarah
pendidikan nasional telah dikenal berbagai strategi pembelajaran seperti SAS
(Sistematis-Analisis-Sintesis), CBSA (Cara Belajar Peserta didik Aktif), CTL
(Contextual Teaching Learning), Life Skill Education, PAKEM
(Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan), dan yang cukup
mutakhir dikenal yakni PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,
Efektif, dan Menyenangkan).
Diperkenalkannya pendekatan PAIKEM dapat diketahui dan
didiskripsikan secara singkat pasca diberlakukannya UU RI No 14 Tahun
2005 tentang guru dan dosen serta diterbitkannya Permendiknas Nomor 18
Tahun 2007 tentang sertifikasi guru dalam jabatan. Dalam Permendiknas
tersebut diatur pelaksanaan sertifikasi guru melalui penilaian portofolio
dengan sepuluh komponen yang bertujuan empat kompetensi pendidik, yakni
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,
kompetensi profesional.
Dalam pelaksanaan penilaian tersebut ketika pendidik dinyatakan lulus,
maka pendidik tersebut mendapatkan sertifikat pendidik serta dinyatakan
sebagai guru profesional. Sementara bagi pendidik yang belum lulus, maka
13
diwajibkan untuk mengikuti kegiatan pendidikan dan latihan profesi guru
(PLPG). Dalam buku rambu-rambu penyelenggaraan PLPG PAI yang
diberlakukan secara nasional dijabarkan bahwa salah satu materi pokok yang
harus diberikan adalah materi PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif,
Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Dengan demikian sejak akhir tahun
2007 istilah PAIKEM mulai dikenal secara luas dan mulai diterapkan dalam
praktik dunia pendidikan di Indonesia.12
PAIKEM merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bisa
dipahami secara mudah karena PAIKEM sendiri adalah singkatan dari
Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Istilah
Aktif dimaksudkan bahwa pembelajaran dipahami sebagai proses aktif
membangun makna dan pemahaman dari informasi, ilmu pengetahuan
maupun pengalaman peserta didik sendiri dimana dalam proses pembelajaran
tersebut peserta didik tidak semetinya dianggap layaknya bejana kosong yang
pasif dan hanya mendengarkan ceramah-ceramah guru. Sehingga dalam
proses pembelajaran pendidik diharapkan mampu menciptakan suasana yang
memungkinkan peserta didik untuk menemukan, memproses serta
mengkonstruk ilmu pengetahuan dan keterampilan baru.
Pembelajaran aktif berarti pembelajaran yang lebih mengacu pada
pendekatan student centered daripada teacher centered, dimana kata kunci
yang bisa dipegang oleh guru adalah adanya kegiatan yang dirancang untuk
dilakukan peserta didik baik kegiatan berpikir (minds-on) maupun berbuat
(hands-on), sehingga fungsi dan peran guru lebih banyak sebagai fasilitator.13
Pembelajaran aktif bukan hanya berarti membuat peserta didik beraktifitas,
bergerak, dan melakukan sesuatu dengan aktif dengan indikator situasi kelas
yang ramai dan bergemuruh, sementara pendidik lebih santai. Hal tersebut
dipahami karena kita telah lama mengenal cara belajar peserta didik aktif
(CBSA) yang kemudian sering disalahartikan, bahkan di Bandung
12
Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, (Semarang: RaSAIL
Media Group, 2008), Cet I, h. 46 13
Indrawati dan Wanwan Setiawan, Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan Untuk Guru SD, (Jakarta : PPPPTK IPA, 2009), hal. 12
14
dipelesetkan menjadi ”cul budak sinah anteng” (biarkan anak asyik
bermain).14
Pembelajaran aktif sebenarnya sudah lama dikenal dan
dikembangkan. Lebih dari 2400 tahun silam, Kon fusius menyatakan: ”What
I hear, I forget. What I see, I remember. What I do, I understand”.15
Tiga
pernyataan sederhana ini berbicara banyak tentang perlunya cara belajar aktif.
Setelah itu Melvin L Silberman memodifikasi dan memperluas kata-kata
Konfusius di atas menjadi apa yang ia sebut sebagai “Paham Belajar Aktif”,
yakni dalam ungkapan: “Yang saya dengar, saya lupa… Yang saya dengar
dan lihat, saya sedikit ingat… Yang saya dengar, lihat, dan pertanyakan atau
diskusikan dengan orang lain, saya mulai pahami… Dari yang saya dengar,
lihat, bahas, dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan
keterampilan…Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai.”16
Silbermen (1996) sebagaimana dikutip oleh Trianto juga berpendapat
dalam aplikasi strategi pembelajaran aktif dikelompokkan dalam tiga bagian,
yaitu :
a. Bagaimana membantu peserta didik aktif sejak awal, misalnya strategi tim
membangun, penilaian mendadak, dan keterlibatan langsung.
b. Bagaimana membantu peserta didik untuk memperoleh pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan yang aktif, misalnya strategi pembelajaran
kelas, diskusi kelas, kolaborasi, dan peer teaching.
c. Bagaimana membuat pembelajaran yang tidak terlupakan, misalnya
review, penilaian diri, dan perencanaan masa depan.17
Menurut Taslimuharrom sebuah proses belajar dikatakan aktif (active
learning) apabila mengandung:
14
Hisyam Zaini Dkk, Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: CTSD
IAIN Sunan Kalijaga, 2002), hal. 110 15
Bermawy Munthe, Desain Pembelajaran, (Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani,
2009), cet. III, hal. 63 16
Melvin L Silberman, Active Learning; 101 Cara Belajar Peserta didik Aktif, (Bandung
: Penerbit Nusamedia dan Penerbit Nuansa, 2004), cet. I, hal. 15 17
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan
Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2009), cet. I, hal. 138
15
1) Keterlekatan pada tugas (Commitment)
Dalam hal ini, materi, metode, dan strategi pembelajaran
hendaknya bermanfaat bagi peserta didik (meaningful), sesuai dengan
kebutuhan peserta didik (relevant), dan bersifat/memiliki keterkaitan
dengan kepentingan pribadi (personal);
2) Tanggung jawab (Responsibility)
Dalam hal ini, sebuah proses belajar perlu memberikan wewenang
kepada peserta didik untuk berpikir kritis secara bertanggung jawab,
sedangkan guru lebih banyak mendengar dan menghormati ide-ide
peserta didik, serta memberikan pilihan dan peluang kepada peserta
didik untuk mengambil keputusan sendiri.
3) Motivasi (Motivation)
Proses belajar hendaknya lebih mengembangkan motivasi intrinsic
peserta didik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal
dari dalam diri peserta didik sendiri yang dapat mendorongnya
melakukan tindakan belajar. Dalam perspektif psikologi kognitif,
motivasi yang lebih signifikan bagi peserta didik adalah motivasi
intrinsik (bukan ekstrinsik) karena lebih murni dan langgeng serta tidak
bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain. Dorongan
mencapai prestasi dan memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk
masa depan, umpamanya, memberi pengaruh lebih kuat dan relatif lebih
langgeng dibandingkan dengan dorongan hadiah atau dorongan
keharusan dari orangtua dan guru. Motivasi belajar peserta didik akan
meningkat apabila ditunjang oleh pendekatan yang lebih berpusat pada
peserta didik (student centered learning). Guru mendorong peserta didik
untuk aktif mencari, menemukan dan memecahkan masalahnya sendiri.
Ia tidak hanya menyuapi peserta didik, juga tidak seperti orang yang
menuangkan air ke dalam ember.
Pembelajaran Inovatif dimaksudkan bahwa proses pembelajaran
semestinya mampu memberikan keleluasaan dalam melahirkan ide-ide atau
inovasi-inovasi pembelajaran yang kemudian diharapkan membantu peserta
didik dalam meningkatkan rasa keingintahuan serta keinginannya untuk terus
belajar dan menggali berbagai ilmu pengetahuan yang terus berkembang.
Proses pembelajaran yang berlangsung diharapkan dapat memberikan
peluang kepada peserta didik untuk berinovasi. Inovasi berarti pembaruan dan
perubahan. Inovasi adalah suatu gagasan atau tindakan perubahan menuju ke
arah perbaikan atau berbeda dari yang ada sebelumnya (baru), dilakukan dengan
sengaja dan berencana. Memberikan peluang kepada peserta didik untuk
berinovasi, tentunya harus oleh guru yang inovatif pula. Prinsip-prinsip yang
harus dilakukan oleh guru dalam hal ini adalah:
16
a. Inspiratif, yang ditandai dengan sikap sebagai berikut:
1) Memancing rasa ingin tahu peserta didik
2) Menimbulkan banyak pertanyaan peserta didik
3) Memancing munculnya ide peserta didik yang baru
b. Memberikan ruang yang cukup bagi kemandirian sesuai dengan bakat
peserta didik. Hal ini ditandai dengan hal-hal berikut:
1) Membuka peluang mencari sesuai bakat sendiri
2) Membuka peluang melakukan sesuai bakat sendiri
3) Membuka peluang membangun kerjasama dengan peserta didik lain
yang memiliki kesamaan bakat
c. Memberikan ruang yang cukup bagi kemandirian sesuai dengan minat
peserta didik. Hal ini ditandai dengan hal-hal berikut:
1) Membuka peluang mencari sesuai dengan minat sendiri
2) Membuka peluang melakukan kegiatan sesuai dengan minat sendiri
3) Membuka peluang membangun kerjasama dengan peserta didik lain
yang memiliki kesamaan minat.
d. Memberikan ruang yang cukup bagi kemandirian sesuai dengan
perkembangan fisik peserta didik. Hal ini ditandai dengan hal-hal berikut:
1) Membuka peluang mencari sesuai dengan kemampuan fisik sendiri
2) Membuka peluang melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan fisik
sendiri
e. Memberikan ruang yang cukup bagi kemandirian sesuai dengan
perkembangan psikologis peserta didik. Hal ini ditandai dengan hal-hal
berikut:
1) Membangkitkan kebutuhan untuk berubah
2) Membuka peluang mencari sesuai dengan cara berpikir sendiri
3) Membuka peluang melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan berpikir
sendiri
4) Membuka peluang membangun kerjasama dengan peserta didik lain
yang memiliki kesamaan cara berpikir.18
Pembelajaran inovatif bisa dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya
mengakomodir setiap karakteristik diri. Misalnya, sebagian orang ada yang
berkemampuan dalam menyerap ilmu dengan menggunakan visual atau
mengandalkan kemampuan penglihatan, auditory atau kemampuan
mendengar, dan kinestetik.19
Dan hal tersebut dapat menyeimbangkan fungsi
otak kiri dan kanan apabila dilakukan dengan cara meng-integrasikan
media/alat bantu terutama yang berbasis teknologi baru/maju ke dalam proses
18
Yudhi Munadi dan Farida Hamid, Modul Pelatihan tentang Pembelajaran Aktif,
Inovatif, Kreatif, Erektif, dan....., hal. 34 19
http://www.google.com/artikel/pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan.htm
17
pembelajaran tersebut, sehingga terjadi proses renovasi mental, di antaranya
membangun rasa pecaya diri peserta didik. Penggunaan bahan pelajaran,
software multimedia, dan microsoft power point merupakan salah satu
alternatif. 20
Sementara itu, istilah kreatif dari segi etimologi berasal dari bahasa
inggris yaitu ”to create” yang berarti ”mencipta”.21
Jika dihubungkan dengan
konteks pembelajaran, maka kata kreatif dimaknai sebagai sebuah proses
pengembangan kreatifitas peserta didik, karena pada hakikatnya setiap
individu memiliki potensi, imajinasi dan rasa ingin tahu yang tidak pernah
berhenti. Sehingga dalam hal ini seorang guru diharapkan bisa menciptakan
proses pembelajaran yang memberdayakan segenap potensi pesera didik yang
beraneka ragam yang nantinya mengarah pada pemberdayaan potensi dan
imajinasi peserta didik secara maksimal. Hal tersebut sejalan dengan
ungkapan Stepehn Tong yang dikutip oleh Andreas Harefa ”we are created
by Creator to be creature with creativity”.22
Sementara Roger B. Yepsen berpendapat bahwa kreativitas merupakan
”creativity is the capacity for making something new”, kapasitas untuk
membuat hal yang baru. Berbeda dengan Mihaly Csikszentmihalyi (1996)
yang memahami kreatif sebagai kemampuan seseorang dalam berpikir dan
bertindak mangubah suatu ranah atau menetapkan suatu ranah baru ”a create
person is someone whose thoughts or actions change a domain, or establish a
new domain”.23
Proses pembelajaran yang kreatif memberikan peluang lebih besar bagi
guru maupun peserta didik dalam berpikir divergen (proses berpikir ke
macam-macam arah dan menghasilkan banyak alternatif penyelesaian) dari
20
Muhibbin Syah & Rahayu Kariadinata, Bahan Pelatihan tentang Pembelajaran Aktif,
Inovatif, Kreatif, Erektif, Menyenangkan (PAIKEM). Dipresentasikan pada Pendidikan & Latihan
Profesi Guru (PLPG) Rayon Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung
2009. 21
Selo Sumardjan, Kreativitas Suatu Tinjauan dari Sudut Sosiologi, (Jakarta: Dian
Rakyat, 1983), cet. I, hal. 87 22
Andreas Harefa, Menjadi Manusia Pembelajar, (Jakarta: Kompas, 2000), cet VII. 23
http:/www.google.com//kreativitas.
18
pada berpikir konvergen (proses berpikir yang mencari jawaban tunggal yang
paling tepat ).24
Beberapa ciri pembelajaran yang berpegang pada prinsip kreatif adalah:
1. Memberi kebebasan kepada peserta didik untuk mengembangkan
gagasan dan pengetahuan baru.
2. Bersikap respek dan menghargai ide-ide peserta didik.
3. Penghargaan pada inisiatif dan kesadaran diri peserta didik.
4. Penekanan pada proses, bukan hasil penilaian hasil akhir karya peserta
didik.
5. Memberikan waktu yang cukup untuk peserta didik berpikir dan
menghasilkan karya.
6. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menggugah kreativitas peserta
didik, seperti mengapa, bagaimana dan apa yang terjadi ketika. Bukan
hanya pertanyaan apa dan kapan.
7. Mampu memotivasi peserta didik.
8. Mampu menstimulus peserta didik untuk berpikir kritis.
9. Membangkitkan daya imajinasi peserta didik.
10. Memberikan keleluasaan peserta didik untuk menyampaikan
pendapatnya sendiri.
11. Mampu mendorong peserta didik untuk meraih prestasi.
12. Memberikan ruang peserta didik untuk berpikir secara orisinil.25
Pemikiran kreatif juga menuntut kelancaran, keluwesan, dan
kemandirian dalam berpikir serta kemampuan untuk mengembangkan suatu
gagasan (elaborasi).26
Sebagaimana Guilford dalam penelitiannya mengenai
kreativitas dengan analisis faktor menemukan bahwa faktor penting yang
merupakan ciri kemampuan berpikir kreatif adalah :
1. Kelancaran berpikir (fluence of thinking), yaitu kemampuan untuk
menghasilkan banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang secara
cepat.
2. Keluwesan (flexibility), yaitu kemampuan untuk memproduksi sejumlah
ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat
melihat suatu masalah dengan sudut pandang yang berbeda-beda, mencari
24
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT LOGOS Wacana Ilmu, 1999), cet.
I, hal. 79 25
Indrawati dan Wanwan Setiawan, Pembelajaran Aktif, Kreatif, (Jakarta : PPPPTK IPA,
2009), hal. 14-15 26
Conny Semiawan dkk, Memupuk Bakat dan Kreativitas Peserta didik Sekolah
Menengah, (Jakarta: PT Gramedia, 1990), cet. III, hal. 12-13
19
alternatif atau arah yang berbeda-beda, dan mampu menggunakan
bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif
adalah orang yang luwes dalam berpikir.
3. Elaborasi (elaboration), yaitu kemampuan dalam mengembangkan
gagasan dan menambahkan atau memperinci detil-detil dari objek,
gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.
4. Keaslian (original), yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik
atau kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli.27
Sementara itu, istilah efektif dijabarkan bahwa model pembelajaran
apapun yang diterapkan harus menjamin bahwa tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan akan tercapai secara optimal. Indikasi tercapainya tujuan
tersebut terlihat pada pencapaian kompetensi peserta didik pasca
berlangsungnya proses pembelajaran yang tampak pada perubahan
pengetahuan, sikap & keterampilan pada diri peserta didik.
Proses pembelajaran pada esensinya merupakan proses komunikasi
antara guru dan peserta didik, maka tidak mengherankan muncul istilah one
way communication atau two way communication dalam proses pembelajaran.
Istilah yang pertama cenderung dipahami sebagai gaya pembelajaran
konvensional, sementara istilah yang kedua lebih tepat untuk digunakan
dalam proses pembelajaran di era ke-kinian.
Kesepahaman tersebut menuntut para guru untuk mampu mewujudkan
proses komunikasi yang efektif dalam proses pembelajaran. Suhadi
memberikan beberapa tips yang bisa dijadikan acuan dalam proses
mewujudkan komunikasi yang efektif antara guru dan peserta didik,
diantaranya28
:
a. Penggunaan terminologi yang tepat
Langkah ini mencegah peserta didik mengalami kebingungan, dan
kerancauan pada pemahaman materi, sehingga guru dituntut untuk
menggunakan terminologi atau istilah yang tepat sesuai dengan tempatnya
27
Fuad Nashori dan Rachmi Dian Mucharam, Mengembangkan Kreativitas dalam
Perspektif Psikologi Islami, (Yogjakarta: Menara Kudus, 2002), h. 43-44 28
Suhadinet.wordpress.com; komunikasi pembelajaran yang efektif, 21 mei 2009
20
(materinya). Hal tersebut sejalan dengan mulyadhi kartanegara dalam
bukunya ”seni mengukir kata”, dia menjelaskan pentingnya penggunaan
kata-kata yang ringan dan tidak terlalu bertele-tele agar pembaca maupun
pendengar bisa memahami dengan jelas apa yang telah kita sampaikan
maupun yang kita tulis.29
b. Presentasi yang sinambung dan runtut
Mempersiapkan materi secara sistematis dan membuat alur pembahasan
yang jelas mempermudah peserta didik dalam memahami segala sesuatu
yang terjadi dalam proses pembelajaran.
c. Sinyal transisi atau perpindahan topik bahasan
Sinyal transisi ini memungkinkan peserta didik untuk mengetahui kapan
suatu segmen bahasan atau topik berakhir dan dilanjutkan dengan topik
atau pembahasan yang baru.
d. Tekanan pada bagian-bagian penting pembelajaran
Tekanan yang dimaksud tidak hanya berbentuk kata-kata, melainkan yang
lebih penting adalah intonasi, dramatisasi suara dan gerakan tubuh (body
language).
e. Kesesuaian antara tingkah laku komunikasi verbal & non verbal
Langkah terakhir ini bisa dikatakan sebagai salah satu kunci komunikasi
yang paling efektif dalam proses pembelajaran. Contoh sederhana disaat
seorang guru agama menjelaskan tentang keindahan surga dengan mimik
muka yang terlihat menyeramkan dan menjelaskan tentang kesengsaraan
di neraka dengan mimik muka yang membahagiakan, maka muncul
kekhawatiran bahwa semua peserta didik ingin masuk neraka karena
terpengaruh oleh mimik muka guru.30
Sejalan dengan Suhadi, pakar komunikasi Albert Mehrabian (profesor
UCLA) dalam the silent massage yang dikutip oleh Tarmizi Yusuf
29
Mulyadhi Kartanegara, Seni Mengukir Kata, ( Bandung: Mizan Learning Center, 2005),
cet. I, hal. 90 30
Tubagus Wahyudi, modul pelatihan tentang Menjadi Public Speaker Handal. Sebagai
bahan ajar dalam Training Public Speaking for Teaching yang dilaksanakan oleh Badan Eksekutif
Mahapeserta didik UIN Jakarta 2010.
21
menjelaskan tentang pengaruh kata-kata (verbal) dalam proses komunikasi
hanya 7%, suara (voice) 38%, dan selebihnya 55% adalah bahasa badan
(visual). Hasil penelitian tersebut lebih familiar dengan sebutan kekuatan 3V
seperti gambar dibawah ini:31
Gambar II Tentang Kekuatan 3 V
Kemudian istilah menyenangkan menjadi perhatian yang cukup
menarik karena dalam proses pembelajaran sejatinya harus diusahakan
seoptimal mungkin bahwa proses pembelajaran tersebut mampu menciptakan
suasana yang menyenangkan dan memang diyakini bahwa suasana yang
menyenangkan dalam proses pembelajaran membantu akan penguatan
pengalaman belajar peserta didik, kesan yang mendalam serta tertanam secara
kuat dalam memory peserta didik (long term memory).
Dave Meler sebagaimana dikutip oleh Indrawati dan Wanwan
memberikan pengertian menyenangkan atau fun sebagai suasana belajar
dalam keadaan gembira. Suasana gembira disini bukan berarti suasana ribut,
hura-hura, kesenangan yang sembrono dan kemeriahan yang dangkal. Ciri-
ciri suasana belajar yang menyenangkan diantaranya :
a. Rileks
b. Bebas dari tekanan
c. Aman
d. Menarik
e. Bangkitnya minat belajar
f. Adanya keterlibatan penuh
g. Perhatian peserta didik tercurah
31
Tarmizi Yusuf, Be The Winner, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2005), hal. 133
22
h. Lingkungan belajar yang menarik (misalnya keadaan kelas terang,
pengaturan tempat duduk leluasa untuk peserta didik bergerak)
i. Bersemangat
j. Perasaan gembira
k. Konsentrasi tinggi
Sementara ciri-ciri suasana belajar yang tidak menyenangkan meliputi :
a. Tertekan
b. Perasaan terancam
c. Perasaan menakutkan
d. Merasa tidak berdaya
e. Tidak bersemangat
f. Malas / tidak berminat
g. Jenuh / bosan
h. Suasana pembelajaran monoton
i. Pembelajaran tidak menarik peserta didik32
Sementara itu terdapat dua prinsip yang harus diperhatikan dalam
proses menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.
1. Menciptakan kondisi yang terbaik untuk belajar, yaitu:
a. Menyediakan segala fasilitas belajar yang menyenangkan,
menciptakan aroma dan warna yang menyenangkan, menghiasi
dinding-dinding dengan berbagai poster berwarna, menyuguhkan
seluruh poin penting yang harus dipelajari dalam bentuk kata-kata,
musik maupun gambar. Semua fasilitas yang demikian itu akan
memperkaya pikiran bawah sadar peserta didik, peserta didik
menyerap bahan pelajaran tanpa memikirkannya secara sadar. Seluruh
sudut ruangan terasa hangat dan bersahabat.
b. Menciptakan sebuah iklim atau atmosfer yang menyenangkan di setiap
ruang kelas. Di sini adanya variasi, kejutan, imajinasi, dan tantangan
sangatlah penting dalam menciptakan iklim ini. Mendatangkan tamu
yang mengejutkan, melakukan perjalanan, kunjungan lapangan,
program spontan, pembuatan drama, pertunjukan boneka (lebih baik
direncanakan oleh para peserta didik) semuanya menambah pengayaan
di samping membaca, menulis, dan diskusi.
Dalam kondisi seperti di atas, peserta didik dapat belajar dengan cara
melakukan, menguji, menyentuh, membau (mencium), berbicara, bertanya,
dan mencoba. Kondisi ruangan yang penuh warna, poster, dan mobilitas
akan mulai menstimulasi para pelajar visual. Musik akan menyentuh para
pelajar auditorial, dan aktivitas membuat para pelajar kinestetik akan
segera merasa nyaman.
32
Indrawati dan Wanwan Setiawan, Pembelajaran……..h. 16
23
2. Menampilkan presentasi yang baik
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan
presentasi yang baik, di antaranya adalah:
a. Berorientasi pada peserta didik
b. Terkait dengan tujuan pembelajaran mereka
c. Harus bersifat positif, artinya guru sebagai fasilitator tidak boleh
mengesankan bahwa pelajaran ini tidak menyenangkan, hindari
kalimat-kalimat yang membuat peserta didik tidak nyaman.
d. Suguhkan terlebih dahulu gambaran umum dari apa yang akan
dipresentasikan
e. Mengoptimalkan keterlibatan indera peserta didik. Presentasi yang
bagus haruslah menarik bagi setiap gaya belajar individu peserta didik
(visual, auditorial, dan kinestetik). Gaya belajar yang paling banyak
terabaikan adalah gaya belajar kinestetik.
f. Menghindari pola-pola perkuliahan (lecturing) sepenuhnya. Ini
mungkin membutuhkan perubahan paling mendasar dalam gaya
mengajar. Guru yang baik adalah seorang aktivator, fasilitator, pelatih,
motivator, dan orkestrator.
g. Melakukan berbagai perubahan suasana, sehingga para peserta didik
secara bergantian melakukan kegiatan satu ke kegiatan berikutnya,
misal dari mendengar ke melihat, kemudian ke berbicara, ke diskusi
dan seterusnya.
h. Jadikan belajar tentang cara belajar sebagai kunci belajar. Ini mungkin
merupakan hasil keseluruhan yang diinginkan dari seluruh proses
belajar. Jadi, teknik-teknik tersebut harus disatupadukan dalam seluruh
aktivitas.33
B. Landasan PAIKEM
Bukan tanpa alasan PAIKEM muncul dan diketahui oleh khalayak
umum dalam dunia pendidikan nasional. PAIKEM dalam tinjauan yuridis
formal (dasar hukum penerapan PAIKEM). Dalam konteks ini adalah segala
bentuk perundangan dan peraturan serta kebijakan pendidikan yang berlaku di
Indonesia yang didalamnya telah mengatur dan memberi rambu-rambu
tentang implementasi proses pendidikan yang berbasis PAIKEM.
33
Yudhi Munadi dan Farida Hamid, Modul Pelatihan tentang Pembelajaran Aktif,
Inovatif, Kreatif, Erektif, dan....., hal 37-39
24
Beberapa regulasi dan kebijakan pendidikan yang dimaksud meliputi :
1. UU RI No 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS;
a. pasal 1, ayat 1 yakni; ” Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
menjadikan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan Negara”.
b. pasal 4, ayat 3 yakni; ”Pendidikan diselenggarakan suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat”.
c. pasal 4, ayat yakni; ”Pendidikan diselenggarakan dengan memberikan
ketaladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas
peserta didik dalam proses pembelajaran”.
d. kemudian pasal 39, ayat 2 yakni; ”Pendidik merupakan tenaga profesional
yang bertugas merencanakan serta melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pedidikan tingkat sekolah/madrasah”.
Makna pendidikan, penyelengaraan pendidikan serta tenaga
kependidikan yang termuat dalam UU RI tentang sisdiknas tersebut terlihat
dengan jelas akan hubungannya dengan PAIKEM dimana peserta didik
menjadi bagian dari subjek pendidikan (student centered) yang harus diberi
keleluasaan dalam mengembangkan potensi-potensinya. Sementara pendidik
tidak hanya berkewajiban memberikan pengajaran di ruangan kelas, akan
tetapi lebih luas lagi harus mengabdikan dirinya kepada masyarakat demi
memperbaiki kualitas sumber daya manusia indonesia.
25
2. Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan;
a. Pasal 19, ayat 1 yakni; ”Proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
manantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik”.
b. Pasal 28, ayat 1 yakni; ”Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
PP tentang standar nasional pendidikan tersebut menuntut para guru
untuk mampu mengcreate proses pembelajaran sedemikian rupa agar proses
pembelajaran yang terjadi mampu memancing dan mengembangkan
kreativitas peserta didik. Hal tersebut sejalan dengan PAIKEM dimana proses
pembelajaran harus mengutamakan keaktifan dan kreativitas peserta didik.
3. UU RI No 14 Tahun 2005 tentang GURU dan DOSEN;
a. Pasal 1, ayat 1 yakni; ”Guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan peserta didik usia dini jalur
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
b. Pasal 6 yakni; ”kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional
bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab”.
UU RI tentang guru dan dosen tersebut menggambarkan betapa mulia
tugas seorang guru dan betapa besar tanggung jawab guru dalam konteks
pendidikan. Sementara PAIKEM memiliki keselarasan dengan UU tersebut,
26
dalam arti bisa dijadikan alternatif strategi pembelajaran yang diterapkan oleh
guru dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan pada beberapa regulasi pendidikan tersebut, baik berupa
undang-undang maupun peraturan pemerintah dapat dipahami dengan jelas
bahwa proses pembelajaran pada satuan manapun secara yuridis formal
dituntut diselanggarakan secara aktif, inovatif, kreatif, dialogis, demokratis
dan dalam suasana mengesankan serta bermakna bagi peserta didik. Disinilah
terlihat dengan jelas relevansi serta legitimasi implementasi pembelajaran
PAIKEM dalam dunia pendidikan nasional.
Strategi PAIKEM secara filosofis berlandaskan pada pandangan
konstruktivisme dimana peserta didik membangun pemahaman dan
pengetahuannya mengenai dunia sekitarnya melalui pengenalan benda-benda
yang direfleksikannya melalui pengalamannya. Ketika menemukan sesuatu
yang baru, kita dapat merekonstruksinya dengan ide-ide awal yang ada. Hal
ini memungkikankann terjadinya perubahan pengetahuan atau bahkan
memperkuat pengetahuan hasil dialektika antara ide awal dan ide baru.
Landasan filosofis ini memberikan pemahaman bagi pendidik bahwa peserta
didik yang mengikuti proses pembelajaran tidak berangkat dari kekosongan
ide atau pengetahuan, sehingga pendidik bisa melakukan penyesuaian-
penyesuaian yang tepat dalam proses pembelajaran.
Sementara itu, PAIKEM dalam tinjauan psikologis-pedagogis
(kepribadian-pengajaran) dimaksudkan untuk melihat signifikansi penerapan
pembelajaran berbasis PAIKEM dalam frame kajian psikologi belajar. Proses
pembelajaran tradisional menitik-beratkan pada metode imposisi dimana
pembelajaran dengan cara menuangkan hal-hal yang dianggap penting oleh
guru bagi peserta didik, cara ini tidak mempertimbangkan kesesuaian antara
materi dengan kebutuhan, minat serta tingkat perkembangan dan pemahaman
peserta didik.
Hasil penelitian terbaru dalam bidang psikologi kepribadian dan tingkah
laku manusia, berpendapat bahwa tingkah laku manusia didorong oleh motif-
motif tertentu, sehingga aktivitas belajar akan berhasil apabila didasarkan
27
pada motivasi pada diri peserta didik. Ibarat pepatah ”anda dapat memaksa
kambing masuk air, tapi anda tidak bisa memaksanya untuk minum air”,34
maksudnya bahwa peserta didik bisa dipaksa untuk melakukan suatu
perbuatan, akan tetapi tidak bisa dipaksa untuk menghayati perbuatan
sebagaimana mestinya. Begitu juga guru dapat memaksakan materi pelajaran
kepada peserta didik, akan tetapi guru tidak dapat memaksanya untuk belajar
dalam arti yang sebenarnya. Disinilah terlihat tugas guru yang paling berat
adalah berupaya agar peserta didik mau belajar dan memiliki keinginan
belajar secara berkelanjutan tanpa dibatasi ruang & waktu.
Dalam konteks inilah kehadiran PAIKEM diharapkan dapat
memperkaya guru dalam hal strategi, metode dan teknik mengajar sebagai
seni dalam proses pembelajaran, sehingga secara psikologis-pedagogis
PAIKEM memiliki relevansi dalam kerangka mewujudkan proses
pembelajaran yang memberdayakan peserta didik.
C. Prinsip-prinsip Penerapan PAIKEM
Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh pendidik dalam
penerapan PAIKEM, yakni :
1. Memahami sifat peserta didik; pada dasarnya peserta didik memiliki
modal yang luar biasa berupa sifat rasa ingin tahu dan imajinasi yang
kemudian harus dipahami oleh pendidik untuk kemudian modal tersebut
diusahakan agar terus berkembang dan terberdayakan secara maksimal.
2. Mengenal peserta didik secara individual; pada hakikatnya peserta didik
merupakan bagian dari ciptaan Tuhan yang memiliki beraneka ragam
keunikan masing-masing dan memiliki latar belakang, potensi serta
kemampuan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
Perbedaan tersebut harus diperhatikan dan tercermin secara riil dlam
proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran tersebut memberikan
peluang sinergitas antara satu dengan yang lain dengan modal potensinya
masing-masing.
34
Andreas Harefa, Menjadi Manusia Pembelajar…, h. 92
28
3. Memanfaatkan perilaku peserta didik dalam pengorganisasian belajar;
peserta didik secara naluriah memiliki sifat kebersamaan atau
berpasangan. Hal ini bisa dimanfaatkan pendidik dalam pengorganisasian
kelas yang nantinya memberikan peluang terjadinya pertukaran pikiran
atau ide-ide antara peserta didik yang satu dengan yang lain.
4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif serta mampu
memecahkan masalah; pada dasarnya hidup adalah memecahkan masalah,
untuk itu peseerta didik perlu dibekali dengan kemampuan berpikir kritis,
kreatif untuk menganalisa berbagai masalah yang muncul, sehingga
peserta didik mampu melahirkan berbagai alternatif pemecahan masalah.
Guru bisa mengajukan pertanyaan yang dimulai dengan kata ”mengapa”,
”bagaimana”, ”apa yang terjadi jika” (tipe open question).35
5. Menciptakan ruangan kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik;
ruangan kelas yang di setting semenarik mungkin menjadi hal yang harus
diwujudkan, salah satunya seperti pemajangan hasil karya peserta didik
dirungan karena hal itu bisa memotivasi peserta didik serta memberikan
apresiasi atas karya yang telah diciptakan. Hal tersebut juga
memungkinkan lahirnya inspirasi-inspirasi positif baik bagi pendidik
maupun peserta didik.
6. Memanfaatkan lingkungan sebagai lingkungan belajar; lingkungan (fisik,
sosial, budaya) merupakan bagian dari sumber yang sangat kaya untuk
bahan belajar peserta didik. Lingkungan juga dapat berfungsi sebagai
media belajar serta objek belajar peserta didik.
7. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan belajar;
pemberian feedback yang positif merupakan interaksi antara pendidik &
peserta didik yang diharapkan bisa memberikan motivasi bagi peserta
didik dalam meningkatkan kegiataan belajarnya, tentunya feedback yang
diberikan tidak mengandung unsur merendahkan apalagi meremehkan
peserta didik.
35
Indrawati dan Wanwan Setiawan, Pembelajaran……..h. 19
29
8. Membedakan antara aktif fisik & aktif mental; dalam pembelajaran
PAIKEM, aktif mental sebenarnya lebih diharapkan dari pada aktif fisik.
Karena itu, aktifitas sering bertanya, mempertanyakan pendapat orang lain
& mengemukakan gagasan sendiri merupakan indikasi dari keaktifan
mental peserta didik.36
Sejalan dengan prinsip-prinsip tersebut Muhibbin Syah dan Rahayu
Kariadinata juga berpendapat bahwa hal-hal yang harus diperhatikan dalam
implementasi PAIKEM adalah:
a. Memahami sifat yang dimiliki peserta didik
b. Memahami perkembangan kecerdasan peserta didik
c. Mengenal peserta didik secara perorangan
d. Memanfaatkan perilaku peserta didik dalam pengorganisasian belajar
e. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan
memecahkan masalah
f. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
g. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
h. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
i. Membedakan antara aktif fisik dengan aktif mental37
D. Hubungan PAIKEM dengan Teori Pembelajaran
Belajar dalam konteks PAIKEM dimaknai sebagai proses aktif dalam
membangun pengetahuan atau membangun makna. Dalam proses belajar,
peserta didik akan terlibat dengan proses sosial, dan proses tersebut akan
dilaksanakan secara berkesinambungan atau sepanjang hayat. Makna tersebut
didasari oleh pandangan konstruktivisme.
Sedangkan Dalam banyak penelitian diungkapkan bahwa teori
perubahan konsep juga dipengaruhi atau didasari oleh filsafat konstruktivisme.
Filsafat ini menekankan bahwa pengetahuan dibentuk oleh peserta didik yang
sedang belajar, dan teori perubahan konsep menjelaskan bahwa peserta didik
36
Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam…., h. 54-56 37
Muhibbin Syah & Rahayu Kariadinata, Bahan Pelatihan tentang Pembelajaran Aktif,
Inovatif, Kreatif, Erektif, Menyenangkan……………, hal. 6-13
30
yang mengalami perubahan konsep terus menerus, sangat berperan dalam
menjelaskan mengapa seorang peserta didik bisa salah mengerti dalam
menangkap suatu konsep yang ia pelajari, sehingga teori perubahan konsep
bisa dikatakan sejalan dengan makna belajar dalam konteks PAIKEM.
Begitu juga menurut teori skema, pengetahuan disimpan dalam suatu
paket informasi, atau skema yang terdiri dari konstruksi mental gagasan kita.
Teori ini lebih menunjukkan bahwa pengetahuan kita tersusun dalam suatu
skema yang terletak dalam ingatan kita. Dalam belajar, kita dapat menambah
skema yang ada sehingga dapat menjadi lebih luas dan berkembang.38
Hal
tersebut juga ditekankan oleh PAIKEM dalam proses belajar dimana peserta
didik diharapkan mampu menancapkan pengetahuannya dengan kuat (long
term memory).
Bruner dalam teori belajar penemuan (discovery learning)
mengasumsikan bahwa belajar paling baik apabila peserta didik menemukan
sendiri informasi dan konsep-konsep. Dalam belajar penemuan, peserta didik
menggunakan penalaran deduktif untuk mendapatkan prinsip-prinsip, contoh-
contoh. Misalnya, guru menjelaskan kepada peserta didik tentang penemuan
sinar lampu pijar, kamera, dan CD, serta perbandingan antara invertion dengan
discovery (misalnya listrik, nuklir dan gravitasi). Peserta didik kemudian
menjabarkan sendiri apakah yang dimaksud dengan invertion dan bagaimana
perbedaannya dengan discovery.
Dalam belajar penemuan, peserta didik ”menemukan” konsep dasar atau
prinsip-prinsip dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang mendemonstrasikan
konsep tersebut. Bruner yakin bahwa peserta didik ”memiliki” pengetahuan
apabila menemukan sendiri dan bertanggung jawab atas kegiatan belajarnya
sendiri, yang memotivasinya untuk belajar.
Sementara mengajar dalam konteks PAIKEM bukanlah memindahkan
pengetahuan dari guru ke peserta didik, melainkan sesuatu kegiatan yang
memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya sendiri.
Mengajar berarti partisipasi peserta didik dalam membentuk pengetahuannya
38
http://www.freewebs.com
31
sendiri, membuat makna, mencari kejelasan, berpikir kritis, dan mengadakan
justifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar itu sendiri.39
E. Kelebihan dan Kekurangan PAIKEM
Beberapa kelebihan dari strategi pembelajaran aktif, inovatif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan (PAIKEM) di antaranya adalah:
a. Proses belajar mengajar menjadi proses yang menyenangkan (learning is
fun). Karena peserta didik terlibat dan berperan aktif di dalam proses situ.
Pengetahuan yang mereka peroleh, mereka konstruksi sendiri melalui
pengalaman belajar bukan transfer dari guru kepada peserta didik. Dengan
demikian pembelajran menjadi bermakna (meaningful).
b. Strategi PAIKEM sangat sesuai dengan berbagai gaya belajar. Pada
umumnya gaya belajar peserta didik ada tiga macam, yaitu visual,
auditorial, dan kinestetik.
1) Visual
Gaya belajar ini sangat mengandalkan indera penglihatan. Mereka
sangat mudah mengakses citra visual, yang diciptakan maupun
diingat. Seseorang yang sangat visual mempunyai ciri-ciri:
a) Teratur, memperhatikan segala sesuatu, menjaga penampilan;
b) Mengingat dengan gambar, lebih suka membaca daripada
dibacakan;
c) Membutuhkan gambaran dan tujuan menyeluruh dan menangkap
detail, mengingat apa yang dilihat.
2) Auditorial
Gaya belajar ini sangat mengandalkan indera pendengaran. Mereka
sangat mudah mengakses segala jenis bunyi dan kata, seperti musik,
nada dan irama. Ciri-ciri seseorang yang auditorial adalah:
a) Perhatiannya mudah terpecah;
b) Berbicara dengan pola berirama;
c) Belajar dengan cara mendengarkan, menggerakkan bibir/berbicara
saat membaca.
d) Berdialog secara internal dan eksternal
3) Kinestetik
Gaya belajar ini mampu mengakses segala jenis gerak dan emosi –
diciptakan maupun diingat– gerakan, koordinasi irama, tanggapan
emosional dan kenyamanan fisik sangat menonjol di sini. Ciri-ciri
gaya belajar kinestetik adalah sebagai berikut:
a) Menyentuh orang dan berdiri berdekatan, banyak bergerak;
b) Belajar dengan melakukan, menunjuk tulisan saat membaca,
menanggapi secara fisik;
c) Mengingat sambil berjalan dan melihat.
39
http://www.depdiknas.go.id
32
c. Aspek sosial belajar. Di dalam proses pembelajaran, peserta didik terlibat
dan berpartisipasi aktif seperti berdiskusi dalam kelompok kecil,
mempresentasikan hasil diskusi, menanggapi pertanyaan teman, membuat
rangkuman baik secara individu maupun kelompok. Hal ini akan dapat
membuat peserta didik merasa senang dan merasa memiliki dan dimiliki
sesama anggota kelompok. Secara berproses hal ini akan memupuk rasa
percaya diri peserta didik. Di samping itu, adanya interaksi peserta didik di
dalam diskusi atau kerja kelompok, akan menjadikannya memiliki
keterampilan sosial dan keterampilan berkomunikasi.
Di atas kita telah melihat begitu banyak kelebihan dari strategi
PAIKEM, namun kita tidak menafikan akan adanya kelemahan strategi ini.
Kelemahan strategi PAIKEM ini antara lain:
a. Membutuhkan waktu yang banyak; hal ini akan sangat berbeda jika
dibandingkan ketika guru menggunakan metode ceramah. Ketika guru
harus melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran secara
langsung seperti dalam diskusi kelompok, guru harus menghabiskan
waktu paling tidak sekitar 5-10 menit hanya untuk membentuk kelompok.
b. Guru dituntut untuk memiliki keterampilan dan kreativitas. Dalam
pelaksanaan pembelajaran ini guru yang kreatif menjadi syarat utama.
Yang dihadapi oleh guru adalah peserta didik sebagai individu yang
kadang tidak dapat diperkirakan perubahannya. Ketika seorang guru telah
membuat sebuah skenario pembelajaran dan telah sukses diterapkan di
sebuah kelas, namun bisa terjadi skenario tersebut tidak dapat kita
gunakan di kelas lain karena kondisi anak berubah di luar perkiraan guru.
Maka guru harus dengan cepat mengubah skenario yang ada yang
disesuaikan dengan kebutuhan kelas tersebut, dan hal ini membutuhkan
kreatifitas. Kreatifitas juga sangat diperlukan untuk menciptakan media
pembelajaran yang sesuai dengan materi, tujuan, dan kondisi kelas.
c. Proses pembelajaran hanya menjadi ajang permainan. Sering terjadi
proses pembelajaran hanya focus kepada permainanya saja, sehingga
tujuan pembelajaran tidak tercapai. Seorang guru harus secara teliti
membuat perencanaan secara rinci dan bila perlu guru harus
memperhitungkan menit per menit semua kegiatan sehingga guru dapat
mengambil tindakan jika proses pembelajaran melenceng dari tujuan
yang telah dibuat.
d. Membutuhkan biaya yang besar. Ketika guru menerapkan pembelajaran
dengan strategi PAIKEM, maka guru membutuhkan media atau alat
peraga. Karena tanpa alat peraga proses pembelajaran tidak maksimal.
e. Membutuhkan persiapan yang matang. Ketika seorang guru tampil
mengajar di depan kelas itu hanya merupakan puncak dari serangkaian
kegiatan yang harus dilakukan guru sebelumnya. Guru harus membuat
berbagai persiapan; dari mempersiapkan materi, merumuskan tujuan yang
akan dicapai, memilih dan membuat media yang sesuai sampai pada
33
menentukan alat evaluasi untuk mengetahui seberapa banyak peserta
didik dapat menyerap materi yang disampaikan.40
Terlepas dari kekurangan dan kelebihan yang ada, mestinya setiap
pendidik sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang. Sehingga
proses pembelajaran yang berlangsung bisa berjalan sesuai pada tracknya,
dengan kata lain, pendidik mampu menerapkan PAIKEM tanpa
menanggalkan tujuan yang hendak dicapai. Beberapa langkah yang patut
untuk dilakukan oleh pendidik sebelum menerapkan strategi PAIKEM dalam
proses pembelajaran, diantaranya:
a. Mempersiapkan materi yang hendak disampaikan
b. Menyediakan alat, media yang diperlukan dalam penerapan PAIKEM
c. Memperhitungkan waktu yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran
dengan menggunakan strategi PAIKEM
d. Mempersiapkan berbagai games yang berhubungan dengan materi yang
akan dibahas
e. Berpegang teguh pada prinsip pencapaian tujuan pembelajaran
40
Yudhi Munadi dan Farida Hamid, Modul Pelatihan tentang Pembelajaran Aktif,
Inovatif, Kreatif, Erektif, dan....., hal 41-43
34
BAB III
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH
A. Pengertian Pendidikan Agama Islam di Sekolah
Pendidikan dalam konteks keIslaman lebih populer dikenal dengan kata
”tarbiyah”, ta’lim, dan ta’dib,. Masing-masing istilah tersebut memiliki
keunikan makna tersendiri ketika sebagian atau semuanya disebut secara
bersamaan. Namun, kesemuanya akan memiliki makna yang sama jika
disebut salah satunya, sebab salah satu istilah itu sebenarnya mewakili istilah
yang lain. Dari ketiga term tersebut, tarbiyah menjadi term yang popular dan
sering digunakan dalam praktik pendidikan Islam dibanding dengan dua term
yang lainnya.
Term tarbiyah berasal dari kata rabb yang memiliki makna tumbuh,
berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian atau
eksistensinya.41
Term tersebut mengisyaratkan adanya empat unsur
pendekatan dalam pendidikan Islam, yakni:
1. Memelihara dan menjaga fitrah peserta didik sebelum dewasa (baligh).
2. Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan.
3. Mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan
4. Melaksanakan pendidikan secara bertahap.
Sementara term ta’lim berasal dari kata ‘allama yang berarti
pengajaran. Berbeda dengan term tarbiyah dan ta’lim, term ta’dib dipahami
41
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,
(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), cet. I, h. 25
35
sebagai pendidikan sopan santun, tata krama, adab, budi pekerti, akhlak,
moral dan etika. Pemahaman akan ketiga term tersebut memberikan
gambaran secara jelas bahwa term tabiyah lebih tepat untuk digunakan dalam
konteks pendidikan Islam, karena memiliki makna pendidikan yang lebih
sistematis.
Berbagai term-term yang muncul akan mempermudah untuk kemudian
dicari pengertian tentang hakikat pendidikan agama Islam. Tetapi sebelum
merumuskan pengertian pendidikan agama Islam, akan lebih tepat kalau kita
menelaah terlebih dahulu berbagai pandangan tentang pendidikan agama
Islam, yakni :
Pertama, Syaikh Mustafa Al-Ghulayani memaknai pendidikan Islam sebagai
berikut:
yang berarti bahwa pendidikan adalah menanamkan akhlak yang mulia dalam
jiwa peserta didik serta menyiraminya dengan petunjuk dan nasehat, sehingga
menjadi kecenderungan jiwa yang membuahkan keutamaan, kebaikan serta
cinta bekerja yang berguna bagi tanah air.42
Hal tersebut sejalan dengan
Zakiah Daradjat berpandangan bahwa pendidikan agama Islam adalah
pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa
bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari
pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran
agama Islam yang telah diyikininya secara menyeluruh, serta menjadikan
ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan
dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat kelak.43
Artinya, bahwa
pendidikan Islam dipahami sebagai sebuah proses mendidik peserta didik
dalam memahami serta mengaplikasikan ajaran-ajaran Islam yang nantinya
42
Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam…., h. 35 43
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet. VI, h. 86
36
diharapkan bisa dijadikan sebagai pedoman maupun petunjuk bagi peserta
didik dalam menjalani kehidupan.
Kedua, Muhammad SA Ibrahimi (Bangladesh) menyatakan bahwa
pendidikan Islam adalah “Islamic education in true sense of the lern, is a
system of education which enable a man to lead his life according to the
Islamic ideology, so that he may easily mould his life in accordance with
tenets of Islam.”44
(Pendidikan Islam dalam pandangan yang sebenarnya
adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat
mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam, sehingga dengan
mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam). Pendapat
tersebut lebih mengarah pada sebuah sistem yang memiliki keterkaitan antara
komponen yang satu dengan komponen yang lainnya, seperti keterkaitan
antara akidah, syariah, dan akhlak yang meliputi aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik.
Ketiga, Achmadi mendefinisikan pendidikan Islam sebagai segala usaha
untuk memelihara fitrah manusia, serta sumber daya insani yang ada padanya
menuju terbentuknya menusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma
Islam.
Dari beberapa penjabaran para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan Islam merupakan suatu proses transformasi dan internalisasi ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai pada diri peserta didik melalui pertumbuhan dan
pengembangan potensi fitrah peserta didik, guna mencapai keselarasan dan
kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya, serta menjadi manusia yang
dapat menyelaraskan kehidupan dunia-akhirat, keseimbangan pelaksanaan
fungsi manusia sebagai kahlifah Allah dan keseimbangan pelaksanaan segala
dimensi yang terdapat dalam diri manusia, sehingga menjadikan dia hidup
penuh bahagia, sejahtera dan penuh kesempurnaan.
Dengan kata lain, pendidikan agama Islam di sekolah dipahami sebagai
segenap usaha sadar yang dilakukan oleh guru kepada peserta didik di
44
Arifin HM, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),
h. 3-4
37
sekolah untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan peserta didik
menjadi insan yang dapat mengetahui, memahami, dan mengamalkan ajaran
Islam secara menyeluruh dan dengan penuh kesadaran.
B. Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah
Ditinjau dari segi etimologi kurikulum berasal dari bahasa yunani,
yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang berarti jarak yang ditempuh
oleh pelari. Istilah ini pada mulanya dipakai dalam dunia olahraga yang
berarti ”a litle race course” (suatu jarak yang harus ditempuh dalam
pertandingan olahraga). Berdasarkan pengertian ini, dalam kaitannya dengan
dunia pendidikan, maka kurikulum bisa dipahami sebagai ”circle of
instruction” yaitu suatu lingkaran pengajaran dimana guru dan peserta didik
terlibat didalamnya.
Sementara pendapat yang lain dikemukakan bahwa kurikulum adalah
arena pertandingan, tempat pelajaran bertanding untuk menguasai pelajaran
guna mencapai garis penamat berupa diploma, ijazah, atau gelar
kesarjanaan.45
Kurikulum juga dipahami sebagai keseluruhan pengalaman, ilmu
pengetahuan yang akan dihayati oleh peserta didik. Bukan berarti seluruh
pengalaman manusia ditumpahkan di dalam kurikulum sekolah karena
sekolah bukanlah replika dari kehidupan nyata, tetapi merupakan abstraksi
dari perjalanan kehidupan manusia.46
Kurikulum juga merupakan suatu
rencana pendidikan, memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis,
lingkup dan urutan isi, serta proses pendidikan”.47
Ada empat unsur utama dalam kurikulum, yaitu:
1. Tujuan kurikulum yang hakikatnya arah dari program tersebut
45
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era
Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), cet. I, h. 126 46
H. A. R. Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional; Tinjauan Dari Perspektif
Postmodernisme dan Studi Kultural, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2005), Cet. I, h.117 47
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008), Cet. 10, h. 4.
38
2. Isi atau materi yang harus diberikan kepada peserta didik untuk mencapai
tujuan
3. Proses pembelajaran yang merupakan strategi pelaksanaan program
4. Program penilaian yang dimaksud untuk mengetahui apakah program itu
telah mencapai arah atau tujuan yang ditetapkan.48
Gambar III Tentang Komponen Kurikulum49
1. Tujuan
Pendidikan Agama Islam di SD bertujuan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan pemupukan
pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik
tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus
berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya kepada Allah SWT
serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.50
Tujuan-tujuan tersebut terinci dalam
bentuk standar kompetensi dan kompetensi dasar sabagaimana terlampir.
48
H. Hafni Ladjid, Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi,
(Jakarta : Quantum Teaching, 2005), cet. I, h. 25 49
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi;
Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. III, h.
67 50
Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SD & MI, (Jakarta:
Puskur. Balitbang. Depdiknas, 2003) / http://www.puskur.net/inc/sd/PendidikanAgamaIslam.pdf
39
Sementara Pendidikan Agama Islam di SMP bertujuan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, serta pengalaman
peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia Muslim
yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya kepada
Allah SWT. serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan
pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.51
Tujuan-tujuan tersebut
terinci dalam bentuk standar kompetensi dan kompetensi dasar
sabagaimana terlampir.
Selanjutnya Pendidikan Agama Islam di SMA/MA bertujuan untuk:
menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan
pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan,
serta pengalaman peserta didik tentang Agama Islam sehingga menjadi
manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya
kepada Allah SWT, mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama
dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin
beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi
(tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta
mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.52
Tujuan-
tujuan tersebut terinci dalam bentuk standar kompetensi dan kompetensi
dasar sabagaimana terlampir.
2. Bahan atau Isi
Sasaran dan tujuan pendidikan akan tercapai, bilamana materi
pendidikan tersebut diseleksi dengan baik dan tepat. Materi dalam
konteks ini intinya adalah substansi yang akan disampaikan dalam
proses pembelajaran. Cakupan ruang lingkup materi pendidikan Islam
51
Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SMP & MTS, (Jakarta:
Puskur. Balitbang. Depdiknas, 2003) / http://www.puskur.net/inc/sd/PendidikanAgamaIslam.pdf 52
Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SMA & MA, (Jakarta:
Puskur. Balitbang. Depdiknas, 2003) / http://www.puskur.net/inc/sd/PendidikanAgamaIslam.pdf
40
tidak terlepas dari tiga esensi ajaran Islam, yakni iman (akidah), ibadah
(syariah), dan akhlak.
Materi akidah adalah inti dari dasar keimanan seseorang yang harus
ditanamkan kepada anak sejak dini. Karena dengan pendidikan inilah
peserta didik akan mengenali siapa Tuhannya, bagaimana cara bersikap
kepada Tuhannya, dan apa saja yang meski diperbuat dalam hidup.
Materi ini diharapkan mampu untuk mengikat peserta didik dengan
dasar-dasar iman, rukun Islam dan dasar-dasar syariah sejak peserta
didik mulai mengerti dan memahami sesuatu. Sedangkan tujuan yang
paling mendasar dari materi ini adalah agar peserta didik hanya
mengenal Islam mengenai dirinya, alquran sebagai imamnya, dan rasul
Muhammad sebagai pemimpin dan teladannya.
Kemudian, materi ibadah yang lebih dikenal dengan materi fiqh,
karena materi ini secara menyeluruh telah dikemas oleh para ulama
menjadi sebuah disiplin ilmu yang didalamnya terkandung semua tata
cara peribadatan. Materi ini perlu diperkenalkan kepada peserta didik
sejak usia dini dan sedikit demi sedikit dibiasakan dalam
mengaplikasikannya, agar kelak peserta didik tumbuh menjadi manusia
yang bertaqwa.
Selanjutnya, materi akhlak adalah materi yang didalamnya
membahas mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan, tabiat yang
harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh peserta didik. Tujuan dari
materi ini adalah untuk membentuk benteng religius yang berakar dari
hati sanubari. Benteng tersebut diharapkan mampu memisahkan peserta
didik dari sifat-sifat negatif, kebiasaan dosa dan tradisi jahiliah.53
Materi
ini sejatinya merujuk pada tujuan diutusnya rasul Muhammad dalam
menyebarkan agama Islam.
Secara lebih rinci, materi mata pelajaran pendidikan agama Islam di
sekolah dapat diuraikan sebagaimana terlampir.
53
Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam…., h. 40-41
41
3. PBM
Proses belajar-mengajar (pembelajaran) sebagai komponen
kurikulum dipahami kearah metode pembelajaran, meskipun sebenarnya
pemahaman ini akan cenderung mempersempit makna proses
pembelajaran itu sendiri. Akan tetapi penjabaran lebih lanjut tentang
proses pembelajaran ini tidak disinggung terlalu banyak, mengingat
penjabaran tentang proses pembelajaran telah termaktub dalam bab II
sebagai bagian yang inheren dengan strategi PAIKEM.
4. Evaluasi
Komponen kurikulum pendidikan agama Islam yang juga tak kalah
penting adalah evaluasi, yakni sebuah proses yang dilakukan oleh guru
untuk mengetahui, memahami, dan menggunakan hasil belajar peserta
didik dalam mencapai tujuan yang ditetapkan berdasarkan suatu selang
waktu atau tidak sesaat saja.54
Hal senada juga dipaparkan oleh Dr. H.
Samsul Nizar, bahwa evaluasi diartikan sebagai kegiatan untuk
menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan dalam pendidikan Islam.
Dalam lingkup terbatas, evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan guru dalam menyampaikan materi pendidik agama Islam.
Sementara dalam lingkup luas, evaluasi dilakukan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan dan kelemahan suatu proses pendidikan Islam
(dengan seluruh komponen yang terlibat di dalamnya) dalam mencapai
tujuan pendidikan yang dicita-citakan.55
Dengan demikian, secara sederhana evaluasi dipahami sebagai
sebuah kegiatan untuk melihat tingkat keberhasilan pendidikan Islam
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Beberapa fungsi
pelaksanaan evaluasi bagi pendidik dan peserta didik, yaitu:
a. Untuk mengetahui tingkat keberhasilannya dalam menjalankan
tugasnya sebagai guru
54
Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan; Visi, Misi dan Aksi,
(Jakarta : PT Gemawindu Pancaperkasa, 2000), cet. I, hal. h.75 55
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis………, h. 77
42
b. Untuk mengatahui tingkat kesungguhan guru dalam usahanya
menciptakan proses pembelajaran yang selaras dengan pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan.
c. Untuk memberikan umpan balik (feedback) kepada guru sebagai
dasar untuk memperbaiki proses pembelajaran.
d. Untuk menempatkan peserta didik dalam situasi pembelajaran yang
tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan lainnya yang dimiliki
peserta didik.
e. Untuk mengenal latar belakang psikologis, fisik dan lingkungan
peserta didik terutama yang mengalami kesulitan dalam belajar.
Komponen kurikulum pendidikan agama Islam yang satu ini masih
sering mendapat kritikan tajam, mengingat eratnya hubungan evaluasi
dengan tujuan yang telah ditetapkan. Maksudnya, bahwa format evaluasi
yang digunakan mayoritas guru dalam konteks pembelajaran sering tidak
ditemukan akurasinya, misalnya kalau peserta didik dilatih untuk
menyetir mobil, maka evaluasi yang harus dilakukan adalah ujian
menyetir, tidak hanya sebatas pemahaman akan menyetir itu sendiri.
Peserta didik tersebut dinyatakan lulus kalau dia mampu menyetir
dengan baik, tidak membuat kesalahan dalam starter, menekan pedal,
memberi isyarat lampu berhenti dan sebagainya.56
Jadi, evaluasi tersebut
tidak hanya merujuk pada konsep ”belajar tentang agama Islam”, akan
tetapi lebih pada ”belajar agama Islam”.
Salah satu alternatif format evaluasi yang cukup tepat untuk
diterapkan oleh guru adalah tes kepribadian (personality test), mengingat
evaluasi dalam pendidikan Islam tidak sepatutnya hanya diarahkan pada
hafalan surat-surat pendek, hafalan rukun salat dan sebagainya, akan
tetapi harus diusahakan agar mengarah pada rajin atau tidaknya peserta
didik dalam melaksanakan salat dan sebagainya.57
56
Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Al Husna Zikra, 2000),
cet. I, h. 356 57
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2005), h. 53
43
Penjelasan tentang kurikulum pendidikan agama Islam tersebut
sejatinya tidak terlepas dari adanya transformasi nilai dalam proses
implementasinya, seperti yang dipaparkan oleh Hasan Langgulung
tentang tujuan pendidikan Islam. Hal tersebut sejalan oleh argumen
Thomas ”schools can never be free of values. Transmitting values to
students occurs implicity through the content and materials to which
students are exposed as a part of the formal curriculum as well as
through the hidden curriculum”, hal ini mengandung makna bahwa
kegiatan pendidikan disekolah baik melalui pembelajaran di dalam kelas
atau diluar kelas , tidak pernah bebas nilai. Isi dan materi kurikulum
yang diberikan kepada peserta didik pun secara implisit akan memuat
transmisi nilai, yang terwujud sebagai bagian dari kurikulum formal
maupun melalui kurikulum tersembunyi.58
Secara lebih luas, kurikulum sebenarnya juga merupakan platform
dalam upaya social recunstruction, sosial enginering menuju
terwujudnya masyarakat ideal yang diinginkan. Jika sekolah
diidentikkan sebagai komunitas masyarakat ideal yang diinginkan, maka
kurikulum adalah guidance untuk mewujudkannya. Dengan demikian
eksistensi kurikulum memang sangat strategis, karena hitam putihnya
implementasi pendidikan sangat ditentukan oleh warna kurikulum
tersebut. Bagaimana wujud kompetensi dan profesionalisme guru yang
diinginkan adalah cerminan dari kurikulum yang ada.59
58
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam….., h. 20 59
Tim Peneliti PPSDM UIN Syahid, “Efektivitas Kurikulum Tarbiyah IAIN dalam
Menyiapkan Guru PAI di SMU”, dalam Jurnal Penelitian Agama dan Keagamaan, Edukasi,No. 1,
Maret 2004, hal. 80-81
44
BAB IV
GURU AGAMA ISLAM DALAM PERSPEKTIF PAIKEM
A. Pengertian Guru Agama Islam dalam Perspektif PAIKEM
Guru merupakan gelar yang tidak bisa disandang oleh sembarangan
orang pada umumnya, karena dalam konteks pendidikan guru merupakan
salah satu faktor penting yang menentukan tercapainya tujuan pendidikan.
Bahkan keberadaan guru merupakan faktor conditio sine quanon (kondisi
yang tidak mungkin digantikan oleh komponen manapun). Sehingga,
siapapun yang menyandang gelar tersebut sudah pasti berani untuk
menjalankan beragam konsekwensi yang melekat dengan gelar tersebut.
Jabatan guru merupakan profesi yang bersifat professional yang hanya
dapat dilakukan oleh mereka yang secara khusus disiapkan untuk itu dan
bukan profesi yang yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak
memperoleh pekerjaan lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
profesi profesional adalah profesi yang dipersiapkan melalui proses
pendidikan dan pelatihan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang harus
dipenuhinya, maka semakin tinggi pula derajat profesi yang diembannya.60
Sejak dulu, dan mudah-mudahan sampai sekarang, guru menjadi
panutan masyarakat. Guru tidak hanya diperlukan oleh para peserta didik di
ruang-ruang kelas, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat di sekelilingnya
dalam menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi masyarakat.
60
Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan; Visi, Misi dan Aksi….,
hal. 99
45
Tampaknya masyarakat mendudukkan guru pada tempat yang terhormat
dalam kehidupan bermasyarakat, mengutip ungkapan Ki Hajar Dewantara
yakni di depan memberi suri teladan, di tengah-tengah membangun, dan di
belakang memberi dorongan dan motivasi. Ing ngarso sung tulodho, ing
madyo mangun karso, tut wuri handayani.
Kedudukan guru yang demikian itu senantiasa relevan dengan
perkembangan zaman dan sampai kapanpun diperlukan. Kedudukan seperti
itu merupakan penghargaan masyarakat yang tidak kecil artinya bagi para
guru, sekaligus merupakan tantangan yang menuntut prestise dan prestasi
yang senantiasa terpuji dan teruji dari setiap guru, bukan saja di depan kelas,
tidak saja di pagar-pagar sekolah, tetapi juga di tengah-tengah masyarakat.61
Guru atau pendidik dalam konteks pendidikan Islam biasa disebut
sebagai “ murabbi, mu’allim, mu’addib, mudarris, mursyid, ustadz dan
bahkan syaikh”. Meskipun berbagai sebutan tersebut sebenarnya memiliki
tempat masing-masing dalam peristilahan di dunia pendidikan Islam. Guru
merupakan bapak ruhani (spiritual father) bagi peserta didik, yang
memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia dan
meluruskan perilakunya yang buruk.62
Dalam pandangan Zakiyah Daradjat, guru pendidikan agama Islam
adalah sesosok manusia yang mendedikasikan dirinya untuk membimbing
dan mengasuh peserta didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia
dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam
yang telah diyikininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama
Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya (way of life) demi keselamatan
dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat kelak.63
Dengan demikian guru pendidikan agama Islam dalam kaca mata
PAIKEM dipahami sebagai seorang bapak ruhani yang membimbing peserta
61
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1999), cet. X, h. 8. 62
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam; Telaah Atas Komponen Dasar Pendidikan Islam,
(Jakarta: Kencana, 2006), cet. I, h. 1-3
63 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam....., h. 86
46
didik dalam proses memahami, menghayati, mengamalkan ajaran agama
Islam serta membina akhlak peserta didik dengan mengimplementasikan
prinsip-prinsip pembelajaran yang berorientasi pada pemberdayaan peserta
didik (student oriented) dimana efektivitas proses pembelajaran tersebut
memberi keleluasaan peserta didik untuk aktif, berinovasi, mengembangkan
kreatifitas, serta nuansa pembelajarannya menyenangkan.
B. Kompetensi Guru Agama Islam dalam Perspektif PAIKEM
Profesi guru bukanlah profesi yang bisa disandang oleh sembarangan
orang mengingat besarnya tanggung jawab yang diemban dalam konteks
pendidikan, maka tidak mengherankan profesi tersebut hanya dapat
disandang oleh segelintir orang yang dinyatakan telah memenuhi kualifikasi
tertentu sebagai persyaratan untuk bisa menjadi guru. Berdasarkan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru,
yakni Dijelaskan bahwa Standar Kompetensi Guru dikembangkan secara
utuh dari 4 kompetensi utama, yaitu: (1) kompetensi pedagogik, (2)
kepribadian, (3) sosial, dan (4) profesional.
Broke dan Store, sebagaimana dikutip oleh Uzer Usman, memandang
kompetensi sebagai “gambaran hakikat kualitatif dari prilaku guru yang
tampak sangat berarti”.64
Sedangkan dalam Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa:
“kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan.”
Secara etimologi kompetensi berasal dari bahasa Inggris yaitu
Competency yang berarti kecakapan atau kemampuan. W. Robert Houston
memberikan pengertian kompetensi sebagai berikut: “competence ordinarily
is defined as adeguency for a task or as possession of require knowledge skill
and abilities, yakni kompetensi sebagai suatu tugas yang memadai atau
64
M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional……., h.14
47
kepemilikan ilmu pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut
oleh jabatan seseorang”.65
Dalam pengertian ini kompetensi lebih dititik
beratkan pada tugas guru dalam mengajar.
Kompetensi juga dapat diartikan sebagai kewenangan atau kemampuan
seorang guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Barlow yang dikutip oleh Muhibbin Syah, yakni “the ability of
teacher to responsibility perform has or her duties appropriately, yang berarti
bahwa kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam
melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan
layak”.66
Penjelasan keempat kompetensi yang tertuang dalam Permendiknas
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru dalam perspektif PAIKEM dipahami
sebagai berikut:
1. Kompetensi Pedagogik
Pertama, kompetensi pedagogik yaitu kemampuan yang harus dimiliki
guru agama berkenaan dengan karakteristik peserta didik dilihat dari
berbagai aspek seperti moral, emosional, dan intelektual. Hal tersebut
berimplikasi bahwa seorang guru agama harus mampu menguasai teori
belajar dan prinsip-prinsip belajar, karena peserta didik memiliki
karakter, sifat, dan interest yang berbeda.
Kompetensi pedagogik meliputi subkompetensi pedagogik dan
pengalaman belajar, yaitu:
a. Memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial, moral,
kultural, emosional dan intelektual.
b. Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didik dan
kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan, budaya.
c. Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik.
65
Ny. Roetiyah Nk. Masalah-masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta: Bina Aksara, 1989),
h.18 66
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 1996), cet. Ke-3, h.230
48
d. Memfasilitasi perkembangan potensi peserta didik.
e. Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaran yang
mendidik.
f. Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta
didik dalam pembelajaran.
g. Merancang pembelajaran yang mendidik.
h. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik.
i. Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
Pemahaman guru agama akan keberagaman karakteristik peserta
didik membuat guru agama mengetahui cara dan pendekatan apa yang
semestinya dilakukan dalam konteks pembelajaran. Meskipun sampai
saat ini masih terdapat beberapa guru agama yang mengesampingkan
akan pemahaman tersebut, sehingga kesan diskriminasi dalam proses
pembelajaran sering dirasakan oleh peserta didik. Hal tersebut terlihat
dengan jelas bagaimana perbedaan seorang guru agama dalam
memperlakukan peserta didik yang memiliki kemampuan speed learner,
middle learner, dan low learner.
Hal yang sepatutnya menjadi salah satu pertimbangan bagi guru
agama dalam memandang peserta didik adalah kesamaan potensi peserta
didik sebagai bagian yang inheren dalam diri peserta didik, perbedaannya
hanya terletak pada penekanan-penekanan perkembangan potensi peserta
didik yang dikembangkan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga
proses pembelajaran yang berlangsung berjalan secara demokratis dan
penuh penghargaan, apresiasi atas perbedaan-perbedaan kemampuan
peserta didik.
Salah satu persamaan dan perbedaan karakteristik peserta didik
bisa dilihat dari kemampuan otaknya. Semua peserta didik memiliki
kapasitas otak yang sama yakni 180 quintriliun bit atau 280 milyar
mainframe yang kalau ditarik persatunya bisa menciptakan 20-50
jaringan sel baru perdetik, sementara komputer hanya memiliki
49
kemampuan maksimal 60 bit.67
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan
Nick Herbet dalam “the element mind”, bahwa secara sadar kita hanya
memproses 15-50 bit data per detik. Istilah bit dalam ilmu komputer
merupakan satuan informasi, satu bit informasi sama dengan sebuah data.
Misalnya, data “$500” adalah satu bit. Otak mampu mengelolah
1.000.000.000.000 kali 1.000.000.000.000 bit informasi.68
Akan tetapi
setiap peserta didik memiliki perbedaan masing-masing dalam hal
penggunaannya, maka kemudian dikenal istilah otak kiri dan otak kanan
yang keduanya memiliki fungsi serta cara kerja masing-masing.
Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikutip oleh Arvan
Pradiansyah dari tulisan Emily Dickinson (1830-1886) yang menjelaskan
bahwa69
:
The brain is wider than sky
For put them side by side
The one the other will contain
The brain is deeper than the sea
For hold them blue to blue
The one the other will absord
As sponges buckets do
The brain is just the weight of God
For heft them pound for pound
And they will differ if they do
As syllable from sound
Otak kiri biasa disebut sebagai otak objektif dimana data yang
masuk harus bersifat teratur, sistematis, matematis, logis. Cara
berpikirnya selalu teratur, detail, faktual. Berbeda dengan otak kanan
yang biasa disebut sebagai otak subyektif, tempat data-data yang
67
Abu Fatimah, Belajar Itu Mak Nyuss!, (Jakarta : PT Mirqat Tebar Ilmu, 2008), cet. I, h.
27 68
Dr. Frank Lawlis, The IQ Answer; Meningkatkan dan Memaksimalkan IQ Anak,
(Jakarta: PT Gramedia, 2008), h. 15 69
Arvan Pradiansyah, The 7 Laws of Happiness; Tujuh Rahasia Hidup yang Bahagia,
(Bandung: Kaifa PT Mizan Pustaka, 2009), cet. VII, h. 43
50
menyenangkan. Cara berpikirnya tidak teratur, acak, intuitif, holistik,
imajinatif. Begitu juga pendapat Lawrence tentang fungsi otak manusia
yang digolongkan menjadi dua, yakni otak logika dan otak emosi.70
Istilah tersebut memang berbeda, akan tetapi maksud dan maknanya
sama, yaitu otak kiri (otak logika) dan otak kanan (otak emosi).
Roger Sperry 1961 dalam penelitiannya menjelaskan akan struktur
dan fungsi dari otak kiri dan otak kanan sebagaimana berikut71
:
Gambar IV Tentang Fungsi Otak Kiri Dan Otak Kanan
Biasanya, peserta didik yang dominan menggunakan otak kiri akan
berperilaku sebagai berikut:
1. Menyukai kata-kata, symbol, dan huruf
2. Gemar mengikuti kegiatan-kegiatan yang merangsang kemampuan
artikulatif
3. Mengerjakan suatu pekerjaan dengan menggunakan jadwal yang
teratur dan alokasi waktu yang sesuai
4. Menyukai informasi yang bersifat factual
5. Dapat menganalisis atau memprediksi sesuatu yang akan terjadi
6. Menyimpan segala sesuatu di tempat khusus
7. Suka membuat perencanaan sendiri secara matang
8. Sangat stabil dan konsisten
70
Hamzah B. Uno, Masri Kuadrat, Mengelolah Kecerdasan Dalam Pembelajaran;
Sebuah Konsep Pembelajaran Berbasis Kecerdasan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), cet. I, h. 57 71
Adi W Gunawan, Genius Learning Strategi; Petunjuk Praktis Untuk Menerapkan
Accelerated Learning, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004), cet. II, hal. 62
51
Sementara peserta didik yang dominan menggunakan otak kanan
biasanya berperilaku sebagai berikut:
1. Lebih bisa berpikir dalam bentuk gambar (skema)
2. Lebih suka segala sesuatu yang bersifat acak
3. Lebih menyukai lingkungan belajar yang bersifat spontan
4. Menyukai informasi yang membahas mengenai hubungan dengan
beberapa hal
5. Menyukai pendekatan yang bersifat terbuka dan baru
6. Sangat fleksibel, bahkan terkadang sulit untuk ditebak
7. Dapat mengikuti perencanaan yang dibuat oleh siapa saja
8. Biasanya bertindak berdasarkan perasaan72
Kemampuan otak peserta didik juga memiliki keunikan dalam hal
gaya belajar (learning style). Gaya belajar peserta didik terbagi menjadi
tiga tipologi, yaitu: gaya belajar visual, gaya belajar auditorial, dan gaya
belajar kinestetik. Ketiga tipologi tersebut tidak dimaksudkan sebagai
pembatasan bahwa setiap peserta didik hanya memiliki satu gaya belajar,
karena bisa jadi dalam diri peserta didik terdapat dua atau bahkan tiga
gaya belajar sekaligus.
Ciri-ciri tipologi gaya belajar peserta didik menurut DePoter dan
Hernacki meliputi73
:
Tabel II Tentang Ciri-ciri Gaya Belajar
Gaya Belajar Visual
Memiliki kemampuan mengeja huruf dengan sangat baik
Belajar dimana saja, tidak menghiraukan keributan atau
suara berisik disaat belajar
Kutu buku
Lebih suka membaca dari pada dibacakan
Suka dijelaskan secara jelas dalam membahas sesuatu
72
Deasy Harianti, Metode Jitu Melejitkan Daya Ingat, (Jakarta: PT Tangga Pustaka,
2008), cet. II, h. 5-6 73
Abu Fatimah, Belajar Itu Mak Nyuss…………, h. 48-49
52
Lebih suka mendemonstrasikan sesuatu dari pada
mengatakannya di depan
Gaya Belajar Auditorial
Belajar harus ditempat yang tenang
Lebih suka mendengarkan dari pada membaca
Jika membaca, lebih senang membaca dengan suara keras
Berbicara fasih
Belajar mendengar dan mengingat apa yang didiskusikan
dari pada apa yang dilihat
Lebih suka berdiskusi dan menjelaskan sedetail-detailnya.
Gaya Belajar Kinestetik
Belajar sambil praktek langsung
Menggunakan jari untuk menunjuk kata yang dibaca
Ketika membaca, banyak menggunakan bahasa tubuh
(nonverbal)
Tidak dapat duduk diam di suatu tempat
Suka kegiatan yang menyibukkan (secara fisik)
Beberapa karakteristik tersebut selayaknya dipahami oleh guru
agama agar guru agama memahami kapan semestinya data-data atau
materi-materi yang disampaikan selaras dengan kondisi peserta didik
serta sesuai dengan waktu yang tepat untuk dipelajari dalam proses
pembelajaran. Hal ini menjadi sangat penting karena peserta didik disaat
proses pembelajaran dimulai ibarat sebuah botol yang tertutup (kondisi
otak kiri) yang perlu adanya stimulus untuk membuka tutup botol
tersebut (kondisi otak kanan), sehingga data-data atau materi yang
dipelajari tidak hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri, akan
tetapi tertanam secara kuat dalam database peserta didik (long term
memory)
53
Dengan begitu, guru agama dapat menciptakan pembelajaran
berbeda dengan secara harmonis menyusun pengalaman-pengalaman
pembelajaran yang kuat untuk memenuhi kebutuhan unik dari setiap
peserta didik, dipandu oleh konsep-konsep pembelajaran yang harmonis
dengan otak. Hal tersebut merupakan penjabaran lebih lanjut dari prinsip-
prinsip yang termaktub dalam strategi PAIKEM.
2. Kompetensi Kepribadian
Kedua, guru agama harus mempunyai kemampuan yang berkaitan
dengan kemantapan dan integritas kepribadian seorang guru agama. Di
sini guru agama dituntut untuk mampu membelajarkan peserta didiknya
tentang disiplin diri, belajar membaca, mencintai buku, menghargai
waktu, belajar bagaimana cara belajar, mematuhi aturan/tata tertib, dan
belajar bagaimana harus berbuat. Semuanya itu akan berhasil apabila
guru agama juga disiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Kompetensi kepribadian meliputi subkompetensi kepribadian dan
pengalaman peserta didik yaitu:
a. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif,
dan berwibawa.
b. Berlatih membiasakan diri bersikap dan bertindak secara konsisten.
c. Berlatih membiasakan diri mentataati peraturan.
d. Mengevaluasi kinerja.
e. Mengembangkan diri secara berkelanjutan.
Kompetensi kepribadian sangat berhubungan dengan integritas
seorang guru agama, sehingga kesadaran akan kepribadian masing-
masing guru agama serta pemahaman guru agama akan kepribadian
setiap peserta didik menjadi salah satu faktor penting dalam konteks
pembelajaran. Artinya, pemahaman guru agama akan dua hal tersebut
membantu guru agama untuk bersikap secara tepat sesuai dengan
keunikan kepribadian peserta didik dalam menciptakan hubungan yang
harmonis serta interaktif saat proses pembelajaran berlangsung. Karena
54
memang penyamarataan akan keunikan kepibadian merupakan
ketidaktepatan bagi guru agama, mengingat keunikan tersebut
merupakan anugerah kolaborasi dari faktor bawaan sekaligus
pembentukan lingkungan dimana peserta didik berada yang harus
dipahami sebagai konsekwensi logis atas eksistensi peserta didik di
dunia ini. Hal ini menuntut guru agama untuk memahami akan keunikan
tersebut yang nantinya bisa dijadikan dasar untuk membimbing kearah
yang tepat dalam arti kearah yang positif dari setiap keunikan
kepribadian peserta didik.
Secara umum tipologi kepribadian manusia terbagi menjadi empat
macam sesuai dengan ciri-cirinya masing-masing, yaitu:
1. Sanguinis
Sanguinis biasa disebut sebagai tipe pemimpin yang populer, ciri-
cirinya: supel (mudah bergaul), suka berbicara, suka dilihat orang,
senang tampil didepan, suka bergerombol, ceroboh, sering NATO
(no action talk only).
2. Koleris
Koleris biasa disebut sebagai tipe pemimpin yang kuat, ciri-cirinya:
prinsipil, teguh berpendirian, disiplin, kaku dalam menjalankan
peraturan, egois.
3. Melankolis
Melankolis biasa disebut sebagai tipe perasa, ciri-cirinya:
perfeksionis, terstruktur, perasa, pendendam.
4. Pleghmatis
Pleghmatis biasa disebut sebagai tipe pendamai, ciri-cirinya:
pendiam, tenang, sabar, tidak suka konflik, agak lamban dalam
bertindak.74
74
Resume Dari Buku Personality Plus karya Florence Littauer, (Jakarta, Binarupa
Aksara, 1996).
55
Alvan Pradiansyah dalam “the 7 laws of happiness” menjelaskan
tentang kelebihan dan kekurangan keempat tipe kepribadian manusia
sebagaimana berikut75
:
Tabel III Tentang Kelebihan Dan Kekurangan Tipologi Kepribadian
Sanguinis
Kelebihan Kekurangan
Suka bicara Kurang disiplin
Senang menjadi pusat
perhatian
Kurang terorganisir
Selalu ingin menonjol Pelupa
Mendominasi percakapan Cenderung kekanak-
kanakan
Koleris
Kelebihan Kekurangan
Banyak bicara Kurang relaks
Tegas Kurang sabar
Serius Sering merasa benar
sendiri
Bergerak serba cepat Sering memaksa orang
lain
Tidak suka menyia-nyiakan
waktu
Cenderung egois
Suka berkata apa adanya
(terbuka)
Melankolis
Kelebihan Kekurangan
Sangat terorganisir Kurang gembira
Pekerja keras Mudah tertekan
75
Arvan Pradiansyah, The 7 Laws of Happiness; Tujuh Rahasia Hidup yang Bahagia,
(Bandung: Kaifa PT Mizan Pustaka, 2009), cet. VII, h. 293-294
56
Sangat teliti Cenderung menunda-
nunda
Phlegmatis
Kelebihan Kekurangan
Low profile Kurang bersemangat
Tidak suka menjadi pusat
perhatian
Kurang menyukai
perubahan
Mudah menyesuaikan diri Suka menunda-nunda
Tidak menyukai konflik Tampak tidak
berpendidikan
Relatif santai dan tidak
tergesa-gesa
Sulit mengambil
keputusan
Gambar V Tentang Tipologi Kepribadian Pendidik Dan Peserta
Didik
Sanguinis Koleris
Pleghmatis Melankolis
Personality
57
Pemahaman serta kesadaran akan tipologi tersebut jarang dimiliki
oleh guru agama, sehingga terkadang terjadi ketidak tepatan sikap guru
agama dalam menyikapi keunikan pribadi masing-masing peserta didik
dalam proses pembelajaran. Pemahaman kedua hal tersebut adalah
bagian integral yang secara implisit terkandung dari strategi PAIKEM.
3. Kompetensi Sosial
Ketiga, guru agama di mata masyarakat dan peserta didik
merupakan panutan yang perlu dicontoh dan merupakan suri tauladan
dalam kehidupanya sehari-hari. Guru agama perlu memiliki kemampuan
sosial dengan masyarakat, dalam rangka pelaksanaan proses
pembelajaran yang efektif. Dengan adanya kemampuan tersebut,
otomatis hubungan sekolah dengan masyarakat akan berjalan dengan
lancar, sehingga jika ada keperluan dengan orang tua peserta didik, para
guru agama tidak akan mendapat kesulitan untuk mendiskusikannya
bersama-sama.
Kompetensi sosial meliputi:
a. Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan peserta didik,
orang tua peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, dan
masyarakat.
b. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan
masyarakat.
c. Berkontribusi terhadap perkembangan pendidikan di tingkat lokal,
regional, nasional, dan global.
d. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
berkomunikasi dan mengembangkan diri.
Kemampuan sosial setidaknya mengisyaratkan akan adanya dua
hal yang harus dimiliki oleh guru agama dalam konteks pembelajaran,
yakni kemampuan intrapersonal dan kemampuan interpersonal karena
keduanya patut ada dalam diri setiap guru agama demi terwujudnya
58
keefektifan proses pembelajaran dan proses interaksi secara baik
dengan pihak-pihak yang berkepentingan dalam konteks pendidikan.
Kemampuan intrapersonal dipahami sebagai kemampuan untuk
mengenal diri sendiri, maksudnya bahwa setiap guru agama
diharapkan memahami akan konsep dirinya secara komperhensip
(menyeluruh). Jersild (1976) menggambarkan konsep diri sebagai
“The label self-concept has been used to identify these subjective
states, even though the self embodies far more than just a conceptual
framework”.76
Setidaknya ada tiga komponen konsep diri, yakni:
1. Diri Ideal (Self Ideal)
Diri ideal merupakan gabungan dari semua kualitas dan pribadi
seseorang yang sangat dikagumi atau lebih jelasnya adalah
gambaran dari sosok seseorang yang sangat diinginkan jika kita
bisa menjadi seperti orang itu. Dalam adagium jawa yang
diperkenalkan oleh Andreas Harefa sebagaimana dikutip oleh
Tanenji dikenal rumus 3 N (Niteni, Niro’ke, Nambahi) yang bisa
menjelaskan tentang diri ideal. Niteni. Maksudnya, bahwa disaat
kita suka atau mengidolakan seseorang, maka kita akan selalu
belajar untuk melihat dan mengamati setiap karakter, ucapan dan
perilaku seseorang yang kita idolakan. Setelah itu, niro’ke
dimaksudkan, bahwa proses pengamatan di awal kemudian
dijadikan landasan untuk meniru atau dalam bahasa familiarnya
dikenal dengan istilah plagiat setiap karakter, ucapan dan perilaku
seseorang yang kita idolakan. Baru rumus terakhir berlaku, yakni
nambahi. Artinya bahwa setelah kedua proses tersebut dilalui,
maka diri kita akan memodifikasi secara sendiri yang kemudian
terbentuklah karakter unik kita sebagai pribadi yang utuh.
Disinilah, terlihat bahwa diri ideal guru agama semestinya
terbentuk dari pribadi yang patut untuk dijadikan suri tauladan atau
76
Hamzah B. Uno, Masri Kuadrat, Mengelolah Kecerdasan Dalam Pembelajaran; …….,
h.85
59
pribadi yang memang layak untuk diidolakan seperti sesosok
Muhammad yang kehidupannya selalu berjuang demi
kemaslahatan umat dan mendedikasikan dirinya untuk kebaikan
seluruh umat.
2. Citra Ideal (Self Image)
Citra diri dipahami sebagai cara kita melihat diri kita sendiri dan
berpikir mengenai diri kita saat ini atau sekarang. Citra diri juga
bisa disebut sebagai “cermin diri”, artinya bahwa kita akan melihat
ke dalam cermin ini untuk mengetahui bagaimana kita harus
bertindak pada suatu keadaan tertentu.
Contoh disaat kita melihat diri kita di dalam cermin diri sebagai
orang yang percaya diri, tenang, selalu positif thinking, dan mampu
mengajar dengan baik. Maka setiap kali mengajar kita akan merasa
percaya diri, tenang, dan mampu. Hasilnya disaat kita mengajar,
kita mampu mengajar dengan sukses dan luar biasa. Jika ternyata
suatu hal kita gagal mengajar dengan baik, maka kita akan
mengabaikan kegagalan tersebut dan menganggapnya sebagai
kondisi yang bersifat sementara karena nantinya kita pasti akan
berhasil dalam mengajar. Hal tersebut dikarenakan citra diri yang
sangat jelas dalam diri kita.
3. Harga Diri (Self Estem)
Harga diri diartikan sebagai kecenderungan untuk memandang diri
sendiri sebagai pribadi yang mampu dan memiliki daya dalam
menghadapi tantangan hidup yang mendasar dan layak untuk hidup
bahagia. Atau lebih mudahnya harga diri dipahami sebagai
“seberapa suka kita terhadap diri kita sendiri, dan menghormati diri
kita sendiri sebagai pribadi yang berharga dan bermakna”, semakin
tinggi harga diri kita, maka kita akan merasa lebih berharga sebagai
manusia. Hal tersebut memiliki implikasi langsung (direct effect)
terhadap sikap kita dalam menjalani aktifitas sehari-hari dengan
cara yang positif, termasuk mengajar (sebagai pendidik).
60
Hal ini sejalan dengan ungkapan DR. Robert Firestone yang
dikutip oleh Daniel H Pink dalam bukunya yang berjudul “misteri
otak kanan manusia”, DR. Robert Firestone mengungkapkan bahwa
“Anda tidak akan menemukan makna kehidupan yang tersembunyi
dibawah sebuah batu yang ditulis oleh orang lain. Anda hanya akan
menemukannya dengan memberikan makna kepada kehidupan dari
dalam diri anda sendiri”.77
Sementara kemampuan interpersonal dimaknai sebagai
kemampuan untuk menjalin hubungan dengan sesama. Artinya setiap
guru agama dituntut untuk mampu menjadi pribadi yang mampu
berkomunikasi, bersinergis secara baik dengan semua pihak, dan
mampu membaca perasaan, suasana hati semua pihak. Hal ini
dimaksudkan agar tercipta satu kesamaan frame dalam mewujudkan
tujuan pendidikan. Sejalan dengan hal tersebut, amin Abdullah dalam
tulisannya yang dimuat dalam “the significance of education for the
future; the gulen model of education” berpendapat bahwa “We all are
character educators. Whether we are teachers, administrators,
custodians, or school cleaning servers, we are helping to shape the
character of the children we come in contact with. It is in the way we
talk, the behaviors we model, the conduct we tolerate, the deeds we
encourage, the expectations we transmit”.78
Tulisan Amin Abdullah
tersebut menggambarkan akan pentingnya kemampuan interpersonal
seorang guru agama dalam mengajak semua pihak yang berkaitan di
dunia pendidikan untuk saling bersinergis dengan cara menunjukkan
karakternya yang positif, sehingga peserta didik pun termotivasi untuk
mengikuti karakter-karakter yang ada disekelilingnya.
Dengan adanya kemampuan intrapersonal serta kemampuan
interpersonal dalam diri guru agama, maka guru akan memahami
77
Daniel H. Pink, Misteri Otak Kanan Manusia, (Jogjakarta: Think, 2009), cet. XV, h.
288 78
International Fethullah Gulen Conference, The Significance of Education for The
Future: The Gulen Model of Education, (20 Oktober 2010), h. 22
61
hakikat dirinya serta bagaimana sejatinya guru berucap, bertindak
serta berhubungan dengan semua orang yang ada disekelilingnya. Hal
tersebut membantu pendidik dalam usahanya menciptakan proses
pembelajaran yang berlandaskan pada strategi PAIKEM.
4. Kompetensi Profesional
Keempat, kompetensi profesional yaitu kemampuan yang harus
dimiliki guru agama dalam perencanaan dan pelaksanaan proses
pembelajaran. Guru agama mempunyai tugas untuk mengarahkan
kegiatan belajar peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran,
untuk itu guru agama dituntut mampu menyampaikan bahan pelajaran.
Guru agama harus selalu meng-update, dan menguasai materi pelajaran
yang disajikan. Persiapan diri tentang materi diusahakan dengan jalan
mencari informasi melalui berbagai sumber seperti membaca buku-buku
terbaru, mengakses dari internet, selalu mengikuti perkembangan dan
kemajuan terakhir tentang materi yang disajikan.
Kompetensi profesional meliputi:
1. Menguasai substansi bidang studi dan metodologi keilmuannya.
2. Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi.
3. Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
dalam pembelajaran.
4. Mengorganikasikan kurikulum bidang studi.
5. Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan
kelas.79
Salah satu faktor penting dalam meningkatkan kompetensi
profesional guru agama adalah kemampuan guru agama dalam menjalin
komunikasi yang efektif, khususnya dalam konteks pembelajaran. Salah
besar jika paradigma komunikasi dipahami hanya sebagai faktor bawaan
79
Trianto dan Titik Triwulan Tutik, Sertifikasi guru; dan upaya Peningkatan Kualifikasi,
Kompetensi dan Kesejahteraan, (Jakarta: Prestasi pustaka, 2007) h. 72-79
62
manusia, karena kemampuan komunikasi sejatinya perlu dilatih dan
dikembangkan. Oleh karena itu, kemampuan komunikasi guru sangat
perlu untuk dilatih dan dikembangkan sebagai salah satu cara dalam
meningkatkan profesionalitas guru agama. Kesadaran tersebut memicu
guru agama untuk kemudian mencari format dan cara peningkatan
kemampuan komunikasi yang efektif. Merujuk pada hasil penelitian
Albert Mehrabian 1972 (profesor UCLA) bahwa proporsi pengaruh kata-
kata (verbal) dalam proses komunikasi hanya 7%, suara (voice) 38%,
dan selebihnya 55% adalah bahasa badan (visual) sebagaimana gambar
grafik di bawah ini:
Gambar VI Tentang 3 V
Pemahaman akan proporsi pengaruh bentuk komunikasi tersebut
membantu guru agama untuk mampu menyelaraskan semua bentuk
komunikasi visual, verbal, voice dalam proses pembelajaran, sehingga
miss-communication dan miss-understanding dapat terminimalisir
dengan sendirinya.
Sementara cara untuk melatih bentuk-bentuk komunikasi tersebut
harus memperhatikan beberapa hal sebagaimana berikut :
Tabel IV Tentang Cara Melatih dan Mengembangkan 3 V
VISUAL
VERBAL
VOICE
63
Mimik Muka Seni Bahasa Intonasi
Suara
Gestur Tubuh Sistematisasi
Kata
Dramatisasi
Suara
Body
Languange
Ketepatan
Bahasa
Penekanan
Suara
Performance Alur Kata Olah Vocal
Keselarasan komunikasi visual, verbal, dan voice guru agama
dalam proses pembelajaran memiliki implikasi positif dalam arti
membantu peserta didik untuk lebih mudah memahami materi-materi
yang didiskusikan dalam proses pembelajaran serta mampu menciptakan
suasana belajar yang menyenangkan, karena guru agama mampu
membahasakan materi yang disampaikan dengan semua bentuk
komunikasi yang ada dalam seluruh anggota badannya. Hal tersebut
sesuai dengan makna dan substansi dari strategi PAIKEM.
C. Peran Guru Agama Islam dalam Perspektif PAIKEM
Keberadaan guru pada suatu bangsa sangat penting, apalagi bagi
bangsa yang tengah membangun, terlebih-lebih bagi keberlangsungan hidup
bangsa ditengah-tengah lintasan perjalanan zaman dengan teknologi yang
semakin canggih dan segala perubahan dan pergeseran nilai-nilai yang
cenderung memberi nuansa kepada kehidupan yang menuntut ilmu dan seni
pada kadar dinamik untuk dapat mengadaptasikan diri.
Peran guru tidaklah terbatas di dalam masyarakat, bahkan guru pada
hakikatnya merupakan komponen strategis yang memiliki peran penting
dalam menentukan gerak maju suatu bangsa. Contoh, pasca terjadinya
insiden di hirosima dan nagasaki. Pertanyaan pertama yang muncul dari
Kaisar Jepang adalah “berapa jumlah guru yang tersisa?”. Hal tersebut
64
menjadi salah satu indikasi bahwa peran guru menjadi sangat fundamental
dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas serta berakhlak
(professional-religious).
Beberapa jenis peran guru agama, yakni:
1. Peran guru agama ditinjau dalam arti luas. Dalam arti luas, guru agama
mengemban peranan-peranan sebagai ukuran kognitif, sebagai agen
moral, sebagai inovator dan kooperatif.
a. Guru agama sebagai ukuran kognitif tugas guru agama umumnya
adalah mewariskan pengetahuan dan berbagai ketrampilan kepada
generasi muda. Hal-hal yang akan di wariskan itu sudah tentu harus
sesuai dengan ukuran-ukuran yang telah ditentukan oleh agama,
masyarakat, dan merupakan gambaran tentang keadaan sosial,
ekonomi, dan politik masyarakat bersangkutan. Karena itu guru
agama harus memenuhi ukuran kemampuan yang diperlukan untuk
melaksanakan tugasnya, sehingga peserta didik dapat mencapai
ukuran pendidikan yang tinggi. Hasil pembelajaran merupakan hasil
interaksi antara unsur-unsur, motivasi, dan kemampuan peserta
didik, isi atau materi pelajaran yang disampaikan dan dipelajari oleh
peserta didik, keterampilan guru agama menyampaikannya dan alat
bantu pembelajaran yang membuat jalannya pewarisan itu.
b. Guru agama sebagai agen moral dan politik. Guru agama bertindak
sebagai agen moral masyarakat, karena fungsinya mendidik warga
masyarakat agar melek huruf, pandai berhitung dan berbagai
keterampilan kognitif lainnya. Keterampilan-keterampilan itu
dipandang sebagai bagian dari proses pendidikan moral, karena
masyarakat yang telah pandai membaca dan berpengetahuan, akan
berusaha menghindarkan dirinya dari tindakan-tindakan yang
kriminal dan menyimpang dari ukuran masyarakat. Guru agama juga
merupakan gambaran sekaligus berperan sebagai agen politik. Guru
agama menyampaikan sikap kultur dan tindakan politik masyarakat
65
kepada generasi muda. Kemauan-kemauan politik masyarakat
disampaikan dalam proses pembelajaran dalam kelas.
c. Guru agama sebagai inovator. Berkat kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, maka masyarakat senantiasa berubah dan berkembang
dalam semua aspek. Perubahan dan perkembangan itu menuntut
terjadinya inovasi pendidikan yang menimbulkan perubahan yang
baru dan kualitatif, berbeda dengan hal yang sebelumnya. Tanggung
jawab melaksanakan inovasi itu diantaranya terletak pada
penyelenggaraan pendidikan di sekolah, guru yang memegang
peranan utama. Guru agama bertanggung jawab menyebarluaskan
gagasan-gagasan baru, baik terhadap peserta didik maupun terhadap
masyarakat melalui proses pembelajaran dalam kelas.
d. Peranan kooperatif. Dalam melaksanakan tugasnya, guru agama
tidak mungkin bekerja sendirian dan mengandalkan kemampuannya
secara individual. Karena itu para guru agama perlu bekerja sama
antar sesama guru dan dengan pekerja-pekerja sosial, lembaga-
lembaga kemasyarakatan, dan dengan persatuan orang tua peserta
didik. Peranan kerja sama dalam pembelajaran diantara guru-guru
secara formal dikembangkan dalam sistem pembelajaran
berkelompok.
2. Peran guru agama dalam arti yang sempit. Yakni, dalam hubungan
proses belajar mengajar atau dalam proses pembelajaran di sekolah (di
kelas) peran guru agama lebih spesifik sifatnya. Peranan guru agama
adalah sebagai pengorganisir lingkungan belajar dan sebagai fasilitator
belajar. Peranan-peranan yang lebih spesifik tersebut meliputi:
a. guru agama sebagai model,
b. guru agama sebagai perencana,
c. guru agama sebagai peramal,
d. guru agama sebagai pemimpin, dan
e. guru agama sebagai penunjuk jalan atau sebagai pembimbing ke arah
pusat-pusat belajar.
66
Konsekwensi dari peran guru agama sebagai fasilitator, menuntut
guru agama untuk memiliki tugas-tugas sebagai berikut:
1. Wajib menemukan pembawaan yang ada pada peserta didik dengan
berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket,
dan sebagainya.
2. Berusaha menolong peserta didik mengembangkan pembawaan yang
baik dan menekan perkembangan pembawaan yang buruk agar tidak
berkembang
3. Memperlihatkan kepada peserta didik tugas orang dewasa dengan cara
memperkenalkan berbagai bidang keahlian, keterampilan, agar peserta
memilihnya dengan tepat.
4. Mengadakan evaluasi setiap waktu, baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk mengetahui apakah perkembangan peserta didik berjalan
dengan baik atau tidak.
5. Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala peserta didik menemui
kesulitan dalam mengembangkan potensinya.
6. Meningkatkan keahliannya, baik dalam bidang studi yang diajarkan
maupun dalam cara mengajarkannya.82
7. Harus mengetahui terlebih dahulu apa yang perlu diajarkan.
Kedudukannya sebagai guru agama mengharuskan dia mempelajari atau
mendapatkan informasi tentang apa materi yang akan diajarkan.
8. Harus mengerti secara keseluruhan bahan yang perlu diberikan kepada
peserta didiknya
9. Harus mempunyai kemampuan menganalisa materi yang akan diajarkan
dan menghubungkannya dengan konteks komponen-komponen
pendidikan secara keseluruhan. Islam sudah memberikan pola tentang
bagaimana way of thinking dan way of life yang perlu dikembangkan
melalui proses edukasi.
10. Harus mengamalkan terlebih dahulu informasi yang telah didapat
82
M. Athiyah Al Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1990), h. 142
67
Berbagai peran guru agama dalam perspektif PAIKEM yang
tercantum di atas memberikan diskripsi akan besarnya tanggung jawab
seorang guru agama di dunia pendidikan, khususnya dalam hal
pembelajaran. Disadari atau tidak, warisan adagium dari orde baru bahwa
”guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa” bisa memiliki impliksasi negatif
akan kekurang-perhatian pemerintah dan semua kalangan dalam
memberikan apresiasi yang selayaknya diberikan bagi guru sebagai bagian
dari feedback dedikasinya dalam membangun bangsa.
Terlepas dari adagium tersebut, maka sudah semestinya tendensi satu-
satunya guru dalam menjalankan perannya adalah pengabdiannya kepada
masyarakat sebagai bagian integral dari konsekwensi logis atas peraihan
legalitas formal atau gelar kesarjanaan yang diperoleh.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil kajian ini dapat disimpulkan bahwa guru agama ideal dalam
perspektif PAIKEM adalah sesosok manusia yang mendedikasikan dirinya
dalam membimbing peserta didik dalam proses memahami, menghayati,
mengamalkan ajaran agama Islam serta membina akhlak peserta didik dengan
mengimplementasikan prinsip-prinsip pembelajaran yang berorientasi pada
pemberdayaan peserta didik (student oriented) dimana efektivitas proses
pembelajaran tersebut memberi keleluasaan peserta didik untuk aktif,
berinovasi, mengembangkan kreatifitas, serta nuansa pembelajarannya
menyenangkan.
Disamping itu, kompetensi guru agama ideal dalam perspektif
PAIKEM diindikasikan melalui kompetensi pedagogik dengan cara
memahami karakteristik otak serta gaya belajar peserta didik, melalui
kompetensi kepribadian dengan cara memahami akan kepribadiannya sendiri
serta memahami berbagai tipologi kepribadian peserta didik, melalui
kompetensi sosial dengan memahami akan dirinya sendiri serta mampu
menjalin hubungan secara baik dengan semua pihak (kemampuan
intrapersonal dan kemampuan interpersonal), melalui kompetensi profesional
dengan cara memahami, menyelaraskan serta mengaplikasikan konsep 3 V
(visual, verbal, voice) dalam proses pembelajaran.
69
Begitu juga peran guru agama dimaknai sebagai fasilitator yang
mengimplimentasikan prinsip-prinsip strategi pembelajaran PAIKEM serta
berorientasi pada pemberdayaan peserta didik (student oriented).
Gambar VII Tentang Guru Agama Ideal Dalam Perspektif PAIKEM
B. Saran-saran
Dari kesimpulan tersebut, terdapat beberapa hikmah (pelajaran) yang
berupa saran bagi guru agama dalam proses pembelajaran sebagai berikut:
1. Pendidik diharapkan memiliki kemauan untuk meningkatkan kualitas
pribadinya secara kontinuitas demi terwujudnya proses pembelajaran yang
sesuai dengan harapan.
70
2. Pendidik sepatutnya memiliki kemauan untuk memahami setiap
karakteristik peserta didik, baik dari segi kesamaan kemampuan otak serta
perbedaan penggunaan otak peserta didik.
3. Pendidik diharapkan memahami dan mengenal dirinya sendiri secara utuh,
baik dalam hal kepribadiannya maupun kemampuan komunikasinya, serta
menjalin hubungan baik dengan semua pihak.
4. Pendidik diharapkan terus melatih dan mengembangkan kualitas
komunikasinya dengan belajar menyelaraskan semua bentuk
komunikasinya sebagai sebuah keniscayaan yang harus dilaksanakan.
5. Begitu juga, penulis berharap bisa terus belajar mengaplikasikan serta
mengembangkan prinsip-prinsip yang terdapat dalam skema guru agama
ideal dalam perspektif PAIKEM, sehingga bisa bermanfaat untuk sesama
dalam rangka membangun bangsa melalui dunia pendidikan.
71
DAFTAR PUSTAKA
Aly Hery Noer, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT LOGOS Wacana Ilmu,
1999).
Athiyah Al Abrasyi M., Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1990).
Daradjat Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006).
Dirgantoro Crown, Manajemen Strategik, (Jakarta : Grasindo, 2001).
Fatimah Abu, Belajar Itu Mak Nyuss!, (Jakarta : PT Mirqat Tebar Ilmu, 2008).
Gunawan Adi W, Genius Learning Strategi; Petunjuk Praktis Untuk
Menerapkan Accelerated Learning, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2004).
Harefa Andreas, Menjadi Manusia Pembelajar, (Jakarta: Kompas, 2000).
Harianti Deasy, Metode Jitu Melejitkan Daya Ingat, (Jakarta: PT Tangga
Pustaka, 2008).
HM Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara,
1991).
http://www.depdiknas.go.id.
http://www.freewebs.com.
http:/www.google.com//kreativitas.
http://www.google.com/artikel/pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan.htm.
http://www.puskur.net/inc/sd/PendidikanAgamaIslam.pdf
http:/www.pdip-balitbang2004.com
http://www.suhadinet.wordpress.com; komunikasi pembelajaran yang efektif, 21
mei 2009.
Indrawati dan Wanwan Setiawan, Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan Untuk Guru SD, (Jakarta : PPPPTK IPA, 2009).
Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, (Semarang:
RaSAIL Media Group, 2008).
72
International Fethullah Gulen Conference, The Significance of Education for The
Future: The Gulen Model of Education, (20 Oktober 2010)
Junaedi dkk, Strategi Pembelajaran, ( Surabaya : LAPIS-PGMI, 2008).
Kartanegara,Mulyadhi Seni Mengukir Kata, ( Bandung: Mizan Learning Center,
2005).
Ladjid H. Hafni, Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis
Kompetensi, (Jakarta : Quantum Teaching, 2005).
Langgulung Hasan, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Al Husna Zikra,
2000).
Lawlis Dr. Frank, The IQ Answer; Meningkatkan dan Memaksimalkan IQ Anak,
(Jakarta: PT Gramedia, 2008).
Littauer Florence, Personality Plus karya, (Jakarta, Binarupa Aksara, 1996).
L Silberman Melvin, Active Learning; 101 Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung :
Penerbit Nusamedia dan Penerbit Nuansa, 2004).
Majid Abdul dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi; Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, 2006).
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2005).
Mujib Abdul, Ilmu Pendidikan Islam; Telaah Atas Komponen Dasar Pendidikan
Islam, (Jakarta: Kencana, 2006).
Munadi Yudhi dan Farida Hamid, Modul Pelatihan tentang Pembelajaran Aktif,
Inovatif, Kreatif, Erektif, dan Menyenangkan (PAIKEM). Sebagai Bahan
Ajar pada Program Sertifikasi Guru yang dilaksanakan oleh Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009.
Munthe Bermawy, Desain Pembelajaran, (Yogyakarta: PT Pustaka Insan
Madani, 2009).
Nashori Fuad dan Rachmi Dian Mucharam, Mengembangkan Kreativitas dalam
Perspektif Psikologi Islami, (Yogjakarta: Menara Kudus, 2002).
Nizar Samsul, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan
Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2007).
73
Nizar Samsul, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan
Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002).
Nk Ny. Roetiyah. Masalah-masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta: Bina Aksara,
1989).
Pink Daniel H., Misteri Otak Kanan Manusia, (Jogjakarta: Think, 2009).
Pradiansyah Arvan, The 7 Laws of Happiness; Tujuh Rahasia Hidup yang
Bahagia, (Bandung: Kaifa PT Mizan Pustaka, 2009).
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007)
Rusyan Tabani, dkk., Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 1992).
Semiawan Conny dkk, Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah
Menengah, (Jakarta: PT Gramedia, 1990).
Shaleh Abdul Rahman, Pendidikan Agama dan Keagamaan; Visi, Misi dan Aksi,
(Jakarta : PT Gemawindu Pancaperkasa, 2000).
Sudrajat Akhmad, Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan
Model Pembelajaran, Artikel tanggal 03 Januari 2008.
Sukmadinata Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008).
Sumardjan Selo, Kreativitas Suatu Tinjauan dari Sudut Sosiologi, (Jakarta: Dian
Rakyat, 1983).
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Nomor : Dj.I /754/ 2010
Tentang Pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (Usbn) Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Sd, Smp, Dan Sma / Smk
Tahun Pelajaran 2010/2011, Ditetapkan di Jakarta, 2 Nofember 2010,
Ditandatangani Oleh Dirjen Pendidikan Islam Mohammad Ali.
Suryabrata Sumadi, Metodologi penelitian, (Jakarta: Rajawali Press, 1995)
Syah Muhibbin & Rahayu Kariadinata, Bahan Pelatihan tentang Pembelajaran
Aktif, Inovatif, Kreatif, Erektif, Menyenangkan (PAIKEM).
Dipresentasikan pada Pendidikan & Latihan Profesi Guru (PLPG) Rayon
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung
2009.
Syah Muhibbin, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 1996).
74
Tilaar H. A. R., Manifesto Pendidikan Nasional; Tinjauan Dari Perspektif
Postmodernisme dan Studi Kultural, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas,
2005).
Tim Peneliti PPSDM UIN Syahid, “Efektivitas Kurikulum Tarbiyah IAIN dalam
Menyiapkan Guru PAI di SMU”, dalam Jurnal Penelitian Agama dan
Keagamaan, Edukasi,No. 1, Maret 2004.
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan,
dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009).
Trianto dan Titik Triwulan Tutik, Sertifikasi guru; dan upaya Peningkatan
Kualifikasi, Kompetensi dan Kesejahteraan, (Jakarta: Prestasi pustaka,
2007).
Trim Bambang, Magical Public Speaking, (Yogyakarta: MedPress, 2010).
Usman Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1999).
Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS dan Peraturan
Pemerintahan RI Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Serta
Wajib Belajar, (Bandung : Citra Umbara, 2010)
Undang Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintahan RI
Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru dan Dosen, (Bandung : Citra
Umbara, 2010)
Uno Hamzah B., Masri Kuadrat, Mengelolah Kecerdasan Dalam Pembelajaran;
Sebuah Konsep Pembelajaran Berbasis Kecerdasan, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2009).
Wahyudi Tubagus, modul pelatihan tentang Menjadi Public Speaker Handal.
Sebagai bahan ajar dalam Training Public Speaking for Teaching yang
dilaksanakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa UIN Jakarta 2010.
Yusuf Tarmizi, Be The Winner, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2005)
Zaini Hisyam Dkk, Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta:
CTSD IAIN Sunan Kalijaga, 2002).
Lampiran I
Materi PAI Tingkat SD, SMP, SMA54
1. Aqidah keimanan
a. Sekolah dasar
Kelas Materi
Kelas I Hafal enam rukun iman
Dua kalimat syahadat
Kelas II Lima Asmaul Husna
Arti Asmaul Husna
Kelas III Di Standar Kompetensi Puskur tidak dicantumkan
Kelas IV Sepuluh sifat-sifat wajib bagi Allah
Nama-nama malaikat serta tugas-tugasnya
Kelas V
Nama-nama kitab suci Allah serta nama-nama rasul
yang menerimanya
Nama-nama Rasul Allah SWT.
Nama-nama rasul ulul azmi
Membedakan antara nabi dan rasul
Kelas VI Iman kepada hari akhir
Iman kepada qadha dan qadhar
b. Sekolah Menengah Pertama
Kelas Materi
Kelas VII
Iman kepada Allah SWT.
lima Asmaul Husna (al-Azas, al-Wahhab, al-
Fattah, al-Qayyum, dan al-Hadi)
Iman kepada malaikat
Kelas VIII Iman kepada kitab-kitab Allah SWT.
Iman kepada Rasul Allah SWT.
Kelas IX
Iman kepada hari akhir
Beberapa hal yang berkaitan dengan hari akhir
Adanya pembalasan amal baik dan buruk
c. Sekolah Menengah Atas
Kelas Materi
Kelas X
Iman kepada Allah SWT.
Sifat-sifat Allah SWT.
Asmaul Husna (al’Adlu, al-Ghaffar, al-Hakim, al-
Malik, al-Hasib)
Iman kepada malaikat
Kelas XI Fungsi iman kepada rasul-rasul Allah SWT.
54
Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SD & MI, (Jakarta:
Puskur. Balitbang. Depdiknas, 2003) / http://www.puskur.net/inc/sd/PendidikanAgamaIslam.pdf
Dalil naqli dan aqli tentang fingsi iman kepada
rasul-rasul Allah
Tanda-tanda penghayatan terhadap fungsi iman
kepada rasul-rasul Allah SWT. dalam kehidupan
sehari-hari
Iman kepada kitab-kitab Allah SWT.
Kelas XII
Iman kepada hari akhir
Dalil naqli tentang hari akhir
Iman kepada qadha dan qadhar
2. Akhlak
a. Sekolah dasar
Kelas Materi
Kelas I
Hidup bersih, jujur, kasih saying
Dermawan, rajin
Adab belajar, adab makan dan minum
Adab sebelum dan sesudah tidur
Kelas II
Berprilaku rendah hati, sederhana, dan hormat
kepada orang tua
Adab mandi dan buang air
Kisah Nabi Adam AS. Dan Nabi Muhammad
SAW.
Kelas III Sikap percaya diri, tekun, dan hemat.
Kelas IV
Kisah Nabi Ibrahim AS. dan puteranya Nabi Ismail AS
Sikap hormat dan santun kepada guru
Sikap hormat dan santun kepada tetangga.
Kelas V
Kisah Nabi Ayub AS. ketika menderita sakit
Sikap disiplin dan tolong menolong
Menghindari perilaku mencuri
Menghindari sikap lalai.
Kelas VI
Pengertian dan contoh-contoh tanggungjawab
Kisah Nabi Musa AS.
Kisah Nabi Isa AS.
Ajaran Islam tentang silaturahmi
b. Sekolah Menengah Pertama
Kelas Materi
Kelas VII
Berhati lembut, setia, kerja keras, tekun, dan ulet
Sabar dan tawakkal
Hasad, suudzan, khianat dan jubun.
Kelas VIII
Tata cara bergaul dengan orang tua, guru, yang
lebih tua, teman sebaya, dan lawan jenis
Sifat egois dan pemarah
Sifat dendam dan munafik
Tata karma dalam kehidupan
Kelas IX
Qana’ah dan toleransi
Peduli terhadap lingkungan
Takabbur (sombong)
Minuman keras (khamar, narkoba dan sejenisnya
c. Sekolah Menengah Atas
Kelas Materi
Kelas X
Husnuzhzhan kepada Allah SWT.
Akhlak karimah terhadap diri sendiri
Akhlak karimah terhadap lingkungan
Hasad, riya dan aniaya
Kelas XI
Taubat kepada Allah SWT.
Raja’ (mengharap keridhaan Allah SWT.)
Ajaran tentang larangan perilaku tercela
Ajaran tentang tolong menolong
Ajaran tentang menghargai karya orang lain.
Kelas XII
Ajaran tentang perilaku terpuji
Riddah, israf, ghibah, mengadu domba dan fitnah
Ajaran tentang tasamuh
Pandangan Islam tentang ilmu
3. Sejarah
a. Sekolah Menengah Pertama
Kelas Materi
Kelas VII Masyarakat Makkah sebelum Islam datang
Masyarakat Makkah sesudah Islam dating
Kelas VIII
Masyarakat Madinah sebelum Islam dating
(sebelum hijrah)
Masyarakat Madinah sesudah Islam datang
(sesudah hijrah)
Penyiaran Islam periode Madinah.
Kelas IX Perkembangan Islam pada masa Khulafaur
Rasyidin.
b. Sekolah Menengah Atas
Kelas Materi
Kelas X Islam pada masa bani Umayah
Islam pada masa bani Abbasiyah
Kelas XI
Perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan
pada abad pertengahan
Perkembangan Islam di Indonesia
Perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan
Pembaharuan dalam Islam
Kelas XII Perkembangan Islam di Indonesia
Perkembangan pemikiran Islam di dunia
4. Al-Qur’an dan Hadits
a. Sekolah dasar
Kelas Materi
Kelas I Surat al-Fatihah Surat al-Ikhlas Surat al-Kautsar
Kelas II Surat al’Ashr Surat an-Nashr Surat an-Naas
Kelas III Membaca dan menulis al-Qur’an permulaan Surat al-Falaq
Kelas IV
Membaca dan menulis surat/ayat pilihan Hafalan surat al-Kafirun Membaca al-Qur’an surat/ayat pilihan Surat al-Lahab
Kelas V
Surat al-Maun
Surat al-Fiil
Surat al-Quraisy
Kelas VI
Mengartikan surat al-Fatihah
Surat al-Ikhlas
Surat al-‘Ashr
b. Sekolah Menengah Pertama
Kelas Materi
Kelas VII
Surat ad-Dhuha
Surat al-‘Adiyat
Hukum bacaan alif lam syamsiyah dan alif lam
qamariyah
Hukum bacaan nun mati/tanwin dan mim mati
Hadits tentang rukun Islam.
Kelas VIII
Surat at-Tiin
Surat al-Qadar
Hukum bacaan qalqalah, lam dan ra’
Hukum bacaan mad
Hadits tentang menuntut ilmu.
Kelas IX
Surat al-Qari’ah
Surat Alam Nasyrah
Surat al-Bayyinah
Hukum bacaan waqaf
Hukum bacaan idgham
Hadits tentang kebersihan.
c. Sekolah Menengah Atas
Kelas Materi
Kelas X
Surat al-Mukmin ayat 67
Surat al-Baqarah ayat 30
Surat adz-dzariyat ayat 56
Surat al-An’am ayat 162-163
Surat al-Bayyinah ayat 5
Surat Ali Imran ayat 159
Surat asy-Syuara ayat 38
Surat an-Nahl ayat 125.
Kelas XI
Surat al-Baqarah ayat 148 Surat al-Mujadalah ayat 11 Surat Fathir ayat 32-33 Surat al-Isra ayat 26-27 Surat al-Baqarah ayat 177 Surat ar-Rum ayat 41-42 Surat al-A’raf ayat 56-58 Surat Shaad ayat 27-28
Kelas XII
Surat Yunus ayat 40-41 Surat asy-Syura ayat 14 Surat an-Nisa ayat 32 Surat al-Jumu’ah ayat 9-10 Surat Yunus ayat 101 Surat al-Baqarah ayat 164.
5. Fiqh
a. Sekolah dasar
Kelas Materi
Kelas I
Bersuci/thaharah
Berwudhu
Hafal rukun Islam
Kelas II
Hal-hal yang berkaitan dengan wudhu
Bacaan shalat wajib
Gerakan-gerakan shalat
Gerakan dan bacaan shalat
Kelas III Gerakan, bacaan, dan keserasian shalat yang
sempurna
Kelas IV
Bacaan, gerakan, rukun, syarat sah, dan hal-hal
yang membatalkan shalat
Lafal adzan dan iqamah
Kelas V Puasa ramadhan
Puasa sunnah
Kelas VI Zakat fitrah
Bacaan dzikir dan do’a setelah ahalat
b. Sekolah Menengah Pertama
Kelas Materi
Kelas VII
Thaharah (bersuci)
Shalat wajib, shalat berjamaah, macam-macam sujud
Shalat jum’at
Shalat jama’ dan qashar
Shalat sunnah rawatib dan iedain.
Kelas VIII
Shalat tahiyyatul masjid, tarawih dan witir
Puasa wajib
Zakat fitrah dan zakat mal
Shalat sunnah dhuha
Puasa sunnah senin, kamis, syawal dan arafah
Hukum Islam tentang makanan dan minuman
Hukum Islam tentang binatang yang dihalalkan dan
diharamkan
Kelas IX
Aqiqah dan kurban
Ibadah haji dan umrah
Shalat tahajjud dan istikharah
Shalat jenazah
Pernikahan
c. Sekolah Menengah Atas
Kelas Materi
Kelas X
Sumber-sumber hukum Islam (al-Qur’an dan Hadits)
Ijtihad dalam hukum Islam
Pembagian hukum Islam
Hukum Islam tentang zakat dan hikmahnya
Haji dan umrah
Wakaf dan hikmahnya
Kelas XI
Ketentuan tentang jual-beli
Ketentuan tentang riba
Ketentuan tentang syirkah
Ketentuan tentang musaqah, muzaraah, dan mukhabarah
Ketentuan tentang perbankan
Ketentuan tentang asuransi
Ketentuan tentang kerja sama ekonomi
Penyelenggaraan jenazah
Ketentuan tentang jinayat
Ketentuan tentang hudud
Ketentuan tentang khutbah jum’at.
Kelas XII
Mawaris
Perbandingan dengan hokum adapt
Munakahat, talak dan rujuk
Buku I kompilasi hokum Islam di Indonesia.
Lampiran II
SK dan KD PAI Tingkat SD, SMP, SMA
Kelas I
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Aspek Alquran
Hafal surat Al Fatihah, Al Ikhlas
dan Al- Kautsar
Aspek Keimanan
Mengenal enam rukun iman
dan syahadatain.
Beriman dan mengenal enam rukun
iman serta dua kalimat syahadat
(syahadat tauhid dan syahadat rasul)
Aspek Akhlak
Terbiasa berperilaku sifat-sifat
terpuji dan bertatakrama.
Berperilaku hidup bersih, jujur,
kasih sayang, dermawan dan rajin Terbiasa bertatakrama ketika
belajar, makan-minum, dan sebelum
dan sesudah tidur
Aspek Ibadah
Mengenal lima rukun Islam dan
mengerti tatacara bersuci
Mengenal rukun Islam, dan mampu
melakukan tata cara thaharah/
bersuci
Kelas II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Aspek Alquran
Hafal Al Quran surat-surat
pendek pilihan
Hafal surat pendek pilihan Al-’Ashr,
An Nashr, dan An Naas
Aspek Keimanan
Beriman kepada Allah dan
mengenal Asmaul Husna
Mengenal dan hafal lima Asmaul
Husna
Aspek Akhlak
Terbiasa berperilaku sifat-sifat
terpuji, menghindari sifat
tercela, dan bertatakrama dalam
kehidupan sehari-hari
Terbiasa berperilaku rendah hati,
sederhana dan hormat terhadap
orang tua Tertib ketika mandi dan buang air Terbiasa berperilaku dengan sifat-
sifat terpuji
Aspek Ibadah
Mampu berwudu, hafal bacaan
dan melakukan gerakan shalat.
Berwudhu dengan benar Hafal bacaan dan melakukan
gerakan shalat Melakukan shalat fardu dengan
benar
Kelas III
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Aspek Alquran
Membaca, menulis Al Quran
permulaan dan hafal surat-surat
pendek pilihan.
Membaca dan menulis Al Quran
permulaan (Membaca Al Quran
permulaan Tuntas) Hafal surat Al Falaq
Aspek Keimanan
Aspek Akhlak
Terbiasa berperilaku sifat
terpuji, menghindari sifat
tercela, dan bertatakrama
Berperilaku dan bersikap percaya
diri, tekun dan tidak boros
Aspek Ibadah
Mampu shalat dengan
menserasikan bacaan dan
gerakannya
Mampu melaksanakan shalat fardhu
(Pemantapan)
Kelas IV
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Aspek Alquran
Membaca, menulis Al Quran
permulaan, dan hafal surat-surat
pendek pilihan
Membaca dan menulis Al Quran
Permulaan Membaca dan menulis Al Quran
dengan benar (lanjutan) Membaca dan hafal surat Al Lahab
Aspek Keimanan
Beriman kepada Allah dengan
mengenal sifat-sifat-Nya serta
meneladani ketaatan para Nabi.
Beriman kepada Allah dengan
mengenal sifatsifat wajib bagi Allah
Aspek Akhlak
Meneladani ketaatan Nabi Ibrahim
AS dan putranya Ismail AS Terbiasa bertatakrama terhadap
guru dan tetangga
Aspek Ibadah
Melakukan shalat dan mengerti
syarat sah dan membatalkannya
Melakukan shalat dengan memarahi
sempurna dan syarat sah serta
membatalkannya Melakukan adzan dan iqamah
sebelum shalat dengan benar
Kelas V
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Aspek Alquran Membaca dan menulis Al Quran serta hafal surat pendek pilihan.
Membaca dan hafal surat Al Ma’un dan Al Fii
Membaca dan hafal surat Al Quraisy
Aspek Keimanan Beriman kepada kitab suci dan
Beriman kepada kitab suci dan nama-nama rasul yang menerimanya
Rasul Allah serta mengenal namanamanya
Beriman kepada Rasul Allah SWT
Aspek Akhlak Terbiasa berperilaku sifat terpuji, menghindari sifat tercela, dan bertatakrama dalam kehidupan sehari-hari.
Meneladani ketabahan Nabi Ayub AS
Berperilaku disiplin dan tolong menolong
Menghindari sikap dan perilaku suka mengambil milik orang lain (mencuri)
Menghindari sikap dan perilaku lalai Aspek Ibadah Memahami dan melakukan puasa Ramadhan
Melakukan puasa ramadhan dan puasa sunnah
Kelas VI
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Aspek Alquran
Membaca fasih, menulis,
mengartikan dan hafal Al
Quran surat pilihan.
Membaca dengan fasih dan
mengartikan surat Al Fatihah, Al
Ikhlas dan Al- ‘Ashr
Aspek Keimanan Beriman kepada hari akhir,
qadha dan qadar dan
menyebutkan tandatandanya
Beriman kepada Hari Akhir dan
Qadha-Qadar
Aspek Akhlak
Terbiasa berperilaku sifat
terpuji dan meneladani para
Nabi pilihan
Terbiasa berperilaku tanggung jawab
dan meneladani Nabi Musa AS Meneladani sikap penolong Nabi Isa
AS dan senang
melakukansilaturrahim
Aspek Ibadah
Melaksanakan zakat fitrah
menurut ketentuannya
Melaksanakan zakat fitrah Melaksanakan dzikir dan do’a
setelah shalat
Kelas VII
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Al-Qur’an
Mengamalkan ajaran
Al Quran/Hadits dalam
kehidupan sehari-hari
Siswa mampu membaca,
mengartikan, dan menyalin surat
Ad Dhuha.
Siswa mampu membaca,
mengartikan, dan menyalin surat
Al ‘Adiyat
Siswa mampu menerapkan hokum
bacaan Alif Lam Syamsiyah dan
Alif Lam Qamariyah
Siswa mampu mempraktikkan
hukum bacaan Nun mati/Tanwin
dan Mim mati.
Siswa mampu membaca,
mengartikan, dan menyalin hadits
tentang rukun Islam
Aqidah
Menerapkan aqidah
Islam dalam kehidupan
seharihari.
Siswa beriman kepada Allah dan
memahami sifat-sifat Nya.
Siswa mampu meneladani Allah
melaluii lima Asma- Nya (Asmaul
Husna).
Siswa beriman kepada Malaikat
Allah dan mengetahui
tugastugasnya
Akhlak
Menerapkan akhlaqul
karimah (akhlak yang
mulia) dan
menghindari akhlak
tercela dalam
kehidupan sehari-hari.
Siswa berhati lembut, setia, kerja
keras, tekun, dan ulet
Siswa berperilaku sabar dan
tawakal
Siswa mampu menghindari sifat
hasad, suuzhan, khianat, dan jubun
Fiqih
Menerapkan hukum
Islam dalam kehidupan
seharihari.
Siswa mampu melakukan thaharah
(bersuci).
Siswa mampu melakukan shalat
wajib.
Siswa mampu melakukan shalat
berjama’ah.
Siswa mampu melakukan sujud
sahwi, tilawah, dan syukur.
Siswa melakukan shalat Jum’at
Siswa melakukan shalat jama’ dan
qasar
Siswa melakukan macam-macam
shalat sunat.
Tarikh dan Kebudayaan
Islam Mengambil manfaat
dari sejarah Islam
tentang keadaan
masyarakat Makkah
sebelum dan sesudah
Islam datang dalam
kehidupan sehari-hari.
Siswa mampu mengambil manfaat
dari perkembangan masyarakat
Makkah sebelum Islam datang
Siswa mampu mengambil manfaat
dari perkembangan masyarakat
Makkah sesudah Islam dating
Kelas VIII
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Al-Qur’an
Mengamalkan ajaran Al
Quran/Hadits dalam
kehidupan sehari-hari.
Siswa mampu membaca,
mengartikan, dan menyalin surat
At Tiin.
Siswa mampu membaca,
mengartikan, dan menyalin surat
Al Qadar.
Siswa mampu menerapkan hokum
bacaan alqalah, lam dan ra’.
Siswa mampu menerapkan hokum
bacaan Mad
Siswa mampu membaca,
mengartikan, dan menyalin hadits
tentang menuntut ilmu.
Aqidah
Menerapkan aqidah
Islam dalam kehidupan
seharihari
Siswa beriman kepada Kitab-kitab
Allah
Siswa beriman kepada Rasul Allah
serta memahami sifat dan tugas-
tugasnya
Akhlak
Menerapkan akhlaqul
karimah (akhlak yang
mulia) dan menghindari
akhlak tercela dalam
kehidupan sehari-hari.
Siswa bertatakrama dalam
pergaulan sehari-hari.
Siswa mampu menghindari sifat
egois dan pemarah
Siswa mampu menghindari sifat
dendam dan munafik
Siswa bertatakrama (beradab)
dalam kehidupan.
Fiqih
Menerapkan hukum
Islam dalam kehidupan
sehari-hari.
Siswa melakukan shalat tahiyatul
masjid, tarawih, dan witir
Siswa melakukan puasa wajib
Siswa melakukan zakat fitrah dan
zakat mal.
Siswa melakukan shalat sunat
Dhuha
Siswa melakukan puasa sunnah
Senin, Kamis, Syawal, dan Arafah.
Siswa menerapkan ketentuan
hokum Islam tentang makanan dan
minuman
Siswa menerapkan ketentuan
hokum Islam tentang binatang
yang dihalalkan dan yang
diharamkan
Tarikh dan Kebudayaan Islam Mengambil manfaat dari
sejarah Islam tentang
keadaan masyarakat
Madinah sebelum dan
sesudah Islam datang
dalam kehidupan sehari-
hari.
Siswa mampu mengambil manfaat
dari perkembangan masyarakat
Madinah sebelum Islam dating
(sebelum hijrah).
Siswa mampu mengambil manfaat
dari perkembangan
masyarakat Madinah sesudah
Islam dating (sesudah hijrah).
Siswa memahami penyiaran Islam
periode Madinah
Kelas IX
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Al-Qur’an
Mengamalkan ajaran Al
Quran/Hadits dalam
kehidupan sehari-hari.
Siswa mampu membaca,
mengartikan, dan menyalin surat
Al-Qari’ah dan Alam Nasyrah
Siswa mampu membaca,
mengartikan, dan menyalin surat
Al Bayyinah.
Siswa mampu menerapkan hokum
bacaan Waqaf
Siswa mampu menerapkan hokum
bacaan Idgham
Siswa mampu membaca,
mengartikan, dan menyalin hadits
tentang kebersihan
Aqidah
Menerapkan aqidah
Islam dalam kehidupan
seharihari.
Siswa beriman kepada hari akhir.
Siswa beriman kepada beberapa
hal yang berhubungan dengan hari
akhir.
Siswa beriman kepada adanya
pembalasan amal baik dan buruk
Siswa beriman kepada qadha’ dan
qadar Allah.
Akhlak
Menerapkan akhlaqul
karimah (akhlak yang
mulia) dan menghindari
akhlak tercela dalam
kehidupan sehari-hari.
Siswa berperilaku dengan sifat
qana’ah dan toleransi
Siswa peduli terhadap lingkungan.
Siswa menghindari sifat takabur
(sombong).
Siswa menghindari minuman keras
(khamer), narkoba, dan sejenisnya.
Fiqih
Menerapkan hukum
Islam dalam kehidupan
seharihari
Siswa memahami hukum Islam
tentang aqiqah dan qurban
Siswa memahami ibadah haji dan
umrah
Siswa melakukan shalat tahajud
dan istikharah
Siswa melakukan shalat jenazah
Siswa memahami pernikahan
Tarikh dan Kebudayaan Islam Mengambil manfaat dari
perkembangan Islam
pada masa Khulafaur
Rasyidin dalam
kehidupan seharihari.
Siswa mampu mengambil manfaat
dari perkembangan Islam pada
masa Khulafaur Rasyidin
Kelas X, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Al-Qur’an
Memahami ayat-ayat Al-
Qur’an tentang manusia
dan tugasnya sebagai
khalifah di bumi.
Membaca QS Al-Baqarah; 30, Al-
Mukminun; 12-14, Az-Zariyat; 56
dan An Nahl : 78
Menyebutkan arti QS Al-Baqarah;
30, Al-Mukminun; 12-14, Az-
Zariyat; 56 dan An Nahl : 78.
Menampilkan perilaku sebagai
khalifah di bumi seperti terkandung
dalam QS Al-Baqarah;30, Al-
Mukminun; 12-14, Az-Zariyat; 56
dan An Nahl : 78.
Memahami ayat-ayat Al-
Qur’an tentang
keikhlasan dalam
beribadah.
Membaca QS Al An’am; 162-163
dan Al-Bayyinah; 5.
Menyebutkan arti QS Al
An’am;162-163 dan Al-Bayyinah; 5.
Menampilkan perilaku ikhlas dalam
beribadah seperti terkandung dalam
QS Al An’am;162-163 dan Al-
Bayyinah; 5.
Aqidah
Meningkatkan keimanan
kepada Allah melalui
pemahaman sifat-sifatNya
dalam Asmaul Husna
Menyebutkan 10 sifat Allah dalam
Asmaul Husna.
Menjelaskan arti 10 sifat Allah
dalam Asmaul Husna.
Menampilkan perilaku yang
mencerminkan keimanan terhadap
10 sifat Allah dalam Asmaul Husna.
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Akhlak
Membiasakan perilaku
terpuji
Menyebutkan pengertian perilaku
husnuzhan.
Menyebutkan contoh-contoh
perilaku husnuzhan terhadap Allah,
diri sendiri dan sesama manusia.
Membiasakan perilaku husnuzhan
dalam kehidupan sehari-hari.
Fiqih
Memahami sumber hokum
Islam, hukum taklifi, dan
hikmah ibadah.
Menyebutkan pengertian kedudukan
dan fungsi Al-Qur’an, Al-Hadits,
dan Ijtihad sebagai sumber hukum
Islam
Menjelaskan pengertian, kedudukan
dan fungsi hukum taklifi dalam
hukum Islam
Menerapkan hukum taklifi dalam
kehidupan sehari-hari.
Tarikh dan Kebudayaan Islam
Memahami keteladanan
Rasulullah dalam membina
umat periode Makkah.
Menceritakan sejarah dakwah
Rasullah SAW periode Makkah.
Mendeskripsikan substansi dan
strategi dakwah Rasullullah SAW
periode Makkah
Kelas X, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Al Qur’an
Memahami ayat-ayat Al-
Qur’an tentang
Demokrasi
Membaca QS Ali Imran; 159 dan
QS Asy Syura; 38.
Menyebutkan arti QS Ali Imran 159
dan QS Asy Syura; 38.
Menampilkan perilaku hidup
demokrasi seperti terkandung dalam
QS Ali Imran 159, dan QS Asy
Syura; 38 dalam kehidupan sehari-
hari.
Aqidah
Meningkatkan keimanan
kepada Malaikat.
Menjelaskan tanda-tanda beriman
kepada malaikat.
Menampilkan contoh-contoh
perilaku beriman kepada malaikat.
Menampilkan perilaku sebagai
cerminan beriman kepada malaikat
dalam kehidupan sehari-hari.
Akhlak
Membiasakan perilaku
terpuji.
Menjelaskan pengertian adab dalam
berpakaian, berhias, perjalanan,
bertamu, dan atau menerima tamu.
Menampilkan contoh-contoh adab
dalam berpakaian, berhias,
perjalanan, bertamu atau menerima
tamu.
Mempraktikkan adab dalam
berpakaian, berhias, perjalanan,
bertamu dan atau menerima tamu
dalam kehidupan sehari-hari.
Menghindari Perilaku
Tercela
Menjelaskan pengertian hasad, riya,
aniaya dan diskriminasi
Menyebutkan contoh perilaku hasad,
riya, aniaya dan diskriminasi
Menghindari hasad, riya, aniaya dan
diskriminasi dalam kehidupan
sehari-hari
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Fiqih
Memahami hukum Islam
tentang zakat, haji dan
wakaf.
Menjelaskan perundang-undangan
tentang pengelolaan zakat, haji dan
waqaf.
Menyebutkan contoh-contoh
pengelolaan zakat, haji dan wakaf.
Menerapkan ketentuan perundang-
undangan tentang pengelolaan zakat,
haji dan wakaf.
Tarikh dan Kebudayaan Islam
Memahami keteladanan
Rasulullah dalam
membina umat periode
Madinah.
Menceritakan sejarah dakwah
Rasullah SAW periode Madinah.
Mendeskripsikan strategi dakwah
Rasullullah SAW periode Madinah.
Kelas XI, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Al Qur’an
Memahami ayat-ayat Al-
Qur’an tentang kompetisi
dalam kebaikan
Membaca QS. al Baqarah : 148
dan QS. al Fatir : 32
Menjelaskan arti QS. al Baqarah
: 148 dan QS. al Fatir : 32
Menampilkan perilaku
berkompetisi dalam kebaikan
seperti terkandung dalam QS. al
Baqarah : 148 dan QS. al Fatir :
32
Memahami ayat-ayat al
Qur’an tentang perintah
menyantuni kaum
Dhu’afa
Membaca Qs. al Isra : 26-27 dan
QS. al Baqarah : 177
Menjelaskan arti QS. al Isra :
26-27 dan QS. al Baqarah : 177
Menampilkan perilaku
menyantuni kaum Dhu’afa
seperti terkandung dalam QS. al
Isra : 26-27 dan QS. al Baqarah :
177
Aqidah
Meningkatkan keimanan
kepada Rasul rasul Allah
Menjelaskan tanda-tanda
beriman kepada Rasul-rasul
Allah
Menunjukkan contoh-contoh
perilaku beriman kepada Rasul-
rasul Allah
Menampilkan perilaku yang
mencerminkan keimanan kepada
Rasul-rasul Allah dalam
kehidupan sehari-hari
Akhlaq
Membiasakan
berperilaku terpuji
Menjelaskan pengertian taubat
dan raja’
Menampilkan contoh-contoh
perilaku taubat dan raja’
Membiasakan perilaku bertaubat
dan raja’ dalam kehidupan
sehari-hari
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Fiqih
Memahami hukum Islam Menjelaskan azas-azas transaksi
tentang Mu’amalah ekonomi dalam Islam
Memberikan contoh transaksi
ekonomi dalam Islam
Menerapkan transaksi ekonomi
Islam dalam kehidupan sehari-hari
Tarikh dan Kebudayaan Islam
Memahami
perkembangan Islam
pada abad pertengahan
(1250 – 1800)
Menjelaskan perkembangan Islam
pada abad pertengahan
Menyebutkan contoh peristiwa
perkembangan Islam pada abad
pertengahan
Kelas XI, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Al Qur’an
Memahami ayat-ayat al
Qur’an tentang perintah
menjaga kelestarian
lingkungan hidup
Membaca QS. al Rum: 41-42, QS
Al-A’raf: 56-58, dan QS Ash
Shad: 27
Menjelaskan arti QS. al Rum: 41-
42, QS Al-A’raf: 56-58, dan QS
Ash Shad: 27
Membiasakan perilaku menjaga
kelestarian lingkungan hidup
seperti terkandung dalam QS. al
Rum: 41-42, QS Al-A’raf: 56-58,
dan Shad: 27
Aqidah
Meningkatkan keimanan
kepada Kitab-kitab Allah
Menampilkan perilaku yang
mencerminkan keimanan terhadap
Kitab-kitab Allah
Menerapkan hikmah beriman
kepada Kitab-kitab Allah
Akhlak
Membiasakan perilaku
terpuji
Menjelaskan pengertian dan
maksud menghargai karya orang
lain
Menampilkan contoh perilaku
menghargai karya orang lain
Membiasakan perilaku
menghargai karya orang lain
dalam kehidupan sehari-hari
Menghindari perilaku
tercela
Menjelaskan pengertian dosa
besar
Menyebutkan contoh perbuatan
dosa besar
Menghindari perbuatan dosa besar
dalam kehidupan sehari-hari
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Fiqih
Memahami ketentuan
hukum Islam tentang
pengurusan jenazah
Menjelaskan tatacara
pengurusan jenazah
Memperagakan tatacara
pengurusan jenazah
Memahami khutbah,
tabligh dan dakwah
Menjelaskan pengertian
khutbah, tabligh dan dakwah
Menjelaskan tatacara
khutbah, tabligh dan dakwah
Memperagakan khutbah,
tabliqh dan dakwah
Tarikh dan Kebudayaan Islam
Memahami
perkembangan Islam
pada masa modern
(1800-sekarang)
Menjelaskan perkembangan
Islam pada masa modern
Menyebutkan contoh
peristiwa perkembangan
Islam pada masa modern
Kelas XII, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Al Qur’an
Memahami ayat-ayat al
Qur’an tentang anjuran
bertoleransi
Membaca QS. al Kafirun, QS. Yunus : 40-41, dan QS. al Kahfi : 29
Menjelaskan arti QS. al Kafirun, QS. Yunus : 40-41, dan QS. al Kahfi : 29
Membiasakan perilaku bertoleransi seperti terkandung dalam QS al Kafiiruun, QS. Yunus : 40-41, dan QS. al Kahfi : 29
Memahami ayat-ayat al
Qur’an tentang etos kerja
Membaca QS. Al Mujadalah :
11 dan QS. Al Jumuah : 9-10
Menjelaskan arti QS. Al
Mujadalah : 11 dan QS. Al
Jumuah : 9-10
Membiasakan perilaku beretos
kerja seperti terkandung
dalam Al Mujadalah : 11 dan
QS. Al Jumuah : 9-10
Aqidah
Meningkatkan keimanan
kepada Hari Akhir
Menampilkan perilaku yang
mencerminkan keimanan
terhadap Hari Akhir
Menerapkan hikmah beriman
kepada Hari Akhir
Membiasakan perilaku
menghargai karya orang lain
dalam kehidupan sehari-hari
Akhlaq
Membiasakan perilaku
terpuji
Menjelaskan pengertian adil,
ridha dan amal shaleh
Menampilkan contoh perilaku
adil, ridha dan amal shaleh
Membiasakan perilaku adil,
ridha dan amal shaleh dalam
kehidupan sehari-hari
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Fiqih
Memahami Hukum Islam
tentang Hukum Keluarga
Menjelaskan ketentuan hukum
perkawinan dalam Islam
Menjelaskan hikmah
perkawinan
Menjelaskan ketentuan
perkawinan menurut
perundang-undangan di
Indonesia
Tarikh dan Kebudayaan Islam
Memahami
perkembangan Islam di
Indonesia
Menjelaskan perkembangan
Islam di Indonesia
Menampilkan contoh
perkembangan Islam di
Indonesia
Mengambil hikmah dari
perkembangan Islam di
Indonesia
Kelas XII, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Al Qur’an
Memahami ayat-ayat al
Qur’an tentang
pengembangan IPTEK
Membaca QS. Yunus : 101
dan QS. al Baqarah : 164
Menjelaskan arti QS Yunus :
101 dan QS. al Baqarah : 164
Melakukan pengembangan
IPTEK seperti terkandung
dalam QS Yunus : 101 dan
QS. al Baqarah : 164
Aqidah
Meningkatkan keimanan
kepada Qadha’ dan
Qadhar
Menjelaskan tanda-tanda
keimanan kepada Qadha’
dan Qadar
Menerapkan hikmah beriman
kepada Qadha’ dan Qadhar
Akhlaq
Membiasakan perilaku
terpuji
Menjelaskan pengertian dan
maksud persatuan dan
kerukunan
Menampilkan contoh
perilaku persatuan dan
kerukunan
Membiasakan perilaku
persatuan dan kerukunan
Menghindari perilaku
tercela
Menjelaskan pengertian
Isyrof, Tabzir, Ghibah dan
Fitnah
Menjelaskan contoh perilaku
Isyrof, Tabzir, Ghibah dan
Fitnah
Menghindari perilaku Isyrof,
Tabzir, Ghibah dan Fitnah
dalam kehidupan sehari-hari
Fiqih
Memahami Hukum Islam
tentang Waris
Menjelaskan ketentuan
hukum Waris
Menjelaskan contoh
pelaksanaan hukum Waris
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Tarikh dan Kebudayaan Islam
Memahami
perkembangan Islam di
dunia
Menjelaskan perkembangan
Islam di dunia
Menampilkan contoh
perkembangan Islam di
dunia
Mengambil hikmah dari
perkembangan Islam di
dunia