Guidelines Kotatua

55
GUIDELINES KOTATUA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS KEBUDAYAAN DAN PERMUSEUMAN TAHUN 2007

description

tugas penelitian

Transcript of Guidelines Kotatua

GUIDELINES KOTATUA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS KEBUDAYAAN DAN PERMUSEUMAN TAHUN 2007

TINJAUAN UMUM

1.1. PENDAHULUAN Arsitektur masa lalu yang terdiri dari bangunan-bangunan dan kawasan-kawasan cagar budaya berperan dalam merangkai dan menghubungkan sejarah kota Jakarta dari masa lalu ke masa sekarang dan masa yang akan datang. Arsitektur masa rencana kota. Bangunan-bangunan cagar budaya dan juga kawasan-kawasan cagar budaya tersebar disegala penjuru kota, dengan konsentrasi memanjang dari bagian Utara sampai ke Selatan kota. Sampai dengan tahun 2007, di Jakarta terdapat 4 (empat) kawasan cagar budaya, yaitu: Kotatua, Menteng, Kebayoran Baru, dan Situ Babakan. Di dalam kawasan-kawasan ini terdapat arsitektur kota dan bangunan-bangunan yang harus dilestarikan. Selain itu juga banyak terdapat bangunan-bangunan pelestarian yang berada diluar kawasan-kawasan ini. Masing-masing kawasan cagar budaya memiliki panduan khusus yang disesuaikan dengan kondisi dan karakter dari masing-masing kawasan. Panduan ini terutama adalah panduan untuk peruntukan pemanfaatan ruang-ruang kota dan bangunan-bangunan cagar budaya di Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua di Jakarta.

1.2. ATURAN DALAM UPAYA PELESTARIAN Upaya pelestarian di Jakarta didasarkan kepada UU No. 5 tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya dan Peraturan Daerah No. 9 tahun 1999, yang menggolongkan kawasan cagar budaya menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu: kawasan cagar budaya golongan I sampai dengan III, dan menggolongkan bangunan cagar budaya menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu: bangunan cagar budaya golongan A, B, dan C.

1.3. PEMANFAATAN KAWASAN DAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA Pemanfaatan kawasan dan bangunan cagar budaya disesuaikan dengan wujud fisiknya dan perencanaan kota untuk daerah dimana kawasan dan bangunan cagar budaya berada, yang ditentukan oleh Pemda DKI Jakarta. Pemanfaatan barunya disesuaikan dengan kebutuhan masa kini dan akan datang selama cocok dengan wujud fisiknya.

GUIDELINES KOTATUA

BAB I 1.4. KAWASANCAGARBUDAYAKOTATUA Berdasarkan kajian sejarah, sebagian besar dari kawasan Sunda Kelapa dan Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua adalah cikal bakal Kotatua, yaitu kota yang pada masa kolonial berada di dalam dinding benteng, yang ditinggali sebagaian besar oleh Bangsa Belanda. Kawasan ini dahulu dibatasi oleh Sungai Ciliwung di sebelah timur, kanal Stadt Buiten Gracht sebelah barat (kini Sungai Krukut) di sebelah barat, kanal Stadt Buiten Gracht di sebelah selatan (kini Jalan Jembatan Batu dan Jalan Asemka), dan laut di utara (termasuk Pelabuhan Sunda Kelapa). Di luar kawasan ini terdapat permukimanpermukiman lain yang bersama-sama kota di dalam benteng merupakan Kawasan Cagar Budaya Kotatua seperti apa yang tercakup pada Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 34 Tahun 2005. Kawasan cagar budaya ini adalah kawasan seluas sekitar 846 Ha yang terletak di Kotamadya Jakarta Utara dan Kotamadya Jakarta Barat (lihat gambar 1).

Gambar 1 : Lokasi Kotatua di Jakarta

Berdasarkan Rencana Induk Kotatua Jakarta (DTK, 2007), ditengah-tengah Kawasan Cagar Budaya Kotatua terdapat zona inti, yaitu area yang memiliki nilai sejarah yang lebih bernilai, yang dahulunya sebagian besar adalah kota di dalam dinding. Kawasan Cagar Budaya Kotatua dibagi menjadi 5 (lima) zona, yaitu: kawasan Sunda Kelapa, kawasan Fatahillah, kawasan Pecinan, kawasan Pekojan, dan kawasan Peremajaan (lihat gambar 2).

Gambar 2 : Kawasan Cagar Budaya Kotatua dan Kawasan Zona 2

GUIDELINES KOTATUA

BAB II BAB II PARAMETER PERENCANAAN DAN PANDUAN PELESTARIAN UNTUK ZONA2 KAWASANCAGAR BUDAYAKOTATUA

Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua, dengan luas area sekitar 87 Ha (lihat gambar 3), merupakan bagian dari zona inti Kawasan Cagar Budaya Kotatua, yang batas-batasnya adalah Sungai Krukut di sisi barat, Sungai Ciliwung di sisi timur, jalan tol dan jalan kereta api di sisi utara, serta Jalan Jembatan Batu dan Jalan Asemka di sisi selatan. Kawasan cagar budaya ini bukan hanya memiliki bangunan dengan nilai sejarah dan arsitektur yang tinggi, tetapi juga memiliki arsitektur ruang kota yang perlu dijaga kelestariannya.

2.1. GAMBARAN RINGKAS ZONA 2 KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTATUA 2.1.1. Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua dimasa lalu Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua pada masa penjajahan Belanda sampai dengan abad ke XIX adalah bagian selatan dari kawasan di dalam dinding kota yang dibatasi oleh Sungai Ciliwung di sisi timur, Sungai Krukut (Jelakeng) di sisi barat, Jalan Jembatan Batu dan Jalan Asemka di sisi selatan, serta kawasan Pasar Ikan di sisi utara. Di masa-masa akhir era kolonial Belanda, kawasan ini merupakan pusat bisnis (CBD) kota Batavia dengan konsentrasi kegiatan perdagangan dan jasa di sepanjang Sungai Kali Besar, dan pemerintahan disekitar Taman Fatahillah (lihat gambar 4).

Kawasan ini ditandai oleh jalan dan sungai/kanal yang membentuk blok-blok berupa grid kota dengan 2 (dua) taman/ plaza, yaitu Taman Fatahillah yang menjadi pusat kegiatan publik dan Taman Beos yang dikelilingi oleh kantor-kantor besar dan Stasiun KA. Di sepanjang Kali Besar terdapat perusahaan dagang dan pelayaran. Blok-blok di belakang Kali Besar ditempati oleh hunian dan bangunan pergudangan.

Gambar 4 : Suasana di Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua tempo Gambar 3 : Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua dulu

GUIDELINES KOTATUA

Bangunan-bangunan di Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua pada saat ini terdiri dari 3 (tiga) tipe, yaitu: bangunan besar yang berdiri sendiri pada satu blok kota atau lebih dari setengah blok kota, bangunan di kavling pojok, dan bangunan-bangunan deret yang bersama-sama membentuk satu blok kota. Bangunan-bangunan ini tingginya sekitar 2 sampai dengan 3 lantai dengan jarak lantai ke lantai sekitar 4 meter. Keunikan arsitektur kota kawasan ini adalah letak bangunan yang menempel langsung ke jalan atau ruang terbuka/taman/plaza. Di kawasan yang dikaji ini dapat disimpulkan ini terdapat empat tipologi bangunan, yang dibedakan sesuai masyarakat dan zamannya (lihat gambar 5), yaitu:

1. Bangunan masyarakat kolonial Eropa ( Colonial Indische, Neo-Klasik Eropa, Art Deco, dan Art Nouveau). 2. Bangunan masyarakat Cina ( Gaya Cina Selatan dan campuran dengan gaya kolonial Eropa). 3. Bangunan masyarakat pribumi (Colonial Indische). 4. Bangunan modern Indonesia (International Style). Gambar 5 : Berbagai gaya arsitektur di Kotatua

2.1.2. Rencana Pelestarian dan Revitalisasi Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua direncanakan sebagai kawasan cagar budaya yaitu sebagai sebuah living heritage dan sebagai kawasan revitalisasi, yaitu sebagai kawasan yang diproyeksikan menjadi salah satu tempat kegiatan utama skala kota bagi warga DKI Jakarta untuk berekreasi, berbudaya, bertinggal, dan bekerja dengan tetap menjaga kelestarian kawasan sebagai kawasan cagar budaya.

2.2. Parameter Perencanaan Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua 2.2.1. Intensitas Bangunan 1. Intensitas bangunan atau koefisien lantai bangunan mengacu kepada aturan yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Kota. 2. Pemanfaatan intensitas bangunan di kavling bangunan cagarbudaya Golongan Adi mungkinkan sebatas tidak merubah tampak, selubung bangunan, dan interior bangunan yang dilestarikan. 3. Untuk memenuhi ketentuan butir (2), luas lantai total bangunan cagar budaya Golongan A beserta bangunan tambahannya merupakan resultante dari luas lantai asli/eksisting, serta penambahan lantai bangunan di luar masa bangunan asli dengan nilai tidak melebihi ketentuan KLB yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Kota. 4. Pemanfaatan intensitas bangunan di kavling bangunan cagar budaya Golongan B dan C dimungkinkan sebatas tidak merubah masa bangunan yang dilestarikan. Pada Golongan B, tampak dan selubung bangunan dipertahankan, sedangkan bagian dalamnya diperbolehkan berubah, kecuali bagian interior yang penting. Pada Golongan C, fasada bangunannya saja yang harus dipertahankan. 5. Untuk memenuhi ketentuan butir (4), luas lantai total bangunan cagar budaya Golongan B dan C merupakan resultante dari luas lantai di dalam masa bangunan asli/eksisting, serta penambahan lantai bangunan di luar masa bangunan asli dengan nilai tidak melebihi ketentuan KLB oleh Dinas Tata Kota. 6. Pada bangunan cagar budaya Golongan A, B, dan C, sebagai akibat tidak dapat dimanfaatkannya secara penuh KLB maksimal yang ditetapkan oleh Dinas Tata Kota, maka sebagai kompensasi diterapkan prinsip alih intensitas (Transfer of Development Right) sebagaimana diatur oleh Dinas Tata Kota.

7. Untuk kavling dengan bangunan bukan bangunan cagar budaya, nilai KLB sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Kota.

2.2.2. Koefisien Dasar Bangunan Koefisien dasar bangunan untuk kavling bangunan cagar budaya Golongan A dan B adalah seperti yang ada sekarang. Sedangkan untuk kavling bangunan cagar budaya Golongan C, koefisien dasar bangunannya maximal 75%.

2.2.3. Ketinggian Bangunan 1. Ketinggian bangunan bukan cagar budaya di lingkungan Golongan I dan II perlu dipertimbangkan dampaknya terhadap tampilan bangunan cagar budaya yang ada. 2. Untuk bangunan-bangunan cagar budaya golongan A, B, dan C ketinggian bangunan asli harus dipertahankan. 3. Penambahan lantai di dalam masa bangunan asli tidak diijinkan untuk bangunan cagar budaya Golongan A. 4. Dalam rangka memanfaatkan luas lantai maksimum yang diijinkan, penambahan lantai dalam masa bangunan asli untuk bangunan cagar budaya golongan B diijinkan selama tidak merubah selubung bangunan asli. Untuk bangunan cagar budaya Golongan C, ketinggian bangunan disesuaikan dengan tinggi fasada asli sampai dengan 10 m dari batas tampak depan. Selanjutnya ketinggian bangunan disesuaikan dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Kota. 2.2.4. Sempadan Bangunan 1. Garis sempadan depan bangunan Golongan A, B, dan C sesuai dengan letak bangunan asli. 2. Untuk menghindari ketidaksinambungan ruang kota di Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua, untuk pembangunan bangunan baru yang bukan bangunan cagar budaya, garis sempadannya adalah 0, atau mengikuti garis sepadan depan bangunan cagar budaya yang ada disebelahnya. Pada lantai dasar di depan bangunan tersebut harus dibuat arkade dengan lebar minimum 2,5 meter. 3. Pada bangunan bukan cagar budaya di Lingkungan Golongan I, II, dan III yang telah terlanjur dibangun mundur ke belakang, sangat dianjurkan untuk membangun arkade tambahan dengan lebar minimum 2,5 meter pada garis batas kepemilikan (sempadan nol).

2.2.5. Tata Hijau 1. Pemilihan pohon pada sebagian besar Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua lebih ditujukan untuk estetika, kecuali pada tempat-tempat yang telah ditentukan, dan ruang terbuka hijau pasif. 2. Akar, daun, batang maupun ranting pepohonan tidak boleh mengganggu bangunan cagar budaya. 3. Sangat tidak dianjurkan untuk menggunakan jenis pohon yang bentuknya mengganggu/menutupi facade bangunan cagar budaya. 4. Pada Lingkungan Cagar Budaya Golongan I, di sekitar Taman Fatahillah dan Jalan Cengkeh, pemilihan jenis pohon serta elemen ruang terbuka dan tata hijau disesuaikan dengan karakter masa lalu. Pemilihan tersebut dilakukan melalui kajian terhadap foto-foto atau gambar lama yang otentik oleh tim ahli pertamanan.

2.2.6. Parkir dan Jenis Kendaraan 1. Bangunan yang telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya Golongan A, B, dan C tidak diwajibkan untuk menyediakan tempat parkir. Sebagai gantinya, perlu disediakan tempat-tempat parkir (umum) oleh pihak pemerintah daerah ataupun badan pengelola kawasan yang mewakili pihak pemerintah. 2. Penggunaan parkir di badan jalan (on street) tidak diperkenankan di Lingkungan Golongan I dan II kecuali di lokasi yang telah disediakan / ditentukan oleh pengelola kawasan. 3. Bangunan bukan bangunan cagar budaya dengan luas tapak lebih dari 1.000 meter persegi diwajibkan untuk menyediakan tempat parkir di dalam tapak dengan perhitungan besaran sesuai standar parkir di Jakarta. Perletakan area parkir di basement atau di lantai atas sangat dianjurkan. 4. Jenis kendaraan berat, seperti truk dan alat-alat berat lainnya, tidak diperkenankan memasuki Kawasan Cagar Budaya, kecuali bila mendapat izin khusus dengan waktu tertentu / terbatas.

BAB III BAB III PANDUANPELESTARIAN ZONA2 KAWASAN CAGARBUDAYA KOTATUA

3.1. LINGKUNGAN GOLONGAN CAGAR BUDAYA DI ZONA 2 KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTATUA Berdasarkan kepada beberapa kriteria yang ada di Peraturan Daerah No. 5 tahun 1999, Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua, dibagi menjadi 3 (tiga) golongan kawasan cagar budaya yaitu (lihat gambar 6):

-Lingkungan Golongan I, di sekitar Taman Fatahillah dan Jalan Cengkeh; -Lingkungan Golongan II, di sepanjang Kali Besar, Jalan Pintu Besar Utara dan sekitar Taman Beos; -Lingkungan Golongan III, di luar Golongan I dan II yaitu area yang berdekatan dengan Sungai Ciliwung di sisi timur dan area di dekat Sungai Krukut (Jelakeng) di sisi barat.

Gambar 6 : Penggolongan Lingkungan Cagar Budaya di Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua

Lingkungan Cagar Budaya Golongan I

Lingkungan cagar budaya Golongan I (lihat gambar 7) berada disekitar Taman Fatahillah dan Jalan Cengkeh. Kawasan Taman Fatahillah, termasuk Jalan Cengkeh yang dahulu bernama Prinsen Straat (sumbu Amsterdam Poort -Stadhuis), merupakakan kawasan yang urgen untuk tetap dilestarikan. Lingkungan ini didominasi oleh bangunan-bangunan cagar budaya golonganA. Jalan Cengkeh dan Taman Fatahillah dahulu merupakan aksis yang merepresentasikan kekuasaan politik kolonial (jalur darat). Bagian-bagian yang sudah sangat berubah di dalam bagian ini, dikembalikan seperti keadaan aslinya.

Gambar 7 : Lingkungan cagar budaya Golongan I 1. Cagar budaya lingkungan dan bangunan di kawasan ini dikendalikan dengan sangat ketat (high control) dan dilaksanakan oleh pihak pemerintah daerah DKI Jakarta. 2. Lingkungan atau ruang kota Jalan Cengkeh dan Taman Fatahillah, dipugar kembali dengan karakter yang sama seperti keadaan pada era Kota Dinding Benteng akhir abad XVIII. Seluruh bangunan tua di sepanjang Jalan Cengkeh dan sekitar Taman Fatahillah yang kini telah terlanjur dibangun sebagai bangunan baru, bukan merupakan bangunan cagar budaya. Apabila di kemudian hari akan dibangun kembali, bagian depannya hingga kedalaman 10 meter harus dirancang dengan karakter yang sama dengan bangunan asli. Acuan yang digunakan untuk memugar kembali lingkungan atau ruang kota adalah foto-foto lama yang dapat dijadikan bukti otentik suasana akhir abad XVIII. 3. Sebagai elemen bersejarah yang berperan penting, diusulkan untuk merekonstruksi kembali Amsterdam Poort sebagaimana bentuk semula. 4. Seluruh bangunan tua yang memiliki makna sejarah kuat di kawasan ini dikategorikan sebagai bangunan cagar budaya golongan A. Bangunan-bangunan itu adalah bangunan Museum Sejarah Jakarta (Fatahillah), bangunan Museum Senirupa dan Keramik, serta bangunan Museum Wayang. 5. Lingkungan ini, Jalan Cengkeh dan sekitar Taman Fatahillah harus bebas kendaraan 6. Penggunaan papan reklame tidak diperkenankan di kawasan ini.

Lingkungan Cagar Budaya Golongan II Lingkungan cagar budaya Golongan II (lihat gambar 8) berada diluar lingkungan I. Dahulu, Kali Besar merupakan aksis yang merepresentasikan kekuasaan ekonomi, sosial dan budaya kolonialisme (jalur air). Kawasan sepanjang Kali Besar melebar ke timur sepanjang Kali Besar Timur 3 di selatan ke arah barat Jl. Malaka, sekitar sebelah selatan Balai Kota termasuk BNI Kota, sekitar Taman Beos, termasuk dalam lingkungan ini. Pada lingkungan ini terdapat konsentrasi bangunan-bangunan cagar budaya golongan B dan beberapa bangunan cagar budaya golongan A, Toko Merah, Gedung BI, dan Gedung Bank Mandiri. Dalam lingkungan ini, seharusnya diambil kebijakan agar bangunan-bangunan cagar budaya di dalamnya dapat diselamatkan dan dilestarikan.

Gambar 8 : Lingkungan cagar budaya Golongan II

1. Penataan lingkungan dilakukan dengan tetap mempertahankan keaslian unsur-unsur lingkungan serta arsitektur bangunan yang menjadi ciri khas kawasan, yaitu mempertahankan karakter ruang-ruang kota dan melestarikan bangunan-bangunan cagar budaya yang ada. 2. Ruang kota di sepanjang Kali Besar, di sepanjang Jalan Pintu Besar Utara dan di sekitar lapangan Stasiun Beos dimanfaatkan untuk tempat kegiatan umum dan komersial terbatas. Penambahan struktur/bangunan baru untuk fasilitas umum pada ruang kota dibuat seminimum mungkin dan tidak merusak ruangnya.

3. Pada bangunan cagar budaya dimungkinkan dilakukan adaptasi terhadap fungsi-fungsi baru sesuai dengan rencana kota, yaitu memanfaatkan bangunan-bangunan untuk kegiatan komersial, hiburan, hunian terbatas/ hotel, dan apartemen. 4. Penataan papan nama dan papan iklan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan di dalam pedoman papan nama dan papan iklan dalam pedoman ini.

Lingkungan Cagar Budaya Golongan III Lingkungan cagar budaya Golongan III (lihat gambar 9), berada di luar Lingkungan Golongan I dan II, yaitu area yang berdekatan dengan Sungai Ciliwung di sisi timur dan area di dekat Sungai Krukut (Jelakeng) di sisi barat. Pada lingkungan ini terdapat beberapa bangunan yang masuk ke dalam kategori bangunan cagar budaya golongan B. Sedangkan mayoritas bangunan pada lingkungan ini adalah bangunan bukan bangunan cagar budaya.

Gambar 9 : Lingkungan cagar budaya Golongan III

1. Untuk memperkuat karakter Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua, rancangan Lingkungan Golongan III perlu mengikuti pola bentuk fisik Lingkungan Golongan I dan II, yaitu dibentuk oleh bangunan rendah (low rise building) dengan sempadan 0 (nol). Hanya bangunanbangunan yang fungsi dan perannya significant boleh memiliki setback. 2. Revitalisasi kawasan Jalan Kopi dan Roa Malaka, sebagai bekas kota Jayakarta melalui penataan ruang kota dan pemasangan prasasti penanda sebagai tempat bersejarah. 3. Penataan papan nama dan papan iklan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan di dalam pedoman papan nama dan papan iklan dalam pedoman ini.

3.2. PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN RUANG-RUANG KOTA CAGAR BUDAYA 3.2.1. Peruntukan Ruang-ruang Kota Menggalakkan vitalitas Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua melalui perkuatan aktivitas ruang-ruang umum kota dengan memperhatikan keterkaitan antara ruang terbuka, pedestrian, dan dukungan yang dapat diberikan dari dalam bangunan yang ada di sekitar ruang publik tersebut.

1. Taman Fatahillah sebagai ruang terbuka aktif di titik pusat Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua dilakukan melalui kegiatan publik terutama yang tingkat kota, yang bersifat tidak permanen, baik secara terjadwal maupun insidentil. 2. Jalan Cengkeh (lihat gambar 10) dikembalikan wujud fisiknya seperti masa lalu dan diperuntukkan sebagai ruang kota linier yang menghubungkan Taman Fatahillahdenganareal bekaskastilBatavia. gambar 10 : Jalan Cengkeh

3. Jalan Pintu Besar Utara (lihat gambar 11) 4. Taman Stasiun Beos diperuntukkan sebagai tempat dimanfaatkan sebagai shopping street, dimana lantai terbuka dan pemberhentian Busway. dasar bangunan-bangunan di sisi baratnya terdiri atas 5. Ruang terbuka disepanjang Kali Besar ( lihat gambar toko-toko eceran, restoran / cafe, dan galeri. 12). -Pemanfaatan ruang terbuka sepanjang sisi Kanal di Kali Besar Timur Selatan sebagai ruang terbuka aktif dalam bentuk restoran tepi air (waterfront restaurant row). Ruang terbuka ini menjadi bagian perluasan kegiatan restoran dan kafe yang ada di lantai dasar bangunanbangunan yang menghadap Kali Besar. Area ini juga berfungsi sebagai jalur pedestrian, tempat parkir dan sirkulasi kendaraan bermotor terbatas. -Sepanjang Kali Besar Timur Utara difungsikan sebagai ruang terbuka aktif dalam bentuk kaki lima tepi air (waterfront food stalls). Tempat-tempat makan ini dapat terpisah atau menjadi bagian perluasan dari restoran dan tempat makan yang ada pada lantai dasar bangunan-bangunan yang menghadap Kali Besar. Area ini juga berfungsi sebagai jalur pedestrian, tempat parkir, dan sirkulasi kendaraan bermotor terbatas. - Ruang terbuka sepanjang sisi kanal di Kali Besar Barat dibagi menjadi dua. Ruang kota yang dekat dengan bangunan-bangunan difungsikan sebagai shopping street dan ruang kota yang berada di tepi sungai difungsikan sebagai esplanade. Shopping street juga berfungsi sebagai jalur pedestrian, tempat parkir, dan sirkulasi kendaraan bermotor terbatas. Esplanade dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan pameran, senibudaya, olahraga terbatas, misalnya bermain catur, dan perdagangan serta sosial seperti kakilima, pasar, bazar, dan sebagainya, secara terjadwal.

Gambar 11 : Jalan Pintu Besar Utara

GUIDELINES KOTATUA

Gambar 12 : Ruang kota di Kali Besar

GUIDELINES KOTATUA

6. Ruang terbuka bekas kanal yang dibatasi oleh jalan 3.3. PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN BANGUNAN-Tiang Bendera 1, 2, 3, dan 4, dijadikan jalur hijau dan BANGUNAN CAGAR BUDAYA taman lingkungan (lihat gambar 13). Peruntukan Makro Kavling dan Bangunan

1. Peruntukan makro adalah untuk kegiatan campuran dan kegiatan seni budaya. Kegiatan campuran di Lingkungan cagar budaya Golongan I dan II adalah hunian terbatas seperti hotel mapun servis apartemen serta komersial/jasa/retail yang bercampur dengan fungsi budaya. Kegiatan campuran di Lingkungan cagar budaya Golongan III adalah hunian apartemen untuk masyarakat golongan menengah keatas yang bercampur dengan fungsi komersial/kantor/jasa dan pendidikan terbatas seperti pendidikan tinggi dan kursus-kursus. 2. Kegiatan retail/jasa/komersial yang tidak diperbolehkan untuk diselenggarakan di Lingkungan cagar budaya Golongan I dan II di Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua adalah toko bahan bangunan, pusat kesehatan, kecuali jika letaknya di lantai atas. Kegiatan perkantoran juga tidak diperbolehkan, kecuali jika letaknya di lantai atas. Selain itu, rumah/panti jompo, supermarket, juga tidak diperkenankan kecuali bila letaknya tidak berada di bagian depan bangunan, dan tempat hiburan yang bertentangan dengan nilai-nilai susila, antara lain tempat perjudian dan pelacuran. 3. Kegiatan yang menimbulkan polusi yang tidak diperbolehkan untuk diselenggarakan di Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua adalah bengkel mobil dan sejenisnya, pompa bensin, percetakan, segala jenis industri, kecuali industri rumah berskala kecil dan tidak menimbulkan polusi, pergudangan dan pengepakan barang, kecuali bila merupakan bagian dari kegiatan utama yang diijinkan, dan tempat ibadah, kecuali yang telah mendapat ijin. Peruntukan Mikro Bangunan

1. Pemanfaatan lantai dasar di Lingkungan cagar budaya Golongan I dan II diutamakan untuk fungsi/ kegiatan yang berhubungan langsung dengan ruang publik antara lain restoran, toko retail, galeri, tempat makan, tempat hiburan, dan tempat masuk bangunan seperti lobby, entrance hall, dan sejenisnya. 2. Pemanfaatan lantai atas di Lingkungan cagar budaya Golongan I untuk kegiatan -kegiatan yang bersifat publik serta dapat diakses oleh umum seperti museum, galeri, fasilitas pendidikan dan budaya, perkantoran, hotel dan hunian terbatas.

3. Pemanfaatan bagian belakang lantai dasar bangunan di Lingkungan cagar budaya Golongan I untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat publik serta dapat diakses oleh umum seperti museum, galeri, fasilitas pendidikan dan budaya, perkantoran, hotel dan hunian terbatas. 4. Pemanfaatan lantai atas di Lingkungan cagar budaya Golongan II untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat semi publik antara lain museum, galeri, fasilitas pendidikan dan budaya, perkantoran, hotel, hunian terbatas dan unit-unit hunian/apartemen. 5. Pemanfaatan lantai atas di Lingkungan cagar budaya Golongan III untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat semi-publik dan private seperti hunian, perkantoran dan pendidikan (lihat gambar 14). Gambar 14 : Peruntukan mikro

Daftar bangunan cagar budaya beserta peruntukannya yang berada di Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua dapat dilihat pada lampiran DAFTAR BANGUNAN CAGAR BUDAYA DAN PERUNTUKANNYA.

3.4. PERUBAHAN DAN PENAMBAHAN BANGUNAN PADA BANGUNAN CAGAR BUDAYA 3.4.1. Perubahan dan Penambahan Bangunan pada Bangunan Cagar Budaya 1. Pada prinsipnya perubahan yang dilakukan terhadap bangunan cagar budaya tidak diperkenankan bila hasilnya akan memberi dampak bagi keaslian tampak bangunan serta hilangnya elemen bangunan penting yang menjadi ciri bangunan cagar budaya. 2. Penambahan atau perluasan bangunan dengan cara menambah bangunan baru diperbolehkan untuk dilakukan dalam persil/tapak bangunan cagar budaya sepanjang tidak mengganggu integritas, skala dan karakter bangunan asli. Penambahan bangunan dapat memenuhi kriteria tersebut apabila: -Letaknya tersembunyi dari sisi depan jalan bangunan eksisting. -Terpisah dengan bangunan asli dengan jarak minimal 3 (tiga) meter dari tampak belakang bangunan asli. -Menghargai bentuk, ukuran, proporsi dan material bangunan asli tanpa harus meniru gaya bangunan asli; -Dirancang dengan gaya sederhana dan tidak mencolok sehingga tidak bersaing dengan bangunan asli. -Perubahan dan penambahan yang dilakukan secara visual tidak tampak atau tidak berpotensi untuk tampak dari sisi jalan dan ketinggiannya tidak melebihi ujung atap bangunan asli.

-Bangunan tambahan dapat dihubungkan dengan bangunan asli dengan selasar, lebar maksimal 3 (tiga meter) dan tidak merusak arsitektur bangunan asli. -Upaya rehabilitasi dan revitalisasi melalui perubahan tata ruang dalam diperbolehkan untuk bangunan golongan B selama tidak merubah struktur yang utuh dengan bangunan utama (sesuai dengan Perda No. 9/ 1999 ps. 20). -Perubahan tata ruang dalam bangunan golongan B tidak berlaku bagi ruang yang harus dilestarikan seperti lobby dan hall utama, serta ruang-ruang lain yang merupakan bagian arsitektur yang penting dari bangunan yang bersangkutan. -Dalam kaitannya dengan kegiatan rehabilitasi bangunan cagar budaya golongan B, Tim Sidang Pemugaran berwenang menentukan ruang-ruang yang harus dilestarikan. -Prosedur kegiatan pemugaran dengan perubahan dan atau penambahan bangunan cagar budaya Golongan B yang dimiliki pemerintah harus diselenggarakan melalui prosedur sayembara terbuka.

3.4.2. Panduan Restorasi dan Pemugaran Bangunan Cagar Budaya 1. Setiap bangunan cagar budaya golongan A, B, dan C yang berada dalam kondisi rusak ringan, rusak sedang maupun rusak berat harus dipugar kembali sesuai dengan golongannya. 2. Ketentuan teknis pelaksanaan pemugaran mengikuti Petunjuk Teknis Rehabilitasi dan Restorasi yang dikeluarkan oleh Dinas Kebudayaan dan Permuseuman tahun 2003. 3. Untuk melindungi aset purbakala yang mungkin ditemukan di Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua, setiap kegiatan pembangunan fisik di kawasan ini, terutama yang berkaitan dengan penggalian di bawah permukaan tanah, harus melibatkan ahli arkeologi dan mendapat persetujuan dari Dinas Kebudayaan dan Permuseuman. 4. Prosedur pelaksanaan pemugaran bangunan cagar budaya dilaksanakan oleh tim ahli yang memiliki kemampuan handal dalam melaksanakan kegiatan pemugaran. 5. Aturan lainnya berkaitan dengan restorasi dan pemugaran bangunan cagar budaya, tercantum dalam tabel dibawah ini: TABEL PANDUAN

GUIDELINES KOTATUA

GUIDELINES KOTATUA

BAB IV BAB IV PANDUAN UNTUK BANGUNAN BUKAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA

Panduan untuk bangunan dibawah ini diberlakukan untuk bangunan-bangunan yang bukan bangunan cagar budaya yang berada di dalam Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua. Lokasi dari kavling-kavling kosong maupun yang berisi bangunan bukan cagar budaya dapat dilihat pada gambar site-plan dari Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua. Kavling-kavling kosong maupun yang berisi bangunan bukan cagar budaya ini dapat dikembangkan dan dibangun dengan mengikuti aturan panduan amplop bangunan.

4.1. PEMANFAATAN BANGUNAN-BANGUNAN BUKAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA Bangunan-bangunan bukan bangunan cagar budaya di Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua sebagian besar berada Lingkungan cagar budaya Golongan III. Peruntukan makronya adalah untuk kegiatan campuran yang dapat berupa hunian apartemen untuk masyarakat golongan menengah ke atas yang bercampur dengan fungsi komersial/kantor/jasa dan pendidikan terbatas seperti pendidikan tinggi dan kursus-kursus. Peruntukan mikronya, khususnya pemanfaatan lantai atas adalah untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat semi-publik dan private seperti hunian, perkantoran, dan pendidikan.

4.2. PANDUAN UNTUK BANGUNAN-BANGUNAN BUKAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA Tujuan dari panduan-panduan dibawah ini adalah untuk memastikan agar bangunan-bangunan baru didalam Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua tetap menghormati karakteristik dari ruang luar atau kawasan cagar budaya disekitarnya, seperti dengan membuat tempat pejalan kaki yang terlindung dan streetscape yang menerus. Bentuk bangunan dapat memberi kontribusi yang positif terhadap tampilan kawasan cagar budaya secara keseluruhan, terutama pada bagian yang secara visual terlihat dari jalan/ruang publik (sesuai ketentuan Perda No. 9/1999). Rancangan bangunan bukan bangunan cagar budaya harus mendapat persetujuan dari Tim Sidang Pemugaran. Bangunan-bangunan bukan bangunan cagar budaya di Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua, terdiri dari bangunan-bangunan yang bersebelahan dan tidak bersebelahan dengan bangunan cagar budaya. Masing-masing tipe bangunan ini memiliki aturan yang berbeda, yang dapat dilihat pada tabel panduan konstruksi dan tata bangunan dibawah ini.

TABEL PANDUAN KONSTRUKSI DAN TATA BANGUNAN

GUIDELINES KOTATUA

GUIDELINES KOTATUA

GUIDELINES KOTATUA

BAB V BAB V PAPAN NAMA DAN PAPAN IKLAN Papan nama dan papan iklan pada bangunan mempunyai beragam fungsi serta memberi karakter kepada bangunan dan lingkungannya. Hal ini juga terjadi pada kawasan cagar budaya. Penggunaan dan fungsi informasi dan reklame disesuaikan serta mencerminkan konteks kawasan sebagai kawasan cagar budaya. Untuk itu papan nama dan papan iklan perlu diatur. Mengatur tanda informasi yang ditujukan bagi pengguna ruang kota melalui pengaturan penggunaan rambu dan papan reklame yang dapat mendukung karakter Zona 2 Kawasan Cagar Budaya Kotatua sebagai kawasan cagar budaya serta mendukung keindahan streetscape.

5.1. PAPAN NAMA DAN PAPAN IKLAN Pada lingkungan cagar budaya terdapat dua macam papan nama dan atau papan iklan yaitu tradisional dan kontemporer.

5.1.1. Papan Nama dan atau Papan Iklan Tradisional Papan nama dan atau papan iklan tradisional biasanya dibuat dari papan kayu yang dicat, atau dari material bangunan utama dan merupakan bagian dari fasade bangunan. Belakangan, papan kayu digantikan dengan bahan metal seperti seng dan sejenisnya. Papan nama dan atau papan iklan tradisional tidak dapat dinyalakan (self-illuminating).

5.1.2. Papan Nama dan atau Papan Iklan Kontemporer Papan nama dan atau papan iklan kontemporer biasanya terbuat dari papan metal atau plastik dengan huruf-huruf atau kata-kata yang dibentuk oleh warna-warna yang kontras. Yang dari plastik dapat dinyalakan (self-illuminating). Papan iklan kontemporer juga dapat berupa banners dari kain yang biasanya digunakan untuk mempublikasikan sebuah acara atau promosi obral.

5.2. PEDOMAN UNTUK PAPAN NAMA DAN PAPAN IKLAN Pedoman untuk Papan Nama dan Papan Iklan

1. Penggunaan papan nama dan papan reklame baru tidak diperkenankan di Lingkungan cagar budaya Golongan I, yaitu disekitar Taman Fatahillah dan Jalan Cengkeh. Papan nama bangunan yang baru cukup berupa plakat/ prasasti yang diletakkan disamping atau dekat dengan pintu utama bangunan, tanpa mengganggu keseluruhan wajah depan bangunan.

2. Papan nama dan papan iklan kontemporer pada bangunan bukan bangunan cagar budaya diluar Lingkungan cagar budaya Golongan I, yaitu diluar lingkungan Taman Fatahillah dan Jalan Cengkeh, dirancang agar tidak mengganggu bangunan cagar budaya. 3. Penggunaan papan reklame yang berdiri sendiri atau terlepas dari bangunan tidak diizinkan didalam kawasan cagar budaya ini. 4. Para pemilik bangunan cagar budaya dianjurkan untuk mempertahankan papan nama dan atau papan iklan tradisional, terutama yang dibuat dari material bahan bangunan dan merupakan bagian dari fasade bangunan asli, misalnya yang terdapat di dinding, dinding atas (frieze, gable wall, dll), kolom, balok, dan segala dekorasinya. Penghilangan dari papan nama dan atau papan iklan tradisional yang merupakan bagian dari fasade bangunan pada bangunan cagar budaya, terutama yang menunjukkan kapan bangunan didirikan / selesai dibangun tidak diizinkan. 5. Papan nama dan atau papan iklan baru pada bangunan cagar budaya dibuat secara terpisah namun terintegrasi dengan arsitektur bangunan. Seluruh rambu, papan nama dan papan reklame kontemporer di Lingkungan cagar budaya Golongan II dan III, diharuskan: terkendali dalam hal rancangan, tidak boleh diletakkan pada atap bangunan, dan menggunakan standart tinggi dalam hal material, konstruksi serta rancangan grafis.

GUIDELINES KOTATUA

BAB VI BAB VI LAMPIRAN

Lampiran I Daftar bangunan cagar budaya dan peruntukannya LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA GOLONGAN I

1 2 34 6 5 78 9 10 GUIDELINES KOTATUA

GUIDELINES KOTATUA

GUIDELINES KOTATUA

LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA GOLONGAN II

77 5455 76 75

74 73

48

49

50

51

52

53

72 71

66s/d70

65

64 63 62 60615958

57

56

20 21 22 23 24 25 26 2728 444342 33 29s/d 32 34 35 36 11 37 38 394041 45 12 13 14 15 18s/d 19 46 47

GUIDELINES KOTATUA

GUIDELINES KOTATUA

GUIDELINES KOTATUA

GUIDELINES KOTATUA

GUIDELINES KOTATUA

GUIDELINES KOTATUA

GUIDELINES KOTATUA

GUIDELINES KOTATUA

GUIDELINES KOTATUA

GUIDELINES KOTATUA

GUIDELINES KOTATUA

GUIDELINES KOTATUA

GUIDELINES KOTATUA

LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA GOLONGAN III 78 79 80 83 84 85 86 82 8187 78 79 80 83 84 85 86 82 8187 GUIDELINES KOTATUA

GUIDELINES KOTATUA

GUIDELINES KOTATUA

Lampiran II -Gambar-gambar

Gambar lampiran 1

Gambar lampiran 3

Gambar lampiran 2 Gambar lampiran 4

GUIDELINES KOTATUA

TIM PENYUSUN TIM PENYUSUN PENYUSUN

Ir. Teguh Utomo Atmoko, MURP Ir. Evawani Ellisa, M.Eng., Ph.D. Prof. Dr. Ir. Yulianto Sumalyo Kemas Ridwan Kurniawan, ST., MSc., Ph.D. Prof. Dr. R.Z. Leirizza Prof. Dr. Anna Erliyana, SH, M.H. Ir. Azrar Hadi, Ph.D. Ir. Alvinsyah, MSE Rita Erna, SH Erik Tampubolon, SH

TIM SURVEY DAN GAMBAR

Yosua Raja Sianipar M, S. Ars Widyanto Hartono Thenearto, S.Ars

M. Nagib Ainulia Paramita, S.Ars Saptama PENASEHAT AHLI

Prof. Adolf Heuken S. J. Ir. Noersaijidi M. Koesoemo Prof. Dr. Ir. Danisworo Prof. Gunawan Tjahjono, M.Arch., Ph.D. Prof. Dr. Mundardjito Dr. Ark. Djauhari Sumintardja, Dpl Bldg, Sc, Ph.D.hc Ir. Budi Sukada, Dpl Grand Hons Ir. Rai Pratadaya Ir. Arya Abieta Ir. Indrajit Ir. Wastu Pragantha Ir. B. Eryudhawan Grace Pamungkas, ST Ir. Susilojono Ir. Indro Kusumo Wardono

KONTRIBUTOR

Dr. Ir. Yandi Andri Yatmo Dr. Ir. Laksmi Siregar, MS Ir. Siti Handjarinto, MSc Ir. Wijayanti Faiza Jamal, ST Miranda Indriani Indra, SSn Galih Gamal, ST

GUIDELINES KOTATUA