Guideline Hematuria AUA

download Guideline Hematuria AUA

of 25

description

guideline

Transcript of Guideline Hematuria AUA

Diagnosis, Evaluasi, dan Follow Up Asimtomatis Mikrohematuria pada Dewasa: Pedoman AUARodney Davis, J. Stephen Jones, Daniel A. Barocas, Eric P. Castle, Erik K. Lang, Raymond J. Leveille, Edward M. Messing, Scott D. Miller, Andrew C. Peterson, Thomas M.T. Turk, William WeitzelTujuan: Tujuan pedoman ini adalah untuk menentukan diagnosis, evaluasi dan follow up pada kasus asimtomatik hematuria.PEDOMAN1. Asimtomatik mikrohematuria (AMH) didefinisikan sebagai adanya 3 atau lebih Sel Darah Merah (SDM) per Lapang Pandang Besar (LPB) pada spesimen urine tanpa adanya penyebab ringan yang jelas. Uji dipstik yang positif tidak menggambarkan adanya AMH dan evaluasi harus dilakukan melalui uji mikroskopik sedimen urine. 2. Pemeriksaan AMH harus mencakup ketelitian dalam anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium untuk menyingkirkan penyebab ringan AMH seperti infeksi, menstruasi, latihan fisik berat, penyakit ginjal, infeksi virus, trauma, atau karena tindakan urologis.

3. Jika penyebab ringan AMH sudah disingkirkan, adanya AMH harus segera dilakukan evaluasi urologis.4. Pada pemeriksaan awal, dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal (GFR, Kreatinin, BUN) karena penyakit intrinsik renal dapat berimplikasi untuk risiko pada ginjal selama evaluasi dan penanganan pasien dengan AMH.

5. Terdapatnya SDM dismorfis, proteinuria, sel cast, dan atau insufisiensi renal, atau indikator klinis lain yang mencurigakan pada penyakit parenkim ginjal diperlukan pemeriksaan nefrologis namun tidak menghalangi kebutuhan untuk dilakukan pemeriksaan urologis.6. Mikrohematuri yang terjadi pada pasien yang mengkonsumsi antikoagulan memerlukan evaluasi urologis dan nefrologis terlepas dari jenis atau tingkatan terapi antikoagulan tersebut.

7. Untuk evaluasi urologis dari AMH, sistoskopi harus dilakukan pada semua pasien yang berusia diatas 35 tahun.

8. Pada pasien dengan usia dibawah 35 tahun, sistoskopi dapat dilakukan dengan pertimbangan dokter.

9. Sistoskopi harus dilakukan pada semua pasien yang terdapat faktor risiko keganasan saluran kemih (misalnya gejala iritatif, riwayat merokok, atau paparan kimia) tanpa memandang usia.

10. Evaluasi awal untuk AMH harus mencakup pemeriksaan radiologis. Multi-phasic CT Urografi dengan atau tanpa kontras cukup untuk mengevaluasi parenkim ginjal untuk menyingkirkan massa ginjal, dan fase ekskresi untuk mengevaluasi urotelium pada saluran atas, pemeriksaan ini merupakan prosedur pilihan karena memiliki sensitifitas dan spesifisitas tertinggi untuk pencitraan saluran atas.11. Pada pasien dengan kontraindikasi relatif atau absolut penggunaan Multi-phasic CT (seperti insufisiensi ginjal, alergi kontras, kehamilan), maka digunakan MRU (Magnetic Resonance Urografi) tanpa atau dengan kontras sebagai pemeriksaan alternatif yang dapat diterima.

12. Untuk pasien dengan kontraindikasi relatif atau absolut penggunaan Multi-phasic CT (seperti insufisiensi ginjal, alergi kontras dan kehamilan), dimana dibutuhkan pengumpulan data, dapat dilakukan pemeriksaan MRU dan Pyelografi Retrograd (PGR) untuk memberikan evaluasi alternatif seluruh saluran bagian atas.

13. Untuk pasien dengan kontraindikasi relatif atau absolut penggunaan Multi-phasic CT (seperti insufisiensi ginjal, alergi kontras dan kehamilan) dan MRI (adanya logam dalam tubuh) dimana dibutuhkan pengumpulan data, dilakukan kombinasi pemeriksaan CT-Scan non kontras atau USG Ginjal dengan PGR untuk memberikan evaluasi alternatif seluruh saluran bagian atas.

14. Pemeriksaan sitologi dan biomarker urine (NMP-22, BTA-Stat dan UroVision FISH) tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin pada evaluasi AMH.

15. Pada pasien dengan persisten mikrohematuria diikuti dengan hasil negatif pada follow up selanjutnya, atau pada pasien yang memiliki faktor risiko karsinoma insitu (gejala iritatif berkemih, merokok atau riwayat merokok, paparan kimia) pemeriksaan sitologi mungkin berguna.

16. Blue Light Cystoscopy tidak boleh digunakan dalam evaluasi pasien dengan AMH.

17. Jika seorang pasien dengan riwayat AMH persisten memiliki dua hasil analisis urinalisa yang negatif berturut-turut (Sekali dalam setahun selama dua tahun dari waktu evaluasi awal atau lebih) maka tidak perlu dilakukan urinalisis lanjut untuk evaluasi AMH.18. Pada AMH persisten dengan pemeriksaan urologis yang negatif, urinalisis tahunan harus dilakukan.

19. Pada AMH persisten atau berulang dengan pemeriksaan urologis yang negatif, pengulangan evaluasi dalam waktu tiga sampai lima tahun harus dipertimbangkan.

Asimtomatik Mikrohematuria

Pendahuluan

Tujuan

Tujuan pedoman ini adalah untuk memberikan arahan kepada klinisi dan pasien tentang bagaimana mendiagnosis dan follow up pasien dengan Asimtomatik Mikrohematuria (AMH). Langkah yang diberikan dalam pedoman ini berasal dari beberapa evidence-based dan konsensus. Pedoman ini merupakan langkah klinis dan tidak dimaksudkan untuk diinterpretasikan secara tetap. Pendekatan paling efektif pada beberapa pasien tertentu lebih baik ditentukan berdasarkan masingmasing dokter dan pasien. Sebagai ilmu yang secara relevan berkembang tentang AMH, langkah yang disajikan dalam pedoman ini akan memerlukan amandemen agar tetap konsisten dengan standar tertinggi perawatan klinis.Definisi

Mikrohematuri didefinisikan sebagai terdapatnya 3 atau lebih sel darah merah (SDM) per lapang pandang besar (LPB) pada pemeriksaan mikroskopik dalam satu kali pengambilan sampel, urinalisis tidak terkontaminasi tanpa adanya infeksi yang dikombinasikan dengan urinalisis mikroskopik dan dipstik diluar adanya kelainan seperti piuria, bakteriuria, dan kontaminan lain. Penyebab ringan seperti menstruasi, latihan fisik berat, infeksi virus, trauma dan infeksi dikecualikan.

Prevalensi

Populasi mikrohematuria bervariasi bergantung pada usia, jenis kelamin, banyaknya uji pemeriksaan, batasan pemeriksaan untuk mendefinisikan hematuria, dan karakteristik kelompok penelitian, seperti adanya faktor riwayat merokok. Angka kejadian mikrohematuria menggunakan pemeriksaan mikroskopik dan dipstik pada 80.000 individual sehat antara 2,4-31,1% dengan rerata tertinggi pada lakilaki diatas usia 60 tahun dan pada lakilaki dengan riwayat merokok. Rerata tinggi juga didapatkan pada sampel dengan tes berulang.Penyebab

Penyebab dari mikrohematuria adalah adanya masalah urologis atau nefrologis. Masalah paling sering adalah BPH, infeksi, dan batu saluran kemih. Hanya beberapa literatur yang menghubungkan adanya mikrohematuri dengan keganasan saluran kemih. Temuan dari 17 skrining yang dilakukan terdapat kejadian keganasan saluran kemih mendekati 2,6%. Kejadian pada masing masing penelitian berkisar antara 0% - 25,8%. Terdapat tiga puluh dua penelitian mendapatkan hasil dari pemeriksaan awal dan follow up dengan kejadian keganasan keseluruhan 4%. Kejadian pada masing masing penelitian antara 0% - 9,3%. Delapan penelitian pada pasien dengan AMH yang dilakukan pemeriksaan tidak didapatkan hasil diagnosis, yang kemudian dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, kejadian keganasan keseluruhan kelompok ini adalah 2,8%. Faktor risiko tersering untuk keganasan pada saluran kemih terdapat pada tabel 1. Adanya sel cast pada urin, protein dan/atau sel darah merah dismorfik dicurigai adanya penyebab renal pada AMH. Nefropati dan Nefritis adalah penyebab tersering dari mikrohematuria pada kelompok ini yang kemungkinan disebabkan proses imunologis, infeksi atau karena obat-obatan. Beberapa penelitian melaporkan tingginya kejadian penyakit nefrologis pada beberapa pasien, termasuk pasien dengan persisten AMH, dan pasien yang dikirim untuk pemeriksaan lanjut nefrologi. Perlu diingat bahwa kebanyakan pasien akhirnya didiagnosis terdapat penyakit ginjal memiliki usia lebih muda dari 40 tahun.Tabel 1:

Faktor Risiko Keganasan Tersering pada Pasien dengan Mikrohematuria

Laki Laki

Usia (>35 tahun)

Merokok atau riwayat merokok

Paparan kerja terhadap kimia atau pewarna (Benzena atau Aromatic amine)

Penyalahgunaan Analgesic

Riwayat Gross Hematuria

Riwayat kelainan urologi

Riwayat gejala iritiatif berkemih

Riwayat iradiasi pelvis

Riwayat infeksi saluran kemih kronis

Riwayat paparan agen karsinogen atau kemoterapi seperti agen alkylasi

Riwayat adanya benda asing dalam saluran kemih yang lama

Evolusi Teknologi PencitraanPada versi sebelumnya dari dokumen ini, Urografi Intravena (IVU) diakui sebagai modalitas pencitraan andalan untuk evaluasi saluran kemih karena ketersediaan alatnya yang mudah. Pada dokumen sebelumnya tercatat bahwa bagaimanapun penggunaan IVU memiliki keterbatasan dalam mendeteksi massa ginjal berukuran kecil serta tidak dapat membedakan massa solid dan kistik sehingga dibutuhkan pemeriksaan USG, CT atau MRI untuk mengetahui lesi sepenuhnya. Karena alasan tersebut pasien yang memiliki faktor risiko serius, direkomendasikan penggunaan CT-Urografi. Satu dekade kemudian, para ahli mendiskusikan isu mengenai evaluasi pendekatan pada pasien AMH dengan tujuan identifikasi langkah pencitraan untuk mendapatkan kepastian diagnostik tanpa perlu prosedur pencitraan tambahan untuk memperingan biaya. USG dan IVU menghasilkan identifikasi morfologi pada ginjal dan sistem kolektivus, meskipun adanya massa dapat ditegakkan dengan akurat, cara ini tidak dapat memberikan karakter jaringan yang baik, sehingga metode ini masih memerlukan pencitraan tambahan. Masalah ini dapat dihindari dengan penggunaan CT-Urografi dan MR-Urografi. CT-Urografi memberikan gambaran rinci antomi dan saluran kemih. MR-Urografi meskipun memberikan detail anatomi lebih rendah namun terdapat keuntungan menghindari penggunaan radiasi. Keduanya memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dibandingkan dengan USG dan IVU dalam deteksi kondisi urologi. Para ahli menekankan penggunaan modalitas ini untuk penegakan diagnosis. Namun penggunaan pencitraan tergantung pada keputusan dokter yang mengetahui riwayat penyakit pasien. Para ahli juga menyadari bahwa pasien dengan kontraindikasi CT/MRI, kombinasi USG dan Pyelografi Retrograde dapat menjadi pemeriksaan pencitraan yang optimal.Diagnosis dan Pemeriksaan LanjutPengambilan Sampel

Pada kebanyakan evaluasi awal, pengambilan urin mid-stream cukup untuk digunakan. Pasien harus diinstruksikan membuang 10mL urin awal untuk kemudian diambil urin-midstream. Jika terdapat banyak sel skuamosa dalam sampel maka perlu dipertimbangkan untuk dilakukan pengmabilan ulang atau kateterisasi.Pasien Pria: Spesimen urin mid-stream kecuali pada pasien yang tidak dapat berkemih. Spesimen kemudian diletakkan dalam pot. Pada pria yang tidak disunat, prepusium harus ditarik dahulu untuk menghindari kontaminasi

Pasien Wanita: Spesimen urin mid-stream harus menjadi metode utama kecuali pada keadaan kontaminasi berulang atau sulit berkemih. Pasien diinstruksikan untuk membuka labia untuk membersihkan uretra sebelum berkemih dan menghindari kontaminasi introital.

Pada beberapa pasien, kateterisasi mungkin diperlukan untuk mendapatkan spesimen yang baik. Termasuk pada wanita obesitas, dan pasien dengan saluran kemih yang tidak utuh. Kateter foley, kateter suprapubik atau kateterisasi intermitten. Wanita yang sedang menstruasi harus mengulang evaluasi setelah menstruasi atau menggunakan kateterisasi untuk mengumpulkan spesimen urin.

Spesimen: Pot Spesimen diberi label sesuai protokol institusi dan dianalisis sesuai standar laboratorium. Cara pengambilan, tanggal dan jam harus dicantumkan dalam label.

Teknik Mikroskopik: 10 mL Aliquots dari spesimen urin mid-stream harus disentrifugasi pada tabung 15 ml, 2.000 putaran per menit selama 10 menit (atau 3.000 putaran per menit selama 5 menit) segera setelah pengumpulan sampel. Supernatan harus dituangkan, dan sedimen di suspensi dalam 0,3 ml supernatan atau saline, ditempatkan diatas slide mikroskopik 75mm x 25 mm. Dan ditutup dengan cover slip 22 mm x 22 mm. Setidaknya 10 20 lapang pandang harus diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 400x. Tiga atau lebih sel darah merah per-bidang dianggap spesimen positif.Spesimen urin yang tidak segera diperiksa atau setelah aktivitas fisik berat atau setelah aktivitas seksual tidak dapat diperiksa untuk evaluasi hematuria. Harus diingat pula bahwa pada urin yang encer (60 tahun). Tiga puluh dua penelitian melakukan pemeriksaan pada 9.206 pasien AMH terdiagnosa adanya keganasan saluran kemih sebanyak 4%. Angka kejadian pada individu antara 0-9,3%. Delapan penelitian melaporkan 1.475 pasien yang pada pemeriksaan awal tidak terdiagnosis kemudian dikirimkan untuk pemeriksaan spesialistik lanjut yang lebih rinci pada akhirnya didapatkan 41 pasien terdiagnosa keganasan pada saluran kemih dengan rerata 2,8%. Selain itu terdapat kondisi lain yang ditemukan dari manfaat pemeriksaan lanjut ini. Sebagai contoh, Rerata adanya batu saluran kemih berkisar antara 1,4-25,6% dengan angka kejadian sebanyak 5%. Rerata adanya BPH berkisar antara 5 SDM/LPB setidaknya dua kali pengambilan dalam dua tahun. Dari 69 pasien dalam kelompok antikoagulan, 32 pasien termanifestasi AMH (46,4%); 11 dari 30 kontrol terdapat AMH (36,7%). Diantara 32 pasien antikoagulan dengan AMH, salah satu terdapat diagnosis kanker ginjal dan kanker kandung kemih. Diantara 11 pasien kontrol dengan AMH, salah satunya terdapat kanker kandung kemih. Ketika data dianalisis untuk menghitung berbagai tingkatan terapi antikoagulan pada seluruh pasien dari waktu ke waktu, tidak ada perbedaan dalam jumlah episode mikrohematuria antara kelompok antikoagulan dengan kontrol sehingga tidak ada hubungan bermakna antara tingkat terapi antikoagulasi dengan episode mikrohematuria. Pernyataan ini menunjukkan bahwa pemeriksaan lanjut untuk kelainan pada saluran kemih dan nefrologis diindikasikan pada pasien dengan terapi antikoagulan seperti warfarin, antiplatelet, aspirin dan heparin serta derivatnya.Pedoman 7

Untuk evaluasi urologis dari AMH, sistoskopi harus dilakukan pada semua pasien yang berusia diatas 35 tahun. - RekomendasiDiskusi (Kekuatan Bukti Grade C Manfaat lebih besar dari beban/risiko): Bukti ulasan pada pedoman 3 mendukung pernyataan ini. Diantara 98 orang pasien yang terdiagnosis keganasan saluran kemih, 95 orang (97%) berusia lebih dari 35 tahun. Diantara 409 pasien yang terdiagnosis keganasan saluran kemih, 406 (99,3%) berusia lebih tua dari 35 tahun. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa sistoskopi seharusnya dilakukan pada usia >35 tahun. Risiko infeksi yang diakibatkan dari sistoskopi rendah dan Best Practice Policy Statement on Urologic Surgery Antimicrobial Prophylaxis (2008) lebih detil merekomendasikan penggunaan antibiotik rutin untuk tindakan sistoskopi rutin.Pedoman 8

Pada pasien dengan usia dibawah 35 tahun, sistoskopi dapat dilakukan dengan pertimbangan dokter. Pilihan Diskusi (Kekuatan Bukti Grade C Manfaat lebih besar dari beban/risiko): Probabilitas adanya keganasan pada saluran kemih pada individu berusia dibawah 35 tahun sangat rendah. Dalam ulasan literatur yang mendukung pedoman 1 dan 4, sekitar 1,2% pasien (6 dari 504) terdiagnosis dengan keganasan saluran kemih dengan usia dibawah 35 tahun. Pada pasien dengan usia lebih muda, keputusan sistoskopi harus didasarkan pada anamnesa dan indikator klinis fisik dan pemeriksaan lainnya.Pedoman 9

Sistoskopi harus dilakukan pada semua pasien dengan faktor risiko keganasan saluran kemih (seperti gejala iritatif, riwayat merokok, atau paparan kimia) tanpa memandang usia. Prinsip klinisDiskusi: Faktor risiko yang dapat diterima untuk pertimbangan melakukan sistoskopi untuk penyakit saluran kemih yang mendasari adalah termasuk riwayat merokok, radiasi pada bagian pelvis, agen kemoterapi seperti siklofosfamid, dan paparan terhadap bahaya kerja seperti pewarna, benzena dan bahan aromatik. Semua pasien dengan faktor risiko tersebut harus di sistoskopi terlepas dari usia pasien tersebut.Pedoman 10

Evaluasi awal untuk AMH harus mencakup pemeriksaan radiologis. Multi-phasic CT Urografi dengan atau tanpa kontras cukup untuk mengevaluasi parenkim ginjal untuk menyingkirkan massa ginjal, dan fase ekskresi untuk mengevaluasi urotelium pada saluran atas, pemeriksaan ini merupakan prosedur pilihan karena memiliki sensitifitas dan spesifisitas tertinggi untuk pencitraan saluran atas. - RekomendasiDiskusi (Kekuatan Bukti Grade C Manfaat lebih besar dari beban/risiko): Pemeriksaan radiologi yang ideal pada AMH harus memiliki risiko minimal dalam menyajikan diagnosis yang sesuai pada sekali pertemuan untuk identifikasi penyakit yang membutuhkan penanganan dan atau tindak lanjut atau rujukan dan untuk menyingkirkan penyakit langka yang serius tanpa melakukan Scan berulang atau pemeriksaan tambahan lain. Langkah pencitraan ini memaksimalkan kepastian bagi dokter dan pasien mengenai faktor penyebab AMH pada waktu yang tepat sekaligus menginformasikan rencana pengobatan. Literatur menunjukkan bahwa 90%). Multi-detektor CT muncul untuk menyajikan informasi pencitraan yang lebih optimal. Secara khusus, teknologi MDCT memungkinkan tingkat perekaman yang lebih cepat dibandingkan CT Single detector. Dengan demikian, didefinisikan berbagai tahapan kontras yang lebih baik tanpa artefak yang disebabkan oleh fase tumpang tindih. Empat tahap yang berbeda adalah tujuannya: 1) fase pre-enhancement untuk menentukan densitas dasar seperti batu, hematoma, atau struktur lemak; 2) fase arteri mengidentifikasi neoplasma atau inflamatori neovaskular; 3) fase kortiko medula atau parenkim mengidentifikasi perubahan parenkim ginjal dan kerusakan berkelanjutan; dan 4) fase ekskresi menunjukkan sistim kolektivus ureter dan kandung kemih serta kelainan yang mempengaruhi urotelium tersebut.CT-Urogram dapat dihasilkan dari detektor tunggal atau MDCT dengan menambahkan 3D rekonstruksi fase ekskresi, dan sangat berguna untuk menilai kelainan urotelial ureter. Untuk meminimalkan paparan radiasi dari pasien, tabung X-Ray tegangan rendah, arus tinggi pemaparan (mAs), dan pengaturan Adaptive Statistical Iterative Reconstruction Algorithm (ASIR). Pembatasan lapang pandang dan perlindungan pada tiroid dan sternum direkomendasikan. Harus dipahami bahwa CT-U memberikan definisi dan morfologi yang rinci dibandingkan dengan MR-U. Para ahli mencatat bahwa pada pasien yang lebih muda fase urotelial saluran atas mungkin tidak diperlukan. Keputusan ini lebih baik dibuat oleh dokter yang merawat. Selain itu, penggunaan bahan kontras IV merupakan kontraindikasi pada beberapa pasien dengan gangguan fungsi ginjal, dan pemeriksaan pencitraan alternatif lain mungkin lebih tepat.

Penggunaan iodinasi kontras merupakan penyebab tersering gagal ginjal akut, terutama pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal berat. Risiko reaksi kontras berat menggunakan kriteria American College of Radiology (ACR) sangat rendah. ACR mendefinisikan sebagai alergi ringan (tidak ada pengobatan yang diperlukan selain antihistamin), sedang (memerlukan perawatan menggunakan obat tambahan dan pengawasan ketat) atau berat (reaksi yang mengancam jiwa yang membutuhkan perawatan segera, mungkin rawat inap). Dalam review dari 18 penelitian, yang melaporkan hasil untuk 261.657 pasien. Hanya empat kematian dilaporkan dan hanya 38 reaksi berat lainnya terjadi. Reaksi ringan dan sedang yang umum mulai dari 0% sampai 50,8%.

Untuk beberapa pilihan melaporkan bahwa mungkin mengurangi risiko nefropati kontras, seperti pemberian N-Asetil Sistein, nefrologis mungkin berguna dalam menimbang pilihan. Mengidentifikasi langkah yang dapat meminimalisir risiko serta dalam memberi masukan yang dapat membantu dengan pemilihan modalitas pencitraan. Tingkat disfungsi ginjal sebaiknya ditentukan dari perkiraan GFR, dibandingkan menggunakan BUN dan Creatinin. Diantara langkah yang tersedia, hidrasi baik intravena maupun per-oral direkomendasikan untuk mengurangi risiko kontras pada pasien dengan insufisiensi ginjal.Riwayat penyakit pasien harus didapatkan dari semua pasien berkaitan dengan administrasi kontras dan potensial reaksi alergi. Para ahli juga menunjukkan bahwa pertimbangan pemberian premedikasi dengan steroid diberikan pada pasien dengan riwayat reaksi kontras. Salah satu protokol yang berlaku umum untuk profilaksis kortikosteroid terdiri dari prednisolon 30 mg oral diberikan dalam 12 jam dan 2 jam sebelum media kontras diberikan. Cara alternatif lainnya adalah prednisolon 30 mg 24 jam dan 6 jam diberikan sebelum paparan kontras. Kortikosteroid tidak efektif jika dosis awal diberikan kurang dari 6 jam sebelum pemberian kontras. Pada pasien dengan fungsi ginjal yang menurun yang ditentukan berdasarkan GFR, pra-hidrasi dengan 1000ml Dekstrosa 5% harus dipertimbangkan. Selain itu peralatan resusitasi dan obat obatan harus tersedia.

Kurang Optimalnya Langkah Pencitraan.Pada akhirnya pemilihan langkah pencitraan dikembalikan kepada dokter yang memahami riwayat pasien, dan sumber daya yang tersedia dalam praktik klinis. Prioritas para ahli dalam memilih pemeriksaan pencitraan adalah multifasik CT-U untuk memaksimalkan kepastian diagnosis dan tindakan klinis yang cepat bila diperlukan, untuk meminimalkan beban pasien mengani kecemasan akan kepastian diagnosis dan kepastian untuk pemeriksaan tambahan selanjutnya. Para ahli menyadari bahwa USG baik dilakukan sendiri atau dengan kombinasi IVU secara luas digunakan dalam praktik klinis dan direkomendasikan oleh pedoman lainnya. Penggunaan USG saja atau dalam kombinasi dengan IVU adalah alternatif pilihan namun kurang optimal untuk pencitraan karena teknik ini tidak andal menghasilkan kepastian diagnosis. Karena hasil temuan indeterminan masih memerlukan pemeriksaan tambahan dan dengan masalah yang lebih serius atau perlu tindakan langsung mungkin dapat terlewatkan keseluruhannya. Menginterpretasikan USG dan IVU sangatlah rumit berdasarkan fakta bahwa karakteristik sangat bervariasi di seluruh studi, fokus sensitivitas dan spesifisitas diagnostik yang dihitung juga bervariasi (misal, batu, keganasan, hanya lesi kandung kemih, hanya lesi saluran kemih bagian atas, dll). Nilai sensitivitas sangat bervariasi, menunjukkan hasil yang tidak konsisten sehingga terdapat nilai negatif palsu yang relevan secara klinik dengan kesalahan diagnosis. Beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa USG memiliki sensitivitas yang buruk untuk identifikasi massa ginjal kecil. Beberapa penelitian juga melaporkan tentang pemeriksaan IVU yang memiliki sensitivitas lebih kecil (60%) dibandingkan dengan MDCT (100%) untuk mengidentifikasi keganasan ginjal. Tinjauan sistematis baru baru ini dan meta analisis mengkonfirmasi karakteristik pencitraan lebih baik pada CT-U dibandingkan dengan IVU, berbagai laporan dikumpulkan dengan sensitivitas CT-U mencapai 96% dan untuk spesifisitas 99%. Para ahli menyimpulkan bahwa penggunaan USG dengan atau tanpa IVU terlalu berisiko dalam misdiagnosis. Meskipun temuan serius jarang terjadi pada pasien AMH, terutama pada pasien yang lebih muda dan pasien AMH tanpa faktor risiko, mereka tetap membutuhkan respon klinis yang cepat. Oleh karena itu, para ahli menilai bahwa penggunaan modalitas ini adalah suatu alternatif namun kurang dalam memberikan gambaran hasil pencitraan.Pedoman 11

Pada pasien dengan kontraindikasi relatif atau absolut penggunaan Multi-phasic CT seperti (insufisiensi ginjal, alergi kontras, kehamilan) digunakan MRU (Magnetic Resonance Urografi) tanpa atau dengan kontras sebagai pemeriksaan alternatif yang dapat diterima. - PilihanDiskusi (Kekuatan Bukti Grade C Manfaat lebih besar dari beban/risiko): Pada pasien dengan insufisiensi ginjal atau riwayat alergi kontras atau pada pasien hamil, MRU merupakan suatu pemeriksaan imaging alternatif. Perlu diingat bahwa meskipun ada keuntungan keamanan penggunaan MRU pada pasien dengan kontraindikasi terhadap multiphasic CT-U, peran MRU dalam pemeriksaan lanjutan pasien dengan AMH masih belum jelas mengingat kurangnya literatur dalam bidang ini, akses terhadap MRU dengan kualitas tinggi yang masih bervariasi dan kurangnya standarisasi protokol. Kemudian meskipun sensitifitas dan spesifisitas terhadap parenkim ginjal MRU cukup tinggi, fungsinya dalam memvisualisasikan detail sistem pengumpul (kolektivus) juga tidak tentu. Namun, MRU dapat memberikan kepastian diagnostik yang relatif terhadap beberapa penyebab AMH, misalnya akurasi dalam identifikasi adanya obstruksi renal seperti pada pencitraan CT-U. Pada wanita hamil MRU dapat menunjukkan dilatasi dari ureter pada uropati obstruktif karena batu saluran kemih tanpa menggunakan kontras intravena. Sensitifitas dalam menentukan lesi ginjal dilaporkan lebih dari 90%. Dengan penggunaan gadolinium, sensitifitas untuk keganasan saluran kemih bagian atas dilaporkan tinggi (>80%). Risiko reaksi terhadap kontras gadolinium (sistemik fibrosis neurogenik) pada pasien dengan insufisiensi ginjal tidak pasti tapi dapat menjadi berat pada pasien dengan insufisiensi ginjal berat. Jika fungsi ginjal abnormal, dokter harus memikirkan risiko penggunaan gadolinium. Oleh karena itu, pernyataan ini menilai bahwa penggunaan MRU merupakan strategi dalam pencitraan alternatif yang dapat memberikan kepastian diagnostik yang relatif tinggi pada pasien yang tidak dapat menjalani CT-U. Seperti pada semua pengambilan keputusan untuk imaging, keputusan sebaiknya diambil oleh dokter yang mengerti betul masing masing riwayat penyakit pada pasien, kondisi klinis serta tersedianya jenis pencitraan.Pedoman 12

Untuk pasien dengan kontraindikasi relatif atau absolut penggunaan Multi-phasic CT seperti (insufisiensi ginjal, alergi kontras dan kehamilan) dimana dibutuhkan pengumpulan data, dapat dilakukan pemeriksaan MRU dan Pyelografi Retrogard (PGR) untuk memberikan evaluasi alternatif seluruh saluran bagian atas. Pendapat AhliDiskusi: Pielografi retrogard merupakan cara yang aman untuk mengevaluasi urotelium terhadap filling defect, obstruksi, atau kelainan pada pasien yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan CT-U atau MR-U. Meskipun tindakan ini invasif, PGR memerlukan konfirmasi diagnostik radiologi, serta konfirmasi dibutuhkannya uretero-renoscopy atau sampling pada saluran kemih bagian atas. Kombinasi PGR dan MRI dapat memberikan evaluasi yang cukup pada saluran kemih bagian atas untuk mengambil keputusan klinis pada pasien yang tidak dapat dilakukan CT-U atau MR-U. Pada akhirnya, keputusan untuk melakukan pemeriksaan imaging pada pasien berisiko tinggi, sebaiknya dibuat oleh dokter yang telah mengetahui dengan baik riwayat penyakit pasien, kondisi klinis pasien dan ketersediaan alat pencitraan. Pada beberapa keadaan, non-kontras CT atau USG ginjal dengan kombinasi PGR dapat memberikan informasi yang cukup untuk memandu perawatan dan juga menjadi pilihan terbaik pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang juga memiliki kontraindikasi terhadap MRI (misal, penggunaan Pacemaker).Pedoman 13Untuk pasien dengan kontraindikasi relatif atau absolut penggunaan Multi-phasic CT seperti (insufisiensi ginjal, alergi kontras dan kehamilan) dan MRI (adanya logam dalam tubuh) dimana dibutuhkan pengumpulan data, dilakukan pemeriksaan CT-Scan non kontras atau USG Ginjal dengan Pyelografi Retrogard (PGR) untuk memberikan evaluasi alternatif seluruh saluran bagian atas. Pendapat AhliDiskusi: Beberapa pasien dengan kontraindikasi CT-U, MR-U dan MRI, menggabungkan CT-Scan Non-kontras atau Ultrasonografi dengan PRG dapat memberikan gambaran evaluasi alternatif pada saluran kemih atas. Beberapa ahli mencatat bahwa CT-Nonkontras akan memberikan informasi lebih lanjut dan menentukan diagnosis lebih baik dari USG. Untuk pasien tertentu seperti wanita hamil, hanya Ultrasonografi dengan kombinasi Pielografi Retrogard harus digunakan.Pertimbangan khusus untuk wanita hamil

Pasien wanita hamil dengan AMH memerlukan pertimbangan khusus. Mayoritas kasus AMH berhubungan dengan kondisi yang tidak mengancam jiwa. Dan kurang dari 5% berhubungan dengan keganasan. Kejadian AMH pada wanita hamil dan tidak hamil sama (sekitar 4%). Penelitian Brown menjelaskan wanita dengan atau tanpa AMH dalam kehamilan memiliki berat lahir dan usia gestasi yang sesuai saat melahirkan, dan angka kejadian yang sama pada hipertensi gestasional dan preeklampsia. Diketahui sebelumnya bahwa angka keganasan pada kelompok risiko rendah (50 tahun pada pemeriksaan awal yang menjalani evaluasi lengkap (misal, sitologi, IVU atau CT, cystoscopy) dan tidak terdapat kanker kandung kemih diikuti selama 14 tahun. Dua pasien akhirnya terdeteksi adanya kanker kandung kemih masing masing 6,7 tahun dan 11,4 tahun setelah hasil evaluasi negatif untuk tingkat keganasan 35 tahun, riwayat merokok, sejarah iradiasi panggul, paparan siklofosfamid atau agen karsinogenik lainnya, dan paparan bahan kimia seperti pewarna, benzena atau aromatik. Tindak lanjut pada pasien dengan risiko tinggi ini bahkan lebih penting karena MH mungkin mendahului diagnosis kanker kandung kemih dalam beberapa tahun.Pedoman 19

Untuk AMH persisten atau berulang dengan pemeriksaan urologis yang negatif, pengulangan evaluasi dalam waktu tiga sampai lima tahun harus dipertimbangkan. Pendapat AhliDiskusi: Tidak ada sumber patologis pada MH yang ditemukan di beberapa penelitian (37,3 80,6%) pada pasien yang dirujuk untuk evaluasi AMH. Proporsi dengan etiologi definitif yang tidak pasti bahkan ditemukan lebih tinggi diantara pasien dengan AMH. Dengan demikian penanganan pasien dengan riwayat AMH dan hasil pemeriksaan pertama negatif adalah kondisi yang harus mendapat perhatian. Seperti yang diharapkan, kemungkinan mendapatkan diagnosa urologi yang signifikan pada pemeriksaan lanjutan, terutama kanker urologi, tampaknya berkaitan dengan faktor risiko populasi yang masih dipelajari. Lebih sedikit kanker yang ditemukan dalam penelitian dimana pasien menjalani evaluasi MH yang lengkap pada awal pemeriksaan, atau pada mereka yang informasi follow upnya dipastikan oleh review grafik, bukan oleh interval pengujian berikutnya. Misal, Jaffe, mempelajari 372 pasien dengan AMH (usia rata-rata 58 tahun) yang memiliki hasil sitologi negatif, sistoskopi dan USG ginjal pada awal pemeriksaan. Kemudian 75 pasien yang menjalani IVU untuk AMH pada pemeriksaan urin berikutnya menemukan dua kanker ureter dan 1 kanker ginjal pada kelompok ini (4%). Berdasarkan hasil temuan penelitian ini, dan mengerti batasan teknik diagnostik ini, para ahli berpendapat untuk dilakukan urinalisis lanjut setelah hasil pemeriksaan negatif, setidaknya sekali dalam setahun selama 2 tahun. Jika urin tetap negatif pada setiap pemeriksaan, pasien dapat dilepas dari perawatan, dengan instruksi untuk kembali lagi jika terdapat gejala baru. Klinisi dapat mengevaluasi kembali pasien dengan hasil MH positif yang berulang 3 sampai 5 tahun sejak hasil negatif pada awal pemeriksaan. Ambang batas untuk dilakukan evaluasi ulang harus mempertimbangkan faktor risiko pasien untuk kondisi keganasan urologis serta bukti bahwa pasien yang memiliki hasil pemeriksaan awal dan lanjut yang negatif akan tetap bebas kanker. Pasien dengan penyebab AMH yang bertahan dan mungkin tidak memerlukan intervensi seperti BPH, dan pembuluh darah yang rapuh atau mereka dengan plak Randall dan batu non-obstruksi membuat suatu tantangan khusus karena penyebab keganasan dari AMH dapat tertutupi oleh adanya komorbid lain. Para ahli berpendapat bahwa kondisi pasien seperti ini menjalani pengawasan urinalisis untuk AMH dengan hasil awal negatif, dan dokter harus menilai berdasarkan riwayat faktor risiko untuk memutuskan kapan dan apakah akan melakukan evaluasi ulang.Saran dan Kebutuhan Penelitian BerikutnyaMikroskopik hematuria adalah suatu tanda, bukan diagnosis atau suatu kondisi kesehatan. Akibatnya, penelitian yang ada mengenai topik ini lebih terbatas dibandingkan dengan topik lain yang dibahas oleh pedoman AUA. Namun kondisi ini adalah salah satu dari beberapa kondisi yang sering dokter temui. Penting bagi penulis yang akan datang untuk mempublikasi informasi yang kuat mengenai karakteristik dasar dari populasi yang dilaporkan, penggunaan jenis evaluasi, dan protokol pengawasan jangka panjang (Tabel 3). Tabel 3. Informasi yang Harus Dilaporkan pada Penelitian AMH Selanjutnya

Informasi PasienDetail kriteria inklusi dan eksklusi pasien.

Detail demografi pasien, mencakup usia, jenis kelamin, ras, pekerjaan, status merokok.

Riwayat penyakit sebelumnya dan riwayat operasi yang berhubungan dengan kondisi AMH seperti penyakit renal atau urologis, trauma atau penggunaan alat, penggunaan antikoagulan.

Metode Diagnosis AMH & Hasil TemuanMetode diagnosis awal (misal, dipstik, mikroskopik) dan hasil temuan lain.

Apakah dilakukan pengulangan dipstik atau mikroskopik sebelum pemeriksaan diagnosis.

Tipe dipstik, penggunaan otomatisasi, metode dan hasil temuan pada pemeriksaan mikroskopik, termasuk hasil berat jenis urin, dan protein urin.

Metode Pemeriksaan Lanjutan dan Hasil TemuanDeskripsi seluruh metode pemeriksaan lanjutan, termasuk pemeriksaan laboratorium, sitologi, biomarker urin, sistoskopi dan pencitraan.

Hasil temuan dari seluruh metode pemeriksaan lanjutan.

Laporan keseluruhan temuan pasien serta kelompok klinis penting (misal, laki-laki, perokok, pasien tua, pasien dengan faktor risiko lain).

Metode Follow Up dan Hasil TemuanDeskripsi protokol follow up pada pasien dengan AMH dengan hasil pemeriksaan awal yang negatif, termasuk pengulangan urinalisis yang dilakukan.

Deskripsi dari metode pengulangan dan penyebab pengulangan pemeriksaan.

Hasil temuan dari pemeriksaan ulang

Etiologi. Penyebab dari AMH dijelaskan dengan baik, namun terdapat sedikit ketidakjelasan terhadap penyakit yang mendasari AMH dengan hasil evaluasi awal yang negatif. Identifikasi biomarker atau metode lain untuk menentukan penyebab ringan dapat meningkatkan stratifikasi risiko. Terutama pada pasien dengan persisten AMH setelah dilakukan pemeriksaan awal.Teknik Evaluasi. Suatu badan kerja mengenai risiko pencitraan dan agen kontras diperlukan untuk menentukan karakteristik pada pasien dengan AMH. Para ahli memutuskan bahwa manafaat identifikasi patologi yang signifikan, lebih besar dari risiko evaluasinya. Namun, masih dibutuhkan agen kontras yang lebih aman, atau mengidentifikasi teknik pencitraan yang lebih akurat yang tidak membutuhkan agen kontras yaitu misalnya USG, yang idealnya akan menghindari atau mengurangi radiasi. Sebagai pengganti tersebut, penting untuk mengidentifikasi langkah atau agen yang dapat mengurangi risiko agen kontras, dari sudut pandang reaksi alergi dan toksisitas.Dengan potensi menghindari radiasi ion dan menghindari agen kontras, MR-U dianjurkan sebagai alternatif dari multifasik-CT untuk pasien berisiko. Namun, peran MR-U pada populasi spesifik ini tidak didefinisikan dengan baik dalam literatur yang diterbitkan dan manfaat evaluasi lebih lanjut.

Risiko sistoskopi sangat rendah, sehingga tidak mungkin ada alternatif lain yang lebih baik dari teknik ini. Namun ada upaya lebih lanjut untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien yang lebih penting. Teknik pencitraan inovatis seperti Blue-light Cystoscopy, Narrow Band Imaging, atau Virtual Cystoscopy memerlukan penelitian besar sebelum teknik tersebut menjadi bagian dari evaluasi ini dan harus menganalisis biaya bila akan digunakan dalam lingkungan kesehatan masa depan.

Para Ahli merasa bahwa penekanan pada penelitian untuk teknik diagnosis tersebut harus mendektai kejelasan bahwa sensitivitas lebih penting dari spesifisitas. Sebagai contoh, sistoskopi telah terbukti sensitif dalam keadaan klinis ini. Sensitivitas yang terbukti tinggi pada evaluasi AMH berdasarkan langkanya identifikasi kanker kandung kemih setelah hasil negatif pada evaluasi awal. Dengan demikian tidak mungkin bahwa dilakukan Blue-light Cystoscopy, Narrow Band Imaging dalam evaluasi AMH jika pemeriksaan tersebut tidak lebih sensitif daripada Sistoskopi. Namun, mungkin bila teknologi kemudian yang muncul dapat lebih baik dari spesifisitas Sistoskopi untuk menghindari biopsi yang tidak perlu dilakukan atau pemeriksaan lebih lanjut.Risiko infeksi dari Sistoskopi adalah rendah, dan Best Practice Policy Statement on Urologic Surgery Antimicrobial Prophylaxis (2008) dengan jelas merekomendasikan penggunaan antibiotik rutin untuk sistoskopi. Dengan diketahuinya bahwa resistensi antibiotik meningkat pesat, potensi penggunaan antibiotik berlebihan dalam praktik urologi menjadi faktor yang berkontribusi pada penelitian lebih jauh tentang Multi-Drug Resisten.Riwayat Penyakit. Para ahli menyatakan bahwa hampir tidak ada informasi lebih lanjut untuk memandu dalam pengambilan keputusan sehubungan tindak lanjut setelah didapatkan hasil evaluasi negatif pada pasien AMH. Telah diketahui bahwa hal ini jarang terjadi pada pasien di waktu yang akan datang dengan temuan signifikan yang terlewatkan dengan evaluasi awal, tetapi alasan medis, sosioekonomi, kecemasan dan alasan hukum membuat langkah ini dapat dipkirkan lebih lanjut.Pertimbangan ekonomi. Dengan tingginya prevalensi AMH pada populasi di era sumber daya yang terbatas, akan menjadi naif untuk menyingkirkan faktor ekonomi dalam pemeriksaan selanjutnya. Kebanyakan pasien dengan kondisi ini tidak memiliki kelainan yang mendasari, sehingga membatasi pengeluaran keuangan pada evaluasi dari orang-orang tersebut. Namun, sangat penting untuk tidak membiarkan terjadinya investigasi yang tidak memadai pada pasien yang memiliki penyebab serius, sehingga upaya menuju perbaikan risiko atau triase pada beberapa pasien dengan AMH untuk menghindari pemeriksaan penuh membutuhkan pertimbangan yang sangat hati hati. Pemeriksaan ini mungkin melibatkan pemeriksaan urin, atau serum yang memiliki sensitivitas cukup tinggi bahwa hasil yang negatif mungkin tidak perlu dilakukan evaluasi invasif atau radiologi. Saat ini, literatur yang tersedia tidak memungkinkan stratifikasi risko berdasarkan bukti.26