Guide Book Ekskursi Fix2

42
EKSKUSI REGIONAL JAWA BARAT 2011 Program Studi Pasca Sarjana 2009/2010 Studi Formasi-Formasi Cekungan Bogor dan Tinggian Bayah Daerah Sukabumi, Pelabuhan Ratu dan Bogor 2011 Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung 1/1/2011 GUIDE BOOK

description

Geologi

Transcript of Guide Book Ekskursi Fix2

Page 1: Guide Book Ekskursi Fix2

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011 1

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

EKSKUSI REGIONAL JAWA BARAT 2011 Program Studi Pasca Sarjana 2009/2010

Studi Formasi-Formasi Cekungan Bogor dan Tinggian Bayah Daerah Sukabumi, Pelabuhan Ratu dan Bogor

2011

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung

1/1/2011

GUIDE BOOK

Page 2: Guide Book Ekskursi Fix2

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung ii

Daftar Isi

Pendahuluan II

Daftar Peserta Ekskursi dan Dosen III

Itinerary IV

1. Tatanan Geologi Jawa Barat 1

1.1 Kerangka Tektonik 1

1.2 Stratigrafi Regional 3

1.3 Evolusi Cekungan Jawa Barat 8

Outcrops Walat 1 14

Outcrops Walat 2 16

Outcrops Fm.Batuasih 18

Outcrops Cimandiri 19

Outcrops Bayah (Karang Taraje) 20

Outcrops Fm.Citarate 22

Outcrops Fm.Cimandiri (Nyalindung Molusca) 23

Outcrops Cipamingkis 24

Outcrops Fm.Parigi 28

Referensi 29

Page 3: Guide Book Ekskursi Fix2

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung iii

Pendahuluan

Ekskursi Regional adalah mata kuliah wajib bagi mahasiswa untuk program pascasarjana di

Jurusan Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung.

Ekskursi Regional untuk angkatan 2009/2010 akan dilaksanakan di Jawa Barat dengan

menekankan pada endapan-endapan sedimen pada Cekungan Bogor dan Tinggian Bayah

yang akan diwakili oleh Formasi Gunung Walat, Formasi Bayah, Formasi Batuasih, Formasi

Rajamandala, Formasi Cimandiri, Formasi Cibulakan dan Formasi Parigi.

Dalam ekskursi regional ini akan mempelajari berbagai aspek baik sedimentologi, stratigrafi,

struktur geologi juga lingkungan pengendapan dari Formasi-Formasi yang terbentuk di Jawa

Barat terutama Cekungan Bogor dan Tinggian Bayah untuk memberikan gambaran tatanan

geologi dan evolusi Cekungan Jawa Barat secara umum.

Perjalanan direncanakan akan berlangsung selama tiga hari berangkat dari Bandung dengan

menggunakan minibus karena keseluruhan singkapan sangat mudah untuk diakses, yang akan

mencakup wilayah Sukabumi (Cibadak)-Warung Kiara pada hari pertama, wilayah Bayah

pada hari kedua, dan Bogor (Jonggol)-Karawang (Pangkalan) pada hari ketiga.

Page 4: Guide Book Ekskursi Fix2

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung iv

Daftar Peserta Ekskursi dan Dosen

Peserta : Nama NIM

1. Albert Septario Tempessy 22009001

2. Dwi Hendro Heru Nugroho 22009002

3. Heri Syaeful 22009003

4. Luli Gustiantini 22009005

5. Imas Nurzanah 22009006

6. Konethasine Bounathone 22009007

7. Yuniarti Yuskar 22009008

8. Yunara Dasa Triana 22009009

9. Nelly Susanna 22009010

10. Azarico Putra 22009011

11. Cahyaningratriprima Riyandhani 22009012

12. G.M. Lucki Junursyah 22009015

13. Bambang Sugiarto 22009014

14. Aulia Pradana 22009017

15. Toriqa Indriaty 22009018

16. Erry Hafriandy 22009019

17. Arie Awaluddin Achmad 22009021

18. Rahmat Hidayat 22009022

19. Indra Nurdiana 22009023

20. Felli Arryandi 22009025

21. Elite Yasyin Sulistyawati 22009026

22. Rizky Nur Hakim 22009301

23. Rizki Pratama 22009302

24. Tyas Indriarto 22009303

25. Mika Rizki Puspaningrum 22009304

26. M Budisatya Wiranatanagara 22009305

27. Mutiara Gani 22009306

28. Nurul Burhan 22009307

29. Yunia Witasari 22009308

Dosen : 1. Dardji Noeradi, Dr. Ir.

2. Agus H. Harsolumakso, Dr. Ir.

3. Chalid Idham Abdullah, Dr. Ir.

4. Dr. Ir. Yan Rizal, Dipl. Geol.

5. Khoiril Anwar M., Dr. Ir. M

Page 5: Guide Book Ekskursi Fix2

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung v

Page 6: Guide Book Ekskursi Fix2

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung vi

Page 7: Guide Book Ekskursi Fix2

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung vii

Page 8: Guide Book Ekskursi Fix2

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung viii

Page 9: Guide Book Ekskursi Fix2

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung ix

Page 10: Guide Book Ekskursi Fix2

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011 1

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

1. Tatanan Geologi Jawa Barat

1.1 Kerangka Tektonik Berdasarkan hasil studi pola struktur di Pulau Jawa, Pulonggono dan Martodjojo (1994)

menyimpulkan bahwa selama Paleogen dan Neogen telah terjadi perubahan tatanan tektonik

di Pulau Jawa. Ada tiga pola struktur utama yang berkembang di Pulau Jawa. Pola Meratus

(baratdaya-timurlaut) dihasilkan oleh tektonik kompresi berumur 80-52 juta tahun yang lalu

diduga merupakan arah awal penunjaman lempeng Samudra Indo-Australia ke bawah

Paparan Sunda. Arah ini berkembang di Jawa Barat dan memanjang hingga Jawa Timur pada

rentang waktu Eosen-Oligosen Akhir. Di Jawa Barat, Pola Meratus diwakili oleh Sesar

Cimandiri yang kemudian tampak dominan di lepas pantai utara Jawa Timur. Sesar ini juga

berkembang di bagian selatan Jawa.

Gambar 1. Elemen Tektonik Lempeng di Indonesia Saat ini

Pola Sunda (utara-selatan) dihasilkan oleh tektonik regangan. Fasa regangan ini disebabkan

oleh penurunan kecepatan yang diakibatkan oleh tumbukan Benua India dan Eurasia yang

menimbulkan rollback berumur Eosen-Oligosen Akhir. Pola ini umumnya terdapat di bagian

barat wilayah Jawa Barat dan lepas pantai utara Jawa Barat.

Penunjaman di selatan Jawa yang menerus ke Sumatera menimbulkan tektonik kompresi

yang menghasilkan Pola Jawa (barat-timur). Di Jawa Tengah hampir semua sesar di jalur

Serayu Utara dan Selatan mempunyai arah yang sama, yaitu barat-timur. Pola Jawa ini

menerus sampai ke Pulau Madura dan di utara Pulau Lombok. Pada Kala Miosen Awal-

Pliosen, Cekungan Bogor yang Kala Eosen Tengah-Oligosen merupakan cekungan depan

busur magmatik, berubah statusnya menjadi cekungan belakang busur magmatik sehingga

terbentuk sesar-sesar anjakan dan lipatan (gambar2).

Page 11: Guide Book Ekskursi Fix2

2

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Gambar 2. Penampang Struktur melalui Pulau Jawa Saat Ini (baratdaya-timurlaut)

Jawa Barat dapat dibagi menjadi 4 bagian berdasarkan elemen struktural utama (gambar 3) :

Gambar 3. Pembagian Wilayah Jawa Barat Berdasarkan Elemen Struktural Utama

Cekungan Barat Laut Jawa; sebuah wilayah platform yang relatif, sebagai bagian dari Benua

Sundaland. Cekungan ini meliputi cekungan rift berarah utara-selatan yang diisi oleh klastik

non-marine Oligocene dan dilapisi oleh klastik Miosen dan endapan muda tipe shallow shelf.

Page 12: Guide Book Ekskursi Fix2

3

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Tidak seperti wilayah selatan, tidak ada struktur kompresi di wilayah ini. Wilayah ini juga

diakui sebagai penghasil minyak dan gas yang produktif.

Cekungan Bogor dan Rangkasbitung Subbasin; wilayah ini dapat disebut sebagai zona thrust-

fold belt dari Jawa. Sedimen berumur Miosen dan yang lebih muda menebal ke arah selatan

dan terdiri dari fasies laut yang lebih dalam. Antiklin berumur muda dengan arah barat-timur

terbentuk selama episode pergerakan ke utara akibat gaya kompresi.

Modern Vulkanik Arc; vulkanik andesitik aktif berhubungan dengan subduksi Lempeng

Indian Oceanic di bawah Benua Sundaland (yaitu Gunungapi Gede Pangrango, Salak,

Papandayan)

Wilayah Selatan; ini adalah zona pengangkatan regional yang mempengaruhi sebagian besar

sedimen Eosen-Miosen. Karakter lainnya yaitu merupakan struktur yang kompleks,

kecenderungan sesar berarah utara-selatan, antiklin dan sesar naik berarah barat-timur, dan

kemungkinan adanya tektonik wrench. Wilayah ini sekarang berada di bagian fore-arc dan

kemungkinan bagian ujung dari batas Benua Sundaland, wilayah ini mungkin merupakan

passive margin pada kala Eosen

1.2 Stratigrafi Regional Sketsa peta geologi untuk bagian Jawa bagian baratdaya dapat dilihat pada gambar 4.

Sedangkan untuk pembagian formasi dan stratigrafi di Jawa bagian baratdaya dapat dilihat

pada gambar 5.

Gambar 4. Peta Geologi Jawa Bagian Baratdaya, diambil dari GRDC

Page 13: Guide Book Ekskursi Fix2

4

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Gambar 5. Stratigrafi Formasi Jawa Bagian Barat, Udin Adinegoro (1976)

Beberapa Formasi yang akan ditemukan pada ekskursi regional ini diantaranya dari tua ke

muda menurut Martodjojo (1984), yaitu :

Formasi Bayah

Penyebaran singkapan Fm. Bayah di Jawa Barat pada umumnya tidak menerus. Singkapan

terluas terdapat di daerah Bayah, Memanjang hampir sekitar 25 km. Singkapan lain dari Fm.

Bayah terdapat di sekitar selatan kota Sukabumi. Yang teluas adalah di G. Walat dan Pasir

(Bukit) Bongkok, singkapan di kedua lokasi ini sangat baik. Ciri litologi Fm. Bayah adalah

batupasir umumnya konglomeratan atau konglomerat pasiran, pada bagian bawah sering

menunjukkan lapisan bersusun, sedangkan diatasnya terdapat lapisan silang siur, keatas

diikuti oleh batupasir kotor dan terakhir terdapat lempung-lempung yang umumnya

mengandung batubara. Pasir pada susunan demikian mencapai ketebalan 4 sampai 7 m.

batubara umumnya 10 cm sampai yang tertebal adalah 100 cm.

Kedudukan stratigrafi Fm. Bayah terhadap Fm. Ciletuh dibawahnya dapat diterangkan

sebagai kedudukan selaras, sebagai akibat proses regresi pada Kala Eo-Oligosen. Kedudukan

terhadap Fm. Batuasih yang berada diatasnya tidak jelas, karena kebanyakan berupa kontak

sesar. Kontak antara Fm. Bayah dan Fm. Batuasih di G. Walat, desa Batuasih, menunjukkan

kemiringan yang sama, tetapi dengan ciri litologi yang tegas, dimana Formasi Batuasih

Page 14: Guide Book Ekskursi Fix2

5

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

endapan marin. Batas sesar di daerah ini juga menyulitkan penafsiran ciri batas sesungguhnya

dari Formasi Bayah ini.

Berdasar ciri litologi, terutama struktur sedimen, komposisi butir, serta banyaknya sisipan

batubara, maka lingkungan pengendapan Formasi Bayah adalah darat. Bagian bawah

menunjukkan pengendapannya fluviatil dengan tipe sungai teranyam (braided system) dan

berakhir sampai meander, atau mungkin delta.

Formasi Batuasih

Formasi Batuasih yang menutupi Formasi Bayah di G. Walat kebanyakan terdiri dari

lempung yang keras, padat sering napalan. Beberapa sisipan tipis lanau pasiran juga

ditemukan dan kadang-kadang juga dijumpai pasir. Lanau pasiran ini umumnya terdiri dari

kwarsa dan rijang, tidak mengandung fragmen volkanik. Pirit umum dijumpai. Salah satu

singkapan yang baik di S. Cibatu. Bagian atas, terutama lebih bersifat napalan banyak

mengandung fosil foraminifera dan gastropoda disamping fragmen echinoid dan bryozoa.

Warna umumnya abu-abu kehitaman, getas dan menyerpih.

Ciri batas bawah dari Formasi Batuasih dengan Formasi Bayah di G. Walat, ditandai oleh

berkurangnya atau hilangnya pasir dan konglomerat pada Formasi Bayah. Lempung pada

Formasi Batuasih bagian bawah sulit dibedakan dengan beberapa sisipan lempung yang tebal

pada Formasi Bayah di daerah G. Walat. Batas di daerah tipe tidak jelas, karena terusakkan

oleh sesar. Dari gejala tersebut Baumann (1972) menganggap bahwa Formasi Batuasih

merupakan fasies lautan dari Formasi Bayah Atas. Oleh karena itu Baumann (1972)

menganggap kedudukan antara Formasi Rajamandala dan Formasi Batuasih adalah tidak

selaras, walaupun antara keduanya tidak terdapat selang waktu sedimentasi yang berarti.

Formasi Batuasih berumur Oligosen Atas, dan Formasi Rajamandala ditutupi oleh Formasi

Citarum yang berumur Oligosen Akhir (terakhir).

Warna Formasi Batuasih umumnya hitam, abu-abu, sering mengandung mineral pirit. Fosil di

bagian bawah umumnya jarang. Kearah atas fosil makin mengarah ke fosil laut. Di bagian

tengah banyak mengandung pelecypoda dan gastropoda, sedangkan pada bagian atas sering

dijumpai napal yang mengandung foraminifera. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa

lingkungan pengendapan Formasi Batuasih adalah laut transisi dengan kondisi reduksi pada

bagian bawahnya.

Formasi Rajamandala

Penyebaran Formasi Rajamandala umumnya terbatas pada jalur Padalarang - Sukabumi (G.

Walat). Batuan yang semacam (gamping) dan seumur juga terdapat di daerah Bayah, disini

dinamakan sebagai Formasi Citarate. Formasi Rajamandala, umumnya merupakan gamping

berlapis, dan di beberapa tempat berkembang sebagai terumbu (Ps. Pabeasan, Tjahyo Hadi,

1972). Formasi Rajamandala dicirikan oleh batugamping. Macam batugamping pembentuk

formasi ini, ternyata secara lateral banyak berubah. Singkapan batugamping sebagai

hipostratotipe di Ps. Pabeasan kebanyakan terdiri dari batugamping fragmental, berselingan

dengan batugamping masif, kadang-kadang bersifat lithografis (Tjahyo Hadi, 1972).

Ciri batas antara Formasi Rajamandala dengan Formasi Batuasih yang berada dibawahnya,

umumnya tertutup oleh talus hasil rombakan dari batugamping itu sendiri. Di beberapa

tempat seperti di Sungai Cilubang di Batuasih, didapatkan kontak yang selaras antara

batulempung hitam mengandung mollusca dengan batugamping berlapis tebal, kaya akan

fragmen batupasir kwarsa. Menurut Baumann (1972) ternyata hubungan tersebut adalah

Page 15: Guide Book Ekskursi Fix2

6

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

hubungan sesar sehingga tidak dapat dipakai sebagai penentu ciri kontak. Hubungan antara

Formasi Rajamandala dengan Formasi Citarum yang berada diatasnya adalah selaras.

Dari peneliti terdahulu, Harting (1929), Kupper (1941) berkesimpulan bahwa lingkungan

pengendapan Formasi Rajamandala adalah laut dangkal. Sudradjat (1973), memberikan

gambaran lebih mendalam mengenai lingkungan pengendapannya, dimana ditentukan bahwa

batugamping Sanghiangtikoro lebih bersifat inti terumbu (Reef Core), G. Manik adalah talus

(Reef Talus Slope), dan di Ps. Cikamuning sebagai transisi terumbu depan (Fore Reef

Transition Zone).

Formasi Cimandiri

Nama Cimandiri dipakai sebagai pengganti Nyalindung Beds, mengingat derajat nama yang

pernah dipakai, Cimandiri lebih tinggi daripada Nyalindung. penyebaran satuan yang berciri

sama sebagaimana dinamakan Duyfjes sebagai Nyalindung kebanyakan terdapat sepanjang S.

Cimandiri.

Formasi ini tersingkap baik di S.Citalahab. Satuan terbawah di S.Citalahab terdiri dari lanau,

berwarna abu-abu, kehitaman sampai kehijauan, “conchoidal”, agak padat dan berlapis tebal.

Beberapa sisipan tipis dari lanau, atau pasir mengandung glauconit dan karbon, struktur

sedimen melensa (lenticular) dan flaser banyak terlihat. Sisipan gamping (20 - 40 cm) sering

terdapat terutama di bagian bawah. Pada batugamping lempungan sampai pasiran banyak

mengandung mollusca laut, serta pecahan koral. Konkresi batulempung pasiran umum

terdapat pada bagian ini, konkresi ini umumnya gampingan, tetapi kadang-kadang limonitan.

Bagian tengah dari Formasi Cimandiri terdiri dari pasir sampai pasir lempungan dan pasir

gampingan. Batupasir pada bagian ini umumnya gampingan, berwarna abu-abu muda hingga

kecoklatan pada yang lapuk, banyak mengandung mollusca marin, pecahan koral. Sisipan

lempung atau lanau pada satuan ini mengandung serpihan batubara, kristal-kristal belerang

dan butiran batuambar. Bagian teratas terdiri dari konglomerat, abu-abu. Komponen

umumnya adalah batu andesit, sering mengandung glauconit pada pasirnya. Beberapa horison

lapisan silang siur terdapat pada bagian atas. Bagian konglomerat ini diendapkan sebagai

“point bar”, yang mungkin terjadi di tepi pantai.

Di daerah Pegunungan Selatan Jawa Barat, khususnya di daerah Nyalindung (S. Citalahab, S.

Cigadog) kedudukan satuan ini tidak selaras diatas Formasi Jampang yang berumur lebih tua

(N8). Di daerah lain yakni di S. Cijurei dan sungai-sungai lainnya di Cianjur Selatan. Satuan

ini mempunyai kemiringan 30° - 40°, sama dengan kemiringan Formasi Saguling yang

membawahinya. Oleh karena itu kedudukannya diperkirakan selaras mengingat pula umur

kedua satuan ini juga berurutan (Saguling N9-N13 dan Formasi Cimandiri N12-N14).

Formasi Cimandiri, bercirikan batuan yang terdiri dari lempung dengan sisipan konglomerat

dan pasir. Konglomerat dan pasir menunjukkan ciri batas bawah tegas dan berangsur keatas

ke lempung yang sering mengandung lapisan lignit. Beberapa tempat juga ditemukan sisipan

gamping, kaya akan foraminifera. Dari ciri ini dapat disimpulkan bahwa lingkungan

pengendapan Formasi Nyalindung adalah laut transisi.

Formasi Cibulakan

Formasi Cibulakan adalah khas endapan epikontinen Sunda. Satuan ini mulai dari batas

Cekungan Bogor di selatan meluas ke utara ke daerah lepas pantai. Ciri Formasi Cibulakan di

bawah permukaan, bagian bawah dimulai oleh serpih karbonan berwarna coklat keabu-abuan

Page 16: Guide Book Ekskursi Fix2

7

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

dengan sisipan lapisan batubara. Pasir umumnya jarang, kadang-kadang ditemukan lapisan

konglomerat. Makin keatas kandungan karbonat makin banyak, napalnya berwarna abu-abu

banyak mengandung glauconit. Sisipan batugamping makin banyak. Kandungan foraminifera

plangton makin kaya. Formasi Cibulakan bagian tengah umumnya terdiri dari gamping,

berwarna putih kotor, umumnya padat, tetapi kadang-kadang kapuran. Sisipan serpih dan

pasir tipis yang mengandung glauconit juga dijumpai. Formasi Cibulakan bagian atas,

umumnya terdiri dari pasir gampingan berselang-seling dengan napal di bagian bawah dan

berubah keatas menjadi lempung, lanau yang banyak mengandung fragmen mollusca. Bagian

teratas dari Formasi Cibulakan terdiri napal berselingan dengan batugamping kadang-kadang

dolomitan.

Batas bawah Formasi Cibulakan merupakan kontak tidak selaras dengan Formasi Jatibarang

yang berciri endapan gunungapi, atau dengan batuan beku maupun metamorf. Ciri batas atas,

di lapangan sangat mudah ditandai, yakni dengan munculnya batugamping masif, yang

merupakan bagian terbawah dari Formasi Parigi yang menutupinya.

Formasi Cibulakan terbawah terendapkan pada lingkungan transisi, mungkin pada

lingkungan lagoon maupun dataran pasang surut (tidal flat). Bagian tengah dan atas

merupakan endapan neritik. Hal ini juga dibuktikan dari kandungan fosil foram bentos,

dimana Nonion hampir 70%, Robulus dan Bulimina sekitar 10%, Glandulina kira-kira 5%

menunjukkan lingkungan dengan kedalaman maksimal 200 m.

Formasi Parigi

Formasi Parigi, merupakan ciri khas endapan paparan pada Cekungan Belakang Busur

Gunungapi. Kearah Cekungan Bogor satuan ini tidak berkembang. Ciri umum batuan ini

adalah batugamping, setempat membentuk terumbu. Umumnya gamping kaya akan fosil,

berwarna abu-abu muda sampai putih kekuningan, jarang yang berwarna coklat muda.

Beberapa tempat sangat dolomitan, sedangkan di tempat lain dapat berubah menjadi pasiran

sampai napalan. Bagian bawah di daerah Parigi, berciri “boundstone”, kaya akan koral,

ganggang, foraminifera. Bagian atas gamping agak pasiran, berwarna putih abu-abu,

mengandung kwarsa, bioklastik, fragmen saling bersentuhan membentuk “packstone”

(Bhanuindra, 1974).

Ciri batas Formasi Parigi mudah dikenal, karena cirinya sangat berbeda dengan satuan diatas

dan dibawahnya. Dengan Formasi Cibulakan yang berada dibawahnya, agak lebih sulit

dikenal. Pada beberapa tempat, seperti pada Perbukitan Jatiluhur, antara Formasi Cibulakan

Atas dan Formasi Parigi terdapat hubungan yang menjari. Ciri batas atas dengan Formasi

Subang mudah dikenal, dengan tanda berubahnya gamping menjadi lempung.

Lingkungan pengendapan Formasi Parigi adalah berupa laut dangkal, dengan temperatur

hangat (warm) dan kegaraman normal. Formasi Parigi merupakan ciri khas endapan

epikontinen pada Cekungan Belakang Busur Volkanik. Dengan demikian ciri batas

penyebarannya kearah Cekungan Bogor dapat dianggap batas berakhirnya epikontinen dan

bermulanya endapan cekungan dalam pada Cekungan Belakang Busur Volkanik, yakni

Cekungan Bogor.

Page 17: Guide Book Ekskursi Fix2

8

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Gambar 6. Diagram Stratigrafi Formasi Jawa Barat (Cekungan Bogor)

1.3 Evolusi Cekungan di Jawa Barat Kala Kapur (?) - Awal Eosen

Batuan tertua di Cekungan Bogor dan juga di Jawa Barat berumur Eosen Awal didapatkan di

Teluk Ciletuh, Pelabuhan Ratu. Sebelum kala ini di Ciletuh diendapkan Kompleks Melange

Ciletuh, yang berupa batuan “campur aduk” (melange) dengan struktur rancu. Endapan di

atas melange terdiri dari Formasi Ciletuh dan Formasi Bayah. Formasi Ciletuh berumur

Eosen - Oligosen Awal. Hubungan Formasi Ciletuh dan Bayah terhadap endapan melange

sudah dibahas oleh Soejono dkk. (1978). Mereka menafsirkan, keseluruhan batuan ini

menunjukkan ciri khas kumpulan batuan prisma akresi (accretionary prism). Oleh karena itu

dapat ditafsirkan bahwa daerah Ciletuh pada Kala Eosen Awal, adalah merupakan suatu

bagian busur luar dari sistem busur kepulauan. Letak busur magmatik pada Kala Eosen Awal,

diperkirakan berada di lepas pantai utara Jawa. Bukti adanya busur magmatik pada kala itu,

ditentukan berdasarkan adanya batuan granit yang berumur sama dengan batuan di Ciletuh.

Kala Eosen Tengah

Pada Kala Eosen Tengah, di daerah Jawa Barat, pola struktur maupun tektoniknya masih

mengikuti pola sebelumnya. Disini mulai terlihat aktifnya gerak turun sepanjang Sesar

Cimandiri yang berupa sesar di belakang busur luar. Pada kala ini pula Cekungan Bogor

mulai terbentuk. Pengendapan di Proto Cekungan Bogor ini umumnya berupa endapan darat

sampai laut transisi, dimana diendapkan Formasi Bayah. Arah pengendapan dapat dilihat dari

Page 18: Guide Book Ekskursi Fix2

9

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

arah lapisan silang siur pada formasi ini, yakni relatif dari arah utara. Kemungkinan besar

suatu sistem delta berkembang di daerah ini. Formasi Bayah umumnya terdiri dari kwarsa,

dan tidak didapatkan fragmen batuan asal gunungapi. Formasi Bayah ditafsirkan bahwa

batuan asalnya adalah berupa batuan granit dan sedikit batuan metamorf. Kesirnpulan yang

dapat ditarik adalah, bahwa pada Kala Eosen Tengah tidak ada aktifitas gunungapi di utara

Jawa Barat ini. Formasi Jatibarang kemungkinan sebagian besar telah tertutup oleh endapan

lain. Kondisi tektonik pada kala ini adalah stabil, sehingga memungkinkan pengayakan yang

cukup lama pada sedimen yang diendapkan. Proses sedimentasi di Cekungan Bogor pada

Eosen Tengah sifatnya adalah regresi, dimana pengendapan lebih cepat dari penurunan. Hal

ini terjadi terutama di daerah selatan. Di daerah jalur magmatik, di lepas pantai Laut Jawa,

pengangkatan tetap berlangsung yang menyingkapkan batuan granit di daerah ini.

Kala Oligo-Miosen (N3-N4) Pada akhir Kala Oligosen, di Jawa Barat dan juga di lepas pantai terjadi peristiwa yang

penting. Pengangkatan yang aktif di utara mulai berkurang dan kemudian diikuti oleh

penurunan. Penurunan ini telah membentuk Cekungan Bogor berkembang lebih nyata.

Daerah yang mula-mula digenangi laut adalah daerah paling selatan dari Cekungan Depan

Busur Magmatik di sepanjang Sesar Cimandiri. Daerah ini sekarang terletak di sekitar

Sukabumi menerus ke Purwakarta, mengikuti pola sesar yang ada. Di daerah ini diendapkan

Formasi Cijengkol (di Bayah) dan Formasi Batuasih yang bersifat laut transisi. Sementara itu

di daerah Ciletuh dan Jampang, masih tetap merupakan daratan. Penurunan di utara Sesar

Cimandiri menerus, sehingga pada akhir Oligosen lingkungan di daerah ini sudah menjadi

lautan. Kondisi lautan ini telah memungkinkan pertumbuhan terumbu pada pinggir selatan

cekungan, dari mulai Sukabumi - Rajamandala dan G. Kromong. Sementara itu di utara dari

jajaran terumbu ini lautan makin dalam. Ke arah utara, transgresi dimulai dari selatan dan

timur.

Pada kala ini pola paleogeografi di Jawa Barat adalah sama dengan Kala Oligosen Awal,

hanya kondisi lautan dan daratan lebih nyata. Pada Oligo-Miosen ini daerah lautan terletak di

utara Sesar Cimandiri dengan bagian terdalam diperkirakan di sekitar Purwakarta. Sebelah

selatan Sesar Cimandiri pada akhir Oligo-Miosen diperkirakan masih pada keadaan darat. Hal

ini dibuktikan dengan adanya ketidak selarasan antara Oligosen dan Miosen di lepas pantai

Cilacap (Bolliger dan Ruiter, 1975). Morfologi Cekungan di Jawa Barat pada akhir Kala

Oligosen atau Oligo-Miosen di lepas pantai utara Jawa berupa daratan, makin ke selatan

berubah ke laut dangkal, seterusnya ke laut dalam di poros Cekungan Bogor. Di sepanjang

Sesar Cimandiri lingkungannya adalah laut dangkal. Arah poros cekungan tetap baratdaya-

timurlaut, seperti pada kala sebelumnya. Tetapi sebelum Miosen Awal, daerah Jampang

secara perlahan-lahan turun dan akhirnya keseluruhan daerah selatan Jawa Barat berada di

bawah muka laut sebelum Miosen Awal.

Kala Miosen Awal (N5–N8)

Pada Kala Awal Miosen, di Jawa Barat terjadi suatu peristiwa yang penting. Pada kala ini

mulai terlihat bukti adanya endapan asal gunungapi yang berasal dari selatan. Batuan asal

gunungapi ini bersifat basalt sampai andesit dengan komposisi kimia adalah calc-alkali

(Whitford, 1975). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pada awal Miosen ini hasil

aktifitas gunungapi di selatan Jawa telah mempengaruhi daerah Jawa Barat. Deretan

gunungapi ini diperkirakan sebagian besar berupa deretan gunungapi bawah muka laut.

Deretan gunungapi inilah yang menjadi batuan asal dari “old andesite” atau Formasi Jampang

di Jawa Barat. Aktifitasnya mungkin mulai dari Akhir Oligosen. Sistem penyebaran endapan

gunungapi ini berupa kipas lautan yang memencar dari arah selatan. Cepatnya penyebaran

Page 19: Guide Book Ekskursi Fix2

10

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

dan pengendapan rombakan deretan gunungapi ini telah membunuh pertumbuhan koral

(Formasi Rajamandala) dan akhirnya seluruh sistem pengendapan di Cekungan Bogor

berganti menjadi sistem aliran gravitasi. Pada daerah lebih ke utara, batuan pembentuk

umumnya mempunyai fragmen batuan yang lebih halus, walaupun breksi sering terdapat

sebagai selingan. Formasi ini adalah Formasi Citarum yang berumur sama dengan Formasi

Jampang. Hubungan antara Formasi Jampang dan Citarum di lapangan sangat sulit diikuti,

karena keduanya berhubungan saling menjemari.

Kala Awal Miosen Tengah (N9-N13 )

Pada Miosen Tengah sebagian besar geologi Jawa Barat, tidak menunjukkan perbedaan yang

berarti dengan Kala Miosen Awal. Perubahan yang penting terjadi di daerah Banten dan di

daerah Jampang Kulon. Di Banten, di atas endapan asal gunungapi (Formasi Cimapag ~

Formasi Jampang) diendapkan Formasi Saraweh dan Badui yang berumur sekitar N8 - N13.

Formasi Saraweh dan Badui terdiri dari napal dengan sisipan gamping. Di beberapa tempat

gamping ini bersifat gamping terumbu. Perubahan sedimentasi ini dapat ditafsirkan sebagai

perubahan gerak tektonik di daerah ini. Pada awal Miosen daerah Banten Selatan dipengaruhi

oleh endapan aliran gravitasi. Endapan ini menunjukkan bahwa daerah ini mempunyai relief

yang cukup menyolok dibanding daerah sekitarnya, serta mempunyai gerak turun yang cepat.

Pada waktu pengendapan Formasi Saraweh dan Badui yang terdiri dari napal dan gamping

menunjukkan bahwa daerah ini mempunyai lingkungan laut dangkal dan kondisi tektonik

stabil. Daerah lain yang menarik adalah daerah Jampang Kulon, di daerah ini batuan yang

berumur antara N8 dan N12 tidak pernah ditemukan. Formasi Bojonglopang yang terdiri dari

gamping dan Formasi Cimandiri yang berupa pasir dan lempung, keduanya berumur N12-

N14, menumpang secara tidak selaras di atas Formasi Citarum dan Formasi Jampang,

yangberumur N8 (non Orbulina). Oleh karena itu kita dapat simpulkan bahwa daerah

Jampang Kulon pada sebagian besar Miosen Tengah, merupakan daratan. Pada Kala Miosen

Tengah ini, pada Cekungan Bogor diendapkan batuan hasil arus gravitasi. Satuan ini adalah

Formasi Saguling yang berumur antara N8 - N12, terdiri dari breksi dengan sisipan pasir dan

lempung. Penyebaran Formasi Saguling ini terutama pada daerah barat dan tengah dari

Cekungan Bogor. Sementara itu di daerah paparan, di utara Cekungan Bogor, keadaan

pengendapan Kala Miosen Awal tetap dipertahankan, menghasilkan batuan lempung, napal,

pasir dan gamping yang termasuk dalam Formasi Cibulakan bagian atas.

Kala Akhir Miosen Tengah (N12-N15)

Pada waktu akhir Miosen Tengah daerah Paparan di Jawa Utara pengendapannya relatif lebih

berkurang, walaupun lingkungan paparan masih tetap dipertahankan. Di daerah ini

diendapkan gamping dari Formasi Parigi yang penyebarannya merata di seluruh paparan. Di

daerah Banten, di atas Formasi Saraweh dan Badui diendapkan Formasi Bojongmanik yang

berumur N12 - N15 (?). Di daerah Leuwiliang didapatkan suatu perubahan facies dari arah

barat ke timur, dari Formasi Bojongmanik yang mempunyai lingkungan laut transisi di barat

ke Formasi Cibulakan dan Parigi yang mempunyai lingkungan laut terbuka di sebelah

timurnya. Di Cekungan Bogor, penyebaran kipas lautan dari selatan makin meluas. Mungkin

pada kala ini terjadi beberapa kipas yang sama-sama mengisi Cekungan Bogor ke arah utara.

Di Lembah Cimandiri diendapkan Formasi Bantargadung yang dicirikan oleh endapan

turbidit halus. Di Cekungan Bogor lainnya, tepatnya di daerah Kerawang Selatan, Bogor dan

Purwakarta aktifitas kipas lautan sangat nyata, disini diendapkan Formasi Bantargadung. Di

daerah lebih ke timur di Majalengka endapan arus gravitasi berupa pasir dan breksi yang

membentuk Formasi Cinambo. Di daerah Jampang Kulon, pada Kala akhir Miosen Tengah

diendapkan Formasi Bojonglopang dan Formasi Cimandiri yang berciri endapan laut

dangkal. Oleh karena itu kita dapat simpulkan, bahwa sebagian daerah Jampang pada akhir

Page 20: Guide Book Ekskursi Fix2

11

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Miosen Tengah ini telah mengalami penurunan. Melihat banyaknya pertumbuhan gamping di

akhir Miosen Tengah dapat simpulkan bahwa aktifitas gerak tektonik pada waktu ini

berkurang dibanding waktu sebelumny

Kala Miosen Akhir (N15-N18)

Pada Kala Akhir Miosen morfotektonik Jawa Barat tidak berubah dari kala sebelumnya.

Perubahan yang cukup penting hanya pada fisiografi atau geografi dari masing-masing

daerah. Pada Kala Miosen Tengah daerah Jawa Barat Utara merupakan lautan terbuka dan

berbentuk paparan, pada Miosen Akhir ini lautan mulai mendangkal. Di Jawa Barat Utara

diendapkan lempung dan pasir dari lingkungan pantai landai sampai transisi, termasuk

Formasi Cisubuh. Lebih ke arah utara, di Laut Jawa sekarang, kondisinya masih berupa

lautan terbuka. Daerah Banten pada Kala Miosen Akhir ini, kemungkinan besar merupakan

daratan, karena tidak dijumpainya endapan yang berumur Miosen Akhir dalam daerah ini.

Cekungan Bogor pada Miosen Akhir menempati daerah yang sama seperti pada Kala Miosen

Tengah. Tetapi pada kala ini pengendapannya kebanyakan terdiri dari breksi dengan sisipan

pasir dan lempung. Di daerah Lembah Cimandiri, pada kala ini terjadi perubahan

sedimentasi. Pada kala sebelumnya (Miosen Tengah), di daerah ini diendapkan endapan arus

gravitasi yang berukuran paling kasar berukuran pasir. Tetapi pada Kala Miosen Akhir ini,

breksi menjadi sangat dominan (Formasi Cigadung). Di daerah Kerawang Selatan menerus ke

timur, pada Kala Miosen Akhir ini diendapkan breksi yang berselingan dengan lempung dan

pasir. Batuan yang tersingkap di Kerawang Selatan dan Purwakarta dikenal sebagai Formasi

Cantayan dan di daerah aliran Cimanuk dikenal sebagai Formasi Cantayan juga. Pada akhir

Miosen ini di daerah Pegunungan Selatan, Blok Jampang menerus ke timur lebih merupakan

daratan. Disini endapan lautan berumur Miosen Akhir tidak pernah dijumpai. Batuan yang

mungkin berumur Akhir Miosen adalah berupa endapan batuan asal gunungapi, yang dikenal

sebagai Formasi Beser. Tetapi beberapa peneliti beranggapan aktifitas gunungapi ini adalah

pada Awal Pliosen.

Gerak tektonik pada Kala Miosen Akhir ini dapat dikatakan jauh lebih aktif dibanding kala

sebelumnya. Hal ini dibuktikan makin besarnya fragmen pembentuk endapan Kala Miosen

Akhir dibanding dengan Kala Miosen Tengah. Dilihat dari sedimentasinya, semakin besarnya

breksi pada Kala Miosen Akhir ini dapat ditafsirkan bahwa pada daerah ini sudah ditempati

kipas laut bagian hulu, sedangkan pada kala sebelumnya lebih dominan bagian hilirnya

(distal).

Kala Pliosen Pada Kala Pliosen, morfotektonik Jawa Barat berbeda dengan pola sebelumnya. Perubahan

ini juga mempengaruhi fisiografi atau geografi pada masing-masing daerah. Di Jawa Barat

Utara, pada Kala Pliosen ini, lingkungan pengendapannya adalah laut transisi, kebanyakan

berupa lagoon, atau mungkin berbentuk delta kecil. Ke utara ke arah Laut Jawa,

lingkungannya berubah menjadi lautan sebagaimana keadaan sekarang. Daerah Banten, pada

Kala Pliosen, tetap dalam lingkungan darat, kecuali pada bagian-bagian tepinya serta Lembah

Malingping di selatan dimana lingkungannya berupa laut transisi (Formasi Cimanceuri).

Cekungan Bogor pada Kala Pliosen sebagian sudah merupakan daratan. Satuan yang lebih

muda dari Formasi Cantayan tidak dapat ditemukan di daerah ini. Kemungkinan besar

mengalami erosi karena pengangkatan pada akhir Pliosen. Daerah Pegunungan Selatan pada

Kala Pliosen, terbagi menjadi dua bagian. Bagian selatan mengalami penurunan, dan

mengalami genang laut, yang menghasilkan Formasi Bentang. Sementara itu di bagian utara,

di daerah Rajamandala terjadi aktifitas gunungapi yang menghasilkan Formasi Beser.

Page 21: Guide Book Ekskursi Fix2

12

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Pola tektonik pada Kala Pliosen mengalami perubahan yang penting dari waktu sebelumnya.

Busur magmatik pada Kala Miosen yang berada di selatan Pulau Jawa, pada permulaan Kala

Pliosen terutama pada akhir Pliosen, terlihat berpindah ke tengah Pulau Jawa. Perpindahan ini

mengakibatkan status beberapa cekungan di Jawa berubah. Perubahan status ini

menyebabkan aktifitas tektoniknya juga berbeda dari sebelumnya. Daerah Jawa Barat Utara,

atau Daerah Cekungan Minyak Jawa Utara umumnya, keadaannya tetap sebagaimana Kala

Miosen. Gerakan vertikal disini boleh dikatakan sangat kecil. Lapisan di lepas pantai pada

umur ini umumnya datar. Cekungan Bogor, yang pada waktu Miosen merupakan Cekungan

Belakang Busur yang penting, pada Kala Pliosen ini ditempati oleh puncak-puncak

gunungapi. Dengan kata lain Cekungan Bogor pada Kala Pliosen ini berubah menjadi jalur

magmatik. Pegunungan Selatan pada Kala Pliosen mengalami penurunan. Daerah ini kini

terletak di depan deretan gunungapi. Bagian paling selatan mengalami penurunan yang cukup

berarti. Pada Kala Plio-Plistosen, seluruh daerah Jawa Barat mengalami pengangkatan yang

penting, terutama bagian selatan dan tengah. Bagian utara dari Jawa Barat merupakan kaki

pegunungan. Disini diendapkan kipas aluvium dari aliran sungai ke laut Jawa. Endapan

aluvium ini adalah berupa Formasi Citalang.

Kala Plistosen - Resen

Pada Kala Plistosen geologi Pulau Jawa sudah sama dengan geologi sekarang ini. Aktifitas

gunungapi yang besar terjadi pada permulaan Plistosen, menghasilkan Formasi Tambakan

serta sebagian dari endapan gunungapi muda sekarang ini. Daerah Jawa Barat Utara yang

pada Kala Miosen sampai Pliosen dipengaruhi oleh lautan, maka pada permulaan kala

Plistosen, merupakan endapan kipas daratan dari pegunungan, hasil pengangkatan kala Plio

Plistosen yang terletak di selatannya. Pada permulaan Kala Plistosen mungkin menerus

sepanjang Plistosen, seluruh Jawa mengalami pengangkatan yang penting. Di bagian selatan

Jawa, pengangkatan lebih sederhana, tanpa disertai oleh penyesaran dan perlipatan yang

berarti. Bagian tengah Pulau Jawa, pengangkatan dan penyesaran umumnya mengikuti pola

sesar lama. Di bagian utara Pulau Jawa, terjadi sesar naik yang penting. Sesar ini dikenal

sebagai Sesar Baribis (van Bemmelen, 1949). Sesar Baribis menyebabkan batuan yang

berumur Pliosen dan Plistosen Awal (Formasi Kaliwangu dan Formasi Citalang) terlipat kuat.

Jalur Sesar Baribis ini juga memotong sistem sesar yang lebih tua (Sesar Jatigede), seperti

terlihat di daerah Talaga (baratdaya G. Ceremai) Suatu hal yang menarik pada permulaan

Kala Plistosen, adalah adanya perpindahan pusat gunungapi dari selatan ke tengah Pulau

Jawa. Perpindahan pusat gunungapi seperti di Jawa ini pada permulaan Kala Plistosen

ternyata merupakan gejala umum di seluruh gugusan gunungapi Sirkum Pasifik (Karig dan

Sharman, 1975).

Page 22: Guide Book Ekskursi Fix2

13

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Gambar 7. Eveolusi Cekungan Kapur-Miosen Awal

Page 23: Guide Book Ekskursi Fix2

14

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Gambar 8. Eveolusi Cekungan Miosen Awal-Miosen Tengah

Page 24: Guide Book Ekskursi Fix2

15

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Gambar 9. Eveolusi Cekungan Miosen Tengah-Resen

Page 25: Guide Book Ekskursi Fix2

16

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Gambar 10. Korelasi Stratigrafi dan Evolusi Cekungan Jawa Barat

Page 26: Guide Book Ekskursi Fix2

17

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Outcrops

Page 27: Guide Book Ekskursi Fix2

18

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Page 28: Guide Book Ekskursi Fix2

19

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Page 29: Guide Book Ekskursi Fix2

20

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Page 30: Guide Book Ekskursi Fix2

21

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Page 31: Guide Book Ekskursi Fix2

22

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Page 32: Guide Book Ekskursi Fix2

23

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Page 33: Guide Book Ekskursi Fix2

24

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Page 34: Guide Book Ekskursi Fix2

25

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Page 35: Guide Book Ekskursi Fix2

26

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Page 36: Guide Book Ekskursi Fix2

27

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Page 37: Guide Book Ekskursi Fix2

28

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Page 38: Guide Book Ekskursi Fix2

29

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Page 39: Guide Book Ekskursi Fix2

30

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Page 40: Guide Book Ekskursi Fix2

31

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Page 41: Guide Book Ekskursi Fix2

32

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Page 42: Guide Book Ekskursi Fix2

33

Ekskursi Regional Jawa Barat 2011

Program Pasca Sarjana 2009-2010 Institut Teknologi Bandung

Referensi

Hall, R., 1995, Plate Tectonic Reconstructions of the Indonesian Region, Proc. of Indonesian

Petroleum Association, 2411, 71-84.

Martodjojo, Soedjono., 1984. Evolusi Cekungan Bogor, Jawa Barat, Disertasi Doktor, ITB

(tidak diterbitkan)

Satyana, A.H., 2005. Oligo-Miocene Carbonates of Java, Indonesia: Tectonic Volcanic

Setting and Petroleum Implications, Proceedings Indonesian Petroleum

Association, the 30th Annual Convention & Exhibition.

Situmorang. dkk, 1976. Wrench Fault Tectonics and Aspects of Hydrocarbon Accumulation

in Java, IPA, Fifth Annual Convention, vol 2