GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG...
Transcript of GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG...
GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
NOMOR 8 TAHUN 2018
TENTANG
PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,
Menimbang : a. bahwa upaya melindungi lingkungan hidup dari pencemaran dan kerusakan merupakan salah satu
tanggung jawab Pemerintahan Daerah Provinsi dalam upaya memenuhi hak atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat dalam rangka pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung disebabkan oleh perilaku pelaku usaha dan/atau
kegiatan yang cenderung melakukan pemanfaatan sumber daya alam yang kurang memperhatikan
aspek pembangunan berkelanjutan, serta didukung oleh rendahnya kemampuan dan koordinasi antar aparat Pemerintah Daerah di wilayah provinsi dalam
melakukan penegakan hukum;
c. bahwa ketentuan perlindungan lingkungan hidup
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan pelaksanaannya, belum memberikan bentuk yang jelas pelaksanaan tugas dan wewenang Pemerintah
Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam melakukan pengendalian pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan
Lingkungan Hidup;
SALINAN
- 2 -
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang
Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4033);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010
tentang Reklamasi dan Pasca Tambang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5172);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5271);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5941);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017
tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6041);
- 3 -
10. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017
tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 288, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6134);
11. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung Nomor 13 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-
2025 (Lembaran Daerah Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung Tahun 2007 Nomor 6 Seri E);
12. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 2 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Tahun 2014–2034 (Lembaran Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2014 Nomor 1
Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung Nomor 52);
13. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral (Lembaran Daerah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2014 Nomor 4 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung Nomor 52);
14. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Lembaran Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2016 Nomor 10
Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung Nomor 65);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
dan
GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGENDALIAN
PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP.
- 4 -
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah Daerah Provinsi yang selanjutnya
disebut Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung.
2. Daerah adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
3. Gubernur adalah Gubernur Kepulauan Bangka
Belitung.
4. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung.
5. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota dalam
wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
6. Dinas Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Dinas adalah perangkat daerah Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung yang bertanggung jawab di bidang
Lingkungan Hidup.
7. Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang selanjutnya disingkat BPBD adalah Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung.
8. Perangkat Daerah adalah perangkat daerah pada
Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung.
9. Masyarakat adalah masyarakat yang berdomisili dan bertempat tinggal di seluruh wilayah Daerah, baik
laki-laki, perempuan, dan /atau kelompok rentan.
10. Masyarakat Hukum Adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim
di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat
dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial,
dan hukum.
11. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain.
- 5 -
12. Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang selanjutnya disingkat KLHS adalah rangkaian analisis yang
sistematis, menyeluruh, dan partiipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi
dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau
kebijakan, rencana dan/atau program.
13. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin
usaha dan/atau kegiatan.
14. Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau
dimasukannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan
hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui
baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
15. Perusakan Lingkungan Hidup adalah tindakan
orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau
hayati lingkungan hidup sehingga melampaui
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
16. Kerusakan Lingkungan Hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang
melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup.
17. Baku Mutu Lingkungan Hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur
lingkungan hidup.
18. Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup adalah
ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh
lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan
fungsinya.
19. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh
perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan
oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.
20. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Amdal adalah kajian mengenai
dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
- 6 -
21. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut UKL-UPL adalah pengelolaan dan
pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan.
22. Pendidikan dan Pelatihan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Diklat Lingkungan Hidup
adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan aparatur sipil negara dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
23. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya
disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan
hidup manusia dan makhluk hidup lain.
24. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
25. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang
selanjutnya disebut Limbah B3 adalah sisa suatu
usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
26. Pengelolaan Limbah B3 adalah kegiatan yang
meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau
penimbunan.
27. Remediasi adalah upaya pemulihan pencemaran
lingkungan hidup untuk memperbaiki mutu
lingkungan hidup.
28. Rehabilitasi adalah upaya pemulihan untuk
mengembalikan nilai, fungsi, dan manfaat lingkungan hidup termaksud upaya pencegahan
kerusakan lahan, memberikan perlindungan, dan
memperbaiki ekosistem.
29. Restorasi adalah upaya pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup atau bagian–
bagiannya berfungsi kembali sebagaimana semula.
30. Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup adalah serangkaian kegiatan penanganan lahan
terkontaminasi yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemantauan untuk
memulihkan fungsi lingkungan hidup yang disebabkan oleh Pencemaran Lingkungan Hidup
dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup.
- 7 -
31. Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup adalah
dana yang disiapkan oleh suatu Usaha dan/atau Kegiatan untuk pemulihan kualitas lingkungan
hidup yang rusak dan/atau cemar karena
kegiatannya.
32. Dana Penanggulangan Pencemaran dan/atau
Kerusakan dan Pemulihan Lingkungan Hidup adalah dana yang disiapkan oleh Pemerintah Daerah
untuk menanggulangi dan memulihkan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
33. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah ASN di lingkungan Pemerintah Daerah
Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota.
34. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disebut APBD adalah APBD Pemerintah
Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Pasal 2
Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan
Lingkungan Hidup meliputi:
a. pencegahan;
b. penanggulangan; dan
c. Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup.
BAB II
PENCEGAHAN
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup
Pasal 3
(1) Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
meliputi:
a. pengembangan instrumen pencegahan; dan
b. pembinaan.
(2) Dinas melakukan koordinasi pengembangan dan
pelaksanaan instrumen pencegahan yang menjadi tugas dan wewenang Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
(3) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan pada tahap perencanaan dan evaluasi.
- 8 -
Bagian Kedua
Pengembangan Instrumen Pencegahan
Pasal 4
Pengembangan instrumen pencegahan dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a meliputi:
a. KLHS;
b. tata ruang;
c. Kriteria Baku Mutu Lingkungan Hidup;
d. Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup; dan
e. Perizinan, Amdal dan UKL-UPL.
Paragraf 1
KLHS
Pasal 5
(1) Dinas menyusun KLHS.
(2) KLHS disusun untuk memastikan perencanaan pembangunan telah sesuai dengan prinsip
pembangunan berkelanjutan.
(3) KLHS digolongkan berdasarkan pembagian wilayah
administrasi Daerah.
(4) Materi KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya memuat aspek:
a. kapasitas daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup untuk pembangunan;
b. perkiraan mengenai dampak dan risiko
lingkungan hidup;
c. kinerja layanan/jasa ekosistem;
d. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi
terhadap perubahan iklim;
f. tingkat ketahanan dan potensi
keanekaragaman hayati.
(5) KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilaksanakan ke dalam penyusunan atau evaluasi:
a. rencana tata ruang wilayah beserta rencana
rincinya, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, dan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah; dan
- 9 -
b. kebijakan, rencana, dan/atau program yang
berpotensi menimbulkan dampak dan/atau
risiko Lingkungan Hidup.
(6) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib menyusun KLHS dengan berpedoman pada KLHS
Daerah.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai materi muatan KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur
dengan Peraturan Gubernur.
Paragraf 2
Tata Ruang
Pasal 6
(1) Gubernur memperbaharui dan menetapkan
dokumen tata ruang dengan berpedoman pada
KLHS.
(2) Dokumen tata ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi;
b. Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Provinsi; dan
c. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil.
(3) Dokumen tata ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Paragraf 3
Kriteria Baku Mutu Lingkungan Hidup
Pasal 7
(1) Gubernur dapat menetapkan kriteria baku mutu lingkungan hidup yang bersifat lebih ketat daripada
standar nasional.
(2) Penetapan kriteria baku mutu lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan
terhadap:
a. baku mutu air pada sumber air;
b. baku mutu air limbah;
c. baku mutu air laut;
d. baku mutu kualitas udara; dan
e. baku mutu lain sesuai dengan perkembangan
teknologi.
- 10 -
(3) Setiap orang/badan hukum yang melakukan usaha
dan/atau kegiatan wajib menaati ketentuan tentang
kriteria baku mutu lingkungan hidup.
(4) Dalam rangka memenuhi kriteria baku mutu, setiap orang/badan hukum yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berskala besar wajib memiliki
unit pengolahan limbah.
(5) Kegiatan berskala besar sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dinilai berdasarkan penggunaan sumber daya alam sebagai bahan usaha/kegiatan
utamanya dan/atau kriteria yang direkomendasikan
oleh Dinas yang membidangi ketenagakerjaan.
Paragraf 4
Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup
Pasal 8
(1) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib menaati ketentuan tentang kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup.
(2) Dinas menggunakan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup untuk menetapkan terjadinya
kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 9
(1) Dinas mengembangkan sistem peringatan dini bagi setiap orang/kelompok masyarakat/pelaku usaha
dan/atau kegiatan yang berpotensi melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku
mutu dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup.
(2) Sistem peringatan dini sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat berupa:
a. pemeriksaan mandiri; dan/atau
b. inspeksi oleh pejabat pengawas lingkungan
hidup.
(3) Setiap orang/ pelaku usaha dan/atau kegiatan yang memelihara kualitas lingkungan dibawah angka
baku mutu atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup dapat diberikan insentif berupa:
a. sertifikasi produk dan/atau alat produksi yang
ramah lingkungan; dan/atau
b. sertifikasi perusahaan yang ramah lingkungan.
- 11 -
(4) Setiap orang atau pelaku usaha dan/atau kegiatan
yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu atau kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup setelah mendapatkan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dikenakan pencabutan insentif.
Paragraf 5
Perizinan dan Dokumen Lingkungan
Pasal 10
(1) Gubernur berwenang menerbitkan Izin Lingkungan.
(2) Setiap pelaku usaha dan atau kegiatan yang
berdampak penting terhadap Lingkungan Hidup wajib mendapatkan Izin Lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) digunakan sebagai persyarat memperoleh izin
usaha dan/atau kegiatan.
(4) Permohonan Izin Lingkungan wajib disertai dengan
Dokumen lingkungan yang disusun dengan memperhatikan dokumen tata ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).
(5) Pelaku usaha dan/atau kegiatan yang tidak
memiliki Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dikenai sanksi pidana.
(6) Sanksi pidana yang dimaksud pada ayat (5) sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
(7) Tata cara pengajuan permohonan Izin Lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Gubernur.
Pasal 11
(1) Pelaku usaha dan/atau kegiatan wajib menyusun
perizinan dan dokumen lingkungan bagi usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib Amdal sebagai
syarat mengajukan Izin Lingkungan.
(2) Dinas melaksanakan pemantauan terhadap
penyusunan dan pelaksanaan perizinan dan dokumen lingkungan sesuai ketentuan perundang-
undangan dan kebijakan nasional.
- 12 -
Pasal 12
(1) Pengelolaan Limbah B3 skala provinsi yang dilakukan di wilayah Daerah, wajib memperoleh izin
pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
pengumpulan Limbah B3 dari Gubernur.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
melalui prosedur pemohonan izin sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Gubernur setelah menerima permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memberikan
pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama 2 (dua)
hari kerja sejak permohonan diterima.
(4) Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Gubernur melakukan verifikasi paling lama 45 (empat puluh
lima) hari kerja.
(5) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilaksanakan oleh Dinas.
(6) Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) menunjukkan:
a. permohonan izin memenuhi persyaratan, Gubernur menerbitkan izin Pengelolaan Limbah
B3 untuk kegiatan pengumpulan Limbah B3 paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak hasil
verifikasi diketahui; atau
b. permohonan izin tidak memenuhi persyaratan, Gubernur menolak permohonan izin
Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan pengumpulan Limbah B3 disertai dengan
alasan penolakan.
(7) Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
huruf a diumumkan melalui media cetak dan/atau media elektronik paling lama 1 (satu) hari kerja
sejak izin diterbitkan.
(8) Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan pengumpulan Limbah B3 sebagaimana dimaksud
dalam ayat (6) huruf a berlaku selama 5 (lima) tahun
dan dapat diperpanjang.
(9) Perpanjangan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan pengumpulan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin Pengelolaan
Limbah B3 untuk kegiatan pengumpulan Limbah B3
diatur dalam Peraturan Gubernur.
- 13 -
Pasal 13
(1) Dinas melakukan pemantauan ketaatan pelaku
usaha dan/atau kegiatan terhadap Izin Lingkungan.
(2) Dinas melaksanakan penegakan sanksi administratif terhadap pemegang Izin Lingkungan yang tidak melaksanakan kewajibannya sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat berupa:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan Izin Lingkungan; atau
d. pencabutan Izin Lingkungan.
(4) Dalam hal sanksi administratif berupa pencabutan Izin Lingkungan dilakukan, Gubernur
memerintahkan Perangkat Daerah yang membidangi urusan perizinan untuk mencabut izin usaha yang
telah diterbitkan.
Bagian Ketiga
Pembinaan
Paragraf 1
Ruang Lingkup
Pasal 14
Pembinaan pengendalian Pencemaran dan/atau
Kerusakan Lingkungan Hidup meliputi:
a. sosialisasi informasi Lingkungan Hidup;
b. bantuan teknis; dan
c. Diklat Lingkungan Hidup.
Paragraf 2
Sosialisasi Informasi Lingkungan Hidup
Pasal 15
(1) Sosialisasi informasi Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a
dilakukan melalui kegiatan publikasi pada sistem
informasi, penyuluhan dan konsultasi.
(2) Kepala Dinas menyusun dan menetapkan rencana
kebutuhan sosialisasi informasi Lingkungan Hidup
yang meliputi:
- 14 -
a. rencana kebutuhan publikasi pada sistem
informasi Lingkungan Hidup;
b. rencana kebutuhan penyuluhan;
c. rencana alokasi anggaran; dan
d. rencana alokasi sumber daya manusia.
Pasal 16
(1) Dalam rangka publikasi pada sistem informasi
Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), Dinas melakukan pengembangan
sistem informasi Lingkungan Hidup.
(2) Publikasi sistem informasi Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui media yang mudah diakses masyarakat.
(3) Sistem informasi Lingkungan Hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya
memuat:
a. status Lingkungan Hidup;
b. peta rawan Lingkungan Hidup;
c. informasi mengenai instrumen pencegahan
Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan
Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
d. tata cara penyusunan perizinan dan dokumen lingkungan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Daerah;
e. laporan dan evaluasi hasil pemantauan
lingkungan hidup; dan
f. kebijakan lingkungan hidup Pemerintah
Daerah.
Pasal 17
(1) Untuk mengembangkan sistem informasi Lingkungan Hidup skala Daerah, Dinas
berkoordinasi dengan:
a. Perangkat Daerah yang membidangi:
1. pengelolaan sumber daya air;
2. pertambangan;
3. kehutanan;
4. tata ruang; dan
5. perencanaan pembangunan daerah.
b. Perangkat Daerah Kabupaten/Kota yang
membidangi Lingkungan Hidup berupa permintaan dan klarifikasi informasi
Lingkungan Hidup; dan/atau
- 15 -
c. Perangkat Daerah yang membidangi
komunikasi dan informasi untuk harmonisasi dan teknik pengembangan sistem informasi
Lingkungan Hidup.
(2) Dalam rangka memenuhi kebutuhan materi yang belum dapat diperoleh melalui koordinasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Dinas menyusun program prioritas dalam suatu rencana
kerja.
Pasal 18
(1) Dinas wajib melakukan pemutakhiran sistem informasi Lingkungan Hidup sekurang-sekurangnya
1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan,
penyusunan dan pemutakhiran sistem informasi Lingkungan Hidup diatur dalam Peraturan
Gubernur.
Pasal 19
(1) Dalam hal terdapat informasi Lingkungan Hidup yang tidak atau belum dipublikasikan dalam sistem
informasi Lingkungan Hidup, setiap orang berhak untuk mengajukan permohonan informasi kepada
pejabat pengelola informasi dan data di lingkungan
Dinas.
(2) Dinas dapat menolak permohonan informasi
Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila termasuk jenis informasi publik
yang dikecualikan.
(3) Dalam hal informasi Lingkungan Hidup yang
diminta tidak diberikan oleh Dinas, pemohon dapat mengajukan gugatan melalui penyelesaian sengketa
informasi publik.
Pasal 20
(1) Dinas melaksanakan penyuluhan Lingkungan Hidup kepada kelompok Masyarakat, pelaku usaha
dan/atau kegiatan di Kabupaten/Kota.
(2) Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan pada wilayah Daerah yang memiliki
potensi besar terjadi Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup sekurang-kurangnya
1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun di setiap
Kabupaten/Kota.
- 16 -
Pasal 21
(1) Dinas mengembangkan dan menyusun materi penyuluhan sesuai dengan kondisi lokal dan
kelompok sasaran penyuluhan.
(2) Ruang lingkup materi penyuluhan menggambarkan:
a. kondisi Lingkungan Hidup di Daerah;
b. permasalahan Lingkungan Hidup di wilayah
Daerah kelompok sasaran;
c. mekanisme perlindungan dan pengelolaan
Lingkungan Hidup;
d. hak-hak setiap orang, masyarakat, termasuk Masyarakat Hukum Adat, dalam perlindungan
dan pengelolaan Lingkungan Hidup; dan
e. kebijakan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam bidang
Lingkungan Hidup.
Pasal 22
(1) Pelaksanaan penyuluhan dilakukan oleh Dinas berkoordinasi dengan Perangkat Daerah
Kabupaten/Kota yang membidangi Lingkungan
Hidup.
(2) Dalam pelaksanaan penyuluhan, Dinas dapat mengembangkan kemitraan dengan kelompok
Masyarakat dan/atau pelaku usaha dengan
pembagian tanggung jawab dan sumber pendanaan.
(3) Pendanaan penyuluhan dibebankan pada APBD
dan/atau sumber pendanaan lain yang sah menurut
peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
(1) Dinas memberikan konsultasi Lingkungan Hidup kepada perorangan, pelaku usaha dan/atau
kegiatan.
(2) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan di kantor Dinas.
Pasal 24
(1) Dinas memberikan konsultasi atas permintaan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dan
Masyarakat.
(2) Pelaksanaan konsultasi dilakukan oleh petugas di
lingkungan Dinas.
- 17 -
(3) Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
menguasai pengetahuan, keterampilan, dan keahlian di bidang perlindungan dan pengelolaan
Lingkungan Hidup.
(4) Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditempatkan pada unit kerja di lingkungan
Dinas yang mengelola informasi dan data.
(5) Kepala Dinas wajib melakukan pemetaan potensi
sumber daya manusia peningkatan ketersediaan dan kualitas petugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).
(6) Ketentuan mengenai tata cara, waktu dan materi konsultasi diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Gubernur.
Paragraf 3
Bantuan Teknis
Pasal 25
(1) Bantuan teknis oleh Pemerintah Daerah diberikan
dalam bentuk:
a. bantuan pelaksanaan program dan kegiatan
yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota; dan
b. bantuan Penyusunan Dokumen Lingkungan bagi pelaku usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah dan kawasan tertentu yang
ditetapkan oleh pemerintah atau wilayah kepentingan publik yang berdampak penting
bagi Lingkungan Hidup.
(2) Usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa usaha mikro, kecil dan menengah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemberian bantuan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggungjawab Gubernur
yang pelaksanaannya dilimpahkan kepada Perangkat Daerah yang membidangi rencana usaha
dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dikoordinasikan dengan dinas.
Pasal 26
(1) Bantuan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 ayat (1) huruf a dilakukan pada tahap
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
(2) Bantuan teknis pada tahap perencanaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa:
- 18 -
a. bantuan informasi; dan/atau
b. konsultasi penyusunan program dan kegiatan.
(3) Bantuan teknis pada tahap pelaksanaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa:
a. bantuan sumber daya manusia; dan/atau
b. bantuan keuangan.
(4) Bantuan teknis pada tahap evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa fasilitasi evaluasi
program dan kegiatan.
Pasal 27
Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2)
huruf a, meliputi:
a. arah dan kebijakan Dinas;
b. rencana program dan kegiatan Dinas; dan/atau
c. informasi lain yang berkaitan dengan penyusunan
program dan kegiatan Kabupaten/Kota.
Pasal 28
(1) Konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (2) huruf b dilakukan atas permohonan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di lingkungan atau di luar kantor
Dinas.
(3) Materi konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan penyusunan
rencana program dan kegiatan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
Pasal 29
(1) Dalam hal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang mengajukan permohonan konsultasi berjumlah lebih dari 5 (lima), Dinas dapat melakukan
konsultasi secara bersamaan.
(2) Pembiayaan konsultasi secara bersamaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan
pada APBD Provinsi.
Pasal 30
(1) Bantuan sumber daya manusia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf a diberikan atas permintaan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
- 19 -
(2) Pemberian bantuan sumber daya manusia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan Kabupaten/Kota dan
ketersediaan sumber daya manusia Dinas.
(3) Pembiayaan bantuan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan
pada APBD Kabupaten/ Kota.
Pasal 31
(1) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (3) huruf b dianggarkan dalam APBD
sesuai dengan kebijakan Pemerintah Daerah.
(2) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan kepada Kabupaten/Kota yang
memenuhi syarat-syarat:
a. program Kabupaten/Kota sesuai dengan program prioritas Pemerintah Daerah di bidang
Lingkungan Hidup; dan
b. besaran bantuan keuangan paling besar 50% (lima puluh persen) dari keseluruhan biaya
program Kabupaten/Kota.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata
cara pemberian bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan
Gubernur.
Pasal 32
(1) Dinas memfasilitasi evaluasi program dan kegiatan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (4) berdasarkan permohonan
dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pelibatan Dinas dalam proses penilaian efisiensi proses, kualitas produk, dan/atau kualitas
dampak dari program dan/atau kegiatan.
Pasal 33
Bantuan teknis dalam penyusunan Dokumen
Lingkungan usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah dan kawasan tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah atau wilayah kepentingan publik
sebagamana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf b,
berupa:
a. fasilitasi dokumen lingkungan;
b. bantuan biaya; dan atau
c. penyusunan dokumen lingkungan.
- 20 -
Pasal 34
(1) Fasilitasi penyusunan dokumen lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a,
diberikan dalam bentuk asistensi penyusunan
dokumen lingkungan.
(2) Asistensi penyusunan dokumen lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam hal pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan
melakukan penyusunan dokumen lingkungan
secara mandiri.
(3) Asistensi penyusunan dokumen lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), mencakup kegiatan konsultasi pada tahap pra penyusunan,
penyusunan dokumen lingkungan, uji laboratorium,
dan fasilitasi pertemuan dengan Masyarakat.
(4) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
meliputi:
a. Masyarakat yang terkena dampak;
b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
c. Masyarakat yang terpengaruh atas segala
bentuk keputusan dalam proses Amdal.
Pasal 35
Bantuan biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
huruf b, diberikan apabila pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan tidak mampu membiayai sebagian atau seluruh
proses penyusunan dokumen lingkungan.
Pasal 36
(1) Bantuan penyusunan dokumen lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c,
diberikan dalam hal pemrakarsa tidak mampu melakukan penyusunan dokumen lingkungan
secara mandiri.
(2) Penyusunan dokumen lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Dinas secara
mandiri atau menggunakan jasa pihak lain.
(3) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus memenuhi kualifikasi penyusun dokumen lingkungan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Pasal 37
(1) Bantuan biaya penyusunan dokumen lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b,
dibebankan pada APBD.
- 21 -
(2) Penggunaan jasa pihak lain sebagaimana dimaksud
Pasal 36 ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pengadaan barang dan jasa.
Paragraf 4
Diklat Lingkungan Hidup
Pasal 38
Diklat Lingkungan Hidup meliputi:
a. diklat teknis; dan
b. diklat fungsional.
Pasal 39
(1) Dinas menyusun dan mengembangkan materi ajar
tambahan dalam kurikulum Diklat Lingkungan
Hidup.
(2) Materi ajar tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberikan pada setiap jenis Diklat
Lingkungan Hidup yang meliputi:
a. permasalahan Lingkungan Hidup di Daerah;
b. pokok-pokok hukum lingkungan; dan
c. kearifan lokal di Daerah.
(3) Dalam melaksanakan Diklat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Dinas secara bersama-sama bekerjasama dengan Perangkat Daerah yang membidangi kepegawaian dan pengembangan
sumber daya manusia Daerah.
(4) Kearifan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c, diidentifikasi dari praktik perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup Masyarakat Hukum
Adat di Daerah.
(5) Muatan kearifan lokal dalam Diklat Lingkungan Hidup disusun dengan memperhatikan hukum
lingkungan yang berlaku.
BAB III
PENANGGULANGAN
Pasal 40
Setiap orang/pelaku usaha yang melakukan Pencemaran
dan/atau Perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan
Lingkungan Hidup.
- 22 -
Pasal 41
(1) Setiap orang dapat melaporkan terjadinya Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup
kepada Dinas.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertulis dan ditujukan kepada
Kepala Dinas untuk ditindaklanjuti.
Pasal 42
(1) Dalam hal Dinas menerima laporan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2), Dinas melakukan
investigasi atau pemeriksaan lapangan.
(2) Investigasi atau pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
melibatkan Masyarakat.
(3) Hasil investigasi atau pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan
kepada Gubernur.
Pasal 43
(1) Gubernur dapat menetapkan terjadinya Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup
berdasarkan hasil investigasi dan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (2).
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan Keputusan Gubernur.
(3) Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan perintah penanggulangan
untuk dilaksanakan oleh pelaku Pencemaran
dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup.
(4) Perintah penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disertai dengan keterangan wilayah Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup
dan waktu pelaksanaan penanggulangan.
(5) Dalam hal pelaku Pencemaran dan/atau Perusakan
Lingkungan Hidup tidak dapat diketahui, Gubernur memerintahkan Dinas untuk melakukan
penanggulangan.
(6) Penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) didanai dari Dana Penanggulangan Pencemaran
dan/atau Kerusakan dan Pemulihan Lingkungan
Hidup.
Pasal 44
(1) Penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 dilakukan dengan:
- 23 -
a. memberikan informasi peringatan Pencemaran
dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup kepada
Masyarakat;
b. melakukan pengisolasian wilayah Pencemaran
dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup;
c. menghentikan sumber Pencemaran dan/atau
Kerusakan Lingkungan Hidup; dan/atau
d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
(2) Informasi peringatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dilakukan melalui media cetak dan/atau media elektronik selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sejak Pencemaran dan/atau
Kerusakan lingkungan hidup diketahui atau
ditetapkan.
(3) Pengisolasian wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sekurang-kurangnya dilakukan
melalui:
a. evakuasi sumber daya untuk menjauhi sumber Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan
Hidup;
b. penggunaan alat pengendalian Pencemaran
dan/atau kerusakan Lingkungan Hidup; dan
c. identifikasi dan penetapan daerah berbahaya.
(4) Menghentikan sumber pencemaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sekurang-kurangnya
dilakukan melalui:
a. penghentian proses produksi;
b. penghentian kegiatan pada fasilitas yang terkait
dengan sumber Pencemaran dan/atau
Kerusakan Lingkungan Hidup; dan
c. tindakan tertentu untuk meniadakan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan
Hidup pada sumbernya.
(5) Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d sekurang-kurangnya
dilakukan melalui:
a. kegiatan tanggap darurat;
b. kegiatan pelestarian fungsi Lingkungan Hidup yang menjadi bagian dari mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim; dan
c. observasi, identifikasi, analisis laboratorium
dan verifikasi Pencemaran dan/atau Kerusakan
Lingkungan Hidup.
(6) Tindakan penanggulangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib dilaporkan kepada Gubernur.
- 24 -
Pasal 45
(1) Dalam hal setiap orang/pelaku usaha yang melakukan Pencemaran dan/atau Perusakan
Lingkungan Hidup tidak melaksanakan penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43, penanggulangan dilaksanakan oleh Dinas.
(2) Penangulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didanai dari Dana Penanggulangan Pencemaran
dan/atau Kerusakan dan Pemulihan Lingkungan
Hidup.
(3) Dalam hal penanggulangan dilaksanakan oleh Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur mengenakan sanksi administratif kepada setiap
orang/pelaku usaha yang melakukan Pencemaran
dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup.
(4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dapat berupa:
a. paksaan Pemerintah;
b. pembekuan izin lingkungan; dan/atau
c. pencabutan izin lingkungan.
(5) Paksaan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a berupa denda dihitung berdasarkan
biaya yang dikeluarkan oleh Dinas dalam
melakukan penanggulangan.
Pasal 46
(1) Dalam keadaan mendesak Gubernur dapat
memerintahkan Dinas untuk melakukan penanggulangan tanpa melalui proses pemeriksaan
atau investigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42.
(2) Keadaan force majeure sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri dari:
a. Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan
Hidup terjadi secara masif; dan/atau
b. dampak Pencemaran dan/atau Perusakan
Lingkungan Hidup secara langsung dapat
dirasakan oleh Masyarakat.
Pasal 47
(1) Dalam hal penanggulangan Pencemaran dan/atau
Kerusakan Lingkungan Hidup yang terjadi pada wilayah Kabupaten/Kota tidak dilakukan oleh
pelaku pencemaran atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Gubernur dapat memerintahkan
Bupati/Walikota untuk melakukan penanggulangan.
- 25 -
(2) Dalam hal Bupati/Walikota tidak melaksanakan
perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur dapat memberikan sanksi kepada
Bupati/Walikota dalam bentuk:
a. teguran tertulis;
b. penghentian bantuan keuangan; dan/atau
c. pengurangan penyediaan infrastruktur.
Pasal 48
(1) Dalam rangka penyelenggaraan sistem tanggap
darurat dalam Pengelolaan Limbah B3 di wilayah Provinsi, Kepala BPBD, menyusun program
kedaruratan Pengelolaan Limbah B3 skala Provinsi.
(2) Sistem tanggap darurat dalam Pengelolaan Limbah
B3, terdiri atas:
a. penyusunan program kedaruratan Pengelolaan
Limbah B3;
b. pelatihan dan gladi kedaruratan Pengelolaan
Limbah B3; dan
c. penanggulangan kedaruratan Pengelolaan
Limbah B3.
(3) Dalam penyusunan program kedaruratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
Kepala BPBD berkoordinasi dengan:
a. setiap orang/pelaku usaha yang terlibat dalam Pengelolaan Limbah B3 sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Menteri;
c. Dinas; dan
d. Perangkat Daerah lainnya.
(4) Penyusunan program kedaruratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) BPBD melakukan pelatihan dan gladi kedaruratan
Pengelolaan Limbah B3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b yang wajib diikuti oleh:
a. setiap orang/pelaku usaha yang terlibat dalam
pengelolaan Limbah B3;
b. Dinas; dan
c. Perangkat Daerah lainnya.
(6) Pelatihan dan geladi kedaruratan Pengelolaan
Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diselenggarakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3
(tiga) tahun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- 26 -
(7) Penanggulangan kedaruratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c, paling sedikit
meliputi:
a. Identifikasi keadaan darurat dalam Pengelolaan
Limbah B3;
b. Penanggulangan Pencemaran Lingkungan
Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai
dengan Pasal 46;
c. Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup.
(8) Penanggulangan kedaruratan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
PEMULIHAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 49
Setiap orang/pelaku usaha yang melakukan Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup wajib melakukan
Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup.
Pasal 50
Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 dilakukan dengan tahapan:
a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan
unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi; dan
e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Pasal 51
(1) Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 50 huruf a, sekurang-kurangnya dilakukan
dengan cara:
a. identifikasi lokasi, sumber, jenis, dan zat pencemar, serta besaran Pencemaran dan/atau
Kerusakan Lingkungan Hidup;
b. penghentian proses produksi;
- 27 -
c. penghentian kegiatan pada fasilitas yang terkait
dengan sumber Pencemaran dan/atau
Kerusakan Lingkungan Hidup;
d. tindakan tertentu untuk meniadakan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan
Hidup pada sumbernya; dan
e. penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan penghentian Pencemaran
dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup kepada
Gubernur.
(2) Dinas melakukan pemantauan terhadap proses penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup untuk selanjutnya
dilaporkan kepada Gubernur.
Pasal 52
(1) Remediasi dilakukan sebagai upaya pemulihan
Pencemaran Lingkungan Hidup untuk memperbaiki
mutu Lingkungan Hidup.
(2) Remediasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
sekurang-kurangnya dilakukan dengan cara:
a. pemilihan teknologi remediasi;
b. penyusunan rencana dan pelaksanaan
remediasi; dan
c. penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan remediasi terhadap Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup kepada
Gubernur.
(3) Dinas melakukan pemantauan terhadap proses
Remediasi untuk selanjutnya dilaporkan kepada
Gubernur.
Pasal 53
(1) Rehabilitasi dilakukan sebagai upaya pemulihan
untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan manfaat lingkungan hidup termasuk upaya pencegahan
kerusakan lahan, memberikan perlindungan, dan
memperbaiki ekosistem.
(2) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan cara paling sedikit meliputi:
a. identifikasi lokasi, penyebab, dan besaran
kerusakan Lingkungan Hidup;
b. pemilihan metode rehabilitasi;
c. penyusunan rencana dan pelaksanaan
rehabilitasi; dan
- 28 -
d. penyusunan dan penyampaian laporan
pelaksanaan rehabilitasi terhadap Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup kepada
Gubernur.
(3) Dinas melakukan pemantauan terhadap proses rehabilitasi untuk selanjutnya dilaporkan kepada
Gubernur.
Pasal 54
(1) Restorasi dilakukan sebagai upaya pemulihan untuk
menjadikan Lingkungan Hidup atau bagian-
bagiannya berfungsi kembali sebagaimana semula.
(2) Restorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
sekurang-kurangnya dilakukan dengan cara:
a. identifikasi lokasi, penyebab, dan besaran
Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan
Hidup;
b. pemilihan metode restorasi;
c. penyusunan rencana dan pelaksanaan
restorasi; dan
d. penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan restorasi Pencemaran dan/atau
Kerusakan Lingkungan Hidup kepada
Gubernur.
(3) Dinas melakukan pemantauan terhadap proses restorasi untuk selanjutnya dilaporkan kepada
Gubernur.
Pasal 55
(1) Tahapan Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai
dengan Pasal 54 dituangkan dalam dokumen
rencana Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup.
(2) Dokumen rencana Pemulihan Fungsi Lingkungan
Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan dari Dinas sebelum
pelaksanaan Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup.
(3) Dokumen rencana Pemulihan Fungsi Lingkungan
Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat:
a. tahapan Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup;
dan
b. hasil identifikasi unsur pencemar dan/atau
perusak Lingkungan Hidup.
- 29 -
(4) Identifikasi unsur pencemar dan/atau perusak
Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan nilai baku untuk identifikasi zat
pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 56
(1) Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 54
dilaksanakan hingga memperoleh penetapan status telah selesainya pemulihan lahan terkontaminasi
dari Dinas.
(2) Permohonan penetapan status sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis.
(3) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon; dan
b. laporan pelaksanaan Pemulihan Fungsi
Lingkungan Hidup.
(4) Laporan pelaksanaan Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
sekurang-kurangnya memuat:
a. identitas pemohon; dan
b. rincian pelaksanaan Pemulihan Fungsi
Lingkungan Hidup.
Pasal 57
(1) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 ayat (2) telah diterima, Dinas memberikan pernyataan tertulis mengenai
kelengkapan administrasi permohonan.
(2) Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan selambat-ambatnya 2 (dua) hari kerja
sejak permohonan diterima.
(3) Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Dinas
melakukan verifikasi terhadap laporan pelaksanaan Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 ayat (4).
(4) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus selesai dilakukan selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak permohonan dinyatakan
lengkap.
(5) Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) menunjukkan:
- 30 -
a. permohonan memenuhi persyaratan, Dinas
menerbitkan penetapan status telah selesainya pemulihan lahan terkontaminasi selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak hasil
verifikasi diketahui; atau
b. permohonan tidak memenuhi persyaratan,
Dinas menolak permohonan penetapan status telah selesainya pemulihan lahan
terkontaminasi disertai dengan alasan
penolakan.
(6) Penetapan status telah selesainya pemulihan lahan terkontaminasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf a paling sedikit memuat:
a. tanggal penerbitan penetapan;
b. ringkasan hasil verifikasi;
c. pernyataan bahwa:
1. Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup yang
dilaksanakan telah layak dan dapat
dihentikan; dan
2. Lingkungan Hidup telah kembali pada
fungsi semula sebelum terjadinya Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau
Kerusakan Lingkungan Hidup.
(7) Dalam hal permohonan tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, Dinas memerintahkan pihak pemohon untuk memperbaiki proses Pemulihan Fungsi
Lingkungan Hidup.
Pasal 58
Jangka waktu verifikasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57 ayat (4) tidak termasuk jangka waktu yang diperlukan pemohon untuk memperbaiki dokumen dan melakukan tindakan koreksi terhadap pelaksanaan
Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup.
Pasal 59
(1) Dalam hal Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 tidak mulai dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Penanggulangan Pencemaran
Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dilakukan, Gubernur sesuai dengan
kewenangannya menetapkan pihak ketiga untuk melakukan Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
- 31 -
(2) Gubernur dapat mendelegasikan penetapan pihak
ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
Kepala Dinas.
(3) Dalam hal Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup dilakukan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur memberikan sanksi
administratif kepada pelaku Pencemaran dan/atau
Perusakan Lingkungan Hidup.
(4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dapat berupa:
a. paksaan Pemerintah;
b. pembekuan Izin Lingkungan; dan/atau
c. pencabutan Izin Lingkungan.
(5) Paksaan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a berupa denda yang diperhitungkan
berdasarkan biaya yang ditimbulkan untuk
melakukan Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup.
Pasal 60
(1) Biaya yang dibutuhkan untuk Pemulihan Fungsi
Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 ayat (1) dapat berasal dari:
a. dana Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup;
atau
b. dana penjaminan Pemulihan Fungsi
Lingkungan Hidup.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan sebagai kerugian lingkungan jika
Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup tidak dilakukan oleh pihak yang menghasilkan,
mengumpulkan, mengangkut, memanfaatkan, mengolah, menimbun, dan/atau membuang zat pencemar sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(3) Besaran biaya kerugian lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Gubernur dengan pihak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 61
(1) Dinas melakukan Pemulihan Fungsi Lingkungan
Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, jika:
- 32 -
a. lokasi pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup tidak diketahui sumber pencemarannya dan/atau kerusakannya;
dan/atau
b. tidak diketahui pihak yang melakukan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan
Hidup.
(2) Dinas melakukan Pemulihan Fungsi Lingkungan
Hidup sesuai mekanisme yang diatur dalam
Peraturan Daerah ini.
(3) Dinas memberikan laporan hasil Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) kepada Gubernur.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
setelah dilakukannya Pemulihan Fungsi Lingkungan
Hidup.
Pasal 62
(1) Gubernur dapat membuat perjanjian
kompensasi/imbal jasa dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan/atau pihak ketiga untuk
melakukan Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup.
(2) Perjanjian kompensasi/imbal jasa dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 63
(1) Dalam hal Pemulihan Pencemaran dan/atau
Perusakan Lingkungan Hidup yang terjadi pada wilayah kabupaten/kota tidak dilakukan oleh
pelaku pencemaran atau Pemerintah Kabupaten/Kota, Gubernur dapat memerintahkan Bupati/Walikota untuk melakukan Pemulihan
Fungsi Lingkungan Hidup.
(2) Dalam hal Bupati/Walikota tidak melaksanakan
perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur dapat memberikan sanksi kepada
Bupati/Walikota dalam bentuk:
a. teguran tertulis;
b. penghentian bantuan keuangan; dan/atau
c. pengurangan penyediaan infrastruktur.
Pasal 64
(1) Gubernur melakukan pengawasan terhadap
Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup.
- 33 -
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh pejabat pengawas lingkungan
hidup yang ada pada Dinas.
(3) Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB V
PENEGAKAN HUKUM
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup
Pasal 65
Ruang lingkup Penegakan Hukum, meliputi:
a. penegakan hukum terpadu; dan
b. penggunaan Hak Gugat Pemerintah Daerah;
Bagian Kedua
Penegakan Hukum Terpadu
Pasal 66
(1) Setiap orang/pelaku usaha dan/atau kegiatan yang
dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya Baku Mutu
Lingkungan Hidup atau Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup, dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Gubernur berdasarkan laporan Dinas melakukan koordinasi kepada aparat penegak hukum untuk
melakukan penegakan hukum pidana terhadap Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan
Hidup.
(3) Aparat penegak hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) meliputi:
a. penyidik pegawai negeri sipil di bidang
Lingkungan Hidup;
b. kepolisian; dan
c. kejaksaan.
Pasal 67
Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat
(2) dilakukan untuk mendapatkan:
a. bukti permulaan yang cukup; dan/atau
- 34 -
b. bukti dan saksi yang dapat digunakan di dalam
persidangan.
Bagian Kedua
Penggunaan Hak Gugat Pemerintah Daerah
Pasal 68
(1) Pemerintah Daerah memiliki hak mengajukan
gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan
Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang mengakibatkan kerugian Lingkungan
Hidup.
(2) Hak mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Dinas.
Pasal 69
(1) Hak gugat Pemerintah Daerah digunakan dengan mempertimbangkan hasil verifikasi lapangan oleh
pejabat pengawas Lingkungan Hidup.
(2) Hak gugat Pemerintah Daerah hanya digunakan
apabila hasil verifikasi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menunjukkan telah terjadi
kerugian Lingkungan Hidup.
(3) Dalam hal hak gugat Pemerintah Daerah digunakan, Dinas menunjuk kuasa hukum berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
(4) Segala biaya yang timbul dalam penggunaan hak
gugat Pemerintah Daerah dibebankan pada APBD.
BAB VI
PENDANAAN
Bagian Kesatu
Dana Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan
Lingkungan Hidup
Paragraf 1
Umum
- 35 -
Pasal 70
(1) Pemerintah Daerah wajib menyediakan dana pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan
Lingkungan Hidup dalam APBD.
(2) Dana pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Dana Pencegahan Pencemaran dan/atau
Kerusakan Lingkungan Hidup; dan
b. Dana Penanggulangan Pencemaran dan/atau
Kerusakan dan Pemulihan Lingkungan Hidup.
Paragraf 2
Dana Pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan
Lingkungan Hidup
Pasal 71
(1) Pemerintah Daerah menyiapkan Dana Pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat
(2) huruf a untuk memastikan tersedianya dana bagi
program dan/atau kegiatan:
a. pengembangan instrumen pencegahan dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai
dengan Pasal 13; dan
b. pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 sampai dengan Pasal 39.
(2) Dana Pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan
Lingkungan Hidup dapat digunakan untuk
keperluan:
a. bantuan keuangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (3) huruf b;
b. pembiayaan materi konsultasi terpadu
sebagaimana dimaksud Pasal 29 ayat (2); dan/
atau
c. bantuan teknis dalam penyusunan Dokumen Lingkungan usaha dan/atau kegiatan golongan
ekonomi lemah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33 huruf c.
- 36 -
Paragraf 3
Dana Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan
dan Pemulihan Lingkungan Hidup
Pasal 72
(1) Pemerintah Daerah menyiapkan Dana
Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan dan Pemulihan Lingkungan Hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) huruf b untuk:
a. memastikan tersedianya dana untuk
penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dan Pemulihan
Fungsi Lingkungan Hidup;
b. menjamin terpulihkannya kembali fungsi
Lingkungan Hidup; dan
c. menjamin pelestarian fungsi atmosfer.
(2) Dana Penanggulangan Pencemaran dan/atau
Kerusakan dan Pemulihan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan
untuk:
a. penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup pada lokasi yang
tidak diketahui sumber dan/atau pelakunya;
dan
b. pemulihan lingkungan hidup akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang tidak diketahui sumber dan/atau
pelakunya.
Pasal 73
Dana Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan
dan Pemulihan Lingkungan Hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 72 bersumber dari:
a. APBD; dan/atau
b. sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Bagian Kedua
Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup
- 37 -
Pasal 74
(1) Setiap pelaku usaha yang memiliki dampak terhadap lingkungan hidup, wajib menyediakan
Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan
untuk melaksanakan kegiatan:
a. penanggulangan keadaan darurat lingkungan hidup di wilayah usaha dan/atau kegiatan yang
disebabkan oleh usaha dan/atau kegiatannya;
dan
b. Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup pasca
operasi di wilayah usaha dan/atau kegiatan yang disebabkan oleh usaha dan/atau
kegiatannya.
Pasal 75
(1) Pelaku usaha menyediakan Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup sebagaimana disebut
pada Pasal 74 ayat (1) dalam bentuk:
a. deposito berjangka;
b. tabungan bersama;
c. bank garansi;
d. polis asuransi; dan/atau
e. lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Penempatan Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan
Hidup dalam bentuk deposito berjangka dan tabungan bersama sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf b wajib disimpan di bank
pemerintah yang ditunjuk oleh Gubernur.
(3) Gubernur dapat melimpahkan penunjukan bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada Kepala
Dinas.
(4) Bukti penempatan Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diserahkan kepada Dinas.
(5) Ketentuan mengenai mekanisme, tata cara
perhitungan, dan penetapan besarnya Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- 38 -
Pasal 76
(1) Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1)
digunakan penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan setelah mendapatkan persetujuan instansi pemberi izin usaha atau sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Dalam hal dana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak mencukupi untuk digunakan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memenuhi
kekurangan pembiayaan.
Pasal 77
Penyediaan Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) tidak
membebaskan kewajiban penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan untuk melakukan pencegahan
Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup
akibat Usaha dan/atau Kegiatannya.
Pasal 78
Penerapan Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 sampai dengan Pasal 77 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 79
(1) Gubernur melaksanakan evaluasi terhadap seluruh
dokumen tata ruang yang telah berlaku untuk
disesuaikan dengan KLHS.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
diselesaikan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun
sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal 80
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini, ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan
Daerah ini diundangkan.
- 39 -
Pasal 81
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung.
Ditetapkan di Pangkalpinang pada tanggal 30 Oktober 2018
GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,
dto
ERZALDI ROSMAN
Diundangkan di Pangkalpinang pada tanggal 30 Oktober 2018
SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,
dto
YAN MEGAWANDI
LEMBARAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN
2018 NOMOR 5 SERI E NOREG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
5-260/2018
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM SEKRETARIAT DAERAH
PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,
dto
MASKUPAL BAKRI
Pembina Utama Tingkat I/IV.b NIP. 19630306 198603 1 015