GROUND SHEAR STRAIN UNTUK MIKROZONASI POTENSI …lib.unnes.ac.id/36944/1/4211413028.pdf · 2020. 6....
Transcript of GROUND SHEAR STRAIN UNTUK MIKROZONASI POTENSI …lib.unnes.ac.id/36944/1/4211413028.pdf · 2020. 6....
-
i
ANALISIS MIKROSEISMIK DENGAN PENDEKATAN
GROUND SHEAR STRAIN UNTUK MIKROZONASI
POTENSI LONGSOR DI DELIKSARI SUKOREJO
KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG
Skripsi
Disajikan sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Progam Studi Fisika
Oleh
Trian Slamet Julianti
4211413028
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018
-
ii
-
iii
-
iv
-
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
Allah mencintai orang-orang yang berilmu
Al-Quran adalah sumber ilmu pengetahuan yang sesungguhnya.
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
1. Bapak Suntoyo dan Ibu Robiyatul tercinta,
terimakasih atas doa dan dukungannya yang
telah diberikan dengan sepenuh hati.
2. Kakak-kakakku Laeli Naeli Rohma dan Nila
Dwi Permatasari terimakasih untuk motivasinya.
3. Untuk Almarhumah nenek tercinta.
-
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunianya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memperoleh gelar Sarjana Sains di
Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Negeri Semarang dengan judul “Analisis Mikroseismik Dengan Pendekatan
Ground Shear Strain Untuk Mikrozonasi Potensi Longsor di Deliksari Sukorejo
Kecamatan Gunungpati Semarang. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak
akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya partisipasi dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., rektor Universitas Negeri Semarang;
2. Prof. Dr. Zaenuri, S.E., M.Si., Akt., dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang;
3. Dr. Suharto Linuwih, M.Si., ketua Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang
4. Dr. Mahardika Prasetya Aji, M.Si., ketua Program Studi Fisika Universitas
Negeri Semarang;
5. Sunarno, S.Si M.Si., selaku dosen wali yang selalu memberikan semangat
dan dukungan kepada penulis;
6. Prof. Dr. Supriyadi, M.Si., dosen pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan masukan dalam penyusunan skripsi;
7. Dr. Ngurah Made Darma Putra, M.Si., kepala laboratorium fisika yang telah
memberikan fasilitas dalam melaksanakan penelitian;
8. Teman-teman KSGF Unnes yang telah membantu dan memberikan dukungan;
9. Teman-teman program studi fisika angkatan 2013 yang sudah mengisi hari-
hari penulis selama melaksanakan studi;
10. Tahlis Siamitha Amrullah dan Dwi Rizki Rahmawati yang sudah memberikan
semangat dan keceriaan dalam hidup penulis.
11. Teman-teman Jurusan Fisika 2013 yang telah membantu dan memberi
semangat.
-
vii
12. Teman-teman Kost Wisma Gadiza yang sudah mengisi hari-hari peneliti
dengan keceriaan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan untuk kesempurnaan
penulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
pada khususnya, lembaga, masyarakat dan pembaca pada umumnya.
Semarang, 10 Januari 2018
Penulis
-
viii
ABSTRAK
Julianti, Trian .S. 2017. Analisis Mikroseismik Dengan Pendekatan Ground Shear
Strain Untuk Mikrozonasi Potensi Longsor di Deliksari Sukorejo Kecamatan
Gunungpati Kota Semarang. Skripsi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Supriyadi, M.Si., Dr. Suharto Linuwih, M.Si.
Kata Kunci: Longsor, Mikroseismik, HVSR, Ground Shear Strain.
Mikroseismik merupakan getaran harmonik tanah yang terjadi secara terus
menerus dengan frekuensi yang rendah. Hasil pengukuran mikroseismik dapat
digunakan untuk memperkirakan karakteristik lapisan tanah yang berpengaruh
terhadap indeks kerentanan dan percepatan tanah yang menggambarkan tingkat
kerentanan lapisan tanah terhadap deformasi tanah yang menjadi salah satu
penyebab tanah longsor. Kota Semarang merupakan ibukota provinsi Jawa
Tengah yang sedang berkembang, akan tetapi beberapa daerah rawan terhadap
tanah longsor. 7 dari 16 kecamatan di Kota semarang memliki titik-titik rawan
longsor salah satunya adalah Deliksari Sukorejo Kecamatan Gungpati Kota
Semarang. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk membuat mikrozonasi
potensi longsor yang dapat digunakan untuk meminimalisir dampak tanah longsor
dengan dijadikan pertimbangan pengembangan tataruang. Pengambilan data
dilakukan dengan menggunakan seismometer 3 komponen pada 20 titik dengan
jarak antar titik 50 m. Prosesing data dilakukan dengan metode HVSR. Data yang
diperoleh berupa nilai perbandingan spektral horizontal terhadap vertikal (H/V),
frekuensi dominan dan amplifikasi. Nilai frekuensi natural dan amplifikasi dapat
digunakan untuk menentukan nilai ketebalan lapisan sedimen, kerentanan
gempa,percepatan tanah maksimum dan nilai GSS. Berdasarkan hasil penelitian
nilai GSS di Deliksari Sukorejo Kecamatan Gunungpati Kota Semarang berkisar
antara 1,49 x 10-5
– 5,16 x 10-4
γ. Sedangkan kawasan yang berpotensi
mengalami pergerakan tanah berada pada titik TA4, TA8, TA9, TA18 dan TA20.
-
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
HALAMAN PERNYATAAN iii
HALAMAN PENGESAHAN iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN v
KATA PENGANTAR vi
ABSTRAK viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Identifikasi Masalah 6
1.3. Rumusan Masalah 6
1.4. Tujuan Penelitian 6
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Geografis Indonesia 7
2.2. Tinjauan Lokasi Penelitia 8
2.3. Tanah Longsor 10
2.4. Gelombang Seismik 13
2.5. Mikroseismik 16
2.6. Metode HVSR 19
2.7. Indeks Kerentanan Seismik 23
2.8. Percepatan Tanah Maksimum 24
2.9. Gempa Bumi 28
2.10. Ground Shear Strain 31
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 35
-
x
3.2. Instrumen Penelitian 35
3.3. Prosedur Penelitian 36
3.4. Diagram Alir Penelitian 39
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil 40
4.2. Pembahasan
4.2.1. Frekuensi Predominan 44
4.2.2. Faktor Amplifikasi 45
4.2.3. Ketebalan Lapisan Sedimen 46
4.2.4. Indeks Kerentanan Seimik 48
4.2.5. Percepatan Tanah Maksimum
4.2.5.1. Percepatan Tanah Maksimum Berdasarkan Sumber Gempa
Purworejo 50
4.2.5.2. Percepatan Tanah Maksimum Berdasarkan Sumber Gempa
Yogyakarta 51
4.2.5.3. Percepatan Tanah Maksimum Berdasarkan Sumber Gempa
Banyuwangi 52
4.2.6. Ground Shear Strain
4.2.6.1. Nilai GSS Berdasarkan Sumber Gempa Bumi Purworejo
54
4.2.6.2. Nilai GSS Berdasarkan Sumber Gempa Bumi Yogyakarta
55
4.2.6.3. Nilai GSS Berdasarkan Sumber Gempa Bumi Banyuwangi
56
5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan 59
5.2. Saran 59
DAFTAR PUSTAKA 60
LAMPIRAN-LAMPIRAN 65
-
xi
DAFTAR TABEL
Tabel
2.1. Klasifikasi jenis tanah oleh BSCC 20
2.2. Klasifikasi tanah konversi Kanai & Tanaka dengan Omote Nakajima 26
2.3. Hubungan antara regangan dengan sifat dinamis tanah 31
4.1. Hasil analisis mikroseismik dengan data gempa bumi Purworejo 41
4.2. Hasil analisis mikroseismik dengan data gempa bumi Yogyakarta 42
4.3. Hasil analisis mikroseismik dengan data gempa bumi Banyuwangi 43
-
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1.1. Peta Rawan Bencana Kecamatan Gunungpati Semarang 2011 5
2.1. Peta Geologi Kota Semarang 9
2.2. Penjalaran gelombang P 14
2.3. Penjalaran Gelombang S 15
2.4. Penjalaran Gelombang L 16
2.5. Penjalaran Gelombang R 16
2.6. Model cekungan yang berisi material sedimen halus 21
2.7. Kriteria kurva HVSR 24
3.1. Peta lokasi titik sampel pengambilan data 34
3.2. Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian 36
3.3. Diagram alir penelitian 37
4.1. Peta nilai frekuensi predominan di Deliksari 44
4.2. Peta nilai faktor amplifikasi di Deliksari 46
4.3. Peta nilai ketebalan lapisan sedimen di Deliksari 47
4.4. Peta Nilai Indeks Kerentanan Seismik di Deliksari 48
4.5. Peta nilai percepatan tanah maksimum di Deliksari berdasarkan sumber
gempa Purworejo 51
4.6. Peta nilai percepatan tanah maksimum di Deliksari berdasarkan sumber
gempa Yogyakarta 52
4.7. Peta nilai percepatan tanah maksimum di Deliksari berdasarkan sumber
gempa Banyuwangi 53
4.8. Peta nilai Ground Shear Strain kawasan Deliksari dengan sumber data gempa
Purworejo 55
-
xiii
4.9. Peta nilai Ground Shear Strain kawasan Deliksari dengan sumber data gempa
Yogyakarta 56
4.10. Peta nilai Ground Shear Strain kawasan Deliksari dengan sumber data
gempa Banyuwangi 57
-
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1 Hasil pengolahan data menggunakan software geopsy ………………64
2 Data pengukuran ……………………………………………………...71
3 Data kecepatan gelombang S (Vs) ……………………………………72
4 Hasil pengolahan data ………………………………………………...73
5 Dokumentasi penelitian ……………………………………………….74
-
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap bencana alam seperti
gempabumi, tsunami, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan angin
puting beliung. Salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia adalah
tanah longsor. Tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang terjadi
karena faktor alam maupun faktor buatan oleh manusia. Faktor alam dapat berupa
hujan yang berkepanjangan sehingga dapat mengikis tanah yang mengakibatkan
terjadinya longsor atau karena litologi bawah permukaan yang berupa lapisan
kedap air dan lain sebagainya. Sedangkan faktor buatan manusia dapat berupa
penebangan hutan secara liar yang dapat mengurangi jumlah pohon pada suatu
lereng dimana fungsi dari pohon itu sendiri adalah sebagai penopang dan
penampung air hujan yang merupakan salah satu penyebab tanah longsor sehingga
dengan bertambahnya penebangan liar maka akan memperbesar potensi suatu
wilayah untuk mengalami bencana tanah longsor.
Menurut Priyantari dan Suprianto (2009), tanah longsor biasanya bergerak
pada suatu bidang tertentu yang disebut dengan bidang gelincir. Bidang gelincir
berada diantara bidang yang stabil (bedrock) dan bidang yang bergerak (bidang
yang tergelincir). Bidang gelincir tersebut secara umum berada di bawah
permukaan bumi. Bidang gelicir dapat diketahui keberadaannya dengan cara
menganalisa karakteristik lapisan tanah.
-
2
Karakteristik lapisan tanah dapat diketahui dengan dengan analisis sinyal
mikrotremor. Mikrotremor merupakan getaran tanah yang ditimbulkan oleh
peristiwa alam ataupun buatan, misal angin, gelombang laut, atau getaran
kendaraan, yang dapat menggambarkan kondisi geologi dekat permukaan
(Tokimatsu, 1998). Data mikrotremor dapat dianalisis dengan menggunakan
metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR). Metode HVSR merupakan
metode yang digunakan sebagai indikator struktur bawah permukaan tanah yang
memperlihatkan hubungan antara perbandingan perbandingan rasio spektrum
fourier dari sinyal mikrotremor komponen horizontal terhadap komponen
vertikalnya (Nakamura, 1989).
Nilai yang didapatkan, dimanfaatkan untuk menentukan nilai percepatan
tanah maksimum, indeks kerentanan tanah maupun ground shear strain. Metode
ini digunakan sebagai salah satu cara untuk memahami sifat struktur bawah
permukaan tanpa menyebabkan gangguan pada struktur tersebut.
Hasil pengukuran mikrotremor yang didapat digunakan untuk
memperkirakan karakteristik tanah sehingga dapat digunakan untuk melihat
pengaruhnya terhadap kondisi lapisan tanah dan kondisi geologi setempat.
Karakterisitik lapisan tanah sangat berpengaruh terhadap indeks kerentanan dan
percepatan tanah di suatu wilayah tertentu. Indeks kerentanan merupakan indeks
yang menggambarkan tingkat kerentanan lapisan tanah permukaan terhadap
deformasi tanah dan untuk menentukan nilai percepatan tanah dapat dilakukan
dengan beberapa metode. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah
metode kanai. Dengan mengetahui nilai percepatan getaran tanah maksimum dan
-
3
indeks kerentanan seismik dapat digunakan untuk menganalisis nilai ground
shear strain.
Nilai ground shear strain adalah kemampuan lapisan tanah untuk
meregang dan bergeser saat terjadinya gempabumi. Kurangnya informasi
masyarakat tentang nilai ground shear strain pada wilayah yang mereka huni
menjadikan penulis melakukan penelitian ini. Nilai ground shear strain yang
didapat melalui metode mikroseismik ini sangat bermanfaat untuk mitigasi
bencana didalam suatu wilayah.
Kota Semarang merupakan kota yang masih asri dengan kekayaan
alamnya, akan tetapi beberapa daerah rawan terjadi bencana alam seperti banjir
maupun kekeringan hingga tanah longsor. Berdasarkan hasil penelitian
Windraswara dan Widowati (2010), Tujuh dari 16 kecamatan di Kota Semarang
memiliki titik-titik rawan longsor. Ketujuh kecamatan tersebut adalah Manyaran,
Gunungpati, Gajahmungkur, Tembalang, Ngaliyan, Mijen, dan Tugu. Kontur
tanah di kecamatan-kecamatan tersebut sebagian adalah perbukitan dan daerah
patahan dengan struktur tanah yang labil. Desa Deliksari yang terdapat di
Kecamatan Gunungpati merupakan salah satunya.
Kondisi beberapa wilayah di Deliksari juga rawan longsor, seperti yang
terjadi pada awal tahun 2011 lalu, menyebabkan 30 rumah warga rusak. Hingga
akhirnya beberapa waktu lalu muncul wacana relokasi dari pemerintah untuk RT
3 dan RT 4 ke wilayah lain yang lebih aman di daerah perbatasan Kecamatan
Pakintelan (Alfikri, 2011).
-
4
Salah satu yang menjadi indikator suatu daerah berpotensi longsor adalah
adanya lereng terjal dengan kemiringan >15o dan terlihat adanya pergerakan tanah
secara perlahan. Berdasarkan analisis stabilitas lereng yang dilakukan oleh
Wiyono dan Atmoko (2009), untuk kondisi lereng Deliksari Sukorejo Kecamatan
Gunungpati Semarang memiliki tanah dengan kurva gradasi karena struktur
tanahnya heterogen yang terdiri dari gravel, sand, silt dan clay.
Pemerintah Kota Semarang sendiri telah melakukan pemetaan di Kota
Semarang pada tahun 2011 lalu yang merupakan pemetaan rawan bencana di
masing-masing kecamatan di Kota Semarang. Dengan adanya peta rawan bencana
ini akan memudahkan penulis untuk mendeteksi potensi bencana di daerah
penelitian. Dimana Deliksari Sukorejo Kecamatan Gunungpati Kota Semarang
merupakan lokasi penelitian yang diidentifikasi berpotensi terjadi tanah longsor.
Berdasarkan Gambar 1.1 Kecamatan Gunungpati berpotensi beberapa
bencana alam. Untuk Desa Deliksari Sukorejo terlihat berpotensi longsor dengan
simbol segitiga biru pada Peta Rawan Bencana Kecamatan Gunungpati Kota
Semarang Tahun 2011.
-
5
Gambar 1.1 Peta Rawan Bencana Kecamatan Gunungpati Semarang 2011
Dengan mempertimbangkan hal ini, maka perlu diketahui keadaan struktur
geologi bawah permukaan untuk mendeteksi potensi gerakan tanah atau longsor di
Deliksari Sukorejo Kecamatan Gunungpati Semarang. Seperti yang telah
dipaparkan diatas bahwa potensi gerakan tanah dapat di analisis menggunakan
analisis mikroseismik dengan pendekatan ground shear strain. Sehingga penulis
berharap penelitian ini dapat dijadikan sebagai mitigasi bencana alam terutama
tanah longsor di kawasan Deliksari Sukorejo Gunungpati Semarang.
-
6
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dapat diidentifikasikan
masalah-masalah sebagai berikut :
1. Informasi mengenai nilai ground shear strain di Deliksari Sukorejo Kecamatan
Gunungpati Kabupaten Semarang masih kurang dan terbatas.
2. Mikrozonasi nilai ground shear strain di Deliksari Sukorejo Kecamatan
Gunungpati Semarang belum diketahui..
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang dijelaskan sebelumnya, maka dapat
ditentukan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Berapa nilai ground shear strain di Deliksari Sukorejo Kecamatan
Gunungpati Semarang ?
2. Bagaimanakah mikrozonasi potensi longsor dengan pendekatan nilai ground
shear strain ?
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Menentukan nilai ground shear strain di Deliksari Sukorejo Kecamatan
Gunungpati Semarang.
2. Mengetahui mikrozonasi potensi longsor dengan pendekatan nilai ground
shear strain.
-
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Geografis Indonesia
Secara geografis Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak
pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, benua
Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan
dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik yang memanjang dari pulau
Sumatera – Jawa – Nusa Tenggara –Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan
vulkanik tua dan dataran rendah yag sebagian didominasi oleh rawa-rawa.
Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan
gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor .
Indonesia juga terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu
musim kemarau dan musim penghujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca,
suhu dan arah angin yang cukup ekstrim. Kondisi iklim seperti ini digabungkan
dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara
fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur. Tetapi kondisi ini
juga berpotensi menimbulkan beberapa akibat buruk untuk alam dan seisinya,
seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor,
kebakaran hutan dan kekeringan. Seiring dengan berkembangnya waktu dan
meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin
parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana
-
8
hidrometeorologi (banjir, tanah longsor dan kekeringan) yang terjadi secara
bergantian atau bahkan bersamaan di banyak daerah di Indonesia. Salah satu
bencana alam yang sering terjadi di Indonesia adalah tanah longsor. Wilayah
Indonesia yang sering mengalami bencana longsor diantaranya berada di daerah
Kota Semarang salah satunya berada di Deliksari Sukorejo Kecamatan
Gunungpati Kota Semarang.
2.2. Tinjauan Lokasi Penelitian
Berdasarkan kondisi lereng tanah, Kota Semarang dibagi menjadi 4 jenis
kelerengan. Lereng I memiliki kemiringan lahan berkisar antara 0-2% yang
meliputi Kecamatan Genuk, Pedurungan, Gayamsari, Semarang Timur, Semarang
Utara, dan Tugu, serta sebagian wilayah Kecamatan Tembalang, Banyumanik,
dan Mijen. Lereng II memiliki kemiringan lahan berkisar antara 2-5% yang
meliputi Kecamatan Semarang Barat, Semarang Selatan, Candisari,
Gajahmungkur, Gunungpati, dan Ngaliyan. Lereng III memiliki kemiringan lahan
berkisar anatar 15-40% yang meliputi wilayah di sekitar Kaligarang dan Kali Kreo
(Kecamatan Gunungpati), sebagian wilayah Kecamatan Mijen (daerah
Wonopulombon) dan sebagian wilayah Kecamatan Banyumanik, serta Kecamatan
Candisari. Sedangkan lereng IV memiliki kemiringan lahan >50% yang meliputi
sebagian wilayah Kecamatan Banyumanik (sebelah tenggara), dan sebagian
wilayah Kecamatan Gunungpati, terutama di sekitar Kali Garang dan Kali Kripik
(Bappeda, 2013).
-
9
Ditinjau dari peta geologi Kota Semarang, bawah permukaan Desa
Deliksari Sukorejo Kecamatan Gunungpati Semarang mengandung satuan breksi
vulkanik formasi Kaligetas dengan singgungan sesar naik. Batuannya terdiri dari
breksi dan lahar dengan sisipan lava dan tufa halus sampai kasar, setempat di
bagian bawahnya ditemukan batu lempung mengandung moluska dan batu pasir
tufaan (Soedarsono,2012). Peta geologi Kota Semarang dapat dilihat pada gambar
2.2 berikut:
Gambar 2.1. Peta Geologi Kota Semarang
-
10
2.3. Tanah Longsor
Menurut Somantri (2008), tanah longsor terjadi karena oleh adanya
gerakan tanah sebagai akibat dari bergeraknya masa tanah atau batuan yang
bergerak di sepanjang lereng atau diluar lereng karena faktor gravitasi.
Menurutnya longsor lahan disebabkan oleh 3 faktor penyebab utama yaitu :
1. Faktor Internal (inherent factor), penyebab longsor lahan meliputi kedalaman
pelapukan batuan, struktur geologi (tektonik dan jenis batuannya), tebal
solum tanah, tekstur tanah dan permeabilitas tanah.
2. Faktor Eksternal dari penyebab longsor lahan adalah kemiringan lereng,
banyaknya dinding terjal, kerapatan torehan, dan penggunaan lahan.
3. Faktor pemicu terjadinya longsor lahan, antara lain tebal curah hujan dan
gempa bumi.
Ada enam jenis tanah longsor yaitu :
1. Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.
2. Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk cekung.
3. Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang
gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok
batu.
4. Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain ber-
gerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang
terjal terutama di daerah pantai.
-
11
5. Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanah
longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama
longsor jenis rayapan ini menyebabkan pohon, atau rumah miring ke bawah
6. Aliran bahan rombakan, jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah
bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan
lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi
disepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di
beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di
sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.
Menurut Hardiyatmo sebagaimana dikutip oleh Wiyono dan Atmoko (2009)
dalam tugas akhirnya menyebutkan bahwa untuk suatu analisis keamanan sebuah
lereng perlu jika di analisis kenapa terjadi longsoran pada sebuah lereng yang
stabil dalam kurun waktu yang lama. Berikut hal-hal yang menyebabkan
longsornya suatu lereng :
1. Perubahan lereng suatu tebing, secara alami karena erosi dan lain-lain atau
secara disengaja akan mengganggu kestabilan lereng tersebut, karena secara
logis dapat dikatakan semakin besar kemungkinan untuk longsor.
2. Perubahan tinggi suatu tebing, secara alami karena erosi dan lain-lain atau
disengaja juga akan merubah suatu lereng. Semakin tinggi suatu lereng akan
semakin besar longsornya.
3. Meningkatnya beban permukaan dari lereng, ini akan mengakibatkan te-
gangan dalam tanah termasuk meningkatnya tegangan air pori. Hal ini su-dah
pasti akan mengurangi berkurangnya stabilitas dari sebuah lereng.
-
12
4. Adanya aliran air tanah juga dapat mempercepat terjadinya longsor, karena
air bekerja sebagai pelumas. Bidang kontak antara butiran melemah karena
air dapat menurunkan tingkat kelekatan butir.
5. Terjadinya getaran yang besar secara tiba-tiba berupa gempa dan getaran
dinamis (getaran musim) dapat mengganggu kekuatan geser dalam tanah.
6. Kondisi tebing yang gundul juga akan menyebabkan perubahan kan-dungan
air tanah dalam rongga dan akan menurunkan stabilitas lereng.
7. Pengaruh pelapukan secara dinamis dan kimia akan merubah sifat kekuatan
tanah dan batuan hingga mengganggu stabilitas lereng.
Sebagai contoh dengan meninjau kembali peristiwa longsor yang melanda
kawasan Cianjur, Jawa Barat. Akibatnya sebanyak 380 rumah mengalami
kerusakan dan 1.300 warga mengungsi. Kepala Pusat Data Informasi dan
Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, kondisi struktur tanah
yang labil dan dipicu hujan deras menyebabkan terjadinya gerakan tanah atau
longsor yang cukup luas di daerah Cianjur. Apalagi kondisi tanah yang retak
selama musim kemarau kemudian diguyur hujan yang cukup deras telah
menyebabkan air mengisi retakan tanah tersebuh sehingga menimbulkan
longsor (https://news.detik.com).
https://news.detik.com/
-
13
2.4. Gelombang Seismik
Gelombang seismik merupakan gelombang elastis yang merambat ke
seluruh bagian dalam bumi melalui permukaan bumi akibat adanya pelepasan
energi dari sumber gempa yang dipancarkan ke segala arah (Abdillah, 2010).
Perambatan gelombang seismik menembus struktur perlapisan bumi sangat
bergantung pada sifat elastisitas batuan-batuan yang dilaluinya (Susilawati, 2008).
Adanya pergerakan dan gaya pada bumi menyebabkan batuan terdeformasi.
Peristiwa deformasi ini berkaitan erat dengan konsep tegangan (stress) dan
regangan (strain). Menurut Telford (1990), Gelombang seismik terdiri dua tipe,
yaitu gelombang badan (body wave) dan gelombang permukaan (surface wave).
1. Gelombang Badan (Body Waves)
Gelombang badan adalah gelombang yang menjalar dalam media elastik
dan arah perambatannya ke seluruh bagian di dalam bumi. Berdasarkan gerak
partikel pada media dan arah penjalarannya gelombang dibedakan menjadi dua
(Juanita, 2011), yaitu:
a. Gelombang Primer (Gelombang P)
Gelombang P disebut juga gelombang kompresi, gelombang dilatasi, atau
gelombang longitudinal yang memiliki gerakan partikel searah dengan arah
rambat gelombangnya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 Gelombang ini
merupakan gelombang yang pertama kali tercatat di seismogram dengan
kecepatan gelombang P (vp) adalah ±5 – 7 km/s di kerak bumi, lebih besar dari 8
km/s di dalam mantel dan inti bumi, sedangkan di dalam air kecepatan gelombang
P (vp) adalah ±1,5 km/s dan 19 ±0,3 km/s di udara. Karena memiliki kecepatan
-
14
tinggi gelombang P memiliki waktu tiba terlebih dahulu dibandingkan gelombang
S (Braile,2004). Arah penjalaran gelombang P dapat dilihat pada gambar 2.2
berikut:
Gambar 2.2. Penjalaran gelombang P (Braile, 2004).
b. Gelombang Sekunder (Gelombang S)
Gelombang S disebut juga gelombang shear, gelombang transversal
ataupun gelombang rotasi yang memiliki gerakan partikel tegak lurus terhadap
arah rambatnya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4. Gelombang S tidak
dapat merambat pada medium cair (fluida), sehingga gelombang ini hanya dapat
terdeteksi pada inti bagian dalam bumi dengan kecepatan (vs) ±3,0 – 4,0 km/s di
kerak bumi, lebih besar dari 4,5 km/s di dalam mantel bumi, dan 2,5 – 3,0 km/s di
dalam inti bumi. Gelombang S juga memiliki kecepatan lebih rendah daripada
gelombang P (Braile, 2004). Arah penjalaran gelombang P dapat dilihat pada
gambar 2.3 berikut:
-
15
Gambar 2.3. Penjalaran gelombang S (Braile,2004).
2. Gelombang Permukaan (Surface Waves)
Gelombang permukaan merupakan gelombang yang merambat di permukaan
bumi. Menurut Timothy (2014) dan Sebastian (2011) perambatan gelombang
permukaan lebih lambat dari pada perambatan gelombang badan, namun
menyebabkan lebih banyak kerusakan. Gelombang permukaan dibagi menjadi
dua, yaitu (Afnimar, 2009):
a. Gelombang Love (Gelombang L)
Gelombang Love merupakan gelombang yang memiliki arah gerakan
partikel melintang terhadap arah perambatannya. Menurut Braile (2004) dan Xia
(1999) gelombang L merambat dalam bentuk gelombang transversal dengan
kecepatan di permukaan bumi (vL) adalah ±2,0 – 4,4 km/s. Kecepatan gelombang
L tergantung pada frekuensi, saat frekuensi rendah gelombang tersebut akan
merambat dengan kecepatan yang lebih tinggi, dan rendahnya frekuensi
mengakibatkan gelombang L menembus permukaan bumi lebih dalam. Ilustrasi
gelombang L ditunjukkan pada Gambar 2.5.
-
16
Gambar 2.4. Penjalaran Gelombang L (Braile,2004).
b. Gelombang Rayleigh (Gelombang R)
Gelombang Rayleigh adalah gelombang yang merambat di permukaan
bumi dengan pergerakan partikelnya menyerupai elips, seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 9. Arah rambat gelombang ini bergerak tegak lurus terhadap getaran
dan searah dengan bidang datang. Gelombang R memiliki kecepatan (vR) ± 2,0 –
4,2 km/s di dalam bumi (Braile, 2004). Arah penjalaran gelombang R dapat
dilihat pada gambar 2.5 berikut:
Gambar 2.5. Penjalaran Gelombang R (Braile,2004).
-
17
2.5. Mikrotremor
Mikrotremor atau bisa disebut dengan mikroseismik adalah merupakan
getaran harmonik tanah yang terjadi secara terus menerus dengan frekuensi yang
rendah. Getaran tersebut dapat ditimbulkan oleh peristiwa alam ataupun buatan.
Peristiwa buatan seperti gerak dari mesin kendaraan, industri, dan aktivitas
manusia lainnya di permukaan bumi. Sedangkan peristiwa alam berupa variasi
tekanan atmosfer, angin, hujan, dan gelombang air laut. Getaran yang dimaksud
bukan merupakan peristiwa dengan durasi pendek seperti gempabumi dan ledakan
(Seht dan Wohlenberg, 1999). Kaitannya dengan mikroseismik, mikrotremor
merupakan getaran tanah yang menjalar dalam bentuk gelombang yang disebut
gelombang mikroseismik (Herdita, 2017).
Pengukuran mikrotremor sering dipraktikkan untuk mengamati
karakteristik dinamika tanah yang dapat ditinjau dari penjalaran gelombang
seismik. Beberapa parameter fisis yang dapat dilihat dari penjalaran gelombang
tersebut adalah kecepatan gelombang seismik, variasi amplitudo, frekuensi serta
perioda gelombang. Mikrotremor yang disebabkan oleh gerakan bawah
permukaan memiliki amplitudo antara 0,1 mikro – 1,0 mikro.
Berdasarkan periodanya mikrotremor diklasifikasikan menjadi dua jenis,
yaitu perioda rentang pendek dan perioda rentang panjang. Untuk mikrotremor
dengan perioda rentang pendek yaitu 0,1 detik sampai 1,6 detik biasanya
disebabkan oleh peristiwa buatan, sedangkan mikrotremor dengan perioda rentang
panjang yaitu 1,6 detik sampai 2 detik atau lebih terjadi karena peristiwa alam.
-
18
Gelombang alam dari mikrotremor berbeda-beda, tergantung dari kondisi
wilayahnya (Syahruddin, 2014).
Mikrotremor diterapkan untuk menentukan karakteristik dinamis
(frekuensi predominan dan faktor amplifikasi) dari lapisan tanah. mikrotremor
dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan tanah berdasarkan
parameter periode predominan dan faktor penguatan gelombangnya (amplifikasi).
Frekuensi predominan adalah frekuensi yang kerap muncul sehingga
diakui sebagai nilai frekuensi dari batuan di suatu wilayah. Nilai frekuensi ini
dapat menunjukkan jenis dan karakteristik batuan di wilayah tersebut. Melalui
nilai frekuensi predominan dapat dihitung nilai periode dominan
berdasarkan persamaan (2.1).
(2.1)
Nilai periode predominan merupakan waktu yang dibutuhkan gelombang
mikrotremor untuk mengalami satu kali pemantulan terhadap bidang pantulnya ke
permukaan. Nilai periode predominan juga mengindikasikan karakter lapisan
batuan yang ada di suatu wilayah (Arifin et al., 2013).
Sedangkan Faktor Amplifikasi merupakan perbesaran gelombang seismik
yang terjadi akibat adanya perbedaan yang signifikan antar lapisan. Dengan kata
lain gelombang seismik akan mengalami perbesaran jika merambat pada suatu
medium yang lebih lunak dibandingkan medium awal yang dilaluinya. Nakamura
(2000) menyatakan bahwa nilai faktor penguatan (amplifikasi) tanah berkaitan
dengan perbandingan kontras impedansi lapisan permukaan dengan lapisan di
bawahnya. Semakin besar perbandingan kontras impedansi kedua lapisan tersebut
-
19
maka nilai faktor amplifikasinya juga semakin tinggi. Sedangkan Marjiyono
(2010) menyatakan bahwa amplifikasi berbanding lurus dengan nilai
perbandingan spektral horizontal dan vertikalnya (H/V). Nilai amplifikasi bisa
bertambah jika batuan telah mengalami deformasi (pelapukan, pelipatan, dan
pesesaran) yang mengubah sifat batuan. Pada batuan yang sama, nilai amplifikasi
dapat bervariasi sesuai dengan tingkat deformasi pada pelapukan tubuh batuan
tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut maka amplifikasi dapat dituliskan dalam
persamaan (54) sebagai suatu fungsi perbandingan nilai kontras impedansi, yaitu:
(2.2)
dimana adalah densitas batuan dasar (gr/ml), adalah kecepatan rambat
gelombang pada batuan dasar (m/s), adalah densitas batuan lunak sedimen
(gr/ml), dan adalah kecepatan rambat gelombang pada batuan lunak sedimen
(m/s).
Nakamura (1996) mengasumsikan bahwa densitas batuan dasar ( ) sama dengan
densitas batuan batuan lunak ( ), sehingga persamaan dapat dituliskan sebagai:
(2.3)
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa daerah yang rawan kerusakan bangunan
akibat gempabumi adalah daerah yang permukaannya tersusun atas sedimen lunak
(gambut, pasir, lanau) dengan bedrock yang keras. Jenis sedimen di daerah
tersebut dapat diketahui melalui kecepatan geser gelombangnya ( ), seperti yang
ditampilkan pada Tabel 2.1.
-
20
Tabel 2.1. Klasifikasi jenis tanah oleh BSCC (Thitimakorn dan Channo, 2012)
2.6. Metode HVSR (Horizontal to Vertical Spectral Ratio)
Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) adalah metode yang didasarkan
pada asumsi bahwa rasio spektrum horizontal dan vertikal dari getaran permukaan
merupakan fungsi perpindahan (Nakamura, 1989). Metode HVSR secara meluas
diperkenalkan oleh Nakamura, sehingga metode ini juga dikenal dengan teknik
Nakamura. HVSR dinilai sangat ekonomis dan efektif untuk mengkaji
karakteristik dinamis lapisan tanah permukaan penyebab terjadinya local site
effect saat gempabumi (Fah, 2001). Metode HVSR digunakan dengan beberapa
asumsi yaitu:
1. Mikrotremor sebagian besar terdiri dari gelombang geser,
2. Komponen vertikal gelombang tidak diamplifikasi lapisan tanah lunak dan
hanya komponen horisontal yang teramplifikasi,
3. Batuan dasar (basement) menyebarkan gelombang ke segala arah,
4. Gelombang Rayleigh diasumsikan sebagai noise mikrotremor dan
diusulkan metode untuk mengeliminasi efek gelombang Rayleigh.
-
21
Energi mikrotremor sebagian besar bersumber dari gelombang Rayleigh,
dan site effect amplification terjadi akibat keberadaan lapisan tanah lunak yang
menempati setengah cekungan dari batuan dasar. Dalam kondisi ini ada empat
komponen gerakan tanah yang terlibat, yaitu komponen gerakan horizontal dan
vertikal di batuan dasar dan komponen gerak horizontal dan vertikal di permukaan
(Lermo, 1993). Pemodelan cekungan yang berisi material sedimen halus dapat
dilihat pada gambar 2.6 berikut:
Gambar 2.6. Model cekungan yang berisi material sedimen halus (Slob, 2007)
Faktor amplifikasi gerakan horizontal dan vertikal pada permukaan tanah
sedimen berdasarkan pada gerakan seismik di permukaan tanah yang bersentuhan
langsung dengan batuan dasar di area cekungan yang dilambangkan dengan
dan (Nakamura, 2000). Besarnya faktor amplifikasi horizontal adalah:
(2.4)
Dengan adalah spektrum dari komponen gerak horizontal di permukaan tanah
dan adalah spektrum dari komponen gerak horizontal pada dasar lapisan
tanah. Besarnya faktor amplifikasi vertikal adalah:
-
22
(2.5)
Dengan adalah spektrum dari komponen gerak vertikal di permukaan tanah
dan adalah spektrum dari komponen gerak vertikal pada dasar lapisan tanah.
Data mikrotremor tersusun atas beberapa jenis gelombang, tetapi yang
utama adalah gelombang Rayleigh yang merambat pada lapisan sedimen di atas
batuan dasar. Pengaruh dari gelombang Rayleigh pada rekaman mikrotremor
besarnya sama untuk komponen vertikal dan horizontal saat rentang frekuensi (0,2
- 20,0) Hz, karena dalam range μm atau kecil sehingga rasio spektrum antara
komponen horizontal dan vertikal di batuan dasar mendekati:
(2.6)
Karena rasio spektrum antara komponen horizontal dan vertikal di batuan
dasar mendekati nilai satu, maka gangguan yang terekam pada permukaan lapisan
tanah akibat efek dari gelombang Rayleigh dapat dihilangkan, sehingga hanya ada
pengaruh yang disebabkan oleh struktur geologi lokal atau site effect yang
menunjukkan puncak amplifikasi pada frekuensi dasar dari suatu lokasi (Slob,
2007). Berdasarkan persamaan (2.2), (2.3), dan (2.4) didapatkan besarnya sebagai:
(2.7)
Sehingga
(2.8)
-
23
Persamaan (2.6) menjadi dasar perhitungan rasio spektrum mikrotremor
komponen horizontal terhadap komponen vertikalnya atau Horizontal to Vertical
Spectral Ratio (HVSR).
Selain sederhana dan bisa dilakukan kapan dan dimana saja, teknik ini
juga mampu mengestimasi frekuensi resonansi secara langsung tanpa harus
mengetahui struktur kecepatan gelombang geser dan kondisi geologi bawah
permukaan lebih dulu. Parameter penting yang dihasilkan dari metode HVSR
adalah frekuensi natural dan amplifikasi. HVSR yang terukur pada tanah
bertujuan untuk karakterisasi geologi setempat, frekuensi natural dan amplifikasi
yang berkaitan dengan parameter fisik bawah permukaan (Herak, 2008).
Metode ini sangat menguntungkan dengan kesederhanaan analisis
hanya dari satu seismometer tiga komponen. Metode ini dilakukan untuk
mendapatkan nilai frekuensi natural (f0) dan nilai Amplifikasinya (A) yang
selanjutnya akan digunakan untuk menghitung nilai indeks kerentanan seismik
(Kg). Kriteria untuk kurva HVSR dapat dilihat pada gambar 2.7 berikut :
-
24
Gambar 2.7. Kriteria kurva HVSR (SESAME,2004).
2.7. Indeks Kerentanan Seismik (Kg)
Indeks kerentanan seismik (Kg) adalah indeks yang menggambarkan
tingkat kerentanan lapisan tanah permukaan terhadap deformasi saat terjadi gempa
bumi. Menurut Nakamura (2000), indeks kerentanan seismik diperoleh dengan
mengkuadratkan nilai puncak spektrum mikrotremor dibagi frekuensi resonansi,
yang dirumuskan sebagai:
(2.9)
Nakamura (1997) menjelaskan bahwa parameter nilai indeks kerentanan
seismik (Kg) diperoleh untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang memiliki
bahaya seismik dan kerusakan yang besar pada suatu daerah. Nilai indeks
-
25
kerentanan seismik (Kg) dapat dianggap sebagai indikator yang mungkin berguna
dalam memilih titik lemah dari tanah terutama pada daerah lereng.
2.7. Percepatan Tanah Maksimum (Peak Ground Acceleration)
Acceleration atau percepatan adalah parameter yang menyatakan perubahan
kecepatan mulai dari keadaan diam sampai pada kecepatan tertentu. Percepatan
getaran tanah maksimum adalah nilai percepatan getaran tanah terbesar yang
pernah terjadi di suatu tempat yang diakibatkan oleh gelombang gempabumi.
Nilai percepatan tanah maksimum dihitung berdasarkan magnitudo dan jarak
sumber gempa yang pernah terjadi terhadap titik perhitungan, serta nilai periode
predominan tanah daerah tersebut (Fauzi dalam Edwiza, 2008).
Percepatan tanah permukaan di suatu tempat yang disebabkan oleh getaran
seismik bergantung pada perambatan gelombang seismik dan karakteristik lapisan
tanah (alluvial deposit) di tempat tersebut (Kanai, 1996). Sifat-sifat lapisan tanah
mempengaruhi periode predominan tanah dari lapisan tanah tersebut bila ada
getaran seismik. Periode predominan tanah akan mempengaruhi besarnya
percepatan batuan pada lapisan batuan dasar (base rock) dan pada permukaan
(ground surface). Berdasarkan besarnya nilai periode predominan (T0), dapat
diketahui perbedaan karakteristik tanah dan geologi di daerah penelitian seperti
pada Tabel 2.2 . Perbedaan respon seismik pada batuan dasar dengan respon
seismik pada permukaan tanah akan menentukan faktor perbesaran G(T).
-
26
Tabel 2.2. Klasifikasi tanah konversi Kanai & Tanaka dengan Omote-
Nakajima (Gunawan dan Subardjo, 2005; Pitilakis et al., 2004).
Klasifikasi Tanah Periode
predominan
(detik)
Frekuensi
predominan
(Hz)
Keterangan
Kanai Omote-
Nakajima
Jenis I Jenis A 0,05-0,15 6,7-20 Batuan tersier atau
lebih tua. Terdiri dari
batuan pasir berkerikil
keras (hard sandy
gravel)
Jenis II Jenis B 0,10-0,25 4-6,7 Batuan alluvial dengan
ketebalan 5m. Terdiri
dari pasir kerikil(sandy
gravel), lempung keras
berpasir (sandy hard
clay), lempung (loam),
dan sebagainya.
Jenis III Jenis C 0,25-0,40 2,5-4 Batuan alluvial yang
hampir sama dengan
tanah jenis II, hanya
dibedakan oleh adanya
formasi yang belum
diketahui (buff
formation)
Jenis IV Jenis D >0,40 1,4-2,5 Batuan alluvial yang
terbentuk dari
sedimentasi delta, top
soil, lumpur, tanah
lunak, humus, endapan
delta atau endapan
lumpur, yang tergolong
ke dalam tanah
lembek, dengan
kedalaman 30m.
-
27
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Kanai memformulasikan sebuah rumus
empiris percepatan tanah pada permukaan (Edwiza, 2008) yang dirumuskan
sebagai:
(2.10)
dengan
(2.11)
dan
(2.12)
dengan G(T) adalah faktor perbesaran, adalah percepatan tanah pada
baserock (gal), menyatakan nilai percepatan tanah di titik pengukuran (gal), T
adalah periode gelombang gempa (s), T0 periode predominan tanah titik
pengukuran (s), M adalah magnitudo gempabumi (Skala Richter) dan R jarak
hiposenter (km).
Bila terjadi resonansi (T = T0) maka harga G(T) akan mencapai maksimum.
Gelombang yang melalui lapisan sedimen akan menimbulkan resonansi yang
disebabkan karena gelombang gempa mempunyai spektrum yang lebar sehingga
hanya gelombang gempa yang sama dengan periode predominan tanah dari
lapisan sedimen yang akan diperkuat. Dengan besarnya harga perbesaran G(T)
maka percepatan tanah pada permukaan akan menjadi maksimum yang dapat
ditulis dengan persamaan:
-
28
(2.13)
dengan
T0 = Periode Predominan (s)
M = Magnitudo gempa (SR)
R = Hiposenter (KM)
2.9. Gempa Bumi
Gempabumi merupakan hentakan besar yang terjadi sekaligus akibat
penimbunan energi elastik atau strain dalam waktu yang lama secara kontinyu
akibat dari adanya proses pergerakan lempeng benua dan samudra (Nandi, 2006).
Mekanisme perusakan terjadi karena energi getaran gempa dirambatkan ke
seluruh bagian bumi. Di permukaan bumi, getaran tersebut dapat menyebabkan
kerusakan dan runtuhnya bangunan sehingga dapat menimbulkan korban jiwa.
Getaran gempa juga dapat memicu terjadinya tanah longsor, runtuhan batuan, dan
kerusakan tanah lainnya yang merusak pemukiman penduduk. Gempabumi juga
menyebabkan bencana ikutan berupa kebakaran, kecelakaan industri dan
transportasi serta banjir akibat runtuhnya bendungan maupun tanggul penahan
lainnya.
Banyak teori yang telah dikemukakan mengenai penyebab terjadinya
gempabumi. Menurut pendapat para ahli, sebab-sebab terjadinya gempabumi
salah satunya adalah akibat dari aktivitas tektonik. Bumi diselimuti oleh beberapa
lempeng kaku keras (lapisan litosfer) yang berada di atas lapisan yang lebih lunak
-
29
dari litosfer dan lempeng-lempeng tersebut terus bergerak dengan laju tertentu per
tahun. Pergerakan lempeng-lempeng tektonik ini menyebabkan terjadinya
penimbunan energi secara perlahan-lahan. Gempabumi tektonik kemudian terjadi
karena adanya pelepasan energi yang telah lama tertimbun tersebut. Daerah yang
paling rawan gempabumi umumnya berada pada pertemuan lempeng-lempeng
tersebut.
Berdasarkan kedalaman pusat sumber gempabumi, gempabumi
dibedakan menjadi tiga (Sonjaya, 2008):
1) Gempabumi dangkal
Gempabumi dangkal merupakan gempabumi dengan pusat gempa
berada kurang dari 50 km dari permukaan bumi. Di Indonesia
gempabumi dangkal letaknya terpencar. Gempabumi semacam ini dapat
menimbulkan kerusakan besar. Makin dangkal gempabumi itu, daya
rusaknya makin besar.
2) Gempabumi menengah
Gempabumi menengah merupakan gempabumi dengan pusat
gempabumi berada antara (50 - 300) km di bawah permukaan bumi. Di
Indonesia gempabumi menengah terbentang sepanjang Sumatra sebelah barat,
Jawa sebelah selatan, selanjutnya Nusa Tenggara antara Sumbawa dan
Maluku, akhirnya sepanjang Teluk Tomini, Laut Maluku ke Filipina.
Gempabumi menengah dengan kedalaman sumber gempabumi kurang dari
150 km di bawah permukaan masih dapat menimbulkan kerusakan.
-
30
3) Gempabumi dalam
Gempabumi dalam merupakan gempabumi dengan pusat gempabumi
berada pada kedalaman lebih dari 300 km di bawah permukaan bumi. Di
Indonesia gempabumi dalam berada di bawah Laut Jawa, Laut Flores,
Laut Banda dan Laut Sulawesi. Gempabumi dalam tidak membahayakan.
Beberapa parameter dasar gempabumi yang mempengaruhi terjadinya
gempabumi adalah:
a. Hiposenter, yaitu tempat terjadinya gempabumi atau pergeseran tanah di
dalam bumi.
b. Episenter, yaitu titik yang diproyeksikan tepat berada di atas hiposenter
pada permukaan bumi.
c. Batuan dasar, yaitu tanah keras tempat mulai bekerjanya gaya gempa.
d. Percepatan tanah, yaitu percepatan pada permukaan bumi akibat gempabumi.
e. Faktor amplifikasi, yaitu faktor pembesaran percepatan gempabumi yang terjadi
pada permukaan tanah akibat jenis tanah tertentu.
f. Skala gempa, yaitu ukuran kekuatan gempa yang dapat diukur secara
kuantitatif dan kualitatif. Pengukuran kekuatan gempabumi secara
kuantitatif dilakukan dengan skala Richter yang umumnya dikenal sebagai
pengukuran magnitudo gempabumi. Magnitudo gempabumi adalah ukuran
mutlak yang dikeluarkan oleh pusat gempabumi. Pendapat ini pertama
-
31
kali dikemukakan oleh Richter dengan besar antara 0 sampai 9. Selama
ini gempa terbesar tercatat sebesar 8,9 skala Richter terjadi di Columbia
tahun 1906. Pengukuran kekuatan gempa secara kualitatif yaitu dengan
melihat besarnya kerusakan yang diakibatkan oleh gempabumi. Ukuran
tersebut disebut sebagai intensitas gempabumi.
2.10. GSS (Ground Shear Strain)
Ground shear strain merupakan kemampuan suatu material lapisan tanah
untuk meregang atau bergeser saat terjadi gempa bumi. Daerah-daerah yang
memiliki nilai ground shear strain tinggi memiliki resiko tinggi terhadap gerakan
tanah akibat gempa bumi seperti penurunan tanah dan likuifaksi.
Untuk mendapatkan nilai GSS (ɤ) digunakan nilai indeks kerentanan
seismik. Tanah diklasifikasikan kedalam jenis tanah dengan karaktek plastis
(elastis) ketika nilai GSS disekitar ɤ ≈ 1.000 x 10-6
; dan untuk ɤ > 10.000 x 10-6
akan terjadi bencana longsor atau deformasi yang sangat besar (Nakamura,1997).
Tabel 2.3. Hubungan antara regangan dengan sifat dinamis tanah
(Nakamura,1997).
Nilai regangan (γ) 10-6
10-5
10-4
10-3
10-2
10-1
Fenomena Gelombang,
Getaran
Retak, Penurunan
tanah
Longsor,
Penurunan
tanah,Likuifaksi
Sifat dinamis
Elastis
Plastik elastis Keruntuhan
Efek ulangan, efek
kelajuan dari pemuatan
-
32
Besarnya Ground Shear Strain (γ) dapat dihitung menggunakan
persamaan:
(2.14)
dengan Ag adalah faktor amplifikasi, H adalah ketebalan lapisan tanah, dan d
adalah pergeseran gelombang seismik di bawah permukaan tanah. Kecepatan
pergeseran gelombang di bawah permukaan tanah dan pada permukaan tanah
masing-masing dilambangkan sebagai Vb dan Vs. Besarnya kecepatan gelombang
di bawah permukaan tanah (Vb) dirumuskan sebagai
(2.15)
sehingga besarnya ketebalan lapisan dapat ditentukan dengan persamaan
(2.16)
Nilai ketebalan lapisan dapat pula dituliskan sebagai
(2.17)
Dengan
Percepatan di bawah permukaan tanah (αg) dinyatakan sebagai:
(2.18)
sehingga perpindahan seismik dari bawah permukaan tanah dapat ditentukan
menggunakan persamaan:
(2.19)
-
33
Jika Persamaan (2.15) dan Persamaan (2.16) dimasukkan ke Persamaan
(2.11), maka diperoleh:
(2.20)
(2.21)
Sehingga persamaan Ground Shear Strain (γ) adalah:
(2.22)
dengan
= Indeks Kerentanan Seismik (s2/cm)
= Percepatan tanah maksimum (cm/s2)
-
59
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut :
1. Besarnya nilai GSS (Ground Shear Strain) di Deliksari Sukorejo Kecamatan
Gunungpati Kota Semarang berkisar antara 1,49 x 10-5
– 5,16 x 10-4
. Nilai
GSS tertinggi berada pada titik TA18 yaitu 5,16 x 10-4
dan terendah berada
pada titik TA6 yaitu 1,49 x 10-5
.
2. Berdasarkan hasil pemetaan nilai GSS (Ground Shear Strain) menunjukkan
bahwa kawasan yang berpotensi tinggi mengalami pergerakan tanah berada
pada titik TA4, TA6, TA9, TA18 dan TA20.
5.2. Saran
Mengacu pada hasil akhir penelitian, penulis mengajukan beberapa saran
untuk penelitian berikutnya, diantaranya :
1. Untuk penelitian berikutnya sebaiknya memperluas batasan penelitian agar
mencakup seluruh wilayah Kecamatan Gunungpati yang terkenal dengan
daerah berdataran tinggi dan sering mengalami penurunan tanah.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan metode lain untuk menentukan
potensi gerakan tanah di kawasan tersebut.
-
60
DAFTAR PUSTAKA
Afnimar. 2009. Seismologi. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Alfikri.2011.http://alfikritekimundip.blogspot.com/2011/12/profildesadeliksari.ht
ml. Diakses tanggal 10 Maret 2017.
Arifin, A.S., B.S. Mulyatno, Marjiyono, & R. Setianegara. (2013). Penentuan
Zona Rawan Guncangan Bencana Gempa Bumi Berdasarkan Analisis
Nilai Amplifikasi HVSR Mikrotremor Dan Analisis Periode Dominan
Daerah Liwa Dan Sekitarnya. Lampung: Universitas Negeri Lampung.
Bappeda.2013.http://bappeda.semarangkota.go.id/v2/wpcontent/uploads/2014/04/
Semarang-Dalam-Angka-Tahun-2012.pdf. Diakses tanggal 10 maret 2017.
Braile, L. 2004. Seismic Wave Demonstrations and Animations: Exploration In
EarthScience. Purdue University.
Dal Moro, G. 2010. Some Aspects about Surface Wave and HVSR Analyses: an
Overview. Bollettino di Geofisica Teorica ed Applicata, 52(2): 1-19.
Edwiza, D. 2008. Pemetaan Percepatan Tanah Maksimum dan Intensitas Seismik
Kota Padang Panjang Menggunakan Metoda Kannai. Padang: Repository
Universitas Andalas.
Fah, D., F. Kind, & Giardini. 2006. A Theoretical Investigation of Average H/V
Ratio. Geophysical Journal International, 14(2): 535-549.
Febrina, H.S., Supriyadi, & Sugiyanto. 2017. Analisis Kerentanan Bangunan
Dengan Pengujian Mikrotremor Studi Kasus Di Daerah Rawan
Pergerakan Tanah. Semarang: Repository Universitas Negeri Semarang.
Gunawan, I., & Subardjo. 2005. Pengetahuan Seismologi. Jakarta: Badan
Meteorologi dan Geofisika.
Herak, M. 2009. HVSR of ambient noise in Ston (Croatia): comparison with
theoretical spectra and with the damage distribution after the 1996 Ston-
Slano earthquake. Bull Earthquake England, 8: 483-499,
Kanai, K. 1983. Engineering Seismology. Japan: University of Tokyo Press.
Lermo, J., G. Chavez, & J. Fransisco . 1993. Site Effect Evaluation Using Spectral
Ratios with Only One Station. America: Bulletin of Seismological Society
of America, Vol. 83, no. 5.
Marjiyono. 2010. Estimasi Karakteristik Dinamika Tanah Dari Data Mikrotremor
Wilayah Bandung. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
http://alfikritekimundip.blogspot.com/2011/12/profildesadeliksari.htmlhttp://alfikritekimundip.blogspot.com/2011/12/profildesadeliksari.htmlhttp://bappeda.semarangkota.go.id/v2/wpcontent/uploads/2014/04/Semarang-Dalam-Angka-Tahun-2012.pdfhttp://bappeda.semarangkota.go.id/v2/wpcontent/uploads/2014/04/Semarang-Dalam-Angka-Tahun-2012.pdf
-
61
Nakamura, Y. 1989. A Method for Dynamic Characteristics Estimation of
SubsurfaceUsing Microtremor on the Ground Surface. Japan: Quarterly
Report of Railway Technical Research Institute (RTRI), Vol. 30, No. 1.
Nakamura, Y. 1997. Seismic Vulnerability Indices for Ground and Structures
Using Microtremor. Florence: World Congress on Railway Research.
Nakamura, Y. 2000. Real-Time information System For Hazards Mitigation.
Japan Eleven World Conference on Earthquake Engineering, No. 2134.
Nakamura, Y., 2008. On The H/V Spectrum. The 14th World Conference on
Earthquake Engineering, 14: 12-17.
Nandi. 2006. Gempabumi Geologi Lingkungan. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia.
Okada, H. 2004. The Microtremor Survey Method. USA: Society of Exploration
Geophysicist United State of America.
Priyantari, N. & A. Suprianto. 2009. Penentuan Kedalaman Bedrock
Menggunakan Metode Seismik Refraksi di Desa Kemuning Lor
Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. Jurnal ILMU DASAR, Vol. 10
No.1: 6– 12.
Purwonugroho, S. 2017. Cianjur Longsor, 380 Rumah Rusak dan 1.300 Warga Mengungsi. https://news.detik.com/berita/d-3669490/cianjur-longsor-380-
rumah-rusak-dan-1300-warga-mengungsi. (diakses tanggal 12 Oktober
2017).
Sebastian, F., S. Parolai, D. Arbarello. 2011. Aplication of Surface-Wave
Methods for Seismic Site Characteritazation. Surveys in Geophysics,
32(6): 777-825.
Seht, M.Ibs-von., dan Wohlenberg. J., 1999. Microtremor Measurement Used To
Map Thickness Of Soft Sediment. Bulletin of Seimological Society of
America, Vol. 89, No. 1.
SESAME European Research Project. 2004. Guidelines for The implementation of
The H/V Spectral ratio Technique on Ambient Vibration: Measurements,
Processing and Interpretation.
Slob, S. 2007. Micro Seismic Hazard Analysis. Netherlands: International
Institute for Geo-Information Science and Earth Observation.
Soedarsono. 2012. Kondisi Geomorfologi Kaitannya Dengan Degradasi
Lingkungan Di Kota Semarang. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
https://news.detik.com/berita/d-3669490/cianjur-longsor-380-rumah-rusak-dan-1300-warga-mengungsihttps://news.detik.com/berita/d-3669490/cianjur-longsor-380-rumah-rusak-dan-1300-warga-mengungsi
-
62
Somantri, L. 2008. Kajian Mitigasi Bencana Longsor Lahan Dengan
Menggunakan Teknologi Pengindraan Jauh. Makalah Seminar Ikatan
Geografi Indonesia. 22 – 23 Nopember 2008. Padang.
Sonjaya, I. 2008. Pengenalan Gempabumi. Yogyakarta: BMKG.
Susilawati. 2008. Penerapan Penjalaran Gelombang Seismik Gempa Pada
Penelaahan Struktur Bagian Dalam Bumi. Medan: Universitas Sumatera
Utara.
Syahruddin, M.H., S. Aswad, E.F. Palullungan, Maria, & Syamsuddin. 2014.
Penentuan Profil Ketebalan Sedimen Lintasan Kota Makassar Dengan
Mikrotremor. Jurnal Fisika Vol. 4 No. 1. Makassar: Universitas
Hasanuddin.
Telford, M.W., L.P. Geldart, R.E. Sheriff, & D.A. Keys. 1976. Applied
Geophisics. New York: Cambridge University.
Timothy, D. 2014. Seismic Surface Wave Testing For Track Substructure
Assessment. Proceedings of the 2014 Joint Rall Conference. USA.
Tokimatsu, K., H. Arai. 1998. Evaluation Of Localsite Effect Based On
Microtremor H/V Spectra. The Effect of Surface Geology on Seismic
motion : Jepang.
Windraswara, R. & E. Widowati. 2010. Penerapan CBDP (Community Based
Disaster Preparadness) Dalam Mengantisipasi Bencana Tanah Longsor di
Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Rekayasa, 8(2):1-6.
Xia, J., D.M. Richard, B.P. Choon. 1999. Estimation of near-surface shear-wave
velocity by inversion of Raylaigh wave. Society Of Exploration
Geophysicists, 64(3), 691-700.
Yamazaki,F., A. Ansary, &Mehedi. 1997. Horizontal To Vertikal Spectrum Ratio
Of Earthquake. Engineering And Structural Dynamics, Vol. 26: 671-689.