Green & Coral Marketing Proposal

9
TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENANGANAN PANDEMI KOALISI MASYARAKAT SIPIL UNTUK AKUNTABILITAS PENANGANAN COVID-19 POLICY BRIEF DISUSUN OLEH APRIL 2021

Transcript of Green & Coral Marketing Proposal

Page 1: Green & Coral Marketing Proposal

T R A N S P A R A N S ID A N

A K U N T A B I L I T A SP E N A N G A N A N

P A N D E M I

KOALISI MASYARAKAT SIPIL UNTUK AKUNTABILITAS PENANGANAN COVID-19

POLICY BRIEF

DISUSUN OLEH

APRIL 2021

Page 2: Green & Coral Marketing Proposal

Setahun sudah penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Sejakpertama kali diumumkan, pemerintah meresponnya denganberbagai kebijakan untuk penanganan pandemi. Sementara untukrespon kebijakan yang terkait dengan transparansi, tata kelola, danantikorupsi hanya sedikit menjadi perhatian. Sejak awal April 2020,koalisi transparansi dan akuntabilitas penanganan Covid-19melakukan pemantauan terhadap penanganan Covid-19 diIndonesia. Berbagai kritik terhadap kebijakan Pemerintah Indonesiadalam penanganan Pandemi Covid-19 terus dilakukan. Desakanuntuk memprioritaskan sektor Kesehatan, hingga mengedepankanprinsip keterbukaan informasi, akuntabilitas dan partisipasi publikdalam penanganan pandemi. Kelangkaan informasi dalam implementasi anggaran penangananpandemi dapat membuka ruang yang besar terjadinya praktikkorupsi. Kebijakan pemerintah meringankan persyaratan dalampengadaan barang dan jasa menyumbang buruknya keterbukaaninformasi selama pandemi. Hingga saat ini, tidak banyak informasibelanja pengadaan untuk penanganan pandemi serta informasiyang detail dalam pengelolaan anggaran PEN di sektor Kesehatan.Mengingat proses penanganan pandemi sudah berjalan satutahun, sudah semestinya jajaran birokrasi di kementerian dapatberadaptasi dengan situasi terkini dan tidak terus-menerusmenggunakan alasan kedaruratan untuk menutup diri.

LATARBELAKANG

Page 3: Green & Coral Marketing Proposal

Sampai akhir desember 2020, realisasi anggaran penangananCovid-19 di Bidang Kesehatan sebesar 65,30 persen dari totalalokasi Rp 97,26 triliun. Tak hanya itu, terdapat pula sisa anggaranRp 47,07 triliun dari pos kesehatan dalam program PEN tersebutakan dialokasikan untuk program vaksinasi di 2021. Serapan awalanggaran bidang kesehatan sangat rendah, seharusnya sektorkesehatan paling banyak menyerap anggaran untuk penanganankrisis kesehatan. Proses administrasi dan regulasi teknisoperasional penanganan Covid-19 terkendala di awalpelaksanaannya, hal tersebut disebabkan oleh permasalahankoordinasi antara pemerintah daerah, BPJS Kesehatan, GugusTugas dan kementerian Kesehatan, serta proses verifikasi datapetugas kesehatan yang lambat. Kondisi ini tentu mempengaruhikeberlangsungan penanganan kesehatan khususnya untukmeredam lonjakan kasus, hal tersebut menggambarkan betaparentannya sistem kesehatan di Indonesia.

Guna menunjang kebutuhan penanganan krisis Kesehatan, prosespengadaan barang dan jasa dilakukan dengan mekanismedarurat. Tidak seperti dalam keadaan ideal, tahapan pelaksanaanpengadaan menjadi lebih generik. Kecepatan dalam mengambilkeputusan menjadi titik kritis karena pergerakannya sangatdinamis. Kondisi ini tentu memiliki risiko yang sangat besar. Risikokorupsi pada program di bidang kesehatan lebih banyak terkaitdengan pengadaan barang dan jasa. Belajar dari penanganan fluburung kala itu, terdapat kerugian negara akibat korupsipengadaan peralatan pembangunan fasilitas produksi riset danalih teknologi produksi vaksin flu burung yang ditaksir mencapai Rp63,9 miliar. Secara umum, ada tiga poin dari pelajaran krisiskesehatan sebelumnya yaitu pemborosan uang publik, kurangnyatransparansi dalam pengambilan keputusan; dan kecurigaanterhadap pengaruh industri terkait pada keputusan yang diambilselama respons pandemi.

1

2

MASALAH

Page 4: Green & Coral Marketing Proposal

Dalam konteks hari ini, berdasarkan kajian koalisi masyarakat sipil,Kementerian Kesehatan belum mengedepankan prinsiptransparansi dan akuntabilitas dalam proses pengadaan barangdan jasa untuk kebutuhan penanganan pandemi Covid-19,termasuk dalam pengadaan vaksin. Berdasarkan pantauan yangdilakukan oleh koalisi masyarakat sipil sepanjang penangananCovid-19, Kementerian Kesehatan tidak mempublikasi dokumenberupa, daftar informasi kebutuhan barang dan jasa untukpenanganan pandemi, daftar belanja barang dan jasa yang telahdilakukan, daftar perusahaan pemenang pengadaan barang danjasa. Hal lain, dokumen kontrak pengadaan barang dan jasa untukpenanganan pandemi pun tidak dipublikasi melalui kanal SPSEKementerian Kesehatan, baik itu pengadaan yang menggunakanmekanisme biasa maupun pengadaan darurat.

Pemerintah memberikan perlindungan terhadap tenaga kesehatandalam bentuk insentif kepada tenaga Kesehatan yang bertugasdan melayani pasien Covid-19. Hal ini tercantum dalam KeputusanMenteri Kesehatan (KMK) RI No.HK. 01. 07/Menkes/2539/2020 yangmenyatakan bahwa segenap tenaga kesehatan yang memberikanpelayanan pada pasien Covid-19 berhak mendapatkan danainsentif dan jika meninggal berhak mendapatkan santunankematian. Sayangnya yang tercantum dalam Keputusan MenteriKesehatan tersebut hanya untuk tenaga kesehatan yang bertugasmemberikan pelayanan khusus Covid-19 saja. Sementara tenagakesehatan yang tidak melayani pasien Covid-19 tidakmendapatkan insentif. Padahal semua tenaga kesehatan yangbekerja di fasilitas pelayanan kesehatan juga rentan terpaparCovid-19, sehingga berhak mendapatkan insentif. Berdasarkandata yang dikumpulkan oleh ICW dan LaporCovid-19, menunjukkan2.754 (75%) dari 3.689 tenaga kesehatan belum atau tidakmendapatkan insentif sama sekali. Dari 2.754 tenaga kesehatanyang belum mendapatkan insentif, 854 diantaranya terpaparCOVID-19. Dari 854 nakes, 230 diantaranya tidak secara langsungmenangani COVID-19 (tidak bekerja di RS rujukan), namunterpapar dan tidak mendapatkan insentif. Risiko korupsi juga terjadipada proses distribusi dana insentif. Per 5 Februari 2021, 15 dari 227nakes yang sudah mendapatkan insentif namun bermasalahmendapatkan insentifnya dipotong sebesar 25%. Beberapamengatakan bahwa pemotongan dilakukan untuk kemudianjumlah potongan dibagi-bagikan kepada mereka yang bertugasnamun namanya tidak tercantum dalam SK, sedangkan lainnyatidak tahu mengapa dana tersebut dipotong .

3

1. Kajian insentif nakes : https://drive.google.com/file/d/15rDbKUGgVakABfCww91Ec-36k_BNORdD/view

1

Page 5: Green & Coral Marketing Proposal

Persoalan pendataan masih menjadi hal yang paling besar dalampenanganan pandemi Covid-19. Pandemi, membuktikan bahwaNegara tidak mempunyai basis data Kesehatan yang kuat. Situasiini tentu akan berdampak pada program vaksinasi yang sedangdijalankan. Sebelum melakukan program vaksinasi, seharusnyapendataan calon penerima vaksin didahulukan. Bahkan MenteriKesehatan mengakui bahwa, Kementeriannya tidak memiliki basisdata yang baik, sehingga Menteri Kesehatan berinisiatif untukmenggunakan data pemilih. Namun pada saat awal pelaksanaanvaksin program, pemerintah justru meminta warga untukmendaftarkan dirinya melalui aplikasi yang tersedia, karena tidakadanya ketersediaan data yang digunakan untuk mendaftarkancalon penerima vaksin. Padahal, kementerian Kesehatan sudahmempunyai aplikasi satu data Kesehatan(https://satudata.kemkes.go.id/).

Banyak tenaga Kesehatan yang belum mendapatkan vaksin,seperti yang tejadi di kota Medan . Selain soal pendataan,ketersediaan vaksin juga masih menjadi catatan dilapanganseperti yang terjadi di Kabupaten Hamlahera Utara . Pelaksanaanprogram vaksinasi yang telah dilakukan kepada kelompok non-prioritas, seperti pedagang besar atau pelaku industri pariwisata,juga melanggar prinsip epidemiologi dari fungsi vaksin. Banyaknyatenaga kesehatan (kelompok rentan) yang belum mendapatkanvaksin menunjukan bahwa pelaksanaan program vaksinasi tidaksesuai dengan kajian epidemiologi, sehingga berpotensi untukmeningkatkan tingkat keparahan kesakitan pada kelompokprioritas yang terancam tidak mendapatkan vaksin. Di dalamsituasi keterbatasan vaksin, Badan Kesehatan Dunia (WHO)menyarankan pemerintah setiap negara untuk memberikanprioritas vaksin kepada kelompok rentan (tenaga kesehatan danlansia) dan yang berada di laju penularan tinggi. Maka daripadaitu, pelaksanaan vaksin yang tidak sesuai kerentanan kelompokakan mengancam efektivitas dari tujuan program vaksinasi.

4

5

2. https://sumut.inews.id/berita/3000-an-nakes-di-medan-belum-divaksin-covid-19-ini-penyebabnya3. https://harianhalmahera.com/halut/500-nakes-di-halut-belum-divaksin/

2

3

Page 6: Green & Coral Marketing Proposal

Rendahnya jumlah uji usap atau Swab Test perharinyaberkontribusi terhadap sulitnya melacak pengidap CoronavirusDisease 2019 (Covid-19) di Indonesia. Menurut standar WorldHealth Organization, setidaknya 30 orang di sekeliling pasienterkonfirmasi positif harus di tes. Tes pun juga termasuk padaorang tidak bergejala. Bisa jadi, mereka termasuk kategori orangasimtomatik atau tanpa gejala. Pelaksanaan tes yang masifseharusnya dilakukan agar pemetaan penyebaran Virus Coronamendekati fakta, sesuai dengan standar WHO yaitu 1 per 1,000populasi per minggu. Namun per 2 Maret 2021, jumlah orang yangdites semakin menurun, yaitu hanya 29,990 orang, dibandingkan38,242 orang sesuai ambang batas yang ditetapkan WHO. Selainitu, transparansi terhadap data jumlah orang yang diuji usap jugamasih minim, terlihat dari sedikitnya jumlah situs pemerintahkabupaten dan kota yang tidak merilis jumlah orang yang dites.Dengan minimnya transparansi terkait informasi tersebut, sulituntuk melihat kondisi kasus Covid-19 yang sebenarnya karenawarga menjadi tidak tahu apakah angka kasus menurun akibattesting yang rendah di berbagai daerah.

Dalam pengadaan vaksin, pemerintah melalui KementerianKesehatan memberikan penugasan kepada kepada PT Bio Farma(Persero), selaku badan usaha milik negara di bidang farmasi. BioFarma sendiri dapat melibatkan dua anak usahanya, yaitu PT KimiaFarma Tbk dan PT Indonesia Farma Tbk. Paket pengadaan vaksinmeliputi peralatan pendukung dan logistik lain yang diperlukan.Paket pengadaan tersebut meliputi distribusi vaksin yang telahdisediakan hingga ke titik serah yang telah ditetapkan MenteriKesehatan. Berdasarkan hasil penelusuran, tidak banyak informasitahapan pengadaan, harga satuan, tahapan distribusi, dan kontrakpengadaan vaksin yang dipublikasi melalui kanal website resmikementerian Kesehatan. Besarnya alokasi anggaran yangdisediakan untuk pengadaan dan distribusi vaksin tentu memilikirisiko jika pemerintah tidak menyediakan informasi yang rincidalam proses pengadaan vaksin dan alat pendukung lainnya.Padahal, Informasi terkait penanganan pandemi, sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Pasal 10 ayat (1) tergolong jenisInformasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak danketertiban umum, sehingga Pemerintah dikenai kewajiban untukmengumumkannya secara sertamerta, melalui cara yang mudahdijangkau oleh masyarakat.

7

6

Page 7: Green & Coral Marketing Proposal

Mempublikasi anggaran penanganan Kesehatan melaluidashboard anggaran di website kementerian Kesehatan secarareal time, dengan demikian masyarakat dapat memantauperkembangan serapan anggaran di kementerian Kesehatan yangdigunakan untuk penanganan Covid-19.

Kementerian Kesehatan harus menginformasikan seluruh rencanaumum pengadaan dan realisasi pengadaan melalui SIRUP maupunLPSE yang terkait dengan penanganan Covid-19. Selainmemanfaatkan kanal yang sudah tersedia, kementerian juga perlumenciptakan instrumen keterbukaan informasi pengadaan barangdan jasa secara rinci dan real time melalui kanal yang mudahdiakses oleh publik guna meningkatkan pengawasan masyarakat.Kementerian Kesehatan berkewajiban untuk menyediakaninformasi berupa; daftar kebutuhan belanja pengadaan yangterintegrasi secara nasional, mempublikasi rencana pengadaansecara lebih rinci, menetapkan metode pengadaan sesuai denganketentuan, dan mempublikasi dokumen kontrak pengadaanbarang/jasa serta mempublikasi dokumen kontrak pengadaanvaksin dan alat pendukung lainnya yang menunjang programvaksinasi.

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah segera mendistribusikaninsentif dan santunan kematian yang selama ini tersendat kepadatenaga kesehatan atau keluarga/ahli waris untuk santunankematian. Pemerintah memberikan dana insentif bagi nakes, yangtidak bekerja di bagian khusus Covid-19 serta tenaga relawan danhonorer kesehatan di layanan Covid-19, namun terpapar Covid-19.Sebagai bentuk transparansi, Pemerintah juga perlu membukaanggaran yang sudah dicairkan dan tersalurkan kepada tenagakesehatan secara real time, sehingga publik dapat mengawalproses penyaluran.

REKOMENDASI

1

2

3

Page 8: Green & Coral Marketing Proposal

Memastikan data calon penerima vaksin terintegrasi dengan datakependudukan dan data Kesehatan masyarakat yang bersumberdari BPJS Kesehatan, rekam medis elektronik dan sumber lainnya(Big Data Kesehatan). Serta menciptakan instrumen pelaksanaanprogram vaksinasi yang mudah diakses publik dan ramahterhadap lansia dan disabilitas serta menciptakan instrumenpendataan secara offline bagi wilayah yang masih minimterhadap akses internet. Informasi terkait dengan pendaftaranvaksin perlu disosialisasikan secara jelas kepada masyarakat gunamengurangi keraguan.

Optimalisasi Big Data kesehatan guna menghindari permasalahandata calon penerima vaksin. Big Data Kesehatan tersebut dapatbersumber dari Data Kependudukan dan Pencatatan Sipil, BPJSKesehatan, Rekam Medis Elektronik, dan sumber lainnya. Secarateknis, dalam big data Kesehatan tersebut akan menginformasikantentang data kependudukan, data rekam medik dan data riwayatKesehatan tiap warga Negara. Selain itu, kementerian Kesehatanperlu menciptakan instrumen pendataan program vaksinasi yangmudah diakses publik dan ramah terhadap lansia, disabilitas danmenciptakan instrumen pendataan secara offline bagi wilayahyang masih minim terhadap akses internet.

Memastikan distribusi vaksin berjalan dengan baik dan adil sesuaidengan tingkat keterpaparan di masing-masingProvinsi/Kota/Kabupaten. Pemberian vaksin perlu diprioritaskankepada kelompok rentan terlebih dahulu dan memastikan bahwaseluruh nakes menerima vaksin, sebelum melaksanakan vaksinkepada kelompok lainnya.

Pemerintah perlu kembali mengalokasikan sumber daya untukmelakukan testing yang masif, ketimbang pelaksanaan vaksinasimassal yang ditujukan kepada kelompok non-prioritas. Laporandari lapangan menunjukan masih banyak orang yang tidak ditesketika berkontak erat dengan pasien positif.

Pemerintah harus membangun pusat data vaksin (dashboardvaksin) yang terbuka dan mudah diakses publik yang memuatinformasi tentang pengadaan vaksin (jumlah dosis yang sudahdibelanjakan, Jenis dan asal negara produsen vaksin, harga satuantiap dosis, daftar informasi kebutuhan vaksin di setiapprovinsi/kabupaten/kota, mekamisme distribusu, dan dokumenkontrak pengadaan vaksin). Informasi ini disampaikan secararealtime dan diperbaharui setiap hari sebagai bentuk transparansidan akuntabilitas.

56

7

4

Page 9: Green & Coral Marketing Proposal

KOALISI MASYARAKAT SIPILUNTUK AKUNTABILITAS

PENANGANAN COVID-19

Indonesia Corruption Watch (ICW) Indonesia Budget Center (IBC)

Transparency International Indonesia (TII)Indonesian Forum for Budget Transparency (FITRA)

Koalisi Warga untuk Lapor Covid-19