Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit...

54
1 PENDAHULUAN Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan teknologi sistem pembayaran dunia, diawali dari charge card oleh DinersClub pada tahun 1950an, kemudian credit card untuk traveler saja hingga menjadi kartu kredit untuk semua jenis transaksi oleh Visa dan MasterCard. Kecanggihan dan kemudahan bertransaksi menggunakan kartu kredit sudah diakui oleh dunia, dibuktikan dengan jumlah pemegang kartu kredit seluruh dunia yang terus bertambah mengalahkan jumlah penggunaan kartu debit dan volume pembayaran yang terus bertambah (grafik 1). Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit Visa dan MasterCard Sumber: NerdWallet.com Namun, penerapan kartu kredit untuk meningkatkan perekonomian menjadi pertentangan pro dan kontra bagi pemerintah, dunia perbankan, pembuat kebijakan (otoritas moneter), hingga akademisi. Dari sisi pro 1 , pinsip “buy first pay later” membuat semakin efisiennya proses transaksi antara konsumen dengan merchant karena berkurangnya biaya memegang uang tunai dan resiko kehilangan uang tunai. Terdapat pemerintah dan pembuat kebijakan yang menyandarkan pertumbuhan ekonomi melalui sektor konsumsi dan kartu kredit menjadi instrumennya (Kang dan Ma, 2007; Lim dan Yoon, 2011). Kemudian perbankan dan perusahaan penerbit kartu kredit memanfaatkan pertumbuhan kartu kredit untuk mendapatkan keuntungan, karena tingkat bunga kartu kredit lebih tinggi dibanding dengan produk kredit yang lain (Kang dan Ma, 2007). Kemudian dari sisi kontra 2 , pertumbuhan kartu kredit dianggap sama saja dengan pertumbuhan kredit, yang memiliki resiko menggelembung dan meledak (Kose dan Claessens, 1 Ketika kartu kredit menjadi kawan 2 Ketika kartu kredit menjadi lawan 0 1000 2000 3000 4000 5000 2007 2008 2009 2010 2011 Kartu Kredit Kartu Debit

Transcript of Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit...

Page 1: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

1

PENDAHULUAN

Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan teknologi sistem

pembayaran dunia, diawali dari charge card oleh DinersClub pada tahun 1950an,

kemudian credit card untuk traveler saja hingga menjadi kartu kredit untuk semua

jenis transaksi oleh Visa dan MasterCard. Kecanggihan dan kemudahan

bertransaksi menggunakan kartu kredit sudah diakui oleh dunia, dibuktikan

dengan jumlah pemegang kartu kredit seluruh dunia yang terus bertambah

mengalahkan jumlah penggunaan kartu debit dan volume pembayaran yang terus

bertambah (grafik 1).

Grafik 1

Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit Visa dan MasterCard

Sumber: NerdWallet.com

Namun, penerapan kartu kredit untuk meningkatkan perekonomian

menjadi pertentangan pro dan kontra bagi pemerintah, dunia perbankan, pembuat

kebijakan (otoritas moneter), hingga akademisi. Dari sisi pro1, pinsip “buy first

pay later” membuat semakin efisiennya proses transaksi antara konsumen dengan

merchant karena berkurangnya biaya memegang uang tunai dan resiko kehilangan

uang tunai. Terdapat pemerintah dan pembuat kebijakan yang menyandarkan

pertumbuhan ekonomi melalui sektor konsumsi dan kartu kredit menjadi

instrumennya (Kang dan Ma, 2007; Lim dan Yoon, 2011). Kemudian perbankan

dan perusahaan penerbit kartu kredit memanfaatkan pertumbuhan kartu kredit

untuk mendapatkan keuntungan, karena tingkat bunga kartu kredit lebih tinggi

dibanding dengan produk kredit yang lain (Kang dan Ma, 2007). Kemudian dari

sisi kontra2, pertumbuhan kartu kredit dianggap sama saja dengan pertumbuhan

kredit, yang memiliki resiko menggelembung dan meledak (Kose dan Claessens,

1 Ketika kartu kredit menjadi kawan

2 Ketika kartu kredit menjadi lawan

0

1000

2000

3000

4000

5000

2007 2008 2009 2010 2011

Kartu Kredit

Kartu Debit

Page 2: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

2

2013), yang kemudian merembet pada krisis perbankan (Kang dan Ma,

2007,2009; Lim dan Yoon, 2011) dan resesi (Kose dan Claessens, 2013).

Selanjutnya, kartu kredit memiliki resiko kredit macet yang dapat menghasilkan

personal bankruptcy (White, 2007) dan masalah – masalah sosial, yaitu fenomena

bunuh diri dan pembunuhan nasabah oleh debt collector atau perusahaan penagih

hutang.

Indonesia saat ini sedang dalam proses pencapaian cashless society, yaitu

pengurangan penggunaan uang tunai dalam transaksi. Hal ini didukung oleh BI

karena pembuatan uang tunai merupakan beban anggaran terbesar kedua BI dan

alat pembayaran menggunakan kartu menjadi salah satu alat untuk mencapai

cashless society. Indonesia dapat dikategorikan sebagai emerging market yang

pertumbuhan kartu kreditnya sedang lepas landas, sehingga perlu pembelajaran-

pembelajaran penting mengenai industri kartu kredit mengingat karakter-karakter

dari kartu kredit. Oleh karena itu, dengan menggunakan negara – negara yang

telah mengalami permasalahan kartu kredit, penelitian ini akan menjelaskan apa

saja dampak – dampak dari penerapan penggunaan kartu kredit dan yang kedua

adalah penyebab permasalahan dari hutang kartu kredit. Setelah itu, penelitian ini

akan mengemukakan pembelajaran dan pertimbangan bagi Indonesia khususnya

pelaku – pelaku dalam industri kartu kredit. Penelitian ini menggunakan sumber

literatur melalui jurnal, koran, media masa online, dan artikel ilmiah popular.

Negara – negara yang digunakan dalam penelitian ini adalah Korea Selatan,

Hongkong SAR dan Taiwan yang mengacu dari Kang dan Ma (2009), kemudian

Amerika Serikat dimana hutang kartu kredit sempat menjadi momok krisis

selanjutnya setelah krisis 2008, dan Indonesia yang sempat mengalami

permasalahan debt collector kartu kredit.

INDUSTRI KARTU KREDIT

Kartu kredit adalah salah satu bentuk produk keuangan sebagai alat

pembayaran. Sistem pembayaran elektronik memiliki tingkat efisiensi yang lebih

tinggi, cepat, mudah, aman, nyaman (Fuad3, 2013), oleh karena itu keberadaan

kartu kredit membuat semakin praktisnya pembayaran, karena pengguna kartu

3 Pernyataan President Director PT Visa Worlwide Indonesia – Ellyana C. Faud dalam

Sindonews.com

Page 3: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

3

kredit tidak perlu memegang uang tunai (Kang dan Ma, 2009). Prinsip kartu kredit

adalah “buy first pay later”, yaitu para pengguna kartu kredit dapat bertransaksi

terlebih dahulu tanpa perlu memikirkan uang tunai yang mereka miliki saat itu.

Prinsip ini berguna ketika kartu kredit sebagai jaminan atau uang muka, seperti

pembelian mobil, rumah, atau pembayaran rumah sakit.

Konsep kartu kredit pertama kali muncul pada tahun 1887 dalam novel

Looking Backward yang ditulis oleh Edward Bellamy hingga 11 kali. Kartu kredit

pertama kali hanya digunakan para pengendara pada tahun 1920an di Amerika

Serikat untuk membayar bensin, kemudian kartu kredit mulai diterima untuk

kegiatan bisnis pada tahun 1938. Tahun 1921, Western Union mulai membuat

kartu tagihan untuk konsumen reguler.

Tahun 1928, Farrington Manufacturing Co memperkenalkan kartu kredit

modern melalui sistem baru “Charge-Plate”. Tahun 1950an, Farrington

Manufacturing Co membuat kartu kredit dari lempengan besi dengan sistem

Addressograph seperti milik militer yang berisi nama, kota, negara dan kartu

kertas berisi tanda tangan pengguna.

Tahun 1934, Air Travel Card dengan Air Transport Association

menciptakan kartu kredit dengan sistem penomoran yang dapat mengidentifikasi

penggunanya dan penciptanya. Kartu tersebut digunakan untuk pembelian tiket

dengan pembayaran belakangan (pay later) dan dapat diskon 15 persen. Setelah

10 tahun, 17 perusahaan penerbangan menggunakan kartu kredit tersebut untuk

meningkatkan travel penerbangan dan diterima sebagai kartu tagihan pada tahun

1948.

Tahun 1946, kartu kredit dapat digunakan untuk transaksi dengan merchant

dengan dikeluarkannya kartu kredit oleh Flatbush National Bank of Brooklyn

dengan sistem yang disebut Charge-It. Tahun 1950an, Diners Club

mempopulerkan kartu untuk pengguna yang makan di restoran agar tidak perlu

membawa uang tunai saat makan di restoran, kemudian penagihan dilakukan oleh

pihak restoran kepada Diners Club. Hal ini diikuti Carte Blanche (diluncurkan

oleh Hotel Hilton tahun 1959) dan American Express pada tahun 1958 dengan

nama AMEX. Tahun 1958, Bank of America dapat berkompetisi dan sukses

menciptakan BankAmericard hingga tingkat internasional, kemudian diganti

Page 4: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

4

dengan nama Visa. Tahun 1960, Bank of America mengeluarkan MasterCard,

kemudian tahun 1966 mulai berkompetisi dengan kartu Amerika yang lain dengan

bekerjasama dengan Citibank melalui terbitan Everything Card. Penerbitan kartu

kredit diikuti oleh negara lain, pertama kali oleh United Kingdom pada tahun

1966, yaitu Barclaycard.

Pelaku – pelaku industri kartu kredit antara lain4:

1. Pemegang kartu adalah pengguna yang sah dari Kartu Kredit

2. Prinsipal adalah bank atau lembaga selain bank yang bertanggung jawab atas

pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik berperan sebagai

penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi Kartu Kredit yang kerjasama

dengan anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.

3. Penerbit adalah bank atau lembaga selain bank yang menerbitkan Kartu

Kredit.

4. Acquirer adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan kerjasama

dengan pedagang (merchant), yang dapat memproses Kartu Kredit yang

diterbitkan oleh pihak lain.

5. Pedagang (merchant) adalah penjual barang dan/atau jasa yang menerima

pembayaran dari transaksi penggunaan Kartu Kredit.

6. Penyelenggara kliring adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan

perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing – masing penerbit dan/atau

acquirer dalam rangka transaksi Kartu Kredit.

7. Penyelenggara penyelesaian akhir adalah bank atau lembaga selain bank yang

melakukan dan bertanggungjawab terhadap penyelesaian akhir atas hak dan

kewajiban keuangan masing – masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka

transaksi Kartu Kredit berdasarkan hasil perhitungan dari penyelenggara

kliring.

Kartu Kredit dibagi menjadi 2 bagian, yaitu volume dan nilai

transaksi.Volume transaksi adalah jumlah transaksi yang menggunakan kartu

kredit dalam periode tertentu, sedangkan nilai transaksi adalah nilai/nominal yang

4 Didasarkan pada Peraturan Bank Indonesia No.14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012 tentang

Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan

Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu

Page 5: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

5

dilakukan menggunakan kartu kredit dalam perode tertentu. Kemudian, dibagi

kembali menjadi 2, yaitu belanja dan tunai:

- Volume tunai Kartu Kredit adalah jumlah transaksi penarikan tunai yang

dilakukan dengan menggunakan kartu kredit pada periode tertentu.

- Nominal tunai Kartu Kredit adalah nilai/nominal dari transaksi penarikan

tunai yang dilakukan dengan menggunakan kartu kredit pada periode tertentu.

- Volume belanja Kartu Kredit adalah jumlah transaksi pembelanjaan yang

dilakukan dengan menggunakan kartu kredit pada periode tertentu.

- Nominal belanja Kartu Kredit adalah nilai/nominal dari transaksi

pembelanjaan yang dilakukan dengan menggunakan kartu kredit pada periode

tertentu.

Kartu kredit terbagi menjadi 2 jenis, yaitu kartu kredit tunai dan kartu kredit

belanja. Kartu kredit tunai digunakan untuk menarik uang tunai, berbeda dengan

ATM/Debit. Kemudian kartu kredit belanja digunakan untuk bertransaksi.

DAMPAK – DAMPAK PEMAKAIAN KARTU KREDIT

Kartu Kredit dan Konsumsi

Kartu kredit mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga karena

mempercepat proses transaksi dan mendekatkan konsumen dengan merchant.

Manfaat ini menjadikan kartu kredit menjadi salah satu alat kebijakan pemerintah

untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, seperti yang dilakukan Korea Selatan

setelah Krisis Asia 1997 dan Beijing – China setelah penurunan ekspor akibat

krisis global 20085. Kedua negara tersebut memanfaatkan pertumbuhan konsumsi

rumah tangga yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi

agregat. Untuk menjelaskan bagaimana hubungan kartu kredit dengan konsumsi,

akan diawali dengan teori konsumsi J. M. Keynes (1936), Permanent Income

Hypothesis M. Friedman (1957), dan Life – Cycle Hypothesis Franco Modigliani

dan Albert Ando (1963).

5 http://edition.cnn.com/2009/BUSINESS/11/10/china.credit.debt/

Page 6: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

6

J. M. Keynes dalam General Theory of Employmet, Interest, and Money

yang dipublikasikan tahun 19366 menjelaskan bahwa tingkat konsumsi individu

hanya dipengaruhi oleh pendapatan. Besar pengaruh pendapatan terhadap

konsumsi dilihat dari nilai marginal propensity to consume (MPC), semakin besar

pendapatan maka semakin besar pula konsumsi individu7. Keynes

mengasumsikan bahwa nilai MPC tetap dan tidak melebihi 1, karena tidak

mungkin individu melakukan pengeluaran melebihi apa yang ia dapatkan.

Kemudian, teori ini dapat memprediksi bagaimana perubahan ekonomi suatu

negara dari pergerakan pendapatan nasional akibat perubahan konsumsi agregat,

melalui rata – rata MPC individu – individu.

Tahun 1957, M. Friedman mengembangkan teori Keynes dengan

memaparkan Permanent Income Hypothesis (PIH), yaitu tentang pola konsumsi

masyarakat yang rata (smoothy consumption) dan perilaku individu yang rasional

serta bijaksana dalam mengatasi masalah konsumsi (Miller, 1996). Permanent

Income adalah pola konsumsi individu yang proporsional (smooth) dengan

pendapatan aktual mereka dan menghindari elemen yang menyebabkan konsumsi

menjadi fluktuatif. Jenis pendapatan ini melakukan konsumsi sesuai dengan rata-

rata pendapatan jangka panjang mereka – bukan pendapatan aktual mereka,

sehingga ketika terjadi perubahan sementara di pendapatan aktualnya, perilaku

pengeluaran/konsumsi hanya terpengaruh sedikit. Tetapi, ketika ekpektasi

konsumsi individu fluktuatif dan mempengaruhi permanen income-nya, individu

diasumsikan melakukan pinjaman untuk mempermudah/memuluskan konsumsi

(smooth consumption). Hal ini serupa dengan Life-Cycle Hypothesis (LCH)

Franco Modigliani dan Albert Ando pada tahun 1963, yaitu mengasumsikan

pendapatan aktual akan lebih rendah daripada pendapatan ekpektasi individu,

sehingga individu akan melakukan pinjaman untuk memenuhi konsumsi.

Pinjaman tersebut dibayar ketika pendapatan mereka meningkat dan sisa uangnya

akan ditabung. Besarnya jumlah yang akan ditabung tidak akan sama dengan

jumlah pinjaman, karena adanya tingkat bunga pinjaman. Hal ini dikarenakan,

tingkat bunga pinjaman berpengaruh negatif terhadap tingkat tabungan, ketika

6 Tim Miller: “Explaining Keynes’ Theory of Consumption, and Assessing its Strengts and

Weaknesses” dari http://www.economic-truth.co.uk/ 7 Tetapi tidak sebalinya, naik turunya konsumsi tidak mempengaruhi pendapatan.

Page 7: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

7

tingkat bunga pinjaman tinggi, maka jumlah yang ditabung akan semakin

berkurang (Miller, 1996). Modigliani dan Ando menambahkan (meskipun

menjadi banyak pertentangan dan kurang pendukung di dunia akademis), individu

akan terus menabung (saving) pada masa mudanya dan akan menghabiskannya

(dissaving) pada masa tua.

Hutang kartu kredit jika ditempatkan dalam PIH dan LCH, akan menjadi

pinjaman untuk mengoptimalkan konsumsi sesuai dengan permanent income.

Tetapi dalam praktiknya, keberadaan hutang kartu kredit dapat membuat PIH

menjadi tidak signifikan, karena dalam pemakaiannya terdapat faktor – faktor

yang mempengaruhi pola konsumsi para pemegang kartu kredit. Faktor pertama

borrowing atau liquidity constraint. Zeldes (1989) menemukan permanent income

tidak signifikan atau tidak proporsional dengan pendapatan karena

liquidity/borrowing constraint, yaitu ketidaksempurnaan pasar modal (imperfect

capital markets) yang digambarkan dengan pembatasan pinjaman yang tidak

memungkinan individu berkonsumsi sesuai keinginan melalui hutang di pasar

uang (Lim dan Yoon, 2011), dan pola konsumsi dipengaruhi pendapatan saat

ini/current income (Lim dan Yoon, 2011; Holmes, 2011). Borrowing constraint

digambarkan Ludvigson (1999) dan Breu (2013) dalam bentuk deregulasi

pinjaman, ketika deregulasi diturunkan maka liquidity constraint akan menjadi

longgar sehingga pemegang kartu kredit dapat meningkatkan konsumsinya karena

mudah mendapatkan pinjaman. Dikaitkan dengan hutang kartu kredit, pemegang

kartu kredit ketika mudah mendapatkan hutangnya, maka mereka dapat

menggunakan hutang kartu kredit untuk mendorong konsumsinya8. Tetapi ketika

borrowing constraint ditingkatkan, pemegang kartu kredit berhadapan dengan

limit kredit sehingga konsumsi pemegang kartu kredit yang sebelumnya disokong

oleh hutang kartu kredit menjadi terbatas.

Berkaitan dengan itu, Lim dan Yoon (2011) menemukan bahwa total

konsumsi masyarakat Korea Selatan dipengaruhi oleh borrowing dan liquidity

constraint pada tahun 2000 – 2002Q2 (credit card bubble) dan tahun 2003 (credit

8Penerimaan hutang kartu kredit seharusnya sesuai dengan pendapatan pemegang kartu kredit

tersebut karena pendapatan merupakan indikator mampu tidaknya pemegang kartu kredit dapat

membayar kewajibannya. Jika pemegang kartu kredit bisa mendapatkan plafon kredit sesuai

“keinginannya”, maka standar pinjaman yang diterapkan perusahaan atau bank penerbit kartu

kredit sangat rendah. Lihat pada bagian kartu kredit dan krisis perbankan.

Page 8: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

8

card crunch), berbeda dengan Kang dan Ma (2007) yang menyatakan hutang

kartu kredit digunakan untuk memuluskan konsumsinya. Masa credit card bubble

adalah masa pembuatan kartu kredit yang berlebihan oleh penerbit kartu kredit

karena dukungan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Korea

Selatan yang telah mengalami resesi akibat Krisis Asia 1997 dengan pelonggaran

deregulasi atau standar pinjaman oleh pemerintah dan penerbit kartu kredit.

Konsumsi nominal9 bertumbuh 10 persen pada tahun 2001 dan 11 persen pada

tahun 2002, kemudian GDP yang menurun 6.9 persen pada tahun 1998 mulai

meningkat 9.5 persen pada tahun 1999, 8.5 persen pada tahun 2000, dan 4.0

persen pada tahun 2001. Selanjutnya pada tahun 2003, consumption bubble

meledak menjadi credit card crunch akibat skandal SK Group. Perusahaan

penerbit kartu kredit menghindari masalah likuiditas dan resiko gagal bayar

dengan meningkatkan tingkat bunga hingga 20 persen, lebih tinggi dari bank

komersial dan langsung memotong hak hutang bagi pemilik kartu kredit

(borrowing constraint). Setelah penetapan tersebut, konsumsi pemilik kartu kredit

mulai menurun karena tidak ada hutang lagi untuk memenuhi konsumsi dan beban

hutang telah mengurangi pendapatan aktual mereka. Hal ini dikarenakan, ketika

pemilik kartu kredit melakukan konsumsi berdasarkan hutang kartu kredit dan

kemudian hutang kartu kredit dipotong atau dihilangkan, konsumsi mereka turun

sesuai dengan hak hutang mereka dan konsumsi mereka kembali didasarkan pada

pendapatan aktual mereka yang relatif lebih kecil dibanding beban hutang mereka.

Selain itu, kewajiban melunasi hutang kartu kredit memotong pendapatan aktual,

sehingga konsumsi akan semakin terbatas seiring penurunan pendapatan mereka.

Faktor yang kedua adalah kekayaan dan kesejahteraan tambahan. Kartu

kredit memberi uang tambahan sehingga menambah kekayaan pemilik kartu

kredit10

. Dalam industri kartu kredit, pemegang kartu kredit terbagi menjadi dua

jenis, yaitu pengguna yang menggunakan kartu kredit untuk bertransaksi atau

pembayaran sesuai dengan pendapatan dan kebutuhan mereka, disebut dengan

transactor (Kang dan Ma, 2007) atau rational discounters (White, 2007).

Kemudian, yang kedua adalah revolvers (Kang dan Ma, 2007) atau hyperbolic

9 Didorong oleh kartu kredit, karena lebih dari 50 persen total hutang adalah hutang kartu kredit.

10 Friedman mengartikan kekayaan sebagai banyaknya uang yang dimiliki.

Page 9: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

9

discounters (White, 2010), yaitu pengguna yang memiliki pemikiran untuk

menabung di masa depan tetapi lebih memilih untuk berkonsumsi di masa

sekarang (Liabson, 1997 – White, 2007), menempatkan hutang sebagai

pendapatan untuk berkonsumsi dan kartu kredit sebagai alat berhutang. Revolvers

merasa kekayaannya bertambah karena mendapat uang tambahan dari kartu

kredit, sehingga keinginan untuk konsumsi menjadi bertambah. Namun di sisi

lain, kekayaan dari hutang kartu kredit dapat mencekik kesejahteraan para

pemegang kartu kredit ketika hutang kartu kredit lebih besar daripada pendapatan.

Para pemegang kartu kredit mungkin merasa kaya dan sejahtera karena dapat

berkonsumsi dengan leluasa, tetapi ketika diperlihatkan pada fakta yang

sebenarnya, kekayaan yang mereka miliki hanya ilusi. Morgan dan Toll (1997)

menemukan bahwa hutang kartu kredit telah mencekik kekayaan pemegang kartu

kredit Amerika Serikat terutama kaum minoritas, yaitu orang berkulit hitam.

Contohnya perempuan kulit hitam membeli barang-barang apapun itu (melalui

kartu kredit) untuk meningkatkan identitas diri (merasa layak) dan mendapatkan

harga diri (Myers11

, 2004). Kemudian, saat kembali ke kehidupan nyata,

kesejahteraan ilusi membuat mereka hidup dalam hutang besar yang harus segera

dibayar.

Faktor ketiga adalah kontrol pribadi (self control). Self control

menggambarkan keinginan konsumsi dan seberapa bijaksana pemegang kartu

kredit menggunakan kartu kreditnya. Self control tidak memandang tingkat

pendapatan para pemiliki kartu kredit, karena tergantung dari individu tersebut.

Bagi transactor yang menggunakan hutang kartu kredit secara rasional memiliki

self control yang lebih baik dibanding revolvers, sehingga pola konsumsinya

mungkin tidak terlalu berubah. Sedangkan revolvers sering memiliki self control

yang kurang dalam menggunakan hutangnya, karena mereka akan terus

melakukan konsumsi semaksimal mungkin hingga mencapai limit kartu kerdit.

Faktor keempat reward atau discount. Faktor ini sering menjadi alasan

calon atau pemegang kartu kredit untuk memiliki kartu kredit dan menjadi cara

penerbit kartu kredit untuk menarik calon pemilik kartu kredit. Pemberian reward

atau discount mendorong konsumsi individu karena merasa dipermudah dan

11

Linda James Myers – Profesor psikologi dan studi tentang orang Afrika – Amerika di Ohio State

University. Dikutip dari tulisan Kemba Dunham (2004).

Page 10: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

10

diberi keuntungan. Sebagai contoh, Ibu Rusmani12

seorang asisten administrasi

salah satu perusahaan elektronik di Jakarta memiliki 13 kartu kredit. Alasan dia

memilikinya karena terpikat dengan hadiah dan discount13

jika menggunakan

kartu kredit, seperti potongan harga pembelian minum kesukaannya (Starbucks),

diskon 50 persen untuk Pizza Marzano, dan mendapat tiket film.

Faktor yang kelima adalah tingkat bunga pinjaman. Tingkat bunga

pinjaman menentukan apakah individu melakukan konsumsi atau menyimpan.

Ketika tingkat bunga pinjaman rendah, individu akan mengajukan kartu kredit

dibandingkan dengan menyimpan. Dengan acuan ini, tingkat bunga yang rendah

(mencapai 1 persen) menjadi alat iklan penerbit kartu kredit untuk menarik

pemegang kartu kredit baru.

Faktor keenam adalah usia. Modigliani dan Ando menyebutkan bahwa

individu berusia muda akan lebih memilih untuk menabung, kemudian saat tua

akan melakukan konsumsi dari tabungan mereka. Tetapi, saat pernyataan ini

dikaitkan dengan penggunaan kartu kredit, pernyataan tersebut menjadi tidak

terbukti ketika pemegang kartu kredit lebih didominasi oleh individu muda, hal ini

menunjukkan bahwa individu muda lebih memilih untuk melakukan konsumsi

dibanding menabung. Di Amerika, individu muda pada kisaran 18 – 25 tahun

seperti mahasiswa mendominasi pemakaian kartu kredit, hal ini dikarenakan

pemakaian kartu kredit sudah lazim dalam kehidupan sosial mereka dan telah

memberikan rasa harga diri. Selain itu, penyebab individu muda lebih melakukan

konsumsi ketika memegang kartu kredit adalah mereka sedang memasuki masa

transisi menuju “kedewasaan” yang menganggap dirinya sudah mampu

memanajemen keuangan mereka sendiri, sehingga mereka hanya memikirikan

yang penting konsumsi sekarang bukan berapa pendapatan yang dimiliki

(Sotiropoulos dan D’Astous, 2012). Ekici dan Dunn (2009) sependapat bahwa

hutang kredit terbesar didominasi oleh individu muda, namun dia menambahkan

bahwa hutang kartu kredit mulai menurun saat pemegang kartu kredit memasuki

usia 30an. Hal ini dikarenakan, pemegang kartu kredit muda telah banyak

12

http://online.wsj.com/news/articles/SB10001424127887324539404578339851149437598 13

Penerbit kartu kredit tidak takut untuk kehilangan keuntungan dari pemberian hadiah atau

diskon, karena dapat terutup dari tingkat bunga per pengguna kartu kredit yang mencapai 35

persen per tahun.

Page 11: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

11

berkonsumsi hingga melebihi anggaran (overspending consumption). Kemudian,

melihat besarnya hutang yang dimiliki saat muda membuat pemegang kartu kredit

yang memasuki usia dewasa hingga tua, menurunkan konsumsi melalui kartu

kredit, karena mereka lebih mempertahankan kekayaannya daripada memuluskan

konsumsinya (Holmes, 2011).

Faktor ketujuh adalah ekspektasi pendapatan (Ekici dan Dunn, 2010). Hal

ini paling dirasakan oleh para revolvers, mereka bereksepktasi bahwa pendapatan

mereka akan bertambah dan nantinya dapat digunakan untuk membayar hutang

kartu kredit mereka, sehingga mereka tidak merasa salah ketika berkonsumsi dan

melebihi pendapatan mereka saat itu. Tetapi, ketika ekpektasi mereka tidak

terwujud dengan masih tetap atau menurunnya pendapatan mereka, mereka

dihadapkan pada hutang kartu kredit yang beresiko menjadi kredit macet dan

liquidity constraints dari pembatasan hutang yang mereka dapatkan. Akibatnya,

konsumsi mereka menjadi berkurang atau langsung terpotong.

Kartu Kredit, Personal Bankruptcy, Predator Lending, dan Debt Collector

Fenomena gagal bayar atau kredit macet adalah ketika pemegang kartu

kredit tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya tepat waktu

sesuai dengan kesepakatan. Gagal bayar sering dihadapi oleh pemegang kartu

kredit yang terus menggunakan kartu kredit untuk “tujuan utama” pribadi, yaitu

meningkatkan harga diri – kehormatan, merasa layak14

, pengalihan mendapatkan

kebahagiaan15

, pemberi pemenuhan kebutuhan, dan pinjaman16

. Sehingga mereka

tidak melakukan konsumsi atas apa kebutuhan mereka dan seberapa besar

transaksi yang sesuai dengan kemampuan bayar mereka. Akibatnya, pemegang

kartu kredit tersebut sering dihadapkan pada hutang yang melebihi pendapatan

dan relatif terus membengkak, sehingga mereka harus bekerja keras untuk

membayar kewajibannya dengan pendapatan mereka yang seadanya. Di tengah

pembayaran kewajiban, porsi pendapatan untuk membayar hutang akan menurun

karena pemegang kartu kredit tersebut juga memiliki kebutuhan yang harus

dipenuhi dari pendapatan mereka, hal ini memungkinkan pemilik kartu kredit

14

Kasus hutang kartu kredit orang Amerika berkulit hitam 15 Ive League membeli sepatu dan baju mahal karena memiliki gaji yang kurang layak bagi dia dan

pekerjaan yang tidak disukainya; Cheryl Smith memperbolehkan orang lain 16

revolvers

Page 12: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

12

memperlambat pembayaran kewajibannya hingga tergoda untuk menyatakan

dirinya tidak mampu membayar/credit card defaulter (Morgan, 1997). Keadaan

tersebut berlanjut menjadi personal bankruptcy, yaitu pemegang kartu kredit

sudah tidak memiliki aset untuk membayar kewajiban kartu kreditnya, karena

hutang yang terus membesar tersebut tidak dimanajemen dengan baik (Ausubel,

1997 dan White, 2007). Jenis pemegang kartu kredit yang rentan berhadapan

dengan hal ini adalah revolvers atau hyperbolic transactor karena cara pandang

penggunaan kartu kredit mereka dan mudahnya mereka menjadi sasaran penerbit

kartu kredit untuk menyuburkan pertumbuhan kartu kredit.

“You feel you have money all the time when you have credit

cards,” he said. “You gradually realize the truth when you see your

bills in the months that follow. And you can’t seem to stop them

from growing bigger.”

– kamu merasa memiliki uang sepanjang waktu ketika memiliki

beberapa kartu kredit. Lalu kamu mulai menyadari kebenaran

ketika melihat tagihan – tagihan bulan sebelumnya. Dan kamu

tidak bisa menghentikan pertumbuhan mereka yang semakin

membesar.17

Selain dari sisi pemegang kartu kredit, kredit macet juga disebabkan oleh

tindakan bank dan perusahaan penerbit kartu kredit yang mengubah diri mereka

menjadi “predatory lending”. Di Amerika Serikat, Stadler (2012) menyebut para

penerbit kartu kredit sebagai predatory lending karena mereka seperti predator

buas yang memakan mangsa- mangsa yang lemah, yaitu mangsa – mangsa calon

pemegang kartu kredit yang sebenarnya tidak layak memiliki kartu kredit, seperti

orang miskin atau orang yang memiliki riwayat tidak boleh memperpanjang

kredit, tidak masuk dalam kualifikasi pemegang kartu kredit pada umumnya, dan

riwayat kredit yang buruk. Para predatory lending melakukan promosi besar-

besaran dengan masuk ke universitas untuk menarik orang muda dan mengirim

surat kepada sasaran mereka, kemudian menyatakan kalau para sasaran ini sudah

17

http://www.thejakartaglobe.com/archive/indonesians-piling-up-credit-card-debt/

Page 13: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

13

setengah diterima sebagai calon pemegang kartu kredit (pre-approved) seolah-

olah sudah masuk standar kualifikasi. Para sasaran ini mendapat dorongan

impulsif dan kompulsif dengan keberadaan kartu kredit ini (Mansfield, Pinto, dan

Robb, 2013), sehingga mereka akan menyetujui kepemilikan kartu kredit tersebut

mengingat semakin rendah level pendapatan maka semakin tinggi keinginan untuk

melakukan konsumsi karena terbatasnya materi-materi yang mereka miliki.

Penuruan dan pelonggaran standar pinjaman kartu kredit disebabkan oleh

kompetisi-kompetisi antar penerbit kartu kredit yang inging meningkatkan

pertumbuhan kartu kredit mereka sendiri (Kang dan Ma, 2009) dan tidak ada

peraturan atau sanksi tegas dari otoritas mengenai penurunan standar pinjaman

oleh para predatory lending (Stadler, 2012). Akibatnya, 1 pemegang kartu kredit

dapat memiliki kartu kredit lebih dari 1 (satu), meskipun pemegang kartu kredit

tesrebut tidak tidak sesuai dengan standar peminjaman dan peminjam buruk

(worst borrower).

Hasil dari penurunan standar peminjaman oleh penerbit kartu kredit adalah

gagal bayar (credit card default) (Ausubel, 1997) karena proporsi hutang kartu

kredit pemegang kartu kredit menjadi lebih besar dibanding pendapatan aktual

mereka. Hal ini diperparah jika mayoritas nasabahnya adalah revolver, karena

mereka menggunakan kartu kredit sebagai pinjaman untuk memenuhi keinginan

dibanding dengan kebutuhan. Selain itu, kurangnya pemahaman pemegang kartu

kredit tentang industri kartu kredit yaitu lembaga penerbit memiliki wewenang

(semaunya) mengubah tingkat bunga kartu kredit, limit kewajiban per bulan, dan

biasaya pinalti. Sehingga, ketika pemilik kartu kredit mengalami gagal bayar,

hutangnya bisa semakin besar karena sifat bunga yang eksponensial, tingkat

bunga berubah-berubah, pembayaran minimum naik, dan charge yang bisa besar.

sehingga beban hutangnya semakin besar. Hal-hal inilah yang dimanfaatkan para

penerbit kartu kredit dan jika hutang tersebut tidak dimanajemen dengan baik oleh

pemilik kartu kredit, maka mulailah dia mengarahkan hidupnya kebangkrutan

pribadi (personal bankruptcy).

Kebangkrutan ini menjadi teror bagi pemegang kartu kredit jika tidak

adanya hukum yang melindungi para bankruptcy, karena terdapat penerbit kartu

kredit yang bekerjasama dengan debt collector untuk menagih hutang. Debt

Page 14: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

14

collector terkenal dengan tindakan kekerasan seperti penganiayaan agar pemilik

kredit yang belum bayar segera melunasi tagihan mereka. Selain itu, juga terdapat

perusahaan penagih hutang yang sistemnya lebih parah dibanding debt collector

seperti menculik salah satu keluarga atau merusak properti keluarga pemilik kartu

kredit. Ketika bank penerbit atau debt collector tidak menemukan pemilik kartu

kredit yang gagal bayar, mereka akan menagih ke keluarga pemilik kartu kredit

yang namanya ditulis di kesepakatan. Jika aset keluarga pemegang kartu kredit

terkait tidak dapat melunasi seluruhnya, mulailah personal bankruptcy ini

berkembang menjadi family bankruptcy.

Kartu Kredit dan Krisis Perbankan

Claessens dan Kose (2013) mengartikan krisis keuangan sebagai

manifestasi dari hubungan timbal balik antara sistem keuangan dengan ekonomi

riil yang sering didahului oleh aset dan kredit yang menggelembung, kemudian

meledak. Penyebab krisis perbankan pada umumnya disebabkan oleh bank runs

dan/atau hilangnya nilai hutang dalam pasar aset seperti real estate (Casselens dan

Kose, 2013). Tetapi, pada kenyataannya pemicu krisis perbankan dapat berasal

dari hutang sektor rumah tangga, yaitu hutang kartu kredit. Dalam menjelaskan

bagaimana kartu kredit berkontribusi pada krisis perbankan, digunakan contoh

kasus krisis perbankan Korea Selatan pada tahun 2003 dan mengacu pada tulisan

Kang dan Ma (2007).

Pada tahun 1998, pertumbuhan Korea Selatan menurun 7,52 persen akibat

krisis Asia 1997. Untuk keluar dari resesi tersebut, pemerintah menetapkan

kebijakan ekspansif dengan menurunkan tingkat bunga agar terjadi pertumbuhan

ekonomi melalui peningkatan sektor investasi. Namun penurunan tingkat bunga

tersebut tidak diikuti dengan peningkatan permintaan kredit investasi (tetap

rendah), melainkan diikuti peningkatan permintaan kredit rumah tangga, yaitu

kartu kredit. Hal ini disebabkan masyarakat Korea Selatan sulit untuk memenuhi

konsumsi mereka yang terlihat dari penurunan sektor konsumsi pada tahun 1998

sebesar 10,29 persen, sehingga ketika hutang konsumsi ditawarkan dengan tingkat

bunga yang rendah, masyarakat Korea Selatan melakukan pinjaman melalui kartu

kredit untuk memenuhi kebutuhan mereka (Kang dan Ma, 2007).

Page 15: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

15

Perbankan Korea Selatan mulai beralih ke sektor rumah tangga dengan

menerbitkan kartu kredit sebanyak mungkin karena banyaknya permintaan hutang

kartu kredit dan keuntungan besar yang didapatkan dari margin18

-nya dibanding

jenis kredit yang lain. Akibatnya, kartu kredit dapat meningkatkan sektor

konsumsi sebesar 8,87 persen pada tahun 1999. Sektor konsumsi menopang lebih

dari 60 persen nilai GDP dan 80 persen sektor konsumsi berasal dari konsumsi

rumah tangga, sehingga peningkatan konsumsi rumah tangga berdampak besar

pada pertumbuhan ekonomi Korea Selatan.

Sumber: WorldBank

Besarnya pengaruh kartu kredit terhadap pertumbuhan ekonomi membuat

pemerintah melakukan intervensi langsung untuk mendorong pertumbuhan kartu

kredit lebih tinggi lagi agar pertumbuhan kartu kredit dapat terdorong melalui

sektor konsumsi rumah tangga. Dalam mencapai hal tersebut, pemerintah

memberikan pajak manfaat (benefit tax) kepada merchant yang menggunakan

kartu kredit dalam transaksi mereka, memotong pajak penghasilan bagi

masyarakat uang menggunakan kartu kredit, merubah regulasi dengan menghapus

batas tertinggi administratif kas bulanan sebesar KRW 700.000 (USD610) dan

limit hutang hingga 20 kali modal bagi penerbit kartu kredit, serta peraturan

persyaratan modal bagi penerbit kartu kredit khusus hanya 7 persen. Akibatnya

permintaan dan penawaran kartu kredit semakin meningkat dan terjadi

pertumbuhan kartu kredit hingga tahun 2002.

18

Hutang kartu kredit merupakan hutang tanpa jaminan, sehingga penerbit akan memberikan

tingkat bunga yang tinggi untuk menghindari kredit macet. Margin adalah biaya atau jaminan yang

harus dibayarkan kepada penerbit seperti pembayaran minimum setiap bulan.

63.87 63.88

63.79 63.43

64.60 64.63

62.13

64.19

66.58

68.58 69.33

67.84 65.91

67.61

68.99 69.06

69.97 70.02

67.90 68.47

69.37

Final consumption expenditure, etc. (% of GDP)

Grafik 2 Kontribusi Sektor Konsumsi Terhadap Nilai GDP

Page 16: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

16

Pertumbuhan kartu kredit yang cepat mengubah laba bersih bank menjadi

positif meskipun loan to deposit Korea menurun 10 – 15 persen poin pada tahun

1998 – 2000. Hal ini membuat bank dan perusahaan kartu kredit berkompetisi

untuk mendapatkan pemegang kartu kredit sebanyak-banyaknya dan berakibat

pada peningkatan jumlah kartu kredit yang beredar hingga 3 kali lipat dari 39 juta

pada tahun 1999 menjadi 105 juta kartu pada tahun 2002 dan laba bersih

perbankan yang dari angkat negatif menjadi angka positif pada tahun 2000 (Kang

dan Ma, 2007).

Hutang kartu kredit selain digunakan untuk konsumsi19

, juga digunakan

masyarakat untuk mendapatkan pendapatan tetap dari Investment Trust

Companies (ITCs), membayar dana pensiun, dan asuransi (Kang dan Ma, 2007).

Selain itu, pemakaian hutang kartu kredit didominasi oleh pengguna kartu kredit

dari masyarakat kelas menengah dan ke bawah20

karena kartu kredit membantu

mereka untuk dapat hidup seperti masyarakat kelas atas dengan standar hidup

Korea Selatan yang tinggi, yaitu memiliki barang – barang superior.

Dari dampak positif yang diberikan kartu kredit terhadap industri kartu

kredit dan pertumbuhan ekonomi Korea Selatan di atas, pemerintah dan penerbit

kartu kredit memperlihatkan ketidaksiapannya dalam liberalisasi keuangan yang

mulai membawa Korea Selatan kepada krisis perbankan, yaitu pelonggaran

standar peminjaman dan infrastruktur informasi pemegang kartu kredit yang

terbatas. Pertama pelonggaran standar pinjaman oleh para penerbit kartu kredit

akibat kompetisi antar penerbit kartu kredit dan kurangnya pengalaman

pendatang-pendatang baru di sektor perbankan. Besarnya pangsa pasar kartu

kredit dan kemudahan yang diberikan pemerintah membuat para penerbit kartu

kredit berkompetisi mendapatkan pemegang kartu kredit. Mereka menempatkan

revolvers sebagai sasaran utama karena mudahnya mereka memakai kartu kredit

yang ditawarkan kepada mereka tanpa melihat kemampuan membayar dan

riwayat kredit para revolvers tersebut. Akibatnya, 1 orang pemegang kartu kredit

memiliki lebih dari 1 kartu kredit dari berbagai bank dan perusahaan penerbit

19

Kartu kredit belanja meningkat hingga 45.7 persen dari pengeluaran private consumption dan

kartu kredit tunai melonjak 65 persen dari total tagihan kartu kredit 20

Masyarakat miskin menurut Kang dan Ma (2007) memiliki pertumbuhan kartu kredit yang lebih

cepat dibanding mayarakat kelas menengah dan atas.

Page 17: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

17

dengan batas limit yang pemegang kartu kredit inginkan dan orang tidak bekerja

dapat memiliki kartu kredit yang terlihat dari jumlah pemegang kartu kredit pada

tahun 2001 yang mencapai puncaknya sebesar 104 juta pengguna dengan jumlah

masyarakat bekerja hanya 22 juta orang (Lim dan Yoon, 2011).

Selanjutnya yang kedua adalah infrastruktur pelaporan kredit Korea

terbatas, yaitu pelaporan pemberi pinjaman sistem kredit Korea, data pemegang

kartu kredit, dan jenis data yang dikumpulkan. Bank dan perusahaan penerbit

kartu kredit menyimpan data pemegang kartu kreditnya karena ingin memonopoli

industri kartu kredit, sehingga tidak diketahui dengan pasti bagaimana riwayat

pemegang kartu kredit tersebut, apakah sudah memiliki hutang yang lebih besar

dibanding asetnya, apakah mengalami kredit macet, dan apakah merupakakan

pemegang kartu kredit yang layak. Keterbatasan informasi ini didukung dengan

kebijakan pemerintah Korea pada Mei 2001 yang menghapus setengah data

pelanggaran pemegang kartu kredit dalam asosiasi bank lokal sehingga

mempersulit penerbit kartu kredit untuk mengidentifikasi pelamar kartu kredit

mana yang baik dan buruk.

Pertumbuhan kartu kredit dari tahun 1999 – 2002, rendahnya standar

pinjaman, dan informasi asimetris tentang pemegang kartu kredit menghasilkan

rasio household debt to disposable income meningkat dari 41 persen pada tahun

1999, menjadi 64 persen pada tahun 2002. Hal ini menunjukkan bahwa hutang

rumah tangga yang didominasi oleh hutang kartu kredit melebihi pendapatan para

pemegang kartu kredit dan memperlihatkan bahwa terjadi kredit macet, yang

diwakili dari rasio delinquency yang meningkat (Kang dan Ma, 2007).

Penumpukan hutang kartu kredit di atas menjadi sebuah ledakan setelah

perusahaan-perusahaan penerbit kartu kredit dan ITCs mengalami krisis likuiditas

akibat jatuhnya nilai saham SK Group tempat mereka menanam saham karena

kasus SK Global pada Maret 2003, yaitu penipuan dan penjualan saham SK

Group ilegal. Saham ITC’s menurun dan investor mulai melepas sahamnya, tetapi

penerbit kartu kredit terutama dari perusahaan penerbit kartu kredit seperti

LGCard tidak memiliki likuiditas yang cukup untuk membayar hutang-hutang

kartu kredit yang ditanam di ITCs. Akhirnya perusahaan-perusahaan penerbit

mengalami kepanikan dengan menaikkan tingkat bunga hingga 20% dan

Page 18: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

18

memotong hutang kartu kredit pemegang kartu kreditnya untuk mengatasi krisis

likuiditas mereka, tetapi yang terjadi adalah ledakan gelembung hutang kartu

kredit.

Gelembung hutang kartu kredit diperlihatkan dari semakin besarnya

hutang kartu kredit yang macet dan krisis likuiditas yang dihadapi oleh bank dan

perusahaan penerbit kartu kredit. Selain itu, hutang yang dimiliki para pemegang

kartu kredit menjadi semakin besar karena tingkat bunga dan biaya pinalti yang

semakin tinggi. Pendapatan para pemegang kartu kredit yang telat membayar

dan/atau belum sanggup melunasi seluruhnya, diancam dan/atau dipotong oleh

penerbit kartu kredit sebagai bentuk pelunasan, akibatnya banyak dari mereka

yang tidak memiliki pendapatan cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka

sehingga sektor konsumsi menurun.

“Choi Pyong Jin memiliki kebiasaan menggunakan seluruh 18

kartu kreditnya ke ATM. Rata-rata hutangnya perbulan mencapai

USD25.000 melebihi pendapatannya. Pada masa pelunasan, Choi

tidak mampu membayar hutangnya. Meskipun sudah menjual

rumahnya kepada perusahaan kartu kreditnya, hutangnya masih

USD113.000. Memotong-motong kartu kredit menjadi tindakan

yang sia-sia.”

Bank of Korea mengatasi krisis tersebut dengan menghimbau para

penerbit kartu kredit untuk tetap merendahkan tingkat bunganya meskipun masih

ada yang menetapkan tingkat bunga tinggi. Kemudian mengatasi permasalahan

dalam pasar saham yang berkaitan dengan hutang kartu kredit dengan memberi

injeksi sebesar KRW 4 triliun melalui sistem operasi pasar terbuka dengan

membeli obligasi pemerintah dan menebus Monetary Stabilisation Bonds. Setelah

itu menginjekasi LG Card sebesar KRW 3,7 triliun karnea LG Card21

sebagai

penerbit kartu terbesar Korea yang timbunan hutangnya 70 persen dari pinjaman

buruk dari tahun 2000 – 2001 dan operasi serta dana hutang kartu kreditnya

berasar dari bank-bank komersial yang mencapai KRW 11,2 triliun (Kang dan

21

LG Card merupakan penerbit kartu kredit terbesar dan hutangnya mencapai lebih USD250 juta,

kemudian yang terbesar ketiga adalah KEB Credit

Page 19: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

19

Ma, 2007). NPL tinggi membuat perusahaan-perusahaan kartu kredit dan bank-

bank komersial bangkrut dengan kualitas aset yang buruk.

Claessens dan Kose (2013) menyatakan bahwa krisis perbankan yang

mempengaruhi ekonomi riil negara, hal ini terbukti dari pengetatan deregulasi dan

pemotongan hutang langsung sebagai cara mengatasi krisis hutang kartu kredit

Korea Selatan terbukti menurunkan konsumsi rumah tangga sebesar 0.91 persen.

Penurunan konsumsi ini sangat dirasakan oleh masyarakat menengah dan miskin

(Lim dan Yoon, 2011). Hal ini serupa dengan penemuan Tufan dan Dunn (2010)

di Amerika bahwa pertumbuhan hutang kartu kredit berpengaruh negatif terhadap

pertumbuhan sektor konsumsi rumah tangga

Dampak dari ledakan ini tidak hanya dirasakan dunia perbankan dan

perekonomian saja, tetapi efek sosial mulai terasa ketika tagihan dadakan

diberikan ke pemegang kartu kredit. Pendapatan pemegang kartu kredit

berkurang, tidak ada lagi kemampuan membeli keinginan mereka untuk memiliki

standar hidup yang tinggi, dan muncul kriminalitas hingga bunuh diri.

“Pada musim semi, Koran dan TV Korea ramai

memberikan berita kejadian bunuh diri yang berhubungan dengan

hutang. Wanita berumur 34 tahun mendorong dua anaknya yang

berumur 3 dan 7 tahun dari jendela apartemennya di lantai 15.

Kemudian, perempuan itu juga melompat sambil mengendong

anaknya laki-laki yang berumur 6 tahun. Pihak kepolisian

menyatakan, perempuan itu diidentifikasi sebagai Ibu Sohn yang

memiliki hutang kartu kredit sebesar USD25.000. Dia putus asa

karena tidak dapat melunasi hutangnya karena suaminya hanya

seorang pekerja konstruksi”.

Money Illution, Masyarakat Konsumtif, dan Budaya Hutang

Masyarakat konsumtif adalah masyarakat yang melakukan konsumsi

berlebihan untuk memenuhi keinginan dan kepuasan yang maksimal dan tanpa

batas. Kaitannya dengan kartu kredit, kartu kredit memberikan kekayaan dan

kesejahteraan, sehingga ketika pemegang kartu kredit merasa dapat melakukan

konsumsi sesuai keinginan, daya beli mereka akan meningkat dan mulai

memasuki pola konsumsi masyarakat konsumsi ketika mereka melakukan

Page 20: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

20

konsumsi bukan berdasarkan apa kebutuhan mereka, melainkan keinginan

khususnya para pemegang kartu kredit revolvers atau hyperbolic discounters yang

menempatkan kartu kredit sebagai alat berhutang, sehingga mereka menjadi

kecanduan berkonsumsi dan kecanduan berhutang.

Keinginan yang sering menjadi alasan penggunaan kartu kredit yang

berlebihan adalah untuk mendapatkan harga diri, rasa hormat, diterima,

kebahagiaan, dan status. Hal-hal tersebut dijadikan alasan pemegang kartu kredit

untuk merasa layak dan diterima, terutama masyarkat menengah dan kebawah

yang merasa memiliki status setelah dapat mengikuti konsumsi kelas menengah

keatas dan kelas atas. Contoh nyata adalah kehidupan dan pola konsumsi

masyarakat Korea Selatan. Masyarakat Korea Selatan merasa dihormati

keberadaanya ketika mereka mampu memenuhi standar hidup mereka yang tinggi

seperti membeli superior good – barang bermerek dengan keadaan pendapatan

mereka rendah. Tercatat pada tahun 2012 pendapatan terendah sekitar $4.31/jam,

oleh karena itu, terlihat bahwa kartu kredit menjadi jawaban yang tepat bagi

mereka untuk merasakan rasa hormat versi masyarakat Korea Selatan.

Kebiasaan mengubah kartu kredit sebagai sumber pendapatan mereka

berlangsung menjadi sebuah kecanduan bagi pemegang kartu kredit untuk

berkonsumsi dan berhutang serta mulai menjadi sebuah budaya, yaitu budaya

hutang. Dalam budaya hutang, pemegang kartu kredit bukan lagi sebagai

pemegang kartu kredit melainkan debtor dan kartu kredit sudah mendarah daging

dalam kehidupan para penggunanya, seperti di Amerika Serikat dan Korea

Selatan. Meskipun Korea Selatan pernah mengalami krisis perbankan pada tahun

2003 akibat kartu kredit, hutang rumah tangga pada tahun 2012 mencapai 152.3

persen meningkat menjadi 164 persen dari disposable income pada tahun 201322

dan tabungan rumah tangga menurun dari 20 persen pada pertengahan 1990an

menjadi hanya 3 persen pada tahun 2013. Angka-angka tersebut menunjukkan

bahwa hutang rumah tangga Korea Selatan melebihi pendapatan penggunanya dan

kebiasaan menabung sudah dikalahkan dengan kebiasaan konsumsi. Selain itu,

hutang kartu kredit telah mendominasi perekonomian negara, terlihat dari total

22

Dr. Jongsung Kim dari The Korea Economic Institute

Page 21: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

21

hutang rumah tangga pada September 2012 mencapai $888.8 miliar yang

merupakan ¼ dari seluruh perekonomian Korea Selatan.

Pemerintahan Korea Selatan yang baru tahun 2012 memasukann budaya

hutang kartu kredit menjadi bagian masyarakat ke bawah, yaitu masyarakat

miskin. Tujuan kebijakan ini adalah menggunakan masyarakat untuk

meningkatkan pengeluaran domestik demi menyeimbangkan perekonomian,

akibat melambatnya pertumbuhan perusahaan besar manufaktur.

One of the poorest citizen Mr Park Jong-hyun has 10 active credit

cards. – Pak Park Jong-hyun merupakan salah satu orang termiskin

di Korea selatan yang memiliki 10 kartu kredit aktif.

Cara yang dilakukan pemerintah Korea Selatan adalah dengan membantu

masyarakat termiskin memanajemen hutang kartu kredit mereka dengan membuat

Korea’s National Happines Fund, yaitu organisasi ini memiliki tugas

memanajemen hutang kartu kredit masyarakat miskin seperti memotong hutang

yang harus dikembalikan dengan fakta bahwa rata-rata hutang pemegang kartu

kredit mencapai $10.000, sedangkan rata-rata pendapatan pemegang kartu kredit

kurang dari ½ total rata-rata hutang.

Mr Park (the happy man) dipotong kewajibannya hingga 50 persen

oleh salah satu manajer Korea’s National Happines Fund.

Besarnya masyarakat konsumtif, cara pemakaian kartu kredit, dan

kebijakan yang dilakukan pemerintah Korea Selatan membuat negara ini

dinobatkan menjadi Republik Kartu Plastik. Korea Selatan menjadi negara yang

memiliki total transaksi per kapita terbesar ke 5 sebesar 167.8 transaksi setelah

USA (235.2 transaksi) pada urutan pertama dan Kanada (209.9 transaksi) pada

urutan kedua. Sedangkan transaksi per kapita mencapai 129.7 transaksi pada

tahun 2011 dan meningkat 12.8 persen menjadi 114.9 transaksi, transaksi ini lebih

besar dibanding dengan US sebesar 77.9 transaksi, Australia 74.6 transaksi dan

Hongkong 55.1 transaksi. Seluruh pembelian menggunakan kartu mencapai

110.01 miliar transaksi pada tahun 2012, 74.6 persennya adalah transaksi

menggunakan kartu kredit dan 24.8 persen menggunakan kartu debit. Volume

Page 22: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

22

transaksi naik 5.6 persen per tahun (2012) sebesar 646.5 triliun won setara dengan

US$576 miliar. Alasan tingginya rata-rata transaksi ini, menurut Bank of Korea

sebagai upaya Korea Selatan untuk meningkatkan permintaan domestik dan pajak

penerimaan setelah krisis keuangan Asia 1997 – 1998.

Melihat bagaimana alasan penggunaan kartu kredit hingga

membudidayanya hutang dalam kehidupan pemegang kartu kredit, keberadaan

kartu kredit diibaratkan sebagai uang ilusi (illusion money), karena konsumsi

bukan berdasarkan jumlah uang yang beredar tetapi berapa hutang yang beredar.

Resiko uang ilusi ini konsumsi tinggi yang menghasilkan inflasi dan dalam jangka

panjang meningkatkan standar hidup. Jika hutang kartu kredit dihilangkan secara

tiba-tiba, mungkin masyarakat Korea Selatan akan sadar bahwa standar hidup

yang tinggi dan inflasi merupakaan ciptaan merka sendiri karena mengejar

kesejahteraan ilusi melalui kartu kredit.

Memiliki masyarakat konsumtif tidak selalu menjadi sebuah konsep

negatif, pemakaian kartu kredit untuk mengonsumsi barang dan jasa domestik

tidak hanya memberi pertumbuhan ekonomi, melainkan juga peningkatan neraca

perdagangan. Tetapi ketika mengonsumsi barang dan jasa impor akan mengurangi

neraca perdagangan negara tersebut. Syarat ketika masyarakat konsumtif dan

penggunaan kartu kredit menjadi dampak positif dalam perekonomian adalah

tidak menghasilkan kredit macet, karena kredit macet akan memberikan,

consumption bubble yang ketika meledak, akan memberikan resesi ekonomi.

KASUS NEGARA

Hongkong SAR (2002)

Krisis Asia tahun 1997 telah menurunkan investasi dan permintaan kredit akan

investasi, terlihat dari loan to deposit ratio hanya 15 persen pada tahun 1995 dan

20 persen pada tahun 2000 (Kang dan Ma, 2007) sedangkan standar normal LDR

adalah 80 – 110 persen. Kebijakan ekspansif untuk menarik investor dengan

tingkat bunga pinjaman yang rendah tidak meningkatkan permintaan kredit

investasi, tetapi meningkatkan kredit konsumtif, yaitu pinjaman rumah tangga

melalui hutang kartu kredit. Banyaknya permintaan kartu kredit karena krsisis

Asia 1997 menghancurkan sektor investasi dan menciptakan tingginya tingkat

Page 23: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

23

pengangguran di Hongkong SAR. Pertumbuhan kartu kredit yang tahun 2000 –

2001 mampu mendorong pertumbuhan konsumi rumah tangga yang lesu akibat

pemotongan kekayaan dari krisis Asia 1997. Banyaknya permintaan kartu kredit,

menarik perusahaan penerbit kartu kredit dari luar negeri untuk membuka cabang

di Hongkong secara langsung dan tidak bekerjasama dengan bank lokal. Kang dan

Ma (2007) melalui tulisan Dell’Ariccia dan Marquez (2006) menjelaskan bahwa

semakin kuat ekspansi kartu kredit dikarenakan semakin longgarnya standar

kepemilikan kartu kredit. Ketersediaan kartu kredit memudahkan masyarakat

Hongkong mendapatkan kartu kredit, sehingga mereka mudah berkonsumsi

meskipun sedang menganggur.

Sumber: WorldBank

Tahun 2000, pertumbuhan konsumsi rumah tangga naik 4.52 persen dan

tahun 2001 1.40 persen. Porsi kartu kredit dalam GDP meningkat, dari 3 persen

pada tahun 1998 menjadi 5 persen pada tahun 2001 (Kang dan Ma, 2007). Tetapi

memasuki pertengahan 2001 hingga tahun 2003, Hongkong SAR telah diserang

virus SARS yang berdampak negatif terhadap perekonomian Hongkong.

Pertumbuhan GDP turun 0.6 persen terutama dari sektor investasi dan pariwisata,

tingkat pengangguran meningkat terutama setelah pemangkasan biasa pekerja

oleh investor, dan menurunya harga aset properti, mortgage serta credit card.

9.26% 8.58%

7.85%

6.50%

1.63%

3.72%

5.54%

-5.50%

1.05%

4.52%

1.40%

-1.05% -1.56%

7.13%

3.54%

6.10%

8.65%

1.90%

0.18%

6.11%

8.43%

4.25%

-8.00%

-6.00%

-4.00%

-2.00%

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

Hong Kong SAR, China

Grafik 3

Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Hongkong SAR Tahun 1991 – 2012

Page 24: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

24

Pada masa SARS, masyarakat Hongkong dilarang keluar rumah untuk

isolasi agar tidak tertular dan menyebar, hal ini menghalangi masyarakat pemilik

kartu kredit mendapatkan pendapatan terutama mereka yang sudah menjadi

penggangguran. Bank dan perusahaan penerbit menghadapi masalah dengan

meningkatnya hutang yang tidak terbayarkan. Delliquency ratio, yaitu rasio

hutang kartu kredit yang belum dibayar melebihi 90 hari jatuh tempo, dari tahun

2001 – 2003 tertinggi mencapai 1.9 persen pada kuarter 1 tahun 2001. Hal ini

menunjukkan bank dan perusahaan menerbit kartu kredit di Hongkong

menanggung 1.15 Miliar HKD. Pengetatan peraturan oleh penerbit kartu kredit

menjadi liquidity constraint bagi pengguna kartu kredit. Hal ini mengubah

pemilik kartu kredit yang memiliki hutang dan menyandarkan konsumsinya

menajdi personal bankruptcy. Berbeda dengan negara lain, Hongkong melakukan

rezim memaafkan pemilik kartu kredit yang sudah mengalami personal

bankruptcy (Kang dan Ma, 2007).

Taiwan (2006) Kang dan Ma (2007) menjelaskan, krisis Asia tahun 1997 membuat keadaan

makroekonomi Taiwan memburuk dari resesi dan melambatnya sektor domestik.

Pada masa pemulihannya, ekspor Taiwan terkena dampak negatif dari

perlambatan ekonomi dunia akibat ledakan dot.com (2000) dan serangan 9/11 di

Amerika Serikat. Keadaan Taiwan tersebut membuat para enterprenuer Taiwan

lari ke China, kemudian dengan populernya pasar sekuratis membuat rendahnya

permintaan pinjaman akan investasi terhadap bank-bank di Taiwan meskipun

tingkat bunga riil dan nominal sudah rendah. Di sisi lain, pinjaman rumah tangga

khususnya kartu kredit meningkat, masyarakat menggunakannya untuk

pembayaran hipotek, pinjaman mobil, dan pinjaman kesejahteraan pekerja.

Akhirnya, 50 bank dan 315 perusahaan kredit di Taiwan lebih fokus pada

pinjaman rumah tangga dibanding kredit yang lain.

Dari tahun 1991 – 2005, kartu kredit berperan pada pertumbuhan ekonomi

Taiwan melalui sektor konsumsi rumah tangga (Lee dan Huang, 2011). Tahun

2002, 5 persen GDP berasal dari transaksi kartu kredit, kemudian tahun 2005

meningkat menjadi 9 persen. Pertumbuhan kartu kredit di Taiwan sejak tahun

1998 hingga tahun 2005 mencapai sekitar 420 persen, yang terdiri dari kartu

Page 25: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

25

kredit belanja dan kartu kredit tunai (Kang dan Ma, 2007). Selain dari

peningkatan permintaan kartu kredit, pertumbuhan kartu kredit yang tajam

dipengaruhi dari ketersediaannya kartu kredit yang juga terus bertambah, karena

dalam liberalisasi keuangan ini, jumlah penerbit kartu kredit meningkat dua kali

lipat dan membuat pasar semakin ramai. Dari grafik 4, terlihat kartu kredit yang

diterbitkan dari tahun 2004 meningkat tajam dan memuncak pada kuarter 4 tahun

2005 pada bulan Desember sebesar 45,494 miliar kartu.

Grafik 4

Kartu Kredit yang Beredar (Card in Force)

Sumber: Financial Supervisory Commission, R. O. C.

Efek dari banyaknya pernerbit kartu kredit adalah kompetisi mendapatkan

calon pemilik kartu kredit dengan cara apapun tanpa mempertimbangkan

pendapatan dan riwayat kredit buruk atau tidak. Hal ini terlihat dari pekerjaan

baru para pemilik kartu kredit sebagai “broker kartu kredit” (Kang dan Ma, 2007).

Mereka memoles data mereka agar terlihat sebagai akun yang baik (membayar

tepat waktu) dengan sistem gali lubang tutup lubang melalui kartu-kartu yang

mereka miliki. Tetapi, para broker kartu kredit ini hanya menutup sebagian kecil

hutangnya karena tidak mungkin pengguna membayar semua hutangnya tanpa

berkonsumsi ketika mereka menjdi revolver. Akibatnya, hutang kartu kredit

makin menumpuk sedikit demi sedikit dan mencapai limit kredit masing-masing.

34,000,000 36,000,000 38,000,000 40,000,000 42,000,000 44,000,000 46,000,000 48,000,000

Jun

i'04

Agu

stu

s'0

4

Okt

ob

er'0

4

Des

emb

er'0

4

Feb

ruar

i'05

Ap

ril'0

5

Jun

i'05

Agu

stu

s'0

5

Okt

ob

er'0

5

Des

emb

er'0

5

Feb

ruar

i'06

Ap

ril'0

6

Jun

i'06

Agu

stu

s'0

6

Okt

ob

er'0

6

Des

emb

er'0

6

Card in force

Page 26: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

26

Grafik 5 Hutang Kartu Kredit (Revolving Balance)

Sumber: Financial Supervisory Commission, R. O. C.

Penerbit mendapatkan keuntungan dari bunga yang dibayarkan oleh

pemegang kartu kredit dengan asusmi hutang kartu kredit lunas, tetapi ketika

pemegang kartu kredit hanya membayar bunga dan/atau pembayaran minimum

saja, yang ada bank akan membayar lebih dan bisa bangkrut karena masalah

likuiditas. Merasa terancam, penerbit kartu kredit mulai mengetatkan stadar

pinjaman dan ketersediaan kartu kredit. Tetapi yang terjadi adalah hutang-hutang

kartu kredit yang terus meningkat, puncaknya pada akhir tahun 2005 yang

mencapai TW$494,710 milyar dari 45,49 juta kartu kredit yang beredar.

Financial Supervisory Commission bekerjasama dengan bank – bank

penerbit mengatasi krisis kartu kredit dengan melakukan write off atau

penghapusan hutang-hutang yang tidak dapat dibayarkan. Tahun 2005, bank

mengalokasikan 12 persen persediaannya untuk menghapus TW$234 miliar dan

bank-bank komersial Taiwan menghapus TW$9.6 miliar pada kuarter kedua tahun

2006. Tercatat pada Februari 2006, 519.000 pemegang kartu kredit memiliki

hutang yang berlebih yang berkontribusi pada NPL yang mencapai TW$160

milyar23

.

Hutang kartu kredit mengalami penurunan 0,12% pada awal tahun 2006

karena write off yang dilakukan bank penerbit. Hal ini terlihat dari penurunan

hutang kartu kredit pada tahun 2006, dan peningkatan write off yang dilakukan

bank penerbit kartu kredit yang lebih besar dibanding tahun sebelumnya (grafik

6), write off terbesar mencapai TW$ 115,178 miliar pada Desember 2006. Batas

23

Berdasarkan data Financial Supervisory Commision dari Insight (2007)

0

100,000,000

200,000,000

300,000,000

400,000,000

500,000,000

600,000,000

Page 27: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

27

ratio write-off to revolver account sebelum krisis sektira 4 – 5 persen, memasuki

masa krisis pada tahun 2006 mencapai 32.87 persen (Kang dan Ma, 2007). Hal ini

membuat 12 bank dan perusahaan penerbit kartu mengalami kebangkrutan dan

tutup karena mengalami masalah likuiditas akibat kredit macet dan write off.

Dari pembelajaran Taiwan, pengembangan kredit di waktu yang singkat,

penurunan borrowing constraint melalui pelonggaran standar pinjaman, dan

memperbolehkan keberadaan “broker kartu kredit” akan menghasilkan ledakan

hutang kartu kredit yang dapat membuat penutupan bank penerbit kartu kredit dan

beresiko sistemik terhadap sistem perbankan. Meskipun Taiwan tidak sampai

pada krisis finansial (Kang dan Ma, 2007), permasalahan hutang kartu kredit

memunculkan permasalahan sosial, yaitu mengubah personal bankruptcy menjadi

tuna wisma karena harus menjaminkan rumah mereka, pengangguran, dan bunuh

diri tercatat mencapai 2.172 orang dan maraknya penjualan narkotika untuk

membayar hutang mereka24

.

Grafik 6

Hutang Kartu Kredit yang Dihapuskan (Write Off)

Sumber : Financial Supervisory Commission

24

http://sevenpillarsinstitute.org/case-studies/taiwans-credit-card-crisis

Annual-Write Off, 115,178,081.00

0 20,000,000 40,000,000 60,000,000 80,000,000

100,000,000 120,000,000 140,000,000

Page 28: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

28

Grafik 7

Perbandingan Revolving Balance, Annual-Writte Off, dan Card in Force

Sumber : Financial Supervisory Commission

Amerika (2008)

Kartu kredit adalah “American Lifestyle” dan “at the very heart of

American History” (Ritzer, 1995), ungkapan yang menunjukkan bagaimana kartu

kredit yang memberi kenyamanan kepada masyarakat Amerika dalam

pembayaran (Johnson, 2004) dan mengubah kehidupan sosial masyarakat

Amerika menjadi budaya yang unik, yaitu kecanduan belanja (addiction spending)

dan kecanduan hutang (addiction to debt) (Ritzel, 1995). Wright (2010)

memaparkan bahwa tujuan dari kartu kredit bagi masyarakat Amerika adalah alat

pembayaran yang harus dimiliki oleh setiap orang abad 21 tahun ini, karena

status, mempermudah transaksi terutama yang mengharuskan seperti transaksi

online, dan kebutuhan lain seperti travel dan lodging. Budaya populernya kartu

kredit dimulai tahun 1980’an bersamaan dengan “Yuppie (young upwardly mobile

professionals)” atau adalah orang-orang yang memiliki kehidupan sosial di luar

budaya seperti kaum hippie. Mereka mengubah budaya USA, yaitu untuk

memperlihatkan status harus memiliki mobil mewah, televise proyeksi, kapal,

dapur renovasi, liburan mewah, dan mode yang tinggi. Budaya tersebut mudah

dicapai oleh masyarakat miskin, namun bagi kaum menengah dan menengah

kebawah mengalami kesulitan sehingga kartu kredit menjadi satu-satunya

Annual-Write Off,

115,178,081.00

Card in force, 38,323,706

Revolving balance,

350,430,086

0

100,000,000

200,000,000

300,000,000

400,000,000

500,000,000

600,000,000

Page 29: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

29

jawbaan, terutama mudahnya mencapai program lay-away25

. Tahun 1970 dan

1980’an, masyarakat Amerika dikenal dengan pembayaran tagihan yang tepat

waktu dan menggunakan uang tunai, tetapi ketika konsep uang tunai mulai

tergantikan dengan kartu kredit, mereka mulai membayar menggunakan hutang

dan mulailah tumpukan hutang terjadi.

Awal tahun 2000, banyak iklan-iklan dari penerbit kartu kredit yang

memaparkan betapa hebatnya dan mudahnya menggunakan kartu

kredit26

.Penggunaan kata-kata persuasif27

di tengah standar hidup yang tinggi

memudahkan penerbit kartu kredit mendapatkan pemegang kartu kredit dengan

standar pinjaman yang sengaja mereka turunkan, akibatnya hutang kartu kredit

meningkat. Tahun 1967, 1977, dan 1988 hutang kartu kredit masing-masing $1.4

milyar, $39 milyar, dan $169 milyar, hutang kartu kredit dilihat dari grafik 7 terus

meningkat hingga menjadi gelembung hutang kartu kredit sebesar $1.005 tirilun

pada tahun 200828

.

Grafik 8

Hutang Kartu Kredit Amerika Tahun 2002 - 2012

Sumber: Credit.com

Di tengah penawaran dan permintaan kartu kredit yang besar, standar

pinjaman, dan kurangnya pengetahuan pemegang kartu kredit, para penerbit kartu

kredit telah mengubah dirinya menjadi predator lending untuk mendapatkan

pemegang kartu kredit sebanyak-banyaknya. Mereka menjaga diri dari hutang

yang beresiko gagal bayar dengan menerapkan universal default dan biaya pinalti

25

Membeli barang di toko serba ada dan akan mendapatkan ketika cicilan sudah lunas. Hal ini

dilakukan oleh masyarakat menengah dan menengah ke bawah, terutama menjelang Natal (hadiah

Natal) 26

Marketing yang agresif 27

Kata – kata yang digunakan seperti “everywhere you want to be” – geseklah kartu kredit dan

kamu bisa menjadi apapun yang kamu mau dimanapum kamu berada. 28

http://www.credit.com/debt/five-shocking-credit-card-debt-statistics/

0

200

400

600

800

1000

1200

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Page 30: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

30

yang kejam. Universal default adalah menggandakan tingkat bunga kartu kredit

bisa dua kali hingga tiga kali. Kemudian biaya pinalti yang kejam adalah

pemberian biaya pinalti sesuai keinginan penerbit kartu kredit. Dari hal-hal itulah

penerimaan mereka akan menjadi meningkat. Dampak dari kebijakan dan kondisi

pasar kartu kredit Amerika di atas, hutang kartu kredit menjadi meningkat, dan

pengajuan personal bankruptcy meningkat. Dari tahun 1980 sampai dengan tahun

2004, jumlah pengajuan personal bankruptcy meningkat dari 288.000 menjadi 1.5

juta per tahun.

Personal bankruptcy terus meningkat karena beban hutang pemegang

kartu kredit terus membengkak terutama kebijakan tingkat bunga dan biaya pinalti

yang semena-mena. Kebijakan pemerintah tidak membantu mengurangi

pemegang kartu kredit yang mengalami gagal bayar, karena mereka tidak bisa

mengajukan diri sebagai personal bankruptcy jika belum lebih dari 5 tahun.

Asumsinya adalah diberi waktu agar bisa melunasi hutang mereka, tetapi yang

terjadi pemegang kartu kerdit terus meningkat.

Tahun 2007 – 2008, The Fed mulai menetapkan tingkat bunga rendah

dalam pinjaman mortgage loan dan menciptakan krisis Global 2008. Hal ini

berdampak langsung kepada hutang kartu kredit, karena masyarakat Amerika

menopang konsumsi mereka dan melakukan pembayaran-pembayaran dengan

kartu kredit mereka di tengah krisis tersebut. Desember 2007, hutang kartu kredit

untuk pertama kali mencapai angka $1 triliun. Memasuki tahun 2008, pada bulan

April bank diberi kebijakan untuk mengetatkan pinjaman kredit di tengah

peningkatan hutang kartu kredit karena tingginya harga gas. Mei 2008, pemegang

kartu kredit sudah mencapai batas kredit mereka dan mengalami kesulitan untuk

memenuhi pembayaran minimum, akhirnya Juli 2008 hutang kartu kredit

mencapai tertinggi $1.022 triliun29

.

Tindakan predator lending dengan kebijakannya yang “kejam” dan

keadaan ekonmi membawa Amerika menjadi ketakutan Amerika setelah krisis

Global. Pemerintah mulai menetapkan Credit Card Accountability Responsibility

and Disclosure Act (CARD Act) tahun 2009 untuk mengurangi masyarakat

menuju personal bankruptcy, antara lain mengharuskan penerbit kartu kredit

29

http://useconomy.about.com/od/demand/a/Average-Consumer-Debt-Statistics.htm

Page 31: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

31

melakukan pemberitahuan pada setiap perubahan peraturan kartu kredit termasuk

tingkat bunga, pemberitahuan tagihan sebelum 21 hari jatuh tempo. Memasuki

tahun 2009, hutang kartu kredit mulai menurun dan tingkat menabung masyarakat

Amerika meningkat, Mei 2009 tercatat meningkat 6.9 persen. Penurunan hutang

kartu kredit ini menunjukkan bahwa masyarakat Amerika mulai membeli sesuatu

yang harus dimiliki bukan apa yang bagus untuk dimiliki (Amadeo, 2014).

Indonesia

Penggunaan kartu kredit dalam proses pembiayaan sudah berlangsung

sejak lama, seperti pada tahun 1946 oleh Hotel Indonesia yang sudah menerima

kartu kredit sebagai alat pembayaran. Pertama kali kartu kredit dikenalkan kepada

masyarakat Indonesia oleh Bank Duta pada tahun 1980an, Bank Duta menjadi

bank nasional pertama yang menerbitkan kartu kredit dengan bekerjasama dengan

principal internasional seperti Visa dan MasterCard International30

. Mulai

menonjolnya penggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran membuat

pemerintah Indonesia membuat peraturan tentang kartu kredit yang dikenal

dengan istilah “paket Desember 1998”, yaitu Keputusan Menteri Keuangan RI

No. 1251/KMK.013/1988 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan lembaga

pembiayaan. Peraturan tersebut meningkatkan pertumbuhan penerbitan kartu

kredit oleh bank dan nonbank31

. Tetapi operasi Bank Duta berhenti dan industri

kartu kredit dilanjutkan oleh BCA sebagai bank swasta pertama yang menerbitkan

kartu kredit tetapi hanya lingkup internal/nasabah BCA saja32

, kemudian diikuti

Citibank33

sebagai bank asing pertama yang masuk ke Indonesia pada tahun 1989.

Tahun 1998, pemerintah Indonesia mengeluarkan deregulasi perbankan,

yaitu UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan

UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Nasional. Peraturan tersebut dalam

pasal 6 ayat 1 memaparkan bahwa usaha kartu kredit adalah salah satu bentuk

30 http://bukukartukredit.blogspot.com/2012/06/mempelajari-sejarah-kartu-kredit-di.html MasterCard International berubah nama mnejadi MasterCard Worlwide pada tahun 2006 31

Contoh perusahaan swasta yang mengeluarkan kartu kredit : Hero Supermarket, Indomobil

Group, Astaga, dan Rimo. http://www.carikredit.com/berita/detail/16/04/2012/490/sejarah-

masuknya-kartu-kredit-ke-indonesia/#.U8M4l5SSx1g 32

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/04/15/07255082/Meraup.Untung.dari.Masyarakat.Pe

nggesek 33

Pada saat itu nama Citibank belum berubah, yaitu City Bank

Page 32: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

32

usaha yang dapat dilakukan oleh bank, tetapi belum mengatur dengan jelas

penerbitan dan penyelenggaran kartu kredit serta kartu kredit sebagai alat

pembayaran. Tahun 2001, penerbit dan pengguna kartu kredit dihadapkan pada

masalah carding atau pembobolan oleh pengguna palsu. Sebagai contoh perisitiwa

penangkapan para pembobol kartu kredit (carder) oleh kepolisian DIY pada tahun

2001, yaitu Jouvendi Ardinand, Simod Nagari, Arifin, dan Indra Sitompul yang

membobol kartu kredit dan melakukan transaksi jutaan rupiah dengan merchant

luar negeri34

.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan BI bekerjasama

menggelar Bulan Pengaduan Konsumen Kartu Kredit dan ATM pada Minggu

ketiga Februari sampai minggu ketiga Juni 2005. YLKI dan BI menemukan

pengaduan dan permasalahan perbankan menduduki posisi pertama dalam daftar

pengaduan konsumen, terutama kartu kredit sebanyak 262 kasus dan total tahun

2005 mencapai 337 kasus. Rahayu35

(2006) memaparkan terdapat tiga masalah,

yaitu bunga tagihan kartu kredit, penyampaian informasi yang tidak transparan

oleh bank penerbit, dan masalah penagih hutang (debt collector). Permasalahan

bunga tagihan dianggap konsumen sebagai penambah beban hutang dan informasi

yang tidak transparan oleh bank penerbit terlihat dari penawaran pembuatan kartu

kredit oleh sales dan pengiriman kartu kredit atas nama calon pemegang kartu

kredit yang sebenarnya tidak diaplikasi oleh calon pemegang kartu kredit tersebut.

Kemudian masalah terakhir yang belum diatur tata cara penagihannya oleh BI36

adalah masalah keberadaan pihak ketiga (debt collector) yang digunakan bank dan

lembaga penerbit untuk menagih hutang. Debt collector menagih dengan sistem

yang dapat mengarah ke pidana, seperti mengamuk di tempat kerja pengguna

kartu kredit, teror melalui telepon, dan ancaman dibunuh.

BI menyadari bahwa kartu kredit sebagai alat pembayaran perlu diatur

berkaitan dengan masalah yang muncul, oleh karena itu BI mengeluarkan

34

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol2466/kejahatan-internet-marak-pemilik-kartu-

kredit-resah. Sabtu, 21 April 2001. 35

Karunia Asih Rahayu – Legal and Public Complain YLKI.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol15973/ulah-idebt-collectori-masih-dikeluhkan-

pengguna-kartu-kredit 36

Meskipun sudah diterbitkannya Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/60/DASP Tanggal 30

Desember 2005 Perihal Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati – hatian, serta Peningkatan

Keamanan dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu

Page 33: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

33

Peraturan Bank Indonesia No. 7/52/PBI/2005 tentang penyelenggaraan kegiatan

alat pembayaran dengan menggunakan kartu37

pada tahun 2005. Peraturan ini

menjelaskan bagaiamana persetujuan penyelenggaran kegiatan oleh principal,

penerbit (bank dan lembaga selain bank), Acquirer, pemberian kartu kredit,

penghentian kegiatan, kliring dan penyelesaian akhir, pengawasan oleh BI,

peningkatan keamanan teknologi alat pembayaran dengan menggunakan kartu38

,

dan sanksi penyelenggaraan kartu kredit.

Dalam perkembangannya, penggunaan kartu kredit telah meningkat dari

masuknya kartu kredit dalam transaksi online yang mempermudah merchant dan

konsumen, serta meningkatnya nilai transaksi kartu kredit. Oleh karena itu, BI

menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No. 10/8/PBI/2008 Perubahan Atas

Peraturan Bank Indonesia No. 7/52/PBI/2005 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan

Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK)39

pada tanggal 20

Februari 2008 dan ketentuan teknis dimuat dalam Surat Edaran (SE) perihal tata

cara penyelenggaraan kegiatan APMK; SE perihal prinsip perlindungan nasabah

dan kehati-hatian40

, serta peningkatan keamanan dalam penyelenggaraan APMK;

dan SE perihal pengawasan terhadap penyelenggaraaan kegiatan APMK41

.

Peraturan 2008 ini menambahkan aturan penambahan nominal transaksi yang

dapat digunakan dengan kartu kredit, aturan penyelenggaraan kartu kredit secara

37

http://www.bi.go.id/id/peraturan/sistem-pembayaran/Pages/pbi%2075205.aspx 38

Berkaitan dengan pembobolan kartu kredit oleh merchant 39

Sebelum peraturan ini, BI menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No. 10/4/PBI/2008 Laporan

Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Oleh Bank Perkreditan

Rakyat dan Lembaga Selain Bank pada 4 Februari 2008. Selanjutnya, 8 Februari 2008

menerbitkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/4/UKMI Laporan Penyelenggaraan Kegiatan

Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain

Bank.

Perubahan dalam peraturan ini terlihat Pada pasal 1 ayat 18 Perusahaan Personalisasi adalah

perusahaan yang melakukan input data Pemegang Kartu ke dalam media Alat Pembayaran Dengan

Menggunakan kartu. Kemudian pada ayat 19 Penyelenggara Kliring Alat Pembayaran Dengan

Menggunakan Kartu adalah lembaga yang melakukan perhitungan akhir atas seluruh transaksi Alat

Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu. Serta pada pasal 33 yang mengatur peyelenggaran

kegiatan APMK secara online 40

SE BI No. 10/20/DASP Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/60/DASP

tanggal 30 Desember 2005 perihal Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati – hatian, serta

Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan

Menggunakan Kartu 41

21 Februari 2008, SE BI No. 10/7/DASP Pengawasan Penyelenggaran Kegiatan Alat

Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK) terbit dan mencabut SE No. 7/61/DASP

tanggal 30 Desember 2005 perihal Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Kegiatan APMK

Page 34: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

34

online dan peningkatan keamanan karena rentannya kasus carding dan pencurian

data pemegang kartu kredit di internet.

Mulai dengan peraturan baru, dalam laporan pengaduan konsumen

terhadap perbankan keberadaan debt collector mengalahkan kasus pemalsuan

kartu kredit. Bagi penerbit kartu kredit, tagihan macet karena pemegang kartu

kredit yang “nakal” lebih berat dibandingkan dengan kasus carding. Para penerbit

kartu kredit menggunakan debt collector untuk menjaga NPL kartu rendah dan

jauh dari masalah likuiditas ketika menyuburkan pertumbuhan kartu kredit. Tetapi

ketika melihat dari sisi pemegang kartu kredit, terjadi kasus bunuh diri Johan

Hasan karena kekerasan fisik berupa ancaman dan kekerasan psikis berupa caci

maki dari debt collector. Selanjutnya, kekerasan yang dirasakan Ny Amin –

seorang ibu rumah tangga yang memiliki hutang mencapai Rp 12 juta karena

usaha suaminya yang bangkrut42

. Selain itu, Ny Amin melakukan kesalahan

dengan memberi uang dan beberapa emas kepada para debt collector dengan

tujuan tagihannya berkurang, tetapi yang sering terjadi pembayaran tersebut tidak

mengurangi tagihannya, karena tidak didistribusikan oleh debt collector kepada

bank penerbit kartu kredit terkait. Hal ini dikarenakan debt collector hanya

memiliki tugas “menagih” bukan mengambilkan tagihan nasabah ke penerbit

kartu kredit, hal ini dimanfaatkan oleh debt collector nakal.

Berkaitan dengan terus bertambahnya pelaporan tentang debt collector

yang memiliki sistem penagihan yang kasar, seperti mendobrak rumah,

mengancam membunuh, teror telepon, mendatangi tempat kerja pemegang kartu

kredit dengan teriak-teriak, dan memukul sampai nasabah babak belur. Bank

Indonesia menetapkan Peraturan Bank Indonesia Nomor11/11/PBI/2009 tanggal

13 April 2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan

Menggunakan Kartu (APMK) dan SE No 11/10/DASP tentang tata cara

pelaksanaan penagihan kredit macet kepada pihak ketiga yang isinya

mengutamakan keselamatan nasabah dan tidak menggunakan kekerasan. Tetap

diijinkan dan diakuinya keberadaan debt collector oleh BI, karena bank – bank

penerbit merasa NPL terbukti turun dengan keberadaan debt collector dibanding

pemberian charge, tingkat bunga, dan pembayaran minimum tiap bulan. Hal ini

42

http://megapolitan.kompas.com/read/2008/11/24/0825127/Debt.Collector.Resahkan.Warga . 24

November 2008.

Page 35: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

35

terlihat dari penurunan NPL kartu kredit Indonesia per Februari 2011 turun

mencapai 32.89 persen (Pramono43

, 2011).

Meskipun sudah adanya penekanan pada pengutamaan keselamatan

nasabah kartu kredit, kasus debt collector tetap muncul dan memuncak dengan

kematian salah satu nasabah Citibank, Sekjen Parti Pemersatu Bangsa (PBB)

Irzen Octa di tangan debt collector. Pemerintah melalui Komisi XI DPR

menganggapi kasus tersebut dengan memaksa BI untuk segera merevisi peraturan

keberadaan debt collector dan diusahakan untuk dihapus. Penghilangan debt

collector ditolak oleh para penerbit kartu kredit karena satu – satunya cara paling

efektif untuk menjaga NPL tetap rendah dan menyalahkan pemegang kartu kredit

yang tidak segera membayar tagihannya. Kemudian, bank – bank penerbit kartu

kredit mengancam akan meningkatkan charge lebih tinggi dari sebelumnya jika

debt collector dihapuskan. BI menengahi pertikaian antara penerbit kartu kredit

dengan pemerintah dengan tetap mempertahankan keberadaan debt collector

karena menghindari penjualan NPL kartu kredit oleh bank – bank penerbit kepada

perusahaan penagihan hutang yang sistemnya lebih parah dibanding debt collector

oleh penerbit kartu kredit (Johansyah44

, 2011). 6 Januari 2012, BI menetapkan

Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/201245

tentang prubahan atas Peraturan

Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009 tentang penyelenggaraan kegiatan APMK

yang dilatarbelakangi dengan peningkatan aspek kehati – hatian, aspek

perlindungan konsumen, dan manajemen resiko pemberian kredit dalam

penyelenggaraan APMK46

. Selain itu, peraturan ini mengurangi masalah kredit

43

Sigit Pramono – Ketua Perhimpunan Bank Swasta Nasional (Perbanas) 44

Difi Ahmad Johansyah – Pelaksana Tugas Direktur Perencanaan Strategis dan Hubungan

Masyarakat Bank Indonesia 45

Teknis perlindungan nasabah tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/17/DASP

perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan

Kegaitan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. 46

Pokok – pokok peratuaran dalam perubahan PBI APMK yang diutarakan BI dalam sesi Tanya

jawab.

a. Pengaturan batas maksmium suku bunga kartu kredit, yang besarnya ditetapkan Bank

Indonesia dengan Surat Edaran Bank Indonesia

b. Pengaturan persyaratan dalam pemberian fasilitas kartu kredit, seperti batas minimum usia,

batas minimum pendapatn, batas maksimum plafond an maksimum jumlah penerbit yang dapat

memberikan fasilitas kartu kredit yang secara rinsi akan diatur dalam Surat Edaran Bank

Indonesia

c. Pengaturan prinsip kehati – hatian dan perlindungan konsumen seperti penyeragaman pola

perhitungan bunga kartu kredit, pengenaan baiya dan denda, serta kewajiban penyampaian

informasi kepada pemegang kartu

Page 36: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

36

macet dengan menekankan siapa yang “layak”47

memiliki kartu kredit dan

menetapkan batas maksimum suku bunga kartu kredit sebesar 3% serta

penghapusan sistem perhitungan bunga majemuk yang berlaku efektif per 1

Januari 201348

untuk menghapuskan penetapan universal default oleh para

penerbit yang menambah beban tagihan pemegang kartu kredit bermasalah.

Dalam perkembangannya, PBI tahun 2012 ini tetap dipaparkan fakta

kepemilikan kartu kredit, yang “lebih dari 2” (Meryana49

, 2014). Sebagai contoh

tahun 2013 terdapat nasabah bernama Ibu Rusmani yang memiliki 13 kartu kredit

dari berbagai penerbit karena terpikat tawaran-tawaran hadiah dan bonus dari

sales. Jika melihat peraturan kartu kredit dari awal hingga tahun 2012 ini,

pemegang kartu kredit sering disalahkan para penerbit tentang masalah kredit

macet dan debt collector. Tetapi melihat fakta di atas, ditemukan fakta “sales vs

rules”50

yang menjadi kotributor kredit macet. Sales adalah orang yang

dipekerjakan bank penerbit kartu kredit untuk mengedarkan kartu kredit sehingga

pengguna kartu kredit dapat meningkat dan sales ini akan mendapatkan bonus jika

berhasil mencapai target. Kesalahan di sini adalah sales lebih mementingkan

mendapatkan bonus daripada menaati peraturan BI mengenai calon pemegang

kartu kredit yang layak, sebagai contoh Ibu Rusmani tadi. Dampaknya, pemegang

kartu kredit yang sebenarnya tidak layak menggunakan kartu kredit dalam jumlah

tertentu dapat mengalami kredit macet dan terpaksa berhadapan dengan debt

collector. Tidak hanya pemegang kartu kredit yang tidak layak, sales melalui

telemarketing dan telepon menawarkan kartu kredit kepada pemegang kartu kredit

d. Pengaturan kerjasama dengan pihak lain dengan mengacu pada PBI tentang Alih Daya

(outsourcing) terutama yang terkait dengan penagihan utang kartu kredit

e. Pengaturan peningkatan kemanan transaksi alat pembayaran berupa kewajiban implemetasi

transaction alert kepada pemegang kartu kredit

f. Kewajiban penyediaan sistem yang dapat saling dikoneksikan

g. Penegasan kewenangan Bank Indonesia dalam perizinan dan pengenaan sanksi dalam

penyelenggaraan APMK. 47

Pemegang kartu kredit yang memiliki pendapatan Rp 3 juta – Rp 10 juta hanya boleh memiliki 2

sampai 3 kartu kredit (Puji, 2012 – Ketua Tim Pengawasan Alat Pembayaran BI). 48

Teknisnya tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/34/DASP tanggal 27

Nopember 2012 perihal Batas Maksimum Suku Bunga Kartu Kredit. 49

Ester Meryana General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) 50

Sales vs Rules ada istilah pertentangan kepentingan antara sales yang ingin mendapatkan bonus

pengedaran kartu kredit dengan kepentingan BI untuk mengurangi kredit macet dengan

kepemilikan kartu kredit yang tepat. Sales menawarkan kartu kredit tanpa memberikan informasi

yang jelas seperti resiko pemakaian kartu kredit, dampak hutang kartu kredit jika tidak segera

dibayarkan, dan perhitungan bunga.

Page 37: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

37

yang sudah memiliki kartu kredit yang cukup, sehingga yang mengalami kredit

macet dan permasalahan dengan debt collector juga memasuki masyarakat kelas

menengah ke atas.

Kemudian, faktor kredit macet yang diutarakan penerbit kartu kredit

tentang keberadaan pemegang kartu kredit yang nakal terdapat unsur kesengajaan

dari pihak pemegang kartu kredit untuk tidak membayar tepat waktu meskipun

adanya keberadaan debt collector, karena menurunnya kepercayaan mereka

terhadap penerbit kartu kredit dalam hal keamanan yang disebabkan oleh credit

card fraud berupa pembobolan kartu kredit melalui pencurian data pemilik kartu

kredit oleh merchant51

melalui electric data capture (EDC) dan hacker berdasi,

meskipun sudah diterapkan pemasangan chip52

pada kartu kredit.

Berdasarkan 2 fakta di atas, pada tanggal 21 Januari 2014, BI

mengeluarkan PBI No. 16/1/PBI/2014 tentang perlindungan konsumen jasa sistem

pembayaran. Prinsip perlindungan konsumen yang diterapkan BI adalah keadilan

dan keandalan; transparansi; perlindungan data dan/atau informasi konsumen; dan

penangan dan penyelesaian pengaduan yang efektif53

. Peraturan ini

mengutamakan pemberian informasi yang sangat jelas mengenai manfaat dan

risiko pemakaian kartu kredit oleh penerbit kartu kredit kepada calon pemegang

kartu kredit sebelum memutuskan menggunakan kartu kredit untuk mengurangi

praktik penipuan (Waas54

, 2014). Selain itu, BI bekerjasama dengan OJK

membentuk divisi pengawasan untuk mengawasi bank – bank yang bermasalah

terutama dalam perlindungan konsumen. BI mendapatkan bagian penuh dalam

pengawasan di industri kartu kredit, sehingga ketika terdapat bank yang

bermasalah, BI sebagai pihak yang berwenang akan memberikan sanksi dari

teguran, penghentian sementara, hingga pencabutan izin.

51

Dialami oleh salah satu bank terbesar di Indonesia – Bank Mandiri dengan merchant Body Shop 52

Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/ 23 /DASP perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank

Indonesia Nomor 13/22/DASP perihal Implementasi Teknologi Chip dan Penggunaan Personal

Identification Number pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang Diterbitkan di Indonesia. 53

http://www.bi.go.id/id/peraturan/sistem-pembayaran/Pages/PBI_16012014.aspx 54

Deputi Gubernur BI Ronald Waas

Page 38: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

38

Grafik 9

Perbandingan Jumlah Kartu Debit dan Kartu Kredit Indonesia Tahun 2007-2013

Sumber: Bank Indonesia

Dari grafik 9, meskipun pada tahun 2007 – 2013 lebih dari 95 persen

sistem pembayaran menggunakan kartu Indonesia didominasi olah kartu debit,

kartu kredit tetap bertumbuh positif dan dapat digunakan sebagai instrumen

alternatif untuk mendorong perekonomian Indonesia karena pertumbuhan kartu

kredit seiring dengan pertumbuhan PDB (harga berlaku)55

. Pentingnya kartu

kredit dijaga ketat oleh BI dengan dikeluarkannya Paket 1988 hingga PBI No.

14/2/PBI/2012 untuk terhindar dari terlalu cepatnya pertumbuhan kartu kredit

yang dapat menghasilkan krisis perbankan seperti Korea Selatan tahun 2003.

BI menjaga ketat pertumbuhan kartu kredit dengan membatasi

kepemilikan kartu kredit berdasarkan kemampun keuangan pemegang kartu kredit

dan mengawasi pergerakan penerbit kartu kredit. Meskipun hal ini ditentang para

penerbit karena dianggap menghambat kinerja mereka untuk mempercepat

pertumbuhan kartu kredit di Indonesia dan memunculkan pernyataan yang

menyalahkan infrastruktur informasi BI yang masih kurang, kebijakan dan

pengawasan BI terbukti efektif dengan menurunnya NPL 2.5 persen tahun 2013

dari periode sebelumnya sebesar 3.5 persen.

FAKTOR PERMASALAHAN HUTANG KARTU KREDIT

Dari pengalaman-pengalaman negara Hongkong SAR, Korea Selatan,

Taiwan, Amerika, dan Indonesia dapat diambil beberapa faktor-faktor yang

mengubah hutang kartu kredit menjadi sebuah masalah bagi industri perbankan

dan negara, sebagai berikut:

55

Laporan Perbankan Indonesia 2013

Kartu kredit , 223,369,577.14

Kartu debit, 3,797,370,437.75

-

500,000,000.00

1,000,000,000.00

1,500,000,000.00

2,000,000,000.00

2,500,000,000.00

3,000,000,000.00

3,500,000,000.00

4,000,000,000.00

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Page 39: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

39

Keadaan Ekonomi Makro yang Tidak Stabil

Keadaan makroekonomi yang tidak stabil penyebab pertama terjadinya

krisis perbankan (Vodova, 2003). Dari negara-negara yang digunakan dalam

penelitian ini, peningkatan penggunaan dan hutang kartu kredit yang cepat

diakibatkan oleh peralihan pemerintah ke sektor konsumsi karena menurunnya

sektor investasi dan ekspor. Hutang rumah tangga melalui hutang kartu kredit

dapat mendorong pertumbuhan ekonomi negara melalui pertumbuhan sektor

rumah tangga, seperti yang terjadi di Korea Selatan, Hongkong SAR, dan Taiwan.

Pemerintah negara tersebut mendorong pertumbuhan ekonomi yang telah

mengalami resesi akibat krisis Asia tahun 1997.

Selanjutnya negara Amerika juga mengalami permasalahan hutang kartu

kredit yang juga dipengaruhi oleh keadaan makro ekonomi yang tidak stabil

akibat krisis Global 2008. Krisis ini meningkatkan tingkat pengangguran di

Amerika dan membuat pengguna kartu kredit mengalami kesulitan membayar

hutangnya. Akibatnya, hutang kartu kredit menjadi ketakutan krisis selanjutnya

bagi Amerika karena kartu kredit sudah menjadi gaya hidup transaksi mayoritas

bagian dan masyarakat Amerika.

Gelembung Hutang Kartu Kredit (Credit Bubble)

Asset price bubbles atau credit booms – bust atau credit crunch memicu

krisis keuangan (Kose dan Claessens, 2013). Credit bubble adalah

menggelembungnya hutang kartu kredit dan meledak. Menggelembungnya hutang

kartu kredit terlihat dari semakin besarnya hutang kartu kredit yang dimiliki

negara hingga mulai terganggu fungsi intermediasinya karena tidak ada kewajiban

hutang yang terbayarkan.

Hutang kartu kredit meledak ketika perbankan dan lembaga kartu kredit

menggunakan wewenangnya untuk meningkatkan tingkat bunga, biaya yang wajib

dibayar per bulan, dan biaya pinalti keterlembatan untuk menghindari gagal bayar.

Bukan terhindarnya gagal bayar, tetapi semakin besarnya pengguna yang gagal

bayar dan mengajukan kebangkrutan pribadi. Pemotongan pendapatan dan

penghilangan hak hutang dari penerbit kepada pemegang kartu kredit membuat

pemegang kartu kredit semakin tidak mampu membayar hutang mereka di sisi lain

mereka memiliki kehidupan yang perlu dibayar. Kebijakan penghentian hak

Page 40: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

40

hutang pemegang kartu kredit dari kesepakatan terdahulu ditetapkan agar jumlah

hutang tidak semakin besar, baik untuk penerbit kartu kredit tetapi bagi pemegang

kartu kredit yang tidak lagi memiliki pendapatan dan aset yang cukup untuk

menutup hutang mereka menjadi tombak karena gali lubang tutup lubang tidak

bisa digunakan.

Ketidaksiapan Penerbit Kartu Kredit dan Pemerintah Menghadapi

Liberalisasi Keuangan

Liberalisasi keuangan adalah membuat semakin efisienya sistem

pembayaran dan transaksi dalam sistem keuangan. Industri kartu kredit adalah

salah satu bentuk liberalisi keuangan. Ketidaksiapan dalam liberalisasi keuangan

dalam industri kartu kredit menjebak penerbit kartu kredit, pemegang kartu kredit,

dan pemerintah.

Ketidaksiapan liberalisasi keuangan terlihat dari kurangnya pengetahuan

dan pengalaman pelaku kartu kredit baru ataupun lama di industri kartu kredit

(Kang dan Ma, 2009; Vodova, 2003). Bentuk ketidaksiapan adalah proses

penyaringan peminjam dan standar peminjaman (underwriting standard) yang

dianggap ringan hingga standarnya diturunkan untuk mendapatkan pemegang

kartu kredit, seperti apakah memiliki pendapatan, kemampuan membayar

kewajiban, dan riwayat pinjaman calon pemegang kartu kredit. Bentuk

ketidaksiapan yang lain adalah terbatasnya infrastruktur pelaporan dan saling

berbagi informasi tentang kredit, seperti riwayat pemegang kartu kredit yang baik

atau buruk, siapa yang memiliki kartu kredit di suatu penerbit, dan seberapa besar

kewajiban pengguna tersebut. Meskipun terbatasnya infrastruktur pelaporan

kredit, beberapa lembaga penerbit dan perbankan sengaja menyembunyikan

informasi sebagai bentuk monopolisitik industri kartu kredit bagi perusahaan

mereka.

Manajemen Hutang Pemegang Kartu Kredit yang Buruk

Hutang kartu kredit macet yang besar ketika tidak dimanajemen dengan

baik akan membawa penggunanya bukan sebagai pengguna gagal bayar, tetapi

menjadi personal bankruptcy. Besarnya hutang diakibatkan oleh beberapa faktor,

yaitu pertama pengguna kartu kredit ingin memenuhi standar hidup tinggi yang

Page 41: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

41

tidak bisa mereka capai tanpa kartu kredit, karena alasan status dan ingin

kehadirannya dihormati.

Kedua, penggunaan kartu kredit yang tidak semestinya seperti perjudian

dan menggunakannya untuk mayoritas konsumsinya tanpa melihat apakah dia

mampu melunasi atau tidak. Ketiga, ekspektasi pengguna bahwa pendapatan

mereka akan bertambah di masa yang akan datang dan pemikiran bahwa dia besok

akan mendapatkan pekerjaan. Pemikiran ini mendorong penggunanya untuk

melakukan konsumsi di atas kemampuan rata-ratanya karena berpikir besok akan

bisa melunasinya. Tetapi ketika ekspektasi tersebut tidak terjadi, yang terjadi

adalah penumpukan hutang yang belum terbayarkan dan pengeluaran yang

berlebihan hingga melebihi pendapatan (over budget).

Ketika pengguna kartu kredit dihadapkan pada hutang yang menumpuk

dan relatif besar, mereka seharusnya tidak lagi menggunakan hutang-hutangnya

dan mulai mencari pendapatan untuk segera melunasi hutang. Tetapi khususnya

revolvers yang mengalami kecanduan akan kartu kredit akan terus menggunakan

hutangnya hingga mulai sadar sudah mencapai batas limit kreditnya, sehingga

hutang semakin besar dan menjadi beban hidup mereka.

Informasi Asimetris

Informasi asimetris merupakan faktor utama terciptanya pemegang kartu

kredit bermasalah dan pemegang kartu kredit yang gagal bayar. Informasi

asimetris diwakili dengan kurangnya informasi pokok tentang pemegang kartu

kredit kartu kredit dan informasi tentang industri kartu kredit.

Informasi asimetris disebabkan oleh turunnya standar pinjaman akibat

kompetisi antar pembuat kartu kredit, kurangnya pengalaman dan pengetahuan

para pelaku industri kartu kredit, dan penerbit kartu kredit yang tidak transparan.

Salah satu standar peminjaman adalah penyaringan pemegang kartu kredit yang

sesuai (screening) seperti apakah memiliki pendapatan yang sesuai, mampu

membayar kewajiban, dan riwayat kredit calon maupun pemegang kartu kredit.

Karena turunnya standar peminjaman untuk mendapatkan pengguna yang banyak,

terdapat pengguna yang tidak memiliki pendapatan bisa memperoleh kartu kredit

hingga yang memiliki pendapatan rendahpun dapat memiliki kartu kredit dengan

limit yang diminta pengguna. Dampak informasi asimetris mengenai pengguna

Page 42: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

42

berdampak pada pemberian proporsisi hutang yang tidak sesuai seperti lebih besar

dibandingkan dengan pendapatan dan tabungan aktual mereka.

Informasi asimetris tidak hanya dari pengguna tetapi juga dalam bentuk

tidak transparannya penerbit kartu kredit kepada calon atau pemegang kartu kredit

mengenai dampak negatif dari kartu kredit, seperti wewenang penerbit untuk

mengubah tingkat bunga, batas minimum pembayaran perbulan dan biaya pinalti

keterlambatan, kemudian memanfaatkan minimnya pengetahuan pengguna

mengenai fungsi tingkat bunga yang bersifat eksponen bukan aritmatika.

Penipuan Manajemen oleh Penerbit Kartu Kredit

Penipuan manajemen adalah ketika penerbit kartu kredit atau oknum

tertentu menggunakan segala cara untuk mendapatkan keuntungan. Penipuan yang

sering terjadi adalah pemberian informasi tentang industri kartu kredit yang

kurang transparan dari lembaga penerbit kepada pengguna kartu kredit, khususnya

dampak-dampak apa yang akan terjadi jika pengguna kartu kredit telat dan/atau

gagal bayar, perhitungan tingkat bunga, charge, dan fee.

Penerbit kartu kredit sering menawarkan kartu kredit hanya dengan

informasi tingkat bunga rendah hingga 1 persen, reward, bonus, dan kemudahan.

Ketika pengguna kartu kredit terlambat membayar, banyak penerbit kartu kredit

menerapkan universal default, yaitu penggandaan tingkat bunga dan biaya pinalti

yang tak diketahui dengan pasti batas besarannya oleh pemegang kartu kredit.

Hal-hal inilah yang membebani pemegang kartu kredit untuk membayar tagihan

hingga terjadi kredit macet. Sebagai contoh kasus di Indonesia, terdapat

pemegang kartu kredit yang memiliki hutang kartu kredit sebesar Rp 17 juta

dengan limit kartu kredit Rp 4 juta. Pemegang kartu kredit tidak lagi

menggunakan kartu kredit karena telah mengalami kebangkrutan. Namun, setelah

10 tahun berlangsung tidak memakai kartu kredit, keluarga dekat pemegang kartu

kredit tersebut mendapatkan telepon yang mengagetkan dari salah satu penerbit

kartu kredit terkait, yaitu hutang kartu kredit yang harus dibayar pemegang kartu

kredit tersebut telah mencapai Rp 107 juta.

Page 43: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

43

Kurangnya Manajemen Resiko Kredit yang Diterapkan Penerbit Kartu

Kredit

Kompetisi intensif antar penerbit kartu kredit untuk mendapatkan

keuntungan tinggi membuat mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan

pemegang kartu kredit yang baru. Pelonggaran standar pinjaman yang

meningkatkan resiko pengguna yang gagal bayar dan masalah likuiditas bagi

perbankan dan lembaga penerbit.

Pelonggaran standar pinjaman menunjukkan bahwa manajemen resiko

yang dilakukan perbankan dan lembaga penerbit tidak tepat. Ketidaktepatan ini

memperbesar hubungan antara pelonggaran standar pinjaman dengan pengajuan

personal bankruptcy karena kurangnya informasi akan kemampuan para

pemegang kartu kredit membayar kewajibanya.

Kesalahpahaman Penerbit Kartu Kredit dan Hyperbolic Discounters Tentang

Keberadaan Kartu Kredit

Kesalahan utama bagi pemegang kartu kredit adalah menganggap kartu

kredit sebagai sumber pendapatan selain pendapatan dan tabungan aktual yang

mereka miliki terutama pengguna yang masuk dalam kategori revolvers atau

hyperbolic discounters. Kesalahan yang kedua adalah menyalahgunakan kartu

kredit bukan untuk kebutuhan mereka tetapi lebih kepada keinginan dan

kesenangan seperti perjudian. Dalam kasus ini, ibaratnya memberi gula kepada

pasien diabetes56

.

Kemudian, kesalahpahaman penerbit kartu kredit adalah menganggap

kartu kredit menjadi obligasi, yaitu mendapatkan profit tetap dari tingkat bunga

personal loan yang tinggi karena resiko kredit macet yang tinggi. Selain itu,

mereka juga menjadikan kredit konsumsi menjadi aktifa produktif untuk

mendapatkan penerimaan yang berkelanjutan dengan mengubah sudut pandang

keuntungan terbesar bukan berasal dari orang yang melunasi hutang mereka,

tetapi pemegang kartu kredit yang konstan berhutang kepada penerbit kartu kredit

(Ogilvie, 2009). Bank-bank memosisikan revolvers atau hyperbolic discounters

56

Ibarat ini menyatakan bahwa penyakit diabetes akan semakin parah jika penderitanya terus

diberi gula, sama seperti pengguna kartu kredit revolvers atau hyperbolic discounters yang diberi

kebabasan menggunakan kartu kredit semaunya akan membawa mereka hutang yang besar.

Page 44: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

44

menjadi sasaran empuk dan tidak memikirkan dampak negatif dari resiko kredit

macet para revolvers atau hyperbolic discounter terutama ketika mereka

mendominasi pengguna industri kartu kredit penerbit tersebut. Akibatnya, ketika

terjadi kredit macet, pemegang kartu kredit berhadapan pada beban hutang yang

besar dan debt collector, kemudian penerbit kartu kredit berhadapan pada NPL

yang dapat terus meningkat hingga mengarahkan mereka ke dalam masalah

likuiditas.

Kesalahan Penetapan Kebijakan Oleh Pemerintah

Pertumbuhan ekonomi merupakan hal penting yang mencerminkan

kekuatan ekonomi negara. Ketika kartu kredit dapat menyeimbangkan

perekonomian pemerintah menetapkan kebijakan untuk menyuburkan

pertumbuhuan kartu kredit dengan menciptakan kondisi yang mudah bagi para

pelaku industri kartu kredit.

Kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah adalah bergantung pada sektor

konsumsi yang beresiko bubble dan melakukan ekspansi kredit yang pesat. Ketika

ratio household loan to disposable income lebih dari 50 persen, hal ini

menunjukkan bahwa terdapat banyak pemegang kartu kredit yang memiliki

proporsisi hutang lebih besar dibanding pendapatan aktual. Dari inilah gelembung

hutang mulai meledak dan dapat mengganggu sistem perbankan dan sistem

keuangan.

Pembuat kebijakan seharusnya meminimalkan resiko hutang dan

memperlambat pertumbuhan kredit karena resikonya yang besar, bukan

menampilkan kekuatan ekonomi bubble yang akhirnya menciptakan resesi dan

pengeluaran fiskal yang besar karena terjadinya krisis perbankan.

KESIMPULAN

Dari seluruh kasus–kasus tentang kartu kredit di Hongkong SAR, Korea,

Taiwan, Amerika, dan Indonesia, karakter kartu kredit ketika menjadi kawan dan

lawan terlihat dari seberapa besar NPL dan dampak yang diberikan. Kartu kredit

menjadi kawan untuk pertamanya adalah pertumbuhan ekonomi karena

peningkatan konsumsi dari konsumsi rumah tangga. Kartu kredit mengubah pola

konsumsi pengguna kartu kredit dan masyarakat ketika mayoritas masyarakat

Page 45: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

45

negara tersebut memasukkan kartu kredit sebagai gaya hidup dan budaya. Selain

itu, penyebab perubahan pola konsumsi adalah borrowing/liquidity constraint,

kekayaan dan kesejahteraan tambahan, self control, tingkat bunga pinjaman, usia,

serta ekspektasi pendapatan. Dampak lain adalah terbentuknya masyarakat

konsumtif yang memiliki budaya hutang karena terpenuhinya kesejahteraaan

“ilusi” yang bersumber dari illusion money (kartu kredit). Masyarakat konsumtif

dapat menjadi dampak positif ketika mereka melakukan konsumsi domestik

sehingga neraca perdagangan tidak berkurang.

Kemudian, kartu kredit menjadi lawan melalui efek negatif yang diberikan

dari jumlah hutang kartu kredit yang besar (NPL tinggi). Jumlah hutang kartu

kredit yang besar dan macet akan mengarah pada credit card bubble yang siap

untuk meledak. Ledakan inilah yang menciptakan bank dan perusahaan penerbit

kartu kredit mengalami kebangkrutan, krisis perbanakan, dan resesi. Selain itu,

munculnya pemegang kartu kredit yang menjadi personal bankruptcy karena tidak

ada lagi aset yang dimiliki untuk menutup hutang kartu kredit yang besar dan

kurang termanajemen dengan baik serta kehadiran predatory lending menambah

terjadinya kredit macet.

Hal – hal yang menjadi akar dalam permasalahan hutang kartu kredit yang

dapat dipelajari adalah kurang tepatnya manajemen resiko kredit melalui penipuan

manajemen (universal default dan sales vs rules), informasi asimetris, dan dengan

menjadi predatory lending oleh para penerbit kartu kredit. Kemudian, dari sisi

pemegang kartu kredit adalah pemakaian kartu kredit yang tidak

bertanggungjawab, yaitu menganggap kartu kredit sebagai alat berhutang untuk

memenuhi kepuasan maksimal mereka.

Di Indonesia, Bank Indonesia sebagai bank sentral sudah menyatakan

bahwa Indonesia sudah belajar dari krisis perbankan Korea Selatan tahun 2003

sehingga memperlambat pertumbuhan kartu kredit. Namun, Indonesia masih

memiliki permasalahan kartu kredit, yaitu penipuan manajemen sales vs rules,

keberadaan debt collector dan credit card fraud yang mengurangi rasa

kepercayaan dan keamanan para pemegang kartu kredit terhadap para penerbit

kartu kredit. Peningkatan pengawasan dan sanksi yang tegas oleh BI kepada bank

dan perusahaan penerbit kartu kredit menjadi cara untuk menekan penerbit nakal

Page 46: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

46

yang secara tidak langsung menerapkan sales vs rules dan universal default.

Kemudian, peningkatan teknologi keamanan dan database kartu kredit Indonesia

untuk mengurangi munculnya credit card fraud, yang hal ini menjadi agak sulit

untuk diatasi ketika dihadapkan pada fakta bahwa pelakunya adalah hacker

berdasi.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal

Ando, Albert dan Franco Modigliani. 1963. The “Life Cycle” Hypothesis of

Savings: Aggregate Implications and Tests. The American Review, Vol. 53,

No. 1, Part 1 (Mar., 1963) pp. 55 – 84.

http://www.econ.nyu.edu/user/violante/NYUTeaching/MTA/Spring14/Read

ings/ando_aer.pdf

Ausubel, L.M. 1997. Credit Card Defaults, Credit Card Profits, anda Bankruptcy.

American Bankruptcy Law Journal, Vol. 71, pp. 249 – 70.

Bergsten, Eric E. 1967. Credit Cards – A Prelude to the Cashless Society. Boston

College Law Review Vol. 8, Article 6, Issue 3 Consumer Credit – a

Symposium.

Dunham, Kemba. 2004. Bad – Credit Blues. Essence (Time Inc.). Apr2004, Vol.

34 Issue 12, p178 – 182. 4p.

http://web.a.ebscohost.com/ehost/detail?sid=e5212f60-83e3-4dca-a21d-

bdad95be0bd3

persen40sessionmgr4003&vid=1&hid=4114&bdata=JnNpdGU9ZWhvc3Qt

bGl2ZQ persen3d persen3d#db=a9h&AN=12600832

Ekici, Tufan dan Lucia Dunn, 2010. Credit card debt and consumption: evidence

from household-level data. Applied Economics, Taylor & Francis Journals,

vol. 42(4), pages 455-462. http://economics.sbs.ohio-

state.edu/pdf/ldunn/wp06-01.pdf Friedman, Milton. 1957. A Theory of the Consumption Function. New Jersey:

Princeton University Press. Chapter The Permanent Income Hypothesis P.

20 – 37. http://www.nber.org/chapters/c4405.

Gross, David B. dan Nicholas S. Souleles. 2001. Do Liquidity Contraints and

Interest Rates Matter For Consumer Behaviour? Evidence From Credit Card

Data. NBER Working Paper 8314, June 2001.

http://www.nber.org/papers/w8314.

Han, Song dan Geng Li. 2009. Household Borrowing After Personal Bankruptcy.

Finance and Economics Discussion Series Divisions of Research &

Statistics and Monetary Affairs Federal Reserve Board, Washingon, D. C.

2009 – 17.

Hayashi, Fumiko. 2004. A Puzzle of Card Payment Pricing: Why Are Merchants

Still Accepting Card Payments?. Payments System Research, Federal

Reserve Bank of Kansas City. Working Paper WP04 – 02.

Holmes, Chanit’a. 2011. The Impact of Credit Constraints on Privare Aggregate

Consupmtion. Journal of Business, Finance & Economics in Emerging

Page 47: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

47

Economies. 2011, Vol. 6 Issue 1, p62 – 89. 28p.

http://content.ebscohost.com/pdf25_26/pdf/2011/3CIG/01Jun11/66564010.p

df?T=P&P=AN&K=66564010&S=R&D=bth&EbscoContent=dGJyMMvl7

ESeprA4yOvsOLCmr0yeqK9SsKq4TLaWxWXS&ContentCustomer=dGJy

MPGps1Cwr7BQuePfgeyx44Dt6fIA

Insights. 2007. Household Debt in Taiwan: An Analysis of the Consumer Debt

Crisis. MasterCard Worldwide, Second Quarter 2007.

Jeremy, Kees, Jeff Joireman dan David Sprott. 2009. Understranding Why

Temporally Myopic People Have More Credit Card Debt: Two

Complementary Exlanations. Advances in Consumer Research. 2009, Vol.

36, p880 – 881. 2p.

http://content.ebscohost.com/pdf27_28/pdf/2009/ACR/01Jan09/43009013.p

df?T=P&P=AN&K=43009013&S=R&D=bth&EbscoContent=dGJyMMvl7

ESeprA4yOvsOLCmr0yeqLFSsaa4TLSWxWXS&ContentCustomer=dGJy

MPGps1Cwr7BQuePfgeyx44Dt6fIA

Johnson. Kathleen W. 2004. Convenience of Necessity? Understanding the

Recent Rise in Credit Card Debt. Finance and Economics Discussion Series,

Divisions of Research & Statistics and Monetary Affairs Federal Reserve

Board, Washington, D. C.

Kang, Taesoo dan Guonan Ma. 2007. Credit Card Lending Distress in Korea in

2003. BIS Papers No. 46. https://www.bis.org/publ/bppdf/bispap46k.pdf

_____. 2007. Recent Episodes of Credit Card Distress in Asia. BIS Quarterly

Review, June 2007. Hal. 55 – 68.

_____. 2009. Growing Credit Card Markets in Asia: Challenges to Policymakers.

Dalam seminar “Household Debt: Implication for Monetary Policy and

Financial Stability” Maret 2008.

Lee, Yun – Huan dan Ya – Li Huang. 2011. Do you have credit cards? The

expansion of the credit card market in Taiwan. Applied Economics Letters,

2011, 18, 1639 – 1644.

Lim, Byung-In dan Jai Hyung Yoon. 2011.The Analysis on the Credit Card

Bubble in Korea with the Permanent Income Hypothesis and the Liquidity

Constraint. Korean Social Science Journal, Vol. 38, No. 2, December 2011,

Pp. 53 – 79.

Lin, Helen. 2008. Study on the Consumer Credit Crisis in Taiwan – An Analysis

of the Credit Card and Cash Card Crisis. Thesis Submitted to Internastional

MBA Program National Chengchi University in partial fulfillment of the

Requirements for the degree of Master in Business Administration. June

2008.

http://nccur.lib.nccu.edu.tw/handle/140.119/33954?mode=full&submit_sim

ple= persenE9 persenA1 persenAF persenE7 persenA4 persenBA persenE6

persen96 persen87 persenE4 persenBB persenB6 persenE5 persenAE

persen8C persenE6 persen95 persenB4 persenE7 persenB4 persen80

persenE9 persen8C persen84

Ludvigson, Sydney. 1999. Consumption and Credit: A Model of Time – Varying

Liquidity Contraints. Review of Economics & Statistics. Agustus 1999, Vol.

81 Issue 3, p434 – 447.

http://web.a.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=ce2937a6-7e94-

4698-a3be-a7bf24942328%40sessionmgr4004&vid=9&hid=4207.

Page 48: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

48

Mansfield, Phylis M., Mary Beth Pinto, dan Cliff A. Robb. 2013. Consumers and

Credit Cards: A Review of The Empirical Literature. Journal of

Management and Marketing Research. Hal. 1 – 27.

Ogilvie, Don. 2009. Crisis in The Credit Card Industry – Navigating The Perfect

Storm. Deloitte Center for Banking Solutions.

Ritzer, George. 1995. Expressing America: A Critique of the Global Credit Card

Society. Thousand Oaks, CA: Pine Forge Press, 1995, 240 pp. Reviewed by

M. J. Alhabeeb, Assistant Professir Department of Consumer Studies

University of Massachusetts at Amherst.

Ruben, Matthew. 2009. Forgice Us Our Trespasses? The Rise of Consumer Debt

in Modern America.

Soll, Jack B., Ralph L. Keeney, dan Richard P. Larrick. 2013. Consumer

Misunderstanding of Credit Card Use, Payments, and Debt: Causes and

Solutions. https://fdic.gov/news/conferences/soll.pdf

Sotiropoulos, Veneta dan Alain D’Astous. 2012. Social Networks and Credit Card

Overspending Among Young Adult Consumers. The Journal of Consumers

Affairs, Fall 2012. Vol. 46, No. 3 p457 – 484.

Stadler, William A. 2012. Predatory lending: is The Credit CARD Act enough?.

Journal of Financial Crime Vol. 19 No. 1, 2012. Pp. 99 -111. Emeral Group

Publishing Limited.

Vodová, Pavla. 2003. Credit Risk as A Cause of Banking Crises. Silesian

University, School of Business Administration, Department of Finance,

Czech Republic.

White, Michelle J. 2007. Bankruptcy Reform and Credit Cards. Journal of

Economi Prespectives Volume 21, Number 4 – Fall 2007 – Pages 175 –

199.

Zeldes, Stephen P. 1989. Consumption and Liquidity Constraints: An Empirical

Investigation. Theo Hournal of Political Economy, Vol. 97, No. 2 (Apr.,

1989), 305 – 346.

Artikel Arhiem. 2012. Syarat Kartu Kredit Diperketat Sesuai Dengan PBI yang baru.

http://hukumperbankan.blogspot.com/2012/05/syarat-kartu-kredit-

diperketat-sesuai.html. 5 April 2012 02:15:00 PM

Bellman, Eric dan Andreas Ismar. 2013. Indonesia Impedes Card Collectors. Wall

Street Journal - Eastern Edition. 3/5/2013, Vol. 261 Issue 52, pC1-C2. 2p. 1

Color Photograph, 1 Graph.

http://online.wsj.com/news/articles/SB100014241278873245394045783398

51149437598. 5 Maret 2013, 12:01 a.m. ET

Bryan, Dan. 2012. Give Me Liberty of Give Me Debt – A History of Credit Cards.

http://www.americanhistoryusa.com/give-me-liberty-or-give-me-debt-a-

history-of-credit-cards/

Byrne, Richard. 2013. America’s Credit History and a Credit Card Debt Story.

http://www.freetech4teachers.com/2013/09/americas-credit-history-and-

credit-card.html#.U5uWE5SSx1g. Sunay, September 29, 2013.

Cain, Geoffrey dan News Desk. 2013. South Koreans Become World’s Top

Credit Card Users. http://www.globalpost.com/dispatch/news/regions/asia-

Page 49: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

49

pacific/south-korea/130610/south-korea-credit-card-debt.10 Juni 2013

08:28.

Choi, Hae Won dan Gordon Fairclough. 2004.After Credit Binge in South Korea,

Big Bill Comes Due – Government Pushed Plastic to Juice Up the

Economyc Banks, Borrowers Suffer. http://online.wsj.com/news/articles/SB107456002541605921. 20 januari

2004 1:56 p.m. ET.

CNN.com. 2013. SK Group Tumbles on Scandal.

http://edition.cnn.com/2003/BUSINESS/asia/03/11/korea.sk.reut/

Wednesday, March 12, 2003. 04:49 GMT (12:49 PM HKT).

Damayanti, Doty. 2011. Meraup Untung dari Masyarakat Penggesek.

Kompas.com. Jumat, 15 April 2011 07:25 WIB.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/04/15/07255082/Meraup.Untu

ng.dari.Masyarakat.Penggesek

Djumena, Erlangga. 2011. Bankir Khawatir Utang Macet Kartu Kreedit Naik.

Konpas.com. Minggu, 17 April 2011 20:10 WIB.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/04/17/2010508/Bankir.Khawa

tir.Utang.Macet.Kartu.Kredit.Naik

_____. 2011. BI: “Debt Collector” Tanggung Jawab Bank. Kompas.com. Senin, 4

April 2011 07:35 WIB.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/04/04/07355660/BI.Debt.Coll

ector.Tanggung.Jawab.Bank

_____. 2011. Plafon Kartu Kredit Tak Efektif. Kompas.com. Senin, 25 April 2011

08:07 WIB.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/04/25/08071190/Plafon.Kartu.

Kredit.Tak.Efektif

Dwiantika, Nina. 2011. “Debt Collector” Dihapus, Bunga Kredit Bakal Naik.

Kompas.com. Jumat, 15 April 2011 11:24 WIB.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/04/15/11240552/Debt.Collect

or.Dihapus..Bunga.Kredit.Bakal.Naik

_____. 2014. Nasabah Bangkrut, Bank Tetap Boleh Tagih Utang Kartu Kredit.

Kompas.com. Senin, 14 April 2014 09:51 WIB.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/04/14/0951045/Nasabah.Bang

krut.Bank.Tetap.Boleh.Tagih.Utang.Kartu.Kredit

Hermana, Budi. 2012. Syarat Kartu Kredit Makin Sulit.

http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/01/09/syarat-kartu-kredit-

makin-sulit-429533.html. 10 Januari 2012 05:56

http://en.wikipedia.org/wiki/Credit_card. Credit Card.

http://ingrimayne.com/econ/FiscalDead/PermIncome.html. Permanent - Income

Hypothesis.

http://mywealth.co.id/topic/perencanaan-keuangan/berkenalan-dengan-

kredit/mari-menuju-cashless-society/. Mari Menuju Cashless Society.

http://www.antaranews.com/video/4608/kartu-kredit-bukan-alat-berhutang. Kartu

Kredit Bukan Alat Berhutang. Kamis, 19 Juli 2012. 22:08 WIB.

http://www.banking.gov.tw/en/home.jsp?id=21&parentpath=0,6. Data kartu kredit

Taiwan dari Tahun 2004 – 2014.

http://www.creditloan.com/

Page 50: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

50

http://www.paymentsnews.com/2003/12/korean_credit_c.html. Korean Credit

Card Crisis. 23 Desember 2003 10:51 AM Pasifik.

http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/credit/. Secret History of The

Credit Card.

https://www.mint.com/the-history-of-the-credit-card/. The History of the Credit

Card.

HukumOnline. 2001. Kejahatan Internet Marak, Pemilik Kartu Kredit Resah.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol2466/kejahatan-internet-

marak-pemilik-kartu-kredit-resah. Sabtu, 21 April 2001.

_____. 2006. Ulah Debt Collector Masih Dikeluhkan Pengguna Kartu Kredit.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol15973/ulah-idebt-collectori-

masih-dikeluhkan-pengguna-kartu-kredit. Kamis, 28 Desember 2006.

Hutahaean, Meltri. 2011. Konsep Konsumsi, Konsumen, Konsumtif. http://meltri-

elia.blogspot.com/2011/10/konsep-konsumsi-konsumen-konsumtif.html.

Minggu, 09 Oktober 2011.

Jatmiko, Bambang Priyo. 2014. BNI Menyatakan Korban Pemukulan “Debt

Collector” Bukan Nasabah Perseroan. Kompas.com. Rabu, 9 April 2014

08:46 WIB.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/04/09/0846289/BNI.Menyata

kan.Korban.Pemukulan.Debt.Collector.Bukan.Nasabah.Perseroan

John. 2014. American Personal Saving Rate Statistics through 2012.

http://www.nerdwallet.com/blog/banking/american-personal-saving-rate/

Kompas. 2008. Krisis, Penerbit Kartu Kredit Perketat Seleksi Nasabah Baru.

Kompas.com. Selasa, 9 Desember 2008 09:03 WIB.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2008/12/09/09031628/Krisis..Pener

bit.Kartu.Kredit.Perketat.Seleksi.Nasabah.Baru

Kompas. 2009. Baim Wong: Tak Cukup Satu Kartu Kredit. Kompas.com. Kamis,

16 April 2009 01:52 WIB.

http://entertainment.kompas.com/read/2009/04/16/01522587/Baim.Wong.T

ak.Cukup.Satu.Kartu.Kredit

Kontan. 2009. Kredit Macet Melonjak pada Triwulan I 2009. Kompas.com. Rabu,

21 Januari 2009 10:54 WIB.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2009/01/21/10541381/Kredit.Macet

.Melonjak.pada.Triwulan.I.2009

Larkin, John. 2003. The House of Cards.

http://content.time.com/time/magazine/article/0,9171,552170,00.html.

Senin, 1 Desember 2003.

Lieber, Ron. 2009. Americans Are Finally Saving. How Did That Happen?. New

York Times December 18, 2009. http://www.nytimes.com/2009/12/19/your-

money/household-budgeting/19money.html?_r=1&

McGeehan, Patrick. 2004. Soaring Interest Compounds Credit Card Pain for

Millions. The New York Times.

http://www.nytimes.com/2004/11/21/business/21cards-

web.html?pagewanted=1&_r=0&ei=5094&en=70effacd11d42b21&hp&ex=

1101099600&partner=homepage. November 21, 2004.

McPeak, Mary. 2005. National Geographic. Feb2005, Vol. 207 Issue 2, p124 –

130. 5p. 6 Color Photographs.

http://web.a.ebscohost.com/ehost/detail?sid=57bb7736-7eb8-4e7e-a2bb-

Page 51: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

51

a4a82dbe6762

persen40sessionmgr4005&vid=3&hid=4114&bdata=JnNpdGU9ZWhvc3Qt

bGl2ZQ persen3d persen3d#db=a9h&AN=15676275

Meryana, Ester. 2014. Satu Orang Masih Pegang Lebih dari 2 Kartu Kredit.

Kompas.com. Senin, 6 Februari 2012 15:30 WIB.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/02/06/15303698/Satu.Orang.

Masih.Pegang.Lebih.dari.2.Kartu.Kredit

Morgan, Donald P dan Ian Toll. 1997. Bad Debt Rising. Current Issues in

Economics & Finance. Maret 1997, Vol. 3 Issue 4, p1.5p. 6 Graphs.

http://web.a.ebscohost.com/ehost/detail?sid=17a90d15-b772-4388-b8a5-

d42f2b32415f

persen40sessionmgr4005&vid=1&hid=4214&bdata=JnNpdGU9ZWhvc3Qt

bGl2ZQ persen3d persen3d#db=a9h&AN=9705043559 Mother Jones. 2011. Charts: Shocking Stats on College Costs.

http://www.motherjones.com/contributor/2011/09/student-debt-charts Thu

Sep.15, 2011 6:00 AM EDT.

Nance Nash, Sheryl. 2006. Breaking Bad Habits. Black Enterprise. Sep2006, Vol.

37 Issue 2, p72 – 73. 2p.

http://web.a.ebscohost.com/ehost/detail?sid=e32ff561-ca79-4092-9127-

019a561de9f6

persen40sessionmgr4001&vid=1&hid=4114&bdata=JnNpdGU9ZWhvc3Qt

bGl2ZQ persen3d persen3d#db=a9h&AN=22168478

Nocera, Joe. 2008. Credit Cards Are Frothy, Not Bubbly.

http://www.nytimes.com/2008/03/15/business/15nocera.html?_r=0. 15

Maret 2008.

Purwanto, Didik. 2013. Ini Peringatan BI buat Pengguna Kartu Kredit.

Kompas.com, Jumat, 22 Maret 2013 16:13 WIB.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/03/22/16135936/ini.peringata

n.bi.buat.pengguna.kartu.kredit

Ratih. 2012. Sejarah Masuknya Kartu Kredit di Indonesia.

http://www.carikredit.com/berita/detail/16/04/2012/490/sejarah-masuknya-

kartu-kredit-ke-indonesia/#.U8M4l5SSx1g. Senin, 16 April 2012.

Setiawan, Sakina Rakhma Diah. 2014. Banyak yang Mengadu ke BI soal Bunga

Kartu Kredit. Kompas.com. Jumat, 21 Februari 2014 13:01 WIB.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/02/21/1301495/Banyak.yang.

Mengadu.ke.BI.soal.Bunga.Kartu.Kredit

_____. 2014. Ekonomi Masyarakat Tumbuh, Transaksi dengan Kartu Kian Subur.

Kompas.com. Senin, 7 April 2014 09:17 WIB.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/04/07/0917515/Ekonomi.Mas

yarakat.Tumbuh.Transaksi.dengan.Kartu.Kian.Subur

Shakti, Roy. 2012. Mempelajari Sejarah Kartu Kredit di Indonesia. http://bukukartukredit.blogspot.com/2012/06/mempelajari-sejarah-kartu-

kredit-di.html. 16 Juni 2012.

Sidime, Aissatou dan Matthew Scott. 2004. Black Enterprise. No2004, Vol.35

Issue 4, p38 – 38. 1p. 1chart.

Simbolon Sanny Cicilia. 2008. Jelang Lebaran, Transaksi Kartu Kredit Naik 40

Persen. Kompas.com. Selasa, 9 September 2008 10:48 WIB.

Page 52: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

52

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2008/09/09/10483025/Jelang.Lebar

an..Transaksi.Kartu.Kredit.Naik.40.Persen

Siregar, Sopia. 2010. Bank “Write Off” Kartu Kredit, Nasabah Tetap Ditagih.

Kompas.com. Selasa, 2 Maret 2010 11:16 WIB.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/03/02/11160898/Bank.Write.

Off.Kartu.Kredit..Nasabah.Tetap.Ditagih

Soeriaatmadja, Wahyudi. 2011. Indonesians Piling up Credit Card Debt.

http://www.thejakartaglobe.com/archive/indonesians-piling-up-credit-card-

debt/. 02:58 PM, 11 Feb. 2011.

Sukiwan, Maggie Quesada. 2013. Visa Dukung BI Wujudkan Cashless Society.

http://m.sindonews.com/read/767481/34/visa-dukung-bi-wujudkan-

cashless-society. Rabu, 31 Juli 2013 – 12:58 WIB.

Veiga, Alex. 2012. U.S. Credit Card Debt Grows, Fewer Americans Make

Payments On Time. The Huffington Post.

http://www.huffingtonpost.com/2012/11/19/us-credit-card-debt-

grows_n_2158010.html 11/19/12 12:51 PM ET EST.

Wang, Eric. 2011. http://sevenpillarsinstitute.org/case-studies/taiwans-credit-card-

crisis. Taiwan’s Credit Card Crisis. Februari 2011.

Widyastuti, Ratna Sri. 2011. Mudahnya Mendapat Kartu Kredit. Kompas.com.

Jumat, 15 April 2011 09:56 WIB.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/04/15/09562379/Mudahnya.M

endapat.Kartu.Kredit

Williamson, Lucy. 2013. South Korea’s Growing Credit Problem.

http://www.bbc.co.uk/news/world-asia-24059038. 17 September 2013 03:05

GMT

Woodcraft, Zoe. 2008. Credit Cards, Consumber Debt and Bankruptcy.

http://www.pbs.org/wgbh/pages/frontline/shows/credit/etc/update.html.

Wresti, M. Clara. 2011. Bayarlah Kartu Kredit Segera. Kompas.com. Senin, 4

April 2011 12:27 WIB.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/04/04/12274486/Bayarlah.Kar

tu.Kredit.Segera.

Wright, Paul C. 2010. Looming Crisis: America’s Credit Card Debt Bubble –

Burst. Global Research, March 03, 2010.

http://www.globalresearch.ca/looming-crisis-america-s-credit-card-debt-

bubble-burst/17903 Yonhap. 2013. S. Koreans Top Users of Credit Cards Worlwide.

http://www.globalpost.com/dispatch/news/yonhap-news-agency/130609/s-

koreans-top-users-credit-cards-worldwide. 10 Juni 2013 9:32 AM.

Regulasi Kartu Kredit di Indonesia Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1251/KMK.013/1988 Tentang Ketentuan

dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.

UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU

No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Nasional.

Peraturan Bank Indonesia No. 6/30/PBI/2004 Penyelenggaraan Kegiatan Alat

Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.

Page 53: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

53

Peraturan Bank Indonesia No. 7/52/PBI/2005 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan

Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.

Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/59/DASP Tata Cara Penyelenggaraan

Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu dan lampiran.

Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/60/DASP Prinsip Perlindungan Nasabah dan

Kehati – hatian, serta Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan

Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.

Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/61/DASP Pengawasan Penyelenggaraan

Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu dan lempiran.

Surat Edaran Bank Indonesia No. 8/18/DASP Perubahan atas Surat Edaran Bank

Indonesia Nomor 7/60/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Prinsip

Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan

Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan

Kartu.

Peraturan Bank Indonesia No.10/4/PBI/2008 Laporan Penyelenggaraan Kegiatan

Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Oleh Bank Perkreditan

Rakyat Dan Lembaga Selain Bank.

Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/4/UKMI Laporan Penyelenggaraan Kegiatan

Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Oleh Bank Perkreditan

Rakyat Dan Lembaga Selain Bank.

Peraturan Bank Indonesia No. 10/8/PBI/2008 Perubahan Atas Peraturan Bank

Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat

Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.

Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/7/DASP Pengawasan Penyelenggaraan

Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK).

Surat Edaran Bank Indonesia No.10/20/DASP Perubahan Kedua atas Surat

Edaran Bank Indonesia Nomor 7/60/DASP tanggal 30 Desember 2005

perihal Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan

Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan

Menggunakan Kartu.

Peraturan Bank Indonesia No.11/11/PBI/2009 - Penyelenggaraan Kegiatan Alat

Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.

Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/10/DASP - Penyelenggaraan Kegiatan Alat

Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.

Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/22/DASP tentang Implementasi Teknologi

Chip dan Penggunaan Personal Identification Number pada Kartu ATM

dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia.

Surat Edaran Bank Indonesia No.14/34/DASP tanggal 27 November 2012 perihal

Batas Maksimum Suku Bunga Kartu Kredit.

Surat Edaran Bank Indonesia No.14/27/DASP tanggal 25 September 2012 perihal

Mekanisme Penyesuaian Kepemilikan Kartu Kredit.

Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/ 23 /DASP perihal Perubahan atas Surat

Edaran Bank Indonesia Nomor 13/22/DASP perihal Implementasi

Teknologi Chip dan Penggunaan Personal Identification Number pada Kartu

ATM dan/atau Kartu Debet yang Diterbitkan di Indonesia.

Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/ 17 /DASP perihal Perubahan atas Surat

Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan

Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.

Page 54: Grafik 1 Volume Pembayaran Kartu Kredit dan Kartu Debit ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5711/3/T1_222010001_Full...Kartu kredit merupakan hasil perkembangan kecanggihan

54

Peraturan Bank Indonesia No.14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012 tentang

Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang

Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/1/PBI/2014 tanggal 21 Januari 2014 tentang

Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran.