GPAB
-
Upload
ibnu-hajar -
Category
Documents
-
view
70 -
download
0
Transcript of GPAB
GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING
SUARA MESIN DI RUANG PRAKTIKUM SMK
Ibnu Hajar, Yuli Doris Memy, Abla Ghanie
Bagian IKTHT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/
Departemen KTHT-KL RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang
Abstrak
Gangguan pendengaran akibat bising adalah gangguan pendengaran akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising dengan intensitas 85 desibel atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor pendengaran organ Corti pada telinga dalam dimana kerusakan umumnya terjadi pada organ Corti untuk reseptor bunyi frekuensi 3000 Hz sampai 6000 Hz dan yang terberat terjadi pada reseptor bunyi frekuensi 4000 Hz. Sifat ketuliannya adalah sensorineural dan biasanya terjadi bilateral.
Saat ini kebisingan akibat suara mesin tidak hanya terjadi di lingkungan industri namun juga banyak dijumpai di ruang praktikum pelajar sekolah menengah kejuruan (SMK). Kebisingan yang terjadi pada lingkungan pendidikan merupakan suatu permasalahan cukup serius dan harus diperhatikan oleh semua pihak terkait karena dapat menyebabkan penurunan sampai kehilangan pendengaran permanen pada pelajar SMK.
Kata kunci : Gangguan pendengaran akibat bising, suara mesin, pelajar SMK
Abstract
Noise induced hearing loss is defined as hearing disorder caused by xposure of heavy and intensive noise within long periode of time, mostly in vocational environment. Generally, noise refers to unwanted sounds. Noise with more than 85 decibel in intensity may cause impairment of cortical organ in inner ear where it impaires cortical organ receptors for 3000 Hz to 6000 Hz frequency of sound, which the most damaged receptors are for 4000 Hz frequency. The tye of hearing loss for this disorder is usually sensoryneural and affected both ear.
To date, noise from engine mechanical sounds is not only found in industrial environment but it also widely generated from workshop room or workshop laboratory in vocational highschool. Noise in educational environment has become a serious matter and it needs special attention from all involved authority since it can cause some degree of massal hearing problem, from decreased hearing to permanent total hearing loss, among those vocational school students.
Keywords : NIHL, mechanical sounds, vocational school students
1
PENDAHULUAN
Gangguan pendengaran akibat bising ( Noise Induced Hearing Loss /
NIHL ) adalah gangguan pendengaran akibat terpajan bising yang cukup keras
dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising
lingkungan kerja. Beberapa ahli mendefinisikan bising secara subyektif sebagai
bunyi yang tidak diinginkan, tidak disukai, dan mengganggu. Secara obyektif
bising terdiri atas getaran bunyi kompleks dari berbagai frekuensi dan amplitudo,
baik yang getarannya bersifat periodik maupun non periodik. Secara fisik bising
merupakan gabungan berbagai macam bunyi dengan berbagai frekuensi yang
sebagian besar hampir tidak mempunyai periodisitas. Meskipun demikian
komponen bising dapat diukur serta dianalisis secara khusus. Bising mempunyai
satuan frekuensi atau jumlah getar per detik yang dituliskan dalam Hertz, dan
satuan intensitas yang dinyatakan dalam desibel (dB). Berkaitan dengan
pengaruhnya terhadap manusia, bising mempunyai satuan waktu atau lama
pajanan yang dinyatakan dalam jam per hari atau jam per minggu. Bising dengan
intensitas 85 desibel atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor
pendengaran organ Corti pada telinga dalam dimana kerusakan umumnya terjadi
pada organ Corti untuk reseptor bunyi frekuensi 3000 Hz sampai 6000 Hz dan
yang terberat terjadi pada reseptor bunyi frekuensi 4000 Hz. Sifat ketuliannya
adalah sensorineural dan biasanya terjadi bilateral.1-3,5
Pada awal penelitian epidemiologi gangguan pendengaran yang
disebabkan bising didapatkan adanya hubungan atau faktor resiko antara
pekerjaan, paparan tingkat kebisingan dan derajat gangguan pendengaran. NIHL
merupakan masalah serius bagi banyak pekerja di seluruh dunia. Berdasarkan
data dari National Institute for Occupational Safety and Health ( NIOSH ) sejak
tahun 1980 sampai 1990 didapatkan sekitar 10 juta pekerja di Amerika Serikat
menderita gangguan pendengaran dengan tingkat keparahan dari ringan sampai
sangat berat. David Robert melaporkan bahwa bising di tempat kerja merupakan
masalah utama dalam kesehatan kerja di berbagai negara. Diperkirakan
sedikitnya 7 juta orang terpajan bising dengan intensitas ≥ 85 dB. Phoon W dkk
melaporkan bahwa ketulian yang terjadi dalam industri menduduki urutan
pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di Amerika Serikat dan Eropa.
2
Sucipto melaporkan lebih dari 50 % tenaga kerja tekstil dengan masa kerja 1 –
10 tahun mengalami NIHL pada frekuensi 3000 dan 4000 Hz. Survey terakhir
dari Multy Center Study ( MCS ) juga menyebutkan bahwa Indonesia
merupakan salah satu dari empat negara di Asia Tenggara dengan prevalensi
NIHL cukup tinggi, yakni sebesar 4,6 %. Menurut penelitian tersebut prevalensi
4,6 % sudah bisa menjadi referensi bahwa NIHL memiliki andil besar dalam
menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat. Feidihal melakukan
penelitian tentang tingkat kebisingan dan pengaruhnya terhadap mahasiswa di
ruang praktikum teknik mesin Politeknik Negeri Padang. Berdasarkan penelitian
ini didapatkan hasil bahwa kebisingan yang terjadi menyebabkan gangguan
pendengaran, komunikasi, fisiologis dan psikologis pada mahasiswa.2-4,6,8
Penyebab pasti tuli akibat bising belum diketahui, kemungkinan adanya
stimulasi berlebihan oleh bising dalam jangka waktu lama mengakibatkan
perubahan metabolik dan vaskuler dan pada akhimya menyebabkan perubahan
degeneratif bentuk sel. Kerusakan ringan terdiri dari terputusnya sel-sel rambut
luar dan sel-sel penunjang. Kerusakan yang lebih berat menunjukkan adanya
degenerasi baik sel rambut luar maupun sel rambut dalam dan atau hilangnya
seluruh organ Corti. Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli
akibat terpapar bising, antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, lebih lama
terpapar bising, kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menyebabkan
ketulian.1,3,6
Sumber bising tidak hanya berasal dari lingkungan kerja saja, namun dapat
juga dari bidang pendidikan, hiburan, olah raga, rekreasi, bahkan lingkungan
pemukiman dapat juga terkontaminasi oleh bising. Kebisingan pada lingkungan
pendidikan paling banyak didapatkan pada Sekolah Menengah Kejuruan ( SMK ).
SMK merupakan sekolah lanjutan setingkat sekolah menengah atas yang
menerapkan 30 % teori dan 70 % praktek. Di Indonesia terdapat 38 bidang
keahlian SMK yang bertujuan untuk menciptakan tenaga yang siap pakai dan
dapat mengisi lapangan pekerjaan bersifat dasar dan menengah pada berbagai
bidang. Untuk menunjang hal tersebut, diperlukan tempat praktikum berisikan
peralatan mesin-mesin untuk latihan para pelajar SMK yang cukup lengkap dan
memadai, dimana saat jam praktikum, sebagian atau seluruh mesin yang ada
3
digunakan sehingga dapat menghasilkan bunyi bising yang cukup keras. Adanya
bising yang kuat, intensitas yang tinggi serta tanpa dilengkapi alat pelindung diri
yang baik dapat mempengaruhi kesehatan pendengaran dan kualitas hidup seperti
kurangnya konsentrasi dan adanya gangguan komunikasi pada pelajar SMK.
Karena adanya potensi bahaya yang ditimbulkan akibat bising maka kebisingan
yang terjadi pada lingkungan pendidikan SMK merupakan suatu permasalahan
cukup serius dan harus diperhatikan oleh semua pihak terkait agar dampak negatif
dari suara bising yang terjadi bisa diminimalisir sehingga pendengaran para
pelajar SMK tetap terjaga dengan baik.2,7
Anatomi dan Fisiologi Sistem Pendengaran
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga luar. Telinga luar
berfungsi sebagai resonansi dan pengumpul suara yang ditransmisikan. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani, kemudian diteruskan ke telinga tengah
melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas
membran timpani dan tingkap lonjong. Kemudian getaran udara diteruskan ke
cairan telinga dalam ( koklea ) yang mempunyai kekuatan tekanan 25-30 dB.
Frekuensi yang dapat didengar manusia ialah antara 20 Hz sampai 20 kHz.3,4
Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah siput ) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibular yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala
vesibuli di sebelah atas, skala timpani di bawah dan skala media (duktus
koklearis) di antara keduanya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa
sedangkan skala media berisi endolimfa yang keduanya penting untuk
pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli
( Reissner’s membrane ) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis.
Pada membran ini terletak organ Corti.3,4
Koklea pada manusia berbentuk seperti spiral dua setengah lingkaran,
dengan panjang 3,5 mm yang membentuk suatu sistem dengan ruang tubuler
skala vestibuli, skala media atau duktus koklea dan skala timpani. Skala
4
vestibuli dan skala timpani mengandung cairan perilimfa dengan konsentrasi K+
4 mEq/L dan Na+ 139 mEq/L. Skala media mempunyai penampang berbentuk
segitiga yang dibatasi oleh membran Reissner, membran basilaris pada bagian
dasar dan lamina spiralis. Sedangkan skala media mengandung cairan endolimfa
dengan konsentrasi K+ 144 mEq/L dan Na+ 13 mEq/L.3,4
Gambar 1. Potongan koklea4
Organ Corti terdapat pada skala media dan terletak pada membran
basilaris. Organ Corti merupakan lokasi terjadinya mekanisme transduksi suara.
Komponen utama organ Corti adalah tiga lapis sel rambut luar ( outer hair cells/
OHCs ), satu lapis sel rambut dalam ( inner hair cells/ IHCs ), sel penyokong
( Deiters, Hensen, Claudius ), membran tektoria dan komplek lamina retikularis.
Setiap sel memiliki stereosilia yang menembus lapisan membran tektorial sel
rambut luar dan sel rambut dalam dan memegang peranan penting pada
perubahan energi mekanik menjadi energi listrik.3-5
Gambar .2. Organ Corti7
5
Sel rambut dalam berjumlah sekitar 3500 sel dan sel rambut luar
berjumlah sekitar 12.000 sel yang berperan dalam mengubah hantaran suara
dalam bentuk energi akustik menjadi impuls listrik. Baik sel-sel rambut luar
maupun dalam merupakan mekanoreseptor. Sistem persarafan pada sel-sel
rambut dalam 90% terdiri dari serabut aferen, sel-sel rambut luar 10% terdiri
dari serabut eferen.4,5
Serabut saraf berselubung mielin memiliki resistensi membran yang
lebih besar jika dibandingkan serabut saraf yang tidak memiliki selubung mielin.
Resistensi membran yang normal dapat menghalangi kebocoran arus impuls.
Jika oleh karena suatu penyakit atau sebab lain, ketebalan mielin menjadi
berkurang, resistensi sepanjang membran akan berkurang dan arus potensial
listrik tidak dapat mengalir jauh, akhirnya keadaan ini akan menurunkan
kecepatan hantaran saraf. Hal yang sama terjadi bila sel Schwan pada serabut
saraf rusak, saraf akan menjadi tidak bermielin dan sebagai akibatnya arus
impuls tidak dapat melewati daerah tersebut.3,7
Sel-sel rambut luar dibantu sel-sel penunjang sehingga membuatnya
dapat berkontraksi. Sel-sel rambut luar mempunyai kemampuan
elektromotilitas, sehingga deviasi sel-sel rambut akan menginduksi depolarisasi
sel. Keadaan tersebut mengakibatkan oskilasi mekanik yang kecil menjadi
oskilasi mekanik besar, sehingga dapat mengubah suara yang pelan menjadi
suara yang keras. Fungsi tersebut membuat sel-sel rambut luar dikenal sebagai
amplifier biologis. Koklea mempunyai fungsi dasar, yaitu pertama
menerjemahkan energi suara kedalam suatu bentuk yang sesuai untuk
merangsang ujung saraf auditorius, dan kedua dapat memberikan kode
parameter akustik, sehingga otak dapat memproses informasi yang terkandung
didalam stimulus suara.3,4
Organ Corti berfungsi dalam transduksi suara dengan menggunakan sel
sensoris ( tiga deret sel rambut luar dan satu deret sel rambut dalam ). Defleksi
yang terjadi pada stereosilia ( sel rambut ) pada sel sensoris merupakan efek dari
gelombang yang disebabkan oleh proses transduksi itu sendiri. Perjalanan
gelombang terjadi di sepanjang membran basilaris, menggerakkan dasar apeks
koklea dan menimbulkan perangsangan respon seperti piston yang terdapat pada
6
stapes di telinga tengah. Perjalanan gelombang menghasilkan gelombang tinggi
yang berlokasi di basal membran untuk nada frekuensi tinggi dan bagian apeks
untuk frekuensi rendah.3-5
Getaran pada membran basilaris dapat menimbulkan gerak relatif antara
membran basilaris dan membran tektoria yang merupakan rangsang mekanik.
Rangsang tersebut menyebabkan defleksi stereosilia sel-sel rambut dan terjadi
pelepasan ion-ion bermuatan listrik. Defleksi tersebut menyebabkan kalium
masuk kedalam sel. Masuknya ion kalium kedalam sel akan menyebabkan
saluran ion kalsium keluar dari dalam sel rambut. Ion kalsium memacu vesikel
yang berisi neurotransmiter, bergabung dengan membran sel rambut. Kemudian
neurotransmiter dilepas ke ruang sinaps sehingga menghasilkan potensial aksi
yang akan diteruskan ke serabut-serabut saraf VIII menuju nukleus koklearis.
Impuls dari nukleus koklearis berjalan menuju nukleus olivarius homolateral
dan sebagian impuls diteruskan ke lemniskus lateralis dan kemudian berlanjut
menuju ke kolikulus inferior.4,5
Gambar .3. Suplai pembuluh darah koklea4
Impuls tersebut selanjutnya diteruskan ke korteks auditorius. Informasi
dari kedua telinga akan berkonvergensi pada masing-masing olivarius superior.
Pada tingkat yang lebih tinggi sebagian neuron memberikan respon terhadap
7
impuls dari kedua sisi. Pada manusia korteks pendengaran primer terletak di
area 41 Brodmann yang terletak pada girus temporalis superior.3-5
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari arteri auditorius internus,
yang berasal dari arteri sereberal inferior anterior, tapi kadang berasal langsung
dari arteri basilaris. Arteri ini merupakan suatu end artery yang tidak
mempunyai pembuluh darah anastomosis.3
Arteri auditorius internus segera setelah memasuki meatus auditorius
internus terbagi menjadi tiga cabang. Satu cabang mengikuti nervus vestibularis
dan memperdarahi saraf tersebut, duktus semisirkuler, utrikulus dan sakulus.
Cabang kedua adalah arteri vestibulokoklea yang memperdarahi sakulus,
utrikulus, kanalis semisirkularis posterior dan putaran basiler koklea. Cabang
terakhir adalah arteri koklea. Arteri ini memasuki modiolus, kemudian menjadi
pembuluh-pembuluh darah spiral yang berjalan melalui basis lamina spiralis
bagian tulang. Cabang-cabang arteri spiral berjalan melalui kanalikuli ke basis
organ Corti. Cabang lain mendarahi dinding vestibuli dan skala timpani.
Keduanya berakhir pada stria vaskularis. Aliran vena telinga dalam mempunyai
tiga jalur aliran. Dari koklea putaran basiler koklea dan vestibulum anterior
dilakukan oleh vena koklearis melalui suatu saluran yang berjalan sejajar
dengan akuaduktus koklea dan masuk ke dalam sinus petrosa inferior. Aliran
vena ketiga mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus sigmoid.
Pleksus ini mengalirkan darah dari labirin posterior.3-5,7
Gambar 4. Vaskularisasi koklea7
8
Nervus auditorius mengandung serabut aferen dan eferen. Serabut aferen
meninggalkan telinga dalam melalui kanalis auditorius internus berlokasi pada
permukaan posterior bagian petrosus tulang temporal. Mereka memasuki batang
otak pada level cerebropontine angle ( CPA ) dan berakhir di dalam cochlear
nucleus complex ( CNC ). Sel-sel serabut eferen berlokasi di dalam superior
olivary complex ( di dalam inti periolivary dan preolivary ). Seperti pada
binatang, sebagian besar serabut eferen pada manusia bersinapsis dengan sel
rambut luar dan sebagian kecil bersinapsis dengan dendrit dari serabut aferen
dibawah sel rambut dalam. Serabut eferen memasuki kanalis auditorius internus.
Susunan tonopotik koklea dijaga di dalam nervus koklearis. Frekuensi tinggi
berada di bagian perifer ( permukaan ) saraf, sedangkan frekuensi rendah berada
di bagian yang lebih dalam.6
Definisi Bunyi
Bunyi adalah perubahan tekanan yang dapat dideteksi oleh telinga atau
gelombang longitudinal yang merambat melalui medium. Medium atau zat
perantara ini dapat berupa zat cair, padat, atau gas. Gelombang mekanis yang
terjadi di alam dan paling penting dalam kehidupan sehari-hari adalah gelombang
bunyi. Hal ini dikarenakan telinga manusia sangat peka dan mampu mendeteksi
gelombang bunyi sampai batas intensitas yang sangat rendah. Bagaimana suatu
gelombang bunyi dapat diterima bergantung dari frekuensi, amplitudo dan bentuk
gelombangnya.9,10
Kebanyakan suara adalah merupakan gabungan berbagai sinyal, tetapi
suara murni secara teoritis dapat dijelaskan dengan kecepatan osilasi atau
frekuensi yang diukur dalam Hertz ( Hz ) dan amplitudo atau kenyaringan bunyi
dengan pengukuran dalam desibel. Manusia mendengar bunyi saat gelombang
bunyi sampai kegendang telinga manusia. Batas frekuensi bunyi yang dapat
didengar oleh telinga manusia antara 20 Hz sampai 20.000 Hz pada amplitudo
umum dengan berbagai variasi dalam kurva responnya. Bunyi dibawah 20 Hz
disebut infrasonik, dimana bunyi tersebut akan lemah sekali dan dirasakan seperti
hanya getaran saja. Bunyi diatas 20.000 Hz disebut ultrasonik dimana biasanya
9
banyak digunakan dalam bidang medis untuk pengobatan. Amplitudo menentukan
kuat dan lemahnya tekanan suara. Makin besar amplitudo dari gelombang suara
tersebut semakin kuat pula tekanan suaranya. Satuan ukuran bagi tekanan suara
ialah Bel (B), tetapi ukuran tersebut sebenarnya terlalu besar untuk dipergunakan
pada kejadian yang biasa kerena itu satuan Desibel lebih lazim dipergunakan
( 1 desibel = 1 dB = 0,1 B ). Satu dB merupakan besarnya tekanan suara ditingkat
ambang batas pendengaran pada frekuensi 1000 Hz, yaitu tekanan minimal yang
masih dapat didengar sebagai bisikan lembut.10,12
Definisi Kebisingan
Bising adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat
mengganggu kesehatan dan kenyamanan lingkungan yang dinyatakan dalam
satuan desibel (dB). Kebisingan juga dapat didefinisikan sebagai bunyi yang tidak
disukai, suara yang mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan. Definisi
kebisingan menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI No.48/1996 adalah
bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu
tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan
lingkungan. Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja, definisi kebisingan
adalah suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi
yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan
pendengaran. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan, definisi
kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu
atau membahayakan kesehatan ( KepMenKes No. 1405, 2002 ). Dalam
menentukan efek kebisingan terhadap kesehatan maka KepMenkes membagi
beberapa zona dimana kebisingan akan memberikan efek pada manusia sesuai
dengan lokasi kebisingan, yaitu zona A dengan batas kebisingan 35 – 45 db
merupakan zona bagi tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan
atau sosial dan sejenisnya. Zona B dengan batas kebisingan 45 – 55 db
merupakan zona bagi tempat perumahan, pendidikan, rekreasi dan sejenisnya.
Zona C dengan batas kebisingan 50 – 60 db merupakan zona bagi perkantoran,
pertokoan, perdagangan, pasar dan sejenisnya, sementara zona D dengan batas
10
kebisingan 60 – 70 db merupakan zona bagi industri, pabrik, stasiun kereta api,
terminal bis dan sejenisnya.11-13
Di tempat kerja kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan
besar, yaitu kebisingan tetap dan kebisingan tidak tetap. Kebisingan tetap
dipisahkan menjadi dua jenis yaitu: a). Kebisingan dengan frekuensi terputus
(discrete frequency noise), yaitu kebisingan berupa nada – nada murni pada
frekuensi yang beragam, contohnya suara mesin, suara kipas dan sebagainya.
b). Board band noise, yaitu kebisingan dengan frekuensi terputus dan digolongkan
sebagai kebisingan tetap ( steady noise ). Perbedaannya adalah board band noise
terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi bukan nada murni. Sementara itu,
kebisingan tidak tetap ( unsteady noise ) dibagi menjadi: a). Fluctuating noise
( Kebisingan fluktuatif ), yaitu kebisingan yang selalu berubah-ubah selama
rentang waktu tertentu. b). Intermitten noise ( Kebisingan yang terputus-putus dan
berubah-ubah ), yaitu kebisingan yang besaran dan bentuknya berubah-ubah,
contohnya kebisingan lalu lintas. c). Impulsive noise ( Kebisingan impulsif ), yaitu
kebisingan yang dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi ( memekakkan
telinga ) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api dan alat
sejenisnya.13,14
Sumber Kebisingan
Sumber kebisingan tidak hanya berasal dari lingkungan kerja saja akan
tetapi dapat juga dari bidang hiburan, olah raga, pendidikan, rekreasi, bahkan
lingkungan pemukiman dapat juga terkontaminasi oleh bising. Menurut Prasetyo
dalam bukunya berjudul “ Akuistik Lingkungan “ membagi sumber bising
menjadi bising dalam dan bising luar. Bising dalam yaitu sumber bising yang
berasal dari manusia, bengkel mesin dan peralatan rumah tangga, sementara
bising luar merupakan sumber bising yang berasal dari lalu lintas, industri, tempat
pembangunan gedung dan sebagainya. Adenan telah melakukan penelitian pada
43 orang penduduk yang bertempat tinggal di sekitar lebih kurang 500 meter dari
ujung landasan bandara Polonia Medan, dengan lama hunian sekitar 5 tahun dan
rentang usia 20-42 tahun. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan sebanyak 50%
menderita tuli saraf akibat bising, pada penduduk dengan rata-rata lama tinggal 17
11
tahun waktu terpajan rata-rata 22 jam / hari. Pajanan bising pada sarana
transportasi umum ditambah bising jalan raya mungkin merupakan salah satu
penyebab cepat lelah, penurunan kewaspadaan dan dalam kurun waktu tertentu
dapat menimbulkan gangguan pendengaran pada pengemudinya. Keadaan
tersebut bila dibiarkan, dapat menyebabkan kerugian materi, membahayakan bagi
diri dan pengguna jalan lainnya.15,17
Lingkungan kerja suatu pabrik atau ruang praktikum SMK memiliki
sumber kebisingan yang beragam. Kebisingan yang timbul dapat bersumber dari :
a). Suara mesin. Jenis mesin penghasil suara di tempat kerja sangat bervariasi,
demikian pula karakteristik suara yang dihasilkan. Contoh: mesin pembangkit
tenaga listrik seperti genset, mesin tenun, mesin diesel dan sebagainya. Di tempat
kerja mesin pembangkit tenaga listrik umumnya menjadi sumber kebisingan
berfrekuensi rendah ( <400 Hz ).16
Gambar 5 : mesin tenun tekstil
b). Benturan antara alat kerja dan benda kerja. Proses menggerinda permukaan
metal dan umumnya pekerjaan penghalusan perrnukaan benda kerja,
penyemprotan, pengupasan cat ( sand blasting ), pengeringan ( riveting ),
menggunakan palu ( hammering ), dan pemotongan seperti proses penggergajian
kayu dan metal cutting, merupakan sebagian contoh bentuk benturan antara alat
kerja dan benda kerja ( material-material solid, liquid atau kombinasi antara
keduanya ) yang menimbulkan kebisingan. Penggunaan gergaji bundar ( circular
blades ) dapat menimbulkan tingkat kebisingan antara 80 dB – 120 dB. c). Aliran
Material. Aliran gas, air atau material-material cair dalam pipa distribusi material
di tempat kerja, apalagi yang berkaitan dengan proses penambahan tekanan ( high
pressure processes ) dan pencampuran, sedikit banyak akan menimbulkan
kebisingan di tempat kerja. Demikian pula dengan proses-proses transportasi
12
material-material padat seperti batu, kerikil, potongan-potongan metal yang
melalui proses pencurahan ( gravity based ). d). Manusia. Dibandingkan dengan
sumber suara lainnya, tingkat kebisingan suara manusia memang jauh lebih kecil.
Namun demikian, suara manusia tetap diperhitungkan sebagai sumber suara di
tempat kerja.15,16
Jenis – jenis Kebisingan
Jenis-jenis kebisingan berdasarkan sifat dan spektrum bunyi dapat dibagi
sebagai berikut:4,18
a). Bising yang berlanjut ( continue ) . Bising dimana fluktuasi dari intensitasnya
tidak lebih dari 6 dB dan tidak putus - putus. Bising ini dibagi menjadi 2 (dua)
yaitu : 1) Wide Spectrum, merupakan bising dengan spektrum frekuensi yang
luas. Bising ini relatif tetap dalam batas kurang dari 5 dB untuk periode 0,5 detik
berturut-turut, seperti suara kipas angin, suara mesin tenun. 2). Narrow Spectrum,
bising ini juga relatif tetap, akan tetapi hanya mempunyai frekuensi tertentu saja
( 500 Hz, 1000 Hz atau 4000 Hz ) seperti gergaji sirkuler atau katup gas.
b). Bising terputus – putus. Bising jenis ini sering disebut juga intermitent noise,
yaitu bising yang berlangsung secara tidak terus-menerus, melainkan ada periode
relatif tenang, misalnya lalu lintas, kendaraan, kapal terbang atau kereta api.
c). Bising impulsif. Bising jenis ini memiliki perubahan intensitas suara melebihi
40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya seperti
suara tembakan suara ledakan mercon atau meriam.
d). Bising impulsif berulang. Sama dengan bising impulsif, hanya bising ini
terjadi berulang - ulang, misalnya bising dari mesin tempa.
Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dapat dibagi atas : a).
Bising yang mengganggu ( Irritating noise ). Merupakan bising yang mempunyai
intensitas tidak terlalu keras, misalnya mendengkur. b). Bising yang menutupi
( Masking noise ). Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas,
secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan
tenaga kerja , karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tertutupi oleh bising dari
sumber lain. c). Bising yang merusak ( damaging / injurious noise ). Merupakan
13
bunyi yang intensitasnya melampaui Nilai Ambang Batas ( NAB ). Bising jenis
ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.14,18
Gambaran Umum Ruang Praktikum SMK
Sekolah Menengah Kejuruan yang selanjutnya disingkat SMK adalah
salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan
kejuruan pada jenjang Pendidikan Menengah sebagai lanjutan dari SMP atau
bentuk lain yang sederajat. Pembelajaran di SMK dilaksanakan untuk memenuhi
kebutuhan tenaga dibidang industri, sehingga kegiatan proses belajar di SMK
lebih menekankan pada kegiatan praktek lapangan, dimana presentasi praktek
70% dan teori hanya 30%. SMK terdiri dari enam bidang keahlian yang masing-
masing dibagi lagi menjadi berbagai kompetensi keahlian dengan jumlah 121
pilihan kompetensi keahlian. Bidang keahlian dengan tingkat kebisingan ruang
praktikum yang tinggi banyak terdapat pada bidang teknologi dan rekayasa, antara
lain teknik mesin, otomotif, perkapalan dan instrumentasi industri. Setiap siswa
SMK wajib mengikuti kegiatan praktikum sesuai kompetensi keahliannya, dengan
jadwal kegiatan praktikum diadakan tiga kali seminggu yang berlangsung selama
6 - 8 jam setiap praktikum. Ruang praktikum SMK berisi peralatan-peralatan yang
dapat menimbulkan kebisingan. Berdasarkan pemeriksaan kebisingan ruang
praktikum SMK dengan Sound Level Meter yang dilakukan oleh Komnas dan
Komda PGPKT di 15 kota besar di Indonesia didapatkan bising mulai dari 95,9
dB sampai 120,7 dB. Di SMK Palembang sendiri didapatkan hasil bising tertinggi
sebesar 103,2 dB yang berasal dari ruang praktikum bagian otomotif.15,16
Pengaruh Bising Terhadap Kesehatan
Bising merupakan suara atau bunyi yang mengganggu. Bising dapat
menyebabkan berbagai gangguan terutama gangguan pendengaran, selain itu juga
gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan gangguan
keseimbangan. Ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan
Auditory, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non Auditory
seperti gangguan komunikasi, ancarnan bahaya keselamatan, menurunnya
14
performa kerja, stres dan kelelahan. Lebih rinci dampak kebisingan terhadap
kesehatan pekerja dijelaskan sebagai berikut :17,19
Gangguan Pendengaran
Perubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekuensi
bunyi, intensitas dan lama waktu paparan, dapat berupa :1). Adaptasi. Bila telinga
terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa terganggu oleh
kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi
karena suara terasa tidak begitu keras seperti pada awal pemaparan.
2).Peningkatan ambang dengar sementara. Terjadi kenaikan ambang pendengaran
sementara yang secara perlahan – lahan akan kembali seperti semula. Keadaan ini
berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam bahkan sampai beberapa
minggu setelah pemaparan. Kenaikan ambang pendengaran sementara ini mula-
mula terjadi pada frekuensi 4000 Hz, tetapi bila pemaparan berlangsung lama
maka kenaikan nilai ambang pendengaran sementara akan menyebar pada
frekuensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu pemaparan makin
besar perubahan nilai ambang pendengarannya. Respon tiap individu terhadap
kebisingan tidak sama tergantung dari sensitivitas masing-masing individu.
3).Peningkatan ambang dengar menetap. Kenaikan terjadi setelah seseorang
cukup lama terpapar kebisingan, terutama terjadi pada frekuensi 4000 Hz.
Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat permanen, tidak dapat
disembuhkan . Kenaikan ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah
3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan baru setelah 10 - 15
tahun setelah terjadi pemaparan. Penderita mungkin tidak menyadari bahwa
pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah dilakukan
pemeriksaan audiogram.19,20
Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya
sembuh setelah istirahat beberapa jam ( 1 – 2 jam ). Bising dengan intensitas
tinggi dalam waktu yang cukup lama ( 10 – 15 tahun ) akan menyebabkan
robeknya sel-sel rambut organ Corti sampai terjadi destruksi total organ Corti.
Proses ini belum jelas terjadinya, tetapi mungkin karena rangsangan bunyi yang
berlebihan dalam waktu lama dapat mengakibatkan perubahan metabolisme dan
vaskuler sehingga terjadi kerusakan degeneratif pada struktur sel-sel rambut organ
15
Corti, sehingga terjadi kehilangan pendengaran yang permanen. Umumnya
frekuensi pendengaran yang mengalami penurunan intensitas adalah antara 3000 –
6000 Hz dan kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang terberat terjadi pada
frekuensi 4000 Hz ( Boiler maker notch ). Ini merupakan proses yang lambat dan
tersembunyi, sehingga pada tahap awal tidak disadari oleh para pekerja. Hal ini
hanya dapat dibuktikan dengan pemeriksaan audiometri. Apabila bising dengan
intensitas tinggi tersebut terus berlangsung dalam waktu yang cukup lama,
akhirnya pengaruh penurunan pendengaran akan menyebar ke frekuensi
percakapan ( 500 – 2000 Hz ). Pada saat itu pekerja mulai merasakan ketulian
karena tidak dapat mendengar pembicaraan sekitarnya. Secara umum efek
kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas dua kategori yaitu : 1). Noise
Induced Temporary Threshold Shift ( NITTS ), dimana seseorang yang pertama
sekali terpapar suara bising akan mengalami berbagai perubahan, yang pertama
timbul adalah ambang pendengaran bertambah tinggi pada frekuensi tinggi. Pada
gambaran audiometri tampak sebagai “ takik “ yang curam pada frekuensi 4000
Hz. Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat
sementara, yang disebut juga NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan
bising biasanya pendengaran dapat kembali normal. 2). Noise Induced Permanent
Threshold Shift ( NIPTS ), untuk merubah NITTS menjadi NIPTS diperlukan
waktu bekerja dilingkungan bising selama 10 – 15 tahun, tetapi hal ini bergantung
juga kepada tingkat suara bising dan kepekaan seseorang terhadap suara bising
NIPTS yang umumnya terjadi pada frekuensi 4000 Hz dan perlahan-lahan
meningkat dan menyebar ke frekuensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa
keluhan, tetapi apabila sudah menyebar sampai ke frekuensi yang lebih rendah
( 2000 dan 3000 Hz ) keluhan akan timbul. Pada mulanya seseorang akan
mengalami kesulitan untuk mengadakan pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi
bila sudah menyebar ke frekuensi yang lebih rendah maka akan timbul kesulitan
untuk mendengar suara yang sangat lemah. Takik bermula pada frekuensi 3000 –
6000 Hz, dan setelah beberapa waktu gambaran audiogram menjadi datar pada
frekuensi yang lebih tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekuensi 4000 Hz
akan terus bertambah dan menetap setelah 10 tahun dan kemudian
perkembangannya menjadi lebih lambat.19,20
16
Gangguan Fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila
terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan
tekanan darah, peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada
tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. Bising
dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing / sakit kepala. Hal ini
disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga
dalam yang akan menimbulkan evek pusing / vertigo. Perasaan mual, susah tidur
dan sesak nafas disebabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf,
keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan
keseimbangan elektrolit.19,20
Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,
susah tidur, cemas dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama
dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, sakit jantung, stres,
kelelahan dan lain-lain. Suara secara psikologis dianggap sebagai bising dapat
disebabkan oleh tiga faktor yaitu volume, perkiraan dan pengendalian. Dari faktor
volume dapat dijelaskan bahwa suara yang semakin keras akan dirasakan semakin
mengganggu. Jika suara bising itu dapat diperkirakan datangnya secara teratur,
kesan gangguan yang ditimbulkan akan lebih kecil daripada suara itu datang tiba-
tiba atau tidak teratur, lain halnya jika suara itu bisa dikendalikan.19-21
Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect ( bunyi yang
menutupi pendengaran yang kurang jelas ) atau gangguan kejelasan suara.
Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Dalam ruangan
kerja yang bising, pekerja akan berhubungan pada jarak yang dekat ( sekitar 1 m ).
Pada jarak ini komunikasi dapat dicapai dengan suara normal apabila background
noise paling tinggi 78 dB. Batas maksimal kebisingan dalam ruang kerja adalah
62 dB, dimana pada level ini komunikasi masih bisa berlangsung pada jarak
sekitar 2 m. Gangguan komunikasi akibat bising ini menyebabkan terganggunya
pekerjaan dan kadang dapat terjadi salah pengertian karena tidak mendengar
isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung
17
membahayakan keselamatan seseorang dan dapat menurunkan kualitas dan
kuantitas kerja.21
Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan seperti berjalan di
ruang angkasa atau rasa melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis
berupa kepala pusing ( vertigo ) atau mual-mual.21
Kekerapan
Pada awal penelitian epidemiologi gangguan pendengaran yang
disebabkan bising didapatkan adanya hubungan atau faktor resiko antara
pekerjaan, paparan tingkat kebisingan dan derajat gangguan pendengaran. NIHL
merupakan masalah serius bagi banyak pekerja di seluruh dunia. Berdasarkan data
dari National Institute for Occupational Safety and Health ( NIOSH ) sejak tahun
1980 sampai 1990 didapatkan sekitar 10 juta pekerja di Amerika Serikat
menderita gangguan pendengaran dengan tingkat keparahan dari ringan sampai
sangat berat. David Robert melaporkan bahwa bising di tempat kerja merupakan
masalah utama dalam kesehatan kerja di berbagai negara. Diperkirakan sedikitnya
7 juta orang terpajan bising dengan intensitas ≥ 85 dB. Phoon W dkk melaporkan
bahwa ketulian yang terjadi dalam industri menduduki urutan pertama dalam
daftar penyakit akibat kerja di Amerika Serikat dan Eropa. Sucipto melaporkan
lebih dari 50 % tenaga kerja tekstil dengan masa kerja 1 – 10 tahun mengalami
NIHL pada frekuensi 3000 dan 4000 Hz. Survey terakhir dari Multy Center Study
( MCS ) juga menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu dari empat
negara di Asia Tenggara dengan prevalensi NIHL cukup tinggi, yakni sebesar 4,6
%. Menurut penelitian tersebut prevalensi 4,6 % sudah bisa menjadi referensi
bahwa NIHL memiliki andil besar dalam menimbulkan masalah sosial di tengah
masyarakat. Feidihal melakukan penelitian tentang tingkat kebisingan dan
pengaruhnya terhadap mahasiswa di ruang praktikum teknik mesin Politeknik
Negeri Padang. Berdasarkan penelitian ini didapatkan hasil bahwa kebisingan
yang terjadi menyebabkan gangguan pendengaran, komunikasi, fisiologis dan
psikologis pada mahasiswa.6-8,20
18
Patogenesis
Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel
rambut. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang
menunjukkan adanya degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan
lama paparan. Stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga
mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan bertambahnya intensitas dan
durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya
stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan
hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut.
Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel
penunjang juga rusak. Dengan semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut,
dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di nukleus
pendengaran pada batang otak.5,7,21,22
Dari sudut makromekanikal ketika gelombang suara lewat, membrana
basilaris meregang sepanjang sisi ligamentum spiralis, dimana bagian tengahnya
tidak disokong. Pada daerah ini terjadi penyimpangan yang maksimal. Sel-sel
penunjang disekitar sel rambut dalam juga sering mengalami kerusakan akibat
paparan bising yang sangat kuat dan hal ini kemungkinan merupakan penyebab
mengapa baris pertama sel rambut luar yang bagian atasnya bersinggungan
dengan phalangeal process dari sel pilar luar dan dalam merupakan daerah yang
paling sering rusak. Energi mekanis ditransduksikan kedalam peristiwa
intraseluler yang memacu pelepasan neurotransmitter. Saluran transduksi berada
pada membran plasma pada masing - masing silia, baik didaerah tip atau
sepanjang tangkai ( shaft ), yang dikontrol oleh tip links, yaitu jembatan kecil
diantara silia bagian atas yang berhubungan satu sama lain. Gerakan mekanis pada
barisan yang paling atas membuka ke saluran menyebabkan influks K+ dan Ca++
dan menghasilkan depolarisasi membran plasma. Pergerakan daerah yang
berlawanan akan menutup saluran serta menurunkan jumlah depolarisasi
membran. Apabila depolarisasi mencapai titik kritis dapat memacu peristiwa
intraseluler. Telah diketahui bahwa sel rambut luar memiliki sedikit aferen dan
banyak eferen. Gerakan mekanis membrana basilaris merangsang sel rambut luar
berkontraksi sehingga meningkatkan gerakan pada daerah stimulasi dan
19
meningkatkan gerakan mekanis yang akan diteruskan ke sel rambut dalam dimana
neuro transmisi terjadi. Kerusakan sel rambut luar mengurangi sensitifitas dari
bagian koklea yang rusak. Kekakuan silia berhubungan dengan tip links yang
dapat meluas ke daerah basal melalui lapisan kutikuler sel rambut. Liberman dan
Dodds ( 1987 ) memperlihatkan keadaan akut dan kronis pada awal kejadian dan
kemudian pada stimulasi yang lebih tinggi, fraktur daerah basal dan hubungan
dengan hilangnya sensitifitas saraf akibat bising. Fraktur daerah basal
menyebabkan kematian sel. Paparan bising dengan intensitas rendah
menyebabkan kerusakan minimal silia, tanpa fraktur daerah basal atau kerusakan
tip links yang luas. Tetapi suara dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan
kerusakan tip links sehingga menyebabkan kerusakan yang berat, fraktur daerah
basal dan perubahan-perubahan sel yang ireversibel.22-24
Lokasi dan perubahan histopatologi yang terjadi pada telinga akibat
kebisingan adalah sebagai berikut : 1). Kerusakan pada sel sensoris, dimana
terjadi degenerasi pada daerah basal dari duktus koklearis, pembengkakan dan
robekan dari sel-sel sensoris. 2). Kerusakan pada stria vaskularis, dimana suara
dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan kerusakan stria vaskularis oleh
karena penurunan bahkan penghentian aliran darah pada stria vaskularis dan
ligamen spiralis sesudah terjadi rangsangan suara dengan intensitas tinggi. 3).
Kerusakan pada serabut saraf dan “ nerve ending “. Keadaan ini masih banyak
dipertentangkan, tetapi pada umumnya kerusakan ini merupakan akibat sekunder
dari kerusakan-kerusakan sel-sel sensoris. 4). Hidrops endolimfe.25,26
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, antara lain usia siswa SMK,
riwayat gangguan pendengaran sebelumnya, gangguan pendengaran terjadi secara
perlahan atau tiba - tiba, riwayat gangguan pendengaran pada keluarga, riwayat
infeksi telinga dan gangguan lain, riwayat cedera kepala atau telinga, riwayat
penggunaan obat-obat ototoksik, atau riwayat terpajan zat-zat toksik seperti
toluen, benzen dan silen. Juga ditanyakan kegiatan yang bukan di tempat kerja
misalnya hobi yang berhubungan dengan kebisingan yaitu menembak,
mendengarkan musik keras dan lain-lain. Anamnesis pernah bekerja atau sedang
20
bekerja di lingkungan bising dalam jangka waktu cukup lama, biasanya lima
tahun atau lebih. Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak dijumpai kelainan. Pada
pemeriksaan THT dan otoskopik juga tidak ditemukan kelainan. Pada
pemeriksaan audiologik dapat dilakukan pemeriksaan tes penala, audiometri nada
murni dan emisi otoakustik. Pada pemeriksaan kualitatif dengan tes penala rutin
( tes rinne, weber dan schwabach ) mungkin didapatkan hasil rinne positif, weber
lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan schwabach memendek,
sesuai dengan ketulian jenis sensorineural. Pemeriksaan audiometri nada murni
merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis gangguan pendengaran akibat bising. Pada pemeriksaan audiometri
didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi 3000-6000 Hz dan pada frekuensi
4000 Hz sering terdapat takik ( notch ) yang patognomonik untuk jenis ketulian
tersebut. Pemeriksaan audiometri harus dilakukan dengan persiapan yang baik,
dilakukan kalibrasi alat dan sound proof room sebelum digunakan, bising latar
belakang harus diperhatikan, siswa yang akan diperiksa harus terhindar dari
pajanan bising sebelum pemeriksaan dilakukan. Hal itu dilakukan untuk
menghindari peningkatan ambang dengar sementara ( temporary threshold shift /
TTS ). Pemeriksaan lain yang saat ini juga disarankan adalah pemeriksaan emisi
otoakustik ( OAE ). Pemeriksaan OAE dapat memberikan informasi adanya
kerusakan sel-sel rambut koklea yang diakibatkan pajanan bising.25,27
Penatalaksanaan
Bising dengan intensitas lebih dari 85 dB dalam waktu tertentu dapat
menyebabkan ketulian, sehingga bising di lingkungan industri maupun di ruang
praktikum siswa SMK harus diusahakan lebih rendah dari 85 dB. Hal ini dapat
diusahakan dengan meredam sumber bunyi, misalnya yang berasal dari generator
dipisah dengan menempatkannya di suatu ruangan yang dapat meredam bunyi.
Pintu, jendela dan penyekat hendaknya memiliki sifat menyerap atau meredam
suara. Langkah yang sangat penting dalam rangka usaha perlindungan terhadap
bising harus diawali sejak merancang dan menata ruang praktikum tersebut.
Salah satu cara untuk meredam suara bising adalah dengan memakai alat
pelindung telinga dimana alat pelindung telinga yang baik harus dapat menutupi
21
liang telinga dengan rapat dan nyaman saat digunakan. Alat pelindung telinga
dapat berupa sumbat telinga ( ear plugs ), tutup telinga ( ear muffs ) atau
pelindung kepala ( helmet ). Terdapat beberapa tipe sumbat telinga yaitu
formable type , custom-molded type dan premolded type. Sumbat telinga bisa
mengurangi bising sampai 30 dB. Tutup telinga menutupi seluruh telinga
eksternal dan digunakan untuk mengurangi bising sampai 40- 50 dB pada
frekuensi 100 – 8000 Hz. Pelindung kepala menutupi seluruh kepala dan
digunakan untuk mengurangi bising maksimum 35 dB pada 250 Hz sampai 50
dB pada frekuensi tinggi.4,7,14,28
Intensitas (dB) Pemakaian APD Pemilihan APD
< 85 Tidak wajib/perlu Bebas memilih
85 – 89 Optional Bebas memilih
90 – 94 Wajib Bebas memilih
95 – 99 Wajib Pilihan terbatas
> 100 Wajib Pilihan sangat terbatas
Tabel 1: Pedoman penggunaan APD14
Gangguan pendengaran akibat bising merupakan jenis tuli saraf koklea
yang dapat bersifat menetap ( irreversible ). Bila gangguan pendengaran sudah
mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, maka
dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar ( ABD ). Apabila pendengarannya
telah sedemikian buruk, sehingga dengan memakai ABD pun tidak dapat
berkomunikasi dengan adekuat, perlu dilakukan psikoterapi supaya pasien dapat
menerima keadaannya. Latihan pendengaran ( auditory training ) juga dapat
dilakukan agar pasien dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara
efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir ( lip reading ), mimik dan gerakan
anggota badan serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi.25,27
Pencegahan
Program Konservasi Pendengaran ( PKP ) merupakan program yang
diterapkan di lingkungan tempat kerja untuk mencegah gangguan pendengaran
akibat terpajan kebisingan pada pekerja. Program tersebut sebaiknya juga dapat
22
dilakukan pada siswa SMK agar para siswa terhindar dari efek buruk yang
diakibatkan dari bising suara mesin pada ruang praktikum mereka. Program
tersebut terdiri atas 7 komponen yaitu : 1). Identifikasi dan analisis sumber bising.
2). Kontrol kebisingan dan administrasi. 3). Tes audiometri berkala 4). Alat
pelindung diri. 5). Motivasi dan edukasi pekerja. 6). Pencatatan dan pelaporan
data. 7). Evaluasi program. Tujuan survei kebisingan adalah untuk mengetahui
adanya sumber bising yang melebihi nilai ambang batas ( NAB ) yang
diperkenankan dan mengetahui apakah bising mengganggu komunikasi pekerja,
atau perlu mengikuti PKP.24,28
DURASI PER HARI INTENSITAS ( dB )
8 jam 85
4 88
2 91
1 94
30 menit 97
15 100
7,5 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112
28,12 detik 115
14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
Tabel 2 : Peraturan Pemerintah mengenai kebisingan dalam Keputusan Menteri
Tenaga Kerja nomor KEP-51/MEN/199914
23
Survei kebisingan meliputi survei area dan survei dosis pajanan harian dan
enginering survey. Survei area yang dilakukan adalah melakukan pemantauan
kebisingan lingkungan kerja, mengidentifikasi sumber bising di lingkungan kerja,
sumber bising yang melebihi nilai ambang batas, menentukan perlunya
pengukuran lebih lanjut ( analisis frekuensi ), serta membuat peta kebisingan
(noise mapping). Enginering Survey yaitu melakukan analisis frekuensi untuk
pengendalian, mengetahui pola kebisingan untuk pemeliharaan, modifikasi,
rencana pembelian peralatan mesin berikutnya, menentukan area yang perlu alat
pelindung pendengaran dan mengusulkan pengendalian yang diperlukan.28
Peralatan survei kebisingan adalah sound level meter, octave band
analyzer, noise dosimeter, dan audiometer. Peralatan tersebut sebaiknya mudah
dioperasikan, murah dan terjangkau serta mudah pemeliharaannya. SLM untuk
mengukur besarnya intensitas bunyi, dilengkapi dengan mikrofon, amplifier dan
kalibrator. SLM dapat mengukur kebisingan secara sederhana. Sementara Octave
band analyzer mengukur kebisingan secara lebih rinci pada tiap frekuensi,
sehingga dapat dibuat peta kebisingan di setiap tempat kerja yang dicurigai
terpajan bising. Noise dosimeter adalah alat yang dapat mengukur intensitas bunyi
yang diterima pekerja selama masa kerjanya yang berpindah-pindah, dapat dibuat
cetakannya untuk mengetahui tingkat intensitas bising yang diterima pekerja
tesebut. Data tersebut sangat berguna untuk upaya pengendalian selanjutnya.28
Membuat peta kebisingan adalah dengan memberi warna di daerah yang
digambar sesuai dengan intensitas kebisingannya yaitu: hijau < 80 dB, kuning 80-
85 dB, jingga 85–88 dB, merah muda 88-91 dB, merah 91-94 dB, merah tua > 94
dB. Pada program pencegahan gangguan pendengaran terdapat tiga hal yang
dapat mengontrol gangguan pendengaran yaitu: 1). Kontrol kebisingan yang
meliputi penggantian mesin yang tingkat bisingnya tinggi, melakukan isolasi
sumber bising dengan menggunakan sound box, sound enclosure, pembatasan
transmisi sumber bising atau desain akustik diperbaiki dengan penggunaan sound
absorbent materials. 2). Kontrol administrasi dengan merotasi tempat kerja,
pengaturan produksi dengan cara menghindari bising yang konstan, menggunakan
kontrol dan monitor kebisingan, melaksanakan pelatihan dan sosialisasi PKP
untuk menjelaskan fungsi pendengaran dan perlindungannya. 3). Penggunaan alat
24
pelindung pendengaran yang dapat mengurangi jumlah energi akustik pada
mekanisme pendengaran.28
KESIMPULAN
Gangguan pendengaran akibat bising ( Noise Induced Hearing Loss /
NIHL ) adalah gangguan pendengaran akibat terpajan bising yang cukup keras
dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising
lingkungan kerja. Bising dengan intensitas 85 desibel atau lebih dapat
menyebabkan kerusakan reseptor pendengaran organ Corti pada telinga dalam
dimana kerusakan umumnya terjadi pada organ Corti untuk reseptor bunyi
frekuensi 3000 Hz sampai 6000 Hz dan yang terberat terjadi pada reseptor bunyi
frekuensi 4000 Hz. Sifat ketuliannya adalah sensorineural dan biasanya terjadi
bilateral.1-3,5
Sumber kebisingan tidak hanya berasal dari lingkungan kerja saja akan
tetapi dapat juga dari bidang hiburan, olah raga, pendidikan, rekreasi, bahkan
lingkungan pemukiman dapat juga terkontaminasi oleh bising. Kebisingan pada
lingkungan pendidikan paling banyak didapatkan pada Sekolah Menengah
Kejuruan ( SMK ). Bising dapat menyebabkan berbagai gangguan terutama
gangguan pendengaran, selain itu juga gangguan fisiologis, gangguan
psikologis, gangguan komunikasi dan gangguan keseimbangan. Secara umum
efek kebisingan terhadap pendengaran dapat dibagi atas dua kategori yaitu : 1).
Noise Induced Temporary Threshold Shift ( NITTS ) dan Noise Induced
Permanent Threshold Shift ( NIPTS ), untuk merubah NITTS menjadi NIPTS
diperlukan waktu bekerja dilingkungan bising selama 10 – 15 tahun, tetapi hal
ini bergantung juga kepada tingkat suara bising dan kepekaan seseorang
terhadap suara bising NIPTS yang umumnya terjadi pada frekuensi 4000 Hz dan
perlahan-lahan meningkat dan menyebar ke frekuensi sekitarnya.8,14,17
Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel
rambut. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang
menunjukkan adanya degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan
lama paparan. Lokasi dan perubahan histopatologi yang terjadi pada telinga
akibat kebisingan antara lain kerusakan pada sel sensoris, kerusakan pada stria
vaskularis, kerusakan pada serabut saraf dan “ nerve ending” dan hidrops
25
endolimfe. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan THT
serta pemeriksaan penunjang seperti tes penala, OAE dan audiometri. Salah
satu cara untuk meredam suara bising adalah dengan memakai alat pelindung
telinga dimana alat pelindung telinga yang baik harus dapat menutupi liang
telinga dengan rapat dan nyaman saat digunakan. Alat pelindung telinga dapat
berupa sumbat telinga ( ear plugs ), tutup telinga ( ear muffs ) atau pelindung
kepala ( helmet ). Program Konservasi Pendengaran ( PKP ) merupakan
program yang diterapkan di lingkungan tempat kerja untuk mencegah gangguan
pendengaran akibat terpajan kebisingan pada pekerja. Program tersebut
sebaiknya juga dapat dilakukan pada siswa SMK agar para siswa terhindar dari
efek buruk yang diakibatkan dari bising suara mesin pada ruang praktikum
mereka.16,24-28
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Lestari ED. Analisis Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Telinga ( Earplug )
pada Pekerja Bagian Produksi PT “X” Kabupaten Bekasi : 2011.
2. Arifiani N. Pengaruh Kebisingan terhadap Kesehatan Tenaga Kerja. Cermin
Dunia Kedokteran no.144 : 2004.
3. Moore GF, Ogren FP, Yonkers AJ. Anatomy and embryology of the ear. Lee
KJ. Textbook of otolaryngology and head and neck surgery. New York :
Elsevier Science Publishing (1989):10-20.
4. Stach BA. The Nature of hearing. Clinical Audiology : An Introduction.
Singular Publishing group:1998.
5. Feuerstein J, Chasin M. Noise Exposure and Issues in Hearing Conservation.
Handbook of Clinical Audiology. 6th Ed:2009.
6. Roestam AW. Program Konservasi Pendengaran di Tempat Kerja. Cermin
Dunia Kedokteran no.144 : 2004
7. Oghalai JS, Brownell WE. Anatomy and Physiology of the Ear. Current
Diagnosis & Treatment in Otolaryngology Head & Neck Surgery;
International Edition:2004.
8. Alberti PW. Noise and the ear. Stephens D, Ed. Scott- Brown’s Adult
audiology. 6th ed. Great Britain : Butterworth-Heinemann, 1997:1-34.
9. Leensen MC, Dreschler WA. A retrospective Analysis of Noise Induced
Hearing Loss in the Dutch Construction Industry. Int Arch Occup Environ
Health (2011) :577-590
10. Bashiruddin J, Soetirto I. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan THT. Edisi ke-VI:2007.
11. Hantoro S. Analisis Tingkat Kebisingan di Departemen Permesinan dan
Fabrikasi Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Jurnal Teknologi
Industri, Vol.VI No. 1, Januari 2002:121-130.
27
12. Tjan H, Lintong F. Efek Bising Mesin terhadap Gangguan Fungsi
Pendengaran pada Pekerja di Kecamatan Sario Manado. Jurnal e-Biomedik,
Vol.I, Maret 2013:34-39
13. Hong OS, Kerr MJ, Poling GL. Understanding and Preventing Noise
Induced Hearing Loss. Disease-a-month 59(2013):110-118
14. Luxson M, Darlina S, Malaka T. Kebisingan di Tempat Kerja. Jurnal
Kesehatan Bina Husada Vol. 6 No.2, Agustus:2010
15. Stach BA. Clinical audiology an introduction. San Diego : Singular
Publishing Group Inc, 1998. h.137-41.
16. Rabinowitz PM.Noise-induced hearing loss.http://www.findarticles.com/
cf_0/m3225/9_61/62829109/print.jhtml.
17. Program Konservasi Pendengaran. Petunjuk Praktis. Pusat Kesehatan Kerja
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2004.
18. Bashiruddin J. Age, duration of work,noise and vibration in inducing hearing
and balance impairments. Med J of Indones,2005;14:101-106.
19. Borg E, Canlon B, Engstrom B. Noise Induced Hearing Loss. Literature
review and experiments in rabbits. Scandinavian Audiology Supplement 40.
1995;24: 9-46.
20. Niland J,Zenz C. Occupational hearing loss. Noise and Hearing
Conservation. In Occupational Medicine 3rd ed. St Louis Mosby.1994.
21. Franks JR, Stephenson MR,Merry CJ,editors. Preventing Occupational
Hearing Loss. A Practical Guide. NIOSH Publication:1996.
22. Soemadi R. Tuli pada Lingkungan Kerja. Sains Medika, Vol.1, Januari 2009.
23. Kovalchik P, Matetic R, Smith AK. Application of Prevention through
Design for Hearing Loss in the Mining Industry. Journal of Safety Research
(2008): 251-254.
24. McBride D, Williams S. Audiometric Notch as a Sign of Noise Induced
Hearing Loss. Occup Environ Med (2001): 58-46.
25. Thorne PR, Ameratunga SN, Stewart J. Epidemiology of Noise Induced Loss
in New Zealand. Journal of the New Zealand Medical Association (2008).
28
26. Neghab M, Maddahi M, Rajaeefard AR. Hearing Impairment and
Hypertension Associated with Long Term Occupational Exposure to Noise.
Iranian Red Crescent Medical Journal (2009): 160-165.
27. Govindaraju R, Omar R, Norlisah R. Hearing Loss after Noise Exposure.
Auris Nasus Larynx 38(2011):519-522.
28. Broste S, Hansen D, Strand RL. Hearing Loss Among High School Farm
Student. American Journal of Public Health (1989), Vol.79, No.5.
29. Mostafapur S, Lahargone K, Gates G. Noise Induced Hearing Loss in Young
Adults: The Role of Personal Listening deviced and Other Sources of Leisure
Noise. Laryngoscope 108:December (1998).
30. Thurston FE. The Worker’s Ear : A history of Noise Induced Hearing Loss.
American Journal of Industrial Medicine 56:367-377 (2013).
29