Good Corporate Governance

36
I. DEFINISI Sumber wikipedia : Tata kelola perusahaan (bahasa Inggris: corporate governance) adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas. Tata kelola perusahaan adalah suatu subjek yang memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab mandat, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang merupakan subjek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan, yang menuntut perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain pemegang saham, misalnya karyawan atau lingkungan.

Transcript of Good Corporate Governance

Page 1: Good Corporate Governance

I. DEFINISI

Sumber wikipedia : Tata kelola perusahaan (bahasa Inggris: corporate governance) adalah

rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan,

pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga

mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan

pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang

saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan,

pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas.

Tata kelola perusahaan adalah suatu subjek yang memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama

dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab

mandat, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku yang

baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi

yang menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi

hasil ekonomi, dengan penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi

lain yang merupakan subjek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku

kepentingan, yang menuntut perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain

pemegang saham, misalnya karyawan atau lingkungan.

Perhatian terhadap praktik tata kelola perusahaan di perusahaan modern telah meningkat akhir-

akhir ini, terutama sejak keruntuhan perusahaan-perusahaan besar AS seperti Enron Corporation

dan Worldcom. Di Indonesia, perhatian pemerintah terhadap masalah ini diwujudkan dengan

didirikannya Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada akhir tahun 2004.

Good Corporate Governance (GCG) tidak lain pengelolaan bisnis yang melibatkan kepentingan

stakeholders serta penggunaan sumber daya berprinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan

akuntabilitas. Hal tersebut, dalam keberadaannya penting dikarenakan dua hal. Hal yang

pertama, cepatnya perubahan lingkungan yang berdampak pada peta persaingan global.

Sedangkan sebab kedua karena semakin banyak dan kompleksitas stakeholders termasuk struktur

kepemilikan bisnis. Dua hal telah dikemukakan, menimbulkan: turbulensi, stres, risiko terhadap

Page 2: Good Corporate Governance

bisnis yang menuntut antisipasi peluang dan ancaman dalam strategi termasuk sistem

pengendalian yang prima.

Good Corporate Governance tercipta apabila terjadi keseimbangan kepentingan antara semua

pihak yang berkepentingan dengan bisnis kita. Identifikasi keseimbangan dalam keberadaannya

memerlukan sebuah system pengukuran yang dapat menyerap setiap dimensi strategis dan

operasional bisnis serta berbasis informasi. Sistem pengukuran tersebut, tidak lain konsep BSC.

BSC mampu mengukur kinerja komprehensif dan mengakomodasikan kepentingan internal

bersama kepentingan eksternal bisnis. Pengukuran kinerja konsep GCG berdasarkan kepada lima

dasar,yaitu: perlindungan hak pemegang saham, persamaan perlakuan pemegang saham, peranan

stakeholders terkait dengan bisnis, keterbukaan dan transparansi, akuntabilitas dewan komisaris.

Pengukuran kinerja tersebut juga, berdimensi aktifitas operasional internal, intelektual kapital

dan pembelajaran, kapasitas untuk inovasi dan respon terhadap pasar, produk dan penerimaan

pasar, hubungan dengan pelanggan, hubungan dengan investor, hubungan dengan partner dan

stakeholders lainnya seperti Deperindag, hubungan dengan publik sasaran, lingkungan,

keuangan. Pendek kata, pengukuran kinerja yang berorientasi GCG dipandang sebagai

pengembangan dari pengukuran kinerja BSC. Good Corporate Governance memebrikan

kontribusi dapat dijadikan alternatif penting meningkatkan kualitas proses bisnis melalui

informasi yang dihasilkan serta peranannya sebagai performance driver, performance

measurement. Karena, walau bagaimana pun proses bisnis diperbaiki secara tepat dan akurat

apabila diperoleh informasi yang akurat serta komprehensif tentang apa yang harus diperbaiki

termasuk apa yang harus ditingkatkan.

II. SEJARAH GOOD COORPORATE GOVERNANCE

Sumber : Pidato pengukuhan guru besar (Prof. Drs. H. Arifin, MCom. (Hons.), Akt., Ph.D. ) :

Istilah Corporate Governance (CG) pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee tahun

1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadbury Report (Tjager dkk., 2003). Terdapat

banyak definisi tentang CG yang pendefinisiannya dipengaruhi oleh teori yang melandasinya.

Perusahaan/korporasi dapat dipandang dari dua teori, yaitu (a) teori pemegang saham

(shareholding theory), dan (b) teori stakeholder (stakeholding theory).

Page 3: Good Corporate Governance

Shareholding theory mangatakan bahwa perusahaan didirikan dan dijalankan untuk tujuan

memaksimumkan kesejahteraan pemilik/pemegang saham sebagai akibat dari investasi yang

dilakukannya. Shareholding theory ini sering disebut sebagai teori korporasi klasik yang sudah

diperkenalkan oleh Adam Smith pada tahun 1776. Definisi CG yang berdasar pada shareholding

theory diberikan oleh Monks dan Minow (1995) yaitu hubungan berbagai partisipan

(pemilik/investor dan manajemen) dalam menentukan arah dan kinerja korporasi. Definisi lain

diajukan oleh Shleifer dan Vishny (1997) yang menyebutkan bahwa CG sebagai cara atau

mekanisme untuk meyakinkan para pemilik modal dalam memperoleh hasil (return) yang sesuai

dengan investasi yang ditanamkan.

Stakeholding theory, diperkenalkan oleh Freeman (1984), menyatakan bahwa perusahaan adalah

organ yang berhubungan dengan pihak lain yang berkepentingan, baik yang ada di dalam

maupun di luar perusahaan. Definisi stakeholder ini termasuk karyawan, pelanggan, kreditur,

suplier, dan masyarakat sekitar dimana perusahaan tersebut beroperasi. Adapun definisi Good

Corporate Governance dari Cadbury Committee yang berdasar pada teori stakeholder adalah

sebagai berikut :

“A set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors,

the government, employees and internal and external stakeholders in respect to their

rights and responsibilities”.

(Seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara para pemegang saham, manajer,

kreditur, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal

maupun eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka).

Pengertian lain CG menurut Surat Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman

Modal dan Pembinaan BUMN No. 23/M PM/BUMN/2000 tentang Pengembangan Praktik GCG

dalam Perusahaan Perseroan (PERSERO), Good Corporate Governance adalah prinsip korporasi

yang sehat yang perlu diterapkan dalam pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan semata-mata

demi menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan.

Page 4: Good Corporate Governance

Berdasarkan definisi-definisi tersebut, nampak dengan jelas bahwa CG merupakan upaya yang

dilakukan oleh semua pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk menjalankan

usahanya secara baik sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing.

III. PRINSIP DASAR GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Tujuan GCG pada intinya adalah menciptakaan nilai tambah bagi semua pihak yang

berkepentingan. Pihak-pihak tersebut adalah pihak internal yang meliputi dewan komisaris,

direksi, karyawan, dan pihak eksternal yang meliputi investor, kreditur, pemerintah, masyarakat

dan pihak–pihak lain yang berkepentingan (stakeholders). Dalam praktiknya CG berbeda di

setiap negara dan perusahaan karena berkaitan dengan sistem ekonomi, hukum, struktur

kepemilikan, sosial dan budaya. Perbedaan praktik ini menimbulkan beberapa versi yang

menyangkut prinsip-prinsip CG, namun pada dasarnya mempunyai banyak kesamaan.

Menurut Cadbury Report (1992), prinsip utama GCG adalah: keterbukaan, integritas dan

akuntabilitas. Sedangkan menurut Organization for Economic Corporation and Development

atau OECD, prinsip dasar GCG adalah: kewajaran (fairness), akuntabilitas (accountability),

transparansi (transparency), dan responsibilitas (responsibility). Prinsip-prinsip tersebut

digunakan untuk mengukur seberapa jauh GCG telah diterapkan dalam perusahaan. Dalam

pidato saya ini, selanjutnya akan digunakan prinsip dasar menurut OECD.

III.1. Kewajaran (fairness)

Prinsip kewajaran menekankan pada adanya perlakuan dan jaminan hak-hak yang sama kepada

pemegang saham minoritas maupun mayoritas, termasuk hak-hak pemegang saham asing serta

investor lainnya. Praktik kewajaran juga mencakup adanya sistem hukum dan peraturan serta

penegakannya yang jelas dan berlaku bagi semua pihak. Hal ini penting untuk melindungi

kepentingan pemegang saham dari praktik kecurangan (fraud) dan praktik-praktik insider

trading yang dilakukan oleh agen/manajer. Prinsip kewajaran ini dimaksudkan untuk mengatasi

masalah yang timbul dari adanya hubungan kontrak antara pemilik dan manajer karena diantara

kedua pihak tersebut memiliki kepentingan yang berbeda (conflict of interest).

Page 5: Good Corporate Governance

III.2. Akuntabilitas (accountability)

Prinsip akuntabilitas berhubungan dengan adanya sistem yang mengendalikan hubungan antara

unit-unit pengawasan yang ada di perusahaan. Akuntabilitas dilaksanakan dengan adanya dewan

komisaris dan direksi independen, dan komite audit. Akuntabilitas diperlukan sebagai salah satu

solusi mengatasi Agency Problem yang timbul antara pemegang saham dan direksi serta

pengendaliannya oleh komisaris. Praktik-praktik yang diharapkan muncul dalam menerapkan

akuntabilitas diantaranya pemberdayaan dewan komisaris untuk melakukan monitoring, evaluasi,

dan pengendalian terhadap manajemen guna memberikan jaminan perlindungan kepada

pemegang saham dan pembatasan kekuasaan yang jelas di jajaran direksi.

III.3. Transparansi (transparency)

Prinsip dasar transparansi berhubungan dengan kualitas informasi yang disajikan oleh

perusahaan. Kepercayaan investor akan sangat tergantung dengan kualitas informasi yang

disampaikan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang

jelas, akurat, tepat waktu dan dapat dibandingkan dengan indikator-indikator yang sarna. Prinsip

ini diwujudkan antara lain dengan mengembangkan sistem akuntansi yang berbasiskan standar

akuntansi dan best practices yang menjamin adanya laporan keuangan dan pengungkapan yang

berkualitas, mengembangkan teknologi informasi dan sistem informasi akuntansi manajemen

untuk menjamin adanya pengukuran kinerja yang memadai dan proses pengambilan keputusan

yang efektif oleh dewan komisaris dan direksi; termasuk juga mengumumkan jabatan yang

kosong secara terbuka (Tjager dkk, 2003 : 51). Dengan kata lain prinsip transparansi ini

menghendaki adanya keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan

keterbukaan dalam penyajian (disclosure) informasi yang dimiliki perusahaan.

III.4. Responsibilitas (responsibility)

Responsibilitas diartikan sebagai tanggungjawab perusahaan sebagai anggota masyarakat untuk

mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku serta pemenuhan terhadap kebutuhan-kebutuhan

sosial. Responsibilitas menekankan pada adanya sistem yang jelas untuk mengatur mekanisme

pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan pihak-pihak lain yang

berkepentingan. Hal tersebut untuk merealisasikan tujuan yang hendak dicapai GCG yaitu

Page 6: Good Corporate Governance

mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan seperti masyarakat,

pemerintah, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lainnya.

IV. MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE

Mekanisme corporate governance merupakan suatu aturan main, prosedur dan hubungan yang

jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan

kontrol/pengawasan terhadap keputusan tersebut. Mekanisme governance diarahkan untuk

menjamin dan mengawasi berjalannya sistem governance dalam sebuah organisasi (Walsh dan

Seward, 1990).

Walsh dan Seward (1990) menyatakan bahwa terdapat 2 mekanisme untuk membantu

menyamakan perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajer dalam rangka

penerapan GCG, yaitu: (1) mekanisme pengendalian internal perusahaan, dan (2) mekanisme

pengendalian eksternal berdasarkan pasar.

Mekanisme pengendalian internal adalah pengendalian perusahaan yang dilakukan dengan

membuat seperangkat aturan yang mengatur tentang mekanisme bagi hasil, baik yang berupa

keuntungan, return maupun risiko-risiko yang disetujui oleh prinsipal dan agen. Salah satu

pilihan mekanisme pengendalian internal untuk menyamakan kepentingan pemegang saham dan

manajer adalah kontrak insentif jangka panjang (Walsh dan Seward, 1990; Jensen, 1993).

Kontrak jangka panjang ini dilakukan dengan memberikan insentif pada menajer apabila nilai

perusahaan atau kemakmuran pemegang saham meningkat, salah satunya dengan cara memberi

kepemilikan saham kepada manajer (Jensen dan Meckling, 1976; Fama, 1980). Dengan

demikian, manajer akan termotivasi untuk meningkatkan nilai peruahaan atau meningkatkan

kemakmuran pemegang saham karena hal tersebut juga akan meningkatkan kekayaan manajer

sendiri.

Mekanisme pengendalian eksternal adalah pengendalian perusahaan yang dilakukan oleh pasar.

Menurut teori pasar untuk pengendalian perusahaan (market for corporate control), pada saat

diketahui bahwa manajemen berperilaku menguntungkan diri sendiri, kinerja perusahaan akan

menurun yang direfleksikan oleh nilai saham perusahaan. Pada kondisi tersebut, kelompok

menajer lain akan menggantikan manajer yang sedang memegang jabatan. Dengan demikian

Page 7: Good Corporate Governance

bekerjanya market for corporate control bisa menghambat tindakan menguntungkan diri manajer

sendiri (Jensen dan Meckling, 1976).

Mekanisme pengendalian lain yang secara luas digunakan dan diharapkan dapat menyelaraskan

tujuan prinsipal dan agen adalah mekanisme melalui pelaporan keuangan. Melalui laporan

keuangan yang merupakan tanggungjawab manajer, pemilik dapat mengukur, menilai, sekaligus

dapat mengawasi kinerja manajer untuk mengetahui sejauh mana menajer telah bertindak untuk

meningkatkan kesejahteraan pemilik. Selain itu pemilik dapat memberikan kompensasi kepada

manajer berdasarkan laporan keuangan. Laporan keuangan yang dibuat dengan berdasarkan

angka-angka akuntansi diharapkan berperan besar dalam meminimalkan konflik antara berbagai

pihak yang berkepentingan dalam perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976; Watts dan

Zimerman, 1986).

Dalam hubungannya dengan jenis informasi yang disajikan dalam laporan keuangan perusahaan,

terdapat dua jenis sifat informasi yang diungkapkan. Penmann (1988) membagi sifat informasi

yang diungkapkan menjadi mandatory disclosure dan voluntary disclosure. Informasi yang

bersifat mandatory disclosure merupakan informasi yang harus diungkapkan dalam laporan

keuangan karena memang diwajibkan oleh peraturan atau undang-undang. Sedangkan voluntary

disclosure merupakan jenis informasi yang secara sukarela diungkapkan di dalam laporan

keuangan yang bertujuan untuk menambah kegunaan informasi mengenai kekayaan dan hasil

operasi suatu perusahaan kepada para pemakai laporan keuangannya. Informasi yang bersifat

voluntary disclosure ini berperan untuk melengkapi informasi yang bersifat mandatory

disclosure yang diharapkan dapat meningkatkan kegunaan informasi dalam laporan keuangan.

Dari hasil penelitian terdahulu diperoleh hasil bahwa praktik disclosure ternyata sangat beragam

antar negara. Chow dan Wong-Boren (1987) serta Meek dan Robert (1995) menyatakan bahwa

di Meksiko informasi mengenai laba unit bisnis (profit by lines of business) adalah wajib

diungkapkan (mandatory), tetapi di Swedia dan Perancis, informasi ini bersifat voluntary.

Sebaliknya, di Swedia dan Perancis informasi tentang tanggungjawab sosial (social

responsibility) perusahaan wajib diungkapkan, tetapi di Meksiko informasi tersebut masih

bersifat sukarela. Perbedaan ini disebabkan peraturan tentang disclosure yang berbeda antara

Page 8: Good Corporate Governance

negara yang satu dengan negara lainnya. Selain hal tersebut, keragaman informasi yang disajikan

juga disebabkan oleh perbedaan karakteristik pasar, khususnya pasar modal antara negara maju

dan negara yang masih berkembang. Penelitian Saudagaran dan Diga (1997) tentang

karakteristik dan isu-isu kebijakan pelaporan keuangan antar berbagai pasar modal di negara

maju dan berkembang menemukan hasil bahwa perbedaan tersebut didasari atas tiga kriteria

yaitu (1) availability of information (ketersediaan informasi), (2) reliability (keandalan), dan (3)

comparability (daya banding).

Dalam hubungannya dengan faktor yang mempengaruhi disclosure dalam laporan keuangan,

berbagai penelitian telah dilakukan, diantaranya oleh Firth (1989), Cooke (1992), dan Arifin

(2001). Firth (1989) meneliti praktik voluntary disclosure perusahaan publik di Inggris. Dia

menyatakan bahwa perusahaan yang tergolong perusahaan berskala kecil di Inggris memiliki

kecenderungan untuk lebih meningkatkan voluntary disclosure dalam laporan keuangannya

dengan tujuan agar dapat memperoleh sumber dana di pasar modal. Cooke (1992) meneliti

laporan tahunan perusahaan publik di Jepang. Dia menemukan bahwa voluntary disclosure

sangat dipengaruhi oleh besar (size) perusahaan. Perusahaan yang berskala besar secara

signifikan mengungkapkan lebih banyak informasi daripada perusahaan yang berskala kecil. Di

Indonesia, Arifin (2001) menemukan bahwa perusahaan yang berbasis asing (multinational

firms) ternyata memiliki level of voluntary disclosure yang lebih tinggi daripada perusahaan

domestik. Selain itu, Arifin (2001) juga menemukan bahwa dari 60 item informasi yang bersifat

voluntary disclosure dari persepsi pemakai (users), 24 item memiliki derajat kepentingan yang

tinggi, sedangkan dari persepsi penyaji atau manajemen (preparers) hanya sejumlah 12 item.

Dari uraian di atas, baik mekanisme internal maupun eksternal keduanya mempunyai tujuan

untuk menyelaraskan hubungan antara prinsial dan agen dengan meminimalkan konflik yang

terjadi yang disebabkan oleh Asymmetry Information.

V. PERAN AKUNTAN DALAM MENEGAKKAN PRINSIP GOOD CORPORATE

GOVERNANCE

Accounting is a language of business. Akuntansi adalah bahasa bisnis. Sebagai suatu bahasa,

akuntansi harus mengandung suatu informasi (yang dalam hal ini adalah informasi bisnis) yang

mampu memberikan sesuatu yang bermanfaat dari penyampai (manajemen) kepada penerima

Page 9: Good Corporate Governance

(stakeholders). Informasi ini disampaikan melalui komunikasi verbal dalam bentuk laporan.

Pengungkapan informasi keuangan dalam laporan keuangan merupakan cara dari pihak

perusahaan (sebagai sender) untuk memberikan informasi atas hasil operasinya selama satu

periode tertentu kepada pihak-pihak yang berkepentingan (sebagai receiver) untuk pengambilan

keputusan ekonomi. Sebagai suatu bahasa bisnis, informasi yang diungkapkan dalam laporan

keuangan harus dapat berguna dan tidak membingungkan para pemakainya. Dalam konteks

Agency Theory, laporan keuangan disajikan oleh manajer/agen sebagai salah satu wujud

pertanggungjawaban pengelolaan kekayaan pemilik/prinsipal yang diamanahkan kepadanya.

Dengan demikian, penyaji laporan keuangan adalah agen dan pemakai laporan keuangan adalah

prinsipal.

Akuntan adalah salah satu profesi yang terlibat langsung dalam pengelolaan perusahaan.

Keterlibatan akuntan mencakup dua pihak, yaitu internal dan eksternal. Keterlibatan internal

terjadi bila akuntan menjadi salah satu bagian dari manajemen untuk melaksanakan fungsi

sebagai penyedia informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan perusahaan.

Selaku akuntan manajemen, akuntan adalah bagian dari manajemen perusahaan sehingga dia

terlibat langsung dalam aktivitas-aktivitas perusahaan. Menurut perspektif teori keagenan, dalam

hal ini akuntan adalah bagian dari agen sehingga perilaku akuntan boleh dikatakan sama dengan

perilaku agen.

Keterlibatan eksternal akuntan adalah bila akuntan menjalankan profesinya sebagai auditor yang

bertugas untuk melakukan pemeriksaan atas kewajaran laporan keuangan. Profesi auditor dari

para akuntan memainkan peran yang penting (crucial) karena mereka memverifikasi kewajaran

informasi yang mendasari dilakukannya berbagai macam transaksi bisnis pemakai laporan

keuangan. Tanpa kepercayaan terhadap kebenaran kondisi keuangan suatu perusahaan, para

investor akan ragu untuk membeli saham suatu perusahaan terbuka dan pasar akan sulit tercipta

(Tjager dkk, 2003).

Dalam hubungannya dengan prinsip GCG, peran akuntan secara signifikan terlibat dalam

berbagai aktivitas penerapan masing-masing prinsip GCG sebagai berikut :

Page 10: Good Corporate Governance

V.1. Prinsip Kewajaran (fairness)

Laporan keuangan dikatakan wajar bila laporan keuangan tersebut memperoleh opini atau

pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) dari akuntan publik. Laporan keuangan

yang wajar berarti laporan keuangan tersebut tidak mengandung salah saji material, disajikan

secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia (dalam hal ini adalah

Standar Akuntansi Keuangan). Peran akuntan independen (akuntan publik) adalah memberikan

keyakinan atas kualitas informasi keuangan dengan memberikan pendapat yang independen atas

kewajaran penyajian informasi dalam laporan keuangan. Adanya kewajaran laporan keuangan

dapat mempengaruhi investor untuk membeli atau menarik sahamya pada sebuah perusahaan.

Jelaslah bahwa kegunaan informasi akuntansi dalam laporan keuangan akan dipengaruhi oleh

adanya kewajaran penyajian. Kewajaran penyajian dapat dipenuhi jika data yang ada didukung

oleh adanya bukti-bukti yang syah dan benar serta penyajiannya tidak ditujukan hanya untuk

sekelompok orang-orang tertentu.

Bagi akuntan manajemen, meskipun dia bekerja untuk pihak manajemen, mereka tetap harus

memegang profesionalisme mereka karena akuntan sebagai profesi dalam melaksanakan

tugasnya dibatasi oleh kode etik dan mereka harus tetap menjaga public trust dari masyarakat.

Memang sering terjadi konflik dalam diri akuntan yang bekerja pada perusahaan karena di satu

pihak mereka harus tetap memegang kode etik profesi namun di lain pihak kadangkala mereka

harus menuruti keinginan manajemen perusahaan tempat mereka bekerja untuk melakukan suatu

pekerjaan yang tidak sesuai dengan kode etik. Bila terjadi hal yang demikian, keputusan uantuk

berdiri pada pihak yang mana ada pada diri akuntan. Bila akuntan tersebut memiliki integritas

dalam melaksanakan tugasnya, tentu dia tetap memegang etika profesi untuk mengungkapakan

informasi akuntansi dalam laporan keuangan perusahaan secara fair sesuai dengan prinsip dan

standar yang berlaku. Dengan ditegakkannya prinsip fairness ini, paling tidak akuntan berperan

membantu pihak stakeholders dalam menilai perkembangan suatu perusahaan dan membantu

mereka untuk membandingkan kondisi perusahaan dengan perusahaan yang lainnya. Untuk itu,

laporan keuangan yg disajikan harus memiliki daya banding (comparability). Daya banding

dapat diperoleh jika informasi akuntansi disajikan secara konsisten, baik konsisten dalam

pemakaian metode akuntansi maupun konsisten dalam pengukurannya. Jika penggunaan metode

Page 11: Good Corporate Governance

dan prinsip penyajian setiap tahunnya berbeda, akan sulit kiranya para pemakai untuk melakukan

perbandingan atau melakukan penilaian terhadap perkembangan usaha perusahaan.

V.2. Prinsip Akuntabilitas (accountability)

Akuntabilitas adalah merupakan tanggung jawab manajemen melalui pengawasan yang efektif

yaitu dengan dibentuknya komite audit. BAPEPAM mensyaratkan bahwa anggota komite audit

minimum sebanyak 3 orang dan salah satu anggotanya harus akuntan. Komite audit mempunyai

tugas utama untuk melindungi kepentingan pemegang saham ataupun pihak-pihak lain yang

berkepentingan dengan melakukan tinjauan atas reliabilitas dan integritas informasi dalam

laporan keuangan dan laporan operasional lain beserta kriteria untuk mengukur, melakukan

klasifikasi dan penyajian dari laporan tersebut. Untuk alasan itulah profesi akuntan sangat

diperlukan dan mempunyai peranan yang penting untuk menegakkan prinsip akuntabilitas.

Akuntabilitas diperlukan sebagai salah satu solusi mengatasi agency problem yang timbul antara

pemegang saham (prinsipal) dan manajemen (agen). Dengan adanya independensi dari komite

audit tersebut akan mempengaruhi investor dalam melakukan pilihannya untuk membeli atau

melepas suatu saham yang bisa dilihat dari adanya abnormal return (Steven J. Carlson, et at,

1998).

V.3. Prinsip Transparansi (transparency)

Prinsip transparansi berhubungan dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan.

Kepercayaan investor akan sangat tergantung dengan kualitas penyajian informasi yang

disampaikan perusahaan. Oleh karena itu akuntan manajemen (yang bekerja pada perusahaan)

dituntut untuk menyediakan informasi yang jelas, akurat, tepat waktu dan dapat dibandingkan

dengan indikator-indikator yang sarna. Untuk itu informasi yang ada dalam perusahaan harus

diukur, dicatat, dan dilaporkan oleh akuntan sesuai dengan prinsip dan standar akuntansi yang

berlaku. Prinsip transparansi ini menghendaki adanya keterbukaan dalam melaksanakan proses

pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam penyajian yang lengkap (disclosure) atas semua

informasi yang dimiliki perusahaan. Peran akuntan manajemen, internal auditor, dan komite

audit menjadi penting terutama dalam hal penyajian informasi akuntansi dalam laporan keuangan

perusahaan secara transparan kepada pemakainya. Ini sesuai dengan salah satu aturan

BAPEPAM yang menyatakan bahwa laporan keuangan perusahaan publik harus mengandung

Page 12: Good Corporate Governance

unsur keterbukaan (tranparansi) dengan mengungkapan kejadian ekonomis yang bermanfaat

kepada pemakainya. Praktik yang dikembangkan dalam rangka transparansi diantaranya

perusahaan diwajibkan untuk mengungkapkan transaksi-transaksi penting yang berkait dengan

perusahaan, risiko yang dihadapi dan rencana/kebijakan perusahaan (corporate action) yang

akan dijalankan. Selain itu, perusahaan juga perlu untuk menyampaikan kepada semua pihak

tentang struktur kepemilikan perusahaan serta perubahan-perubahan yang terjadi.

V.4. Prinsip Responsibilitas (responsibility)

Prinsip ini berhubungan dengan tanggungjawab perusahaan sebagai anggota masyarakat yaitu

dengan cara mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan seperti

masyarakat, pemerintah, asosiasi bisnis dan sebagainya. Prinsip ini berkaitan juga dengan

kewajiban perusahaan untuk mematuhi semua peraturan dan hukum yang berlaku. Seiring

dengan perubahan sosial masyarakat yang menuntut adanya tanggungjawab sosial perusahaan,

profesi akuntan juga mengalami perubahan peran. Pandangan pemegang saham dan stakeholder

lainnya saat ini tidak hanya memfokuskan pada perolehan laba perusahaan tetapi juga

memperhatikan tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan. Selain itu kelangsungan hidup

perusahaan tidak hanya ditentukan oleh pemegang saham tetapi juga oleh stakeholder yang lain

(misalnya masyarakat dan penmerintah). Kasus PT. Inti Indorayon di Sumatera Utara yang

ditutup karena dianggap bermasalah dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya adalah

contoh suatu perusahaan yang melalaikan tanggungjawab sosialnya dengan tidak mencantumkan

aktivitas pengelolaan lingkungan sosial dalam laporan tahunannya. Pelaporan informasi non-

keuangan ini secara umum telah terakomodasi dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuiangan

(PSAK) nomor 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan. Dalam PSAK nomor 1 ini dinyatakan

bahwa perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan, khususnya bagi industri dimana

faktor lingkungan hidup memegang peranan penting. Untuk itulah sudah saatnya akuntan

manajemen mengungkapkan informasi tentang aktivitas perusahaan yang menyangkut aspek

SEE (Social, Ethical, dan Environment). Peran akuntan untuk menegakkan prinsip ini semakin

berkembang dengan adanya Indonesia Sustainability Reporting Award (ISRA) yang

diselenggarakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, Bapepam, BEJ, Kementerian Negara

Lingkungan Hidup, dan Forum for Corporate Governance in Indonesia pada bulan Juni 2005.

Tujuan ISRA ini adalah memberikan award kepada perusahaan yang telah menerapkan dan

Page 13: Good Corporate Governance

membuat Sustainability Reporting (SR) dengan baik guna mendorong perusahaan untuk lebih

peduli terhadap lingkungan dan masyarakat. SR adalah pengungkapan (disclosure) tentang

kegiatan perusahaan yang menyangkut aspek keuangan, aspek sosial, dan aspek lingkungan yang

merupakan tanggungjawab sosial perusahaan (Satyo, 2005). Dalam proses penyiapan ISRA ini,

peran akuntan menajemen sangat besar. Akuntan yang menjadi top management, dapat membuat

kebijakan-kebijakan yang mendorong penyajian Sustainability Reporting, sedangkan akuntan

yang berada pada middle management dapat berperan dalam penilaian dan pengukuran aktivitas

SEE perusahaan serta dampak yang dipengaruhinya.

VI. PENTINGNYA PENERAPAN GCG

Sumber : (Indrawati Yuhertiana.2006): Pentingnya Implementasi Good Corporate Governance.

Penelitian yang dilakukan oleh McKinsey menunjukkan bahwa pada dasarnya para investor

dalam mengevaluasi potensi sebuah perusahaan sebagai investasi. faktor governance perusahaan

tidak kalah pentingnya dengan masalah keuangan / kinerja perusahaan. Lebih daripada itu

investor bersedia membayar premium pada perusahaanperusahaan yang telah menerapkan good

corporate governance dibandingkan kepada perusahaan dengan kinerja setara tetapi dengan

praktik corporate governance yang buruk. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa bagi

perusahaan Indonesia yang berkarakteristik good corporate governance, investor bersedia

membayar premium rata-rata sebesar 27,1% . Sebagai perbandingan ratarata premium terendah

yang bersedia dibayarkan oleh investor adalah untuk perusahaan di USA dan UK yang

mengimplementasikan praktik good corporate governance masing-masing rata-rata sebesar

18,3% dan 17,9%. Tingginya premium yang bersedia dibayar oleh investor bagi perusahaan di

Indonesia tersebut merefleksikan tuntutan investor yang sangat mendasar berkaitan dengan

keakuratan dan ketepatan waktu pengungkapan informasi-informasi yang material dan

penegakan atas hak-hak pemegang saham perusahaan di Indonesia.

Fakta lain menunjukkan bahwa hingga saat ini tidak ada perusahaan di Indonesia yang

mendapatkan pinjaman dari IDB secara stand-alone tanpa jaminan dari Pemerintah, padahal di

Malaysia, misalnya, IDB telah menyalurkan pinjaman semacam itu ke banyak perusahaan. Hal

ini terjadi karena akuntabilitas dan keakuratan pelaporan keuangan perusahaan di Indonesia

masih diragukan oleh IDB. Jelaslah bahwa ketidakpercayaan tersebut menyebabkan perusahaan-

Page 14: Good Corporate Governance

perusahaan Indonesia kehilangan banyak kesempatan untuk mendapatkan dana pinjaman

berbunga rendah yang sangat dibutuhkan justru di saat penyaluran kredit dari perbankan national

terkendala.

VII. PEDOMAN UMUM GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI INDONESIA

Sumber : Tim Studi kementerian keuangan republik indonesia Badan pengawas pasar modal

Dan lembaga keuangan Tahun 2010, kajian tentang Pedoman good corporate governance di

negara-negara anggota ACMF.

Pedoman Umum Good Corporate Governance di Indonesiakan disusun oleh Komite nasional

Kebijakan Governance. Pedoman yang diterbitkan pada tahun 2006 ini merupakan revisi atas

Pedoman Good Corporate Governance yang diterbitkan pada tahun 2001. Meskipun Pedoman

Umum Good Corporate Governance Indonesia 2006 ini tidak memiliki kekuatan hukum yang

mengikat, namun dapat menjadi rujukan bagi dunia usaha dalam menerapkan Good Corporate

Governance.

VII.1. Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance

Pelaksanaan Pedoman Umum Good Corporate Governance oleh perusahaan-perusahaan di

Indonesia baik perusahaan terbuka (Emiten/Perusahaan Publik) maupun perusahaan tertutup

pada dasarnya bersifat comply and explain. Di mana perusahaan diharapkan menerapkan seluruh

aspek Pedoman Good Corporate Governance ini. Apabila belum seluruh aspek pedoman ini

dilaksanakan maka perusahaan harus mengungkapkan aspek yang belum dilaksanakan tersebut

beserta alasannya dalam laporan tahunan. Namun demikian mengingat Pedoman ini hanya

merupakan acuan sedangkan pelaksanaannya diharapkan diatur lebih lanjut oleh otoritas masing-

masingindustri maka penerapan ini bersifat voluntary dan tidak terdapat sanksi hukum apabila

perusahaan tidak menerapkan pedoman ini.

Saat ini, Bapepam-LK sebagai otoritas pasar modal tidak mewajibkan Emiten dan Perusahaan

Publik untuk menerapkan Pedoman ini, namun beberapa substansi yang terdapat dalam pedoman

ini diadopsi oleh Bapepam-LK ke dalam peraturan-peraturan Bapepam-LK yang sifatnya

mandatory seperti kewajiban pembentukan komite audit dan keberadaan komisaris independen

dalam perusahaan. Dengan cara demikian, Bapepam-LK dapat memberikan sanksi atas

Page 15: Good Corporate Governance

ketidakpatuhan terhadap peraturan tersebut. Lebih lanjut, Bapepam-LK juga mewajibkan Emiten

dan Perusahaan Publik untuk mengungkapkan pelaksanaan tata kelola perusahaan dalam laporan

tahunan seperti frekuensi rapat dewan komisaris dan direksi, frekuensi kehadiran anggota dewan

komisaris dan direksi dalam rapat tersebut, frekuensi rapat dan kehadiran komite audit,

pelaksanaan tugas dan pertanggungjawaban dewan komisaris dan direksi serta remunerasi dewan

komisaris dan direksi.

VII.2. Sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Pedoman Good Corporate Governance

Mengingat Pedoman Umum Good Corporate Governance ini bersifat voluntary maka tidak

terdapat sanksi dalam hal perusahaan tidak menerapkan pedoman tersebut.

VII.3. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance

Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia memuat prinsip dasar dan pedoman

pokok pelaksanaan Good Corporate Governance yang merupakan standar minimal yang

mencakup:

a. Peran negara, dunia usaha dan masyarakat dalam menciptakan situasi kondusif untuk

melaksanakan Good Corporate Governance

b. Asas-asas Good Corporate Governance yang meliputi transparansi, akuntabilitas,

responsibilitas, independensi dan kewajaran dan kesetaraan

c. Etika Bisnis dan Pedoman Perilaku

d. Rapat Umum Pemegang Saham

e. Komposisi, persyaratan, pengangkatan/pemberhentian, tugas dan fungsi, komite penunjang

dan pertanggungjawaban Dewan Komisaris

f. Komposisi, persyaratan, pengangkatan/pemberhentian, tugas dan fungsi, dan

pertanggungjawaban Direksi

g. Hak dan tanggungjawab Pemegang saham

h. Pemangku kepentingan yang meliputi karyawan, mitra bisnis dan masyarakat serta pengguna

produk atau jasa perusahaan

i. Pernyataan tentang penerapan Pedoman Good Corporate Governance

j. Pedoman Praktis Penerapan Good Corporate Governance

Page 16: Good Corporate Governance

VII.4. Komposisi dan persyaratan Komisaris Independen

Berdasarkan Pedoman Good Corporate Governance, komposisi atau jumlah Komisaris

Independen tidak ditentukan dalam jumlah tertentu namun demikian jumlah atau komposisi

komisaris independen harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif

dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Adapun kriteria yang ditetapkan yaitu salah

satu dari Komisaris Independen harus mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan.

Meskipun Pedoman Good Corporate Governance tidak menentukan jumlah Komisaris

Independen, dalam Peraturan Bapepam-LK, Emiten atau Perusahaan Publik wajib memiliki

sekurang-kurangnya satu orang komisaris independen sedangkan Bursa Efek Indonesia

mewajibkan sekurang-kurangnya 30% dari Dewan Komisaris adalah Komisaris Independen.

Kriteria Komisaris Independen secara rinci diatur dalam peraturan Bapepam-LK yaitu :

a. Berasal dari luar Emiten atau Perusahaan Publik

b. Tidak mempunyai saham Emiten atau Perusahaan Publik baik langsung maupun tidak

langsung

c. Tidak mempunyai hubungan Afiliasi dengan Komisaris, Direksi dan Pemegang saham

Utama Emiten atau Perusahaan Publik

d. Tidak mempunyai hubungan usaha dengan Emiten atau Perusahaan Publik baik langsung

maupun tidak langsung

VII.5. Komposisi/jumlah Direksi

Dalam Pedoman Good Corporate Governance tidak dinyatakan secara kuantitatif jumlah atau

komposisi dari direksi, namun demikian jumlah anggota direksi harus disesuaikan dengan

kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan.

VII.6. Komite yang dibentuk Komisaris

Dalam melaksanakan tugas pengawasannya, dewan komisaris dapat membentuk komite yang

akan membantu tugas-tugas dewan komisaris. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa

efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana

masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta

perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, sekurang-kurangnya

Page 17: Good Corporate Governance

harus membentuk Komite Audit, sedangkan komite lain dibentuk sesuai dengan kebutuhan.

Berikut ini dijelaskan secara rinci mengenai tugas dari komite-komite penunjang Komisaris.

VII.6.1. Komite Audit

Komite Audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa: (i) laporan

keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, (ii)

struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaan audit

internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak

lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen. Disamping itu, Komite Audit juga

bertugas memproses calon auditor eksternal termasuk imbalan jasanya untuk disampaikan

kepada Dewan Komisaris.

Pedoman Good Corporate Governance tidak mengatur banyaknya anggota Komite Audit dalam

suatu perusahaan namun harus disesuaikan dengan kompleksitas Perusahaan dengan tetap

memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya

tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan

mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat

luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, Komite

Audit diketuai oleh Komisaris Independen dan anggotanya dapat terdiri dari Komisaris dan atau

pelaku profesi dari luar perusahaan. Salah seorang anggota memiliki latar belakang dan

kemampuan akuntasi dan atau keuangan.

Pengaturan mengenai jumlah Komite Audit bagi Emiten dan Perusahaan Publik diatur dalam

peraturan Bapepam-LK No.IX.I.5 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja

Komite Audit. Dalam peraturan tersebut Emiten dan Perusahaan Publik diwajibkan membentuk

Komite Audit yang berjumlah sekurang-kurangnya tiga orang dimana salah satunya merupakan

Komisaris Independen Perusahaan dan bertindak sebagai ketua Komite Audit.

Adapun persyaratan anggota Komite Audit sebagai berikut :

1. Memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang memadai

sesuai latar belakang pendidikannya

2. Mempunyai kemampuan komunikasi yang baik

Page 18: Good Corporate Governance

3. Memiliki kemampuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan keuangan

4. Memiliki pengetahuan yang memadai mengenai peraturan perundang-undangan dibidang

pasar modal

5. Salah satu anggota memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan

6. Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik, Konsultan Hukum mapupun Pihak

lain yang memberikan jasa audit, non audit maupun jasa konsultasi lain kepada Emiten atau

Perusahaan Publik dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat

7. Tidak mempunyai hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat

kedua dengan Direksi, Komisaris dan Penegang saham Utama Emiten maupun Perusahaan

Publik

8. Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung mapun tidak langsung dengan kegiatan

usaha Emiten maupun Perusahaan Publik

9. Tidak memiliki saham Emiten atau Perusahaan Publik baik langsung maupun tidak langsung

10. Bukan merupakan orang yang berwenang dan bertanggungjawab merencanakan, memimpin

dan mengendalikan kegiatan Emiten maupun Perusahaan Publik dalam waktu enam bulan

terakhir sebelum diangkat

VII.6.2. Komite Nominasi dan Remunerasi

Komite Nominasi dan Remunerasi bertugas membantu Dewan Komisaris dalam menetapkan

kriteria pemilihan calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta sistem remunerasinya;

membantu Dewan Komisaris mempersiapkan calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi dan

mengusulkan besaran remunerasinya. Dewan Komisaris dapat mengajukan calon tersebut dan

remunerasinya untuk memperoleh keputusan RUPS dengan cara yang sesuai ketentuan Anggaran

Dasar. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan

daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk

atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas

terhadap kelestarian lingkungan, Komite Nominasi dan Remunerasi diketuai oleh Komisaris

Independen dan anggotanya dapat terdiri dari Komisaris dan atau pelaku profesi dari luar

perusahaan. Selanjutnya, keberadaan Komite Nominasi dan Remunerasi serta tata kerjanya

dilaporkan dalam RUPS.

Page 19: Good Corporate Governance

VII.6.3. Komite Kebijakan Risiko

Komite Kebijakan Risiko bertugas membantu Dewan Komisaris dalam mengkaji sistem

manajemen risiko yang disusun oleh Direksi serta menilai toleransi risiko yang dapat diambil

oleh perusahaan. Anggota Komite Kebijakan Risiko terdiri dari anggota Dewan Komisaris,

namun bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar perusahaan.

VII.6.4. Komite Kebijakan Corporate Governance

Komite Kebijakan Corporate Governance bertugas membantu Dewan Komisaris dalam mengkaji

kebijakan GCG secara menyeluruh yang disusun oleh Direksi serta menilai konsistensi

penerapannya, termasuk yang bertalian dengan etika bisnis dan tanggung jawab sosial

perusahaan (corporate social responsibility). Anggota Komite Kebijakan Corporate Governance

terdiri dari anggota Dewan Komisaris, namun bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku

profesi dari luar perusahaan. Bila dipandang perlu, Komite Kebijakan Corporate Governance

dapat digabung dengan Komite Nominasi dan Remunerasi.

VII.7. Fungsi Internal Audit

Sebagaimana dijelaskan di atas, Pedoman Good Corporate Governance mensyaratkan perlunya

pengendalian internal dalam rangka menjaga kekayaan dan kinerja perusahaan serta memenuhi

peraturan perundang-undangan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek,

perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana

masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta

perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, harus memiliki

satuan kerja pengawasan internal. Satuan kerja atau fungsi pengawasan internal bertugas

membantu Direksi dalam memastikan pencapaian tujuan dan kelangsungan usaha dengan:

1. melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program perusahaan

2. memberikan saran dalam upaya memperbaiki efektifitas proses pengendalian risiko

3. melakukan evaluasi kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perusahaan, pelaksanaan GCG

dan perundangundangan

4. memfasilitasi kelancaran pelaksanaan audit oleh auditor eksternal

Satuan kerja atau pemegang fungsi pengawasan internal bertanggung jawab kepada Direktur

Utama atau Direktur yang membawahi tugas pengawasan internal. Satuan kerja pengawasan

Page 20: Good Corporate Governance

internal mempunyai hubungan fungsional dengan Dewan Komisaris melalui Komite Audit.

Sejalan dengan Pedoman tersebut, Bapepam-LK mengatur secara khusus mengenai keberadaan

unit internal audit bagi Emiten dan Perusahaan Publik. Dalam peraturan No.IX.I.7 tentang

Pembentukan dan Pedoman Penyusunan Piagam Unit Audit Internal dinyatakan bahwa Emiten

dan Perusahaan Publik wajib membentuk Unit Audit Internal yang menjalankan fungsi Audit

Internal, yaitu memberikan keyakinan (assurance) dan konsultasi yang bersifat independen dan

obyektif, dengan tujuan untuk meningkatkan nilai dan memperbaiki operasional perusahaan,

melalui pendekatan yang sistematis, dengan cara mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas

manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola perusahaan. Jumlah auditor dalam unit

tersebut disesuaikan dengan besaran dan kompleksitas kegitan usaha perusahaan dimana

sekurang-kurangnya berjumlah satu orang.

VII.8. Etika Bisnis dan Pedoman Perilaku

Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, pelaksanaan prinsip-prinsip Good

Corporate Governance perlu dilandasi oleh integritas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan

pedoman perilaku yang dapat menjadi acuan bagi organ perusahaan dan semua karyawan dalam

menerapkan nilai-nilai (values) dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya

perusahaan. Prinsip-prinsip dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah:

1. memiliki nilai-nilai perusahaan yang menggambarkan sikap moral perusahaan dalam

pelaksanaan usahanya.

2. Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya, perusahaan harus

memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan dan semua karyawan.

Pelaksanaan etika bisnis yang berkesinambungan akan membentuk budaya perusahaan yang

merupakan manifestasi dari nilai-nilai perusahaan.

3. Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih lanjut

dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan diterapkan.

VII.9. Remunerasi Dewan Komisaris dan Direksi

Pedoman Umum Good Corporate Governance tidak mengatur keterbukaan informasi mengenai

remunerasi bagi dewan komisaris dan direksi. Namun bagi Emiten dan Perusahaan Publik,

Bapepam-LK mewajibkan pengungkapan dalam laporan tahunan mengenai prosedur penetapan

Page 21: Good Corporate Governance

dan besarnya remunerasi anggota dewan komisaris dan direksi. Kewajiban ini diatur dalam

peraturan Bapepam-LK No.X.K.6 tahun 2006 tentang Kewajiban Penyampaian laporan tahunan

bagi Emiten dan Perusahaan Publik.

Page 22: Good Corporate Governance

Kesimpulan

Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG) merupakan komponen yang penting dari visi dan misi

Perusahaan.Manajemen berkeyakinan bahwa mekanisme akuntabilitas yang kuat kepada semua

stakeholder akan menguntungkan kinerja Perusahaan secara keseluruhan. Keberhasilan

penyelesaian penawaran Penukaran Obligasi (Bond Exchange Offer) adalah salah satu contoh

dari rasa saling percaya antara manajemen dan Stakeholder kami,yang didukung oleh pendekatan

GCG yang transparan dan jelas. Dalam melaksanakan prinsip-prinsip GCG, manajemen

Perusahaan telah mengambil langkah-langkah berkelanjutan untuk mempromosikan dan

memelihara GCG sebagai bagian penting dari budaya dan nilai-nilai yang akan diadopsi oleh

seluruh karyawan di semua tingkat organisasi.

Page 23: Good Corporate Governance

Latar belakang

Dalam rangka memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan, serta mencapai visi suatu

perusahaan untuk  menjadi perusahaaan terbaik dalam kelasnya yang dapat dibanggakan oleh

seluruh pemangku kepentinganperusahaaan harus terus memperkuat tata kelola perusahaan,

termasuk struktur pengendalian internal dan manajemen risiko, serta penerapan standar baku

operasi yang lebih seragam dan transparan. Guna mencapai tingkat penerapan GCG secara

maksimal,perusahaan berpedoman pada prinsip-prinsip GCG dalam setiap  kegiatan operasional

perusahaaan.

Prinsip-prinsip GCG yang  secara umum dikenal di jabarkan antara lain: Transparency

Keterbukaan dalam mengemukakan  informasi yang material dan relevan dalam proses 

pengambilan keputusan, Accountability Kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban

perusahaan sehingga pengelolaan  berjalan efektif, Responsibility Kesesuaian pengelolaan

perusahaan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan

perusahaan yang sehat, Independent Pengelolaan perusahaan secara profesional tanpa

pengaruh/tekanan dari pihak manapun. Fairness Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-

hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Page 24: Good Corporate Governance