Good Corporate Governance
-
Upload
sydqy-pemburu-mavhia -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
description
Transcript of Good Corporate Governance
Good Corporate Governance
Ahmad Assidqi
C1L010023
ACCOUNTING INTERNATIONAL PROGRAMME
FACULTY OF ECONOMIC AND BUSINESS
JENDERAL SOEDIRMAN UNIVERSITY
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sekarang ini, dunia usaha semakin berkembang dan membutuhkan
pengelolaan yang semakin baik dan sehat. Etika bisnis tidak disangkal lagi memiliki
peran yang sangat besar dalam hal tersebut. Menerapkan etika bisnis secara
konsisten sehingga dapat mewujudkan iklim usaha yang sehat, efisien dan
transparan merupakan salah satu sumbangsih besar yang dapat diberikan oleh dunia
usaha untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan mampu
memberikan manfaat yang besar bagi seluruh stakeholder-nya. Saat ini seringkali
muncul pertanyaan apakah etika bisnis merupakan suatu hal yang penting bagi
perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Etika bisnis dianggap sebagai
suatu hal yang merepotkan yang seandainya tidak diindahkan pun suatu bisnis tetap
dapat berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan.
Berangkat dari hal itu, peran etika sangat besar dalam melakukan kegiatan
bisnis, maka sudah selayaknya perusahaan menerapkan suatu prinsip Good
Corporate Governance yang dapat digunakan sebagai salah satu alatnya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang menjadi permasalahan etika dalam bisnis ?
2. Apa yang dimaksud dengan Etika Bisnis ?
3. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan Good Corporate Governance ?
4. Apa saja yang menjadi prinsip-prinsip dari Good Corporate Governance?
5. Bagaimana peranan etika bisnis dalam penerapan Good Corporate
Governance ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan tentang permasalahan etika dalam bisnis.
2. Mendeskripsikan tentang Etika Bisnis.
3. Mendeskripsikan pengertian dari Good Corporate Governance.
4. Memahami apa yang menjadi prinsip-prinsip dari Good Corporate Governance.
5. Memahami peranan etika bisnis dalam penerapan Good Corporate Governance.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Untuk memberikan pengetahuan tentang bagaimana agar perusahaan dapat
menciptakan keberhasilan usaha.
2. Untuk dapat memperbaiki etika dan moral setiap karyawan perusahaan dalam
berbisnis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Permasalahan Etika dalam Bisnis
Beberapa hari terakhir ada dua berita yang mempertanyakan apakah
etikadan bisnis berasal dari dua dunia berlainan. Pertama, melubernya lumpur dan
gas panas di Kabupaten Sidoarjo yang disebabkan eksploitasi gas PT Lapindo
Brantas. Kedua, obat antinyamuk HIT yang diketahui memakai bahan pestisida
berbahaya yang dilarang penggunaannya sejak tahun 2004. Dalam kasus
Lapindo, bencana memaksa penduduk harus ke rumah sakit. Perusahaan pun
terkesan lebih mengutamakan penyelamatan aset-asetnya daripada mengatasi soal
lingkungan dan sosial yang ditimbulkan. Pada kasus HIT, meski perusahaan
pembuat sudahmeminta maaf dan berjanji akan menarik produknya, ada kesan
permintaan maaf itu klise. Penarikan produk yang kandungannya bisa
menyebabkan kanker itu terkesan tidak sungguh-sungguh dilakukan. Produk
berbahaya itu masih beredar di pasaran. Atas kasus-kasus itu, kedua perusahaan
terkesan melarikan diri dari tanggung jawab. Sebelumnya, kita semua dikejutkan
dengan pemakaian formalin pada pembuatan tahu dan pengawetan ikan laut serta
pembuatan terasi dengan bahan yang sudah berbelatung. Dari kasus-kasus yang
disebutkan sebelumnya, bagaimana perusahaan bersedia melakukan apa saja demi
laba. Wajar bila ada kesimpulan, dalam bisnis, satu-satunya etika yang diperlukan
hanya sikap baik dan sopan kepada pemegang saham. Harus diakui, kepentingan
utama bisnis adalah menghasilkan keuntungan maksimal bagi shareholders. Fokus
itu membuat perusahaan yang berpikiran pendek dengan segala cara berupaya
melakukan hal-hal yang bisa meningkatkan keuntungan. Kompetisi semakin ketat
dan konsumen yang kian rewel sering menjadi faktor pemicu perusahaan
mengabaikan etika dalam berbisnis. Namun, belakangan beberapa akademisi dan
praktisi bisnis melihat adanya hubungan sinergis antara etika dan laba. Menurut
mereka, justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi baik merupakan
sebuahcompetitive advantage yang sulit ditiru.
Salah satu kasus yang sering dijadikan acuan adalah bagaimana Johnson &
Johnson (J&J) menangani kasus keracunan Tylenol tahun 1982. Pada kasus
itu,tujuh orang dinyatakan mati secara misterius setelah mengonsumsi Tylenol di
Chicago. Setelah diselidiki, ternyata Tylenol itu mengandung racun sianida. Meski
penyelidikan masih dilakukan guna mengetahui pihak yang bertanggung jawab,
J&J segera menarik 31 juta botol Tylenol di pasaran dan mengumumkan agar
konsumen berhenti mengonsumsi produk itu hingga pengumuman lebih lanjut. J&J
bekerja sama dengan polisi, FBI, dan FDA (BPOMnya Amerika Serikat)
menyelidiki kasus itu. Hasilnya membuktikan, keracunan itu disebabkan oleh pihak
lain yang memasukkan sianida ke botol-botol Tylenol. Biaya yang dikeluarkan J&J
dalam kasus itu lebih dari 100 juta dollar AS. Namun, karena kesigapan dan
tanggung jawab yang mereka tunjukkan, perusahaan itu berhasil membangun
reputasi bagus yang masih dipercaya hingga kini. Begitu kasus itu diselesaikan,
Tylenol dilempar kembali ke pasaran dengan penutup lebih aman dan produk itu
segera kembali menjadi pemimpin pasar (market leader) di Amerika Serikat.Secara
jangka panjang, filosofi J&J yang meletakkan keselamatan konsumen di atas
kepentingan perusahaan berbuah keuntungan lebih besar kepadaperusahaan. Doug
Lennick dan Fred Kiel, 2005 (dalam Itpin, 2006) penulis bukuMoral Intelligence,
berargumen bahwa perusahaan-perusahaan yang memilikipemimpin yang
menerapkan standar etika dan moral yang tinggi terbukti lebihsukses dalam jangka
panjang. Hal sama juga dikemukakan miliuner Jon MHuntsman, 2005 (dalam Itpin,
2006) dalam buku Winners Never Cheat. Dikatakan,kunci utama kesuksesan adalah
reputasinya sebagai pengusaha yang memegang teguh integritas dan kepercayaan
pihak lain. Berkaca pada beberapa contoh kasus itu, sudah saatnya kita
merenungkan kembali cara pandang lama yangmelihat etika dan bisnis sebagai dua
hal berbeda. Memang beretika dalam bisnistidak akan memberi keuntungan segera.
Karena itu, para pengusaha dan praktisibisnis harus belajar untuk berpikir jangka
panjang. Peran masyarakat, terutamamelalui pemerintah, badan-badan pengawasan,
LSM, media, dan konsumen yangkritis amat dibutuhkan untuk membantu
meningkatkan etika bisnis berbagaiperusahaan di Indonesia.
2.2. Pengertian Etika Bisnis
Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara
untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan
dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini
mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil , sesuai dengan hukum
yang berlaku tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di
masyarakat.
Etika bisnis merupakan salah satu bagian dari prinsip etika yang diterapkan
dalam dunia bisnis (Lozano, 1996). Istilah etika bisnis mengan-dung pengertian
bahwa etika bisnis merupakan sebuah rentang aplikasi etika yang khusus
mempelajari tindakan yang diambil oleh bisnis dan pelaku bisnis. Epstein (1989)
menyatakan etika bisnis sebagai sebuah perspektif analisis etika di dalam bisnis
yang menghasilkan sebuah proses dan sebuah kerangka kerja untuk membatasi dan
mengevaluasi tindakan-tindakan individu, organisasi, dan terkadang seluruh
masyarakat sosial. Menurut David (1998), etika bisnis adalah aturan main prinsip
dalam organisasi yang menjadi pedoman membuat keputusan dan tingkah laku.
Etika bisnis adalah etika pelaku bisnis. Pelaku bisnis tersebut bisa saja manajer,
karyawan, konsumen, dan masyarakat.
Etika bisnis merupakan produk pendidikan etika masa kecil, namun tetap
dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Sebagian besar pakar psikologi
berkeyakinan bahwa penanaman awal nilai-nilai kedisiplinan, moral, etika yang
dilakukan pada masa balita akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan
persepsi hati nurani seseorang tatkala ia mulai beranjak dewasa (Faisal Afiff,
2003). Lingkungan bisnis dapat merontokkan etika individu dan sebaliknya etika
individu dapat mempengaruhi lingkungan bisnis tergantung mana yang kuat.
Terjadinya krisis multi dimensional beberapa tahun terakhir menjadikan etika
bisnis sebagai sorotan dan perhatian dari masyarakat dan para pengamat. Tuntutan
masyarakat akan etika dan tolok ukur etika meningkat, hal ini disebabkan pula oleh
peng-ungkapan dan publikasi, kepedulian publik, regulasi pemerintah,
kesadaran CEO akan etika dan profesionalisme bisnis meningkat (Hoesada,
1997). Etika bisnis adalah bisnis setiap orang di setiap hari, sehingga etika
bisnis termasuk semua manajer dan hubungan bisnis mereka serta tindakan-
tindakan mereka. Etika bisnis adalah tuntutan harkat etis manusia dan tidak bisa
ditunda sementara untuk membenarkan tindakan dan sikap tidak adil, tidak jujur
dan tidak bermoral.
Sebagai cabang dari filsafat etika, maka etika dalam aktivitas bisnis tidak
lain merupakan penerapan prinsip-prinsip etika dengan pendekatan filsafat dalam
kegiatan dan program bisnis. Karenanya semua teori tentang etika dapat
dimanfaatkan untuk membahas tentang etika dalam aktivitas bisnis. Aspek yang
dominan dari semua kata etika dalam aktivitas bisnis bermuara pada perilaku
bermoral.
Etika dalam arti sebenarnya dianggap sebagai acuan yang menyatakan
apakah tindakan, aktivitas atau perilaku individu bisa dianggap baik atau tidak.
Karenanya etika bisnis sudah tentu mengacu dan akan berbicara mengenai masalah
baik atau tidak baiknya suatu aktivitas bisnis. Dalam etika bisnis akan diuji
peranperan dan prinsip etika dalam konteks komersial/bisnis. Moral selalu
berkaitan dengan tindakan manusia yang baik dan yang buruk sesuai dengan
ukuran-ukuran yang diterima umum dalam suatu lingkungan sosial tertentu. Dalam
hal ini ukuran baik dan buruk manusia adalah manusia bukan sebagai pelaku peran
tertentu, dengan menggunakan norma moral, bukan sopan santun atau norma
hukum.
Moral (Moralitas) adalah khas manusia dan karenanya moralitas merupakan
dimensi nyata dalam hidup manusia, baik perorangan maupun sosial
(masyarakat).Tanpa moralitas dalam menjalan usaha bisnis maka kehidupan bisnis
menjadi chaos, tiada keteraturan dan ketenteraman dan pada gilirannya dunia bisnis
menjadi sadis dan saling mematikan.
Mengacu kepada batasan etika dari berbagai pandangan ahli yang telah
dikemukakan, maka peran etika adalah membahas dan menunjuk alternatif
pemecahan masalah bisnis yang berlandaskan nilai-nilai moralitas dalam suatu
kegiatan bisnis. Landasan yang digunakan dalam hal ini adalah prinsip-prinsip,
nilai dan norma-moral yang terwujud dalam sikap dan perangai (akhlak) para
pelaku bisnis dalam penyelenggaraan usaha bisnisnya dengan menjunjung tinggi
partisipan bisnisnya.
Pada dasarnya etika bisnis menyoroti moral perilaku manusia
yangmempunyai profesi di bidang bisnis dan dimiliki secara global oleh perusahaan
secara umum, sedangkan perwujudan dari etika bisnis yang ada pada masing-
masing perusahaan akan terbentuk dan terwujud sesuai dengan kebudayaan
perusahaan yang bersangkutan. Etika bisnis ini akan muncul ketika masing-masing
perusahaan berhubungan dan berinteraksi satu sama lain sebagai sebuah
satuan stakeholder. Tujuan etika bisnis disini adalah menggugah kesadaran moral
para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis dengan "baik dan bersih".
2.3. Pengertian Good Corporate Governance (GCG)
Berdasarkan Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No.
117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN,
disebutkan bahwaCorporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang
digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Berdasarkan pengertian
diatas, secara singkat GCG dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value
added) bagi stakeholder.
Malaysian Finance Committe on Corporate Govesrnance memberikan
definisi yang lebih luas mengenai konsep Good Corporate Governance. Good
Corporate Governance merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan untuk
mengarahkan dan mengelola bisnis serta akuntabilitas korporasi dengan tujuan
untuk meningkatkan nilai saham dalam jangka panjang serta memperhatikan
kepentingan pihak-pihak lain yang terkait dengan perusahaan (stakeholder). Good
Corporate Governance sering disebut sebagai sebuah pola hubungan, sistem dan
proses yang digunakan oleh organ perusahaan guna memberikan nilai tambah
secara berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham dengan
tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan
perundangan dan norma yang berlaku (Tjager, 2005).
Good Corporate Governance merupakan tata kelola perusahaan yang
memiliki agenda yang lebih luas lagi dimasa yang akan datang. Fokus dari
akuntabilitas perusahaan yang semula masih terkonsentrasi atau berorientasi pada
para pemegang saham (stockholder), sekarang menjadi lebih luas dan untuk tata
kelola perusahaan juga harus memperhatikan kepentingan stakeholder. Akibat yang
muncul dari pergeseran paradigma ini, tata kelola perusahaan harus
mempertimbangkan masalah corporate social responsibility (CSR).
2.4. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Sebagai sebuah sistem, proses, struktur dan aturan yang memberikan suatu
nilai tambah bagi perusahaan, Good Corporate Governance memiliki prinsip-
prinsip sebagai berikut:
1. Keadilan (Fairness)
Keadilan adalah kesetaran perlakuan dari perusahaan terhadap pihak-
pihak yang berkepentingan sesuai dengan kriteria dan proporsi yang seharusnya.
Dalam hal ini yang ditekankan agar pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
perusahaan terlindungi dari kecurangan serta penyalahgunaan wewenang yang
dilakukan oleh orang dalam. Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan membuat
peraturan korporasi terhadap konflik kepentingan minoritas, membuat pedoman
perilaku perusahaan dan kebijakan-kebijakan yang melindungi korporasi
terhadap konflik kepentingan, menetapkan peran dan tanggungjawab dewan
komisaris, direksi dan komite termasuk sistem remunerasi, menyajikan
informasi secara wajar.
2. Transparansi/Keterbukaan (Transparency)
Tranparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan suatu proses
kegiatan perusahaan. Pengungkapan informasi kinerja baik ketepatan waktu
maupun akurasinya (keterbukaan dalam proses, pengambilan keputusan,
pengawasan, keadilan, kualitas, standarisasi, efisiensi waktu dan biaya). Dengan
transparansi, pihak-pihak yang terkait akan dapat melihat dan memahami
bagaimana suatu perusahaan dikelola. Namun hal tersebut tidak berarti masalah-
masalah yang strategis harus dipublikasikan, sehingga akan mengurangi
keunggulan kompetitif perusahaan. Hak-hak para pemegang saham, yang harus
diberi informasi dengan benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan,
dapat ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan-
perubahan yang mendasar atas perusahaan dan turut memperoleh bagian dari
keuntungan perusahaan. (Forum for Corporate Governance in Indonesia, 2002),
transparansi menunjukkan proses keterbukaan dari para pengelola manajemen,
utamanya manajemen publik untuk membangun akses dalam proses
pengelolaannya sehingga arus informasi keluar dan masuk secara berimbang.
Jadi dalam proses transparansi informasi masyarakat dapat melihat mengenai
apa yang sedang dilakukan dengan menyebarluaskan rencana anggaran, rencana
hasil, undang-undang dan peraturan.(Ackerman, 2006) adapun indikator-
indikator transparansi yang telah ditetapkan oleh Kementrian BUMN, dibedakan
menjadi dua yaitu indikator untuk BUMN yang statusnya telah menjadi PT
Terbuka (Tbk.) dan indikator untuk BUMN yang statusnya masih PT biasa.
3. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas pelaksanaan fungsi dan
tugas-tugas sesuai dengan wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ
perusahaan termasuk pemegang saham. Akuntabilitas ini berkaitan erat dengan
perencanaan yang telah disepakati bersama, dimana pelaksanaan dari kegiatan
perusahaan harus sesuai dengan perencanaan dan tujuan perusahaan.
Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan menyiapkan laporan keuangan
pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat, mengembangkan komite
audit dan resiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh dewan komisaris,
mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi internal audit
sebagai mitra bisnis strategik berdasarkan best practice bukan sekedar audit.
Perbedaan Perusahaan Publik dan Non Publik
No. AspekPerusahaan
Publik Non Publik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Informasi Keuangan
Pemakai Informasi
Perlindungan Investor
Jasa Akuntan Publik
Pemegang saham
Pemisahan Manajemen
Harus Terbuka
Masyarakat Luas
Mutlak dan diwajibkan
Pemerintah
Mutlak diperlukan
Menyebar dan turn
over tinggi
Penting
Tidak Terbuka
Kalangan Terbatas
Tidak Mutlak
Tidak Mutlak
Terbatas dan turn
over rendah
Tidak terlalu Penting
dan Pemilik
Sumber: kementrian BUMN RI Program Pembinaan BUMN: Privatisasi BUMN, GCG,
Pembinaan Usaha Kecil Kementrian Negara BUMN RI, Jakarta, 2004.
4. Pertanggungjawaban (Responsibility)
Pertanggungjawaban adalah kesesuaian didalam pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggungjawab
merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya
tanggungjawab sosial, menyadari penyalahgunaan kekuasaan, menjadi
profesional dan menjunjung citra, dan memelihara lingkungan bisnis yang sehat.
5. Keterbukaan dalam Informasi (Disclosure)
Disclosure adalah keterbukaan dalam mengungkapkan informasi yang
bersifat material dan relevan mengenai perusahaan harus dapat memberikan
informasi atau laporan yang akurat dan tepat waktu mengenai kinerja
perusahaan. Hal tersebut terutama untuk perusahaan yang sudah go public,
dimana pemegang saham sangat berkepentingan dengan informasi kinerja
perusahaan tersebut berada.
6. Kemandirian (Independency)
Kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan bebas dari
pengaruh atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan mekanisme
korporasi. (Siregar, 2004)
Untuk membuat Good Corporate Governance dapat terlaksana sebagaimana
mestinya, menurut Keasey dan Wright (dalam Siregar,2004) dibutuhkan lima
elemen yang saling berpadu, yaitu:
1. Tersedianya landasan hukum atau jaminan hukum.
2. Ditegakannya akuntabilitas,
3. Adanya fungsi pengawasan atas kinerja kompensasi dan sistem pengangkatan
Direksi,
4. Adanya Direksi sebagai eksekutif atau penyelenggara perusahaan,
5. Adanya manajemen sebagai pelaksana kegiatan operasional perusahaan.
Kebijakan GCG
Kebijakan Good Corporate Governance ("Kebijakan ") ini disusun dengan
tujuan agar Kebijakan ini menjadi acuan bagi pelaksanaan good corporate
governance di Perusahaan. Sesuai dengan tujuan tersebut, pada hakikatnya
Kebijakan ini dimaksudkan berlaku bagi semua jenis perusahaan yang didirikan
berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. Meskipun pada
awalnya hanya Perseroan Terbuka, Badan Usaha Milik Negara dan perusahaan yang
menggunakan atau mengelola dana publik saja yang harus mempelopori penerapan
Kebijakan ini, namun semua perusahaan yang didirikan berdasarkan peraturan
perundang-undangan Republik Indonesia juga diharapkan dapat menerapkan
Kebijakan ini dengan secepat mungkin. Kebijakan ini disusun dengan metode yang
memungkinkan terjadinya peningkatan dan penyesuaian standar good corporate
governance yang lebih konstruktif dan fleksibel bagi perusahaan, bukan dengan
pendekatan yang preskriptif melalui pemberlakuan peraturan perundang-undangan.
Disadari bahwa terdapat aspek good corporate governanceyang perlu diberlakukan
dengan peraturan perundang-undangan, namun terdapat pula aspek lain yang
sebaiknya diterapkan sesuai dengan perkembangan pasar dan dengan memperhatikan
sifat khusus Perseroan. Karenanya, perlu diperhatikan bahwa Pedoman ini
dimaksudkan agar bersifat dinamis, sehingga dari waktu ke waktu dapat disesuaikan
dengan laju perkembangan pasar dan struktur masyarakat yang dinamis. Apabila
terjadi perubahan yang bersifat eksternal, maka prinsip good corporate governance
yang terkait dapat mengikutinya. Oleh sebab itu, Kebijakan ini pada hakikatnya
dapat selalu berubah (evolutionary in nature) dan harus dibaca serta dikaji dalam
hubungannya dengan perubahan yang dapat diantisipasi baik di tingkat nasional
maupun internasional.
2.5. Peranan Etika Bisnis dalam Penerapan Good Corporate Governance(GCG)
1. Code of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of
Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip
Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan &
pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik
di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip
tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka
seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan
berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan
dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal
yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.
2. Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan &
pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan
memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai
etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran,
tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang
efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja.
Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan
& pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan
(action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh
seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi
rahasia,benturan kepentingan (conflict of interest) dan sanksi.
1) Informasi rahasia
Dalam informasi rahasia, seluruh karyawan harus dapat menjaga
informasi rahasia mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan
informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak. Informasi rahasia
dapat dilindungi oleh hukum apabila informasi tersebut berharga untuk pihak
lain dan pemiliknya melakukan tindakan yang diperlukan untuk
melindunginya. Beberapa kode etik yang perlu dilakukan oleh karyawan
yaitu harus selalu melindungi informasi rahasia perusahaan dan termasuk
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) serta harus memberi respek terhadap
hak yang sama dari pihak lain. Selain itu karyawan juga harus melakukan
perlindungan dengan seksama atas kerahasiaan informasi rahasia yang
diterima dari pihak lain. Adanya kode etik tersebut diharapkan dapat terjaga
hubungan yang baik dengan pemegang saham (share holder), atas dasar
integritas (kejujuran) dan transparansi (keterbukaan), dan menjauhkan diri
dari memaparkan informasi rahasia. Selain itu dapat terjaga keseimbangan
dari kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya dengan kepentingan
yang layak dari karyawan, pelanggan, pemasok maupun pemerintah dan
masyarakat pada umumnya.
2) Benturan Kepentingan (Conflict of interest)
Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga
kondisi yang bebas dari suatu benturan kepentingan (conflict of interest)
dengan perusahaan. Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila
karyawan &pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak
langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu keputusan, dimana
keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-
raguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan. Beberapa kode etik
yang perlu dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara
lain menghindarkan diri dari situasi (kondisi) yang dapat mengakibatkan
suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap karyawan & pimpinan
perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat dalam benturan
kepentingan harus segera melaporkan semua hal yang bersangkutan secara
detail kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi. Terdapat 8
(delapan) hal yang termasuk kategori situasi benturan kepentingan (conflict
of interest) tertentu, sebagai berikut :
a. Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan, atau
berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan
atau pesaing (competitor).
b. Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan
perusahaan.
c. Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang
masih ada hubungan keluarga (family), atau dengan perusahaan yang
dikontrol oleh personal tersebut.
d. Segala posisi dimana karyawan & pimpinan perusahaan mempunyai
pengaruh atau kontrol terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi
dari personal yang masih ada hubungan keluarga .
e. Segala penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia
perusahaan demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk
membeli atau menjual barang milik perusahaan atau produk, yang
didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
f. Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang
menguntungkan pribadi.
g. Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak
ketiga yang berhubungan dengan perusahaan.
h. Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan
yang telah go public, yang merugikan pihak lain.
3) Sanksi
Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan
dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan
ketentuan/peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan
disipliner termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja).
Beberapa tindakan karyawan & pimpinan perusahaan yang termasuk
kategori pelanggaran terhadap kode etik, antara lain mendapatkan, memakai
atau menyalahgunakan aset milik perusahaan untuk kepentingan /
keuntungan pribadi, secara fisik mengubah atau merusak asset milik
perusahaan tanpa izin yang sesuai dan menghilangkan asset milik
perusahaan. Untuk melakukan pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode Etik
tersebut perlu dilakukan semacam audit kepatuhan (compliance audit) oleh
pihak yangindependent, misalnya Internal Auditor, sehingga dapat diketahui
adanya pelanggaran berikut sanksi yang akan dikenakan terhadap
karyawan &pimpinan perusahaan yang melanggar kode etik. Akhirnya
diharpkan para karyawan maupun pimpinan perusahaan mematuhi Code of
Corporate & Business Conduct yang telah ditetapkan oleh perusahaan
sebagai penerapan GCG.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pelaksanaan Good Corporate Governance memerlukan perangkat
pendukung yang memungkinkan prinsip-prinsip yang terkandung didalamnya
yaituFairness, Transparency, Accountability, Responsibility,
Disclosure danIndependence dapat diterapkan dengan baik. Good Corporate
Governanceberperan untuk memastikan atau menjamin bahwa manajemen
dilaksanakan dengan baik. Untuk itu diperlukan suatu perangkat yang memenuhi
hal-hal tersebut dan penggunaannya sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
Kesimpulannya, disadari atau tidak, penerapan Good Corporate
Governancedalam implementasi etika dalam bisnis memiliki peran yang sangat
besar. Pada intinya etika bisnis bukan lagi merupakan suatu kewajiban yang
harus dilakukan oleh pelaku bisnis tetapi menjadi suatu kebutuhan yang harus
terpenuhi. Salah satu contohnya pada prinsip-prinsip GCG mencerminkan etika
bisnis yang dapat memenuhi keinginan seluruh stakeholdernya. Etika bisnis
yang baik dan sehat menjadi kunci bagi suatu perusahaan untuk membuatnya
tetap berdiri kokoh dan tahan terhadap segala macam serangan ketidakstabilan
ekonomi.
3.2 Saran
Saran untuk perusahaan yang khususnya bergerak dalam sektor publik,
alangkah baiknya menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Tujuannya
agar perusahaan dengan mudah dalam meningkatkan kinerja seluruh karyawan
perusahaan, sehingga dapat menciptakan nilai tambah tersendiri bagi perusahaan
tersebut
DAFTAR REFERENSI
Ernawan, Erni. 2011. Business Ethics. Penerbit: Alfabeta. Bandung
Dewi Kurniaty. 2008. Penerapan Etika Bisnis melalui Prinsip-prinsip Good Corporate
Governance. Jurnal Universitas Paramadina. Volume 05, No. 03. Hal. 221 – 231
Jurnal Keuangan & Perbankan (JKP), Vol. 2 No.1, Desember 2005, Hlm.49 – 58,
ISSN : 1829-9865.
http://www.jtanzilco.com/main/index.php/component/content/article/1-kap-news/303-
bentuk-kerangka-kerja-bisnis-berazaskan-good-corporate-governance