Good Corporate Governance

28
Good Corporate Governance Ahmad Assidqi C1L010023 ACCOUNTING INTERNATIONAL PROGRAMME FACULTY OF ECONOMIC AND BUSINESS

description

BAB I PENDAHULUAN1.1. Latar BelakangSekarang ini, dunia usaha semakin berkembang dan membutuhkan pengelolaan yang semakin baik dan sehat. Etika bisnis tidak disangkal lagi memiliki peran yang sangat besar dalam hal tersebut. Menerapkan etika bisnis secara konsisten sehingga dapat mewujudkan iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan merupakan salah satu sumbangsih besar yang dapat diberikan oleh dunia usaha untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan mampu memberikan manfaat yang besar bagi seluruh stakeholder-nya. Saat ini seringkali muncul pertanyaan apakah etika bisnis merupakan suatu hal yang penting bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Etika bisnis dianggap sebagai suatu hal yang merepotkan yang seandainya tidak diindahkan pun suatu bisnis tetap dapat berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan.Berangkat dari hal itu, peran etika sangat besar dalam melakukan kegiatan bisnis, maka sudah selayaknya perusahaan menerapkan suatu prinsip Good Corporate Governance yang dapat digunakan sebagai salah satu alatnya.1.2. Rumusan Masalah1. Apa yang menjadi permasalahan etika dalam bisnis ?2. Apa yang dimaksud dengan Etika Bisnis ?3. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan Good Corporate Governance ?4. Apa saja yang menjadi prinsip-prinsip dari Good Corporate Governance?5. Bagaimana peranan etika bisnis dalam penerapan Good Corporate Governance ?1.3 Tujuan Penulisan1. Menjelaskan tentang permasalahan etika dalam bisnis.2. Mendeskripsikan tentang Etika Bisnis.3. Mendeskripsikan pengertian dari Good Corporate Governance.4. Memahami apa yang menjadi prinsip-prinsip dari Good Corporate Governance.5. Memahami peranan etika bisnis dalam penerapan Good Corporate Governance.1.4 Manfaat Penulisan1. Untuk memberikan pengetahuan tentang bagaimana agar perusahaan dapat menciptakan keberhasilan usaha.2. Untuk dapat memperbaiki etika dan moral setiap karyawan perusahaan dalam berbisnis. BAB IIPEMBAHASAN2.1. Permasalahan Etika dalam BisnisBeberapa hari terakhir ada dua berita yang mempertanyakan apakah etikadan bisnis berasal dari dua dunia berlainan. Pertama, melubernya lumpur dan gas panas di Kabupaten Sidoarjo yang disebabkan eksploitasi gas PT Lapindo Brantas. Kedua, obat antinyamuk HIT yang diketahui memakai bahan pestisida berbahaya yang dilarang penggunaannya sejak tahun 2004. Dalam kasus Lapindo, bencana memaksa penduduk harus ke rumah sakit. Perusahaan pun terkesan lebih mengutamakan penyelamatan aset-asetnya daripada mengatasi soal lingkungan dan sosial yang ditimbulkan. Pada kasus HIT, meski perusahaan pembuat sudahmeminta maaf dan berjanji akan menarik produknya, ada kesan permintaan maaf itu klise. Penarikan produk yang kandungannya bisa menyebabkan kanker itu terkesan tidak sungguh-sungguh dilakukan. Produk berbahaya itu masih beredar di pasaran. Atas kasus-kasus itu, kedua perusahaan terkesan melarikan diri dari tanggung jawab. Sebelumnya, kita semua dikejutkan dengan pemakaian formalin pada pembuatan tahu dan pengawetan ikan laut serta pembuatan terasi dengan bahan yang sudah berbelatung. Dari kasus-kasus yang disebutkan sebelumnya, bagaimana perusahaan bersedia melakukan apa saja demi laba. Wajar bila ada kesimpulan, dalam bisnis, satu-satunya etika yang diperlukan hanya sikap baik dan sopan kepada pemegang saham. Harus diakui, kepentingan utama bisnis adalah menghasilkan keuntungan maksimal bagi shareholders. Fokus itu membuat perusahaan yang berpikiran pendek dengan segala cara berupaya melakukan hal-hal yang bisa meningkatkan keuntungan. Kompetisi semakin ketat dan konsumen yang kian rewel sering menjadi faktor pemicu perusahaan mengabaikan etika dalam berbisnis. Namun, belakangan beberapa akademisi dan praktisi bisnis melihat adanya hubungan sinergis antara etika dan laba. Menurut mereka, justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi baik merupakan sebuahcompetitive advantage yang sulit ditiru.Salah satu kasus yang sering dijadi

Transcript of Good Corporate Governance

Page 1: Good Corporate Governance

Good Corporate Governance

Ahmad Assidqi

C1L010023

ACCOUNTING INTERNATIONAL PROGRAMME

FACULTY OF ECONOMIC AND BUSINESS

JENDERAL SOEDIRMAN UNIVERSITY

2014

Page 2: Good Corporate Governance

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sekarang ini, dunia usaha semakin berkembang dan membutuhkan

pengelolaan yang semakin baik dan sehat. Etika bisnis tidak disangkal lagi memiliki

peran yang sangat besar dalam hal tersebut. Menerapkan etika bisnis secara

konsisten sehingga dapat mewujudkan iklim usaha yang sehat, efisien dan

transparan merupakan salah satu sumbangsih besar yang dapat diberikan oleh dunia

usaha untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan mampu

memberikan manfaat yang besar bagi seluruh stakeholder-nya. Saat ini seringkali

muncul pertanyaan apakah etika bisnis merupakan suatu hal yang penting bagi

perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Etika bisnis dianggap sebagai

suatu hal yang merepotkan yang seandainya tidak diindahkan pun suatu bisnis tetap

dapat berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan.

Berangkat dari hal itu, peran etika sangat besar dalam melakukan kegiatan

bisnis, maka sudah selayaknya perusahaan menerapkan suatu prinsip Good

Corporate Governance yang dapat digunakan sebagai salah satu alatnya.

1.2. Rumusan Masalah

1.  Apa yang menjadi permasalahan etika dalam bisnis ?

2. Apa yang dimaksud dengan Etika Bisnis ?

3. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan Good Corporate Governance ?

4. Apa saja yang menjadi prinsip-prinsip dari Good Corporate Governance?

5. Bagaimana peranan etika bisnis dalam penerapan Good Corporate

Governance ?

Page 3: Good Corporate Governance

1.3 Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan tentang permasalahan etika dalam bisnis.

2. Mendeskripsikan tentang Etika Bisnis.

3. Mendeskripsikan pengertian dari Good Corporate Governance.

4. Memahami apa yang menjadi prinsip-prinsip dari Good Corporate Governance.

5. Memahami peranan etika bisnis dalam penerapan Good Corporate Governance.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Untuk memberikan pengetahuan tentang bagaimana agar perusahaan dapat

menciptakan keberhasilan usaha.

2. Untuk dapat memperbaiki etika dan moral setiap karyawan perusahaan dalam

berbisnis.

Page 4: Good Corporate Governance

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Permasalahan Etika dalam Bisnis

Beberapa hari terakhir ada dua berita yang mempertanyakan apakah

etikadan bisnis berasal dari dua dunia berlainan. Pertama, melubernya lumpur dan

gas panas di Kabupaten Sidoarjo yang disebabkan eksploitasi gas PT Lapindo

Brantas. Kedua, obat antinyamuk HIT yang diketahui memakai bahan pestisida

berbahaya yang dilarang penggunaannya sejak tahun 2004. Dalam kasus

Lapindo, bencana memaksa penduduk harus ke rumah sakit. Perusahaan pun

terkesan lebih mengutamakan penyelamatan aset-asetnya daripada mengatasi soal

lingkungan dan sosial yang ditimbulkan. Pada kasus HIT, meski perusahaan

pembuat sudahmeminta maaf dan berjanji akan menarik produknya, ada kesan

permintaan maaf itu klise. Penarikan produk yang kandungannya bisa

menyebabkan kanker itu terkesan tidak sungguh-sungguh dilakukan. Produk

berbahaya itu masih beredar di pasaran. Atas kasus-kasus itu, kedua perusahaan

terkesan melarikan diri dari tanggung jawab. Sebelumnya, kita semua dikejutkan

dengan pemakaian formalin pada pembuatan tahu dan pengawetan ikan laut serta

pembuatan terasi dengan bahan yang sudah berbelatung. Dari kasus-kasus yang

disebutkan sebelumnya, bagaimana perusahaan bersedia melakukan apa saja demi

laba. Wajar bila ada kesimpulan, dalam bisnis, satu-satunya etika yang diperlukan

hanya sikap baik dan sopan kepada pemegang saham. Harus diakui, kepentingan

utama bisnis adalah menghasilkan keuntungan maksimal bagi shareholders. Fokus

itu membuat perusahaan yang berpikiran pendek dengan segala cara berupaya

melakukan hal-hal yang bisa meningkatkan keuntungan. Kompetisi semakin ketat

dan konsumen yang kian rewel sering menjadi faktor pemicu perusahaan

mengabaikan etika dalam berbisnis. Namun, belakangan beberapa akademisi dan

praktisi bisnis melihat adanya hubungan sinergis antara etika dan laba. Menurut

mereka, justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi baik merupakan

sebuahcompetitive advantage yang sulit ditiru.

Salah satu kasus yang sering dijadikan acuan adalah bagaimana Johnson &

Johnson (J&J) menangani kasus keracunan Tylenol tahun 1982. Pada kasus

Page 5: Good Corporate Governance

itu,tujuh orang dinyatakan mati secara misterius setelah mengonsumsi Tylenol di

Chicago. Setelah diselidiki, ternyata Tylenol itu mengandung racun sianida. Meski

penyelidikan masih dilakukan guna mengetahui pihak yang bertanggung jawab,

J&J segera menarik 31 juta botol Tylenol di pasaran dan mengumumkan agar

konsumen berhenti mengonsumsi produk itu hingga pengumuman lebih lanjut. J&J

bekerja sama dengan polisi, FBI, dan FDA (BPOMnya Amerika Serikat)

menyelidiki kasus itu. Hasilnya membuktikan, keracunan itu disebabkan oleh pihak

lain yang memasukkan sianida ke botol-botol Tylenol. Biaya yang dikeluarkan J&J

dalam kasus itu lebih dari 100 juta dollar AS. Namun, karena kesigapan dan

tanggung jawab yang mereka tunjukkan, perusahaan itu berhasil membangun

reputasi bagus yang masih dipercaya hingga kini. Begitu kasus itu diselesaikan,

Tylenol dilempar kembali ke pasaran dengan penutup lebih aman dan produk itu

segera kembali menjadi pemimpin pasar (market leader) di Amerika Serikat.Secara

jangka panjang, filosofi J&J yang meletakkan keselamatan konsumen di atas

kepentingan perusahaan berbuah keuntungan lebih besar kepadaperusahaan. Doug

Lennick dan Fred Kiel, 2005 (dalam Itpin, 2006) penulis bukuMoral Intelligence,

berargumen bahwa perusahaan-perusahaan yang memilikipemimpin yang

menerapkan standar etika dan moral yang tinggi terbukti lebihsukses dalam jangka

panjang. Hal sama juga dikemukakan miliuner Jon MHuntsman, 2005 (dalam Itpin,

2006) dalam buku Winners Never Cheat. Dikatakan,kunci utama kesuksesan adalah

reputasinya sebagai pengusaha yang memegang teguh integritas dan kepercayaan

pihak lain. Berkaca pada beberapa contoh kasus itu, sudah saatnya kita

merenungkan kembali cara pandang lama yangmelihat etika dan bisnis sebagai dua

hal berbeda. Memang beretika dalam bisnistidak akan memberi keuntungan segera.

Karena itu, para pengusaha dan praktisibisnis harus belajar untuk berpikir jangka

panjang. Peran masyarakat, terutamamelalui pemerintah, badan-badan pengawasan,

LSM, media, dan konsumen yangkritis amat dibutuhkan untuk membantu

meningkatkan etika bisnis berbagaiperusahaan di Indonesia.

2.2. Pengertian Etika Bisnis

Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara

untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan

dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini

Page 6: Good Corporate Governance

mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil , sesuai dengan hukum

yang berlaku tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di

masyarakat.

Etika bisnis merupakan salah satu bagian dari prinsip etika yang diterapkan

dalam dunia bisnis (Lozano, 1996). Istilah etika bisnis mengan-dung pengertian

bahwa etika bisnis merupakan sebuah rentang aplikasi etika yang khusus

mempelajari tindakan yang diambil oleh bisnis dan pelaku bisnis. Epstein (1989)

menyatakan etika bisnis sebagai sebuah perspektif analisis etika di dalam bisnis

yang menghasilkan sebuah proses dan sebuah kerangka kerja untuk membatasi dan

mengevaluasi tindakan-tindakan individu, organisasi, dan terkadang seluruh

masyarakat sosial. Menurut David (1998), etika bisnis adalah aturan main prinsip

dalam organisasi yang menjadi pedoman membuat keputusan dan tingkah laku.

Etika bisnis adalah etika pelaku bisnis. Pelaku bisnis tersebut bisa saja manajer,

karyawan, konsumen, dan masyarakat.

Etika bisnis merupakan produk pendidikan etika masa kecil, namun tetap

dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Sebagian besar pakar psikologi

berkeyakinan bahwa penanaman awal nilai-nilai kedisiplinan, moral, etika yang

dilakukan pada masa balita akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan

persepsi hati nurani seseorang tatkala ia mulai beranjak dewasa (Faisal Afiff,

2003). Lingkungan bisnis dapat merontokkan etika individu dan sebaliknya etika

individu dapat mempengaruhi lingkungan bisnis tergantung mana yang kuat.

Terjadinya krisis multi dimensional beberapa tahun terakhir menjadikan etika

bisnis sebagai sorotan dan perhatian dari masyarakat dan para pengamat. Tuntutan

masyarakat akan etika dan tolok ukur etika meningkat, hal ini disebabkan pula oleh

peng-ungkapan dan publikasi, kepedulian publik, regulasi pemerintah,

kesadaran CEO akan etika dan profesionalisme bisnis meningkat (Hoesada,

1997). Etika bisnis adalah bisnis setiap orang di setiap hari, sehingga etika

bisnis termasuk semua manajer dan hubungan bisnis mereka serta tindakan-

tindakan mereka. Etika bisnis adalah tuntutan harkat etis manusia dan tidak bisa

ditunda sementara untuk membenarkan tindakan dan sikap tidak adil, tidak jujur

dan tidak bermoral.

Sebagai cabang dari filsafat etika, maka etika dalam aktivitas bisnis tidak

lain merupakan penerapan prinsip-prinsip etika dengan pendekatan filsafat dalam

kegiatan dan program bisnis. Karenanya semua teori tentang etika dapat

Page 7: Good Corporate Governance

dimanfaatkan untuk membahas tentang etika dalam aktivitas bisnis. Aspek yang

dominan dari semua kata etika dalam aktivitas bisnis bermuara pada perilaku

bermoral.

Etika dalam arti sebenarnya dianggap sebagai acuan yang menyatakan

apakah tindakan, aktivitas atau perilaku individu bisa dianggap baik atau tidak.

Karenanya etika bisnis sudah tentu mengacu dan akan berbicara mengenai masalah

baik atau tidak baiknya suatu aktivitas bisnis. Dalam etika bisnis akan diuji

peranperan dan prinsip etika dalam konteks komersial/bisnis. Moral selalu

berkaitan dengan tindakan manusia yang baik dan yang buruk sesuai dengan

ukuran-ukuran yang diterima umum dalam suatu lingkungan sosial tertentu. Dalam

hal ini ukuran baik dan buruk manusia adalah manusia bukan sebagai pelaku peran

tertentu, dengan menggunakan norma moral, bukan sopan santun atau norma

hukum.

Moral (Moralitas) adalah khas manusia dan karenanya moralitas merupakan

dimensi nyata dalam hidup manusia, baik perorangan maupun sosial

(masyarakat).Tanpa moralitas dalam menjalan usaha bisnis maka kehidupan bisnis

menjadi chaos, tiada keteraturan dan ketenteraman dan pada gilirannya dunia bisnis

menjadi sadis dan saling mematikan.

Mengacu kepada batasan etika dari berbagai pandangan ahli yang telah

dikemukakan, maka peran etika adalah membahas dan menunjuk alternatif

pemecahan masalah bisnis yang berlandaskan nilai-nilai moralitas dalam suatu

kegiatan bisnis. Landasan yang digunakan dalam hal ini adalah prinsip-prinsip,

nilai dan norma-moral yang terwujud dalam sikap dan perangai (akhlak) para

pelaku bisnis dalam penyelenggaraan usaha bisnisnya dengan menjunjung tinggi

partisipan bisnisnya.

Pada dasarnya etika bisnis menyoroti moral perilaku manusia

yangmempunyai profesi di bidang bisnis dan dimiliki secara global oleh perusahaan

secara umum, sedangkan perwujudan dari etika bisnis yang ada pada masing-

masing perusahaan akan terbentuk dan terwujud sesuai dengan kebudayaan

perusahaan yang bersangkutan. Etika bisnis ini akan muncul ketika masing-masing

perusahaan berhubungan dan berinteraksi satu sama lain sebagai sebuah

satuan stakeholder. Tujuan etika bisnis disini adalah menggugah kesadaran moral

para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis dengan "baik dan bersih".

Page 8: Good Corporate Governance

2.3. Pengertian Good Corporate Governance (GCG)

Berdasarkan Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No.

117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN,

disebutkan bahwaCorporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang

digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan

akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka

panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,

berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Berdasarkan pengertian

diatas, secara singkat GCG dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang

mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value

added) bagi stakeholder.

Malaysian Finance Committe on Corporate Govesrnance memberikan

definisi yang lebih luas mengenai konsep Good Corporate Governance. Good

Corporate Governance merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan untuk

mengarahkan dan mengelola bisnis serta akuntabilitas korporasi dengan tujuan

untuk meningkatkan nilai saham dalam jangka panjang serta memperhatikan

kepentingan pihak-pihak lain yang terkait dengan perusahaan (stakeholder). Good

Corporate Governance sering disebut sebagai sebuah pola hubungan, sistem dan

proses yang digunakan oleh organ perusahaan guna memberikan nilai tambah

secara berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham dengan

tetap memperhatikan kepentingan stakeholder  lainnya, berlandaskan peraturan

perundangan dan norma yang berlaku (Tjager, 2005).

Good Corporate Governance merupakan tata kelola perusahaan yang

memiliki agenda yang lebih luas lagi dimasa yang akan datang. Fokus dari

akuntabilitas perusahaan yang semula masih terkonsentrasi atau berorientasi pada

para pemegang saham (stockholder), sekarang menjadi lebih luas dan untuk tata

kelola perusahaan juga harus memperhatikan kepentingan stakeholder. Akibat yang

muncul dari pergeseran paradigma ini, tata kelola perusahaan harus

mempertimbangkan masalah corporate social responsibility (CSR).

Page 9: Good Corporate Governance

2.4. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance

Sebagai sebuah sistem, proses, struktur dan aturan yang memberikan suatu

nilai tambah bagi perusahaan, Good Corporate Governance memiliki prinsip-

prinsip sebagai berikut:

1.   Keadilan (Fairness)

Keadilan adalah kesetaran perlakuan dari perusahaan terhadap pihak-

pihak yang berkepentingan sesuai dengan kriteria dan proporsi yang seharusnya.

Dalam hal ini yang ditekankan agar pihak-pihak yang berkepentingan terhadap

perusahaan terlindungi dari kecurangan serta penyalahgunaan wewenang yang

dilakukan oleh orang dalam. Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan membuat

peraturan korporasi terhadap konflik kepentingan minoritas, membuat pedoman

perilaku perusahaan dan kebijakan-kebijakan yang melindungi korporasi

terhadap konflik kepentingan, menetapkan peran dan tanggungjawab dewan

komisaris, direksi dan komite termasuk sistem remunerasi, menyajikan

informasi secara wajar.

2. Transparansi/Keterbukaan (Transparency)

Tranparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan suatu proses

kegiatan perusahaan. Pengungkapan informasi kinerja baik ketepatan waktu

maupun akurasinya (keterbukaan dalam proses, pengambilan keputusan,

pengawasan, keadilan, kualitas, standarisasi, efisiensi waktu dan biaya). Dengan

transparansi, pihak-pihak yang terkait akan dapat melihat dan memahami

bagaimana suatu perusahaan dikelola. Namun hal tersebut tidak berarti masalah-

masalah yang strategis harus dipublikasikan, sehingga akan mengurangi

keunggulan kompetitif perusahaan. Hak-hak para pemegang saham, yang harus

diberi informasi dengan benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan,

dapat ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan-

perubahan yang mendasar atas perusahaan dan turut memperoleh bagian dari

keuntungan perusahaan. (Forum for Corporate Governance in Indonesia, 2002),

Page 10: Good Corporate Governance

transparansi menunjukkan proses keterbukaan dari para pengelola manajemen,

utamanya manajemen publik untuk membangun akses dalam proses

pengelolaannya sehingga arus informasi keluar dan masuk secara berimbang.

Jadi dalam proses transparansi informasi masyarakat dapat melihat mengenai

apa yang sedang dilakukan dengan menyebarluaskan rencana anggaran, rencana

hasil, undang-undang dan peraturan.(Ackerman, 2006) adapun indikator-

indikator transparansi yang telah ditetapkan oleh Kementrian BUMN, dibedakan

menjadi dua yaitu indikator untuk BUMN yang statusnya telah menjadi PT

Terbuka (Tbk.) dan indikator untuk BUMN yang statusnya masih PT biasa.

3. Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas pelaksanaan fungsi dan

tugas-tugas sesuai dengan wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ

perusahaan termasuk pemegang saham. Akuntabilitas ini berkaitan erat dengan

perencanaan yang telah disepakati bersama, dimana pelaksanaan dari kegiatan

perusahaan harus sesuai dengan perencanaan dan tujuan perusahaan.

Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan menyiapkan laporan keuangan

pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat, mengembangkan komite

audit dan resiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh dewan komisaris,

mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi internal audit

sebagai mitra bisnis strategik berdasarkan best practice bukan sekedar audit.

Perbedaan Perusahaan Publik dan Non Publik

No. AspekPerusahaan

Publik Non Publik

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Informasi Keuangan

Pemakai Informasi

Perlindungan Investor

Jasa Akuntan Publik

Pemegang saham

Pemisahan Manajemen

Harus Terbuka

Masyarakat Luas

Mutlak dan diwajibkan

Pemerintah

Mutlak diperlukan

Menyebar dan turn

over tinggi

Penting

Tidak Terbuka

Kalangan Terbatas

Tidak Mutlak

Tidak Mutlak

Terbatas dan turn

over rendah

Tidak terlalu Penting

Page 11: Good Corporate Governance

dan Pemilik

Sumber: kementrian BUMN RI Program Pembinaan BUMN: Privatisasi BUMN, GCG,

Pembinaan Usaha Kecil Kementrian Negara BUMN RI, Jakarta, 2004.

4. Pertanggungjawaban (Responsibility)

Pertanggungjawaban adalah kesesuaian didalam pengelolaan perusahaan

terhadap peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang

sehat. Prinsip ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggungjawab

merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenang, menyadari akan adanya

tanggungjawab sosial, menyadari penyalahgunaan kekuasaan, menjadi

profesional dan menjunjung citra, dan memelihara lingkungan bisnis yang sehat.

5. Keterbukaan dalam Informasi (Disclosure)

Disclosure adalah keterbukaan dalam mengungkapkan informasi yang

bersifat material dan relevan mengenai perusahaan harus dapat memberikan

informasi atau laporan yang akurat dan tepat waktu mengenai kinerja

perusahaan. Hal tersebut terutama untuk perusahaan yang sudah go public,

dimana pemegang saham sangat berkepentingan dengan informasi kinerja

perusahaan tersebut berada.  

6. Kemandirian (Independency)

Kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan bebas dari

pengaruh atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan mekanisme

korporasi. (Siregar, 2004)

Untuk membuat Good Corporate Governance dapat terlaksana sebagaimana

mestinya, menurut Keasey dan Wright (dalam Siregar,2004) dibutuhkan lima

elemen yang saling berpadu, yaitu:

1. Tersedianya landasan hukum atau jaminan hukum.

2. Ditegakannya akuntabilitas,

Page 12: Good Corporate Governance

3. Adanya fungsi pengawasan atas kinerja kompensasi dan sistem pengangkatan

Direksi,

4. Adanya Direksi sebagai eksekutif atau penyelenggara perusahaan,

5. Adanya manajemen sebagai pelaksana kegiatan operasional perusahaan.

 

Kebijakan GCG

Kebijakan Good Corporate Governance ("Kebijakan ") ini disusun dengan

tujuan agar Kebijakan ini menjadi acuan bagi pelaksanaan good corporate

governance di Perusahaan. Sesuai dengan tujuan tersebut, pada hakikatnya

Kebijakan ini dimaksudkan berlaku bagi semua jenis perusahaan yang didirikan

berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. Meskipun pada

awalnya hanya Perseroan Terbuka, Badan Usaha Milik Negara dan perusahaan yang

menggunakan atau mengelola dana publik saja yang harus mempelopori penerapan

Kebijakan ini, namun semua perusahaan yang didirikan berdasarkan peraturan

perundang-undangan Republik Indonesia juga diharapkan dapat menerapkan

Kebijakan ini dengan secepat mungkin. Kebijakan ini disusun dengan metode yang

memungkinkan terjadinya peningkatan dan penyesuaian standar good corporate

governance yang lebih konstruktif dan fleksibel bagi perusahaan, bukan dengan

pendekatan yang preskriptif melalui pemberlakuan peraturan perundang-undangan.

Disadari bahwa terdapat aspek good corporate governanceyang perlu diberlakukan

dengan peraturan perundang-undangan, namun terdapat pula aspek lain yang

sebaiknya diterapkan sesuai dengan perkembangan pasar dan dengan memperhatikan

sifat khusus Perseroan. Karenanya, perlu diperhatikan bahwa Pedoman ini

dimaksudkan agar bersifat dinamis, sehingga dari waktu ke waktu dapat disesuaikan

dengan laju perkembangan pasar dan struktur masyarakat yang dinamis.  Apabila

terjadi perubahan yang bersifat eksternal, maka prinsip good corporate governance

yang terkait dapat mengikutinya. Oleh sebab itu, Kebijakan ini pada hakikatnya

dapat selalu berubah (evolutionary in nature) dan harus dibaca serta dikaji dalam

hubungannya dengan perubahan yang dapat diantisipasi baik di tingkat nasional

maupun internasional.

Page 13: Good Corporate Governance

2.5. Peranan Etika Bisnis dalam Penerapan Good Corporate Governance(GCG)

1. Code of Corporate and Business Conduct

Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of

Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip

Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan &

pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik

di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip

tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka

seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan

berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan

dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal

yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.

2. Nilai Etika Perusahaan

Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk

mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan &

pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan

memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai

etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran,

tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang

efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja.

Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan

& pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan

(action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh

seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi

rahasia,benturan kepentingan (conflict of interest) dan sanksi.

1) Informasi rahasia

Dalam informasi rahasia, seluruh karyawan harus dapat menjaga

informasi rahasia mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan

informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak. Informasi rahasia

dapat dilindungi oleh hukum apabila informasi tersebut berharga untuk pihak

Page 14: Good Corporate Governance

lain dan pemiliknya melakukan tindakan yang diperlukan untuk

melindunginya. Beberapa kode etik yang perlu dilakukan oleh karyawan

yaitu harus selalu melindungi informasi rahasia perusahaan dan termasuk

Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) serta harus memberi respek terhadap

hak yang sama dari pihak lain. Selain itu karyawan juga harus melakukan

perlindungan dengan seksama atas kerahasiaan informasi rahasia yang

diterima dari pihak lain. Adanya kode etik tersebut diharapkan dapat terjaga

hubungan yang baik dengan pemegang saham (share holder), atas dasar

integritas (kejujuran) dan transparansi (keterbukaan), dan menjauhkan diri

dari memaparkan informasi rahasia. Selain itu dapat terjaga keseimbangan

dari kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya dengan kepentingan

yang layak dari karyawan, pelanggan, pemasok maupun pemerintah dan

masyarakat pada umumnya.

2) Benturan Kepentingan (Conflict of interest)

Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga

kondisi yang bebas dari suatu benturan kepentingan (conflict of interest)

dengan perusahaan. Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila

karyawan &pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak

langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu keputusan, dimana

keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-

raguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan. Beberapa kode etik

yang perlu dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara

lain menghindarkan diri dari situasi (kondisi) yang dapat mengakibatkan

suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap karyawan & pimpinan

perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat dalam benturan

kepentingan harus segera melaporkan semua hal yang bersangkutan secara

detail kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi. Terdapat 8

(delapan) hal yang termasuk kategori situasi benturan kepentingan (conflict

of interest) tertentu, sebagai berikut :

a. Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan, atau

berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan

atau pesaing (competitor).

Page 15: Good Corporate Governance

b. Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan

perusahaan.

c. Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang

masih ada hubungan keluarga (family), atau dengan perusahaan yang

dikontrol oleh personal tersebut.

d. Segala posisi dimana karyawan & pimpinan perusahaan mempunyai

pengaruh atau kontrol terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi

dari personal yang masih ada hubungan keluarga .

e. Segala penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia

perusahaan demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk

membeli atau menjual barang milik perusahaan atau produk, yang

didasarkan atas informasi rahasia tersebut.

f. Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang

menguntungkan pribadi.

g. Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak

ketiga yang berhubungan dengan perusahaan.

h. Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan

yang telah go public, yang merugikan pihak lain.

3) Sanksi

Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan

dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan

ketentuan/peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan

disipliner termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja).

Beberapa tindakan karyawan & pimpinan perusahaan yang termasuk

kategori pelanggaran terhadap kode etik, antara lain mendapatkan, memakai

atau menyalahgunakan aset milik perusahaan untuk kepentingan /

keuntungan pribadi, secara fisik mengubah atau merusak asset milik

perusahaan tanpa izin yang sesuai dan menghilangkan asset milik

perusahaan. Untuk melakukan pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode Etik

tersebut perlu dilakukan semacam audit kepatuhan (compliance audit) oleh

pihak yangindependent, misalnya Internal Auditor, sehingga dapat diketahui

adanya pelanggaran berikut sanksi yang akan dikenakan terhadap

karyawan &pimpinan perusahaan yang melanggar kode etik. Akhirnya

Page 16: Good Corporate Governance

diharpkan para karyawan maupun pimpinan perusahaan mematuhi Code of

Corporate & Business Conduct yang telah ditetapkan oleh perusahaan

sebagai penerapan GCG.

Page 17: Good Corporate Governance

BAB III

PENUTUP

3.1     Kesimpulan

Pelaksanaan Good Corporate Governance memerlukan perangkat

pendukung yang memungkinkan prinsip-prinsip yang terkandung didalamnya

yaituFairness, Transparency, Accountability, Responsibility,

Disclosure danIndependence dapat diterapkan dengan baik. Good Corporate

Governanceberperan untuk memastikan atau menjamin bahwa manajemen

dilaksanakan dengan baik. Untuk itu diperlukan suatu perangkat yang memenuhi

hal-hal tersebut dan penggunaannya sesuai dengan peraturan perundangan yang

berlaku.

Kesimpulannya, disadari atau tidak, penerapan Good Corporate

Governancedalam implementasi etika dalam bisnis memiliki peran yang sangat

besar. Pada intinya etika bisnis bukan lagi merupakan suatu kewajiban yang

harus dilakukan oleh pelaku bisnis tetapi menjadi suatu kebutuhan yang harus

terpenuhi. Salah satu contohnya pada prinsip-prinsip GCG mencerminkan etika

bisnis yang dapat memenuhi keinginan seluruh stakeholdernya. Etika bisnis

yang baik dan sehat menjadi kunci bagi suatu perusahaan untuk membuatnya

tetap berdiri kokoh dan tahan terhadap segala macam serangan ketidakstabilan

ekonomi.

3.2     Saran

Saran untuk perusahaan yang khususnya bergerak dalam sektor publik,

alangkah baiknya menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Tujuannya

agar perusahaan dengan mudah dalam meningkatkan kinerja seluruh karyawan

perusahaan, sehingga dapat menciptakan nilai tambah tersendiri bagi perusahaan

tersebut

Page 18: Good Corporate Governance

DAFTAR REFERENSI

Ernawan, Erni. 2011. Business Ethics. Penerbit: Alfabeta. Bandung

Dewi Kurniaty. 2008. Penerapan Etika Bisnis melalui Prinsip-prinsip Good Corporate

Governance. Jurnal Universitas Paramadina. Volume 05, No. 03. Hal. 221 – 231

Jurnal Keuangan & Perbankan (JKP), Vol. 2 No.1, Desember 2005, Hlm.49 – 58,

ISSN : 1829-9865.

http://www.jtanzilco.com/main/index.php/component/content/article/1-kap-news/303-

bentuk-kerangka-kerja-bisnis-berazaskan-good-corporate-governance